Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2
ISSN 1858-4330
PEMANFAATAN JAMU AYAM SEBAGAI FEED SUPLEMENT TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI AYAM BURAS DI DESA GARESSI, KECAMATAN TANETE RILAU, KABUPATEN BARRU UTILIZATION OF HERBS AS CHICKEN FEED SUPPLEMENT TO INCREASING PRODUCTION OF LOCAL CHICKEN IN GARESSI VILLAGE, DISTRICT OF TANETE RILAU, BARRU REGENCY Hasbi dan Sudirman H. Jurusan Peternakan, Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa Jl. Malino km 7, Romanglompoa Kab. Gowa
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk meningkatkan produksi ayam buras melalui pemanfaatan jamu sebagai feed suplement. Penelitian dilaksanakan di Desa Garessi, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Maret sampai Mei 2010. Penelitian dilakukan dengan dua perlakuan, yaitu membandingkan antara pemberian air (P0) dengan pemberian jamu (P1) pada ayam buras, dengan dua ulangan, tiap ulangan terdiri dari 10 populasi ayam umur 6 minggu (fase grower), sehingga total populasi 20 ekor ayam. Pakan yang digunakan yaitu konsentrat BP 11-B. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jamu dengan dosis 30 cc L-1 air memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi ayam, yaitu rata-rata 1.976 g, Pertambahan berat badan ratarata yaitu 464,5 g, dan konversi pakan 4.3 kg untuk menghasilkan 1 kg bobot badan, sedangkan hasil konsumsi pakan pada tanpa pemberian jamu rata-rata 1.878 g, pertambahan berat badan rata-rata hanya 362.5 g, konversi pakan mencapai 5.2 kg untuk menghasilkan 1 kg bobot badan. Kata kunci: Jamu, feed suplement, produksi ayam buras
ABSTRACT The research aims to increase of local chicken production through utilization of herbs as feed suplement. Research was carried out in the Garessi village, District of Tanete Rilau, Barru Regency, South Sulawesi Province in March to May 2010. The research was conducted by comparing between giving water teratment (P0) and giving herbs treatment (P1) on local chicken, were 2 times replication. Each replication have 10 chicken population 6 weeks old (grower phase), so that total population of 20 chickens. Feed using in the research is concentrate BP 11-B. The results showed that giving of herbs with a 30 cc L-1 water dosage have significant effect on consumption of chicken, which is an average of 1.976 g, the weight gain is an average of 464.5 g, and feed conversion 4.3 kg to produce 1 kg of body weight, while feed consumption on without giving herbs an average 1.878 grams, the body weight of an average of only 362.5 g, feed conversion 5.2 kg to produce 1 kg of body weight. Keywords: Herbal, feed supplement, local chicken production
70
Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2
PENDAHULUAN Sektor pertanian berperan vital dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini karena pertanian berfungsi sebagai basis atau landasan pembangunan ekonomi mikro, yang diarahkan untuk meningkatkan ketertinggalan masyarakat petani Indonesia dengan bangsa lain. Dalam kondisi sekarang ini salah satu kegiatan usaha yang sangat potensial menyumbang devisa dan memberikan keuntungan yang berarti bagi usaha produktif yang bergerak di dalamnya serta mampu bertahan menjalankan peranan ekonominya seperti peningkatan pendapatan dan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, dan menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah kegiatan ekonomi yang bergerak di agribisnis dengan motor penggerak agroindustri. Peran sektor peternakan sendiri sebagai bagian dari pembangunan pertanian, memiliki peranan strategis dalam meningkatkan status nilai gizi masyarakat serta mampu meningkatkan pendapatan dan status sosial masyarakat. Untuk itulah dalam pengembangan usaha peternakan perlu diikuti dengan adanya keseriusan, ketekunan dan keikutsertaan