Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu Dan Anak Oleh Ibu Di Palangka Raya Persepsi Dan Perilaku Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tentang Integritas Akademik Hubugan Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides dengan Status Gizi Siswa Kelas 3 dan 4
SDN 7 Pahandut Kota Palangkaraya Mei 2013 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Growth Faltering Anak Usia 6-24 Bulan Di Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah Faktor Iklim Mempengaruhi Kejadian DBD Di Kota Palangka Raya Tahun 2012 Pengaruh Pijat Bayi Terhadap Kualitas Tidur Bayi Pengembangan Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Pangan untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains pada Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palangka Raya Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Tentang Seks Pranikah Terhadap Pemanfaatan Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (Pik-Krr) Pada Remaja Di Kota Palangka Raya
ISSN : 2087 - 9105
Volume III Nomor 6, Agustus 2013
TIM REDAKSI Jurnal Ilmiah Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab
:
Santhy K. Samuel, S.Pd, M.Kes
Redaktur
:
Iis Wahyuningsih, S.Sos
Editor
:
Vissia Didin Ardiyani, SKM, MKM
Tim Pembantu Penyunting : Penyunting Pelaksana
:
1. Erma Nurjanah Widiastuti, SKM 2. Dwirina Hervilia, SKM, MKM
Pelaksana TU
:
1. Deddy Eko Heryanto, ST 2. Daniel, A.Md.Kom 3. Arizal, A.Md
Tim Mitra Bestari : 1.
DR. Demsa Simbolon, SKM, MKM
Poltekkes Kemenkes Bengkulu
2.
DR. Toto Sudargo, SKM., M.Kes
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Universitas Gadjah Mada
3.
DR. Djenta Saha, S.Kp., MARS
Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Alamat Redaksi : Unit Perpustakaan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Jalan George Obos No. 32 Palangka Raya 73111- Kalimantan Tengah Telepon/Fax : 0536 – 3230730, 3221768 Email
:
[email protected],
[email protected]
Website : www.poltekkes-palangkaraya.ac.id Terbit 2 (dua) kali setahun.
PENGANTAR REDAKSI Salah satu tugas utama dari lembaga pendidikan tinggi sebagaimana tercantum dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah melaksanakan penelitian. Agar hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah lainnya yang telah dilakukan oleh civitas akademika Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya lebih bermanfaat dan dapat dibaca oleh masyarakat, maka diperlukan suatu media publikasi yang resmi dan berkesinambungan. FORUM KESEHATAN merupakan Jurnal Ilmiah sebagai Media Informasi yang menyajikan kajian hasil-hasil penelitian, gagasan dan opini serta komunikasi singkat maupun informasi lainnya dalam bidang ilmu khususnya keperawatan, kebidanan, gizi, dan umumnya bidang ilmu yang berhubungan dengan kesehatan. Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya berkat bimbingan dan petunjuk-Nyalah upaya untuk mewujudkan media publikasi ilmiah Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya yang diberi nama FORUM KESEHATAN volume kedua nomor keempat ini dapat terlaksana. Dengan tekat yang kuat dan kokoh, kami akan terus lebih memacu diri untuk senantiasa meningkatkan kualitas tulisan yang akan muncul pada penerbitan – penerbitan selanjutnya. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya sebagai Penanggung Jawab serta Dewan Pembina yang telah memberikan kepercayaan dan petunjuk kepada redaktur hingga terbitnya FORUM KESEHATAN Volume III Nomor 6, Agustus 2013 ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga disampaikan kepada Dewan Redaksi dan Tim Mitra Bestari yang telah meluangkan waktunya untuk mengkaji kelayakan beberapa naskah hasil penelitian/karya ilmiah yang telah disampaikan kepada redaksi. Kepada para penulis yang telah menyampaikan naskah tulisannya disampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan selalu diharapkan partisipasinya untuk mengirimkan naskah tulisannya secara berkala dan berkesinambungan demi lancarnya penerbitan FORUM KESEHATAN ini selanjutnya. Akhirnya, semoga artikel-artikel yang dimuat dalam FORUM KESEHATAN volume kedua nomor keempat ini dapat menambah wawasan dan memberikan pencerahan bagai lentera yang tak kunjung padam. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan penerbitan selanjutnya. Tim Redaksi
DAFTAR ISI
Hal. Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu Dan Anak Oleh Ibu Di Palangka Raya Oktaviani Mahar ...................................................................................................................... 1
Persepsi Dan Perilaku Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tentang Integritas Akademik Maria Magdalena Purba, Barto Mansyah, Berthiana ............................................................. 9
Hubugan Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides dengan Status Gizi Siswa Kelas 3 dan 4 SDN 7 Pahandut Kota Palangkaraya Mei 2013 Adelgrit Trisia, Sakinah ........................................................................................................... 21
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Growth Faltering Anak Usia 6-24 Bulan Di Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah Teguh Supriyono, Nila Susanti, Fretika Utami Dewi .............................................................. 26
Faktor Iklim Mempengaruhi Kejadian DBD Di Kota Palangka Raya Tahun 2012 Yongwan Nyamin, Natalansyah, Vissia Didin.A .................................................................... 31
Pengaruh Pijat Bayi Terhadap Kualitas Tidur Bayi Tri Ratna, Berthiana, Christine Aden ...................................................................................... 39
Pengembangan Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Pangan untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains pada Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palangka Raya Ririn Noorhaisna Raffela, Liswara Neneng, Yohanes Edy Gunawan ..................................... 48
Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Tentang Seks Pranikah Terhadap Pemanfaatan Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (Pik-Krr) Pada Remaja Di Kota Palangka Raya Halaman Yeni Lucin................................................................................................................. 58
Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu Dan Anak Oleh Ibu Di Palangka Raya Utilization of Mother and Child Book in Palangka Raya Oktaviani Mahar Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Abstrak. Buku KIA di Puskesmas Kota Palangkaraya, belum digunakan sebaik-baiknya oleh ibu. Perilaku ibu dalam pemanfaatan buku KIA ditentukan oleh faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan buku KIA oleh ibu di Puskesmas Kota Palangkaraya. Penelitian ini observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Jumlah subjek adalah 110 ibu yang memiliki buku KIA periode 1 Januari-31 Desember 2010 di Puskesmas Kota Palangkaraya. Analisis bivariabel dengan chi-kuadrat(x2) dan analisis multivariabel dengan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menemukan faktor pendorong yaitu dukungan tenaga kesehatan (p=0,030) memiliki hubungan dengan pemanfaatan buku KIA, tetapi dukungan kader kesehatan (p=0,898) dan dukungan suami/keluarga (p=0,340) tidak memiliki hubungan dengan pemanfaatan buku KIA. Faktor predisposisi meliputi usia (p=0,589), pendidikan (p=0,136), pekerjaan (p=0,099), pengetahuan (p=0,234), dan faktor pendukung meliputi penghasilan keluarga (p=0,156), jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan (p=0,227) tidak berhubungan dengan pemanfaatan buku KIA. Peluang pemanfaatan buku KIA 39,9% adalah konstribusi adanya dukungan tenaga kesehatan. Dukungan tenaga kesehatan (faktor pendorong) terdapat hubungan dengan pemanfaatan buku KIA. Faktor predisposisi dan faktor pendukung tidak terdapat hubungan dengan pemanfaatan buku KIA. Peluang pemanfaatan buku KIA 39,9% adalah konstribusi dukungan tenaga kesehatan. Imunisasi TT 2 kali selama kehamilan paling banyak dimanfaatkan oleh ibu. Kata kunci: Faktor pendorong, faktor pendukung, faktor predisposisi, pemanfaatan buku KIA Abstract . The owner did not properly utilize MCH handbook within the Primary Health Center of Palangkaraya Municipality. Utilization of maternal behavior in MCH handbooks is determined by predisposing factors, enabling factors and reinforcing factors. This study was aimed to analyze factors associated with utilizati on of MCH handbook the Primary Health Center of Palangkaraya Municipality. This study was an observational analytic study with cross sectional design. Subject research was 110 mothers who have MCH handbook within period January 1st to December 31st, 2010 within the Primary Health Center, Palangkaraya Municipality. Bivariate analysis was performed with chi-square ( and multivariate using multiple logistic regressions.In term of reinforcing factors, the support of health workers related to the utilization of MCH handbooks (p=0.030), but support of health cadres (p= 0.898) and the support of husband / family (p=0.340) showed no statistical significant relationship to the utilization of MCH handbook. Predisposing factors such as age (p=0.589), education (p=0.136), employment (p=0.099), knowledge (p=0.234) and enabling factors such as family income (p value = 0.156), distance home to health care facilities (p=0.227) have no significant relationship to the utilization of MCH handbook. The support of health workers gives 39,9% proportions out of total percentage of the utilization of MCH handbooks. Support health worker (reinforcing factors) is related to the utilization of MCH handbooks. Predisposing factors and enabling factors have no relationship to the utilization of MCH handbook. The support of health workers gives 39,9% proportions out of total percentage of the utilization of MCH handbooks. Two times injection of TT immunization during pregnancy is the most frequently that mothers do. Keywords: reinforcing factors, enabling factors, predisposing factors,the utilization of MCH handbook 1
Mahar, Pemanfaatan buku KIA di Palangka Raya
Pendahuluan Pemanfaatan buku KIA merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak.1,2Buku KIA merupakan instrumen yang berisi informasi catatan kesehatan ibu dan anak serta berbagai informasi cara memelihara dan merawat kesehatan ibu dan anak dapat digunakan untuk pencatatan, penyuluhan dan komunikasi sehingga diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga tentang kesehatan ibu dan anak.1,3,4 Bagi yang tidak buta huruf, dengan membaca, memahami isi buku KIA dan dengan mendengar penjelasan dari tenaga kesehatan dan dibantu oleh kader kesehatan mengenai informasi yang disebutkan di atas, dapat membantu ibu dan keluarga dalam memahami kebutuhan dan masalah kesehatan ibu selama hamil dan persiapan menghadapi masa persalinan. Ibu dapat melakukan pemeriksaan antenatal secara rutin sesuai standar, mendapatkan imunisasi TT 2 kali selama kehamilan, konsumsi tablet Fe dan melahirkan dengan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.3 Ke lima hal tersebut di atas merupakan indikator penting sesuai dengan standar pelayanan antenatal untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi faktor risiko, asuhan pencegahan dan komplikasi sehingga proses persalinan berjalan normal, optimal dan terpantau, bayi lahir sehat. Sehingga, akan menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Pemanfaatan buku KIA oleh ibu hamil merupakan manifestasi bentuk perilaku individu dalam bidang kesehatan. Green menganalisis untuk mengubah perilaku dan lingkungan pada tahap 3 Preceed-Proceed dengan mempertimbangkan 3 faktor yaitu faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pendukung (enabling factor) dan faktor pendorong (reinforcing factor).Faktor predisposisi (predisposing factor) merupakanfaktor–faktor yang cenderung membuat seseorang untuk melakukan perilaku tertentu, yang terwujud dalam usia, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan. Perilaku dalam kesehatan juga ditentukan oleh faktor–faktor pendukung (enabling factor), antara lain yaitu penghasilan keluarga dan jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan. Selanjutnya, dukungan tenaga kesehatan, kader kesehatan dan suami/keluarga menjadi faktor–faktor yang 2
mendorong (reinforcing factor) perilaku seseorang dalam kesehatan.5,6 Penelitian melaporkan bahwa pendidikan, pengetahuan, penghasilan, jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan, biaya transportasi, sikap dan biaya pelayanan merupakan faktor yang terkait dengan pemanfaatan pelayanan 7 antenatal. Faktor yang mendorong pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah perilaku tenaga kesehatan dan kader kesehatan serta suami/keluarga.8 Peran tenaga kesehatan dan kader dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan meliputi memberikan pelayanan, membantu dan memberikan penjelasan pada ibu dan suami tentang informasi kesehatan ibu dan anak.3 Sebuah penelitian melaporkan, wanita hamil yang kurang menerima informasi dari tenaga kesehatan kurang memanfaatkan pelayanan antenatal.9 Suami/keluarga juga sangat berperan dalam mendorong ibu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Penelitian melaporkan, ibu yang memperoleh dukungan baik mempunyai kecenderungan untuk melakukan kunjungan K4 sesuai standar.10 Metode Metode penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Subjek penelitian adalah ibu yang memiliki buku KIA periode 1 Januari-31 Desember 2010 di Puskesmas Kota Palangkaraya. Jumlah subjek adalah 110 respondendihitung dengan menggunakanrule of thumb. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan multistage random sampling. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei tahun 2012.Jenis data yang dipergunakan adalah data primer dengan instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner dan data sekunder dengan pencatatan pada buku KIA yang dimiliki responden. Data yang terkumpul dilakukan analisis menggunakan chi-kuadrat(x2)dan multivariabel dengan regresi logistik ganda. Hasil Sebagian besar responden pada usia 20-35 tahun (77,3%%), tingkat pendidikan menengah (64,5%), ibu tidak bekerja (90%), memiliki pengetahuan baik (75,5%), penghasilan keluarga ≥ UMK (62,7%), jarak rumah responden ke fasilitas pelayanan kesehatan <3 km (78,2%), responden mendapatkan dukungan tenaga kesehatan baik (53,6%), mendapatkan Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
dukungan kader kesehatan baik (50,9%) dan mendapatkan dukungan suami/keluarga baik
(76,4%).Karakteristik data 110 responden dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik Data Responden (n=110) No 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Variabel Usia - < 20 tahun - 20-35 tahun - > 35 tahun Pendididkan Ibu - Rendah - Menengah - Tinggi Pekerjaan - Tidak Bekerja - Bekerja Pengetahuan - Kurang - Baik Penghasilan keluarga - < Upah Minimimun Kota (UMK) - ≥ Upah Minimimun Kota (UMK) Jarak rumah ke fasilitas pelayanan kesehatan - Jauh (> 3 km) - Dekat (< 3 km ) Dukungan tenaga kesehatan - Kurang - Baik Dukungan kader kesehatan - Kurang - Baik Dukungan suami/keluarga - Kurang - Baik
Dari berbagai faktor pendorong, dukungan tenaga kesehatan (p=0,030) menunjukkan hubungan bermakna dalam pemanfaatan buku KIA, tetapi dukungan kader kesehatan (p=0,898) dan dukungan suami/keluarga (p=0,340) tidak ada hubungan bermakna terhadap pemanfaatan buku KIA. Analisis hubungan faktor pendorong dengan pemanfaatan buku KIA dapat dilihat pada Tabel 2. Pada setiap faktor pendukung tidak menunjukkan hubungan bermakna baik pada penghasilan keluarga (p=0,156) dan jarak rumah ke fasilitas pelayanan kesehatan (p=0,227). Pada setiap faktor predisposisi tidak menunjukkan hubungan bermakna baik pada usia (p=0,589), pendidikan (p=0,136), pekerjaan (p=0,099) dan
n
Persentase (%)
17 85 8
15,4 77,3 7,3
28 71 11
25,5 64,5 10
99 11
90 10
27 83
24,54 75,5
41 69
37,3 62,7
24 86
21,8 78,2
51 59
46,4 53,6
54 56
49,1 50,9
26 84
23,6 76,4
pengetahuan (p=0,234). Hasil uji statistik hanya satu variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan variabel terikat yaitu dukungan tenaga kesehatan. Berdasarkan model di atas dapat diketahui besarnya peluang pemanfaatan buku KIAadalah 39,9% dari dukungan tenaga kesehatan.Hasil analisis multivariabel untuk menentukan faktor yang paling menentukan pada pemanfaatan buku KIA disajikan dalam Tabel 5. Gambaran dari masing-masing indikator penilaian pemanfaatan buku KIA, sebagaimana disajikan pada Tabel 6. Indikator pemanfaatan buku KIA yang paling dimanfaatkan oleh ibu adalah suntikan TT sebesar 92,7%.
3
Mahar, Pemanfaatan buku KIA di Palangka Raya
Tabel 2 Hubungan Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)dengan Pemanfaatan Buku KIA (n=110) Faktor Pendorong (reinforcing factor)
Pemanfaatan Buku KIA Rendah Tinggi n % n %
Dukungan tenaga kesehatan - Kurang 21 19,1 30 - Baik 13 11,8 46 Dukungan kader kesehatan - Kurang 17 15,5 37 - Baik 17 15,5 39 Dukungan suami/keluarga - Kurang 10 9,1 16 - Baik 24 21,8 60 Keterangan: Nilai p dihitung berdasarkan uji chi-kuadrat
Nilai p 4,694
0,030*
0,016
0,898
0,909
0,340
27,3 41,8 33,6 35,4 14,5 54,6
Tabel 3 Hubungan Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) dengan Pemanfaatan Faktor Predisposisi (prediposing factor)
Buku KIA
Pemanfaatan Buku KIA Rendah Tinggi Total n % n % n %
Usia - < 20 tahun 7 41,2 10 - 20-35 tahun 25 29,4 60 - > 35 tahun 2 25 6 Pendidikan Ibu - Rendah 7 25 21 - Menengah 26 36,6 45 - Tinggi 1 9,1 10 Pekerjaan - Tidak Bekerja 33 33,3 66 - Bekerja 1 9,1 10 Pengetahuan - Kurang 11 40,7 16 - Baik 23 27,7 60 Keterangan : diuji dengan menggunakan ujiChi Kuadrat
58,8 70,6 75
17 85 8
100 100 100
75 63,4 90,9
28 71 11
100 100 100
66,7 90,9
99 11
100 100
59,3 72,3
27 83
100 100
Nilai p 1,059
0,589
3,994
0,136
2,724
0,099
1,620
0,234
Tabel 4 Hubungan Faktor Pendukung (Enabling Factor) dengan Pemanfaatan Buku KIA
Faktor Pendukung (enabling factor) Penghasilan keluarga - < Upah Minimimun Kota (UMK) - ≥ Upah Minimimun Kota (UMK) Jarak rumah ke fasilitas pelayanan kesehatan - Jauh (> 3 km) - Dekat (< 3 km)
Pemanfaatan Buku KIA Rendah Tinggi Total n % n % n % 16 18
5 29
39 26,1
20,8 33,7
25 51
19 57
61 73,9
79,2 66,3
41 69
24 86
Nilai p 2,016
0,156
1,459
0,227
100 100
100 100
Keterangan: diuji dengan menggunakan ujiChi Kuadrat
4
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Tabel 5 Hubungan Faktor Predisposisi (Predisposing Factor), Faktor Pendukung (Enabling Factor), Faktor Pendorong (Reinforcing Factor) dengan Pemanfaatan Buku KIA Variabel Dukungan tenaga kesehatan Konstanta
Koefisien () 0,883 -2,176
SE 0,429 1,300
P value 0,040*
RP (95% CI) 2,42 (1,04-5,60)
Keterangan : Nilai p dihitung berdasarkan uji regresi logistik ganda
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Buku KIA (n=110) Memanfaatkan No
Indikator Pemanfaatan Buku KIA
1
Ibu yang jumlah kunjungan pada kehamilan terakhir sesuai standar Ibu yang menerima suntikan TT 2 kali pada kehamilan terakhir Ibu yang mengkonsumsi tablet Fe setiap hari selama 90 hari Ibu yang melahirkan dengan tenaga kesehatan Ibu yang melahirkan di fasilitas pelayanan kesehatan
2 3 4 5
Pembahasan Dari hasil uji statistik dengan chi kuadratternyata dukungan tenaga kesehatan terdapat hubungan bermakna dengan pemanfaatan buku KIA.Petugas kesehatan memegang peran penting pada pemanfaatan buku KIA, karena tenaga kesehatan yang memberikan buku tersebut kepada ibu. Ibu dapat mengetahui, memahami tentang buku KIA ini sangat terkait peran tenaga kesehatan dalam menjelaskan kepada ibu tentang manfaat atau kegunaan buku KIA tersebut. Penggunaan buku KIA secara efektif dan efisien melalui kemitraan petugas kesehatan dengan masyarakat.2Untuk menggunakan buku KIA secara benar tidak hanya difokuskan kepada ibu saja, tapi juga harus kepada tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan.Perilaku tenaga kesehatan terhadap kesehatan akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku seseorang dalam memanfaatkan buku KIA.11Pemanfaatan buku KIA akan lebih efektif ketika tenaga kesehatan secara aktif bekerja dalam kesehatan reproduksi.12,13 Pada penelitian ini hasil uji statistik dengan chi kuadrat diperoleh hasil bahwa dukungan kader kesehatan ibu tidak terdapat hubungan bermakna dengan pemanfaatan buku KIA. Ibu dengan dukungan kader kurang, disebabkan keterbatasan ibu dalam memanfaatkan pelayanan posyandu dan kemampuan kader yang terbatas dalam memberikan penyuluhan dan memberikan informasi kepada ibu. Penelitian melaporkan bahwa peran kader sebagai pelaksana dan pengelola dalam
Tidak Memanfaatkan n % 58 52,7
n 52
% 47,3
102
92,7
8
7,8
45 97 34
40,9 88,2 30,9
65 13 76
59,1 11,8 69,1
kegaiatan posyandu sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan buku KIA. 14 Hasil uji statistik diperoleh hasil bahwa dukungan suami/keluarga tidak terdapat hubungan bermakna dengan pemanfaatan buku KIA. Hal ini disebabkan, walaupun ibu tanpa dukungan suami/keluarga tetapi karena ibu memiliki kesadaran dan mengetahui manfaat dari buku KIA sehingga mengikuti pesan-pesan yang ada di buku KIA. Hasil uji chi kuadrat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara usia responden dengan pemanfaatan buku KIA. Disebabkan setiap kelompok usia menerima informasi dari tenaga kesehatan tentang manfaat dari buku KIA.Di wilayah kajian ditemukan informasi tentang kesehatan ibu dan anak dapat diperoleh ibu-ibu melalui pembicaraan informal di lingkungan sekitar rumahnya. Masyarakat Kota Palangkaraya memiliki kebersamaan yang erat sesuai dengan falsafah “Huma Betang” yaitu kebersamaan, dengan adanya kebersamaan dan saling bertukar informasi menjadi pendorong bagi ibu untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan sesuai pesan pada buku KIA dan penjelasan dari tenaga kesehatan.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian di Bangladesh yang melaporkan bahwa usia ibu tidak ada hubungan dengan penggunaan buku KIA.12Hasil penelitian di Padang juga melaporkan, bahwa usia ibu tidak berhubungan dengan pemanfaatan antental care.15 Penelitian lain juga menyatakan usia ibu tidak ada hubungan dengan pemanfaatan penolong dan pelayanan persalinan, tetapi pada kualitas 5
Mahar, Pemanfaatan buku KIA di Palangka Raya
pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan.16,17 Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara pendidikan dengan pemanfaatan buku KIA. Hal ini disebabkan baik ibu dengan pendidikan tinggi, pendidikan menengah dan pendidikan rendah mendapatkan informasi dan mengetahui manfaat buku KIA dari tenaga kesehatan. Perilaku positif untuk selalu bertukar informasi dan budaya kebersamaan ini, diduga tidak hanya mempengaruhi usia, tetapi juga pada faktor pendidikan.Penelitian Murniati juga melaporkan, bahwa pendidikan ibu tidak berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal.18 Pada penelitian ini ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara pekerjaan terhadap pemanfaatan buku KIA.Hal ini disebabkan ibu yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja mempunyai akses yang sama mendapatkan informasi tentang manfaat buku KIA. Informasi tentang kesehatan ibu dan anak diperoleh ibu-ibu melalui tenaga kesehatan. Perilaku positif untuk selalu bertukar informasi dan budaya kebersamaan ini, diduga tidak hanya mempengaruhi usia dan pendidikan, tetapi juga pada pekerjaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan Hazemba juga melaporkan bahwa pekerjaan tidak berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan.17 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pemanfaatan buku KIA antara responden yang memiliki pengetahuan kurang dan pengetahuan baik tidak ada perbedaan. Pada penelitian ini, baik ibu yang pengetahuan kurang dan pengetahuan baik tidak ada perbedaan dalam pemanfaatan buku KIA karena samasama mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan tentang manfaat buku KIA. Perilaku positif untuk selalu bertukar informasi dan budaya kebersamaan ini, diduga tidak hanya mempengaruhi usia, pendidikan, dan pekerjaan tetapi juga pengetahuan. Penelitian Laksomono juga melaporkan hal yang sama, bahwa tingkat pengetahuan kader tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan buku KIA oleh kader.14 Dari hasil uji statistik bivariabel diperoleh hasil bahwa penghasilan keluarga tidak ada hubungan bermakna dengan pemanfaatan buku KIA. Hal diduga disebabkan di Puskesmas Kota Palangkaraya memberikan pelayanan gratis baik untuk pemeriksaan kehamilan. Di Puskesmas 6
rawat inap juga melayani pertolongan persalinan secara gratis dan keluarga yang kurang mampu memiliki kartu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) akan mendapatkan pelayanan secara gratis. Hal ini membantu ibu dengan penghasilan keluarga yang
ARTIKEL PENELITIAN
Di Kota Palangkaraya imunisasi TT merupakan standar operasional pelayanan antenatal yang wajib diberikan kepada ibu hamil, hal ini disebabkan mengingat masih ada ditemukan bayi dengan tetanus neonatorum. Hal ini terkait dengan di wilayah Kota Palangkaraya dengan lebih memilih rumah sebagai tempat persalinandan masih adanya pemanfaatan pertolongan persalinan tenaga non kesehatan. Selain itu, kebiasaan memberikan ramuan pada perawatan tali pusat masih ada di masyarakat Kota Palangkaraya. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Pada faktor pendorong hanya dukungan tenaga kesehatan ada hubungan bermakna dengan pemanfaatan buku KIA. Pada faktor predisposisi dan faktor pendukung tidak terdapat hubungan bermakna dengan pemanfaatan buku KIA. Peluang pemanfaatan buku KIA 39,9% adalah konstribusi adanya dukungan tenaga kesehatan. Imunisasi TT 2 kali selama kehamilan paling banyak dimanfaatkan oleh ibu Saran Guna meningkatkan pemanfaatan buku KIA sangat dianjurkan kepada ibu untuk selalu membawa buku KIA pada saat melakukan pemeriksaan dan kepada petugas kesehatan untuk selalu melakukan sosialisasi, mengingatkan ibu untuk membawa, membaca buku KIA serta menjelaskan manfaat dan bagaimana menggunakan buku KIA kepada ibu/suami/keluarga, kader kesehatan tentang perannya dalam buku KIA baik pada saat melakukan pemeriksaan atau kegiatan informal. Selain itu, kader kesehatan untuk selalu mempromosikan buku KIA pada saat posyandu, melakukan kunjungan rumah dan kegiatan informal. Bagi Dinas Kesehatan Kota Palangkaraya untuk mendukung tenaga kesehatan dalam mempromosikan buku KIA, selain itu dalam membuat kebijakan dan program disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi masyarakat Kota Palangkaraya. Ucapan Terima Kasih Ucapan terimakasih kepada Dr Anita Deborah Anwar, dr. SpOG(K), selaku Ketua Program Studi Magister Kebidanan Universitas Padjadjaran yang senantiasa membantu, memfasilitasi, dan memberikan bimbingan selama penulisan artikel ilmiah ini. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kota
Palangkaraya, Kepala Puskesmas dan rekanrekan sejawat Bidan di Puskesmas Kota Palangkaraya dan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palangkaraya.
Daftar Pustaka 1. Ernoviana dan Hasanbasri M. Pemanfaatan buku kesehatan ibu dan anak di dinas kesehatan Kota Sawahlunto. Yogyakarta; 2006 2. Nakamura Y. Maternal and child health handbook in Japan; 2010 53(4) 3. Departemen Keseharan RI dan JICA. Petunjuk teknis penggunaan buku kesehatan ibu dan anak. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2009 4. Departemen Keseharan RI dan JICA. Buku kesehatan ibu dan anak.Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1997 5. Green LW, Shawna L. Precede-Proceed. [Diunduh tanggal 19 Juli 2012] Tersedia dari: http://www.healthline.com. 6. GreenLW, Rabinowitz P. Preceed-Proceed. [Diunduh tanggal 19 Juli 2012] Tersedia dari: http://www.ctb.ku.edu.com. 7. Ye Y, Yoshida Y, Rashid MH, Sakamoto J. Factor affecting the utilization of antenatal care services among women in Kham District, Xiengkhouang Province, Lao PDR. Nagoya J Med; 2010 72(23-33) 8. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta; 2010 9. Erlindawati, Chompikul J, Isaranurug S. Factor related to the utilization of antenatal care services among pregnant women at health centers in Aceh Besar District Nanggroe Aceh Darussalam Province Indonesia. Public Health and Development; 2008 6(2) 10. Simajuntak T. Faktor–faktor yang berhubungan dengan kunjungan antenatal K4 di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002. Tesis Universitas Indonesia; 2002 11. Kusumayati A and Nakamura Y. Increased utilization of maternal health services by mothers using the maternal and child health handbook in Indonesia; 2007 22(3) 12. Bhuiyan SU, Nakamura Y, Qureshi NA. Study on the development and assessment 7
Mahar, Pemanfaatan buku KIA di Palangka Raya
13.
