PEMANFAATAN LIMBAH PADAT SAGU (Metroxylon sagu) DAN ASAM HUMAT SEBAGAI MEDIA PEMBIBITAN SENGON (Paraserianthes falcataria) DI DAERAH LERENG
(Sago Solid Waste Utilization (Metroxylon sago) and Humic Acid As Media Nurseries Sengon (Paraserianthes falcataria) in the Regional Slope) Nyai Dien Irma Renhiran1, Ismanto2, Triastinurmiatiningsih3 123
Program Studi Biologi, FMIPA Universitas Pakuan, Bogor
ABSTRAK This study aims to determine the role of the media mix solid waste sago and humic acids in the seed germination sengon on slopes, in order to obtain a mixture of sago waste and humic acids are good in improving seed germination sengon (Paraserianthes falcataria) optimally. The design used in this study is a randomized block design (RAK), which consists of a growing media treatment of humic acid composition, solid waste sago, adhesives, and soil, there are 2 replicates per treatment, so that in research there been 14 trials. The treatment in this study are as follows: control (100% Land), A1S1 (1% + 10% humic acid residue adhesive sago + 0.5% + 88.5% of the land), A1S2 (1% humic acid + 30% sago dregs + 0.5% + 68.5% glue soil), A1S3 (1% + 50% humic acid sago dregs of the designer + 0.5% + 48.5% soil), A5S1 (5% humic acid + 10% sago dregs + 0.5% + 82.5% glue soil), A5S2 (5% + 30% humic acid residue adhesive sago + 0.5% + 64.5% of the land), and A5S3 (5% humic acid + 50 sago dregs% + 0.5% + 44.5% adhesive ground). The results showed that administration of the treatment plant media A1S2 provide current growth sprouts appeared on day 3, the average number dayah sprouts 75%, and at a height of 6.6 cm sprouts, real effect. The provision of solid waste sago with a dose of 30% and 1% humic acid sufficient to give a positive response and increasing the optimal growth of the sprouts.
PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara utama penghasil sagu di dunia. Taksiran luas
lahan sagu di Indonesia sangat bervariasi dari waktu ke waktu. Luas lahan sagu di Indonesia
adalah
1.398.000
ha
(Balitbanghut,
2005).
Sagu
memiliki
beberapa potensi, yakni sebagai sumber pangan dan bahan industri (Lokakarya Sagu, 2007).
Bo2+) di dalam tanah yang mudah diserap akar. Penelitian
ini
dilakukan
dengan
tujuan untuk mengetahui peranan media Limbah
sagu
merupakan
ampas
campuran limbah padat sagu dan asam
empulur sagu yang telah diambil patinya.
humat dalam perkecambahan benih sengon
Pada proses pengelolahan sagu dihasilkan
di daerah lereng.
limbah padat yang mana berupa ampas sagu, yang terdiri dari serat-serat empulur yang di
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
peroleh dari hasil pemarutan isi batang sagu.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei
Hasil ikutan ampas pengolahan sagu, berupa
sampai Juni 2015 di Laboratorium dan
kulit batang dan ampas, apabila dibiarkan
Rumah Kaca SEAMEO BIOTROP (South-
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
East Asian Regional Center For Tropical
berupa bau dan peningkatan kemasaman
Biology).
tanah (pH < 4).
rancangan acak kelompok (RAK) dengan
Asam
humat
ini
menggunakan
dalam
perlakuan sebagai berikut: Kontrol (100%
memperbaiki kesuburan tanah karena dapat
Tana Saja), A1S1 (1% asam humat + 10%
memacu
mikroorganisme
ampas sagu + 0,5% perekat + 88,5% tana),
tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation
A1S2 (1% asam humat + 30% ampas sagu +
(KTK) hara di dalam tanah serta dapat
0,5% perekat + 68,5% tana), A1S3 (1%
mengikat ion Al dan Fe yang bersifat racun
asam humat + 50% ampas sagu + 0,5%
bagi tanaman.
pereka + 48,5% tana), A5S1 (5% asam
pertumbuhan
Asam
dapat
humat + 10% ampas sagu + 0,5% perekat +
dimanfaatkan dalam efesiensi pemupukan
82,5% tana), A5S2 (5% asam humat + 30%
karena asam humat mampu menjadikan
ampas sagu + 0,5% perekat + 64,5% tana),
partikel tanah yang rendah bahan organik
dan A5S3 (5% asam humat + 50% ampas
bermuatan negatif sehingga akan mengikat
sagu + 0,5% perekat + 44,5% tana).
unsure hara (pupuk) yang bermuatan positif.
