PEMETAAN PADANG LAMUN DENGAN CITRAALOS DAN CITRA ASTER DI PULAU PARI, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU
MOH IKHWANUSH SHOFA
ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemetaan PadangLamun dengan Citra ALOS dan Citra ASTER di Pulau Pari, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Moh Ikhwanush Shofa NIM C54080055
ABSTRAK MOH IKHWANUSH SHOFA. Pemetaan Padang Lamun dengan Citra ALOS dan Citra ASTER di Pulau Pari, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh JONSON LUMBAN GAOL dan NYOMAN METTA N. NATIH Salah satu pemanfaatan teknologi penginderaan jarak jauh adalah dalam pengamatan padang lamun. Pemanfaatan citra satelit untuk pemetaan lamun pernah dilakukan di Pulau Pari pada tahun 2008. Untuk melihat perubahan yang terjadi maka pemantauan padang lamun masih perlu dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan sebaran lamun di Pulau Pari dengan menggunakan citra ALOS dan ASTER serta mengetahui nilai akurasi dari peta sebaran lamun tersebut. Pengolahan citra untuk penajaman dengan menggunakan citra komposit dan algoritma Lizenga. Klasifikasi citra dilakukan dengan metode klasifikasi tak terbimbing dan klasifikasi terbimbing. Jenis lamun yang ditemukan di perairan Pulau Pari secara umum adalah Enhalus accoroides, Thalassia hemprichii, dan Cymodocea rotundata. Luas padang lamun yang terpetakan dengan metode klasifikasi tak terbimbing pada citra ALOS adalah 1.641 km2 dengan akurasi 71.01% dan pada citra ASTER 1.794 km2 dengan akurasi 68.11%. Pemetaan dengan metode klasifikasi terbimbing diketahui luas area lamun yang terpetakan dari citra ALOS adalah 1.373 km2 dengan akurasi 62.32% dan pada citra ASTER 1.389 km2 dengan akurasi 60.87%. Pemetaan lamun dengan citra ALOS memiliki nilai akurasi yang lebih tinggi dari pemetaan dengan menggunakan citra ASTER. Kata kunci: akurasi, citra, klasifikasi, lamun
ABSTRACT MOH IKHWANUSH SHOFA. Seagrass beds Mapping by ALOS Satellite Imagery and ASTER satellite Imagery in Pari Islands, Administrative District Kepulauan Seribu. Supervised by JONSON LUMBAN GAOL dan NYOMAN METTA N. NATIH One of the utilization of remote sensing technology is in the seagrass observations. Utilization of satellite imagery for mapping seagrass has been done before in Pari Island in 2008. Tobe able to see the changes therefore seagrass monitoring still needs to be done. The purpose of this study is to map the distribution of seagrass in Pari Island using ALOS and ASTER imagery as well as know the value of the accuracy of the seagrass distribution maps. Image processing for image sharpening using composite and Lizenga algorithm. Image classification was conducted using unsupervised classification and supervised classification. Type of seagrass found in the waters of Pari Island in general is Enhalus accoroides, Thalassia hemprichii, and Cymodocea rotundata. Extensive seagrass beds mapped with unsupervised classification method on ALOS imagery is 1.641 km2 with an accuracy of 71.01 % and the ASTER image of 1794 km2 with an accuracy of
68.11 %. Mapping the supervised classification methods known seagrass mapped area of 1.373 km2 is the ALOS images with an accuracy of 62.32 % and the ASTER image of 1.389 km2 with an accuracy of 60.87 %. Seagrass mapping with ALOS imagery has higher accuracy value of mapping using ASTER imagery. Keywords : accuracy , image , classification , seagrass
PEMETAAN PADANG LAMUN DENGAN CITRAALOS DAN CITRA ASTER DI PULAU PARI, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU
MOH IKHWANUSH SHOFA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi :Pemetaan Padang Lamun dengan Citra ALOS dan Citra ASTER di Pulau Pari, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu Nama :Moh Ikhwanush Shofa NIM :C54080055
Disetujui oleh
Dr. Ir. Jonson LumbanGaol, M.Si Pembimbing I
Dr. Ir. Nyoman Metta N. Natih, M.Si Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wataala yang telah memberikan rahmat hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pemetaan Padang Lamun dengan Citra ALOS dan Citra ASTER Di Pulau Pari, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu”, sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana ilmu kelautan.
1.
2. 3.
