PEMODELAN SISTEM PELEPASAN KCL SECARA TERKENDALI DARI MIKROSFER KITOSAN Muhammad Firzi, Dr.rer.nat.Ir.Yuswan Muharam M.T Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Kampus UI Depok 16424 Email:
[email protected],
[email protected]
Abstrak Sistem pelepasan obat secara terkendali bertujuan untuk mempertahankan konsentrasi obat di dalam darah atau jaringan agar pengobatan optimal. Kesulitan terbesar pengembangan sistem pelepasan obat secara terkendali adalah melakukan formulasi untuk menjaga laju pelepasan obat yang diinginkan secara in vivo. Maka penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model sistem pelepasan obat secara terkendali yang valid yang terdiri dari obat KCl dan mikrosfer chitosan. Model yang dikembangkan berupa model fisikokimia. Data eksperimen selama 100 menit digunakan untuk melakukan validasi terhadap model. Dibutuhkan waktu 8 jam untuk melepaskan hampir seluruh kandungan obat KCl dengan koefisien kelarutan obat adalah 3 x 10-14 ml2/mol2 h, dan koefisien difusi obat KCl di fasa cair sebesar 1,92 x 109 cm2/s. Dari eksperimen, komposisi obat yang divalidasi sebesar 20,57% dan 10 %.
Abstract Drug is very important for human being. It can help reduce pain and cure diseases. However consumption of drug must follow its existing regulations. The release of a drug can be manipulated through a model of the drug. The main objective of this research is to obtain a valid model of a drug consist of pottasium chloride and chitosan matrix. A valid model can be achieve if the result from experiment and simulation show a slightly difference values. Also, the profile concentration of pottasium chloride in solid, pottasium chloride in liquid and water will be observe and analyze correctly. The result of the research is profile release of pottasium chloride for 100 minutes. The profile release of pottasium chloride shows the percent release of pottasium chloride for 100 minutes. The matrix needs 8 hours to release pottasium chloride, with parameters are: the coefficient of drug dissolution is 3x10-14 ml2/mol2 h, diffusion coefficient of pottasium chloride in liquid is 1,92 x 10-9 m2/s and many other parameters. From the experiment, it was found that the pottasium chloride loading are 20,57% and 10 % Keywords: controlled drug release, chitosan, pottasium chloride
1. Pendahuluan Sistem pelepasan obat secara terkendali (SPT) bertujuan untuk mempertahankan konsentrasi obat di dalam darah atau di jaringan yang sakit berada pada nilai yang diinginkan. Dengan kata lain, metode ini dapat mengendalikan laju pelepasan obat dan durasinya[1]. Dengan metode ini, dosis dari obat dapat dilepaskan di antara konsentrasi efek minimum dan konsentrasi toksik minimum pada tubuh, dan mengurangi efek samping dan kerusakan pada jaringan normal [2].
Salah satu pendekatan untuk mendapatkan SPT adalah dengan menyisipkan obat ke dalam matriks hidrofobik (seperti wax, polietilena, polipropilena dan etilselulosa), atau matriks hidrofilik (seperti hidroksipropilselulosa, hidroksipropilmetilselulosa, metilselulosa, natrium karboksimetilselulosa, alginate dan skleroglukan) [4]. sMatriks adalah jaringan tiga dimensi yang berisi obat dan zat lain seperti pelarut dan eksipien yang diperlukan dalam pembuatan SPT. Alternatif lain untuk mendapatkan SPT adalah dengan mengganti matriks yang digunakan. Kitosan merupakan polimer alam yang ramah lingkungan dan memiliki
Pemodelan sistem...Muhammad Firzi, FT-UI, 2013
potensi besar untuk aplikasi farmasi karena sifat biokompatibel, biodegradabel, non-toksisitas, dan mucoadhesion. Sifat kitosan dapat direkayasa dalam bentuk mikrosfer yang berfungsi sebagai depot senyawa bioaktif untuk selanjutnya melepaskannya secara terkendali pada organ yang sakit [5]. Oleh karena itu pendekatan untuk mendapatkan SPT lainnya adalah dengan menggunakan kitosan sebagai matriks. Kesulitan terbesar dari pengembangan SPT ini adalah rumitnya dalam melakukan formulasi yang dibutuhkan untuk menjaga laju pelepasan obat yang diinginkan secara in vivo [6]. Eksperimen in vivo mengenai sistem pelepasan obat ini memakan banyak waktu dan biaya serta tenaga [2]. Karena itu diperlukan suatu permodelan terlebih dahulu sebelum penelitian dilakukan. Permodelan matematis dari pengantaran obat terkendali dapat membantu untuk memberikan dasar pengetahuan ilmiah mengenai mekanisme perpindahan massa yang terlibat dalam pelepasan obat terkendali [3].