Perlakuan terdiri atas 10 tanaman dan
Hara
masing-masing perlakuan diulang sebanyak
tersebut
humat
berperan
Percobaan
akan
juga
meningkatkan
ketersedian fosfat, nitrogen, serta unsur hara mikro (Mg2+, NH4+, Ca2+, Zn2+, Fe2+,
2 kali, sehingga terdapat 140 tanaman.
Pengamatan dan pengumpulan data
padat sagu kosentrasi 10%, 30%, 50% dan
dilakukan selang waktu 3 hari dan terakhir
asam humat 1% mempercepat munculnya
pada hari ke-24. Perubahan yang diamati
kecambah, dari pada media tanam dengan
adalah: (1) Waktu Muncul Kecambah
kosentrasi limbah padat sagu 10%, 30%,
Sengon (Paraserianthes falcataria), (2)
50% dan asam humat 5%.
Hitung
Daya
Kecambah
Sengon
Pada perlakuan A1S2 dengan kosentrasi
(Paraserianthes falcataria), dan (3) Hitung
30% limbah padat sagu dan asam humat 1%
Tinggi Kecambah Sengon (Paraserianthes
menunjukan waktu muncul kecambah paling
falcataria).
cepat yaitu pada hari ke-3 karena di dalam media tanam terdapat campuran limbah padat
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Waktu
Muncul
Kecambah
Sengon
sagu
dan
asam
humat
yang
mengadung nutrisi dan karbohidrat sangat
(Paraserianthes falcataria).
seimbang, sehingga membantu mempercepat
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
muncul kecambah.
perlakuan Pemberian asam humat dan
Menurut Halim (1983), asam humat
limbah padat sagu pada media pertumbuhan
dapat meningkatkan metabolisme tanaman
benih
yaitu dengan cara: a) membentuk senyawa
sengon
mempengaruhi
waktu
munculnya kecambah.
kompleks dengan ion logam b) asam humat
Tabel 3. Rata-Rata Waktu Muncul
bebas dapat meningkatkan permeabilitas sel
Kecambah Sengon
sehingga memperlancar pengambilan unsur hara c) gugus quinon dalam asam humat mempengaruhi kegiatan berbagai macam enzim dan d) asam humat menyediakan faktor pertumbuhan (vitamin dan auksin) bagi tanaman. Perlakuan A5S3 dengan media tanam kosentrasi limbah padat sagu 50% dan asam
Berdasarkan menunjukkan limbah
padat
data bahwa sagu
pada
Tabel
perlakuan dan
3,
media
asam
humat
menunjukan kecambahan benih
sengon
muncul pada minggu pertama. Media limbah
humat 5% menunjukkan waktu muncul kecambah paling lama yaitu pada hari ke-6 dibandingkan kontrol, hal tersebut diduga karena kandungan yang terdapat di dalam
limbah padat sagu dan asam humat tidak
dan asam humat yang akan mempengaruh
seimbang. Asam humat digunakan dengan
lajunya
komposisi
(Paraserianthes
yang
berlebihan
akan
daya
kecambah falcataria),
sengon hal
mempengaruhi pertumbuhan, karena asam
membutikan
bahwa
humat mengandung zat penghambat, zat
persentasenya
lebih
penghambat
perlakuan yang lain, dikarenakan adanya
ini
dapat
menghambat
pertumbuhan kecambah sengon. 2. Daya
Kecambah
hasil
besar
A1S2
dari
pada
unsur hara yang simbang yang diperoleh Sengon
(Paraserianthes falcataria). Berdasarkan
perlakuan
ini
dari limbah padat sagu dan asam humat. Kandungan bahan-bahan organik yang
penelitian
dikombinasikan
dengan
ampas
sagu
menunjukan bahwa pemberian limbah padat
memberikan unsur hara yang sangat baik
sagu dan asam humat berpengaruh nyata
bagi pertumbuhan kecambah (Bintoro dan
pada rata-rata Daya Kecambah.
Sudirman, 1996).