14.
15.
16.
17.
18.
of maternal and child health handbook in Bangladesh. Journal of Public Health and Development; 2006 4(2) Nakamura Y. The utilization of MCH Handbook in Japan. Japanese Journal of Public Health; 2001 48(6) Widagdo L dan Husodo TB. Pemanfaatan buku KIA oleh kader posyandu: studi pada kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kedungadem Kabupaten Bojonegoro. Makara Kesehatan; 2009; 13(1) Agus Y, Horiuchi S. Factors influencing the use of antenatal care in rural West Sumatra, Indonesia. BioMed Central Pregnancy and Childbirth; 2012 12(9) Rosmini M. Determinan pemanfaatan pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang Tahun 2002. Tesis. Universitas Indonesia; 2002 Hazemba AN, Siziya S. Choice of place for childbirth: prevalence and correlates of utilization of health facilities in Chongwe district, Zambia; Medical Journal of Zambia; 2009 35(2) Murniati. Faktor–faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu hamil Di Kabupaten Aceh
19.
20.
21. 22.
23.
Tenggara. Tesis Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara; 2007 Natsir M. Faktor–faktor yang mempengaruhi kunjungan warga masyarakat dalam pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Palanro Kabupaten Barru. 2008. [Diunduh tanggal 5 Januari 2012] Tersedia dari: http://www.isjd.pdii.lipi.go.id Sadik MD. Kajian tentang faktor–faktor yang mempengaruhi pelayanan antenatal di Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1996. Tesis Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat . Universitas Indonesia Jakarta; 1996 Kementerian Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia. Jakarta; 2010 Departemen Kesehatan RI. Pedoman pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak (PWS-KIA). Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik; 2009 Pusdinakes, WHO, JHPIEGO. Panduan pengajaran asuhan kebidanan fisiologis bagi dosen diploma 3 kebidanan buku 2 asuhan antenatal. Jakarta: Pusdinakes; 2003
24.
8
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Persepsi Dan Perilaku Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tentang Integritas Akademik Students Perception and Behaviour of Academic integrity at Palangka Raya Health Polytechnic Maria Magdalena Purba, Barto Mansyah, Berthiana Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Abstrak. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan, kemampuan manajemen beserta strategi penyerapannya. Profesionalisme tidak terlepas dari aspek penting yang saling terkait satu sama lain yaitu, knowledge, skill serta integritas atau sikap mental terbuka terhadap pendapat dan nilainilai baru yang positif, menerima perbedaan pendapat dan berlaku jujur yang mencerminkan akan integritas akademik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi dan perilaku tentang integritas akademik mahasiwa Poltekkes Kemenkes Palangka Raya. Metoda penelitian menggunakan deskriptif dengan pendekatan survei mengunakan teknik sampel proportionate stratified random sampling dengan jumlah sampel 237 mahasiswa.Persepsi dan perilaku integritas mahasiswa bervariasi dari 22 item perilaku. Mahasiswa yang melanggar integritas namun dianggap tidak melanggar sebanyak 1,3% – 67,5%. Sepuluh persentase tertinggi teman mahasiswa yang pernah melakukakan pelanggaran perilaku integritas akademik sebanyak 28,7% - 67,5%, persentase perilaku yang pernah dilakukan oleh mahasiswa 24,4% - 73,7% dan persentasi perilaku yang akan dilakukan oleh mahasiswa sebesar 14,7% 45,4%. Level sanksi yang pilih oleh mahasiswa terhadap pelanggaran yang dilakukan terbanyak adalah level sanksi “ peringatan lisan”. Mahasiswa cenderung menggangap perilaku tidak melanggar integritas akademik, apalagi jika perilaku yang melanggar tersebut tidak diikuti oleh level sanksi yang sesuai. Kata Kunci: perilaku profesional, integritas akademik, persepsi, perilaku Abstract. Professionalism emphasizes to science or management ability along with the strategy. Professionalism related with important aspects that are knowledge, skill, and integrity or opened mental attitude of opinion and positive values, getting different idea, and being honest which reflects academic integrity. The aims of the study were to know student’s perception and behaviour about academic integrity at Palangka Raya Health Polythecnic. The sampling thecnic was used stratified random sampling. Subjects were 237 students. The result showed students’s academic integrity perception and behavior varied from 22 behaviour items. Students who broken the academic rules were about 1, 3% 67,5%. Ten of the highest percentage of students who broken the academic rules ware 28,7% - 67,5%. The behaviour percentage which was done by the students ware 24,4% - 73,7% and the behaviour percentage which will be done by students is 14,7% - 45,4%. The level of sanction which was choosen by the students about violation is “ verbal warning”. Conclution of this study was students’ tend to violate academic integrity, moreover the students’ behaviour who broken the rules were not followed by level of sanction. Keyword:profesional behavior, academic integrity, perception, behavior Pendahuluan Salah satu tujuan pendidikan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya adalah menyiapkan peserta didik menjadi tenaga kesehatan yang profesional. Profesional menurut kamus bahasa Indonesia (1994) adalah mutu dan tindak tanduk yang merupakan ciri dari suatu profesi orang yang profesional. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan
manajemen beserta strategi penyerapannya. Profesionalisme bukan sekedar pengetahuan teknologi dan manajemen, tetapi lebih merupakan sikap, yang bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi, tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan. Secara garis besar profesionalisme tidak terlepas dari beberapa aspek penting yang saling terkait satu sama lain yaitu aspek pengetahuan (knowledge), aspek 9
Purba, Persepsi dan Perilaku Mahasiswa tentang Integritas Akademik
keterampilan (skill), serta integritas atau sikap mental.1 Sikap mental merupakan sikap terbuka terhadap pendapat atau nilai-nilai baru yang positif, menerima perbedaan pendapat serta berlaku jujur merupakan sikap profesioanal yang mencerminkan akan integritas akademik.Saat ini integritas akademik masih menjadi masalah pada institusipendidikan tinggi di berbagai negara.2 McCabe dan Trevino,3 juga mengemukakan bahwa masalah akademic dishonesty semakin mendapat perhatian pada tahun-tahuan terakhir. Penelitian dalam sepuluh tahun terakhir diantaranya menunjukkan bahwa 40% - 80% mahasiswa pernah melakukan Cheating minimal satu kali.4 Survei yang dilakukan terhadap 253 mahasiswa keperawatan menemukan 61% - 94% mahasiswa pernah melihat rekannya cheating, dan 8% - 39% mahasiswa pernah melakukannya sendiri.5 Survei yang dilakukan oleh Media Group6 di 6 kota besar di Indonesia yaitu: Makasar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta dan Medan dari 480 responden menyebutkan 70% dari responden pernah mencontek, baik ketika sekolah maupun kuliah. Hal ini menunjukkan bahwa kecurangan akademik yang terjadi di Indonesia cukup tinggi dan menjadi masalah yang serius di dunia pendidikan. Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku profesional (professional behavior) merupakan hal yang penting dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan kesehatan, baik tingkat internasional, nasional maupun institusional khususnya Poltekkes Kemenkes Palangka Raya. Menyikapi hal tersebut maka dipandang penting untuk menanamkan sejak dini perilaku profesional khususnya integritas akademik kepada mahasiswa Poltekkes Kemenkes Palangka Raya agar mahasiswa Poltekkes Kemenkes Palangka Raya dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan akademik maupun dunia kerja nantinya.
10
Metode Penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan survei, dengan teknik pengambilan sampel Probabillity simple random sampling dimana populasi dilakukan secara acak sesuai dengan proporsi jumlah mahasiswa pada setiap jurusan (jurusan Keperawatan, Kebidanan dan Gizi), sehingga sampel berjumlah 237 orang. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan instrumen yang kembangkan oleh Roff dalam Musharyanti 4 dengan beberapa item telah di modifikasi oleh peneliti agar lebih sederhana, mudah di pahami dan sesuai dengan kondisi dari populasi. Instrumen dilakukan uji validitas dan reliabitias. Uji validitas dengan nilai correcte item r > 0,340 sehingga dari jumlah awal 32 butir tersisa menjadi 25 butir dengan nilai Cronbach Alpha 0,92. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner tentang integritas akademik. Data dianalisis dengan analisis deskriptif. Hasil Hasil analisis didapatkan banyak butir item dari pernyataan yang dianggap tidak melanggar oleh responden. Persepsi dan perilaku integritas mahasiswa dari 25 item perilaku, dijelaskan bahwa mahasiswa yang melanggar integritas namun dianggap tidak melanggar sebanyak 1,3% - 67,5%, sepuluh persentase tertinggi teman mahasiswa yang pernah melakukan pelanggaran perilaku integritas akademik sebanyak 28,7% - 67,5%, persentase perilaku yang pernah dilakukan oleh mahasiswa 24,4 – 73,7% dan persentase perilaku yang akan dilakukan oleh mahasiswa sebesar 14,7% - 45,4%. Level sanksi yang dipilih oleh mahasiswa terhadap pelanggaran yang dilakukan terbanyak adalah level sanksi peringatan lisan. Dari tabel 1 peneliti mengelompokkan 10 persentase tertinggi persepsi dan perilaku integritas mahasiswa. Adapun 10 persentase tertinggi dari setiap perilaku mahasiswa dijelaskan lebih lanjut pada masingmasing tabel 2.
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Tabel 1. Persentase Distribusi Respon Mahasiwa Poltekkes Kemenkes Palangka Raya tentang Integritas Akademik (n= 237) No
1.
2. 3.
4.
5
6.
7.
Pernyataan
Menjimplak hasil karya teman mahasiswa atau membeli karya orang lain dari supplier Membantu teman mahasiswa menyelesaikan tugasnya Mendapatkan atau memberikan bantuan untuk tugas kuliah , menyalahi aturan pengajar (contoh meminjamkan pekerjaannya pada mahasiwa lain) Mengklaim hasil kerja sama (kelompok) sebagai kerja individu) Mengumpulkan tugas yang telah dikumpulkan sebelumnya untuk tugas perkuliahan lain. Dengan sengaja memprafrase sebuah teks pada sebuah tugas, atau mengkopi sebuah teks secara langsung tanpa mengutip sumbernya Mencontek jawaban dari teman sebelah atau mengijinkan teman sebelah anda untuk mencontek jawaban anda selama ujian
Apakah ini salah? (%)
1*
2*
3*
Apakah menurut anda teman sesama mahasiswa yang melakukan hal ini? (%) 1** 2** 3**
Apakah anda pernah melakukan hal ini saat kuliah? (%)
Apakah anda akan melakukan hal ini dimasa yang akan datang?
87,5
5
7,6
33,3
40,9
25,7
24,9
64,5
10,2
45,4
1,7
53,3
53,8
28,9
17,3
24,3
67,8
7,9
11,3
67
21,7
7,4
80,8
47,8
18,5
33,7
28,7
48,8
22,5
35,4
19,7
44,9
28,7
71,8
8,4
19,8
18,7
50,8
30,5
19,7
35,7
44,6
96,4
1,2
2,4
23,7
57,8
18,5
15,8
67,5
69,7
20,5
9,8
67,5
17,8
14,7
73,7
97,8
0,7
1,1
61,3
21,6
17,1
52,7
1**
2**
3**
1**
2**
3**
Level sanksi apa yang harus diberikan pada pelanggaran pertama kali? ( Level sanksi 1 -10)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
24
40,9
10,5
5,1
17,3
1,6
0
0
0
0
11,8
18,3
37,6
25
6,8
5,4
3,8
0
1,3
1,8
0
37,5
35,8
38,3
32,1
18,4
4,8
2,3
2,8
1,3
0
0
0
19,7
35,7
44,6
33,3
63,8
2,9
0
0
0
0
0
0
0
16,7
9,3
79,6
11,1
12,8
87,2
0
0
0
0
0
0
0
0
18,2
8,1
27,8
68,2
4
0
100
0
0
0
0
0
0
0
0
37,2
5,1
23,8
66,5
9,7
0
100
0
0
0
0
0
0
0
0
11
Purba, Persepsi dan Perilaku Mahasiswa tentang Integritas Akademik
No
Pernyataan Apakah ini salah? (%)
8.
9.
10.
11.
12
1*
2*
3*
Apakah menurut anda teman sesama mahasiswa yang melakukan hal ini? (%) 1** 2** 3**
52,4
38,7
8,9
28,3
58,7
13
18,3
62
18,9
16,3
71,2
12,5
0
100
0
0
0
0
0
0
0
0
92,4
6,2
1,1
28,9
40,8
30,3
42,3
49,3
8,4
10,8
76,4
12,8
1,3
9,7
1,7
0
0
0
0
0
0
0
Mengarang alasan-alasan untuk menunda ujian
30,5
58,3
11,2
19,7
35,8
44,5
32,7
42,3
25
12,8
78,3
8,9
2,7
68,7
71,4
0
0
0
0
0
0
0
Mengatur cara agar lulus dari ujian dengan menggunakan koneksi pribadi atau dengan cara suap
75,7
18
6,3
17,5
69,7
12,8
18,7
64,5
16,8
2,3
95,9
1,8
0
100
0
0
0
0
0
0
0
0
Menerima informasi dari teman mahasiswa mengenai paper yang telah diujikan, atau menyediakan informasi mengenai sebuah paper untuk teman mahasiswa yang belum ujian. Membawa materi yang dilarang saat ujian (membawa lembar contekan saat ujian)
Apakah anda pernah melakukan hal ini saat kuliah? (%)
Apakah anda akan melakukan hal ini dimasa yang akan datang? (%)
1**
2**
3**
1**
2**
3**
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
Level sanksi apa yang harus diberikan pada pelanggaran pertama kali? ( Level sanksi 1 -10)
ARTIKEL PENELITIAN
No
13
14
15
16
17
18
1*
2*
3*
Apakah menurut anda teman sesama mahasiswa yang melakukan hal ini? (%) 1** 2** 3**
68,3
29,5
1,8
29,8
57,4
12,8
23,4
67,9
8,7
17,9
78,4
7,3
16,3
62,2
21,5
0
0
0
0
0
0
0
67,8
16,3
15,9
19,7
64,3
15,8
15,2
73,2
11,6
12,3
35,8
23,5
8,7
28,7
38,2
1,2
12,5
10,7
0
0
0
0
83,5
11,2
5,3
8,2
12,3
79,5
4,3
82,7
13
1,2
9,5
3,6
1,6
74,7
23,7
0
0
0
0
0
0
0
Tidak mengikuti prosedur kontrol infeksi secara benar ketika praktek di rumah sakit
84,5
12,3
3,2
38,7
48,6
12,8
25,6
32,3
42,1
14,7
62,3
23
17,4
67
11,3
1,8
2,5
0
0
0
0
0
Mengubah ranking dalam lembar data resmi
79,3
6,9
13,8
1,4
96,3
2,3
0
93,7
6,3
0
98,8
1,2
0
100
0
0
0
0
0
0
0
0
73,4
2,8
23,8
28,3
58,8
12,9
17,7
68,5
13,8
6,3
76,4
17,3
4,3
28,7
37,2
20,7
0
0
9,1
0
0
0
pernyataan
Menandatangani daftar hadir untuk teman yang absen, atau minta teman sekelas untuk menandatangani daftar hadir di lab atau di perkuliahan Sering tidak mengikuti perkuliahan Memalsukan tanda tangan petugas kesehatan pada hasil kerja, grafik pasien untuk suatu penugasan
Mengancam atau melecehkan secara verbal pengawai poltekkes atau teman mahasiswa
Apakah ini salah? (%)
Apakah anda pernah melakukan hal ini saat kuliah? (%)
Apakah anda akan melakukan hal ini dimasa yang akan datang?
1**
2**
3**
1
2
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Level sanksi apa yang harus diberikan pada pelanggaran pertama kali? ( Level sanksi 1 -10)
13
Purba, Persepsi dan Perilaku Mahasiswa tentang Integritas Akademik
1*
2*
3*
Apakah menurut anda teman sesama mahasiswa yang melakukan hal ini? (dalam %) 1** 2** 3**
98,7 99,2
0 0
1,3 0,8
1,3 13,7
1,3 78,3
Tidak mengerjakan bagian tugas yang telah dibagi oleh kelompoknya
84,5
4,2
11,3
34,7
Merusak barang milik umum seperti mencoret-coret meja dan kursi
97,3
1,1
1,6
41,7
No
pernyataan
19
Terlibat dalam menyalahgunaan zat terlarang
20
Sering terlambat hadir kelas
21
22
Apakah ini salah? (dalam %)
Apakah anda pernah melakukan hal ini saat kuliah? (dalam %)
1**
2**
3**
Apakah anda akan melakukan hal ini dimasa yang akan datang? (dalam%) 1** 2** 3**
47,4 8
0 17,3
99,7 73
0,8 9,7
0 6,3
99,2 89,4
57,6
7,7
21,2
43,7
35,1
2,4
54,6
0,7
2,3
89
8,7
0
Level sanksi apa yang harus diberikan pada pelanggaran pertama kali? ( Level sanksi 1 -10)*** (dalam %)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0,8 4,3
1,8 37,5
79,8 62,5
12,8 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
5,6 0
0 0
93,8
3,8
0
100
0
0
0
0
0
0
0
0
94,7
5,3
0
100
0
0
0
0
0
0
0
0
Keterangan: Warna hijau : persentasi 10 tertinggi yang diangap melanggar, warna kuning persentasi 10 tertinggi dianggap tidak melanggar dan banyak dilakukan. Warna hijau : level sanksi terbanyak yang dipilih responden pada setiap item perilaku. 1*= Ya, 2* = tidak ,3* = tidak yakin/ragu-ragu 1** = Ya melakukan 2** = tidak melakukan, 3** = tidak yakin/ragu-ragu Pilihan level sanksi*** 1 = Tidak ada sanksi , 2 = Peringatan lisan , 3 = Peringatan tertulis, 4 = Peringatan plus konseling wajib, 5 = Peringatan, konseling tugas tambahan, 6 = Tidak lulus dari mata kuliah/blok/stase tertentu, 7 = Tidak lulus dari tahun tertentu (diijinkan untuk mengulang), 8 = Dikeluarkan dari Poltekes (boleh mengikuti tes masuk lkembali setelah satu tahun), 9 = Dikeluarkan dari Poltekes (tidak ada kesempatan untuk ikut tes masuk lagi), 10 = Melapor pada badan pengaturan profesional
14
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Tabel 2. Distribusi persentase 10 tertinggi butir pernyataan yang dianggap melanggar oleh Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Palangka Raya (n=237) No butir
Butir pernyataan Ya
23 22 11 25 5 13 1 7
18 24
Sering terlambat hadir di kelas Terlihat dalam menyalahgunaan zat terlarang Mencotek jawaban dari teman sebelah, atau mengijinkan teman sebelah anda untuk mencontek jawaban anda selama ujian Merusak barang milik umum, seperti mencoret-coret meja dan kursi Mengumpulkan tugas yang telah dikumpulkan sebelumnya untuk tugas perkuliahan lain Membawa materi yang dilarang saat ujian (membawa lembar contekan saat ujian) Menjimplak hasil karya teman mahasiswa atau membeli karya orang lain dari supplier Tidak mengutip secara benar sumber informasi (mengcopi sebuah teks secara langsung, tetapi hanya mengikutkan sumber dalam referensi Memalsukan tandatangan petugas kesehatan pada hasil kerja, grafik pasien untuk suatu penugasan Tidak mengerjakan bagian tugas yang telah dibagi oleh kelompoknya
Tabel 2. Menjelaskan tentang persepsi mahasiswa. Persepsi mahasiswa ini, digambarkan melalui persentase 10 tertinggi butir pernyataan yang dianggap melanggar oleh Mahasiswa. Urutan pertama yang dianggap melanggar oleh mahasiswa adalah sering terlambat hadir di kelas sebanyak (99,2%), Terlibat dalam penyalahgunaan zat menempati urutan ke 2 dengan jumlah sebanyal (98,7%) sedangkan urutan ke-3 tertinggi yang dianggap melanggar oleh mahasiswa adalah mencotek jawaban dari teman sebelah, atau mengijinkan teman sebelah anda untuk mencontek jawaban anda selama ujian sebanyak (97,8%). Untuk mengatahui perilaku mahasiswa peneliti
99,2 98,7 97,8
Apakah ini salah (%) Tidak Tidak Yakin 0 0,8 0 1,3 0,7 1,1
97,3 96,4
1,1 1,2
1,6 2,4
92,4
6,2
1,1
87,5
5
7,6
86,7
6,2
7,1
83,5
11,2
5,3
84,5
4,2
11,3
mendeskripsikan berdasarkan 3 jenis perilaku pada butir pernyataan tentang integritas akademik yang meliputi: (1) perilaku teman, (2) perilaku mahasiswa (responden) yang pernah dilakukan dan (3) perilaku mahasiswa (responden) yang akan dilakukan. Ketiga perilaku mahasiswa tersebut akan dijelaskan berdasarkan deskripsinya. Adapaun deskripsi tentang perilaku teman mahasiswa digambarkan dengan pertanyaan sebagai berikut: “ apakah teman anda sesama mahasiswa melakukan hal ini?” dari pertanyaan tersebut terdapat 10 persentasi tertinggi untuk jawaban “ya” seperti pada tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Distribusi persentase 10 tertinggi butir pernyataan dilakukan oleh Teman Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Palangka Raya (n=237) No butir
6 11 7
25 19 24
Butir pernyataan
Dengan sengaja memprafrase sebuah teks pada sebuah tugas, atau mengcopi sebuah teks secara langsung tanpa mengutip sumbernya Mencotek jawaban dari teman sebelah, atau mengijinkan teman sebelah anda untuk mencontek jawaban anda selama ujian Tidak mengutip secara benar sumber informasi (mengcopi sebuah teks secara langsung, tetapi hanya mengikutkan sumber dalam referensi Merusak barang milik umum, seperti mencoret-coret meja dan kursi Tidak mengikuti prosedur kontrol infeksi secara benar ketika praktek di rumah sakit Tidak mengerjakan bagian tugas yang telah dibagi oleh kelompoknya
Apakah ini salah (%) Ya Tidak Tidak Yakin 67,5 17,8 14,7 61,3
21,6
17.1
48,7
65,5
16,8
41,7 38,7
54,6 48,6
3,7 12,8
34,7
57,6
7,7
15
Purba, Persepsi dan Perilaku Mahasiswa tentang Integritas Akademik
No butir
1 16
13 3
Butir pernyataan
Menjimplak hasil karya teman mahasiswa atau membeli karya orang lain dari supplier Menandatangani daftar hadir untuk teman yang absen, atau minta teman sekelas untuk menandatangani daftar hadir di lab atau di perkuliahan Membawa materi yang dilarang saat ujian (membawa lembar contekan saat ujian) Mendapatkan atau memberikan bantuan untuk tugas kuliah, menyalahi aturan pengajar (contoh meminjamkan pekerjaannya pada mahasiswa lain)
Dari tabel 3 tersebut diatas perilaku yang paling banyak dilakukan oleh teman mahasiswa adalah butir point 6 yaitu, “Dengan sengaja memprafrase sebuah teks pada sebuah tugas, atau mengcopi sebuah teks secara langsung tanpa mengutip sumbernya sebesar (67,5%) dan urutan kedua adalah butir point 11 yaitu “Mencotek jawaban dari teman sebelah, atau mengijinkan
Apakah ini salah (%) Ya Tidak Tidak Yakin 33,3 40,9 25,7 29,8
57,4
12,8
28,9
40,8
30,3
28,7
48,8
22,5
teman sebelah anda untuk mencontek jawaban anda selama ujian sebesar (61,3%). Jenis perilaku yang ke-2 adalah deskripsi tentang perilaku mahasiswa (responden) yang pernah dilakukan. Pertanyaan untuk deskripisi ini adalah, “ apakah anda (mahasiswa) pernah melakukakan hal ini? Gambaran dari pertanyaan itu dipaparkan pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Distribusi persentase perilaku akademik 10 tertinggi pernah dilakukan oleh Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Palangka Raya (n=237) No butir
6 8 7
11 13 3
14 19 1 16
Butir pernyataan
Dengan sengaja memprafrase sebuah teks pada sebuah tugas, atau mengcopi sebuah teks secara langsung tanpa mengutip sumbernya Mengutip sebuah sumber yang pada kenyataannya tidak dibaca dengan lengkap Tidak mengutip secara benar sumber informasi (mengcopi sebuah teks secara langsung, tetapi hanya mengikutkan sumber dalam referensi Mencotek jawaban dari teman sebelah, atau mengijinkan teman sebelah anda untuk mencontek jawaban anda selama ujian Membawa materi yang dilarang saat ujian (membawa lembar contekan saat ujian) Mendapatkan atau memberikan bantuan untuk tugas kuliah, menyalahi aturan pengajar (contoh meminjamkan pekerjaannya pada mahasiswa lain) Mengarang alasan-alasan untuk menunda ujian Tidak mengikuti prosedur kontrol infeksi secara benar ketika praktek di rumah sakit Menjimplak hasil karya teman mahasiswa atau membeli karya orang lain dari supplier Menandatangani daftar hadir untuk teman yang absen, atau minta teman sekelas untuk menandatangani daftar hadir di lab atau di perkuliahan
Dari tabel 4 dapat dilihat perilaku yang banyak dilakukan oleh mahasiswa adalah butir point no 6 yaitu “dengan sengaja memprafrase sebuah teks pada sebuah tugas, atau mengcopi sebuah teks secara langsung tanpa mengutip 16
Apakah ini salah (dalam %) Ya Tidak Tidak Yakin 73,7 18,2 8,1 62,8
21,3
15,9
58,7
38,7
2,6
52,7
37,2
5,1
42,3
49,3
8,4
35,4
19,7
44,9
32,7 25,6
42,3 32,3
25 42,1
24,9
64,5
10,2
23,4
67,7
8,7
sumbernya” sebanyak (73,7%), sedangakan urutan kedua terbanyak dilakukan oleh mahasiswa adalah “mengutip sebuah sumber yang pada kenyataannya tidak dibaca dengan lengkap”sebesar (62,8%), sedangakan yang tidak Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
kalah menariknya perilaku yang pernah dilakukan oleh mahasiswa yang masuk katagori 10 tertinggi adalah menandatangani daftar hadir untuk teman yang absen, atau minta teman sekelas untuk menandatangani daftar hadir di laboratorium atau di perkuliahan sebesar (23,4%)
Jenis ke -3 dari perilaku mahasiswa adalah tentang perilaku mahasiswa (responden) yang akan dilakukan yang pertanyaannya disederhanakan menjadi “apakah anda akan melakukan hal ini?” Gambaran jawaban dari responden dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Distribusi persentase perilaku akademik 10 tertinggi akan dilakukan oleh Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Palangka Raya (n=237) No butir
1 3
6 7
11 4 16
12
8 19
Butir pernyataan
Menjimplak hasil karya teman mahasiswa atau membeli karya orang lain dari supplier Mendapatkan atau memberikan bantuan untuk tugas kuliah, menyalahi aturan pengajar (contoh meminjamkan pekerjaannya pada mahasiswa lain) Dengan sengaja memprafrase sebuah teks pada sebuah tugas, atau mengcopi sebuah teks secara langsung tanpa mengutip sumbernya Tidak mengutip secara benar sumber informasi (mengcopi sebuah teks secara langsung, tetapi hanya mengikutkan sumber dalam referensi Mencotek jawaban dari teman sebelah, atau mengijinkan teman sebelah anda untuk mencontek jawaban anda selama ujian Mengklaim hasil kerja sama (kelompok) sebagai kerja individu Menandatangani daftar hadir untuk teman yang absen, atau minta teman sekelas untuk menandatangani daftar hadir di lab atau di perkuliahan Menerima informasi dari teman mahasiswa mengenai paper yang telah diujikan, atau menyediakan informasi mengenai sebuah paper untuk teman mahasiswa yang belum ujian Mengutip sebuah sumber yang pada kenyataannya tidak dibaca dengan lengkap Tidak mengikuti prosedur kontrol infeksi secara benar ketika praktek di rumah sakit
Pada tabel 5 tersebut diatas perilaku yang akan dilakukan oleh mahasiswa yang menempati urutan pertama adalah “menjimplak hasil karya teman mahasiswa atau membeli karya orang lain dari supplier” sebesar (45,4%), sedangkan yang tidak kalah menariknya dari gambaran pada tabel 4 tersebut adalah perilaku yang akan dilakukan oleh mahasiswa adalah mencotek jawaban dari teman sebelah, atau mengijinkan teman sebelah anda untuk mencontek jawaban anda selama ujian” menempati urutan ke-5 yaitu sebesar (23,8%) Rekapitulasi dari keempat jenis pertanyaan tentang integritas akademik, dapat dilihat pada tabel 6. Pada tabel 6 dipaparkan rekapitulasi dari keempat jenis pertanyaan tentang integritas akademik, sehingga dapat dilihat butir pernyataan yang sama-sama menempati urutan persentase yang tinggi pada setiap jenis pertanyaan. Urutan pertama adalah butir point no 11 “Mencotek jawaban dari teman sebelah, atau mengijinkan
Apakah ini salah (dalam %) Ya Tidak Tidak Yakin 45,4 1,7 53,3 28,7
37,5
35,8
27,8
68,2
4
27,4
65,9
6,7
23,8
66,5
9,7
19,7 17,9
35,7 78,4
44,6 7,3
16,3
71,2
12,5
15,2
56,1
28,7
14,7
62,3
23
teman sebelah anda untuk mencontek jawaban anda selama ujian” termasuk persentase tertinggi pada keempat jenis aspek pertanyaan, artinya mahasiswa sudah paham kalau pernyataan tersebut salah, (92,2%), banyak teman mahasiswa yang melakukan hal tersebut (61,3%), banyak mahasiswa yang pernah melakukan (52,7%) dan banyak mahasiswa yang akan melakukan (23,8%), sedangkan butir point 8 “Mengutip sebuah sumber yang pada kenyataannya tidak dibaca dengan lengkap masuk dalam persentase terakhir karena butir pernyataan tersebut hanya masuk kedalam dua jenis pertanyaan saja, yaitu banyak mahasiswa yang pernah melakukan (62,8%), dan banyak mahasiswa yang akan melakukan (15,2%). Mahasiswa menggangap bahwa pernyataan tersebut tidak salah. Integritas akademik memiliki 4 aspek yaitu: kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan menghormati orang lain. Dari 25 butir pernyataan 17