4. 5.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada : Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si dan Dr. Ir. Nyoman Metta N. Natih, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak bersabar dalam membimbing penulis, memberikan banyak masukan, arahan, dan nasehat dalam penelitian dan penulisan skripsi. Beginer Subhan, S.Pi, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji tamu. Keluarga tercinta Bapak Ahmad Sujadi dan Ibu Khujaziyah, Rizkan Rahmat Hidayat, S.SiT, Yeni Alfiani, dan Kaefiyatur rizqi atas doa, semangat, dukungan ,dan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis. Eka Tjipta Foundation (ETF) yang telah membantu secara finansial melalui beasiswa selama belajar di IPB Teman-teman ITK angkatan 45 yang telah memberikan semangat dan motivasi, serta bantuannya Deni, Dea, Marsya, Danu, Mei dan mba Agustin. Rekanrekan BEM KM IPB Bersahabat, HIMITEKA, KPMDB Brebes, dan Formmasibumi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Bogor, April 2014 Moh Ikhwanush Shofa
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL................................................................................................. ..vi DAFTAR GAMBAR .............................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................vi PENDAHULUAN .................................................................................................1 Latar Belakang......................................................................................................1 Tujuan Penelitian ...............................................................................................1 TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................2 METODE ................................................................................................................5 Waktu dan Lokasi ...............................................................................................5 Bahan dan Alat ....................................................................................................5 Metode Penelitian ...............................................................................................6 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................8 Peta Hasil Klasifikasi dengan Metode Tak Terbimbing .....................................8 Peta Hasil Klasifikasi dengan Metode Terbimbing ...........................................10 Kondisi Umum Lamun Pulau Pari ...................................................................11 SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................12 Simpulan ...........................................................................................................12 Saran .................................................................................................................13 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................13 LAMPIRAN...........................................................................................................15 RIWAYAT HIDUP ...............................................................................................22
DAFTAR TABEL 1 Nilai kualitas perairan Pulau Pari...................................................................... 12
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Ilustrasi pendeteksian substrat dasar dengan citra satelit.................................. 4 Peta lokasi penelitian ........................................................................................5 Diagram alir penelitian .......................................................................................7 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ALOS hasil klasifikasi tak terbimbing ..........................................................................................................8 5 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ASTER hasil klasifikasi tak terbimbing ...................................................................................................9 6 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ALOS hasil klasifikasi terbimbing ........................................................................................................10 7 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ASTER hasil klasifikasi terbimbing 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Data lapang untuk uji akurasi ..........................................................................15 Data lapang untuk klasifikasi terbimbing ........................................................17 Jenis lamun yang biasa ditemukan di Pulau Pari 19 Matrik kontingensi untuk perhitungan akurasi dan contoh perhitungan matrik kontingensi/ perhitungan akurasi .........................................................20 5 Foto kegiatan penelitian ...................................................................................21
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan teknologi penginderaan jarak jauh sekarang ini semakin maju. Penginderaan jauh satelit memberikan alternatif yang komprehensif untuk pemetaan ekositem perairan dangkal, seperti terumbu karang dan lamun. Sensor penginderaan jauh dapat menembus perairan dangkal yang jernih dan mengenali karakteristik substrat dasar perairan tersebut. Liputan citra satelit yang sangat luas, akurat, resolusi spasial dan spektralnya tinggi, kemampuan perekaman ulang konsisten, akses data/citra satelit dan pengolahannya mudah, efisien dalam biaya dan tenaga operasional menjadikan penggunaan data dan metode ini menjadi sangat efektif. Salah satu kemajuan penginderaan jarak jauh ditandai dengan perkembangan teknologi satelit. Perkembangan beberapa satelit dengan tingkat resolusi spasial yang berbeda akan memberikan kemampuan yang berbeda dalam memetakan suatu objek. Penelitian mengenai pemetaan dan monitoring ekosistem perairan dangkal (karang, mangrove dan lamun) telah banyak dilakukan dengan menggunakan citra satelit.Penelitian pemetaan padang lamun dengan menggunkan citra ALOS pernah dilakukan di perairan Bitung - Manado Sulawesi Utara (Supriyadi 2009) dan di Pulau Pari (Silfiani 2010). Kedua penelitian tersebut menggunakan satu citra. Pemetaan padang lamun dengan memanfaatkan dua citra satelit dengan resolusi spasial yang berbeda perlu dilakukan guna mengetahui jenis citra satelit yang lebih akurat untuk memetakan padang lamun. Peran lamunmenurut Nybakken (1988), secara ekologis sumber utama produktivitas primer, penstabil dasar perairan dengan sistem perakarannya yang dapat menangkap sediment (trapping sediment), tempat berlindung bagi biota laut, tempat perkembangbiakan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), serta sumber makanan (feeding ground) bagi biota-biota perairan laut, pelindung pantai dengan cara meredam arus, penghasil oksigen dan mereduksi CO 2 di dasar perairan. Lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang paling produktif dan penting. Di sisi lain, lamun merupakan ekosistem yang peka dan terancam keberadaannya dari berbagai aktivitas manusia akibat kurangnya pengetahuan tentang peran dan manfaat lamun, seperti kegiatan pembangunan, pemukiman penduduk, limbah rumah tangga, limbah industri, dan lain sebagainya. Peran padang lamun begitu besar namun informasi mengenai ekosistem padang lamun di perairan Indonesia masih sedikit sehingga lamun kurang dijadikan perhatian dalam pengambilan kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan sebaran padanglamun di perairan Pulau Pari dari citra ALOS dan citra ASTER dan mengetahui nilai akurasi peta sebaran lamun.
2 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Lamun Lamun adalah satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang memiliki salinitas cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati (Hutomo 1997). Perairan yang dangkal dan jernih dengan sirkulasi yang baik merupakan salah satu syarat agar lamun dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur , pasir halus, pasir kasar, kerikil, puing karang mati atau campuran dari substrat tersebut (Kiswara 1994). Padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat lumpur berpasir yang tebal antara hutan mangrove dan terumbu karang (Bengen, 2002). Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 50 jenis lamun, dimana di Indonesia ditemukan sekitar 12 jenis yaitu Cymodocea rotundata, Cymnodocea serrulata, Enhalus accoroides, Halodule pinifolia, Halodule univerves, Halophila decipiens, Halophila minor, Halophila ovalis, Halophila spinulosa, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Thalassodendron ciliatum (Romimohtarto dan Juwana 2001). Silfiani (2010) menjelaskan komunitas lamun yang mendominasi di Pulau Pari secara umum terdiri dari tiga jenis yaitu Enhalus accoroides, Thalassia hemprichii, dan Cymodocea rotundata. Manfaat ekologis padang lamun sangat penting, namun pemanfaatan lamun untuk kebutuhan manusia masih kurang optimal. Padang lamun sering kali dialih fungsikan untuk kepentingan lain yang justru menimbulkan kerusakan. Padang lamun yang lebat mampu melindungi pantai dari erosi dan abrasi serta menangkap sedimen yang dibawa oleh air laut (Nontji1993). Selain itu padang lamun juga sebagai produsen detritus dan zat hara, serta sebagai area perlindunganbagi biota asosiasi lamun dari sengatan terik matahari. Hal ini menarik biota seperti ikan, penyu, dugong, crustacea dan biota lainnya yang memanfaatkan padang lamun sebagai area memijah, mencari makan, dan area pembesaran. Selain itu lamun yang tumbuh dengan baik dan berasosiasi dengan biota memiliki nilai estetika sehingga mampu meningkatkan keindahan wisata bahari. Pembangunan wilayah pesisir dengan konsep “sustainable tourism” dengan konsep pembangunan area pesisir dengan tetap menjaga kelestarian lamun mampu menjadi potensi yang dapat dikemas menjadi salah satu obyek menarik bagi wisatawan untuk kegiatan snorkling (Supriyadi, 2008).
