PEMBERIAN KALSIUM NANO Ca3(PO4)2 TERHADAP EFEKTIVITAS PENYERAPAN KALSIUM TULANG HEWAN MODEL TIKUS PUTIH Rattus novergicus
TUTIK LUSYTA AULYANI
DEPERTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemberian Kalsium Nano Ca (Po4) terhadap Efektivitas Penyerapan Kalsium Tulang Hewan Model Tikus Putih Rattus novergicus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 3
2
Tutik Lusyta Aulyani NIM D24090049
ABSTRAK TUTIK LUSYTA AULYANI. Pemberian Kalsium Nano Ca (Po4) Terhadap Efektivitas Penyerapan Kalsium Tulang Hewan Model Tikus Putih Rattus Novergicus. Dibimbing oleh DEWI APRI ASTUTI dan WIDYA HERMANA. 3
2
Kalsium nano adalah kalsium dengan ukuran partikel 1-100x10-9m, yang diharapkan dapat diserap lebih efektif ke dalam peredaran darah, selanjutnya dideposisi di tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui efek pemberian kalsium nano pada ransum terhadap serapan kalsium dalam tulang di hewan model tikus putih (Rattus norvegicus) strain Sprague dawley pada umur yang berbeda. Sejumlah 20 ekor tikus dipelihara selama 5 minggu dalam kandang individu dan dibagi kedalam empat kombinasi perlakuan. Rancangan percobaan menggunakan faktorial 2 X 2, faktor A merupakan umur (2 dan 5 bulan), dan faktor B adalah ransum dengan ukuran partikel kalsium biasa (kontrol) atau nano. Empat ekor tikus muda diambil sampel tulangnya pada saat pemeliharaan 3 dan 4 minggu. Peubah yang diukur adalah konsumsi bahan kering (BK), konsumsi kalsium (Ca), kadar Ca feses, serapan Ca, kadar Ca serum, kadar Ca tulang tibia dan pertambahan bobot badan harian (PBBH). Pemberian kalsium nano dalam ransum tidak menunjukkan adanya interaksi antara kedua faktor utama. Tikus umur 2 bulan memiliki PBBH lebih tinggi (P<0.01). Kalsium dengan ukuran nano nyata mempengaruhi konsumsi (P<0.05), serapan kalsium (P<0.01). Secara kualitatif tulang bagian luar terkristalisasi lebih baik, hasil analisis menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Kata kunci: kalsium nano, serapan kalsium, Sprague dawley ABSTRACT TUTIK LUSYTA AULYANI. The Effect of Nano Calcium Ca (PO4) to the Effectivity of Bone Calcium Absoprtion In Animal Model Rattus Novergicus. Supervised by DEWI APRI ASTUTI and WIDYA HERMANA. 3
2
Nano calcium has particle size 1-100x10-9m, this size expected absorbed more effective in the blood furthermore deposited in bone. Objectives of this research are to evaluate the influence of nano calcium in ration to the bone calcium absorption in animal model rat (Rattus norvegicus) strain Sprague dawley in different age. Twenty rats were housed in the individual cages and devided to four combination treatments. The experimental design was factorial 2 X 2, factor A was age (2 and 5 months), and factor B was ration with Ca control or nano. Four rats was take bone sample in third and fourth weeks. Parameters measured were DM (Dry matter), calcium (Ca) intake, Ca feces, Ca absorption, serum Ca, tibia bone Ca and average daily gain. The Utilizing of nano Ca particle in the ration showed that there was no interaction between two main factors. Two months old rats has higher daily gain (P<0.01). Nano calcium has affected to the intake (P<0.05) and absorption of Ca (P<0.01). Qualitatively the bone crystalization were done in a outside bone, analyzed by Scanning Electron Microscopy (SEM). Keywords: calcium absoprtion, nano calcium, Sprague dawley
PEMBERIAN KALSIUM NANO Ca3(PO4)2 TERHADAP EFEKTIVITAS PENYERAPAN KALSIUM TULANG HEWAN MODEL TIKUS PUTIH Rattus novergicus
TUTIK LUSYTA AULYANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPERTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pemberian Kalsium Nano Ca (Po4) Terhadap Efektivitas Penyerapan Kalsium Tulang Hewan Model Tikus Putih Rattus Novergicus Nama : Tutik Lusyta Aulyani NIM : D24090049 3
2
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS Pembimbing I
Ir Widya Hermana, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah nano kalsium pada hewan model yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012, dengan judul Pengaruh Pemberian Kalsium Nano Ca (Po4) pada Hewan Model Tikus Putih Rattus Novergicus Terhadap Efektivitas Penyerapan Kalsium Di Tulang. Kalsium merupakan mineral yang diretensi cukup besar dalam tubuh. Pemberian mineral kalsium dengan ukuran nanometer disesuaikan dengan usia ternak dilakukan untuk mengetahui efektivitas penyerapan kasium di tulang berkaitan absorpsi dengan fungsi homeostasi kalsium dalam tulang yang dilakukan terlebih dahulu dengan menggunakan hewan model tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley. Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis berharap agar skripsi ini memberikan informasi yang berguna bagi dunia peternakan. 3
2
Bogor, Juni 2013 Tutik lusyta Aulyani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Bahan
2
Alat
3
Prosedur Percobaan
3
Rancangan dan Analisis Data
4
Peubah yang Diamati
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kondisi Umum
6
Konsumsi Bahan Kering (BK) Pakan
7
Konsumsi Kalsium
8
Kalsium Feses
8
Serapan Kalsium
9
Serum Kalsium
10
Kalsium Tulang Tibia
11
Komposisi Penyusun Tulang dan Perbandingan Ca/ P Tulang Tibia
11
Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
14
SIMPULAN DAN SARAN
15
Simpulan
15
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
19
UCAPAN TERIMAKASIH
19
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Formulasi ransum penelitian kontrol dan nano 2 Hasil analisis proksmat ransum penelitian (BK) 3 Rataan Suhu dan kelembaban kandang pada pagi dan sore hari 6 Rataan konsumsi bahan kering (BK) (g/ekor/hari) 7 Rataan konsumsi kalsium (mg/ekor/hari) 8 Rataan kalsium feses (mg/ekor/hari) 8 Rataan serapan kalsium (%) 9 Rataan kadar kalsium serum (md/dl) 10 Rataan kadar kalsium tulang tibia (%) 11 Kadar komposisi penyusun tulang tikus menggunakan metode EDX dengan SEM 13 11 Perbandingan komposisi penyusun tulang tikus dengan EDX 13 12 Rataan PBBH tikus (mg/ekor/hari) 14