semua pihak. Selain itu juga perlu didukung oleh ketersedian sarana dan prasarana yang optimal. Seiring dengan meningkatnya pembangunan di sektor peternakan khususnya unggas, berbagai permasalahan pun muncul, salah satunya yaitu adanya peningkatan harga bahan pakan ternak termasuk feed suplement dan ketersedian di pasaran masih sangat terbatas. Untuk itu ada sebagian pengusaha peternak meramu berbagai macam formula pakan dan feed suplement sebagai upaya untuk mengatasi masalah kelangkaan bahan pakan dan menekan tingginya biaya produksi, terutama biaya untuk pembelian pakan tambahan (feed suplement) dan
ISSN 1858-4330
obat-obatan untuk mengatasi masalah penyakit pada ternak yang diusahakannya. Salah satunya yakni dengan memanfaatkan tanaman obat-obatan dalam bentuk jamu sebagai feed suplement. Jamu ayam yang dirancang dari tanaman obat-obatan ini mempunyai pengaruh positif pada kekebalan tubuh terhadap penyakit dan sebagai pelengkap dari bahan pakan yang di berikan kepada ternak diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi peternak. Kabupaten Barru sebagai salah satu kawasan agropolitan, memiliki potensi yang sangat ideal untuk pengembangan usaha di sektor pertanian, khususnya subsektor peternakan. Salah satunya yaitu dengan pengembangan usaha peternakan ayam buras. Berdasarkan data yang diperoleh, Kabupaten Barru memiliki jumlah populasi ayam buras 231.725 ekor, yang tersebar dalam 7 Kecamatan. Produksi daging ayam buras tahun 2005 mencapai 115,978 ton, sedangkan produksi telur pada tahun yang sama mencapai 2.780.700 butir. Dari total tersebut Kecamatan Tanete Rilau memiliki 38.212 ekor ayam buras. Sedangkan Desa Garessi yang merupakan tempat diadakannya penelitian hanya memiliki sekitar 4607 ekor ayam buras (BPS, 2009). Hal ini dirasakan belum sepenuhnya optimal, mengingat masyarakat di desa ini belum sepenuhnya mengembangkan usaha peternakan ayam buras sebagai salah satu mata pencaharian utama bagi masyarakat. Dengan melihat data di atas, maka penelitian tentang pemberian jamu sebagai feed suplement untuk peningkatan produksi ayam buras untuk mendukung pengembangan usaha peternakan ayam buras dan meningkatkan jumlah populasi ayam buras di desa tersebut perlu dilakukan. Penelitian bertujuan untuk meningkatkan
71
Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2
produksi ayam buras melalui pemanfaatan jamu sebagai feed suplement.
ISSN 1858-4330
ayam buras. Perlakuan P0 ditempatkan pada kandang pertama, sedangkan perlakuan P1 pada kandang kedua, masing perlakuan diulang sebanyak 2 kali, dan setiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam umur 6 minggu (fase grower), jumlah keseluruhan populasi adalah 20 ekor. Pakan yang digunakan dalam kaji widya yaitu konsentrat BP 11-B adalah konsentrat jenis butiran halus. Adapun kandungan nutrisi pakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Desa Garessi, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Maret sampai Mei 2010. Penelitian dilakukan dengan cara membandingkan antara dua perlakuan, yaitu pemberian air (P0) dengan pemberian jamu (P1) dengan dosis 30 cc L-1 air pada
Tabel 1. Komposisi Pakan BP 11-B Nutrisi Pakan Kadar Air Protein Lemak Serat Abu Calsium Phosphor
Kandungan (%) Minimal
13,0 21,0-23,0 5,0 5,0 7,0 0,90 0, 30/4
Minimal Maksimal Maksimal Minimal Minimal
Sumber: PT Charoen Pokphan Indonesia, 2006
Parameter yang diamati adalah: 1) Konsumsi pakan, diamati setelah pemberian pakan dengan interval satu minggu sekali. Pakan yang dihitung yaitu jumlah yang diberikan dikurangi dengan sisa pakan yang diberikan selama satu minggu. 2) Pertambahan berat badan, diamati setiap seminggu sekali sesuai dengan rumus: PBB = BB Akhir – BB Awal. 3) Konversi pakan, diamati dengan membandingkan pertambahan berat badan selama perlakuan dengan konsumsi pakan.
