PEMBERIAN PROBIOTIK Bacillus PADA MEDIA PEMELIHARAAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE AEROMONADS SEPTICEMIA
MOHAMMAD FAIZAL ULKHAQ
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemberian Probiotik Bacillus pada Media Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) untuk Pencegahan Penyakit Motile Aeromonads Septicemia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014
Mohammad Faizal Ulkhaq C151120411
RINGKASAN MOHAMMAD FAIZAL ULKHAQ. Pemberian Probiotik Bacillus pada Media Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) untuk Pencegahan Penyakit Motile Aeromonads Septicemia. Dibimbing oleh WIDANARNI dan ANGELA MARIANA LUSIASTUTI. Penyakit merupakan salah satu kendala pada budidaya ikan lele dumbo sistem intensif, diantaranya adalah Motile Aeromonads Septicaemia yang disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Usaha pengendalian untuk mengatasi penyakit ini, salah satunya dengan penggunaan antibiotika. Namun seringkali dalam penggunaannya tidak tepat dosis, sehingga menimbulkan resistensi patogen dan munculnya residu kimia pada produk perikanan. Oleh karena itu, saat ini usaha pencegahan penyakit ikan pada sistem budidaya sedang diarahkan pada penggunaan probiotik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas probiotik Bacillus dalam menghambat pertumbuhan A. hydrophila dan mencegah serangan penyakit Motile Aeromonads Septicemia pada ikan lele dumbo. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2013 sampai dengan Januari 2014 di Laboratorium Kesehatan Ikan, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu: uji in vitro (karakterisasi isolat bakteri dan pemberian penanda resisten antibiotik serta uji kultur bersama), uji Postulat Koch, dan uji in vivo. Parameter uji yang diamati selama penelitian adalah tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, total bakteri pada media pemeliharaan, total eritrosit, total leukosit, hemoglobin, hematokrit, diferensial leukosit, histopatologi dan kualitas air. Penelitian terdiri dari lima perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan, yaitu budidaya ikan lele dumbo dengan pemberian probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Bacillus P4I1 RifR + Bacillus P4I2 RifR (Kom), kontrol positif (K+) dan kontrol negatif (K-) (tanpa pemberian probiotik). Ikan lele dumbo (13.35±2.80 g) dipelihara dalam 15 akuarium (volume 40 liter) dengan kepadatan masing-masing 30 ekor tiap akuarium selama 30 hari. Pemberian probiotik (104 CFU/mL) dilakukan setiap pagi hari, sedangkan patogen A. hydrophila RifR (103 CFU/mL) ditambahkan sekali pada awal penelitian pada semua perlakuan kecuali perlakuan kontrol negatif (K-). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi terbaik dari probiotik Bacillus RifR dan gabungan keduanya untuk menghambat pertumbuhan A. hydrophila RifR secara in vitro adalah pada konsentrasi 104 CFU/mL. Tingkat kelangsungan hidup (SR) ikan lele dumbo tertinggi pada perlakuan pemberian probiotik P4I1 RifR yaitu sebesar 92.23%, diikuti oleh perlakuan Kom, K(-), P4I2 RifR, dan paling rendah K(+) sebesar 42.21%. Laju pertumbuhan tertinggi dicapai pada perlakuan pemberian probiotik P4I1 RifR yaitu sebesar 1.71±0.11%. Total bakteri Bacillus sp. dalam media pemeliharaan pada semua perlakuan probiotik (P4I1 RifR, P4I2 RifR, dan Kom) semakin meningkat sampai akhir penelitian, sedangkan total bakteri A. hydrophila dan A. hydrophila RifR dalam air semakin menurun sampai pada akhir penelitian terutama pada perlakuan pemberian probiotik P4I1 RifR. Respon imun pada parameter total eritrosit, total leukosit, hemoglobin, dan hematokrit menunjukkan bahwa perlakuan pemberian probiotik
P4I2 RifR lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya. Sedangkan parameter diferensial leukosit menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan probiotik (P4I1 RifR, P4I2 RifR, dan Kom), akan tetapi seluruh perlakuan berbeda nyata dengan kontrol. Pengamatan histopatologi menunjukkan bahwa pada perlakuan probiotik, terjadi kerusakan organ hati dan ginjal yang lebih ringan dibandingkan perlakuan kontrol positif (K+). Pemberian probiotik Bacillus P4I1 dengan dosis 104 CFU/mL efektif menekan pertumbuhan A. hydrophila dan mencegah penyakit Motile Aeromonads Septicemia dengan meningkatkan respons imun dan kelangsungan hidup serta laju pertumbuhan harian ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Kata kunci : Bacillus, Clarias gariepinus, Motile Aeromonads Septicaemia, probiotik
SUMMARY MOHAMMAD FAIZAL ULKHAQ. The Addition of Bacillus Probiotics on culture medium of African Catfish (Clarias gariepinus) to Prevent Motile Aeromonads Septicemia disease. Supervised by WIDANARNI and ANGELA MARIANA LUSIASTUTI. Disease is one constraint at intensive cultivation of African Catfish (Clarias gariepinus), such as Motile Aeromonads Septicemia caused by Aeromonas hydrophila. Control efforts have been made to overcome this disease, one of which was using of antibiotics, but often it was not in appropriate doses, giving rise to the emergence of resistance pathogens and chemical residues in fishery products. Therefore, the current prevention for fish disease which efforts at cultivation systems is being directed at the use of probiotics. The aim of this study was to test the effectiveness of a probiotic Bacillus for the prevention of Motile Aeromonads Septicemia (MAS) disease caused by A. hydrophila on African Catfish (C. gariepinus) The study was carried out at the Fish Health Laboratory, Research and Development Institute for Freshwater Aquaculture, Bogor, West Java, on October 2013-January 2014. The study consisted in three phases, there were: in vitro test (characterization and transmission of antibiotic resistant marker), co-culture, Postulat Koch, and in vivo test. The parameter were survival rate, specific growth rate, total number of bacteria in culture medium, erytrocyte, leucocyte, hemoglobin, hematocrite, differential leucocyte, histopathology, and water quality. The in vivo test, consisted of five treatment such as the addition of probiotic Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Bacillus P4I1 RifR + Bacillus P4I2 RifR (Kom), positive control (K+) and negative control (K-) (without probiotics addition). African Catfish (13.35±2.80 g) were maintained in 15 aquariums (40 liters volume) with the density of 30 fishes in each aquarium for 30 days. Probiotic bacteria (104 CFU/mL) were applied in water once a day, whereas pathogenic bacteria A. hydrophila RifR (103 CFU/mL) were added once in earlier treatment (except for the negative control). The result showed that the optimum consentration of Bacillus RifR and the combination to inhibit A. hydrophila RifR on in vitro was 104 CFU/mL. The highest survival rate in treatment P4I1 RifR (92,23%) and the lowest was positive control (K+) (42,21%). Growth rate in treatment P4I1 RifR (1.71±0.11%) was the highest than all treatment. Total number of Bacillus in culture medium at all probiotic treatment (P4I1 RifR, P4I2 RifR, and Kom) looked stable, but the number of A. hydrophila and A. hydrophila RifR in treatment P4I1 RifR has declined and showed the lowest values until the end of the study. Immune response showed of the parameters total erythrocytes, total leukocytes, hemoglobin, and hematocrite showed that P4I2 RifR treatment better than other treatments, whereas differential leukocyte parameters showed results that were not significantly different between the probiotic treatment, but all treatments were significantly different than the control treatment. Histopathology showed that damaged of liver dan kidney in probiotics treatment were not severe than positive control (K+). The addition of Bacillus P4I1 (104 CFU/mL) efective to inhibit the growth of A. hydrophila and prevent from Motile Aeromonads Septicemia disease
with increase the immunity respons, survival rate and spesific growth rate in African Catfish (Clarias gariepinus). Keywords: Bacillus, Clarias gariepinus, Motile Aeromonads Septicemia, Probiotic
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
v
PEMBERIAN PROBIOTIK Bacillus PADA MEDIA PEMELIHARAAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE AEROMONADS SEPTICEMIA
MOHAMMAD FAIZAL ULKHAQ
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
vi
Penguji luar komisi: Dr Munti Yuhana, SPi, MSi
v Judul Tesis : Pemberian Probiotik Bacillus pada Media Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) untuk Pencegahan Penyakit Motile Aeromonads Septicemia. Nama : Mohammad Faizal Ulkhaq NIM : C151120411
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Widanarni, MSi Ketua
Dr drh Angela Mariana L, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Widanarni, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 22 Juli 2014
Tanggal Lulus:
vi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah kesehatan ikan, dengan judul Pemberian Probiotik Bacillus pada Media Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) untuk Pencegahan Penyakit Motile Aeromonads Septicemia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Widanarni, MSi dan Dr drh Angela Mariana Lusiastuti, MSi selaku pembimbing serta Dr Munti Yuhana, SPi, MSi dan Dr Ir Mia Setiawati, MSi selaku dosen penguji luar komisi. Penghargaan penulis ditujukan kepada Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, yang telah memberikan izin pelaksanaan penelitian, beserta seluruh staf peneliti dan teknisi Laboratorium Kesehatan Ikan (Ibu Tuti Sumiati, Ibu Desi Sugiani, Ibu Uni Purwaningsih, Bapak Ahmad Wahyudi, Bapak Mikdarullah, Bapak Bambang dan Bapak Edi), yang telah membantu selama penelitian ini berjalan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Moch. Choirul Anam, ibunda Ernawati MA, kakanda Erlina Dewi Indahyani, SE dan Hariyanto, keponakan Axell Eriansyah serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman AKU 2012, AKU 2011 (Mbak Dewi), AKU 2013 (Hilma dan Putri), bapak dan ibu kos Bata Merah berserta seluruh penghuninya: Ade Dea, Teteh Wida, Mbak Dewi yang telah memberikan motivasi dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya dengan lancar. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014 Mohammad Faizal Ulkhaq
v
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
2 2 3 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Bacillus Bakteri A. hydrophila Penyakit Motile Aeromonads Septicemia (MAS)
4 4 5 6
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Prosedur Penelitian Uji In vitro Uji Kultur Bersama Uji Postulat Koch Uji In vivo Parameter yang Diukur Prosedur Analisis Data
6 6 6 7 7 8 9 9 11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji In vitro Uji Kultur Bersama Uji Postulat Koch Uji In vivo
12 12 14 15 16
5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
31 31 31
DAFTAR PUSTAKA
31
LAMPIRAN
40
RIWAYAT HIDUP
42
vi
DAFTAR TABEL 1 Kombinasi perlakuan uji penghambatan bakteri probiotik terhadap A. hydrophila secara in vitro 2 Kombinasi perlakuan uji probiotik Bacillus secara in vivo pada media pemeliharaan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) 3 Hasil karakterisasi isolat bakteri patogen A. hydrophila dan probiotik Bacillus berdasarkan morfologi koloni dan sifat biokimia 4 Penghambatan bakteri probiotik Bacillus terhadap A. hydrophila secara in vitro 5 Kematian ikan lele dumbo pasca infeksi A. hydrophila pada uji Postulat Koch 6 Kisaran nilai kualitas air media pemeliharaan ikan lele dumbo
8 9 12 14 15 30
DAFTAR GAMBAR 1 Zona hambat yang terbentuk terhadap antibiotik rifampisin 2 Bakteri A. hydrophila pada media RS hasil uji Postulat Koch I. 3 Kelangsungan hidup ikan lele dumbo (C. gariepinus) pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol 4 Laju pertumbuhan ikan lele dumbo (C. gariepinus) pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol 5 Kelimpahan bakteri pada media pemeliharaan ikan lele dumbo pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol 6 Total eritrosit darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol 7 Total leukosit darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol 8 Kadar hemoglobin darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol 9 Kadar hematokrit darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol 10 Persentase monosit darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol 11 Persentase limfosit darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol
13 16
17
18
19
20
22
23
24
25
26
v
DAFTAR GAMBAR (lanjutan) 12 Persentase neutrofil darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol 13 Histopatologi hati dan ginjal ikan lele dumbo pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol (400x, HE)
27
29
DAFTAR LAMPIRAN 1 Penghitungan total eritrosit (Blaxhall dan Daisley 1973) 2 Penghitungan total leukosit (Blaxhall dan Daisley 1973) 3 Pengukuran kadar hemoglobin (Collier 1944) 4 Pengukuran kadar hematokrit (Anderson dan Siwicki 1993) 5 Penghitungan diferensial leukosit (Blaxhall dan Daisley 1973) 6 Pembuatan preparat histopatologi (Hossain et al. 2007)
40 40 40 40 40 41
2
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi budidaya ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Menurut data Statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tahun 2007 produksi nasional lele dumbo sebesar 91.735 ton meningkat menjadi 114.370 ton pada tahun 2008 dan 144.755 ton pada tahun 2009. Tahun 2010 meningkat kembali menjadi 242.811 ton dan pada tahun 2011 terus meningkat sampai 337.577 ton. Persentase kenaikan produksi ikan lele mulai tahun 2007-2011 sebesar 39.50% (KKP 2013). Hal ini menunjukkan bahwa ikan lele dumbo merupakan salah satu komoditas yang dapat dibudidayakan dengan intensif karena permintaan pasar yang tinggi. Salah satu kendala pada budidaya sistem intensif dengan padat tebar tinggi adalah penyakit. Kejadian penyakit pada budidaya ikan dapat menyebabkan kematian mulai dari ikan ukuran benih sampai ukuran konsumsi serta menimbulkan kerugian ekonomi yang besar. Penyakit yang banyak menyerang ikan lele dumbo antara lain penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri, salah satunya adalah Aeromonas hydrophila (Asniatih et al. 2011). Bakteri A. hydrophila merupakan penyebab penyakit Motile Aeromonads Septicemia (MAS) yang sering menyerang ikan lele (Clarias sp.) dan jenis ikan air tawar tropis lainnya yaitu ikan dari famili Siluridae, Ictaluridae, Clariidae, serta Cyprinidae. Tingkat kematian pada ikan lele dapat mencapai 80%, bahkan 100% dalam waktu sekitar satu minggu. Penyebaran penyakit ini sangat luas dan cepat sejalan dengan meluasnya usaha budidaya dan jaringan penyebaran benih dan ikan konsumsi, baik ikan segar maupun ikan hidup (Dini dan Purbomartono 2009). Selain itu, perubahan kondisi lingkungan termasuk kepadatan tinggi, rendahnya oksigen terlarut, pemberian pakan atau pupuk yang berlebih, serta terjadinya blooming alga dan upwelling sering kali dihubungkan dengan terjangkitnya penyakit ini (Angka 2005). Penyakit MAS mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1980, dimana bakteri ini menyebabkan wabah penyakit pada ikan mas di Jawa Barat dan mengakibatkan kematian sebanyak 82,2 ton. Kejadian serupa juga terjadi pada tahun yang sama dan dikenal dengan penyakit `Ulcerative disease` atau penyakit merah yang mengakibatkan kematian sekitar 173 ton ikan mas, termasuk didalamnya 30% ikan-ikan kecil/benih dan mengakibatkan kerugian sekitar Rp. 126 juta (Angka 2005). Janda dan Abbott (2010) melaporkan kejadian penyakit MAS yang mengakibatkan kematian 820 ton ikan mas dengan nilai kerugian mencapai 37,5 juta dolar. Data Dinas Peternakan dan Perikanan Wilayah Banyumas menyebutkan setidaknya sekitar 19.900 ekor ikan lele dumbo dari total 72.000 ekor ikan air tawar pada tahun 2003, dan 13.100 ekor gurami dari total 43.000 ekor ikan air tawar pada tahun 2004 yang terserang A. hydrophila (Dini dan Purbomartono 2009). Penyakit ini dapat menimbulkan kematian ikan yang tinggi dalam waktu singkat dan menyebar ke daerah lain. Penyakit yang disebabkan oleh A. hydrophila ditandai dengan adanya hemoragi pada permukaan kulit dan insang, pembengkakan abdomen, ulcerasi kulit dan nekrosis jaringan (Prakoso 2012).