Pada penelitian yang diusulkan ini, matriks yang terdiri dari mikrosfer-mikrosfer kitosan disisipi dengan potasium klorida (KCl) sebagai obat untuk mengobati atau mencegah penyakit hypokalemia. Sebelum SPT yang terdiri dari matriks mikrosfer kitosan dan KCl difabrikasi, diperlukan model matematika yang dapat memprediksi profil pelepasan KCl dalam matriks. Dengan mengetahui profil pelepasan KCl, SPT dapat direkayasa dengan cara mengatur kosentrasi KCl di dalam matriks, bentuk dan dimensi matriks sehingga konsentrasi obat yang dilepas berada pada nilai yang diinginkan.
2. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak COMSOL multiphysics di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Tahapan-tahapan yang dilakukan secara rinci dilihat pada diagram alir penelitian keseluruhan (Gambar 1).
Pemodelan sistem pelepasan obat dilakukan melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah melalui percobaan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat sehingga diperoleh model empiris. Pendekatan kedua adalah melalui prinsip fisikokimia (teoritis) sehingga diperoleh model fisikokimia. Model empiris berdasarkan pada hipotesis bahwa (i) kosentrasi awal obat di dalam matriks jauh lebih besar dibandingkan kelarutan obat, (ii) difusi obat hanya berlangsung ke satu arah (efek tepi diabaikan), (iii) partikel obat jauh lebih kecil dari tebal sistem, (iv) pembengkakan dan pelarutan matriks diabaikan, (v) difus4itas obat konstan dan (vi) obat selalu tenggelan sempurna di lingkungan pelepasan. Kelemahan model ini adalah bahwa sifatnya yang kaku hanya berlaku untuk kondisi, karakteristik dan geometri yang sama dengan percobaan. Model fisikokimia diturunkan langsung dari analisis proses pelepasan secara akurat. Model ini mempertimbangkan proses pembengkakan matriks, pelarutan dan transportasi obat di dalam matriks, dan transportasi obat di luar matriks. Pengembangkan model matematika yang berdasarkan pada asumsi bahwa tahanan pelepasan disebabkan oleh pelarutan dan difusi obat melalui lapisan gel yang berkembang yang mengelilingi inti glassy kering [7]. Model pengaruh difusi non-Fickian pada kinetika pembengkakan makroskopik [8]. Model ini tidak memerlukan banyak informasi dari percobaan karena menggunakan beberapa parameter fenomenologis. Model pelepasan obat dari sistem polimer planar yang berisi obat yang melarut secara perlahan [9].
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
2.1.
Studi Literatur
Penelitian dimulai dengan studi literatur untuk mendapatkan informasi terkini mengenai sistem pelepasan obat secara terkendali. Aspek-aspek yang ditelusuri adalah kinetika dan pemodelan. Selain itu, akan ditelusuri pula informasi mengenai kitosan. 2.2.
Penentuan Geometri Sistem
Pemodelan sistem...Muhammad Firzi, FT-UI, 2013
Menentukan sistem yang akan dimodelkan. Sistem yang dimodelkan seperti geometri dari sistem yang dimodelkan, fenomena-fenomena yang terlibat dalam sistem tersebut seperti peristiwa perpindahan massa, serta parameter-parameter terlibat yang akan disimulasikan. Sistem ini akan menentukan bentuk permodelan matematis yang akan digunakan. 2.3.
Penentuan Parameter Sistem
Penentuan parameter ini mempertimbangkan variabelvariabel yang dapat diolah oleh software COMSOL Multiphysics yang akan digunakan, sebagai berikut: 2.3.1Domain Menentukan domain dari sistem yang telah dibuat berdasarkan geometri yang telah ditentukan. Penentuan domain sistem ini disesuaikan dari fenomena perpindahan massa dari obat tersebut. 2.3.2 Kondisi Batas (Boundary) Pada pengembangan model matematis ini, batasan model untuk pelepasan obat ini ditentukan dengan memasukkan asumsi-asumsi yang telah ditetapkan sebelumnya. Penentuan dari batasan ini bertujuan untuk menyederhanakan permodelan yang sedang dikembangkan.
2.6.
