BUKU SAKU
PEMBANGUNAN KOTA DENPASAR BERWAWASAN BUDAYA
KELOMPOK AHLI PEMBANGUNAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR TAHUN 2015
Perpustakaan Nasional ; Katalog Dalam Terbitan (KDT) KELOMPOK AHLI PEMBANGUNAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR BUKU SAKU PEMBANGUNAN KOTA DENPASAR BERWAWASAN BUDAYA
CETAKAN I
TAHUN 2003
CETAKAN II
TAHUN 2005
CETAKAN III /revisi
TAHUN 2015
Denpasar; Percetakan dan Penerbitan PT. Mabhakti 2003 Vi, 62, 12x18 cm
ISBN 979-715-002-X
PEMERINTAH KOTA DENPASAR SAMBUTAN WALIKOTA DENPASAR Om Swastiastu” Puji Syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena Atas Asung Kertha Wara Nugrahanya, bahwa ‘BUKU SAKU PEMBANGUNAN KOTA DENPASAR BERWAWASAN BUDAYA’ Cetakan ke III , dapat diterbitkan kembali pada tahun 2015 ini. Pemerintah Kota Denpasar telah berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan yang berbasis pada nilai-nilai budaya luhur yang sudah diwariskan secara turun temurun oleh Bangsa Indonesia dan didukung oleh kearifan lokal yang menjadi tuntunan dalam berprilaku dan melaksanakan kegiatan sehari-hari yang dijiwai oleh Agama Hindu dan dilandasi oleh falsafah Tri Hita Karana. Maksud dari diterbitkanya kembali buku saku ini tidak lain adalah untuk kembali bersama-sama kita mengingat dan merenungkan serta memahami kembali makna serta konsep dan implementasi pembangunan berwawasan budaya yang menjadi panduan dan acuan pelaksanaan pembangunan di Kota Denpasar. Buku ini dapat dijadikan pegangan bagi seluruh aparatur dan masyarakat Kota Denpasar untuk bersama sama berupaya mewujudkan Denpasar Kota Budaya yang bermuara pada tercapainya keharmonisan dan kebahagiaan bagi seluruh masyarakat Kota Denpasar, yang menjadi tujuan akhir dari pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan. Harapan kami, dengan diterbitkannya buku saku ini, seluruh jajaran dan masyarakat Kota Denpasar akan dapat mengingatkan dan memahami kembali cita-cita Pemerintah Kota Denpasar dan tentunya semoga cita-cita tersebut tahap demi tahap dapat terwujud. “ Om Shanti, Shanti, Shanti Om “ Denpasar, 25 Juni 2015 WALIKOTA DENPASAR
Rai Dharmawijaya Mantra
SAMBUTAN WALIKOTA DENPASAR
Om Swastiastu Saya menyambut dengan gembira atas tersusunnya Buku Saku Denpasar berwawasan budaya ini, karena merupakan suatu langkah kongkrit didalam mempercepat sosialisasi, Visi Kota Denpasar yang berwawasan Budaya. Dengan terbitnya buku saku ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan sekaligus sebagai dorongan dalam mengamalkan nilai-nilai budaya Bali yang diimplementasikan kedalam pembangunan Kota denpasar disegala bidang dan aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Menggunakan kebudayaan sebagai wawasan pembangunan yang berarti memfungsikan kebudayaan sebagai potensi, pendekatan dan tujuan yaitu “Mokshartam Jagaditha Ya Ca Itti Dharma”. Kami menyadari bahwa buku ini masih belum sempurna, oleh karenanya konstruktif dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan. Mudah-mudahan Buku Saku yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Sekian dan terimakasih
Om Shanti Shanti Shanti Om” Walikota Denpasar ttd
Puspayoga
KATA SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KOTA DENPASAR “Om Swastiastu” Buku saku Denpasar berwawasan budaya ini dipublikasikan untuk memberikan gambaran umum kota Denpasar. Sebagai layaknya buku saku didalamnya tercantum informasi-informasi penting yang menyangkut data tentang pelaksanaan Visi Kota Denpasar yang berwawasan budaya terhadap hal-hal yang sudah, sedang dan akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Denpasar. Buku saku Denpasar berwawasan budaya ini dirancang untuk memudahkan masyarakat untuk memperoleh informasi seputar pelaksanaan pembangunan yang berwawasan budaya sekaligus melengkapi perbendaharaan buku-buku yang telah ada seperti Konsep Dasar Pembangunan yang Berwawasan Budaya, Strategi Pembangunan dan Implementasi Konsepsi Pembangunan Kota Denpasar Berwawasan Budaya. Akhirnya, kami ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak atas tersusunnya buku ini dan semoga ada manfaatnya. Om Shanti Shanti Shanti Om Kepala Bappeda Kota Denpasar ttd Drs. A.A. Ngurah Mayun Pembina Tingkat I Nip: 600004575
KATA PENGANTAR
Pencetakan ulang Buku Saku Pembangunan Kota Denpasar Bewawasan Budaya untuk ke tiga kalinya bukan merupakan ukuran keberhasilan dari segi perluasan suatu produk berupa karya tulis. Namun yang harus dicermati dan diberikan apresiasi adalah bahwa buku ini tebit atas banyaknya permintaan dari khalayak. Artinya bahwa disamping keingintahuan akan apa yang digariskan sebagai haluan pembangunan kota juga adanya kecendrungan minat baca dari seluruh lapisan masyarakat. Untuk keperluan tersebut Kelompok Ahli Pembangunan Pemerintah Kota Denpasar melakukan beberapa editing tentang perwajahan, substansi materi, dan lainnya. Cetakan ke tiga buku ini disamping mengulang isi dan subtansi sesuai dengan cetakan pertama dan ke dua, kini dilengkapi dengan visi dan misi oleh Walikota selanjutnya Bapak Ida Rai Dharmawijaya Mantra, dengan maksud menjawab pertanyaan baik berupa kritik maupun saran-saran yang terutama muncul adalah bahwa visi dan misi Wawasan Budaya berlanjut apa tidak. Itulah sebab buku saku ini dicetak untuk ke tiga kalinya, secara morfologis menampilkan visi dan misi Walikota Puspayoga dan Walikota yang melanjutkannya. Penetapan budaya sebagai visi dipandang sangat relevan ketika dunia semakin tanpa batas dan pengaruh semakin sulit dikendalikan yang dapat mereduksi identitas budaya lokal. Mengenal budaya lokal, lalu memperkuat dan memeliharanya dalam bingkai kreatif dan inovatif menjadi kunci utama keberhasilan kota Denpasar yang memiliki dana relatif kecil namun berhasil meningkatkan pembangunan demi pembangunan tanpa harus mendegradasi budayanya. Tegaknya budaya melalui identitas lokal yang mampu bersanding dengan pengaruh dari regional, nasional, maupun internasional adalah kata kunci yang diharapkan dalam pembangunan kota Denpasar yang sarat dengan beban dan fungsi. Kotaku Rumahku menjadi sebuah wacana penting dan perlu dengan mengedepankan pelayanan publik “sewaka dharma” yang betul-betul pro poor, pro job, dan pro growth menjadi keinginan dan kebutuhan bagi kota Denpasar tanpa tercerabut dari nilai-nilai budaya adiluhung yang diwarisi. Akhir kata disampaikan semoga melalui kehadiran buku saku ini mampu memperkuat modal sosial dan modal budaya kota yang kian metropolis; menuju kehidupan dan penghidupan yang Moksartham Jadhita Ya Ca Iti Dharma. Semoga. Denpasar, 11 November 2015 Ketua Kelompok Ahli Pembangunan Pemerintah Kota Denpasar
Putu Rumawan Salain
KATA PENGANTAR
Cita-cita dan kerja keras saja dalam sebuah tujuan tidaklah akan terwujud bila belum dikehendaki oleh-Nya. Dari berbagai pertemuan, diskusi ataupun penulisan disadari sepenuhnya, bahwa kebudayaan adalah salah satu kata yang arti, fungsi, dan maknanya sangat luas, dalam, dan terkadang bias. Bahkan bila ditinjau dari bentuk, maka kebudayaan tidak hanya dinikmati dari ungkapan fisik belaka, akan tetapi juga sesuatu yang abstrak. Dengan demikian kebudayaan adalah juga suatu proses yang berdinamika secara evolusi, revolusi, atau lainnya sesuai dengan desa, kala dan patra. Hasilnya dapat berupa saling silang pengaruh, percampuran, penyatuan ataupun keunikan. Sadar akan kemajuan, diversitas dari kebudayaan dimana saja, terlebih-lebih dalam modernitas kehidupan dalam ruang mendunia, maka buku saku ini diupayakan untuk mencatat secara praktis tentang puncak-puncak kebudayaan Bali yang diterima dan telah menjadi milik komunitas Kota Denpasar. Kota Denpasar adalah sebuah ruang yang mewadahi penduduk dari berbagai etnis yang menjadikannya menjadi sebuah Kota yang heterogen dengan beragam budaya yang dianutnya. Identitas dan kebanggaan adalah dua hal yang patut ditegakkan di ruang kota Denpasar yang tumbuh bagaikan taman bunga yang indah. Untuk itu diperlukan upayaupaya kongkrit untuk menggali, menumbuhkan, serta mengembangkan nilai-nilai luhur yang ada dan relevan untuk saat ini. Harapannya adalah semoga buku saku ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, setidaktidaknya dapat menjadi suluh bagi kita semua, agar jalan kedepan yang menghadang kehidupan dang penghidupan dapat dilalui tanpa harus kehilangan sebuah makna yang bersumber dari Tri Hita Karana. Ditengah berbagai badai krisis yang terjadi akhir-akhir ini sangat diyakini bahwa budaya merupakan perekat yang sangat ampuh, bertuah, dan bukan tanpa masalah. Akhirnya atas kerjasama, bantuan, dan dukungan moril terhadap kehadiran buku ini disampaikan terima kasih. Denpasar, 12 Desember 2002 Kelompok Ahli Pembangunan Pemerintah Kota Denpasar Ketua
Putu Rumawan Salain
DAFTAR ISI
Halaman SAMBUTAN WALIKOTA DENPASAR
i
SAMBUTAN WALIKOTA DENPASAR
ii
SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA
iii
KATA PENGANTAR
iv
KATA PENGANTAR
v
BAB I PENDAHULUAN ...........................................
3
1.1 Latar Belakang.............................................
3
1.2 Manfaat dan Tujuan .....................................
9
BAB II KONSEP DASAR PEMBANGUNAN DENPASAR BERWAWASAN BUDAYA ............... 13 2.1. Wacana Pembangunan Berwawasan Budaya .................................. 13 2.2. Kebudayaan Bali dalam Kerangka Kebudayaan Nasional ................................. 15 2.3. Analisis Karakteristik Kota Denpasar ........ 17 2.4 Kerangka Konseptual .................................. 22 2.5. Implementasi, Hambatan dan Solusi .......... 27 BAB III PEMBANGUNAN BIDANG, SEKTOR DAN LINTAS SEKTOR ...................................................... 35 3.1. Bidang dan Sektor ...................................... 35 3.2. Pola Keterkaitan Pembangunan Antar Bidang .............................................. 36
3.3. Percontohan Lintas Sektor.......................... 37 3.4. Pencapaian Misi.......................................... 40 BAB IV IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN DENPASAR BERWAWASAN BUDAYA ............... 43 4.1. Budaya Pendukung (Kearifan Lokal) Pembangunan Denpasar Berwawasan Budaya .................................. 43 4.2. Budaya Penghambat Pelaksanaan Pembangunan Denpasar Berwawasan Budaya ........................................................ 43 4.3. Contoh Implementasi Pembangunan Denpasar Berwawasan Budaya .................. 49 BAB V PENUTUP ..................................................... 63 LAMPIRAN ................................................................ 64
Taman Budaya Wadah Prosesi Budaya Bali di Kota Denpasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Calon Walikota Denpasar, Bapak A.A.N.G Puspayoga pada tanggal 05 Pebruari 2000 telah menyampaikan Visi Calon Walikota Denpasar tahun 2000-2005 pada sidang Pleno DPRD Kota Denpasar yaitu Pembangunan Kota Denpasar Berwawasan Budaya. Visi tersebut secara formal telah menjadikan Visi Pembangunan Pemerintah Kota Denpasar dan telah dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra), dalam Pola Dasar(Poldas) dan dalam program Pembangunan Daerah (Propeda) Kota Denpasar tahun 2001-2005 yaitu mewujudkan pembangunan kota Denpasar yang berwawasan budaya yang dijiwai oleh Agama Hindu dan dilandasi oleh Tri Hita Karana. Visi tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam Misi Pemerintah Kota Denpasar tahun 20012005 yaitu: 1. Pembangunan pelayanan untuk meningkatkan kesejahteraan menuju moksartam jagadhita ya ca iti dharma. 2. Mewujudkan pemerintahan yang baik (Good Govermance) melalui supremasi hukum, akuntabilitas, transparansi dan demokrasi. 3. Mempercepat pertumbuhan dan memperkuat pertahanan ekonomi melalui system ekonomi kerakyatan. 4. Pemberdayaan masyarakat dilandasi dengan budaya daerah 5. Menumbuh kembangkan jati diri, ruang dan masyarakat Kota Denpasar, berdasarkan kebudayaan Bali yang dijiwai Agama Hindu. Selanjutnya Visi Pembangunan Pemerintah Kota Tahun 2006-2010 adalah Terciptanya Kota Denpasar Berwawasan Budaya dengan keharmonisan dalam Keseimbangan secara Berkelanjutan. Visi tersebut dijabarkan dalam Misi Pembangunan Pemerintah Kota Denpasar tahun 20062010 yaitu : 1. Menunbuhkembangkan jati diri masyarakat Kota Denpasar berdasarkan Kebudayaan Bali. 2. Pemberdayaan Masyarakat dilandasi dengan Kebudayaan Bali dan Kearifan Lokal. 3. Mewujudkan Pemerintahan yang Baik (Good Governance) melalui penegakan Supremasi Hukum (Law Enforcement). 4. Membangun Pelayanan Publik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 5. Mempercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan ekonomi melalui sistem ekonomi kerakyatan (Economic Stability)
Sedangkan Visi Pembangunan Pemerintah Kota Denpasar Tahun 2011-2015 adalah Denpasar kreatif berwawasan budaya dalam keseimbangan menuju keharmonisan. Visi tersebut dijabarkan dalam Misi Pembangunan Pemerintah Kota Denpasar Tahun 20112015 yaitu : 1. Menumbuhkembangkan jati diri masyarakat Kota Denpasar berlandaskan budaya Bali. 2. Memberdayakan Masyarakat Kota Denpasar berlandaskan kearifan lokal melalui budaya kreatif. 3. Mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) melalui penegakan supremasi hukum (law enforcement). 4. Meningkatkan pelayanan public menuju kesejahteraan masyarakat (welfare Society). 5. Mempercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat melalui sistem ekonomi kerakyatan.
