PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU: KOTA TANGERANG SELATAN Ephraim Deviaro Ginting Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424 E-mail:
[email protected]
Abstrak Perwujudan desentralisasi ditingkat daerah menghasilkan otonomi daerah, dimana dalam proses tersebut selalu dimulai dengan pembentukan daerah. Skripsi ini membahas tentang pembentukan daerah otonom baru Kota Tangerang Selatan. Pembentukan Kota Tangerang Selatan dikarenakan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja dan pelayanan dari pemerintah daerah Kabupaten Tangerang. Hal tersebut mendorong sebagian masyarakat untuk membentuk daerah otonom baru yaitu Kota Tangerang selatan. Persyaratan dan prosedur pembentukan daerah diatur dalam Pasal 5 Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 dimana terdapat syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Dalam penelitian ini digunakan metode hukum normatif, dengan titik berat kepada materi peraturan perundang – undangan yang mengatur pembentukan daerah. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk persyaratan administratif sudah dipenuhi oleh Kabupaten Tangerang, kemudian persyaratan teknis dinyatakan lulus, dan untuk persyaratan fisik calon Kota tangerang Selatan telah memenuhi persyaratannya.
FORMATION OF NEW AUTONOMOUS REGION: SOUTH TANGERANG CITY Abstract Embodiment decentralized regional level generating regional autonomy, which in the process always begins with the formation of the area. This thesis discusses the creation of a new autonomous region of South Tangerang. Formation of South Tangerang City due to community dissatisfaction with the performance and services of the local government of Kabupaten Tangerang. It encourages some people to form new autonomous regions, namely South Tangerang City. The requirements and procedure about the local creation was arrange in Article 5 Code of Law No. 32 Year 2004, wheras administrative, technical, and physical territorial requirements. In doing this research, the method used is normative law method, with emphasis on the rule of code law material which is regulate the creation of new local government. The results of this study concluded that for the administrative requirements are fulfill by Kabupaten Tangerang, then Kota Tangerang Selatan passed the technical requirements and for physical territory requirement, Kota Tangerang Selatan has fulfill all the requirement. Key Words: Decentralization, Otonomy Region, Local creation
Pendahuluan Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik yang artinya ketika negara ini diproklamasikan bentuknya adalah suatu kesatuan utuh negara1, hal tersebut tertulis jelas dalam Undang – Undang Dasar 1945. Konsepsi tersebut merupakan prinsip dasar dalam 1
Safri Nugraha, dkk, Hukum Administrasi Negara, ( Depok: Center For Law and Good Governance Studies (CLGS-FHUI) 2007), hal 217.
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
penyelenggaraan pemerintahan Indonesia.2 Selain itu konsepsi tersebut di satu sisi mengukuhkan keberadaan daerah sebagai bagian nasional, tetapi di sisi lain memberikan stimulan bagi masyarakat daerah untuk mengartikulasikan semua kepentingannya, termasuk masalah otonomi daerah dalam sistem hukum dan kebijakan nasional.3 Seperti kita ketahui Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas tidaklah mudah untuk dapat mengakomodir setiap kepentingan masyarakat Indonesia jika hanya bergantung kepada pemerintah pusat. Oleh karenanya pasal 18 UUD 1945 sebelum amandemen berbunyi: Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar pemusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.4 Kemudian pasal 18 UUD 1945 amandemen kedua memberikan kejelasan mengenai pembagian daerah, dari hasil amandemen tersebut terdapat pasal 18A dan pasal 18B. Perubahan pasal 18 UUD 1945 ini memperjelas pembagian daerah di Indonesia yang dibagi atas daerah – daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap – tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang – undang.5 Pembagian wilayah Indonesia ini bukanlah diartikan bahwa ada negara baru dalam Negara Republik Indonesia, pembagian tersebut tidak mengakibatkan terjadinya pembagian kedaulatan. Istilah itu menjelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan, kedaulatan negara berada di tangan pusat dan hal tersebut bersiftat mutlak.. Pada intinya pembagian daerah yang dimaksud dalam pasal 18 UUD 1945 tersebut hanyalah dalam hal sistem pemerintahannya, sehingga menjadi satuan pemerintahan nasional (pusat) dan satuan pemerintahan sub nasional, yaitu provinsi dan kabupaten / kota.6 Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dimana Negara memberikan kesempatan yang seluas – luasnya bagi daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Pelaksanaan desentralisasi menghasilkan kebijakan otonomi daerah, dimana pelaksanaan otonomi daerah harus diawali dengan pembentukan daerah, dimana pembentukannya dapat dilakukan dari 2
Hari Sabarno, Untaian Pemikiran Otonomi Daerah “Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 2.. 3 Hari Sabarno, Ibid., hal. 1- 2. 4 Indonesia, Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Undang – Undang Dasar 1945 Sebelum Amandemen, ps 18. 5 Indonesia, Undang – Undang Dasar 1945 Setelah Amandemen ,ps 18 ayat (1). 6 Safri Nugraha, dkk, Ibid., hal 218.
