Pemanfaatan Pupuk Organik untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah dan Kualitas Tanaman
52
Wiwik Hartatik dan Diah Setyorini Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114. Email:
[email protected]
Abstrak. Beberapa hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif telah mengalami degradasi dan menurunnya produktivitas lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan C-organik dalam tanah yaitu <2%, bahkan pada banyak lahan sawah intensif di Jawa kandungannya <1%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-organik lebih dari 2,0%. Di lain pihak, Indonesia sebagai negara tropika basah yang memiliki sumber bahan dan pupuk organik yang melimpah belum dimanfaatkan secara optimal. Bahan atau pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produktivitas lahan pertanian dalam perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, dan mengurangi pencemaran lingkungan. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat bervariasi seperti dari limbah pertanian dan non pertanian dengan karakteristik sifat fisik dan kandungan kimia/hara yang sangat beragam sehingga kualitas pupuk organik yang dihasilkan juga bervariasi mutunya. Oleh karena itu pengaruhnya terhadap produktivitas tanah dan tanaman pada lahan kering dan lahan sawah juga bervariasi. Pemanfaatan pupuk organik baik berupa kompos, pupuk kandang atau bentuk lainnya perlu didukung dan dipromosikan lebih intensif baik dilihat dari sisi positif maupun negatifnya. Diperlukan peraturan mengenai persyaratan mutu pupuk organik agar memberi manfaat maksimal bagi petani, mengurangi dampak negatif bagi kesehatan dan pencemaran lingkungan. Permasalahan pemanfaatan pupuk organik di Indonesia yang tergolong daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi, tingkat perombakan bahan organik berjalan relatif cepat, sehingga pupuk organik diperlukan dalam jumlah besar. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam pengangkutan dan penggunaannya, terlebih bila pupuk organik harus didatangkan dari tempat yang cukup jauh dari lahan usahanya. Disamping itu kadar hara dalam pupuk organik relatif rendah dan sangat bervariasi sehingga manfaatnya bagi tanaman tidak langsung dan pengaruhnya dalam jangka panjang. Oleh karena itu penggunaan pupuk organik tetap harus dikombinasikan dengan pupuk anorganik dengan takaran yang lebih rendah. Beberapa bahan dasar pembuatan pupuk organik yang terdiri dari bahan-bahan berserat panjang dan keras sehingga menyulitkan proses produksinya. Untuk itu diperlukan alat pengolah/pemotong (chopper) sehingga mudah dikomposkan. Dalam rangka pemanfaatan pupuk organik untuk pemulihan lahan yang terdegradasi maka diperlukan program pengembangan pertanian petani mandiri yang mengintegrasikan ternak dan tanaman CLS (Crop Livestock System), penggunaan tanaman legum baik berupa tanaman lorong (alley cropping) maupun tanaman penutup tanah (cover crop) 571
Wiwik Hartatik dan Diah Setyorini
serta pemanfaatan bahan organik in situ perlu diintensifkan untuk mendukung pengembangan pupuk organik non komersial. Pemberdayaan masyarakat dan kelompok tani dalam pengadaan pupuk organik dapat dilakukan melalui: (a) pelatihan petani membuat pupuk organik in situ yang berasal dari kotoran ternak dan sisa tanaman yang dikomposkan, (b) mendorong petani melakukan diversifikasi usaha pertanian berbasis ternak, (c) mendorong petani melakukan pengelolaan bahan organik in situ terutama pada lahan kering. Untuk mendapatkan pupuk organik yang berkualitas baik, diperlukan fasilitas/insentif dari pemerintah berupa mikroba dekomposer dalam proses pembuatan kompos untuk mempercepat proses pengomposan dan atau peralatan pembuat kompos pada tingkat kelompok tani.