3 Upaya pengendalian penyakit MAS pada budidaya ikan, sampai saat ini masih menggunakan antibiotik. Antibiotik yang sering digunakan antara lain kloramfenikol dan oksitetrasiklin dengan dosis sebanyak 5-7 gram/100 kg pakan (Igbinosa et al. 2012). Penggunaan bahan antibiotik yang tidak tepat telah diketahui dapat menimbulkan masalah serius berupa resistensi pada bakteri patogen (Balcazar et al. 2006). Selain itu, penggunaan antibiotik ini juga dapat mencemari lingkungan perairan, dan berdampak pada kesehatan manusia dengan adanya residu kimia dari antibiotik pada produk perikanan yang dikonsumsi (Flores 2011). Salah satu alternatif yang dapat dipilih untuk pencegahan penyakit ini adalah dengan aplikasi probiotik. Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk memodifikasi komposisi bakteri dalam saluran pencernaan, air dan sedimen serta dapat digunakan sebagai agen biokontrol (Flores 2011). Salah satu jenis mikroorganisme yang banyak dimanfaatkan sebagai probiotik dalam akuakultur adalah genus Bacillus (Hong et al. 2004). Sorukulova et al. (2007) menyatakan bahwa probiotik dari golongan Bacillus telah banyak diaplikasikan untuk kepentingan bioteknologi termasuk jenis enzim dan asam amino yang dihasilkan serta produksi antibiotik untuk pengendalian patogen. Aktivitas penghambatan Bacillus terhadap pertumbuhan A. hydrophila dikarenakan bakteri ini menghasilkan produk ekstraseluler, antara lain esterase lipase, leucine arylamidase, acid phosphatase, lipase, Naphthol-AS-BI-phospholidase, subtilin, coagulin, surfactin, iturins dan bacilysin (Murilio dan Villamil 2011, Hong et al. 2004). Hasil penelitian Ravi et al. (2007) menyebutkan bahwa probiotik dari jenis Paenibacillus spp., Bacillus cereus dan P. polymyxa yang diaplikasikan pada media pemeliharaan dapat menghambat pertumbuhan Vibrio pada larva udang windu (Penaeus monodon). Hasil penelitian lain juga menyebutkan bahwa empat strain Bacillus yang diisolasi dari saluran pencernaan udang putih sehat dan diaplikasikan melalui media pemeliharaan dengan konsentrasi 105 CFU/mL dapat meningkatkan kesehatan larva udang putih (Litopenaeus vannamei) (LuisVillasenor et al. 2011). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diharapkan dengan pemberian probiotik Bacillus pada media pemeliharaan ikan lele dumbo (C. gariepinus) dapat menekan pertumbuhan A. hydrophila. Perumusan Masalah Bakteri A. hydrophila termasuk bakteri patogen oportunistik dan merupakan flora normal dalam perairan. Al-Harbi dan Uddin (2010) menyatakan bahwa A. hydrophila terdapat pada kolam budidaya ikan lele dumbo dengan persentase sebesar 25% dari total bakteri dalam media pemeliharaan. Bakteri oportunistik berperan sebagai biofilter alami dalam proses perombakan bahan organik dalam air serta tidak membahayakan organisme budidaya jika kondisi lingkungan budidaya dalam kisaran normal (Ibrahem et al. 2008). Akan tetapi bila kondisi lingkungan budidaya dalam keadaan buruk, seperti adanya fluktuasi suhu yang terlalu tinggi, atau meningkatnya kadar bahan organik dalam perairan, menyebabkan stres ikan meningkat dan sistem imun ikan menurun, akibatnya ikan akan mudah terserang penyakit. Kontrol jumlah bakteri dalam lingkungan perairan diperlukan untuk menekan jumlah bakteri dalam perairan, terutama yang bersifat patogen. Hal ini
4 diperlukan untuk menjaga agar lingkungan perairan selalu berada dalam kondisi optimal untuk kegiatan budidaya. Salah satu cara untuk mengontrol jenis bakteri dalam perairan yaitu dengan menggunakan probiotik sebagaimana konsep probiotik sebagai agen biokontrol lingkungan (Cruz et al. 2012). Penggunaan probiotik sebagai biokontrol ini diharapkan dapat menurunkan jumlah bakteri patogen dalam perairan terutama A. hydrophila, sehingga kondisi perairan berada dalam kondisi optimal bagi kepentingan budidaya. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menguji efektivitas probiotik Bacillus pada media pemeliharaan ikan lele dumbo (C. gariepinus) dalam menghambat pertumbuhan A. hydrophila dan mencegah serangan penyakit Motile Aeromonads Septicemia. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan pada budidaya ikan lele dumbo untuk menekan pertumbuhan A. hydrophila dan menjadi alternatif pemecahan masalah penyakit Motile Aeromonads Septicemia pada budidaya ikan lele dumbo secara aman dan ramah lingkungan.
2 TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Bacillus Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah yang cukup bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan inang (Fyzul et al. 2013). Peningkatan kesehatan inang melalui probiotik dapat dicapai dengan salah satu atau gabungan dari mekanisme berikut: kompetisi dengan bakteri patogen (Zhou et al. 2010), peningkatan penyerapan nutrien dalam pakan (Ayoola et al. 2013), perombakan bahan organik dalam air (Jha 2011), dan peningkatan respons imun terhadap patogen (Khalil et al. 2011, Reneshwary et al. 2011). Mikroorganisme hidup yang dimaksudkan berasal dari golongan bakteri (Gram-positif dan Gram-negatif), bakteriofag, mikroalga, ragi (yeast), dan cendawan (Flores 2011). Salah satu jenis bakteri yang banyak dimanfaatkan sebagai probiotik yaitu dari genus Bacillus. Bacillus termasuk dalam golongan bakteri Gram positif, berbentuk batang, dan dapat diisolasi dari tanah, air maupun makanan (Slepecky dan Hemphill 2006). Lebih lanjut Sorukulova et al. (2007) menyatakan bahwa probiotik dari golongan Bacillus telah banyak diaplikasikan untuk kepentingan bioteknologi termasuk jenis enzim dan asam amino yang dihasilkan serta produksi antibiotik untuk pengendalian patogen. Spesies Bacillus yang digunakan sebagai probiotik antara lain: Bacillus subtilis, B. licheniformis, B. clausii, B. coagulans, B. cereus, B. pumilus, dan B. laterosporus. Selain itu, pertimbangan lain yang mendasari pemanfaatan Bacillus sebagai probiotik yaitu kemampuan bakteri ini dalam menghasilkan spora yang sangat tahan pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Selain itu, Bacillus juga diketahui dapat menghasilkan produk ekstraseluler yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
5 patogen tertentu (Murillo dan Villamil 2011). Jenis produk ekstraseluler yang dihasilkan oleh Bacillus antara lain: subtilin, coagulin, protease-resistant isocoumarin, aminocoumacin, dan polyfermenticum (Hong et al. 2004). Aplikasi probiotik dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain melalui pencampuran pakan dan diaplikasikan langsung dalam kolam budidaya (Tuan et al. 2013). Probiotik yang dicampurkan dalam pakan dapat merangsang sistem imun dalam saluran pencernaan dan keseimbangan mikroba saluran pencernaan (Nayak 2010). Sedangkan aplikasi probiotik secara langsung dalam media pemeliharaan menghasilkan efek yang lebih cepat dibandingkan metode pemberian lain, meskipun kandungan bakteri probiotik didalamnya lebih sedikit (Sahu et al. 2008). Hasil penelitian menyebutkan bahwa empat strain Bacillus yang diisolasi dari saluran pencernaan udang putih sehat yang diaplikasikan melalui media pemeliharaan pada konsentrasi 105 CFU/mL/hari dapat meningkatkan kesehatan larva udang putih (Litopenaeus vannamei) (LuisVillasenor et al. 2011). Penggunaan Bacillus coagulans SC8168 pada media pemeliharaan juga dapat meningkatkan kelangsungan hidup, aktivitas enzim pencernaan dan memperbaiki kualitas air pada hatchery larva udang vannamei (Penaeus vannamei) (Zhou et al. 2008) Bakteri A. hydrophila Bakteri A. hydrophila merupakan bakteri anaerobik fakultatif dari famili Aeromonadaceae, bergerak dengan flagela, serta tidak membentuk spora (Erdem et al. 2011). Koloni A. hydrophila berbentuk bulat, elevasi cembung, tepian rata, berwarna kuning pada media Rhimler-Shotts (Shotts dan Rimler 1973), putih pada media Blood Agar serta hijau kebiruan pada media Istrati-Meitert (Chirila et al. 2008). Pengamatan secara mikroskopis menunjukkan bahwa bakteri A. hydrophila berbentuk batang pendek, Gram negatif, serta tidak memiliki kapsul (Chandrakanthi et al. 2000). Hasil uji karakteristik biokimia A. hydrophila yaitu : indole (+), MR (-), VP (+), citrate (+), katalase (+), urea (-), oksidase (+), hidrolisis gelatin (+), pemanfaatan karbohidrat dari laktosa (+), glucosa (+), trehalosa (+) (Jayavignesh et al. 2011). Genus Aeromonas merupakan bakteri oportunistik yang dapat diisolasi dari lingkungan perairan, termasuk air tanah, air permukaan, air minum dan air limbah. Selain itu, bakteri ini juga dapat ditemukan dalam makanan, keju dan susu (Sharma et al. 2009). Janda dan Abbot (2010) telah berhasil mengidentifikasi 21 spesies dari genus Aeromonas, akan tetapi spesies yang diketahui sebagai patogen pada ikan yaitu A. salmonicida, A. hydrophila, A. formicans dan A. liquefaciens (Abdel-Raouf dan Ibraheem 2008). Aberoum dan Jooyandeh (2010) mengemukakan bahwa Aeromonas mensekresikan beberapa jenis produk ekstraseluler, antara lain: amilase, chitinase, elastase, aerolysin, nuclease, gelatinase, lecithinase, lipase dan protease. Produk ekstraseluler tersebut yang menyebabkan A. hydrophila dikenal sebagai patogen pada ikan. Lebih lanjut Yousr et al. (2007) telah berhasil mendeteksi adanya gen penyandi aerolysin dan hemolisin yang dihasilkan oleh Aeromonas spp. Hasil penelitian selanjutnya oleh Niamah (2012) juga berhasil mendeteksi gen Aero dalam sel A. hydrophila dengan berat molekul 424 bp.
6 Penyakit Motile Aeromonads Septicemia (MAS) Penyakit Motile Aeromonads Septicemia (MAS) disebabkan oleh bakteri A. hydrophila dan dapat menginfeksi ikan melalui luka akibat gesekan antar ikan dan saluran pencernaan bersamaan dengan pakan yang dikonsumsi (Ventura dan Grizzle 1987). Ikan yang terserang menunjukkan gejala klinis yaitu: ikan lemas, nafsu makan menurun, berenang di permukaan, hiperplasia insang, ginjal dan hati mengalami hemoragi dan infiltrasi limfosit (Yardimci dan Aydin 2011). Prakoso (2012) menambahkan tanda-tanda ikan yang terserang MAS yaitu: hemoragi pada permukaan kulit dan insang, abdomen yang membengkak, ulcerasi kulit dan nekrosis pada jaringan. Ikan yang mati menampakkan gejala klinis seperti lesi kecil di permukaan tubuh, hemoragi fokal, hemoragi organ, tukak kulit dalam, exophthalmia dan abses di rongga perut (Thune et al. 1983). Penyakit MAS pada ikan menjadi wabah terutama di Asia Tenggara sejak tahun 1980, terjadi di Jawa Barat yang menyebabkan kematian 82,2 ton ikan dalam waktu 1 bulan. Tahun 1981 menyebar ke Malaysia dan Thailand, kemudian Filipina (1985), Sri Langka (1987), Bangladesh, India dan Nepal (1988) (Angka 2005). Faktor lingkungan yang mempengaruhi penyebaran penyakit MAS antara lain, salinitas, tingkat pencemaran perairan, pH dan kekeruhan (Hazen et al. 1978). Ikan lele yang terserang penyakit MAS menunjukkan gejala klinis eksternal berupa bercak merah pada kepala dan mata mengalami exophthalmia. Sedangkan gejala internal yang tampak yaitu hati membengkak dan memucat, serta ginjal mengalami peradangan (Asniatih et al. 2013). Secara histopatologis, ikan lele yang terserang MAS menunjukkan kerusakan berupa nekrosis dan hipertropi pada kulit, hiperplasia dan infiltrasi leukosit pada lamela insang, degenerasi dan peradangan pada ginjal dan hati, degenerasi dan pembengkakan pada otot daging serta hiperplasia pada limpa (Laith dan Najiah 2013).
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan selama empat bulan mulai bulan Oktober 2013 sampai dengan Januari 2014 di Laboratorium Kesehatan Ikan, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bogor, Jawa Barat. Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri atas 3 tahap yaitu, Uji In vitro yang terdiri dari karakterisasi isolat bakteri dan pemberian penanda resisten antibiotik serta uji kultur bersama; uji Postulat Koch; dan uji In vivo.
7 Uji In vitro Karakterisasi Isolat Bakteri dan Pemberian Penanda Resisten Antibiotik Isolat probiotik yang digunakan merupakan kelompok bakteri Bacillus yang terdiri dari probiotik Bacillus P4I1 yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan Bacillus P4I2 yang diisolasi dari lingkungan budidaya ikan lele (Clarias sp.), sedangkan patogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah A. hydrophila AH26. Seluruh isolat bakteri merupakan koleksi dari Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bogor. Isolat bakteri dikarakterisasi berdasarkan morfologi, sifat fisiologi dan biokimia, serta diberi penanda resisten rifampisin (RifR) dengan dosis 100 µg/mL. Sebelumnya masing-masing isolat bakteri dikultur pada media Trypticase Soy Broth (TSB) sebanyak 25 mL di dalam water bath shaker, 160 rpm selama 24 jam pada 29 oC. Kultur sel dipanen dan disentrifugasi pada 5000 rpm selama 15 menit. Setelah itu, suspensi bakteri dicuci sebanyak dua kali dengan phosfat buffer saline (PBS; NaCl 0.8 g, KH2PO4 0.2 g, Na2HPO4 1.5 g, KCl 0.2 g dan akuades 1000 mL). Pengenceran berseri disesuaikan dengan dosis percobaan. Total Plate Count (TPC) bakteri ditentukan dengan metode cawan sebar (Madigan et al. 2011). Pemberian penanda resisten antibiotik pada isolat bakteri digunakan untuk mengetahui keberadaan bakteri tersebut pada lingkungan pemeliharaan sehingga keberadaannya dapat dimonitor (Widanarni et al. 2004). Pemberian penanda resisten rifampisin (RifR) dilakukan melalui mutasi spontan dengan menumbuhkan kurang lebih 108 CFU/mL isolat bakteri tipe liar sensitif rifampisin pada media Trypticase Soy Agar (TSA) yang mengandung rifampisin 100 μg/mL (TSA+Rif). Uji Kultur Bersama Uji kultur bersama dilakukan untuk mengetahui potensi bakteri probiotik Bacillus P4I1, Bacillus P4I2 dan gabungannya (Bacillus P4I1 + Bacillus P4I2) dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen A. hydrophila. Kombinasi perlakuan pada uji kultur bersama secara in vitro dapat dilihat pada Tabel 1. Setiap kombinasi bakteri pada perlakuan A, B, C dan D diinokulasikan pada media TSB yang berbeda (Bernard et al. 2013) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28 °C. Penghitungan bakteri dilakukan dengan metode hitungan cawan (Madigan et al. 2011). Media yang digunakan berupa media Rhimler Shotts medium (media R-S) yang merupakan media selektif untuk A. hydrophila. Perlakuan E diinokulasikan pada media TSA menggunakan metode dual culture untuk mengetahui aktivitas gabungan antar bakteri probiotik bersifat antagonis atau sinergis (Kalaiselvi dan Panneerselvam 2011).
