Simon S. Hutagalung, M.P.A
Pemimpin, Birokrasi dan Kebijakan
Penerbit:
Perintis Pustaka Karya
Pemimpin, Birokrasi dan Kebijakan Oleh: Simon S. Hutagalung, M.P.A Copyright © 2012 by Simon S. Hutagalung
Penerbit Perintis Pustaka Karya (
[email protected])
Desain Sampul: (Soemandjaja)
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
SERANGKAI KATA
Dorongan dari nurani dan beberapa sahabatlah yang membuat penulis akhirnya mencoba mengumpulkan tulisan-tulisannya yang berserakan di media massa maupun yang masing tersimpan sebagai data elektronik di komputer. Tulisan-tulisan ini beberapa diantaranya telah mendapat tempat di media massa lokal sebagai artikel opini. Selain itu ada juga beberapa tulisan yang belum sempat ditawarkan kepada media cetak karena keterbatasan waktu penulis untuk melakukan penyesuaian terhadap momen yang terjadi secara paralel dalam konteks tulisan tersebut. Meski demikian rangkaian tulisan yang dikumpulkan di dalam buku ini merupakan hasil karya yang dikerjakan dengan proses yang Insya Allah, matang. Menulis bagi sang penulis adalah bentuk penuangan jati diri dalam kata dan kalimat. Setiap kalimat dan pilihan kata yang terangkai menjadi satu artikel merupakan ekspresi tentang identitas penulis dan identitas lingkungan yang berada di sekeliling penulis. Setiap artikel selalu diusahakan untuk memiliki jiwa tersendiri yang berbicara dengan bahasa dan artukulasi yang berbeda. Setiap artikel juga mewakili perkembangan pandangan, pemikiran dan refleksi lingkungan sosial yang mempengaruhi sudut pandang dan cara sang penulis menghasilkan karya. Dapat dibayangkan bahwa meskipun latar belakang penulis lebih kepada penguasaan substansi tulisan namun tidak jua mengindahkan nilai-nilai estetika yang dapat menjadi daya tarik tambahan dalam sebuah artikel. Rangkaian usaha-usaha inilah yang selalu menjadi tantangan bagi penulis di dalam proses penulisan. Karenanya gagasan-gagasan yang termuat dalam artikel-artikel di dalam buku ini terbagi menjadi dua kelompok, pertama: tulisan yang benar-benar berisi alternatif pemikiran dan pandangan tentang berbagai kasus dan fenomena. Dalam artikel ini penulis mencoba [2]
melihat dari sudut pandang yang lain tentang kejadian-kejadian yang pada saat penulisan menjadi aktual. Tulisan tentang Mengurai Fenomena PKL misalnya, mencoba untuk memandang bahwa PKL tidak dapat disebut sebagai masalah sosial yang menganggu saja, karena PKL merupakan sebuah bentuk rentannya hubungan antara kemampuan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Hal yang sama juga dapat dilihat pada tulisan berjudul Yang Sakit, Yang Miskin, pada tulisan itu penulis mencoba mengambil sudut pandang bahwa dengan tingginya biaya medis justru merugikan bangsa secara keseluruhan karena bangsa mengalami lost opportunity untuk meningkatkan kinerjanya sebagai bangsa yang membangun. Tulisan bertajuk Demokratisasi dan Reformasi birokrasi mengemukakan argumentasi yang berkaitan dengan persoalan belum optimalnya reformasi birokrasi yang dilakukan adalah dalam hubungan antara demokrasi dan proses reformasi birokrasi. Dapat diargumentasikan bahwa hubungan demokratisasi dan reformasi birokrasi memiliki bentuk yang bipolar, pada satu kutub bersifat positif dan kutub yang lain bersifat negatif. Oleh karenanya demokratisasi memerlukan manajemen demokrasi dan reformasi birokrasi memerlukan manajemen perubahan. Selain itu, diperlukan manajemen rangkaian yang dapat menghubungkan secara sinergis kedua aspek perubahan tersebut. Sementara itu, permainan logika nampak pada tulisan Sekolah Hanya Untuk Yang Cerdas yang mengutarakan argumentasi tentang pendidikan yang dipandang sebagai proses mengolah dan mengelola potensi sumber daya pikir maka prinsip tersebut sudah gagal ditegakkan pada sistem pendidikan kita. Sekolah di dalam sistem pendidikan kita hanya diperuntukan untuk mereka yang sudah pintar secara terstandar namun memperkecil peluang bagi mereka yang belum memiliki standar intelektual yang baik. Padahal, pendidikan adalah sebuah proses yang dijalani sejak manusia itu lahir hingga ajal menjelang. Pendidikan adalah proses seumur hidup dan setiap individu manusia memiliki hak yang sama untuk diarahkan dan distimulasi melalui media yang disebut sekolah itu. [3]