PENDAHULUAN Beberapa hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif telah mengalami degradasi dan menurunnya produktivitas lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan C-organik dalam tanah yaitu <2%, bahkan pada banyak lahan sawah intensif di Jawa kandungannya <1%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-organik lebih dari 2%. Di lain pihak, Indonesia sebagai negara tropika basah yang memiliki sumber bahan dan pupuk organik yang melimpah belum dimanfaatkan secara optimal. Bahan atau pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produktivitas pertanian baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, mengkonservasi hara, mengurangi pencemaran lingkungan, serta meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan (Sri Adiningsih et al. 1995). Pupuk merupakan salah satu sarana produksi terpenting dalam budidaya tanaman, sehingga ketersediaannya mutlak diperlukan untuk keberlanjutan produktivitas tanah dan tanaman serta ketahanan pangan nasional. Namun dewasa ini, produksi pupuk, khususnya pupuk anorganik terus menurun, sehingga harga pupuk ini menjadi semakin mahal dan di beberapa wilayah terjadi kelangkaan. Kondisi ini membuka peluang produksi berbagai jenis pupuk hayati dan pupuk organik untuk melengkapi kekurangan pasokan pupuk. Pupuk organik sudah sejak lama dikenal dan dimanfaatkan petani. Selain mampu menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, pupuk organik juga berperan penting dalam memelihara sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Namun akibat ketergantungan yang berlebihan kepada pupuk anorganik, pemanfaatan pupuk organik menjadi tidak optimal. Kurangnya pemahaman serta terbatasnya informasi tentang pupuk organik menyebabkan kerancuan berpikir bagi sebagian kalangan dalam hal pengembangan dan pemanfaatannya. Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, diperoleh pemahaman yang menyatakan bahwa usahatani yang menggunakan pupuk organik diartikan sebagai usahatani pertanian organik. Padahal sistem pertanian organik mempunyai falsafah yang berbeda tidak hanya sekadar menggunakan pupuk organik tetapi memerlukan persyaratan 572
Pemanfaatan Pupuk Organik untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah
lain yang lebih spesifik. Apabila hanya menggunakan input pupuk organik saja, maka produktivitas tanaman tidak akan tinggi seperti halnya sistem pertanian input rendah atau LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture). Pencapaian hasil usahatani yang tinggi hanya dapat dicapai apabila diaplikasikan kombinasi pupuk organik dan anorganik dalam sistem Integrated Plant Nutrients Management System (IPNMS). Sumber bahan untuk pupuk organik sangat bervariasi seperti dari limbah pertanian dan non pertanian dengan karakteristik sifat fisik dan kandungan kimia/hara yang sangat beragam sehingga kualitas pupuk organik yang dihasilkan juga bervariasi mutunya. Oleh karena itu pengaruhnya terhadap produktivitas tanah dan tanaman pada lahan kering dan lahan sawah juga bervariasi. Pemanfaatan pupuk organik baik berupa kompos, pupuk kandang atau bentuk lainnya perlu didukung dan dipromosikan lebih intensif baik dilihat dari sisi positif maupun negatifnya. Sangat diperlukan peraturan mengenai persyaratan pupuk organik agar memberi manfaat maksimal bagi petani, mengurangi dampak negatif bagi kesehatan dan pencemaran lingkungan. Saat ini, kesempatan memproduksi pupuk organik terbuka luas karena selain bahan bakunya melimpah dan bersifat terbarukan, pupuk organik bisa dibuat dan diproduksi secara komersial oleh berbagai kalangan termasuk pengusaha kecil-menengah (UKM). Sehubungan dengan itu perlu dibangun suatu kesepahaman tentang arah pengembangan pupuk organik, etika komersialisasi, pentingnya baku mutu dan payung hukum, serta sosialisasi pemanfaatannya. Pengertian Pupuk