8 Tabel 1 Kombinasi perlakuan uji penghambatan bakteri probiotik terhadap A. hydrophila secara in vitro Perlakuan
A
B
C D E a
Probiotik Bacillus (CFU/mL) P4I1 RifR P4I2 RifR 3 10 104 5 10 106 103 104 105 106 103 103 4 10 104 105 105 106 106 104 104
A. hydrophila RifR (CFU/mL)a
103
103
103 103 -
Sumber: Al Harbi dan Uddin (2010)
Uji Postulat Koch Uji Postulat Koch dilakukan untuk mengetahui sifat patogen dari isolat bakteri (Madigan et al. 2011) dalam hal ini adalah isolat A. hydrophila pada ikan lele dumbo. Isolat A. hydrophila yang digunakan adalah isolat berpenanda resisten rifampisin (tipe mutan) dan isolat liar (wild type). Uji ini dilakukan dengan proses pasase yang diawali dengan mengkultur A. hydrophila pada media TSA+Rif untuk tipe mutan dan media TSA untuk wild type dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28 °C, kemudian masing-masing isolat bakteri dipindahkan pada media TSB dan diinkubasi kembali selama 24 jam pada suhu 28 °C. Selanjutnya suspensi sel bakteri dilakukan pengenceran serial menggunakan larutan PBS sampai diperoleh konsentrasi bakteri yang diinginkan yaitu 106 CFU/mL. Kemudian, isolat A. hydrophila tersebut diinjeksikan ke masing-masing ikan uji dengan volume 0.1 mL. Ikan uji yang digunakan adalah ikan lele dumbo berukuran 8-10 cm dengan berat 15-20 gram yang ditebar pada tiga akuarium berukuran 60x70x40 cm3 berisi 40 liter air dengan padat tebar masing-masing 10 ekor untuk setiap perlakuan. Perlakuan yang diberikan yaitu penyuntikan A. hydrophila tipe liar (wild type), penyuntikan A. hydrophila tipe mutan dan kontrol (penyuntikan dengan PBS). Selama pengujian berlangsung, ikan diberi pakan pelet komersial dengan kandungan protein 36% setiap pagi dan sore hari secara at satiation. Pengamatan gejala klinis dilakukan setelah penginfeksian ikan dengan A. hydrophila dan dicatat tingkat kelangsungan hidup ikan serta selang waktu kematian pascainfeksi. Gejala klinis yang diamati yaitu adanya bercak merah dan luka pada permukaan tubuh (Angka 2005). Ikan yang telah menunjukkan gejala
9 klinis diambil untuk diisolasi bakterinya dengan menggoreskan pada media TSA dan RS yang mengandung antibiotik untuk tipe mutan dan media TSA dan RS untuk wild type dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28 °C. Goresan berasal dari luka, hati dan ginjal. Koloni bakteri yang tumbuh diidentifikasi berdasarkan morfologi koloni, karakteristik biokimia dan sifat Gram untuk memastikan bahwa bakteri yang menginfeksi ikan uji adalah A. hydrophila. Proses pasase diulang dua kali untuk meningkatkan patogenitas isolat A. hydrophila. Uji In vivo Desain penelitian Uji in vivo merupakan uji probiotik Bacillus pada media pemeliharaan untuk menekan jumlah A. hydrophila. Ikan uji yang digunakan adalah ikan lele dumbo dengan panjang 12.69±0.9 cm dan berat 13.35±2.8 gram. Percobaan dilakukan pada akuarium berukuran 60x70x40 cm3 dengan volume air 40 liter dan kepadatan 30 ekor per akuarium. Pemberian probiotik pada media pemeliharaan dengan dosis 104 CFU/mL (berdasarkan hasil uji kultur bersama), dilakukan setiap hari pada pagi hari selama 30 hari. Probiotik yang ditambahkan pada perlakuan P4I1 RifR dan P4I2 RifR sebanyak 4 mL, sedangkan pada perlakuan Kom ditambahkan sebanyak 2 mL untuk masing-masing jenis probiotik (P4I1 RifR dan P4I2 RifR). Bakteri patogen A. hydrophila RifR diberikan pada media pemeliharaan dengan dosis 103 CFU/mL (Al Harbi dan Uddin 2010) sebanyak satu kali pemberian pada awal pemeliharaan (H0). Pakan berupa pelet komersial dengan kadar protein 36% diberikan secara at satiation setiap pagi dan sore hari. Selama masa pemeliharaan (30 hari), akuarium tidak disipon dan tidak dilakukan pergantian air. Pengujian dilakukan sebanyak lima perlakuan dan tiga kali ulangan (Tabel 2). Tabel 2 Kombinasi perlakuan uji probiotik Bacillus secara in vivo pada media pemeliharaan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) Perlakuan P4I1 P4I2 Kom K+ K-
A. hydrophila RifR (CFU/mL)
Probiotik (CFU/mL) P4I1 RifR 104 104 -
P4I2 RifR 104 104 -
103 103 103 103 -
Parameter yang Diukur Parameter yang diukur dalam penelitian ini meliputi tingkat kelangsungan hidup (Survival rate), laju pertumbuhan harian (Specific growth rate), total bakteri dalam media pemeliharaan, gambaran darah, histopatologi, dan kualitas air.
10 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup/survival rate (SR) dihitung mulai awal sampai akhir penelitian berdasarkan Effendi (2002) yaitu: Nt SR 100% No Keterangan : SR = Tingkat kelangsungan hidup (%) Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir pengamatan (ekor) No = Jumlah ikan yang hidup pada awal pengamatan (ekor) Laju Pertumbuhan Harian Laju pertumbuhan harian/specific growth rate (SGR) dihitung mulai awal sampai akhir penelitian berdasarkan Effendi (2002) yaitu: ln Wt - ln Wo SGR x100 t Keterangan : SGR = Laju pertumbuhan harian (%) ln Wt = Log natural bobot ikan pada akhir pengamatan (gram) ln Wo = Log natural bobot ikan pada awal pengamatan (gram) t = Lama waktu pengamatan (hari) Total bakteri dalam Media Pemeliharaan Total bakteri dalam media pemeliharaan dihitung menggunakan metode Total Plate Count (TPC) (Al Harbi dan Uddin 2010) yang dilakukan setiap minggu pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28. Media yang digunakan adalah media TSA untuk menghitung Total Viable Bacterial Count (TBC), R-S untuk menghitung total bakteri A. hydrophila, dan TSA+Rif untuk menghitung total bakteri A. hydrophila dan probiotik Bacillus RifR. Gambaran Darah Pengukuran gambaran darah dilakukan setiap minggu pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28. Sampel darah diambil dari 2 ekor ikan pada masing-masing perlakuan. Gambaran darah yang diamati yaitu: Hematokrit (He) Hematokrit diperiksa menurut Anderson dan Siwicki (1993) menggunakan tabung mikro hematokrit kemudian dihitung dengan persamaan: a He 100% b Keterangan: a: bagian darah yang mengendap b: bagian seluruh darah dalam tabung mikrohematokrit Kadar Hemoglobin (Hb) Kadar hemoglobin diukur menurut metode Sahli (Collier 1944) dengan menggunakan tabung Sahlinometer. Kadar hemoglobin dinyatakan dalam g% yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 mL darah.
11
Total Eritrosit Jumlah eritrosit dihitung berdasarkan Blaxhall dan Daisley (1973) dan dimasukkan kedalam rumus : A 1 Jumlah eritrosit fp N V Keterangan: A = Jumlah sel eritrosit terhitung N = Jumlah kotak hemositometer yang diamati V = Volume kotak hemositometer yang diamati Fp = Faktor pengenceran Total Leukosit Total leukosit dihitung dengan metode Blaxhall dan Daisley (1973) dan dimasukkan kedalam rumus: A 1 Jumlah leukosit fp N V Keterangan: A = Jumlah sel leukosit terhitung N = Jumlah kotak hemositometer yang diamati V = Volume kotak hemositometer yang diamati Fp = Faktor pengenceran Diferensial Leukosit Pengamatan diferensial leukosit menggunakan metode Blaxhall dan Daisley (1973) dengan mengamati preparat ulas darah yang diwarnai dengan pewarna Giemsa di bawah mikroskop. Pengamatan dan penghitungan masingmasing jenis sel (monosit, limfosit dan neutrofil) dilakukan hingga jumlah semua jenis sel mencapai 100, dan hasilnya dinyatakan dalam % . Histopatologi Pengamatan histopatologi dilakukan dengan mengambil satu ekor ikan dari masing-masing perlakuan untuk dibuat preparat histopatologi dari organ hati dan ginjal ikan berdasarkan metode yang dijelaskan oleh Hossain et al. (2007). Hasil histopatologi dianalisis secara deskriptif berdasarkan jumlah kerusakan pada organ ikan pada beberapa bagian organ. Jika jumlah kerusakan organ hanya di satu bagian (fokal), di beberapa tempat (multifokal), dan di semua tempat (difus), maka diberi tanda masing-masing +, ++, +++ (Adinata et al. 2012) Kualitas Air Parameter kualitas air yang diamati pada penelitian ini adalah oksigen terlarut, pH, suhu, dan amonia yang diukur pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28. Prosedur Analisis Data Analisis data dilakukan dengan dua metode yaitu analisis statistik pada selang kepercayaan 95% (alpha=0.05) dan analisis deskriptif. Untuk analisis statistik, rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
12 dengan satu faktor dengan menggunakan statistical software IBM SPSS statistics version 16.0. Apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Analisis statistik digunakan untuk analisis data tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik dan gambaran darah ikan. Sedangkan analisis deskriptif digunakan untuk data total bakteri pada media pemeliharaan, histopatologi dan kualitas air.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji In vitro Karakterisasi Isolat Bakteri Karakterisasi bakteri merupakan tahap yang penting untuk memastikan isolat bakteri yang digunakan merupakan isolat bakteri yang diinginkan. Karakterisasi bakteri dapat dilakukan dengan mengamati morfologi koloni dan sifat biokimia bakteri, menggunakan testkit, ataupun secara molekuler (Suryani et al. 2010). Hasil karakterisasi bakteri patogen dan probiotik berdasarkan sifat morfologi dan biokimia (Tabel 3) menunjukkan bahwa isolat bakteri yang digunakan merupakan isolat patogen A. hydrophila (SNI 7309: 2009) dan probiotik Bacillus (P4I1 dan P4I2) (Cowan 1974). Tabel 3 Hasil karakterisasi isolat bakteri patogen A. hydrophila dan probiotik Bacillus berdasarkan morfologi koloni dan sifat biokimia Morfologi Koloni dan Sifat Biokimia Media TSA
Warna
Elevasi
Tepian
Motil
Katalase
Oksidase
Krem
Cembung
Halus
+
+
+
Bentuk Sel
Gram
Batang pendek
Negatif (-)
Jenis Bakteri
A. hydrophila
RS
Kuning
Cembung
Halus
+
+
+
Batang pendek
Negatif (-)
TSA
Putih
Cembung
Halus
+
+
-
Batang
Positif (+)
Bacillus (P4I1)
TSA
Putih
Cembung
Halus
+
+
-
Batang
Positif (+)
Bacillus (P4I2)
Pemberian Penanda Resistensi Antibiotik Pemberian penanda resisten antibiotik pada isolat bakteri digunakan untuk memantau keberadaan bakteri tersebut pada lingkungan pemeliharaan (Widanarni et al. 2004; Bolstridge et al. 2009). Antibiotik yang digunakan adalah rifampisin 100μg/mL. Sebelumnya dilakukan pengukuran zona hambat menggunakan disk rifampisin 5μg untuk mengetahui sensitivitas masing-masing isolat bakteri terhadap antibiotik rifampisin. Hasil pengukuran zona hambat (Gambar 1) menunjukkan bahwa seluruh isolat bakteri yang digunakan (patogen dan probiotik) sensitif terhadap antibiotik rifampisin dengan diameter zona hambat sebesar 27 mm (A. hydrophila), 25 mm (probiotik Bacillus P4I1) dan 22 mm
13 (probiotik Bacillus P4I2) (NCCLS 2002). Hasil penelitian Costa dan Cyrino (2006) menyebutkan bahwa bakteri A. hydrophila sensitif terhadap antibiotik chloramphenicol, gentamicin, kanamycin, nitrofurantoin, norfloxacin, rifampicin, streptomycin, trimetoprim+sulphamethoxazole. Sedangkan bakteri Bacillus sensitif terhadap antibiotik chlorampenicol, novobiocin, rifampicin, tetrasiklin, dan neomycin (Hong et al. 2004).
A
B
B
C
C
A Gambar 1 Zona hambat yang terbentuk terhadap antibiotik rifampisin (A. A. hydrophila, B. Bacillus P4I1,C. Bacillus P4I2)
Resistensi antibiotik merupakan sifat bakteri yang menunjukkan kebal atau tahan terhadap antibiotik tertentu (Byarugaba 2010). Resistensi antibiotik dapat terjadi melalui dua proses yaitu resistensi yang terjadi karena mutasi spontan dalam kromosom serta resistensi yang dikarenakan perpindahan plasmid. Resistensi pada kromosom bersifat lebih stabil dan tidak dapat dipindahkan secara horisontal pada bakteri lain, sedangkan resistensi plasmid bersifat tidak stabil/mudah hilang serta mudah ditransfer pada bakteri lain yang belum memiliki gen tersebut (Cruz et al. 2012). Mekanisme resistensi terhadap rifampisin terjadi karena bakteri mengubah struktur sub unit β-RNA polimerase yang dikode oleh gen rpo B sehingga merusak dan mematikan situs tersebut (Montoya et al. 2007). Bockstael dan Aerschot (2009) menambahkan bahwa sejumlah mekanisme terjadi saat bakteri mengembangkan sifat resistensinya terhadap rifampisin yang akhirnya dapat memodifikasi gugus hidroksil dan mengganggu pengikatan RNA polimerase. Lebih lanjut, Hong et al. (2004), menyatakan bahwa resistensi bakteri terhadap antibiotik rifampisin bersifat stabil sampai 200 generasi. Hal ini juga terjadi pada bakteri A. hydrophila (Janda dan Scoot 2010) dan Bacillus (Nicholson dan Maughan 2002, Tupin et al. 2009).