Dalam perkembangan Visi ini banyak mendapatkan sorotan pro dan kontra dari berbagai pihak baik dari dalam daerah Bali maupun dari luar daerah Bali, diantaranya: 1. Walikota dan Pemerintah Kota Denpasar mimpi disiang bolong menjadikan Kota Denpasar sebagai kota budaya. 2. Apakah visi tersebut dapat diwujudkan dalam 5 (lima) tahun masa pemerintahan walikota A.A.N.G. Puspayoga dan apa 5 (lima) tahun berikutnya visi ini bisa dipakai atau diganti 3. Dengan dijiwai (roh) Agama Hindu dalam Visi tersebut lebih bersifat Chauvinistis, sangat menyempitkan diri, menutup diri dan lain sebagainya dengan kondisi riil penduduk Denpasar yang heterogen (bukan semua beragama Hindu) 4. Apa itu Pembangunan Denpasar Berwawasan Budaya (PDBB) tidak ada yang mengerti. Menyikapi fenomena tersebut telah didiskusikan dan ditelaah secara seksama, holistic, multi disiplin dengan hasil dan penjelasan sebagai berikut : 1. Masih adanya kelompok masyarakat yang dinafsirkan pembangunan kota denpasar untuk dijadikan kota budaya untuk dijadikan (produk), padahal proses pembangunan dalam lima tahun masa 2000-2005, denpasar bukan dijadikan kota budaya, tetapi kota yang berwawasan budaya (proses). Mengacu pada wacana tersebut, ada kewajaran banyak pihak meragukan implementasi pencapaian visi akan berhasil. Pemahaman visi yang dimaksud adalah pembangunan kota Denpasar yang berwawasan budaya, yang mengandung arti sangat luas dalam tatanan wujud ide/nilai prilaku dan fisik.. Penggunaan budaya sebagai wawasan dalam sikap mental pembangunan kota Denpasar berarti memanifestasikan kebudayaan sebagai : potensi (sumber daya), pendekatan dan tujuan (orientasi). Sehingga penerapan wawasan
budaya mampu memberikan nuansa baru, nilai tambah/keunggulan kwalitas melalui integrasi potensi, cara pendekatan, dan orientasi budaya terhadap seluruh bidang dan pembangunan prasarana dan sarana kota. Pada hakekatnya pengangkatan wacana berwawasan budaya dalam pembangunan kota Denpasar adalah suatu proses pembangunan secara sistematik, terarah dan terprogram melalui perumusan visi, misi, kebijakan, strategi, program dan pelaksanaan secara berkelanjutan, dimana semua bidang dan sector pembangunan harus selalu terorientasi pada budaya dan dijiwai Agama Hindu dilandasi Tri Hita Karana. Dari sudut durasi waktu dan mengacu pada hakekat dasar berwawasan budaya, maka penjabaran pembangunan berwawasan budaya kota Denpasar adalah suatu proses secara sistematik, terarah dan terprogram melalui perumusan visi, misi, kebijakan, strategi, program dan pelaksanaan pada semua bidang dalam jangka waktu lima tahun pemerintahan Walikota Denpasar. Sehingga selama pemerintahannya bukan produk akhir yang dicapai, tetapi suatu proses dan diharapkan diakhir tahun ke-5 sudah ada ciri-ciri pembangunan berwawasan budaya terimplementasi dan sebagai landasan dari proses pembangunan yang berkembang dan berkelanjutan. Jadi visi ini tidak mimpi disiang bolong dan bisa dipakai bukan 5 (lima) tahun saja, melainkan bisa dipakai secara berkelanjutan. Pembangunan Denpasar berwawasan budaya adalah proses panjang karena itu disusun tahapan pencapaian yang diharapkan Sbb: Tahun 2000 adalah sebagai tahap penyusunan konsep dasar pembangunan kota berwawasan budaya. Tahun 2001 adalah tahap kelanjutan penyusunan konsep dasar, iventarisasi berbagai nilai-nilai budaya (positif dan negative) dari semua sektor yang ada, sosialisasi konsep pembangunan berwawasan budaya Tahun 2002 adalah lanjutan tahap sosialisasi dan tahap perkembangan sebagai suatu proses gerakan mengoptimalkan setiap aparaktur dan lembaga dalam sistem kondusif serta telah memahami dan melaksanakan nilai-nilai budaya yang ada dalam pembinaan dari semua sektor yang ada, sosialisasi konsep pembangunan berwawasan budaya. Tahun 2003 adalah tahapan integrasi yaitu proses pemantapan pelaksanaan pembangunan dan pelayanan yang berdasarkan nilai-nilai budaya yang positif Tahun 2004 sampai dengan Pebruari 2005, sebagai masa akhir jabatan Walikota A.A.N.G Puspayoga, adalah tahap pemanfaatan dan evaluasi. Pada tahun ini nilainilai budaya telah terwujud dan membudaya dalam tatanan kehidupan aparatur pemerintah dan masyarakat kota Denpasar dalam memberikan pelayanan, pelaksanaan tugas dalam kehidupan sehari-harinya. Jadi dalam pentahapan ini telah pula diadakan tahapan sosialisasi kepada semua aparatur dan lapisan masyarakat agar dapat memahami dan mengerti apa sebenarnya yang dimaksudkan pembangunan Denpasar berwawasan budaya, bagaimana implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pada masa lalu selalu penonjolan pariwisata sebagai leading sektor pembangunan di kota Denpasar, karena memberikan multiplier effect yang sangat besar pada masyarakat dan kesejahteraannya. Setelah dilakukan pengkajian lebih mendalam, ternyata diatas sector pariwisata ada sector lain yang lebih dominan dan mendasari dalam pengembangan kepariwisataan di Bali, khususnya di kota Denpasar yaitu sektor budaya. Sektor pariwisata berkembang karena adanya budaya, dan budaya ini adalah budaya Bali yang dijiwai oleh agama Hindu dilandasi Tri Hita Karana, oleh karena itu dalam rencana strategis (renstra) kota Denpasar pembangunan dibagi menjadi 5 bidang yaitu : Bidang utama; terdiri dari Agama dan Budaya Bidang strategis; terdiri dari sektor pariwisata dan 3 sektor lainnya sebagai sumber dana pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Bidang pelayanan dasar; mencangkup 3 sektor Bidang penunjang; mencakup 16 sektor Bidang pemerintahan; terdiri dari 4 sektor Kesemua sektor adalah merupakan suatu kesatuan sistem yang saling terkait satu dengan yang lainnya, kelemahan atau kegagalan salah satu sub sistem berakibat pada kegagalan dalam pencapaian cita-cita pembangunan berwawasan budaya Dengan berlandaskan Agama Hindu, kebudayaan Bali berkembang baik dan kuat, serta unik dan mendasari perkembangan pariwisata di Bali. Dengan keberadaan pariwisata budaya ini Negara Indonesia menjadi terkenal di manca Negara, pemasukan devisa sektor kepariwisataan kepada pemerintahan Indonesia memberikan konstribusi yang cukup besar untuk pembiayaan pembangunan. Dampak pariwisata “bak ada gula dengan semut” yaitu pada sisi positif adalah adanya berbagai event nasional dan internasional sering diadakan di Bali dan ekonomi daerah yang berkembang pesat. Sedangkan pada sisi negatif adalah masyarakat luar Bali berbondong-bondong datang untuk mencari nafkah/penghidupan di Bali dan sebagai akibat strata penduduk Bali (Denpasar) yang sudah cukup tinggi menjadi bertambah heterogen mengakibatkan adanya kekosongan disektor paling bawah yang diisi pendatang. Patut kita syukuri dan sadari serta direnungi lebih dalam bahwa unsure kebudayaan Bali yang dijiwai (roh) Agama Hindu yang berlandasan pada konsep keseimbangan Tri Hita Karana memberikan berkah kesejahteraan bagi umat manusia, termasuk mereka yang datang dan mencari nafkah di kota Denpasar. Visi ini tidak bermaksud menjadikan warga di kota Denpasar agar beragama Hindu tetapi hendaknya menghormati dan ikut mengembangkan budaya bali yang dilandasi agama Hindu yang menjadi daya tarik wisatawan baik dari luar maupun dari dalam negeri datang ke Bali. Dimana tanah dipijak disitu langit dijunjung, sebagai motto yang tepat untuk hal ini dan visi ini tidak chauvinistis.
Mengacu pada uraian diatas timbul suatu pertanyaan: a) Nilai-nilai budaya Bali yang bagaiman mampu menjembatani masyarakat, pemerintah dalam mewujudkan cita-cita pembangunan kota Denpasar yang berwawasan budaya? b) Apakah semua nilai-nilai budaya tersebut mendukung ataukah malah dapat menghambat cita-cita pembangunan berwawasan budaya tersebut, dan bagaimana contoh implementasinya? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang dibahas pada uraian selanjutnya. 1.2 Manfaat dan Tujuan Isi dari buku saku diharapkan dapat bermanfaat untuk dipakai pegangan dan acuan bagi aparatur Pemerintah Kota Denpasar dan bagi seluruh warga Denpasar dalam kegiatannya untuk merenungkan, memahami dan lebih lanjut melaksanakan pembangunan Kota Denpasar yang berwawasan budaya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan : dengan adanya pegangan sebagai acuan tersebut di atas dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan sehari-hari diharapkan tujuan untuk mewujudkan Visi dan Misi Pemerintah Kota Denpasar, khususnya situasi yang aman, tertib dan sejahtera bagi warga Denpasar khususnya dan Bali ajeg (baik yang menyangkut Agama, adat, budaya dan kelembagaannya, yang menyangkut kehidupan dan ekonomi kerakyatannya, yang menyangkut Sumber Daya Manusia dan sikap mentalnya serta yang menyangkut keamanan dan lingkungan Bali yang kondusif) dapat terwujud adanya.
Museum Bali di Denpasar gambaran potensi akar budaya Bali yang kuat
BAB II KONSEP DASAR PEMBANGUNAN DENPASAR BERWAWASAN BUDAYA
2.1 Wacana Pembangunan Berwawasan Budaya Konsep pembangunan berwawasan telah dikembangkan dalam beragam wacana pembangunan di Indonesia. Kita mengenal konsep pembangunan berwawasan nusantara, pembangunan berwawasan kebangsaan, pembangunan berwawasan lingkungan, dan juga pembangunan berwawasan budaya. Tiap-tiap konsep pembangunan berwawasan memiliki makna dan paradigma tersendiri. Pembangunan berwawasan nusantara mengedepankan makna dan paradigma persatuan. Pembangunan berwawasan kebangsaan mengedepankan makna kebangsaan dengan visi, bahwa kepentingan kebangsaan harus lebih diutamakan dari kepentingan individu, kelompok dan golongan dalam menghadapi masalah-masalah Negara-bangsa. Pembangunan berwawasan lingkungan menekankan makna kelestarian dengan visi, bahwa setiap implementasi program pembangunan harus selalu mempertimbangkan dampak negative terhadap lingkungan. Pembangunan berwawasan budaya mengedepankan makna kemanusiaan, integritas jatidiri dan kualitas peradaban yang bersandar pada nilai-nilai luhur yang bersifat dasar dan instrumental. Dalam konteks makro (Negara), pembangunan berwawasan budaya merujuk pada makna kebudayaan nasional Indonesia yang berintikan nilai-nilai dasar Pancasila dan nilainilai instrumental reformasi:supremasi hukum, demokratisasi, transparasi etika dan moral, ekonomi kerakyatan, keseimbangan pusat, dan daerah bersandar pada keanekaragaman dalam bingkai konsep Bhineka Tunggal Ika. Dalam konteks meso (daerah:provinsi, kabupaten, kota), pembagungan berwawasan budaya merujuk pada kebudayaan-kebudayaan daerah yang berkembang di daerah yang berkembang di daerah yang bersangkutan dalam paying kebudayaan nasional. Bagi derah Bali rujukan tersebut adalah kebudayaan Bali yang dijiwai agama Hindu. Dalam konteks mikro (individu), pembangunan berwawasan budaya menekankan makna kemanusiaan manusia Indonesia, yang sebagian besar memiliki jatidiri ganda, yaitu manusia Indonesia yang memiliki jatidiri etnik (Bali, Jawa, Madura, Sunda, Minangkabau, Batak, Aceh, Melayu, Dayak, Bugis, Makasar, Minahasa, Ambon, Irian, Timor, Flores, Sumba,Sumbawa, Sasak, dan lain-lain) yang sekaligus juga adalah manusia dengan jati diri Indonesia dipayungi oleh wawasan nusantara dan wawasan kebangsaan.