Organik Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Permentan No. 70/ Permentan/SR.140/10/2011) Pupuk organik bukan sebagai pengganti pupuk anorganik, tetapi sebagai komplementer. Dengan demikian, pupuk organik harus digunakan secara terpadu dengan pupuk anorganik untuk meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Kualitas pupuk organik yang dikomposkan sangat dipengaruhi oleh bahan dasarnya, oleh karena itu sangat penting untuk membuat kriteria dan seleksi terhadap bahan dasar kompos untuk mengawasi mutunya. Bahan dasar yang berasal dari sisa tanaman dapat dipastikan sedikit mengandung bahan berbahaya seperti logam berat (Pb, Cd, Hg, As, dan lain-lain). Namun penggunaan pupuk kandang, limbah industri, dan
573
Wiwik Hartatik dan Diah Setyorini
limbah kota sebagai bahan dasar kompos cukup mengkhawatirkan karena banyak mengandung bahan berbahaya logam berat dan asam-asam organik yang dapat mencemari lingkungan. Selama proses pengomposan, beberapa bahan berbahaya ini justru terkonsentrasi dalam limbah cair dan produk akhir pupuk. Untuk itu sangat diperlukan aturan untuk menyeleksi penggunaan bahan dasar pembuatan kompos yang mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3). Komposisi hara dalam pupuk organik sangat tergantung dari sumbernya. Menurut sumbernya, pupuk organik dapat diidentifikasi berasal dari kegiatan pertanian dan non pertanian. Dari pertanian dapat berupa sisa panen dan kotoran ternak, sedangkan dari non pertanian dapat berasal dari sampah organik kota, limbah industri, dan sebagainya (Tan, 1993). Kotoran hewan yang berasal dari usahatani pertanian antara lain adalah ayam, sapi, kerbau, babi, dan kambing. Komposisi hara pada masing-masing kotoran hewan sangat bervariasi tergantung pada umur hewan, jumlah, dan jenis makanannya. Secara umum, kandungan hara dalam kotoran hewan lebih rendah dari pada pupuk kimia. Oleh karena itu dosis pemberian pupuk kandang jauh lebih besar daripada pupuk anorganik. Komposisi hara dalam sisa tanaman sangat spesifik dan bervariasi, tergantung dari jenis tanaman. Pada umumnya rasio C/N sisa tanaman bervariasi dari 80:1 pada jerami gandum hingga 20:1 pada tanaman legum. Sekam padi dan jerami mempunyai kandungan silika sangat tinggi namun berkadar nitrogen rendah. Sisa tanaman legum seperti kacang kedelai, kacang tanah, dan serbuk kayu mengandung nitrogen cukup tinggi. Sedangkan kentang dan ubi jalar mengandung kalium yang tinggi. Kandungan Ca tanaman yang tinggi dijumpai pada tanaman kacang tanah dan serbuk gergaji kayu. Kandungan unsur kimia dan logam berat dari limbah cair industri sangat bervariasi tergantung jenis industri. Limbah dari industri makanan relatif rendah logam beratnya, namun uji mutu tetap perlu dilakukan untuk menjamin kualitas limbah. Limbah dari peternakan mengandung sedikit logam berat sehingga dapat digunakan sebagai pupuk organik. Limbah dari industri oli dan beverage mengandung logam berat cukup tinggi sehingga tidak direkomendasikan sebagai pupuk organik. Peranan Pupuk Organik Berbeda dengan pupuk kimia buatan yang hanya menyediakan satu sampai beberapa jenis hara saja, pupuk organik mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Meskipun kadar hara yang dikandung pupuk organik relatif rendah, namun peranan terhadap sifat kimia tanah jauh melebihi pupuk kimia buatan. Peranan pupuk organik terhadap sifat kimia tanah adalah sebagai: (a) penyedia hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe), (b)
574
Pemanfaatan Pupuk Organik untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah
meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah, dan (c) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam beracun seperti Al, Fe, dan Mn sehingga logam-logam ini tidak meracuni. Peranan pupuk organik terhadap sifat fisika tanah antara lain adalah: (a) memperbaiki struktur tanah karena bahan organik dapat “mengikat” partikel tanah menjadi agregat yang mantap, (b) memperbaiki distribusi ukuran pori tanah sehingga daya pegang air (water holding capacity) tanah menjadi lebih baik dan pergerakan udara (aerasi) di dalam tanah juga menjadi lebih baik, dan (c) mengurangi (buffer) fluktuasi suhu tanah. Peranan pupuk organik terhadap sifat biologi tanah adalah sebagai sumber energi dan makanan bagi mikro dan meso fauna tanah. Dengan cukupnya tersedia bahan organik maka aktivitas organisme tanah yang juga mempengaruhi ketersediaan hara, siklus hara, dan pembentukan pori mikro dan makro tanah menjadi lebih baik. Pupuk kimia buatan hanya mampu menyediakan satu (pupuk tunggal) sampai beberapa jenis (pupuk majemuk) hara tanaman, namun tidak menyediakan senyawa karbon yang berfungsi memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah, serta (kecuali untuk pupuk buatan tertentu) tidak menyediakan unsur hara mikro. Dengan demikian penggunaan pupuk buatan yang tidak diimbangi dengan pemberian pupuk organik dapat merusak struktur tanah dan mengurangi aktivitas biologi tanah. Peranan Pupuk Organik terhadap Produktivitas Tanah dan Tanaman Pupuk organik berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas tanah dan tanaman. Pupuk organik yang dikombinasikan dengan ¾ NPK nyata meningkatkan produksi padi sawah dibanding dengan kontrol lengkap dan tidak berbeda nyata dengan pupuk standar. Perlakuan pupuk organik baik granul atau curah tanpa pupuk NPK memberikan produksi padi sawah lebih rendah dari pupuk standar. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik baik granul atau curah harus dikombinasikan dengan pupuk NPK untuk meningkatkan produksi padi sawah (Tabel 1). Hubungan antara dosis pupuk organik berbentuk granul dengan bobot gabah kering ditunjukkan oleh persamaan regresi kuadratik sebagai berikut: y = - 6E-07x2 + 0,001x + 7,413 (R2 = 0,13). Peningkatan dosis pupuk organik berbentuk granul sampai 1200 kg ha-1 meningkatkan bobot gabah kering, namun peningkatan dosis 1500 kg ha-1 menunjukkan penurunan bobot gabah kering. Dosis optimum pupuk organik berbentuk granul dicapai pada dosis 883 kg ha-1. Sedangkan hubungan antara dosis pupuk organik berbentuk curah dengan bobot gabah kering ditunjukkan oleh persamaan regresi kuadratik sebagai berikut: y = - 5E-07x2 + 0,001x + 7,268 (R2 = 0,903). Sejalan dengan pola regresi pupuk organik granul, peningkatan dosis pupuk organik berbentuk curah sampai 1200 kg ha-1 juga meningkatkan bobot gabah kering, selanjutnya peningkatan dosis 1500 kg ha-1
575
Wiwik Hartatik dan Diah Setyorini
menunjukkan penurunan bobot gabah kering. Dosis optimum pupuk organik berbentuk curah dicapai pada dosis 1000 kg ha-1 (Gambar 1). Tabel 1. Pengaruh pupuk organik curah dan granul terhadap bobot jerami dan gabah kering tanaman padi sawah pada tanah Inceptisols, Bogor No.
Perlakuan
Jerami
Gabah -1
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Kontrol Lengkap POG (Granul) PO curah (POch) NPK standar ¾ NPK + POG-600 ¾ NPK + POG-900 ¾ NPK + POG-1200 ¾ NPK+ POG-1500 ¾ NPK + POch-600 ¾ NPK + POch-900 ¾ NPk + POch-1200 ¾ NPK + POch-1500 ¾ NPK ½ NPK
..................... t ha 6,25 cd 4,29 e 5,53 de 8,42 b 6,64 bcd 7,15 bcd 8,36 b 6,97 bcd 7,85 bc 10,33 a 6,69 bcd 7,64 bc 6,47 cd 6,66 bcd
................ 4,99 h 5,63 g 5,99 fg 8,15 abc 8,47 ab 7,11 e 8,17 abc 7,74 cd 7,87 bcd 8,19 abc 8,60 a 8,28 abc 7,31 de 6,40 f
Bobot kering Gabah 1000 butir ...... g ...... 26,37 ab 25,87 b 26,47 ab 26,77 ab 27,00 ab 25,83 b 26,23 ab 25,80 b 26,90 ab 27,73 a 26,67 ab 26,97 ab 25,40 b 27,00 ab
Gabah/jerami 0,80 1,31 1,08 0,97 1,28 0,99 0,98 1,11 1,00 0,79 1,29 1,08 1,13 0,96
*) Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT
Gambar 1. Hubungan antara dosis pupuk organik berbentuk granul dan curah dengan bobot gabah kering