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
pemekaran dari suatu daerah, penggabungan dua atau beberapa daerah. Pembentukan daerah didasarkan pada pertimbangan perwujudan otonomi daerah, jadi setiap daerah yang ingin dibentuk harus ada dasar pertimbangannya. Hal tersebut dikemukakan dalam UU No. 22 Tahun 1999 yang disempurnakan menjadi UU No. 32 Tahun 2004: Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.7 Kelayakan pertimbangan tersebut prinsipnya adalah didasarkan pada kemauan politik Pemerintah Daerah dan masyarakat yang bersangkutan dengan didukung oleh hasil kajian awal yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan umum PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan daerah. Atas dasar pertimbangan tersebut, upaya pembentukan. Daerah Kabupaten atau Kota harus didahului oleh penilaian kelayakan berdasarkan hasil penilaian obyektif yang dilakukan Pemerintah Daerah induk yang bersangkutan. Penulis akan menganalisis salah satu daerah yang lahir disaat euforia pembentukan daerah sedang gencar – gencarnya dirasakan yaitu Kota Tangerang Selatan hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang yang dibentuk pada Tahun 2008 berdasarkan Undang – Undang No. 51 Tahun 2008 dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008. Keinginan pemekaran dan melepaskan diri dari Kabupaten Tangerang berawal dari beberapa tokoh dari kecamatan – kecamatan yang mulai menyebut – nyebut Cipasera (Ciputat, Pamulang, Serpong, dan Pondok Aren), sebagian tokoh yang termasuk dalam masyarakat kabupaten tangerang tersebut merasa selama ini daerahnya kurang diperhatikan, apalagi daerah mereka jauh dari pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang. Beberapa contoh tidak diperhatikanannya daerah mereka yaitu sejumlah ruas jalan yang rusak dibiarkan begitu saja dan tidak lansung diperbaiki, kemacetan yang terus - menerus, tumpukan sampah dimana – mana. Bagi mereka pembentukan Kota Tangerang Selatan adalah solusi untuk menjawab permasalahan – permasalahan yang ada di daerah mereka, karena diharapkan dapat cepat dan sigap dalam menanggapi aspirasi atau keluhan dari masyarakat. Oleh karenanya tulisan ini secara khusus mengkaji secara mendalam tentang kelayakan wilayah 7 (tujuh) kecamatan, yaitu: Kecamatan Pamulang, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Setu, Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong Utara, Kecamatan Ciputat, dan 7
Indonesia, Undang – Undang Tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 22 Tahun 1999, LN No. 60 Tahun 1999, TLN No. 3839, ps. 5 ayat (1).
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
Kecamatan Ciputat Timur, yang akan terbentuk menjadi Kota Tangerang Selatan terlepas dari induknya Kabupaten Tangerang dari aspek yuridis. Untuk itu yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain: 1) Bagaimanakah tingkat kebutuhan suatu masyarakat lokal akan pembentukan suatu daerah otonom?; 2) Bagaimanakah persyaratan dan prosedur pembentukan dan pemekaran daerah menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia?; serta 3) Apakah persyaratan dan prosedur pembentukan Kota Tangerang Selatan sudah sesuai dengan peraturan perundang – undangan di Indonesia ? Tinjauan Teoritis Dalam tulisan ini, Penulis memberikan pengertian terhadap istilah – istilah yang digunakan sebagai berikut: 1.
Otonomi Daerah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.8
2.
Daerah Otonom Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.9
3.
Pembentukan Daerah Pembentukan Daerah adalah pemecahan Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota menjadi lebih dari satu Daerah.10
4.
Desentralisasi Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.11
5.
Pemerintah Daerah
8
Indonesia, Undang – Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 32 Tahun 2004, LN No. 125 Tahun 2004 TLN No. 4437, Psl 1 Angka 5. 9 Indonesia, Ibid., Psl 1 Angka 6. 10 Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, PP No. 129 Tahun 2000, LN No. 125 Tahun 2000 TLN No.4036, Psl 1 Angka 3. 11 Indonesia, Op.cit., Psl 1 Angka 7.
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.12 6.
Pemerintahan Daerah Pemerintahan daerah
adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.13 Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk yuridis – normatif. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data sekunder, yang nantinya akan digunakan sebagai landasan teoritis sehingga berkaitan dengan masalah yang akan diteliti oleh peneliti guna mendukung data – data yang diperoleh selama penelitian dengan cara mempelajar buku – buku, literatur dan sumber lain yang relevan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian.14 Pengolahan data dalam penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu tata cara penilaian yang menghasilkan data secara deskriptif-analitis. Maksud dari deskripsi- analitis adalah apa yang dinyatakan responden secara lisan atau tertulis, dan juga perilakunya yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Melalui metode pengolahan tersebut, akan dilakukan pendekatan pada laporan apa yang terjadi, mengapa sesuatu terjadi, dan akibat dari kejadian tersebut. Sehingga selanjutnya dapat diperoleh gambaran secara lengkap tentang permasalahan yang terjadi. Selanjutnya, jenis data yang dipergunakan penulis dapat dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu : 1.
Data Primer, yaitu: Data yang diperoleh secara langsung dari sumber data di lapangan atau dari lokasi penelitian, dalam hal ini adalah , data wawancara lansung informan – informan yang ada di dalam instansi Kementrian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang, dan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan, tokoh masyarakat, dan kelompok kepentingan lainnya.
12
Indonesia, Ibid., Psl 1 Angka 3. Indonesia, Ibid., Psl 1 Angka 2. 14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit UI Press, 2012), hal. 15. 13
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
2.
Data sekunder, yaitu: data yang didapatkan dari sumber primer maupun sumbersumber sekunder yang tersedia di Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia, BPS setempat, Sekretaris Daerah, Bappeda, Dinas Daerah, Badan/Kantor baik yang berada di Kabupaten maupun di tingkat kecamatan, dan instansi lainnya yang mempunyai informasi yang berkaitan dengan penelitian ini, sedangkan bahan Hukumnya dibedakan menjadi: a.
Bahan Hukum primer, yaitu bahan-bahan Hukum yang mengikat dan terdiri dari: Norma atau kaidah dasar, yaitu pembentukan UndangUndang
dasar 1945; Undang – Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah; Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 129 Tahun 2000Tentang Persyaratan Pembentukan Dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan Dan Penggabungan Daerah; dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 78 Tahun 2007 Tata Cara Pembentukan, Pengahupsan, Dan Penggabungan Daerah. b.
Bahan Hukum Sekunder, yaitu merupakan bahan yang dapat memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Antara lain merupakan rancangan undang-undang, hasil penelitian atau pendapat sarjana hukum. Dalam penelitian ini menggunakan buku-buku tentang hukum pemerintahan daerah, karya tulis, literatur, dan artikel yang terkait dengan permasalahan yang ada.
c.
Bahan hukum tersier, yaitu merupakan bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan pada bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Antara lain kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan Ensiklopedia yang dipergunakan penulis.