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Metabolisme kalsium di dalam tubuh Fungsi homeostasis kalsium di dalam tubuh Hasil analisa tulang (MKI) Hasil analisa tulang (MNI) Hasil analisa tulang (MKII) Hasil analisa tulang (MNII)
9 10 12 12 13 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Hasil sidik ragam konsumsi BK Hasil sidik ragam konsumsi kalsium Hasil sidik ragam kalsium feses Hasil sidik ragam serapan kalsium Hasil sidik ragam serum kalsium Hasil sidik ragam kadar kalsium tulang tibia Hasil sidik ragam pertambahan bobot badan harian (PBBH)
17 17 17 18 18 18 18
PENDAHULUAN Kalsium nano adalah mineral dengan ukuran partikel (1-100x10-9m) atau seperseribu kali mikrometer. Ukuran yang kecil ini diharapkan dapat diserap lebih efektif ke dalam peredaran darah Gao et al. (2007). Kebutuhan kalsium pada hewan model tikus adalah 0.5 g/kg diet (NRC 1995). Sekitar 30%-50% kalsium yang dikonsumsi diabsorpsi dalam tubuh (Almatsier 2004). Jumlah dan proporsi kebutuhan yang tepat berbeda pada setiap ternak, hal ini dipengaruhi oleh bangsa, umur, jenis kelamin dan status fisiologis ternak. Komposisisi utama mineral di dalam tulang adalah Ca dan P (Urbiola et al. 2012). Keberadaan kalsium dalam tubuh merupakan fungsi homeostatis. Hal ini menyebabkan ternak dapat mengabsorpsi ataupun mendeposisi mineral di dalam tulang (Veum 2010). Sekitar 98% kalsium dalam tubuh dideposisi dalam tulang sebagai hidroksiapatit, sedangkan kalsium yang lain berada di dalam cairan ekstraselular, serum sel, enzim aktivasi, fungsi neuromuskular dan darah yang berperan penting dalam metabolism (McDowell 2003). Proses pembentukan tulang yang melibatkan mineral Ca diawali dengan pembentukan hyaline dan cartilago, dilanjutkan dengan pembentukan rongga dan pembuluh darah. Proses pembentukan tulang diakhiri dengan proses osifikasi yang sempurna hingga terbentuknya tulang yang lengkap (Midlandtech 2012). Pada hewan muda, proses pembentukan tulang dimulai dengan deposit mineral di bagian matrix, hal ini merupakan kerja sel darah yang dapat mencapai trabecular bone. Proses ini yang menyebabkan tulang terus tumbuh (McDowell 2003). Tricalcium Phosphate (TCP) adalah sumber mineral berupa pakan tambahan dalam bentuk serbuk dengan bobot molekul 310.18 dan berat jenis 3.14. Umumnya digunakan sebagai antikoagulan, suplemen nutrisi, penambah kalsium, pengatur pH, tepung antikoagulan (Kilic et al. 2012). Usia pertumbuhan dan dewasa berpengaruh terhadap penyerapan kalsium dalam tulang. Belum banyak dilakukan penelitian mengenai efektivitas penyerapan nano kalsium dalam bentuk senyawa TCP di hewan model tikus pada umur yang berbeda. Pemberian mineral kalsium dengan ukuran nanometer disesuaikan dengan umur ternak dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas penyerapan kasium di tulang. Absorpsi dengan fungsi homeostasi kalsium dalam tulang dilakukan terlebih dahulu dengan menggunakan hewan model tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley. Ukuran partikel kalsium nano yang kecil, diharapkan dapat diserap lebih efektif ke dalam peredaran darah. Usia pertumbuhan dan dewasa dari tikus berpengaruh terhadap penyerapan kalsium dalam tulang. Penelitian ini bertujuan mempelajari penyerapan kalsium di tulang yang diberi ransum mengandung kalsium nano pada hewan model tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley pada umur yang berbeda 2 bulan (tumbuh) dan 5 bulan (dewasa).
2
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kandang pemeliharaan tikus dan analisis kadar kalsium serum di Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, preparasi sampel berupa pengabuan basah dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan. Analisis kadar kalsium pakan dan feses dilakukan di Laboratorium Kimia Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB Dramaga dan analisis kadar kalsium tulang tibia dilakukan di Laboratorium Afiliasi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Depok. Analisis komposisi tulang tibia dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional kawasan Serpong Tangerang pada bulan September 2012 - Februari 2013.
Bahan Hewan percobaan Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih Rattus novergicus dari galur Sprague dawley yang berjumlah 16 ekor yang terdiri dari 12 ekor tikus berumur 2 bulan dengan rataan bobot badan (171.63±19.87) g dan 8 ekor tikus berumur 5 bulan dengan rataan bobot badan (227.44±27.69) g. Ransum Bahan baku ransum yang digunakan terdiri dari jagung giling, dedak padi, tepung beras, bungkil kedele, tepung ikan, minyak sayur, NaCl, premix dan kalsium fosfat Ca3(PO4)2 dalam ukuran partikel biasa/kontrol <0.063 mm (6.3x10-5m) dan ukuran partikel nano (1-100x10-9m). Hasil formula ransum penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dan hasil analisis nutrien ransum penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1 Formula ransum penelitian Bahan pakan Jagung giling Dedak padi Tepung beras Bungkil kedele Tepung ikan Minyak sayur Ca3(PO4)2 (kontrol atau nano) Premiks Garam Jumlah
Jumlah komposisi (% As fed) 56 10 7 19 5 1 1 0.5 0.5 100
3 Tabel 2 Hasil analisis proksimat ransum penelitian (% BK) Analisis nutrien Ransum kontrol (%) Ransum nano (%) Bahan kering (BK)* 47.37 49.34 Protein Kasar (PK)* 19.67 19.54 Serat Kasar (SK)* 6.84 6.13 Lemak Kasar (LK)* 3.27 2.72 Kalsium (Ca)** 0.81 1.04 Fosfor (P)* 0.76 0.78 * Hasil analisa laboratorium ITP FAPET IPB (2012). **Hasil analisa AAS laboratorium Kimia FMIPA IPB (2012).
Alat Peralatan perkandangan yang digunakan adalah kandang individu yang diberi tempat pakan dan botol air minum dan timbangan. Pengambilan darah menggunakan syringe dan tabung berheparin. Analisis kadar kalsium serum menggunakan reagen kit kalsium O-C FAST® dan spektrofotometer UV-Vis, sedangkan analisis kadar kalsium pada pakan, tulang dan feses menggunakan atomic absorption spectrophotometer (AAS) Shimadzu AA-6300. Analisis kandungan struktur tulang secara mikroskopik menggunakan scanning electron microscopy (SEM) dan energy-dispersive x-ray analysis (EDX).