576
Pemanfaatan Pupuk Organik untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah
Sejalan dengan data bobot gabah kering, perlakuan ¾ NPK + POch-1200 memberikan nilai RAE tertinggi yaitu sebesar 114% dan perlakuan ¾ NPK + POG-600 memberikan nilai RAE 110%. Berdasarkan nilai RAE maka perlakuan tersebut efektif meningkatkan bobot gabah kering. Nilai RAE terendah pada perlakuan POG tanpa pupuk NPK, demikian juga pemupukan ¾ NPK memberikan RAE yang rendah yaitu 73%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik baik berbentuk granul atau curah tanpa pupuk NPK atau pemupukan ¾ NPK tanpa pupuk organik tidak efektif meningkatkan bobot gabah kering. Perlakuan ¾ NPK + POch-1200 dan perlakuan ¾ NPK + POG-600 merupakan perlakuan yang efektif meningkatkan bobot gabah kering yaitu dari 4,99 t ha-1 menjadi sebesar 8,60 t ha-1, atau terjadi peningkatan hasil sebesar 72% dibandingkan kontrol lengkap dan 6% dibandingkan perlakuan pupuk standar atau dengan nilai RAE sebesar 114% (Tabel 2). Tabel 2. Pengaruh pupuk organik curah dan granul terhadap nilai relatif efektivitas agronomi (RAE) pada tanah Inceptisols, Bogor No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Perlakuan Kontrol Lengkap POG (Granul) PO curah (POch) NPK standar ¾ NPK + POG-600 ¾ NPK + POG-900 ¾ NPK + POG-1200 ¾ NPK+ POG-1500 ¾ NPK + POch-600 ¾ NPK + POch-900 ¾ NPk + POch-1200 ¾ NPK + POch-1500 ¾ NPK ½ NPK
RAE (%) 20 32 100 110 67 101 87 91 101 114 104 73 45
Serapan hara di jerami dan gabah kering untuk hara N dan K lebih tinggi dari hara P. Serapan hara N, P, dan K pada perlakuan pupuk organik baik POG dan PO curah tanpa pupuk NPK dan kontrol lengkap lebih rendah dari perlakuan lainnya. Perlakuan ¾ NPK + POch-600 dan ¾ NPK + POch-900 memberikan serapan hara N, P, dan K di jerami lebih tinggi dari pupuk NPK standar. Sedangkan perlakuan ¾ NPK + POG-600 memberikan hara N, P, dan K di gabah lebih tinggi dari pupuk NPK standar. Serapan hara N, P, dan K baik di jerami dan gabah sangat berkaitan erat dengan bobot jerami atau gabah yang diperoleh. Perlakuan pemberian pupuk organik baik POG dan PO curah tanpa pemberian NPK memberikan serapan N, P, dan K yang rendah, hal ini menunjukkan bahwa tanpa pemberian pupuk anorganik NPK pertumbuhan perakaran tanaman kurang optimal serta hara NPK yang diserap juga terbatas sehingga kurang mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman padi sawah. Serapan total hara N tertinggi pada perlakuan ¾ NPK + POch-900, serapan P total tertinggi pada perlakuan ¾ NPK + POch-600 dan serapan K total tertinggi 577
Wiwik Hartatik dan Diah Setyorini
pada perlakuan ¾ NPK + POch-900. Hal ini menunjukkan bahwa serapan total NPK yang tinggi umumnya pada pupuk organik berbentuk curah, walaupun berkaitan erat juga dengan hasil gabah dan jerami yang diperoleh (Tabel 3). Tabel 3. Pengaruh pupuk organik curah dan granul terhadap serapan N, P, dan K jerami dan gabah kering tanaman padi sawah pada tanah Inceptisols, Bogor. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Perlakuan Kontrol lengkap POG (Granul) PO curah (Poch) NPK standar ¾ NPK + POG-600 ¾ NPK + POG-900 ¾ NPK + POG-1200 ¾ NPK + POG-1500 ¾ NPK + POch-600 ¾ NPK + POch-900 ¾ NPK + POch-1200 ¾ NPK + POch-1500 ¾ NPK ½ NPK
Jerami Gabah Serapan total N P K N P K N P K ------------------------------------------- kg ha-1 ----------------------------------------29,06
6,25
74,06 28,44
18,21
22,21
57,55
24,46
96,27
14,59
3,65
45,05 38,57
24,49
31,53
53,56
28,14
76,58
17,97
4,98
67,47 32,65
26,96
34,74
50,62
31,94
102,21
39,15
12,21 128,83 59,90
30,56
33,42
99,05
42,77
162,25
29,55
6,64
85,99 63,95
25,83
38,12
93,50
32,47
124,11
26.46
7,51
102,60 45,15
31,28
43,37
69,61
38,79
145,97
33,44
7,52
49,02
41,26
-
82,46
48,78
-
34,15
7,67
82,25 44,51
37,54
38,31
78,66
45,98
120,56
42,00
11,38
97,34 52,73
40,53
41,71
94,73