Hasil Penelitian Pembentukan daerah harus mengacu lagi kepada ketentuan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1),(2),(3), (4), (5) Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 5 Undang – Undang 32 Tahun 2004 mengatur tiga macam persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan pemekaran atau pembentukan daerah tersebut, persyaratan yang dimaksud adalah Persyaratan Administrasi, Persyaratan Teknis, dan Persyaratan Fisik. Pengaturan lebih teknis mengenai ketiga persyaratan tersebut diatur lebih lanjut dalam turunan Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 yaitu PP No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah yang menggantikan PP No. 129
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
Tahun 2000. Dalam analisis pembentukan Daerah Otonom Baru Kota Tangerang Selatan, kriteria dan indikatornya sebagian merujuk kepada PP No. 129 Tahun 2000 dan sebagian merujuk kepada PP No. 78 Tahun 2007. Terutama terhadap persyaratan teknis yang harus dipenuhi calon Kota Tangerang Selatan, laporan kajian persyaratan teknis yang dibuat oleh Kabupaten Tangerang merujuk kepada persyaratan teknis yang diatur dalam PP No. 129 Tahun 2000. Hal tersebut dikarenakan PP No. 78 Tahun 2007 baru disahkan pada tanggal 10 Desember 2007, sedangkan kajian persyaratan teknis calon Kota Tangerang Selatan sudah dimulai sejak 22 Februari 2007 (dapat dilihat di Keputusan Bupati Tangerang No. 130/ Kep.153- Huk/2007 tentang Panitia Persiapan Pembentukan Kota Tangerang Selatan). Persyaratan Administrasi dalam hal pembentukan provinsi meliputi adanya persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota dan Bupati atau Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi baru, persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Gubernur Provinsi Induk, serta tidak lupa Rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Dalam hal pemekaran Kabupaten atau Kota memerlukan persetujuan DPRD Kabupaten induk dan Bupati, persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Gubernur, serta rekomendasi dari dalam negeri.15 Selanjutnya mengenai persyaratan teknis,
meliputi kemampuan ekonomi, potensi
daerah, luas wilayah, kependudukan dan pertimbangan aspek sosial politik, budaya, pertahanan dan keamanan, serta pertimbangan dan syarat – syarat lain yang memungkinkan daerah dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan diberikan otonomi.16 Terakhir, persyaratan fisik meliputi jumlah minimal dari kabupaten / kota yang tergabung dalam provinsi, atau jumlah minimal kecamatan yang tergabung dalam kabupaten atau kota yang hendak dimekarkan. Diatur lebih jelas dalam Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 bahwa jumlah minimal untuk pembentukan kabupaten atau kota, minimal mempunyai 5 kecamatan.17 Perlu diketahui bahwa Kota Tangerang Selatan merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang, dimana Kabupatena Tangerang memiliki 26 Kecamatan yang kemudian ada penambahan lagi yaitu 10 kecamatan. Jumlah kecamatan di Kabupaten Tangerang adalah 36 Kecamatan, bagi sebuah Kabupaten/kota jumlah tersebut sangatlah besar bagi sebuah 15
J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah : Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Op. cit, hal 165. 16 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, PP No. 129 Tahun 2000, ps 13. 17 Indonesia, Undang – Undang Tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 32 Tahun 2004, LN No. 125 Tahun 2004, TLN No. 4437, ps. 4 ayat (6).
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
Kabupaten dan hal tersebut tidak akan menjadikan pemerintahan daerah semakin efektif, karena terlalu banyaknya kecamatan yang akan diurus dan diatur oleh pemerintah Kabupaten. Berikut susunan kelengkapan persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang – Undang No. 32 tahun 2004, yaitu; 1.1.1
Persyaratan Adminisratif Berikut kelengkapan persyaratan administrasi pembentukan Kota Tangerang Selatan:18 1.
Aspirasi Masyarakat Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Surat No. 002/PDCPSR/KS/IV/2002 tertanggal 10 April 2002. Isi Aspirasi tersebut ialah “ Untuk memajukan Wilayah Cipasera dalam rangka kesejahteraan masyarakat; dan Komite bersama Pembentukan Kota Cipasera, Surat No. 002/A/KB/XI/2004 , tertanggal 29 Oktober 2004. Isi Aspirasi tersebut ialah “Masyarakat Cipasera menuntu memisahkan Wilayah dari Kabupaten Tangerang dengan membentuk Pemerintahan Kota”.
2.
Keputusan DPRD Kabupaten Kota Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang No. 28 Tahun 2006,
tanggal 27 Desember 2006,
Tentang Persetujuan Pembentukan Kota
Tangerang Selatan; Keputusan Dewam Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang No. 1 Tahun 2007, tanggal 23 Januari 2007, Tentang Persetujuan Ditetapkannya EX Kantor Kewedaan Ciputat Menjadi Pusat Pemerintahan Kota Tangerang Selatan; Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang No. 13 Tahun 2007, tanggal 4 Mei 2007, Tentang Persetujuan Penetapan Batas Wilayah dan belanja Operasional dan Pemeliharaan kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan; Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang No. 26 Tahun 2007, tanggal 24 September 2007, Tentang Persetujuan Penetapan Batas Wilayah Pemerintah Kota Tangerang Selatan; dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang No. 9 Tahun 2008, tanggal 4 Juli 2008, Tentang Persetujuan Pembentukan Calon Kota Tangerang Selatan. 3.
Persetujuan Bupati
18
Kelengkapan Data Administratif Yang Perlu Dilengkapi Dalam Rangka Pemekaran Wilayah Kab.Tangerang Pembentukan Kota Tangerang Selatan Di Prov. Banten, Kementrian Dalam Negeri.
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
Keputusan Bupati Tangerang No. 130/Kep.149-Huk/2007, tanggal 19 Februari 2007,
Tentang Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan; Keputusan
Bupati Tangerang No. 130/Kep.239-Huk/2007, Tanggal 7 Mei 2007, Tentang Belanja Operasional dan Pemeliharaan Untuk Pemerintahan Kota Tangerang Selatan; Keputusan Bupati Tangerang No. 130/Kep.380-Huk/2007, tanggal 6 Agustus 2007, Tentang Penetapan Batas Wilayah Kota Tangerang Selatan. 4.