Purba, Persepsi dan Perilaku Mahasiswa tentang Integritas Akademik
tentang integritas akademik yang dijawab oleh responden dianalisis oleh peneliti. Dan hasil nya adalah 16 butir pernyataan adalah aspek kejujuran, 2 butir pernyataaan adalah aspek keadilan, 5 butir pernyataaan adalah aspek tanggung jawab dan 2 butir pernyataan adalah aspek menghormati orang lain. Persepsi dan perilaku mahasiswa tentang integrias akademik dari hasil penelitian ini menunjukkan masih ada mahasiswa yang ragu-
ragu untuk bersikap jujur yaitu sebanyak 15,3% , sedangkan untuk sikap adil mahasiswa yang raguragu ada sebanyak 7,6%, untuk sikap tanggung jawab dan menghormati mahasiswa juga masih ada yang ragu-ragu, yaitu sebesar 11,3%. Yang paling menarik adalah masih ada mahasiswa yang menganggap semua perilaku tersebut tidak melanggar, baik pada aspek kejujuran yaitu sebesar 17,3%, aspek keadilan 24,6% dan pada aspek tanggung jawab 6,7%
Tabel 6. Distribusi Rekapitulasi dari empat jenis pertanyaan tentang integritas akademik berdasarkan 10 Persentase tertinggi (n=237) No butir
Butir Pernyataan
1. Pendapat 2. Perilaku mahasis teman wa yang mahasiswa melanggar
3. Perilaku Mahasis wa
4. Perilaku mahasisw yang akan datang
99,2
YA (%) 61,3
YA (%) 52,7
YA (%) 23,8
86,7
48,7
58,4
27,4
87,5
33,3
24,9
45,4
-
67,5
73,7
27,4
92,7
28,9
43,2
-
-
28,9
35,4
28,3
-
38,7
25,6
14,7
-
28,9
23,4
17,9
97,3
41,7
-
-
84,5
34,7
-
-
62,8
15,2
YA (%) 11
7
1 6
13 3
19 16
25 24 8
Mencotek jawaban dari teman sebelah, atau mengijinkan teman sebelah anda untuk mencontek jawaban anda selama ujian Tidak mengutip secara benar sumber informasi (mengcopi sebuah teks secara langsung, tetapi hanya mengikutkan sumber dalam referensi Menjimplak hasil karya teman mahasiswa atau membeli karya orang lain dari supplier Dengan sengaja memprafrase sebuah teks pada sebuah tugas, atau mengcopi sebuah teks secara langsung tanpa mengutip sumbernya Membawa materi yang dilarang saat ujian (membawa lembar contekan saat ujian) Mendapatkan atau memberikan bantuan untuk tugas kuliah, menyalahi aturan pengajar (contoh meminjamkan pekerjaannya pada mahasiswa lain) Tidak mengikuti prosedur kontrol infeksi secara benar ketika praktek di rumah sakit Menandatangani daftar hadir untuk teman yang absen, atau minta teman sekelas untuk menandatangani daftar hadir di lab atau di perkuliahan Merusak barang milik umum, seperti mencoret-coret meja dan kursi Tidak mengerjakan bagian tugas yang telah dibagi oleh kelompoknya Mengutip sebuah sumber yang pada kenyataannya tidak dibaca dengan lengkap
-
Pembahasan Persepsi dan perilaku adalah dua hal yang berkaitan, karena perilaku seseorang dipengaruhi oleh caranya dalam memandang sesuatu hal.7 Cara seseorang menilai sesuatu hal akan mempengaruhi perilakunya, apabila menganggap sesuatu itu 18
-
benar maka akan melakukannya, dan apabila menggangap sesuatu itu salah maka akan menghindarinya. Dalam hal integritas akademik yang meliputi 4 aspek yaitu kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan sikap menghormati , persepsi mahasiswa mempengaruhi perilakunya. Persepsi Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
dapat dipengaruhi oleh banyak hal, seperti pengetahuan, keadaan psikologi, pengalaman pada masa lalu, pengaruh keluarga dan orangtua dan pengaruhi budaya dan lingkungan sekitar. Demikian pula dengan persepsi terhadap kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan menghormati yang tentunya dapat dipengaruhi oleh hal tersebut diatas. Persepsi tentang benar salah, penting tidaknya sesuatu hal dapat dibentuk oleh pengetahuan, pengalaman dan lingkungan.7 Oleh karena itu kecenderungan persepsi mahasiswa tentang suatu perilaku akan sesuai pula dengan perilakunya. Seperti telah dijelaskan pada hasil penelitian ini dari 25 butir pertanyaan tentang perilaku ada 10 persentase tertinggi yang dianggap melanggar oleh mahasiwayaitu; (1) Sering terlambat hadir di kelas, (2). Terlihat dalam menyalahgunaan zat terlarang, (3) Mencotek jawaban dari teman sebelah, atau mengijinkan teman sebelah anda untuk mencontek jawaban anda selama ujian, (4). Merusak barang milik umum, seperti mencoret-coret meja dan kursi, (5) Mengumpulkan tugas yang telah dikumpulkan sebelumnya untuk tugas perkuliahan lain, (6) Membawa materi yang dilarang saat ujian (membawa lembar contekan saat ujian, (7). Menjimplak hasil karya teman mahasiswa atau membeli karya orang lain dari supplier, (8). Tidak mengutip secara benar sumber informasi (mengcopi sebuah teks secara langsung, tetapi hanya mengikutkan sumber dalam referensi, (9). Memalsukan tandatangan petugas kesehatan pada hasil kerja, grafik pasien untuk suatu penugasan (10). Tidak mengerjakan bagian tugas yang telah dibagi oleh kelompoknya. Sedangkan perilaku yg dianggap tidak melanggar oleh mahasiswa 10 persentase tertinggi adalah: (1), Dengan sengaja memprafrase sebuah teks pada sebuah tugas, atau mengcopi sebuah teks secara langsung tanpa mengutip sumbernya, (2).Mencotek jawaban dari teman sebelah, atau mengijinkan teman sebelah anda untuk mencontek jawaban anda selama ujian, (3).Tidak mengutip secara benar sumber informasi (mengcopi sebuah teks secara langsung, tetapi hanya mengikutkan sumber dalam referensi, (4). Merusak barang milik umum, seperti mencoretcoret meja dan kursi, (5), Tidak mengikuti prosedur kontrol infeksi secara benar ketika praktek di rumah sakit, (6). Tidak mengerjakan bagian tugas yang telah dibagi oleh kelompoknya (7). Menjimplak hasil karya teman mahasiswa atau membeli karya orang lain dari supplier, (8). Menandatangani daftar hadir untuk teman yang
absen, atau minta teman sekelas untuk menandatangani daftar hadir di lab atau di perkuliahan, (9). Membawa materi yang dilarang saat ujian (membawa lembar contekan saat ujian), (10). Mendapatkan atau memberikan bantuan untuk tugas kuliah, menyalahi aturan pengajar (contoh meminjamkan pekerjaannya pada mahasiswa lain). Berdasarkan hasil analisis terlihat perilaku yang dianggap tidak melanggar oleh mahasiswa adalah bervariasi yaitu antara (1,3% – 67,5%) Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa menganggap perilaku tersebut wajar dan boleh dilakukan oleh mahasiswa. Fakta lain yang terlihat jelas dalam hasil penelitian ini adalah banyak mahasiswa yang ragu-ragu, apakah perilaku tersebut salah atau tidak, ini dibuktikan dengan persentase 79,5% mahasiswa masih ragu terhadap perilaku “ memalsukan tanda tangan petugas kesehatan pada hasil kerja grafik pasien untuk suatu penugasan”. Hal ini didukung oleh penelitian McCabe et al 8 yang mengemukakan persepsi mahasiswa tentang perilaku mahasiswa teman sebaya merupakan salah satu faktor penting yang memicu mahasiswa melakukan suatu tindakan academic dishonesty. Beberapa penelitian menyatakan perilaku teman sebaya juga akan mempengaruhi persepsinya. Seperti diungkapkan oleh Brown (2002,) yang disitasi oleh Happer (2006) bahwa hasil survei yang dilakukan terhadap 253 mahasiswa keperawatan 61% hingga 94% mahasiswa keperawatan pernah melihat temannya melakukan cheating dan 8% hingga 39% pernah melakukkannya sendiri. Survei yang dilakukan oleh Media Group tahun 2009 di 6 kota besar di Indonesia yaitu Makasar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta dan Medan dari 480 responden yang dipilih secara acak diwawancarai melalui telepon untuk menjawab kuesioner menyebutkan bahwa 70% responden pernah mencontek baik ketika sekolah maupun kuliah. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku teman sebaya dapat mempengaruhi perilaku mahasiwa. Terlebih bila mahasiswa melihat temannya melakukan suatu tindakan, maka persepsi mahasiswa tersebut mengatakan bahwa hal tersebut boleh dilakukan, dan selanjutnya mahasiswa tersebut pun melakukan hal yang sama. Apalagi jika mahasiswa yang melakukan tindakan melanggar integritas akademik , tidak mendapatkan sanksi yang tegas dari institusi, maka hal ini memberi dorongan pada mahasiswa untuk melakukan hal yang sama, karena merasa aman dari hukuman dan tidak memiliki resiko apapun. Untuk itu perlu 19
Purba, Persepsi dan Perilaku Mahasiswa tentang Integritas Akademik
kesepakatan yang jelas tentang integritas akademik, mana yang melanggar integritas akademik dan mana yang tidak melanggar integritas akademik. Hal ini sesuai dengan pendapat Rabi et al9 yang mengemukakan pentingnya penjelasan dan sosialisai oleh dosen dan institusi pendidikan tentang integritas akademik, sehingga mahasiswa dapat membentuk perilaku profesional sejak awal di institusi pendidikan. Hal senada juga dikemukan oleh Hammer et al10 tentang pentingnya mendiskusikan perilaku integritas akademik, apa saja yang diharapkan, dan bagaimana mahasiswa di evaluasi di dalam proses pendidikan, agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakannya. Urairan tersebut diatas menjelaskan bahwa persepsi dan perilaku yang melanggar dengan yang tidak melanggar integritas akademik dapat terjadi oleh karena tidak adanya kesepakatan antara mahasiswa dengan institusi. Selain itu level sanksi yang tidak tegas dapat mendorong mahasiswa untuk melakukan hal yang sama terulang kembali karena tidak takut akibat perilaku yang ditimbulkan. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa persepsi mahasiswa tentang perilaku integritas akademik bervariasi antara satu dengan yang lainnya. Mahasiwa cenderung menganggap perilaku tersebut adalah perilaku yang tidak melanggar, sehingga perilaku itu dilakukan oleh mahasiswa, oleh teman mahasiswa dan mahasiswa di masa yang akan datang. Perilaku yang dianggap tidak melanggar mempunyai kecenderungan untuk dilakukan, Apalagi jika perilaku yang dianggap melanggar tersebut tidak diikuti oleh levek sanksi yang sesuai.
20
Daftar Pustaka 1. Jahya., (2007) Integritas akademik dalam membangun SDM Profesional di Perguruan tinggi, Jurnal Ilmu pendidikan Vol.14 hlm 46 – 61 2. Bolin , A.U., (2007) Self control, preceived opportunity, and attitudes as predictors of academic dishonesty. The Journal of Psychology, 138 (2), pp.101 – 114 3. Harper, M. G (2006) High tech cheating. Nursing Education Today, 26, pp 672-679 4. McCabe, D.L., Trevino., LK. (1997) Individual and contextual influences on academic dishonesty, A multicampus insvestigation. Research in Higher Education, 8 (3), pp. 379-396 5. Mushariyanti (2010) Persepsi mahasiswa keperawatan tentang integritas akademik: Tesis Universitas Gajah Mada tidak dipublikasikan 6. Media Group. (2009) Mayoritas siswamahasiswa menyontek. Retrived Juni 2012 from [http:// manajemen sekolah.teknodik.net] 7. Sarwono , SW. (2008) Teori-teori psikologi sosial, Edisi revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 8. McCabe. (2001), Cheating : why student do it and how can help them stop? American Educator, 25 (4), pp.38-43 9. Rabi, S.M PharmD, Patton, LR., Fjortoft N., Zgarrick, D.P (2006) Characteristics, prevalence, attitudes, and perception of academic dishonesty among pharmacy students. American Journal of Pharmacutical Education, 70 (4), pp.8. 10. Hammer, D.P., Berger, B.A., Beardsley, R.S., Easton, M.R. (2003) Student professionalism. American Journal of Pharmaceutical Education, 67(3),pp.1-28.
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Hubugan Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides dengan Status Gizi Siswa Kelas 3 dan 4 SDN 7 Pahandut Kota Palangkaraya Mei 2013 Relationship between Ascaris lumbricoides Worm Infection with Nutritional Status in grade 3 and 4 Elementary School Number 7 Pahandut Palangkaraya 2013 Adelgrit Trisia, Sakinah Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Palangka Raya
Abstrak. Kualitas sumber daya manusia ditentukan oleh tingkat kesehatan, sedangkan tingkat kesehatan seseorang sangat dipengaruhi oleh keadaan gizi. Gangguan gizi dapat disebabkan oleh adanya infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah. Infeksi cacing usus salah satunya Ascaris lumbricoides , sering ditemukan pada anak-anak terutama anak-anak usia sekolah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi kecacingan Ascaris lumbricoides pada siswa kelas 3 dan 4 SDN 7 Pahandut. Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan deskriptif. Dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 3 dan 4 SDN 7 Pahandut Kota Palangkaraya. Jumlah sampel sebesar 62 siswa yang ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Data diperolah melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner dan uji laboratorium. Hasil penelitian didapatkan 1 siswa (1,6%) laki-laki berumur 10 tahun positif kecacingan. Disarankan mengkonsumsi obat cacing untuk mencegah dan mengurangi kejadian kecacingan. Kata kunci: Infeksi cacing Ascaris Lumbricoides, prevalensi Abstract. Quality of human resources is determined by the level of human health, while the level of a person's health is influenced by the nutritional state. Nutritional disorders can be caused by intestinal worm infections that are transmitted through the soil. Helminth infections such as Ascaris limbricoides are often found in children, especially school age children. The purpose of this study was to determine the prevalence of Ascaris lumbricoides worm on students in grade 4 and 5 Elementary number 7 Pahandut Palangkaraya. This research was a descriptive design. Conducted from February to April 2013. Data population of this study were all students in grade 3 and 4 SDN 7 Pahandut. Sample size of 62 students who were determined based on inclusion and exclusion criteria. Data obtained through interviews using questionnaires and laboratory testing. The results showed 1 student (1.6%) boy aged 10 years, worm positive. It was recommended to consume helminthic to prevent and reduce the incidence of worm infections Keywords: Ascaris lumbricoides worm infections, prevalence
Pendahuluan Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia (SDM), apabila terjadi gangguan gizi pada awal kehidupan akan mempengaruhi kualitas kehidupan berikutnya. Masalah kesehatan dan gizi yang dihadapi oleh anak-anak sekolah adalah stunting (anak pendek), underweight (anak kurus), anemia, defisiensi yodium, kecacingan, malaria di daerah endemik, diare, dan infeksi saluran pernapasan, masalah kesehatan dan gizi ini umumnya terjadi pada negara berkembang.¹ Anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) untuk dapat tumbuh membutuhkan kalori dan protein. Pada periode ini berat badan anak meningkat rata rata 3–3,5 kg dan tinggi badan kira kira 6 cm 21
pertahun.² Untuk dapat menjamin pertumbuhan anak dibutuhkan kalori sebesar 1900 - 2000 Kkal dan protein 37 – 45 gram per hari. Jadi pada masa pertumbuhan seorang anak membutuhkan zat gizi dalam jumlah relatif besar, sehingga suatu kondisi defisiensi akan segera berpengaruh terhadap pertumbuhannya.³ Kecacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorpi) dan metabolisme makanan. Secara kumulatif infeksi dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Salah satu penyakit kecacingan adalah penyakit cacing usus yang ditularkan melalui tanah (Soil-Transmitted Helminths) yang sering dijumpai pada anak usia sekolah yang sering kontak dengan Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
Trisia, Hubungan Infeksi Cacing dengan Status Gizi di SDN 7 Pahandut Palangka Raya
tanah. Ada 4 jenis cacing terpenting yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator Americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiuria). Estimasi terbaru menunjukkan Ascaris lumbricoides menginfeksi lebih satu milyar orang, Trichuris trichiura 795 juta orang dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) 740 juta orang. Jumlah terbanyak infeksi cacing berlakupada sub- Sahara Afrika, Amerika, China dan Asia Timur.⁴ Cacing Ascaris lumbricoides dewasa berbentuk bulat dan besar, panjangnya dapat mencapai 15 – 30 cm. 14 sehingga akan menempati ruang yang luas dalam rongga usus. Anak yang mengandung cacing gelang dengan jumlah 300 ekor tidak akan merasa lapar, keadaan ini tentunya akan mengurangi masuka makanan bagi anak.⁵ Jumlah cacing yang banyak sangat berhubungan dengan terjadinya malnutrisi, defisit pertumbuhan dan gangguan kebugaran fisik. Hidup dalam rongga usus halus manusia mengambil makanan terutama karbohidrat dan protein, seekor cacing akan mengambil karbohidrat 0.14 gram perhari dan protein 0.035 gram per hari. ⁶ Diperkirakan lebih dari 60% anak-anak di Indonesia menderita kecacingan. ⁷ Survei yang pernah dilakukan oleh Sub Direktorat Penanggulangan dan Pencegahan Diare, Cacingan, dan ISPA, Departemen Kesehatan Jakarta di suatu daerah terutama pada anak Sekolah Dasar (SD) menyebutkan sekitar 49,5% dari 3160 siswa di 13 SD ternyata menderita cacingan. Siswa perempuan memiliki prevalensi lebih tinggi yaitu 51,5% dibandingkan dengan siswa laki-laki yang hanya 48,5%.⁸ Faktor lingkungan, baik lingkungan rumah maupun sekolah merupakan faktor terbesar penyebab terjadinya infeksi cacing. Rumah yang tidak mempunyai sarana buang air besar seperti jamban dan tidak mempunyai sarana air bersih maupun air minum sanagt potensial sebagai sumber infeksi cacaing. Lingkungan dapat tercemar atau menjadi tidak sehat apabila masyarakat tersebut tidak menjaga, memelihara sekitar lingkungan atau memperhatikan faktor kesehatan yaitu kebiasaan membuang sampah semabrangan dan juga kebiasaan buang air besar tidak pada tempatnya, seperti kali yang dekat dengan lingkungan rumah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara infeksi cacing Ascaris lumbricoides dengan status gizi pada siswa kelas 3 dan 4 SDN 7 Pahandut Kota 22
Palangkaraya. Dipilihnya SDN 7 Pahandut karena merupakan salah satu sekolah dasar yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pahandut. Lokasi sekolah berada diatas sungai Kahayan dengan genangan air dan sampah bertumpukan disekitar bangunan sekolah. Kondisi lingkungan perumahan masih banyak yang belum mencapai kelayakan sanitasi lingkungan. Sistem drainase dan pembuangan air limbah rumah tangga yang belum tertata dengan baik, umumnya masih tergolong kumuh dengan sistem pembuangan limbah rumah tangga langsung ke sungai Kahayan.
Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di SDN 7 Pahandut kota Palangka Raya dimulai dari bulan April sampai Mei 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 3 dan 4 SDN 7 Pahandut yaitu 128 siswa dengan jumlah sampel yang didapat berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi sebanyak 62 siswa. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data responden, data karakteristik orang tua, data tinggi badan, berat badan siswa dan data kecacingan. Data ini diperoleh dari hasil wawancara pada responden dengan menggunakan kuisioner, melakukan pengukuran langsung kepada siswa dengan menggunakan microtoise untuk mengukur tinggi badan dengan tingkat ketelitian 0,1cm dan timbangan untuk mengukur berat badan dengan tingkat ketelitian 0,1kg dan pemeriksaan tinja/feses di laboratorium Parasitologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Palangka Raya. Sedangkan data sekunder adalah gambaran lokasi sekolah dan data jumlah siswa, yang diperoleh dari data registrasi yang ada di sekolah. Hasil penelitin diolah menggunakan uji fisher exact pada tingkat kemaknaan 95% (p<0,05) dengan bantuan SPSS 18.0 for windows, untuk menemukan hubungan antara infeksi cacing dengan status gizi Hasil Penelitian Dalam penelitian ini digunakan sampel tinja sebanyak 62 sediaan yang terdiri dari 28 sampel tinja siswa laki-laki dan 34 sampel tinja siswa perempuan pada rentangan umur antara 9-11 tahun.
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 1 (1,6%) . Sebagian besar siswa yaitu 34 (54,8%) berjenis kelamin perempuan sedangkan laki-laki sebanyak 28 (45,2%) siswa. Sebagian besar orang tua siswa bermata pencaharian sebagai buruh yaitu sebesar 33 (53,2%). Siswa yang ditemukan terinfeksi cacing sebanyak 1 (1,6%) juga berasal dari keluarga buruh.
Karakteristik Responden Berdasarkan tabel .1 sebagian besar yaitu 34 (54,8%) siswa berusia 9 tahun, 19 siswa (37,7%) berusia 10 tahun dan sisanya 9 (14,5%) berusia 11 tahun, sedangkan yang mengalami infekesi kecacingan hanya terdapat 1 (1,6%) siswa yaitu pada siswa berumur 10 tahun. Siswa yang mengalami infeksi kecacingan adalah yang
Tabel 1. Distribusi frekuensi Prevalensi kecacingan berdasarkan umur (n=62)
Variabel Umur 9 10 11 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pekerjaan PNS Buruh Pedagang
Infeksi Kecacingan Positif Negatif (+) (-) F % F %
F
%
0 1 0
0 1,6 0
34 18 9
54,8 29,1 14,5
34 19 9
54,8 37,7 14,5
1 0
1,6 0
27 34
43,6 54,8
28 34
45,2 54,8
0 1 0 1
0 1,6 0 1,6%
7 32 22 61
11,3 51,6 35,5 98,4%
7 33 22 62
11,3 53,2 35,5 100%
Jumlah
normal. Sebanyak 1 (1,67%) siswa yang terinfeksi cacing juga berada pada status gizi normal. (Tabel 4).
Status Gizi dan Infeksi Kecacingan Dari pengukuran antropometri siswa, diperoleh hasil bahwa hampir seluruh siswa yang menjadi responden yaitu 57 (91,9%) berada pada status gizi
Tabel .4 Distribusi frekuensi Prevalensi kecacingan berdasarkan Status Gizi Infeksi Kecacingan Status gizi (IMT/U) Normal Kurus
Positif (+) f 1 0 1
% 1,6 0 1,6%
Jumlah
Negatif (-) f 56 5 61
% 90,3 8,1 98,4%
f 57 5 62
p % 91,9 8,1 100%
0,827
Tidak signifikan berdasarkan uji fisher
Pembahasan Dalam penelitian ini hanya didapatkan 1 (1,6%) siswa yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides. Angka tersebut sangat rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan pada anak SD di Desa Teling Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa dimana didapatkan hasil siswa yang positif terinfeksi cacing sebesar 11 (12,2%) siswa. ⁹
23
Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan terhadap anak SD Angola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu sebesar 60 siswa dari 100 siswa yang positif terinfeksi cacing.¹º Hal ini mungkin karena adanya program pemberantasan penyakit kecacingan pada anak oleh pemerintah yang dicanangkan sejak tahun 1995. Meskipun demikian angka tersebut tetap harus diwaspadai mengingat penyakit ini merupakan penyakit yang mudah ditularkan. Apalagi pada usia ini aktivitas Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
Trisia, Hubungan Infeksi Cacing dengan Status Gizi di SDN 7 Pahandut Palangka Raya
anak sangatlah kurang perhatian terhadap higiene dan sanitasi. Prevalensi infeksi ditemukan pada anak lakilaki yaitu sebanyak 1,6% tidak ditemukan pada anak perempuan. Hal ini dapat disebabkan karena anak laki-laki mempunyai aktivitas bermain khususnya yang berhubungan dengan tanah lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan sehingga anak laki-laki lebih beresiko terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides yang ditularkan melalui tanah daripada anak perempuan. Secara epidemiologi puncak terjadinya infestasi cacing adalah pada umur 5-10 tahun. Dari hasil penelitian berdasarkan golongan umur ditemukan prevalensi tertinggi terjadi pada anak umur 10 tahun (1,6%). Ini dimungkinkan karena pada umur tersebut terjadi peningkatan aktivitas bermain dan mobilitas anak sehingga terjadi peningkatan resiko untuk mengalami kontaminasi telur cacing. Siswa yang terinfeksi cacing merupakan siswa yang berasal dari keluarga buruh. Status pekerjaan buruh identik dengan penghasilan kurang memadai. Epidemiologi penyakit kecacingan selalu berhubungan erat dengan keterbelakangan dalam pembangunan sosial ekonomi dan erat kaitannya dengan sindroma kemiskinan. Tanda tanda dari sindroma ini antara lain berupa penghasilan yang sangat rendah. Keadaan ini menyebabkan tidak dapat mencukupi kebutuhan sandang, pangan dan perumahan, kuantitas dan kualitas makanan yang rendah, sanitasi lingkungan yang jelek dan sumber air bersih yang kurang, pelayanan kesehatan yang terbatas, jumlah anggota keluarga yang besar serta tingkat buta aksara yang tinggi .¹¹ Infeksi cacing usus, dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan. Anak yang menderita askariasis, biasanya kehilangan nafsu makan, masukan makanan akan berkurang, sehingga berakibat gangguan gizi pada penderita tersebut. Hasil penelitian pada p= 0,827 menunjukkan tidak terdapat hubungan antara infeksi cacing Ascaris lumbricoides dengan status gizi berdasarkan IMT/U pada siswa kelas 3 dan 4 di SDN 7 Pahandut. Dari berbagai literatur dan hasil berbagai penelitian masih banyak perbedaan pendapat mengenai pengaruh infeksi cacing usus terhadap pertumbuhan. Infeksi Ascaris tidak berpengaruh pada status gizi bila tanpa faktor pendukung lain yang mempengaruhi status gizi. Pada satu literatur disebutkan akibat infeksi Ascaris lumbricoides terhadap status gizi lebih dipengaruhi status ekonomi dan latar belakang
24
nutrisi daripada pengaruh infeksi cacing ini secara langsung.¹² Namun demikian, penelitian ini masih terdapat beberapa kelemahan yaitu tidak dipakainya seluruh populasi sebagai sampel sehingga hasil yang diperoleh belum menggambarkan prevalensi sesungguhnya. Selain itu keadaan telur yang tidak tersebar homogen dalam tinja sehingga ada kemungkinan pengambilan bahan untuk pemeriksaan tidak didapatkan hasil yang positif. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari 60 responden, didapati sebanyak 1 responden (1,6%) positif teridentifikasi terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides.Yaitu siswa laki-laki berumur 10 tahun berasal darai keluarga buruh dengan status gizi normal. Tidak terdapat hubungan antara kecacingan dengan status gizi berdasarkan BB/U pada siswa kelas 3 dan 4 SDN 7 Pahandut Kota Palangka Raya. Infeksi Askaris tidak berpengaruh terhadap status gizi anak tanpa diiringi faktor pendukung lain yang mempengaruhi status gizi Saran Perlu diadakannya penyuluhan tentang higiene dan sanitasi pada kelompok guru sekolah dasar, orang tua siswa dan siswa sekolah terutama menyangkut kebiasaan buang air besar, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan penggunaan alas kaki terutama waktu bermain-main dengan tanah. Perlu dilakukan pengobatan terhadap siswa yang diketahui terinfeksi cacing usus dan pemberian obat-obat Antelmentik secara periodik untuk mencegah tertularnya penyakit cacing usus dan untuk menghindari bahaya yang lebih besar yang akan ditimbulkan oleh infeksi cacing usus.
