Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
SIMBOLISASI/ PENANDAAN MASJID SEBAGAI SUATU IDENTITAS PADA KAWASAN: PANDANGAN PADA MASJID SUNAN AMPEL SURABAYA, JAWA TIMUR – INDONESIA Imam Santoso*1, Bambang Setyoko2, Edward E. Pandelaki3 1 Student of Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan, Diponegoro University, Semarang, Indonesia, Lecturer at Architecture Dept. Universitas Merdeka Malang 2 Promotor, Proffesor at Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan, Diponegoro University, Semarang, Indonesia 3 Co-promotor, Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan, Diponegoro University, Semarang, Indonesia * Email:
[email protected] ABSTRACT Sunan Ampel Mosque became a symbol of identity and / marking which represents one of the centers of worship and pilgrimage which to this day has become a target as domestic and international tourism. The location is in the area near the river Kali Mas Surabaya, which in the past is one of the important means of transportation access / transport to access to the kingdom of Majapahit. Sunan Ampel Mosque is considered as one of the cultural heritage that is still left in Surabaya, East Java. The mosque has a well-known presence, with respect to the value of religious and historical values. Built in 1421 by Raden Rahmat that one of Walisongo (Nine famous guardian), and the figure is known as Sunan Ampel. Modern city and the city today is always put very little impact on the emphasis on spiritual activities and well-being of humans, thus affecting the spiritual values and psychologically from a place (place). Copied from western models, where it becomes more focused commercial direction as a formed / setting for entertainment / trade. Identity is an incarnation of the genius loci of the place in order to achieve this sense of a place. In urban design, identity relates to a visual depiction of a special-biased environment or have all that's unique characteristics that makes this different from other places. Identity affected physical elements, human activity and the meaning / significance. As a place of worship, the mosque is a significant center / community sense as followers of the religion of Islam which has an important role as spiritual care needs for people around / in the city. It was also influential in determining the development of the analysis of the city in connection with its role as one of the key buildings in the city. The task of this paper will explore the idea of sustainable urban design to examine the identity / symbol of Sunan Ampel Mosque and the region's role in the sense of place in the city of Surabaya. Keywords: Mosque of Sunan Ampel, identity, simbolization/ penandaan, sense of place
ABSTRAK Masjid Sunan Ampel menjadi identitas dan simbolisasi/ penandaan yang mewakili salah satu pusat ibadat dan ziarah yang mana hingga hari ini telah menjadi sasaran sebagai pariwisata domestik dan internasional. Lokasi berada pada area dekat Sungai Kali Mas Surabaya yang pada masa lalu merupakan salah satu akses penting sarana transportasi/angkutan untuk mengakses ke Kerajaan Majapahit. Masjid Sunan Ampel dipertimbangkan sebagai salah satu bagian warisan budaya yang masih tersisa di Surabaya, Jawa Timur. Masjid ini memiliki satu keberadaan yang terkenal, sehubungan dengan nilai religius dan nilai historisnya. Dibangun pada tahun 1421 oleh Raden Rahmat yang salah satu dari Walisongo (Sembilan wali terkenal), dan figurnya dikenal sebagai Sunan Ampel. Kota modern dan kota masa kini selalu menempatkan sangat kecil terhadap penekanan pada kegiatan rohani dan kesejahteraan dari manusianya, sehingga mempengaruhi nilai-nilai rohani dan psikologis dari suatu tempat (place). Ditiru dari model barat, tempat ini menjadi lebih terfokus ke arah yang komersial sebagai tempat yang terbentuk/setting untuk hiburan/ perdagangan . Identitas adalah satu penjelmaan dari genius loci dari tempat agar mencapai sense ini dari suatu tempat. Di desain perkotaan, identitas berhubungan ke satu gambaran visual dari lingkungan yang berbias khusus atau memiliki ke-unik-an yaitu karakteristik yang membuat hal ini menjadi berbeda dari tempat lain. Identitas terpengaruh unsur fisik, aktivitas manusia dan makna/ arti. Sebagai satu tempat beribadat, masjid adalah satu pusat yang bermakna/ arti sebagai komunitas pemeluk agama islam yang memiliki satu peran penting sebagai kebutuhan pelayanan batin bagi orang-orang sekitar/ dalam kota. Ini juga berpengaruh di dalam menentukan pembangunan analisa dari kota sehubungan dengan perannya seperti salah satu bangunan kunci pada satu kota. Tugas dari kertas kerja ini akan mengeksplorasi ide dari desain perkotaan yang berkelanjutan dengan menguji identitas/ simbol dari masjid kawasan Sunan Ampel dan peran ini pada sense of place pada kota Surabaya. Kata kunci: Masjid Sunan Ampel, identitas, simbolisasi/ penandaan, sense of place
1.