Keputusan DPRD Provinsi Induk Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten No. 161.1/KepDPRD/18/2007, tanggal 21 Mei 2007, Tentang Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan; Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten No. 161.1/Kep-DPRD/09/2008, tanggal 7 Juli 2007, Tentang Persetujuan Pemberian Bantuan Dana Untuk Penyelenggaraan Pemerintahan Calon Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten; Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten No. 161.1/Kep-DPRD/10/2008, tanggal 7 Juli 2008, Tentang Persetujuan Pemberian Bantuan Dana Untuk Penyelenggaraan Pemilihan Umum Pertama Walikota dan Wakil Walikota Calon Kota Tangerang Selatan. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten No. 161.1/Kep-DPRD/11/2008, tanggal 7 Juli 2008, Tentang Persetujuan Nama Calon Kota, Batas Wilayah Kota dan Cakupan Wilayah Kota Calon Kota Tangerang Selatan; Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten, tanggal 7 Juli 2008, Tentang Persetujuan Penggunaan Gedung Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Serpong Kabupaten Tangerang Untuk Fasilitas Kantor Calon Kota Tangerang Selatan.
5.
Keputusan Gubernur Keputusan Gubernur Banten No. 125.3/Kep.353-Huk/2007, tanggal 25 Mei 2007, Tentang Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan.
Persyaratan Administrasi untuk Pembentukan Kota Tangerang Selatan sempat mengalami perubahan dengan harus adanya penambahan beberapa dokumen yang harus dilengkapi dikarenakan adanya penetapan Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 tentang Tatacara Pembentukan , Penghapusan, dan Penggabungan Daerah sebagai Pengganti PP No. 129 Tahun 2000. Hal tersebut disampaikan Tim Teknis Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) Departemen Dalam Negeri yang tertulis dalam “Bahan Hearing Eksekutif
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
dan DPRD Kabupaten Tangerang Dalam Rangka Persiapan Pembentukan Kota Tangerang Selatan”, Selasa 1 Juli 2008. 19 Perubahan tersebut dikarenakan ada beberapa penambahan syarat administrasif yang sebelumnnya tidak diatur di dalam PP No. 129 Tahun 2000, melainkan diatur di dalam PP No. 78 Tahun 2007 mengenai bantuan dana mengenai penyelenggaran pemilihan kepala daerah untuk pertama kali yang bersumber dari hibah kabupaten/kota induk dan bantuan provinsi20, penyerahan aset dan kekayaaan daerah yang bergerak dan tidak bergerak serta utang piutang kabupaten/kota induk yang diserahkan kepada kabupaten/kota baru21, dan prasarana perkantoran yang akan dimanfaatkan untuk kota Tangerang Selatan.22 Segala persyaratan administratif tambahan berupa dokumen dan data terkait ditetapkannya PP No. 78 Tahun 2007 telah dilengkapi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang, DPRD Kabupaten Tangerang, Pemerintah Daerah Provinsi Banten, dan DPRD Provinsi Banten dan diserahkan kepada Departemen Dalam Negeri saat itu.23 Sehingga dengan begitu Persyaratan Administrasi pembentukan Kota Tangerang Selatan telah terpenuhi. 4.1.2 Persyaratan Teknis Analisis mengenai persyaratan teknis merupakan suatu kajian menyeluruh mengenai kemampuan Calon Kota Tangerang Selatan untuk meningkatkan kemakmuran dan Kesejahteraan masyarakat pasaca pembentukan. Penilaian atas tingkat kemampuan ini sejalan dengan maksud dan tujuan pelaksanaan otonomi daerah – daerah di Indonesia, yakni mendorong percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksaanaan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi
19
Bahan Hearing Eksekutif dan DPRD Kabupaten Tangerang Dalam Rangka Persiapan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Selasa 1 juli 2008 & Bahan Penerimaan Kunjungan Kerja DPRD Provinsi Banten Dalam Rangka Persiapan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Rabu 2 Juli 2008 20 Indonesia Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, PP No. 78 Tahun 2007, ps. 28 ayat (1). 21 Indonesia Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, PP No. 78 Tahun 2007, ibid., ps 33 ayat (1). 22 Indonesia Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, PP No. 78 Tahun 2007, ibid., ps 13 ayat (1). 23 Lihat Kelengkapan Data Administratif yang pelu dilengkapi dalam Pemekaran Wilayah Kab. Tangerang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Prov. Banten, Kementrian Dalam Negeri.
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban, dan peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.24 1.
Kemampuan Ekonomi Kemampuan ekonomi sebagaimana juga diatur dalam Pasal 4 PP No. 129 Tahun 2000, adalah cerminan hasil kegiatan usaha perekonomian yang berlansung pada suatu daerah Kabupaten/Kota dan dapat diukur dari berbagai indikator, antara lain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, laju pertumbuhan ekonomi (LPE), dan Kontribusi PDRB calon Kabupaten/Kota terhadap PDRB total. Dimana Bobot Calon Kota Tangerang Selatan pada ketiga indikator terebut sangat baik, yaitu:25 Skor PDRB per Kapita sebesar 4,78 ( skala interval sangat baik NI > 3,887); Skor LPE 70,38 ( skala interval sangat baik NI > 64,3459); dan Skor Kontribusi PDRB terhadap PDRB total 5,1272 (skala interval sangat baik NI > 3,79606). Total skor keseluruhan Calon Kota Tangerang Selatan dari segi kemampuan ekonomi sebesar 500 atau berada diatas skor minimal yang dipersyaratkan sebesar yaitu 450.26 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari segi kemampuan ekonomi,
pembentukan
calon
Kota
Tangerang
Selatan
saat
itu
telah
memungkinkan karena diperkirakan mampu menghidupi daerahnya pada masa yang akan datang. 2.
Potensi Daerah Syarat potensi daerah diatur dalam Pasal 5 PP No. 129 Tahun 2000, syarat tersebut merupakan cerminan tersedianya sumber daya yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah dan tentunya diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat, berikut rincian keadaan potensi daerah Tangerang Selatan dalam rasio nilai interval :27 Rasio Bank dan Lembaga Non Bank per 10.000 penduduk ( skor 1,6616 denga skala interval sangat baik NI > 1,37260); Rasio kelompok pertokoan per 10.000 penduduk (skor 0,6523 dengan skala interval baik 0,73436 > NI > 0,58749); Rasio Pasar per 10.000 penduduk (skor 0,4419 dengan skala interval baik 0,4456 > NI > 0,3565); Rasio SD per
24
Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, PP No. 129 Tahun 2000, Op.cit, ps. 2. 25 Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid.,hal. 158 213. 26 Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid.,hal. 213. 27 Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid.,hal. 214 – 240.
