PEMANFAATAN TEPUNG SORGHUM (Sorghum bicolor L. Moench) PADA PEMBUATAN SNACK BAR TINGGI SERAT PANGAN DAN SUMBER ZAT BESI UNTUK REMAJA PUTERI
Ummi Rufaizah
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT UMMI RUFAIZAH. The Use of Sorghum Flour in Making High of Dietary Fiber Snack Bar and Source of Iron for Adolescent Girls. Under direction EVY DAMAYANTHI and SRI ANNA MARLIYATI.
One of the habits of adolescents are consuming snacks high in fat and low in fiber. Adolescent girls snacking more often than men. In addition to the problem of unhealthy eating habits among adolescents, there is also the problem of anemia in adolescent. Sorghum is a cereal that has a high dietary fibers and source of iron, so the sorghum flour can be used for the production of high-fibre snacks bar and source of iron for adolescent girls. The experimental design used in this research was completely randomized design (CRD factorial). Factor in this research was formulas of snack bars. Four formula resulting from the preliminary study as follows: formula 1, formula 2, formula 3, and formula 4. Formula 4 was the best base on results of hedonic test. Based on the analysis of the contribution of nutrients, snack bar selected (formula 4) contributed fiber 13,92 g (55.68% of nutrition label reference) and iron 4.12 mg (15.84% of nutrition label reference), so selected snack bar can be claimed as a high of dietary fiber and sources of iron. Keywords: snack bar, sorghum, dietary fiber, iron
RINGKASAN UMMI RUFAIZAH. Pemanfaatan Tepung Sorghum (Sorghum bicolor L moench) pada Pembuatan Snack bar Tinggi Serat Pangan dan Sumber Zat Besi Untuk Remaja Puteri. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI dan SRI ANNA MARLIYATI. Salah satu kebiasaan para remaja adalah mengkonsumsi jajanan yang tinggi lemak dan rendah serat. Selain masalah pola makan yang tidak sehat pada remaja, terdapat juga masalah anemia pada remaja. Hasil penelitian menunjukkan remaja wanita lebih sering ngemil dibandingkan pria. Dewasa ini telah banyak snack yang dijual dipasar yang terbuat dari tepung terigu, tetapi snack tersebut miskin akan serat dan mineral. Oleh karena itu diperlukan suatu alternatif pengembangan produk yang berasal dari bahan pangan yang tinggi serat dan mineral (Fe), yaitu dengan memanfaatan tepung sorghum yang tinggi akan serat dan Fe sebagai bahan dalam pembuatan snack bar. Sorghum adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan. Sorghum memiliki serat pangan yang tinggi dan sumber zat besi. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik memanfaatkan tepung sorghum untuk pembuatan produk snack bar yang tinggi serat dan sumber zat besi untuk remaja putri. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan tepung sorghum untuk pembuatan snack bar tinggi serat dan sumber zat besi untuk remaja puteri. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah: 1. mempelajari sifat fisik, sifat fungsional, dan sifat kimia tepung sorghum; 2. menentukan proses pembuatan snack bar sorghum sehingga menghasilkan produk terbaik; 3. mempelajari sifat kimia dan organoleptik dari semua formula produk snack bar dan 4. menilai kontribusi zat gizi snack bar produk terpilih terhadap kebutuhan serat dan zat besi. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan lanjutan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan trial and error pembuatan snack bar, pengujian sifat fisik, sifat fungsional dan sifat kimia tepung sorghum. Empat formula yang didapatkan yaitu formula 1, formula 2, formula 3, dan formula 4. Pada penelitian lanjutan dilakukan analisis sifat kimia dan organoleptik pada keempat formula yang sudah didapatkan dari penelitian pendahuluan. Pada penelitian pendahuluan data rata-rata hasil analisis sifat fisik, sifat fungsional dan sifat kimia tepung sorghum ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif. Pada penelitian lanjutan data rata-rata hasil analisis sifat kimia, uji hedonik dan uji mutu hedonik snack bar dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA). Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu perlakuan yaitu formula snack bar dengan taraf sebanyak empat yaitu formula 1, formula 2, formula 3, dan formula 4. Keempat formula tersebut terdiri dari bahan adonan yang sama, namun dengan variasi buah yang berbeda jumlahnya. Pada analisis sifat kimia dilakukan dua kali ulangan, setiap ulangan dilakukan pengujian duplo. Berdasarkan hasil analisis sifat fisik pada tepung sorghum mempunyai nilai densitas kamba sebesar 0.79 g/ml. Hasil pengukuran derajat putih pada tepung sorghum adalah 55.37%. Tepung sorghum memiliki nilai pH sebesar 6.14 yaitu mendekati pH netral 7. Hasil analisis sifat fungsional tepung sorghum, daya serap air tepung sorghum sebesar 1.51%. Daya serap minyak pada tepung sorghum adalah 0.98%. Pada hasil analisis sifat kimia tepung sorghum, kadar air pada tepung sorghum adalah 11.20%. Kadar abu pada tepung sorghum adalah 1.98%, nilai
tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan kadar abu tepung sorghum varietas Mandau yaitu 0.81%. Analisa lemak pada tepung sorghum adalah 1.41%, dimana nilai ini lebih kecil dari jumlah lemak biji sorghum 3.6% (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Protein tepung sorghum adalah 11.41% nilai protein tepung sorghum lebih tinggi dibandingkan protein tepung terigu menurut USDA yaitu 10.31%. Karbohidrat pada tepung sorghum adalah 86.47% nilai ini lebih tinggi, jika dibandingkan kandungan karbohidrat tepung sorghum menurut USDA yaitu 76.6%. Serat pangan pada tepung sorghum sebanyak 20.66% yang terdiri dari serat makanan tidak larut air sebanyak 15.13% dan serat makanan larut air sebanyak 5.54%. Kadar zat besi dalam tepung sorghum sebanyak 11.68%. Hasil analisis sifat kimia snack bar, menunjukkan kadar air berkisar 11.29% (b/k) sampai 15.85% (b/k). Kadar abu berkisar 1.47% (b/k) sampai 2.17% (b/k). Kadar protein pada formula snack bar berkisar 7.03% (b/k) sampai 14.10% (b/k). Kadar lemak pada keempat formula snack bar berkisar 3.77% (b/k) sampai 14.63% (b/k). Kadar karbohidrat berkisar 70.92% (b/k) sampai 91.10% (b/k). Kadar serat pangan tidak larut air berkisar 8.12% (b/k) sampai 11.54% (b/k). Kadar serat pangan larut air berkisar 1.57% sampai 4.09%. Kadar serat pangan total berkisar 10.42% sampai 13.92%, sedangkan kadar zat besi pada produk snack bar berkisar 3.71% sampai 4.87%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar berpengaruh nyata (p<0.05) pada semua hasil analisis kimia produk snack bar. Nilai bioavailabilitas zat besi pada formula 4 sebesar 8.61% dan tepung sorghum sebesar 2.15%. Hasil analisis sifat organoleptik pada uji hedonik menunjukkan nilai tingkat kesukaan terhadap warna keempat snack bar dinilai biasa sampai agak suka, kesukaan terhadap tekstur berada antara biasa sampai agak suka, nilai tingkat kesukaan terhadap aroma snack bar berkisar antarabiasa sampai suka. Nilai ratarata kesukaan terhadap rasa berkisar agak suka sampai suka, rata-rata kesukaan secara keseluruhan adalah agak suka. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan warna dan aroma snack bar. Formula snack bar tidak berpengaruh (p>0.05) pada tekstur, rasa dan keseluruhan snack bar. Produk terpilih adalah produk yang disukai berdasarkan warna, tekstur, aroma dan rasa sehingga menghasilkan nilai secara keseluruhan yaitu formula 4. Hasil uji mutu hedonik menunjukkan nilai mutu warna berkisar antara 4.10 sampai 5.64 (coklat muda sampai kuing kecoklatan). Nilai mutu tekstur berkisar 4.46 sampai 6.07 (agak keras sampai agak padat empuk), nilai mutu aroma 5.40 sampai 5.78 (netral sampai agak harum), sedangkan nilai mutu rasa berkisar 6.31 sampai 6.94 (agak manis sampai manis). Berdasarkan analisis kontribusi zat gizinya, snack bar terpilih (formula 4) memberi kontribusi serat dan zat besi sebesar 13.92 g (55.68% dari ALG) dan 4.12 mg (15.84% dari ALG), sehingga produk snack bar formula terpilih dapat diklaim sebagai produk pangan yang tinggi serat pangan dan sumber zat besi. Harga snack bar sorghum sebesar Rp 1.347,00 per takaran saji (28g) lebih murah dibandingkan snack bar komersil yang berasal dari tepung kedelai dengan harga Rp 5.000,00 pertakaran saji (30g), sehingga produk ini dapat bersaing, karena produk ini disukai secara organoleptik, memiliki serat pangan yang tinggi dan sebagai sumber Fe yang tepat dikonsumsi oleh remaja puteri.
PEMANFAATAN TEPUNG SORGHUM (Sorghum bicolor L. Moench) PADA PEMBUATAN SNACK BAR TINGGI SERAT PANGAN DAN SUMBER ZAT BESI UNTUK REMAJA PUTERI
Ummi Rufaizah
Skripsi Sebagai syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPAREMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
:
Pemanfaatan
Tepung
Sorghum
(Sorghum
bicolor L moench) pada Pembuatan Snack Bar Tinggi Serat Pangan dan Sumber Zat Besi Untuk Remaja Puteri Nama
:
Ummi Rufaizah
NRP
:
I14086002
Disetujui:
Dosen Pembimbing 1
Dosen Pembimbing 2
Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS
Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi
NIP. 19621204 198903 2 002
NIP: 19600205 198903 2 002
Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 24 Januari 1987 dari Bapak Zulfi Ramlan Pohan dan Ibu Emmi Herawati Siregar. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formalnya di Sekolah Dasar (SD) Pabean I Sidoarjo, Jawa Timur (1993-1999), kemudian melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Assalaam Islamic Modern Boarding School, Surakarta, Jawa Tengah (1999-2002). Sejak tahun 2002, penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 8 Semarang, Jawa Tengah sampai tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Diploma IPB, pada Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan (SJMP) sampai tahun 2008. Selama menjadi mahasiswa program Diploma, penulis aktif sebagai anggota Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA), yaitu Himpunan Mahasiswa Tapanuli Selatan di Bogor (IMATAPSEL). Penulis juga pernah melakukan PKL (Praktek Kerja Lapang) di CV. King Food, Bekasi. Pada saat PKL penulis membuat tugas akhir mengenai “Pengembangan Produk Untuk Mengurangi Biaya Produksi di CV. King Food” dan lulus dengan predikat sangat memuaskan. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikannya di Ekstensi Gizi Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa Ekstensi, penulis aktif di Organisasi seperti anggota FOSMA (Forum Silaturahmi Mahasiswa) ESQ IPB, sebagai pengurus divisi PPSDM FOSMA ESQ Bogor. Penulis juga aktif dalam kegiatan training basic Mahasiswa ESQ IPB, MABA IPB, In House Training (IHT) mahasiswa IPB, IHT Bareskrim Kinasih, IHT basic Teens SMAN 1 Bogor, sebagai ATS (Asisten Training Support). Penulis juga aktif sebagai panitiaan dalam kegiatan seminar CERMINAN (Cermat Memilih Produk Perikanan), Tujuh Keajaiban Rezeki dengan Otak Kanan, Seminar Percepatan Rezeki dalam 44 Hari, Majelis Konseling Akbar Darul Quran, dan seminar lain yang diadakan ESQ BOGOR. Tahun 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Cibungbulang, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 2011, penulis melaksanakan Internship Dietetik (ID) di RSUD Cibinong, Bogor, dengan topik “Studi Kasus Penyakit Ginjal Kronis dengan Komplikasi Darah Tinggi dan Anemia”.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat Nya sehingga skripsi dengan judul “Pemanfaatan Tepung Sorghum (Sorghum bicolor L moench) pada Pembuatan Snack Bar Tinggi Serat dan Zat Besi Untuk Remaja Puteri “dapat diselesaikan. Selain itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS dan Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan, kritik dan saran, serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. 2. Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah M.Si, selaku pembimbing akademik dan dosen penguji yang senantiasa memberikan nasihat serta pengalaman hidup kepada penulis. 3. Bapak Mashudi atas segala bantuan dan motivasinya selama proses penelitian ini berlangsung. 4. Keluarga besar Departemen Gizi masyarakat : para dosen, laboran dan staf atas segala bantuannya. 5. Kedua orang tua dan keluarga atas atas kasih sayang, perhatian, dukungan materiil maupun motivasinya. Mohon maaf atas segala kesalahan yang dilakukan penulis selama proses penelitian berlangsung. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dengan pahala yang berlipat ganda, Amin. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Gizi Masyarakat.
Bogor, Juli 2011
Ummi Rufaizah
DAFTAR ISI Halaman PRAKATA ...................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 Tujuan ....................................................................................................... 3 Kegunaan ................................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4 Sorghum .................................................................................................... 4 Snack Bar .................................................................................................. 8 Serat Pangan.. .......................................................................................... 10 Bioavailabilitas zat besi ............................................................................ 13 Remaja Puteri .......................................................................................... 16 METODE ........................................................................................................ 18 Waktu dan Tempat ................................................................................... 18 Bahan dan Alat ......................................................................................... 18 Prosedur Penelitian ................................................................................... 19 Rancangan Percobaan ............................................................................. 26 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................. 26 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 27 Tepung Sorghum ........................................................................................... 27 Sifat fisik tepung sorghum......................................................................... 27 Densitas Kamba............................................................................... 27 Derajat Putih ................................................................................... 28 Nilai pH ............................................................................................. 28 Sifat Fungsional Tepung Sorghum ........................................................... 28 Daya Serap Air ................................................................................ 28 Daya Serap Minyak ......................................................................... 29 Sifat Kimia Tepung Sorghum ................................................................... 29 Kadar Air .......................................................................................... 30 Kadar Abu ....................................................................................... 30 Kadar Lemak .................................................................................... 30 Kadar Protein ................................................................................... 30 Kadar Karbohidrat ........................................................................... 31 Serat Pangan ................................................................................... 31 Kadar Fe ......................................................................................... 31 Penetapan Formula Snack Bar .................................................................... 32
iii
Penetapan Formula Snack bar dengan Berbagai Proporsi Tepung Terigu dan Tepung Sorghum (Tahap I) .................................................... 32 Penetapan Formula Adonan, Jenis dan Jumlah Isi (Tahap II) ................ 34 Snack Bar ...................................................................................................... 36 Sifat Kimia Snack Bar ............................................................................... 36 Kadar Air .......................................................................................... 36 Kadar Abu ....................................................................................... 37 Kadar Protein ................................................................................... 38 Kadar Lemak ................................................................................... 38 Kadar Karbohidrat ............................................................................ 39 Serat Pangan ................................................................................... 39 Kadar Fe .......................................................................................... 41 Sifat Organoleptik Snack Bar.................................................................... 42 Warna ............................................................................................... 42 Tekstur ............................................................................................ 44 Aroma ............................................................................................... 45 Rasa ................................................................................................ 47 Keseluruhan .................................................................................... 48 Sifat Bioavailabilitas Zat Besi .................................................................... 49 Kontribusi Zat Gizi Snack Bar Formula Terpilih Terhadap Acuan Label Gizi Kelompok Konsumen Umum ................................................... 50 Analisis Biaya Pembuatan Snack Bar ...................................................... 52 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 53 Kesimpulan................................................................................................ 53 Saran ......................................................................................................... 54 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 55 LAMPIRAN ...................................................................................................... 60
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Kandungan gizi tepung sorghum dan jenis serealia lain ............................... 6 2. Skala penilaian uji mutu hedonik ................................................................... 21 3. Sifat fisik tepung sorghum dan pembandingnya ........................................... 27 4. Sifat fungsional tepung sorghum dan pembandingnya ................................. 28 5. Sifat kimia tepung sorghum pembandingnya ................................................. 29 6. Formula snack bar sorghum tahap I .............................................................. 32 7. Formula adonan snack bar sorghum dan kandungan gizinya ....................... 35 8. Formula snack bar sorghum yang digunakan dalam penelitian lanjutan ...... 36 9. Kandungan kimia gizi per 100 g formula snack bar dan produk komersil .............................................................................................. 37 10. Data rata-rata uji hedonik snack bar............................................................... 42 11. Nutrition facts snack bar sorghum formula 4 .................................................. 51
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Tanaman shorgum (Soeranto 2010) .............................................................. 4 2. Penampang membujur biji sorghum (Hubeis 1984) ...................................... 5 3. Snack bar (Novita 2010) ................................................................................. 9 4. Tahap pembuatan snack bar (modifikasi Workman 2006) ............................ 20 5. Prosedur Analisis Bioavailabilitas zat besi ..................................................... 22 6. Skema penelitian ............................................................................................ 25 7. Tepung shorgum............................................................................................. 27 8. Hasil organoleptik panelis terbatas ................................................................ 33 9. Produk snack bar yang dihasilkan ................................................................. 34 10. Data rata-rata skor mutu hedonik warna ..................................................... 44 11. Data rata-rata skor mutu hedonik tekstur..................................................... 45 12. Data rata-rata skor mutu hedonik aroma ..................................................... 46 13. Data rata-rata skor mutu hedonik rasa ........................................................ 48 14. Data rata-rata skor hedonik keseluruhan ..................................................... 49 15. Produk snack bar terpilih formula 4.............................................................. 49
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Prosedur analisis sifat fisik ............................................................................. 61 2. Prosedur analisis sifat fungsional .................................................................. 62 3. Prosedur analisis kimia ................................................................................. 63 4. Lembar uji organoleptik snack bar sorghum ............................................... 69 5. Gambar bahan dan analisis snack bar .......................................................... 72 6. Hasil analisis fisik dan fungsional tepung sorghum ....................................... 73 7. Hasil Analisis Kimia snack bar sorghum ........................................................ 74 8. Uji sidik ragam analisis kimia snack bar sorghum ......................................... 77 9. Sidik ragam hedonik dan mutu hedonik snack bar sorghum ......................... 78 10. Analisis biaya snack bar sorghum................................................................ 79
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kebiasaan para remaja adalah mengkonsumsi jajanan yang tinggi lemak dan rendah serat. Menurut Barasi (2007), banyak remaja putri merasa tidak puas dengan bentuk tubuhnya, sehingga berusaha memperbaikinya dalam berdiet setiap saat, 30% remaja putri berdiet secara aktif. Selain masalah pola makan yang tidak sehat pada remaja, terdapat juga masalah anemia pada remaja. Menurut Riskesdas (2007), prevalensi anemia pada remaja indonesia dengan kisaran umur 16-24 tahun adalah sebanyak 6,9%. Jenis anemia pada wanita umumnya anemia mikrositik-hipokromik, yaitu anemia karena kekurangan zat besi. Pada wanita dewasa prevalensi anemia mikrositik-hipokromik sebesar 59,9%. Fungsi dari konsumsi zat besi menurut Barasi (2007), untuk transpor oksigen dalam molekul hemoglobin, untuk menyediakan oksigen bagi otot, dan bekerja dalam sistem imun tubuh. Zat besi dalam pangan terdiri dari besi heme dan besi non heme. Besi heme berasal dari pangan hewani sedangkan zat besi non heme berasal dari makanan nabati diantaranya serealia dan kacang-kacangan. Remaja di Amerika Serikat sebanyak 87-88% yang berusia 12-18 tahun mengkonsumsi setidaknya satu snack per hari (12-14 asupan kalori), dengan kontribusi makanan ringan sekitar 25% setiap hari. Hasil penelitian menunjukkan remaja wanita lebih sering ngemil dibandingkan pria. Akibatnya, dengan ngemil dapat membuat para remaja kelebihan berat badan dan obesitas (Savige et al 2007). Kebiasaan ngemil yang baik pada remaja agar tidak menyebabkan kelebihan berat badan, adalah dengan memilih jenis camilan yang bergizi dan mengandung serat yang tinggi. Serat pangan merupakan zat gizi penting yang kurang diperhatikan konsumsinya. Kebutuhan serat pada masyarakat Indonesia menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), adalah sebanyak 19-30 gr/kap/hari dengan perbandingan serat pangan tidak larut dan serat pangan larut 3:1. Buah dan sayuran merupakan sumber serat pangan yang masih kurang dikonsumsi. Menurut Riskesdas (2007), kurangnya konsumsi buah dan sayuran pada usia remaja (umur 15-24 tahun) sekitar 93,8% artinya, konsumsi serat pada usia remaja masih sangat
2
sedikit jumlahnya dalam sehari. Rekomendasi konsumsi serat : 10-13 g/1000 kkal, sehingga untuk konsumsi sekitar 2100 kkal dibutuhkan serat sebesar 25 g serat per orang per hari (Hartoyo 2008). Sorghum (Sorghum bicolor L moench) merupakan bahan pangan alternatif yang menempati urutan keempat setelah beras, jagung dan gandum bagi penduduk di benua Asia dan Afrika, dan menempati urutan serealia kelima terpenting sebagai bahan pangan manusia yang dikonsumsi oleh lebih dari 500 juta orang di lebih dari 30 negara. Peranan sorghum sebagai pangan alternatif pada saat ini belum tergali sepenuhnya dan masih terbatas pada peranannya sebagai alternatif sumber karbohidrat lokal (Susilowati 2010). Sorghum adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia. Tanaman sorghum telah lama dan banyak dikenal oleh petani Indonesia khususnya di daerah Jawa, NTB dan NTT. Di Indramayu dan daerah-daerah di Indonesia bagian timur sorghum ditanam selama 100-110 hari. Sorghum di Indonesia memiliki produktivitas tinggi dengan rata-rata 5-7 ton/panen/ha, lebih tinggi dari pada padi, gandum, dan jagung. Bahkan, produktivitasnya bisa mencapai 11 ton per ha (Soeranto 2010). Snack bar merupakan salah satu makanan ringan berbentuk balok atau batang dan umumnya dikonsumsi sebagai camilan atau kudapan. Menurut Budiman (2009) snack berupa energi bar sudah banyak dijual di pasar swalayan merupakan jenis snack sehat yang banyak mengandung energi, protein dan serat. Klaim tinggi serat, hanya boleh digunakan untuk produk yang paling tidak mengandung serat 5 gram per 100 gram (padat) atau 100 ml cairan (Hariyadi 2005). Klaim high vitamin dan mineral adalah sebanyak 15% dari NRV per 100 g dapat diklaim sebagai source vitamin (Blanchfield 2000). Produk snack bar di Indonesia belum banyak dikenal oleh masyarakat karena masih kurangnya variasi produk yang diproduksi dan dijual. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik mengembangkan produk dengan memanfaatkan tepung sorghum pada snack bar tinggi serat dan merupakan sumber zat besi untuk remaja putri. Formula yang dibuat akan ditambah kismis sehingga dihasilkan snack bar yang memiliki cita rasa yang enak dan disukai oleh konsumen. Terdapat empat
3
formula yang dihasilkan, dengan variasi buah dan jumlah adonan yang berbeda, kemudian dipilih formula yang paling banyak disukai oleh panelis. Tujuan Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan tepung sorghum pada pembuatan snack bar tinggi serat dan sumber zat besi untuk remaja puteri. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mempelajari sifat fisik (densitas kamba, nilai pH dan derajat putih), sifat fungsional (daya serap air, dan daya serap minyak), dan sifat kimia (kadar air, kadar abu, protein, lemak, serat, kadar Fe dan bioavailabilitas Fe) dari tepung sorghum (Sorghum bicolor L moench). 2. Menentukan prosedur dan formula pembuatan snack bar sorghum (Sorghum bicolor L moench) yang menghasilkan produk terbaik. 3. Mempelajari sifat kimia (kadar air, kadar abu, protein, lemak, serat, kadar Fe) dari formula produk snack bar sorghum (Sorghum bicolor L moench) dan bioavailabilitas Fe pada formula snack bar terpilih. 4. Mengetahui sifat organoleptik produk snack bar sorghum (Sorghum bicolor L moench) yang dihasilkan. 5. Menilai kontribusi zat gizi snack bar sorghum (Sorghum bicolor L moench) produk terpilih terhadap kebutuhan serat dan zat besi.
Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkenalkan snack bar tinggi serat dan sumber zat besi yang terbuat dari tepung sorghum kepada masyarakat. Selain dapat diterima juga kandungan serat dan zat besi yang baik untuk kesehatan sehingga dapat dijadikan alternatif makanan selingan bagi remaja yang sering mengkonsumsi camilan namun tidak membuat gemuk. Produk ini diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan gizi, serat, zat besi harian, serta meningkatkan nilai ekonomis sorghum yang masih kurang pemanfaatannya sebagai bahan pangan yang belum banyak digunakan pada pembuatan produk pangan.
TINJAUAN PUSTAKA Sorghum Sorghum manis (Sorghum bicolor L. moench) mempunyai bentuk biji yang lebih kecil dari jenis sorghum biji, yaitu sekamnya panjang dan dengan warna biji yang putih dan coklat. Sorghum ini telah dimanfaatkan sebagai makanan ternak, sirup, gula, pengental, dan alkohol. Sorghum sebagai bahan pangan telah dimanfaatkan untuk makanan pokok (beras sorghum) di daerah tertentu (Pulau Jawa), campuran pembuatan makanan selingan (kue, biskuit dan roti) dan makanan lainnya seperti tape. Sorghum sebagai produk pangan telah diolah lebih lanjut dengan cara giling kering menjadi beras sorghum dan tepung, dengan giling basah mendapatkan pati, dan dekstrose (Hubeis 1984). Sorghum (Sorghum bicolor L. moench) termasuk ke dalam famili gramineae dan sub famili panicoideae berasal dari Afrika. Tanaman ini mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1925. Sorghum dikenal di Indonesia dengan nama yang berbeda-beda, seperti cantel di Jawa Tengah dan Jawa Timur, jagung cantrik di Jawa Barat dan batara tojeng di Sulawesi Selatan. Sorghum mulai berkembang baik sejak tahun 1973, terutama di Demak, Kudus, Grobogan, Purwodadi, Lamongan, dan Bojonegoro (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Tanaman sorghum dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman sorghum (Soeranto 2010) Kulit biji sorghum ada yang putih, merah, atau coklat. Sorgum putih disebut sorghum kafir dan yang berwarna merah atau cokelat biasanya termasuk varietas
5
feterita. Biji sorghum yang berwarna putih atau lebih terang akan menghasilkan tepung sorghum yang berwarna lebih putih, dan tepung ini cocok digunakan untuk berbagai jenis makanan. Biji sorghum yang berwarna lebih gelap akan menghasilkan tepung yang berwarna lebih gelap dengan rasa yang pahit. Tepung jenis ini tidak cocok untuk bahan pangan, akan tetapi lebih cocok untuk bahan dasar pembuatan minuman (Mudjisihono 1990). Pada umumnya biji sorgum berbentuk bulat dengan ukuran biji kira-kira 4 x 2,5 x 3,5 mm. Berat biji bervariasi antara 8 mg-50 mg, rata-rata berat 28 mg. Berdasarkan ukurannya sorghum dibagi atas : sorghum biji kecil (8-10 mg), sorghum biji sedang ( 12-24 mg), dan sorghum biji besar (25-35 mg). Warna biji ini merupakan salah satu kriteria menentukan kegunaannya. Varietas yang berwarna lebih terang akan menghasilkan tepung yang lebih putih dan tepung ini cocok untuk digunakan sebagai makanan lunak, roti dan lain-lainnya (Laimeheriwa 1990). Gambar penampang membujur biji sorghum dapat dilihat pada Gambar 2.
Keterangan: P =Perikar TE=Testa AL=Aleuron E =Endosperma PE=Peripheral endosperm FE=Floury endosperm HE=Horny endosperm GE=Germ (lembaga) HL=Hilar layer
Gambar 2. Penampang membujur biji sorghum (Hubeis 1984) Menurut Suprapto dan Mudjisihono (1987), hasil analisis kimia biji utuh sorghum memiliki kandungan pati sebesar 73,8 %, protein 12,3 %, lemak 3,6 %, abu 1,65 %, dan serat pangan sebanyak 2,2 %. Sorghum memiliki sifat fisik dengan panjang 3-15 mm, lebar 2,5-4,5 mm, dan berat 23 mg/biji (Muchtadi dan Sugiono
6
1989). Menurut Suarni (2004), biji sorghum dapat diolah menjadi tepung dan bermanfaat sebagai bahan substitusi terigu. Menurut Leder (2004), sorghum merupakan sumber serat pangan yang baik, terutama serat pangan tidak larut sebanyak 86,2%. Sorghum juga mengandung senyawa anti nutrisi, terutama tanin yang menyebabkan rasa sepat sehingga tidak sukai konsumen (Suarni 2004). Kulit biji sorghum yang berwarna coklat dapat diartikan sebagai sorghum berkadar tanin tinggi. Tanin dalam biji sorghum dapat bertindak sebagai zat anti nutrisi serta dapat menimbulkan rasa pahit pada produk yang dihasilkan. Oleh karena itu selama pengolahan bijinya, senyawa tanin ini perlu dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali (Mudjisihono 1990). Menurut Suprapto dan Mudjisihono (1987), adanya tanin dalam biji sorghum telah lama diketahui dapat mempengaruhi fungsi asam-asam amino dan kegunaan dari protein. Tanin merupakan senyawa kimia yang termasuk golongan senyawa polifenol. Dalam biji sorghum senyawa ini terletak dalam lapisan kulit biji, terutama dalam lapisan perikarp dan lapisan testa. Kadar tanin dalam biji sorghum berkisar antara 0,4-3,6 persen yang sebagian besar terdapat dalam lapisan testa. Sorghum merupakan jenis serealia yang bebas gluten sehingga baik untuk penderita penyakit celiac (suatu penyakit yang harus mengkonsumsi makanan bebas
gluten).
Sorghum
juga
merupakan
sumber
potensial
penting
dari
nutraceuticals fenolat dan antioksidan sebagai penurun kolesterol (Taylor et al 2006). Kandungan gizi sorghum dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Kandungan gizi tepung sorghum dan jenis serealia lain
Sorghum
Kalori (kal) 339
Protein (g) 11,3
Dalam 100 g bahan pangan Lemak KH Serat Ca (g) (g) (%) (mg) 3,3 74,6 6,3 28
P (mg) 350
Fe (mg) 4,4
Terigu
364
10,3
1,0
76,3
2,7
15
108
4,6
Beras
130
2,7
0,3
77,1
0,4
10
43
1,2
Jagung
365
9,4
4,7
74,3
7,3
7
210
2,7
Bahan pangan
Sumber: USDA, 2009 Data diatas menunjukkan bahwa keistimewaan tepung sorghum memiliki nilai protein yang paling tinggi diantara jenis pangan serealia lain. Selain itu, sorghum juga memiliki kadar serat pangan dan kadar zat besi (Fe) yang tinggi.
7
Beberapa pemanfaatan tepung sorghum dalam olahan pangan dengan substitusi tepung terigu diantaranya untuk cookies 50-75%, cake 30-50%, roti 2025%, mie 15-20% (Suarni 2004), dan pembuatan wafel 30% tepung sorghum disubstitusi dengan 70% tepung terigu dihasilkan seperti wafel 100% terigu (Dewi 2000). Sorghum jenis ketan biasanya dimanfaatkan menjadi makanan tradisional seperti tape, jadah, wajik, lemper, dan rengginang (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Teknologi pengolahan sorghum cukup sederhana, murah, dan mudah dilakukan baik oleh industri skala rumah tangga maupun industri kecil. Untuk meningkatkan kegunaan sorghum sebagai sumber pangan, perlu diketahui batas maksimal penambahan tepung sorghum ke dalam adonan, sehingga masih dapat menghasilkan produk olahan dengan kualitas baik. Pada produk yang dihasilkan dari substitusi tepung sorghum dan terigu dihasilkan warna olahan yang tidak sukai oleh konsumen (Suarni 2004). Pati dalam biji sorghum sekitar 83% terdapat dalam endosperm, 13,4% dalam lembaga dan 34,6% dalam kulit biji. Sorghum dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu jenis ketan dan jenis beras. Kadar amilosa jenis beras rata-rata 25%, sedangkan untuk jenis ketan sekitar 2% (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Kandungan pati sorghum berbanding terbalik dengan kandungan proteinnya, artinya jika kandungan proteinnya tinggi maka kandungan patinya rendah. Pati sorghum mengandung sekitar 20-30% amilosa dan 70-80% amilopektin (Muchtadi et al 1988). Kadar amilosa tepung sorghum lebih rendah dibandingkan terigu, sehingga makin tinggi tingkat substitusi makin rendah kandungan amilosa tepung campuran. Konsistensi gel tepung sorghum lebih rendah dibandingkan tepung terigu. Oleh karena itu, makin tinggi penambahan tepung sorghum, konsistensi gel adonan semakin rendah atau adonan mengeras (Suarni 2004). Protein dalam biji sorgum dapat dibagi menjadi dua golongan pokok, yaitu protein yang berada dalam lembaga dan protein yang tersimpan dalam endosperm. Senyawa protein pada sorghum banyak terdapat pada lapisan atas endosperm atau di bawah kulit biji. Kandungan asam-asam amino tertentu seperti lisin, triptofan, dan treonin dalam protein sorghum rendah. Seperti dalam biji-bijiannya, protein dalam biji sorghum dapat dicirikan menjadi tiga jenis yaitu albumin, globulin, dan prolamin (Suprapto dan Mudjisihono 1987).
8
Lemak dalam biji sorghum rata-rata 3,6%, pada sekam 4,9%, endosperm 0,63% dan lembaga 18,9% dari berat biji. Distribusi asam-asam lemak dalam biji sorghum meliputi asam lemak utama seperti palmitat 11-13%, asam oleat 30-45%, dan asam linoleat 33-49%. Lemak dalam biji sorghum sangat berguna bagi hewan dan manusia, tetapi dapat menyebabkan bau yang tidak enak dan ketengikan dalam produk bahan makanan (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Snack bar Selain dari makanan pokok, ketersediaan zat-zat gizi juga bisa berasal dari makanan kudapan, selingan, atau camilan (snack). Camilan biasanya dikonsumsi di antara dua waktu makanan utama, yaitu antara makan pagi dan makan siang atau antara makan siang dan makan malam. Snack bisa berupa makanan tradisional buatan sendiri atau makanan modern hasil kreasi industri pangan. Snack tradisional misalnya pisang goreng, lemper, risoles, dan getuk. Namun dewasa ini semakin banyak orang yang menjatuhkan pilihan pada snack produksi industri pangan yang tersedia secara luas di pasar (Astawan 2010). Snack yang sehat tidak hanya kaya akan energi, tapi sebaiknya juga mengandung protein, aneka vitamin, aneka mineral, serat pangan, dan komponen bioaktif
pendongkrak
kesehatan.
Selain
itu,
hindari membeli
snack
yang
mengandung bahan tambahan pangan (food additives), seperti pemanis, pewarna, dan pengawet yang tidak sesuai aturan (Astawan 2010). Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama dan umumnya sudah merupakan bagian yang tidak ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada kalangan anak-anak dan remaja (Muchtadi et al 1988). Menurut Matz (1977) produk makanan ringan dibagi ke dalam beberapa kategori, diantaranya snack berbasis popcorn, keripik yang dibuat dari adonan, snack yang mengembang, snack gurih panggang, snack manis panggang, snack berbasisi kacang-kacangan, keripik kentang, snack berbasis daging-dagingan, snack berbasis buah-buahan dan snack jenis lainnya. Snack campuran kacang dan buah-buahan kering yang saat ini populer di berbagai negara adalah yang berbentuk bar, lazim disebut snack bar (Astawan 2010). Jenis sebutan snack bar lain adalah granola bar, energi bar, protein bar, muesli bar. Muesli bar adalah camilan ringan yang terbuat dari kacang-kacangan
9
atau buah-buahan kering dengan bentuk dan ukuran yang beragam. Makanan jenis ini sebaiknya dari buah-buahan yang sudah dipanggang. Pada umumnya memiliki ukuran yang kecil, karena kandungan kalorinya kurang dari 600kJ, lemaknya kurang dari 5 gram, dan gulanya kurang dari 9 gram (Achmad 2010). Meski dulunya dikenal sebagai makanan para atlet snack bar ini lebih dikenal dengan nama energi bar dan kini banyak disantap oleh orang biasa. Beragam jenis energi bar dijual di pasar telah diperkaya oleh vitamin dan mineral, sehingga tidak mengherankan, banyak orang memanfaatkannya sebagai makanan diet, bahkan pengganti makan siang dan makan malam. Selain kaya gizi, variasi cita rasa, energi bar yang manis legit juga sukses menjadikan jenis makanan ini diminati sebagai kudapan di sela-sela waktu makan. Cukup makan satu batang, perut sudah kenyang dan kebutuhan gizi sepanjang hari terpenuhi (Novita 2010). Energi bar diciptakan awal tahun 1980-an oleh Brian Maxwel, seorang pelari maraton olimpiade, dan istrinya Jennifer, seorang ahli nutrisi. Setelah melakukan sejumlah percobaan dengan menggunakan bahan-bahan alami, keduanya berhasil menciptakan makanan sederhana yang kaya gizi dan mampu menyediakan energi tinggi sehingga dapat meningkatkan performa di lapangan. Singkat kata, makanan yang diberi nama power bar ini populer di kalangan atlet, terutama mereka yang hendak bertanding. Power Bar yang diciptakan Maxwel adalah solusi yang mereka cari. Sejak itu, berbagai produsen makanan berlomba-lomba menciptakan energi bar dalam berbagai varian rasa dan kandungan nutrisi (Novita 2010). Komposisi sepotong energi bar terdiri dari bahan dasar gandum, beras, madu, serta buah-buahan kering yang merupakan jenis karbohidrat kompleks, sehingga mampu menghasilkan kalori cukup besar dan tahan lama (Novita 2010). Snack bar dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Snack bar (Novita 2010)
10
Umumnya, energi bar terdiri dari 70% karbohidrat, 20% protein, dan 10% atau kurang kandungan lemak. Dalam perkembangannya, energi bar kini diperkaya (difortifikasi) berbagai jenis vitamin dan mineral. Jenis mineral yang ditambahkan umumnya kalsium, magnesium, atau zat besi. Dengan tujuan menambah cita rasa, energi bar dibubuhi gula ataupun pemanis buatan, serta bahan pengaya rasa, seperti cokelat dan kayu manis. Supaya tidak membosankan, energi bar kini tampil dalam aneka cita rasa. Misalnya, rasa pisang almond, cokelat mint, pai apel, mentega kacang, dan buah beri (Novita 2010). Energi bar dikonsumsi untuk memperoleh asupan energi sebagai bahan bakar untuk beraktivitas. Jadi, kandungan karbohidrat atau lemak di dalamnya mesti cukup tinggi. Karena itu, semestinya di dalam kemasan energi bar tertera kandungan karbohidrat 50%-60%, protein 10%-15%, dan kandungan serat pangan 25%-30%. Komposisi tersebut didasari oleh konsep gizi seimbang. Saat ini banyak orang salah kaprah mengartikan segala bentuk makanan sehat dalam kemasan sebagai energi bar. Padahal, berdasarkan komposisi zat gizi di dalamnya, makanan sehat itu ada yang disebut sebagai energi bar, protein bar, atau diet bar (Novita 2010). Diet bar kandungan gizi yang paling tinggi di dalamnya adalah serat pangan. Itu sebabnya, diet bar tidak cocok dikonsumsi untuk tujuan menambah tenaga. Sebaiknya memilih makanan sehat sebagai kudapan, yaitu diet bar yang kaya serat pangan. Energi bar boleh dikonsumsi sebagai pengganti makan siang atau makan malam, asalkan jumlah kalorinya tepat. Rata-rata, seseorang membutuhkan 300-600 kalori untuk makan siang, sesuai dengan berat badan dan jenis aktivitasnya. Jika sepotong energi bar mengandung 200 kalori, maka butuh dua potong supaya bisa memenuhi jumlah kalori yang diperlukan (Novita 2010). Serat Pangan Serat pangan adalah kelompok polisakarida dan polimer lain yang tidak dapat dihidrolisis oleh sistem gastrointestinal (enzim pencernaan) bagian atas tubuh manusia. Serat pangan digolongkan menjadi dua yaitu serat pangan larut dan serat pangan tidak larut. Serat pangan larut terdiri atas gum, pektin, dan sebagian kecil hemiselulosa larut. Serat pangan tidak larut terdiri atas selulosa, lignin, sebagian besar hemiselulosa, sejumlah kecil kutin dan lilin tanaman, serta senyawa pektat
11
yang tidak larut (Hartoyo 2008). Serat yang larut air bermanfaat untuk menurunkan kadar kolesterol, penurunan penyerapan glukosa, mengurangi penyakit jantung dan diabetes. Serat tidak larut berfungsi menjaga keseimbangan flora usus, mencegah konstipasi dan kanker usus besar (Jahari dan Sumarno 2002) Rekomendasi konsumsi serat pangan : 10-13 g/1000 kkal, sehingga untuk konsumsi sekitar 2100 kkal dibutuhkan serat pangan sebesar 25 g serat per orang per hari. Serat pangan ini dapat diperoleh dari sayuran, buah-buahan, serealia, bijibijian, aditif pangan dan suplemen pangan (Hartoyo 2008). Menurut Koeswara (2010) jumlah serat pangan yang harus dikonsumsi oleh orang dewasa adalah 20– 35 g/hari atau 10–15 g/1000 kkal. Kebutuhan serat pangan pada masyarakat Indonesia menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), adalah sebanyak 19-30 gr/kap/hari. Efek fisiologis dari serat pangan diantaranya : meningkatkan sifat kamba dari feses, meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek, menurunkan kolesterol, trigliserida dan glukosa darah. Potensial efek serat pangan dalam pencegahan penyakit diantaranya : penyakit jantung koroner, resiko kanker, osteoporosis, diabetes melitus, divertikulosis, dan mencegah konstipasi (Hartoyo 2008). Serat pangan sering dibedakan atas kelarutannya dalam air. Serat pangan total (TDF atau Total Dietary Fiber) terdiri atas komponen serat pangan larut air (Soluble Dietary Fiber atau SDF) dan serat pangan tidak larut air (Insoluble Dietary Fiber atau IDF). SDF adalah serat pangan yang dapat larut dalam air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air : etanol dengan perbandingan 1:4. IDF diartikan sebagai serat pangan yang tidak larut dalam air panas atau dingin. Serat pangan yang tidak larut dalam air adalah komponen struktural tanaman, sedangkan yang larut adalah non komponen struktural. Serat pangan yang tidak larut dalam air banyak terdapat pada kulit gandum, biji-bijian, sayuran dan kacang-kacangan. Serat pangan yang larut dalam air biasanya berupa gum dan pectin (Koeswara 2010). Serat pangan tidak larut (IDF) bermanfaat dalam mengatasi sembelit, mencegah kanker terutama kanker kolon dan mengontrol berat badan. Kanker usus besar (kolon) disebabkan oleh kontak sel-sel mukosa usus besar dengan zat-zat karsinogen, terutama jika kontak tersebut terjadi dalam waktu yang lama dengan konsentrasi senyawa karsinogen yang tinggi. Senyawa karsinogen berasal dari makanan yang mengandung prekursor. Pada sistem pencernaan, senyawa
12
prekursor dapat dirubah menjadi senyawa-senyawa karsinogen oleh enzim pencernaan dan aktivitas flora usus. Kontak senyawa karsinogen dengan sel usus, dapat merubah sel-sel usus menjadi sel-sel kanker (Koeswara 2010). Bila orang mengkonsumsi sedikit makanan yang berserat, maka feses yang terbentuk dalam usus besarnya kecil-kecil dan teksturnya keras. Bentuk feses semacam ini, menyebabkan konsentrasi zat karsinogenik yang mungkin ada di dalamnya pekat (konsentrasi tinggi), sedangkan bentuk feses yang kecil dengan tekstur yang keras menyebabkan transit makanan (waktu yang dibutuhkan sejak di makan sampai di buang menjadi feses) menjadi lama. Akibatnya di dinding usus besar yang dapat menyebabkan terbentuknya sel-sel kanker (Koeswara 2010). Serat pangan mempunyai daya serap air yang tinggi. Adanya serat makanan dalam feses menyebabkan feses dapat menyerap air yang banyak sehingga volumenya menjadi besar dan teksturnya menjadi lunak. Volume feses yang besar dengan tekstur lunak dapat mengencerkan senyawa karsinogen yang terkandung di dalamnya, sehingga konsentrasinya jauh lebih rendah. Dengan demikian akan terjadi kontak antara zat karsinogenik dengan konsentrasi yang rendah dengan usus besar, dan kontak ini pun terjadi dalam waktu yang lebih sing kat, sehingga tidak memungkinkan terbentuknya sel-sel kanker (Koeswara 2010). Klaim high fiber, hanya boleh digunakan untuk produk yang paling tidak mengandung serat makanan 5 gram per 100 gram (padat) atau 100 ml (cairan) dan memenuhi persyaratan sebagai produk pangan low fat, atau kandungan lemaknya dinyatakan berdampingan dengan klaim kaya serat pangan. Istilah good source of fiber menyatakan bahwa produk tersebut paling tidak mengandung mengandung serat pangan 2,5-4,9 gram per penyajian. Jika kita melihat istilah more atau added fiber, maka paling tidak produk tersebut mengandung mengandung serat pangan 2,5 gram per penyajian (Hariyadi 2005). Sumber serat pangan didapatkan dari berbagai golongan bahan pangan, namun terdapat lima golongan bahan pangan yang memberikan sumbangan serat pangan yang signifikan yaitu sesuai urutannya : 1. Serealia, 2. Buah, 3. Sayuran, 4. Kacang-kacangan, 5. Buah-buahan. Di Kota, di Indonesia sumbangan serat pangan dari kelima golongan tersebut sebesar 94,9% dari rata-rata konsumsi serat pangan di Kota, sedangkan di Desa 91,6% dari rata-rata konsumsi serat pangan di Desa. Persentase sumbangan serat pangan, golongan serealia merupakan penyumbang