Pendahuluan Arsitektur dikenal dan dipahami sebagai konfigurasi sistem tanda; penandaan atau perlambang. Sehingga dibalik karya arsitektur, akan membawa sebuah pesan atau maksud tertentu dari 318
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
perancangnya, disengaja atau tidak, disadari atau tidak disadari. Tanda-tanda dalam arsitektur merupakan wacana dan dapat dituangkan sebagai bentuk-bentuk tampilan yang tersirat ataupun tersurat. Hal mendasar dalam pandangan Islam, secara khusus arsitektur dapat dijelaskan terkait wadah berkehidupan adalah bahwa arsitektur merupakan lingkungan kosmologis yang didalamnya doktrin Islam dapat dilaksanakan dan dapat memberi arah bagaimana aktivitas didalamnya menyediakan kemudahan untuk menjalankan syariat Islam dengan dengan benar (Nashr: 1993). Gagasan Islam tentang lingkungan dan bangunan juga sangat jelas sebagaimana tertuang dalam hadist Rasulullloh; “AL-BAITI JANNATI”, yang bermakna: rumahku adalah surgaku. Hal ini menyiratkan bagaimana Islam mengajarka bahwa rumah/bangunan/sitektur adalah wadah penting yang menjadi dasar bagi perancangan agar arsitektur menjadi lingkungan yang kondusif bagi ketentraman, keamanan, dan kesejahteraan menjalani hidup sesuai kaidah Islam. Sehingga di dalam sebuah rumah/ bangunan/ arsitektur sebuah komunitas dan kehidupan di bangun, dibina dan dipertahankan nilai-nilai keyakinannya. Ideologi dibangun sebagaimana telah dinyatakan dalam gagasan beragama. Perancangan arsitektur adlah implementasi dari strategi kekuasaan (Dovey: 1999). Arsitektur adalah bahasa, bahasa adalah tanda. Ketika arsitektur dianggap sebagai bahasa, maka berpeluang untuk dimengerti dan dipahami sebagai tanda. Antara Al Qur’an, Hadist dan Arsitektur dapat tercipta bahasa yang didalamnya memuat sebuah pemahaman dan pengertian tentang bangunan, atau dalam hal ini diperkecil lagi pada bangunan ibadah umat Islam, yaitu arsitektur masjid. Ketika Islam yang dikatakan sebagai agama ‘Rahmatan lil’alamin’, maka di dalam perkembangannya memiliki kiprah pembangunan bangsa Indonesia dalam ber-akulturasi secara rohani dan fisik. Dan sejak ratusan tahun lalu telah membawa dampak yang cukup positif terhadap berkembangnya arsitektur masjid di wilayah nusantara. Sehingga sentuhan budaya kedaerahan atau tradisional maupun yang modern bahkan penganruh arsitektur daerah asalnya terhadap perkembangan arsitektur sangat menunjukkan bahwa Islam sebagai agama universal. Seperti dikatakan oleh Quraish Shihab ( 1999) bahwa: “Al Qur’an adalah kumpulan ayat, dimana ayat tersebut pada hakikatnya adalah tanda yang tampak. Namun, tanda-tanda tersebut tidak dapat dipisahkan dari sesuatu yang lain yang tersurat maupun tersurat, sebagaimana yang diperkenalkan dalam konsep tafsir dan ta’wil. Antara kedua nya, yakni makna tersurat dan makna tersirat, yang terkait dan terjalin sedemikian erat, sehingga bila tanda tersebut dipahami oleh pikiran, maka insya Alloh akan dipahami oleh jiwa seseorang”. Masjid Sunan Ampel (MSA) secara historisnya, seperti dikatakan oleh Murtiyoso (1994). MSA dibangun oleh Raden Rahmatillah atau Raden Rahmat (yang kemudian dikenal sebagai Sunan Ampel) pada 1450 SM. Sampai hari ini, MSA telah mengalami beberapa perkembangan dan renovasi. Raden Adipati Aryo Cokronegoro adalah yang pertama melakukan perubahan dan perkembangan, yaitu dengan menambahkan satu bangunan pada sisi utara dari bangunan yang tua. Pada tahun 1926, Adipati Raden