Aplikasi Penginderaan Jarak Jauh Untuk Pemetaan Padang Lamun Sistem penginderaan jarak jauh terdiri dari berbagai komponen yang terintegrasi dalam satu kesatuan.Komponen tersebut meliputi sumber tenaga, atmosfer, objek, sensor dengan wahana, pengolahan data, interpretasi/ analisis dan pengguna (user). Sistem penginderaan jauh dengan menggunakan satelit sangat menguntungkan, karena dapat meliput wilayah yang sangat luas dan sulit dijangkau.Prinsip pendeteksian lamun menggunakan citra satelit adalah dengan memanfaatkan nilai rekfektansi langsung yang khas dari tiap objek di dasar perairan yang kemudian direkam oleh sensor. Mount (2006) menjelaskan bahwa
3 sinar biru dan hijau adalah sinar dengan energi terbesar yang dapat direkam oleh satelit untuk penginderaan jauh di laut yang menggunakan spektrum cahaya tampak (400-650 nm) (Gambar 1).
Gambar 1 Ilustrasi pendeteksian substrat dasar dengan citra satelit (Mount 2006) Gelombang masuk ke kolom air, kemudian diserap dan dipantulkan kembali oleh permukaan air.Gelombang yang dipantulkan kembali menuju satelit adalah perwujudan dari ekstraksi sifat bawah permukaan air.Gelombang ini kemudian banyak digunakan untuk memetakan tipe substrat dasar (Rasib dan Hashim 1997). Penajaman citra dengan menggunakan algoritma Lyzenga juga banyak digunakan untuk memetakan subtrat dasar perairan (karangdan lamun). Untuk lebih menonjolkan objek dasar perairan dangkal dilakukan penggabungan 2 band sinar tampak yaitu band 1dan band 2, maka akan didapat citra baru yang menampakkan dasar perairan dangkal yang lebih informatif. Hasil transformasi citra tersebut dibagi menjadi beberapa kelas berdasarkan histogram hasil transformasi Algoritma Lyzenga atau yang disebut juga depth-invariant index yangmerupakan algoritma yang diterapkan pada citra untuk koreksi kolom perairan. Teknik penajaman objek dasar perairan dangkal dengan mengurangi DigitalNumber(DN) dengan objek perairan dalam, dengan asumsi bahwa semakin dalam laut maka objek yang berada di dasarnya semakin tidak terlihat sehingga pada laut dalam DN akan bernilai 0 (nol). Julat gelombang yang digunakan untuk identikasi objek dasar perairan dangkal ini adalah julat gelombang tampak.Dengan menghilangkan gangguan pada kolom air agar objek dasar perairan semakin tampak jelas, maka algoritma Lyzenga berusaha untuk menghilangkan gangguan tersebut dengan menghitung koefisien atenuasi. Algoritma tersebut mensyaratkan kondisi perairan yang relatif jernih. Teknik ini telah diuji coba pada perairan Bahama dimana perairan tersebut merupakan
4 perairan yang jernih. Sebelumnya teknik ini digambarkan untuk mengetahui kondisi dasar perairan dengan menggunakan citra Landsat berdasarkan nilai pantulan dasar perairan yang diduga dari fungsi linear reflektansi dasar perairan dan fungsi ekponensial kedalaman air (Lyzenga 1981).
Akurasi Pemetaan Padang Lamun Penilaian akurasi merupakan kegiatan untuk mengetahui ketepatan atau keakuratan hasil klasifikasi yang sudah diperoleh dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Proses ini disajikan dalam bentuk suatu matrik kontingensi yang biasanya disebut dengan “ error matrix” atau “confusion matrix”. Dalam matrik ini terdapat beberapa penilaian akurasi, diantaranya adalah akurasi pembuat (producersaccuracy), akurasi pengguna (usersaccuracy), dan akurasi umum (overallaccuracy). Producer’s accuracy adalah kemungkinan seberapa besar suatu data referensi dikelaskan dengan benar.Producer’s accuracy diperoleh dengan membagi jumlah total titik data yang terkelaskan dengan benar pada suatu kelas tertentu terhadap jumlah total titik data referensi pada kelas tersebut. User’s accuracy adalah kemungkinan sebuah pixel dalam peta mewakili dengan benar kelas pada lapangan User’s accuracy diperoleh dengan membagi jumlah titik data yang terkelaskan dengan benar terhadap jumlah total titik hasil klasifikasi citra. Overall accuracy (AO) adalah sebuah metode pengukuran yang umum digunakan, dihitung dengan membagi titik sample yang benar pada diagonal utama dengan jumlah titik observasi. Pada matriks kontingensi terdapat 2 jenis error yaitu omission error (membuang daerah yang seharusnya termasuk dalam kelas) dan commission error (memasukkan daerah yang seharusnya dibuang dari kelas).Namun untuk overall accuracy tidak memperhitungkan omission error dan commission error (Conglaton dan Green2009).