13
terbesar serat pangan yaitu sekitar sepertiga (36,2%) dari konsumsi serat, sedangkan dari bahan pangan lainnya menyumbang antara 10%-17% atau sekitar separuh dari sumbangan yang diberikan oleh serealia (Jahari dan Sumarno 2002). Bioavailabilitas Zat Besi Bioavailabilitas zat besi didefinisikan sebagai jumlah zat besi dari bahan pangan yang ditransfer dari lumen usus ke dalam darah. Bioavailabilitas zat besi sangat terkait dengan proses absorpsi zat besi dalam usus halus sehingga istilah bioavailibilitas zat besi dapat disamakan dengan absorpsi dalam usus (Latunde dan Neale 1986). Metode dapat dilakukan secara in vitro maupun in vivo. Metode in vitro dilakukan berdasarkan sistim pencernaan secara enzimatis (Palupi et al 2010). Metode in vitro untuk menentukan ketersediaan zat besi merupakan metode yang sederhana, cepat dan tidak memerlukan biaya mahal. Metode tersebut dilakukan dengan mencontoh proses pencernaan yang terjadi dalam gastrointestinal menggunakan enzim yang tersedia secara komersial (Muchtadi et al 1992). Pengukuran bioavailabilitas zat besi secara in vitro dapat dinilai sebagai zat besi yang terionisasi terlarut dan terdialisis. Pengukuran secara in vitro ini merupakan simulasi dari kondisi fisiologis pencernaan dengan menggunakan enzim pepsin dan pankreatin, dengan prinsip dialisis yaitu dengan pemisahan molekul terlarut berdasarkan berat molekulnya secara difusi (Latunde dan Neale 1986). Kecukupan zat besi remaja putri dengan kisaran usia 10-19 tahun, menurut Angka Kecukupan Gizi orang Indonesia (AKG 2005) adalah 26 mg. Zat besi dalam tubuh merupakan bagian dari hemoglobin yang berfungsi sebagai pembawa oksigen dalam darah. Untuk memelihara keseimbangan hemoglobin dalam darah terdapat feritin dan hemosiderin sebagai tempat penyimpanan zat besi. Apabila konsumsi zat besi dari bahan pangan tidak cukup, maka zat besi dari feritin dan hemosiderin dimobilisasi untuk mempertahankan hemoglobin dalam keadaan normal. Feritin dan hemosiderin banyak ditemukan dalam organ hati, limfa dan sumsum tulang belakang (Palupi et al 2010). Menurut Muchtadi et al (1992), zat besi dalam bahan pangan diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu heme dan non heme. Kecepatan penyerapan zat besi oleh tubuh lebih tinggi dibandingkan zat besi non heme. Namun demikian sebagian besar bahan pangan mengandung zat besi non heme, oleh karena itu bentuk non
14
heme menyumbang kebutuhan zat besi tubuh dalam jumlah yang relatif lebih banyak. Sehubungan dengan ketersediaan zat besi secara biologis, terdapat beberapa faktor pendorong dan penghambat penyerapan zat besi di dalam tubuh (Palupi et al 2010). Menurut Latunde dan Neale (1986), faktor yang mempengaruhi ketersediaan biologis zat besi dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu faktor endogen (kondisi tubuh) dan faktor eksogen (zat makanan). Faktor endogen yaitu : kebutuhan tubuh, dan sekresi saluran cerna. Faktor eksogen meliputi berbagai komponen bahan pangan yang berinteraksi dalam pelepasan zat besi, yaitu : kandungan zat besi bahan pangan, bentuk zat besi dalam bahan pangan, faktor pendorong dan faktor penghambat absorpsi besi yang berasal dari bahan makanan. Faktor-faktor pendorong penyerapan zat besi adalah asam askorbat dan suatu senyawa yang belum teridentifikasi namun terdapat di dalam daging, ikan dan unggas. Selain itu asam-asam organik juga dapat meningkatkan penyerapan zat besi, diantaranya adalah: asam malat, sitrat, suksinat, laktat dan tartarat. Sebagai bahan pereduksi, asam askorbat akan melindungi zat besi dari pembentukan ferihidroksida yang bersifat tidak larut. Selain itu juga dapat membentuk kelat Feaskorbat yang bersifat tetap larut meskipun terjadi peningkatan pH dalam sistem pencernaan usus halus (Palupi et al 2010). Pengaruh asam askorbat dalam memperkuat penyerapan zat besi hanya terjadi apabila dikonsumsi bersama-sama dalam bahan pangan. Pemberian asam askorbat 4-6 jam setelah mengonsumsi bahan pangan tidak akan berpengaruh terhadap penyerapan zat besi. Sebaliknya, asam askorbat yang dikonsumsi bersama-sama dalam bahan pangan akan meningkatkan penyerapan sebesar 3-6 kali. Asam askorbat yang telah teroksidasi hampir tidak berpengaruh dalam memperkuat penyerapan zat besi. Selain itu, terdapat faktor dalam daging, ikan dan unggas (meat fish poultry (MFP) factor) yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi (Palupi et al 2010). Meat faktor berperan dalam meningkatkan penyerapan zat besi bentuk heme maupun non heme (Muchtadi et al 1992). Hal tersebut diduga karena faktor MFP akan bereaksi dengan senyawa-senyawa yang dapat menghambat penyerapan zat besi, seperti fitat dan ion-ion hidroksil (Palupi et al 2010).
15
Senyawa-senyawa yang termasuk sebagai inhibitor penyerapan zat besi antara lain tanin, fitat, polifenol, oksalat dan serat pangan (Palupi et al
2010)
(Latunde dan Neale 1986). Tanin yang banyak terdapat di dalam teh merupakan inhibitor potensial karena dapat mengikat zat besi secara kuat membentuk Fe-tanat yang bersifat tidak larut. Fitat pada kulit serealia diketahui dapat menghambat penyerapan zat besi. Penghilangan fitat dalam bahan pangan dapat meningkatkan penyerapan zat besi hingga 3 kali. (Palupi et al 2010). Selain itu, serat pangan juga dapat menghalangi penyerapan zat besi dengan beberapa mineral lainnya. Menurut Yuanita (2008) bahwa diet tinggi serat pangan
memberi
efek
fisilogis
yang
positif,
namun
juga
menyebabkan
ketidaktersediaan mineral Fe terutama disebabkan karena kemampuan serat pangan mengikat Fe. Afinitas pengikatan Fe dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain komponen bahan pangan, proses pengolahan dan pH medium. Pengikatan mineral oleh serat pangan dapat terjadi melalui beberapa pola interaksi yaitu adsorpsi permukaan, pertukaran kation dan pembentukan senyawa kompleks. Meskipun demikian, efek serat pangan terhadap penyerapan zat besi masih relatif kecil dibandingkan tanin dan fitat (Palupi et al 2010). Selain senyawa lain yang terdapat dalam bahan pangan, cara pengolahan bahan pangan juga dapat mempengaruhi penyerapan zat besi. Pengolahan bahan pangan seringkali menyebabkan terjadinya perubahan bentuk kimia zat besi atau mineral lain yang akan mempengaruhi ketersediaannya. Selain pengolahan, selama penyimpanan bahan pangan juga dapat terjadi berbagai perubahan bentuk senyawa kimia (Palupi et al 2010). Ketersediaan zat besi FeSO4 yang disimpan dalam jangka waktu lama akan menjadi menurun. Ketersediaan zat besi juga dipengaruhi oleh mineral-mineral lain yang terdapat bersama-sama dalam bahan pangan. Mineral-mineral tersebut saling berkompetisi dalam melintasi dinding usus. Interaksi antara mineral yang satu dengan lainnya akan mempengaruhi penyerapan
ion-ion mineral dalam saluran
pencernaan. Interaksi yang terjadi dapat bersifat sinergis, saling memperlancar penyerapan, atau antagonis, memperlambat atau menghambat penyerapan salah satu mineral oleh mineral yang lain (Palupi et al 2010). Bioavailabilitas secara in vitro, dilakukan simulasi pencernaan dalam wadah menggunakan bufer enzim pencernaan yaitu pepsin secara tunggal atau diikuti
16
dengan tripsin sendiri atau bersama dengan kimotripsin dalam bufer dengan pH yang sesuai. Analisis yang dapat dilakukan sangat bervariasi tergantung dari metode analisis kimia yang tersedia, tetapi secara singkat pertama-tama dilakukan pengabuan lalu pengenceran dan diukur dengan spektrofotmeter pada panjang gelombang yang sesuai (Palupi et al 2010). Analisis ketersediaan zat besi secara in vitro didasarkan atas prinsip bahwa zat besi yang telah dicerna dalam sistem pencernaan oleh enzim-enzim pencernaan akan diserap melintasi dinding usus yang disimulasikan dengan kantong dialisis berukuran 6000-8000 MWCO (moleculer weight cut of) yang menyerupai usus. Zat besi yang dapat melintasi dinding usus (kantong dialisis) direaksikan dengan senyawa pewarna dan intesitas warna yang terbentuk diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 533 nm (Palupi et al 2010). Remaja Puteri Menurut Stang (2008) istilah remaja (adolescence) adalah salah satu periode yang paling menarik namun menantang dalam pembangunan manusia. Umumnya dianggap sebagai periode kehidupan yang terjadi antara 12 dan 21 tahun. Monks, Knoers dan Haditono (2001) dalam Mar’at (2009) membedakan masa remaja atas empat bagian yaitu : (1). Masa pra-remaja atau pra-pubertas (usia 10-12 tahun) (2). Masa remaja awal atau pubertas (usia 12-15 tahun) (3). Masa remaja pertengahan (usia 15-18 tahun), dan (4). Masa remaja akhir (usia 18-21 tahun). Masa remaja adalah masa pertumbuhan. Pertumbuhan terjadi baik secara fisik, yang ditandai dengan berkembangnya jaringan-jaringan dan organ tubuh yang membuatnya lebih berisi maupun secara kejiwaan, yaitu kelabilan emosi karena merupakan masa transisi dari jiwa kanak-kanak menuju dewasa (Garwati dan Wijayati 2010). Arisman (2004) mengatakan bahwa masa remaja merupakan jalan panjang yang menjembatani periode kehidupan anak dan dewasa, yang berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Masa ini merupakan sebuah dunia yang lengang dan rentan dalam artian fisik, psikis, sosial, dan gizi. Pertumbuhan yang disertai dengan perubahan fisik, memicu berbagai kebingungan. Golongan remaja
17
rentan akan adanya berbagai pengaruh dari luar yang dapat dengan mudah langsung diikuti. Determinan utama bagi remaja adalah berasal dari teman sebaya. Terdapat tiga kekuatan dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi remaja, yaitu salah satunya adalah keluarga, sekolah dan lingkungan sosial. Melalui berbagai macam media massa, remaja berkenalan dengan berbagai macam peristiwa yang terjadi dalam masyarakat sehingga akan mempengaruhi perkembangan kepribadian remaja (Khumaidi 1989). Berkaitan dengan perkembangan fisik, remaja adalah masa ketika seseorang mulai memperhatikan keadaan tubuhnya dan sering gelisah jika mendapati tubuh mereka ternyata tidak ideal. Banyak cara dilakukan oleh remaja untuk mendapatkan bentuk tubuh yang menurut mereka lebih bagus dan menarik. Menurut Garwati dan Wijayati (2010) berawal dari pemikiran inilah, kemudian banyak remaja akhirnya terjebak pada pola makan yang tidak sehat. Mereka mengurangi porsi makan, bahkan memangkas jadwal makan. Makan pun menjadi dua kali atau bahkan hanya satu kali sehari. WHO (2005) mengemukakan bahwa kerangka konseptual dan faktor penyebab masalah gizi pada remaja adalah kurang konsumsi pangan, faktor gaya hidup, penyakit infeksi dan masalah kesehatan lainnya. Kurang konsumsi pangan disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor psikologi dan faktor sosial ekonomi. Faktor psikologi adalah pola makan, kebiasaan makan, gangguan makan dan faktor sosial ekonomi seperti akses terhadap pangan dan ketersediaan pangan. Kurang konsumsi pangan menyebabkan kekurangan zat gizi makro dan mikro serta berbagai penyakit kronik yang menyertainya. Kebiasaan makanan yang terlihat lebih sering di kalangan remaja termasuk konsumsi yang tidak teratur makan, ngemil, makan di luar rumah, dan diet (Stang 2008). Remaja di Amerika Serikat sebanyak 87-88% yang berusia 12-18 tahun mengkonsumsi setidaknya satu snack per hari (12-14 asupan kalori), dengan kontribusi makanan ringan sekitar 25% setiap hari. Hasil penelitian menunjukkan remaja wanita lebih sering ngemil dibandingkan pria. Akibatnya, dengan ngemil dapat membuat para remaja kelebihan berat badan dan obesitas (Savige et al 2007).
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Penilaian Organoleptik, dan Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai pada bulan November 2010 sampai Februari 2011. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan snack bar, serta bahan-bahan untuk analisis sifat fisik, sifat fungsional dan analisis kimia. Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan snack bar adalah sorghum varietas Numbu ICRISAT (India) yang diperoleh dari perusahaan PT. Bakti Usaha Menanam Nusantara Hijau Lestari (Jl. H. Juanda no. 107 Bandung, Jawa Barat, no telpon 022 2503793) dan digiling menggunakan mesin penggilingan padi di daerah Banjaran, Bandung. Bahan-bahan lainnya dalam pembuatan snack bar adalah selai nanas, garam, air, gula, telur, minyak goreng, kismis, buah cherry, kacang tanah dan manisan mangga. Bahan-bahan untuk pembuatan produk dibeli di pasar Anyar. Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis sifat fisik, sifat fungsional dan kimia adalah HCl, H2SO4, NaOH, indikator metal merah biru, pelarut heksana, serta bahan kima laninnya. Bahan-bahan kimia tersebut diperoleh dari Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu alat pembuatan snack bar, alat analisis sifat fisik, sifat fungsional dan kimia snack bar. Alat yang digunakan dalam pembuatan snack bar adalah timbangan, mixer, baskom, pisau, kertas kue, spatula, loyang kue dengan ukuran 1.5 cm x 2 cm x 10 cm dan oven. Alat yang digunakan dalam analisis sifat fisik, sifat fungsional dan kimia adalah gelas ukur 50 ml, timbangan analitik, labu erlenmeyer 100 ml, pH meter, penangas air, buret, labu lemak, cuvet, pipet tetes, gelas piala, cawan, oven, desikator, tanur, labu kjeldahl, erlenmeyer, kertas saring, dan alat lain.
19
Prosedur Penelitian Penelitian ini dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan formula snack bar, selain itu juga untuk menggali informasi tentang sifat fisik, sifat fungsional, dan sifat kimia tepung sorghum. Untuk mendapatkan formula snack bar mula-mula dilakukan trial and error formulasi snack bar yang berbahan dasar tepung sorghum. Trial and error pembuatan snack bar ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, dilakukan dengan mensubstitusi tepung sorghum pada tepung terigu, serta diberi penambahan isi kacang koro. Lima formula pun didapat, namun berdasarkan uji organoleptik terbatas pada panelis, kelima formula kurang disukai, maka dilakukan perubahan formula. Pada pembuatan snack bar sorghum tahap ke II, dilakukan perbaikan dengan menggunakan bahan baku 100% tepung sorghum serta menambahkan beberapa bahan lain seperti selai nanas, dan isi buah, sehingga didapatkan dua perlakuan formula yang berbeda yaitu penambahan isi buah cherry dan manisan mangga. Penentuan taraf penambahan isi buah cherry dan manisan mangga yang tepat didasarkan pada hasil uji organoleptik secara terbatas. Snack bar yang dihasilkan disukai secara keseluruhan oleh panelis. Pembuatan snack bar dilakukan berdasarkan Workman (2006) yang terdiri dari dua tahap yaitu: pencampuran dan pemanggangan, tahap pembuatan snack bar dapat dilihat pada Gambar 4. Sifat fisik tepung sorghum yang dianalisis meliputi densitas kamba, derajat putih (dua kali ulangan) dan pH (tiga kali ulangan). Prosedur analisis sifat fisik yang mengacu pada Muchtadi dan Sugiono (1989) dapat dilihat pada Lampiran 1. Sifat fungsional yang dianalisis terdiri dari daya serap air, dan daya serap minyak dengan dua kali ulangan. Prosedur analisis sifat fungsional yang mengacu pada Fardiaz et al (1992) dapat dilihat pada Lampiran 2. Sifat kimia yang dianalisis meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat pangan, kadar zat besi dan bioavailability zat besi. Penetapan kadar air dan kadar abu dengan metode oven (Apriyantono et al 1989), penetapan kadar protein dilakukan dengan metode Mikro Kjeldahl (Apriyantono et al 1989), penetapan kadar lemak
20
menggunakan metode Ekstraksi Soxhlet (Apriyantono et al 1989), penetapan kadar karbohidrat dengan metode by difference (Winarno 2008), penetapan serat pangan dengan metode multi Enzimatis (Asp et al 1983), dan penetapan bioavailabilitas zat besi secara in vitro (Roig et al 1999). Prosedur analisis sifat kimia dapat dilihat pada Lampiran 3. Tahap Pencampuran Bahan kering (tepung sorghum, gula, dan garam) dicampur dengan bahan basah (telur, selai nanas, minyak goreng, dan air) setelah kalis, ditambahkan isi (kismis dan cherry) atau, isi (kismis, manisan mangga dan kacang tanah), diaduk dan dimasukkan ke dalam loyang
Tahap Pemanggangan Adonan dipanggang selama 40 menit dengan suhu 160oC
Dikeluarkan dari oven dan didinginkan
Snack Bar Gambar 4. Tahap pembuatan snack bar (modifikasi Workman 2006) Penelitian Lanjutan Penelitian lanjutan bertujuan untuk mempelajari pengaruh formula snack bar yang menggunakan tepung sorghum terhadap sifat kimia dan organoleptik snack bar. Sifat kimia yang dianalisis meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat pangan, dan kadar zat besi. Analisis kimia pada produk dilakukan dengan dua ulangan, setiap ulangan dilakukan pengujian duplo, sedangkan analisis bioavailability zat besi dilakukan dua kali ulangan, hanya untuk formula terpilih saja. Penetapan kadar air dengan metode oven dan kadar abu (Apriyantono et al 1989), penetapan kadar protein dilakukan dengan metode Mikro Kjeldahl (Apriyantono et al 1989), penetapan kadar lemak menggunakan metode Ekstraksi Soxhlet (Apriyantono et al 1989), penetapan kadar karbohidrat dengan metode by difference (Winarno 1995), penetapan serat pangan dengan metode Enzimatis
21
(Muchtadi et al 1990), dan penetapan bioavailability zat besi secara in vitro (Roig et al 1999). Prosedur analisis sifat kimia dapat dilihat pada Lampiran 3. Formula snack bar juga diuji sifat organoleptiknya menggunakan uji hedonik dan uji mutu hedonik (Soekarto 1985). Uji ini dilakukan oleh 30 orang panelis agak terlatih. Parameter yang diuji pada uji hedonik adalah rasa, aroma, warna, dan tekstur produk. Skala hedonik terdiri atas sembilan skala penilaian, yaitu 1 (amat sangat tidak suka), 2 (sangat tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (tidak suka), 5 (biasa), 6 (agak suka), 7 (suka), 8 (sangat suka), dan 9 (amat sangat suka). Parameter uji mutu hedonik adalah warna, tekstur, aroma, dan rasa produk snack bar, dengan sembilan skala penilaian. Skala penilaian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Skala penilaian uji mutu hedonik Nilai
Warna
1
Coklat kehitaman
2
Coklat tua
3 4 5
Coklat Coklat muda Coklat kekuningan
6
Kuning kecoklatan
7 8
Kuning emas Kuning keputihan
9
Putih gading
Skala Penilaian Tekstur Aroma Sangat padat Amat sangat apek sangat keras Padat sangat Sangat apek keras Padat keras Apek Padat agak keras Agak apek Padat Netral Padat agak Agak harum empuk Empuk Harum Empuk renyah Sangat harum Amat sangat Renyah harum
Rasa Pahit Pahit asam Pahit manis Agak pahit Hambar Agak manis Manis Manis asam Asam manis
Lembar penilaian uji organoleptik hedonik dan mutu hedonik dapat dilihat pada Lampiran 4. Prosedur analisis Bioavailabilitas zat besi dapat dilihat pada Gambar 5. Agar lebih jelas, tahap penelitian dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan beberapa gambar penelitian disajikan pada Lampiran 5.