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
penduduk usia SD (skor 0,00369 dengan skala interval sangat baik NI > 0,00366); Rasio SLTP per penduduk usia SLTP ( skor 0,00389 dengan skala interval kurang baik 0,00410 > NI > 0,00308); Rasio SLTA per penduduk usia SLTA (skor 0,00116 dengan skala interval baik 0,00125 > NI > 0,00100); Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk (skor 0,00018 dengan skala interval baik 0,00022 > NI > 0,00017); Indikator tenaga medis per 10.000 penduduk (skor 0,00187 dengan skala interval sangat baik NI > 0, 00134); Presentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu / perahu motor (skor 26,2327 dengan skala interval sangat baik NI > 19, 7025); Presentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga ( skor 99,337 dengan skala interval sangat baik NI > 94,492); Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan (skor 0,0163 dengan skala interval baik 0,0169 > NI > 0,0135); Presentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA (skor 2,903 dengan skala interval sangat baik NI > 2,2054); Presentase penduduk yang bekerja (skor 79,413 dengan skala interval baik 85, 2879 > NI > 68,2303); dan Rasio PNS terhadap 10.000 penduduk (skor 31,3410 dengan skala interval baik 36, 2533 > NI > 29,0026). Skor total yang diperoleh Calon Kota Tangerang Selatan dari segi Potensi Daerah secara keseluruhan adalah 1.720 yang dimana skor minimal dipersyaratkan adalah 1.380.28 Artinya, pembentukan Kota Tangerang Selatan didukung oleh potensi daerah yang memadai sesuai dengan kriteria yang dipersyaratkan, sehingga dengan potensi daerah yang dimilikinya dapat memberikan kemampuan untuk memberikan tambahan penghasilan bagi daerahnya. Dengan demikian berdasarkan segi potensi daerah Calon Kota Tangerang Selatan layak untuk dibentuk menjadi daerah otonom. 3.
Sosial Budaya Syarat untuk sebuah pembentukan daerah salah satunya ditinjau dari aspek sosial budaya yang diatur dalam pasa 6 PP No. 129 Tahun 2000. Menurut pasal 6 sosial budaya merupakan cerminan yang berkaitan dengan struktur sosial dan pola budaya masyarakat, kondisi sosial budaya masyarakat. Berikut hasil penelitian keadaan sosial budaya Calon Kota Tangerang Selatan :29 Rasio tempat peribadatan per 10.000 penduduk (skor 1,5136 dengan skala interval sangat buruk NI < 13,
28 29
Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid.,hal. 276. Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid., hal. 277 -
287.
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
2575); Rasio fasilitas lapangan olah raga per 10.000 penduduk (skor 11,7388 dengan skala interval sangat baik NI > 10,0276); Rasio balai pertemuan per 10.000 penduduk (skor 0,1280 dengan skala interval sangat baik NI > 0,2456). Walaupun skala rasio tempat peribadatan Calon Kota Tangerang Selatan sangat buruk, namun skor keseluruhan yang diperoleh Calon Kota Tangerang Selatan dari segi Sosial Budaya tetap baik yaitu 130 atau berada diatas batas minimal skor yang dipersyaratkan yakni sebesar 120.30 Hal ini menunjukkan bahwa dari kriteria sosial budaya yang ditinjau daru aspek keagamaan, kesenian, dan kegiatan sosial, serta fasilitas olahraga menunjukkan di daerah calon otonom Kota Tangerang Selatan sudah memiliki berbagai sarana tempat peribadatan, walaupun kedepannya Kota Tangerang Selatan harus menambah lagi sarana peribadatan agar dapat mengakomodir seluruh umat bergama yang ada di Kota Tangerang Selatan.31 Tingginya kerukunan umat beragama di daerah ini, juga dapat diartikan bahwa dari sosial budaya daerah Tangerang Selatan memiliki modal yang cukup signifikan untuk dimekarkan. 4. Sosial Politik Sosial politik sebagaimana diatur dalam Pasal 7 PP No. 129 Tahun 2000 yang merupakan salah satu syarat pembentukan daerah, dalam hal ini cerminan sosial politik yang diukur adalah partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu dan organisasi kemasyarakatan dengan pengukuran di masing – masing kecamatan. Partisipasi masyarakat dalam berpolitik dapat diukur dengan melihat rasio antara masyarakat yang menggunakan hak pilihnya dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki hak pilih sesuai dengan Undang – Undang Pemilu. Jumlah pemilu yang terdaftar di Calon Kota Tangerang Selatan pada tahun 2007 sebesar 679.055 orang, dari jumlah tersebut yang mempergunakan hak pilihnya sebesar 521.386 orang.32 Rasio masyarakat yang menggunakan hak pilih untuk calon Kota Tangerang Selatan adalah sebesar 0,768, Indikator organisasi masyarakat diukur dengan jumlah organisasi kemasyarakatan yang ada. Kesadaran masyarakat dalam berorganisasi di daerah Calon Kota Tangerang Selatan cukup tinggi, secara absolut terlihat bahwa jumlah organisasi kemasyarakatan di wilayah 30
Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid., hal. 288. Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid., hal. 289. 32 Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid., hal. 291. 31
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
Calon Kota Tangerang Selatan berjumlah 139 organisasi, dimana angka rata – rata jumlah organisasi di setiap kecamatan di Calon Kota Tangerang Selatan adalah 20 organisasi.
33
Hal ini menunjukkan bahwa dinamika masyarakat calon Kota
Tangerang Selatan sudah berkembang cukup dinamis untuk dapat menyalurkan hak – hak aspirasinya secara benar. Skor keseluruhan Calon Kota Tangerang Selatan dari segi sosial politk yaitu memperoleh skor 70 dengan skor minimal yang dipersyaratkan 60.34 Dengan demikian bahwa dengan Calon Kota Tangerang Selatan telah memenuhi saluran politik bagi masyarakat dengan kriteria yang dipersyaratkan. 5.