51,91
139,05
60,95
17,04 143,59 52,01
16,79
18,84
112,96
33,83
162,43
40,47
8,36
61,21 50,74
34,40
33,97
91,21
42,76
95,18
34,00
8,02
83,66 53,41
23,60
21,94
87,41
31,62
105,60
30,09 27,64
6,.47 102,87 48,98 9,66 95,57 42,88
20,83 30,40
21,56 28,80
79,07 70,52
27,30 40,06
124,43 124,37
-
Pemanfaatan pupuk kandang untuk padi sawah jumlahnya jauh lebih sedikit daripada untuk lahan kering (pangan dan sayuran). Jumlah maksimum pupuk kandang yang umum dipergunakan petani padi sawah <2 t pukan ha-1, sedangkan petani sayuran mencapai 25-75 t ha-1. Hasil-hasil penelitian aplikasi pupuk kandang pada lahan sawah yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk organik dalam kisaran 2-20%. Pupuk kandang selain mengandung hara-hara yang dibutuhkan oleh tanaman juga mengandung asam-asam humat, fulvat, hormon tumbuh, dan lain-lain yang bersifat memacu pertumbuhan tanaman sehingga serapan hara oleh tanaman meningkat (Stevenson, 1994). Pengembalian jerami ke tanah dapat memperlambat pemiskinan K dan Si tanah. Hasil penelitian Sri Adiningsih (1984) dengan membenamkan jerami 5 t ha-1 per musim selama 4 musim pada tanah kahat K menunjukkan bahwa disamping dapat mensubstitusi 578
Pemanfaatan Pupuk Organik untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah
keperluan pupuk K, jerami dapat meningkatkan produksi melalui perbaikan sifat kimia maupun fisika tanah (Tabel 4). Setelah 4 musim tanam, jerami dapat meningkatkan kadar C-organik, K dapat ditukar, Mg dapat ditukar, kapasitas tukar kation (KTK) tanah, Si tersedia, dan stabilitas agregat tanah. Apabila dihitung dalam hektar, sumbangan hara dari jerami setara dengan 170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si, dan 1,7 ton C-organik ha-1 yang sangat diperlukan bagi aktivitas jasad renik tanah. Peningkatan stabilitas agregat tanah dapat memperbaiki struktur tanah sawah yang memadat akibat penggenangan dan pelumpuran terus menerus. Tanah menjadi lebih mudah diolah dan sangat baik bagi pertumbuhan akar tanaman palawija yang ditanam setelah padi. Tabel 4. Pengaruh jerami terhadap kesuburan kimia dan fisika tanah sawah Latosol di Jawa Barat setelah 4 musim tanam Perlakuan
C-org
N
P
Mg
KTK
…. me 100g-1 ….
% Tanpa jerami Ditambah jerami
K
Si
Stabilitas agregat
ppm
2,40
0,28
17
0,13
0,50
18
50
60
3,90
0,33
18
0,35
0,75
20
150
80
Sumber: Sri Adiningsih, 1984
Pupuk organik mempunyai kandungan hara yang rendah, maka bahan/pupuk organik memerlukan 15-25 kali lebih berat untuk menyediakan hara yang sama jumlahnya dengan hara yang disediakan dari pupuk kimia buatan. Bila di dalam 4 ton jerami terkandung sekitar 30 kg N, 2 kg P, 93 kg K, 10 kg Ca, 6 kg Mg, 1 kg S, dan sejumlah unsur mikro Fe, Mn, Zn, Si, Cu, B, Cl, Cu (Agus dan Widianto, 2004). Apabila kesemua jerami tersebut dikembalikan untuk tanaman, maka jerami akan dapat mengembalikan hara setara dengan pemberian 50 kg N, 12 kg SP-36, dan hampir 180 kg KCl, walaupun sebagian dari unsur tersebut hilang melalui beberapa proses fisik, kimia, dan biologi sehingga tidak dapat dimanfaatkan tanaman. Apabila tanaman padi sawah memerlukan penambahan 250 kg Urea, 75 kg SP-36, dan 100 kg KCl maka masih diperlukan tambahan sekitar 200 kg Urea dan 63 kg SP-36. Sedangkan hampir semua kebutuhan K akan dapat dipenuhi dari jerami, terutama bila tanah mempunyai status K tinggi. Apabila semua hara untuk padi tersebut dipenuhi dari pupuk kandang sapi, maka dengan kandungan hara pupuk kandang 0,65% N, 0,15% P, dan 0,3% K diperlukan sebanyak kurang lebih 19 t ha-1 pupuk kandang sapi atau 8 t ha-1 pupuk kandang ayam. Namun di dalam 19 ton pupuk kandang sapi tersebut, selain 114 kg N terkandung pula sekitar 28 kg P, 57 kg K, 23 kg Ca, 19 kg Mg, dan 17 kg S. Dalam 8 ton pupuk kandang ayam, selain 120 kg N, terkandung pula sekitar 56 kg P, 71 kg K, 24 kg Ca, 70 kg Mg, dan 2,4 kg S (Agus, 2000).