22
Sejumlah sampel
Haluskan dengan Blender Timbang Sampel ≈ 2 g Protein dalam gelas piala yang diketahui beratnya
(2 / protein sampel) x 100 = x gr sampel ≈ 2 gram protein
+ Akuades bebas Ion sampai 100 gram atau bila terlalu kental penambahan air sampai di dapat kekentalan yang bisa diaduk
Atur pH menjadi 2.0 dg HCl 4 N Timbang gelas piala bersama sampel (A)
Timbang ± 20 g (T1) untuk analisis bioavailability
+ Suspensi Pepsin 1 ml
Timbang ± 20 g (T2) untuk menghitung total asam tertitrasi
1.6 pepsin larutkan dalam 10 ml HCl 0.1 N
+ Suspensi Pepsin 1 ml
Inkubasi 370C 120 mnt
Inkubasi 370C 120 mnt
Masukkan Freezer
Masukkan Freezer
Gambar 5. Prosedur analisis bioavailabilitas Fe
23
Sampel T2 (Total Asam Tertitrasi) Thawing dlm Shaker 0 37 C + 5 ml Pankreatin Bile + indikator PP Titrasi dg KOH standar sampai merah jambu
1 g Pankretin (Sigma p-170) + 6.25 g ekstrak bile (Sigma B-8631) larutkan dlm 25ml NaHCO3 0.1 N Misal larutan KOH 2 N = Timbang 112.2 g KOH dilarutkan menjadi 1000 ml dg akuades simpan diudara terbuka selama 2 hari. kemudian dikalibrasi Kalibrasi : timbang ± 0.01 g asam Oksalat + akuades + 3 tts PP aduk sampai larut kmd tittrasi dg larutan KOH 0.2 N sampai merah jambu. N KOH = mg Asam Oksalat / (ml titrasi x 63.037)
Hitung kebutuhan NaHCO3 Kebutuhan NaHCO3 Ml titrasi T1 100 = N KOH x 56.1 x ------------ x --------- x --------1000 T2 20 = x gr KOH Timbang NaHCO3 setara x gr KOH dan diencerkan sampai 100 ml dengan akuades bebas ion
Potong kantung ± 15 cm rendam dlm air bebas ion lalu ikat salah satu ujungnya
Spesifikasi kantung: MWCO : 6000-8000 Lebar Flat : 50 mm Diameter : 32 mm Vol/panjang : 8 ml/cm
Isi dengan 20 ml larutan NaHCO3 hasil perhitungan Ikat ujung satunya. usahakan tidak ada gelembung. kemudian direndam dengan sisa lar. NaHCO3 dalam gelas piala 200 ml
Gambar 5. Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Lanjutan)
24
Sampel Bio (T1) Thawing dlm Shaker 370C Masukkan Kantung Dialisisis Inkubasi 370C 30 mnt + 5 ml Pankreatin Bile Inkubasi 370C 2 jam Buka ikatannya dan tuangkan dalam gelas piala /erlenmeyer 100 ml bebas ion yang sudah diketahui beratnya
Angkat Kantung Dialisis
Cuci bagian dalam kantung dengan air bebas Ion
Timbang dan catat dialisat
+ H2SO4 pekat 10 ml + 10 ml HNO3 pekat
Panaskan sampai jernih
Perhitungan 1. Total Fe dalam Dialisat Aliquot total dialisat = (ppm sampel – Blanko) x ---------- x fp x ------------1000 gr dial analisis 2. Biovailabilitas (%) a. Total Fe. dlm sampel Bio (mg) Misal satuan. Fe = mg/100 g maka
Encerkan dlm labu 50 ml
-
Diamkan semalam + H2O bebas Ion
Saring dg Whatman 42 Baca dg AAS
gr sampel bio x total Ca. Fe. Zn x 100 =----------------------------------------------------g sampel ≈2 g Prot + air ( A ) b. % Bioavailabillity total Fe. dialisat (mg) = ----------------------------------------- x 100 total Fe sampel Bio (mg)
Gambar 5. Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Lanjutan)
25
Tepung Sorghum
Penelitian Pendahuluan
Uji Fisik
Pembuatan formula Snack bar
(Densitas kamba, Derajat putih, dan pH)
Tahap I
Tahap II Penetapan jumlah dan jenis isi
Penetapan Proporsi Tepung terigu: tepung sorghum
Uji Fungsional (Daya serap air, dan Daya serap minyak)
Bahan dasar Tepung sorghum 100%
tepung terigu dan tepung sorghum, formula (0%, 25%, 50%, 75%, 100%)
Bahan lain: gula, telur,mentega, dan kayu manis
Uji Kimia (Kadar air, Kadar abu, Kadar protein, Kadar lemak, Kadar KH, Kadar serat pangan, Kadar Fe dan Biovailabilitas Fe)
Bahan lain : selai nanas, gula, garam, telur, minyak, dan air
Formula
Isi: Kismis, Kacang Koro, dan Cherry
Uji Organoleptik Panelis terbatas F1
F2
F3
F4
Produk kurang disukai Penelitian Lanjutan
Snack bar
Uji Kimia (Kadar air, Kadar abu, Kadar, protein, Kadar lemak, Kadar KH, Kadar serat pangan, Kadar Fe) Uji organoleptik 30 panelis (uji hedonik dan mutu hedonik) Formula terbaik (formula yang keseluruhan disukai panelis) Analisis Boiavailabilitas Fe
Gambar 6. Skema penelitian
26
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu perlakuan yaitu formula snack bar dengan taraf sebanyak empat yaitu formula 1, formula 2, formula 3 dan formula 4. Keempat formula tersebut terdiri dari adonan yang dengan jenis bahan yang sama, dengan isi dan jumlah bahan yang berbeda. Keempat formula tersebut diperoleh berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, formula secara lengkap disajikan pada Tabel 8. Peubah respon dari penelitian ini adalah : sifat kimia (kadar air, kadar abu, protein, karbohidrat, serat pangan, zat besi dan bioavailability zat besi) dan organoleptik produk snack bar. Pada analisis sifat kimia dilakukan ulangan sebanyak dua kali. Model linier rancangan tersebut adalah sebagai berikut : Yij = µ + τi + εij Keterangan: Yij = Peubah respon snack bar karena pengaruh formula snack bar perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j µ
= Nilai rataan umum
τi = Pengaruh formula snack bar pada taraf ke-i terhadap peubah respon i
= Taraf (i= formula 1, formula 2, formula 3, formula 4)
j
= Ulangan (j = 1, 2)
εij = Kesalahan penelitian karena pengaruh taraf ke-i peubah respon pada ulangan ke-j Pengolahan dan Analisis Data Pada penelitian pendahuluan data rata-rata hasil uji organoleptik terbatas, analisis sifat fisik, sifat fungsional dan sifat kimia tepung sorghum ditabulasikan dan dianalisis deskriptif. Pada penelitian lanjutan data rata-rata hasil analisis sifat kimia, uji hedonik dan uji mutu hedonik snack bar dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA). Jika uji ANOVA menunjukkan pengaruh perlakuan yang nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Duncan’s Multiple Range Test untuk mencari keberadaan perbedaan dari perlakuan yang ada. Untuk data uji kimia, dan uji organoleptik snack bar dibahas sesuai dengan hasil analisis. Produk terpilih ditetapkan berdasarkan warna, tekstur, aroma dan rasa sehingga didapatkan nilai hedonik keseluruhan pada hasil uji organoleptik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tepung Sorghum Tepung sorghum yang dihasilkan dianalisis sifat fisik, sifat fungsional dan sifat kimianya. Sifat Fisik Tepung Sorghum Sifat fisik tepung sorghum yang dianalisis meliputi densitas kamba, derajat putih dan pH. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 3, sedangkan tampilan tepung sorghum disajikan pada Gambar 7. Tabel 3. Sifat fisik tepung sorghum dan pembandingnya Sifat fisik Densitas kamba Derajat putih pH
Jenis tepung Sorghum Terigu 0.74 g/ml * 0.79 g/ml 70 % ** 50.33 % 5.63 ** 6.14
* Muchtadi dan Sugiono (1989) ** Marahastuti (1993)
Gambar 7. Tepung sorghum Densitas Kamba. Densitas kamba adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu. Berdasarkan hasil pengukuran, tepung sorghum mempunyai nilai densitas kamba sebesar 0.79 g/ml. Tabel 3 menunjukkan nilai densitas kamba tepung sorghum tidak jauh berbeda dengan densitas kamba tepung terigu. Nilai densitas kamba dari berbagai pangan berbentuk bubuk umumnya antara 0.3-0.8 g/ml (Wirakartakusumah et al 1992). Densitas kamba merupakan salah satu sifat fisik bahan yang dinyatakan dalam satuan g/ml. Suatu bahan dinyatakan kamba jika nilai densitas kambanya kecil, berarti untuk berat yang ringan dibutuhkan ruang (volume) besar (Anwar 1990). Menurut Wirakartakusumah et al (1992), densitas kamba dari pangan
28
berbentuk bubuk tergantung dari pengaruh faktor-faktor yang saling berhubungan seperti intensitas gaya tarik menarik antar partikel dan ukuran partikel. Derajat Putih. Derajat putih suatu bahan merupakan daya memantulkan cahaya dari bahan tersebut terhadap cahaya yang mengenai permukaan (BPPIS 1989). Hasil pengukuran derajat putih pada tepung sorghum adalah 55.37 %. Secara visual, nilai tersebut ditunjukkan oleh warna tepung yang coklat muda. Nilai derajat putih tepung sorghum jauh lebih kecil dari pada derajat putih tepung terigu. Nilai derajat putih tepung terigu 70% ditunjukkan oleh warna tepung terigu yang putih. Nilai derajat putih pada tepung sorghum berkaitan dengan lapisan zat warna yang terdapat pada sorghum yang disebut dengan testa. Warna testa ini berwarna coklat (Wall dan Ross 1970), sehingga mempengaruhi warna tepung sorghum menjadi berwarna coklat muda. Nilai pH. Berdasarkan hasil analisis, tepung sorghum memiliki nilai pH sebesar 6.14, lebih tinggi dibandingkan pH tepung terigu (5.63). Nilai pH pada bahan pangan berkisar antara 3 sampai 8. Nilai pH dapat mengindikasi ada tidaknya aktifitas mikroorganisme maupun enzim pada bahan pangan. Nilai pH yang asam menunjukkan adanya aktifitas mikroorganisme maupun enzim pada bahan pangan tersebut (Winarno 2008). Data hasil analisis sifat fisik tepung sorghum dapat dilihat pada Lampiran 6. Sifat Fungsional Tepung Sorghum Analisis sifat fungsional tepung sorghum yang dilakukan meliputi daya serap air dan daya serap minyak. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sifat fungsional tepung sorghum dan pembandingnya Sifat fungsional Daya serap air Daya serap minyak
Jenis Tepung Terigu (%)** Sorghum (%) 2.50 1.51 1.50 0.98
** Marahastuti (1993) Daya Serap Air. Menunjukkan daya penyerapan tepung terhadap air pada suhu kamar. Daya serap air ini diantaranya dipengaruhi oleh kadar air, ukuran partikel, prositas dan perbedaan kandungan kimia bahan (Mulyandari 1992). Daya serap air tepung sorghum sebesar 1.51%. Artinya setiap 1 g bahan dapat menyerap
29
air sebanyak 0.0151 g. Daya serap air tepung sorghum lebih kecil dibandingkan tepung terigu. Daya serap air ini berkaitan dengan komposisi amilosa dan amilopektin pati dari tepung sorghum. Kadar amilosa sorghum sekitar 23-28 %, sisanya
adalah
amilopektin.
Rendahnya
kadar
amilosa
tepung
sorghum,
menyebabkan nilai pengembangan volume akan semakin rendah. Hal itu karena dengan kadar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air lebih banyak sehingga pengembangan volume juga semakin besar, begitu pula sebaliknya (Yuli 2009). Daya serap air juga berhubungan degan kandungan protein bahan pangan. Daya serap air yang tinggi penting peranannya untuk pembuatan produk olahan yang membutuhkan pengembangan adonan. Menurut Fardiaz, Andarwulan, Wijaya dan Puspitasari (1992), hal ini berkaitan dengan kemampuan tepung untuk menyerap dan menahan sejumlah air sampai batas maksimal tanpa pencampuran bahan tambahan guna pengembangan adonan. Sehingga tepung sorghum cocok dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan produk yang tidak membutuhkan pengembangan. Daya Serap Minyak. Hasil analisis menunjukkan daya serap minyak pada tepung sorghum adalah 0.98%. Artinya setiap 1 g bahan dapat menyerap minyak sebanyak 0.0098 g. Nilai ini lebih rendah dari pada nilai daya serap minyak pada tepung terigu. Daya serap minyak yang rendah pada tepung sorghum menunjukkan sulitnya minyak diserap oleh tepung sorghum, sehingga diperlukan waktu yang lama untuk proses penggorengan. Nilai daya serap minyak yang tinggi menunjukkan bahwa bahan tersebut lebih mudah dicampur dengan minyak (Purwani et al, 1996). Data hasil sifat fungsional tepung sorghum dapat dilihat pada Lampiran 5. Sifat Kimia Tepung Sorghum Sifat kimia tepung sorghum meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar zat besi, kadar serat pangan (total serat pangan, serat pangan larut dan serat pangan tidak larut) dan bioavailabilitas zat besi. Hasil analisis sifat kimia tepung sorghum dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Sifat kimia tepung sorghum dan pembandingnya Kandungan Zat gizi Kadar air Kadar abu
Tepung Sorghum (b/k) (%) 10.07 1.98
Tepung terigu (b/k) %* 11.9 0.5
30
Kandungan Zat gizi Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat Kadar serat pangan larut Kadar serat pangan tidak larut Kadar serat pangan total Kadar zat Fe
Tepung Sorghum (b/k) (%) 11.41 1.41 86.47 5.54 15.13 20.66 11.68
Tepung terigu (b/k) %* 10.3 1 76.3 2.7 4.6
*USDA (2009) Kadar Air. Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa pangan. Kandungan air dalam bahan pangan juga menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan tersebut (Winarno 2008). Kadar air pada tepung sorghum adalah 11.20%, kadar air tepung sorghum lebih rendah dibandingkan kadar air tepung terigu. Kadar Abu. Abu merupakan residu dari proses pembakaran bahan-bahan organik, umumnya merupakan pertikel halus dan berwarna putih (Winarno 2008). Kadar abu pada tepung sorghum adalah 1.98%. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan kadar abu tepung terigu sebesar 0.5 %. Kadar abu yang lebih tinggi pada sorghum dapat menggambarkan kandungan mineral sorghum lebih tinggi dari pada kandungan mineral tepung terigu. Kadar abu merupakan parameter kemurnian produk, yang dipengaruhi oleh unsur-unsur mineral dalam bahan pangan tersebut (Winarno 2008). Kadar abu tepung sorghum yang lebih tinggi dari pada tepung terigu dapat menggambarkan kandungan mineral tepung sorghum yang lebih tinggi dari pada kandungan mineral tepung terigu. Kadar Lemak. Lemak dalam biji sorghum rata-rata 3.6%, pada sekam 4.9%, endosperm 0.63% dan lembaga 18,9% dari berat biji. Distribusi asam-asam lemak dalam biji sorghum meliputi asam lemak utama seperti palmitat 11-13%, asam oleat 30-45% dan asam linoleat 33-49% (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Kandungan lemak pada tepung sorghum sebanyak 1.41% nilai ini lebih kecil dari jumlah lemak biji sorghum, karena tepung sorghum sudah mengalami proses penggilingan sehingga banyak lemak-lemak utama (palmitat, asam oleat dan asam linoleat) hilang selama penggilingan. Lemak dalam biji sorghum sangat berguna bagi hewan dan manusia, tetapi dapat menyebabkan bau yang tidak enak dan ketengikan dalam
31
produk bahan pangan (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Kandungan lemak pada tepung sorghum juga relatif sama dengan kadar lemak pada tepung terigu. Kadar Protein. Protein dalam biji sorghum dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu protein yang berada dalam lembaga dan protein yang tersimpan dalam endosperm. Senyawa protein pada sorghum banyak terdapat pada lapisan atas endosperm atau di bawah kulit biji. Kandungan asam-asam amino tertentu seperti lisin, triptofan dan treonin dalam protein sorghum rendah (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Kandungan protein tepung sorghum adalah 11.41% nilai protein tepung sorghum lebih tinggi dibandingkan protein tepung terigu menurut USDA (2009) yaitu sebanyak 10.31%. Protein berkaitan dengan proses pengembangan roti (Winarno 2007), protein sekitar 10% pada tepung terigu hanya dapat digunakan untuk produk bakery yang tidak perlu mengembang volumenya. Tepung terigu dan tepung sorghum yang memiliki kadar protein sekitar 10%, dapat digunakan pada produk bakery yang tidak perlu mengembang volumenya. Kadar Karbohidrat. Karbohidrat dalam serealia merupakan bagian terbesar yang merupakan sumber energi bagi tubuh kita. Kandungan karbohidrat pada tepung sorghum lebih tinggi, jika dibandingkan kandungan karbohidrat tepung terigu menurut USDA (2009), yaitu 76.3%. Karbohidrat kompleks adalah pati (starch), glikogen (simpanan energi di dalam tubuh), selulosa, serat (fiber) atau dalam konsumsi sehari-hari karbohidrat kompleks dapat ditemui terkandung di dalam produk pangan seperti, nasi, kentang, jagung dan bahan pangan lainnya (Irawan 2006). Serat Pangan. Serat pangan yang tidak larut dalam air adalah komponen struktural tanaman, sedangkan yang larut adalah non komponen struktural (Koeswara 2010). Kandungan serat pangan total pada tepung sorghum sebanyak 20.66% yang terdiri dari serat pangan tidak larut air sebanyak 15.13% dan serat pangan larut air sebanyak 5.54%. Kadar serat pangan tepung sorghum jauh lebih tinggi dibandingkan tepung terigu. Tingginya serat pangan dapat dijadikan acuan dalam pembuatan snack bar dengan klaim tinggi serat pangan. Klaim high fiber, hanya boleh digunakan untuk produk yang paling tidak mengandung serat pangan 5 g per 100 g (padat) (Hariyadi 2005). Kadar Fe. Pada hewan, manusia dan tanaman, Fe termasuk logam esensial, bersifat kurang stabil dan secara perlahan berubah menjadi ferro (Fe II) atau ferri
32
(Fe III) (Arifin 2008). Kadar zat besi dalam tepung sorghum sebanyak 11.68%. Kadar Fe tepung sorghum lebih tinggi dari kadar Fe tepung terigu. Kadar mineral pada bahan pangan berkaitan dengan kadar abu. Kadar abu merupakan parameter kemurnian produk, yang dipengaruhi oleh unsur-unsur mineral dalam bahan pangan tersebut (Winarno 2008). Tinggi rendahnya kandungan mineral pada sorghum dapat juga dipengaruhi curah hujan, kondisi tanah dan pupuk (Deman 1997). Penetapan Formula Snack bar Penetapan Formula Snack bar dengan Berbagai Proporsi Tepung Terigu dan Tepung Sorghum (Tahap I) Pembuatan produk snack bar ini menggunakan bahan baku yang biasa digunakan untuk snack bar seperti tepung, bahan pengisi dan bahan pengikat. Formula snack bar diberi satu perlakuan, yaitu proporsi tepung terigu dan tepung sorghum sehingga diharapkan menghasilkan produk yang disukai oleh konsumen. Penggunaan tepung sorghum pada produk snack bar, berdasarkan perbandingan antara tepung sorghum dan tepung terigu yang memiliki sifat kimia yang hampir sama. Tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu yang memiliki kadar protein yang rendah, yang biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk bakery yang tidak perlu mengembang volumenya. Proporsi (%) penggunaan tepung sorghum dan tepung terigu adalah 0:100; 25:75; 50:50; 75:25; dan 100:0 dari basis total tepung yang digunakan. Oleh karena itu, diperoleh lima formula yang dibuat menjadi lima produk snack bar. Formula snack bar sorghum dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Formula snack bar sorghum tahap I Proporsi sorghum : terigu Bahan Bahan Utama Tepung sorghum Tepung terigu Bahan Tambahan Kacang koro Cherry (merah dan hitam) Kismis Gula pasir Telur Mentega Bubuk kayu manis Total adonan
0:100
25:75
50:50
75:25
100:0
Berat (g) 0 200
50 150
100 100
150 50
200 0
20 20 20 80 100 75 0.5 515.5
20 20 20 80 100 75 0.5 515.5
20 20 20 80 100 75 0.5 515.5
20 20 20 80 100 75 0.5 515.5
20 20 20 80 100 75 0.5 515.5
Proses pembuatan snack bar diawali dengan pencampuran bahan kering seperti tepung sorghum, tepung terigu dan gula pasir dicampur. Setelah itu ditambahkan bahan basah seperti telur dan mentega. Adonan dicampur sampai
33
merata dan tidak lengket. Selanjutnya ditambahkan isi dari snack bar seperti kacang koro, cherry dan kismis. Kacang koro yang digunakan adalah jenis koro (Canavadia gladiata), kacang koro ini direbus pada suhu 100 oC, dicuci sebanyak lima kali agar asam sianidanya hilang, kemudian dipotong-potong. Kacang koro yang sudah dipotong, kemudian dicampurkan pada adonan snack bar. Kacang koro yang direbus kemungkinan mempengaruhi penerimaan tekstur formula karena kacang menjadi sedikit hancur. Penambahan isi tersebut dilakukan pada akhir pencampuran agar isi yang ditambahkan tidak hancur. Adonan dituang ke dalam loyang yang sudah dilapisi mentega dan tepung terigu. Adonan yang telah siap tersebut dipanggang dengan oven pada suhu 160oC selama 40 menit. Setelah matang, snack bar didinginkan selama 30 menit. Kelima formula memiliki karakteristik yang masih jauh dari karakteristik snack bar. Formula ini lebih menyerupai cookies karena penambahan mentega yang cukup banyak. Mentega yang ditambahkan pada formula snack bar membuat tekstur snack bar lebih beremah, dan belum sesuai seperti tekstur snack bar yang agak lengket. Selain itu terdapat after taste yang kurang disukai pada kelima formula. Rasa manis yang dimiliki oleh kelima formula ini sudah cukup disukai, sehingga untuk ukuran gula pasir sudah tepat. Hasil pengamatan uji organoleptik secara terbatas dapat dilihat pada Gambar 8.