Kependudukan Kependudukan diatur dalam pasal 8 PP No. 129 Tahun 2000, kependudukan diukur dari jumlah penduduk yang berdomisili selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap. Pada tahun 2007 Calon Kota Tangerang Selatan memiliki jumlah penduduk 963.659 jiwa dan 828.121 jiwa diantaranya adalah berstatus penduduk urban, dengan jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Pamulang dengan 2264.484 jiwa, kemudian Kecamatan Pondok Aren sebanyak 225.594 jiwa dan Kecamatan Ciputat sebanyak 198.719 jiwa.35 Skor total dari kriteria jumlah penduduk dilihat dari jumlah penduduk dan jumlah penduduk urban, calon Kota Tangerang Selatan mendapat skor total 150, dimana skor minimal yang dipersyaratkan adalah 105.36 Dengan demikian jumlah penduduk Calon Kota Tangerang Selatan sudah melebihi persyaratan minimal sehingga memenuhi kriteria yang dipersyaratkan. dan sangat bisa mendukung pembentukan calon Kota Tangerang Selatan.
6.
Luas Daerah Luas daerah diatur dalam pasal 9 PP No. 129 Tahun 2000, hal tersebut dilihat dari luas wilayah keseluruhan dimana calon kota Tangerang Selatan Meliputi Kecamatan Ciputat, Pamulang, Serpong, Pondok Aren, Serpong Utara, Ciputat Timur, Setu, yang luas seluruhnya adalah 147,19 Km2 ( luas wilayah rata – rata per kecamatan untuk Calon Kota Tangerang Selatan adalah 21,74 Km2) yang mana melebihi persyaratan minimal luas wilayah yaitu 136 Km2 . Luas efektif yang
33
Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid., hal. 293. Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid., hal. 296. 35 Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid.,hal. 300. 36 Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid.,hal. 307. 34
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
dapat dimanfaatkan di wilayah Calon Kota Tangerang Selatan tercatat 130,16 Km2, bila dibandingkan dengan jumlah kecamatan yang ada maka rata – rata luas efektif per kecamatan di daerah Calon Kota Tangerang Selatan adalah seluas 18,59 Km2. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa wilayah Tangerang Selatan ini difokuskan sebagai wilayah pemukiman dan komersil. Berdasarkan hasil penelitian dan kajian Calon Kota Tangerang Selatan dari segi luas wilayah skor yang dimiliki Calon Kota Tangerang Selatan dari segi luas wilayah adalah sama dengan skor minimal kelulusan yaitu sebesar 90, sehingga dengan luas daerah yang dimiliki sangat dimungkinkan untuk pembentukan Calon Kota Tangerang Selatan.37 7.
Faktor – Faktor lain Faktor – faktor lain yang diatur dalam pasal 10 PP No. 129 Tahun 2000 seperti keamanan dan ketertiban, ketersedian sarana dan prasarana pemerintahan, serta rentang kendali. Dari segi Pertahanan merupakan aspek pendukung dalam penyelenggaraan otonomi daerah dengan mengukur rasio jumlah personil aparat pertahanan yaitu TNI AD, TNI AU, dan TNI AL terhadap luas wilayah dan karakteristik wilayah, dimana memiliki skala interval sangat baik dan berkarakteristik tidak berbatasan dengan negara lain dengan hamparan fisik wilayah berupa daratan. Selanjutnya Keamanan dan Ketertiban merupakan pertimbangan lain sebagai syarat pembentukan daerah yang diatur di pasal 10 PP No. 129 Tahun 2000, pertimbangan ini merupakan suatu yang penting karena untuk mendukung terselenggaranya otonomi daerah. Indikator ini diukur dengan angka kriminalitas per 10.000 penduduk, tingkat angka korban kriminalitas yang tercatat di calon kota Tangerang Selatan adalah sebanyak 311 orang, dimana rasio korban kriminaitas per 10.000 penduduk untuk wilayah Calon Kota Tangerang Selatan adalah sebesar 3,227.38 Menurut kajian yang dilakukan Kabupaten Tangerang terhadap calon Kota Tangerang Selatan, angka rasio tersebut adalah baik, jadi wilayah Kota Tangerang Selatan relatif aman dari tindak kriminalitas. Segi sarana dan prasarana pemerintahan sudah terepenuhi dengan adanya Keputusan DPRD Kabupaten Tangerang No. 13 Tahun 2007 tentang Persetujuan Penetapan Batas Wilayah dan Belanja operasional dan Pemeliharaan Kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan, bahwa ditetapkan pusat Pemerintahan Kota
37 38
Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid.,hal. 307. Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid., hal 319.
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
Tangerang Selatan adalah ex Kantor Kewedanan Ciputat yang berada di Kelurahan Serua, Kecamatan Ciputat. Namun, kantor kewedanan ciputat tersebut tidak akan cukup untuk menjalankan roda pemerintahan, sehingga kedepannya Pemerintah Kota Tangerang perlu menambah sejumlah gedung pemerintahan yang digunakan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Terakhir dari segi rentang kendali, indikator dari segi rentang kendali adalah jarak antara kecamatan ke pusat pemerintahan. Dimana dahulu daerah di Kecamatan Pamulang, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Setu, Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong Utara, Kecamatan Ciputat, dan Kecamatan Ciputat Timur berjarak kurang lebih 53 Km2 dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang di Tigaraksa. Hal tersebut sangat menyusahkan masyarakat di sekitar tujuh kecamatan tersebut jika ingin mengurus segala hal yang memerlukan layanan pemerintah daerah. Dengan adanya pembentukan Kota Tangerang Selatan tentu saja akan membawa perubahan bagi masyarakat yang selama ini bertempat tinggal di wilayah Calon Kota Tangerang Selatan, yakni dengan semakin dekatnya jarak tempuh ke pusat pemerintahan. Hal tersebut akan mendekatkan pemerintah daerah dengan masyarakat dan meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan jarak yang semakin dekat. Skor total yang diperoleh Calon Kota Tangerang Selatan dari segi Faktor lain – lain yang terdiri dari sub indikator kemanan dan ketertiban, prasarana dan sarana pemerintahan, serta rentang kendali adalah 100.39 Dimana Kota Tangerang Selatan memperoleh skor diatas minimal kelulusan yaitu 75, dengan demikian dari segi lain – lain sangat memungkinkan untuk pembentukan calon Kota Tangerang Selatan. Tabel 4.240 Skor Calon Kota Tangerang Selatan dengan Skor Minimal Kelulusan
Skor Calon Kota Tangerang Selatan Yang Akan No.
dibentuk
Indikator Skor
Skor
Minimal
Diperoleh
Keterangan
39
Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid., hal 329. Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Ibid., hal 338.