Nitihadi Ningrat melakukan perkembangan kedua. Perkembangan ke-tiga dan ke-empat dilakukan dalam tahun 1954 dan 1974. Perkembangan dan renovasi selanjutnya dilakukan oleh tim disain dari Departemen Arsitektur Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) pada beberapa tahap. Lokasi MSA terletak di Surabaya bagian Utara, pada area Ampel Dento. Area ini dekat dengan Sungai Kali Mas, yang mana pada masa lalu menjadi salah satu akses penting (angkutan air) ke Kerajaan Majapahit. MSA dipertimbangkan sebagai salah satu bagian warisan budaya yang mana masih tersisa di Surabaya, Jawa timur. Dan, merupakan satu tempat yang sangat strategis sebagai gerbang utama dari kerajaan Mojopahit. Area MSA memerlukan satu kepedulian tentang keberadaannya. Ada beberapa masalah mengenai hal tersebut, terhadap nilai atau fungsi (antara lain: ekonomi, religi, dan pariwisata). Pemerintah Daerah seperti kotamadya Surabaya telah canangkan area MSA sebagai Daerah Tujuan 319
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
Wisata (target pariwisata), yaitu berlandaskan pariwisata religius. Sejalan perkembangan tersebut, belum diikuti oleh kepedulian tinggi dari tempat/ lokasi tersebut untuk tumbuh dan berkembang pada lingkungan mereka sendiri. Implementasi dari areanya belum tersusun rapi (compang-camping seperti kain tambalan). Pekerjaan dari konservasi cenderung mengacaukan ketentuan dari pemerintah. Masalah dan konflik tersebut terjadi akibat percepatan perkembangan dari kota yang mana belum diseimbangkan dengan aktivitas tinggi pada sektor perdagangan. Hal itu terjadi akibat dari kurang kontrol dari petunjuk keberadaan maupun kurang taat order. Sehingga, kekacauan secara fisik perkembangan seperti building style, building skyline. Hal itu juga yang menyebabkan lahan tak tersusun dengan baik yaitu merangsang kekumuhan (kumuh akibat dari infiltrasi dari kepadatan) area di sekitar terpenuhi oleh/dengan aktivitas ekonomi (terutama pasar tradisional). Keadaan tersebut berdampak ke akses ke/dari MSA. Akhirnya, lantaran kondisi tersebut untuk meminimalkannya adalah untuk view inside maupun view outside dari orientasi arah/ akses di atau keluar posisi masjid.
Foto.1. Gerbang Kawasan Sunan Ampel Sumber: Imam S, 2009 2.
Ragam Aktivitas Pada Masjid Dan Komunitas Sebuah Masjid, seharusnya tidak hanya sekadar untuk dipergunakan seperti tempat ibadah, tetapi masjid memiliki misi pada arti luas. Natsir (2009) mengatakan, bahwa kepentingan ibadah sematamata hanya untuk individu. ''Tetapi, maksud misi dalam arti luas, kepentingan ini untuk keluarga, tetangga, dan masyarakat, bahkan bangsa,'' bumi ini. Misi dalam arti luas ini dilakukan untuk semua aspek. Yaitu percaya, syariah, perilaku, peradaban. Dan mu'amalah bahwa masalah kemasyarakatan, ekonomi, budaya dan Politik. Selama ini menurutnya, misi yang dilakukan di masjid, diharap tidak menyentuh atau mendalam pada semua aspek itu. ''Ini adalah suatu kemajuan yang tersedia dengan segala kebutuhan. Meliputi misi yang dilakukan berlandaskan pada budaya masyarakat lokal,'' urai Natsir. Kiat mendakwah ini diakatakan Natsir telah juga diterapkan oleh Walisongo. Sehingga misi yang telah diselesaikan oleh Walisongo mudah diterima oleh masyarakat. Menurut Natsir pula, bahwa masjid harusnya dibuat sebagai pusat kegiatan masyarakat sekitar. ''Seyogyanya bila sebagai pusat aktivitas, maka perlu kiranya memperluas atau meningkatkan perangkat masjid ''.