Rumus standar error (Kerlinger, 2004) adalah sebagai berukut:
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji stasistik standar error untuk mengetahui perbedaan hasil antara kedua perlakuan.
Dari pengamatan yang dilakukan maka di peroleh hasil konsumsi pakan dari masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa
72
SE =
Sd n
Dimana : SE = Standar Error SD = Standar defiasi n = Ulangan
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan
Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2
rata-rata konsumsi P1 lebih tinggi di banding P0, yaitu P1 1976 g minggu-1 sedangkan P0 1878 g minggu-1. Hasil ana-
ISSN 1858-4330
lisis standar error menunjukan bahwa perlakuan P1 berbeda nyata dengan Perlakuan P0.
Gambar 1. Grafik konsumsi pakan rata-rata selama penelitian Keterangan: P0: Tanpa pemberian jamu, P1: Perlakuan pemberian jamu
Perlakuan P1 (pemberian jamu) memberikan tingkat konsumsi pakan lebih tinggi menunjukan bahwa di dalam jamu terdapat beberapa kandungan dari tanaman obat-obatan yang bermanfaat untuk meningkatkan nafsu makan, mengurangi kandungan amonia dalam kotoran yang menimbulkan bau sehingga mengakibatkan ayam kurang nafsu makan dan perubahan cuaca yang tidak menentu sehingga menimbulkan penyakit serta mengurangi tingkat stres pada ayam. Di samping itu, pada jamu juga terdapat satu bahan yaitu Bio Plus yang berfungsi meningkatkan efesiensi pencernaan dan memberikan unsur mikro berupa mineral dan vitamin yang bermanfaat untuk meningkatkan produksi daging, mengurangi angka kematian, meningkatkan daya tahan tubuh terhindar dari kelumpuan dan menghilangkan bau kurang sedap seperti amonia, H2S dan beberapa senyawa karbon serta gas-
gas yang berbahaya yang dihasilkan oleh mikroba yang merugikan. Hadjosworo dan Rukmiasih (2000) menyatakan bahwa konsumsi pakan yang diperlukan rata-rata 3.380 g dalam umur panen 12 minggu, hal ini sejalan dengan hasil yang didapatkan yaitu rata-rata 1680 g yang dimulai pada umur 6 minggu. Pertambahan Berat Badan Hasil penimbangan berat badan yang dilakukan selama penelitian antara P0 (tanpa perlakuan) dengan P1 (menggunakan jamu) dapat dilihat pada Gambar 2. Pada Gambar 2 terlihat bahwa pertambahan berat badan antara P0 dengan P1 berbeda nyata dimana P0 hanya mencapai rata-rata 362.5 g minggu-1 sedangkan P1 464.5 g minggu-1. Hasil ini menunjukan bahwa pemberian jamu dapat memberikan pertambahan berat badan. Wakradihardja 73
Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2
dan Erdavit (2003) menyatakan bahwa pemberian jamu yang mengandung berbagai zat aktif dari tanaman obat tradisional. Temulawak, kencur dan kunyit yang terkandung dalam jamu dapat meningkatkan nafsu makan dan meningkatkan metabolisme tubuh ayam sehingga dapat mempengaruhi peningkatan dan pembentukan daging. Pemberian jamu dengan jumlah 0.04% kunyit di dalam pakan telah terbukti tidak menimbulkan dampak negatif terhadap ayam pedaging
ISSN 1858-4330
dan bahkan dapat meningkatkan bobot badan serta menurunkan tingkat kematian. Selain kunyit, rimpang temulawak dan kencur sering dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan jamu yang berkhasiat untuk memulihkan nafsu makan. Anonim (2002) telah mengkaji uji adaptasi teknologi pemberian jamu pada ayam, menyatakan manfaat pemberian jamu dapat menghindarkan ayam dari serangan penyakit, dan untuk meningkatkan dan mempertahankan suatu produksi.