5 METODE
Waktu dan Lokasi Waktu penelitian dari bulan Mei 2012 - April 2013. Lokasi penelitian di Pulau Pari, Kepulauan Seribu DKI Jakarta, terletak pada koordinat 5º50’20” 5º50’25” LS dan 106º34’30”- 106º38’20” BT (Gambar 2). Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 15 Juni 2012, 28 November 2012, dan 22 Desember 2012.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Bahan dan Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat keras seperangkat notebook dengan prosessor pentium yang dilengkapi dengan perangkat lunak pengolah data citra ER Mapper 6.4, Arcview GIS 3.4, dan Microsoft Office 2007. Peralatan lain yang digunakan adalah GPS Garmin Etrex H, ember, alat tulis, kamera, DO meter, pH meter, refraktometer, termometer dan perahu motor 5 GT. Bahan Penelitian yang pakai adalah data citra Advanced Land Observing Satellite (ALOS) akuisisi 18 September 2009 (resolusi spasial 10m), data citra Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER) perekaman tanggal 28 Desember 2009 (resolusi spasial 15m) yang diadakan melalui penelitian STRANAS Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si dan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dengan skala 1:25000 dengan nomor lembar 1210-133 dan 1210134 yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG).
6 Metode Penelitian Penelitian meliputi survei lapang dan analisis citra. Survei lapang lamun Pulau Pari diawali dengan melakukan pengamatan kondisi perairan lamun dengan mengelilingi Pulau Pari menggunakan kapal untuk mengambil data habitat dasar perairan dan mengamati kondisi lamun di Pulau Pari. Pada titik-titik tertentu (Lampiran 2) diambil data titik koordinat dan habitat dasar perairannya yang berupa lamun, pasir, karang, atau rumput laut. Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai parameter fisika dan kimiaperairan Pulau Pari yaitu pengukuran oksigen terlarut (DO), temperatur perairan (suhu), salinitas, kecerahan ,dan pH pada empat sisi Pulau Pari. Pengolahan citra ALOS dan ASTER diawali dengan koreksi geometrik citra, pemisahan antara perairan dan daratan, transformasi citra dan klasifikasi. Klasifikasi dilakukan dengan dua metode yakni: (1) metodeklasifikasi citra secara tidak terbimbing (unsupervised clasification) dengan membuat komposit citra dari tiga band citra RGB 421 dan (2) Metode klasifikasi terbimbing (supervise clasification). Pada klasifikasi terbimbing sebelum proses klasifikasi dilakukan penajaman citra dengan algoritma Lyzenga. Proses penajaman dengan algortitma Lyzenga merupakan proses penggabungan informasi dari dua band yang bertujuan untuk mendapatkan penampakan habitat dasar perairan dengan menggunakan persamaan berikut (Green et al. 2000). Y = ln (TM 1) – [ki/kj ln (TM 2)]......................................................(1) Keterangan : Y TM 1 ki/kj a
= Citra hasil ekstraksi dasar perairan = Band 1 (biru) TM 2= Band 2 (hijau) = Nilai Koefisien atenuasi Dimana : ki/kj = a + √(a2 + 1).......(2) = (var TM 1 – Var TM 2)/(2 * Covar TM1 TM2)....................(3)
Proses klasifikasi terbimbing dilakukan dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap kategori. Langkah selanjutnya adalah Uji akurasi menggunakan metode Confusion Matrix digunakan untuk menghasilkan nilai kuantifikasi dan penilaian terhadap metode yang relatif lebih baik untuk klasifikasi dan pemetaan padang lamun di daerah kajian (Lampiran 3).Ketelitian pemetaan dibuat dalam beberapa kelas X yang dapat dihitung dengan rumus (Short, 1982 dalam Purwadhi, 2001). Xcr pixel
MA= Xcr pixel+Xo pixel+Xco pixel .......................................................................(1) Keterangan : MA = Ketelitian pemetaan (mapping accuracy) Xcr = Jumlah kelas X yang terkoreksi Xo = Jumlah kelas X yang masuk ke kelas lain (omisi) Xco= Jumlah kelas X tambahan dari kelas lain (komisi)
7 Ketelitian seluruh hasil klasifikasi (AO) adalah : AO=
Jumlah Pixel semua kelas Jumlah semua pixel
..............................................................(2)
Pada penelitian ini didapatkan 116 titik sampel yang dibagi untuk keperluan penentuan kelas klasifikasi dan uji akurasi. Untuk penentuan kelas klasifikasi terbimbing digunakan 47 titik sampel dan 69 titik sampel digunakan untuk uji akurasi. Prosedur pemetaan lamun ditampilkan dalam diagram alir pada Gambar 3. Citra ALOS, Citra ASTER ER Memotong wilayah yang akan dikaji Koreksi Geometrik
Peta RBI
Pemisahan Perairan dan daratan KLASIFIKASI
Data survey lapang
Komposit Band 421
Algoritma Lyzenga
Klasifikasi Tak terbimbing
Klasifikasi Terbimbing
Peta Sebaran Lamun 2
Peta Sebaran Lamun 1
Penilaian Akurasi
Penilaian Akurasi
Perbandingan Gambar 3 Diagram alir pengolahan citra
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Peta Hasil Klasifikasi dengan Metode Tak Terbimbing Hasil klasifikasi citra dengan menggunakan metode takterbimbing menunjukkan adanya perbedaan hasil dari citra ALOS dan ASTER. Pada peta hasil olahan citra ALOS diketahui luas area dari padang lamun yang disimbolkan dengan warna hijau yang berada pada gugus Pulau Pari adalah 1.641 km2 (Gambar 4) sedangkan pada peta klasifikasi hasil olahan citra ASTER diketahui luasan padang lamun adalah 1.794 km2 (Gambar 5). Perbedaan luas ini diduga disebabkan oleh resolusi spasial citra yang berbeda. Biasanya luasan ini berhubungan dengan ukuran pixel, dimana citra dengan resolusi spasial yang tinggi mampu mendeteksi obyek lebih detail dibandingkan citra dengan resolusi yang rendah. Dimana citra ALOS memiliki resolusi spasial yang lebih tinggi dibandingkan resolusi spasial ASTER. Hasil penelitian sebelumnya pada lokasi yang sama tahun 2008 menunjukkan luas ekosistem lamun adalah 1.670 km2 (Silfiani2010). Terdapat perbedaaan hasil luasan anara tahun 2008 dan 2009 sebesar 0.029 km2. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor sepertilaju pertumbuhan dan perkembangbiakan vegetasi lamun.
