PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK PAIR SQUARE UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII-1 SMP NEGERI 5 PENAJAM
Suprapto S, Cholis Sa’dijah, dan Hery Susanto Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang, Dosen Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Dosen Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected],
[email protected], herysusanto @yahoo.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran Think Pair Square yang meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas VII-1 SMP Negeri 5 Penajam. Penelitian merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data proses dan data hasil. Perangkat penelitian ini meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pembelajaran matematika secara kooperatif tipe Think Pair Square dan Lembar Kerja Siswa. Instrumen pengumpulan data meliputi lembar observasi aktivitas guru dan siswa, lembar tes, format wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Ada lima belas langkah dalam pembelajaran Think Pair Square yang meningkatkan motivasi dan hasil belajar. Kata kunci: pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square, motivasi belajar, hasil belajar.
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting dan sifatnya mendesak bagi manusia untuk memperluas pengetahuannya. Penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari siswa, sebagian besar bergantung kepada pengalaman guru mengajar di kelas. Guru berkewajiban mendesain pembelajaran matematika yang menarik dan melibatkan siswa serta mengetahui bagaimana siswa belajar matematika. Jika pembelajaran matematika disampaikan secara menarik dan siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, diharapkan siswa senang belajar matematika. Untuk mencapai pendidikan matematika yang berkualitas baik para guru dituntut (1) memahami secara mendalam matematika yang mereka ajarkan, (2) memahami cara siswa belajar matematika, termasuk perkembangan matematika siswa secara individu, (3) memiliki tugas-tugas dan strategi yang
dapat meningkatkan mutu pembelajaran (Van de Walle, 2007:3). Berdasarkan hasil observasi awal di SMP Negeri 5 Penajam, disimpulkan beberapa permasalahan dalam pembelajaran yaitu: (a) siswa tidak terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran; (b) guru mendominasi dalam pembelajaran; dan (c) kurangnya motivasi siswa dalam belajar. Dampak dari situasi itu siswa tidak merasa senang dan bersemangat belajar sehingga hasil belajar matematika siswa menjadi rendah. Permasalahan dalam pembelajaran dapat disebabkan karena berbagai faktor. Salah satunya adalah motivasi belajar. Motivasi belajar dapat meningkatkan hasil belajar. Siswa yang memiliki motivasi tinggi akan merasa senang dan bersemangat belajar, sehingga akan mudah memahami materi pelajaran. Menurut Schunk “motivasi sangat mempengaruhi
667
Suprapto, Pembelajaran Kooperatif Think Pair Square, 668
apa yang kita pelajari, kapan kita pelajari, dan bagaimana kita belajar”. Siswa yang termotivasi cenderung melibatkan diri dalam berbagai aktivitas yang diyakini membantu dirinya dalam meningkatkan pembelajaran (Schunk, 2012:7). Ada begitu banyak model pengajaran, sebagian ada yang hanya bisa diterapkan untuk satu atau dua tujuan, sebagian lagi ada yang bisa diterapkan untuk tujuan yang lebih besar, dan sebagian yang lain ada yang benar-benar sesuai untuk tujuan-tujuan tertentu. Dengan kata lain, dalam pemahaman kita tentang pengajaran, tidak ada satupun model pengajaran yang bisa menggantikan model pengajaran lain pada satu waktu. Akan tetapi kita memiliki sebuah gudang penyimpanan model-model tersebut (Bruce dalam Joyce dkk, 2009: xv). Cooperative learning dalam matematika akan dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika, sehingga akan mengurangi rasa cemas terhadap matematika (math anxiety) yang banyak dialami banyak siswa (Suherman dkk, 2003: 259). Adapun menurut Teori Motivasi, tujuan belajar kooperatif adalah untuk menciptakan suatu situasi dimana keberhasilan dapat tercapai bila siswa lain juga mencapai tujuan tersebut (K.E. Suyanto 2008:16). Hasil penelitian Suryadi (1999) pada pembelajaran Matematika menyimpulkan bahwa salah satu model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa adalah cooperative learning karena dapat memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya (Isjoni 2012:13). Menurut Roger dan David Johson (dalam Lie 2005:11), lima unsur model pembelajaran cooperative harus diterapkan (1) Saling