Wawasan budaya dengan paradigma yang mengedepankan nilai religious, harmoni, kebersamaan, keseimbangan dengan bersandar pada cipta, rasa, karsa, dan berbagai kearifan sangat potensial untuk menumbuhkan iklim keteraturan, kedamaian, kreativitas dan ketertiban kosmos. Karakteristik ini sangat relevan bagi pembangunan masyarakat baik yang bersifat stabil, transisi atau diambang chaostik, pada tataran pedesaan maupun perkotaan sehingga dapat berungsi sebagai pendekatan alternatif. Pembangunan berwawasan budaya memiliki relevan dan urgensi yang makin penting terkait dengan pola kehidupan masyarakat kota yang kompleks, paradox, heterogen, berubah pesat dan terbuka secara global sehingga simpul-simpul yang mampu nerajut jatidiri, integrasi, kedamaian, harmoni, peradaban dapat dikokohkan. Kata kunci pembangunan berwawasan budaya adalah memperkokoh penataan kehidupan yang berperadaban, memuliakan dan memperkokoh dharma. Buku saku ini membatasi lingkup dan ocus bahasan terkait dengan visi mewujudkan pembangunan kota Denpasar berwawasan budaya yang dijiwai agama hindu dan dilandasi Tri Hita Karana. 2.2 Kebudayaan Bali Dalam Kerangka Kebudayaan Nasional Konsep pembangunan berwawasan budaya kota Denpasar harus tetap terkait dalam bingkai Negara kesatuan RI dan provinsi Bali dengan bersandar pokok kebudayaan Bali dalam kerangka kebudayaan nasional. Dalam konteks ini, ideologi Pancasila, UUD 1945, GBHN, pola dasar pembangunan Bali, disamping rencana strategis dan pola dasar pembangunan kota Denpasar merupakan refrensi-refrensi utama. Kebudayaan pada dasarnya merujuk pada cirri-ciri kemanusiaan itu sendiri, sehingga pengertian kebudayaan bersifat relatif, dapat meluas dan menyempit. Kebudayaan bahkan sering diartikan menurut kebebasan ahli dalam berfikir, sehinggga terdapat banyak sekali rumusan pengertian tentang kebudayaan. Secara akademik, kebudayaan dengan pengertian yang amat luas menyangkut seluruh system gagasan, system nilai, cipta rasa, karsa, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan referensi dan miliknya dengan belajar. Kebudayaan merupakan satu system dan satu proses. Dalam pengertian yang lebih dinamik, kebudayaan adalah benda dan sekaligus kerja, produk dan cara, sehingga mampu direvitalisasi, dikonservasi dan dikontruksi melalui kemampuan cipta, rasa dan karsa manusia. Secara lebih kongkrit, kebudayaan seperti dirumuskan Koentjaraningrat (1985) mengintegrasikan tiga wujud dengan tujuh unsur. Tiga wujud tersebut adalah : (a) wujud ide; (b) prilaku; (c) fisik. Tujuh unsur kebudayaan terdiri atas : (1) system peralatan; (2) system mata pencaharian; (3) system organisasi; (4) bahasa; (5) kesenian; (6) system pengetahuan; (7) system religi. Agama bukan bagian dari kebudayaan, begitu pula kebudayaan bukan
bagian dari agama. Keduanya berbeda secara hakiki, namun terkait saling melengkapi satu sama lain. Dalam kehidupan masyarakat Bali, kebudayaan Bali dijiwai oleh agama Hindu. Untuk kepentingan operasional, substansi kebudayaan mencakup unsur tangible, intangible dan abstrak. Katagori tangible meliputi unsur-unsur budaya fisik yang dapat diraba : gedung, benda kerajinan, benda kesenian, tempat suci (pura), patung, topeng, tekstil, gambelan dan lain-lain. Kategori intangible meliputi: banjar, subak, desa adat, sekeha, arsitektur, upacara, usada, teknologi tradisional, bercocok tanam, pesantian, simbol-simbol dan lain-lain. Kategori abstrak meliputi : system nilai, system norma, hukum adat, filsafat hidup, idiologi. Bertumpu pada sejarah kota Denpasar, mayoritas agama warga kota, mayoritas etnik penduduk kota, struktur dasar kemasyarakatan dan dasar pemaknaan kehidupan kota, maka kebudayaan yang tepat untuk dipakai acuan atau referensi bagi pembangunan kota Denpasar yang berwawasan budaya adalah kebudayaan Bali yang dijiwai agama Hindu. Kebudayaan Bali secara substansi memiliki keragaman, kekhasan dan berbagai keunggulan dan kearifan local baik pada tataran nilai, kelembagaan, fisik dan symbol. Dalam berbagai aspek juga perlu dikedepankan unsur cara, style khas Denpasar. Terkait dengan bingkai Negara Kesatuan RI yang Bhineka Tunggal Ika, wawasan kebangsaan dan keterbukaan, maka makna acuan terhadap kebudayaan Bali bukan bermakna fanatisme sempit yang eksklusif, namun tetap dalam paradigma keserasian lokal, nasional, global. Bersandar pada pengertian, bahwa inti kebudayaan nasional adalah system nilai, maka konfigurasi system nilai kebudayaan yang pantas dan patut dijadikan kerangka acuan dalam upaya pembangunan kota Denpasar yang tetap menyejarah, humanis, beragam dan berkualitas adalah perpaduan nilai-nilai ekspresif, progresif dan kokoh dalam commonity based. Konfigurasi nilai terpadu tersebut terinci atas 9 nilai utama, yaitu: (1) nilai religious; (2) estetis; (3) etis; (4) keseimbangan; (5) harmoni; (6) ekonomis dan keadilan; (7) iptek; (8)supremasi hukum; (9) demokratis partisipatif. Konsep dasar inilah yang menjadi payung dalam melaksanakan Pembangunan Denpasar Berwawasan Budaya (PDBB). 2.3 Analisis Karakteristik Kota Denpasar • Enam kecenderungan yang mempengaruhi kota kedepan. -
Pertama, makin sesaknya ruang kota yang berdampak membesarnya tekanan terhadap manusia dan kebudayaan.
Kota denpasar dengan ekologi kota menengah, makin dijejali oleh bangunan fisik dan gerak ini sulit dibendung. Ratio proporsi daerah terbangun dan tidak terbangun tahun 2000 adalah 45,35 % : 54,65% dan fakta ini sudah melampui standar baku 40% : 60%. Fenomena fisik akan memberikan tekanan ekologis, merapuhkan konsep Tri hita Karana, mendorong timbulnya kesemrawutan dan ketersesakan, serta cenderung
menimbulkan pola habitat yang memberikan tekanan dibandingkan pembebasan, ketegangan dibandingkan harmoni. Kondisi seperti ini berpotensi memacu kekerasan daripada kedamaian. -
Kedua, makin padat dan heterogennya penduduk kota dengan beragam potensi SDM dan potensi konflik.
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi sebesar 2,01%, dengan jumlah penduduk tahun 1999 sebesar 390.230 jiwa akan mampu menjadikan kwantitas SDM yang besar. Cakupan implikasi permasalahannya, bukan hanya sebatas densitas dan kwantitas, namun juga heterogenitas dan kompleksitas yang meliputi dimensi etnik, nasion, ras, agama, jender, usia, aplikasi sosial dan orientasi budaya. Kondisi kependudukan yang sering diharapkan menjadi potensi pembangunan, apabila tanpa kendali yang cermat, cenderung menjadi beban yang memberatkan. -
Ketiga, makin berkembangnya format ekonomi industri dan jasa menurunnya ekonomi agraris.
Tingginya dinamika industrialisasi dan jasa terkait dengan pariwisata, juga serta merta disertai dengan tingginya dinamika social dan kebudayaan. Pada satu sisi membuka peluang membuka kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, dialog budaya, namun disisi lain makin kuatnya ancaman komensiarlisasi, materialism, pragmatism yang cenderung mendangkalkan dimensi moran dan nurani, serta keretakan social. -
Keempat, makin difersifikasinya kelembagaan demokratisasi, nasionalisasi dan globalisasi.
social
sebagai
manifestasi
Lembaga-lembaga social tumbuh dalam keberagaman, baik format, kepentingan dan orientasi. Lembaga-lembaga tradisional seperti banjar, desa adat, subak sekaa tetap eksis, begitu pula lembaga-lembaga ekonomi seperti pasar tradisional. Namun disisi lain keragaman lembaga-lembaga modern juga berkembang seperti desa dinas, LSM, lembaga swasta dan juga berbagi swalayan, supermarket, mall. Peluang hubungan kemitraan tetap terbuka, namun konflik kepentingan tidak akan terelakan dan dalam kompetisi sector tradisional versus sektor modern cenderung yang pertama kurang berdaya. -
Kelima, makin mengentalnya komitmen otonomi daerah dengan kebangkitan semangat primordial.
Pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001 diinterprestasikan sebagai pergeseran gerak pendulum dari kondisi sentralistis ke kondisi disentralisasi ekstrim, pada hal tetap diharapkan adanya keseimbangan pusat dan daerah, serta antar daerah satu dengan yang lain dalam bingkai Negara Kesatuan RI.
Aktualisasi otonomi daerah cenderung memberikan ruang vitalisasi semangat primordialisme, yang dapat bergerak konstruktif (jengah) bagi pengembangan hak-hak dan kewajiban lokal termasuk politik, ekonomi, social, kultural. Namun, apabila tanpa kerekatan berbangsa dan bernegara, berpotensi melemahkan wawasan kebangsaan dan rentan bagi disintegrasi social dan disentegrasi bangsa. -
Keenam, makin tumbuhnya kesadaran akan arti kualitas SDM sebagai bagian dari persoalaan dasar tentang makna kehidupan sebagai manusia.
Spesies manusia memiliki kemampuan dasar untuk hidup, bergerak, berpikir, bermoral, dan berbudaya. Melalui kebudayaan manusia mengembangkan pola-pola adaptasi terhadap lingkungan yang selalu berubah. Makin tinggi kualitas SDM, makin tinggi tingkat kebudayaan dan makin berhasil mengembangkan strategi adaptasi. Manusia berkualitas tinggi lebih mampu menempatkan diri sebagai subyek dalam pembangunan, sehingga lebih mampu menempatkan diri pada posisi sentral daripada marginal. SDM berkualitas tinggi adalah SDM yang mantap dalam jati diri tercabut dari akar budayanya. Tesis dan kecendrungan ini secara signifikan menempatkan relevansi dan urgensi yang pembangunan kota berwawasan budaya. Dalam persepektif holistik, karakteristik dasar dan actual Kota Denpasar dapat digambarkan secara ringkas melalui beragam indicator sebagai berikut : (1) Kota ini memiliki landasan tradisi dan kemudian terbangun sebagai kota modern, sehingga sektor tradisional hidup berdampingan dengan sektor modern; (2) Kondisi fisik cenderung makin padat, system transformasi belum kondusif dan fenomena kemacetan makin meluas; (3) Ruang kota makin sesak disertai makin distorsinya hutan kota dan kawasan hijau; (4) Sistem ekonomi primer, sekunder dan tersier berdampingan dengan makin dominannya sektor tersier; (5) Struktur sosial terbangun secara heterogen sejalan dengan heterogenitas etnik, agama, ras, nasion dengan kualitas toleransi yang tinggi; (6) Supremasi hukum masih lemah seperti diindikasikan oleh lemahnya disiplin dalam berbagai segmen kehidupan publik seperti disiplin di jalan raya; (7) Orientasi budaya dan agama mayoritas terhadap kebudyaan Bali yang dijiwai agama Hindu dengan toleransi agama-agama dan lintas budaya; (8) Demokratisasi berkembang dalam nuansa nasional dan global dengan tumpuan asas-asas tradisional; (9) Partisipasi masyarakat cukup tinggi yang tersalur melalui alur komunitas dan beragam institusi ; (10) Network terbuka secara lintas kota dan lintas daerah dengan menembus batas lokal, nasional dan global.