Foto 2. Keunikan Kori Agung Gerbang ini seperti bentuk dari paduraksa ( bentuk atau dekorasi pada masa agama Hindu), Sumber: Imam S, 2009
320
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
Kota modern dan kota masa kini selalu menempatkan sangat kecil terhadap penekanan pada kegiatan rohani dan kesejahteraan dari manusianya, sehingga mempengaruhi nilai-nilai rohani dan psikologis dari suatu tempat (place). Dicontoh dari model barat, place/tempat ini menjadi lebih terfokus ke arah yang komersial sebagai tempat yang terbentuk/setting untuk hiburan/ perdagangan. Identitas adalah satu penjelmaan dari genius loci dari place/tempat agar mencapai sense ini dari suatu tempat. Pada desain perkotaan, identitas berhubungan ke satu gambaran visual dari lingkungan yang berbias khusus atau memiliki ke-unik-an yaitu karakteristik yang membuat hal ini menjadi berbeda dari tempat lain.. Identitas terpengaruh unsur fisik, aktivitas manusia dan makna. Sebagai satu tempat beribadat, masjid adalah satu pusat yang bermakna/ arti sebagai komunitas pemeluk agama islam yang memiliki satu peran penting sebagai kebutuhan pelayanan batin bagi orang-orang sekitar/ dalam kota. Ini juga berpengaruh di dalam menentukan pembangunan analisa dari kota sehubungan dengan perannya seperti salah satu bangunan kunci pada satu kota. 3.
Identitas Sebagai Salah Satu Cara Melihat Simbolisasi/ Penandaan Kepada Image Kota Archetype yang sempurna menunjuk pada Hierarkhi Demarkasi (dari waktu dan ruang), bentuk/ form menunjuk pada gerbang Masjid dan gaya yang menunjuk pada Kori Agung. Berharap memberikan batasan demarkasi pada masing-masing wilayah menjadi satu keharusan seperti upaya untuk memunculkan suatu place of identity/identitas tempat, cerita tentang lokasi ataupun arsitektur bangunan. Wilayah batas / bangunan baru bukan hanya monopoli dari bangunan militer atau kompleks pertahanan saja, tetapi juga terhadap tampilan untuk bangunan pendidikan dan bangunan-bangunan seperti masjid dan pura. Sebagai simbolisasi/ penandaan sebuah kota, sepertinya yang siap diberi gerbang/gate/batasan kekuasaan seperti kebutuhan akan rasa aman, menyenangkan dan menunjuk pada satu hal menonjol/landmark. Seperti halnya pada masjid-masjid di beberapa daerah di Jawa, di antaranya adalah Masjid Agung Yogyakarta, Masjid Agung Istana Kasepuhan Cirebon, Masjid Sunan Kuning Sumenep, kompleks masjid dan pemakaman Sendang Duwur Lamongan, serta banyak gerbang/ gate yang mendasari sebagai/untuk akses masuk ke dalam sebuah kompleks lingkungan atau area masjid maupun seperti halnya sebagai suatu identitas dari area tersebut. Merujuk pada definisi Kevin Lynch (1981), bahwa kota bermakna seperti mengerti akan sebuah identitas fundamental kepada satu image dan budaya kota tersebut. Berbagai penelitian dikenali telah mempergunakan berbagai variasi definisi dari identitas sebagai penentu apakah termasuk ke dalam sesuatu yang berkualitas. Amira (2008) mengatakan, ketika sebuah masjid menjadi satu icon pada suatu masyarakat islam dimana pertemuan secara kolektif untuk beribadah dan mengendali aktivitas keagamaan dapat dilaksanakan. Dimana masjid yang bersifat religius ini adalah seperti halnya sebagai tempat dari berbagai aktivitas komunitas sejak nabi yang pertama Adam ( setelah turun di atas bumi). Masjid telah menjadi dasar/permulaan pada yang percaya sebagai pemeluk agama islam, dimana keberadaan/ hal ini menjadi satu tempat yang didesain sebagai tempat beribadah secara kolektif(‘ibadah) dan tempat berkoordinasi dari berbagai urusan (keagamaan). Selama periode dari Nabi Muhammad, masjid adalah sebagai suatu tempat dimana komunitas dengan berbagai aktivitas dilakukan; pelayanan rohani, kebutuhan sosial hingga aspek politis dari komunitas (muslim).
