PEMBUKAAN RAHASIA BANK UNTUK KEPENTINGAN PEMERIKSAAN PERPAJAKAN MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INONESIA Agung Wibisono dan Chamelia Gunawan
Kementerian Keuangan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal RI
[email protected];
[email protected]
Abstract The regulation of bank secrecy has two functions that oppose each other. On one side, it supports the efforts to protect public interest, that is, the bank customer. On the other side, bank secrecy may become a barrier to the tax audit process conducted by the Directorate General of Taxation. One of the duties and functions of the Directorate General of Taxation is to obtain data and information from tax payers, who also become saving customers in banks. The Directorate General of Taxation has difficulty obtaining accurate information under the current system. Thus, the system enables the tax payer to conceal his wealth and become impervious to the tax audit process. This condition is contrary to the fact that Indonesia needs taxes to develop the welfare of people in Indonesia. Key Words: Bank Secrecy, Tax Audit, Bank Secrecy Disclousure A.
Pendahuluan Bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan mereka pada bank. Oleh karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalam tingkat yang tinggi. Mengingat bahwa bank adalah bagian dari sistem keuangan dan system pembayaran dimana masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistem tersebut, 89
Agung Wibisono dan Chamelia Gunawan: Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan ...
maka terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga untuk kepentingan masyarakat banyak.1 Salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Bank harus dapat dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan simpanan nasabah identitas nasabah tersebut kepada pihak lain. Rahasia bank akan dapat lebih dipegang teguh oleh bank apabila ditetapkan bukan sekedar hanya sebagai kewajiban kontraktual di antara bank dan nasabah, tetapi ditetapkan sebagai kewajiban pidana. Jika hanya ditetapkan sebagai kewajiban kontraktual belaka, maka kewajiban bank itu menjadi kurang kokoh karena kewajiban kontraktual lebih mudah untuk disimpangi. Untuk itu, undang-undang yang mengatur mengenai rahasia bank harus tidak memungkinkan kewajiban rahasia bank secara mudah dapat dikesampingkan dengan dalih karena kepentingan umum menghendaki demikian.2 Di lain sisi, kerahasiaan bank tersebut dapat berpengaruh kontradiktif terhadap pemeriksaan data dari nasabah untuk kepentingan tertentu, misalnya untuk pemeriksaan pajak yang dilakukan demi kepentingan negara, bangsa dan masyarakat umum. Perspektif kerahasiaan bank yang berlawanan tersebutlah yang terkadang menghambat Direktorat Jenderal Pajak dalam pemeriksaan pajak. Pengaturan tentang kewenangan yang terkait dengan pemeriksaan data wajib pajak pada bank diatur pada Pasal 35 Undang-Undang No 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (“UU KUP”). Akan tetapi pada kenyataannya Direktorat Jenderal Pajak memiliki keterbatasan untuk 1 Lihat Sutan Remy Sjahdeini, Kerahasiaan Bank; Berbagai Masalah di Sekitarnya, Makalah ini disajikan sebagai bahan diskusi mengenai legal isues seputar Pengaturan Rahasia Bank bertempat di Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta. Senin 13 Juni 2005 2 Dennis Campbell (General Ed.). International Bank Secrecy, (London: Sweet & Maxwell, 1992), hal. 663
90
Law Review Volume XI No. 2 - November 2011