• Analisis POT (Potential, Opportunity, Threat) Analisis ini menggambarkan potensi, peluang dan tantangan kota ke depan seperti tampak dalam tabel sebagai berikut :
POTENTIAL (POTENSI) 1. Akar budaya kuat 2. Semangat kehidupan yang dijiwai agama Hindu mantap 3. Partisispasi publik tinggi
OPPORTUNITY (PELUANG) 1. Otonomi daerah 2. Perkembangan pariwisata, perdagangan, pendidikan 3. Keterbukaan lokal, nasional, internasional
4. Lembaga tradisional
THREAT (TANTANGAN) 1. Ketersesakan ruang 2. Kepadatan dan heterogenitas penduduk 3. Kesempatan kerja yang terbatas 4. Keadilan yang belum bagus
4. Adanya acuan yang jelas dari Poldas, Propeda dan berbagai Perda yang konstruktif 5. Basis-basis ekonomi tersedia 6. Kreativitas, inovasi, dan adaptasi masyarakat berkembang dan fleksibel 7. System birokrasi yang telah terbangun beberapa 8. Keberasilan pembangunan sebelumnya
5. Program-program pembangunan yang community based
5. Supermasi hukum Yang lemah 6. Kualitas SDM yang belum optimal 7. Mental konsumerisme, materialisme dan menerabas 8. Krisis yang masih berkepanjangan
2.4 Kerangka Konseptual
• Definisi kerja Pembangunan Kota Denpasar yang berwawasan budaya adalah pembangunan seluruh aspek, bidang dan sector kehidupan kota secara holistik, terpadu dan berkelanjutan, -
Dengan menmpatkan kebudayaan Bali yang dijiwai agama Hindu sebagai potensi dasar yang melandasi segala gerak dan langkah pembangunan; Melalui proses dan cara yang arif, partisipatif dan bersandarkan moral, etika, manusiawi;
-
Untuk mewujudkan kesejahteraan lahir bathin yang berlandaskan jatidiri, kualitas dan keharkatan dalam segenap bidang kehidupan manusia dan masyarakat.
Pembangunan kota berwawasan budaya berbeda dengan pmbangunan kota yang berbudayua dan kota budaya dalam arti, konsep yang pertama lebih menekankan proses dalam kesisteman (throughtput), konsep yang kedua menekankan produk (output) dalam kesisteman. Kedua konsep tersebut pada prinsipnya terkait dalam satu rentangan linier menurut model : Input – Throughtput – Output.
• Fungsi Dasar Wawasan budaya menempatkan kebudayaan dalam tiga kategori fungsi dasar : Berfungsi sebagai potensi dasar (antologi); Berfungsi sebagai cara, pendekatan (epistemology) Berfungsi sebagai tujuan (aksiologi) Sebagai potensi dasar, unsur-unsur kebudayaan Bali yang bersifat khas, unggul dan menyiratkan nilai-nilai luhur perlu dikedepankan. Unsure-unsur tersebut dapat meliputi unsur tangible, intangible maupun unsur abstrak. Dalam kategori tangible tercakup: pura, puri, pasar, bangunan khas Bali, busana, makanan, aksara dan lainlain. Dalam kategori intangible tercakup: arsitektur Bali, kesenian daerah, upacara tradisional, bahasa dan sastra Bali, usada Bali, teknologi tradisional, system banjar, desa adat, subak, sekaa, system manajemen, pendidikan tradisional, kerajinan, pertanian, pesantian, rembug budaya dan lain-lain. Dalam kategori abstrak tercakup : tatakrama, hukum adat, konsepsi-konsepsi budaya dan system nilai. Konsepsi-konsepsi budaya terdapat sangat beragam: konsep dharma, rwabhineda, tat twam asi. Selunglung sebayantaka, ngayah, taksu, jengah, tri kaya parisudha, tri mandala, catur asrama, karmaphala, desa kala patra, dan lain-lain. System nilai meliputi Sembilan nilai utama seperti telah diuraikan di depan, disamping masih banyak lagi nilai-nilai instrumental. Sebagai cara atau pendekatan, terkristalisasi bahwa hakikat pendekatan kebudayaan mengutamakan sekurang-kurangnya empat hal : (1) dialogis secara inter subyektif, dimana tiap orang diposisikan sebagai subyek dengan segala martabat dan kepantasannya; (2) partisipatif, yaitu menghormati kebersamaan dan peranserta masyarakat dengan hak dan kewajiban yang wajar dan menjauhi exploitasi, mobilisasi dan obyektivitasi. Aspiratif dihargai dengan menerima harapan, tuntutan dan kebutuhan public melalui pemahaman secara emik; (3) obyektif, yaitu berlandaskan fakta , data dan informasi yang jujur dan benar ; (4) Etis yaitu dilandasi kearifan, moral, etika, secara manusiawi. Sebagai tujuan, orientasi diarahkan pada kesejahteraan yang seimbang dan serasi sesuai dengan amanat Tri Hita Karana, yaitu keserasian hubungan manusia
dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya. Kesejahteraan yang seimbang dan serasi akan makin mantap melalui tumpuan pada kokohnya jati diri, pengutamaan kualitas dan keunggulan serta keharkatan.
• Kriteria dan Indikator Kinerja Pembahasan dan elaborasi fungsi-fungsi di atas mengantarkan pada identifikasi c kriteria dan indikator kinerja tentang konsep kota berwawasan budaya. Bertumpu pada tiga kerangka fungsi dasar kebudayaan agar benar-benar mampu memberikan wawasan terhadap seluruh bidang dan sektor kehidupan perkotaan, maka tersusun kriteria dan indikator seperti terlihat dalam tabel dan diagram di bawah. Tabel tersebut mengelaborasi secara rinci dan diagram menyajikan dalam garis besar secara sistematik dan prosedural. Kriteria mengidentifikasi komponen-komponen pokok mendeskripsikan sasaran yang perlu diwujudkan secara kualitatif.
dan
indikator
Tabel : Fungsi, Kriteria dan Indikator Kinerja Kota Berwawasan Budaya I.
FUNGSI DASAR Potensi Dasar (ontology)
KRITERIA 1. Tangible
INDIKATOR KINERJA a. Terpeliharanya pura dan tempat ibadah b. Terpeliharanya puri c. Terpeliharanya monument dan warisan budaya d. Hidupnya pasar
2. Intangible
a. Berdayanya desa adat, banjar, subak, sekaa b. Sehatnya birokrasi c. Terpeliharanya arsitektur Bali d. Hidupnya kesenian e. Tumbuhnya dialog budaya f. Timbulnya ekonomi kerakyatan
3. Abstrak Instrumental
a. Teraktualisasinya Tri Mandala b. Hidupnya semangat jengah c. Hidupnya Taksu
d. Diyakininya Karmaphala
II.
III.
Pendekatan (epistemologi)
Tujuan (Aksiologi)
4. Abstrak Dasar (system nilai)
a. Adanya kesadaran tattwamasi b. Adanya keselarasan Rwabhineda c. Adanya harmoni dan keseimbangan
1. Dialogis ekspresif progresif
a. Terbinanya keterbukaan dan dialog b. Segarnya kreatifitas dan estetika c. Inofasi da budaya Iptek
secara dan
2. Partisipatif
a. Mantapnya solodaritas b. Segarnya demokrasi c. Mantapnya sense belonging
3. Obyektif
a. Dijunjungnya kebenaran b. Mantapnya disiplin c. Adanya orientasi pada prestasi d. Tingginya kualitas SDM
4. Etis
a. Dijunjungnya moral b. Adanya supremasi hukum c. Kokohnya keimanan d. Mantapnya religiusitas
1. 2. 3. 4.
a. Tercapainya kesejahteraan merata b. Teraktualisasinya Tri Hita Karana dan terjaganya kualitas
Kesejahteraan Jatidiri Kualitas keharkatan
lingkungan c. Jelasnya jatidiri dan citra kota sebagai kota Bali d. Kokohnya ketahanan budaya e. Dijunjungnya kualitas dan keharkatan
Diagram : Konsep Kota Denpasar yang Berwawasan Budaya (Potensi-Pendekatan-Tujuan) ETIS ABSTRAK INSTRUMENTAL
ABSTRAK NILAI
PARTISIPATIF • • • •
TUJUAN KESEJAHTERAAN JATIDIRI KUALITAS KEHARKATAN
DIALOGIS INTANGIBLE
OBYEKTIF
TANGIBLE
2.5 Implementasi, Hambatan dan Solusi Pembangunan berwawasan budaya nistaya tidak akan berhenti sebatas konsep visi dan misi, serta tidak pul.a mandeg sebatas wacana dan retorika. Walaupun wacana pembangunan berwawasan budaya bukan hal yang baru, namun tekad Walikota dan Pemerintahan Kota Denpasar untuk mengangkat pembangunan berwawasan budaya sebagai Visi pembangunan Kota Denpasar ke depan secara sistematik, ter-arah, dinamik dan terprogram merupakan Visi yang segar. Diperlukan erabolasi Visi-Misi-StrategiProgram secara berkelanjutan yang disertai aksi kongkrit, dukungan public, kelembagaan, managemen dana dan SDM berkualitas.
Dalam implementasinya, pembangunan Denpasar yang berwawasan budaya yang dilandasi Tri Hita Karana akan menghadapi berbagai hambatan, antara lain : Pertama. Kondisi makro nusantara yang melalui berbagai referensi dan sumber ditengarai berada pada jaman kaliyuga (Syahrir, 2001, Gobyah dari sumber Kitab Manawa Dharma Sastra), Jaman yang didominasi oleh kekerasan, permusuhan, perebutan, materialis, degradasi, kemanusiaan, khaostik dan berbagai ciri adarma lainnya. Kondisi seperti ini merupakan hambatan dasar dalam upaya mengedepankan dharma, membangun pilar-pilar peradaban serta memuliakan makro kosmos (bhuana agung).
Kedua. Situasi ketersesakan dan kesemrautan ruang (palemahan) dengan kecendrungan ketersesakan yang makin tinggi, telah menimbulakan tekanan ekologis yang berat terhadap kehidupan manusia. Masyarakat dan kebudayaan, serta situasi ini berpotensi mengkerdilkan nuansa cipta, rasa dan karsa kemanusiaan. Ketiga. Kondisi kehidupan manusia warga kota yang makin heterogen dan kompleks, baik terkait dengan kepadatan demografis maupun keragaman etnik, rasa dan agama. Kepadatan demografis dan kepadatan cultural sangat berpotensi bagi munculnya komplikhorisontal, maupun konflik vertikal, serta pihak lain juga berpeluang mengakselerasi berbagai fenomena paradox berkembangnya kota sebagai sentra keunggulan yang berdampingan dengan beragam kemerosotan, polusi, distorsi, degradasi dan kesenjangan itensitas rwa bhineda tumbuh secara makin kasat mata. Keempat.dinamika kehidupan kota yang cenderung bergerak kearah multi etnik, multi nasional telah mengembangkan multi orientasi bagi masyarakat warga kota. Walaupun kuantitas etnik Bali yang beragama Hindu merupakan mayoritas (83.07%) namun usaha untuk menumbuhkan secara berkelanjutaninteraksi secara etnik, antar agama, antar bangsa secara dinmik, serasi dan harmoni, bukanlah usaha yang mudah, lebih-lebih makin mengedepankannya kebebasan , hak dan kepentingan kelompok. Kelima. Pembangunan berwawasan budaya pada hakekatnya adalah serangkaian proses internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi yang cenderung memerlukan jangka waktu relatif panjang. Sebagai suatu proses sistematik pada tataran makro dan mikro, dimensi jiwa(bhatiniyah) dan rag (lahiriyah), aspek kognitif efektif dan pisikomotorik, maka arti variabel waktu sangat penting. Menunjukan beberapa karya ilmu-ilmu humaniora, bahwa runtuhnya suatu peradaban (the end of civilization) sering dihubungkan dengan tiga penyebab utama : (1) kehancuran fisik yang terkait dengan gempa, badai, banjir, perang dan ulah exploitasi manusia
terhadap alam; (2) krisis multi dimensi yang sampai menyentuh krisis kemanusiian melalui sinyal-sinyal chaostik, anomi, kerusakan moral; (3) tipisnyakeyakinan terhadap Tuhan, leluhur dan agama melalui melaui tanda-tanda sekularisme, materialisme, atheisme. Masyarakat nusantara dan masyarakat Bali mengidentifikasinya era keruntuhan makro kosmos (bhuana agung) mikro kosmos (bhuana alit) sebagai era kaliyuga : jaman gendeng, madukan, campah. Mengantisipasi masalah dan hambatan tersebut di depan dapat diajukan solusi alternatif sebagai berikut : 1) Pada tataran dasar (idiologi, filosofi, nilai), pentingnya terus memperkokoh idiologi negara Pancasila sandaran dan rujukan pada sastra, agama dan nilai-nilai budaya luhur sebagai media yang paling amandan damai untuk berlindung dalam jaman kaliyuga. 2) Pada tataran instrumental, secara makin kokoh menjunjung supremasi etika, supremasi hukum (etika birokrasi, etika legislasi, etika profesi, etika publik) 3) Pada tataran praktis, perbuatan-perbuatan yang menjunjung kesantunan, ketertiban, etos kerja, integrasi, harmoni, kejujuran, keharkatan, pengabdian, kebenaran, perlu makin mengedepan sebagai refleksi kemenangan dharma terhadap adharma. Secara lebih kongkrit, dengan bertumpu pada kerangka Tri Hita Karana, disarankan untuk makin :
• Memuliakan parahyangan Dengan makin lengkap, utuh dan seimbang melaksankan upacara, susila, yang bersandar pada tatwa.
