Respons ketahanan beberapa klon kakao terhadap serangan hama penggerek buah kakao di wilayah Sulawesi Tengah Pelita Perkebunan 2009, 25(3), 161 —173
Respons Ketahanan Beberapa Klon Kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap Hama Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snell.) di Wilayah Sulawesi Tengah Field Resistance of Cocoa (Theobroma cacao L.) Clones to Cocoa Pod Borer Infestation in Central Sulawesi Agung Wahyu Susilo1*) , Woerjono Mangoendidjojo2) , Witjaksono2) Endang Sulistyowati1) , dan Surip Mawardi1) Ringkasan Seleksi klon kakao (Theobroma cacao L.) tahan hama penggerek buah kakao (PBK, Conopomorpha cramerella Snell.) telah dilakukan di wilayah Sulawesi Tengah melalui evaluasi respons ketahanan lapangan terhadap 25 klon materi percobaan. Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap dengan 4 blok, dan setiap plot ditanami 4–6 tanaman hasil perbanyakan sambung samping. Tanaman percobaan berumur 3 tahun setelah penyambungan atau masa pembuahan tahun pertama. Evaluasi ketahanan PBK dilakukan selama 14 bulan dengan interval waktu 2 minggu berdasarkan peubah persentase biji lengket, jumlah lubang masuk larva, dan jumlah lubang keluar larva. Di samping itu juga dilakukan pengamatan komponen dayahasil tanaman setiap interval waktu 1 bulan. Hasil percobaan menunjukkan terdapat variasi nyata respons ketahanan PBK antarklon-klon materi percobaan dengan kisaran nilai persentase biji lengket antara 35,78–91,72%. Berdasarkan analisis fastclus nilai komponen utama peubah persentase biji lengket, jumlah lubang keluar, dan nisbah jumlah lubang keluar terhadap lubang masuk larva maka respons ketahanan PBK klon-klon materi percobaan dikelompokkan atas kelompok tahan (3 klon), agak tahan (4 klon), agak rentan (11 klon), rentan (5 klon), dan sangat rentan (2 klon). KW 570 (ARDACIAR 10), KW 397 (Na 33), dan KW 566 (Paba/V/81L/1) termasuk kategori klon tahan selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai materi genetik perakitan bahan tanam tahan PBK. Klon-klon tahan tersebut menunjukkan potensi produksi lebih rendah dibandingkan klon-klon yang direkomendasikan untuk wilayah Sulawesi, yaitu KW 162 (PBC 123) dan KW 163 (BR 25). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa KW 516 (PABA/ VIII/78B/2) meskipun bersifat rentan PBK namun memiliki keunggulan potensi dayahasil yang tinggi.
Diterima (Received): 23 Juli (July) 2009. 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember 68118. 2) Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Jogjakarta 55281. *) Alamat Penulis (Corresponding author):
[email protected]
161
Susilo et al.
Summary Selection for resistance to cocoa pod borer (CPB, Conopomorpha cramerella Snell.) had been carried out in Central Sulawesi by assessing field resistant of 25 clones of cocoa (Theobroma cacao L.). Trial was established in randomized completely block design with 4 blocks where in each plot were grown 4–6 side-grafted plants. The observed trees were 3 years after grafting or the first year of harvesting period. Plant’s response to CPB were evaluated during 14 months of harvesting period fortnightly by recording percentage of infested beans, number of larvae entry holes, and number of larvae exit holes. Yield potency of the clones was evaluated by recording the number of pods per plant. The results indicated a significant variation for CPB resistance in which the percentage of infested bean vary in the range of 35.78–91.72%. Fastclus analysis for principal component of the percentage of infested beans, number of exit hole and the ratio between number of exit hole to number of entry hole has grouped the tested clones to resistant (3 clones), moderate resistant (4 clones), moderate susceptible (11 clones), susceptible (5 clones) and highly susceptible (2 clones). KW 570 (ARDACIAR 10), KW 397 (Na 33) and KW 566 (Paba/V/81L/1) are the selected resistant clones that can be executed for breeding materials. However the resistant clones performed lower number of yield compared to the recommended clones for Sulawesi i.e. KW 162 (PBC 123) dan KW 163 (BR 25). This results also explored the potency of KW 516 for high yielding beside its susceptibilty to CPB. Key words: Field selection, cocoa pod borer, Theobroma cacao L.
PENDAHULUAN Hama penggerek buah kakao (PBK, Conopomorpha cramerella Snell.) hingga saat ini masih menjadi masalah utama pada pertanaman kakao di Indonesia. PBK pertama kali ditemukan tahun 1860 di wilayah Sulawesi Utara kemudian menyebar ke wilayah Pulau Jawa awal tahun 1900-an (Wardoyo, 1980). Saat itu serangan PBK di wilayah Pulau Jawa menjadi penyebab utama penurunan produksi kakao sehingga sebagian besar tanaman kakao dikonversi dengan komoditas lain. Saat ini jumlah kehilangan hasil akibat PBK di Indonesia ditaksir mencapai 184.500 ton per tahun atau setara Rp3,69 triliun (Ditjenbun, 2008). Upaya
162
pengendalian PBK telah dilakukan melalui rekomendasi berbagai paket teknologi pengendalian seperti rampasan (Wardojo, 1980), pemanfaatan agens hayati Beauveria Bassiana dan Paceolomyces fumosoroseus (Junianto & Sulistyowati, 2000; Sulistyowati et al., 2002) namun aplikasi berbagai metode pengendalian tersebut belum mampu menekan tingkat serangan PBK secara maksimal. Dalam hal ini pemanfaatan bahan tanam tahan diharapkan dapat lebih efektif dan efisien serta bersifat ramah lingkungan untuk pengendalian PBK yang sekaligus sebagai upaya peningkatan produktivitas tanaman.