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Daftar Pustaka 1. Khomsan. Ekologi Masalah Gizi, Pangan, dan Kemiskinan. Bandung: Alfabeta,2012 2. Needlman RD. Early school years. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Penyunting. Nelson textbook of pediatric. Edisi-16. Philadelphia: Saunders, 2000. h. 502 3. Almatsier S. Prisip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001.h. 296308 4. Depkes. Pedoman Pengendalian Cacing. Jakarta; 2006 5. Oemijati S, Iswandi EA. Tatalaksana pengendalian kecacingan di Indonesia melalui usaha kesehatan sekolah book of pediatric. Edisi-16. Philadelphia: Saunders, 2000. h. 991-1006 6. Depari AA. Epidemiologi soil transmitted helminthiases di Indonesia. Disampaikan pada simposium sehari peran serta masyarakat dalam usaha penanggulangan penyakit kecacingan. Medan, 26 November, 1994 7. Zulkoni. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika; 2011 8. Iswandi E A. Deworming program as an entry point in human resources development with
25
9.
10.
11. 12.
partnership approach in Indonesia. Disampaikan pada regional workshop parasitic infections: behavioral change through communiyy participation at faculty of Tropical Medicine, Mahidol University, Thailand 23 - 24 September 1996 Kundaian, Umboh, Kepel. 2011. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dengan Infestasi Cacing pada Murid Sekolah Dasar di Desa Teling Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa (http://Jkesmasfkm.unsrat.ac.id) diakses 20 April 2013 Fitri, Saam, Hamidy. 2012. Analisis FaktorFaktor Risiko Infeksi Kecacingan Murid Sekolah Dasar di Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012. (online) http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JIL/article/ view/964/957), diakses 19 april 2013 Notoatmodjo. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta;2007 Kazura JW. Helminthic diseases. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson text book of pediatric. Edisi-16. Philadelphia: Saunders, 2000. h. 991-1006.
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
Supriyono, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Growth Faltering di Palangka Raya
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Growth Faltering Anak Usia 6-24 Bulan Di Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah Factors Affecting Growth Faltering On Children 6-24 Months In Town Palangka Raya Central Kalimantan
Teguh Supriyono, Nila Susanti, Fretika Utami Dewi Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Abstrak. Kegagalan pertumbuhan atau pertumbuhan goyah akibat terjadinya stunting atau kurus (menilai skor Z < -2). Banyak faktor yang berhubungan dengan kegagalan pertumbuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kolostrum, MP-ASI dini dan Pola Asuh dengan kegagalan pertumbuhan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain kasus kontrol dengan 81 subjek, kelompok kasus anak-anak dengan kegagalan pertumbuhan dan kontrol adalah anak dengan status gizi (TB/U) yang normal. Analisis data menggunakan Chi-Square dengan penghitungan odds ratio. Hasil studi seperti ada hubungan memberikan MP-ASI dini oleh pertumbuhan yang goyah oleh rasio odds 0,277 berarti hubungan positif, MP-ASI dini merupakan salah satu penyebab dari terjadinya perkembangan goyah. Tidak ada hubungan antara kolostrum, pola asuh oleh pertumbuhan yang goyah. Pendekatan terbaru untuk mencegah Growth Faltering adalah pentingnya make-up konseling tentang ASI eksklusif dan praktek pemberian MP-ASI untuk mencegah pertumbuhan kejadian goyah. Kata Kunci : pertumbuhan, kegagalan pertumbuhan, Makanan Pendamping-ASI, kolostrom, pola asuh Abstract. Growth Faltering or growth failure resulting stunting or underweight (assess the score Z<-2). A lot of factors that cause growth faltering. Aims of this study were to know the relationship between colostrum, early weaning, and parenting pattern and Growth Faltering. The study design was observasional by case control design using 81 subjects, case group was children with growth faltering and control was children with normal nutritional status (TB/U). Analysis data used the Chi-Square with the calculation of odds ratio. The results of study showed that there were a significant association between giving early weaning and growth faltering by odds ratio 0.277 means positive association, early weaning represents one of the growth faltering causes. There were no association between colostrum, parenting pattern and growth faltering. New approches for preventing growth faltering was the importance of make-up counselling about exclusive breastfeeding and practice weaning to prevent occurence of growth faltering. Keyword : growth, growth faltering, MP-ASI, colostrum, parenting pattern Pendahuluan Peristiwa tumbuh disebut pertumbuhan adalah proses yang berhubungan dengan bertambah besarnya ukuran fisik karena terjadi pembelahan dan bertambah banyaknya sel, disertai bertambahnya substansi intersiil jaringan tubuh. Proses tersebut diamati dengan adanya perubahan-perubahan pada besar dan bentuk yang dinyatakan dalamnilai-nilai ukuran tubuh, misalnya berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar lengan atas. Pertumbuhan yaitu bertambah besarnya anak, meliputi berat badan dan panjang atau tinggi badan. Pertumbuhan berkaitan dengan penambahan dalam besar, jumlah dan fungsi tingkat sel, organ maupun
individu, yangdiukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dannitrogen tubuh). Menurut Supariasa (2001), pertumbuhan adalah peningkatan secarabertahap dari tubuh, organ dan jaringan dari masa konsepsi sampai remaja.1 Tanuwidjaya (2002:1), mengatakan pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler artinya bertambah ukuran fisik dan struktur tubuh baik sebagian atau keseluruhan. Jadi bersifat kuantitatif, sehingga dapat diukur dengan menggunakan satuan panjang atau satuan.
26
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
berat.2 Seorang anak dikatakan tumbuh normal, jika berat badan dan panjang badannya berjalan pada persentil yang sama atau pita pertumbuhan yang sama. Masing-masing anak yang dilahirkan memiliki garis pertumbuhan normal sendiri atau dikatakan setiap anak memiliki growth trajectory masing-masing. Garis pertumbuhan normal ini ada yang berada di garis median, ada yang lebih rendah dan ada pula yang lebih tinggi dari median.3 Pemantauan pertumbuhan dengan KMS apabila pita Naik tidak sesuai atau pindah ke pita warna dibawahnya (disebut T1 atau growth faltering). Growth faltering atau kegagalan pertumbuhan yang mengakibatkan terjadinya stunting atau underweight (nilai skor Z<-2). Menurut data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010, kejadian stunted (pendek) dengan indicator TB/U di Propinsi Kalimantan Tengah menunjukkan angka 21,6 %, merupakan angka yang cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata angka nasional sebesar 17,1 % dan merupakan peringka ke-3 terbanyak jumlah anak stunted (pendek) dari 33 propinsi di Indonesia. Ada banyak factor yang
menjadi penyebab kejadian stunted ini, mulai dari aspek gizi, pendidikan, pengetahuan, social ekonomi, genetic dan sebagainya. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin menggali beberapa factor yang kemungkinan berkaitan dan menjadi penyebab serta memiliki kontribusi kejadian stunted di Kalimantan Tengah, dalam hal ini peneliti mengkhususkan melakukan penelitian di Wilayah Kota Palangka Raya. Peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan pemberian kolostrum, MPASI dini, Pemberian susu formula dan Pola Asuh terhadap kejadian growth faltering pada anak usia 6-24 bulan di Wilayah Kota Palangka Raya? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pemberian kolostrum, MP-ASI dini, Pemberian susu formula dan Pola Asuh terhadap kejadian growth faltering pada anak usia 6-24 bulan di Wilayah Kota Palangka Raya. Manfaat praktis penelitian ini sebagai bahan masukan kepada dinas terkait dalam melakukan intervensi dan pengembangan program untuk memperbaiki status gizi anak, terutama dalam pencegahan stunted.
Metode Penelitian Penelitian ini observasional dengan disain kasus kontrol, yang dilakukan di wilayah Kota Palangka Raya, peneliti mengamati dan mencatat fenomena yang terjadi dan tidak memberikanperlakuan apapun selama penelitian.4 Subyek yang dijadikan kasus adalah balita usia 624 bulan yang mengalami stunted dan sebagai control adalah balita dengan status gizi normal. Penelitian dilakukan di Wilayah 8 wilayah cakupan Puskesmas Kota Palangka Raya, dengan pertimbangan keterjangkauan wilayah. Populasi target adalah semua balita yang yang ada di wiayah kerja 8 Puskesmas Kota Palangka Raya. Responden adalah semua balita pada saat penelitian dan memenuhi : Kriteria inklusi yaitu balita dengan umur 6 -24 bulan, lahir cukup bulan, tidak ada cacat bawaan. Kriteria eksklusi yaitu bayi mengalami sakit pada saat penelitian, bayi dan responden pindah ke luar Kota Palangka Raya selamapenelitian berlangsung. Metoda pengambilan subjek secara purposive 5. Untuk menentukan jumlah sampel pada penelitian case control dipergunakan perhitungan dengan memasukkan odds ratio untuk menentukan kekuatan hubungan antara control dengan kasus. Penelitian ini diperkirakan odds rationya 2, dengan
derajat (α)= 0.05, dan uji kesalahan tipe II (β)=0.20. Z pada α= 0.05 adalah 1.64, dan P1=0.04, P2=0.06,Q1=0.06, Q2=0.04. Jadi estimasi besar sampel untuk control 40 dan kasus 40 Untuk memperolah data hasil penelitian, peneliti menggunakan uji Chi Square, yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana factor-faktor yang menjadi variabel bebas mempengaruhi kejadian growth faltering. Setelah dilakukan uji Chi Square, analisa data dilakukan dengan perhitungan odd ratio, untuk menentukan arah asosiasi. Hasil Dan Pembahasan Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah kota Palangka Raya, pemilihan lokasi berdasarkan pertimbangan bahwa wilayah kota Palangka Raya merupaka tolak ukur kondisi kesehatan di daerah, mengingat Propinsi Kalimantan Tengah menurut hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 dalam hal persentase stunted (pendek) balita sebanyak 21,6%, peringkat ketiga terbanyak dari 33 propinsi. Data awal responden diperoleh dari data 8 puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya.Kemudian sampel ditelusur ke Posyandu yang ada di wilayah kerja masingmasing puskesmas. 27
Supriyono, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Growth Faltering di Palangka Raya
Karakteristik Subyek Tabel 1. menunjukkan jumlah subyek dengan jenis kelamin laki-laki adalah 29 (35,8 %) dan yang berjenis kelamin perempuan adalah 52
(64,2%). Hal ini menggambarkan, subyek dalam penelitian mengenai growth faltering adalah berjenis kelamin perempuan.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis kelamin di Kota Palangka Raya, 2011 (n=81)
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Pada antropometri gizi digunakan indeks antropometri sebagai dasar penilaian status gizi, beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) (Supariasa, 2002). Dari ketiga indicator tersebut Growth faltering diidentikkan dengan stunted (pendek) yang merupakan keadaan gizi masa lalu, maka indeks yang dipergunakan adalah TB/U. Tabel 2 menunjukkan distribusi status gizi menurut indeks TB/U. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Status Gizi (TB/U) Responden di Kota Palangka Raya, 2011 (n=81) Katagori Normal Stunted Jumlah
n 22 59 81
% 27,2 72,8 100
Dari Tabel diketahui bahwa subyek lebih banyak yang mengalami stunted (72,8%) dibandingkan dengan yang normal (27,2 %). Hubungan Pemberian Kolostrum dengan Growth Faltering ASI Stadium awal adalah kolostrum, dimana kolostrum merupakan cairan yang pertama disekresi oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai hari keempat setelah persalinan. Kolostrum berwarna kuning keemasan disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup, kolostrum merupakan pencahar (pembersih susu bayi) yang membersihkan mekonium sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir. 28
n 29 52 81
% 35,8 64,2 100
Kandungan tertinggi dalam kolostrum bayi yang masih sangat lemah yaitu protein, mineral, terutama natrium, kalium dan klorida yang tinggi.Vitamin yang larut dalam lemak tertinggi daripada yang larut dalam air. Analisis hubungan kolostrum dengan growth faltering dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil uji hubungan kolostrum dengan growth faltering
Kolo Tdk stru m Ya
Jumlah % Jumlah % Total Jumlah % 2 χ = 2.684, nilai = 0,101
Status Gizi Stunte Normal d Total 4 22 26 18,2% 37,3% 32,1% 18 37 55 81,8% 62,7% 67,9% 22 59 81 100% 100% 100%
Tabel 3 menunjukkan bahwa subyek yang stunted dengan tidak diberikan kolostrum berjumlah adalah 22 (37,3%) dan yang diberi kolostrum 37 (62,7%) dan terlihat tidak terdapat hubungan antara tidak diberikannya kolostrum dengan kejadian growth faltering. Hal ini dapat diketahui dari hasil nilai p= 0.101 > 0.05. Tidak terdapat hubungan antara kolostrum dengan kejadian growth faltering kemungkinan disebabkan kolostrum diberikan pada awal menyusui dan jumlahnya sangat sedikit dibanding dengan kebutuhan bayi baru lahir. Fungsi kolostrum sendiri sebenarnya tidak dominan untuk mendukung pertumbuhan, tapi lebih kepada meningkatkan system imunitas agar daya tahan tubuh bayi lebih meningkat. Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Growth Faltering Makanan tambahan ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi/anak disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya.MPASI diberikan mulai umur 6-24 bulan dan merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga.Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlah.Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kemampuan alat cerna bayi dalam menerima MP-ASI.6 Analisis hubungan Pemberian MP-ASI dini dengan kejadian growth faltering dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. menunjukkan bahwa status gizi sunted dengan pemberian MP-ASI kurang dari 6 bulan berjumlah 37 (45.7 %), sementara dengan pemberian MP-ASI lebih dari 6 bulan berjumlah 22 (27.2 %). Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan pemberian MPASI dini dengan kejadian growth faltering pada anak usia 6-24 bulan, hal ini dapat diketahui dari hasil uji didapatkan nilai p=0,013 < 0,05. Tabel 4. Hasil uji hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan growth faltering Status gizi Normal Stunted MPASI
≤ 6 Jumlah bulan % > 6 Jumlah bulan %
7
37
8.6 % 45.7 % 15
22
18.5 % 27.2 %
infeksi meningkat.7 Makanan tambahan yang dibuat sendiri atau buatan pabrik cenderung mengandung kadar natrium klorida (NaCl) tinggi akan menambah beban ginjal. Belum matangnya sistem kekebalan dari usus bayi pada umur dini, dapat menyebabkan alergi terhadap makanan tambahan, komponenkomponen alamiah yang terdapat dalam makanan tambahan seperti gula dapat menyebabkan kebusukan pada gigi dan gangguan pencernaan pada bayi serta kegemukan. Perhitungan odds ratio dihasilkan angka 0.277, berarti asosiasi positif yang artinya pemberian. Pemberian MP-ASI lebih dari 6 bulan pada anak akan mencegah anak mengalami stunted (growth faltering). Hubungan Pola Asuh dengan Growth Faltering Pertumbuhan dan perkembangan juga tergantung pada proses social yang dilakukan keluarga terutama ibu terhadap anak yang dikenal dengan pengasuhan. Pola asuh anak merupakan interaksi orang tua dengan anaknya, berupa tindakan penyediaan waktu, perhatian dan dukungan orang tua guna memenuhi kebutuhan fisik, mental dan social.8 Analisis hubungan pola asuh dengan growth faltering dapat dilihat pada table 5.
Total
Tabel 5. Hasil uji hubungan Pola Asuh dengan growth faltering
44 54.3 % 37
Status Gizi Normal Stunted
45.7 %
Total
Jumlah 22 59 81 % 27.2 % 72.8 % 100.0% χ2 = 6,164, nilai = 0,013
Pemberian MP-ASI pada anak lebih dari 6 bulan mencegah anak mengalami stunted di kemudian hari. Pemberian makanan tambahan pada usia kurang dari enam bulan berbahaya, karena anak belum memerlukan makanan tambahan pada saat usia ini, jika diberikan makanan tambahan akan dapat menggantikan ASI dimana bayi akan minum ASI lebih sedikit dan ibu memproduksinya akan berkurang maka kebutuhan nutrisi bayi tidak terpenuhi dan faktor-faktor pelindung dari ASI menjadi sedikit, sehingga kemungkinan terjadi risiko
Pola ≥ 16 Asu jam h < 16 jam
15 18.6 % 7 8.6 %
34 42.0 % 25 30.8 %
49 60.6 % 32 39.4 %
Jumlah 22 % 27.2 % χ2 = 0,747, nilai = 0,387
59 72.8 %
81 100.0 %
Total
Jumlah % Jumlah %
Total
Tabel 5 menunjukkan anak yang mengalami stunted dengan alokasi waktu mengasuh anak lebih dari 16 jam berjumlah 34 (42, 0 %), sedangkan alokasi waktu mengasuh anak kurang dari 16 jam berjumlah 25 (30,8 %). Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara pola asuh dengan growth faltering (p hitung =0.387 > 0.05). Bahar 29
Supriyono, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Growth Faltering di Palangka Raya
(2000) dalam penelitiannya, menunjukkan tidak ada beda pengaruh pengasuhan makanan anak terhadap pertumbuhan anak berdasar gender yang berarti pengasuhan yang diterapkan serupa antara anak lelaki maupun anak perempuan.9 Penelitian Satoto (1990), di Jepara menunjukkan bahwa alokasi waktu ibu tidak berhubungan dengan pertumbuhan berat badan anak (p=0,101). Menurutnya hal yang lebih penting bukan lagi berapa lama ibu bersamasama anaknya setiap hari, tetapi pada intensitas ibu dan anak sewaktu mereka sedang bersamasama.10 Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Tidak terdapat hubungan yang bermakna tidak diberikannya kolostrum dengan growth faltering. Ada hubungan yang bermakna pemberian MP-ASI Dini dengan growth faltering. Perhitungan odds ratio menunjukkan asosiasi positif. Tidak terdapat hubungan yang bermakna pola asuh ibu dengan growth faltering Saran Perlunya peningkatan kegiatan penyuluhan tentang ASI eksklusif dan praktek pemberian MP-ASI. Perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk factor-faktor yang lain dengan cakupan yang lebih luas.
2. Tanuwijaya, S, Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Penerbit EGC.Jakarta. 2003 3. Departemen Kesehatan RI. Pemantauan Pertumbuhan Balita, DirjenBina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat, Jakarta. 2002 4. Sastroasmoro dan Ismael. Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto. Jakarta. 2002 5. Sugiyono. Statistik Untuk Penelitian. Penerbit Alfa Beta. Bandung. 2002. 6. Departemen Kesehatan RI, 2001, Buku Panduan Manajemen Laktasi, Dirjen Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat, Jakarta. 7. Rosidah, D. Pemberian makanan Tambahan. EGC. Jakarta. 2004. 8. Santoso S. dan Anne L.R., 1999, Kesehatan dan Gizi, Rineka Cipta, Jakarta. 9. Bahar, B., 2000, Pengaruh Pengasuhan terhadap Pertumbuhan Anak,Pengamatan Longitudinal pada Anak Etnik Bugis Usia 0-12 Bulan diBarru, Disertasi tidak diterbitkan, Surabaya : PPS UNAIR. 10. Satoto, 1990, Pertumbuhan dan Perkembangan Anak, Pengamatan Anak umur 0-18 Bulan di Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara JawaTengah, Disertasi Doctor pada Universitas Diponegoro Semarang
Daftar Pustaka 1. Supariasa. Penilaian Status Gizi. Penerbit: EGC. 2002
30
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
FAKTOR IKLIM MEMPENGARUHI KEJADIAN DBD DI KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2012 Climate Factor Influencing Dengue Cases in Palangka Raya, 2012 Yongwan Nyamin, Natalansyah, Vissia Didin.A. Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Abstrak. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cenderung semakin meluas wilayah penyebarannya sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.Perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap pola penyakit menular dan seiring meningkatnya penularan penyakit. Penyakit DBD telah menjadi endemis di di kota-kota besar di Indonesia di Indonesia. Di duga bahwa keadaan luar biasa (KLB) demam berdarah dengue yang terjadi hampir setiap tahun di seluruh Indonesia terkait dengan perubahan cuaca. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan iklim ( curah hujan,suhu udara dan kelembapan) dengan kejadian DBD di kota Palangka Raya selama tahun 2012. Desain penelitian yang digunakan adalah studiekologi. Penelitian ini dilakukan pada bulan – November-Desember 2012 dan terletak di kota Palangka Raya dengan menggunakan data sekunder. Data jumlah kasus diperoleh dari Dinkes Kota Palangka Raya. Data iklim yang digunakan adalah data curah hujan, suhu udara, kelembapandiperoleh dari Badan Materiologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandara Udara Cilik Riwut Palangka Raya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa curah hujan yang meningkat dan kelembapan mempengaruhi meningkatnya kejadian demam berdarah dengue. Oleh karena itu memerlukan kerjasama antara Dinas Kesehatan kota Palangka Raya dan BMKG dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan program P2DBD. Kata Kunci: iklim, dengue, kelembaban Abstract. Transmition of dengue virus depends on the presence of Aedes mosquito. Mosquito generation and development is known to be influenced by the climate. This study was aimed to examine wheter the climate factors data can be used to prdict monthly dengue cases of Palangka Raya City. Monthly reported dengue cases and climate data for the year 2012 was obtained from the Regional Health Service and Meteorogical and Geophysic of Palangka Raya respectively. Climate factors and relavie humidity were significantly correlated with dengue cases. Suggetion for preventing the increase of dengue cases is colabortion between Regional Health Service (Dinkes Kota Palangka Raya) and BMKG to support P2DBD programme. Keywords: climate, dengue, humidity
Pendahuluan Penyakit DemamBerdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti.WHO (2007)1 mengestimasi 50 juta orang terinfeksi penyakit demam berdarah setiap tahunnya.Penyakit ini hanya dapat dikendalikan dengan memberantas nyamuk penularnya (vektor), mengingat vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia2. DBD menyerang banyak penduduk negaranegara didunia seperti Aprika, Timur Tengah, Pasipik Barat, Asia tenggara termasuk Indonesia.Pertama kali dilaporkan penyakit DBD menyerang Indonesia pada tahun 1968, yaitu di Jakarta dan Surabaya dengan jumlah kasus 58 orang (incidence Rate/IR=0,1 per 100.000) dan 24 31 31
orang diantaranya meninggal (case Fatality Rate/CFR=41,3%) . DBD telah tersebar ke seluruh provinsi Indonesia3.Data hingga tahun 2007 memperlihatkan peningkatan IR dan jumlah kabupaten terinfeksi khususnya setelah beberapa tahun El Nino (1973, 1983, 1998, dan 2005). Variasi iklim menyebabkan vektor penyakit DBD akan mudah berkembang biak baik diaderah tropis maupun subtropis. Variasi iklim yang dimaksud meliputi curah hujan, suhu, dan kelembaban udara , dimana ketiga faktor tersebut merupakan faktor pendukung tinggi rendahnya populasi vektor penyakit4. Secara administrasi Kota Palangka Raya yang ada di provinsi Kalimantan Tengah terdiri dari 30 kelurahan yang tersebar 5 kecamatan dan terdapat 7 kelurahan berstatus daerah endemis DBB. Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
Nyamin, Hubungan Iklim dengan Kejadian DBD di Kota Palangka Raya Tahun 2012
Berdasarkan data pada Pengelola Program Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah (P2DBD) Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya selama tahun 2012 terdapat 548 kasus dengan kematian 3 sebanyaka 3 orang.5 Upaya pemberantasan vektor DBD melalui pemberantasan sarang nyamuk belum juga berhasil meningkatkan Angka Bebas Jentik (ABJ) masih dibawah standar Depkes (<95%)6 Peningkatan kasus dan penyebaran penyakit DBD dipengaruhi kepadatan vektor Aedes aegypti yang tersebar luas di daerah tropis, perbedaan antar wilayah dalam hal perkembangan ekonomi, kepadatan penduduk, transfortasi, dan budaya akan terus mempercepat transmisi penularan penyakit tersebut. Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik yang terdiri atas suhu, kelembaban ,curah hujan, cahaya dan angin. Menurut Depkes (2001)7. ada dua macam iklim, yaitu iklim makro dan mikro. Iklim makro adalah keadaan cuaca ratarata disuatu daerah. Sedangkan iklim mikro adalah adalah modifikasi sampai pada suatu tingkat tertentu dari keadaan-keadaan iklim makro. Perbedaan suhu dan kembaban udara dalam beberapa derajat dapat terjadi diantara iklim makro dan iklim mikro. Faktor iklim mempengaruhi kejadian dan penyebaran penyakit infeksi secara langsung dan tidak langsung baik terhadap mikroorganisme patogennya, vektor, reservoir dan penjamu, seperti Malaria, dan DBD. Dalam penyebaran penyakitDBD, perubahan iklim akan mempengaruhi distribusi dari vektor Ae,aegypty dan tingkat infeksi dari penyakit itu sendiri. Kondisi Palangka Raya yang selalu mengalami peningkatan jumlah kasus penyakit DBD dan kurangnya pengkajian tentang hubungan iklim (curah hujan, suhu udara dan kelembaban) menyebabkan penelitian lebih lanjut pengaruh iklim terhadap terhadap kejadian DBD sangan penting artinya dalam dalam rangka pencegahan dan upaya kewaspadaan dini penyakit DBD, Tujuan penelitian ini yaitu mengalisis hubungan Iklim (curah hujan, suhu udara,
32
kelembapan) terhadap kasus kejadian DBD di Palangka Raya selama tahun 2012. Metodologi Jenis penelitian ini bersifat kuantitatif dan merupakan penelitian deskriptif dengan rancang bangun penelitian yang digunakan adalah studi ekologi time trend untuk meneliti hubungan curah hujan, kelembapan dan suhu udara terhadap kejadian DBD tahun 2012 di Kota Palangka Raya. Sebagai subyek dalam penelitian ini adalah data kasus DBD di kota Palangka Raya selama tahun 2012.Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi variabel bebas (meliputi data curah hujan, suhu udara dan kelembaban) dan variabel terikat (data kasus DBD). Populasi pada penelitian ini adalah sekolah, tempat pelayanan kesehatan, tempat ibadah, terminal/pasar di kota Palangka Raya. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dokumen dari laporan yang ada pada Dinas kesehatan Palangka Raya, Badan Mateorologi Klimatologi dan Geofisika(BMKG) Bandara Cilik Riwut Palangka Raya. Data penelitian dianalisis secara univarite dan bivariate. Analisis unvariat digunakan untuk memberikan gambaran tentang distribusi kasus DBD dan fluktuasi curah hujan, kelembaban dan suhu udara yang bersifat numerik. Untuk menjelaskan hubungan antara curah hujan, suhu udara dan kelembaban dilakukan dengan ujikorelasiproduct Moment Pearson,serta uji Anovauntukmengetahuiperbedaankejadian DBD. Hasil Penelitian Analisis Univariate Kejadian Penyakit DBD di Kota Palangka Raya selama tahun 2012 adalah sebanyak 548 kasus. Jumlah kasus tertinggi ditemukan pada bulan Februari sebanyak 214 kasus. Angka kesakitan (incidence rate) DBD tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu sebanyak 95,3 per 100.000 penduduk, sedangkan kasus terendah pada bulan September sebanyak 1,3 per 100.00 penduduk sebagaimana (tabel 1).