mendapatkan perbandingan untuk menguji kebenaran dari dokumen, buku dan/atau catatan wajib pajak. Dirketorat Jenderal Pajak sangat tergantung hanya pada dokumen yang diberikan oleh wajib pajak. Sebenarnya, hal ini dapat diatasi dengan adanya kerjasama yang baik antara Direktorat Jenderal Pajak dengan dunia perbankan, mengingat hampir seluruh wajib pajak memiliki rekening di bank baik dalam bentuk rekening koran, tabungan dan bentuk lainnya. Namun dunia perbankan dibatasi adanya kerahasian bank yang diatur dalam undang-undang perbankan untuk menyerahkan data yang dibutuhkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan pajak. Terdapat suatu contoh yang menarik pada kasus pembukaan kerahasiaan bank di luar negeri, yaitu pembukaan kerahasiaan bank di luar negeri adalah penyerahan data 4.450 nasabah bank UBS Swiss kepada pihak otoritas pajak Amerika Serikat (Internal Revenue Service).3 Contoh kasus ini menarik karena melibatkan institusi perbankan dan otoritas pajak dari Negara yang berbeda, dimana ketika Otoritas Pajak Indonesia saja masih kesulitan untuk mengakses institusi perbankan dalam negeri, sementara itu otoritas pajak Amerika Serikat telah dapat menembus institusi perbankan Swiss yang terkenal sebagai “dewa”nya kerahasiaan bank. Pada bulan Juni 2007 Bank UBS Swiss memberikan data 250 penabung rahasia mereka kepada IRS. Selain itu mereka membayar denda US$ 780juta kepada pemerintah Amerika untuk menghindari tuntutan pengadilan. Pihak bank mengakui telah membantu nasabah mereka di Amerika tidak membayar pajak selama tahun 2000 sampai dengan 2007. Pada 19 Agustus 2009 Bank UBS sepakat membuka lagi data nasabah mereka sebanyak 4.450 nasabah yang memiliki asset senilai US$ 18miliar. Akan tetapi dengan syarat disetujui oleh Parlemen Swiss. Pada bulan Juni 2010 parlemen Swiss menyetujui hal tersebut.4 Untuk itu amatlah menarik untuk membahas pembukaan kerahasiaan bank di Indonesia untuk kepentingan pemeriksaan perpajakan. 3 Tempo, Bank Swiss Tak Suci Lagi, Majalah Tempo Edisi 28 Juni-4 Juli 2010, hal. 135 4 Ibid.
91
Agung Wibisono dan Chamelia Gunawan: Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan ...
B.
Analisis Yuridis Terhadap Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan Pemeriksaan Perpajakan 1. Definisi Rahasia Bank Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya.5 Pengertian rahasia bank berdasarkan Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 (“UU Perbankan”) ini memberikan rumusan bahwa hal-hal yang wajib disimpan oleh bank adalah rahasia dari nasabah penyimpan (penabung) dan tidak lagi termasuk pinjaman (kredit) dari nasabah.6 Namun percantuman perkataan “segala sesuatu” masih menunjukan keluasan rahasia dari nasabah penyimpan yang wajib dijaga (disimpan) oleh bank.Rahasia bank di Indonesia mempunyai pengecualian, sehingga terdapat kemungkinan untuk dapat membuka rahasia bank. Rahasia bank dari nasabah penyimpan dapat diterobos apabila menyangkut kepentingan, sebagai berikut :7 a) Perpajakan, b) Penyelesaian piutang negara, c) Peradilan pidana, d) Perkara perdata, e) Tukar menukar informasi antara bank, dan f) Permintaan tertulis nasabah penyimpan. g) Ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia (Pasal 44A ayat (2) UU Perbankan) 2. Pembukaan Rahasia Bank untuk Kepentingan Pemeriksaan Perpajakan Pembukaan rahasia bank untuk kepentingan pemeriksaaan perpajakan telah diatur dalam sistem hukum Indonesia, antara lain pada UU Perbankan, 5 Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Perbankan. 6 Rahasia Bank Dalam Kaitannya Dengan Kejahatan Perbankan, http://bhocet85. wordpress.com/2009/04/01/rahasia-bank-dalam-kaitannya-dengan-kejahatanperbankan/, diakses pada tanggal 2 Mei 2011. 7 Pengecualian Terhadap Rahasia Bank dari Nasabah Penyimpan, http://www.citraniaga. com/index.php?option=com_content&view=article&id=91:pengecualian-rahasiabank&catid=54:tanya-jawan-perbankan&Itemid=41 diakses pada tanggal 3 Mei 2011.