Keterangan : 1. Amat sangat tidak suka 2. Sangat tidak suka 3. Agak tidak suka 4. Tidak suka 5. Biasa 6. Agak suka 7. Suka 8. Sangat suka 9. Amat sangat suka
Gambar 8. Hasil isi organoleptik secara terbatas Formula 5 yang tidak ditambahkan tepung terigu lebih disukai dari keempat formula yang lain. Kekurangan dari kelima formula ini adalah masih terjadinya keretakan tekstur pada permukaan produk yang tentunya akan mengurangi nilai
34
penerimaan sensori produk snack bar tersebut. Selain itu, dengan penambahan tepung terigu pada snack bar memberikan hasil yang rasanya kurang disukai sehingga diputuskan hanya menggunakan tepung sorghum saja. Formula dengan persentase 100% sorghum lebih diterima dari pada dengan penambahan tepung terigu. Penambahan kacang koro pada adonan menghasilkan rasa dan tekstur yang kurang disukai, sehingga kacang koro tidak digunakan lagi pada formula selanjutnya. Kelima formula ini dinilai kurang disukai oleh panelis secara terbatas. Kelima formula kemudian diperbaiki lagi dengan menambahkan bahan perekat. Bahan perekat yang digunakan seperti karamel atau selai nanas yang biasa digunakan pada snack bar komersial. Penambahan bahan perekat pada snack bar, juga dapat memberikan flavor yang lebih disukai. Selain itu dengan pemberian selai nanas dapat mengurangi after taste (rasa ikutan) dan aroma yang tidak disukai. Bahan pembuatan snack bar dengan bahan perekat mengacu pada Chandra (2010). Selai nanas yang diberikan juga diharapkan bisa memperbaiki tekstur snack bar menjadi lebih padat, tidak hancur dan memberikan kesan tekstur agak lengket. Penetapan Formula Adonan, Jenis dan Jumlah Isi (tahap II) Formula snack bar yang dibuat pada tahap II berbeda dengan sebelumnya yaitu terdapat penambahan selai nanas sebagai bahan perekat. Penambahan air pada adonan, untuk membantu adonan lebih kalis. Variasi isi snack bar yaitu pada formula 1 dan formula 2 memiliki bahan pengisi yang terdiri dari kismis, cherry merah dan cherry hijau. Pada formula 3 dan formula 4 bahan pengisi terdiri dari manisan kismis, mangga kering dan kacang tanah. Perbedaan isi ini diharapkan dapat meningkatkan kesukaan panelis terhadap rasa, tekstur dan warna produk, serta dapat menutupi aroma sorghum yang kurang disukai. Mentega pada formula awal digantikan dengan minyak goreng sehingga dapat dihasilkan produk yang matangnya lebih merata, teksturnya lebih empuk dan tidak beremah. Agar rasa pada snack bar lebih disukai maka pada adonan ditambahkan garam sedikit. Snack bar yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9.
35
Gambar 9. Produk snack bar yang dihasilkan Bahan yang pertama dicampur adalah bahan kering seperti : tepung sorghum, gula dan garam. Bahan basah di campurkan setelah bahan kering dicampur sampai merata, bahan basah yaitu seperti : selai nanas, telur, minyak dan air. Penambahan air dilakukan pada akhir pencampuran yaitu jika adonan sudah agak kalis. Adonan yang tidak ditambahkan air menghasilkan produk yang mudah hancur. Urutan pemasukan bahan kering kemudian yang basah dilakukan agar adonan yang dihasilkan bisa tercampur lebih merata dan lebih kalis. Setelah adonan kalis, adonan ditimbang dan dibagi ke loyang kecil. Komposisi formula dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Formula adonan snack bar sorghum dan kandungan gizinya Bahan Tepung sorghum Selai nanas Telur Minyak Gula Garam Air Total
Berat bahan (g)
Persentase (%)
150
Kandungan gizi bahan pangan per jumlah adonan (%) Protein
Lemak
KH
Abu
Air
Serat
Fe
48.23
17.11
2.11
129.71
2.97
16.8
30.99
17.52
70
22.51
0.35
0.42
45.15
0.28
23.8
0.42
1
50 10 10 1 20 311
16.08 3.21 3.21 0.32 6.43 100
8.68 0 0 -
5.4 10 0 -
0.35 0 94 -
0.4 0 0.6 -
37.15 0 5.4 20
-
1.5 0 0.1 -
Untuk mengetahui persentase penambahan isi yang lebih disukai, maka setiap formula dibedakan persentase penambahan isinya yaitu sebagai berikut : formula 1 (penambahan buah kismis, cherry merah dan cherry hijau sebanyak 30% dari total adonan), formula 2 (penambahan buah kismis, cherry merah dan cherry hijau sebanyak 50% dari total adonan), formula 3 (penambahan buah kismis, manisan mangga dan kacang tanah sebanyak 30% dari total adonan) dan formula 4 (penambahan buah kismis, manisan mangga dan kacang tanah sebanyak 50% dari total adonan). Buah kismis, cherry, manisan mangga dan kacang tanah yang
36
digunakan sudah dipotong-potong sebelumnya, dicampur dengan adonan di loyang yang berukuran 1.5 cm x 2 cm x 10 cm agar isi buah snack bar tidak hancur. Agar jumlah isi yang diberikan pada setiap loyang memiliki berat yang sama maka, penambahan isi dilakukan pada saat adonan sudah dicampur dan ditimbang sesuai persentasenya, kemudian dimasukkan ke dalam loyang dengan ukuran 1.5 cm x 2 cm x 10 cm dengan berat total adonan dan isi pada loyang adalah 30 g per loyang. Ukuran loyang dan berat loyang yang digunakan, seperti snack bar komersil. Jumlah adonan sebanyak 311 dapat menghasilkan 14 loyang kecil untuk formula 1 dan formula 3 sedangkan untuk formula 2 dan formula 4 menghasilkan 20 loyang kecil snack bar. Persentase penambahan isi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Formula snack bar sorghum yang digunakan dalam penelitian lanjutan Bahan Tepung sorghum Selai nanas Telur Minyak Gula Garam Air Kismis Cherry hijau Cherry merah Manisan mangga Kacang tanah Total adonan + bahan pengisi
Berat formula (g) Formula 1 10.13 4.73 3.38 0.68 0.68 0.06 1.35 3 3 3 -
Formula 2 7.24 3.38 2.42 0.48 0.48 0.05 0.96 5 5 5 -
Formula 3 10.13 4.73 3.38 0.68 0.68 0.06 1.35 3 3 3
Formula 4 7.24 3.38 2.42 0.48 0.48 0.05 0.96 5 5 5
30
30
30
30
Hasil yang diperoleh dari penelitian pendahuluan ini, digunakan pada penelitian lanjutan yaitu jenis tepung yang digunakan adalah tepung sorghum 100%, formula adonan yang digunakan adalah formula snack bar tahap II dan dihasilkan empat formula isi seperti yang telah disebutkan pada Tabel 8. Snack bar Pada snack bar dianalisis sifat kimia dan uji organoleptik. Kemudian dari hasil analisis tersebut ditetapkan produk terpilih dari keempat formula, berdasarkan kriteria paling disukai oleh panelis secara keseluruhan dan memiliki serat yang tinggi.
37
Sifat Kimia Snack bar Analisis sifat kimia dilakukan terhadap semua formula snack bar sorghum. Sifat kimia snack bar yang dianalisis meliputi kadar air, abu, protein, lemak, serat pangan dan kadar zat besi. Formula terpilih diuji bioavailabilitas zat besinya. Kandungan kimia gizi snack bar dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil sidik ragam pengaruh formula snack bar terhadap sifat kimia snack bar disajikan pada Lampiran 8. Kadar Air. Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain (Winarno 2008). Formula yang memiliki rata-rata kadar air tertinggi adalah formula 1 yaitu 15.85% dan yang terendah adalah formula 4 yaitu 11.29%. Kadar air yang rendah pada formula 4 disebabkan karena isi formula 4 terdiri dari bahan-bahan kering yaitu mangga kering, kacang dan kismis dalam jumlah yang lebih banyak dari formula 3. Kadar air yang lebih tinggi pada formula dengan isi cherry diduga karena air berasal dari manisan cherry yang lebih basah dibandingkan dengan formula dengan isi mangga. Menurut Deman (1997), penurunan kadar air dapat dilakukan dengan pengeringan atau dengan penambahan senyawa larut air seperti gula dan selai. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar air snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar air. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar air keempat formula snack bar. Urutan kadar air formula snack bar yang terendah sampai tertinggi yaitu formula 4, formula 3, formula 2 dan formula 1. Tingginya kadar air formula cherry dari pada formula mangga karena ada buah cherry yang basah. Tabel 9. Kandungan kimia gizi per 100 g formula snack bar dan produk komersil Zat Gizi Kadar air (wet base) Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat Kadar serat pangan tidak larut Kadar serat pangan larut
Formula 1 15.85a 1.54a 9.45b 4.11a 88.67b
Formula (% bk) Formula Formula 2 3 15.30b 14.64c 1.47a 2.17b a 7.03 12.98c b 3.77 11.47c a 91.10 76.42c
Formula 4 11.29d 2.00b 14.10d 14.63d 70.92d
11.54c
8.12a
10.16b
9.83b
1.57a
2.29b
3.66c
4.09d
Produk Komersil Produk C Produk M 8 7 11 11 5 5 -
-
38
Formula (% bk) Produk Komersil Formula Formula Formula Formula 4 Produk C Produk 1 2 3 M Total serat pangan 13.10b 10.42a 13.82c 13.92c 12 12 Kadar Fe 3.91a 3.71a 4.87b 4.12a 4 4 Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata p<0,05 bk = basis kering Zat Gizi
Kadar Abu. Hasil analisis kadar abu terhadap formula snack bar sorghum menghasilkan nilai rata-rata mulai 1.47% (formula 2) sampai 2.17% (formula 3). Menurut Winarno (2008), bahan pangan selain mengandung bahan organik dan air, juga mengandung mineral atau bahan-bahan anorganik. Abu merupakan bahan anorganik yang tidak terbakar pada proses pembakaran. Abu dapat diartikan sebagai elemen mineral bahan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar abu snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar abu. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar abu formula 1 dan 2 dengan formula 3 dan 4. Rendahnya kadar abu pada formula snack bar diduga berkaitan dengan kontribusi tepung sorghum yang digunakan, berdasarkan hasil analisis kadar abu tepung sorghum per 100 g hanya mengandung 1.98 g abu, yang terdiri didalamnya mengandung berbagai mineral seperti Fe, Ca, P, Na yang juga dibutuhkan untuk kesehatan tubuh. Kadar Protein. Hasil analisis kimia keempat formula snack bar menunjukkan bahwa rata-rata kadar protein snack bar berkisar antara 7.03 % (formula 2) sampai 14.10% (formula 4). Formula 4 memiliki protein tinggi dikarenakan banyaknya penambahan kacang yang merupakan sumber protein nabati. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar protein snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar protein. Secara kuantitatif nilai kadar protein snack bar yang tinggi berasal dari kacang tanah yang digunakan sebagai isi formula, menurut Persagi (2009) dalam 100 g kacang tanah mengandung 27.90 % protein, sehingga formula 3 dan formula 4 yang didalamnya ditambahkan kacang tanah cenderung memiliki nilai protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan formula 1 dan formula 2. Formula 1 mengandung protein lebih tinggi dari pada
39
formula 2 karena jumlah tepung sorghum yang digunakan lebih banyak dibandingkan formula 2. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar protein keempat formula snack bar. Urutan kadar protein formula snack bar yang rendah sampai ke tinggi yaitu formula 2, formula 1, formula 3, dan formula 4. Kadar protein snack bar pada formula 1 (berisi buah cherry) lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk komersil dengan isi yang sama, pada formula 3 dan formula 4 juga memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk komersil dengan isi mangga. Kadar Lemak. Rata-rata kadar lemak formula snack bar berkisar antara 3.77% (formula 2) sampai 14.63% pada (formula 4). Formula
4 memiliki kadar
lemak tinggi, hal ini disebabkan banyaknya penambahan kacang selain sebagai sumber protein juga sebagai sumber lemak nabati. Formula snack bar isi mangga (formula 3 dan formula 4) memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan produk snack bar komersil dengan isi yang sama. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar lemak snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar lemak. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar lemak keempat formula snack bar. Secara kuantitatif nilai kadar lemak snack bar yang tinggi berasal dari kacang tanah yang digunakan sebagai isi formula. Menurut Persagi (2009) dalam 100 g kacang tanah mengandung 42.7% lemak, sehingga formula 3 dan formula 4 yang berisi kacang tanah cenderung memiliki nilai lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan formula berisi buah cherry (formula 1 dan formula 2). Formula 1 lebih tinggi kadar lemaknya dari formula 2 karena jumlah tepung sorghum yang lebih banyak pada formula 1. Kadar Karbohidrat. Karbohidrat dihitung by difference, yaitu selisih dari penjumlahan kandungan gizi lainnya (kadar air, abu, protein dan lemak). Hasil analisis kimia dari keempat formula menunjukkan bahwa rata-rata kadar karbohidrat berkisar antara 70.92 % (formula 4) sampai 91.1% (formula 2). Kadar karbohidrat pada formula snack bar sorghum dengan isi cherry (formula 1 dan formula 2) maupun dengan isi mangga (formula 3 dan formula 4) lebih tinggi dibandingkan kadar karbohidrat pada snack bar komersil.
40
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar karbohidrat snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar karbohidrat. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar karbohidrat keempat formula snack bar. Secara kuantitatif kadar karbohidrat yang tinggi pada formula cherry berasal dari manisan cherry hijau dan cherry merah, karena cherry tersebut dalam bentuk manisan yang mengandung gula yang tinggi, sehingga kadar karbohidrat formula cherry lebih tinggi dari formula mangga, sedangkan formula 3 lebih besar dari pada formula 4 karena tepung sorghum pada formula 3 lebih banyak dari pada formula 4, kadar karbohidrat pada tepung sorghum sekitar 8.76% dalam 100 g tepung sorghum. Serat Pangan. Serat pangan digolongkan menjadi dua yaitu serat pangan larut dan serat pangan tidak larut (Hartoyo 2008). Hasil analisis kimia dari keempat formula menunjukkan bahwa rata-rata kadar serat pangan tidak larut air antara 8.12% (formula 2) sampai 11.54% (formula 1). Serat pangan yang tidak larut dalam air adalah komponen struktural tanaman, sedangkan yang larut adalah non komponen struktural. Serat pangan yang tidak larut dalam air banyak terdapat pada kulit gandum, biji-bijian, sayuran dan kacang-kacangan (Koeswara 2010). Tingginya serat pangan tidak larut air kemungkinan masih banyaknya kulit sorghum yang ikut tergiling dalam tepung sorghum. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar serat pangan tidak larut air snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar serat pangan tidak larut air. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata kadar serat pangan tidak larut air antara formula 2 dengan formula 1, tidak terdapat perbedaan formula 3 dengan formula 4. Hasil analisis kimia serat pangan larut air menunjukkan bahwa rata-rata berada antara 1.57% (formula 1) sampai 4.09% (formula 4). Serat pangan larut air adalah serat pangan yang dapat larut dalam air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh perbandingan air dengan etanol 1:4. Serat pangan yang larut dalam air biasanya berupa gum dan pektin (Koeswara 2010). Tingginya serat pangan larut air pada formula
4, disebabkan banyak mangga kering yang
41
ditambahkan pada formula. Mangga kering yang ditambahkan memiliki pektin yang lebih tinggi dari pada buah cherry. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar serat pangan larut air snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar serat pangan larut air. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar serat pangan larut air keempat formula snack bar. Urutan kadar serat pangan larut air formula snack bar yang terrendah sampai ke tinggi yaitu formula 1, formula 2, formula 3 dan formula 4. Serat yang larut air bermanfaat untuk menurunkan kadar kolesterol, penurunan penyerapan glukosa, mengurangi penyakit jantung dan diabetes. Serat tidak larut berfungsi menjaga keseimbangan flora usus, mencegah konstipasi dan kanker usus besar (Jahari dan Sumarno 2002) Tingginya serat pangan total pada formula disebabkan tingginya serat pangan tidak larut air pada formula, karena serat pangan total merupakan gabungan antara serat pangan tidak larut air dengan serat pangan larut air. Dapat diketahui dari hasil analisis bahwa formula snack bar sorghum memiliki kadar serat pangan tidak larut air lebih tinggi dari pada serat pangan larut air. Kadar serat pangan total yang terendah adalah 10.42% (formula 2) dan yang tertinggi adalah 13.92% (formula 4). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar serat pangan total snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar serat pangan total. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar serat pangan total formula 1 dengan formula 2, terdapat perbedaan antara formula 1 dan 2 dengan formula 3 dan formula 4, tidak terdapat perbedaan antara formula 3 dengan formula 4. Lebih tingginya serat total pada formula 3 dan formula 4 dari pada formula 1 dan formula 2 karena kontribusi serat yang berasal dari mangga dan kacang. Lebih tingginya serat total formula 1 dari pada formula 2 karena jumlah tepung sorghum yang digunakan pada formula 1 lebih banyak dari pada yang digunakan pada adonan formula 2, kadar serat total dari tepung sorghum sekitar 20.66% per 100 g tepung sorghum. Ketiga formula snack bar (formula 1, 3 dan 4) memiliki kadar serat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar serat pada snack bar komersil.
42
Menurut Hariyadi (2005), klaim high fiber, hanya boleh digunakan untuk produk yang paling tidak mengandung serat pangan 5 g per 100 g (padat). Berdasarkan kategori tersebut keempat formula snack bar dapat dikategorikan tinggi serat pangan karena terbukti total serat pangan yang terdapat dalam keempat snack bar sebanyak 10.42% sampai 13.92%. Kebutuhan serat pangan pada masyarakat Indonesia menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), adalah sebanyak 19-30 gr/kap/hari. Potensial efek serat pangan dalam pencegahan penyakit diantaranya : penyakit jantung koroner, resiko kanker, osteoporosis, diabetes melitus, divertikulosis, dan mencegah konstipasi (Hartoyo 2008). Kadar Fe. Hasil analisis kadar Fe berkisar antara 3.71 (formula 2) sampai 4.87 mg (formula 3). Kadar Fe pada keempat formula tergolong rendah, oleh karena itu penetapan produk terpilih untuk pengujian Bioavailabilitas Fe tidak berdasarkan mineral Fe namun berdasarkan uji organoleptik. Kadar Fe produk komersil hampir sama dengan kadar Fe snack bar sorghum. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.008) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar Fe snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar Fe. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar Fe formula 3 dengan ketiga formula snack bar yang lainnya. Perbedaan kadar Fe pada formula berisi kacang (formula 3 dan formula 4) yang lebih tinggi dari pada formula berisi cherry (formula 1 dan formula 2) karena adanya kontribusi isi kacang tanah dan tepung sorghum yang berdasarkan Persagi (2009) kadar Fe kacang tanah sebesar 5,7%, sedangkan pada formula 3 lebih tinggi dibandingkan formula 4 karena kontribusi kadar Fe tepung sorghum yang lebih banyak pada formula 3 dari pada formula 4. Sifat Organoleptik Snack bar Menurut Soekarto (1985) penilaian dengan indera disebut juga penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian primitif. Uji hedonik disebut juga uji kesukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik (Rahayu 1998). Menurut Setyaningsih et al (2010), skor penerimaan relatif juga dapat menunjukkan kesukaan, contoh dengan skor tertinggi berarti lebih disukai. Kesan mutu hedonik dapat bersifat umum yaitu baik-buruk dan bersifat spesifik seperti empuk-keras untuk daging (Soekarto 1985). Data rata-rata uji
43
hedonik snack bar dapat dilihat pada Tabel 10. Data hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 9.