Artikel tentang Sertifikasi Tidak Selamatkan Guru mengulas tentang implementasi kebijakan sertifikasi yang memiliki dua bentuk tujuan yang implikatif, yaitu meningkatkan kesejahteraan guru dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan. Argumentasi yang dikembangkan bahwa dalam pelaksanaan kebijakan itu, yang justru berkembang adalah kuatnya paradigma administratif dalam kebijakan pendidikan kita. Paradigma administratif yang sangat kental di dalam pengelolaan tenaga pendidik di Indonesia yang dimaksud, salah satunya merujuk kepada kuatnya instrumen dan tolok ukur birokratis dalam menilai proses pendidikan. Pendidikan yang dinilai berdasarkan kelengkapan berkas dan skor evaluatif sebagai tolok ukur untuk menilai seorang guru tergolong berkualitas atau tidak, cenderung mengabaikan aspek yang sebenarnya dari pendidikan itu sendiri. Pemaparan yang dilakukan secara estetis nampak pada artikel bertajuk Laskar Pelangi dan Moralitas Pendidikan yang mengemukakan bahwa kekuatan moral dalam pendidikan pada saat ini adalah sesuatu yang terfragmentasi demikian ironis. Fragmentasi terhadap aspek ini dalam pendidikan terjadi karena tekanan struktur formal dan kebijakan yang memaknai pendidikan sebagai sesuatu yang mekanistis. Pendidikan dilihat sebagai sebuah tahap-tahap penciptaan manusia dengan skill teknis yang diniscayakan akan siap melaksanakan fungsifungsi pasar. Sementara itu, artikel berjudul BLT Bukan Solusi Kemiskinan berusaha mengulas tentang program BLT kepada kelompok masyarakat miskin yang diidentifikasi akan menderita akibat kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Penulis hendak menegaskan standing point pemikirannya, bahwa dua kebijakan tersebut, yaitu menaikan harga BBM dan kompensasi terhadap kelompok masyarakat miskin merupakan dua kebijakan yang tidak terintegasi secara langsung. Bahwa kebijakan untuk menyalurkan program-program kompensasi kepada kelompok masyarakat miskin sebagai paket dari kebijakan menaikkan harga BBM bukan merupakan kebijakan yang secara [4]
strategis akan mampu mengatasi masalah sosial ekonomi yang timbul akibat tingginya biaya hidup karena meningkatknya harga BBM. Jika menafsirkan bantuan yang diberikan dari program dalam model seperti itu akan meningkatkan akumulasi dana bagi masing-masing kepala keluarga maka bisa dikatakan benar, namun jika mengartikan program-program tadi kemudian akan mampu mengakomodasi kebutuhan hidup keluarga miskin yang jugaakan meningkat secara jangka panjang maka jawabannya adalah tidak tepat. Tipe yang kedua adalah tulisan yang sebenarnya hanya mengemas ulang konsep-konsep normatif yang sudah menjadi trend dalam ranah akademis. Mengemas ulang konsep-konsep ini adalah sebuah usaha introspeksi terhadap implementasi berbagai konsep yang cenderung terdeviasi. Mengemas ulang konsep-konsep tersebut merupakan upaya untuk kembali mengingatkan bahwa alternatif solusi sebenarnya sudah kita miliki hanya tinggal konsistensi di dalam proses implementasinya. Upaya mengemas ulang konsep analisa dilakukan secara estetis, sehingga pemaparan menjadi lebih indah dan menarik untuk diikuti alur pikirnya. Misalnya, tulisan mengenai