Gambar 4 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ALOS hasil klasifikasi tak terbimbing
9
Gambar 5 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ASTER hasil klasifikasi tak terbimbing Niai AO klasifikasi tak terbimbing dengan citra ALOS nilai sebesar 71.01%, yang artinya71.01% dari pixel-pixel terkelaskan dengan tepat, nilai UA lamun diperoleh sebesar 79.41% yang artinya ada 79.41% kelas lamun terklasifikasi dengan benar pada lapangan. Nilai PA untuk kelas lamun sebesar 67.50% menunjukkan ada 32.50% piksel yang seharusnya termasuk dalam kelas lamun namun terpetakan sebagai kelas yang lain (commisionerror). Nilai AO untuk citra ASTER adalah sebesar 68.11%, nilai UA lamun diperoleh sebesar 74.00% dan nilai PA adalah 67.50%. Kesalahan yang terjadi dalam mengkelaskan suatu habitat inilah yang diduga mempengaruhi nilai akurasi dari peta yang dihasilkan. Kesalahan ini disebabkan oleh beberapa faktor diantara kesalahan saat mengkelaskan atau mengelompokkan jenis habitat dan kesalahan dari penentuan posisi serta ketelitian dari GPS yang digunakan sehingga menyebabkan pergeseran posisi. Adapun hal-hal yang mempengaruhi tingkat ketelitian interpretasi ini adalah kualitas data (citra) yang digunakan, resolusi citra yang digunakan dan tingkat pengalaman interpreter (Iskandar dan Retnadi 2011).
10 Peta Hasil Klasifikasi dengan Metode Tak Terbimbing Hasilpenajaman citra dengan Algoritma Lyzenga didapatkan nilai koefisien attenuasi (ki/kj) sebesar 0.546329 untuk citra ALOS sehingga algoritma yang digunakan adalah y = ln (TM-1) – 0.546329 ln (TM-2) dan nilai koefisien attenuasi (ki/kj) pada citra ASTER adalah 0.624172 sehingga algoritma yang digunakan adalah y = ln (TM-1) – 0.624172 ln (TM-2). Luas padang lamun pada peta yang dihasilkan dengan klasifikasi terbimbing dari pengolahan citra ALOS adalah 1.373 km2 (Gambar 6). Luas ekosistem lamun pada peta yang dihasilkan dengan klasifikasi terbimbingdari pengolahan citra ASTER (Gambar 7) adalah 1.389km2.
Gambar 6 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ALOS hasil klasifikasi Terbimbing Terdapat selisih 0.017 km2 antara luas lamun yang ditampilkan dari peta hasil olahan citra ALOS dan citra ASTER. Pada penelitian sebelumnya menggunakan citra ALOS tahun 2008 luas padang lamun adalah 1.95 km2 (Silfiani2010), terdapat perbedaan hasil luasan padang lamun sebesar 0.561 km2.
11
Gambar 7 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ASTER hasil klasifikasi terbimbing Perhitungan matrik kontingensi yang dilakukan pada peta hasil klasifikasi dengan menggunakan klasifikasi terbimbing diperoleh nilai AO sebesar 62.32%, nilai dan nilai UA sebesar 78.27% kelas lamun terklasifikasi dengan benar. Nilai PA untuk kelas lamun sebesar 40.15%. Peta hasil pengolahan citra ASTER dengan klasifikasi terbimbing diperoleh nilai AO sebesar 60.87%, nilai UA lamun sebesar 68.75% kelas lamun terklasifikasi dengan benar. Nilai PA untuk kelas lamun sebesar 73.33%. Secara umum peta sebaran lamun yang diperoleh dari pengolahan kedua citra menunjukkan perbedaan baik luas dan nilai akurasi. Citra ASTER yang hanya miliki resolusi spasial 15 m tergolong citra kelas medium ini memiliki nilai akurasi lebih rendah dari citra satelit ALOS. Citra digital Satelit ALOS yang memiliki resolusi spasial 10 m dan memiliki saluran spektral yang komprehensif untuk studi perairan dangkal, yaitu saluran biru, hijau dan merah. Resolusi spasial yang relatif tinggi dan kelengkapan jumlah spektral yang dimiliki citra Satelit ALOS AVNIR ini juga sangat mendukung untuk berbagai penelitian analisa citra digital dan respon spektral obyek di perairan dangkal. Resolusi spasial citra satelit yang semakin tinggi akan menghasilkan akurasi yang lebih signifikan untuk mengatasi faktor pembatas pemetaan dalam pemetaan habitat dasar perairan (Holden 1999).