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
Nyamin, Hubungan Iklim dengan Kejadian DBD di Kota Palangka Raya Tahun 2012
Tabel 1. Jumlah Kasus, IR, dan CFR DBD per 100.000 penduduk selama tahun 2012 Bulan
Jmh Penduduk
Kasus
IR per 100.000
Kematian
CFR
Jan
224663
99
44.1
1
1.0
Feb
224663
214
95.3
1
0.5
Mar
224663
85
37.8
0
0.0
Apr
224663
33
14.7
0
0.0
Mei
224663
15
6.7
0
0.0
Juni
224663
23
10.2
0
0.0
Juli
224663
6
2.7
0
0.0
Aug
224663
11
4.9
0
0.0
Sept
224663
3
1.3
1
33.3
Okt
224663
6
2.7
0
0.0
Nov
224663
25
11.1
0
0.0
Des
224663
28
12.5
0
0.0
Total
224663
548
243.9
3
0.55
Kondisi curah hujan di Kota Palangka Raya selama kurun waktu 2012 dapat dilihat pada grafik 1 , yaitu mengalami fluktuasi setiap bulannya dengancurahhujanterendahsecesar 72,3 mm
dantertinggi 434,6 mm. Rata-rata curahhujandi Kota Palangka Raya berkisar 256,3 mm (<500mm) merupakan curah hujan yang tergolong sedang.
500 450
Curah Hujan (mm)
400 350 300 250
200 150 100 50
0 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Curah Hujan (mm/Bulan) 434.6 255.9 339.5 269.1 229.3 272.8 244.3
Agus Sept tus 75
Okt
Nov
Des
72.3 250.7 243.5 388.9
Grafik 1 : Curah Hujan (mm) per Bulan di Kota Palangka Raya Tahun 2012
Suhu udara selama kurun waktu Januari – Desember 2012 dapat dilihat pada grafik 2 yaitu tertinggi sebesar 28,10C dan terendah sebesar 26,50C. variasi kenaikan suhu udara pertama dimulai pada akhir Februari sebesar 26,80C sampai
33
bulan Mei sebesar 27,70C, sedangkan penurunan terjadi di bulan Juli 26,50C kemudian mengalami kenaikan sampai dengan puncaknya pada bulan Oktober 28,10C.
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
Nyamin, Hubungan Iklim dengan Kejadian DBD di Kota Palangka Raya Tahun 2012
28.5 28 27.5
SUHU UDARA (0 c)
27 26.5 26 25.5
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Aug Sept
Okt
Nov
Des
Suhu Udara (0C) 26.8 26.8 27.1 27.7 27.7 27.4 26.5 27.1 27.7 28.1 27.7 26.5
BULAN
Grafik2. SuhuUdara (0C) per Bulan di Kota Palangka Raya Tahun 2012
Kelembaban udara selama periode Januari – Desember 2012 ikut mengalami fluktuasi kenaikan maupun penurunan. Kelembaban udara tertinggi sebesar 89% dan terendah sebesar 79,8%, dengan rata-rata kelembaban udara sebesar 84,3%. Fluktuasi kelembaban udara dimulai dengan kenaikan kelembaban udara pada bulan Januari
sebesar 85,4% dan mengalami kenaikan kelembaban pada bulan September sebesar 79,8 %. Penurunan kelembaban mulai terjadi penurunan pada bulan Oktober sebesar 81,1% sampai dengan puncaknya yang terendah di bulan Desember sebesar 89%.
90 89 88
87.6
86
85.4
85.4
84 KELEMBABAN UDARA (%)
85.7
85
84.8 83.6
83
82
81.7
80
81.1
79.8
78 76 74 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Aug
Sept
Okt
Nov
Des
BULAN
Grafik.3. KelembabanUdara (%) per Bulan di Kota Palangka Raya Januari – Desember 2012
Analisis Biavarate Berdasarkan uji korelasi spearman , hubungan variabel curah hujan dengan Kejadian DBD diperoleh hasil nilai p = 0,009 dan nilai r = 0,718, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada korelasi antara curah hujan dengan kejadian DBD.Hal ini dapat dapat dilihat pada grafik 4. ada
34
kecenderungan penurunan kasus DBD ketika curah hujan turun. Kecenderungan tersebut mulai terlihat di bulan Maret-Desember. Sementara itu di awal tahun 2012, bulan Januari-Februari justru sebaliknya, terjadi kenaikan kasus padahal curah hujan mengalami penurunan.
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
Nyamin, Hubungan Iklim dengan Kejadian DBD di Kota Palangka Raya Tahun 2012
Curah Hujan (mm)
Kasus DBD
388.9 339.5 434.6
269.1
255.9
272.8
244.3
250.7 243.5
229.3 99
75
214 85 33
23
15
72.3
6
25
6 11
28
3
Grafik 4. Time Series PenderitaDBD dan Curah Hujan , Januari - Desember 2012 di Kota Palangka Raya
Dari hasil analisis bivariate ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara suhu dengan Kejadian DBD terlihat dari uji korelasi spearman dengan nilai p=0,255 dan nilai r= -0,378. Hal ini menunjukkan
bahwa suhu mempunyai kekuatan hubungannya rendah dengan kejadian DBD sehingga suhu tidak mempengaruhi peningkatan maupun penurunan kasus DBD, seperti grafik.2.
250
200
150 Suhu
100
kasus 50
0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei Juni
Juli Agus Sept Okt
Nov
Des
Suhu 26.8 26.8 27.1 27.7 27.7 27.4 26.5 27.1 27.7 28.1 27.7 26.5
kasus
99
214
85
33
15
23
6
11
3
6
25
28
Grafik 5. Time Series Penderita Demam Berdarah (DBD) dan Suhu Dari Januari- Desember 2012 di Kota Palangka Raya
35
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Analisis bivariat hubungan varibel antara kelembaban dengan Kejadian DBD, ujikorelasi spearman didapatkan hasil nilai p = 0,019 dan nilai r = 0,663. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi antara kelembaban dengan kejadian DBD. Jika dilihat dari kekuatan hubungan memperlihatkan korelasinya sedang. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan grafik 4.3. Terlihat bahwa ada kecenderungan penurunan kasus DBD ketika kelembaban naik. Kecenderungan tersebut sudah .
mulai terlihat di awal bulan Januari dimana kelembabannya 85,4% dengan jumlah kasus DBD sebanyak 99 kasus, pada bulan Februari kelembabannya naik menjadi 87,6% dengan jumlah kasus mengalami peningkatan DBD menjadi 214 kasus, di bulan Maret terjadi penurunan kelembaban (85,4%) diikuti dengan penurunan kasus (85 kasus) dan seterusnya sampai dengan bulan Mei. Keadaan tersebut kembali berulang di bulan Oktober sampai Desember
250
200
150 Kelembaban
100
Kasus 50
0
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des
Kelembaban 85.4 87.6 85.4 84.8 83.6 83 85.7 81.7 79.8 81.1 85
89
Kasus
28
99 214 85
33
15
23
6
11
3
6
25
Grafik 6. Time Series Penderita DB) danKelembaban,Januari s/d Desember 2012 di Kota Palangka Raya
Pembahasan Hubungan Curah Hujan dengan kejadian DBD Hasil analisis korelasi Spearman pada grafik 4.6. menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara Curah hujan dengan kejadian DBD di Kota Palangka Raya dengan hasil nilai P=0,009 dan nilai r = 0,718. Jika dilihat dilihat dari kekuatan hubungan memperlihatkan korelasi sedang. Hasil penelitian ini sejalan hasil penelitian yang dilakukan oleh Thammapalo et.al (dalam Zaenudin 2003)8 diketahui dan menunjukan adanya korelasi antara curah hujan dengan dengan wilayah yang lebih luas dan waktu yang lebih panjang. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Loh dan Song di Singapura (2001)9 dengan menggunakan data iklim mingguan yang dikorelasikan dengan kasus DBD dalam ukuran klaster (2 -29 kasus) hanya curaj hujan yang 39 36
mempunyai hubungan signifikan (R2=0,102; p=0,0015). Kejadian penyakit DBD biasanya meningkat beberapa waktu sebelum musim hujan lebat atau setelah hujan lebat. Pengaruh hujan berbeda-beda menurut banyaknya hujan dan keadaan fisik daerah. Terlalu banyak hujan akan menyebabkan banjir dan terlalu kurang hujan akan menyebabkan kekeringan dan mengakibatkan berpindahnya tempat perkembanganbiakan nyamuk Aedes aegypti secara temporer, sehingga perkembangan nyamuk akan berkurang, tetapi keadaan ini akan segera pulih bila keadaan kembali normal. Curah hujan yang cukup tetapi dengan jangka waktu lama akan memperbesar kesempatan nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak secara optimal. Hal ini juga merupakan salah satu faktor menyebabkan peningkatan penularan virus dengue. Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
Nyamin, Hubungan Iklim dengan Kejadian DBD di Kota Palangka Raya Tahun 2012
Populasi nyamuk Aedes aegypti akan berkembang pesat pada musim hujan dan perkembangan vektor ini akan berdampak pada kejadian DBD. Kennet F Kipel (dalam sejati, 2001)10 menyatakan bahwa curah hujan bulanan yang melampaui 300 mm akan meningkatkan kejadian DBD sebesar 120% dan letusan kejadian DBD akan terjadi kira-kira 2 – 3 bulan setelah musim hujan. Jika diamati di Kota Palangka raya terlihat bahwa ada kecenderungan penurunan kasus DBD ketika curah hujan turun. Kecenderungan tersebut mulai terlihat di bulan Maret-Desember. Sementara itu di awal tahun 2012, bulan Januari - Februari justru sebaliknya, terjadi kenaikan kasus padahal curah hujan mengalami penurunan Hubungan Suhu dengan Kejadian DBD Hasil analisis statistik menujukan bahwa tidaknya korelasi yang bermakna antara suhu udara dengan kejadian penyakit DBD selama peiode Januari – Desember tahun 2012 , nilai p = 0,255 dan nilai r = -0,378. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Zaenudin (2003)8 menunjukan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara suhu udara dengan kejadian DBD di Kota Bekasi (P=0,111) dan juga menurut hasil penelitian Amah Majidah. dkk (2008)11 bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara suhu dan kejadian DBD dalam judul penelitian Faktor iklim dan insiden Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Serang.Suhu udara di Kota Palangka Raya tahun 2012 mengalami fluktuasi. Suhu udara tertinggi sebesar 28,10C dan terendah sebesar 26,50C. Fluktuasi kenaikan suhu udara pertama dimulai pada akhir Februari sebesar 26,80C sampai bulan Mei sebesar 27,70C. Mengalami penurunan di bulan Juli 26,50C kemudian megalami kenaikan sampai dengan puncaknya pada bulan Oktober 28,10C. Setelah Oktober mengalami penurunan suhu udara sampai puncaknya yang terendah adalah di bulan Desember 26,50C. jika dihubungkan rata-rata suhu udara setiap tahunnya dengan puncak kejadian DBD terlihat puncaknya terjadi pada suhu tertinggi (26,80C). Namun demikian pada suhu terendah juga terjadi kejadain yang relatif tinggi. Hal ini dimungkinkan, karena pola berjangkit virus dengue sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembapan udara. Pada suhu 26,8320C dengan kelembapan tinggi nyamuk aedes akan bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indomesia, karena suhu udara dan kelembapan tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agar berbeda untuk setiap tempat. Di jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi pada januari,meningkat terus sampai 37
kasus tertinggi, yang terjadi sekitar bulan Aparil sampai Mei setiap tahunnya ( Depkes 2001)5 Hubungan kelembapandengan kejadian DBD Hasil analisis hubungan antara kelembapan udara dengan kejadian DBD Kota Palangka Raya pada grafik 6. menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna ( p=0,019). Hubungan yang bermakna ini karena adanya kecenderungan penurunan kasus DBD ketika kelembaban naik. Kecenderungan tersebut sudah mulai terlihat di awal bulan Januari dimana kelembabannya 85,4% dengan jumlah kasus DBD sebanyak 99 kasus, pada bulan Februari kelembabannya naik menjadi 87,6% dengan jumlah kasus mengalami peningkatan DBD menjadi 214 kasus, di bulan Maret terjadi penurunan kelembaban (85,4%) diikuti dengan penurunan kasus (85 kasus) dan seterusnya sampai dengan bulan Mei. Keadaan tersebut kembali berulang di bulan Oktober sampai Desember. Kelembapan udara mempengaruhi umur dan kemampuan terbang nyamuk Aedes aegypti. Badan nyamuk yang kecil memiliki permukaan yang besar oleh karenasystem pernapasan dengan trachea. Pada waktu terbang nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak sehingga tarchea terbuka, dan keadaan ini menyebabkan penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan, maka jarak nyamuk terbatas. Kelembapan udara optimal akan menyebabkan daya tahan tubuh nyamuk akan bertambah. Hal ini dapat terjadi jika curah hujan dan juga suhu uadara tinggi. Pada kelembapan 85% umur nyamuk betina akan mencapai umur 104 hari tanpa mengisap darah, dan 122 hari jika mengisap darah ( Depkes 2001)7 Kelembapan udara rata-rata per bulan di Kota Palangka raya selama tahun 2012 sebesar 85,6%, menunjukan bahwa kelembapan udara di Kota Palangka Raya merupakan kelembapan udara yang cukup kondosif bagi aktifitas nyamuk Aedes aegypti untuk proses siklus gonotropik (siklus pergerakan nyamuk betina dari berkembang bika menuju hospes untuk menghisap darah - istirahat ke tempat berkembang bika dan seterusnya. Siklus gonotropik akan diikuti oleh masa inkubasi virus yang pendek dalam tubuh nyamuk seiring dengan meningkatnya suhu udara. Keadaan ini merupakan keadaan kondusif untuk nyamuk berkembang biak dan mempercepat replikasi virus, sehingga transmisi penularan menjadi lebih tinggi.
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Kesimpulan Variabel curah hujan memiliki hubungan atau korelasi sedang dengan kejadian DBD (p=0,009) di Kota Palangka Raya selama periode Januari – Desember 2012. Variabel kelembapan udara memiliki yang bermakna dengan kejadian DBD (p=0,019 di Kota Palangka Raya selama periode Januari – Desember 2012. Dapat diperkirakan bahwa pada saat curah hujan berkisar antara 255,9 mm – 434,9 mm kelembaban udara berkisar antara 85,4% - 87,6% dan suhu udara berkisar antara 26,5oC – 28,1oC merupakan warning yang dapat memberikan sinyal akan terjadinya peningkatan kasus atau Keadaan Luar Biasa (KLB) DBD. Pentingnya meningkatkan hubungan kerjasama lintas sektor antara Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya dengan Badan Mateorologi dan Geofisika (BMKG) Bandara Cilik Riwut Palangka Raya dalam memanfaatkan data iklim untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan gerakan PSN- DBD dari program P2DBD
3.
Daftar Pustaka
10.
1.
2.
4138
WHO, 2007, Dengue in the WHO Western Pasific Region. Weekly Epidemiology Record. 2007 Depkes RI (2006) , Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) oleh Juru Pemantau jentik (Jumantik), Depkes RI Dir.jend P2-PL
4.
5.
6. 7.
8. 9.
11.
Soegijanto, S. Demam Berdarah Dengue, Airlangga University Press Surabaya, 2004 Gubler, Duane J., Paul Reiter, Kristie L.Ebi.Wendy Yap. Roger Nasti and Jonathan A Partz. Climate Variability and Change in the United States, Potential Impacts on Vectorand Rodent-Borne Disesases. Environmental Health Peraspectives Volume 109 May 2001 Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya 2011, Dokumentasi laporan tahunan Subdin P2P, Dinkes Kota Palangka Raya. Profil Kesehatan Kota Palangka Raya (2009, 2010, 2011), Dinkes Kota Palangka Raya Depkes 2001, Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor, Direktorat PPM & PL, Depkes RI, Jakarta Zaenudin (2003), Analisis Spasial Kejadian Penyakit DBD di Kota Bekasi Loh, Basil and Ren Jing Song (2001), Modeling Dengue Cluster as of Aedes aegypti Population and Climate in Singapura Dengue Bulletin Vol 25 Desember 2001. Sejati, (2001) Hubungan variasi iklim dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Padang tahun 1995 – 1999, Thesis Pascasarjana IKM UI Depok. Amah Majidah (2010) Faktor Iklim dan Angka kejadian Demam Berdarah Dengue. Makara, Kesehatan Volume 14 No.1, Juni 2010; 31-38.
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Pengaruh Pijat Bayi Terhadap Kualitas Tidur Bayi Effect Of The Baby Massage On The Quality Of Babies’ Sleeping
Tri Ratna, Berthiana, Christine Aden Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Abstrak. Anak di Indonesia mengalami gangguan tidur sebesar 51,3%, padahal tidur yang berkualitas sangat penting karena dapat merangsang tumbuh kembang, meningkatkan kecerdasan dan meningkatkan sistem imunitas bayi. Pijat bayi dapat mengurangi stress dan ketegangan, sehingga diharapkan dapat membuat bayi tidur lelap dan berkualitas. Di Kalimantan Tengah belum ada data tentang kualitas tidur bayi, bahkan masyarakat belum mengenal manfaat tidur yang berkualitas dan pijat bayi, sehingga evidence base menjadi sangat penting. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur bayi sebelum dipijat dan sesudah dipijat. Jenis penelitian quasi experiment pretest postest with control group design, dengan perlakuan pijat bayi selama 10 hari. Sampel bayi berusia 6-12 bulan dengan besar sampel 68 bayi. Kriteria inklusi, bayi yang tinggal bersama ibunya, tidak ada riwayat astma dan alergi. Kriteria eksklusi, bayi yang tinggal pada lingkungan bising atau yang sedang sakit. Kualitas tidur diukur 2x, sebelum dan setelah perlakuan dengan menggunakan kuesioner BSQISP (Brief Screening Questionaire For Infants Sleep Problem). Uji statistik Mc Nemar dan Chi Square. Terdapat perbedaan kualitas tidur bayi yang signifikan antara bayi yang dipijat dan yang tidak dipijat, (P = 0,0000). Kata Kunci: Pijat bayi, kualitas tidur bayi
Abstract. 51.3% children in Indonesia have trouble in sleeping behaviour, whereas quality of sleeping is very important because it can stimulate the baby’s growth, increase intelligence, and improve baby's immune system. Baby massage can reduce stress and tension, therefore it is expected to make the baby sleep soundly and quality. In Central Kalimantan, there was no data of sleeping quality of the babies, people were not familiar with the benefits of sleeping quality and baby massage, therefor the evidence base is very important. The study objective was to know the differences of sleeping quality of the babies before and after massaged. The design study is pretest posttest quasi experiment with control group design, the treatment was baby massage for 10 days. Population were babies aged 6-12 months which included 68 babies. Inclusion’s criteria were babies who lived with his mother, there was no history of asthma and allergies. Exclusion’s criteria was babies lived in a noisy environments or babies ware sick. Mesurement of the sleeping quality was twice, before and after treatment, which used a questionnaire BSQISP (Brief Screening Questionnaire For Infants Sleep Problem). Statistical tests were Mc Nemar and Chi Square. There were significant differences of the sleeping quality of between babies massaged, (P = 0.0000). Keywords: The baby massage, sleeping quality of babies
39
Ratna, Pengaruh Pijat Bayi terhadap Kualitas Tidur Bayi
Pendahulan Tidur merupakan prioritas utama bagi bayi. Di Indonesia dari 80 anak yang berusia kurang dari tiga tahun, 41 diantaranya atau 51,3% mengalami gangguan tidur(1). Kualitas tidur untuk anak dan bayi sangat penting, pertumbuhan dan perkembangan bayi sangat tergantung kualitas tidur, tanpa tidur yang berkualitas bayi tidak akan tumbuh secara optimal, karena pada saat tidur dengan kualitas yang baik terjadi perbaikan (repair) sel-sel otak, dan kurang lebih 75% hormon pertumbuhan diproduksi, aliran darah ke otak meningkat, merangsang perbaikan dan pertumbuhan sel otak, merangsang fungsi otak, restorasi emosi dan kognitif. Proses pembaharuan sel terjadi lebih cepat pada saat bayi tidur lelap. Telah dibuktikan tidur mempunyai efek yang besar terhadap kesehatan mental, emosi dan fisik, dan sistem imunitas tubuh (2, 3). Kualitas tidur mempunyai kaitan-kaitan dengan hormon tubuh, seperti hormon pertumbuhan (growth hormon), prolaktin, dan kortisol. Hormon pertumbuhan paling banyak diproduksi saat anak tidur lelap. Hormon ini berfungsi merangsang pertumbuhan tulang panjang, tulang rawan dan jaringan lunak. Selain berperan juga mengatur metabolisme tubuh termasuk otak. Hormon pertumbuhan inilah yang bertugas merangsang pertumbuhan tulang dan jaringan. Selain itu, hormon pertumbuhan juga memungkinkan tubuh memperbaiki dan memperbarui seluruh sel dalam tubuh, dari sel kulit, sel darah, sampai sel saraf otak. Proses pembaruan sel ini akan berlangsung lebih cepat kalau si bayi sering terlelap (4). Tercapainya pertumbuhan dan perkembangan yang optimal merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu faktor genetik, lingkungan, perilaku, dan rangsangan atau stimulasi yang berguna. Ransangan atau stimulus yang diberikan dapat mempererat tali kasih orang tua dengan anak dan ikatan batin yang sehat (secure attachment), sangat penting bagi anak terutama dalam usia 2 tahun pertama yang akan menentukan perkembangan kepribadian anak selanjutnya(5). Stimulus dari luar juga berperan bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan emosional anak. Salah satu bentuk stimulasi adalah dengan pijat bayi (6). Banyak manfaat 40
yang dapat diperoleh dari pijat bayi diantaranya mengurangi stess dan ketegangan bayi serta membuat bayi tidur lelap (7). Penelitian pijat bayi di Indonesia yang pernah dilakukan antara lain (Ferius et al, 2008) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pijat Bayi Menggunakan Minyak Mineral atau Minyak Kelapa Terhadap Kenaikan Berat Badan Neonatus Aterem di Jakarta. Hasil penelitian menyimpulkan penggunaan minyak pada pemijatan mempunyai efek positif terhadap kenaikan berat badan. Ubaya, 2010 melakukan penelitian cros sectional tentang Pijat Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Kendal dengan hasil ada hubungan antara frekuensi pijat bayi dengan kualitas tidur bayi. Penerapan pijat bayi di Indonesia sudah mulai terlihat di beberapa Rumah Sakit dan klinik di Pulau Jawa serta diperkenalkan kepada ibu-ibu postpartum. Di Kalimantan Tengah baik Rumah Sakit dan Puskesmas termasuk klinik swasta belum ada yang memperkenalkan pijat bayi kepada masyarkat. Masih banyak yang belum mengetahui tentang pijat bayi termasuk manfaatnya yang begitu penting. Penulis tertarik ingin meneliti pengaruh pijat bayi terhadap kualitas tidur bayi dengan menggunakan desain eksperimen di Kalimantan Tengah. Penelitian ini akan membantu meyakinkan pentingnya pijat bayi untuk disosialisasikan kepada masyarakat Kalimantan Tengah agar ibu-ibu dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan bayinya dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui perbedaan kualitas tidur bayi sebelum dipijat dan sesudah dipijat.
Metode Lokasi dalam penelitian ini yaitu Kecamatan Jekan Raya di kota Palangka Raya. Adapun dasar pemilihan tempat ini karena sebaran penduduk di Jekan Raya adalah salah satu dari dua kecamatan yang paling besar di kota Palangka Raya yaitu 86,01%, sisanya 13,99% tersebar di tiga Kecamatan lainnya. Penelitian ini memerlukan waktu 5 (lima) bulan, dari bulan Juni sampai dengan November 2012. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian quasi experiment pretest postest with control group design, dimana penelitian ini ada perlakuan pijat bayi pada Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
kelompok intervensi, dan pada kelompok
kontrol
tidak
dilakukan
pijat
bayi.
10 hari O1
x
Intervensi
Kualitas tidur
Kontrol
O1 Kualitas tidur
Pijat bayi
O2 Kualitas tidur
O2 Kualitas tidur
Gambar 1. Rancangan Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah bayi usia 6-12 bulan di Kecamatan Jekan Raya. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu bayi yang tinggal bersama ibunya, tidak ada riwayat astma dan alergi. Kriteria eksklusi penelitian ini yaitu bayi yang tinggal pada lingkungan yang bising dan bayi dalam kedaan sakit atau sedang dalam pengobatan. Perhitungan besar sampel berdasarkan penelitian terdahulu yang mendekali. Berdasarkan data ini, dengan tingkat kemaknaan 95% uji satu arah, standar deviasi (s) = 0,8 dengan menggunakan rumus dari Lemeshow sebagai berikut. Z2 1-α/2 (2δ2) n = __________ = 31 d2
Hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel untuk masing-masing kelompok sebesar 31 bayi. Mengantisipasi kemungkinan adanya drop out dalam penelitian, sampel ditambah 10 % yaitu 3
41
orang, jumlah sampel menjadi 34 bayi untuk masing-masing kelompok, sehingga seluruhnya 68 bayi (8, 9). Bagan penempatan subjek penelitian dapat dilihat pada gambar 2. Penelitian dimulai setelah mendapat izin dari BAPPEDA, Dinas Kesehatan Kota, komite etik dan Pimpinan Puskesmas Jekan Raya. Pengumpulan data dibantu oleh perawat yang bertugas di wilayah kerja Jekan Raya dan mahasiswa lulusan Poletekkes Kemenkes Palangka Raya. Petugas sebelumnya sudah dilatih cara melakukan pijat bayi. Petugas kemudian melakukan pencarian sampel penelitian yang memenuhi syarat kriteria inklusi dan eksklusi. Apabila ibu bersedia anaknya diikutkan dalam penelitian, ibu menandatangi persetujan atau inform consent. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti dan hanya data kelompok yang akan disajikan dan dilaporkan bukan secara individual. Semua responden yang ikut dalam penelitian ini diperlakukan secara adil dan diberikan hak yang sama.
Ratna, Pengaruh Pijat Bayi terhadap Kualitas Tidur Bayi
Kriteria Inklusi Informed consent ( N = 68)
Kriteria Eksklusi Menolak berpartisipasi
Kelompok Perlakuan (n = 34)
Berhenti (n = 0) Pindah alamat (n = 0) Drop out (n = 0)
Kelompok Kontrol (n = 34)
Berhenti (n = 0) Pindah alamat (n = 0) Drop out (n = 0)
Follow up (n =34 )
Follow up (n = 34)
Gambar 2 Bagan Penempatan Subjek Penelitian
Proses random untuk memilih sampel tidak memungkinkan dilakukan karena tidak tersedia data pasti jumlah bayi di kecamatan Jekan Raya, tetapi randomisasi untuk pemisahan kelompok intervensi dan kelompok kontrol masih dapat dilakukan. Responden diminta memilih sebuah amplop yang berisi kuesioner penelitian, sekaligus untuk menentukan apakah masuk dalam kelompok intervensi atau dalam kelompok kontrol. Responden yang masuk dalam kelompok intervensi diajarkan cara memijat kepada ibu bayi. Pijat bayi dilakukan oleh ibu bayi, apabila ibu bayi takut maka pijat dilakukan oleh petugas, pijat dilakukan selama 10 hari dan didata kepatuhan melakukan intervensi selama periode penelitian. Alat pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner dan lembar obsevasi. Kuesioner penelitian digunakan untuk mengumpulkan data variabel dependen yaitu kualitas tidur dan variabel luar yaitu pindah rumah atau pindah tempat menginap. Kuesioner kualitas tidur yang digunakan adalah terjemahan dari Brief Screening Questionnaire
42
For Infants Sleep Problem (BSQISP). Kuesioner terjemahan ini sudah pernah digunakan pada penelitian yang lain di Indonesia. Kuesioner ini sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas (10, 11). Pengukuran kualitas tidur bayi dilakukan sebelum intervensi dan sesudah 10 hari intervensi. Pengukuran kualitas tidur bayi dilakukan baik pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Lembar Obervasi untuk mengetahui pemantauan kepatuhan melakukan pijat bayi dan untuk mengetahui variabel luar yaitu frekuensi pijat bayi. Metoda analisa data ini menggunakan fasilitas komputer dengan program SPSS. Analisis univariabel dilakukan untuk mengetahui homogenitas data berdasarkan karakteristik subjek penelitian. Analisis bivaribel dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas yaitu pijat bayi terhadap variabel terikat yaitu kualitas tidur bayi. Uji statistik yang digunakan untuk analisis bivariat ini yaitu Mc. Nemar untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur bayi sebelum dan sesudah perlakuan baik pada kelompok intervensi maupun pada kelompok kontrol. Chi
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Square untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah perlakuan. Analisis bivariabel juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel luar yaitu pindah lingkungan rumah dan frekuansi pemijatan terhadap variabel terikat yaitu kualitas tidur bayi. Uji statistik yang digunakan untuk analisis ini yaitu Mann-Whitney.
masuk katagori drop out. Berdasarkan data observasi diketahui bahwa tidak satupun kelompok kontrol yang melakukan pemijatan pada bayinya walaupun tidak dilakukan secara khusus pemisahan wilayah untuk membedakan kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pesan khusus diberikan kepada ibu-ibu yang masuk kelompok intervensi agar tidak mengajarkan pijat bayi kepada yang lain sebelum penelitian selesai. Hasil analisis univariabel yang dilihat dari beberapa variabel yang diduga ada hubungannya dengan kualitas tidur bayi. Tabel 1 menunjukkan karakteristik subjek penelitian pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol.