40
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
1
Kemampuan Ekonomi
450
500
Di atas
2
Potensi Daerah
1380
1720
Di atas
3
Sosial Budaya
120
130
Di atas
4
Sosial Politik
60
70
Di atas
5
Jumlah Penduduk
105
150
Di atas
6
Luas Daerah
90
90
sama
7
Lain – Lain
75
100
Di atas
2.280
2.760
Di atas
Total
Kriteria kelulusan suatu daerah otonom dari segi persyaratan teknis sebagaimana dipersyaratkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 200 dalam lampiran butir V, yaitu apabila daerah induk maupun calon daerah yang akan dibentuk mempunyai TOTAL SKOR sama dengan atau lebih besar dari skor minimal kelulusan yaitu sebesar 2.235 (untuk Kabupaten) dan 2.280 (untuk Kota). Berdasarkan atas hasil analisis persyaratan teknis calon Kota Tangerang Selatan yang dilakukan oleh Kabupaten Tangerang bekjersama dengan Pusat Pengembangan Potensi dan Profesi (P3PRO) dimana skor keseluruhan Kabupaten Induk Tangerang adalah 2.785 dan Calon Kota Tangerang Selatan adalah 2.760, berada di atas skor minimal yang dipersyaratkan. Secara keseluruhan skor persyaratan teknis untuk Calon Kota Tangerang Selatan adalah sebesar 2.760 atau lebih tinggi dari skor minimal kelulusan untuk pembentukan Kota Baru sebesar 2.280. Bedasarkan hal tersebut maka secara teknis Kota Tangerang Selatan SUDAH LAYAK untuk menjadi daerah otonom sendiri terlepas dari Kabupaten Induknya Tangerang. 4.1.3 Persyaratan Fisik Syarat fisik diatur dalam Pasal 5 ayat (5) Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 yaitu untuk calon kota yang dibentuk harus paling sedikit memiliki 4 Kecamatan dan sarana dan prasarana pemerintahan. Kedua hal tersebut telah dipenuhi, dimana dalam pembentukan Kota Tangerang Selatan terdapat 7 kecamatan. Selanjutnya berdasarkan Keputusan DPRD Kabupaten Tangerang No.13 Tahun 2007 Tentang penetepan batas wilayah dan belanja operasional dan pemeliharaan kepada pemerintah Kota Tangerang Selatan, pasal 2 telah diputuskan bahwa pusat pemerintahan Kota Tangerang Selatan adalah ex Kantor Kewedanaan Ciputat yang berada di Kelurahan Serua Kecamatan Ciputat. Dengan begitu seluruh persyaratan fisik telah terpenuhi.
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
Dari Ketiga persyaratan yang sudah disajiikan diatas bahwa terlihat syarat – syarat tersebut semua telah terpenuhi. Namun ternyata terdapat kajian yang mengatakan akibat pemekaran Kabupaten Tangerang akan berdampak antara lain; menurunnya penerimaan PAD (Pendapatan Asli Daerah), perpindahan aparatur pemerintahan yang berkualitas, masalah penyerahan barang dan utang piutang, dampak yang paling dikhawatirkan adalah menurunnya penerimaan PAD. Untuk mencegah hal itu maka Kabupaten tangerang secepatnya melakukan revisi tata ruang wilayah dan pembangunan infrastruktur ekonomi untuk memacu pertumbuhan Kabupaten Tangerang. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka dapat ditari beberapa simpulan atas masalah yang dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.
Kebutuhan suatu masyarakat lokal akan pembentukan suatu daerah otonom yaitu adanya perbaikan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tidak lepas dari kinerja pemerintah daerah otonom baru yang sangat diharapkan masyarakat dalam menjalankan pemerintahan. Masyarakat menginginkan dengan terbentuknya daerah otonom baru yang lepas dari daerah induknya pemerintah daerah otonom baru tersebut dapat lebih fokus terhadap kemajuan kesejahteraan masyarakat karena lingkup wilayah yang lebih kecil. Terutama dalam hal kesejahteraan ekonomi, dimana pemerintah daerah harus dengan giat melakukan serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Serangkaian usaha tersebut tidak lain dan tidak bukan bertujuan untuk pembangunan ekonomi daerah dimana impilikasi dari hal tersebut adalah semakin banyaknya kesempatan kerja, peningkatan pendapatan, terciptanya stabilitas harga untuk menciptakan rasa aman / tenteram dalam perasaan masyarakat, pemerataan pembangunan dalam wilayah, dan pemenuhan kebutuhan pangan dalam wilayah. Selain itu juga masyarakat menginginkan pemerintah daerah otonom baru dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam daerah otonom baru tersebut yang antara lain peningkatan mutu pendidikan, peningkatan tingkat kesehatan masyarakat (dengan pemerataann fasilitas puskemas, posyandu, rumah sakit, tenaga dokter, tenaga medis, dll di dalam wilayah), pemerataan sarana peribadatan dalam wilayah, perbaikan infrastruktur yang berhubungan dengan kepentingan umum (jalan, jembatan,fasilitas umum, dll), ketahanan pangan, dan keamanan juga menjadi kebutuhan masyarakat untuk
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
menopang kesejahteraan hidup. Hal – hal tersebutlah yang menjadi kebutuhan masyarakat lokal dalam pembentukan daerah otonom baru. 2. Persyaratan administratif yang dimaksud dalam pembentukan kabupaten atau kota sesuai pasal 5 ayat (3) Undang- Undang No. 32 Tahun 2004 adalah berupa aspirasi masyarakat, Keputusan DPRD Kabupaten /Kota, persetujuan Bupati/Walikota, Keputusan DPRD Provinsi/Induk, Rekomendasi Gubernur/Induk, dan Rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Persyaratan Teknis diatur dalam pasal 5 ayat (4) Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 yaitu kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Terakhir, Persyaratan Fisik yang diatur dalam pasal 5 ayat (5) Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 mengatur bahwa untuk pembentukan kabupaten harus memiliki paling sedikit 5 kecamatan, adanya lokasi calon ibukota, dan sarana dan prasarana pemerintahan. Kemudian syarat fisik untuk pembentukan Kota harus memiliki paling sedikit 4 kecamatan, adanya lokasi calon ibukota dan sarana dan prasarana pemerintahan. 3.