12 Kondisi Umum Lamun Pulau Pari Pulau Pari memiliki potensi padang lamun yang cukup besar, yang tumbuh subur menyebar mengelilingi gugus Pulau Pari.Hasil identifikasidi perairan Gugus Pulau Parisecara umum ditemukan tiga jenis lamun yaitu Thalassia hemprichii, Enhalus accoroides, dan Cymodocea rotundata. Jenis ini merupakan jenis yang sering dijumpai di perairan Indonesia dan termasuk dalam 13 Jenis lamun yang ditemukan di Indonesia. Ketiga lamun ini mendominasi setiap lokasi dan terdistribusi mengelilingi Pulau Pari. Pertumbuhan dan perkembangan vegatasi lamun dipengaruhi oleh kondisi perairan dari Pulau Pari sendiri. Kondisi perairan yang kaya akan unsur hara dan subur dengan karakter perairan yang bagus akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan lamun. Kondisi parameter fisika dan kimia perairan di Pulau Pari tertera pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai kualitas perairan di Pulau Pari Posisi
Suhu(0C)
DO (mg/L)
Substrat
pH
Barat Selatan Timur Utara
31 31 31 31
8 11.9 10.5 7.9
Pasir Pasir Pasir Pasir
8.79 8.88 8.76 8.81
Salinitas (ppt) 29 30 29 28
Suhu perairan Pulau Pari rata-rata 31oC suhu ini masuk dalam kisaran suhu yang mendukung perkembangan lamun dan termasuk suhu optimum untuk fotosintesis lamun. Respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, namun dengan kisaran suhu yang lebih luas yaitu 25-35°C. Spesies lamun mempunyai toleransi salinitas yang berbeda-beda, namun sebagian besar kisaran salinitasnya yakni 10‰-40‰ (Dahuri et al, 1996) kisaran ini menunjukkan bahwa salinitas perairan Pulau Pari mendukung pertumbuhan lamun. Kisaran pH yang optimal untuk pertumbuhan lamun adalah 7.5-8.5 (Nybakken, 1992) dan pH di perairan Pulau Pari diketahui 8.76 –8.88 walau tidak pada kisaran pH optimum namun pH perairannya masih mendukung pertumbuhan lamun. Di laut umunya dalam 1 liter air laut mengandung 5-6 ml oksigen terlarut(Hutagalung et al., 1997). Hasil penelitian di lapangan diperoleh nilai DO yang tertinggi adalah 11.9 mg/L. Kondisi perairan berdasarkan hasil pengukuran beberapa parameter fisika kimia perairan menunjukkan bahwa perairan Pulau Pari merupakan habitat yang sesuai dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan lamun. Saat pengambilan data dilapangan juga ditemukan biota asosiasi yang terdapat pada ekosistem lamun Pulau Pari seperti kelompok hewan (moluska, juvenil ikan, gastropoda, bintang laut,teripang), alga, dan sponge. Banyaknya biota asosiasi pada ekosistem lamun karena ekosistem lamun dapat memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai biota. Selain itu, padang lamun dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan berbagai jenis mamalia, ikan herbivora,dan ikan-ikan karang.
13
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pengolahan citra satelit ALOS dan ASTER diketahui sebaran lamun di Pulau Pari tumbuh mengelilingi gugus Pulau Pari. Luas ekosistem lamun yang diperoleh dari pengolahan citra ALOS dengan metode klasifikasi tak terbimbing adalah 1.641 km2 dengan akurasi 71.01%. Dengan penajaman algoritma Lyzenga dengan klasifikasi terbimbing diperoleh luas ekosistem lamun 1.373 km2 dengan nilai akurasi 62.32 %. Pada citra ASTER dengan metode klasifikasi tak terbimbing diperoleh luas 1.794 km2 dan nilai akurasi 68.11 %. Dengan klasifikasi terbimbing diketahui luas lamun adalah 1.389 km2 dan nilai akurasi 60.87%. Pemetaan lamun dengan citra ALOS memiliki nilai akurasi yang lebih tinggi dari pemetaan dengan menggunakan citra ASTER.
Saran Penelitian lanjut tentang sebaran lamun di gugus Pulau Pari perlu dilakukan secara periodik guna mendapatkan informasi terkini tentang keberadaan sumber daya lamun. Agar tingkat akurasi hasil lebih tinggi maka perlu lebih banyak lagi titik sampel uji lapangan.
DAFTAR PUSTAKA Bengen DG. 2002. Ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan laut serta prinsip pengelolaannya. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB. Conglaton RG, Green K. 2009. Assesing the accuracy of remotly sensed data : principles and practice. Lewis Publisher. New York. Dahuri RJ, RaisSP, Ginting, SitepuMJ.1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya PAramita, Jakarta. GreenPE, Mumby PJ, Edwards AJ, Clark CD.2000.Remote Sensing Handbook for Coastal Management.United Nations Educational, Scientics, and Cultural Organization. Paris. Perancis Hutagalung HP, Rozak A. 1997. Penentuan kadar fosfat, nitrat, dan kandungan oksigen terlarut. Dalam: HP. Hutagalung, D. Setiapermana, dan S.H. Riyono (Ed). Metode Analisis Air laut, sedimen, dan Biota. Puslitbang OseanologiLIPI. Jakarta. 182 hal. HutomoM. 1997. Padang Lamun Indonesia : Salah Satu Ekosistem Laut Dangkal Yang Belum Banyak Dikenal. Pidato Ilmiah Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Holden H, LeDrew E. 1999. Hyperspectral Identification of Coral Reef Features. International Journal of Remote Sensing. 20 (13): 2545-2563.