Hasil Semua sampel telah mengikuti penelitian sampai selesai sesuai aturan yang ditentukan. Selama penelitian berlangsung semua kelompok intervensi berhasil melakukan pemijatan pada bayinya dan tidak ada yang
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Kelompok Karakteristik n
Intervensi % Rerata
SD
n
%
Kontrol Rerata
Kebiasaan menidurkan: Digendong 6 19,25 7 22,58 Diayun 8 24,19 7 22,58 ditempat tidur 10 32,26 11 35,48 Urutan Kelahiran Tertua 7 22,58 5 16,12 Ditengah 8 25,51 9 29,02 Termuda 16 51,61 17 54,84 Jenis Kelamin bayi Laki-laki 12 28,71 17 54,64 Perempuan 19 61,29 14 45,16 Posisi Tidue Tiarap 25 80,65 25 80,65 Miring 6 19,25 6 19,25 Telentang Usia Bayi 1,51 0,28 1,52 Keterangan: n = jumlah sampel, p = p value uji varian, SD = Standar deviasi,
Kelompok intervensi maupun kelompok kontrol dikelahui memiliki nilai p > 0,05. Nilai tersebut menunjukan bahwa varian data antara
p SD
0,966
0,810
0,202
1,000 0,29
kelompok intervensi dan kelompok kontrol sama atau homogen. Hasil uji bivariable dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2 Kualitas Tidur Bayi Sebelum dan Sesudah Waktu Perlakuan Pada Kelompok Kontrol Sesudah Waktu Perlakuan Kualitas Baik Kualitas Kurang baik Kualitas Baik Kualitas Kurang baik Total value Mc. Nemar test 1,000 Sebelum Waktu Perlakuan
43
0,645
Total
13
0
13
1
20
21
14
20
34
P
1,000
Ratna, Pengaruh Pijat Bayi terhadap Kualitas Tidur Bayi
Kualitas tidur bayi dengan katagori baik pada kelompok kontrol setelah pengukuran kedua (10 hari setelah waktu perlakuan) mengalami peningkatan sebesar
2,94%. Peningkatan kualitas tidur menjadi baik pada pengukuran kedua ini setelah dilakukan analisis hasilnya belum bermakna (P > 0,05).
Tabel 3 Kualitas Tidur Bayi Sebelum dan Sesudah Pemijatan Pada Kelompok Intervensi Sesudah Pemijatan Kualitas Baik Kualitas Kurang baik Kualitas Baik Kualitas Kurang baik Total value Mc. Nemar test 0,000 Sebelum Pemijatan
Total
14
0
14
16
4
20
30
4
34
P
0,000
Kualitas tidur bayi dengan katagori baik pada kelompok intervensi setelah dilakukan pemijatan mengalami peningkatan sebesar 47,06%. Hasil analisis data pada kelompok intervensi ini nilai P < 0,05%, berarti pijat
bayi berpengaruh secara bermakna dalam meningkatkan kualitas tidur bayi. Analisis bivariabel perubahan kualitas tidur pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Kualitas Tidur Bayi Sesudah Pemijatan Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi
Kontrol Kualitas Baik Kualitas Kurang baik Total value Chi Square test 0,000 Sesudah Pemijatan
Total
15
30
45
19
4
23
34
34
68
P
0,000
Perbedaan kualitas tidur pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada katagori kualitas tidur baik setelah perlakuan pijat bayi memperlihatkann perbedaan secara bermakna (P < 0,05%). Bayi yang dipijat mengalami peningkatan kualitas tidur menjadi baik 22,06% lebih besar dari kelompok yang tidak dipijat. Pada katagori kualitas tidur kurang baik, terjadi pengurangan jumlah kualitas tidur kurang baik sebesar 22,06% pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Kekuatan hubungan antara pijat bayi dan kualitas tidur bayi dapat dihitung dengan mencari nilai risiko relatif (RR). Nilai RR pada penelitian ini yaitu 2. Dari hasil perhitungan RR dapat disimpulkan bahwa bayi yang dipijat dibandingkan dengan bayi yang tidak dipijat kemungkinan untuk
44
Kelompok Intervensi
mengalami tidur yang berkualitas baik adalah sebesar 2 kali. Bisa juga diartikan bahwa bayi yang dipijat mempunyai kemungkinan 2 kali untuk memperoleh tidur berkualitas baik dibandingkan bayi yang tidak dipijat. Probabilitas bayi yang dipijat untuk memperoleh tidur yang berkualitas baik sebesar 66%. Analisis bivariabel pada penelitian ini juga dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel luar yaitu pindah lingkungan rumah dan frekuensi pemijatan terhadap perubahan kualitas tidur. Hasil uji Mann-Whitney diperoleh significancy 0,661. Karena nilai P > 0,05 dapat disimpulkan hasil tidak bermakna, tidak ada hubungan antara frekuensi pemijatan dan kualitas tidur bayi.
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Tabel 4 Hubungan Frekuensi Pemijatan Terhadap Kualitas Tidur Bayi
Frekuensi Pemijatan
9 kali 10 kali Total
value Mc. Nemar test 0,661
Baik 12 2 14
Kualitas Tidur Kurang baik 2 18 20
Pembahasan Pijat bayi berpengaruh sangat baik untuk membuat bayi dapat tidur lelap. Bayi yang dipijat setiap hari kecendurangan untuk tidur berkualitas atau tidur lelap sebesar 66%. Tidur berkualitas sangat penting dan sangat besar manfaatnya bagi bayi karena pada saat tidur dengan kualitas yang baik terjadi perbaikan (repair) sel-sel otak dan kurang lebih 75% hormon pertumbuhan diproduksi. Telah dibuktikan tidur mempunyai efek yang besar terhadap kesehatan mental, emosi dan fisik, dan sistem imunitas tubuh(3). Bayi yang dipijat akan mengurangi hormon stress “kortisol”, sehingga bayi menjadi tenang. Bayi yang tenang akan mengurangi tangisan bayi dan membuatnya merasa nyaman dalam tidur sehingga tidurnya lelap. Efek tindakan pemijatan ini akan mengendalikan hormon stress, sehingga bayi merasa relaksasi dan tidak mengejutkan bila bayi yang diteliti memiliki efek tidur berkualitas (12). Pemijatan dapat mengubah gelombang otak secara positif, mengurangi depresi dan ketegangan, mengurangi rasa sakit sehingga bayi menjadi tenang dan dapat tertidur lelap atau berkualitas(13, 14). Karena manfaat pijat bayi ini maka pijat bayi dijadikan sebagai terapi alternatif untuk mengurangi depresi, memberikan rasa nyaman pada bayi dan mengurangi rasa sakit(2). Pada saat pemijatan akan meningkatkan pengeluaran hormon tidur melatonin, dimanan hormon ini dapat membuat bayi memiliki pola tidur yang teratur(12). Melatonin atau hormon tidur, dapat membantu mengontrol ritme tubuh dan siklus tidur-bangun. fluktuasi hormon ini bergantung pada irama sirkadian (terang atau gelap). Adanya cahaya akan menghambat pelepasan melatonin dari kelenjar Pineal, oleh karena itu sekresi hormon ini lebih banyak pada malam hari daripada siang hari. Hormon ini disekresi secara teratur pada saat pemijatan bayi
45
(15)
Total 14 20 34
P 0,661
. Menurut theory autostimulation tingginya komponen tidur pada bayi, merupakan cara dimana otak menstimulasi sendiri. Stimulasi ini sangat vital bagi pertumbuhan sistem susunan saraf pusat. Dukungan teori ini terlihat pada bayi yang mempunyai tidur nyenyak lebih banyak, dan dapat beradaptasi dengan stimulasi eksternal seperti pijat bayi (16). Hal lain lagi bahwa tindakan pemijatan akan menjalin hubungan yang lebih baik antara bayi dan ibunya. Kontak fisik secara positif antar orang tua dan anaknya dapat membuat anak merasa berharga dan dicintai. Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang dipijat dengan penuh kasih sayang mampu meningkatkan relaksasi dan menenangkan bayi yang menangis (17) . Secara farmakologik, sudah ada bukti bahwa tidur nyenyak sangat berhubungan dengan mekanisme serotoninergik. Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, sistem serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi mengatur ritmik sirkadian (siklus tidur-bangun). Kulit memiliki jutaan reseptor saraf yang terhubung dalam sistem saraf. Pemijatan pada kulit menciptakan rangsangan dan melepaskan zatzat kimia di dalam otak seperti seotonin yang mengurangi stres, kecemasan dan depresi. Pijat juga meningkatkan produksi endoprin, hormon yang mengurangi rasa nyeri dan menenangkan(16, 18). Fluktuasi hormon selama tidur bergantung pada 3 faktor utama, yaitu irama sirkadian, siklus tidur-bangun dan tahapan tidur tidak nyenyak dan tidur nyenyak. Siklus tidur-bangun dikontrol oleh aktivitas neuron di dalam sistem reticular activating system (RAS). RAS terdiri dari sistem retikularis batang otak, posterior hipotalamus dan basal otak depan. Aktivitas neuron di pons, mid brain, dan posterior hipotalamus penting untuk keadaan bangun. Sedangkan aktivitas di medulla sangat penting untuk stimulasi keadaan
Ratna, Pengaruh Pijat Bayi terhadap Kualitas Tidur Bayi
tidur. Siklus tidur-bangun ini terintegrasi di basal otak depan. Area lain yang diduga sebagai regulator tidur berkualitas adalah nukleus traktus solitarius. Lateral pons dan area retikularis di medial medulla merupakan area yang sangat aktive selama periode tidur nyenyak/berkualitas dan sangat kurang active pada tidur tidak berkualitas. Sel-sel neuron di medula yang mengontrol tidur nyenyak, diduga berpengaruh supresi terhadap tonus otot, yaitu melalui aktivasi neuron di batang otak dan inhibisi motorneuron di medula spinalis. Terdapat pula mekanisme spesifik otak, yang dapat membangkitkan tidur tidak nyenyak dan tidur nyenyak atau berkualitas. Stimulasi kimia atau elektrik di basal otak depan akan menghasilkan tidur nyenyak atau berkualitas. Salah satu stimulus yang dapat dilakukan adalah pijat bayi(16). Siklus tidur ini mempunyai kaitan-kaitan dengan hormon tubuh, seperti hormon pertumbuhan (growth hormon), prolaktin, dan kortisol. Hormon pertumbuhan disekresi pada awal periode tidur lelap, tahap 3 & 4 dan dihambat selama tidur tidak nyenyak. Hormon ini berfungsi merangsang pertumbuhan tulang panjang, tulang rawan dan jaringan lunak. Selain berperan juga mengatur metabolisme tubuh termasuk otak. Penting diketahui bahwa sekresi hormon ini mencapai puncaknya pada usia 5 tahun pertama, saat terjadi pacu tumbuh otak (brain growth spurts). Kadar prolaktin mencapai puncaknya antara jam 05.00 dan 07.00 pagi. Sekresi kortikosteroid yang biasanya terjadi selama malam hari, dapat berubah sesuai dengan siklus tidur-bangunnya. Bila pola tidur berubah, sekresi kortisol pada awalnya seperti semula, tetapi secara bertahap melakukan penyesuaian atau resinkronisasi dengan siklus yang baru(19). Pada saat bayi tertidur lelap, aliran darah ke otak meningkat, merangsang perbaikan dan pertumbuhan sel otak, merangsang fungsi otak, restorasi emosi dan kognitif. Proses pembaharuan sel terjadi lebih cepat pada saat bayi tidur lelap. Hormon pertumbuhan disekresi pada awal periode tidur lelap. Hormon ini berfungsi merangsang pertumbuhan tulang panjang, tulang rawan dan
46
jaringan lunak. Selain berperan juga mengatur metabolisme tubuh termasuk otak. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa bayi yang banyak tidur, perkembangan otaknya akan optimal. Karena aktivitas tidur merupakan salah satu stimulus bagi proses tumbuh kembang otak. Hal ini bisa dimengerti karena 75 persen hormon pertumbuhan diproduksi saat anak tidur. Hormon pertumbuhan inilah yang bertugas merangsang pertumbuhan tulang dan jaringan. Selain itu, hormon pertumbuhan juga memungkinkan tubuh memperbaiki dan memperbarui seluruh sel dalam tubuh, dari sel kulit, sel darah, sampai sel saraf otak. Proses pembaruan sel ini akan berlangsung lebih cepat kalau si bayi sering terlelap. Secara garis besar, bayi jadi lebih cerdas apabila kebutuhan tidurnya tercukupi(4). Frekuensi pijat bayi pada penelitian ini tidak menunjukan hubungan yang signifikan pada kualitas tidur. Hal ini terjadi karena frekuensi pemijatan semua responden relatif tidak menunjukkan jumlah yang berbeda. Tidak ada variasi yang cukup signifikan dalam hal jumlah pemijatan sehingga pada saat analisis tidak terlihat perbedaan. Frekuensi pemijatan pada semua responden penelitian ini berkisar 9-10 kali, tidak ada yang kurang dari 9. Hasil penelitian cross sectional yang dilakukan di Desa Kertosari Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara frekuensi pijat bayi dengan kualitas tidur bayi (P = 0,000). Pada penelitian cross sectional tersebut frekuensi pemijatan bervariasi dari yang kurang, sedang dan banyak. Kesimpulan dan Saran Pijat bayi berpengaruh positif terhadap kualitas tidur bayi. Bayi yang dipijat akan cenderung mendapatkan tidur yang nyenyak atau tidur berkualitas 2 kali lebih besar bila dibandingkan bayi yang tidak dipijat. Perlu dipertimbangkan agar fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit di Kalimantan Tengah, memperkenalkan pijat bayi kepada ibuibu postpartum. Perlu sosialisasi hasil penelitian agar bisa dipergunakan masyarakat di Kalimantan Tengah.
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Daftar Pustaka 1.
Widianto s. Pentingnya Tidur Nyenyak Bagi Si Kecil2005. 2. Field T. Touch therapy effects on development. Int J Behav Med. 1998;22(1):779-97. 3. Field T. Stimulation of Preterm Infans. Pediatr Rev. 2003;24:4-1. 4. Ferber SG, Kuint J, Weller A, Feldman R, Dollberg S, Arbel E, et al. Massage therapy by mothers and trained profesionals enhances weight gain in preterm infants. Early Hum Dev. 2002;67(3):37-45. 5. Dasuki MS. Pengaruh Pijat Bayi Terhadap Kenaikan Berat Badan Bayi Umur 4 Bulan. Yogyakarta: UGM; 2003. 6. Mayke. Bermain, mainan dan Permainan. Jakarta: Grasindo; 2001. 7. Pierpolli W, William R. The Melatonin Miracle. USA: Simon dan Schuster Inc.; 2005. 8. Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. 11 ed. Bandung: ALFABETA; 2007. 9. Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J, Lwanga SK, editors. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Pertama ed. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1997. 10. Sadeh A. A Brief Screening Questionnaire For Infant Sleep Problems: Validation and Findings For
47
an Internet Sample. Pediatrics. 2004;113:e570-77. 11. Ubaya LR. Analisis Pijat bayi Dengan Kualitas Tidur Bayi Umur 6-12 Bulan di Desa Kertosari Kecamatan Singosari Kabupaten Kendal. Semarang: Universitas Muhamadiyah Semarang 2010. 12. Underdown A, Barlow J, Chung V, Stewart-Brown S. Massage Intervention for Promoting Mental and Physical Health in Infants Aged Under Six Months. Cochraine Database Syst Rev. 2006:CD005018. 13. Naurah L. Cara Pintar Merawat Bayi 012 Bulan. Yogyakarta: CV Solusi Distribusi; 2009. 14. Roesli U. Pedoman Pijat Bayi. Jakarta: Trubus Agriwidya; 2001. 15. Okawa M. Circadian Rhythm Sleep Disorders. Asian Med J. 2000;43(5):235-42. 16. Gilkin C. Brain Can Compensate for Short-term Sleep Deprivation. Nature. 2000;403:655-7. 17. Heath, Bainbridge. Baby Massage. Jakarta: Dian Rakyat; 2007. 18. Rittner D, Bailey RA. Encyclopedia of Chemistry. AS: Facts on File; 2005. 19. Yamada J. Asia Baby Care Sleep Fact Book for P&G. Japan: P&G internal Dokumen; 2000.
ARTIKEL PENELITIAN
Pengembangan Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Pangan untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains pada Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palangka Raya Development of Food Microbiology Practical Guidline to Increase Science Process Skill on Nutrition College at Palangka Raya Health Polytechnic Ririn Noorhaisna Raffela1, Liswara Neneng2, Yohanes Edy Gunawan3 1
Bapelkes Propinsi Kalimantan Tengah, 2,3Pasca sarjana Universitas Palangka Raya Program Studi Pendidikan Biologi
Abstrak. Penelitian ini bertujuan mengembangkan petunjuk praktikum mikrobiologi pangan untuk meningkatkan keterampilan proses sains mahasiswa. Rancangan penelitian yang digunakan adalah one group pretest-postest. Tahapan pengembangan dimulai dengan studi pendahuluan yaitu studi literatur dan lapangan, dilanjutkan dengan tahapan studi pengembangan terdiri dari validasi perangkat oleh pakar, uji skala kecil dan skala besar. Penelitian dilakukan pada Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palangka Raya pada bulan Maret sampai dengan Juni 2013. Variabel yang diamati meliputi pengembangan petunjuk praktikum mikrobiologi pangan dan keterampilan proses sains mahasiswa. Populasi dan sampel skala kecil menggunakan 10 orang mahasiswa, pada skala besar digunakan 41 orang mahasiswa. Produk pengembangan divalidasi oleh 2 orang pakar dibidang mikrobiologi dan multimedia. Penelitian ini menghasilkan petunjuk praktikum mikrobiologi pangan yang tujuan, prosedur dan evaluasinya memuat keterampilan proses sains, sehingga dapat meningkatkan keterampilan proses sains, dengan nilai N-Gain 0,45 (kategori sedang). Petunjuk praktikum mikrobiologi pangan ini dinilai baik oleh validator konten dan konstruk. Kata kunci : petunjuk praktikum, keterampilan proses sains, mikrobiologi pangan. Abstract. The aim of study was to develop practical guideline of food microbiology to increase science process skill student. Research and development method is one group pretest-posttest design. Early stage of study is field and literacy study and continued study of development. This research was done on March to June 2013 at Department of Nutrition Palangka Raya Health Polytechnic. Observe variables are product of development for practical guideline of food microbiology and science process skill student. Sample and population in a small scale used 10 students, and in big scale we used 41 students. Content and construct of development product were validated two experts in microbiology and multimedia. The result showed that practical guideline increased science process skill with NGain 0.45 (medium category). Practical guideline of food microbiology was developing in the purpose, procedure, and evaluation contains Science Process Skill. Validator was given agreement of content and construct. Keyword : practical guidline, science process skill, food microbiology Pendahuluan Pencapaian nilai mata kuliah mikrobiologi pangan oleh mahasiswa pada Jurusan Gizi Poltekkes Palangka Raya masih tergolong rendah dibandingkan dengan mata kuliah lain. Data laporan akademik tahun 2010/2011 tingkat kelulusan mata kuliah mikrobiologi pangan 66,7% dan tahun 2011/2012 turun menjadi 61,2 %. Berdasarkan kuesioner awal penjajakan mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palangka Raya diketahui bahwa penyebab yang menjadi latarbelakang rendahnya tingkat kelulusan adalah; 1) mata kuliah mikrobiologi pangan lebih banyak mempelajari makhluk hidup
yang sangat kecil (mikroskopis) dan abstrak sehingga menurut mahasiswa (58 %) mata kuliah ini sangat sulit untuk dipahami; 2) dosen masih menggunakan model pembelajaran konvensional seperti ceramah dan diskusi; 3) mahasiswa sebanyak 32,5% merasa petunjuk praktikum yang digunakan tidak memberikan gambaran yang mudah dalam pelaksanaan praktikum; 4) 36,7% mahasiswa juga merasa kesulitan dalam memahami prosedur/petunjuk praktikum; 5) Kegiatan praktikum mikrobiologi pangan di Jurusan Gizi masih menggunakan praktikum biasa, pelaksanaannya hanya ditekankan pada pembuktian teori (kearah verifikasi) dari materi 48
Rafella, Pengembangan Petunjuk Praktikum Biologi Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Palangka Raya
yang sudah diajarkan sebelumnya; 6) Petunjuk praktikum yang digunakan, lebih kearah cookery book type yaitu langkah-langkah berurutan seperti resep, petunjuk praktikum seperti ini sedikit memberi kesempatan pada mahasiswa untuk mengembangkan sejumlah keterampilan proses sains. Kegiatan praktikum merupakan salah satu upaya untuk menerapkan keterampilan proses sains (KPS), tetapi bila tidak dioptimalkan kegiatan praktikum kurang memberikan manfaat kepada mahasiswa.1 Hasil analisis petunjuk praktikum mikrobiologi pangan pada jurusan gizi menunjukkan tujuan praktikum yang ada hanya menuntut mahasiswa pada keterampilan proses sains dasar saja seperti menggunakan alat dan pengamatan, belum memuat keterampilan proses sains terpadu yang dapat merangsang mahasiswa berpikir kritis, masih rendahnya konsep yang telah terintegrasi yaitu 52% dari tuntutan kompetensi dasarnya. Petunjuk praktikum yang selama ini digunakan juga belum memenuhi kriteria petunjuk praktikum yang seharusnya, yaitu memuat beberapa aspek antara lain landasan teori, bahan diskusi dan lembar kerja mahasiswa. Keberhasilan praktikum ditunjang oleh petunjuk praktikum yang digunakan. Upaya yang dapat dilakukan untuk lebih mengoptimalkan kegiatan praktikum adalah dengan mengembangkan petunjuk praktikum yang diarahkan pada peningkatan keterampilan proses
sains (KPS). Keterampilan proses bertujuan untuk mengembangkan kreativitas mahasiswa dalam belajar, sehingga secara aktif dapat mengembangkan dan menerapkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan meningkatkan retensi sehingga didapatkan pengetahuan yang bermakna.2 Penelitian ini bertujuan mengembangkan petunjuk praktikum mikrobiologi pangan untuk meningkatkan keterampilan proses sains mahasiswa. Metode Penelitian Penelitian di lakukan pada Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Jalan G. Obos No. 32 A dengan waktu penelitian bulan Maret – Juni 2013. Penelitian ini menggunakan desain one group pretest-postest yaitu membandingkan keadaan sebelum dan sesudah penerapan produk baru.3 Validasi produk dilakukan oleh dua orang ahli yakni satu orang ahli media pendidikan dan satu orang ahli bidang mikrobiologi. Sampel pada uji skala kecil adalah 10 orang mahasiswa (semester IV). Penentuan sampel berdasarkan tingkat kemampuan mahasiswa dengan melihat rentang indeks prestasi sehingga diperoleh kesetaraan. Populasi dan sekaligus menjadi sampel implementasi produk dan penilaian terhadap produk pengembangan petunjuk praktikum pada skala besar adalah 41 orang mahasiswa (semester II) Jurusan Gizi.Metode pengumpulan data, instrumen penelitian dan analisis data dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Metode pengumpulan data No
Jenis Data
Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data
Instrumen
Analisis Data
1.
Karakteristik mahasiswa
Mahasiswa
Studi dokumen
Format biodata mahasiswa
Deskriptif
2.
Penilaian produk petunjuk praktikum
Ahli Dosen
Jawaban terhadap angket
Angket penilaian
Skala likert 4 = sangat baik (SB) 3 = baik (B) 2 = kurang (K) 1 = sangat kurang (SK)
3.
Kemampuan keterampilan proses sains sebelum dan sesudah
Mahasiswa
Pretest dan Postest Laporan
49
Butir soal pilihan ganda bermuatan KPS Rubrik penskoran KPS mahasiswa saat kegiatan praktikum
Anates versi 4.0.2. Peningkatan keterampilan proses sains digunakan N-gain N-Gain > 0,70: tinggi 0,30 ≤ N-Gain ≤ 0,70: sedang < 0,30 : rendah
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Instrument tes dilakukan uji coba pada 41 orang mahasiswa semester IV, untuk mengetahui reliabilitas soal, tingkat kesukaran butir soal, daya pembeda, dan validitasnya. Hasil uji reliabilitas diperoleh hasil yang reliabel r11> r tabel (0,87 > 0,308). Uji dilanjutkan pada uji tingkat kesukaran, diperoleh hasil dari 29 soal KPS terdapat 3 soal (10,3%) sangat mudah, 3 soal (10,3%) mudah, 19 soal (65,6%) sedang, dan 4 soal (13,8%) sukar. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar soal berkategori sedang dan persentasi antara soal sukar dan mudah seimbang. Hasil uji daya pembeda diperoleh 3 soal (10,3%) kategori rendah, 8 soal (27,6%) kategori sedang, 12 soal (41,5%) kategori tinggi dan 6 soal (20,6%) kategori sangat tinggi. Uji validitas diperoleh 4 soal (13,8%) yang tidak signifikan, 12 soal (41,5%) signifikan, 13 soal (44,7%) sangat signifikan. Keputusan yang diperoleh ada 4 soal yang tidak digunakan dan hanya 25 soal yang dapat digunakan. Hasil Dan Pembahasan Hasil Studi pendahuluan dimulai dengan studi literatur petunjuk praktikum mikrobiologi pangan dan keterampilan proses sains untuk melihat kelebihan dan kekurangan dari petunjuk praktikum yang telah ada. Petunjuk praktikum yang baik hendaknya mencakup berbagai aspek yaitu tujuan kegiatan, pendahuluan dan landasan teori, alat dan bahan, cara kerja, cara merangkai alat, penafsiran hasil pengamatan, analisis dan penerapan konsep dan pembuatan kesimpulan.4 Pengembangan petunjuk praktikum ini lebih banyak diarahkan pada peningkatan keterampilan proses sains, sehingga muatan dari setiap aspek akan tercerminkan keterampilan proses sains. Pengembangan petunjuk praktikum mikrobiologi pangan yang dilakukan meliputi aspek keterkaitan materi dengan petunjuk praktikum ditingkatkan 24% sehingga menjadi 76%. Aspek tujuan dalam praktikum dibuat mencakup keterampilan proses sains dan kompetensi dasar yang ingin dicapai. Aspek muatan dasar teori dimunculkan, aspek prosedur kerja dilengkapi dengan ilustrasi gambar dan kalimat yang mudah dipahami, aspek muatan keterampilan proses sains terpadu diintergrasikan dalam tujuan seperti membuat hipotesis, merencanakan percobaan, menafsirkan, menerapkan konsep. Aspek bahan diskusi ditambahkan untuk merangsang berpikir kritis mahasiswa dan mengarahkan untuk menarik kesimpulan (menemukan konsep) dan lembar
kerja mahasiswa juga ditambahkan pada petunjuk praktikum. Ada beberapa alasan perlunya diterapkan pendekatan keterampilan proses dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari, yaitu: 1) Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. 2) Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret. 3) Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak benar seratus persen, penemuannya bersifat relatif. 4) Dalam proses belajar mengajar seharusnya pengembangan konsep tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.5 Keterampilan proses bertujuan untuk mengembangkan kreativitas mahasiswa dalam belajar, sehingga secara aktif dapat mengembangkan dan menerapkan kemampuankemampuannya. Apabila mahasiswa hanya belajar untuk mencapai hasil, maka akan didapatkan nilai yang tinggi. Namun mereka tampak kurang mampu menerapkan perolehannya, baik berupa pengetahuan, keterampilan maupun sikap dalam situasi lain. Akibatnya pengetahuan itu tidak bermakna dalam kehidupan sehari-hari dan cepat terlupakan.2 Produk Pengembangan Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Pangan Pengembangan petunjuk praktikum mikrobiologi ini diharapkan dapat mengembangkan keterampilan proses sains mahasiswa, sehingga penguasaan keterampilan proses sains mahasiswa dapat meningkat. Petunjuk praktikum yang telah dikembangkan divalidasi oleh 2 orang pakar dari segi konten dan konstruk. Validasi desain bertujuan untuk menilai apakah rancangan produk ini sudah memenuhi syarat baik dari segi konten maupun konstruk. Validasi konten dilakukan oleh dosen mikrobiologi. Hasil dari penilaian pakar mikrobiologi dengan skala likert dapat dilihat pada Gambar 1. Penilaian pada aspek kebenaran konsep di nilai baik, dengan indikator adanya hubungan ilmu pengetahuan, teknologi dan kehidupan nilainya baik, kesesuaian konsep dalam petunjuk praktikum dengan konsep yang dikemukakan ahli mikrobiologi nilainya juga baik. Aspek kedalaman materi di nilai baik karena sudah sesuai dengan buku ajar dan pengembangan petunjuk praktikum sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar. 50
ARTIKEL PENELITIAN
skala nilai
Gambar 1. Skala penilaian produk pengembangan oleh pakar mikrobiologi
Aspek muatan keterampilan proses sains juga baik, dengan indikator tujuan dalam petunjuk praktikum memuat keterampilan proses sains, prosedur kerja menjabarkan semua aspek keterampilan proses sains yang akan dikerjakan mahasiswa dan petunjuk praktikum memudahkan mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan keterampilan proses sains. Aspek kejelasan kalimat serta tingkat keterbacaan dinilai baik, karena kalimat mudah dipahami, penggunaan bahasa yang komunikatif dan benar, kebenaran dan ketepatan istilah mikrobiologi yang digunakan sudah tepat, kalimat tidak menimbulkan makna ganda, bahasa yang digunakan menarik dan sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Keterlaksanaan kegiatan praktikum meliputi kegiatan yang dilakukan tidak berbahaya, dapat meningkatkan kemandirian, mudah dilaksanakan, alokasi waktu sesuai dengan sks yang telah disediakan (4 x 60 menit) dan dapat memberi pengalaman langsung, dinilai mendekati sangat baik (skor 3,6). Hasil validasi konstruk oleh ahli media pendidikan terhadap produk pengembangan
petunjuk praktikum rata-rata baik. Aspek presentasi dinilai mendekati sangat baik dengan indikator daya tarik buku, pengorganisasian buku, strategi pembelajaran yang digunakan, integrasi dengan materi, interaktif bagi mahasiswa dan dapat memotivasi mahasiswa. Aspek ilustrasi yang meliputi ketepatan ilustrasi, hubungan ilustrasi dengan teks, penempatan ilustrasi, kesesuaian ilustrasi dengan isi, kualitas teknik ilustrasi mendapat nilai mendekati baik. Aspek teknik yang di tonjolkan dengan indikator kejelasan hasil cetak, kualitas kertas, kualitas penjilitan mendekati baik. Aspek tampilan fisik yang meliputi desain buku menarik, desain halaman buku teratur dan bagus, cetakan tulisan dan gambar pada cover jelas, semuanya dinilai rata-rata baik. Aspek kejelasan kalimat dan tingkat keterbacaan dinilai sudah baik dengan indikator kalimat mudah dipahami, penggunaan bahasa yang komunikatif dan benar, kebenaran dan ketepatan istilah yang digunakan, kalimat tidak menimbulkan makna ganda, bahasa yang digunakan menarik dan sesuai dengan EYD, dapat dilihat pada Gambar 2.