ketergantungan positip, (2) Tangung Jawab perseorangan, (3) Tatap Muka, (4) Komunikasi antar anggota, (5) Evaluasi proses kelompok Ada beberapa macam Cooperative Learning, salah satunya Think Pair Square, yaitu model pembelajaran kooperatif yang meningkatkan kualitas pembelajaran antara lain melalui kegiatan wawancara, diskusi, tanya-jawab yang membuat siswa berpikir dan berinteraksi lebih banyak (K,E.Suyanto 2008:18). Model pembelajaran Think Pair Square memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dan mengoptimalisasi partisipasi siswa, teknik berpikir-berpasangan-berempat ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenal dan menunjukan partisipasi mereka kepada orang lain. Model belajar mengajar berpikirberpasangan-berempat (Think Pair Square) dikembangkan oleh spencer Kagan (Lie, 2005:57). Metode Think Pair Square merupakan pengembangan dari metode Think-Pair-Share yang dikembangkan oleh Frank Lyman Memperhatikan hasil pembelajaran matematika yang selama ini pengajar lakukan dengan metode ceramah dan presentasi pada siswa kelas VII-1 SMP Negeri 5 Penajam, ternyata siswa dapat dikatakan belum termotivasi dan hasil belajar yang diperoleh masih di bawah standar ketuntasan minimal sekolah yaitu 78. Untuk itu peneliti merancang Tipe pembelajaran kooperatif Think Pair Square untuk mengatasi masalah yang ada. Tipe Think Pair Square di pilih karena sesuai dengan karakteristiknya, yaitu siswa menjadi aktif karena diberi kesempatan untuk berpikir sendiri, kemudian dapat menumbuhkan rasa percaya diri karena mereka harus berbagi jawaban dengan pasangannya, dilanjutkan hasil share
669, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
dengan pasangannya dibagi dengan pasangan yang lain, sehingga tidak lagi kesulitan menjadi beban pola pikir sendiri. Berdasarkan permasalahan di atas melalui penelitian yang diharapkan guru mampu memainkan peran sebagai motivator pembelajaran, sehingga motivasi siswa tinggi dalam belajar matematika dan berakibat baik terhadap hasil belajar. Seorang guru harus mampu mendesain dan membuat langkah-langkah pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan mudah dilakukan. Sehingga motivasi siswa meningkat dan hasil belajarpun mengalami peningkatan. Peran guru dalam kegiatan pembelajaran matematika model Think Pair Square sebagai fasilitator, motivator dan mediator yang kreatif. Sehingga peneliti merencanakan untuk menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square di SMP Negeri 5 Penajam berjudul ” Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika siswa kelas VII-1 SMP Negeri 5 Penajam Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square. METODE Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII-1 pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013 SMP Negeri 5 Penajam berjumlah 24 siswa terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair square karena mengoptimalisasi partisipasi siswa dan memberi kesempatan lebih banyak setiap siswa untuk dikenali serta menunjukan partisipasi mereka kepada orang lain. Sehingga siswa aktif dan mendominasi pembelajaran yang berakibat berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika. Model ini terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kegiatan siswa (LKS), serta tes berupa kuis
dan ulangan harian. Instrumen penelitian ini berwujud lembar observasi keterlaksanaan guru dan siswa, lembar tindakan dan respon siswa, lembar motivasi, serta pedoman wawancara. Sebelum pelaksanaan penelitian dilakukan, penelitian terlebih dahulu melakukan diskusi dengan guru matematika dan meminta skor tes terakhir kegiatan, ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa. Selain itu peneliti melakukan tes awal untuk pembentukan kelompok dan menentukan subyek wawancara. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan penelitian tindakan kelas (PTK). Dipilihnya jenis penelitian tindakan kelas dalam penelitian ini karena tujuan penelitian ini sesuai dengan karakteristik PTK, yaitu ada planning instrumen, observasi, analisa data dan lainlain yang ingin memperbaiki pembelajaran pada materi himpunan karena penelitian merasa bertanggung jawab terhadap keberhasilan pembelajaran matematika dikelas tempat penelitian. Prosedur langkah-langkah penelitian ini mengikuti model Kemmis dan Mc. Taggart berupa siklus yang terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection) (Arikunto, 2011). Keempat tahap itu membentuk suatu siklus dalam pelaksanaannya bisa saja membentuk lebih dari satu siklus yang mencakup keempat komponen tersebut tergantung pada ketercapaian indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran Think Pair Square yang meningkatkan motivasi dan hasil belajar.