92
Law Review Volume XI No. 2 - November 2011
UU KUP, Peraturan Menteri Keuangan No. 201/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-Pihak yang Terikat oleh Kewajiban Merahasiakan ( Selanjutnya disebut “PMK No. 201 Tahun 2007”), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/ 19 /PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin tertulis Membuka Rahasia Bank (selanjutnya disebut PBI No. 2/19/PBI/2000). a. Pembukaan Rahasia Menurut UU Perbankan Pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan diatur dalam ketentuan pasal 41 ayat 1 UU Perbankan yang menentukan bahwa: “Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang untuk mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.” Untuk pembukaan atau pengungkapan rahasia bank, Pasal 41 ayat (1) UU Perbankan menetapkan unsur-unsur yang wajib dipenuhi, sebagai berikut:8 i. Pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan. ii. Pembukaan rahasia bank itu atas permintaan tertulis Menteri Keuangan. iii. Pembukaan Rahasia Bank itu atas perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia. iv. Pembukaan Rahasia Bank ini dilakukan oleh Bank dengan memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan yang namanya disebutkan dalam permintaan tertulis Menteri Keuangan. v. Keterangan dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tersebut diberikan kepada pejabat pajak yang namanya disebutkan dalam perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia. Pengecualian untuk kepentingan perpajakan bagi kerahasiaan bank yang diatur dalam Pasal 41 ayat 1 UU Perbankan tersebut merupakan paksaan hukum demi kepentingan umum, yaitu kepentingan negara serta kepentingan masyarakat 8 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 79
93
Agung Wibisono dan Chamelia Gunawan: Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan ...
b. Pembukaan Rahasia Bank Menurut UU KUP Seperti yang telah dijabarkan di atas, pengaturan tentang kewenangan yang terkait dengan pemeriksaan data wajib pajak di bank diatur pada Pasal 35 UU KUP. Adapun isi dari Pasal 35 UU KUP tersebut adalah : “(1) Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta. (2) Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan. (3) Tata cara permintaan keterangan atau bukti dari pihak-pihak yang terikat oleh kewajiban merahasiakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.” UU KUP pada dasarnya memberikan kesempatan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pemeriksaan data wajib pajak yang terdapat pada bank terkait untuk pemeriksaan pajak. Akan tetapi pada kenyataannya, Direktorat Jenderal Pajak terkadang mengalami hambatan dalam melakukan pemeriksaan data wajib pajak yang terdapat pada bank. c. Tata Cara Permintaan Dokumen Menurut PMK No. 201 Tahun 2007 Pengaturan hukum terhadap tata cara proses permintaan dokumen, bukti-bukti, atau keterangan dari Pihak Ketiga yang terikat dengan kewajiban untuk merahasiakan diatur lebih jelas pada PMK No. 201 Tahun 2007. Ketentuan ini mengatur bahwa proses permintaan data atau keterangan yang 94
Law Review Volume XI No. 2 - November 2011
pada bank ini harus berdasarkan pada permintaan dari Menteri Keuangan kepada Gubernur Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam UU Perbankan. Permintaan tertulis dari Menteri Keuangan tersebut harus terdapat hal-hal sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 PMK No. 201 Tahun 2007, sebagai berikut : i. identitas Wajib Pajak. ii. keterangan dan/atau bukti yang diminta, dan iii. maksud dilakukannya permintaan keterangan dan/atau bukti. Adapun bank wajib untuk memberikan data, bukti-bukti, atau informasi yang diminta terkait dengan wajib pajak yang diperiksa, setelah Pemeriksa Pajak yang dilengkapi permintaan tertulis dari Menteri Keuangan tersebut meminta dokumen-dokumen, bukti-bukti, dan keterangan-keterangan yang dibutuhkan kepada bank. Berdasarkan Pasal 2 ayat 2 PMK No. 201 Tahun 2007, pihak bank wajib memberikan dokumen-dokumen, buktibukti, atau keterangan yang diminta paling lambat 7 hari sejak diterimanya surat permintaan keterangan atau bukti atau surat izin dari pihak yang berwenang. Penolakan untuk pemberian data-data, dokumen, atau bukti-bukti yang bersifat rahasia tersebut dapat berakibat pelanggaran hukum di bidang pidana. Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat 4 PMK No. 201 Tahun 2007 jo. Pasal 41 A UU KUP, yaitu: “Pasal 2 (4) Apabila permintaan dalam surat peringatan tidak juga dipenuhi, pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dapat dipidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A UndangU ndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Pasal 41A Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). “ 95
Agung Wibisono dan Chamelia Gunawan: Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan ...