14 Iskandar P, Retnadi HJ. 2012. Pemanfaatan Citra ASTER dan Sistem Informasi Geografis Untuk Menentukan Lokasi Potensial Pengembangan Permukiman. Jurnal Bumi Indonesia1( 2):85-92. KiswaraW. 1994.Perkembangan penelitian padanglamun di Indonesia. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta. Lyzenga DR.1981. Remote sensing of bottom reflectance and water attenuation parameters in shallow water using aircraft and landsat data. International Journal Remote Sensing. 2(1) : 71-82 Mount RE. 2006. Acquisition of throught-water aerial survey images: surface effects and the prediction of sun gliter and subsurface illumination. Photogrammatric Engineering and Remote Sensing. 71(12) : 1407-1415. Nybakken JW.1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa: M. Eidman, Koesoebiono, M. Htomo, dan S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. PurwadiSH. 2001. Interpretasi citra digital. PT. Grasindo. Jakarta, Indonesia. RasibAW, Hashim M. 1997. Mapping seagrass from remote sensing data.http://www.aars-acrs.org/acrs/proceeding/ACRS1997/Papers/PS3977.htm. Silfiani.2010. Pemetaan Lamun dengan Menggunakan Citra Satelit ALOS di Perairan Pulau Pari. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 50 hal. Supriyadi IH. 2009. Pemetaan kondisi lamun dan bahaya ancamannya dengan menggunakan citra ALOS dipesisir selatan, Bitung-Manado, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 34(3): 445-459. Supriyadi IH. 2010. Pemetaan Padang Lamun di Perairan Teluk Toli-Toli dan Pulau Sekitarnya,Sulawesi Barat, Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 36(2): 147-164.
15 Lampiran 1Data lapang untuk uji akurasi WAYPOINT 001 002 003 004 005 006 007 008 009 010 011 012 013 014 015 016 017 018 019 020 021 022 023
BUJUR 106.5992 106.5993 106.5985 106.5973 106.5963 106.5990 106.6015 106.6011 106.6004 106.5989 106.5900 106.5883 106.5872 106.5847 106.5846 106.5978 106.5913 106.6119 106.6124 106.6137 106.6181 106.6208 106.6244
LINTANG -5.8639 -5.8660 -5.8667 -5.8659 -5.8645 -5.8609 -5.8585 -5.8580 -5.8575 -5.8577 -5.8607 -5.8616 -5.8619 -5.8625 -5.8626 -5.8613 -5.8607 -5.8585 -5.8581 -5.8601 -5.8556 -5.8550 -5.8531
024
106.6253
-5.8527
025 026 027 028 029 030 031 032 033 034 035 036 037 038
106.6262 106.6267 106.6275 106.6281 106.6315 106.6312 106.6312 106.6260 106.6223 106.6183 106.6162 106.6162 106.6089 106.6068
-5.8523 -5.8522 -5.8520 -5.8520 -5.8544 -5.8556 -5.8556 -5.8575 -5.8596 -5.8617 -5.8627 -5.8652 -5.8646 -5.8653
KETERANGAN lamun depan rumah jaga p burung selatan p burung lamun mangrove, lamun Th dan karang lamun P kongsi, alga karang bddy rumput laut P Tengah selat P Kongsi dan P Tengah lamun selat P Kongsi dan P Tengah lamun selat P Kongsi dan P Tengah lamun menuju p Tikus, lamun rusak menuju p Tikus, lamun rusak menuju p Tikus, lamun rusak p tikus Hu dominan p tikus Si dominan lamun spot lamun spot dekat P Gudus, goba lamun Ea goba utara P Gudus dan P Pari lamun, belakangnya mangrove P gudus biawak, lamun Ea Pantai pasir Perwan, lamun spot Ea lamun dominan awal mark lamun (membentuk hamparan) akhir mark lamun (membentuk hamparan) lamun 50x50 m lamun ujung timur atau utara p pari lamun dominan karang bddy rumput laut lamun lamun Ea dan Th dominan karang dominan karang dekat dermaga bddy rumput laut bddy rumput laut ada lamun Lamun lipi, lamun Lamun
16 Lampiran 1 (lanjutan) 039 040 041 042 043 044 045 046 047 048 049 050 051 052 053 054 055 056 057 058 059 060 061 062 063 064 065 066 067 068 069
106.6123 106.6103 106.6089 106.6080 106.6069 106.6066 106.6067 106.6068 106.6071 106.6075 106.6076 106.6087 106.6095 106.6104 106.6113 106.6105 106.6104 106.6098 106.6079 106.6065 106.6052 106.6040 106.6031 106.6016 106.5968 106.5978 106.5993 106.6038 106.6093 106.6124 106.6204
-5.8688 -5.8643 -5.86322 -5.86342 -5.86475 -5.86567 -5.86653 -5.86739 -5.86892 -5.87011 -5.87025 -5.87067 -5.87081 -5.87061 -5.87006 -5.87044 -5.87042 -5.87072 -5.87167 -5.87217 -5.87253 -5.87272 -5.87253 -5.87208 -5.86839 -5.86756 -5.86664 -5.86233 -5.85856 -5.85742 -5.85500
Lamun Lamun dekat mess lipi, tempat perahu Goba, budidaya rumput laut ujung dermaga lipi karang, budidaya rumput laut Lamun Lamun Lamun Lamun Lamun karang dan algae karang dan algae karang dan algae karang dan algae karang dan algae karang dan halimeda (algae ) karang dan pasir karang dan algae karang dekat lampu rambu karang alga karang, alga dan lamun karang, alga dan lamun karang, alga dan lamun pasir dekat P Burung pasir, lamun pasir, lamun pasir, lamun goba antara P tengah dan P Gudus lamun Enhalusaccoroides mangrove P Gudus Biawak