Prosedur Percobaan Pemeliharaan Periode preliminari dilakukan selama empat hari untuk memberikan waktu adaptasi tikus terhadap ransum baru yang diberikan, sedangkan pemeliharaan dilakukan selama 5 minggu. Pemberian ransum dilakukan dua kali sehari yaitu pagi hari sebelum pukul 09.00 dan sore hari pukul 15.00. Pencampuran ransum secara kering dilakukan setiap sepuluh hari sekali, sedangkan pembuatan ransum berbentuk pasta dilakukan setiap pagi sebelum diberikan pada tikus. Ransum diberikan ad libitum dengan kadar air sekitar 47% - 49% penimbangan sisa pakan dilakukan setiap pagi hari. Perlakuan yang diberikan adalah ransum kontrol dengan menggunakan kalsium dalam bentuk partikel biasa dan ransum yang lain menggunakan kalsium dalam bentuk partikel nano dalam jumlah yang sama. Kelompok tikus sprague dawley yang digunakan terdiri dari 4 ekor tikus umur 2 bulan, 2 ekor diberi ransum kontrol dan 2 ekor diberi ransum nano diambil masing-masing sampel tulangnya pada minggu ke 3 dan ke-4 pemeliharaan. Tikus berumur 2 bulan sebanyak 8 ekor, empat ekor diberi ransum kontrol dan 2 ekor diberi ransum nano. Tikus berumur 5 bulan sebanyak 8 ekor, empat ekor diberi ransum kontrol dan 2 ekor diberi ransum nano yang diambil sampel feses, darah dan tulangnya pada minggu ke-5 pemeliharaan. Pengambilan sampel feses, darah dan tulang Pengambilan sampel feses dilakukan selama empat hari sebelum penelitian berakhir, sedangkan pengambilan darah dilakukan melalui jantung pada minggu ke-5 pemeliharaan, kemudian tikus dianastesi dengan ether selanjutnya diambil
4 sampel tulang tibia untuk analisis kadar kalsium, sedangkan pengambilan sampel tulang tibia untuk analisis menggunakan scanning electron microscopy (SEM) dengan energy-dispersive x-ray analysis (EDX) dilakukan pada minggu ketiga dan keempat pemeliharaan. Preparasi sampel tulang tibia Tulang yang sudah preparasi dari tubuh hewan dikeringkan pada suhu 60 o C selama 24 jam, kemudian sisa daging yang melekat dibersihkan menggunakan silet, tulang yang sudah bersih direndam dengan larutan hydraziniumhydroxid (etwa 100% N2H5OH) selama enam hari, kemudian tulang direndam menggunakan alkohol 30% selama 1 jam, lalu dibilas menggunakan aquades sebanyak dua kali dan dikeringkan dengan oven 60 oC. Tulang yang diamati menggunakan scanning electron microscopy (SEM) dipotong secara melintang dilakukan prosedur tersebut diatas kembali untuk memastikan hilangnya semua bahan organik yang terdapat di dalam rongga tulang kemudian hasil preparasi tersebut dianalisis menggunakan metode energy-dispersive x-ray analysis (EDX). Pengabuan basah (ransum, feses dan tulang tibia) Sampel ransum, feses, dan tulang dihaluskan menggunakan mortar, ditimbang masing-masing sebanyak 1g, 1g dan 0.1g sampel. Sampel dimasukkan ke dalam labu elenmeyer kemudian ditambahkan 5 ml HNO3 (p). Sampel didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam, lalu dipanaskan di atas hot plate dengan temperatur rendah selama 4-6 jam (dalam ruang asam). Sampel selanjutnya dibiarkan semalam (sampel ditutup). Sampel kemudian ditambah 0.4 ml H2SO4 (p) , lalu dipanaskan di atas hot plate selama ± 1 jam sampai larutan berkurang (lebih pekat). Sampel lalu ditambah dengan 2-3 tetes larutan campuran HClO4: HNO3 (2:1), sampel masih tetap di atas hot plate sampai ada perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua kemudian menjadi kuning muda (selama ± 1 jam). Setelah ada perubahan warna, pemanasan masih dilanjutkan selama 10-15 menit, kemudian didinginkan dan ditambahkan 2 ml aquades dan 0.6 ml HCl (p). Sampel dipanaskan kembali (±15 menit) lalu dimasukkan dalam labu takar 100 ml. Apabila ada endapan disaring dengan kertas saring (AOAC 2007). Sampel dibaca menggunakan AAS untuk diketahui konsentrasi kalsiumnya. Pengukuran kadar kalsium serum Sampel darah disentrifuge sehingga didapatkan serum darah, disiapkan tabung reaksi dan reagen kit kalsium O-C FAST®, ditambahakan 1000 µl calcium-1 yang berupa pelarut kemudian ditambahkan 5 µl sampel serum darah lalu divortex selama 10 detik dan diinkubasi selama 5 menit, ditambahkan 250 µl calcium-2 berupa enzim kemudian divortex kembali selama 10 detik lalu dibaca panjang gelombangnya menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Rancangan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial dengan faktor A adalah umur tikus yang terdiri dari A1= tikus umur 2 bulan dan A2 = tikus umur 5 bulan, sedangkan faktor B adalah perbedaan
5 ransum yang terdiri dari B1= ransum kontrol dengan kalsium dalam partikel biasa, B2= ransum nano dengan kalsium berbentuk nano. Secara umum, model linier dari percobaan faktorial untuk dua faktor yang masing-masing memiliki level a dan b serta n ulangan adalah : Yij =
+
i
+ βj + ( β)ij +
ijk
Analisis data menggunakan sidik ragam (ANOVA) untuk mengetahui hubungan antara masing-masing perlakuan (Steel dan Torrie 1995).