Melakukan validasi terhadap permodelan yang dikembangkan. Proses validasi ini dilakukan dengan membandingkan output dari simulasi yang telah dilakukan dengan data-data yang didapatkan dari hasil eksperimen. Proses validasi ini diperlukan untuk mengetahui apakah permodelan yang telah dikembangkan tersebut valid (sesuai dengan kenyataannya) atau tidak. Bila ternyata permodelan yang dikembangkan tersebut tidak valid, maka diperlukan pengecekan terhadap parameter model dan model matematis yang telah dikembangkan untuk mengetahui error yang ada pada model matematis tersebut. Error yang terjadi bisa berupa adanya variabel yang belum dimasukkan, kesalahan tanda model, kesalahan dalam pemasukan angka, kesalahan pada konstanta, kesalahan pada satuan, kesalahan pada asumsi awal dan lain-lain. 2.7.
Analisis
Programming COMSOL
Memasukkan model matematis yang telah dikembangkan tersebut ke dalam ruang kerja software COMSOL Multiphysics sehingga model hasil penurunan tersebut dapat dijalankan pada program COMSOL Multiphysics. Proses programming ini dengan merancang geometri dari sistem yang dimodelkan. Geometri yang dirancang haruslah semirip mungkin dengan sistem nyatanya. Setelah itu, persamaan-persamaan dari model dimasukkan ke dalam beberapa bagian COMSOL Multiphysics, yaitu subdomain settings untuk persamaan neraca massa, boundary settings untuk kondisi batas neraca massa, serta constants dan scalar expressions untuk persamaan-persamaan lainnya seperti koefisien difusi, dan lainnya. 2.5.
Simulasi
Melakukan simulasi pada model matematis yang valid dan telah diprogramming ke dalam software COMSOL Multiphysics tersebut. Simulasi ini dilakukan dengan memvariasikan nilai-nilai masukan seperti konsentrasi awal, waktu dan ukuran dari obat pada model matematis yang telah dikembangkan. Keluaran yang diharapkan dari simulasi ini adalah profil konsentrasi dari obat yang dimodelkan. 2.8.
2.4.
Validasi Model
Data Eksperimen
Data eksperimen yang didapatkan dari hasil eksperimen untuk memvalidasi model yang telah dikembangkan. Data tersebut berupa profil presentase pelepasan obat terhadap waktu.
Melakukan proses analisis dari data-data yang didapatkan dari proses simulasi. Dari profil pelepasan obat tersebut, dapat dianalisis dengan menggunakan teori yang ada mengenai suatu kondisi dimana bisa didapatkan pelepasan obat pada laju yang diinginkan.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1 Mekanisme Pelepasan Obat Pelepasan obat yang berasal dari polimer matriks merupakan salah satu sistem pelepasan yang paling kompleks dikarenakan pelepasan dari matriks ini dapat menyiratkan simultan obat dan modifikasi struktur matriks polimer secara mendalam, dengan adanya alasan ini maka faktor yang paling mempengaruhi dalam pelepasan obat dari polimer matriks ini adalah pembengkakan matriks dan erosi, rekristalisasi dan difusi obat, interaksi struktur matriks, distribusi dan konsentrasi obat dalam matriks dan geometri matriks. Gambaran tentang faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari matriks polimer ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Pemodelan sistem...Muhammad Firzi, FT-UI, 2013
Gambar 2. Fenomena paling penting yang mempengaruhi pelepasan obat dari matriks polimer adalah: (1) pembengkakan matriks; (2) erosi; (3) disolusi obat; (4) rekristalisasi; (5) difusi obat; (6) matriks interaksi obat struktur; (7) distribusi obat dan konsentrasi di dalam matriks; (8) geometri matriks (silinder, bola, dll), dan (9) polydispersion matriks dalam kasus sistem pengiriman yang dibuat oleh sebuah ensemble dari matriks mini.
Pelepasan obat secara sistem matriks polimer ini tidak semua berlangsung secara yang telah disebutkan diawal mekanisme pelepasan obat dari sistem matrik tersebut. Pada kasus yang langka seperti matriks oftalmik yang mempengaruhinya adalah dosis dan sistem stabilitas secara fisika dan kimia, matriks yang disimpan dalam keadaan kering, matriks menyusut (tanpa mengandung setisp fasa cairnya). Kondisi ini membuat obat berada dalam jaringan matriks kering dalam bentuk mikrokristal, nanokristal atau dalam keadaan amorf dan tidak dapat menyebar dan berdifusi melalui pori – pori matriks.