d. Penerobosan Rahasia Bank Menurut PBI No. 2/19/PBI/2000 Ketentuan tentang pengecualian terhadap rahasia terkait pemeriksaan pajak tersebut dijabarkan dalam peraturan pelaksanannya yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu PBI Nomor 2/19/PBI/2000. PBI Nomor 2/19/ PBI/2000 mengatur bahwa penerobosan rahasia bank demi kepentingan perpajakan terlebih dahulu harus diperoleh izin atau perintah tertulis untuk membuka rahasia bank dari Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan. Permintaan penerobosan rahasia bank tersebut harus disertai tanda tangan dengan membubuhkan tanda tangan basah dari Menteri Keuangan. Pimpinan Bank Indonesia mengeluarkan perintah tersebut kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Terdapat 5 hal yang harus tercantum didalam permohonan tertulis kepada bank untuk dapat dilakukan penerobosan rahasia bank, yaitu:9 i. Nama pejabat pajak; ii. Nama nasabah penyimpan, wajib pajak yang dikehendaki keterangannya; iii. Nama kantor bank tempat nasabah mempunyai simpanan; iv. Keterangan yang diminta; v. Alasan diperlukannya keterangan. Hal-hal yang harus dicantumkan dalam permohonan tertulis tersebut lebih lengkap dalam pengaturan PBI No. 2/19/PBI/2000 dibandingkan hal-hal yang harus dicantumkan sebagaimana diatur dalam PMK No. 201 Tahun 2007. Adanya hal-hal yang harus dicantumkan yang lengkap tentunya dapat menjadi optimalkan pertimbangan dari Gubernur Bank Indonesia yang lebih efektif, sehingga perintah atau izin dari Bank Indonesia tersebut tidak dapat disalahgunakan Kemudian, Gubernur Bank Indonesia wajib menjawab atau memberi tanggapan terhadap permohonan tertulis dari Menteri Keuangan untuk pembukaan rahasia bank terkait dengan pemeriksaan pajak selambatlambatnya dalam jangka waktu 14 hari setelah surat permintaan diterima 9 96
Ibid.