Untuk persyaratan administratif pembentukan Kota Tangerang selatan, semua data dan dokumennya sudah dilengkapi oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang. Kemudian untuk persyaratan teknis yang mengacu kepada kajian akademis studi kelayakan pembentukan Kota Tangerang Selatan terlihat bahwa semua persyaratan teknis sudah terpenuhi dan dinyatakan lulus sehingga sudah layak menjadi daerah otonom baru, walaupun masih terdapat beberapa pengukuran atau indikator yang menunjukkan nilai yang tidak memenuhi penilaian skala interval baik atau sangat baik seperti, rasio tempat peribadatan (interval sangat buruk) dan rasio jumlah aparat keamanan (POLRI) (interval buruk). Untuk persyaratan fisik, pasal 5 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa untuk membentuk kota harus memiliki minimal terdapat 4 kecamatan, hal tersebut sudah dipenuhi dimana sudah terdapat 7 Kecamatan untuk membentuk Kota Tangerang Selatan. Kemudian juga sudah terpenuhinya sarana dan prasarana pemerintahan yang telah diputuskan oleh DPRD Kabupaten Tangerang dalam Keputusan DPRD Kabupaten Tangerang No. 13 Tahun 2007 tentang Persetujuan Penetapan Batas Wilayah dan Belanja operasional dan Pemeliharaan Kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan, bahwa pusat Pemerintahan Kota Tangerang Selatan adalah ex Kantor Kewedanan Ciputat yang berada di Kelurahan Serua, Kecamatan Ciputat. Berdasarkan semua persyaratan dan prosedur yang diatur dalam Pasal 5 UU No. 32 Tahun 2004, semua hal –
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
hal tersebut sudah terpenuhi dan Kota Tangerang Selatan dinyatakan lulus dan layak untuk menjadi daerah otonom baru. Saran Jika nanti terdapat kembali pembentukan daerah otonom baru hendaknya lebih dikaji apakah suatu daerah tersebut layak untuk dibentuk dan dapat seusai tidak dengan tujuan dibentuknya pemerintahan daerah yang otonom. Dimana pembentukan daerah otonom baru harus melihat secara objektif apakah pembentukan daerah tersebut dapat mensejahterahkan masyarakat dalam daerah tersebut. Hal tersebut didasari dari meledaknya angka daerah – daerah otonom yang telah terbentuk, yang ternyata daerah – daerah otonom baru yang dibentuk tersebut tidak sesuai dengan tujuan dan ternyata banyak evaluasi terkait daerah – daerah otonom dikarenakan ketidaksiapan daerah tersebut untuk diotonomkan. Berkaitan dengan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, hendaknya terlebih dahulu dipikirkan apakah layak menjadi daerah otonom atau tidak melihat masih ada beberapa persyaratan teknis saat proses pembentukan daerah yang tidak memenuhi skala interval baik atau sangat baik seperti, rasio tempat peribadatan (interval sangat buruk) dan rasio jumlah aparat keamanan (POLRI) (interval buruk) . Hal – hal dalam persyaratan teknis penting untuk dikaji secara mendalam akan kesiapan suatu daerah karena menyangkut kesejahteraan masyarakat. Daftar Referensi A. Buku Hossein, Bhenyamin, dkk. 2005 Naskah Akademik Tata Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah, Pusat Kajian Pembangunan Administrasi Daerah dan Kota FISIPUI. Hoessein, Bheyamin. 2009. Perubahan Model, Pola dan Bentuk Pemerintahan Daerah, Depok: DIA FISIP UI. Istianto, F. Sugeng. 1971 Beberapa Segi hukum Pemerintahan pusat dan Daerah dalam NKRI.cet kedua.Yogyakarta: Karya Putera. Kaloh. J. 2007. Mencari bentuk
Otonomi Daerah: : Suatu Solusi Dalam Menjawab
Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Jakarta: Rineka Cipta. Manan, Bagir. 2001.Menyonsong Fajar Otonomi Daerah, Jakarta: Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII.
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014
Prasojo, Eko dkk. 2006. Desentralisasi & Pemerintahan Daerah: Antara model Demokrasi Lokal & Efisiensi Struktural, Depok: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Soekanto, Soerjono. 2012. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit UI Press. B. Peraturan Perundang – Undangan Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, UUD 1945. ________.Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 22 Tahun 1999, LN.No 60 Tahun 1999, TLN No. 3839. ________.Undang-Undang Tentang Pemerintah Daerah, UU No. 32 tahun 2004, LN. No. 125 Tahun 2004 ________.Undang – Undang tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan Di Provinsi Banten, UU No. 51 Tahun 2008, LN No. 188 Tahun 2008 TLN No. 4935. ________.Peraturan
Pemerintah
tentang
Persyaratan
Pembentukan
Dan
Kriteria
Pemekaran, Penghapusan Dan Penggabungan Daerah, PP No.129 Tahun 2000. LN. No. 233 Tahun 2000, TLN No.4036. ________. Peraturan Pemerintah tentang tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah, PP No.78 Tahun 2007. LN. No. 162 Tahun 2007, TLN. NO. 4791. C. Laporan Penelitan Kerjasama Pemerintah Kabupaten Tangerang dengan Pusat Pengembangan Potensi dan Profesi (P3PRO). 2007. Laporan Akhir Pengkajian Persyaratan Teknis Pembentukan Kota Tangerang Selatan.
Pembentukan daerah otonom baru: Kota..., Ephraim Deviaro Ginting, FH UI, 2014