Foto 3. Masjid Sunan Ampel, Atap dan Menara Masjid (Minaret) Sumber: Imam S, 2009 321
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
Menurut Bashri & Shuhanna (2008), masjid (dan tempat lain yang setara) telah mampu berkontribusi terhadap kesatuan/unity terbesar pada sebuah Kota, giving order, sense of place dan sense of belonging terhadap satu penggunaan yang berkelanjutan. Semua hal tersebut mampu dicapai melalui phisik, kultur sosial, kekuasaan perilaku dan rohani, dan dari penstrukturan pada kota itu dapat memainkan lagi akan peran lansekap kota yang berkelanjutan dan berjangka. Menurut Kevin Lynch (1981), identitas menunjuk kepada distictiveness of place, apa yang berbeda, unik, tidak umum atau sesuatu tempat yang memiliki keistimewaan. Rasdi (1998) mengatakan juga bahwa Masjid adalah bangunan paling penting di dalam agama Islam, dan pada masa awal dari agama Islam pernyataan tersebut adalah benar pada tiap-tiap aspek dari budaya Islam kecuali di zaman sekarang ini, dimana kebenaran hanya ada melalui rasa yang seakan masjid adalah hanya suatu simbol yang secara arsitektur diperuntukkan sebagai tempat upacara religius dari masyarakat pemeluk agama islam. 4.
Maps of Interpretation Sebagai Salah Satu Tahapan Pembangunan Suatu kota yang baik adalah yang memiliki memori/ latar sejarah akan tahap-tahap pembangunan. Dimana pada tahapan tersebut, kita akan dapat meneliti tahap-tahap pembangunan yang sesuai/menurut sejarahnya, dan berkesuaian. Tahapan pembangunan pada dasarnya seperti pada kawasan/area bersejarah, bahwa pembentukannya akan cenderung selalu berurutan. Sehingga dengan tahapan tersebut mampu/akan membuat kota seperti lintasan peluru dengan alur cerita yang luar biasa. Hasil yang terbentuk pada dasarnya adalah suatu produk arsitektur kota seperti urban architecture. Urban architecture yang dimaksudkan adalah seperti spesifikasi atau ciri khas satu kota dengan karakteristik identitas yang berbeda. Terdapat beberapa figur dari tahapan pembangunan perkotaan dari kota Surabaya oleh peta intepretasi dari Surabaya sejak 1787 (Era Kolonial belanda) sampai 2006 yang saya dapat dari Laboratoium A/P Johannes Widodo di CASA National University of Singapore tahun 2010.
Gambar 1. Interpretation Map of The Surabaya City, 1787(A), Source: CASA,NUS, 2010
Gambar 2. Interpretation Map of The Surabaya City, 1825 (B), Source: CASA,NUS, 2010
Gambar 1. Peta Interpretasi Kota Surabaya Th. 1787 (A) dan Th 1825 (B), Sumber: CASA-NUS, 2010
Gambar.3. Interpretation Map of The Surabaya City, 1866 (C), Source: CASA,NUS, 2010
Gambar.4. Interpretation Map of The Surabaya City, 1900 (D), Source: CASA,NUS, 2010
Gambar 2. Peta Interpretasi Kota Surabaya Th. 1866 (C) dan Th 1900 (D), Sumber: CASA-NUS, 2010
322
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
Gambar 5. Interpretation Map of The Surabaya City, 1941(E) ,Source: CASA,NUS, 2010
ISSN: 2442-9082
Gambar 6. Map of Surabaya 1999 (F) , Source: CASA,NUS, 2010
Gambar 3. Peta Interpretasi Kota Surabaya Th. 1941 (E) dan Th 1999 (F), Sumber: CASA-NUS, 2010
Gambar 7. Map of The Surabaya City, 2000 (G), Source: CASA,NUS, 2010
Gambar 8. Map of The Surabaya City, 2006 (H), Source: CASA,NUS, 2010
Gambar 4. Peta Interpretasi Kota Surabaya Th. 2000 (G) dan Th 2006 (H), Sumber: CASA-NUS, 2010 5.