51
Rafella, Pengembangan Petunjuk Praktikum Biologi Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Palangka Raya
Skala nilai
Keterangan : SB : sangat baik (nilai 4)
B : baik (nilai 3)
K : kurang (nilai 2)
SK : sangat kurang (nilai 1)
Gambar 2. Skala penilaian produk pengembangan oleh pakar media pendidikan
Penilaian konstruk produk oleh pakar media pendidikan mendapat nilai rata-rata baik. Petunjuk praktikum yang diperlukan mahasiswa adalah petunjuk yang ditulis dalam bentuk sederhana dengan kalimat singkat dan penggunaan kalimat yang sesuai dengan
kemampuan pengguna.1 Saran dan masukan juga diberikan oleh validator, yang menjadi bahan untuk penyempurnaan produk pengembangan petunjuk praktikum mikrobiologi pangan, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Saran dan revisi dari pakar konten dan konstruk terhadap produk pengembangan petunjuk praktikum mikrobiologi Saran Pakar Konten
Revisi
1. Gambar pada produk pengembangan petunjuk praktikum harus di tanyakan pada mahasiswa, apakah gambar mudah untuk di mengerti 2. Tampilan produk pengembangan petunjuk praktikum harus lebih baik dari petunjuk praktikum lama 3. Penggunaan istilah dan tanda baca ada beberapa yang harus diperbaiki 4. Diberikan alternatif eksperimen untuk praktikum sesuai dengan minat praktikan.
1. Ada sebagian gambar dapat dimengerti tetapi ada sebagian belum dimengerti, sebagai langkah perbaikan gambar dalam prosedur kerja diperjelas.
5. Aspek ilustrasi yang masih kurang adalah penempatan ilustrasi gambar
5. Ilustrasi diubah penempatannya sehingga proposional antara ilustrasi dengan teks.
6. Aspek teknik yang ditonjolkan yang masih kurang adalah pada kualitas penjilidan.
6. Penjilidan dibuat spiral sehingga tidak mudah lepas.
2. Tampilan produk petunjuk praktikum diberi tampilan gambar warna yang menarik.
3. Penggunaan istilah diperjelas dan tanda baca yang salah diperbaiki 4. Alternatif eksperimen tidak semua di tuangkan dalam petunjuk praktikum, tetapi mahasiswa diperbolehkan untuk mengembangkan eksperimen lain yang mendukung hipotesis mereka.
Uji Coba Skala Kecil Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Pangan Tahapan uji coba skala kecil dilakukan sebanyak 4 kali pertemuan. Pertemuan pertama, dilakukan pretest dan penjelasan secara umum tentang petunjuk praktikum yang akan 52
digunakan, dengan waktu yang digunakan 60 menit. Pertemuan kedua,pelaksanaan praktikum dengan waktu 300 menit. Pertemuan ketiga, membahas pengamatan hasil praktikum dan membahas hasil praktikum serta membuat laporan sementara. Waktu yang digunakan untuk Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
Rafella, Pengembangan Petunjuk Praktikum Biologi Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Palangka Raya
ketiga kegiatan tersebut 30 menit. Pertemuan keempat,mempresentasikan hasil praktikum kemudian dilakukan postest dan pengisian angket tanggapan terhadap petunjuk praktikum yang dikembangkan, waktu yang digunakan 120 menit. Hasil pretes dari 10 orang mahasiswa diperoleh nilai rata-rata pretest 53 dan nilai ratarata postest sebesar 76. Hal ini menunjukkan setelah penggunaan petunjuk praktikum hasil pengembangan terdapat peningkatan keterampilan proses sains mahasiswa, dengan
nilai rata-rata N-gain 0,5 termasuk pada kategori sedang. Analisis setiap indikator KPS pada skala kecil yang mengalami peningkatan kategori tinggi adalah mengamati, menafsirkan, menggunakan alat dan bahan serta menerapkan konsep, sedangkan yang rendah adalah mengelompokkan, mengajukan hipotesis dan merancang percobaan (Gambar 3). Aspek yang masih kurang ini dilakukan revisi pada produk petunjuk praktikum.
Tinggi > 0,7 Sedang 0,3 – 0,7 Rendah < 0,3
Gambar 3. Penguasaan keterampilan proses sains skala kecil
Petunjuk praktikum yang dikembangan memuat lembar kerja praktikum yang memungkinkan mahasiswa mencatat semua kegiatan praktikumnya. Revisi yang dilakukan adalah dengan memperjelas prosedur kerja dengan memberikan contoh pernyataan sehingga dapat mendorong mahasiswa membuat hipotesis. Memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk mencari jurnal yang terkait dengan hipotesis yang dibuat, sehingga indikator merancang percobaan dapat dilakukan oleh mahasiswa. Menambahkan pada lembar kerja praktikum beberapa pertanyaan, ruang kosong untuk menulis jawaban, tabel untuk hasil penemuan
53
sehingga kemampuan mahasiswa dalam mengelompokan menjadi lebih baik lagi. Pelaksanaan petunjuk praktikum yang dikembangkan pada skala kecil masih banyak keterbatasannya. Tahapan revisi dilakukan dari segi produk dan teknis pelaksanaan (RPP) dapat dilihat pada tabel 3. Keberhasilan dari praktikum tergantung pada langkah-langkah yang dikerjakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.6 Petunjuk praktikum ini dibuat dengan tujuan dapat meningkatkan KPS mahasiswa, karena masih ada 3 indikator yang masih rendah maka perbaikan pada 3 indikator tersebut saat penting.
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
Rafella, Pengembangan Petunjuk Praktikum Biologi Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Palangka Raya
Tabel 3.Keterbatasan dan usaha mengatasi keterbatasan pada petunjuk praktikum mikrobiologi pangan
Keterbatasan 1. Gambar pada cara kerja percobaan sangat sedikit.
Usaha Mengatasi Keterbatasan setiap
1. Gambar pada petunjuk praktikum hanya memberikan gambaran secara garis besar cara kerja setiap percobaan. Pada petunjuk praktikum sudah di perjelas petunjuk untuk mencari jurnal yang terkait prosedur kerja dari hipotesis yang mahasiswa buat.
2. Cara kerja yang ada masih sulit dipahami oleh sebagian mahasiswa
2. Cara kerja yang ditampilkan tidak lengkap dan hanya sebagai panduan mahasiswa untuk dapat mengembangkan sendiri cara kerja yang mereka butuhkan sesuai hipotesis yang dibuat. Hal ini sudah jelas tertera pada petunjuk praktikum untuk meminta mahasiswa mencari cara kerja yang lengkap dari berbagai literatur.
3. Waktu yang dibutuhkan dalam penerapan petunjuk praktikum hasil pengembangan sangat lama melebihi waktu praktikum yang di sediakan.
3. Secara teknis pengaturan waktu akan dibuat 3 kali pertemuan. Pertemuan pertama (60 menit) melakukan pretes dan penjelasan kegiatan praktikum. Pertemuan kedua (260 menit) pada jam praktikum akan dilakukan kegiatan praktikum sesuai dengan petunjuk praktikum. Pertemuan ketiga (90 menit) proses pengamatan hasil praktikum sampai pada tahap pos tes.
4. Hipotesis yang diajukan mahasiswa masih ada yang kurang tepat.
4. Memberikan contoh pernyataan dalam petunjuk praktikum yang dapat mendorong mahasiswa membuat hipotesis.
5.
6.
7.
Masih rendahnya nilai KPS aspek merencanakan percobaan Masih rendahnya nilai kemampuan KPS mahasiswa pada aspek mengelompokkan. Keterampilan memprediksi dan menafsirkan masih kurang tepat dilakukan oleh mahasiswa
5. Memasukkan pada petunjuk praktikum perintah untuk mencari jurnal yang terkait dengan hipotesis yang dibuat
6. Menambahkan pada LKP pertanyaan, ruang kosong untuk menulis jawaban, tabel untuk hasil penemuan 7. Menambahkan pada lembar kerja praktikum pertanyaan yang dapat membuat mahasiswa menafsirkan dan memprediksi dengan tepat.
Struktur dan langkah kerja akan menentukan pencapaian pengetahuan mahasiswa, jika langkah kerja tidak terstruktur atau membingungkan maka akan meningkatkan kegagalan dalam pelaksanaan kegiatan praktikum.6 Prosedur kerja pada petunjuk praktikum ini tidak diuraikan secara mendetail agar mahasiswa dapat mengembangkan sendiri kreativitas dan kemampuan berpikirnya, tetapi untuk prosedur kegiatan yang memuat langkah-langkah KPS dibuat secara jelas. Setelah dilakukan revisi maka selanjutnya di uji pada skala besar. Uji Coba Skala Besar Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Pangan Hasil uji coba skala besar menunjukkan bahwa peningkatan keterampilan proses sains mahasiswa dapat dilihat dari nilai N-Gain sebagai selisih nilai postest dan pretest. Pada uji coba skala besar ini rata-rata nilai pretest adalah 53 dan mengalami peningkatan pada rata-rata nilai postes menjadi 74. Nilai N-Gain pada skala besar adalah 0,45 dengan kategori sedang. 54
Nilai N-Gain pada uji coba skala besar (0,45) mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan nilai N-Gain uji coba skala kecil (0,5), namun tetap dalam kategori yang sama (kategori sedang). Hal ini menunjukkan bahwa petunjuk praktikum yang dikembangkan dalam penelitian ini mampu memberikan hasil yang sama baik dalam uji coba skala kecil maupun uji coba skala besar. Penelitian lain yang senada7 tentang pengembangan keterampilan proses sains pada praktikum dapat meningkatkan keterampilan proses sains, begitu juga dengan penelitian lain yang menyimpulkan bahwa praktikum yang investigatif dapat meningkatkan skor pengetahuan dan skor N-Gain keterampilan proses sains.8 Petunjuk praktikum hasil pengembangan ini juga dapat meningkatkan rata-rata kemampuan mahasiswa pada setiap indikator KPS. Hasil ini seperti penelitian lain yang menyatakan bahwa praktikum mikrobiologi melalui pembelajaran berbasis kerja ilmiah dapat meningkatkan rataJurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
Rafella, Pengembangan Petunjuk Praktikum Biologi Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Palangka Raya
uji skala kecil ada 3 indikator (mengelompokkan, mengajukan hipotesis dan merancang percobaan) dalam kategori rendah maka uji skala besar hanya indikator mengelompokkan yang masih rendah.
Nilai N-Gain
rata kemampuan mahasiswa pada masing-masing jenis keterampilan proses.9 Gambar 4. menunjukkan hasil N-Gain setiap indikator KPS pada uji skala besar dibandingkan dengan uji skala kecil mengalami perubahan, jika
Gambar 4. Penguasaan keterampilan proses sains skala kecil dan skala besar
Pengembangan petunjuk praktikum ini dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam menyusun hipotesis. Kemampuan menyusun hipotesis merupakan langkah penting dalam penelitian dan sangat penting untuk dimiliki oleh mahasiswa sebagai calon peneliti. Keterampilan menyusun hipotesis menghasilkan rumusan dalam bentuk kalimat pernyataan berupa dugaan yang dianggap benar.10 Indikator KPS merancang percobaan mengalami peningkatan hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa sudah memiliki kemampuan untuk merencanakan percobaan atau penyelidikan. Merancang percobaan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengusulkan gagasan berkenaan dengan alat/bahan yang akan digunakan, urutan prosedur yang harus ditempuh, menentukan peubah (variabel), mengendalikan variabel. Merancang percobaan meliputi prosedur untuk mengumpulkan data yang dapat diandalkan, termasuk merancang cara untuk menguji hipotesis.10 Ketika merencanakan percobaan, mahasiswa harus lebih sering dilatih untuk melakukan praktikum yang bersifat eksperimen bukan praktikum yang berupa “resep masakan”.9
55
Indikator mengelompokkan masih dalam kategori rendah baik pada skala kecil maupun skala besar, tetapi nilainya mengalami peningkatan. Secara umum mahasiswa mampu mengelompokkan hasil penemuannya dengan tepat, dan dapat menjelaskan hasil pengelompokkannya. Pengelompokan obyek atau peristiwa adalah cara memilah objek berdasarkan kesamaan, perbedaan, dan hubungan. Ini merupakan langkah penting menuju pemahaman yang lebih baik tentang objek yang berbeda dari gejala alam.11 Cara yang dapat digunakan agar indikator KPS mengelompokan dapat meningkat dengan lebih baik lagi adalah dengan memberikan arahan kepada mahasiswa dan penambahkan pada LKP beberapa pertanyaan yang dapat menuntun mahasiswa dapat mengelompokkan dengan benar. Mengelompokkan dapat dilakukan dengan membedakan benda atau peristiwa ke dalam kategori berdasarkan sifat atau kriteria.12 Penyempurnaan produk pengembangan dilakukan kembali setelah uji skala besar, adapun perubahan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
Rafella, Pengembangan Petunjuk Praktikum Biologi Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Palangka Raya
Tabel 4. Penyempurnaan terhadap pengembangan petunjuk praktikum mikrobiologi pangan Keterbatasan 1.
Peningkatan KPS pada semua indikator masih dalam kategori sedang.
2.
Indikator KPS mengelompokkan masih dalam kategori rendah.
3.
Keterampilan proses sains pada pelaksanaan sudah tepat dilakukan oleh mahasiswa tetapi tidak sejalan dengan uji tertulis pada pretes dan postes Pelaksanaan pada skala kecil ada 4 indikator KPS peningkatannya kategori tinggi, sedangkan skala besar tidak ada katerogi tinggi.
4.
5.
Waktu yang dibutuhkan masih melebihi waktu yang disediakan pada jam pelajaran praktikum (4 x 60 menit)
Penyempurnaan 1. Memaksimalkan hasil KPS dengan melakukan pengembangan yang menggabungkan beberapa model pembelajaran. 2. Memberikan bimbingan kepada mahasiswa dan menambahkan pada LKP beberapa pertanyaan yang dapat menuntun mahasiswa dapat mengelompokkan dengan benar 3. Menambahkan pada petunjuk praktikum pertanyaanpertanyaan yang menghubungkan antara hasil penemuan dengan teori. 4. Mahasiswa masih perlu bimbingan dalam melaksanakan praktikum, sehingga dengan skala besar pembimbingan tersebut tidak bisa dilakukan dengan maksimal kerena keterbatasan asisten yang ada. 5. Tahapan KPS mulai dari mengajukan pertanyaan, membuat hipotesis, merancang/merencanakan percobaan, dan menentukan alat dan bahan dapat dilakukan mahasiswa secara mandiri, sehingga pada jam praktikum yang dilakukan adalah melaksanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan, mengamati, mengelompokkan, memprediksi, menafsirkan, menerapkan konsep dan mengkomunikasikan.
Petunjuk praktikum mikrobiologi pangan hasil pengembangan ini memiliki beberapa kelebihan dan juga keterbatasan dalam pelaksanaannya. Kelebihan yang didapat dari penggunaan petunjuk praktikum mikrobiologi pangan adalah: a. Meningkatkan keterampilan proses sains mahasiswa b. Meningkatkan aktifitas mahasiswa dalam melakukan kegiatan praktikum. c. Mahasiswa berani mengemukakan pendapatnya, terutama pada tahap mengajukan pertanyaan dan hipotesis d. Meningkatkan pemahaman konsep pada materi mikrobiologi pangan. Beberapa keterbatasan dalam pelaksanaan petunjuk praktikum adalah: a. Memerlukan waktu yang lama b. Mahasiswa dalam jumlah banyak (>30 orang) sangat sulit untuk mengontrol dan mengawasi, sehingga memerlukan asisten praktikum lebih dari 2 orang. c. Mahasiswa masih perlu banyak bimbingan karena belum terbiasa menggunakan petunjuk praktikum dengan muatan keterampilan proses sains. Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Petunjuk praktikum mikrobiologi pangan hasil pengembangan pada komponen tujuan, 56
prosedur dan evaluasinya memuat keterampilan proses sains. Hasil penilaian validasi konten dan konstruk rata-rata dalam kategori baik. Penerapan petunjuk praktikum mikrobiologi pangan hasil pengembangan ini dapat meningkatkan keterampilan proses sains mahasiswa pada skala besar. Rata-rata nilai pretes 53 mengalami peningkatan pada nilai postes yaitu 74, dengan nilai N-Gain sebesar 0,45 termasuk kategori sedang. Petunjuk praktikum hasil pengembangan ini juga dapat meningkatkan rata-rata kemampuan mahasiswa pada setiap indikator KPS, dari 9 indikator hanya indikator mengelompokkan yang nilai N-Gainnya rendah yaitu 0,16 (kategori rendah), sedangkan indikator mengamati (0,53), menafsirkan (0,39), memprediksi (0,34), membuat hipotesis (0,57), pengajukan pertanyaan (0,34), merencanakan percobaan (0,53), menggunakan alat dan bahan (0,63) serta menerapkan konsep (0,54) semuanya dalam kategori sedang. Saran Perlu adanya pengaturan waktu yang efektif dalam penerapan petunjuk praktikum mikrobiologi pangan bermuatan keterampilan proses sains ini. Jika jumlah mahasiswa lebih dari 30 orang maka sebaiknya jumlah asisten praktikum lebih dari 2 orang sehingga penggunaan petunjuk praktikum hasil pengembangan ini akan lebih maksimal dalam meningkatkan KPS. Untuk meningkatkan semua Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
Rafella, Pengembangan Petunjuk Praktikum Biologi Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Palangka Raya
indikator KPS sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan pengembangan perangkat praktikum atau model pembelajaran mata kuliah mikrobiologi pangan. Daftar Pustaka 1. Rustaman, N.Y. Peranan Praktikum dalam Pembelajaran Biologi. Bahan Pelatihan bagi Teknisi dan Laboran Perguruan Tinggi. Kerjasama FPMIPA IKIP Bandung dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Bandung.1995. 2. Basori, H. Model Kegiatan Laboratorium Berbasis Problem Solving pada Pembelajaran Konsep Pembiasan Cahaya untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Pemahaman Konsep siswa SMP. Tesis Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi Fisika SPS UPI. Bandung. Tidak di terbitkan. 2010. 3. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung. 2012. 4. Rustaman, A. dan A. R. Wulan. Strategi Pembelajaran Biologi. Bandung :Universitas Terbuka. 2007. 5. Semiawan, C. Pendekatan Keterampilan Proses. Gramedia. Jakarta. 1985. 6. Supriatno, B.. Uji Langkah Kerja Laboratorium Biologi Sekolah. Proseding Seminar Nasional Jurusan Pendidikan Biologi. 2009.
57
7.
Wardani, S.. Pengembangan Keterampilan Proses Sainsdalam Pembelajaran Kromatografi Lapis TipisMelalui Praktikum Skala Mikro.Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol.2, No. 2, Hal.317-322. 2008. 8. Myers, B.E, James E. Dyer.. Effects Of Investigative Laboratory Instruction OnContent Knowledge And Science Process Skill AchievementAcross Learning Styles. University Of Florida.Journal Of Agricultural Education 52 Volume 47, Number 4, page. 20. 2006. 9. Hamdiyati Y, Kusnadi,. Profil Keterampilan Proses Sains MahasiswaMelalui Pembelajaran Berbasis Kerja IlmiahPada Mata Kuliah Mikrobiologi. Jurusan Pendidikan Biologi Fmipa Upi. Bandung. Tidak diterbitkan. 2008. 10. Dimyati dan Mudjiono.. Belajar dan Pembelajaran, Cet. III, PT. Rineka Cipta, Jakarta. 2006. 11. Unesa. R. Keterampilan Proses Sains, 2011. (online tersedia :http://RudyUnesa.Blogspot.Com/)(diakses 07 Februari 2013). 12. Padilla, M.J. The Science Process Skills. Research Matters - to the Science Teacher is a publication of the National Association for Research in Science Teaching, USA. 1990. (online tersedia: http://www.narst.org/publications/research.) (Diakses 26 Agustus 2011).
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
Lucin, Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku tentang Seks Pranikah
Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Tentang Seks Pranikah Terhadap Pemanfaatan Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (Pik-Krr) Pada Remaja Di Kota Palangka Raya Knowledge, Attitudes And Behavior Premarital Sex Of The Use Of Counseling Information Center Adolescent Reproductive Health (Pik-Krr) in Palangkaraya City Yeni Lucin Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Abstrak. Perilaku seks pranikah mengakibatkan risiko kehamilan tidak diinginkan, 60% remaja pernah mengalami kehamilan berakhir aborsi, dan 13% berakibat kematian. Penyebab timbulnya seks pranikah karena rendahnya pengetahuan kesehatan reproduksi dan sikap negatif dan ambivalen terhadap perilaku seks pranikah. Salah satu upaya mengurangi dan mencegah permasalahan remaja adalah peyediaan tempat pelayanan kesehatan reproduksi yang mudah diterima dan terjangkau, yaitu Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-KRR). Permasalahan program tersebut adalah kurangnya pemanfaatan PIK-KRR. Fasilitas tidak lengkap, pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi yang masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan,sikap dan perilaku tentang seks pranikah terhadap pemanfaatan PIK-KRR oleh remaja Kota Palangka Raya. Desain penelitian kuantitatif dilengkapi indepth interview dengan rancangan analitik observasional jenis desain cross-sectional ,besar sampel 178 orang pada remaja sekolah menengah atas usia 15-21 tahun. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan simple random sampling. Analisis data menggunakan analisis univariabel, bivariabel dengan uji statistik chi-square p < 0,05 dan tingkat kemaknaan CI 95%, dan multivariabel dengan regresi logistik. Proporsi pemanfaatan PIK-KRR sebesar 33,7%. Analisis bivariabel menunjukan terdapat hubungan bermakna antara pemanfaatan PIK-KRR dengan pengetahuan nilai p-value 0,009 , RP 1,92 (95% CI 1,17-3,14) dan sikap nilai p-value 0,006 < 0,05, RP 1,80 (CI 95% 1,17-2,76) perilaku p-value 0,032, RP 1,99 (95% CI = 1,01-3,93). Paparan informasi tidak menunjukan hubungan bermakna terhadap pemanfaatan p-value 0,395 > 0,005. Model 1 regresi logistik memprediksi pemanfaatan PIK-KRR sebesar 12%. Hambatan pemanfaatan PIK-KRR oleh remaja malu, tidak ada waktu, petugas kurang komunikasi, ruang tidak nyaman. Semakin tinggi pengetahuan dan sikap positif terhadap seks pranikah maka peluang memanfaatkan PIK-KRR semakin besar, peningkatan pemanfaatan PIK-KRR meningkat pada siswa dengan perilaku sedang. Sedangkan perilaku seks berat tidak memanfaatkan PIK-KRR. Kata kunci: Pengetahuan, sikap, perilaku, seks pranikah, pemanfaatan PIK-KRR
Abstract. Premarital sex behavior results in risk of unwanted pregnancies. About 60% of teens have had pregnancies ending in abortion in which and 13% of them result in death. The causes for premarital sex are the low reproductive health knowledge and negative attitude and ambivalence toward premarital sex behavior. One effort to reduce and prevent adolescent problems is the availability of reproductive health service facilities which are easily acceptable and affordable, such as the Center for Information and Counseling-Adolescent Reproductive Health (PIK-KRR). Aims of the study wereTo determine the relationship of knowledge, attitude and behavior about premarital sex to the utilization of PIK-KRR by adolescents in Palangkaraya Municipality. This was a quantitative study using in-depth interview, a cross-sectional design. The sample size was 178 adolescents in high school aged 15-21 years. Sampling used a purposive sampling and simple random sampling. Data analysis used univariable analysis, bivariable analysis with chi-square statistical tests p < 0.05 and CI 95% significance level, and multivariable analysis with logistic regression. The proportion of PIK-KRR utilization was 33.7%. The multivariable analysis showed a significant relationship between the utilization of PIK-KRR and knowledge with the OR 5.20 58
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
(95% CI: 2.07 to 13.06), the attitude with the OR 3,76 (95% CI 1.86 to 7.60), and behavior with OR 3,16 (95% CI 1.36 to 7.32). Model 1 of the logistic regression predicted KRR PIK utilization of 16%. Barriers to the utilization of PIK-KRR by adolescents were embarrassment, lack of time, less communicative officers, and uncomfortable rooms. The higher knowledge and positive attitude toward premarital sex resulted in the greater chance of utilizing PIK-KRR. Adolescents with moderate premarital behavior were likely to have increased utilization of PIK-KRR while those with severe sexual behavior were not. Keywords: Knowledge, attitude, behavior, premarital sex, utilization of PIK-KRR Pendahuluan Banyak remaja terlibat aktivitas seksual sejak dini(1). Remaja di Palangka Raya 25,25% melakukan hubungan seks pranikah(2). Perilaku seks pranikah mengakibatkan risiko terjadinya kehamilan tidak diinginkan(3). Penyebab perilaku seks pranikah remaja karena rendahnya pengetahuan kesehatan reproduksi(4). Pelayanan kesehatan reproduksi remaja sangat dibutuhkan untuk menghindari kehamilan tidak diinginkan, aborsi tidak aman, dan penyakit menular seksual akibat ketidak tahuan informasi kesehatan reproduksi(5). Pada tahun 2001 telah dilaksanakan pilot project suatu model “integrated” pelayanan KRR melalui pendidik sebaya dan konselor sebaya. Model ini digunakan pemerintah sebagai model PIK-KRR secara nasional(6). Beberapa kendala pelaksanaan program KRR ialah rendahnya kunjungan remaja berkonsultasi baru mencapai 40% dan 20% PIK-KRR berstatus tegar(7). Disamping itu disebabkan fasilitas kurang lengkap, dana terbatas, kurangnya keterampilan dan sikap dimiliki konselor/petugas, peraturan dan prosedur berlaku tidak sesuai harapan remaja serta kurangnya pengetahuan dan informasi remaja tentang kesehatan reproduksi(8). Berdasarkan masalah tersebut maka rumusan masalah adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang seks pranikah terhadap pemanfaatan PIK-KRR oleh remaja di Palangka Raya?” Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, perilaku tentang seks pranikah terhadap pemanfaatan PIK-KRR oleh remaja SMA di Palangka Raya.