Tabel 4. Rata-Rata Daya Kecambah Sengon pada Hari Ke-24
Proses munculnya kecambah mengalami peningkatan selama 3 minggu, namun ada beberapa
perlakuan
keterlambatan
yang
dalam
mengalami pertumbuhan
kecambah, dikarenakan pemberian asam humat yang berlebihan. Pemberian asam humat yang berlebihan dapat mempengaruhi jumlah persentase daya kecambah karena Persentase
daya
kecambah
terlihat
berbeda nyata adalah perlakuan A1S1 sebesar 70% dan perlakuan A1S2 sebesar 75% di bandingkan dengan perlakuan yang lain maupun kontrol, namun pada perlakuan A1S2 daya kecambah persentasenya lebih besar dibandingkan dengan perlakuan A1S1. Persentase daya kecambah sengon setiap perlakuan menunjukkan adanya perbedaan pemberian konsentrasi limbah padat sagu
asam humat mengadung zat penghambat. Ampas sagu merupakan limbah yang memiliki kandungan karbohidrat yang cukup besar yaitu 73% (Bintoro, 2008). Sedangkan kandungan yang terdapat pada asam humat yaitu C, H, N, O, S, dan P (Tan, 2011). 3. Tinggi
Kecambah
Sengon
(Paraserianthes falcataria). Tinggi kecambah yang muncul lebih cepat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti Nutrisi, Cahaya, Suhu, Air, pH dan
berperan pada titik tumbuh (meristem) akar.
Oksigen. Tinggi kecambah maksimum tidak
Efisiensi penyerapan hara akan menjadi
nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang
optimal sehingga pertumbuhan menjadi
diberikan. Rata-rata kecambah.
optimal.
Berdasarkan
hasil
penelitian
Tinggi kecambah pada perlakuan A1S2
menunjukan bahwa pemberian limbah padat
lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya,
sagu dan asam humat berpengaruh terhadap
perlakuan A1S2 (limbah padat 30% + asam
tinggi kecambah sengon. Rata-rata tinggi
humat 1% + tahan) dengan perbandingan
kecambah sengon:
(3:1) yaitu 6,6 cm di karenakan pada
Tabel 5. Rata-Rata Tinggi Kecambah
perlakuan A1S2 komposisi campuran media
Sengon pada Hari Ke-24
limbah padat sagu dan asam humat tardapat kadungang karbohidrat, nutrisi dan unsur hara yang seimbang. Unsur hara N berperan penting pada fase pertumbuhan
dan
generatif
kecambah.
Menurut Siguyanti (2009), bahwa nitrogen yang terdapat didalam pupuk organik padat tersedia Tinggi kecambah sengon pada perlakuan A1S1 dan A1S2 lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan media tanah saja
perlahan-lahan
bagi
tanaman.
Adanya penambahan bahan kimia pada pupuk organik padat, ternyata berpengaruh nyata terhadap tinggi kecambah.
(kontrol). Perlakuan A1S1 dan A1S2 menunjukkan
SIMPULAN DAN SARAN
pertumbuhan tinggi kecambah yang lebih tinggi dari pada perlakuan kontrol, A1S3, A5S1, A5S2, A5S3. Karena media tanam berupa campuran limbah padat sagu dan asam humat memiliki komposisi C, N, P, K, Ca dan Mg yang merupakan sumber hara dibutuhkan kecambah. Menurut Sutiyoso (2008)
dengan
adanya
Ca
perakaran
tanaman akan menjadi lebat karena Ca
1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pemberian limbah padat sagu dan asam humat sangat mempengaruhi munculnya
kecambah
(Paraserianthes falcataria).
sengon
2. Pemberian limbah padat sagu dan asam humat terhadap persentase daya kecambah
sengon
(Paraserianthes
falcataria) pada hari ke-24 bengaruh terhadap dayah kecambah sengon dan tinggi kecambah sengon beda nyata. 2 Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan limbah padat sagu dan asam humat sebagai media tanam dengan konsentrasi yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA Arsiati, A. 2002. Sifat-sifat asam humat hasil ekstraksi dari berbagai jenis bahan dan pengekstrak. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Hal 32. Atmosuseno, B. S. 1997. Budidaya, Kegunaan, dan Prospek Sengon. Jakarta : Penebar Swadaya. Banu, J. R., S. Kaliappan dan D. Beck, 2006, Treatment of Sago Wastewter Using Hybrid Anaerobic Reactor, Chemical Engineering Journal, Volume 41, No. 1, 56-62. Bintoro, H. M. H. 2008. Bercocok Tanam Sagu. Bogor : IPB Press. Hal 71. Bio Flora. 1997. Bio Flora International Breakthrough in Adding Humic Acid to Soil Biomass. Bio Flora International. Good Year A.Z. Daniel De Idral. 2012. Pembuatan Bioetanol dari Ampas Sagu dengan Proses
Hidrolisis Asam Menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Jurnal Kimia Unand, Volume 1 Nomor 1. Medan. Darjadi, L. dan Hardjono, 1972. Sendi-Sendi Silvikultur. Jakarta : Dirjen Kekutanan. Elisa Julianti dan Mimi Nurmimah. 2006. Buku Ajar Teknologi Pengemasan. Medan : Teknologi Pertanian – Fakultas Pertanian USU. Halim, A. 1983. Pengaruh Sumber dan Takaran Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bahan Kering Tanaman Jagung dan Kedelai pada Gambut Pedalaman Berengbegel Kalimantan Tengah. Tesis. Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Haruni K., M. Kallio, dan M. Kanninen. 2011. Acacia mangium Willd. Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. Center for International Forestry Research. Bogor. Haryanto, B. dan Pangloli, P. 2008. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Bogor : Kanisius. Hendarto Kuswanto. 1996. “Dasar-Dasar Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta : Penerbit Andi. Iskandar, M. I. 2006. Pemanfaatan Kayu Hutan Rakyat Sengon (Paraserianthes Falcataria (L) Nielsen) Untuk Kayu Rakitan. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 183-195. Bogor.