masuknya pelarut. Waktu yang diperlukan untuk penyusunan ulang kembali rantai molekul matriks polimer ini sangat bergantung pada waktu relaksasi tr dari sistem pelarut ataupun polimer yang diberikan. Jika tr jauh lebih rendah dibandingkan waktu difusi td dari pelarut (didefinisikan sebagai ratio dari panjang kuadart karakteristik dan koefisien pelarut pada kondisi kesetimbangan), maka adsorpsi pelarut dapat didefinisikan sebagai hukum Fick’s dimana konsentrasi bergantung pada koefisien difusi. Sebaliknya, jika tr jauh lebih tinggi dibandingkan nilai td, maka dapat dikatakan bahwa terjadilah difusifitas secara terus menerus dengan absorpsi pelarut Fickian. Bagaimana pun dalam dua kasus diatas antara tr < td dan tr > td, difusi dari obat dalam jaringan swelling (pembengkakan) dapat dijelaskan dalam hukum Fick’s dengan koefisien difusi non-konstan dan pelepasan obat secara makroskopik didefinisikan sebagai Fickian. Ketika tr = td adsorpsi pelarut tidak mengikuti difusi hukum Fiks’s. Dengan demikian absorpsi pelarut dan pelepasan obat bergantung dari polimer matriks dan pelarut yang memiliki sifat viscoelactic. Pada kondisi transisi glassy – rubber pergerakan rantai matriks polimer sangatlah tinggi, hal ini menyebabkan besarnya jaringan mesh sehingga obat dapat keluar dan melarut melalui lapisan gel secara difus. Menurut Grassi (2005) distribusi pelepasan obat dalam matriks sangat mempengaruhi kinetika sistem pelepasan obat terkendali, Grassi (2007) juga mengatakan secara makroskopik, hidrasi polimer dan pelarutan ataupun difusi obat dapat menimbulkan tiga bentukan matriks: bentukan swelling (pembengkakan), bentukan erosi dan bentukan difusi (Gambar 3)
Adanya kontak matriks dengan media fluida dapat membuat struktur matriks mengalami pengbengkakan (swelling) akibat dari disolusi obat. Pada kasus matriks polimer, setelah matriks kontak dengan media fluida atau air terjadi proses pembengkakan (swelling) dimana secara tidak langsung menunjukan keadaan matriks dalam bentuk transisi antara glassy state dengan rubber state. Ketika konsentrasi pelarut melebihi ambang batas, rantai dari polimer matriks ini akan mengembang sehingga membentuk transisi polimer glassy maupun rubber dan selain itu juga rantai polimer matriks yang mengembang ini akan membentuk lapisan gel yang mengelilingi inti matriks kering. Transisi polimer glassy dan rubber ini secara tersirat mengungkapkan penyusunan ulang kembali rantai molekul matriks polimer yang cenderung mencapai kesetimbangan yang baru seperti kesetimbangan terdahulunya diubah dengan
Pemodelan sistem...Muhammad Firzi, FT-UI, 2013
Fenomena ini terjadi ketika air melakukan penetrasi masuk ke dalam matriks dengan koefisien difusi proporsional dengan densitas pori : = . Air akan membentuk pori dan kemudian KCl akan berdifusi masuk ke dalam air. Bisa dikatakan bahwa fenomena ini merupakan langkah pertama dari pelepasan obat. Karena hanya air yang melakukan penetrasi ke dalam matriks maka tidak terjadi generasi massa selama fenomena tersebut terjadi. Kita bisa mempertimbangkan konsentrasi air di dalam matriks, dimana bisa merepresentasikan densitas pori, berdifusi sesuai dengan persamaan
r Dw
=
Gambar 3. Hidrasi polimer dan pelarutan/difusi obat yang menyebabkan terbentuknya tiga bentukan matriks: bentukan swelling (pembengkakan), bentukan erosi, dan bentukan difusi.