Metode Penelitian Desain penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dilengkapi indepth interview, rancangan penelitian crosssectional(9). Lokasi penelitian Kota Palangka Raya. Populasi adalah semua remaja SMU yang mempunyai program PIK-KRR disekolahnya. Sampel sebesar 178 remaja SMA, teknik pemilihan sampel kuantitatif dengan tabel random menggunakan teknik Simple random sampling(10). Sampel untuk wawancara mendalam (indepth interview) diambil secara purposive sampling yaitu informan yang sering memanfaatkan PIK-KRR sebanyak 4 orang meliputi informan SMA 3, SMA Kristen, SMK Karsa Mulya, dan MAN Model masing-masing 1 informan. Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas: pengetahuan, sikap dan perilaku tentang seks pranikah, variabel terikat: pemanfatan PIK-KRR, dan variabel luar: paparan media. Sumber data adalah data primer. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner disusun berdasarkan telaah kepustakaan(11). Analisis mengunakan program Stata Intercooled Versi 11,0 meliputi: analisis univariabel, bivariabel, dan multivariabel. Uji statistik yang digunakan chi square dan regresi logistik dengan p < 0,05, dan confidence interval 95%. Hasil Penelitian Sampel penelitian 178 remaja, laki-laki dan perempuan. Karakteristik responden meliputi umur dan jenis kelamin. Selain itu didiskripsikan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap seks pranikah, paparan informasi.
59
Lucin, Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku tentang Seks Pranikah
Tabel 1. Distribusi karakteristik remaja SMA berdasarkan jenis kelamin, umur di Kota Palangka Raya Variabel Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur 15-˂18 tahun 19-21 tahun
n
%
84 94
47,2 52,8
132 46
74,2 25,8
Tabel 2. Distribusi variabel pengetahuan, sikap, perilaku tentang seks pranikah dan pemanfaatan PIK-KRR, paparan informasi di Kota Palangka Raya Variabel n % Pemanfaatan PIK-KRR Ya 60 33,7 Tidak 118 66,3 Pengetahuan remaja Tinggi 37 20,8 Rendah 141 79,2 Sikap Positif 68 38,2 Negatif 110 61,8 Perilaku seks pranikah Ringan 98 55,1 Berat 90 44,9 Paparan informasi Terpapar 167 93,8 Tidak terpapar 11 6,2 Tabel 3. Hubungan tingkat pengetahuan, sikap, perilaku seks pranikah terhadap pemanfaatan PIKKRR pada remaja SMA di Kota Palangka Raya Variabel Pengetahuan Tinggi Rendah (Ref) Sikap Positif Negatif (Ref) Perilaku Ringan Berat (Ref)
Pemanfaatan PIK KRR Memanfaatkan Tidak n % n %
P
RP
CI
20 40
54,1 28,4
17 101
45,9 71,6
8,65
0,003*
1,90
1.28-2.83
37 23
54,4 20,9
31 87
45,6 79,1
21,1
0,001*
2,60
1,70-3,97
41 19
41,8 28,4
57 61
58,2 76,3
6,44
0,011*
1,76
1,11-2,78
Keterangan: : 2 Chi- Square P : P value * : signifikan
RP : Ratio Prevalence 95% CI : 95% Confidence Interval Ref : Reference
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan prosentase responden yang manfaatan PIKKRR dengan tingkat pengetahuan tinggi lebih banyak dibandingkan pengetahuan rendah 54,1%, namun yang tidak memanfaatkan atau melakukan kunjungan ke PIK-KRR 45,9% hal yang kemudian dikaji melalui wawancara disebabkan tidak ada waktu,rahasia tidak terjamin, dan tidak membutuhkan layanan PIK ketika ada 60
2
masalah. Hasil analisis menunjukkan hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan pemanfaatan PIKKRR dimana p-value 0,003 < 0,05, nilai RP 1,90 (95% CI 1,28-2,83). Hal ini artinya remaja SMA yang memiliki pengetahuan tinggi berpeluang 1,90 kali lebih tinggi memanfaatkan PIK-KRR dibandingkan tingkat pengetahuan rendah.
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Prosentase responden yang memanfaatkan dengan sikap positif, lebih dari separoh dibandingkan sikap negatif namun yang tidak memanfaatkan 45,6% hal ini disebabkan siswa malu dan tak ada waktu. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan bermakna antara sikap dengan pemanfaatan PIK-KRR dengan nilai pvalue 0,000 < 0,05, nilai RP sebesar 2,60 (CI 95% 1,70-3,97). Artinya remaja SMA yang memiliki sikap positif berpeluang 2,60 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sikap negatif untuk memanfaatkan PIKKRR. Hasil analisis perilaku seks pranikah
dengan pemanfaatan PIK-KRR menunjukkan 76,3% responden yang mempunyai perilaku seks berat tidak memanfaatkan PIK-KRR. Kemungkinan besar remaja merasa tidak ada jaminan kerahasian ketika menyampaikan masalah. Hasil analisis menunjukan ada hubungan bermakna antara perilaku seks pranikah ringan dengan pemanfaatan PIK-KRR dimana p-value 0,011 dan nilai RP 1,76 (95% CI 1,11-2,78) artinya remaja SMA dengan perilaku seks pranikah kategori ringan berpeluang 1,76 kali untuk memanfaatkan PIK-KRR dibandingkan perilaku seks pranikah berat berat.
Tabel 4. Analisis hubungan paparan informasi dengan pemanfaatan PIK-KRR pada remaja SMA di Kota Palangka Raya
Variabel Paparan informasi Terpapar Tidak terpapar (Ref)
Pemanfaatan PIK KRR Memanfaatkan Tidak n % n % 55 5
32.93 45.5
Tabel 4 menunjukkan prosentase pemanfaatan PIK-KRR sebagian besar responden tidak memanfaatkan PIK-KRR adalah responden yang terpapar informasi tentang seks pranikah dari beberapa sumber hal ini disebabkan responden mendapat
112 6
67.07 54.55
2
P
RP
CI
0,72
0,395
0,72
0,36-1,43
informasi dari internet, majalah karena pengaruh informasi ini berpeluang orang jadi tidak memanfaatkan PIK-KRR. Hasil analisis membuktikan paparan informasi tidak bermakna terhadap pemanfaatan PIKKRR
Tabel 5. Analisis hubungan paparan informasi terhadap pengetahuan tentang seks pranikah pada remaja SMA di Kota Palangka Raya
Variabel Paparan Informasi Terpapar Tidak terpapar (Ref) Paparan Informasi Terpapar Tidak terpapar (Ref) Paparan Informasi Terpapar Tidak terpapar (Ref)
Pengetahuan Tinggi Rendah n % n % 34 3
20,4 27,3
78 6
46,7 54,6
95 3
56,9 27,3
Tabel 5. menunjukan hasil uji statistik membuktikan bahwa paparan informasi tidak mempunyai hubungan bermakna dengan pengetahuan terhadap seks pranikah
133 8 80 5 72 8
79,6 72,7 53,3 45,4 43,1 72,7
2
P
0,299
0,584
0,25
0,614
6,65
0,056
dimana p-value 0,584 > 0,05. Hal ini didukung dari hasil analisis bahwa banyaknya remaja yang mempunyai pengetahuan seks pranikah rendah terpapar 61
Lucin, Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku tentang Seks Pranikah
informasi. Hal ini dimungkinkan sumber informasi yang didapat merupakan sumber informasi informal yang didapat dari media seperti internet dan televisi, yan g tidak diikuti dengan penjelasan yang benar. Remaja mengartikan sendiri dan hanya sepotong-sepotong. Hal inilah yang menyebabkan paparan informasi tidak mempunyai pengaruh pada pengetahuan remaja mengenai seks pranikah. Pada Tabel 5, lebih dari separoh responden mempunyai sikap negatif, terpapar informasi mengenai seks pranikah. Uji statistik membuktikan tidak ada hubungan bermakna antara paparan informasi dengan sikap responden terhadap seks pranikah, dimana p-value 0,458 > 0.05. Hubungan tidak bermakna
kemungkinan responden lebih banyak mendapat informasi seks pranikah dari media masa dan teman dan mengartikan sendiri apa yang mereka dapat. Berdasarkan analisis pada Tabel 5 diketahui bahwa sebagian responden yang mempunyai perilaku seks pranikah kategori berat tidak mendapat paparan informasi mengenai seks pranikah. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut, kemungkinan remaja yang sudah mempunyai perilaku berat tidak membutuhkan informasi lagi mengenai seks pranikah, karena mereka sudah terpapar dengan pengalaman nyata. Uji statistik membuktikan tidak ada hubungan yang signifikan antara paparan informasi dengan perilaku seks pranikah dimana p-value 0,056 > 0,05.
Tabel 6. Analisis regresi logistik: Hubungan pengetahuan sikap dan perilaku tentang seks pranikah terhadap pemanfaatan PIK-KRR pada remaja SMA di Kota Palangka Raya Variabel
OR (CI 95%)
Pengetahuan Tinggi
5,20*(2,07-13,06)
Rendah (Ref) Sikap Positif Negatif (Ref) Perilaku Ringan
1 3,76*(1,86-7,60) 1
Berat(Ref)
1
3,16*(1,36-7,32)
N Deviance R2 Keterangan: * = Signifikan n = jumlah sampel OR = Odds Ratio
178 190,73 0,16 CI = Confidence Interval R2 = Koefisien determinan
Berdasarkan tabel 10 menunjukan variabel bebas yaitu Pengetahuan, sikap, perilaku tanpa melibatkan variabel luar yaitu paparan informasi tetap bermakna secara statistik sebagai prediktor pemanpaatan PIK-KRR. Variabel pengetahuan,sikap,perilaku memberikan kontribusi terhadap pemanfaatan PIK-KRR, Pengetahuan tinggi berpeluang memanfaatkan PIK sebesar 5,20 kali dibandingkan pengetahuan rendah sedangkan sikap positif berpeluang memanfaatkan PIK
62
3,76 kali dibandingkan sikap negatif dan perilaku ringan berpeluang memanfaatkan PIK 3,16 kali dibandingkan perilaku seks pranikah berat. Nilai R2 memprediksi pemanfaatan PIKKRR sebesar 16%. Berdasarkan hasil wawancara terhadap empat informan mengenai pengetahuan tentang seks pranikah, mayoritas informan mengetahui seks pranikah dan resikonya. Informasi didapatkan dari baca buku yang ada di PIK, dan dari konselor, hanya saja sikap konselor, kurang
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
sosialisasi mengenai PIK faktor peyebab rendahnya kunjungan ke PIK. Sedangkan pandangan manfaat PIK-KRR, merasa tidak membutuhkan layanan PIK-KRR karena tidak ada masalah, hanya ruang curhat, hanya orang bermasalah yang datang dan tidak dimanfaatkan secara maksimal karena malu dan takut mengungkapkan masalah pribadi dengan konselor, lebih bebas mengungkapkan dengan teman dekat. Disamping itu responden mengatakan ruang PIK-KRR tidak menarik, karena fasilitas yang disediakan hanya meja, kursi, tidak ada media lain seperti buku, poster dan komputer. Hal yang masih mendukung PIK-KRR ialah sikap positif responden bahwa PIK-KRR masih membutuhkan penyuluhan dan konseling mengenai pergaulan dan pacaran sehat. Selain itu juga mengharapkan fasilitas diperbaiki dengan menambah beberapa buku, media seperti poster yang menarik dan komputer. Faktor penghambat pelaksanaan PIK-KRR disekolah antara lain petugas kurang perhatian, tidak adanya kontrol dan evaluasi,kurang sosialisasi program dan kendala waktu karena layanan PIK –KRR pada jam sekolah Pembahasan Responden dalam penelitian ini berusia antara 15-18 tahun(12). Masa remaja merupakan masa kritis dimana perilaku seksual berisiko mulai muncul dan dapat berdampak pada kesehatan reproduksi dan masa depan mereka. Informasi terhadap seks pranikah pada remaja di Palangka Raya sudah cukup memadai, dimana mayoritas responden sudah memperoleh informasi dari > 2 sumber. Jenis kelamin responden mayoritas (52,2%) perempuan. Tidak ada perbedaan jenis kelamin dalam pemberian informasi dan pelaksanaan PIK-KRR. Hasil analisis membuktikan bahwa banyaknya paparan informasi tidak berpengaruh secara praktis terhadap pemanfaatan PIK-KRR. Hubungan Pengetahuan Seks Pranikah dengan Pemanfaatan PIK-KRR Hasil uji statistik bivariabel dan multivariabel menunjukan hubungan signifikan atara pengetahuan dengan pemanfaatan. Berdasarkan hasil analisis multivariabel pengetahuan terhadap pemanfaatan sebagai faktor yang dominan yang mempengaruhi
pemanfaatan PIK-KRR. pengetahuan merupakan mediator perubahan perilaku. Perilaku dapat dirubah dengan merubah pengetahuan,pengetahuan yang tinggi mempengaruhi perubahan perilaku(14). Hasil penelitian ini juga membuktikan remaja SMA dengan tingkat pengetahuan tinggi tentang seks pranikah berpeluang 5,20 kali untuk memanfaatkan PIK-KRR dibandingkan pengetahuan rendah Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan ada hubungan siqnifikan antara pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi dengan pengetahuan remaja(13). Namun demikian sebagian responden dengan tingkat pengetahuan tinggi (45,9%) tidak memanfaatkan PIK-KRR Hasil wawancara memperkuat hasil analisis statistik rendahnya pemanfaatan PIK-KRR disebabkan responden belum memerlukan layanan PIK-KRR karena rahasia tidak terjamin menurut informan PIKKRR merupakan tempat curhat bagi yang mempunyai masalah,berikut peryataan informan: “setahu saya PIK itu ruang curhatcurhat masalah pribadi gitu nah bu, jadi yang datang yang mau curhat dan yang mempunyai masalah”(informan 3) Pengetahuan sendiri bukan faktor utama perubahan perilaku. pengetahuan yang cukup akan memotivasi individu untuk berperilaku sehat, akan tetapi kenyataannya pengetahuan saja tidak cukup mengubah perilaku(14) Hubungan sikap dengan pemanfaatan PIKKRR Hasil analisis bivariabel dan multivariabel menunjukan hubungan signifikan antara sikap dengan pemanfaatan PIK-KRR. Variabel yang secara langsung mempengaruhi perilaku adalah sikap, sikap secara langsung dipengaruhi oleh pengetahuan(15). Hasil analisis responden yang memanfaatkan PIK dilakukan oleh responden dengan sikap positif sebesar (54,4%) dan yang tidak memanfaatkan lebih banyak pada responden dengan sikap negatif (79,1%) terbukti bahwa remaja yang mempunyai sikap positif maka mereka akan memanfaatkan PIKKRR, Hal ini didukung pendapat informan yaitu: 63
Lucin, Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku tentang Seks Pranikah
“ Menurut saya ya buk tidak setuju kalau melakukan hubungan badan sebelum resmi jadi pasangan,soalnya kan e.... bisa hamil saya kan masih mau sekolah gitu deh buk “ (informan 1) “PIK masih sangat diperlukan, semacam penyuluhan, kita juga minta diajari mengenai pergaulan remaja, tentang batasan-batasan baik buruk pacaran bebas “ (informan 1) Hasil analisis multivariabel menunjukan sikap positif mempunyai peluang memanfaatkan PIK-KRR sebesar 3,76 kali dibandingkan pada remaja SMA dengan sikap negatif. Hal ini sesuai dengan penelitian tentang sikap positif remaja memiliki hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan remaja(16). Sikap terhadap kesehatan dapat mempengaruhi perilaku individu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan(17). Apabila sikap dan perilaku konsisten kearah melakukan perilaku maka diperlukan proses penguatan untuk mempertahankan perilaku tersebut. Hubungan perilaku dengan pemanfaatan PIK-KRR Hasil analisis bivariabel dan multivariabel menunjukan perilaku seks pranikah ringan mempunyai hubungan bermakna dengan pemanfaatan PIK-KRR. Analisis multivariabel menunjukan perilaku seks pranikah ringan berpeluang memanfaatkan PIK-KRR sebesar 3,16 kali dibandingkan dengan perilaku seks pranikah berat. Namun hasil yang positif ini ternyata tidak sesuai dengan harapan bahwa PIK-KRR yang menyebabkan remaja mempunyai perilaku seks pranikah ringan, tapi justru sebaliknya. Remaja yang mempunyai perilaku seks pranikah berat ternyata tidak mau memanfaatkan PIK-KRR dengan alasan takut dan malu melakukan konseling karena khawatir mendapat vonis atas perbuatan mereka,hal ini kemungkinan menjadi penyebab responden yang memiliki perilaku berat enggan memanfaatkan PIK-KRR. Terbukti dari pernyataan informan berikut. “kebanyakan tu nggak konseling tu kan takut 64
takutnya kan gimanakan bu”
diponis
gimana-
Hal ini sesuai dengan penelitian pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi dihubungkan dengan pengakuan melakukan hubungan seksual,sehingga menimbulkan ketakutan ejekan teman,disamping itu malu,takut kurangnya kerahasian dalam pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi(18). Permasalahan tersebut harus menjadi perhatian bagi profesional kesehatan reproduksi untuk membantu remaja yang mempunyai masalah perilaku seks berat tetap mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi. Pelayanan kesehatan reproduksi kepada remaja ini harus dilakukan oleh sumber daya yang ramah(19). Hal ini bertujuan agar remaja tidak malu dan takut mengungkapkan permasalahan yang dihadapi. Hubungan variabel luar paparan informasi dengan pengetahuan, sikap, perilaku seks pranikah dan pemanfaatan PIK-KRR Hasil analisis variabel luar paparan informasi terhadap variabel terikat dan variabel bebas menunjukan tidak ada hubungan yang siqnifikan antara paparan informasi dengan pengetahuan, sikap, perilaku seks pranikah dan pemanfaatan PIK-KRR. Paparan informasi yang didapat dari sumber non formal tidak diikuti dengan penjelasan dan informasi yang tepat tentang seks pranikah, sehingga tidak mempunyai pengaruh yang siqnifikan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku. Penelitian ini juga membuktikan bahwa mayoritas responden yang tidak memanfaatkan atau melakukan kunjungan ke PIK-KRR adalah justru kelompok yang terpapar informasi seks pranikah artinya paparan informasi tidak berhubungan secara signifikan terhadap pemanfaatan PIK-KRR. Hal ini dimungkinkan tidak adanya penjelasan yang lengkap pada setiap materi seks pranikah yang ada di media mengenai rujukan kesehatan remaja, dan untuk memanfaatkan PIK-KRR sebagai layanan kesehatan reproduksi di sekolah. sesuai penelitian pengaruh media masa tidak sebesar pengaruh interaksi individu secara langsung, namun dalam pembentukan dan perubahan sikap dan perilaku pengaruh media tidak dapat dianggap kecil(20).
mau trus Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
ARTIKEL PENELITIAN
Kesimpulan Dan Saran Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan: 1) Hipotesis penelitian ini diterima yaitu terdapat hubungan yang signifikan pengetahuan tinggi, sikap positif dan perilaku seks pranikah ringan terhadap pemanfaaatan PIK-KRR. Pengetahuan tentang seks pranikah tinggi berpeluang 5,20 kali lebih tinggi memanfaatkan PIK-KRR dibandingkan remaja denga pengetahuan rendah sedangkan remaja dengan sikap positif berpeluang memanfaatkan PIK-KRR 3,76 kali dibandingkan sikap negatif dan perilaku remaja tentang seks pranikah ringan peluang memanfaatkan PIK-KRR 3,16 kali dibandingkan perilaku seks berat. Ketiga variabel merupakan prediktor terhadap pemanfaatan PIK-KRR sebesar 16%; 2) Faktor lain PIK-KRR kurang dimanfaatkan seperti kelengkapan fasilitas PIK-KRR, sumber daya konselor, waktu layanan, tidak membutuhkan layanan PIK; 3) remaja lebih banyak memanfaatkan sumber informal untuk mendapatkan informasi kesehatan reproduksi remaja. PIK-KRR dirasakan oleh remaja bukan menjadi sumber informasi dan tempat konseling yang nyaman dan aman saat ini, karena kurangnya fasilitas yang nyaman, privasi kurang terjaga dan petugas yang kurang ramah. Sedangkan saran yang dapat dikemukakan ialah: 1) Petugas PIK-KRR: menggunakan kombinasi media promosi kesehatan dengan menggunakan SMS, radio, TVRI; 2) Bagi kepala sekolah dan guru BP, menyediakan ruang konseling yang nyaman, privacy terjaga. Membuka informasi melalui SMS, E-mail, Telepon hotline sehubungan dengan pesan SMS bersifat privasi bagi siswa maka pelaksanaannya bisa bekerjasama dengan bidang kesehatan reproduksi seperti LSM atau bekerjasama dengan dinas kesehatan dan 3) Bagi remaja kota Palangka Raya sebaiknya mencari sumber tentang seks pranikah dari sumber yang resmi dan tepat yaitu web site BKKBN,dan mengikuti kegiatan PIK-KRR dalam dan luar gedung seperti mengikuti seminar, temu remaja, dan jambore remaja Daftar Pustaka 1. Escobar-Chaves SL, Tortolero SR, Markham CM, Low BJ, Eitel P, Thickstun P. Impact of the media on adolescent
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9. 10.
11. 12.
13.
sexual attitudes and behaviors. Pediatrics. 2005;116(1):303-26. Epub 2005/07/08. PKBI Palangka Raya. Perilaku Seksual Remaja di 3 Kabupaten dan Kota Palangka Raya Tahun 2009. Palangka Raya: PKBI Palangka Raya, 2010. PKBI. Kebutuhan akan Informasi dan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja Laporan Need Assessment di Kupang, Palembang, Singkawang, Cirebon, Tasikmalaya. Jakarta: PKBI, UNFPA, dan BKKBN, 2001. Agampodi SB, Agampodi TC, Piyaseeli UKD. Adolescents perception of reproductive health care services in Sri Lanka. BMC Health Services Research. 2008;8(98). Purwatiningsih, Furi SNY. Permisivitas Remaja dan Peran Sosial Dalam Perilaku Seksual di Indonesia. In: Tukiran, Pitoyo AJ, Kutanegara PM, editors. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Pusat Studi Kependudukan UGM; 2010. Kiting AS, Siregar SR, Kusumaryani MSW, Hidayat Z. Menyiapkan Generasi Muda yang Sehat dan Produktif: Kebutuhan akan Pelayanan dan Informasi Kesehatan dan Reproduksi. Jakarta: BKKBN, 2004. BKKBN Kota Palangka Raya. Laporan PIK-KRR Triwulan III Tahun 2010. Palangka Raya, Kalimantan Tengah: BKKBN KOta Palangka Raya, 2010. WHO, MCIntyre P. Adolescent Friendly Health Service. Geneva: Picture library; 2002. Gordis L. Epidemiology. Philadelphia: W.B. Saunders; 2004. Murti B. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1997. Imran I. Perkembangan Seksualitas Remaja. Jakarta: PKBI; 2000. Monks FJ, Knoers AMP, Haditono SR. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2002. Tegegn A, Gelaw Y. Adolescent rproductive health services in Jimma City. Accessibility and Ethiopian Journal of Health Sciences. 2009;19(2):91-102.
65
Lucin, Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku tentang Seks Pranikah
14. Emilia O. Promosi Kesehatan Dalam Lingkup Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Cendekia; 2008. 15. Simons-Morton BG, Greene WH, Gottlieb NH. Introduction to health education and health promotion. Long Grove, Illinois: United States:Waveland Press; 1995. 16. Afrima A. Akseptabilitas dan Pemanfaatan Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) di Kota Bima. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada; 2011. 17. Andersen R. A Behavioral Model of Families Use of Health Services. Chicago, United States: Center for Health Administration Studies, University of Chicago; 1995.
66
18. de Belmonte LR, Gutierrez EZ, Magnani R, Lipovsek V. Barriers to Adolescents’ Use of Reproductive Health Services in Three Bolivian Cities. Washington, DC: FOCUS on Young Adults/Pathfinder International; 2000. 19. McManus A, Dhar L. Study of knowledge, perception and attitude of adolescent girls towards STIs/HIV, safer sex and sex education: (A cross sectional survey of urban adolescent school girls in South Delhi, India). BMC Women's Health. 2008;8(12):1-6. 20. Azwar S. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2010.
Jurnal Forum Kesehatan Volume III Nomor 6, Agustus 2013
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
1. Jurnal ini memuat naskah di bidang kesehatan. 2. Naskah hasil penelitian atau naskah konsep yang ditujukan kepada Forum Kesehatan, belum dipublikasikan di tempat lain. 3. Naskah yang dikirim harus disertai surat persetujuan publikasi dan ditandatangani oleh penulisa. 4. Komponen naskah: Judul ditulis maksimal 150 karakter termasuk huruf dan spasi. Identitas peneliti ditulis dicatatan kaki di halaman pertama. Abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris maksimal 200 kata, dalam satu alenia mencakup masalah, tujuan, metoda, hasil, disertai dengan 3-5 kata kunci. Pendahuluan tanpa subjudul, berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian. Metode dijelaskan secara rinci, desain, populasi, sampel, sumber data, teknik/instrumen pengumpul data, prosedur analisa data. Pembahasan mengurai secara tepat dan argumentatif hasil penelitian, temuan dengan teori yang relevan, bahasa dialog yang logis, sistematik, dan mengalir. Tabel diketik 1 spasi sesuai urutan penyebutan dalam teks. Jumlah maksimal 6 tabel dengan judul singkat. Kesimpulan dan saran menjawab masalah penelitian tidak melampaui kapasitas temuan, pernyataan tegas. Saran logis, tepat guna, dan tidak mengada-ada. 5. Rujukan sesuai dengan aturan Vancouver, urut sesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan teks, dibatasi 25 rujukan dan 80% merupakan publikasi 10 tahun terakhir. Cantumkan nama belakang penulis dan inisial nama depan. Maksimal 6 orang, selebihnya diikuti “dkk (et al)”. Huruf pertama judul ditulis dengan huruf besar, selebihnya dengan huruf kecil, kecuali penamaan orang, tempat dan waktu. Judul tidak boleh digaris bawah dan ditebalkan hurufnya. Artikel Jurnal Penulis Individu: Rivera JA, Sotres-Alvares D, Habicht JP, Shamah T, Villalpando S. Impact of the Mexican Program for Education, Health, and Nutrition on Rates of Growth and Anemia in infants and young children a randomized effectiveness study. JAMA. 2004; 291(21):2463-70. Artikel Jurnal Penulis Organisasi Diabetes Prevention Program Research Group. Hypertension, insulin, and prosulin in participants with impaired glucose tolerance. Hypertension. 2002;40(5):679-86.
Buku yang ditulis Individu: Price, SA, Koch, MW, Basset, S. Health Care Resource Management: Present and Future Challenges. St. Louis: Mosby;1998. Buku yang ditulis Organisasi dan Penerbit: Royal Adelaide Hospital; University of Adelaide, Departement of Clinical Nursing. Compendium of nursing research and practice dvelopment, 1999-2000. Adelaide (Australia): Adelaide University; 2001. Bab dalam Buku: Soentoro. Penyerapan Tenaga Kerja Luar Sektor Pertanian di Pedesaan. Dalam Faisal Kasryno, editor. Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Jakarta:Yayasan Obor; 1984. p.202-262. Artikel Koran: Tynan T. Medical improvements lower homicide rate: study sees drop in assault rate. The Washington Post. 2002 Aug 12; Sect. A:2 (col.4). CD-ROM: Women and HIV/AIDS: Reproductive and Sexual Health [CD ROM], London: Reproductive Health Matters;2005. Artikel Jurnal di Internet: Griffith, AI. Cordinating Family and School: Mothering for Schooling, Education Policy Analysis Archives [Online]. 1997 Jan [Cited 1997 February12] ; 102 (3): [about 3 p.]. Available from: http://olam.ed.asu.edu/epaa/. Buku di Internet: Foley KM, Gelband H, editors. Improving palliative care for cancer [monograph on the internet]. Washington: National Academy Press; 2001 [cited 2002 Jul 9]. Available from: http://www.nap.edu/books/0309074029/html/. Situs Internet: Canadian Cancer Society [homepage on the internet]. Toronto: The Society; 2006 [update 2006 May 12; cited 2006 Oct 17]. Available from: http://www.cancer.ca/. 6. Naskah maksimal 20 halaman kuarto spasi ganda, ditulis dengan program komputer Microsoft Word, dalam softcopy dan 2 (dua) eksemplar copy dokumen tertulis. 7. Naskah dikirimkan kepada: Redaksi Jurnal „Forum Kesehatan‟, Perpusatakaan Gedung B Lantai 2 Politeknik Kesehatan Palangka Raya, Jalan George Obos No.32 Palangka Raya. Telp/Fax: 0536-3230730 Atau email :
[email protected]
UNIT PPM