Peubah yang Diamati Peubah yang diukur adalah kondisi umum pemeliharaan, konsumsi bahan kering (BK), konsumsi kalsium, kadar kalsium feses, absorpsi kalsium, kadar kalsium serum, kalsium tulang, analisis komposisi tulang dan perbandingan Ca/P tulang tibia dan pertambahan bobot badan harian (PBBH). Kondisi umum pemeliharaan Kondisi umum pemeliharaan diamati setiap hari dengan mencatat suhu dan kelembaban kandang pada pagi dan sore hari. Konsumsi bahan kering (BK) dan kalsium Konsumsi bahan kering (BK) dan kalsium dihitung setiap hari dengan cara menghitung ransum yang diberikan dikurangi sisa ransum (g/ekor/hari) dikali dengan BK ransum atau kadar kalsium ransum hasil analisa laboratorium. Kalsium feses Preparasi sampel dan analisis menggunakan metode pengabuan basah (AOAC 2007) kemudian sampel dibaca menggunakan AAS untuk diketahui konsentrasi kalsiumnya jumlah kalsium feses didapat dari : Kalsium feses (mg/ekor/hari) = kadar kalsium feses (%) x jumlah feses (mg BK) Kadar kalsium tulang Preparasi sampel dan analisis menggunakan metode pengabuan basah (AOAC 2007) kemudian sampel dibaca menggunakan AAS untuk diketahui konsentrasi kalsiumnya kadar kalsium tulang tibia didapat dari : C= Keterangan :
C = Konsentrasi akhir (ug/g) c = Konsentrasi hasil pengukuran (ug/mL) D = Volum dilusi (mL) Fp = Faktor pengenceran total V = Volum sampel (ml)
6 Serapan kalsium Serapan kalsium merupakan jumlah kalsium yang diserap tubuh hewan, dihitung dengan mengurangi jumlah kalsium yang dikonsumsi dengan jumlah kalsium yang dikeluarkan dalam feses dibagi jumlah konsumsi kalsium dan dikali 100% (Shiga et al. 2003). Analisis komposisi tulang dan perbandingan Ca/ P tulang tibia Kadar kalsium dan perbandingan Ca/P dalam tulang tibia dilihat menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy) dengan metode EDX (Energy-Dispersive X-ray analysis). Kadar kalsium serum Diukur dengan menggunakan reagen kit kalsium O-C FAST® dan dibaca panjang gelombangnya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 570-580 nm, dengan rumus perhitungan sebagai berikut : Kadar kalsium serum (mg/dl) =
x
Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) PBBH tikus diketahui dengan penimbangan bobor badan di awal dan akhir penelitian, dengan rumus perhitungan sebagai berikut: PBBH =
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Faktor yang berperan dalam pemeliharaan hewan adalah faktor manajemen pemeliharaan, pakan dan lingkungan. Pemeliharaan dalam kandang tertutup dengan pemasangan exhaust fan dilakukan untuk mengontrol dan mempertahankan suhu dan kelembaban dalam kandang sehingga konstan. Rataan suhu dan kelembaban kandang mingguan dapat dilihat di Tabel 3. Tabel 3 Rataan suhu dan kelembaban (RH) kandang pada pagi dan sore hari Minggu kePagi suhu (oC) RH (%) Sore suhu (oC) RH (%)
2 26.6 73.0 27.2 68.3
3 26.6 73.2 27.4 69.5
4 26.6 73.8 27.2 72.0
5 26.2 72.5 27.8 63.0
6 26.5 77.3 27.7 75.0
7 Rataan suhu di dalam kandang berkisar antara 26.2 oC sampai 26.6 oC pada pagi hari dan 27.2 oC sampai 27.8 oC pada sore hari. Hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan suhu ideal pemeliharaan tikus pada daerah tropis yaitu 20 oC sampai 25 oC, akan tetapi tikus masih dapat toleran sampai dengan suhu 30 oC. Apabila suhu lebih dari 30oC masalah yang timbul adalah tikus tidak dapat berkembang biak (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Rataan kelembaban (RH) di dalam kandang berkisar antara 72.5% sampai 73.8% pada pagi hari dan 63.0% sampai 75.0% pada siang hari. Kelembaban minimum pada pemeliharaan tikus adalah 40%. Apabila kelembaban kurang dari 40% maka tikus akan semakin rentan terhadap infeksi penyakit (Baker et al. 1979). Dennis (1979) menyatakan bahwa kelembaban dalam kandang tikus harus dijaga tetap berkisar antara 40% sampai 70%.
Konsumsi Bahan Kering (BK) Pakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah konsumsi bahan kering (BK) tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan dan menunjukkan tidak adanya interaksi antara kedua faktor utama. Rataan konsumsi bahan kering (BK) tikus penelitian dapat dilihat di Tabel 4. Tabel 4 Rataan konsumsi bahan kering (BK) tikus penelitian (g/ekor/hari) Umur 2 bulan 5 bulan Rata-rata
Kalsium Kontrol 10.48±1.37 11.07±2.58 11.07±2.02
Nano 9.18±1.94 11.52±0.95 10.35±1.89
Rata-rata 9.83±1.70 11.59±1.80
Rataan konsumsi BK pada penelitian ini berkisar antara 9.83±1.70 sampai dengan 11.59±1.8 (g/ekor/hari) data tersebut menunjukkan 4%-6% bobot badan. Hasil ini masih lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi harian tikus menurut NRC (1995) yaitu 15 g/ekor/hari untuk tikus yang berada pada fase pertumbuhan dan tua (hidup pokok). Pemberian pakan dalam bentuk pasta menyebabkan kadar air pakan cukup tinggi yaitu sekitar 47.37%-49.34 % yang menyebabkan tikus menjadi lebih mudah kenyang, sehingga konsumsi BK rendah. Suhu kandang cukup nyaman bagi tikus untuk makan, akan tetapi lampu dinyalakan selama 24 jam. Hal ini kurang sesuai dengan penelitian Gao et al. (2007) yang melakukan pemeliharaan dengan sirkulasi cahaya 12 jam terang dan gelap yang menyebabkan terganggunya jam biologis tikus sebagai hewan nokturnal yang aktif di malam hari untuk mencari makan.
8 Konsumsi Kalsium Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa umur tidak mempengaruhi konsumsi kalsium, sedangkan ukuran partikel kalsium dalam ransum mempengaruhi jumlah konsumsi kalsium secara nyata (P<0.05). Rataan konsumsi kalsium dapat dilihat di Tabel 5. Tabel 5 Rataan konsumsi kalsium (mg/ekor/hari) Umur 2 bulan 5 bulan Rata-rata
Kalsium Kontrol 84.89±11.2 94.49±20.92 89.69±16.34b
Nano 99.42±21.01 124.76±10.34 112.09±20.46a
Rata-rata 92.16 ± 17.39 109.62 ± 22.25
huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05)
Jumlah konsumsi kalsium dalam bentuk partikel nano nyata lebih besar dibandingkan dengan jumlah konsumsi kalsium yang memilki partikel biasa (kontrol) P<0.05. Hal ini dikarenakan partikel kalsium dalam ukuran nano dapat mudah bercampur didalam ransum, selain itu ukuran partikel yang lebih kecil akan lebih banyak jumlahnya dibandingkan ukuran partikel yang lebih besar pada satuan tempat yang sama. Akibatnya pada saat dikonsumsi jumlah Ca meningkat.
Kalsium Feses Kalsium yang keluar bersama feses merupakan kalsium yang tidak dapat diserap oleh tubuh. Penelitian ini menunjukkan bahwa umur tikus maupun ukuran partikel kalsium biasa dan partikel nano tidak mempengaruhi jumlah kalsium dalam feses yang dikeluarkan dan tidak ada interaksi diantara keduanya. Rataan kalsium feses dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Rataan kalsium feses (mg/ekor/hari) Kalsium Umur Kontrol Nano 2 bulan 31.57±2.15 26.87±6.63 5 bulan 33.19±7.43 37.24±5.73 Rata-rata 32.38±5.14 32.05±7.79
Rata-rata 29.22±5.21 35.21±6.51
Penelitian Gao et al. (2007) menyatakan bahwa kalsium feses tikus yang diberi ransum kalsium dengan partikel berbentuk nano tidak menunjukan peningkatan yang signifikan sekalipun konsumsi kalsium tersebut meningkat. Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kalsium feses diantaranya adalah kadar serat kasar ransum. Serat kasar ransum penelitian adalah 6.84% untuk ransum kontrol dan 6.13% untuk ransum nano. Kebutuhan serat kasar pada hewan tikus adalah 5% (NRC 1995). Semakin tinggi serat kasar pada ransum maka partikel kalsium akan melekat pada serat. Waktu penyerapan nutrien dalam usus akan semakin cepat, sehingga jumlah kalsium yang diserap di usus sedikit.