• Memuliakan palemahan Dengan lebih mengendalikan ketersesakan kesemrawutan, pencemaran, pemborosan sumber daya (air) dan alih kepemilikan tanah dalam wilayah subak dan desa adat.
• Memuliakan Harkat Kemanusiaan Dengan menerapkan amanat Tri Kaya Parisuda dan gterhadap warga pendatang agar dilaksanakan amanat dimana bumi dipijak disana langit dijunjung sejumblah issu dan solusi dapat dilihat tabel di bawah.
1
NO
Issu Umum
Issu Strategis
Analisis SWOT
Solusi
Net-Working
1
2
3
4
5
6
Pembangunan Kota Denpasar Berwawasan Budaya Dijiwai Agama Hindu dilandasi “Tri Hita Karana ”
1.Adanya keragaman persepsi terkait dengan luasnya konsepsi. 2.Belum jelasnya operasionalisasi dan unsur Tri Hita Karana yang cenderung Distorsi. 3.Belum munculnya contoh-contoh terobosan yang kongkrit di tengah posisi kebudayaan Bali tradisional yang terdesak dalam kamajemukan.
1.
2.
3.
4.
Kekuatan - Kebudayaan Potensi, pendekatan dan tujuan Kelemahan - Sikap Permisif - Sikap Menerabas Peluang - Otonomi Daerah - Keterbukaan lokal, Nasional, Global Ancaman - Pluralisme yang tak terkendali - Marjinalisasi Etnik Bali
A.
B.
Jangka Pendek 1. Sosialisasi wawasan Budaya secara interaktif 2. Dialog Lintas Etnik dan Lintas Agama 3. Program Sebulan “Denyut Denpasar bernuansa Kebudayaan Bali” (Pengenjali, Bahasa, Busana, Kudapan dan Etika) 4. Pembangkitan pusatpusat aktivitas Budaya : Banjar, Desa, Taman Budaya, Bajra Sandi, dll. 5. Monumen Budaya sebagai identitas Kota Jangka Menengah-Panjang 1. Pendidikan Kebudayaan Bali melalui jalur : Kluarga, Sekolah dan Publik 2. Pengendalian penduduk yang mencegah Marginalisasi Etnik Bali 3. Memberantas kemiskinan, Napta, Gepeng, Premanisme, dll 4. Membangun Kerjasama “kongkrit di tengah posisi Inter City” (Singapura, Jepang, USA) 5. Membangun Kerjasama dengan UNUD yang mengembangkan PIP kebudayaan 6. Pengkajian unsur-unsur Kebudayaan secara berkelanjutan
Sinergi 1.
2.
3.
4.
Lokal i. Formal ii. Tradisional iii. Swasta Propinsi iv. Lintas Kabupaten v. Propinsi Nasional Antar Kota Dengan Pusat Internasional Negara Lembaga Internasioanal
Sarad sebagai simbol Buana Agung /alam semesta di,pergunakan pada upacara Dewa Yadnya Agama Hindu di Bali.
BAB III PEMBANGUNAN BIDANG, SEKTOR DAN LINTAS SEKTOR 3.1 Bidang dan Sektor Sesuai dengann Renstra, Poldas dan Propeda tahun 2001-2005 Pembangunan Kota Denpasar dikelompokan menjadi 5 bidang dan 29 sektor pembangunan, terdiri dari: 1. Bidang Utama terdiri dari 2 sektor 2. Bidang Pelayanan Dasar terdiri dari 3 sektor 3. Bidang Strategi terdiri dari 4 sektor 4. Bidang Penunjang terdiri 16 sektor 5. Bidang Pemerintahan terdiri dari 4 sektor Dalam Pembangunan yang berwawasan budaya, pembangunan bidang utama diharapkan memberikan dampak positif terhadap bidang-bidang lainnya, yaitu: bidang pelayanan dasar, bidang strategis, bidang penunjang dan bidang pemerintahan. Pada gilirannya pembangunan pada masing-masing bidang juga memberikan kontribusi terhadap perkembangan bidang utama, sebagai gambar berikut :
BIDANG UTAMA (2 kebijakan)
AGAMA
KEBUDAYAAN
BIDANG STRATEGIS (4 KEBIJAKAN)
BIDANG PELAYANAN DASAR (3 KEBIJAKAN)
BIDANG PENUNJANG (16 KEBIJAKAN
SUMBER: Bappeda Kota Denpasar 2003
BIDANG PEMERINTAHAN (16 KEBIJAKAN
3.2.
Pola Keterkaitan Pembangunan Antar Bidang Pembangunan bidang sektor, lintas bidang dan lintas sektor akan dapat dilaksanakan apabila masing-masing sektor mempunyai tujuan yang sesuai dengan tupoksinya dan saling mendukung dengan pembangunan sektor lainnya. untuk itu dibutuhkan leading sektor yang posisinya sebagai koordinator dri sektor-sektor dalam kaitannya dengan struktural, pemerintah atau instansi yang tugas pokoknya lebih dominan ke arah kebudayaan. Untuk mewujudkan PDBB secara utuh, maka kaitan antara berbagai bidang dan sektor dapat digambarkan sebagai berikut.
APLIKASI PEMBANGUNAN BERWAWASAN BUDAYA KOTA DENPASAR LINTAS BIDANG
1. Bidang Utama
2. Bidang Pelayanan Dasar
3. Bidang Strategis
4. Bidang Penunjang
5. Bidang Pemerintahan
3.3.
Percontohan Lintas Sektor Pembangunan 29 Sektor di Kota Denpasar dimana masing-masing sektor memiliki potensi yang beragam yang didalamnya terkandung instrumen-instrumen pembangunan berwawasan budaya. Sebagai contoh di sektor pertanian ada subak, upacara, ada aktivitas itentisifikasi lahan pekarangan pembangunan pertanian perkotaan, agroindustri, koperasi unit desa dll.
Masing-masing instrumen tersebut dapat dikembangkan untuk pembangunan lintas sektor. Contoh Kelembagaan subak di sektor pertanian yang sifatnya intangible. Keterkaitan sektor pertanian (dalam hal inin subak) dalam kaitannya dengan Tri Hita Karana: Parahyangan adalah Pura Subak, Pawongan adalah anggota subak, Palemahan adalah wilayah subak. Dalam kelengkapan sarana upakara dibutuhkan sejumlah tumbuhan dan hewan upakara. Demikian pula dalam industri rumah tangga dibutuhkan berbagai bahan baku dari tumbuhan lokal. Dalam pembangunan lintas sektor dapat digali beberapa pertanyaan, bagaimana dampak terhadap perubahan yang terjadi. Di sektor pertanian, khususnya subak terhadap sektor-sektor yang lain, disamping terhadap sektor pertanian sendiri. Sebaliknya juga bagaimana dampak perubahan yang terjadi di masing-masing sektor yang lain terhadap sektor pertanian apabila masyarakatnya menggunakan produk impor dari luar Denpasar, luar Bali dan luar negeri. Jawaban atas pertanyaan ini dapat disederhanakan melalui pertanyaan bagaimana kedekatan hubungan instrumen perubahan pada masing-masing sektor tersebut terhadap sektor lainnya. Hubungan sektor tertentu dengan instrumen perubahan sektor lain yang dekat menghasilkan dampak yang lebih besar dibandingkan dengan apabila hubungan tersebut relatif sedang atau jauh. Dalam pembangunan lintas sektor yang perlu dijaga adalah terjalinnya dampak yang saling menumbuhkan antar sektor dan hindari terjadinya distorsi terhadap sektor lain. Aplikasi Pembangunan Berwawasan Budaya Kota Denpasar Lintas Sektor Contoh : Aplikasi sektor Pertanian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Sektor Agama Kebudayaan Pendidikan Kependudukan dan Keluarga Sejahtera Kesehatan dan Kesejahtera Sosial Pariwisata Perdagangan Industri Transportasi Peternakan Kehutanan Perikanan Koperasi Tenaga Kerja Kedudukan ddan Peranan wanita Pemuda dan Olah raga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Hubungan dengan Pertanian Kuat Kuat Kuat Sedang Sedang Kuat Jauh Jauh Jauh Sedang Sedang Kuat Jauh Sedang Sedang Jauh Kuat
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Politik Pertambangan dan Energi Tata Ruang dan Lingkungan Perumahan dan Pemukiman Sumberdaya air dan Irigasi Pembangunan Kota Pembangunan antar Kota dan antar Wilayah Pemerintah Keuangan Lingkungan Kondusif Keamanan dan Ketertiban
Kuat Jauh Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat Sedang
Sumber: Materi DOT/TOR 3.4 Pencapaian Misi Pembangunan sektor yang ada disamping diarahkan untuk mewujudkan tugas pembangunan sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya (tufoksi) juga untuk mewujudkan 5 (lima) jenis misi yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota Denpasar, matrik pencapaian misi untuk masing-masing sektor yang ada adalah sebagai berikut :
Matrik Pencapaian Misi No I 1 2 II 3 4 5 III 6 7 8 9 IV 10 11 12 13
Bidang dalam Pola Dasar BIDANG UTAMA Agama Kebudayaan BIDANG PELAYANAN DASAR Pendidikan Kependudukan Kesehatan BIDANG STRATEGIS Pariwisata Perdagangan Industri Pertanian BIDANG PENUNJANG Transportasi Peternakan Kehutanan Perikanan
1
Di arahkan untuk Pencapaian Nilai 2 3 4 5
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 V 26 27 28 29
Koperasi Tenaga Kerja Kedudukan dan Peranan Wanita Pemuda dan Olah raga Iptek Politik Pertambangan dan Energi Tata Ruangan Lingkungan Hidup Perumahan dan Pemukiman Sumberdaya Alam dan Irigasi Pembangunan Kota Pembangunan Antar Kota/Wilayah BIDANG PEMERINTAHAN Aparatur Pemerintah dan Pengawasan Keuangan Lingkungan Kondusif Keamanan dan Ketertiban
Pawai Ogoh-ogoh malam pangrupukan menyeruak dari Denpasar ke penjuru pulau Bali
BAB IV IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN DENPASAR BERWAWASAN BUDAYA Sesuai dengan tahapan-tahapan dalam usaha pencapaian visi dan misi Pemerintah Kota Denpasar 2001-2005, telah dilaksankan Kegiatan Sosialisasi PDBB, berupa kegiatan DOT dan TOT PDBB (Delevery of Trainer yaitu membentuk dan menyebarkan pelati-pelatih program PDBB, dan Training of Trainer, melatih daripada pelatih Program PDBB) dengan kelompok Ahli Pembangunan Pemerintah Kota Denpasar bertindak sebagai narasumber. Kegiatan sosialisasi dilaksankan lebih dari 100 angkatan a’40 orang tiap angkatan terdiri tokoh formal dan informal, dari tingkat pemerintah Kota sampai ke tingkat banjar dan Sekolah/Perguruan tinggi yang ada di Kota Denpasar. Diharapkan peserta DOT/TOT menjadi agen dalam soailisasi lebih lanjut program dan implementasi Visi PDBB. Dalam kegiatan DOT/TOT tersebut dilaksanakan diskusi kelompok dimana antara lain berhasil diiventariskan berbagai butir tercecer sebagai budaya pendukung (kearifan lokal) dan budaya penghambat dalam pelaksanaan PDBB, serta beberapa contoh implementasi dari kegiatan dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan PDBB sbb : 4.1. Budaya Pendukung (Kearifan Lokal) Pembangunan Denpasar Berwawasan Budaya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Jenis Budaya Budaya tertib (antri, disiplin dan lainnya) Budaya kerja (tepat waktu dll) Budaya Bersih (Darsih/sauca) Budaya Darling Budaya Darwis Budaya Darman Budaya Panutan (ing, ing, tut) Budaya Jengah Budaya Pangelogika (pertimbangan matang) Budaya Kebersamaan (Tat Twam Asi) Budaya Kebenaran (Tri Kaya Parisudha) Budaya Keseimbangan (Tri Hita Karana) Budaya Puputan(pantang putus asa/ Pantang menyerah) Budaya kekompakan (Sagilik Saguluk sarpanaya salunglung sabayantaka) Budaya Satya Wacana Budaya de ngaden awak bise depang anake ngadanin Budaya saling asah saling asuh saling asih Budaya Padi ( makin merunduk makin berisi) Budaya Penghormatan pada catur guru (guru rupaka, pangajian, wisesa, suadiyaya)
Keterangan
Sadar kebersihan Sadar lingkungan Sadar wisata Sadar pertamanan
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
35
36
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