14 Uji Kultur Bersama Hasil uji penghambatan bakteri probiotik Bacillus RifR terhadap A. hydrophila RifR dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi terbaik dari probiotik Bacillus RifR dan gabungan keduanya setelah diuji tantang dengan A. hydrophila RifR secara in vitro adalah pada konsentrasi 104 CFU/mL. Hasil tersebut kemudian dijadikan acuan pada pengujian probiotik secara in vivo. Pada hasil pengujian kombinasi isolat probiotik Bacillus P4I1 RifR dan Bacillus P4I2 RifR pada media TSA, tidak menunjukkan adanya aktivitas antagonis yang ditunjukkan dengan tidak adanya zona hambat yang dihasilkan. Dengan demikian kedua isolat probiotik dapat digunakan secara bersamaan untuk menghambat pertumbuhan A. hydrophila RifR. Tabel 4 Penghambatan bakteri probiotik Bacillus terhadap A. hydrophila secara in vitro Perlakuan
A
B
C D E
Probiotik Bacillus (CFU/mL) P4I1 RifR P4I2 RifR 103 4 10 105 6 10 103 104 105 106 3 10 103 104 104 5 10 105 106 106 104
104
A. hydrophila RifR (CFU/mL)* 103
103
103 103 -
A. hydrophila RifR (CFU/mL)** 1010 104 106 108 1010 106 106 108 1010 104 104 108 1010 Tidak bersifat antagonistik
* : kepadatan A.hydrophila yang diinokulasikan ** : kepadatan A.hydrophila yang tumbuh pada media R-S
Hasil uji bakteri probiotik Bacillus terhadap A. hydrophila secara in vitro menunjukkan bahwa isolat probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR dengan kepadatan 104 CFU/mL dan kombinasi (Bacillus P4I1 RifR 104 CFU/mL+ Bacillus P4I2 RifR 104 CFU/mL) mampu menghambat populasi A. hydrophila RifR. Jumlah populasi A. hydrophila tanpa pemberian probiotik adalah 1010CFU/mL, sedangkan jumlah populasi A. hydrophila pada perlakuan probiotik berada pada kisaran 104 – 106 CFU/mL. Hal ini diduga disebabkan adanya senyawa ekstraseluler yang dihasilkan oleh Bacillus. Defoirt et al. (2010) menyatakan bahwa Bacillus anthracis, Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Bacillus thuringiensis terbukti menghasilkan senyawa N-acylhomoserine lactone yang dapat mencegah terjadinya quorum sensing dari A. hydrophila, A.
15 salmonicida, Edwardsiella tarda, dan Vibrio salmonicida. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa secara in vitro, probiotik Bacillus dapat menghambat pertumbuhan A. hydrophila. (Sansawat dan Thirabuyanon 2009; Al-Faragi dan Alsapar 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi probiotik yang lebih tinggi (106 CFU/mL) menghasilkan aktivitas penghambatan yang kurang optimal dibandingkan konsentrasi 104 CFU/mL. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Widanarni et al. (2010), yaitu penambahan bakteri Vibrio SKT-b dengan dosis 106 CFU/mL menunjukkan nilai kelangsungan hidup larva udang windu (Penaeus monodon) yang lebih rendah dibandingkan dosis 104 CFU/mL. Nikoskelainen et al. (2001) mengemukakan bahwa penggunaan probiotik dalam dosis tinggi ternyata tidak menjamin perlindungan yang lebih baik terhadap hewan inang. Hal ini diduga karena adanya persaingan nutrisi dan oksigen yang tinggi dalam media sehingga menyebabkan keseimbangan bakteri didalamnya terganggu. Uji Postulat Koch Jumlah kematian ikan setelah diinfeksi dengan patogen A. hydrophila dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil uji Postulat Koch I menunjukkan bahwa terjadi kematian mulai pada jam ke-18 pascainfeksi dan pada jam ke-24 terjadi kematian 100% pada ikan lele dumbo. Hasil isolasi bakteri pada media R-S (Gambar 2) dari ikan yang menunjukkan gejala klinis kemudian disuntikkan kembali pada ikan sehat untuk uji Postulat Koch II. Pada uji Postulat Koch II menghasilkan kematian pada ikan lele dumbo mulai pada jam ke-17 pascainfeksi dan terjadi kematian 100% ikan lele dumbo pada jam ke-22. Tabel 5 Kematian ikan lele dumbo pasca infeksi A. hydrophila pada uji Postulat Koch Postulat Koch
I II
Jumlah ikan yang mati (ekor) 17 jam 1
18 jam 1 1
19 jam -
20 jam 1 2
21 jam 2 4
22 jam 3 2
23 jam 2 -
24 jam 1 -
Ikan yang terinfeksi A. hydrophila menunjukkan gejala klinis yaitu terdapat luka/borok pada permukaan kulit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gardenia et al. (2010) yaitu gejala klinis yang terlihat pada ikan yang terserang A. hydrophila umumnya ditandai dengan adanya hemoragi pada kulit, insang, rongga mulut, dan borok pada kulit. Pada uji Postulat Koch II, terjadi peningkatan jumlah kematian ikan lele dumbo pada waktu yang lebih singkat yaitu 17 jam pascainfeksi A. hydrophila. Pada uji Postulat Koch I, kematian ikan lele dumbo mulai terjadi pada jam ke-18 pascainfeksi A. hydrophila. Hal ini menandakan terjadinya peningkatan virulensi bakteri A. hydrophila terhadap ikan lele dumbo. Mangunwardoyo et al. (2010) menyebutkan bahwa peningkatan virulensi bakteri disebabkan karena bakteri tersebut memproduksi toksin dalam tubuh ikan, sedangkan penurunan virulensi bakteri disebabkan oleh beberapa faktor
16 diantaranya suhu penyimpanan isolat yang kurang sesuai sehingga aktivitas enzim dalam sel bakteri menurun bahkan hilang. Selain itu, kandungan nutrien dalam media juga mempengaruhi patogenisitas dan aktivitas bakteri. Hasil penelitian Sarkar dan Rashid (2012) menunjukkan bahwa patogenisitas A. hydrophila berbeda-beda pada ikan Heteropneustes fossilis, Clarias batrachus, Labeo rohita, Catla catla, Cirrhinus cirrhosus, dan Anabas testudineus serta menunjukkan kematian 60-100% setelah 2-11 hari pascainfeksi. Yulianto et al. (2013) menambahkan bahwa terjadi kerusakan jaringan organ yang semakin parah seiring dengan meningkatnya konsentrasi bakteri A. hydrophila yang disuntikkan pada ikan komet (Carassius auratus).
B
A
Gambar 2 Bakteri A. hydrophila pada media RS hasil uji Postulat Koch I Uji In vivo Penelitian tahap akhir ini merupakan uji biologis probiotik Bacillus untuk menekan pertumbuhan A. hydrophila dan mencegah serangan penyakit Motile Aeromonads Septicemia pada ikan lele dumbo. Parameter yang diamati selama penelitian ini yaitu: Tingkat Kelangsungan Hidup/Survival Rate (SR) Tingkat kelangsungan hidup ikan lele dumbo dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan pengamatan tingkat kelangsungan hidup ikan selama 30 hari perlakuan, diketahui bahwa perlakuan dengan pemberian probiotik Bacillus P4I1 RifR dan perlakuan kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR + Bacillus P4I2 RifR) menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang signifikan lebih tinggi dibanding perlakuan Bacillus P4I2 RifR, kontrol negatif (K-), dan kontrol positif (K+) (P<0.05). Selain itu, perlakuan pemberian probiotik Bacillus P4I2 RifR juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap kontrol (+) (P<0.05). Tingginya tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan Bacillus P4I1 RifR dan kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR + Bacillus P4I2 RifR) dibandingkan perlakuan lain (Bacillus P4I2 RifR dan kontrol) diduga karena jumlah A. hydrophila dalam media pemeliharaan semakin menurun karena pengaruh pemberian probiotik. Hal ini sejalan dengan hasil uji in vitro yang menunjukkan bahwa penghambatan A. hydrophila oleh probiotik Bacillus P4I1 RifR dan kombinasi (Bacillus P4I1 RifR + Bacillus P4I2 RifR) lebih baik dibandingkan probiotik Bacillus P4I2 RifR. Selain itu, jumlah A. hydrophila pada perlakuan pemberian probiotik Bacillus P4I1 RifR dan perlakuan kombinasi probiotik
17
K e l a n g s u n g a n h i d u p (% )
(Bacillus P4I1 RifR+ Bacillus P4I2 RifR) semakin menurun sampai akhir penelitian dibandingkan pada perlakuan lain (Bacillus P4I2 RifR dan kontrol). 100
a
a b
90 b
80 70
c
60 50 40 30 20 10 0 P 4I 1
P 4I 2
K om P erlak u an
K+
K-
Ket: Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0.05)
Gambar 3 Kelangsungan hidup ikan lele dumbo (C. gariepinus) pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol Penggunaan probiotik Bacillus dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan zoea dan mysis udang putih (Litopenaeus vannamei) terutama ketika probiotik ditambahkan dalam media pemeliharaan dibandingkan lewat pakan mikro-alga (Silva et al. 2013). Hasil penelitian Baskar dan Kannan (2009) menyebutkan bahwa probiotik Bacillus sp., dan Bacillus cereus yang diaplikasikan pada media pemeliharaan dapat menghambat pertumbuhan Vibrio pada media pemeliharaan larva udang windu (Penaeus monodon) serta meningkatkan nilai ketahanan hidup larva udang windu tersebut. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa probiotik Lactobacillus plantarum yang diaplikasikan lewat media pemeliharaan juga efektif untuk meningkatkan kelangsungan hidup, aktivitas enzim dan memperbaiki kualitas air pada budidaya kepiting Portunus pelagicus (Talpur et al. 2013). Laju Pertumbuhan Harian Laju pertumbuhan harian ikan lele dumbo ditampilkan pada Gambar 4. Berdasarkan pengamatan laju pertumbuhan ikan selama 30 hari perlakuan, diketahui bahwa perlakuan pemberian probiotik Bacillus P4I1 RifR menunjukkan laju pertumbuhan yang signifikan lebih tinggi dibanding perlakuan pemberian probiotik Bacillus P4I2 RifR dan kontrol positif (K+) (P<0.05), akan tetapi tidak berbeda signifikan dengan perlakuan pemberian kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol negatif (K-) (P>0.05). Selain itu, perlakuan pemberian probiotik Bacillus P4I2 RifR tidak berbeda nyata dengan seluruh perlakuan kecuali perlakuan pemberian probiotik Bacillus P4I1 RifR (P>0.05).
18
L a j u p e r t u m b u h a n h a r i a n (% )
Hal ini diduga bahwa seiring dengan menurunnya jumlah bakteri A. hydrophila dalam air setelah pemberian probiotik Bacillus P4I1 RifR, maka sistem imun dalam tubuh ikan dapat meningkat yang disertai dengan peningkatan pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sun et al. (2010) yang menyebutkan bahwa probiotik jenis Bacillus pumilus dan Bacillus clausii dapat meningkatkan performa pertumbuhan dan respons imun ikan Epinephelus coloides. Ziaei-Nejad et al. (2005) menyatakan bahwa probiotik Bacillus spp. yang diaplikasikan lewat media pemeliharaan dapat meningkatkan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang putih India (Fenneropenaeus indicus). 2 1 ,8
a ab
ab
1 ,6
b
1 ,4
bc
1 ,2 1 0 ,8 0 ,6 0 ,4 0 ,2 0 P4I1
P4I2
K om
K+
K-
P e r la k u a n
Ket: Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0.05)
Gambar 4 Laju pertumbuhan ikan lele dumbo (C. gariepinus) pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol Selain itu, peningkatan pertumbuhan diduga juga disebabkan karena penurunan tingkat stres ikan terhadap faktor kualitas air. Sehingga energi dari pakan yang masuk dalam tubuh ikan sebagian besar diarahkan untuk pertumbuhan. Fu et al. (2007) menyebutkan bahwa energi yang masuk dalam tubuh ikan yang berasal dari pakan akan sebagian besar digunakan untuk metabolisme, sebagian lagi digunakan untuk pertumbuhan dan sisanya dibuang dalam bentuk feses. Stres pada ikan menyebabkan penurunan pertumbuhan, tingkah laku yang abnormal, penurunan sistem imun ikan dan resistensi terhadap penyakit (Lupatsch et al. 2010). Faktor penyebab stres pada ikan dapat berasal dari kualitas air (Luz et al. 2008, Brogowski et al. 2005, Mallya 2007), kepadatan (Naserizadeh et al. 2013) serta proses penanganan dan pengangkutan yang buruk (Adeyemo et al. 2009). Total Bakteri pada Media Pemeliharaan Hasil penghitungan jumlah bakteri probiotik dan patogen pada media pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 5. Populasi bakteri pada media pemeliharaan ikan pada semua perlakuan berada pada kisaran 103-104 CFU/mL (Gambar 5a). Hasil penelitian menunjukkan bahwa total Bacillus RifR (Gambar
19 5b) mengalami peningkatan seiring dengan lamanya waktu perlakuan. Total Bacillus RifR tertinggi terdapat pada perlakuan Bacillus P4I1 RifR, kemudian diikuti oleh perlakuan kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR + Bacillus P4I2 RifR), dan Bacillus P4I2 RifR. Adapun hasil penghitungan populasi A. hydrophila (wild type dan RifR) pada perlakuan probiotik menunjukkan pola penurunan dari 103 CFU/mL pada awal penelitian menjadi 102 CFU/mL pada akhir penelitian. Sedangkan populasi A. hydrophila pada perlakuan kontrol (+) menunjukkan hasil yang tetap tanpa terjadi penurunan (Gambar 5c dan 5d).
a
c
b
d
Gambar 5 Kelimpahan bakteri pada media pemeliharaan ikan lele dumbo pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol Populasi bakteri di media pemeliharaan pada semua perlakuan berfluktuasi selama pengamatan (Gambar 5a). Hal ini diduga karena faktor lingkungan (DO dan pH) serta kandungan nutrien dalam media pemeliharaan yang berfluktuasi. Uddin dan Al-Harbi (2012) menyatakan bahwa jumlah bakteri dalam kolam budidaya bervariasi tergantung suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH, dan total padatan terlarut/Total Dissolved Solids (TDS). Total probiotik Bacillus RifR (Gambar 5b) menunjukkan peningkatan pada semua perlakuan probiotik. Hal ini menunjukkan bahwa probiotik Bacillus RifR mampu tumbuh dan berkembang dalam media pemeliharaan. Menurut George et al. (2011) bakteri Bacillus dapat ditemukan pada air dan sedimen. Hasil penelitian Al-Harbi dan Uddin (2010) menyatakan bahwa 6.25% dari total bakteri pada media pemeliharaan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan 5.44% dari total bakteri pada kolam budidaya polikultur ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan lele
20 dumbo (Clarias gariepinus) didominasi oleh Bacillus (Uddin dan Al-Harbi 2012). Keberadaan Bacillus dalam air tersebut diduga yang berperan dalam menekan jumlah A. hydrophila. Populasi A. hydrophila pada seluruh perlakuan sudah terdeteksi pada awal pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri A. hydrophila merupakan bakteri oportunistik yang dapat ditemukan pada lingkungan perairan (Sharma et al. 2009). Pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, penurunan populasi A. hydrophila lebih cepat dibanding perlakuan probiotik Bacillus P4I2 RifR dan kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR + Bacillus P4I1 RifR) serta perlakuan kontrol positif (K+). Hal ini menunjukkan kemampuan penghambatan pertumbuhan A. hydrophila oleh probiotik Bacillus P4I1 RifR lebih baik dibandingkan probiotik Bacillus P4I2 RifR dan sejalan dengan hasil uji in vitro dimana probiotik Bacillus P4I1 RifR menunjukkan kemampuan menghambat A. hydrophila yang lebih baik dibandingkan probiotik Bacillus P4I2 RifR. Hasil penelitian Purivirojkul dan Areechon (2007) menunjukkan bahwa Bacillus yang diisolasi dari saluran pencernaan udang Penaeus monodon dapat menghambat pertumbuhan A. hydrophila, Streptococcus agalactiae dan Vibrio harveyi dalam air. Lebih lanjut Murillo dan Villamil (2011) menambahkan bahwa penghambatan pertumbuhan A. hydrophila oleh Bacillus dikarenakan bakteri ini menghasilkan enzim antara lain esterase lipase, leucine arylamidase, acid phosphatase, lipase, dan Naphthol-AS-BI- phosphohydrolase. Gambaran Darah Total Eritrosit Pemeriksaan total eritrosit bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan ikan dengan cara menghitung total eritrosit dalam darah (Alamanda et al. 2007). Hasil pengamatan terhadap total eritrosit dalam penelitian ini ditampilkan pada Gambar 6.