Gambar 2. Grafik pertambahan berata badan selama penelitian Keterangan: P0: Tanpa pemberian jamu, P1: Perlakuan pemberian jamu
Sudaryani dan Santosa (1995). Memperkirakan berat badan ayam pada umur 12 minggu mencapai 750 g ekor-1 dengan konsumsi pakan 55 g ekor-1 hari-1. Sedangkan Hadjosworo dan Rukmiasih (2000) menyatakan bobot hidup ayam kampung umur 12 minggu yaitu 720 g. Konversi Pakan Hasil pengamatan konsumsi dan pertambahan berat badan disajikan pada Gambar 3, menunjukan Rata-rata Konversi pakan 74
P1 lebih rendah konversi pakannya yaitu 4.3 dibandingkan P0 yaitu 5.2. Hasil analisis standar error menunjukan bahwa perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P0. Gambar 3 menunjukan tingkat konversi pakan P0 (5.2) lebih tinggi dibanding P1 (4.3) disebabkan karena konversi pakan pada ternak ayam kampung banyak diperuntukan untuk kebutuhan serat kasar sedangkan untuk pakan yang dikonversi menjadi bobot badan sangat sedikit.
Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2
Gambar 3.
ISSN 1858-4330
Grafik konversi pakan selama penelitian Keterangan: P0: Tanpa pemberian jamu, P1: Perlakuan pemberian jamu
Sedangkan konversi pakan P1 lebih rendah berarti konversi pakan banyak di peruntukan untuk bobot badan. Hal ini terlihat jelas dimana pemberian jamu dapat mengurangi konversi pakan, karena jamu ada terdapat bahan-bahan bermanfaat untuk menurunkan konversi pakan seperti jahe dan temulawak yang dapat menimbulkan nafsu makan. Jahe dapat memperbaiki penggunaan ransum dan dapat memacu pertumbuhan ternak. Hadjosworo (2000) menyatakan bahwa konversi pakan ayam kampung yaitu 4,6 kg untuk membutuhkan 1 kg bobot badan sedangkan hasil penelitian mendapatkan tanpa perlakuan (P0) rata-rata 5.2 kg sedangkan perlakuan jamu (P1) yaitu rata-rata 4.3 kg. Hal ini menunjukan dari perbandingan pakan dengan bobot badan terlihat bahwa hasil kaji widya perlakuan jamu (P1) memperbaiki penggunaan pakan karena hanya membutuhkan 4.3 kg pakan untuk 1 kg bobot badan.
KESIMPULAN Pemberian jamu dengan dosis 30 cc L-1 air berbeda nyata dengan tanpa pemberian jamu, dengan hasil konsumsi ayam yaitu rata-rata 1.976 g, pertambahan berat badan rata-rata yaitu 464,5 g, dan konversi pakan lebih rendah yaitu 4.3 kg. Sedangkan untuk P0, konsumsi rata-rata 1.878 g, pertambahan berat badan rata-rata hanya 362.5 g, konversi pakan mencapai 5.2 kg untuk menghasilkan 1 kg bobot badan.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2002. Infovet, Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. Asohi, Jakarta. BPS, 2009. Barru dalam Angka. Badan Pusat Statistik, Kab. Barru. Hardjosworo, S.P. dan Rukmiasih, 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
75
Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2
Kerlinger, F.N., 2004. Asas-asas Penelitian Behavioral (Terjemahan L. R Simatupang). Gajah Mada University, Jogjakarta. Sudaryani, T. dan Santosa. H., 2003. Pembibitan Ayam Buras. Penebar Swadaya. Jakarta.
76
ISSN 1858-4330
Wakradiharja, E. dan Erdavit, 2004. Agribisnis Ayam Kampung atau Ayam Buras Akrab Dusun. Penerbit Eka Jaya, Jakarta.