17 Lampiran 2Data lapang untuk penentuan peta klasifikasi terbimbing WAYPOINT 070 071 072 073 074 075 076 077 078 079 080 081 082 083 084 085 086 087 088 089 090 091 092 093 094 095 096 097 098 099 100 101 102 103 104 105 106 107 108
BUJUR 106.6068 106.6101 106.6104 106.6118 106.615 106.6104 106.6177 106.6213 106.6219 106.6229 106.6247 106.6257 106.6266 106.6274 106.6317 106.6323 106.6307 106.6303 106.6241 106.6207 106.6203 106.6165 106.6152 106.6133 106.6113 106.6105 106.6089 106.6069 106.6068 106.6068 106.6068 106.6099 106.6102 106.6071 106.6076 106.6104 106.6096 106.598 106.5994
LINTANG -5.8668 -5.8668 -5.86 -5.8597 -5.8597 -5.8553 -5.8547 -5.8549 -5.8545 -5.8524 -5.8522 -5.8526 -5.8529 -5.8531 -5.8547 -5.8556 -5.856 -5.8558 -5.8581 -5.8611 -5.8616 -5.8614 -5.8619 -5.864 -5.8666 -5.8684 -5.8697 -5.8694 -5.8668 -5.8654 -5.8651 -5.8632 -5.8633 -5.86892 -5.87019 -5.87064 -5.87078 -5.86742 -5.86658
KETERANGAN Pasir lamun Enhalusaccoroides lamun Enhalusaccoroides lamun Enhalusaccoroides lamun Enhalusaccoroides lamun Enhalusaccoroides lamun Enhalusaccoroides lamun Enhalusaccoroides lamun thalasia lamun thalasia lamun thalasia lamun thalasia mix enhalus+thalasia mix enhalus+thalasia mix enhalus+thalasia thalasia Thalasia mix enhalus+thalasia, simodocea Karang lamun Enhalusaccoroides lamun Enhalusaccoroides lamun Enhalusaccoroides mix enhalus+thalasia lamun Enhalusaccoroides lamun Enhalusaccoroides mix enhalus+thalasia mix enhalus+thalasia mix enhalus+thalasia lamun Enhalusaccoroides lamun Enhalusaccoroides Dermaga LIPI Pasir tambat kapal dominan lamun dan pasir Lamun karang dan alga karang dan alga karang dan pasir Gobah
18 Lampiran 2 (lanjutan) 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119
106.6005 106.6016 106.6039 106.6061 106.6096 106.6123 106.6154 106.6205 106.6236 106.6227 106.6198
-5.86486 -5.86433 -5.86228 -5.86064 -5.85847 -5.85747 -5.85603 -5.85503 -5.85336 -5.85336 -5.85486
alga dan karang Gobah dominan pasir sedikit lamun Pasir Gobah lamun enhalus Lamun Mangrove Pasir Lamun Lamun
19 Lampiran 3 Matrik kontingensi untuk perhitungan akurasi dan contoh perhitungan Akurasi Matriks kontingensi klasifikasi tak terbimbing pulau Pari dari citra ALOS CITRA Lamun Lain Jumlah PA (%)
SURVEI LAPANG Lamun Lain Jumlah 27 7 34 13 22 24 40 29 69 67,50
UA(%)
OA(%)
79,41
71.01
Matriks kontingensi klasifikasi tak terbimbing pulau Pari dari citra ASTER CITRA Lamun Lain Jumlah PA (%)
SURVEI LAPANG Lamun Lain Jumlah 32 11 43 11 15 26 43 26 69 74
UA(%)
OA(%)
74
68,11
Matriks kontingensi klasifikasi terbimbing pulau Pari dari citra ALOS CITRA Lamun Lain Jumlah PA (%)
SURVEI LAPANG Lamun Lain Jumlah 18 5 23 21 25 45 39 30 69 46,15
UA(%)
OA(%)
78,27
62,32
Matriks kontingensi klasifikasi terbimbing pulau Pari dari citra ASTER CITRA Lamun Lain Jumlah PA (%)
SURVEI LAPANG Lamun Lain Jumlah 33 15 48 12 9 21 45 24 69 73,33
UA(%)
OA(%)
68, 75
60,87
20
Contoh matriks kontingensi Citra Lamun Lain Jumlah PA (%) Omisi (pixel)
Survei Lapang Lamun Lain Jumlah 20 9 29 16 47 63 36 56 92 55,55 16
Komisi UA (pixel) (%) 9 68,97 47
Contoh perhitungan akurasi : Ketelitian pemetaan (MA) untuk lamun 20 MA lamun = 20+9+16 x100% = 44.44% 20
PA = 36 𝑥100% = 55,55% 20
UA=29 𝑥100% = 68,97% Ketelitian seluruh hasil klasifikasi (KH atau AO) 20+47 KH= 92 𝑥100% = 72,82%
OA (%) 72,82
21 Lampiran4 Jenis Lamun yang biasa ditemukan di Pulau Pari
Enhalus Accoroides
Thalassia hemprichii
Cymodocea rotundata
Halophila ovalis
22
RIWAYAT HIDUP
MOH. IKHWANUSH SHOFA lahir 19 Februari 1991 di Brebes, dari ayah bernama Ahmad Sujadi dan ibu bernama Khujaziyah. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas 1 Bumiayu. Pada tahun itu juga penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB. Semasa kuliah penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu: Anggota Departemen Advokasi dan Kajian Perikanan Kelauatan BEM FPIK periode 2009/20010, Staf Kementrian Pertanian BEM KM IPB periode 2010/2011, Ketua Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Brebes (KPMDB) Regional Bogor, Koordinator Wilayah Forum Mahasiswa Muslim Bumiayu (FORMMASIBUMI) dan Koordinator Dewan Formatur Himpunan Profesi Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) IPB periode 2010/2011. Penulis juga aktif sebagai Asisten mata kuliah Selam Ilmiah pada tahun 2011/2013 dan Asisten mata kuliah Ekologi Laut Tropis pada tahun 2012/2013.