Law Review Volume XI No. 2 - November 2011
secara lengkap oleh Direktorat Hukum Bank Indonesia sebagaimana diatur pada Pasal 10 ayat 1 PBI No. 2/19/PBI/2000. Penolakan Permohonan Tanggapan atau jawaban dari Gubernur Bank Indonesia dari permohonan Menteri Keuangan tersebut tidak selalu ditanggapi dengan positif, karena Gubernur Bank Indonesia dapat menolak pemberian permohonan dari Menteri Keuangan untuk pemberian perintah atau izin tertulis untuk membuka rahasia bank untuk kepentingan perpajakan sebagaimana diatur Pasal 10 ayat 3 PBI No. 2/19/PBI/2000. Pemberian dari Perintah atau izin tertulis untuk membuka rahasia bank tersebut tidak hanya dapat dilakukan Gubernur Bank Indonesia, akan tetapi berdasarkan Pasal 11 ayat 1 jo ayat 2 PBI No. 2/19/ PBI/2000 dapat juga dilakukan oleh Deputi Gubernur Senior atau salah satu Deputi Gubernur. Adanya permintaan tertulis yang disampaikan kepada bank melahirkan kewajiban bagi bank untuk melaksanakan perintah Pimpinan Bank Indonesia tersebut. Bank dilarang memberikan keterangan tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan selain yang disebutkan dalam perintah atau izin tertulis dari Bank Indonesia. Bank hanya dapat memberikan keterangan baik lisan maupun tertulis, memperlihatkan bukti-bukti tertulis, surat-surat, dan hasil cetak data elektronis tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan yang disebutkan dalam perintah atau izin tertulis yang disampaikan kepada bank tersebut. Ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Perbankan tersebut maupun dalam Peraturan Bank Indonesia pada prinsipnya sejalan dengan apa yang menjadi tuntutan UU KUP. Peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan perbankan secara bersama-sama mengatur mempermudah proses dan upaya dari pemeriksa pajak untuk melakukan pemeriksaan pajak, termasuk untuk upaya untuk memperoleh data-data, buktibukti, atau informasi dari wajib pajak yang terdapat pada bank. Efektifitas dari pelaksanaan sistem pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan tentunya juga perlu didukung kerjasama yang baik antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan pihak bank yang terkait. 97
Agung Wibisono dan Chamelia Gunawan: Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan ...
3. Hambatan-Hambatan Pemeriksaan Pajak Terkait Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan Perpajakan di Indonesia Proses pemeriksaan pajak dalam rangka meningkatkan pemasukan atau penerimaan pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan negara dapat ditingkatkan dengan cara memeriksa dan mencari informasi wajib pajak melalui Bank. Pada kenyataannya, meskipun mekanisme pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan telah diatur dalam hukum Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak masih menemui hambatan-hambatan dalam melakukan pembukaan rahasia bank. Adapun hambatan-hambatan tersebut adalah: a. Kekosongan Hukum Atas Pembukaan Rahasia Bank Terhadap Nasabah Debitur dan Nasabah Penyimpan Permasalahan hukum yang muncul terkait dengan pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan tersebut adalah data atau informasi wajib pajak sebagai nasabah debitur sekaligus nasabah penyimpan yang diduga melakukan pelanggaran hukum di bidang perpajakan. Proses pemeriksaan pajak terhadap nasabah penyimpan oleh pemeriksa pajak pada sebuah bank memerlukan izin dari Gubernur Bank Indonesia berdasarkan permintaan tertulis dari Menteri Keuangan. Pengungkapan rahasia bank pada nasabah debitur tidak terikat pada ketentuan rahasia bank, artinya bahwa kepadanya dapat dilakukan pemeriksaan tanpa prosedur sebagaimana diberlakukan kepada nasabah penyimpan. Dirjen Pajak dapat langsung melakukan pemeriksaan pada bank tertentu tersebut. Ketentuan hukum perbankan di Indonesia tidak mengatur mengenai pembukaan rahasia bank untuk wajib pajak yang berstatus nasabah debitur sekaligus nasabah penyimpan. Akibat dari adanya kekosongan hukum ini, pemeriksa pajak seringkali terlibat konflik dengan pihak perbankan mengenai data nasabah debitur yang juga menjadi nasabah penyimpan. Pihak perbankan menentukan bahwa posisi nasabah debitur yang demikian dianggap berkedudukan sebagai nasabah penyimpan, artinya bahwa prosedur penerobosan rahasia 98
Law Review Volume XI No. 2 - November 2011
b.
c.