Ket: Huruf yang berbeda pada pola yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
Gambar 6 Total eritrosit darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol
21 Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa pada awal penelitian (H0), jumlah eritrosit ikan masih sama pada setiap perlakuan yaitu sebesar 1.518±0.00 x106 sel/mL kemudian terjadi penurunan pada hari ke-7 pasca penambahan A. hydrophila dalam air. Namun, pada hari-hari berikutnya terlihat peningkatan jumlah eritrosit sampai akhir penelitian kecuali pada perlakuan kontrol negatif (K-). Pada hari ke-7 terjadi penurunan eritrosit pada semua perlakuan dengan nilai terendah pada perlakuan kontrol positif (K+) yaitu sebesar 0.955±0.02 x106 sel/mL; disusul oleh perlakuan probiotik Bacillus P4I2 RifR, kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR+ Bacillus P4I2 RifR ), Bacillus P4I1 RifR dan kontrol negatif (K-) dengan masing-masing 1.259±0.07 x106 sel/mL; 1.412±0.08 x106 sel/mL; 1.445±0.04 x106 sel/mL dan 1.585±0.01 x106 sel/mL. Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa pada hari ke-7 terdapat beda nyata antara Bacillus P4I1 RifR, kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan Bacillus P4I2 RifR dengan kontrol positif (K+). Penurunan nilai eritrosit ini diduga karena adanya produk ekstraseluler yang dihasilkan oleh A. hydrophila antara lain aerolysin dan hemolisin (Yousr et al. 2007). Produk ini berkaitan dengan tingkat virulensi dari bakteri tersebut. Aerolysin dan hemolisin menunjukkan aktivitas hemolisis secara in vitro menggunakan media agar darah (Blood agar) (Chirila et al. 2008). Toksin ini bekerja membunuh sel dengan membentuk struktur heptametrik yang dapat melubangi membran plasma (Iacovache et al. 2006, Knapp et al. 2010). Setelah terjadi penurunan eritrosit pada hari ke-7, selanjutnya jumlah eritrosit berangsur-angsur naik sampai akhir penelitian. Kenaikan jumlah eritrosit mencapai nilai tertinggi pada akhir penelitian dan terjadi pada perlakuan probiotik Bacillus P4I2 RifR yaitu sebesar 2.291±0.03 x106 sel/mL; kemudian disusul dengan perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR (1.862±0.02 x106 sel/mL); kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) (1.819±0.00 x106 sel/mL); K+ (1.513±0.06 x106 sel/mL) dan K- (1.513±0.08 x106 sel/mL). Peningkatan jumlah eritrosit ini diduga karena efek pemberian probiotik. Hasil penelitian Sharma et al. (2013) menyebutkan bahwa pemberian probiotik komersial dapat meningkatkan total eritrosit pada ikan Cirrhinus mrigala Ham. Total Leukosit Respon imun pada ikan teleostei terdiri dari respon imun non spesifik dan respon imun spesifik. Respon imun tersebut diperankan oleh sel darah putih atau leukosit yang terdiri dari limfosit untuk pertahanan spesifik serta monosit dan granulosit untuk pertahanan non spesifik (Magnadottir 2010). Leukosit membantu membersihkan tubuh dari benda asing, termasuk invasi patogen melalui sistem tanggap kebal. Ikan yang sakit akan menghasilkan banyak leukosit untuk memfagosit bakteri dan mensintesis antibodi (Uribe et al. 2011). Hasil pengukuran nilai total leukosit dapat dilihat pada Gambar 7. Leukosit total darah ikan uji pada awal pengukuran menunjukkan nilai yang sama yaitu 5.698±0.00 x105 sel/mL. Peningkatan leukosit terjadi pada hari ke-7 disemua perlakuan, kecuali kontrol negatif (K-) karena pada perlakuan tersebut tidak diinfeksi dengan A. hydrophila. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa terdapat beda nyata antara perlakuan probiotik Bacillus P4I2 RifR dan kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dengan kontrol. Hari
22 ke-14 menunjukkan kenaikan nilai leukosit tertinggi pada semua perlakuan, dengan masing-masing nilai untuk probiotik Bacillus P4I2 RifR, kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR +Bacillus P4I2 RifR), probiotik Bacillus P4I1 RifR, kontrol positif (K+) serta kontrol negatif (K-) adalah 9.12±0.01 x105 sel/mL; 8.709±0.03 x105 sel/mL; 7.943±0.02 x105 sel/mL; 6.918±0.07 x105 sel/mL; serta 6.309±0.02 x105 sel/mL. Hasil uji Duncan menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan probiotik Bacillus P4I2 RifR dan kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dengan kontrol positif (K+). Hal ini menunjukkan bahwa probiotik Bacillus P4I2 RifR lebih cepat merangsang sistem imun ikan uji dibandingkan probiotik Bacillus P4I1 RifR. Peningkatan jumlah leukosit pada perlakuan probiotik Bacillus P4I2 RifR, kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR+ Bacillus P4I2 RifR) dan Bacillus P4I1 RifR diduga karena populasi A. hydrophila dalam air meningkat sehingga merangsang sistem imun ikan. Picchietti et al. (2009) menyatakan bahwa sistem imun pada larva Dicentrarchus labrax dapat distimulasi dengan pemberian probiotik Lactobacillus delbrueckii dengan merangsang perpindahan sel T dan Acidophilic Granulocytes (AGs) pada lapisan lendir. Selanjutnya Balaji et al. (2012) menyatakan bahwa probiotik L. acidophilus dan B. subtilis dapat meningkatkan total leukosit ikan mas (Cyprinus carpio) setelah diuji tantang dengan A. hydrophila.
Ket: Huruf yang berbeda pada pola yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
Gambar 7 Total leukosit darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol Nilai leukosit mengalami penurunan mulai hari ke-21 sampai akhir penelitian, namun dari hasil uji Duncan terlihat bahwa perlakuan probiotik Bacillus P4I2 RifR (7.244±0.02 x105 sel/mL) dan kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) (7.413±0.05 x105 sel/mL) berbeda nyata dengan perlakuan kontrol positif (K+) yaitu sebesar 5.888±0.05 x105 sel/mL. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi sistem imun ikan sudah kembali normal karena populasi A. hydrophila dalam media pemeliharaan sudah terkontrol. Hemoglobin Hemoglobin (Hb) merupakan bagian dari eritrosit yang bertugas mengangkut oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh (Souza dan Bonilla-
23 Rodriguez 2007). Kadar hemoglobin selama penelitian ditampilkan pada Gambar 8. Nilai hemoglobin pada awal perlakuan menunjukkan nilai yang sama untuk semua perlakuan yaitu sebesar 6.86±0.00 g%. Penurunan nilai hemoglobin pada semua perlakuan terjadi pada hari ke-7. Hasil uji Duncan menunjukkan terdapat beda nyata antara perlakuan probiotik Bacillus P4I2 RifR, probiotik Bacillus P4I1 RifR, kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR +Bacillus P4I2 RifR), kontrol negatif (K-) dan kontrol positif (K+). Nilai masing-masing perlakuan adalah sebesar 6.5±1.3 g%; 5.3±0.8 g%; 5.31±1.5 g%; 6.9±0.7 g%; 5.1±0.9 g%. Penurunan nilai hemoglobin ini diduga disebabkan oleh infeksi A. hydrophila karena toksin yang dihasilkan. Mohapatra dan Swain (2008) menyebutkan bahwa toksin yang dihasilkan oleh A. hydrophila dapat menyebabkan sel darah merah menjadi lisis dan pendarahan pada kulit serta organ internal ikan. Selanjutnya Saputra et al. (2013) menambahkan bahwa kadar hemoglobin berbanding lurus dengan jumlah eritrosit, semakin tinggi kadar hemoglobin semakin tinggi pula jumlah eritrosit.
Ket: Huruf yang berbeda pada pola yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
Gambar 8 Kadar hemoglobin darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol Pada hari ke-7, ikan lele dumbo pada semua perlakuan (kecuali K-) mengalami penurunan hemoglobin, selanjutnya nilai hemoglobin berangsurangsur naik sampai akhir penelitian. Kenaikan jumlah hemoglobin mencapai nilai tertinggi pada akhir penelitian terjadi pada perlakuan probiotik Bacillus P4I2 RifR dan probiotik Bacillus P4I1 RifR yaitu sebesar 7.6±0.8 g%; dan 7.5±1.3 g%; kemudian disusul dengan perlakuan kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) (6.7±1.55 g%); kontrol negatif (K-) (6.7±0.98 g%) dan kontrol positif (K+) (6.3±0.28 g%). Kenaikan jumlah hemoglobin ini diduga bahwa ikan telah mengalami pemulihan dan dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Selain itu, peningkatan kadar hemoglobin pada ikan disebabkan karena sistem imun ikan sudah mulai terbentuk dan ikan mengalami pemulihan dari infeksi. Hasil penelitian Talpur et al. (2014) menyatakan bahwa pemberian
24 probiotik (L. acidophilus, yeast dan β-glucan) dan prebiotik Galactooligosaccharide (GOS) dan Mannan-oligosaccharide (MOS) dapat meningkatkan kadar hemoglobin ikan Channa striata yang diuji tantang dengan A. hydrophila. Hematokrit Pemeriksaan hematokrit bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan ikan, yaitu dengan melihat persentase kandungan volume sel eritrosit dalam darah (Alamanda et al. 2007). Hasil penghitungan hematokrit ditampilkan pada Gambar 9. Jumlah hematokrit pada awal penelitian memberikan nilai yang sama pada semua perlakuan yaitu sebesar 24.62±0.0%. Penurunan hematokrit terjadi pada hari ke-7, dan hasil uji Duncan menunjukkan terjadi beda nyata antara perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, probiotik Bacillus P4I2 RifR, kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR), kontrol negatif (K-) dan kontrol positif (K+). Penurunan nilai hematokrit pada hari ke-7 diduga disebabkan karena infeksi A. hydrophila yang mampu melisiskan sel-sel darah merah. Penurunan ini juga ditunjukkan oleh hasil pengukuran parameter total eritrosit mengingat keduanya saling berkaitan. Alamanda et al. (2007) menyatakan bahwa jumlah eritrosit meningkat seiring dengan meningkatnya nilai hematokrit.
Ket: Huruf yang berbeda pada pola yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
Gambar 9 Kadar hematokrit darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol Akan tetapi, setelah mengalami penurunan pada hari ke-7, dilanjutkan dengan kenaikan nilai hematokrit sampai akhir penelitian. Nilai hematokrit tertinggi terjadi pada akhir penelitian. Perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, probiotik Bacillus P4I2 RifR, kontrol negatif (K-) dan kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) memiliki nilai hematokrit yang lebih tinggi dibandingkan kontrol positif (K+), yaitu sebesar 35.85±4.6%, 35.8±3.5%, 29.55±1.5%, 29.2±1.8%, dan 24.5±1.1%, dimana nilai tersebut masih berada pada kisaran normal hematokrit pada ikan lele yaitu berkisar 30.8-45.5%, kecuali pada perlakuan kontrol positif (K+) yang berada dibawah normal. Kandungan
25 hematokrit menunjukkan kondisi kesehatan ikan, apabila kandungan hematokrit rendah menunjukkan ikan mengalami anemia (Alamanda et al. 2007). Peningkatan nilai hematokrit ini diduga karena efek dari pemberian probiotik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mocanu et al. (2010) yang menyatakan bahwa probiotik dari jenis B. licheniformis dan B. subtilis dapat meningkatkan nilai hematokrit ikan Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss Walbaum). Diferensial Leukosit Parameter diferensial leukosit yang diamati pada penelitian ini meliputi monosit, limfosit, serta neutrofil. Nilai yang diperoleh relatif bervariasi pada setiap perlakuan. Monosit Monosit merupakan sel leukosit berbentuk oval dengan inti sel yang berbentuk oval atau seperti jantung. Sel monosit memiliki kemampuan menembus dinding pembuluh darah kapiler dan masuk ke dalam jaringan dan berdiferensiasi menjadi sel makrofag (Uribe et al. 2012). Hasil dari perhitungan monosit ditampilkan pada Gambar 10.
Ket: : Huruf yang berbeda pada pola yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
Gambar 10 Persentase monosit darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol Monosit pada pengambilan sampel awal menunjukkan nilai yang sama pada semua perlakuan yaitu 6.00±0.00% kemudian mengalami peningkatan tertinggi pada hari ke-7, dan menurun secara perlahan sampai akhir penelitian. Berdasarkan hasil uji Duncan, terdapat beda nyata antara perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, probiotik Bacillus P4I2 RifR, kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dengan kontrol positif (K+) dan kontrol negatif (K-) pada hari ke-7, dan tidak terdapat perbedaan nyata pada akhir penelitian. Peningkatan nilai monosit pada hari ke-7 menunjukkan adanya pengaruh dari bakteri A. hydrophila terhadap sistem imun ikan, sehingga terjadi penambahan jumlah monosit dalam darah ikan. Hal ini terkait dengan peran monosit sebagai makrofag yaitu sel fagosit utama untuk menghancurkan partikel
26 asing dan jaringan mati. Monosit bersama makrofag jaringan setempat akan memfagositosis sisa–sisa jaringan dan penyebab penyakit (Gomez et al. 2013). Penurunan jumlah monosit terjadi mulai hari ke-14 diduga karena sel monosit mulai keluar dari sirkulasi darah, selanjutnya masuk ke jaringan yang terinfeksi dengan berdiferensiasi menjadi makrofag yang berperan dalam memfagosit dan menyajikan antigen kepada sel limfosit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Esteban (2012), yaitu pada saat terjadi infeksi oleh benda asing, maka monosit akan bergerak cepat meninggalkan pembuluh darah menuju daerah yang terinfeksi untuk melakukan fagositosis. Hasil penelitian Standen et al. (2013) menyatakan bahwa terjadi peningkatan persentase monosit pada ikan Oreochromis niloticus setelah pemberian probiotik Pediococcus acidilactici. Limfosit Limfosit terdiri dari sel limfosit B dan sel limfosit T yang keduanya berperan untuk pertahanan spesifik dengan pembentukan antibodi dan sel memori (Scapigliati 2013). Hasil perhitungan limfosit ditampilkan pada Gambar 11.