579
Wiwik Hartatik dan Diah Setyorini
Pada umumnya petani, terutama untuk padi sawah hanya mampu menyediakan sekitar 2-5 ton pupuk kandang (berat basah; dengan kadar air sekitar 60%). Dengan demikian untuk tanaman padi, jagung, dan tanaman biji-bijian lainnya pupuk kandang hanya mampu menjadi suplemen (pelengkap), sehingga penambahan pupuk anorganik/kimia masih diperlukan. Untuk areal yang relatif kecil dan tanaman yang bernilai ekonomi tinggi seperti sayuran, petani malah menggunakan pupuk kandang sampai 30 t ha-1. Namun untuk padi yang nilai jualnya relatif rendah, penggunaan pupuk organik dalam jumlah tinggi (memenuhi seluruh kebutuhan hara tanaman) hanya dapat dilakukan oleh sejumlah kecil petani saja melalui sistem pertanian organik. Kendala Pengembangan Pupuk Organik Di Indonesia yang tergolong daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi, tingkat perombakan bahan organik berjalan relatif cepat, sehingga pupuk organik diperlukan dalam jumlah besar. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam pengangkutan dan penggunaannya, terlebih bila pupuk organik harus didatangkan dari tempat yang cukup jauh dari lahan usahataninya. Komposisi hara dalam pupuk organik relatif rendah dan sangat bervariasi sehingga manfaatnya bagi tanaman tidak langsung dan berlangsung dalam jangka panjang. Oleh karena itu penggunaan pupuk organik tetap harus dikombinasikan dengan pupuk anorganik dengan takaran yang lebih rendah. Apabila hanya menggunakan pupuk organik saja dikhawatirkan produktivitas tanah dan tanaman akan terus merosot karena tanaman menguras hara dalam tanah tanpa pengembalian unsur hara yang memadai. Penggunaan pupuk organik dengan bahan yang sama terus menerus akan menimbulkan ketidakseimbangan hara dalam tanah sehingga dapat terjadi akumulasi hara K dan defisiensi Mg. Penggunaan pupuk organik dengan C/N rasio tinggi dan belum matang dapat menimbulkan defisiensi N. Beberapa bahan dasar pembuatan pupuk organik yang terdiri dari bahan-bahan berserat panjang dan keras sehingga menyulitkan proses produksinya. Untuk itu diperlukan alat pengolah/pemotong (chopper) agar menjadi lebih kecil atau pendek sehingga mudah dikomposkan. Pupuk organik dapat membawa patogen dan telur serta serangga yang mengganggu tanaman. Pupuk kandang seringkali mengandung benih gulma atau bibit penyakit bagi manusia. Pupuk kandang juga mempunyai bau yang tidak enak bagi lingkungan, meskipun tidak beracun. Sedangkan pupuk hijau dapat menimbulkan alelopati bagi tanaman pokok. Pupuk organik terutama yang berasal dari sampah kota atau limbah pabrik bisa mengandung logam berat. Jika pupuk tersebut digunakan pada tanah berdrainase buruk
580
Pemanfaatan Pupuk Organik untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah
akan menimbulkan akumulasi logam berat yang dapat berbahaya bagi ternak dan manusia, baik langsung maupun melalui tanaman yang menyerap logam berat tersebut. Berdasarkan permasalahan yang dihadapi, maka strategi yang dapat dilakukan untuk mendorong implementasi penggunaan pupuk organik adalah:
Menerapkan teknologi yang relatif murah dan mudah dikerjakan petani, misalnya dengan pengadaan pupuk organik in situ secara alley cropping, strip cropping ataupun menanam cover crop dan mengembalikan sisa panen ke lahan usahataninya.