bank harus tetap dilalui untuk dapat dibukanya keterangan dan informasi mengenai keadaan keuangan nasabahnya. Akibatnya waktu penerobosan yang seharusnya dapat dipersingkat menjadi lebih lama karena harus menjalani prosedur pembukaan rahasia bank layaknya nasabah penyimpan. Proses Birokrasi Perizinan Yang Memakan Waktu Lama dan Berbelit-Belit Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pemeriksa pajak yang akan melakukan pembukaan rahasia bank harus mendapatkan perintah tertulis dari Gubernur Bank Indonesia berdasarkan permintaan tertulis Menteri Keuangan. Pemeriksa pajak harus menyampaikan maksudnya kepada atasannya, Kepala Kantor yang merupakan pejabat Eselon III, mengenai perlunya pembukaan rahasia bank sehubungan dengan pemeriksaan pajak, dari Kepala Kantor dilanjutkan dengan menyampaikan surat kepada Kepala Kantor Wilayah surat akan disampaikan ke Direktur Jenderal Pajak yang akan menyampaikan surat tersebut kepada Menteri Keuangan. Selain itu, proses birokrasi perizinan tersebut juga harus menempuh proses perizinan di Bank Indonesia, sehingga baru dapat sampai dan disetujui untuk mendapatkan perintah pembukaan rahasia bank. Permasalahannya akan diperparah dengan kondisi petugas pajak yang membutuhkan untuk membuka rahasia bank tersebut adalah petugas pajak yang berada di daerah. Prosedur yang harus dilalui oleh petugas pajak di daerah pasti lebih lama dibanding petugas pajak yang berada di Jakarta. Ketidakpastian Hukum Terhadap Pemberian Izin Untuk Membuka Rahasia Bank Ketidakpastian hukum terhadap pemberian izin untuk membuka rahasia bank ini terlihat dari: i. Tidak ada standar tertentu yang dapat dijadikan pedoman dalam hal pengabulan permohonan pembukaan rahasia bank. Dalam praktek, seringkali terdapat perbedaan pendapat antara 99
Agung Wibisono dan Chamelia Gunawan: Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan ...
d.
100
Bank Indonesia dengan Menteri Keuangan terkait dengan alasan pembukaan rahasia bank. Permohonan pembukaan rahasia bank tidak dikabulkan atau tidak diterima oleh Gubernur Indonesia karena tidak adanya bukti-bukti yang cukup untuk membuka rahasia bank. Sedangkan, menurut pemeriksa pajak yang mengajukan pembukaan rahasia bank tersebut, mereka telah menyampaikan bukti-bukti yang cukup. Untuk itu, untuk menjamin kepastian hukum dalam pemberian izin untuk membuka rahasia bank diperlukannya standar tertentu yang dapat dijadikan pedoman dalam hal pengabulan permohonan pembukaan rahasia bank. ii. Ketentuan rahasia bank tidak diatur secara lengkap dalam UU Perbankan Ketentuan Pasal 41 UU Perbankan tidak membantu petugas pajak dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui kondisi keuangan nasabah bank yang juga merupakan wajib pajak. Lebih lanjut, UU Perbankan tidak secara jelas mengatur apakah ketentuan rahasia bank juga berlaku terhadap mantan nasabah suatu bank. Ketakutan Bank Untuk Melakukan Pembukaan Rahasia Bank Proses pembukaan rahasia bank yang mudah untuk dibuka berpengaruh terhadap kemungkinan turunnya kuantitas dana masyarakat yang diserahkan pada bank, yang apabila hal ini dilakukan dalam jangka panjang tentu, maka akan mempengaruhi kehidupan lembaga perbankan di suatu negara. Masyarakat tertentu akan lebih memilih untuk menyimpan dananya ke negara lain yang dinilai lebih aman dan terjaga kerahasiaannya. Akibat dari kekhawatiran tersebut, seringkali pemeriksa pajak dipersulit dengan tindakan-tindakan dari perbankan yang memperlambat dan mempersulit upaya untuk mengakses data wajib pajak yang disimpan oleh bank. Salah satu contoh tindakan bank yang mempersulit pihak pemeriksa pajak adalah dengan mengulur waktu dalam memberikan data wajib pajak. Sedang dilain pihak, pemeriksa pajak terbentur dengan jangka waktu pemeriksaan yang
Law Review Volume XI No. 2 - November 2011
e.