Identifikasi Views terhadap signage artefak lingkungan Secara khusus definisi eksisting/lapangan menunjukkan bahwa Area Sunan Ampel Surabaya dan lingkungannya secara umum adalah wilayah regional Jawa Timur. Mengidentifikasi unsur-unsur fisik dan kualitas identitas dari area penelitian dan lokasi. Kemungkinan untuk mengenali form/bentuk melalui memori tanda-tanda kesejarahan akan terasa kurang nyaman atau terjadi kesulitan, karena beberapa urban artefact telah tertutup, kehilangan bahkan telah dihancurkan. Sehingga, untuk hal tersebut, diperlukan suatu metoda/cara pendekatanpendekatan identifikasi melalui inventarisasi bangunan bersejarah sebagai upaya pengendali dan penelusuran untuk mencari ciri-ciri tanda-tanda/signage sebagai urban artefact di Area Sunan Ampel. Selanjutnya, menemukan kembali hal-hal tertentu terkait dengan keunikan, dan kemampuan untuk menjelaskan tentang situasi disekitar area serta bagaimana unsur/elemen arsitektural bangunan pada area ini mampu dimunculkan sesuai image-nya sendiri. Di dalam rancangan penelitian ini, juga terkendala oleh tantangan pada explorasi ke pemahaman atas asal-usul riwayat bangunan melalui morphology dari peta tua dan keberadaan tentang urban artefact. Keberhasilan akan penemuan dari pembahasan ini akan diharapkan menjadi perbincangan lagi di konsepsi urban dari area yang memiliki satu macam kesamaan dengan keberadaan Area Sunan Ampel secara khusus dan regional Jawa Timur di umumnya Area Sunan Ampel dan lingkungannya mewakili kawasan dengan keunikan yang tinggi seperti area pariwisata, berdasar atas riwayat dari nilai kesejarahan dan religious (Walisongo), dekat Kampung Arab dan Pecinan/Chinatown, yang berkepadatan tinggi serta pengaruh dari percampuran budaya dari perkembangan kota, yang dipercaya mampu berdampak positif terhadap potensi ekonomi lokal (dekat area perdagangan dan berpotensi komersial). 323
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
Gambar.5. Analisa Peta dari Area Sunan Ampel Sumber: Imam S, 2015 Paper disini masih akan mengkaji dan mengeksplorasi ide dari desain perkotaan yang berkelanjutan dengan menguji identitas dari kawasan Masjid Sunan Ampel dan peran ini pada simbol dan tanda-tanda dari suatu sense of place kota Surabaya. 6. REFERENSI: Amira Mohyuddin, Hasanuddin Lamit (2008),”Muslim Identity With Contemporary Image, Jurnal Alam Bina –UTM, Jilid 13 No: 04 2008 - ISSN 1511-1369 – Universiti teknologi Malaysia, 810310 Skudai, Johor, Malaysia. Bashri, Ahmad, Shamsuddin, Shuhana, (2008), “ CREATING SENSE OF UNITY TO A SUSTAINABLE FUTURE CITY”, Departement of Civil Engineering, college of science & Technology, UTM International Campus – Kulala Lumpur, Universiti Teknologi Malaysia. Dovey, Kim, 1999; Framing Places, Mediating Power in Built Form, New York: Routledge. Hillenbrand, Robert, (1994)”Islamic Architecture”, Form, Function and Meaning, Edinburgh University Press. Murtiyoso, Sutrisno dkk, (1994)”Masjid-Masjid Bersejarah Di Indonesia, MUI, PT. Potlot Nasional. Nashr, Sayyed H, 1993; An Introduction to Islamic Cosmological Doctrine, New York: State University of New York. Santoso, Imam, (2003)”Kajian Tanda Pada Arsitektur Masjid”, Menurut Pandangan Nader Ardalan, Studi Kasus Masjid Sunan Ampel Surabaya, Master Tesis (tidak dipublikasikan) Program Pascasarjana (PPs) Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Shamsuddin, Shuhana, (2008), Place & Identity On City Of Kelantan, unpublished paper. Ud-Din Khan, Hasan, (1994)”The Mosque” History, Architectural Development and Regional Diversity, Thames & Hudson, London. Wijanarka, (2007)” Semarang Tempo Dulu”, Teori Desain Kawasan Bersejarah, Penerbit Ombak, Yogyakarta. 324
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
Lynch, Kevin, (1960),” Image Of The City”, MIT Press. Download: http://www. Republika.com, Make Mosque as Center As activity By Republika Newsroom Friday, 06 Novembers 2009, download 12 January 2010 , 10:26:00
325