Budaya Tri Dharma (Rumongso Melu Handarbeni, wajib melu hangrung keti, mulad sariro hangroso weni) Budaya Kerukunan (Ngejot, menyama braya) Budaya Santun/tat krama/budi pekerti Budaya Abdi Praja Budaya 4 H (Heneng, Hening, Heling,Hawas) Konsep Karma phala Konsep Tri Mandala Konsep Tri Angga Konsep Catur Purusha Artha (Darma, Arta, Kama, Moksa) Konsep Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangruwe Budaya Motonan (Hari Lahir) Budaya Yogi (Bongol, Buta, Bege) Pengendalian perkataan, penglihatan, pendengaran Budaya Politik : menang secara terhormat kalah secara kesatria Budaya Politik ngulug tanpa bala, kalah tanpa benda menang tanpa ngarosake Budaya Kepemimpinan Asta Brata (Indra Brata, Yama Brata, Surya Brata, Sasi Brata, Bayu Brata, Dhanaba Brata, Panca Brata, Baruna, Agni Brata) Budaya Kepemimpinan Asta Guna (disiplin,harkat,arif bijaksana, kebersihan, iklas, tahu berterimakasih / bersyukur, ketekunan, perlindungan) Budaya Kepemimpinan ABRI : takwa, ing, ing, tut, waspada putba wisesa prasaja gemi nastiti, ambeg parama arta, satya, legawa, belaka Konsep Dharma Raksasa Konsep Pura Dipa Bara Bhawana Konsep Ksaya Nikan Papa Nahan Prayojana Konsep Bobot, Bibit, Bebet Budaya Bobotoh (bobot toh, kwalitas dipertaruhkan) Bobotoh dalam arti budaya Budaya memberi nama khas Bali (Wayan/Gede/Putu/Made/Nengah,Nyoman/Komang,Ketut) Budaya Nyelengin/Menabung Budaya kegiatan me-Tri Sandya Budaya nunas ica (berdoa) Bukan nunas paica Budaya Mancing (Kesabaran) Budaya Makan ikan/gizi Budaya Menghargai pendapat orang lain Membudayakan makanan/minuman tradisional yang sehat Budaya Nyaput/nyelempot/pakaian adat Budaya Minum air putih Budaya Petapan yeh
53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
83 84 85 86 87 88 89 90 91 92
Budaya Sapih (tumbak lung, raksasa mati) Budaya Ngetungan blakas matali Budaya Kegiatan nangluk merana Budaya Mapatung/magubug/(kebersamaan) Budaya Pakedek pakenyem Budaya Sermpak kompak (kerik tingkih, ketong semprong, aud kelor, biyuk panggul, nyeluh pangi tasak) Budaya Petapan lilin Badannya dikorbankan demi menerangi pihak lain Budaya Lemo (positif) Budaya Pungutan sarin tahun/ urunan Budaya Kegiatan Ngusaba nini/ngusaba desa Budaya Struktur kaprajuruan (kelian desa, pangliman, kasinoman, sedahan, pacalang, petengan dan lainnya) Budaya Sikut : sepat siku-siku Budaya Eling ring kawitan/ lelintihan Budaya Medana punia Budaya Magebagan Budaya Malomba terkait dengan kegiatan budaya Budaya Meulat-ulat Budaya Mesatua Bali Budaya Natah wayang/mrada Budaya Megenjekan tanpa mabuk-mabuk Budaya Tabuh rah Budaya Memasar/tenten Budaya Ngirit Budaya Ngerit Budaya Meubuhan Budaya Memaca Budaya Kegiatan tumpek/rerahinan Budaya Malu Budaya Sanksi/dedosaan Budaya Penganggon Budaya kejar, sambil bekerja sambil belajar, ngangon nyuling Budaya Cenik lantang Budaya Luwes Budaya Nyangih besi/puntul-puntulan besi Budaya Merasa neunang Budaya Nindihin gumi Budaya Eling ring rahina Budaya Keluarga berencana Budaya Pelayanan Budaya sikut ring raga Budaya metilesang raga
93 94 95
Budaya Payuk prungpung misi berem Budaya arsitektur Bali Budaya Tanam tuwuh
96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119
Budaya melaspas Budaya nelajak, angkul-angkul, palinggih lebuh Budaya Patus Budaya Pacingkrem/nutug Budaya Penanjung batu Budaya Pasuara/awig-awig Budaya nyatur desa Budaya ngeruwak Budaya maderep Budaya nebuk/ngelesung Budaya ngadas Budaya mejejaitan/metanding Budaya mebat/ngelawar Semua unsur diramu Budaya ngelilit sate Budaya mepayas Bali Budaya undagi ngukir/ tukang bale, lembu Budaya manis batu Budaya eling ring raga Budaya sareng-sareng Budaya Nguling Budaya Pamong Praja Budaya Yadnya sesa Budaya Memberata Budaya Pelayanan prima (keramahan, kesederhanaan, keadilan, keterbukaan, kepastian, keamanan, kenyamanan) Budaya Eling ring swaran kulkul Budaya Matulung Budaya Mesiman krama Budaya Desa kala patra Budaya Dharma kriya Budaya Senyum salam, sapa (pelayanan) : Om Swastiastu, rahajeng semeng, rahajen siang, rahajeng sore, rahajeng wengi, rahajeng rauh, rahajeng mamargi Budaya Memande Budaya Nyastra Budaya Membasan/pesantrian Budaya Mebasa Bali Budaya Nabuh/megambel Budaya Nyangging, dalang Budaya Usada Bali Budaya Ngoncang
120 121 122 123 124 125
126 127 128 129 130 131 132 133
Ingat menebang kayu, ingat menanam kayu
134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155
156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171
Budaya Ngigel Budaya Mebarung Budaya Satya semaya Budaya Bungan sandat Budaya Prakpak danyuh Budaya Dharma sesana Konsep : Ragadi musuh meparo ring hati tonggawanya tan madoh ring hawak Budaya Tri Rena Budaya Nyalia Diplomasi Budaya Matajog Budaya Ngeronda Budaya Ngayah Budaya Penjor (positif) Budaya Lindung (Ngendut dilumpur / membaur dimasyarakat) Budaya Ngelangkir Budaya Nyuaka Budaya Agawe sukaning woh len Budaya Sesane manut linggih Posisi sesuai dengan fungsi dan profesi Budaya Pakelitan (masidikara) Budaya Ngeromba Budaya Ngayah Budaya Kawasan Suci - Apenyengker - Apenimpug - Apeneleng Budaya Ngelawang Budaya Ngeronda Budaya Magebagan Budaya Ngusada (obat-obat tradisional) Budaya Pakai Benang Tridatu (penolak bala) Budaya Pelestarian Tanaman Langka Budaya Apotek Hidup Budaya Wali, Bebali, Bali-balihan Budaya Propesionalisme Budaya Cecempedan Budaya Suci (alat-alat yang dipakai disucikan) Budaya Nyeraki Budaya Ngeronce Budaya dan lain-lain Budaya Ngereti indria Dan lain-lain
5. 4.2 Budaya Penghambat Pelaksanaan Pembangunan Denpasar yang Berwawasan Budaya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jenis Budaya Budaya Koh ngomong Budaya Korupsi Budaya T.S.T./Pungli Budaya Ngamis/Nyebit kecenik Budaya Nerimo Budaya Tajen/sabung ayam/judi Budaya Mo limo (madat, madon, main, maling, minum) Budaya 3 Ta (tahta, harta, wanita) Budaya Takut ngetel payu makebyos (mripit) Budaya Petapan lengis Budaya Petapan lengse Budaya Jenggot Budaya Momotoh (momotoh)
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Budaya Mecik manggis Budaya Penjor (negatif) Budaya Magegendong Budaya Lemayu (loyo) Budaya Pisune Budaya Ngulah aluh Budaya Aji mumpung Budaya Siap sambehin injin Budaya Nyuwun bebek muani Budaya Sengkok sedakepin/saputan Budaya Bedug tempulin Budaya Tuding tujuh Budaya Tunjuk lurus kelingking berkait Budaya Ceraki tangkeb sambeh/berhamburan Budaya Ngejuk be di panene Budaya Bunglon Budaya Batu apung Budaya Begug/tebal muka Budaya Sentir Budaya Kapu-kapu Budaya Sengkok nyangkil jun Budaya Kepasilan Budaya Kober anggo ilih(ngulah aluh) Budaya Lenyig-lenyig tahin jaran Budaya Tulah
Keterangan
Nafsu angkara serakah dipertaruhkan orangnya disebut bebotoh
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
Budaya Milu-milu tuwung Budaya Nyongkokin tahin kebo Budaya Ngutil/ngelamit Budaya Kiyap dogen Budaya Ngambul Budaya Palu(diketok baru bergerak) Budaya Gliyep-gliyep lipi gadang Budaya Mati ibe idup kai (Lu-lu,gua-gua) Budaya Sere panggang sere tunu Budaya Petapan kaung Budaya Petapan tetani Budaya Petapan ngeke-daya Budaya Mula keto (gugon tuwon) Budaya Melali dogen Budaya Nyontek/ngrepek Budaya Bangunan yang tidak mencerminkan budaya Bali Budaya Sekehe semal Budaya Mlagbag/memasung Budaya Tulung-tulung umah puwun Budaya Resik-resik udang Budaya Angkab-angkab barong sumi Budaya Ngrenyeb katibambung Budaya Petapan Butuh (Provokator) Budaya Petapan pule Budaya Gangsaran tindak kungan daya Budaya Semprong meprade Budaya Togogkayangan Budaya Aduk sere aji keteng Budaya Ngambulin kamen uwek Budaya Bengkung (bandel) Budaya Dongkel Budaya Feodal Budaya Aids (angkuh, iri, dengki, serakah, sewot, sombong) Budaya Degag (adigang, adigung,adiguna) Budaya Bringas Budaya Tidak mau kalah Budaya Lek ngekoh (ewuh pakewuh) Budaya Cecunguk (ABS) Budaya Ngekor (ngikut) Budaya Berenang katak Budaya Sigug Budaya Memayu (maju terus tanpa logika) Budaya Nyapa kadi aku Budaya Nggih, nggih, melinggih (sing ada ape de)
83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97
98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Budaya KKI (Kliyang kliyeng ilang) Budaya Kelompok (saudara, sepupu, semeton, anak, adik, paman, ponakan,parekan, misan, mindon, ipah) Budaya Nyaru-nyaru Budaya Diskriminasi Budaya Mayus/malas Budaya Pan balang tamak (nguluk-nguluk/ mekelin timpal) Budaya Nyangut Budaya Menang mekisa Budaya Belo magandong Budaya Ngengkol Budaya Me kecuh marep menek Budaya Suryak siyu Budaya Pangreh Praja Budaya Bogbog/memekel Budaya Sapta Timira (tujuh kepetengan) peteng pitu : lupa daratan, karena senamg dipuja/dipuji berlebihan, lancing karena sakit, mabuk harta, garang karena gagah berani, sering menyiksa karena pandai, sombong karena wajah tampan, dan bingung karena usia muda Konsep Sad Ripu (enam nafsu angkara = mo limo ditambah menghina) Budaya Bungkling Budaya Makutu/ngrumpi Budaya Lemo (negatif) Budaya Ngatag/nangtang Budaya Pajeng metetaring Budaya Moyahin timpal/maboya Budaya Nyali lilig sepur Budaya Ngeroncong Kurang cekatan Budaya Saling atat-saling pentil Budaya Belog ajum Budaya Silih-silih kambing Budaya Tbuh rah Budaya Deleg mekarmis (lala-lele) Budaya Kayu Kalimantan (kruang-kruing) Budaya Kepasilan Budaya kkuwe Budaya Balian metanje Budaya Telu pendo meeneman Budaya Dalem sangut meredah tualen codong Budaya Lipi ngalih gitik Budaya Lipi ngalih ikut Budaya Cecangkikan Budaya Capung Bangkok ngabe tumbak peteng
122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142
Budaya Es tabia (nyem lalah) Budaya Kuping ngelangkahin tanduk Budaya Bug ngeng Budaya Angkab-angkaban barong somi Budaya Mantan barong Budaya Kroda Budaya Musuh wenang linyokin Budaya Perubahan (tidak bisa dibendung) Budaya Toke hanyud Budaya Gliyep-gliyep lipi gadang Budaya Kutal-kutil ikut celeng Budaya Nungkak Budaya Lengeh buah Budaya Sing nawang ida-idu Budaya Ngeteh Budaya Mekerah Budaya Belek bocor Budaya Mepayas Budaya Memocol Budaya Memogol Dan lain-lain 4.3 Contoh Implementasi Pembangunan Kota Denpasar yang Berwawasan Budaya 1. Pemasangan umbul-umbul, pajeng di perempatan jalan setiap Purnama Tilem 2. Persembahyangan bersama di Pura Jagatnata, Pelinggih Kantor, di Pura Kayangan Tiga oleh pelajar, pegawai, sekaa Truna Truni dan warga masyarakat Hindu lainnya. 3. Pakaian Kusir Dokar dan supir angkot bernuansa budaya adat Bali (jangan ada yang agak apek baunya). 4. Pemasangan Bendera Poleng kalau ada kecelakaan lantas yang bawa korban di jalan. 5. Pemasangan Plangkiran di rumah, ruang kerja di kantor, ruang kelas dan diupacarai secara berlanjut. 6. Kegiatan Eling ring raga pada saat hari tertentu ( Purnama Tilem. Untuk mensukseskan keluarga berencana atau keluarga sejahtera). 7. Pelaksanaan pelayanan berwawasan budaya: salam, senyum, sapa (om swastiastu : rahajeng enjing/rahajeng semeng, rahajeng siang, rahajeng sore, rahajeng wengi, rahajeng rawuh, rahajeng memargi) dan pelaksanaan pelayanan prima (keramahan, kesederhanaan, keterbukaan, keadilan, kepastian, keamanan, kenyamanan). 8. Kegiatan seminggu sekali dengan memakai bahasa Bali di sekolah, kantor, pemerintah/swasta/perusahaan/masyarakat dan lain-lainnya 9. Pengajaran bahasa Bali (muatan lokal) di SD sampai dengan perguruan tinggi. 10. Kegiatan dengan berbusana dan bernuansa Bali seminggu sekali (endek dll) yang memungkinkan, halaman kantor,