sangat terbatas dan memerlukan waktu yang cepat dalam melakukan pembukaan rahasia bank dalam pemeriksaan pajak. Dalam hal ini, pihak bank tidak bisa pula secara sewenang-wenang untuk tidak melakukan perintah membuka rahasia bank tersebut, karena hal ini ditetapkan sanksi dalam UU Perbankan yang menentukan bahwa adanya kesengajaan untuk tidak memberikan keterangan yang dilakukan oleh anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank dapat dikenakan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 tahun dan paling lama 7 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,(empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah). Keterbatasan Untuk Melakukan Akses Data Wajib Pajak Pasal 7 ayat 2 jo. Pasal 8 PBI No. 2/ 19 /PBI/2000 menyatakan: “Pasal 7 (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh Bank dengan memberikan keterangan baik lisan maupun tertulis, memperlihatkan bukti-bukti tertulis, suratsurat, dan hasil cetak data elektronis, tentang keadaan keuangan Nasabah Penyimpan yang disebutkan dalam perintah atau izin tertulis tersebut.” Pasal 8 Bank dilarang memberikan keterangan tentang keadaan keuangan Nasabah Penyimpan selain yang disebutkan dalam perintah atau izin tertulis dari Bank Indonesia.” Adanya pembatasan terhadap informasi dan data nasabah penyimpan tersebut membuat pihak pemeriksa pajak tidak bisa melakukan pemeriksaan pajak secara menyeluruh dan komprehensif kepada wajib pajak yang melanggar.
C.
Kesimpulan Berdasarkan Pasal 35 ayat (2) UU KUP jo Pasal 41 UU Perbankan, persyaratan untuk mengajukan pembukaan rahasia bank harus berdasarkan permintaan tertulis dari Menteri Keuangan yang ditujukan kepada Pimpinan 101
Agung Wibisono dan Chamelia Gunawan: Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan ...
Bank Indonesia. Adanya permintaan tertulis dari Menteri Keuangan tersebut menjadi dasar pertimbangan dari Gubernur Bank Indonesia selaku Pimpinan Bank Indonesia untuk memberikan persetujuan dan perintah tertulis untuk membuka rahasia bank untuk kepentingan perpajakan. Hal ini dikarenakan permohonan dari Menteri Keuangan tersebut sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (1) PMK No. 201 Tahun 2007 dan PBI No. 2/19/PBI/2000 terdapat keterangan yang diminta dan alasan diperlukannya keterangan dari bank tersebut. Bank wajib memberikan data-data yang diminta oleh Direktorat Jenderal Pajak setelah adanya perintah atau persetujuan tertulis dari Gubernur Bank Indonesia. Apabila pihak Bank menolak untuk melakukan membuka rahasia bank untuk kepentingan perpajakan setelah ada perintah tertulis dari Gubernur Bank Indonesia, maka hal ini merupakan pelanggaran hukum dan dapat dikenakan sanksi sebagaimana ditegaskan Pasal 41A UU KUP. Upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk meminta data, dokumen, atau keterangan dari bank ini ternyata banyak mengalami hambatan-hambatan. Adanya keistimewaan terhadap Direktorat Jenderal Pajak untuk membuka rahasia bank untuk kepentingan perpajakan ternyata pada pelaksanaannya sering berjalan tidak lancar. Hambatan-hambatan yang sering dihadapi oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam membuka rahasia bank terkait kepentingan perpajakan, antara lain : a. Kekosongan hukum atas pembukaan rahasia bank terhadap nasabah debitur dan nasabah penyimpan; b. Proses birokrasi perizinan yang memakan waktu lama dan berbelit-belit; c. Ketidakpastian hukum terhadap pemberian izin untuk membuka rahasia bank; d. Ketakutan Pihak Bank untuk melakukan pembukaan rahasia bank, termasuk ketakutan akan pelanggaran peraturan, maupun ketakutan akan hilang atau perginya nasabah. e. Keterbatasan Direktorat Jenderal Pajak Untuk Melakukan akses data wajib pajak.