Tabel 10. Data rata-rata uji hedonik snack bar Jenis Formula Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4
Warna 5,87ab 5,94ab 5,33a 6,38b
Nilai rata-rata uji hedonik Tekstur Aroma Rasa Keseluruhan b 5,74ab 5,71b 6,17ab 5.87 b ab ab b 6,05 6,07 6,07 6.02 a 5,25a 5,53b 5,62a 5.43 ab b b b 5,63 6,59 6,57 6.14
Warna Warna merupakan variabel yang mempengaruhi penampilan suatu produk. Warna juga merupakan salah satu indikator kematangan atau kerusakan suatu produk, serta titik akhir dari proses pemasakan ditentukan oleh warna (Parker 2003). Tingkat kesukaan panelis terhadap warna snack bar memiliki kisaran nilai rataan 5.33 sampai 6.38. Nilai ini memiliki kisaran biasa sampai agak suka. Skor penilaian warna terendah formula 3 dan skor tertinggi formula 4. Berarti warna formula yang paling disukai oleh panelis berdasarkan uji mutu hedonik berwarna coklat kekuningan (5,64). Mutu warna snack bar memiliki kisaran nilai rataan 4.10 sampai 5.64. Nilai ini memiliki kisaran coklat muda sampai kuning kecoklatan. Skor penilaian mutu warna terendah terdapat pada formula 2 dan skor tertinggi terdapat pada formula 4. Berdasarkan data dapat dilihat bahwa dengan penambahan isi pada formula snack bar tidak memberikan penilaian kesukaan yang sangat berbeda satu sama lain, hal ini dikarenakan adonan pada snack bar memiliki formula yang sama dan hanya dibedakan oleh jenis dan jumlah isi formula. Skor hedonik menunjukkan bahwa produk dengan penambahan kismis, manisan mangga dan kacang sebanyak 50% dari total adonan paling disukai oleh panelis. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.016) berpengaruh nyata (p<0.05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna snack bar (Lampiran 9), artinya formula snack bar mempengaruhi kesukaan panelis terhadap warna snack bar yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara formula 3 dengan formula 4, tidak terdapat perbedaan antara formula 1 dengan formula 2, tidak terdapat perbedaan antara formula 4 dengan formula 1 dan 2, tidak terdapat perbedaan antara formula 3 dengan formula
44
1 dan 2. Hal ini kemungkinan karena persentase isi snack bar yang lebih banyak memberikan respon lebih disukai warnanya. Perbedaan warna yang terjadi juga karena proses pemanggangan. Secara alamiah pigmen atau warna dirusak oleh adanya pemanasan. Secara kimia, perubahan warna dapat disebabkan oleh perubahan pH atau oksidasi selama penyimpanan. Hasilnya, pangan olahan kehilangan warna dan dapat menurunkan nilai sensorik. Reaksi Maillard juga menyebabkan perubahan warna (pada pemanggangan dan penggorengan) dan dapat menyebabkan off-colours (Fellows 2000). Warna yang dihasilkan pada formula diduga juga berasal dari reaksi Maillard dan karamelisasi karena adanya pemanasan dengan oven. Reaksi tersebut terjadi karena peran tepung sorghum, gula pasir serta bahan lain yang banyak mengandung karbohidrat. Menurut Deman (1997), warna karamel dapat dihasilkan dari berbagai sumber karbohidrat. Karamel dan melanoidin terdapat dalam sirop dan produk serealia, terutama jika produk itu mengalami pemanasan. Skor mutu warna tertinggi adalah formula 4 yaitu warna coklat kekuningan sampai kuning kecoklatan (skor 5 sampai 6). Skor terendah terdapat pada formula 2 yaitu warna coklat muda sampai coklat kekuningan (skor 4 sampai 5). Warna kecoklatan pada snack bar karena adanya reaksi mailard dan karamelisasi yang juga menghasilkan aroma dan rasa karamel, yang membuat tekstur agak lengket. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu warna snack bar (Lampiran 9), artinya formula snack bar mempengaruhi mutu warna snack bar yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara formula 2 dengan formula 1, tidak terdapat perbedaan antara formula 4 dengan formula 3, tidak terdapat perbedaan antara formula 3 dengan formula 1, namun terdapat perbedaan antara formula 2 dengan formula 4. Data rata-rata skor mutu hedonik warna dapat dilihat pada Gambar 10. Keterangan : 1. Coklat kehitaman 2.Coklat tua 3.Coklat 4.Coklat muda 5.Coklat kekuningan 6.Kuning kecoklatan 7.Kuning emas 8.Kuning keputihan 9.Putih gading
45
Gambar 10. Data rata-rata skor mutu hedonik warna Warna merupakan nama umum untuk semua pengindraan yang berasal dari aktifitas retina mata. Banyak sifat atau mutu komoditas dapat dinilai dari warnanya. Warna seringkali mempengaruhi respon panelis dan persepsi panelis (Setyaningsih 2010). Kesan warna pada formula juga disebabkan secara fisik tepung sorghum berwarna coklat, sehingga menghasilkan warna adonan dalam skala coklat. Tekstur. Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan, yang terdiri dari tiga elemen yaitu : mekanik (kekerasan dan kekenyalan), geometrik (berpasir dan beremah) dan mouthfeel (berminyak dan berair). Pada umumnya, bahan yang dinilai diletakkan diantara permukaan ibu jari, telunjuk atau jari tengah (Setyaningsih et al 2010). Berdasarkan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur pada snack bar memperoleh skor rata-rata dari 5,25 sampai 6.05 yang berarti penilaian panelis terhadap formula snack bar adalah biasa sampai agak suka. Hasil skor hedonik pada produk snack bar menunjukkan bahwa produk dengan penambahan kismis dan buah cherry pada formula 2 paling disukai teksturnya oleh panelis memiliki tekstur agak padat agak empuk. Menurut panelis, formula yang teksturnya paling disukai memiliki karakteristik tekstur agak padat agak empuk. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.125) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur snack bar, artinya formula snack bar tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap tekstur snack bar yang dihasilkan. Berdasarkan uji mutu hedonik pada tekstur didapatkan skor rata-rata tekstur formula adalah 4.46 sampai 6.07 yang artinya kisaran penilaian tekstur oleh panelis dari padat agak keras sampai agak padat empuk. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu tekstur snack bar (Lampiran 9), artinya formula snack bar mempengaruhi mutu tekstur snack bar yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada formula 1 dengan ketiga formula lainnya. Tekstur empuk pada produk bisa berasal dari tekstur isi buah. Data rata-rata skor mutu hedonik tekstur dapat dilihat pada Gambar 11.
46
Keterangan : 1. Sangat padat sangat keras 2.Padat sangat keras 3.Padat keras 4.Padat agak keras 5.Padat 6.Agak padat agak empuk 7.Empuk 8.Empuk renyah 9.Renyah
Gambar 11. Data rata-rata skor mutu hedonik tekstur Skor mutu tekstur tertinggi adalah formula 2 dengan penambahan buah cherry dan kismis 50%, sedangkan skor terendah adalah formula 3 dengan penambahan manisan formula 3. Formula yang ditambahkan manisan cherry dan kismis lebih disukai teksturnya dibandingkan dengan formula yang ditambahkan buah mangga dan kacang. Hal ini karena penambahan isi dengan mangga dan kacang membuat tekstur snack bar sedikit agak keras. Aroma. Menurut Setyaningsih et al (2010), Industri pangan menganggap uji bau sangat penting karena dapat dengan cepat memberikan hasil mengenai kesukaan konsumen terhadap produk. Agar menghasilkan bau, zat harus bersifat menguap, sedikit larut dalam air atau sedikit larut dalam minyak. Hasil uji hedonik terhadap kesukaan aroma didapatkan skor rata-rata antara 5,53 sampai 6.59, yang artinya dinilai biasa sampai agak suka. Formula
yang
memiliki rata-rata tertinggi adalah formula 4. Formula yang aromanya paling disukai oleh panelis, dinilai memiliki karakteristik aroma netral sampai agak harum. Skor mutu aroma tertinggi adalah formula 2 yaitu aroma netral sampai agak harum (skor 5 sampai 6). Skor terendah terdapat pada formula 3 yaitu aroma netral. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.004) berpengaruh nyata (p<0.05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma snack bar (Lampiran 9), artinya formula snack bar mempengaruhi kesukaan panelis terhadap aroma snack bar yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat tidak perbedaan antara formula 3 dengan formula 1 dan 2, terdapat perbedaan antara formula 3 dengan formula 4 (Lampiran 9). Aroma harum pada snack bar disini bisa didefinisikan seperti aroma karamel karena pemanggangan.
47
Golongan senyawa lain yang ada kaitannya dengan aroma pangan yang dipanaskan ialah furanon. Senyawa 4-hidroksi-2.5-dimetil-3-dihidrofuranon (1) berbau karamel atau nenas terbakar (Deman 1997). Hasil uji mutu hedonik aroma didapatkan skor rata-rata 5.40 sampai 5.78 (netral sampai agak harum). Skor mutu warna terbanyak pada semua formula 1, 2, formula 3 dan formula 4 adalah 6 (agak harum). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.672) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap mutu aroma snack bar (Lampiran 9), artinya formula snack bar tidak mempengaruhi mutu aroma snack bar yang dihasilkan. Data rata-rata skor mutu hedonik aroma dapat dilihat pada Gambar 12. Keterangan : 1. Amat sangat apek 2.Sangat apek 3.Apek 4.Agak apek 5.Netral 6.Agak harum 7.Harum 8.Sangat harum 9.Amat sangat harum
Gambar 12. Data rata-rata skor mutu hedonik aroma Hal ini berarti penambahan isi produk dengan manisan mangga atau dengan buah cherry yang berbeda jumlahnya menghasilkan mutu aroma snack bar yang hampir sama disetiap produk. Hal ini terjadi karena jenis buah yang ditambahkan adalah buah kering seperti kismis dan manisan mangga yang aromanya tidak muncul karena sudah melewati proses pengeringan atau menguap, sehingga aroma yang muncul adalah aroma dari adonan yang dicampur dengan selai nanas seperti bau karamel. Rasa. Terdapat lima rasa dasar yaitu manis, pahit, asin, asam dan umami (Setyaningsih et al 2010 dan Deman 1997). Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa snack bar memperoleh skor rata-rata yaitu 5.6 sampai 6.5 yang berarti formula dinilai agak suka sampai suka. Hasil skor hedonik pada produk snack bar yang dihasilkan bahwa produk dengan penambahan buah dan manisan mangga lebih disukai rasanya oleh panelis dibandingkan dengan yang berisi buah cherry. Formula yang memiliki rata-rata tertinggi adalah formula 4, dengan karakteristik rasa yang
48
manis. Persyaratan pertama agar senyawa menghasilkan rasa ialah senyawa itu harus dapat larut dalam air. Hubungan antara struktur kimia suatu senyawa dengan rasanya lebih mudah ditentukan dari pada hubungan antara struktur kimia dan baunya (Deman 1997). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.055) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap rasa snack bar (Lampiran 9), artinya formula snack bar tidak mempengaruhi kesukaan rasa snack bar oleh panelis. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula 4 berbeda nyata dengan ketiga formula snack bar lainnya. Rasa formula mangga yang paling disukai dideskripsikan memiliki rasa agak manis sampai manis. Formula 4 paling disukai karena adanya penambahan kacang, kismis dan manisan mangga yang lebih banyak sehingga memberikan sensasi rasa yang manis, asam dan gurih yang lebih kuat dibandingkan dengan formula 3, begitu pula dengan formula 1 dan 2 yang hanya memberikan kesan rasa manis saja. Hasil uji mutu hedonik rasa didapatkan skor rata-rata pada kisaran 6.31 sampai 6.94. Rata-rata tertinggi adalah formula 2 dan terendah formula 3 yaitu 6.94 sampai 6.31. Nilai ini berada pada kisaran agak manis sampai manis. Banyak panelis mendefinisikan rasa manis asam pada snack bar, rasa asam ini berasal dari kismis dan manisan mangga, sedangkan rasa manisnya dari gula dan manisan buah cherry. Kemanisan adalah sifat gula dan senyawa sejenisnya, kemanisan nisbi pada glukosa adalah 0.5-0.7. Rasa asam merupakan sifat ion hidrogen, namun tidak ada hubungan yang sederhana antara kemasaman dan konsentrasi asam. Asam rasanya berbeda-beda dan kemasaman yang dirasakan dalam mulut dapat bergantung pada sifat gugus asam, pH, keasaman yang tertitrasi dan adanya senyawa lain terutama gula (Deman 1997). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.220) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap mutu rasa snack bar, artinya formula snack bar tidak mempengaruhi mutu rasa snack bar yang dihasilkan. Data rata-rata skor mutu hedonik rasa dapat dilihat pada Gambar 13.
49
Keterangan : 1. Pahit 2.Pahit asam 3.Pahit manis 4.Agak pahit 5.Hambar 6.Agak manis 7.Manis 8.Agak manis 9.Asam manis
Gambar 13. Data rata-rata skor mutu hedonik rasa Keseluruhan. Variabel keseluruhan adalah penilaian panelis yang yang berupa kombinasi variabel penerimaan panelis terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur. Nilai kesukaan terhadap keseluruhan adalah acuan yang digunakan untuk menentukan formula terpilih. Produk yang paling disukai berdasarkan warna, tekstur, aroma dan rasa adalah formula 4. Berarti panelis menilai formula snack bar adalah mulai agak suka. Hasil skor hedonik pada produk snack bar yang dihasilkan bahwa produk dengan penambahan kacang dan penambahan manisan mangga formula 4 paling disukai secara keseluruhan oleh panelis. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.10) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis secara keseluruhan snack bar (Lampiran 9), artinya formula snack bar tidak mempengaruhi kesukaan panelis secara keseluruhan snack bar. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara formula 3 dengan formula 1, formula 2 dan formula 4. Tidak terdapat perbedaan antara formula 4 dengan formula 1 dan formula 2. Data rata-rata skor hedonik keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 14 dan formula 4 dapat dilihat pada Gambar 15. Keterangan : 1. Amat sangat tidak suka 2. Sangat tidak suka 3. Agak tidak suka 4. Tidak suka 5. Biasa 6. Agak suka 7. Suka 8. Sangat suka 9. Amat sangat suka
50
Gambar 14. Data rata-rata skor hedonik keseluruhan
Gambar 15. Produk snack bar terpilih formula 4 Bioavailabilitas Fe Snack bar Bioavailabilitas Fe sangat terkait dengan proses absorpsi Fe dalam usus halus sehingga istilah Bioavailabilitas Fe dapat disamakan dengan absorpsi dalam usus (Latunde dan Neale 1986). Hasil uji Bioavailabilitas Fe pada sampel tepung sorghum yaitu 2.25% dan formula 4 yaitu 8.61%. Menurut Meiri (2005), pada sayuran terjadi penyerapan Fe non hem antara 2-3.5%. Pada keadaan normal, diperkirakan seseorang dewasa menyerap dan mengeluarkan Fe sekitar 0.5 sampai 2 mg/hari (Winarno 2008). Pengujian Bioavailabilitas Fe dilakukan terhadap formula 4 karena formula 4 merupakan formula terpilih yang paling disukai secara keseluruhan oleh panelis. Lebih tingginya Fe yang dapat diserap dari formula 4, kemungkinan disebabkan adanya penambahan buah-buahan seperti mangga dan selai nanas yang mengandung vitamin C pada formula. Asam askorbat yang dikonsumsi bersama-sama dalam bahan pangan akan meningkatkan penyerapan sebesar 3-6 kali (Palupi et al 2010). Hal ini juga dipaparkan oleh Latunde dan Neale (1986), bahwa kandungan vitamin C yang tinggi dapat membantu proses absorpsi Fe. Pada formula mangga tersebut juga memiliki serat pangan, namun kerja asam askorbat sebagai faktor pendorong yang kemungkinan lebih berperan dalam penyerapan Fe dibandingkan
51
serat pangan yang terdapat dalam formula 4. Rendahnya nilai Bioavailabilitas Fe pada tepung sorghum, karena tingginya serat pangan yang terdapat pada tepung sorghum. Senyawa-senyawa yang termasuk sebagai inhibitor penyerapan Fe antara lain adalah: tanin, fitat, polifenol, oksalat dan serat pangan (Palupi et al 2010) (Latunde dan Neale 1986). Hal ini juga sesuai dengan yang dipaparkan oleh Meiri (2005), tidak semua mineral kalsium dan Fe yang terdapat pada bayam yang merupakan sayur kaya akan kalsium dan Fe, dapat diserap oleh tubuh dalam jumlah yang banyak, karena kalsium dan Fe dalam bayam terikat oleh gugus oksalat dan fitat. Serat pangan juga dapat menghalangi penyerapan Fe dan beberapa mineral lainnya. Hal ini terbukti pada tepung sorghum yang memiliki jumlah serat pangan yang tinggi sekitar 23.27g/100g sehingga Bioavailabilitas Fe menjadi rendah. Menurut Yuanita (2008) diet tinggi serat pangan menyebabkan ketidaktersediaan mineral Fe terutama disebabkan karena kemampuan serat pangan mengikat Fe. Kontribusi zat gizi, Fe dan serat pangan snack bar formula terpilih terhadap angka Acuan Label Gizi (ALG) kelompok konsumen umum Berdasarkan uji hedonik, produk snack bar yang terpilih adalah formula 4, karena formula
4 merupakan produk yang paling disukai secara keseluruhan
menurut 30 orang panelis. Klaim tinggi serat, hanya boleh digunakan untuk produk yang paling tidak mengandung serat 5 gam per 100 gam (padat) (Hariyadi 2005). Klaim high vitamin dan mineral adalah sebanyak 30% dari Nutrient Reference Value (NRV) per 100 g bahan dan 15% dari NRV per 100 g dapat diklaim sebagai source vitamin (Blanchfield 2000). Di Indonesia tidak menggunakan NRV maka untuk menetapkan klaim gizi digunakan ALG (Acuan Label Gizi), yaitu angka kecukupan gizi untuk pelabelan. Berdasarkan keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPPOM) tentang Acuan Label Gizi, acuan label gizi untuk serat pangan sebesar 25 g dan zat Fe 26 mg bagi kategori umum. Produk snack bar pada penelitian ini hanya menekankan kontribusi serat pangan dan zat besi yang diberikan terhadap pemenuhan untuk kelompok konsumen umum. Serat pangan yang harus dipenuhi pertakaran saji untuk kelompok konsumen umum sehingga pangan dapat dikatakan sebagai tinggi serat pangan adalah 5 g serat pangan dari 100 g bahan (padat), sedangkan zat Fe sebesar 15% dari 26 mg yaitu sebesar 3.9 mg. Berdasarkan Food Drug and
52
Administration (FDA 2009), bahwa klaim Tinggi, Kaya, atau Sumber terbaik, komponen bahan pangan tersebut harus mengandung 20% dari Daily Value atau AKG. Nutrition facts dapat dilihat pada Tabel 11. Kandungan serat pangan dan zat besi pada produk snack bar terpilih berturut-turut adalah sebesar 13.92 g (55% ALG) dan 4.12 mg (15.84% ALG), sehingga produk snack bar formula terpilih dapat diklaim sebagai produk pangan yang tinggi serat pangan dan sumber zat Fe. Tabel 11. Nutrition facts snack bar sorghum formula 4 Nutrition Facts / Informasi Nilai Gizi Per 1 bar (28g) Jumlah per sajian 28g % AKG Amount per serving 28g % Daily value Energi /Calories 133.33 kal 6.67% Abu / Ash 0.57 g Lemak / fat 4.13 g 7.08 Protein / Protein 3.99 g 7.05 Karbohidrat / 20.04 g 7.09 Carbohidrat Serat / fiber 3.93 g 15.74 Fe / Fe 1.17 mg 4.48 *Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal. Kebutuhan energi anda mungkin lebih tinggi atau lebih rendah
Berdasarkan uji hedonik diperoleh formula snack bar terpilih, yakni snack bar formula 4. Berdasarkan ALG umum kebutuhan energi per hari adalah 2000 kkal, proporsi pangan selingan adalah 10% untuk satu kali selingan dari total kebutuhan energi harian. Hal ini berarti dibutuhkan energi sebesar 400 kkal, jika frekuensi selingan dua kali dalam sehari. Berat satu buah snack bar adalah 28 g, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pangan tinggi serat pangan dan sumber zat besi snack bar yang dapat dikonsumsi sebagai camilan bagi kelompok konsumen remaja puteri cukup dua bar, karena dengan dua bar snack bar sudah dapat memenuhi kebutuhan serat pangan dan zat besi. Setelah diketahui kandungan energi dan zat gizi per takaran penyajian, maka dapat dibuat penentuan ALG per takaran penyajian. Analisis Biaya Pembuatan Snack bar Analisis biaya pembuatan snack bar dilakukan untuk menentukan harga jual snack bar per takaran saji dengan margin 30 persen dari total biaya produksi. Rincian analisis biaya tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11. Berdasarkan hasil
53
perhitungan diketahui harga bahan per kg produk snack bar sorghum sebesar Rp 210.535, dengan biaya produksi per kg sebesar Rp 10.900, sehingga harga pabrik/kg atau harga pokok produk (HPP) sekitar Rp 50.677. Jika jumlah loyang per kg sebesar 1000 g/28 g maka dihasilkan sebanyak
35.71 loyang snack bar,
sehingga harga snack bar per takaran saji (28g) yaitu sebesar Rp 1.347,00 Jika dibandingkan snack bar komersil dengan takaran saji 30 g harga jualnya sekitar Rp 5.000,00. Hal ini menunjukkan snack bar mampu memberikan keuntungan secara ekonomi bagi masyarakat dan dapat bersaing.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Tepung sorghum mempunyai nilai densitas kamba 0.79 g/ml, pH 6.14 dan derajat putih 55.35%. Nilai daya serap air tepung sorghum sebesar 1.51 g/g dan daya serap minyak sebesar 0.98%. Kadar air tepung sorghum adalah 11.20% (b/k). Kadar abu tepung sorghum sebesar 1.98% (b/k), kadar lemak sebesar 1.41% (b/k), kadar protein sebesar 11.41% (b/k), kadar karbohidrat 86.47% (b/k), kadar serat pangan larut 5.54% (b/k), kadar serat pangan tidak larut 15.13% (b/k), serat pangan total 20.66% (b/k), kadar zat Fe tepung soghum adalah 11.68% dan Bioavailabilitas zat besinya sebesar 2.15%. Tahap-tahap pembuatan snack bar sorghum meliputi proses pencampuran dan pemanggangan. Snack bar yang dihasilkan terdiri dari empat formula yaitu formula 1, 2, formula 3 dan formula 4. Hasil analisis sifat kimia snack bar, menunjukkan kadar air berkisar 11.29% (b/k) sampai 15.85% (b/k). Kadar abu berkisar 1.47% (b/k) sampai 2.17% (b/k). Kadar protein pada formula snack bar berkisar 7.03% (b/k) sampai 14.10% (b/k). Kadar lemak pada keempat formula snack bar berkisar 3.77% (b/k) sampai 14.63% (b/k). Kadar karbohidrat berkisar 70.92% (b/k) sampai 91.10% (b/k). Kadar serat pangan tidak larut air berkisar 8.12% (b/k) sampai 11.54% (b/k). Kadar serat pangan larut air berkisar 1.57% sampai 4.09%. Kadar serat pangan total berkisar 10.42% sampai 13.92%, sedangkan kadar zat besi pada produk snack bar berkisar 3.71% sampai 4.87%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar berpengaruh nyata (p<0.05) pada semua hasil analisis kimia produk snack bar. Nilai Bioavailabilitas zat besi pada snack bar terpilih sebesar 8.61%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar berpengaruh nyata (p<0.05) pada semua hasil analisis kimia produk snack bar. Hasil analisis sifat organoleptik yang menggunakan uji hedonik menunjukkan nilai tingkat kesukaan terhadap warna keempat snack bar dinilai biasa sampai agak suka, kesukaan terhadap tekstur berada antara biasa sampai agak suka, nilai tingkat kesukaan terhadap aroma snack bar berkisar antara biasa sampai suka. Nilai ratarata kesukaan terhadap rasa berkisar agak suka, rata-rata kesukaan secara keseluruhan adalah agak suka sampai suka. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar tidak berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan
55
warna, dan aroma snack bar. Formula snack bar tidak berpengaruh (p>0.05) pada tekstur, rasa dan keseluruhan snack bar. Formula snack bar yang disukai berdasarkan warna, tekstur, aroma dan rasa adalah formula
4. Hasil uji mutu
hedonik menunjukkan nilai rataan warna 4.10 sampai 5.64 (coklat muda sampai kuing kecoklatan). Nilai rataan tekstur berkisar 4.46 sampai 6.07 (agak keras sampai agak padat empuk), nilai rataan aroma 5.40 sampai 5.78 (netral sampai agak harum), sedangkan nilai rataan rasa berkisar 6.31 sampai 6.94 (agak manis sampai manis). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar berpengaruh nyata (p<0.05) pada mutu warna dan mutu tekstur snack bar, dan tidak berpengaruh (p>0.05) nyata terhadap mutu aroma dan mutu rasa pada snack bar yag dihasilkan. Berdasarkan analisis kontribusi zat gizinya, snack bar terpilih (formula 4) memberi kontribusi serat dan Fe sebesar 13.92 g (55.68% dari ALG) dan 4.12 mg (15.84% dari ALG), sehingga produk snack bar formula terpilih dapat diklaim sebagai produk pangan yang tinggi serat pangan dan sumber zat Fe. Harga bahan per kg produk snack bar sorghum sebesar Rp 210.535, dengan biaya produksi per kg sebesar Rp 10.900,22 , sehingga Harga pabrik/kg Atau Harga Pokok Produk (HPP) sekitar Rp 50.676,55. Jika jumlah loyang per kg sebesar 1000 g/28 g maka dihasilkan sebanyak 35.71 loyang snack bar, sehingga harga produk per loyang yaitu Rp1.347,00 per takaran saji (28g) lebih murah dibandingkan snack bar komersil dengan harga Rp 5.000,00 per takaran saji (30g), sehingga produk ini dapat bersaing, karena produk ini disukai secara organoleptik, memiliki serat pangan yang tinggi dan sebagai sumber Fe yang tepat dikonsumsi oleh remaja puteri. Saran Snack bar yang dihasilkan pada penelitian masih perlu diperbaikan pada teksturnya dan bisa ditambahkan sedikit flavor agar lebih disukai. Untuk meningkatkan pemanfaatan tepung sorghum sebagai bahan pangan, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mencoba tepung sorghum dimanfaatkan pada produk jenis lainnya dan selain itu disarankan juga meneliti pengaruh penyimpanan terhadap kandungan gizi dan aspek keamanan pangan. Snack bar yang mulai diperkenalkan pada tahun 1980-an sebagai makanan atlet, meskipun belum terlalu banyak produk sejenis yang beredar di Indonesia namun diharapkan produk ini bisa menjadi alternatif makanan selingan yang disukai dan mengandung gizi yang menyehatkan.