Suprapto, Pembelajaran Kooperatif Think Pair Square, 670
Berikut ini dikemukakan aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square. Tabel 1 Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Matematika materi Menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Kegiatan Awal (Pendahuluan) Guru membuka Siswa menjawab pembelajaran dengan salam mengucap salam Guru memotivasi dan mengecek pengetahuan Siswa menangapi awal siswa dengan pertanyaan guru beberapa pertanyaan dengan menjawab pertanyaan. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran Siswa mencermati dan orientasi pembelajaran yang akan digunakan. Guru memberi kesempatan bertanya pada siswa Siswa menanyakan Guru membentuk hal yang kurang jelas kelompok dan kepada guru, jika menyediakan LKS dan perlu. sarana yang diperlukan Siswa mencermati (LCD dan Laptop) Kegiatan Inti , Fase: Kesadaran dan Operasional Siswa Belajar Matematika secara Individu (Think). Fase kesadaran Guru menyajikan Siswang mencermati materi himpunan secara dan berusaha garis besar melalui peta mengaikan materi konsep dan mengajak yang akan dipelajari siswa mengaitkan dengan materi materi yang akan sebelumnya dipelajari siswa , dengan pengetahuan awal siswa. Guru memberi kesempatan bertanya Siswa menanyakan pada siswa. hal yang kurang jelas kepada guru, jika Guru mengorientasikan perlu. siswa untuk belajar Siswa mencermati materi himpunan LKS secara individu melalui lembar kerja siswa yang tersedia Fase operasional Guru memberi Siswa belajar secara kesempatan siswa untuk individu dan menulis berpikir secara penyelesaian pada
individu, dalam hal ini LKS siswa menuliskan pekerjaannya pada LKS masing-masing dengan apa yang diketahui Guru mengelilingi kelas, melayani siswa jika ada pertanyaan. Siswa menanyakan Dalam hal ini guru hal yang kurang jelas hanya member bantuan kepada guru, jika minimal. Jika ada perlu pertanyaan, guru tidak segera menjawabnya, tetapi mengembalikan kepada siswa. Misalnya meminta siswa mencermati kembali pertanyaan dan memahami sendiri dulu tentang apa yang ditanyakan. Kegiatan inti, Fase: Reflektif dan Penyusunan Kesepakatan Siswa Belajar himpunan secara berpasangan (pair) dan berkelompok (square) Guru mempersilakan Siswa berdiskusi siswa untuk berdiskusi berpasangan berbekal secara berpasangan, penyelesaian berbekal penyelesaian individu, untuk individu guna kesepatan menyepakati penyelesaiaan secara penyelesaian berpasangan. berpasangan Guru mempersilakan siswa untuk berdiskusi secara berempat (berkelompok), berbekal penyelesaian Siswa berdiskusi diskusi berpasangan, secara berempat atau untuk menyepakati berkelompok, penyelesaian kelompok. berbekal Peran guru di sini penyelesaian sebagai fasilitator, sama berpasangan untuk halnya pada saat siswa menyepakati bekerja secara individu. penyelesaian Guru mengelilingi kelas kelompok. melayani siswa jika ada Siswa menulis pertanyaan. Guru dengan tinta berbeda mengamati gerak-gerik (dengan warna tinta siswa sewaktu diskusi yang digunakan dan meminta siswa untuk menuliskan menjelaskan hasil penyelesaian pada penyelesaiannya LKS sewaktu kerja individu) tentang apa yang baru saja ditemukan dalam diskusi berpasangan dan berkelompok itu Fase penyusunan Persetujuan Guru memberi Kelompok
671, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
kesempatan kepada perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas. Kelas menanggapi. Di sini dapat terjadi argumentasi. Siswa yang berbeda pendapat dengan siswa yang menjelaskan di depan, dapat maju untuk menjelaskan kepada kelas. Jika tidak ada pertanyaan atau siswa tidak merasa mengalami kesulitan, guru dapat mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk menggali data apakah siswanya sudah memahami. Dalam setiap mengajukan pertanyaan, guru selalu member waktu kepada siswa untuk berpikir. Sifat pertanyaan tidak hanya meminta jawaban ya atau tidak. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator dan mengklarifikasi. Guru juga menanyakan kepada siswa apa yang sudah dan yang belum dikuasai. Guru menerima LKS yang telah dikerjakan siswa
mempresentasikan hasil diskusinya. Kelas menanggapi. Siswa mengajukan pertanyaan , meminta klarifikasi, menjawab pertanyaan atau menjelaskannya
Kegiatan penutup Guru bersama siswa Siswa menyimpulkan menyimpulkan tentang tentang apa yang apa yang dipelajari telah dipelajari. Guru menyediakan lembaran tes. Guru Siswa menerima mempersilakan siswa lembaran tes mengerjakan tes. Guru menerima lembar tes Siswa mengerjakan yang telah berisi tes yang diberi guru. jawaban siswa Guru memberikan Siswa mengumpulkan penghargaan baik LKS yang telah secara pribadi maupun dikerjaka.
