KAJIAN MAKNA BUDAYA DALAM ARSITEKTUR :
MASJID CHENG HOO SURABAYA
Oleh:
INDAH RAHMAWATI
0851010006
SEPTAFIAN ADHE
0851010028
SAVITRI KUSUMA W
0851010059
LUCKY MURDIYONO
0851010093
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR 2011
CULTURE BUILDING ON ARCHITECTURE
MASJID MUHAMMAD CHENG HOO
Masjid Muhammad Cheng Hoo atau biasa dikenal dengan Masjid Cheng Hoo ini berlokasi di Jalan Gading, Ketabang, Genteng, Surabaya atau 1000 m utara Gedung Balaikota Surabaya, dengan Arsiteknya Ir. Abdul Aziz dari Bojonegoro. Masjid ini didirikan atas prakarsa para sesepuh, penasehat, pengurus PITI, dan pengurus Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Indonesia Jawa Timur serta tokoh masyarakat Tionghoa di Surabaya. Pembangunan masjid ini diawali dengan peletakkan batu pertama 15 Oktober 2001 bertepatan dengan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Pada tanggal 13 Oktober 2002 proses pembangunan selesai dan masjid sudah dapat digunakan untuk beribadah. Masjid diresmikan oleh Menteri Agama Republik Indonesia (Bapak Prof. Dr. Said Agil Husain
Al-Munawar, MA.) pada tanggal 28 Mei 2003. Nama masjid ini merupakan bentuk penghormatan pada Cheng Hoo, Laksamana asal Cina yang beragama Islam dalam hal penyebaran agama Islam. Masjid yang menyerupai kelenteng (rumah ibadah umat Tri Dharma) ini, rancangan awalnya diilhami dari bentuk Masjid Niu Jie di Beijing yang dibangun pada tahun 996 Masehi. Masjid ini dibangun dengan konsep tanpa pintu sebagai simbol keterbukaan. Siapa pun, dari etnis apapun, berhak menggunakan masjid ini untuk beribadah. Masjid ini diharapkan dapat menjembatani segala perbedaan dalam masyarakat Indonesia.
MAKNA BUDAYA DALAM ARSITEKTURAL Nuansa bangunan Tiongkok sudah terasa ketika pertama kali melihat masjid Cheng Hoo ini. Nuansa ke-Tiongkok-annya dapat dilihat pada atap utama, bentuk, dan ornamentnya. Bila dilihat dari atap utama Masjid Cheng Hoo ini, atap utama masjidnya memiliki tiga tingkat seperti pagoda dan berbentuk segi delapan atau pat kwa yang menurut numerology Tiongkok kuno diartikan sebagai keberuntungan atau kejayaan. Atap bangunan ini juga diilhami dari bentuk atap Masjid Niu Jie di Beijing. Menurut Freddy, model atap pagoda yang tinggi menggambarkan pentingnya ruang di bawahnya, yaitu ruang ibadah utama.
Bentuk Atap Pat Kwa Menurut Nemerology Tiongkok Kuno
Kemiripan Bentuk Atap dengan Masjid Niu Jie di Beijing
Dari segi warna yang digunakan, Masjid Cheng Hoo memiliki desain dengan warna yang didominasi merah, hijau dan kuning, sebagaimana layaknya nuansa Tiongkok. Menurut kepercayaan orang Tionghoa, warna merah adalah simbol kebahagiaan, warna kuning adalah simbol kemashyuran, warna biru adalah simbol harapan, dan warna hijau adalah simbol kemakmuran.
Kebahagiaan Kemakmuran
Kemahsyuran
Simbol Warna menurut Kepercayaan Tiongkok
Pada bagian depan bangunan utama terdapat ruangan yang dipergunakan oleh imam untuk memimpin sholat dan khotbah yang sengaja dibentuk seperti pintu gereja, ini menunjukkan bahwa Islam mengakui dan menghormati keberadaan Nabi Isa AS sebagai utusan Allah yang menerima Kitab Injil bagi umat Nasrani. Juga menunjukkan bahwa Islam mencintai hidup damai, saling menghormati dan tidak mencampuri kepercayaan orang lain. Hal ini berkaitan pula dengan konsep masjid ini, yaitu tanpa pintu sebagai simbol keterbukaan. Siapa pun, dari etnis apapun, berhak menggunakan masjid ini untuk beribadah. Masjid ini diharapkan dapat menjembatani segala perbedaan dalam masyarakat Indonesia.
Konsep yang Tanpa Menggunakan Pintu
Tangga pada masjid ini mempunyai arti yaitu untuk anak tangga bagian dalam melambangkan rukun iman karena jumlah anak tangganya ada 6 yang sama dengan jumlah rukun iman dan untuk
tangga bagian serambi melambangkan rukun Islam
karena jumlah anak tangganya 5 sama dengan jumlah rukun Islam.
Tangga Bagian Serambi
Tangga Bagian Dalam Masjid
Selain tangga, ukuran-ukuran bangunan Masjid Cheng Hoo ini juga mempunyai arti. Untuk ukuran secara keseluruhan masjid ini adalah 21 x 11 meter, dengan bangunan utama 11 x 9 meter. Pada sisi utara dan selatan bangunan utama terdapat bangunan pendukung yang lebih rendah daripada bangunan utama. Ukuran 11 meter pada bangunan utama masjid diambil dari ukuran panjang/lebar Ka'bah saat pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim AS. Sedangkan ukuran 9 meter inspirasinya didapat dari sejarah Walisongo yang melaksanakan syi'ar Islam di tanah Jawa. Elemen lainnya yang mencerminkan akulturasi budaya Tiongkok dengan budaya lokal adalah dinding dan tiang. Kontruksi tiang-tiang sederhana Masjid Muhammad Cheng Ho mengadopsi gaya arsitektur Jawa. Sedangkan, gaya lengkungan setengah
lingkaran pada dinding-dindingnya dipengaruhi oleh arsitektur Arab dan India. Dinding berlapis keramik batu bata merah mengingatkan pada susunan batu bata pada masjidmasjid Kuno di Jawa, seperti Masjid Menara Kudus
Perpaduan Budaya Arab-India
Susunan Batu Bata seperti Masjid Kudus
Pada sisi utara masjid terdapat relief Muhammad Cheng Hoo bersama armada kapal yang digunakannya dalam mengarungi Samudera Hindia. Relief ini memiliki
pesan kepada muslim Tionghoa di Indonesia pada khususnya agar tidak risih dan sombong sebagai orang Islam. Orang Tionghoa menjalankan ajaran Islam bukanlah merupakan hal yang aneh atau luar biasa. Hal itu adalah wajar, karena 600 tahun yang lalu pun sudah ada laksamana Tionghoa yang taat menjalankan ajaran Islam bernama Muhammad Cheng Hoo. Beliau juga turut mensyi'arkan agama Islam di tanah Indonesia.
Relief Muhammad Cheng Hoo
DAFTAR PUSTAKA id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Cheng_Ho_Surabaya http://mimimama.blogspot.com/2008/03/masjid-muhammad-cheng-hoosurabaya.html
http://pujangga-lampung.blogspot.com/2010/04/masjid-muhammad-cheng-hosurabaya.html http://www.coecoes.com/unik/balutan-arsitektur-tiongkok-di-masjid-cheng-hosurabaya http://berita.liputan6.com/read/347144/masjid-cheng-ho-perpaduan-dua-budaya