DAFTAR PUSTAKA Achmad D. 2010. 9 Jenis makanan sehat yang menjebak. http://id.shvoong.com/ jenis makanan-sehat-yang menjebak. [19 Mei 2010]. Anwar F. 1990. Mempelajari sifat fisik, organoleptik dan nilai gizi protein makanan bayi dari campuran tepung beras, konsentrat protein jagung dan tepung tempe. Program Pasca Sarjana, Bogor : Institut Pertanian Bogor. Apriyantono A. Fardiaz D, Puspitasari N, Budiyanto S.1989. Analisis Pangan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Arisman. 2002. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Kedokteran. Arifin Z. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan metode analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008 Hlm 99-105. http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi [12 Juli 2010]. Astawan M. 2010. Snack kedelai hambat penuaan. http://www.cbn.net.id. [19 Mei 2010]. Asp. NG, Johansson CG, Hallmer H, Siljestrom M. 1983. Rapid enzimatic assay of insoluble and soluble dietary fiber. Journal Agricultural Food Chemistry. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2007. Acuan label gizi produk pangan. http://www.pom.go.id/ [15 Januari 2011]. [BPPIS] Badan Penelitian Pengembangan Industri. 1989. Pembuatan prototipe alat uji derajat putih tepung tapioka. Surabaya: BPPIS. Blanchfield JR. 2000. Food labelling. Cambridge England : Woodhead Publishing Limited. Barasi M E. 2009. At a glace ilmu gizi. Jakarta : Penerbit Erlangga. Budiman A. 2009. Ngemil tapi tetap langsing. http://www.wikimu.com. [19 Mei 2010]. Chandra F. 2010. Formulasi snack bar
tinggi serat berbasis tepung sorghum,
tepung maizena, dan tepung ampas tahu [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Deman JM. 1997. Kimia makanan. Bandung : Penerbit ITB. [Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. http://www.litbang.depkes.go.id [20 april 2010].
57
Dewi NS. 2000. Pengaruh substitusi tepung sorghum pada tepung terigu terhadap mutu wafel [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz D, Andarwulan N, Wijaya H, Puspitasari NL. 1992. Teknik analisa sifat kimia dan fungsional komponen pangan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Fellows 2000. Food Processing Technology. Boca Raton: CRC Press.
[FDA] Food and Drugs Administration. 2009. Guidance for industry: A food labeling guide. http://www.hhs.gov [26 Mei 2011]. Garwati A dan Wijayati I. 2010. Goodbye Lemak 3 Langkah Mudah membentuk Tubuh Ideal. Jakarta: Gelanggang press. Hariyadi P. 2005. Mencermati label dan iklan pangan. http://web.ipb.ac.id. [4 Juni 2010] Hartoyo A. 2008. Serat pangan. http://duniapangankita.wordpress.com [4 Mei 2010]. Hubeis M. 1984. Pengantar pengolahan tepung serealia dan biji-bijian. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Irawan MA. 2007. Karbohidrat. http://www.pssplab.com [ 8 Juni 2011]. Jahari A, Sumarno I. 2002. Epidemiologi konsumsi serat di Indonesia. Symposium Seminar hasil Monika Jakarta III tahun 2000, Rumah Sakit Jantung Nasional Harapan Kita, 29 Oktober 2002. Khumaidi. 1989. Gizi Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Koeswara
S.
2010.
Manfaat
serat
makanan
tidak
larut.
http://www.Ebookpangan.com [28 April 2010]. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1593 Tahun 2005 Tentang Angka Kecukupan Gizi Bagi Orang Indonesia. Laimeheriwa
J.
1990.
Teknologi
budidaya
sorghum.
http://www.pustaka-
deptan.go.id/agritek/ppua0162.pdf [28 April 2010]. Latunde D, Neale JR. 1986. Availability of iron from foods. Journal of Food Technology (1986) 21, Hlm 255-268. http://www.ifst.org. [18 juli 2010]. Leder I. 2004. Sorghum and millet. Hungary: Encyclopedia of Life Support Systems http://www.eolss.net [ 28 April 2010].
58
Lubis Z. 2009. Hidup Sehat dengan Makanan Kaya Serat. Bogor : IPB Press. Matz SA. 1977. Snack food technology, Third edition. Texas : Pan-Tech Intern. Muchtadi TR, Purwiyatno, Basuki A. 1988. Teknologi pemasakan ekstrusi. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. __________, Sugiyono. 1989. Ilmu pengetahuan bahan pangan. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. _________, Palupi NS, Astawan M. 1992. Metoda kimia biokimia dan biologi dalam evaluasi nilai gizi pangan olahan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. __________, 2010. Teknik evaluasi nilai gizi protein. Bandung : Penerbit Alfabeta Bandung. Marahastuti. 1993. Karakteristik tepung dan pati ubi jalar (Ipomea batatas L) serta pemanfataannya untuk pembuatan biskuit dalam upaya diversifikasi pangan [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, IPB. Mar’at S. 2009. Desmita Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Meiri ED. 2005. Mempelajari kandungan mineral dan ketersediaan biologis (bioavailabilitas) Fe secara in vitro pada sayuran lokal daerah Palangkaraya dan sekitarnya [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Mudjisihono R. 1990. Zat Tanin dalam biji sorghum dan usaha untuk mengurangi kandungannya. Media Teknologi Pangan Vol 4 (1) Hal 59-66. Novita
N.
2010.
Energi
bar
bukan
makanan
ajaib.
http://www.femina-
online.com/issue/issue_detail.asp?id=582&cid=2&views=54 [19 Mei 2010]. Parker. 2003. Introduction to Food Science. New York: Delmar. Palupi NS, Zakaria FR, Prangdimurti E. Evaluasi nilai biologis vitamin dan mineral. http://xa.yimg.com/kq/groups/20875559/1523764269. [20 Juli 2010]. Persagi [Persatuan Ahli Gizi Indonesia]. 2009. Tabel komposisi pangan Indonesia. Jakarta : Elex Media Komputindo. Purwani EY, Santosa BAS, Meihira KD dan Damardjati DS. 1996. Beberapa sifat biskuit dari campuran tepung beras kaya protein dan tepung kacang hijau untuk makanan tambahan bayi usia dibawah dua tahun. Agritech Vol.16 no. 2, Hal 1-5.
59
Rahayu WP. 1998. Penuntun praktikum penilaian organoleptik. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Roig MJ, Alegria A, Barbera R, Farre R, Legarda MJ. 1999. Calcium bioavailability in human milk, cow milk and infant formulas comparison between dialysis and solubility methods. Valencia : Nutrition and Food Chemistry 65, Hlm: 353357. Sarwono, S.W. 1993. Remaja, seks dan disiplin dalam menyorot dan memahami masalah remaja. Pustaka Antara, Jakarta. Savige G, Farlane AM, Ball K, Worsley A, Kwarford D. 2007. Snacking behaviours of adolescents and their association with skipping meals. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity 2007, 4 : 36 Hlm 12-17. http://www.ijbnpa.org/content/4/1/36 [5 Juni 2010]. Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis sensori pangan untuk industri pangan dan agro. Bogor : IPB Press. Soekarto ST. 1985. Penilaian organoleptik. Jakarta : Penerbit Bhatara Karya Aksara. Soeranto.
2010.
Pemuliaan
tanaman
sorghum
di
Patir
Batan.
http://www.batan.go.id/patir/sorgum.html. [20 Mei 2010]. Stang J. 2008. Krause’s food and nutritions therapy edition 12. Canada : Sauders Elsevier. Sofia IR. 1998. Stuidi sifat fisiko kimia, fungsional dan daya terima tepung bekatul sebagai sumber serat makanan dan pemanfaatannya pada kue jajanan pasar [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, IPB. Suarni. 2004. Pemanfaatan tepung sorghum untuk produk olahan. Jurnal Litbang Pertanian 23 (4) Hlm 145-150. Suprapto, Mudjisihono R. 1987. Budidaya dan pengolahan sorghum. Surabaya : Penebar Swadaya. Susilowati. 2010. Pengembangan pangan fungsional berbasis polisakarida dari sorghum untuk anti kolesterol. http://www.lipi.go.id/www.cgi. [22 April 2010] Taylor J, Tilman S, Bean S. 2006. Novel food and non-food uses for sorghum and millets Hlm 1-43 .http://repository.up.ac.za/Taylor_Novel_2006_.pdf. [21 April 2010]. USDA. 2009. Nutrition facts sorghum. http://www.NutritionData.com. [ 1 Juni 2010]. _____. 2009. Nutrition facts rice. http://www.NutritionData.com. [ 1 Juni 2010].
60
_____. 2009. Nutrition facts corn. http://www.NutritionData.com. [ 1 Juni 2010]. _____. 2009. Nutrition facts wheat flour. http://www.NutritionData.com.[ 1 Juni 2010]. Wall JS. Ross WM. 1970. Sorghum production and utilization; mayor feed and food crope in agriculture and food series. Westport Connecticut. The Avi Publishing Company, Inc. Wardlaw GM. Smith A. 2009. Contemporary nutrition. Americans : McGraw-Hill. Wirakartakusumah MA, Abdullah K, Syarif AM. 1992. Sifat fisik pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. [WKNP] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan pangan dan gizi di era otonomi daerah dan globalisasi. LIPI. [WHO] World Health Organization. 2005. Nutrition in adolescence Issue and Challenges for the Health Sector. Issues in Adolescent Health and Development. Workman L. 2006. Wheat and gluten free home baking, delicious recipes for healthy high fibre bread and buns. Apple Press. Winarno FG. 2008. Kimia pangan dan gizi. Bogor : Mbrio Press. Yuanita L. 2008. Pengaruh derajat keasaman dan lama perebusan terhadap ketersediaan hayati Fe : pengikatan Fe oleh makromolekul serat pangan kacang panjang (Vigna sesqui pedalis (L) Fruhw). http://www.adln.lib.unair.ac.id. [4 Juni 2010] Yuli. 2009. Kadar amilosa serealia. http://www.3yuli.wordpress.com [12 Juni 2011]
LAMPIRAN
62
Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisik (Muchtadi & Sugiono 1989) 1. Densitas Kamba Masukkan bahan ke dalam gelas ukur sampai volumenya mencapai 100 ml. Usahakan pengisian sampai benar-benar padat. Keluarkan semua bahan dari gelas ukur dan timbang beratnya. Nyatakan densitas kamba bahan dalam gr/ml. Densitas kamba = Berat Contoh Volume contoh 2. Derajat Putih Alat Whiteness meter ditera. contoh
dimasukkan ke dalam plat-plat
tersedia. sampai padat dan rata. pembacaan derajat putih contoh dapat langsung dilakukan sesuai jarum penunjuk alat.
3. Analisis pH Tepung Alat pH meter dikalibrasi dahulu dengan menggunakan larutan standar ber pH netral (pH 7). Elektoda kemudian dimasukkan ke dalam sampel tepung yang akan diukur pH nya sehingga dapat terbaca nilai pH tepung.
63
Lampiran 2. Prosedur analisis sifat fungsional (Fardiaz et al 1992)
1. Daya Serap Air (Sathe dan Salunka. 1981 dalam Fardiaz et al 1992) Sebanyak 1 gram contoh ditimbang. kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi (tabung sentrifuse). Selanjutnya ditambahkan 10 gr air dan dikocok dengan vortex mixer. Kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Selanjutnya diukur volume supernatant dengan menggunakan gelas ukur 10 ml.
Daya serap air = Volume air awal - Volume supernatant Berat kering contoh
2. Daya Serap Minyak Contoh ditimbang sebanyak 1 gram. kemudian dicampur dan dikocok dengan 10 gr minyak menggunakan pengaduk magnetic. Kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Selanjutnya diukur volume supernatant. Daya serap minyak = Volume minyak awal – Volume supernatant Berat kering contoh
64
Lampiran 3. Prosedur analisis kimia 1. Penetapan kadar air dengan metode Oven (Apriyantono et al 1989) Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator. kemudian ditimbang (untuk cawan alumunium didinginkan selama 10 menit dan cawan porselen didinginkan selama 20 menit). Kemudian timbang dengan cepat kurang lebih 5 gram sampel yang sudah dihomogenkan dalam cawan. Angkat tutup cawan dan tempatkan cawan beserta isi dan tutupnya di dalam oven selama 6 jam. Hindari kontak antara cawan dengan dinding oven. Untuk produk yang tidak mengalami dekomposisi dengan pengeringan yang lama. dapat dikeringkan selama 1 malam (16 jam). Selanjutnya pindahkan cawan ke desikator. tutup dengan penutup cawan. lalu didinginkan. Setelah dingin timbang kembali. Keringkan kembali ke dalam oven sampai di peroleh berat yang tetap. Berat sampel (gram) = W1 Berat sampel setelah dikeringkan (gram) = W2 Kehilangan berat (gram) =W3 Persen kadar air (dry basis) = W3 X 100 W2 Persen kadar air (wet basis) = W3 X 100 W1 Total Padatan (%)
= W2 X 100 W1
2. Penetapan total abu (Apriyantono et al 1989) Siapkan cawan pengabuan. kemudian bakar dalam tanur. didinginkan dalam desikator. dan ditimbang. Timbang sebanyak 3–5 gram sampel dalam cawan tersebut. kemudian letakkan dalam tanur pengabuan. bakar sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap : pertama pada suhu sekitar 400oC dan kedua pada suhu 550 oC. Didinginkan kemudian ditimbang. % Abu = Berat abu (g) Berat sampel (g)
X 100
65
3. Penetapan kadar protein dengan metode Mikro Kjeldahl (Apriyantono et al 1989) Timbang sampel kira-kira akan membutuhkan 3-10 ml HCl 0.01 N atau 0.02 N ). pindahkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Tambahkan 1.9 ± 0.1 g K 2SO4. 40 ± 10 mg HgO. dan 2.0 ± 0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik diatas 15 mg. Kemudian tambahkan beberapa butir batu didih. Didihkan sampel selama 11.5 jam sampai cairan jernih. Dinginkan. tambahkan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan (hati-hati tabung menjadi panas). kemudian dinginkan. Pindahkan isi labu ke dalam alat destilasi. Cuci dan bilas labu 5-6 kali dengan 1-2 ml air. pindahkan air cucian ini ke dalam alat destilasi. Letakkan erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H 2BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol) dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Lalu. tambahkan 8-10 ml larutan NaOHNa2S2O3. kemudian lakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Bilas tabung kondenser dengan air. dan tampung bilasannya dalam erlenmeyer yang sama. Encerkan isi erlenmeyer sampai kira-kira 50 ml kemudian titrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Lakukan juga penetapan blanko.
% N = (ml HCl-ml blanko) X normalitas X 14.007 X 100 mg sampel % Protein = % N X faktor konversi atau Protein (%) = (Vol titrasi x 0.014 x N HCl x 6.25 x 100)/Berat sampel 3. Penetapan kadar lemak dengan metode Ekstraksi Soxhlet (Apriyantono et al 1989) Ambil labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstrasi Soxhlet yang akan digunakan. dikeringkan dalam oven. didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kemudian timbang 5 gram sampel dalam bentuk tepung langsung dalam saringan tibel. yang sesuai ukurannya. kemudian tutup dengan kapas-wool yang bebas lemak. Sebagai alternatif sampel dapat dibungkus dengan kertas
66
saring. Letakkan timbel atau kertas saring yang berisi sampel tersebut dalam alat ekstrasi Soxhlet. kemudian pasang alat kondenser diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Tuangkan
pelarut dietil eter atau petroleum eter ke dalam labu lemak
secukupnya. sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan. Lakukan refluks selam minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Distilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak. tampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipananskan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator. timbang labu beserta lemaknya tersebut. Kemudian berat lemak dapat dihitung.