Deprivasi Relatif Kepemimpinan Daerah, tulisan itu memaparkan tentang jarak antara harapan yang muncul pada saat pemilihan kepemimpinan dengan realita yang terjadi pada saat kepemimpinan itu dijalankan. Hal ini merupakan satu kesatuan yang senantiasa terjadi di dalam proses kepemimpinan negara dan level daerah yang pada saat ini ditentukan melalui pemilihan langsung. Hal yang menarik terdapat dalam tulisan Pemuda dan Kepemimpinan Pemuda yang mengemukakan beberapa keunggulan yang dimiliki oleh pemuda jika mereka dipercayai untuk menjalankan kepemimpinan. Potensi-potensi kapasitas yang unggul pada beberapa sisi penting guna penyelenggaraan pemerintahan, semestinya dapat mendorong berkembangnya kesempatan yang diberikan kepada pemuda. Memberi ruang bagi kepemimpinan pemuda, tidak berarti menyingkirkan kaum tua, hanya saja perlu dipahami bahwa pemuda [5]
juga merupakan aktor potensial dengan segala kelebihan dan kekurangannya yang juga semestinya mendapat tempat sebagai pemimpin. Pada tulisan Pemerintah Daerah yang Berinovasi dilakukan pengamatan terhadap strategi inovasi beberapa daerah yang terarah dan simultan dalam sektor-sektor pelayanan dasar bila dilakukan secara fokus, konsisten dan efisien dapat menstimulasi peningkatan kualitas pembangunan suatu daerah. Titik awal dari gagasan-gagasan itu sebenarnya adalah merubah cara pandang stakeholder terhadap hubungan antara pemerintah, swasta dan masyarakat untuk kemudian menghasilkan bentuk interaksi yang lebih aktif dan efisien. Prinsip efisiensi dan kesetaraan yang diadaptasi ke dalam berbagai jenis pelayanan publik ternyata menghasilkan umpan balik yang positif dari swasta dan masyarakat kepada pemerintah daerah. Bentukbentuk inovatif peran fasilitasi pemerintah tersebut mampu memotivasi dan menstimulasi elemen lokal untuk tumbuh dan membangun daerah secara bersama-sama dan lebih produktif. Sementara itu, artikel tentang PNS, Birokrasi dan Masyarakat mengutarakan bahwa motivasi dari masing-masing aparatur yang berawal semenjak rekrutmen, turut memberikan dampak terhadap masalah birokrasi yang selama ini diidentifikasi secara negatif. Motivasi-motivasi ini dikembangkan oleh interaksi dalam masyarakat dan dilatarbelakangi oleh masih lemahnya sistem birokrasi, termasuk adalah sistem sumber daya manusia aparatur pemerintah di negeri ini. Seperti di dalam uraian sebelumnya, konsekuensi-konsekuensi yang muncul dari motivasi yang beragam tersebut dapat terjadi secara nyata karena didorong oleh implementasi dari peraturan manajemen SDM yang kurang baik. Artikel berjudul Masalah Kebijakan dan Kebijakan Bermasalah mengulas tentang persoalan dalam lingkup sisem kebijakan pada Pemerintahan di Indonesia. Dikatakan sebagai persoalan kebijakan karena persoalan tersebut merupakan bagian dari dinamika formatif proses kebijakan dalam penyelenggaran pemerintahan. Kebijakan [6]
sebagai instrumen pengelolaan pemerintahan merupakan mata rantai utama dalam operasionalisasi fungsi kepemerintahan (governance). Sebagai mata rantai utama, maka jika kebijakan itu keliru atau tidak tepat dalam menangani persoalan di dalam negara, konsekuensinya adalah kegagalan pemerintah dalam fungsi implementatifnya. Ulasan yang menarik terdapat juga pada artikel tentang Politik Kebijakan Pariwisata yang mengidentifikasi kondisi permasalahan pariwisata, seperti tidak terkelolanya secara baik kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang menjadikan kegiatan manajemen pariwisata berjalan sendiri-sendiri. Tidak hanya itu, wujud implementatif kepariwisataan dalam bentuk program kerja aktivitas temporer dan seremonial menjadikan pariwisata pada daerah tertentu menjadi tidak kuat dan berkelanjutan. Selain itu bentuk