Ket: Huruf yang berbeda pada pola yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
Gambar 11 Persentase limfosit darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol Nilai limfosit pada pengamatan awal menunjukkan nilai yang sama pada semua perlakuan yaitu sebesar 77.00±0.00%. Penurunan mulai terjadi pada hari ke-7, hasil uji Duncan menunjukkan beda nyata antara perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, probiotik Bacillus P4I2 RifR, kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR), kontrol negatif (K-) dengan kontrol positif (K+). Penurunan limfosit diduga terjadi karena tubuh ikan memberi respon tanggap kebal terhadap adanya infeksi A. hydrophila. Lazado dan Caipang (2014) menyatakan bahwa penurunan jumlah sel limfosit dipengaruhi adanya antigen asing dan infeksi patogen yang menyebabkan jumlah limfosit menurun. Selanjutnya terjadi kenaikan perlahan hingga akhir penelitian dengan nilai masing-masing 77.00±1.82% (kombinasi probiotik Bacillus P4I1 RifR dan Bacillus P4I2 RifR); 76.00±2.07% (probiotik Bacillus P4I2 RifR); 75.50±2.41%
27 (probiotik Bacillus P4I1 RifR); 76.50±0.54% (kontrol negatif) dan 71.00±3.13% (kontrol positif). Limfosit tidak dapat melakukan proses fagositosis, akan tetapi mempunyai fungsi yang sangat penting dalam mekanisme pertahanan tubuh atau imunitas spesifik terhadap benda asing (Zhu et al. 2013). Pernyataan ini merupakan penjelasan dari data pada berbagai perlakuan, bahwa nilai terendah terjadi setelah pemberian A. hydrophila dalam air. Diduga pada kondisi ini yang bekerja secara dominan adalah monosit dan neutrofil sehingga diferensiasi leukosit yang terjadi didominasi oleh monosit dan neutrofil sehingga jumlah limfosit relaitif berkurang. Mulai hari ke-14 sampai akhir penelitian dianggap sebagai tahap pemulihan yang terlihat dengan kenaikan nilai limfosit, karena pada tahap tersebut sel mulai membentuk antibodi. Magnadottir (2010) menyatakan bahwa respon imun spesifik yang diperankan oleh limfosit bekerja lebih lambat dibandingkan respon imun non spesifik yang diperankan oleh makrofag. Hasil penelitian Khalil et al. (2011) menyatakan bahwa penambahan probiotik Saccharomyces cerevisiae dapat meningkatkan persentase limfosit dari ikan nila (Oreochromis niloticus) setelah diinfeksi oleh A. hydrophila. Neutrofil Neutrofil merupakan sel fagosit sistem polimorfonuklear yaitu sel yang bekerja cepat dalam melakukan fagosit tetapi tidak mampu bertahan lama. Sel neutrofil berbentuk bulat dengan sitoplasma bergranula halus dan ditengahnya terdapat nukleus (Uribe et al. 2011). Hasil pengukuran neutrofil ditampilkan pada Gambar 12.
Ket: Huruf yang berbeda pada pola yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
Gambar 12 Persentase neutrofil darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol Nilai neutrofil pada awal penelitian menunjukkan nilai yang sama yaitu 17,00±0,00%. Peningkatan nilai neutrofil terjadi pada hari ke-7, dan hasil uji Duncan menunjukkan beda nyata antara perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, probiotik Bacillus P4I2 RifR, kombinasi probiotik (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dengan kontrol positif (K+) dan kontrol negatif (K-). Peningkatan
28 neutrofil ini diduga terjadi karena ikan telah berespon terhadap adanya patogen A. hydrophila dalam air. Magnadottir (2010) menyatakan bahwa neutrofil adalah sel fagositik pertama yang tiba di lokasi infeksi dan berperan dalam pembunuhan serta degradasi mikroorganisme sebagaimana yang dilakukan dalam penyembuhan luka. Hasil penelitian Krausel et al. (1998) menyebutkan bahwa sel granulosit merupakan target utama dari toksin aerolysin yang dihasilkan oleh A. hydrophila. Penurunan neutrofil terjadi setelah hari ke-14 sampai akhir penelitian. Hal ini diduga bahwa ikan telah membentuk antibodi dalam tubuhnya, sehingga jumlah neutrofil dalam darah menjadi berkurang dan digantikan oleh limfosit. Muiswinkel dan Nakao (2014) menyatakan bahwa neutrofil berespon lebih cepat terhadap terjadinya infeksi dibandingkan makrofag, akan tetapi tidak dapat bertahan lama. Kumar dan Ramulu (2013) menyatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah monosit dan neutrofil pada ikan Pangasius hypophthalmus yang terinfeksi A. hydrophila. Histopatologi Analisa histopatologi dapat digunakan sebagai biomarker untuk mengetahui kondisi kesehatan ikan melalui perubahan struktur yang terjadi pada organ dalam (Stentiford et al. 2014). Pemeriksaan histopatologi dalam penelitian ini dilakukan pada organ hati dan ginjal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Laith dan Najiah (2013) yaitu gejala ikan yang terserang A. hydrophila adalah ikan lemas, nafsu makan menurun, nekrosis dan hipertropi pada kulit, hiperplasia dan infiltrasi leukosit pada insang, inflamasi pada ginjal, hati dan limpa. Hasil pengamatan histopatologi hati dan ginjal pada ikan uji ditampilkan pada Gambar 13. Hasil pengamatan histopatologi ikan uji (Gambar 13) menunjukkan bahwa terjadi infiltrasi (pemasukan) sel leukosit dan hemoragi pada hati dan ginjal pada seluruh perlakuan probiotik (P4I1 RifR, P4I2 RifR, Kom) serta pada perlakuan kontrol (K+ dan K-). Hal ini diduga terjadi karena ikan mulai berespon terhadap adanya patogen A. hydrophila dalam air, sehingga terjadi infiltrasi sel leukosit dalam organ hati dan ginjal. Khusus pada perlakuan kontrol positif (K+), mengalami kerusakan paling parah, yaitu terjadi vakuolisasi sel epitel hati secara ekstensif serta terjadi hemoragi dan nekrosis pada tubulus ginjal. Vakuolisasi terbentuk sebagai akibat gangguan mekanisme penyerapan nutrien sedangkan hemoragi dan nekrosis terjadi karena adanya aktivitas toksin dan enzim yang dihasilkan oleh A. hydrophila. Derajat kerusakan pada seluruh perlakuan probiotik dan kontrol negatif (K-) hanya terjadi secara fokal (+). Hal ini diduga karena efek pemberian probiotik yang dapat menurunkan jumlah patogen A. hydrophila sehingga tidak menyebabkan kerusakan organ yang parah. Sedangkan pada perlakuan kontrol positif (K+) menunjukkan derajat kerusakan organ yang lebih parah yaitu berkisar pada multifokal sampai difus (++ sampai +++). Hal ini diduga karena populasi patogen A. hydrophila pada media pemeliharaan yang tinggi dan tidak adanya bakteri probiotik di dalamnya yang berperan menurunkan jumlah patogen A. hydrophila.
29 Perlakuan
Diagnosa Hati
Analisis
Diagnosa Ginjal
Analisis
H V
P4I1 RifR
I
V (+) I (+)
I
H
I
H
V
H (+) I (+)
H
H V
V (+) I (+) H (+)
Kom
V
K+
I
V (+) I (+) H (+)
P4I2 RifR
I
H (+) I (+)
H (+) I (+)
I
I H
I
V (+++) I (++) H (+)
N (++) H (+++) I (++)
H
N
I
I K-
Ket:
V
V (+) I (+)
H H (+) I (+)
+: Kerusakan sel fokal, ++: Kerusakan sel multifokal, +++: Kerusakan sel difusa V: Vakuolisasi, I: Infiltrasi, H: Hemoragi , N: Nekrosis
Gambar 13 Histopatologi hati dan ginjal ikan lele dumbo pada perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol (400x, HE)
30 Rey et al. (2009) menyatakan bahwa infeksi A. hydrophila strain KJ 99 menyebabkan infiltrasi makrofag setelah 2 jam pascainfeksi pada ikan Tilapia hibrid (Oreochromis sp.). Hasil penelitian Miyazaki et al. (2001) menyebutkan bahwa ikan Color Carp (Cyprinus carpio) di Jepang yang terinfeksi virus corona dan A. hydrophila mengalami hemoragi pada hati, ginjal limpa dan permukaan kulit. Vakuolisasi pada sel hati juga ditemukan pada katak bullfrog (Rana catesbeiana) yang terinfeksi A. hydrophila (Priosoeryanto et al. 2000). Kelainan pada organ dalam ini disebabkan karena A. hydrophila menghasilkan produk ekstraseluler yang bersifat toksin bagi inangnya. Aberoum dan Jooyandeh (2010) mengemukakan bahwa Aeromonas mensekresikan beberapa jenis protein ekstraseluler, antara lain: amilase, chitinase, elastase, aerolysin, nuclease, gelatinase, lecithinase, lipase dan protease. Kualitas Air Parameter kualitas air yang diamati pada penelitian ini adalah oksigen terlarut, suhu pH, serta amonia yang diukur pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28. Data hasil pengamatan ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6 Kisaran nilai kualitas air media pemeliharaan ikan lele dumbo Perlakuan P4I1 P4I2 Kom K+ K-
Oksigen (ppm) 2.72 - 4.6 2.7 - 5.4 2.18 - 5.98 1.2 - 3.5 3.0 – 6.0
Parameter Suhu (°C) pH 26 - 28 5 - 7.5 26 - 27 5-7 26 - 27 5.5 - 7 25 - 27 5-8 26 - 28 6-7
Amonia (ppm) 0.01-0.03 0.01-0.03 0.02-0.04 0.01-0.14 0.01-0.14
Data kualitas air selama penelitian berada pada kisaran yang masih dapat ditoleransi oleh ikan lele dumbo menurut Department of Water Affairs dan Forestry (1996). Hal ini menunjukkan bahwa parameter kualitas air yang diukur selama penelitian termasuk pada kategori layak sehingga tidak mempengaruhi kondisi fisiologis pada ikan lele dumbo.
31
5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian probiotik Bacillus P4I1 dengan dosis 104 CFU/mL efektif menekan pertumbuhan A. hydrophila dan mencegah penyakit Motile Aeromonads Septicemia dengan meningkatkan respons imun dan kelangsungan hidup serta laju pertumbuhan harian ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk pemberian probiotik dengan frekuensi lebih jarang (tidak setiap hari) untuk mengetahui efektivitasnya dalam menghambat patogen A. hydrophila.
DAFTAR PUSTAKA [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2013. Statistik Kelautan dan Perikanan 2011. Jakarta (ID): Pusat Data Statistik dan Informasi (PDSI) KKP. [NCCLS] National Committee for Clinical Laboratory Standards. 2002. Performance Standards for Antimicrobial Disk dan Dilution Susceptibility Tests for Bacteria Isolated from Animals; Approved Standard—Second Edition. NCCLS document M31-A2 (ISBN 1-56238-461-9). NCCLS, 940 West Valley Road, Suite 1400, Wayne, Pennsylvania 19087-1898, USA. [SNI] Standar Nasional Indonesia 7303:2009. Metode identifikasi bakteri Aeromonas hydrophila secara biokimia. Jakarta. Abdel-Raouf N, Ibrahem IBM. 2008. Antibiotic activity of two Anabaena spesies against four fish pathogenic Aeromonas spesies. African Journal of Biotechnology 7(15): 2644-2648. ISSN: 1884-5315 Aberoum A, Jooyandeh H. 2010. A review on occurrence and characterization of the Aeromonas species from marine fishes. World Journal of Fish and Marine Sciences. 2(6): 519-523. ISSN: 2078-4589. Adeyamo OK, Naigaga I, Alli RA. 2009. Effect of handling and transportation on haematology of African catfish (Clarias gariepinus). Journal of Fisheries Sciences. 3(4): 333-341. doi: 10.3153/jfscom.2009038. Adinata MO, Sudira IW, Berata IK. 2012. Efek ekstrak daun asibata (Angelica keisken) terhadap gambaran histopatologi ginjal mencit (Mus musculus). Buletin Veteriner Udayana. 4(2): 55-62. Alamanda IE, Handajani NS, Budiharjo A. 2006. Penggunaan metode hematologi dan pengamatan endoparasit darah untuk penetapan kesehatan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) di kolam budidaya Desa Mangkubumen Boyolali. Biodiversitas. 8(1): 34-38. ISSN: 1412-033X. Al-Faragi JKH, Alsaphar SAA. 2012. Isolation and identification of Bacillus subtilis as (probiotic) from intestinal microflora of common carp Cyprinus carpio L. Proceeding of the Eleventh Veterinary Scientific Conference. 355361.
32 Al-Harbi AH,Uddin NM. 2010. Bacterial populations of african catfish, Clarias gariepinus (Burchell 1822) cultured in Earthen ponds Journal of Applied Aquaculture. 22:187–193. doi: 10.1080/10454438.2010.497736. Anderson DP, Siwicki AK. 1993. Basic hematology and serology for fish health programs. Paper presented in second symposium on diseases in Asean Aquaculture “Aquatic Animal Health and The Environment”. Phuket, Thailand. 25 – 29th October 1993. 17p. Angka SL. 2005. Kajian penyakit Motile Aeromonad Septicemia (MAS) pada ikan lele dumbo (Clarias sp) : patologi, pencegahan dan pengobatannya dengan fitofarmaka. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Asniatih, Idris M, Sabilu K. 2013. Studi histopatologi pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang terinfeksi bakteri A. hydrophila. Jurnal Mina Laut Indonesia 3(12): 13-21. ISSN: 2303-3959. Ayoola SO, Ajani EK, Fashae OF. 2013. Effect of probiotics (Lactobacillus and Bifidobacterium) on growth performance and hematological profile of Clarias gariepinus juveniles. World Journal of Fish and Marine Sciences. 5 (1): 1-8. doi: 10.5829/idosi.wjfms.2013.05.01.6582. Balaji S, Balasubramanian V, Baskaran S, Pavaraj M, Thangapandian V. 2012. Evaluation of immunomodulatory effect of dietary probiotics on the common carp (Cyprinus carpio). Research Journal of Immunology. 2012: 1-6. doi: 10.5923/rji.2012 Balcazar JL, de Blas I, Ruiz Zarzuela I,Cunningham D, Vendrell D, Muzquiz JL. 2006. The role of probiotics in aquaculture. Veterinary Microbiology. 114:173186. doi: 10.1016/j.vetmic.2006.01.009. Baskar VP, Kannan S. 2009. Marine bacteria as probiotics to control pathogenic Vibrio on infected shrimp. SB Academic Review. 16(1): 77-85. ISSN: 09737464. Bernard VH, Nurhidayu A, Ina-Salwany MY, Abdelhadi Y. 2013. Bacillus cereus: JAQ04 strain as a potential probiotic for red tilapia; Oreochromis species. Asian Journal of Animal and Veterinary Advances.8(2): 395-400. doi: 10.3923/ajava.2013.395.400. Blaxhall PC and Daisley KW. 1973. Routine haematologycal methods for use with fish blood. Journal of Fish Biology. 5: 577 – 581. Bockstael K, Aerschot AV. 2009. Antimicrobial resistance in bacteria. Central European Journal Medicine. 4(2). 141-155.doi: 10.2478/11536-008-0088-9. Bolstridge N, Card S, Steward A, Jones EE. 2009. Use of rifampicin-resistant bacterial biocontrol strains for monitoring survival in soil and colonisation of pea seedling roots. New Zealand Plant Protection. 62: 34-40. Brogowski Z, Siewert H, Keplinger D. 2005. Feeding and growth responses of bluegill fish (Lepomis macrochirus) at various pH levels. Polish Journal of Environmental Studies. 14(4): 517-519. Byarugaba D. 2010. Mechanisms of antimicrobial resistence. In: Sosa ADJ, Byarugaba DK, Amabile C, Hsueh PR, Kariuki S, Okeke IN. 2010. Antimicrobial resistance in developing countries (ISBN 978-0-387-89369-3). Springer. 12p.