9 Serapan Kalsium Serapan kalsium merupakan presentase kalsium yang diserap oleh tubuh dibandingkan jumlah kalsium yang dikonsumsi dalam ransum. Menurut Almatsier (2004) dalam keadaan normal sebanyak 30%-50% kalsium yang dikonsumsi diabsorpsi dalam tubuh. Bagan metabolisme kaslium di dalam tubuh dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Metabolisme kalsium di dalam tubuh Sumber : Moore, 2012
Kalsium yang dikonsumsi akan masuk melalui saluran pencernaan kemudian diserap oleh usus halus. Kalsium yang tidak diserap akan keluar bersama feses dan urin, sedangkan kalsium yang diserap dalam usus akan masuk ke dalam aliran darah. Dalam plasma darah kadar kalsium akan selalu sama. Apabila kadar kalsium plasma tinggi, maka kelebihannya akan dideposisi kedalam tulang, sedangkan apabila kadar kalsium plasma menurun, akan mereabsorpsi kalsium yang terdapat pada tulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya interaksi antara faktor umur dan ukuran partikel, umur tikus tidak mempengaruhi serapan kalsium dalam tubuh, akan tetapi ukuran partikel kalsium dalam bentuk nano sangat nyata lebih tinggi meningkatkan jumlah serapan kalsium pada (P<0.01). Rataan serapan kalsium dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rataan serapan kalsium (%) Umur 2 bulan 5 bulan Rata-rata
Kalsium Kontrol 63.32±5.48 64.71±4.41 63.51±4.78B
Nano 72.83±4.66 70.20±3.20 71.52±3.96A
Rata-rata 67.57±7.33 67.46±4.62
Huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.01)
Absorpsi kalsium pada tikus jantan usia 2 bulan adalah 60% (Shiga et al. 2003). Rataan serapan kalsium dalam bentuk partikel nano adalah 71.52±3.96 % sedangkan rataan serapan kalsium dalam bentuk partikel kontrol adalah 63.51±4.78 %, hal ini dikarenakan jumlah konsumsi kalsium berbentuk partikel nano lebih besar dibandingkan dengan partikel biasa (kontrol) sedangkan jumlah kalsium yang dikeluarkan melalui feses jumlahnya sama.
10 Serum Kalsium Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kalsium serum tidak dipengaruhi oleh umur tikus maupun ukuran partikel kalsium dalam ransum dan tidak ada interaksi diantara kedua faktor utama tersebut. Rataan kadar kalsium serum dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Rataan kadar kalsium serum (mg/dl) Umur 2 bulan 5 bulan Rata-rata
Kalsium Kontrol 12.68±1.81 12.09±2.34 12.38±1.96
Nano 17.04±6.70 11.68±1.17 14.36±5.29
Rata-rata 14.86±5.10 11.89±1.73
Rataan kalsium serum tikus berkisar antara 11.89±1.73 sampai 14.86±5.10 (mg/dl) hal ini masih sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kadar kalsium dalam serum tikus galur Sprague dawley betina adalah 13.6±1.8 mg/dl (Ringler dan Dabich 1979).
Gambar 2 Fungsi homeostasis kalsium di dalam tubuh Sumber : Sturm, 2013
Keberadaan kalsium dalam tubuh merupakan fungsi homeostatis. Hal ini menyebabkan kadar kalsium dalam darah menunjukkan hasil yang tidak banyak berubah. Ketika serum Ca2+ terlalu rendah, hormon paratiroid diikuti calcitriol meningkatkan konsentrasi serum Ca2+ dengan atau tanpa P melalui absorpsi kalsium di usus halus, reabsorpsi kalsium dari tulang dan mengurangi ekskresi Ca2+ di ginjal. Sebaliknya ketika kadar serum Ca2+ dan atau P terlalu tinggi hormon calcitonin mengurangi absorpsi kalsium di usus halus, meningkatkan absorpsi Ca2+ dan P tulang dan meningkatkan ekskresi di ginjal (Veum 2010).
11 Kalsium Tulang Tibia Tulang tibia merupakan tulang terbesar dari tulang kaki, sehingga diharapkan dapat memperlihatkan kadar dan jumlah kalsium yang cukup jelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kalsium pada tulang tibia tidak dipengaruhi oleh umur ataupun ukuran partikel kalsium dalam ransum dan tidak terdapat interaksi antara kedua faktor tersebut. Rataan kadar kalsium tulang tibia dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Rataan kadar kalsium tulang tibia (%) Umur 2 bulan 5 bulan Rata-rata
Kalsium Kontrol 27.63±4.14 28.60±3.24 28.11±3.48
Nano 25.35±4.33 27.50±1.59 26.42±3.23
Rata-rata 26.49±4.11 28.05±2.43
Rataan kadar kalsium tulang tibia tikus berkisar antara 26.42±3.23% sampai 28.11±3.48%, hal ini lebih besar dibandingkan dengan penelitian Peterson et al. (1992) yaitu 29.15±2.4 mg kalsium pada 150.15±0.1150 mg tulang tibia atau setara dengan 19.42% pada tikus jantan umur 8 minggu yang diberi 0.15% kalsium dalam ransum purified diet. Banyak faktor yang mempengaruhi retensi Ca di tulang diantaranya faktor keragaman individu yang cukup besar, jumlah ulangan setiap perlakuan yang dilakukan masih kurang. Faktor kecukupan vitamin D dan peran Mg perlu diperhatikan untuk memperkuat informasi penyerapan kalsium dalam tulang tibia. Sebagian besar tulang terdiri dari bikarbonat dan sitrat, sebagian kecil terdiri dari Mg, Na, K, Cl. dan beberapa elemen lainnya. Sebagian besar kalsium di dalam tulang berbentuk hidroksiapatit. Pada hewan muda, proses pembentukan tulang dimulai dengan mineral yang dideposit di bagian matrix, hal ini merupakan kerja sel darah yang dapat mencapai trabecular bone. Proses ini yang menyebabkan tulang terus tumbuh. Banyak faktor yang mempengaruhi hal ini, yang paling utama adalah vitamin D yang memegang pengaruh penting dalam proses mineralisasi dan juga demineralisasi atau mobilisasi mineral tulang. Bentuk aktifnya yaitu dihydroxycholecalciferol (1,25-(OH)2D) mengontrol kadar kalsium dalam darah, selain itu vitamin D berperan penting dalam proses mobilisasi kalsium dari tulang cairan ekstraseluler (McDowell 2003).