Pada bentukan erosi adalah bentukan dimana matriks melepaskan obat ke luar lingkungan (bergerak keluar saat kinetika terjadinya swelling dominan dalam proses erosi, sedangkan bergerak ke dalam untuk sebaliknya) dan posisinya tergantung pada kombinasi keadaan hidrodinamik pelepasan ke lingkungan serta kekuatan cross-lingking matriks. Dengan kata lian bentukan erosi ini merupakan fungsi dari tegangan yang diterapkan oleh pelepasan ke lingkungan dan konektivitas jaringan. Pada bentukan swelling (pembengkakan) terjadinya pemisahan inti dry glassy dari bagian swelling font, bergerak kedalam dengan kecepatan obat yang bergerak menuju rubber font bergantung pada sifat karakterikstik polimer matriks itu sendiri maupun sifat karekteristik dari pelarut itu sendiri seta porositas dari polimer matriks tersebut. Selain itu, kasus pada obat yang sedikit larut dalam air adanya bentukan difusi. Bentukan difusi ini akan ada, jika bagian dari luar matriks polimer mengalami swelling (pembengkakan), dimana terjadi disolusi obat secara sempurna dan dibagian dalam matriks ini belum terjadi disolusi obat secara sempurna meskipun matrik polimer berubah bentuk dari menjadi keadaan rubber. Kinetika pelepasan terjadi setelah pecahnya matriks dalam keadaan glassy menjadi keadaan rubber yang dimana hal ini sangat dipengaruhi oleh ketebalan lapisan gel, yang pada gilirannya bergantung dari posisi bentukan erosi dan posisi bentukan swelling (pembengkakan). 3.2 Neraca Massa Pembentukan Pori
Transportasi
Air
dan
(1)
Dengan mengasumsikan tidak ada eksipien yang digunakan pada pelepasan obat, maka fraksi volume yang berkaitan dengan eksipien tersebut akan dieliminasi. Pada bagian permukaan dari matriks, dimana kelarutan yang terjadi mencapai tingkat maksimum, sehingga memiliki kondisi batas,
=
r=R
(2)
di tengah matriks secara simetris :
= 0 (0
r=0
(3)
dan di awal waktu tidak ada air di dalam matriks :
= 0 (0 ≤
t=0
≤ )
(4)
3.3 Distribusi Konsentrasi Dalam Matriks Fenomena ini terjadi ketika KCl telah berdifusi masuk ke dalam air. Selama fenomena ini terjadi, akan ada generasi massa dan terjadi akumulasi massa. =
r D
+G
− H
(5)
Dimana koefisien difusi obat diasumsikan konstan. Neraca massa ini memiliki kondisi batas sebagai berikut, Secara simetris pada posisi ditengah matriks berlaku r = 0∶
= 0 (0 < )
(6)
Mula-mula didalam matriks, tidak ada spesies yang terlarut: t=0∶ C
= 0, 0 ≤ r ≤R
Pemodelan sistem...Muhammad Firzi, FT-UI, 2013
(7)
3.4 Proses Interfasa
3.5 Validasi
Fasa padat, konsentrasi awal obat didefinisikan sebagai berikut,
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah berupa profil pelepasan dari obat secara terkontrol terhadap waktu. Hasil yang didapatkan akan divalidasikan dengan menggunakan data ekperimen (M.Ismail, 2012). Hasil perolehan data pemodelan dengan menggunakan COMSOL akan dibandingkan dengan data eksperimen dan akan dikatakan valid apabila hasil pemodelan sama atau mendekati hasil ekperimen, apabila tidak maka penelitian dengan pemodelan harus diperbaiki kembali hingga mendapatkan hasil yang valid. Ada dua sampel komposisi obat yang digunakan yaitu 20,57% dan 10%. Perbedaan komposisi ini akan berdampak pada presentase pelepasan obat yang akan dianalisis nanti. Gambar 4 dan Gambar 5 akan menunjukkan hasil eksperimen yang didapatkan untuk kedua sampel, sebagai berikut :
= C
,
(8)
,
Beberapa waktu kemudian, konsentrasi KCl pada berbagai posisi akan larut dengan laju kelarutan GKCl dan laju kristalisasi HKCl. ,
= H
− G
(9)
Dimana, G C
= γ
,
C
–C
C C
,C
,
>
(10)
Laju kelarutan tergantung pada koefisien kelarutan [ , ] atau konsentrasi batas kelarutan KCl [ ], area permukaan antara eksipien padat dengan air diindikasikan dengan densitas pori, dan konsentrasi obat fasa padat. Laju kelarutan akan mencapai angka nol apabila konsentrasi air sudah tidak ada lagi, dimana larutan sudah jenuh, atau seluruh komponen sudah seluruhnya hilang dari kondisi fasa padat. Obat akan kembali menjadi kristal obat apabila konsentrasi obat fasa cair diatas konsentrasi kelarutannya
100 80 % Release
t=0∶ C
60 40 experimen
20 0
= γ
Simbol Model
C
−C
,C
(11)
0
Tabel 1. Parameter Pemodelan Parameter Nilai 5 x 10-5
Koefisien Difusi KCl fasa cair
1,92x10-9
Koefisien Difusi KCL fasa padat
7x10-15
Ckcl,s (mol/m3) Sampel B
Konsentrasi mula-mula padat (A)
KCl fasa
3213
Ckcl,s (mol/m3) Sampel A
Konsentrasi mula-mula padat (B)
KCl fasa
1573
Dkcl (cm2/s)
Dkcl,s (cm2/s)
150
Gambar 4. Profil hasil eksperimen 20,57%
50 Koefisien Penetrasi air
(cm5/(mg h)
50 100 Time (menit)
40 % Release
H
30 20 10
experimen
0 0
50 t (menit) 100
150
Gambar 5. Profil hasil eksperimen 10%
Fkcl Sampel A
Fraksi KCl (A)
volume
0,2057
Fkcl Sampel B
Fraksi KCl (B)
volume
0,1
Hasil eksperimen diatas didapatkan dengan menggunakan persamaan seperti dibawah ini: %
=
∗ 100%
adalah konsentrasi awal KCl, konsentrasi sisa KCl.