102
Law Review Volume XI No. 2 - November 2011
Daftar Pustaka Buku Campbell, Dennis Campbell. International Bank Secrecy. London: Sweet & Maxwell, 1992 Djumhana, Muhamad, Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006 Husein, Yunus. Rahasia Bank Privasi Versus Kepentingan Umum. Jakarta, Universitas Indonesia Fakultas Hukum, 2003. ____________, Rahasia Bank dan Penegakkan Hukum. Jakarta: Pustaka Juanda Tigalima, 2010 Muhammad, Abdulkadir dan Rilda Murniati. Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000 Pardiat, Pemeriksaan Pajak Edisi Kedua. Jakarta: PT. Mitra Wacana Media, 2008 Ratnawati, Endan . Dilema Ketentuan Rahasia Bank.. Sinar Harapan, Selasa 24 Januari 2006. hal. II. Karya Ilmiah berupa Makalah Sjahdeni, Sutan Remy. Kerahasiaan Bank; Berbagai Masalah di Sekitarnya. Makalah ini disajikan sebagai bahan diskusi mengenai legal isues seputar Pengaturan Rahasia Bank bertempat di Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta. Senin 13 Juni 2005. Artikel dalam Jurnal, Majalah, Surat Kabar, dan Internet Gibert, Bruno. France: Consolidation and Developing the French Advance Pricing Agreement Procedure. Dalam European Taxation, IBFD, Februari 2005 Indragayus, Slamet. Tax Planning, Tax Avoidance, dan Tax Evasion di Mata Perpajakan Indonesia.Inside Tax, September 2007. Rachmat, Rudi. Rahasia bank dan target pajak, http://els.bappenas.go.id/upload/other/Rahasia%20bank%20dan%20 target%20pajak.htm 103
Agung Wibisono dan Chamelia Gunawan: Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan ...
Tempo, Bank Swiss Tak Suci Lagi, Majalah Tempo Edisi 28 Juni-4 Juli 2010. Puspitasari, Chandra Dewi Puspitasari. Penerobosan Rahasia Bank : Upaya Penegakan Kepatuhan Pajak, http://www.scribd.com/doc/55476925/ Rahasia-Bank-Informasi Rahasia Bank Dalam Kaitannya Dengan Kejahatan Perbankan, http:// bhocet85.wordpress.com/2009/04/01/rahasia-bank-dalam-kaitannyadengan-kejahatan-perbankan/. Pengecualian Terhadap Rahasia Bank dari Nasabah Penyimpan, http:// www.citraniaga.com/index.php?option=com_content&view=art icle&id=91:pengecualian-rahasia-bank&catid=54:tanya-jawanperbankan&Itemid=41 2008, Ditjen Pajak Bidik 200 WP Besar, http://www.pajakonline.com/ engine/artikel/art.php?artid=1221 Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Undang-Undang Tentang Perbankan, UU No. 7 Tahun 1992, LN. No. 31 Tahun 1992 TLN No, 3472 Jo. UU No. 10 Tahun 1998, LN. No. 182, TLN No. 3790. ________. Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009. LN. No. 62 Tahun 2009, TLN No. 4999. Kementerian Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, Peraturan Menteri Keuangan No. 199/ PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah dengan 82/PMK.03/2011. Internal Revenue Service, Disclosure and Privacy Law, Reference Guide, Publication 4639 (10-2007) Chapter 7 Bank Secrecy Act, Money Laundering, Forfeiture.
104