Mendorong tumbuhnya industri kecil, yaitu industri kompos di daerah sentra produksi untuk mengatasi masalah yang ada terutama pengangkutan karena jumlah pupuk organik yang diperlukan relatif besar jumlahnya.
Kebijakan pemerintah untuk memberikan bantuan alat pengolah kompos dan atau mikroba dekomposer untuk mempercepat proses pengomposan kepada kelompok tani di sentra usahatani lahan sawah maupun lahan kering.
Melaksanakan pengawasan mutu pupuk organik dan menerapkan standar mutu pupuk organik yang ramah lingkungan.
KESIMPULAN 1. Pengawasan dan monitoring terhadap mutu pupuk organik seperti yang tertuang dalam Permentan No. 70/2011 perlu ditingkatkan dalam rangka mengantisipasi semakin banyaknya peredaran pupuk organik dalam berbagai jenis, bentuk, dan mutu yang belum terjamin dan teruji kebenarannya serta dikhawatirkan berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Pemanfaatan pupuk organik bersama pupuk anorganik dalam sistem Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi seperti tertuang dalam Permentan No. 40/2007 tentang Rekomendasi Pupuk N,P,K Padi Sawah Spesifik Lokasi untuk meningkatkan produktivitas padi sawah perlu disosialisasikan secara intensif. Badan Litbang Pertanian beserta jajarannya didukung oleh swasta dapat menggunakan demplot sebagai sarana aktif memsosialisasikan program ini. 2. Program-program pengembangan pertanian petani mandiri yang mengintegrasikan ternak dan tanaman CLS (Crop Livestock System), penggunaan tanaman legum baik berupa tanaman lorong (alley cropping) maupun tanaman penutup tanah (cover crop) serta bahan organik in situ perlu diintensifkan untuk mendukung pengembangan pupuk organik non komersial dan pemulihan kesuburan tanah. 3. Pemberdayaan masyarakat dan kelompok tani dalam pengadaan pupuk organik dapat dilakukan melalui: (a) melatih petani membuat pupuk organik in situ yang berasal dari kotoran ternak dan sisa tanaman yang dikomposkan, (b) mendorong petani melakukan
581
Wiwik Hartatik dan Diah Setyorini
diversifikasi usaha pertanian berbasis ternak, (c) mendorong petani melakukan pengelolaan bahan organik in situ terutama pada lahan kering. 4. Untuk mendapatkan pupuk organik yang berkualitas baik, diperlukan fasilitas/insentif dari pemerintah berupa mikroba dekomposer dalam proses pembuatan kompos untuk mempercepat proses pengomposan dan atau peralatan pembuat kompos pada tingkat kelompok tani atau mendorong pemanfaatan mikroba lokal (MOL).
DAFTAR PUSTAKA Agus, F. 2000. Konstribusi bahan organik untuk meningkatkan produksi pangan pada lahan kering bereaksi masam. Pros. Seminar Nasional Sumber Daya Lahan. Cisarua-Bogor, 9-11 Februari 1999. Buku III. Pusat Penelitan Tanah dan Agroklimat. Agus, F. dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Lahan Kering. World Agroforestry Centre. Bogor. 102 pp. ( www.worldagroforestrycentre.org/sea). Peraturan Menteri Pertanian . 2007. Rekomendasi Pemupukan N, P, dan K pada Padi Sawah Spesifik Lokasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Peraturan Menteri Pertanian. 2011. Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. Kementerian Pertanian. Sri Adiningsih, J. 1984. Pengaruh Beberapa Faktor terhadap Penyediaan Kalium Tanah Sawah Daerah Sukabumi dan Bogor. Disertasi Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Sri Adiningsih, J., D. Setyorini, dan T. Prihatini. 1995. Pengelolaan Hara Terpadu untuk Mencapai Produksi Pangan yang Mantap dan Akrab Lingkungan. Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat. Makalah Kebijakan. Bogor 10-12 Januari 1995. Puslittanak. Stevenson, F.J. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reactions. John Wiley and Sons Inc. New York. Tan, K.H. 1993. Principles of Soil Chemistry. Marcel Dekker, Inc. New York. 362pp.
582