33 Chandrakanthi WHS, Pathiratne A, Widanapathirana GS. 2000. Characteristics and virulence of A. hydrophila isolates from freshwater fish with Epizootic Ulcerative Syndrome (EUS). Journal Nature Sciences Foundation Sri Lanka 28(1): 29-42. Chirila F, Fit N, Nadas G, Negrea O, Ranga R. 2008. Isolation and characterization of an A. hydrophila strain in a Carp (Cyprynus carpio) toxemia focus. Bulletin UASVM, Veterinary Medicine 65(1): 244-247. ISSN: 18435270. Collier HB. 1944. The Standardization of Blood Haemoglobin Determination. Can. Med. Assoc. J.50: 550-552. Costa, AB, Cyrino JEP. 2006. Antibiotic resistance of A. hydrophila isolated from Piaractus Mesopotamicus (Holmberg, 1887) and Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758). Journal of Science Agriculture. 63(3): 281-284. Cowan, S.T. 1974. Manual for Identification of Medical Bacteria. Cambridge: University Press. Cambridge. Cruz PM, Ibanez AI, Hermosillo AM, Saad HCR. 2012. Use of probiotics in aquaculture. [review article]. International Scholarly Research Network Microbiology. 2012: 1-13. doi: 10.5402/2012/916845. Defoirdt T, Thanh LD, Delsen BV, Schryver PD, Sorgeloos P, Boon N, Bossier P. 2010. N-acylhomoserine lactone-degrading Bacillus strains isolated from aquaculture animals. Aquaculture. 311: 258-260. doi: 10.1016/j.aquaculture.2010.11.046. Department of Water Affairs and Forestry. 1996. South African Water Quality Guidelines Volume 6 Agricultural Use: Aquaculture Second Edition. Pretoria Republic of South Africa. 185p. Dini SM, Purbomartono M. 2009. Penggunaan vaksin polivalen dan vaksin polivalen plus sel A. hydrophila (penambahan vitamin C dan adjuvant) pada lele dumbo (Clarias gariepinus). Laporan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi XIII/1 Anggaran 2008/2009. FKIP. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. 44p. Effendi MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Bogor. 162p Erdem B, Kariptas E, Cil E, Isik K. 2011. Biochemical identification and numerical taxonomy of Aeromonas spp. isolated from food samples in Turkey. Turkey Journal of Biology. 35: 463-472. doi: 10.3906/bty-0904-11. Esteban MA. 2012. An overview of the immunological defense in fish skin [review article]. International Scholarly Research Network Immunology. 2012: 1-29.doi: 10.5420/2012/853470. Flores ML. 2011. The use of probiotic in aquaculture: an overview. International Research Journal of Microbiology. 2(12): 471-478. ISSN: 2141-5483. Fu C, D Li, Hu W, Wang Y, Zhu W. 2007. Growth and energy budget of F2 ‘allfish’ growth hormone gene transgenic common Carp. Journal of Fish Biology. 70: 347-361. doi: 10.1111/j.1095-8649.2007.01.031.x Fyzul AN, Al-Harbi AH, Austin B. Development in the use of probiotics for disease control in aquaculture. Aquaculture. 416. doi: 10.1016/j.aquaculture 2013.08.026. Gardenia L, Koesharyani I, Supriyadi H, Mufidah T. 2010. Aplikasi deteksi A. hydrophila penghasil aerolysin dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. 877-883.
34 George M, Cyriac N, Nair A, Hatha AAM. 2011. Diversity of Bacillus and Actinomyces in the water and sediment samples from kumarakom region of Vembanadu Lake. Indian Journal of Geo-Marine Sciences. 40(3): 430-437. Gomez D, Sunyer JO, Salinas I. 2013. The mucosal immune system of fish: The evolution of tolerating commensals while fighting pathogens. Fish and Shellfish Immunology. 35: 1729-1739. doi: 10.1015/j.fsi.2013.09.032. Hazen TC, Fliermans CB, Hirsch RP, Esch GW. 1978. Prevalence and distribution of Aeromonas hydrophila in the Unites State. Applied and Environmental Microbiology. 30(5): 731-738. Hong HA, Duc LH, Cutting SM. 2004. The use of bacterial spore formers as probiotics. Federation of European Microbiological Sciences Microbiology Reviews 29: 813-835.doi: 101016/j.femsre.2004.12.001. Hossain MK, Hossain MD, Rahman H. 2007. Histopathology of some diseased fishes. Journal Life Earth Sciences. 2(2): 47-50. ISSN: 1990-4827. Iacovache I, Paumard P, Scheib H, Lesieur C, Sakai N, Matile S, Parker MW, Van der Goot FG. 2006. A rivet model for channel formation by aerolysin-like pore-forming toxins. European Molecular Biology Organization. 25: 457469.doi: 10.1038/sj.emboj.7600959. Ibrahem MD, Mostafa MM, Arab RMH, Rezk MA. 2008. Prevalence of A. hydrophila infection in wild and cultured Tilapia Nilotica (O.niloticus) in Egypt. 8th International Symposium on Tilapia in Aquaculture 2008. 12571271. Igbinosa IH, Igumbor EU, Aghdasi F, Tom M, Okoh AI. 2012. Emerging Aeromonas species infections and their significance in public health [Review Article]. The Scientific World Journal. doi:10.1100/2012/625023. 13p. Janda JM, Abbott SL. 2010. The genus Aeromonas: taxonomy, pathogenicity, and infection. Clinical Microbiology Reviews. 23(1): 35-73. doi: 10.1128/CMR.00039-09. Jayavignesh V, Kannan KS, Bhat AD. 2011. Biochemical characterization and cytotoxicity of the A. hydrophila isolated from Catfish. Archives of Applied Science Research. 3(3): 85-93. Jha AK. 2011. Probiotic technology: an effective means for bioremediation in shrimp farming ponds. Journal of Bangladesh Acadeny of Sciences. 35 (2): 237-240. Kalaiselvi S, Panneerselvam A. 2011. Invitro assessment of antagonistic activity of Trichoderma sp. against Sarocladium oryzae causing sheath rot disease in paddy. International Journal of Applied Biology and Pharmaceutical Technology. 2 (1): 179-183. ISSN 0976-4550. Khalil RH, Saad TT, Elabd YM. 2011. Evaluation of immunomodulatory effect of some probiotics on cultured Oreochromis niloticus. Journal of the Arabian Aquaculture Society. 6(2): 135-154. Knapp O, Stiles B, Popoff MR. 2010. The aerolysin-like toxin family of cytolytic, pore-Forming toxins. The Open Toxinology Journal. 3: 53-68. Krausel KH, Fivaz M, Monodi A, Van der Goot FG. 1998. Aerolysin induces Gprotein activation and Ca2+ release from intracellular stores in human granulocytes. The Journal of Biological Chemistry. 273 (29): 18122-18129.
35 Kumar MP, Ramulu KS. 2013. Haematological changes in Pangasius hypophthalmus infected with A. hydrophila. International Journal of Food, Agriculture and Veterinary Sciences. 3(1): 70-75. ISSN: 2277-209X. Laith AR, Najiah M. 2013. A. hydrophila: Antimicrobial susceptibility and histopathology of isolates from diseased Catfish, Clarias gariepinus (Burchell). Aquaculture Research and Development. 5(2): 1-7. doi: 10.4172/21559546.1000215 Lazado CC, Caipang CM. 2014. Mucosal immunity and probiotics in fish. Fish and Shelfish Immunology. 39: 78-89. doi: 10.1016/j.fsi.2014.04.015. Luis-Villasenor IE, Macias-Rodriguez ME, Gomez-Gil B, Ascencio-Valle F, Campa-Cordova AI. 2011. Beneficial effect of four Bacillus Strains on the larval cultivation of Litopenaeus vannamei. Aquaculture. 321: 136-144. doi: 10.1016/j.aquaculture.2011.08.036. Lupatsch I, Santos GA, Schrama JW, Verreth JAJ. 2009. Effect of stocking density and feeding level on energy expenditure and stress responsiveness in European sea bass Dicentrarchus labrax. Aquaculture. 298: 245-250. doi: 10.1016/j.aquaculture.2009.11.007. Luz RK, Martinez-Alvarez RM, De Pedro N, Delgado MJ. 2008. Growth, food intake regulation and metabolic adaptation in Goldfish (Carassius auratus) exposed to different salinities. Aquaculture. 276: 171-178. doi: 10.1016/j.aquaculture.2008.01.042. Madigan MT, Martinko JM, Stahl DA, Clark DP. 2011. Brock Biology of Microorganisms. 13th ed. San Francisco (USA): Pearson Education Inc. Magnadottir B. 2010. Immunological control of fish disease [review]. Marine Biotechnology. 12: 361-379.doi: 10.1007/s10126010-9279x. Mallya YJ. 2007. The effect of dissolved oxygen on fish growth in aquaculture [final project]. Kingolwira National Fish Farming Centre, Fisheries Division Ministry of Natural Resources and Tourism Tanzania. 30p. Mangunwardoyo M, Ismayasari R, Riani E. 2010. Uji patogenisitas dan virulensi A. hydrophila stanier pada ikan Nila (Oreochromis niloticus Lin.) melalui Postulat Koch. Jurnal Riset Akuakultur. 5(2): 245-255.. Miyazaki T, Kageyama T, Miura M, Yoshida T. 2001. Histopathology of viremiaassociated ana-aki-byo in combination with A. hydrophila in color carp Cyprinus carpio in Japan. Diseases of Aquatic Organism. 44: 109-120. Mocanu M, Cristea V, Dediu L, Bocioc E, Grecu RI, Ion S, Vasilean I. 2010. The effect of probiotic diet on growth and hematology parameters of Rainbow trout (Oncorhynchus mykiss, Walbaum 1792). Lucrari Stiintifice-Sera Zootheniie. 59: 258-263. Mohapatra D, Swain P. 2008. Isolation and characterization of virulent A. hydrophila isolates associated with disease of ornamental fishes belonging to family Cyprinidae and Poecilidae. E-planet. 10(2): 30-35. Montoya JC, Magalonzo-De Jesus MS, Reclusado G, Sombrero L, Ang CF. 2007. Characterization of rifampicin-resistance in Philippine isolates of Mycobacterium tuberculosis by mutation of the rpoB gene. Philippine Journal of Science. 136(2): 147-153. ISSN 0031-7683. Muiswinkel WBV, Nakao M. 2014. A short history of research on immunity to infectious disease in fish [review]. Developmental and Comparative Immunology. 43: 130-150. doi: 10.1016/j.dci.2013.08.016.
36 Murilio I, Villamil L. 2011. Bacillus cereus and Bacillus subtilis used as probiotics in Rotifer (Branchionus plicatilis) cultures. Journal Aquaculture Research and Development S1:007.doi: 10.4172/2155-9546.S1-007. Naserizadeh M, Nematollahi MA, Hosseini SV. 2013. The relationship between water quality parameters and response to density stress in Pacu (Piaractus brachypomus). International Research Journal of Applied and Basic Sciences. 4(6): 1518-1523. ISSN 2251-838X. Nayak SK. 2010. Probiotics and immunity: A fish perspective. Fish and Shellfish Immunology. 29: 2-14. doi: 10.1016/j.fsi.2010.02.017. Niamah AK. 2012. Detected of aero genes in A. hydrophila isolates from shrimp and peeled shrimp samples in local markets [short communication]. Journal of Microbiology, Biotechnology and Food Sciences. 2(2): 634-639. Nicholson WL, Maughan H. 2002. The spectrum of spontaneous rifampin resistance mutation in the rpoB gene of Bacillus subtilis 168 spores differs from that of vegetatif cells and resembles that of Mycobacterium tuberculosis. Journal of Bacteriology. 184(17): 4936-4940. doi: 10.1128/JB.184.17.4940.2002. Nikoskelainen S, Ouwehand A, Salminen S, Bylund G. 2001. Protection of rainbow trout Onchorynchus mykiss from furunculosis by Lactobacillus rhamnosus. Aquaculture. 198: 229-236. Piccietty S, Fausto AM, Randelli E, Carnevali O, Taddei AR, Buonocore F, Scapigliati G, Abelli L. 2009. Early treatment with Lactobacillus delbrueckii strain induces an increase in intestinal T-cells and granulocytes and modulates immune-related genes of larval Dicentrarchus labrax (L.). Fish and Shellfish Immunology. 26: 368-376.doi: 10.1016/j.fsi.2008.10.008. Prakoso WSA. 2012. Gambaran jumlah dan hitung jenis sel leukosit darah ikan mas (Cyprinus carpio Linn) yang diterapi ekstrak daun sambiloto (Danrographis paniculata) setelah diinfeksi A. hydrophila. [artikel ilmiah]. Surabaya (ID): Universitas Airlangga. 12p. Priosoeryanto BP, Huminto H, Agungpriyono DR, Harlina E, Estuningsih S, Simanullang STP. 2000. Studi patologi dari abses multifokal pada katak (Rana catesbeiana). Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. 4p. Purivirojkul W, Areechon N. 2007. Application of Bacillus spp. isolated from the intestine of black tiger shrimp (Penaeus monodon Fabricus) from natural habitat for control bacteria in aquaculture. Kasetsart J. (Nat.Sci). 41: 125-132. Ravi AV, Musthafa KS, Jegathammbal G, Kathiresan K, Pandian SK. 2007. Screening and evaluation of probiotics as a biocontrol agent against pathogenic vibrios in marine aquaculture. Applied Microbiology. 45: 219-223. ISSN: 0266-8254. Reneshwary C, Rajalakshmi M, Marimuthu K, Xavier R. 2011. Dietary administration of Bacillus thuringiensis on the cellular innate immune response of African catfish (Clarias gariepinus) against A. hydrophila. European Review for Medical and Pharmacological Sciences. 15: 53-60. Rey A, Verján N, Ferguson HW and Iregui C. 2009. Pathogenesis of A. hydrophila strain KJ99 infection and its extracellular products in two species of fish. Veterinary Record. 164: 493-499.