11. Penanaman tanaman yang menunjang keagamaan pada lokasi yang memungkinkan, halaman kantor,perusahaan, sekolah, (sarwa pala: pala bungkah pala gantung), sarwa palawa, sarwa sekar seperti nyuh gading, nyuh bulan, nyuh puwuh, nyuh bangkung, nyuh suda mala, ketela, temu ireng, tebu malen, jempiring, sandat, tigaron, majegau, rejasa, nagasari, tiying gading, tiying ampel, tiying santong, pisang mas, blimbing buluh dll. 12. Penentuan tempat tertentu lokasi pasar sebagai tempat berjualan alat keperluan upacara Hindu, budaya Bali.(Pasar alat yadnya/upakara) 13. Pembuatan taman dengan nuansa budaya Bali (wong, sato,mina, manuk, taru, buku). 14. Pelaksanaan pertemuan rutin antar etnis, antara agama, antar kelompok, antar warga, golongan sebagai usaha sosialisasi PDBB dan penerapan budaya menyamabraya. 15. Pelaksanaan kegiatan budaya secara rutin dalam rangka menunjang upacara keagamaan di kantor, perusahaan, sekolah, di rumah, di Banjar, di pantai, seperti pelaksanaan tumpek kandang(sector peternakan), tumpek pengarah (sector pertanian), tumpek landep (perlengkapan), sedekah laut (sector perikanan) dll. 16. Pelaksanaan Ngusaba Desa/Ngusaba nini di desa adat Banjar dengan melibatkan pada sekaa truna truni bukan orang tua saja. 17. Pemeliharaan ternak untuk menunjang adat budaya agama: ayam buik, ayam biying, putih siyung, brumbun, serawah, janggar rumpuk, sangkur udang, celeng butuhan, sapi putih, kebo bule dan lainnya. 18. Pelaksanaan pengawasan berwawasan budaya: dupak bujang semu mantra, esem bupati 19. Berbagai kegiatan lomba bernuansa adat budaya Bali oleh remaja : ngulat klangsah, klakat, klambang mantra, kwangen, canang sari, gebogan, bunga, lomba nyastra, lainlainnya, sebulan sekali (bukan pada saat PKB saja). 20. Pemberian penghargaan pada para seniman, budayawan, tokoh masyarakat, di Banjar, di sekolah, dikantor dan tempat lainnya. 21. Kegiatan mingguan pentas-pentas yang bernafaskan budaya adat Bali sepereti barong ngelawang, pesantian, pidato bahasa Bali tarian dan lainnya. 22. Penyediaan kudapan dan makanan Bali pada saat pertemuan di kantor, di perusahaan dan tempat lainnya. 23. Pelaksanaan lomba ngoncang kentungan dengan kentungan atau kentongan/kulkul besar 3 bulan sekali antar Banjar sebagaiman halnya lomba layangan antar Banjar akan lebih ramai disbanding antar desa (catatan : orientasi di Denpasar masyarakat membela banjarnya bukan desanya. 24. Lomba membuat layangan bagi sekaa truna truni (tidak hanya tahu rame-rame menaikan layangan saja) 25. Demontrasi mebat nyate, nguling yang sehat oleh sekaa truna truni (banyak remaja yang tidak bisa melilit sate). 26. Penataan bangunan fisik kantor, perusahaan sekolah swalayan, supermarket took dengan nuansa Bali dan wajib diisi minimal candi bentar dengan ukuran yang memadai (bagi yang ada halamannya)
27. Penataan baranag dagangan di swalayan/ super market dengan nuansa budaya Bali yang tidak sakral di dalamnya, pakai ider-ider, gantungan khas Bali, pajeng ada stage kecil di dalam/di lobi dengan nuansa Bali, pelayan pakai pakaian adat Bali yang ringan, patung yang tidak disakralkan. Sehingga di dalam swalayan kelihatan nuansa Bali, bukan nuansa Singapura. 28. Tindakan teladan para pimpinan perusahaan, pejabat, tokoh masyarakat, guru dalam pelaksanaan tugas sehari-hari yang berwawasan budaya, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan pembangunan dan tingkah laku sehari-hari. 29. Perhatian yang lebih besar pada pengembangan budaya non-komersial serta kepada tokoh yang menekuninya seperti nyastra, mekekawin dan sebagainya. 30. Meneliti, mengatur, dan membinan pembuatan pis bolong serta menyetak kader pis bolong (memande, menggambar pada pis bolong, menulis pada pis bolong dan mengecek dimana ada pembuat pis bolong di Denpasar) 31. Pembentukan kader darmatula, darma wacana di Kota Denpasar dengan berbahasa Bali, mempertahankan ajaran Hindu, budi pekerti, dengan remaja/ sekaa truna truni terlibat didalamnya. 32. Pembentukan paruman seka truna-truni tingkat kecamatan dan tingkat Kota Denpasar. 33. Pelaksanaan upacara, tatwa dan susila Hindu lingkungan masyarakat Denpasar sesuai dengan makna ajaran Agama Hindu. 34. Kegiatan berdoa di kantor, di perusahaan, di sekolah, pada saat mulai dan selesai kegiatan serta tri sandya pada siang harinya. 35. Pengendalian proyek yang berwawasan budaya baik pada saat akan memulai proyek, pelaksanaan proyek selesai proyek dengan penjelasan kepada pemborong, pelaksana lapangan tentang konsep dasar pembangunan Kota Denpasar berwawasan budaya sehingga tidak ada, misalnya pura subak/ pengulun subak yang berada di tengah alunalun di tengah jalan, setelah proyek selesai dan tidak ada yang menanganinya, karena palemahan subak hilang, pawongan subak hilang, tetapi Parahyangan subak masih ada. 36. Pelaksanaan transportasi, parker oleh masyarakat, aparat petugas lapangan berwawasan budaya (pakaian petugas parkir, supir, sopan santun, tata krama, ramah, penyebrangan jalan sebagainya). 37. Pengembangan museum Le Mayeur Sanur untuk memperkaya pengembangan wawasan budaya di Kota Denpasar. 38. Mewujudkan bangunan monumental yang berwawasan budaya di Kota Denpasar pada tempat yang masih memungkinkan (lebih diminati wisatawan). 39. Pelaksanaan konsep pembangunan fisik/fasilitas umum yang bersifat Nyatur Desa. 40. Kegiatan antar sektor pembangunan/ antar instansi di kota Denpasar yang saling menunjang pembangunan kota berwawasan budaya (contoh : sector Indag menunjang sektor pariwisata dengan pembuatan asbak dari tanah liat, kursi di kantor bukan kursi spon, tetapi memakai kursi nuansa Bali dan lainnya). 41. Pengembangan dan penanaman buah lokal dan bunga (pertanian) untuk menunjang kegiatan agama : klecung, badung, manggis, wani, kacang panjang, bunga ratna dan sebagainya).
42. Kegiatan orientasi secara rutin antara subak dengan desa adat tentang kerjasama, batas wewengkon/palemahan dan lainnya dengan duduk bersama-sama. 43. Pelaksanaan otonan dirumah tangga secara rutin (bukan merayakan hari ulang tahun saja). 44. Membina dan mempertahankan sebisanya budaya mederep, metekap, ngelapit, mejukut, manyi pakai anggapan melalui kelompok sekaa pertanian. 45. Penentuan symbol agama Hindu dan budaya Hindu yang bersifat sakral, maupun profan serta ketentuan penggunaan sehingga diketahui oleh umat Hindu dan umat lainnya. 46. Pembinaan panti asuhan panti werda yang bernuansa adat dan budaya Bali sebagai pelaksanaan budaya Tat Twam Asi, saling asah, saling asuh,. 47. Penerapan budaya yang bersifat positif dan menghindari penerapan yang bersifat negatif dalam pelaksanaan hidup sehari-hari, baik yang bersifat idea/konsep/pemikiran, sikap mental/perilaku, maupun yang bersifat fisik. 48. Pembuatan patung/ symbol Dewi Saraswati lingkungan pendidikan. 49. Kegiatan sosialisasikan awig-awig desa adat kepada warga Banjar masing-masing (warga banyak yang tidak tahu isi awig-awig desanya sendiri). 50. Pembinaan pecalang tentang fungsi, hak, kewajiban, dan wewenangnya dalam bertugas, serta Forum Pecalang. 51. Pengendalian perjudian pada saat upacara adat, budaya dan agama. 52. Pengendalian yang lebih irit pelaksanaan kegiatan adat, budaya dan upacara agama dan pengarahan untuk sesuai dengan hakekat tujuan kegiatan dan upacara. 53. Pembangunan pelinggih di perempatan jalan (catus pata) untuk upacara mecaru dan lainnya, agar tidak di tengah jalan. 54. Pengembangan istilah penggak-penggak, tenten,warung tradisional untuk istilah café, warung solo, warung cina, warung muslim dan lainnya agar lebih bernuansa adat Bali. 55. Pelestarian pohon besar (beringin, kepah, pule, kesambi) pada lokasi yang masih ada di Denpasar dan penanaman yang baru pada lokasi yang memungkinkan (sudut lapangan kuburan dan lainnya). 56. Pengabenan secara massal oleh desa adat/ Banjar adat (ngerit) dengan biaya yang irit/sederhana tetapi tidak menyalahi upacara. 57. Pembudayaan minuman air putih di kantor-kantor 58. Menghindari penggunaan kaset pada upacara adat, budaya, agama. 59. Penyuluhan agama dan adat secara rutin ke banjar-banjar tentang upakara, tatwa susila, tentang parahyangan/palemahan dan pawongan 60. Pembangunan pasar hewan dan pasar kembang di kota Denpasar 61. Tulisan Bahasa Bali dibawah tulisan latin pada nama jalan, kantor, perusahaan dan lain-lain. 62. Listibiya Kota Denpasar agar diaktifkan atau dengan nama lain yang bertugas membina budaya di kota Denpasar sejajar dengan kegiatan BPLA dan Parisada yang memmbina adat dan umat Hindu/Agama Hindu.(Tiga pilar utama ini tidak boleh sakit-sakitan)
63. Pendekatan dengan para penegak hukum, notaris,PPAT dan lainnya agar dalam kegiatannya juga memperhatikan aspek adat dan budaya disamping aspek hukum yang ada. 64. Kegiatan lomba mececimpedan, senam yang bernuansa Bali. 65. Kegiatan mingguan penerimaan aspirasi masyarakat oleh DPRD. 66. Kegiatan “Bali Village” secara rutin dilingkungan hotel-hotel dengan berbagai kegiatannya bernuansa adat budaya Bali. 67. Terus mensosialisasikan Pembangunan Kota Denpasar yang Berwawasan Budaya kepada semua lapisan masyarakat Denpasar. 68. Sosialisasi berbagai kegiatan yang bernuansa adat budaya Bali, melalui televisi, radio dan media massa lainnya. 69. Pembuatan terminal dokar yang bernuansa budaya Bali. 70. Pembuatan pasar loak yang bernuansa budaya Bali. 71. Penempatan patung-patung yang tidak sacral di depan took-toko dan diisi saput poleng dan pajeng setiap purnama tilem/ rerahinan dan dirawat oleh petugas DKP dari pada diisi tanaman kembang yang selalu dirusak orang, lebih baik diisi patung dan canang (depan took-toko di jalan Gajah Mada). 72. Tiap-tiap pintu keluar di depan rumah tangga diisi tapel rangda/tapel lainnya sehingga para pendatang merasa dirinya berada di Bali. 73. Pintu masuk/keluar SPBU diisi candi bentar yang memadai 74. Pembinaan tukang banten dan pinandita secara rutin tentang hakekat upacara dan alat-alat upacara. 75. Dana punia dan akses untuk para sulinggih dan lain-lainnya 76. Menerapkan budaya keselaran dalam kehidupan sehari-hari : urusan agama dan leluhur diutamakan; urusan Kantor, Sekolah, Lingkungan dikerjakan; urusan Keluarga,, anak, istri, suami, diperhatikan. 77. Merekam dan menyebarkan lagu anak-anak bernuansa budaya Bali. 78. Dan lain-lainnya.