Iskandar Z. Siregar. 2004, Kayu Sengon. Bandung : Niaga Swadaya.
Papua, Diakse dari Http://Pustaka.Litbang.Deptan.Go.I d/Publikasi/P3282093.pdf.
Kamil, J. 1979. Teknologi Benih 1. Padang : Angkasa Raya. Kasmat,
2011. http://1d.shvoong.com/society-andnews/environment/2173206kemiringan-lereng/ Di akses tanggal 20Mei 2015.
Kuswanto, H. 1996. Dasar-dasar Teknologi Produksi dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta : Penerbit Andi. Krisnawati, H, E. Varis, M. Kallio, dan M. Kanninen. 2011b. Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen: Ekologi, Silvikultur, dan Produktivitas. Center for International Forestry Research. Bogor. Louhanapessy, J. E., M. Luhukay, S. Talakua, H. Salampessy, J. Riry, 2010, SaguHarapan dan Tantangan. Jakarta : Penerbit PT. Bumi Aksara. Limbongan, Jermia. 2009. Morfologi JenisJenis Sagu di Papua. Papua : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua. Manurung, S. O. & M. Ismunadji. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi. Dalam Ismunadji, M., S. Partohardjono., N. Sam & A. Widjono (penyunting). Padi Buku 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. Martina Sri Lestari, Rauf, A. Wahid. 2009. Pemanfaatan Komoditas Pangan Lokal Sebagai Sumber Pangan Alternatif di Papua. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Plantamor. 2000. Sengon (Paraserianthes falcataria). Diakses di http://www.plantamor.com/index.p hp?plant=952. Pada 23 Mei 2015. Pukul 17.00 WIB. Rumalatu, 1981. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Yogyakarta : Kanisius. Sahala, M. H., M. W Hari, H. Setyoso dan P. Bambang. 2006. Influence of Humic Acid Application for Oil Palm in PT Astra Agro Lestari Tbk. International Oil Palm Conference. Nusa Dua-Bali. June 19-23. Salisbury, Frank B dan Cleon Wross. 1985. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : Institut Teknologi Bandung (ITB). Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis (terjemahkan) Dr. Mohammad Na’iem dkk. Bandung. Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Buku. Jakarta : Rajawali Press. Hal.245. Sutopo, L., 2004. Teknologi Benih. Jakarta : Penerbit Rajawali. Sumpena, U., 2005. Benih Sayuran. Jakarta : Penebar Swadaya. Sutiyoso, Y. 2008. Meramu Pupuk Hidroponik. Jakarta : Penebar Swadaya. Syamsuri, Istamar. 2004. Biologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Tan, K. H. 2011. Principles of Soil Chemistry (2nd Ed). CRC Press. New York. 343 p. Tan KH. 1991. Dasar-dasar Kimia Tanah. Goenadi DH, Penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: The Principals of Soil Chemistry. Tan, K. H. 2003. Humic Matter in Soil and the Environment. CRC Press. New York. 408 p. Tenda, E. T., R. T. P. Hutapea dan M. Syakir. 2009. Sagu tanaman perkebunan penghasil bahan bakar nabati. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Hal. 143-160.
Vaugan, D, Malcolm, RE, and Ord BG. 1985. Influence of humic subtance on biochemical prossessesin plants. In : Soil Organik Matter and Biological Activity. Vaughan D and Malcolm RE (eds) p: 77-81. Martinus Nijhoff. Da. W. Junk. Pub., Dordrecht. Zaimah Fatkhu, Prihastanti Erma. 2012. Uji Penggunaan Kompos Limbah Sagu terhadap Pertumbuhan Tanaman Strawberry (Fragaria vesca L) di Desa Plajan Kab. Jepara. Jurnal Buletin Anatomi dan Fisiologi, Volume XX Nomor 1.Semarang.