37 Sahu MK, Swarnakumar NS, Sivakumar K, Thangaradjou T, Kannan L. 2008. Probiotics in aquaculture: importance and future perspectives [review]. Indian Journal Microbiology. 48: 299-308. doi: 10.1007/s12088-008-0024-3. Sansawat A, Thirabunyanon M. 2009. Anti-A. hydrophila activity and characterisation of novel probiotics strains of Bacillus subtilis isolated from the gastrointestinal tract of giant freshwater prawns. Maejo International Journal of Science &Technology. 3(01): 77-87. ISSN 1905-7873. Saputra HM, Marusin N, Santoso P. 2013. Struktur histologis insang dan kadar hemoglobin ikan asang (Osteochilus hasseltii C.V) di Danau Singkarak dan Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2(2): 138-144. ISSN: 2303-2162-DRAFT. Sarkar MJA, Rashid MM. 2012. Pathogenicity of the bacterial isolate A. hydrophila to catfishes, carp and perch. Journal Bangladesh Agricultural University. 10(1): 157-161. ISSN1910-3030. Scapigliati G. 2013. Functional aspect of fish lymphocytes [review]: Developmental dan Comparative Immunology. 41: 200-208. doi: 10.1016/j.dci.2013.05.012. Sharma I, Kumar A, Pramanik AK. 2009. Review of technique on isolation and identification of Aeromonads from food of animal and fish origin. Assam University Journal of Science and Technology: Biologycal Sciences. 4(1): 7385. Sharma P, Sihag RC, Gahlawat SK. 2013. Effect of probiotic on haematological parameters of diseased fish (Cirrihinus mrigal). Journal of Fisheries Sciences. 7(4): 323-328. doi: 10.3153/jfscom.2013036. Shotts EBJ, Rimler R. 1973. Medium for the isolation of A. hydrophila. Journal Applied Microbiology. 26(4): 550-553. Silva EF, Soares MA, Calazans NF, Vogeley JL, do Valley BC, Soares R, Peixoto S. 2013. Effect of probiotics (Bacillus spp.) addition during larvae and postlarvae culture of the white shrimp Litopenaeus vannamei. Aquaculture Reseach. 44: 13-21.doi: 10.1111/j.1365109.2011.03001x. Slepecky RA, Hemphil HE. 2006. The genus Bacillus-nonmedical. Prokaryotes. 4: 530-562. doi: 10.1007/0-387-30744-3_I6. Sorokulova IB, Pinchuk IV, Denayrolles M, Osipova IG, Huang JM, Cutting SM, Urdaci MC. 2007. The safety of two Bacillus probiotic strain for human use. Dig.Dis.Sci. 53: 954-963. doi: 10.1007/s10620-007-9959-1 Souza PC, Bonilla-Rodriguez GO. 2007. Fish hemoglobins. Brazilian Journal of Medical and Biological Research. 40. 769-778. ISSN: 0100-879X. Standen BT, Rawling MD, Davies SJ, Castex M, Foey A, Giocchini G, Carnevali O, Merrifield DI. 2013. Probiotic Pediococcus acidilactici modulates both localised intestinal and peripheral-immunity in Tilapia (Oreochromis niloticus). Fish and Shellfish Immunology. 35: 1097-1104. doi: 10.1016/j.fsi.2013.07.018. Stentiford GD, Massoud MS, Al-Mudhhi S, Al-Sarawi MA, Al-Enezi M, Lyons BP. 2014. Histopathological survey of potential biomarkers for the assessment of contaminant related biological effect in species of fish and shellfish collected from Kuwait Bay, Arabian Gulf. Marine Environmental Research. 98: 60-67. doi: 10.1016/j.manenvres.2014.03.005.
38 Sun YZ, Yang HL, Ma RL, Lin WY. 2010. Probiotic applications of two dominant gut Bacillus strains with antagonistic activity improved the growth performance and immune responses of grouper Epinephelus coioides. Fish and Shellfish Immunology. 29: 803-809. doi: 10.1016/j.fsi.2010.07.018. Suryani Y, Astuti, Oktavia B, Umniyati S. 2010. Isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat dari limbah kotoran ayam sebagai agensi probiotik dan enzim kolesterol reduktase. Prosiding Seminar Nasional Biologi 3 Juli 2010 ‘Biologi dan Pengembangan Profesi Pendidik Biologi’.138-147. ISBN: 978-602-972980-1. Talpur AD, Ikhwanuddin M, Abdullah MDD, Bolong AMA. 2013. Indigenous Lactobacillus plantarum as probiotic for larviculture of blue swimming crab, Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758): effect on survival, digestive enzyme activities and water quality. Aquaculture. 416-417: 173-178. doi: 10.1016/j.aquaculture.2013.09.018. Talpur AD, Munir MB, Mary A, Hashim R. 2014. Dietary probiotics and prebiotics improved food acceptability, growth performance, haematology and immunological parameters and disease resistance againts A. hydrophila in snakehead (Channa striata) fingerlings. Aquaculture. 426-427:14-20. doi: 10.1016/j.aquaculture.2014.01.013. Thune RL, Stanley LA, Cooper RK. 1993. Pathogenesis of Gram-negative bacterial infections in warmwater fish. Annual Review of Fish Disease. Pergamon Press, New York. 37-68. Tuan TN, Duc PM, Hatai K. 2013. Overview of the use of probiotics in aquaculture. International Journal of Research in Fisheries and Aquaculture. 3(3): 89-97. ISSN: 2277-7729. Tupin A, Gualtieri M, Roquet-Ban`eres F, Morichaud Z, Brodolin K, Leonetti J-P. 2008. Resistance to rifampicin: at the crossroads between ecological, genomic and medical concerns. International Journal of Antimicrobial Agents. doi: 10.1016/j.ijantimicag.2009.12.017 Uddin N, Al-Harbi AH. 2012. Bacterial flora of polycultured common carp (Cyprinus carpio) and African catfish (Clarias gariepinus). International Aquatic Research. 4(10): 1-9. doi: 10.1186/2008-6970-4-10. Uribe C, Folch H, Enriquez R, Moran G. Innate and adaptive immunity in teleost fish: a Review [Review Article]. Veterinarni Medicina. 56(10): 486-503. Ventura MT, Grizzle JM. 1987. Evaluation of portals of entry of Aeromonas hydrophila in Channel Catfish. Aquaculture. 65: 205-214. Widanarni, Lidaenni MA, Wahjuningrum D. 2010. Pengaruh pemberian bakteri probiotik Vibrio SKT-b dengan dosis yang berbeda terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva udang windu (Penaeus monodon) Fab. Jurnal Akuakultur Indonesia. 9(1): 21-29. Widanarni, Meha D, Nuryati S, Sukenda, Suwanto A. 2004. Uji patogenisitas Vibrio harveyi pada larva udang windu menggunakan resisten rifampisin sebagai penanda molekuler. Jurnal Akuakultur Indonesia. 3(3): 23-27. Yardimci B, Aydin Y. 2011. Pathological findings of experimental A. hydrophila infection in Nile tilapia (Oreochromis niloticus). Ankara Univ Vet Faj Derg. 58: 47-54.
39 Yousr AH, Napis S, Rusul GRA, Son R. 2007. Detection of aerolysin and hemolysin genes in Aeromonas spp. isolated from environmental and shellfish sources by Polymerase Chain Reaction. ASEAN Food Journal. 14(2): 115-122. Yulianto R, Adiputra YT, Wardiyanto, Setyawan A. 2013. Perubahan jaringan organ ikan komet (Carassius auratus) yang diinfeksi dengan A. hydrophila. eJurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 2(1): 197-203. ISSN: 2302-3600. Zhuo X, Wang Y, Li W. 2008. Effect of probiotic on larvae shrimp (Penaeus vannamei) based on water quality, survival rate and digestive enzyme activities. Aquaculture. 287: 349-353.doi: 10.1016/j.aquaculture.2008.10.046. Zhou X, Wang Y, Yao J, Li W. 2010. Inhibition ability of probiotic, Lactobacillus lactis, againts A. hydrophila and study of its immunostimulatory effect in tilapia (Oreochromis niloticus). International Journal of Engineering, Science dan Technology. 2(7): 73-80. Zhu L, Nie L, Zhu G, Xiang L, Shao J. 2013. Advances in research of fish immune-relevant genes: a comparative overview of innate and adaptive immunity in teleost [review]. Developmental and Comparative Immunology. 39: 39-62. doi: 10.1016/j.dci.2012.04.001. Ziaei-Nejad S, Rezaei MH, Takami GA, Lovett DL, Mirvaghefi AR, Shakouri M. 2005. The effect of Bacillus spp. bacteria used as probiotics on digestive enzyme activity, survival, and growth in the Indian white shrimp Fenneropenaeus indicus. Aquaculture. In press. doi: 10.1016/j.aquaculture.2005.07.021.
40
LAMPIRAN Lampiran 1 Penghitungan total eritrosit (Blaxhall dan Daisley 1973) Sampel darah dihisap dengan pipet berskala sampai 0,5, selanjutnya larutan Hayem dihisap sampai skala 101, kedua bahan dalam pipet digoyangkan atau diayunkan membentuk angka delapan selama 3-5 menit agar bercampur homogen. Tetesan pertama dibuang, tetesan berikutnya diteteskan ke dalam haemositometer dan ditutup dengan kaca penutup. Penghitungan dilakukan pada 5 kotak kecil haemositometer. Lampiran 2 Penghitungan total leukosit (Blaxhall dan Daisley 1973) Sampel darah dihisap dengan pipet berskala sampai 0.5, dilanjutkan dengan menghisap larutan Turk’s sampai skala 11, dan dihomogenkan. Larutan yang dihasilkan dimasukkan ke dalam hemositometer dan ditutup dengan kaca penutup. Penghitungan dilakukan pada 5 kotak besar haemositometer. Lampiran 3 Pengukuran kadar hemoglobin (Collier 1944) Tabung Sahlinometer diisi dengan larutan HCl 0,1 N sampai garis skala paling bawah, kemudian ditempatkan diantara 2 tabung dengan warna standar. Darah ikan dari tabung Eppendorf diambil dengan pipet Sahli sebanyak 0,02 ml dan dimasukkan ke tabung sahli dan didiamkan selama 3 menit, sebelumnya ujung pipet dibersihkan terlebih dahulu. Kemudian ditambahkan akuades dengan pipet tetes sedikit demi sedikit dan diaduk sampai berubah warna tepat sama dengan warna standar. Lampiran 4 Pengukuran kadar hematokrit (Anderson dan Siwicki 1993) . Darah dihisap dengan menggunakan pipa hematokrit dengan sistem kapiler. Setelah kira-kira mencapai kurang lebih ¾ bagian pipa, ditutup dengan bahan penutup (critoseal). Pipa kapiler yang berisi darah kemudian dipusingkan dengan kecepatan putaran 1500 rpm selama 5 menit. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan bagian darah yang mengendap dengan seluruh bagian darah yang ada dalam tabung mikrohematokrit. Lampiran 5 Penghitungan diferensial leukosit (Blaxhall dan Daisley 1973) Pengamatan diferensial leukosit dilakukan dengan mengamati preparat ulas darah yang diwarnai dengan pewarna Giemsa di bawah mikroskop. Pembuatan preparat ulas darah dilakukan dengan menempatkan setetes darah pada gelas obyek, dibuat preparat ulas dan dibiarkan kering udara kemudian diwarnai. Terlebih dahulu dilakukan fiksasi dengan merendam preparat yang telah kering ke dalam metanol selama 5 menit, kemudian dikeringkan dalam udara, setelah itu dimasukkan ke dalam larutan Giemsa 10% selama 30 menit. Setelah diwarnai, preparat dikeringkan dan siap untuk diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000 x. Pengamatan dan penghitungan masing-masing jenis sel dilakukan hingga jumlah semua jenis sel mencapai 100.
41 Lampiran 6 Pembuatan preparat histopatologi (Hossain et al. 2007) Sampel organ yang diambil, difiksasi dengan menggunakan larutan fiksatif Neutral Buffer Formalin (NBF) 10% selama 24 jam. Organ yang telah difiksasi, kemudian dilakukan proses dehidrasi dengan cara memasukkan organ ke dalam alkohol 70% selama 24 jam. Setelah itu, dipindahkan ke dalam alkohol 80%, 90%, dan 95% yang masing – masing dilakukan selama 24 jam, sedangkan pada alkohol 100% (absolut I, II, III), lama pemaparan masing – masing selama satu jam. Selanjutnya dilakukan penjernihan dengan cara memindahkan dari alkohol absolut III ke larutan penjernih (xylol). Pemaparan dilakukan dalam xylol I (30 menit), xylol II (30 menit), dan xylol III (1 jam). Tahap berikutnya yang dilakukan adalah infiltrasi dan embedding. Infiltrasi dilakukan dalam parafin cair yang ditempatkan dalam inkubator bersuhu 60 – 70oC dan dilakukan secara bertahap (tiga tahap), dengan lama pemaparan masing – masing selama satu jam. Embedding dilakukan dengan memasukkan potongan jaringan ke dalam cetakan embedding yang sebelumnya telah diisi parafin cair hingga cembung di atas plate panas pada embedding tissue consule. Cetakan embedding selanjutnya dipindahkan ke plate dingin dan setelah parafin setengah membeku, label jaringan ditempelkan dan diapungkan di atas air dingin. Setelah parafin beku sempurna, hasil embedding dapat dilepas dari cetakannya dan diiris – iris berbentuk segi empat, lalu ditempelkan pada blok kayu. Hal selanjutnya yang dilakukan adalah pemotongan blok parafin, yaitu diawali dengan memasang blok jaringan pada mikrotom, selanjutnya dilakukan pemotongan dengan ukuran 4 μm. Proses pemotongan dilakukan berkali – kali hingga diperoleh potongan yang sempurna. Hasil potongan diambil dengan cara melekatkan pada kertas basah dan ditempatkan di atas permukaan air dingin selama beberapa saat, pindahkan ke atas permukaan air hangat dan selanjutnya ditempelkan pada gelas objek. Kemudian dilakukan 14 deparafinisasi dan rehidrasi. Sediaan dimasukkan dalam xylol sebanayak tiga kali untuk melarutkan parafin. Rehidrasi dilakukan bertahap dengan cara memasukkan sediaan ke dalam larutan alkohol bertingkat dari alkohol absolut tiga kali, 95%, 90%, 80%, dan 70% dengan lama waktu pada masing – masing tahap 2 – 5 menit. Tahap selanjutnya adalah pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE). Sediaan di rendam di dalam hematoksilin selama lima menit kemudian direndam dalam air mengalir selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan pewarnaan eosin selama 5 menit. Kemudian dilakukan dehidrasi di mulai dengan alkohol 70%, 80%, 90%, 95% dan alkohol absolut I, II, dan III. Untuk penjernihan dilakukan dengan xylol I, II, dan III. Kemudian dilanjutkan dengan mounting. Mounting adalah proses penutupan sediaan dengan menggunakan cover glass dengan bantuan perekat. Proses mounting diawali dengan meneteskan (1 – 2 tetes entelan) perekat di sisi sediaan, selanjutnya cover glass diletakkan secara hati – hati agar perekat dapat menyebar secara merata dan dapat menutupi seluruh permukaan sediaan dan diupayakan agar tidak terbentuk gelembung udara.
42
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 09 Desember 1988 dari Bapak Moch. Choirul Anam dan Ibu Ernawati MA. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara. Pendidikan yang diselesaikan penulis untuk Sekolah Dasar pada tahun 2001 di SDN Sidotopo Wetan IV/558, Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2004 di SMP Negeri 2 Surabaya dan Sekolah Menengah Atas tahun 2007 di SMK Farmasi Surabaya. Tahun 2012 penulis telah menyelesaikan program sarjana pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.