kepariwisataan berupa program sektoral ditafsirkan dalam alokasi biaya pariwisata yang berwujud sebagai sebuah biaya yang hilang setelah dikeluarkan, belum merupakan modal investasi sehingga konsekuensinya adalah aktivitas pariwisata tersebut tidak berkembang lebih lanjut. Hal inilah yang diantaranya menjadikan kepariwisataan pada daerah di Indonesia belum menjadi kontributor utama dalam pengembangan kapasitas sosial ekonomi di lokalitasnya. Artikel yang “indah” terdapat dalam Birokrasi Yang Cantik yang menggunakan tema dari film Ayat-Ayat Cinta (AAC) untuk menganalisis implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang pedoman organisasi pemerintah daerah yang dalam amatan penulis memunculkan dilema. Persoalan dilema sebenarnya tidak hanya terjadi di dalam kontekstual politik birokrasi, namun juga terjadi dalam konteks yang lebih substantif, yaitu isi (content) dari kebijakan tersebut yang secara logis juga memengaruhi orientasi kerja birokrasi tersebut. Argumentasi yang hendak diutarakan dalam konteks penyusunan struktur organisasi adalah pada persoalan meletakkan sudut pandang tentang organisasi yang efisien, efektif dan rasional tersebut. Persoalan struktur sebenarnya bukan merupakan satu-satunya komponen yang memiliki tingkat relevansi utama dalam mewujudkan [7]
organisasi normatif tersebut, karena ketiga prinsip tersebut sebenarnya berhubungan dengan bagaimana sumber daya yang dimiliki tersebut diolah sehingga memiliki tingkat hasil yang lebih tinggi/ baik. Sementara itu, pada artikel berjudul Pemekaran itu Bukan Keharusan mencoba meluruskan cara pandang yang melihat bahwa pembentukan daerah baru adalah solusi terhadap masalah desentralisasi pemerintahan daerah. Padahal jika merujuk kepada filosofi dari desentralisasi itu sendiri maka disimpulkan bahwa desentralisasi adalah sebuah metode dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian yang perlu untuk dirumuskan dalam mengatasi masalah pemerintahan daerah adalah mengatasi aspekaspek di dalam metode tersebut, bukan kemudian memecah objek dari metode tadi dalam bentuk daerah otonom baru. Konsep inilah yang dikenal dengan Penataan Daerah, yang pada dasarnya berusaha untuk membenahi dimensi-dimensi dalam metode pemerintahan daerah tersebut. Pembentukan daerah otonom baru sebaiknya dilakukan sebagai jalan terakhir bagi daerah-daerah yang sudah memiliki tingkat kapasitas sumber daya yang baik secara kuantitas dan kualitas. Sehingga nantinya daerah otonom baru tersebut mampu berkompetisi dengan daerah lainnya di dalam pengelolaan potensi dalam wilayahnya. Pada akhirnya, rentang waktu tulisan yang diambil dari tahun 2005 hingga tahun 2009 merupakan waktu yang tidak sebentar, berbagai pergulatan pribadi maupun sosial penulis turut mewarnai karya-karya penulisan ini. Hal ini tercermin dari bervariasinya tema-tema yang diangkat di dalam artikel-artikel tersebut. Salah satu hal yang menarik dari buku ini adalah adanya pengambilan intisari dalam wujud kutipan pada setiap artikel, sehingga artikel tersebut bukan sekedar ditempel ulang ke dalam buku ini. Adanya pengambilan intisari tersebut diharapkan dapat bermanfaat untuk memudahkan pembaca dalam mengambil kesimpulan. Meskipun sudah berusah untuk semaksimal mungkin mengolah buku ini, namun sangat naif jika penulis sudah merasa cukup dengan hasil [8]
yang masih rangkaian proses pembelajaran ini. Karenanya penulis selain mengucapkan terima kasih kepada keluarga dan semua sahabat yang telah menjadi daya dorong untuk penulis, juga mengucapkan terima kasih kepada mereka yang memberi masukan konstruktif terhadap karya ini ataupun kelanjutan darinya. Terima Kasih.
Bandar Lampung, 25 Januari 2012
Simon S. Hutagalung, M.P.A
[9]