% Lemak = Berat lemak (g) X 100 Berat sampel 4. Penetapan kadar karbohidrat dengan metode Karbohidrat by difference (Winarno 1995) % Karbohidrat = 100% - % (protein + lemak + abu + air) 5. Penetapan serat pangan dengan metode Enzimatis ( Asp et al 1983) Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer. ditambahkan 25 ml larutan buffer Na-fosfat 0.1 M pH 6 dan dibuat menjadi suspensi kemudian diaduk. Selanjutnya ditambahkan 0.1 ml enzim termamyl. erlenmeyer kemudian ditutup dengan alumunium foil. dan diinkubasi dalam penangas air bersuhu 100 oC selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Sampel diangkat dan didinginkan ditambahkan 20 ml air destilata. pH diatur 1.5 dengan menggunakan HCl. Selanjutnya ditambahkan 100 mg enzim pepsin. erlenmeyer ditutup dan diingkubasikan dalam penangas air bergoyang bersuhu 40oC selama 60 menit. Kemudian ditambahakan 20 ml air destilata. pH diatur menjadi 6.8 dengan NaOh lalu tambahkan 20 ml air destilata. pH diatur menjadi 6.8 dengan NaOH lalu tambahkan 100 mg pankreatin. tutup Erlenmeyer dan diingkubasikan dalam penangas air bergoyang pada suhu 40 oC selama 60 menit. Kemudian pH diatur menjadi 4.5 menggunakan HCl. Larutan sampel disaraing
67
melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 1) dan ditambahkan 0.5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Pada penyaringan dilakukan pencucian dengan 2x10 ml air destilata. 1) Residu (serat tidak larut) Cuci dengan 2x10 ml etanol 95% dan 2x10 ml aseton. Kemudian dikeringkan pada suhu 105oC sampai mencapai berat konstan (semalam). Setelah didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (D1). Diabukan pada suhu 550oC selama 5 jam. Setelah didinginkan dalam desikator. ditimabang (I1). 2) Filtrar (serat larut) Volume filtrate diatur menjadi 100 ml. Kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60oC). Biarkan mengendap selama 1 jam. Disaring dengan crucible kerin yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) dan ditambahkan 0.5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Dicuci dengan 2x10 ml etanol 78%. 2x10 ml etanol 95%. dan 2x10 ml aseton. Dikeringkan pada suhu 105 oC sampai mencapai berat konstan (semalam). Setelah didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (D2). Diabukan pada suhu 550 oC selama 5 jam. Setelah didinginkan dalam desikator. ditimbang (I2) 3) Blanko Blanko diperoleh dengan cara seperti prosedur untuk sampel tetapi tanpa sampel (B1 dan B2). Perhitungan : % Serat tidak larut (IDF) = (D1-I1-B1) x 100% Berat sampel % Serat larut (SDF)
= (D2-I2-B2) x 100% Berat sampel
% Serat pangan (TDF)
= %IDF + % SDF
Keterangan : D = berat setelah pengeringan I = berat setelah pengabuan B = berat blanko bebas abu
68
7. Bioavailability zat besi dengan metode in vitro (Roig et al 1999) a. Bahan dan alat Semua peralatan gelas dicuci. direndam dalam larutan HNO3 10% (v/v) selama 24 jam dan dibilas dengan air bebas ion sebelum digunakan. Bahan dan alat yang digunakan meliputi : 1. HCl 37% 2. Suspensi Pepsin : 1.6 pepsin didispersikan ke dalam 0.1 M HCl dan ditepatkan volumenya menjadi 10 ml. suspense ini dibuat sewaktu akan digunakan. 3. Campurkan pankreatin : Sebanyak 1 g pankreatin dan 6.25 g ekstrak bile didispersikan dalam 0.1 M NaHCO dan tepatkan volumenya menjadi 250 ml. Campuran ini dibuat sewaktu akan digunakan. 4. Kantung Dialisis : Kantung dialisis dipotong dengan panjang 20 cm dan kemudian direndam dalam air bebas ion sampai akan digunakan. 5. Botol-botol gelas : Botol-botol gelas dengan ukuran yang sesuai dan mencukupi. digunakan untuk tempat sampel dan kantung dialisis. b. Persiapan sampel (Gambar ) Formula snack bar diblender kering sampai menyerupai bubuk
Ditimbang setara 2 gram protein
Analisis ketersediaan zat besi Gambar. Tahap-tahap persiapan sampel c. Prinsip analisis Zat besi (Fe) pada sampel dihidrolisis dari ikatannya dengan protein menggunakan enzim-enzim penernaan yang terdapat di lambung dan usus halus. Fe bebas yang terdapat dalam larutan sampel akan berdifusi melalui membran semipermeabel ke dalam kantung dialysis yang berisi buffer NaHCO3. Fe dalam dialisat menunjukkan jumlah Fe yang diserap tubuh. dalam alat pencuci gelas. dibilas dengan air destilata dan direndam dalam HCL 1 N selama 4 jam.
69
b. Persiapan sampel Timbang sampel sedemikian rupa sehingga kandungan proteinnya sekitar 2 gr. Selanjutnya tambahkan air bebas ion hingga volumenya mencapi 75 ml. kemudian blender sampai halus. Siapkan sampel tersebut duplo. Suspensi pepsin. Masukkan 1 gr pepsin ( sigma P7000) ke dalam labu takar 25 ml. Kemudian tepatkan volumenya dengan HCL 0.1 N. Digunakan dalam bentuk segar atau siapkan segera sebelum digunakan. Pankreatin bile. Campurkan 2 gr pankreatin (Sigma P1750) dan 12.5 gr ekstrak bile (Sigma B8631). kemudian larutkan dalam NaHCO3 0.1 M dan buat volumenya menjadi 1 liter dengan NaHCO3 0.1 M. Larutan protein presipitan. Larutkan 100 gr asam triklor asetat (TCA. Sigma T4885) dan 50 gram hidroksil amonium klorida (Sigma H9876) dalam air. Kemudian tambahkan 100 ml HCL pekat dan tepatkan volume larutan menjadi 1 liter menggunakan air bebas ion. Larutan standar Fe. Buat larutan dengan konsentrasi 0. 0.25. 0.5. 1.0. 2.0. dan 4.0 ug/ml Fe sebagai FeCl3 dalam HCl 0.1 N. Katong dialisis. Potong kantong dialisis (Spectrapor 1. 6000-8000 MWCO. Fisher 3 8700) sepanjang 15 cm dan rendam dalam air bebas ion. sekurangkurangnya 1 jam. Vial. Siapkan vial (tabung dialisis) (Fisher 3-335-10D) lengkap dengan penutupnya. Buat lubang kecil pada tutup untuk mengeluarkan gas.
70
Lampiran 4. Lembar uji organoleptik snack bar sorghum Lembar Uji Hedonik (Kesukaan) Nama Panelis : Jenis Kelamin : L/P Nama Produk : Snack bar Sorghum
Tanggal Pengujian:
Uji Kesukaan (Hedonic Test) Dihadapan saudara disajikan 4 macam snack bar sorghum dengan kode tertentu. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap keempat sampel sesuai dengan tingkat kesukaan saudara. dengan ketentuan di bawah ini. Pengisian dilakukan dengan cara membuat garis vertikal pada setiap mistar sesuai dengan ketentuan dan kode produk. Cantumkan kode sesuai dengan label pada setiap garis vertikal yang diberikan. Diharapkan Saudara berkumur terlebih dahulu dengan air mineral sebelum mencoba ke formula lainnya.
Warna
: I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I
Amat Sangat
Biasa
Amat Sangat suka
tidak suka Tekstur
: I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I
Amat Sangat
Biasa
Amat Sangat suka
tidak suka Aroma
: I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I
Amat Sangat
Biasa
Amat Sangat suka
tidak suka Rasa
: I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I
Amat Sangat
Biasa
Amat Sangat suka
tidak suka Keseluruhan : I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I Amat Sangat
Biasa
Amat Sangat suka
tidak suka Komentar:.................................................................................................................. .................................................................................................................................. ..................................................................................................................................
71
Lembar Uji Mutu Hedonik (Kesukaan) Nama Panelis : Jenis Kelamin : L/P Nama Produk : Snack bar sorghum
Tanggal Pengujian:
Uji Mutu Hedonik (Kesukaan) Dihadapan saudara disajikan 4 macam snack bar sorghum dengan kode tertentu. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap keempat sampel dengan ketentuan di bawah ini. Pengisian dilakukan dengan cara membuat garis vertikal pada setiap mistar sesuai dengan ketentuan dan kode produk. Cantumkan kode sesuai dengan label pada setiap garis vertikal yang diberikan. Diharapkan Saudara berkumur terlebih dahulu dengan air mineral sebelum mencoba ke formula lainnya.
Warna : I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I Coklat Kehitaman
Coklat Kekuningan
Putih Gading
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Coklat kehitam an
Coklat tua
Cokl at
Cokl at mud a
Coklat Kekunin gan
Kuning kecoklat an
Kuni ng ema s
Kuning keputihan
Putih gadi ng
Tekstur : I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I Sangat padat keras
Padat
1
2
3
4
5
Sangat padat sangat keras
Padat sangat keras
Padat keras
Padat agak keras
Padat
Renyah 6
7
Agak Empuk padat empuk
8
9
Empuk renyah
Renyah
72
Aroma : I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I Amat Sangat Apek 1 2 Amat sangat apek
Rasa :
Netral
Sangat apek
Amat Sangat Harum 8
3
4
5
6
7
Apek
Agak apek
Netral (tidak berbau)
Agak harum
Harum
Sangat harum
9
Amat sangat harum
I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I
Pahit
Hambar
Asam Manis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Pahit
Pahit asam
Pahit manis
Agak pahit
Hambar
Agak manis
Manis
Agak manis
Asam manis
Komentar:...................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ......................................................................................................................................
73
Lampiran 5. Gambar bahan dan analisis snack bar
Adonan snack bar sebelum dipanggang bar
Pemanggangan produk snack
Analisis zat besi Alat analisis serat pangan
Bahan analisis protein
74
Lampiran 6. Hasil Analisis Sifat Fisik dan Fungsional Tepung Sorghum Sifat fisik 1. Densitas kamba Sampel Sorghum 1 Sorghum 2
Berat 19.3577 20.1212
Volume (ml) 25
densitas kamba 0.7743 0.8048
rata-rata 0.79
Contoh perhitungan : Densitas kamba = Berat Contoh /Volume contoh 2. Derajat putih Sampel Sorghum 1 Sorghum 2 Sorghum 3
Derajat putih 55.3 55.6 55.2
Kadar % 50.27 50.18 50.54
rata-rata 50.33
3. pH Sampel Sorghum 1 Sorghum 2 Sorghum 3
pH 6.100 6.152 6.174
rata-rata 6.142
Sifat Fungsional 1. Daya serap air Sampel
B.sampel
B.Tabung
B.air
B.total
Berat kering
Sorghum 1 Sorghum 2
1.0084 1.0036
13.4754 9.1925
10.0133 10.2480
14.4838 10.1961
16.006 11.721
Daya serap air 1.5095 1.5192
ratarata 1.51
Contoh perhitungan : Daya serap air = (berat kering - berat tabung) – berat sampel Berat sampel = (16.006-13.4754) – 1.0084 = 1.5095 1.0084 2. Daya serap minyak Sampel
B.sampel
B.Tabung
B.minyak
B.total
Berat kering
Sorghum 1 Sorghum 2
1.0081 1.0094
13.3963 13.3104
10.0523 10.0278
24.4567 24.3476
15.4725 15.2347
Daya serap minyak 1.06 0.91
Contoh perhitungan : Daya serap minyak = (berat kering - berat tabung) – berat sampel Berat sampel = ((15.4725 - 13.3963) – 1.0081)/ 1.0081 = 1.06
ratarata 0.98
75
Lampiran 7. Hasil Analisis Sifat Kimia Snack Bar Sorghum 1. Hasil analisis kadar air Kode Sampel
F1
F2
F3
F4
Protein
Lemak
9,19 9,75 9,54 9,30 7,18 7,82 6,29 6,84 13,38 12,76 13,13 12,64 14,00 14,34 14,67 13,38
3,98 4,22 4,26 3,99 3,58 3,91 3,81 3,80 11,56 11,46 11,45 11,40 14,74 14,84 14,65 14,30
Kadar abu 1,50 1,53 1,53 1,60 1,43 1,46 1,54 1,45 1,90 2,10 2,21 2,45 2,11 1,89 1,84 2,15
KH 89,09 88,17 88,60 88,81 91,45 90,28 91,61 91,07 76,18 76,73 76,25 76,53 70,78 70,57 70,60 71,73
kadar air dry 19,03 18,01 19,44 18,88 18,73 18,30 17,74 17,49 17,13 17,22 17,17 17,11 12,65 12,69 13,16 12,43
kadar air wet 15,99 15,26 16,28 15,88 15,77 15,47 15,06 14,89 14,62 14,69 14,65 14,61 11,23 11,26 11,63 11,05
SMTL
SML
SMTOT
Fe
11,55 11,74 11,41 11,44 8,29 8,00 8,12 8,09 10,18 10,39 10,10 9,96 9,56 9,83 9,60 10,31
1,50 1,44 1,54 1,78 2,22 2,11 2,50 2,34 3,43 3,61 3,77 3,83 4,29 3,97 4,14 3,98
13,05 13,18 12,95 13,22 10,51 10,11 10,61 10,43 13,61 13,99 13,87 13,79 13,85 13,80 13,73 14,29
4,22 3,88 3,75 3,79 4,15 3,52 3,74 3,44 4,93 5,52 4,36 4,68 4,80 3,83 3,63 4,24
2. Hasil analisis kadar bioavailabilitas zat besi
Kurva Standard Fe Konsentrasi (ppm) Puncak (mm) 0 0 0.5 3.7 1 8 2 14.5 3 21 4 28
Sampel
Tp.Sorg hum Tp.Sorg hum Formula 4 Formula 4
kadar protein (%)
Berat setara 2 % protein (g)
Berat sampel Bio (g)
Kadar Fe sampel (ppm)
Total Fe sampel (mg)
Berat Dialisat (g)
Peak (mm)
Aliquot ml
10.15
19.690
3.947
1043.84
4.120
29.94
1.8
50
10.15
19.690
3.946
1021.63
4.031
37.61
1.9
50
12.23
16.162
3.238
320.56
1.038
33.52
2.0
12.52
16.162
3.232
308.72
0.998
32.53
2.0
kadar Fe dialisat (ppm)
Fe Dialisat (mg)
Bioavai labilitas (%)
0.347
0.0100
2.1508
0.286
0.0107
2.3568
50
0.342
0.0115
8.2074
50
0.352
0.0115
9.0141
a
6.926
b
0.412
76
Contoh perhitungan :
Berat setara 2 gram protein = (2 g/kadar protein sampel g) X 100g = (2 g/10.15g) X 100 g = 19.70 g
Perkiraan berat sampel bio per 20 g suspensi = 19.70 g + 75 ml H2O bebas ion + 3.75 ml HCl = 80.45 g (asumsi. sampel membutuhkan ± 3.75 ml HCl untuk membuat pH nya menjadi 2). suspense di tera menjadi 100 gr dg H20 bebas ion = 20 g
X 19.70 g = 3.94 g
100 g
Total Fe sampel bio = penimbangan sampel bio x kadar Fe (ppm) = 3.9467 g X 1043.84 mg = 4.1197 mg Fe 1000 g
Berdasarkan kurva standar Fe di atas. maka persamaan linear yang dapat digunakan untuk mencari Fe sampel adalah Y = aX + b = 6.926X + 0.412 Dimana : Y = absorbansi X = konsentrasi Fe (ppm) a = slope (kemiringan secara statistik) b = intercept ( titik perpotongan terhadap Y) jika absorbansi sampel dengan berat dialisat 29.94 g dalam 50 ml aliquot adalah 1.8 faktor pengenceran 1 dan absorbansi blanko 0.00 . maka kadar Fe adalah : Y = (abs sampel dalam aliquot x fp)- abs blanko Y = aX + b aX + b = (abs sampel dalam aliquot x fp) – abs blanko X (ppm) = ((abs sampel dalam aliquot x fp) – abs blanko) – b a X (ppm) = ((1.8 x 1) – 0.00) – 0.412 = 0.200 ppm 6.926
77
Karena X (ppm) merupakan konsentrasi Fe sampel dalam volume aliquot. maka kadar Fe sampel (mg/100g) dengan berat 1.0085 g adalah : Kadar Fe dialisat = x mg X ml aliquot 1000 ml Berat sampel
X 1000
= 0.200 mg x 50 ml 1000 ml
X 1000
29.9355 g = 0.334 mg/1000 g = 0.334 ppm Jika dalam 1000 g terdapat 0.3340 ppm. maka dalam 29.94 g dialisat terdapat mg Fe dialisat = (berat dialisat/1000) x kadar Fe dialisat (ppm) = (29.9355 g/1000) x 0.334 ppm = 0.0099 mg =0.010
Bioavailabilitas Fe (%) = Fe dialisat / total Fe sampel bio x 100% = 0.010 mg x 100% = 2.146 % =2.15 % 0.4659 mg
78
Lampiran 8. Sidik Ragam (ANOVA) Sifat Kimia Snack Bar Sorghum ANOVA JK Protein
Lemak
Kadar Abu
Karbohidrat
Kadar Air Wet
SMTL
SML
SMTOT
Fe
Formula
db
KT
F
126.456
3
42.152
Error
2.676
12
.223
Total
129.132
15
Formula
351.957
3
117.319
Error
.303
12
.025
Total
352.260
15
1.394
3
.465
Error
.242
12
.020
Total
1.637
15
1123.956
3
374.652
Error
2.602
12
.217
Total
1126.558
15
50.257
3
16.752
Error
1.211
12
.101
Total
51.468
15
Formula
23.581
3
7.860
Error
.564
12
.047
Total
24.145
15
Formula
16.627
3
5.542
Error
.316
12
.026
Total
16.943
15
Formula
32.227
3
10.742
Error
.455
12
.038
Total
32.681
15
Formula
Formula
Formula
Formula
3.086
3
1.029
Error
1.964
12
.164
Total
5.050
15
Sig.
189.042
.000
4647.453
.000
23.008
.000
1727.818
.000
166.071
.000
167.251
.000
210.558
.000
283.515
.000
6.287
.008
79
Lampiran 9. Sidik Ragam (ANOVA) Organoleptik Snack Bar Sorghum ANOVA JK Formula
db
KT
F
16.795
3
5.598
Error
181.117
116
1.561
Total
197.912
119
9.972
3
3.324
Error
197.388
116
1.702
Total
207.360
119
19.699
3
6.566
Error
161.735
116
1.394
Total
181.435
119
13.530
3
4.510
Error
201.102
116
1.734
Total
214.632
119
8.720
3
2.907
Keseluruhan Error
85.258
116
.735
Total
93.978
119
Formula
42.136
3
14.045
Error
235.314
116
2.029
Total
277.450
119
40.951
3
13.650
Mutu tekstur Error
232.302
116
2.003
Total
273.253
119
2.273
3
.758
Error
170.420
116
1.469
Total
172.693
119
7.775
3
2.592
Error
201.422
116
1.736
Total
209.197
119
Warna
Formula Tekstur
Formula Aroma
Formula Rasa
Formula
Mutu warna
Formula
Formula Mutu aroma
Formula Mutu rasa
Sig.
3.585
.016
1.953
.125
4.710
.004
2.601
.055
3.955
.010
6.924
.000
6.816
.000
.516
.672
1.493
.220
80
Lampiran 10. Analisis Biaya Snack Bar Sorghum
Tabel 1. Biaya Bahan Dasar Pembuatan Snack Bar Sorghum No.
Bahan (Formula)
Berat Dalam Formula
Persentase (Komposisi)
Harga per Kg
Gram
%
Rupiah
Harga Bahan Per kg Produk Rupiah
1
Tepung sorghum
150
24
6.500
1.713,30
2
Selai nanas
70
11,2
40.000
4.920,10
3
Telur
50
8
17.000
1.493,60
4
Minyak
10
1,6
20.000
351,4
5
Gula
10
1,6
12.000
210,9
6
Garam
1
0,2
10.000
17,6
7
Air
20
3,2
35
1,2
8 9
Kismis Mangga kering
105 105
16,8 16,8
40.000 30.000
7.380,20 5.535,10
10
Kacang martabak
105
16,8
35.000
6.457,70
626
100
210.535
28.081,10
Jumlah
Tabel 2. Biaya Dasar Produksi dalam Pembuatan Snack Bar Sorghum No
Biaya per hari
Rincian
Kapasitas Produksi
Biaya Dasar Produksi/kg
1
Biaya Susut Alat/kg
4.735.189
2000
236,76
2
Biaya Energi/kg
7.075.000
2000
3.537,5
3
Biaya Tenaga Kerja/kg
7.252.000
2000
3.626,0
4
Biaya Pengangkutan/kg
2.000.000
2000
1.000,00
5
Biaya Over head/kg
5.000.000
2000
Jumlah
2.500,00 10.900,22
Harga pabrik/kg Atau Harga Pokok Produk (HPP) sesuai rendemen = (Rendemen/100) x ((Σ harga bahan /kg) +( Σ biaya susut alat/kg + Σ biaya tenaga kerja/kg + Σ biaya energy/kg + Σ biaya transportasi/kg + Σ biaya over head/kg) + (laba 30% total biaya produksi)) =(93/100)X {(28.081)+(10.900,22)+(11.694,4)} = Rp 47.129 Jumlah Loyang per kg = 1000g /28 g = 35.71 loyang Harga produk per Loyang = 47.128 / 35 loyang = Rp 1347