Komposisi Penyusun Tulang dan Perbandingan Ca/ P Tulang Tibia Komposisi tulang dan perbandingan Ca/P diamati menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy). Mikroskop SEM dapat mengobservasi dan mengkarakterisasi materi organik maupun anorganik yang memiliki keragaman bentuk, penyusun dan permukaan yang berbeda. Prinsip kerja SEM adalah dengan memantulkan berkas elektron dengan energi tinggi baik secara statis ataupun menyebar melintasi permukaan spesimen. Metode EDX (Energy-Dispersive X-ray analysis) merupakan metode karakterisasi material menggunakan sinar-x yang
12 dipancarkan saat material bertumbukan dengan elektron. Sinar-x dipancarkan dari transisi elektron dan lapisan kulit atom, oleh sebab itu tingkat energinya bergantung dengan tingkatan energi kulit atom. Setiap unsur dalam tabel periodik memancarkan energi dan sinar-x yang berbeda-beda. Tingkat energi yang dipancarkan dan intensitas sinar-x yang dihasilkan dapat dideteksi sehingga atomatom penyusun material dan presentase massanya dapat diketahui (Goldstein et al. 1992). Hasil pengamatan tulang tibia tikus umur 2 bulan yang diambil secara acak pada periode pengambilan minggu ke-3 dan ke-4 pemeliharaan dan diberi ransum kontrol maupun ransum nano menggunakan SEM ditunjukkan pada Gambar 3, 4, 5, dan 6. Bagian dalam
Bagian luar
Bagian dalam Bagian luar
Gambar 3 Hasil analisis* tulang (MKI)
Gambar 4 Hasil analisis* tulang (MNI)
Bagian dalam
Bagian luar
Gambar 5 Hasil analisis* tulang MKII
Bagian dalam
Bagian luar
Gambar 6 Hasil analisis* tulang MNII
Keterangan : * Analisis menggunakan SEM dengan perbesaran 150x MKI = Tikus umur dua bulan yang diberi ransum kontrol dan dipelihara selama 3 minggu MNI = Tikus umur dua bulan yang diberi ransum nano dan dipelihara selama 3 minggu MKII = Tikus umur dua bulan yang diberi ransum kontrol dan dipelihara selama 4 minggu MNII = Tikus umur dua bulan yang diberi ransum nano dan dipelihara selama 4 minggu
Gambar 3, 4, 5 dan 6 menunjukkan bagian tulang yang akan dianalisa dengan EDX. Secara kualitatif tulang tikus bagian luar terlihat lebih kompak dibandingkan tulang tikus bagian dalam. Secara kuantitatif komposisi penyusun tulang tikus menggunakan EDX dapat dilihat pada Tabel 10.
13 Tabel 10 Kadar komposisi penyusun tulang tikus menggunakan EDX dengan SEM 1
Kode
MKI MNI MKII MNII
Ca 11.04 12.46 12.14 12.05
Posisi dalam tulang Bagian luar (%) Bagian dalam (%) P Mg C N Ca P Mg C 8.24 0.50 26.80 0.00 9.82 6.85 0.41 26.75 8.37 0.39 23.11 3.10 10.90 6.71 0.27 26.11 7.42 0.43 23.51 3.35 7.08 4.55 0.25 33.14 7.89 0.34 26.44 9.51 3.60 1.79 0.10 46.19
N 5.20 8.45 14.42 25.53
1
MKI: Tikus umur dua bulan yang diberi ransum kontrol dan dipelihara selama 3 minggu, MNI: Tikus umur dua bulan yang diberi ransum nano dan dipelihara selama 3 minggu, MKII: Tikus umur dua bulan yang diberi ransum kontrol dan dipelihara selama 4 minggu, MNII: Tikus umur dua bulan yang diberi ransum nano dan dipelihara selama 4 minggu
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara umum komposisi kalsium bagian luar lebih besar dibandingkan dengan komposisi kalsium di bagian dalam. Hal ini menunjukkan bahwa kalsium terdeposisi lebih banyak pada tulang bagian luar. Semakin bertambahnya waktu pemeliharaan kadar kalsium tulang bagian dalam menjadi semakin sedikit artinya semakin lama pemeliharaan maka semakin banyak tulang yang terdeposisi di bagian luar tulang. Perbandingan komposisi penyusun pada tulang tibia tikus dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Perbandingan komposisi penyusun tulang tikus dengan EDX Posisi dalam Tulang 1
Kode MKI MNI MKII MNII
Rataan
Bagian Luar Ca/P 1.34 1.49 1.64 1.53 1.50±0.12
Bagian Dalam C/N 7.46 7.02 2.77
Ca/P 1.43 1.62 1.56 2.01
C/N 5.14 3.09 2.30 1.81
5.75±2.59
1.66±0.25
3.09±1.47
-
1
MKI: Tikus umur dua bulan yang diberi ransum kontrol dan dipelihara selama 3 minggu, MNI: Tikus umur dua bulan yang diberi ransum nano dan dipelihara selama 3 minggu, MKII: Tikus umur dua bulan yang diberi ransum kontrol dan dipelihara selama 4 minggu, MNII: Tikus umur dua bulan yang diberi ransum nano dan dipelihara selama 4 minggu
Komposisisi utama mineral di dalam tulang adalah Ca dan P yang tersimpan dalam fraksi amorf (amorphous calcium phosphates) sekitar 30% dan 70 % fraksi kristal HAp (Hydroxyapatite [Ca10(PO4)6(OH)2]). Komposisi mineral tulang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, kondisi nutrisi, penyakit dan kebiasaan. Faktor inilah yang mempengaruhi kestabilan komposisi dan struktur HAp di dalam tulang. Kristal HAp dapat mendeposisi ataupun melepaskan kalsium, fosfor dan meneral lainnya seperti Na, K, Mg, F, CO3 dan OH. Oleh sebab itu HAp merupakan reservoir yang penting bagi aktivitas metabolik dari setiap organisme (Urbiola et al. 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan Ca/P pada tulang tikus bagian dalam lebih mendekati angka ideal
14 crystallin hydroxyapatite murni yaitu angka perbandingan Ca/P 1,67 (Stanciu et al. 2007) dibandingkan dengan tulang tikus bagian luar. Standar deviasi tulang bagian luar lebih rendah dibandingkan tulang tikus bagian dalam sehingga dapat diketahui bahwa tulang tikus bagian luar lebih stabil kristalisasinya dibandingkan tulang tikus bagian dalam. Jumlah perbandingan C/N menujukan perbandingan kadar bahan organik, pada tulang bagian dalam C/N lebih kecil dibandingkan tulang tikus bagian luar, hal ini menunjukkan bahwa kadar N (unsur penyusun protein) tulang tikus bagian dalam lebih banyak dibandingkan tulang tikus bagian luar dengan kadar C relatif sama. Diketahui bahwa kristalisasi terjadi lebih baik pada tulang tikus bagian luar dibandingkan pada tulang tikus bagian dalam.
Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) Besarnya PBBH tikus nyata lebih tinggi pada tikus yang berumur 2 bulan pada (P<0.01), sedangkan ukuran partikel kalsium tidak memberikan pengaruh terhadap PBBH tikus dan tidak terdapat interaksi diantara kedua faktor utama. Rataan PBBH tikus dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Rataan PBBH tikus (mg/ekor/hari) Umur 2 bulan 5 bulan Rata-rata
Kalsium Kontrol 1446.43±292.33 616.07±354.00 1031.25±536.03
Nano 973.21±206.97 619.05±510.52 821.43±379.65
Rata-rata 11209.82±344.91A 617.35±386.70B
Huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.01)
Rataan PBBH pada tikus umur 2 bulan adalah 1209.82±344.91 (mg/ekor/hari), sedangkan tikus umur 5 bulan adalah 617.35±386.70 (mg/ekor/hari). Tikus yang berumur 5 bulan memiliki standar deviasi yang cukup besar dibandingkan dengan rataannya, hal ini dikarenakan adanya individu mengalami penurunan bobot badan. Nilai PBBH ini lebih rendah dibandingkan penelitian Permana (2010) yaitu 2290-2850 (mg/ekor/hari) yang dilakukan pada tikus galur yang sama dengan umur tumbuh yang lebih muda (4 minggu) dengan jenis bahan pakan alami yang hampir sama yang terdiri dari jagung, bungkil kedele dan tepung ikan. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya konsumsi BK hasil penelitian yang masih dibawah jumlah yang disarankan (NRC 1995), selain itu kadar serat kasar yang cukup tinggi akan mempengaruhi kecernaan bahan kering dari ransum.
15
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penggunaan kalsium berbentuk partikel nano meningkatkan jumlah konsumsi dan efektivitas penyerapan kalsium dalam tubuh, namun tidak mempengaruhi konsentrasi dalam tulang tibia. Proses kristalisasi tulang secara kualitatif pada tulang tikus bagian luar lebih baik dibandingkan tulang tikus bagian dalam. Tikus umur 2 dan 5 bulan tidak berpengaruh terhadap efektivitas penyerapan kalsium dalam tubuh maupun kadar kalsium tulang tibia, tetapi pertambahan bobot badan harian lebih tinggi pada tikus umur 2 bulan. Saran Diperlukan penelitian penggunaan level kalsium nano tanpa memperhatikan faktor umur karena umur tidak berpengaruh terhadap jumlah kalsium yang diabsorpsi. Pengukuran vitamin D dan peran Mg diperlukan untuk memperkuat informasi penyerapan kalsium. Analisa secara kualitatif komposisi amorf dan kristalin pada tulang tikus perlu dilakukan menggunakan XRD (X-Ray Diffraction). Aplikasi kalsium nano pada ternak perah maupun unggas.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta(ID): PT Gramedia Pustaka Umum. Association of Analytical Communities. 2007. Official Method of Analysis 18th ed. Gaithersburg (US): AOAC International. Baker HJ, Lindsey JR, Weisbroth SH. 1979. Housing to Control Research Variables. Di dalam: Baker HJ, Lindsey JR, Weisbroth SH, editor. The Laboratory Rat, Volume 1. New York (US): Academic Pr, Inc. hlm 178. Dennis EJ. 1979. Reproduction. Di dalam: Baker HJ, Lindsey JR, Weisbroth SH, editor. The Laboratory Rat, Volume 1. New York (US): Academic Pr, Inc. hlm 161. Gao H, Chen H, Chen W, Tao F, Zheng Y, Ruan H. 2007. Effect of nanometer pearl powder on calcium absorption and utilization in rats. J Food Chem. 109:493-498. Goldstein JI, Newbury DE, Echlin P, Joy DC, Romig AD Jr, Lyman CE, Fiori C, Lifshin E. 1992. Scanning Electron Microscopy and X-Ray Microanalysis. New York (AS) : Plenum Press. Kilic A, Cansin GE, Arzu K, Durdane KM, Turan A. 2012. Are there any toxic effects of food additive tricalcium phosphate on pregnant rats and their fetuses. Hacettepe J. Biol. And Chem. 40 (2):171-181. McDowell LR. 2003. Minerals in Animal and Human Nutrition. Gainesville, FL (US): University of Florida.
16 Midlandtech. 2012. Bones and Skeletal Tissues. [Internet] [diacu tanggal 2013 Mei 27] Tersedia dari http://classes.midlandstech.edu/ carterp/ Courses/ bio210/ chap06/ lecture1.html. Moore ID. 2012.Counting individual 41Ca atoms with a Magneto-Optical Trap. [Internet] [diacu tanggal 2013 Mei 27] Tersedia dari http://www.phy.anl.gov/ mep/ atta/ research/ calcium. Html. [NRC]. National Research Council. 1995. Nutrient Requirements of Laboratory Animals. Washington (US): National Academy Pr. Permana Z. 2010. Konsumsi, kecernaan dan performa tikus putih (Rattus novergicus) yang disuplementasi biomineral cairan rumen dalam ransum [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Peterson CA, Eurell JAC, Erdman JW Jr. 1992. Bone composition and histology of young growing rats fed diets of varied calcium bioavailability: spinach, non fat dry milk, or calcium carbonate added to casein. J Nutr. 122:137144. Ringler DH, Dabich L. 1979. Hematology and Clinical Biochemistry. Di dalam: Baker HJ, Lindsey JR, Weisbroth SH, editor. The Laboratory Rat, Volume 1. New York (US): Academic Pr, Inc. hlm 106-118. Shiga K, Hara H, Okano G, Ito M, Minami A, Tomita A. 2003. Ingestion of difructose anhydride II and voluntary running exercie independently increase femoral and tibial bone mineral density and bone strength with increasing calcium absoprtion in rats. J Nutr. 133:4207-4211. Smith JB, Mankoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. Jakarta (ID): Penerbit Universitas Indonesia. Stanciu GA, Sandulescu I, Savu B, Stanciu SG, Paraskevopoulos KM, Chatzistavrou X, Kontonasaki E, Koidis P. 2007. Investigation of the hydroxyapatite growth on bioactive glass surface. J-Bio.1:34-39. Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Jakarta (ID): Penerbit PT. Gramedia. Sturm, N. 2013. Calcium Homeostasis / PTH / Vitamin D. [Internet] [diacu tanggal 2013 Maret 25]. Tersedia dari http://www.nbs.csudh.edu/ chemistry/ faculty/ nsturm/ CHE452/ 20_Calcium%20Homeostasis16.htm. Urbiola MH, Betancur ALG, Mendoza DJ, Torrero EP, Molina IR, Barreiro MAA, Torres CM, Garcia MER. 2012. Mineral Content and Physicochemical Properties in Female Rats Bone During Growing Stage. Di dalam: Farrukh MA, editor. Atomic Absorption Spectroscopy. Rijeka (Croatia): In Tech. Hlm 201-219. Veum TL. 2010. Phosphorus and Calcium Nutrition and Metabolism. Di dalam: Vitti, DMSS. Kebreab E, editor. Phosphorus and Calcium Utilization and Requirements in Farm Animals. Missouri (US): CAB International.