Pemodelan sistem...Muhammad Firzi, FT-UI, 2013
adalah
(12)
Tabel 2. Perbandingan presentase pelepasan KCl dari hasil eksperimen dengan hasil COMSOL pada komposisi KCl 20,57%
Waktu (menit) 0 2 4 6 8 10 20 40 60 80 100
%release eksperimen 0 24,7 29,7 41,27 447 477 50 57 637 68,87 77,3
%release COMSOL 0 6,2 13 20,8 26,9 31,8 50,9 61,9 68 72,7 77
Tabel 3. Perbandingan presentase pelepasan KCl dari hasil eksperimen dengan hasil COMSOL pada komposisi KCl 10%
0 2 4 6 8 10 20 40 60 80 100
100 80
%release COMSOL 0 8 12 17,7 20 21,1 27,2 29,5 28,7 37 42,2
0 4,8 10, 15, 18,8 23,6 32,2 36,2 38,5 42,5 45,4
50
60
40
40
experimen comsol
20
% Release
% Release
%release eksperimen
Waktu (menit)
30 20
0 0
50Time (menit)100
150
experimen
10
comsol
0 Gambar 6. Profil perbandingan data eksperimen dengan data COMSOL pada komposisi 20,57%
Dari Gambar 6, pada rentang percobaan di atas menit ke-20, model dapat memprediksi hasil percobaan dengan baik, namun di bawah menit ke20, model memprediksi hasil percobaah lebih rendah. Dari sini dapat disimpulkan bahwa percobaan pada rentang 0 hingga menit ke-20 masih belum memberikan akurasi yang baik pada hasilnya. Cara yang sama digunakan untuk sampel dengan komposisi KCl sebesar 10% tanpa mengubah nilai dari laju kelarutan. Jelas terlihat pada Gambar 7, bahwa model sangat baik dalam mereproduksi hasil percobaan sampai 10 menit pertama percobaan. Setelah itu hasil perhitungan model berada di atas hasil percobaan. Namun demikian, kedua kurva memiliki kecenderungan yang sama.
0
50 t (menit) 100
150
Gambar 7. Profil perbandingan data eksperimen dengan data COMSOL pada komposisi 10%
Jika kita memperhatikan dari kedua Gambar 4.17 dan Gambar 4.18, mereka memiliki profil persentase pelepasan yang berbeda. Pada saat t = 100 menit, sampel A mencapai angka pelepasan obat sebesar kurang lebih 77% sedangkan sampel B hanya sekitar 45 %. Hal ini dikarenakan pengaruh dari komposisi obat pada matriks. Semakin besar konsentrasi obat dalam matriks, maka persentase pelepasan obat akan semakin besar. Kedua sampel memiliki karakteristik pelepasan obat yang mirip yaitu ketika 10 menit pertama, persentase pelepasan KCl dari mikrosfer naik dengan gradien yang tinggi. Namun diatas 10 menit (sampai waktu percobaan 100 menit), gradien persentase pelepasan lebih rendah dari sebelumnya. Ini berarti bahwa terjadi percepatan pelepasan KCl di awal proses, kemudia pelepasan melambat pada interval berikutnya. Hal ini disebabkan semakin lama gaya gerak transportasi massa semakin berkurang. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan model yang valid untuk pelepasan obat
Pemodelan sistem...Muhammad Firzi, FT-UI, 2013
secara terkendali dari matriks kitosan dengan menggunakan obat KCl, dengan cara mendapatkan hasil keluaran profil dari model yang dikembangkan dengan menggunakan COMSOL memiliki nilai yang sama atau hampir mendekati dengan hasil eksperimen. Berdasarkan pada Gambar 6 dan Gambar 7 perbandingan data hasil keluaran comsol menunjukkan hasil yang kurang lebih sama dengan hasil dari eksperimen. Oleh karena itu model yang telah dikembangkan pada penelitian ini dikatakan telah valid dan tujuan utama dari penelitian ini telah terpenuhi. 3.6 Simulasi Setelah mendapatkan model yang valid, maka langkah terakhir dari penelitian ini adalah melakukan simulasi terhadap spesi lainnya pada pelepasan obat secara terkendali. Spesi-spesi tersebut akan menggambarkan fenomena-fenomena perpindahan yang terjadi pada pelepasan obat secara terkendali dari matriks kitosan ini. Profil yang akan dihasilkan dari simulasi ini berupa profil KCl di fasa cair, dan profil air. Selain itu akan disimulasikan juga pelepasan obat KCl selama 8 jam untuk melihat perilaku dari pelepasan KCl selama waktu tersebut. Dan terakhir akan disimulasikan pengaruh dari ukuran terhadap pelepasan obat. Berikut adalah profil-profil beserta analisisnya :
mol/m3 setelah 2 menit pertama. Hal ini terjadi karena air telah masuk ke dalam matriks dan mulai melarutkan obat KCl. Setelah 100 menit, konsentrasi KCl fasa cair mencapai angka kurang lebih mendekati 70 x 10-5 mol/m3. Dengan ini bisa disimpulkan bahwa kelanjutan meningkatnya konsentrasi KCl fasa cair dipengaruhi oleh fungsi waktu. 3.6.2 Profil konsentrasi air Fenomena yang terjadi pada spesi air adalah dimana air akan melakukan penetrasi masuk kedalam matriks untuk melarutkan obat didalam matriks, oleh karena itu pada matriks akan terbentuk pori-pori. Melalui pori-pori tersebut, air dan KCl akan saling melakukan kontak, maka transfer massa antara kedua senyawa akan terjadi. Gambar 9 akan menunjukkan profil konsentrasi air dalam matriks.