kelompok, penghargaan dapat berupa applaus, tanda bintang, dan lainlain. Guru menginggatkan materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya. Guru menutup pembelajaran dengan mengucap salam
Siswa menerimanya dengan rasa senang dan puas
Siswa mencermati
Siswa menjawab salam
Hasil analisi terhadap keterlaksanan guru dalam pembelajaran meningkat dari 83 % dengan kriteria baik pada siklus I menjadi 94 % dengan kriteria sangat baik pada siklus II. Hasil analisis terhadap keterlaksanaan siswa meningkat dari 90 % dengan kriteria baik pada siklus I menjadi 95 % dengan kriteria sangat baik pada siklus II. Hasil motivasi siswa meningkat dari 81 % dengan kriteria baik pada siklus I meningkat menjadi 92 % dengan kriteria sangat baik pada siklus II. Hasil belajar siswa meningkat juga, dari ketuntasan klasikal 70, 83 % pada siklus I menjadi 91,7 % pada siklus II. Hasil wawancara terhadap 4 subyek penelitian merespon sangat positip pembelajaran tipe think pair square, terbukti dengan rasa senang, bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas, penguasaan materi, bersemangat dan merasa efektif dalam belajar. Kesimpulan dan Saran Dari penelitian ini dapat disimpulkan Langkah- langkah pembelajaran Think Pair Square, Terdapat 15 (lima belas) langkah-langkah pembelajaran yang digunakan yaitu: (1 ) melakukan tanya jawab untuk menggali pengetahuan yang sudah diperoleh siswa tentang materi himpunan pada pertemuan sebelumnya atau materi prasyarat, (2) menyampaikan
Suprapto, Pembelajaran Kooperatif Think Pair Square, 672
tujuan pembelajaran dan memberikan orientasi tentang strategi pembelajaran Think Pair Square yang akan digunakan, (3) membentuk kelompok yang terdiri 4 siswa heterogen berdasarkan kemampuan dan jenis kelamin (satu siswa berkemampuan tinggi, dua siswa berkemampuan sedang, satu siswa berkemampuan rendah),dan berdasarkan tes awal, (4) menyajikan materi himpunan yang akan dipelajari secara garis besar melalui peta konsep, (5) menggunakan LKS dalam memberikan permasalahan yang dapat mengarahkan siswa untuk dapat memahami materi himpunan, (6) memberikan kesempatan kepada siswa berpikir dan menjawab secara individu (Think) semua permasalahan pada LKS, (7) Guru berkeliling untuk memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada pada LKS, (8) memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan diskusi secara berpasangan (Pair) dalam kelompoknya berbekal penyelesaian yang telah diyakini secara individu. (9) memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan diskusi dengan kelompoknya (Square) guna mendapatkan kesepakatan/kesimpulan jawaban permasalahan pada LKS, (10) memberikan kesempatan kepada perwakilan anggota kelompok untuk mempresentasikan hasil kesepakatan penyelesaian permasalahan pada LKS kelompoknya , (11) memberikan kesempatan siswa untuk melakukan tanya jawab atau tanggapan
sehingga kelompok penyaji mendapat pertanyaan dan masukan-masukan,(12) Guru dengan siswa membuat kesimpulan tentang materi himpunan,(13) melakukan evaluasi berupa kuis disetiap akhir pertemuan, (14) memberikan penghargaan, (15) mengingatkan materi pada pertemuan berikutnya. Motivasi belajar dan hasil belajar siswa meningkat dari siklus I ke siklus II dari baik menjadi sangat baik, respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square sangat positif. Hal-hal yang dapat disarankan adalah : (1) pembelajaran dengan tipe Think Pair Square yang dilakukan peneliti dapat digunakan sebagai alternatip strategi pembelajaran di kelas, (2) pendidik seharusnya lebih aktif dan kreatif dalam mendesign dan membuat LKS yang dapat memotivasi dan mengarahkan anak didik dalam memahami suatu materi, (3) pada proses pembelajaran peserta didik lebih peka terhadap gerak-gerik siswa saat berpikir sendiri, berpasangan, dan berkelompok, serta aktif dalam membimbing dan mengarahkan siswa dengan bahasa yang santun, mimik wajah yang bersahabat dan selalu terlihat ceria dan bersemangat, (4) pemilihan materi juga sangat diperlukan, karena apabila materi yang relatif mudah akan membuang waktu, mengingat strategi pembelajaran tipe Think Pair Square memerlukan waktu yang lama.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S, dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara Isjoni. 2012. Cooperatif Learning. Bandung: Alfabeta Joyce, dkk. 2009. Models of Teaching. Person Education, Inc.
K, E Suyanto, K. 2008. Model-model Pembelajaran. Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang. Panitia Sertifikasi Guru Rayon 15 bekerja sama dengan
673, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
penerbit Universitas Negeri malang. Lie, A. 2005. Cooperative Learning. Mempraktekan Cooperative di ruang-ruang kelas. Jakarta: PT. Gramedia. Sa’dijah, C. 2007. Sikap Kritis dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Perempuan Dengan Menggunakan pembelajaran Matematika Konstruktivisme. Jurnal MIPA Tahun 36 Nomor 2. Malang: F MIPA UM. Schunk, D.H. Tanpa Tahun. Learning Theories. Terjemahan Hamdiah, E.
& Fajar, R. 2012. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Suherman, E dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA. Van de Walle, John A. 2007. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Pengembangan Pengajaran, Edisi Keenam. Terjemahan Suyono. PT Gelora Aksara Pratama.