17 Lampiran 1 Hasil sidik ragam konsumsi BK Sk Db Jk Kt Total 15 55,54 Perlakuan 3 15,85 5,28 Faktor A 1 12,41 12,41 Faktor B 1 2,10 2,10 A*B 1 1,33 1,33 Galat 12 39,69 3,31
Fhit
F0.05
F0.01
Ket
1,60 3,75 0,64 0,40
3,49 4,75 4,75 4,75
5,95 9,33 9,33 9,33
tn tn tn tn
Keterangan:Sk= sumber keragaman; Db= derajat bebas; Jk= jumlah kuadrat; Kt= kuadrat tengah; Fhit= nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α=0.05) F0.01= hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α=0.01) Ket = keterangan hasil sidik ragam *= menunjukkan hasil yang diperoleh berbeda nyata pada (P<0.05) **= menunjukkan hasil yang diperoleh berbeda nyata pada (P<0.01) tn = tidak nyata
Lampiran 2 Hasil sidik ragam konsumsi kalsium Sk Db Jk Kt Fhit Total 15 6803,85 Perlakuan 3 3474,72 1158,24 4,17 Faktor A 1 1220,01 1220,01 4,40 Faktor B 1 2006,86 2006,86 7,23 A*B 1 247,86 247,86 0,89 Galat 12 3329,13 277,43
F0.05
F0.01
Ket
3,49 4,75 4,75 4,75
5,95 9,33 9,33 9,33
* tn * tn
Lampiran 3 Hasil sidik ragam kalsium feses Sk Total Perlakuan Faktor A Faktor B A*B Galat
Db 15 3 1 1 1 12
Jk 630,25 220,45 143,60 0,42 76,43 409,81
Kt
Fhit
F0.05
F0.01
Ket
73,48 143,60 0,42 76,43 34,15
2,15 4,21 0,01 2,24
3,49 4,75 4,75 4,75
5,95 9,33 9,33 9,33
tn tn tn tn
18 Lampiran 4 Hasil sidik ragam serapan kalsium Sk Total Perlakuan Faktor A Faktor B A*B Galat
Db 15 3 1 1 1 12
Jk 525,96 281,58 0,06 256,31 25,21 244,38
Kt
Fhit
F0.05
F0.01
Ket
93,86 0,06 256,31 25,21 20,36
4,61 0,00 12,59 1,24
3,49 4,75 4,75 4,75
5,95 9,33 9,33 9,33
* tn ** tn
Lampiran 5 Hasil sidik ragam serum kalsium Sk Total Perlakuan Faktor A Faktor B A*B Galat
Db 15 3 1 1 1 12
Jk 238,56 73,62 35,26 15,59 22,78 164,93
Kt
Fhit
F0.05
F0.01
Ket
24,54 35,26 15,59 22,78 13,74
1,79 2,57 1,13 1,66
3,49 4,75 4,75 4,75
5,95 9,33 9,33 9,33
tn tn tn tn
Lampiran 6 Hasil sidik ragam kadar kalsium tulang tibia Sk Total Perlakuan Faktor A Faktor B A*B Galat
Db 15 3 1 1 1 12
Jk 169,36 22,53 9,73 11,42 1,38 146,83
Kt
Fhit
F0.05
F0.01
Ket
7,51 9,73 11,42 1,38 12,24
0,61 0,80 0,93 0,11
3,49 4,75 4,75 4,75
5,95 9,33 9,33 9,33
tn tn tn tn
Lampiran 7 Hasil sidik ragam pertambahan bobot badan harian (PBBH) Sk Total Perlakuan Faktor A Faktor B A*B Galat
Db 15 3 1 1 1 12
Jk 3857142,86 2287627,55 1793686,22 390625,00 103316,33 1569515,31
Kt
Fhit
F0.05 F0.01 Ket
762542,52 1793686,22 390625,00 103316,33 130792,94
5,83 13,71 2,99 0,79
3,49 4,75 4,75 4,75
5,95 9,33 9,33 9,33
* ** tn tn
19
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di kota Cirebon pada 28 Maret 1992. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersudara pasangan Bapak Sefudin dan Ibu Mini Tasmini. Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 2003 di SDN Cantang Jaya Kabupaten Bogor, pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2006 di SMPN 5 Bogor dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2009 di SMAN 6 Bogor. Penulis diterima di IPB sebagai mahaiswa departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP) pada tahun 2009 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis aktif di organisasi PRAMUKA pada tahun 2009-2010, penulis aktif di Himpunan Profesi Mahasiswa Nutrisi dan Teknologi Pakan (HIMASITER) pada tahun 2010-2012 sebagai anggota biro PSDM, penulis juga merupakan asisten praktikum mata kuliah Formulasi Ransum pada tahun 2013. Penulis aktif pada beberapa kepanitiaan diantaranya Nutrisi Olahraga dan Seni (SILASE) sebagai ketua pelaksana pada tahun 2011, Dekan Cup pada tahun 2011, IPB Green Living Movement #2 pada tahun 2012 dan #3 pada tahun 2013, serta Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) 2013. Penulis mengikuti magang di balai pengembangan ternak-sapi perah (BPT-SP) Cikole Lembang pada tahun 2012. Prestasi penulis selama menjalani kuliah di IPB yaitu sebagai penerima besiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2010-2013. Penulis berkesempatan melaksanakan kegiatan Program Kreatifitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) Kaos Sablon Kakandangan pada tahun 2011 sebagai anggota serta kegiatan PKMK Kaos Desain Inspiratif Pertanian d’Kaptan Co. pada tahun 2012 sebagai ketua.
UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah, penelitian dan tugas akhir ini. Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS selaku pembimbing akademik dan pembimbing utama skripsi, serta Ir Widya Hermana, MSi selaku dosen pembimbing anggota atas arahan dan dan bimbingannya kepada penulis selama kuliah, melaksanakan penelitian hingga menyelesaikan tugas akhir. Dr Ir Jajat Jahja sebagai dosen pembahas seminar dan Dr Iwan Prihantoro Spt MSi sebagai dosen panitia seminar pada tanggal 28 Maret 2013. Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Toto Toharmat, MAgr Sc dan Ir Komariah, MSi sebagai dosen penguji sidang serta Dilla Mareistia Fassah, Spt MSc sebagai panitia sidang. Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak Teguh Yuliadi dari Ilmu Bahan-Bahan Fakultas MIPA UI atas ilmu, pelajaran, semangat dan arahan yang telah diberikan, Bapak Darmawan dari Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga dan Ibu Dian dari Laboratorium Nutrisi ternak Perah, teman-teman satu tim penelitian M Syaiful Alamsyah dan Nuril Aulia atas kerja
20 sama dan bantuannya, Ali Nurhadi dan Riana Hartati atas bantuannya serta Taufik Prayudi yang telah membantu baik semangat maupun tenaga selama penelitian dan pengumpulan data. Teman-teman Nutritiousz 46 (INTP 46) yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Sefudin dan Ibu Mini Tasmini tercinta atas doa, nasihat, kasih sayang yang tidak pernah berhenti. Adik Hesti Nur Ajizah serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan bantuan baik doa, semangat dan juga materi.