3.6.1 Profil konsentrasi KCl di fasa cair Gambar 9. Profil konsentrasi air di dalam matriks
Setelah air melakukan penetrasi pada matriks, obat KCl akan berdifusi terhadap air. Obat KCl tersebut yang masuk ke dalam air dinamakan KCl dalam fasa cair. Gambar 4.19 adalah profil konsentrasi KCl pada fasa cair selama 100 menit.
Pada Gambar 4.20 konsentrasi air didalam matriks meningkat berdasarkan fungsi waktu. Pada saat t = 0, terlihat pada grafik masih memiliki nilai sama dengan nol. Pada waktu 2 menit pertama sudah mulai terlihat air memasuki matriks namun belum sampai ke pusat matriks sampai dengan 10 menit. Masuk ke waktu 20 menit sudah terlihat pada bagian dari pusat matriks sudah terisi oleh air namun masih memiliki besar konsentrasi air yaitu sekitar kurang lebih 300 mol/m3. Sampai dengan 100 menit air sudah mulai memenuhi matriks namun belum seluruhnya tapi sudah mencapai angka kurang lebih 8200 mol/m3. 3.6.3 Profil Pelepasan KCl
Gambar 8. profil konsentrasi KCl di fasa cair
Awalnya, konsentrasi KCl fasa cair didalam matriks sama dengan nol. Ini berarti belum ada KCl yang larut di dalam air. Di awal waktu, hanya terdapat KCl padat yang ada di dalam matriks. Dengan berjalannya waktu, konsentrasi KCl fasa cair mulai meningkat kira-kira mencapai kurang lebih 2 x 10-5
Pada simulasi sebelumnya lamanya waktu yang digunakan adalah 100 menit, dimana obat belum seluruhnya lepas dari matriks. Untuk itu dengan menggunakan COMSOL dan model yang telah divalidasi, maka kita bisa melakukan simulasi sehingga mendapatkan profil pelepasan obat selama kurang lebih sampai obat tersebut lepas hampir 100%. Waktu untuk melepaskan obat tersebut kurang lebih hingga 8 jam untuk melepaskan obat
Pemodelan sistem...Muhammad Firzi, FT-UI, 2013
keseluruhan. Profil hasil dari keluaran COMSOL dengan menggunakan persamaan 10 maka dapat dibuat tabel persentase pelepasan obat dengan waktu selama 8 jam sebagai berikut :
100 80
100
40
80
20
60
0
% release
%release 10 x lipat
60
%release original 0
40 KCl…
20 1
2
3 time 4 (hour) 5 6
7
8
100
150
Gambar 11. Perbandingan pelepasan dengan perbedaan ukuran
0 0
50
9
Gambar 10. Profil pelepasan obat KCl selama 8 jam
Dari data yang telah didapatkan bahwa pelepasan KCl pada 1 jam pertama memiliki laju pelepasan yang tinggi. Kemudian masuk ke jam berikutnya pelepasan obat sudah mulai lambat sampai dengan waktu sama dengan 8 jam. Dilihat dari tabel maupun grafik bahwa persentase pelepasan obat di waktu sama dengan 8 jam hampir mencapai 100%. Apabila laju kelarutan sudah berhenti, maka kondisi didalam matriks sudah mencapai kondisi jenuh atau setimbang. Dapat pula terjadi kondisi setimbang ini dikarenakan seluruh spesi yang ada didalam microsphere telah terlarut seluruhnya atau sudah tidak ada lagi air yang masuk ke dalam matriks. Dengan terjadinya kondisi yang sudah jenuh, maka sudah tidak ada lagi terjadi proses perpindahan massa. Gambar 4.21 terlihat bahwa persentase obat tidak sampai dengan 100%, hal ini menjelaskan bahwa masih ada sisa kandungan obat yang tidak terlarut oleh air. 3.6.4 Pengaruh Ukuran Terhadap Pelepasan Obat Pada simulasi ini akan dilihat pengaruh besar ukuran dari matriks terhadap pelepasan obat KCl. Diameter dari matriks microsphere akan dibuat sepuluh kali lebih besar daripada sebelumnya.