Anak-anak budaya membangun peradaban sejak dini.
BAB V PENUTUP Konsep Pembangunan Denpasar Berwawasan Budaya perlu secara berkelanjutan digagas (dipikirkan secara lebih holistik, sistematis, konseptual), diwacanakan (dialogis, dikritisi, disosialisasikan) serta dilaksanakan (implementasi, evaluasi). Dimensinya agar terus melebar secara horizontal, baik lintas sektor, lintas bidang dan lintas disiplin, serta menukik secara vertical ke arah pemulihan budaya dan peradaban. Dengan demikian diharapkan visi PDBB kan menjadi kokoh dalam konsep, jelas dalam implementasi, kongkrit dalam pengamatan indra serta hasilnya bermanfaat bagi masyarakat Denpasar. Pembangunan berwawasan budaya pada hakekatnya dapat dikaitkan secara komplementer dan sinergik dengan beragam pembangunan berwawasan lainnya : wawasan nusantara, wawasan kebangsaan, wawasan lingkungan, wawasan ekonomi kerakyatan, wawasan kesehatan, wawasan jender dan lainnya, baik sebagai potensi, cara pendekatan maupun sasaran dan tujuan pembangunan. Pelaksanaannya menuntut kerjasama, partisipasi, dan kesungguhan semua pihak dalam proses kegiatan dengan penuh kesabaran.
Lampiran :
Keputusan Walikota Denpasar Tanggal : 14 Pebruari 2003 Nomor : 188,45/7/HK/2003 Tentang : Pembentukan Kelompok Ahli Pembangunan Pemerintah Kota Denpasar SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK AHLI BIDANG PEMBANGUNAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR
Penasehat/ Penanggung jawab
: Walikota Denpasar
Pembina
:1. Wakil Walikota Denpasar `2. Sekretaris Daerah Kota Denpasar
Koordinator
: Kepala Bappeda Kota Denpasar
Ketua
: Ir. Putu Rumawan Salahin, M.Si.
Sekretaris
: Drs. I Gde Pasek Suka Eling
Anggota
: 1. Drs. I Wayan Geriya 2. DR. I Made Pasek Diantha, SH,MH 3. DR. I Gusti Wayan Murjana Yasa, SE, M.Si. 4. DR. Ir. Indayanti, Lanya, MS 5. Ir. I Nyoman Widana Negara, M.Sc 6. I Gusti Agung Prana
WALIKOTA DENPASAR WAKIL ttd KETUT ROBIN
LAMPIRAN : KEPUTUSAN WALIKOTA DENPASAR TANGGAL : 28 Januari 2015 NOMOR : 188.45/ 52 /HK/2015. TENTANG : PEMBENTUKAN KELOMPOK AHLI PEMBANGUNAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR TAHUN 2015
SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK AHLI PEMBANGUNAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR TAHUN 2015
Penasehat
: 1. Walikota Denpasar : 2. Wakil Walikota Denpasar
Pembina
: 1. Sekretaris Daerah Kota Denpasar 2. Asisten Administrasi Pembangunan Pemerintah Daerah Kota Denpasar
Koordinator
:
Kepala Bappeda Kota Denpasar
Ketua
:
Prof. DR. Ir. Putu Rumawan Salain, M.Si
Sekretaris
:
DR. I Gusti Wayan Murjana Yasa, SE.,M.Si
Anggota
: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Prof. DR. I Made Pasek Diantha, SH.,MS. Prof. DR. Ir. Indayati Lanya, MS Ir. I Nyoman Widana Negara, M.Sc Drs. I Wayan Geriya Prof. Ir. I Nyoman Norken, SU., Phd Prof. DR. I Wayan Ramantha, MM.,Ak.,CPA. Ir.I Gusti Putu Anindya Putra, MSP
WAKIL WALIKOTA DENPASAR ttd
JAYA NEGARA
BUKU SAKU PEMBANGUNAN KOTA DENPASAR BERWAWASAN BUDAYA Disusun oleh : Kelompok Ahli Pembangunan Pemerintah Kota Denpasar Cetakan : I tahun 2003 Cetakan : II tahun 2005 Cetakan : III tahun 2015 (revisi) Gambar Sampul : Catur Muka COVER DESIGN : ide : Putu Rumawan Salain dikerjakan oleh : Wayan Somayasa PENERBIT : BAPPEDA KOTA DENPASAR PERCETAKAN : PT. Mabhakti Denpasar HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG ISI DILUAR TANGGUNG JAWAB PERCETAKAN ISBN 979-715-002-X
Pembangunan Kota Denpasar berwawasan budaya adalah dikursus pembangunan yang bergarda depan. Betapa tidak? Wacana ini bukan saja popular dengan gaungnya kian bersambut di hati masyarakat, khususnya masyarakat Kota Denpasar, tetapi juga popularitas semakin memvibrasikan humanisasi kebudayaan tempatnya berpijak. Hakikat garda depan pembangunan Kota Denpasar berwawasan budaya semakin terasa di masyarakat, berkat olahan proses pembangunan secara sistematik, terarah dan terprogram melalui perumusan visi, misi, kebijakan, strategi program dan pelaksanaan secara berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah Kota di bawah komando Bapak Wali Kota. Kalau kiata mencermati kilas balik pembangunan di kota Denpasar, semula terlihat sektor pariwisata menjadi Leading sektor, karena memberikan multiplier effect yang sangat besar pada masyarakat, yaitu kesejahteraan. Setelah dilakukan pengkajian yang lebih mendalam, maka ditemukan sector unggul dan dominan di atas sektor pariwisata, yaitu sektor budaya. Sektor ini mendasari pengembangan kepariwisataan di Bali, khususnya di Kota Denpasar. Kesimpulannya, pariwisata, berkembang karena adanya budaya yang dijiwai oleh Agama Hindu, dilandasi konsepsi Tri Hita Karana. Titik-titik sentral dari peradaban Bali inilah yang diulas dan digambarkan secara sistematik dalam buku saku ini. Isinya diharapkan dapat memberikan manfaat acuan bagi aparatur Pemerintah Kota Denpasar dan juga bagi seluruh warga kota melaksanakan pembangunan Kota Denpasar yang berwawasan budaya dalam kehidupan sehari-hari. Terminal akhir dari buku ini adalah memberikan jawaban yang tepat, dalam kerangka wacana ajeg Bali yang damai dalam keBhinneka-an.
ISBN 979-715-002-X
BUKU SAKU PEMBANGUNAN KOTA DENPASAR BERWAWASAN BUDAYA
Penyunting: Putu Rumawan Salain Disusun Oleh I Wayan Geriya :
Putu Rumawan Salain I Cede Pasek Suka Eling
I Made Pasek Diantha I Gusti Wayan Murjana Yasa Indayanti Lanya Nyoman Widana Negara I Gusti Agung Prana
KELOMPOK AHLI PEMBANGLTNAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR TAHUN 2015
Perpustakaan Nasional ; Katalog Dalam
krbitan
6Dr) KELOMPOK AHLI PEMBANGLNAN PEMERINTAH KOTA DE,NPAS AR BUKU SAKU PEMBANGLINAN KOTA DENPA SAR BERWAWASAN BUDAYA
CETAKAN i TAHUN 2OO3 CETAKAN II TAHUN 2OO5 CETAKAN IiI /revisi TAHUN 2015 Gambar SamPul : Catur Muka
Cover Design : Ide : Putu Rumawan Salain Dikerjakan Oleh : WaYan SomaYasa Percetakan dan Penerbitan
:
UD. PutraAdi Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Isi diluar tanggungiawab percetakan
xvi,69, 12x18 cm rsBN 979-715-002-X
tkasih
KATA PENGANTAR
ri dan
pencetakan
ulang BLku Saku pembangunan Kota llenpasar Bewawa.un BuAayu urrun ke tiga l."aiinya bukan rnerupakan ukuran keberhasilan dari
se
;;i
Nam
,{:ri,.lui,isan
s
*u."J,'iffiHffili;llT_ jlli;
n, u, *, adalah hahlva buku L,
ini tebit atas banyaknya
perininraan dari khalayak. Artinya bahwa disamping keinginiahuan aki ha
iua,,,** nun*unll
minai
;ff
l"_iata
,[:ilff;ffi:i.d
dari seluruh lapisan masyarakat. Untuk keirrrluar tersebut Kelompok Ahli pembangunan Pen:erintah Kota Denpasar melakukan beberapa editing tentang perwajahan, substansi materi, dan lain;ryr"
.'
Cerakan ke tiga buku
nrenguiar;g isi dan i perrain{1 <ja, ke
ini
disamping
ruu,'ffi;ffi H:il
;,".r,"I;; mis: ol*h hralikota I)h a rr,r vr, i i ar* : pertamra;rn baik berupa kritik maupun saran-saran yairg 1*r.rrarna rnuncul adalah bahwa visi dan misi ;r.
r"r;;":::;TL:.nt
\.&'arr,:n;rii Surlaya berlanjut apa tidak.
lx
jff;
irulah sebab buku saku ini dicetak untuk ke tiga kaiinya, secara morfologis menampilkan visi dan
misi Walikota Puspayoga dan Walikota yang melanjutkannya. Penetapan budaya setragai visi dipandang sangat relevan ketika dunia semakin tanpa
Akhir kata disampaikan
semoga melalui
kehadiran buku saku ini mampu memperkuat modal sosial dan modal budaya kota yang kian metropolis;
menuju kehidupan dan penghidupan yang Moksartham Jadhita Ya Ca lti Dharma.
batas dan pengaruh semakin sulit dikendalikan vang
dapat mereduksi identitas budaya lokal, l\4engenal
Semoga.
budal a lokal, lalu memperkuat dan memeiiharanya
dalam bingkai kreatif dan inovatif menjadi kunci utama keberhasilan kota Denpasar yang memiliki dana
relatif kecil namun berhasil meningk a.ikan pembangunan demi pembangunan tanpa harus
Denpasar, Ketua Kelompok
ll
November20l
5
Ahli Pembangunan
Pemerintah Kota Denpasar
Penyunting
mendegradasi budayanya. Tegaknya budayamelalui identitas Ioknl vang
Putu RumawanSalain
mampu bersanding dengan pengaruh dari reg,ional, nasional, maupun internasional adalah kata kunci 1'ang diharapkan dalam pembangunan kota l)enpa:;ar
yang sarat dengan beban dan fungsi. Kotakr.r [turn;;*rku
menjadi sebuah wacana penting dan perlu r:ierrgan mengedepankan pelayanan pu 1'ang betul-betul
bl
ik
" s ew
pro poor, pro job,
aka ri lt i;r *t a
dan
pro
"
gt"r,wth
menjadikeinginan dan kebutuhan bagi kota I)e,rpasar tanpa tercerabut dari nilai-nilai budaya adiluhung -r,ang
diwarisi.
xl
L
I.
DAFTAR ISI
n ,a
a
"
n
Halaman
SAMBUTAN WALIKOTA DENPASAR ..,.......... iii SAMBUTAN WALIKOTA DENPASAR ..,.....,.... V SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA ..................... vii KATAPENGANTAR ........,...., .,....... ix KATA PENGANTAR ..........................,,............, xii
BAB I
PENDAHULUAN l.lLatar Belakang....
1
I
BAB II KONSEP DASAR PEMBANGLNAN DENPASAR BERWAWASAN BUDAYA ..........,, i3 2. I . W acana Pembangunan
Berwawasan
Budaya
.,..,...
13
2.2. Kebudayaan Bali dalam Kerangka
t
Kebudayaan
Nasional
...... 16
2.3.Analisis Karakteristik Kota Denpasar.. 19 2.4 Kerangka Konseptual .....,.........". ......... 25 2.5. implementasi, Hambatan dan Solusi....31
BAB III PEMBANGI.JNAN BIDANG SEKTOR DAN LINTAS SEKTOR .................... 38 3.1. Bidang dan
Sektor KlV
............ 38
3
.2. P olaKeterkaitan Pembangunan
Antar Bidang 3.3 ' Percontohan
3.4. PencdPaian
39
""""""""
40
Lintas Sektor
43
Misi
BAB IV IMPLEMENTASI PEMBANGIINAN BUDAYA "''""' 45 DENPASAR BERWAWASAN 4.1. BudaYa Pendukung (Kearifan Lokal) Pembangunan DenPasar
""' Berwawasan BudaYa 4.2. Buday aPenghambat Pelaksanaan Pembangunan DenPasar Berwawasan BudaYa
"""'
46
51
4.3. Contoh Implementasi Pembangunan 55 Denpasar Berwawasan Budaya """"
PENUTUP LAMPIRAN
BAB V
""'' 67 """"""-" 69