Dari Gambar 11 dapat disimpulkan bahwa dengan semakin besar ukuran obat maka akan semakin kecil presentase pelepasan obat. Hal ini bisa terjadi karena dengan lebih besarnya ukuran matriks maka akan semakin kecil ukuran luat kontak dan dengan koefisien kelarutan KCl yang kecil dalam larutan air maka makin kecil laju pelepasannya.
4. Kesimpulan Dari hasil penelitian pelepasan obat KCl secara terkontrol dari mikrosfer kitosan dapat disimpulkan bahwa : 1. Hasil simulasi dengan hasil eksperimen menunjukkan hasil yang hampir sama pada profil pelepeasan obat untuk kedua sampel A maupun B, oleh karena itu model yang dikembangkan valid. 2. Pada t = 100 menit, sampel A dengan komposisi 20,57 % memiliki persen pelepasan obat mencapai 77%, sedangkan sampel B dengan komposisi 10 % memiliki persen pelepasan obat mencapai 45%. 3. Obat membutuhkan waktu hingga 8 jam untuk melepaskan seluruh kandungan obat didalam mikrosfer kitosan. 4. Setelah 8 jam persen pelepasan mencapai angka 92%. 5. Fenomena perpindahan akan terhenti pada proses pelepasan obat apabila sistem telah mencapai kondisi jenuh. 6. Kondisi jenuh dapat terjadi apabila seluruh obat sudah terlarutkan oleh air atau sudah tidak ada lagi air yang masuk ke dalam matriks. 7. Koefisien kelarutan untuk sampel A dan sampel B mempunyai nilai sebesar 3 x 10-14 ml2/mol2h.
Pemodelan sistem...Muhammad Firzi, FT-UI, 2013
8. Ketika ukuran mikrosfer 10 kali lipat lebih besar, ia memiliki laju pelepasan yang sangat kecil pada saat t = 100 menit obat hanya melepas sekitar 13 %, sedangkan dengan ukuran sebenarnya bisa mencapai 77 %. 9. Ukuran mikrosfer mempengaruhi laju pelepasan, semakin besar ukuran mikrosfer akan semakin lambat laju pelepasan, hal ini terjadi karena luas kontak permukaan oleh air terhadap matriks yang semakin kecil.
Daftar Acuan [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6] [7] [8]
[9]
Cabrera, M.I., Luna, JA, Grau, R.J.A. 2006. Journal of Membrane Science, 280, 693–704. Universidad de alcala. Spain. Camera-Roda, G., Sarti, G.C. 1990. AIChE Journal, 1990, 36(6), 851 - 862. Universite de quebec a Montreal. Canada Dash, S., Murphy, P. N., Nath, L., & Chowdhury, P. (2010). Kinetic Modelling on Drug Release from Controlled Drug Release System. Acta Poloniae Pharmaceutica , 217-223. Grassi, M., Kikic, I., Moneghini, M., Perissutti, B., Voinovich, D., Proceedings of the 6th International Symposium on supercritical fluids, Versailles, 2003, 3, 1759-1764. Kaowumpai, W. (2008). Development of a 3D Mathematical Model for a Doxorubicin Controlled Release System using Pluronic Gel for Breast Cancer Treatment. International Journal of Biological and Life Sciences 4 , 129134. Khan, M. A. (2009). Role of Mathematical Modeling in Controlled Drug Delivery. Journal of Scientific Research 1 , 539-550. Kydonieus, A., ed., Treatise on controlled drug delivery, Marcel Dekker, Inc. New York, 1992. Prabaharan, M., Review Paper: Chitosan Derivatives as Promising Materials for Controlled Drug Delivery, J. Biomater Appl., 2008, Vol. 23, 5-36. Sun, Y., Peng, Y., Chen, Y., & Shukla, A. J. (2003). Application of artificial neural networks in the design of controlled release drug delivery systems. Advanced Drug Delivery Reviews 55 , 1201-1215.
Pemodelan sistem...Muhammad Firzi, FT-UI, 2013