Respons ketahanan beberapa klon kakao terhadap serangan hama penggerek buah kakao di wilayah Sulawesi Tengah
Kendala yang dihadapi dalam program pemuliaan ketahanan PBK adalah keterbatasan sumber materi genetik sifat ketahanan PBK. Upaya mendapatkan materi genetik sifat ketahanan PBK ditempuh melalui pendekatan eksplorasi dan seleksi genotipe tahan di daerah endemik serangan dengan cara me-manfaatkan genotipegenotipe hasil proses rekombinasi persilangan yang jumlahnya berlimpah pada pertanaman kakao asal hibrida. Proses rekombinasi genetik tersebut berpeluang memunculkan genotipe yang bersifat tahan PBK. Strategi ini telah berhasil diterapkan untuk mendapatkan klon-klon tahan penyakit vascular-streak dieback (VSD, Oncobasidium theobromae Talbot & Keane) di Papua New Guinea melalui seleksi individu pada populasi Trinitario yang terinfeksi VSD secara alami (Tan, 1992) dan seleksi genotipe tahan penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phytophthora megakarya pada tanaman kerabat liar kakao di wilayah French Guiana (Paulin et al., 2008). Eksplorasi genotipe tahan PBK telah dilakukan di berbagai daerah endemik PBK di Indonesia dan diperoleh beberapa klon harapan tahan PBK (Susilo et al., 2004 & ACIAR, 2006). Klon-klon tersebut selanjutnya dimanfaatkan sebagai materi genetik dalam program pemuliaan ketahanan PBK. Seleksi genotipe tahan PBK dilakukan untuk mengetahui tingkat ketahanan klonklon hasil eksplorasi tersebut sebagai dasar pemanfaatannya dalam program pemuliaan. Seleksi dilakukan berdasarkan evaluasi respons ketahanan lapangan (field resistance) sebab hingga saat ini belum
tersedia metode infestasi PBK secara buatan. Evaluasi ketahanan lapangan telah berhasil diterapkan untuk identifikasi tingkat ketahanan PBK beberapa klon kakao di Sabah (Chong-Lay et al., 2006). Tulisan ini melaporkan hasil seleksi genotipe kakao tahan PBK melalui evaluasi ketahanan lapangan di wilayah Sulawesi Tengah. Hasil penelitian diulas berdasarkan variasi keragaan respons ketahanan PBK klon-klon materi percobaan serta keragaan prekositas produksi pada tahun pertama pembuahan sehingga dapat menjadi sumber informasi kriteria pemilihan materi genetik dalam program pemuliaan ketahanan PBK.
BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan (KP) Sidondo, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah, wilayah Kabupaten Sigi Biromaru, Propinsi Sulawesi Tengah (52 m dpl., 01006,713’ LS 119054, 685 BT). Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan bahwa wilayah Sulawesi merupakan daerah asal usul PBK dan hingga kini masih berstatus sebagai daerah endemik PBK, dan infestasi PBK di areal percobaan tergolong tinggi. Klon-klon materi percobaan sebagian besar merupakan genotipe-genotipe hasil eksplorasi dari berbagai daerah di Indonesia, antara lain ARDACIAR 10 (ACIAR, 2006) dan KW 514 (Susilo et al., 2004) masing-masing dilaporkan tahan PBK, dan KW 516 dan KW 564 yang dilaporkan rentan PBK (Susilo et al., 2004). Klon-klon tersebut digunakan sebagai kontrol ketahanan PBK. Selain itu guna mengetahui tingkat infestasi PBK
163
Susilo et al.
di lokasi percobaan maka dilakukan pemasangan perangkap imago jenis feromon seks (sex pheromone). Feromon seks tersebut diproduksi oleh Bio-Control Research Laboratories (BCRL), Pest Control India. Perangkap feromon seks dipasang di setiap penjuru arah mata angin (4 perangkap) pada interval waktu 2 minggu selama masa percobaan. Pengamatan jumlah imago tertangkap berdasarkan akumulasi hasil penangkapan keempat perangkap tersebut yang dilakukan selama satu malam. Materi percobaan adalah 25 klon kakao hasil eksplorasi dari berbagai daerah di Indonesia. Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap (randomized completely block design) dengan 4 blok, dan setiap plot ditanami 4–6 tanaman yang diperbanyak dengan teknik sambung samping. Evaluasi respons ketahanan PBK dilakukan saat tanaman umur 3 tahun sejak penyambungan atau tahun pertama masa tanaman berbuah. Respons ketahanan PBK dievaluasi selama kurun waktu 14 bulan masa tanaman berbuah pada interval waktu 2 minggu berdasarkan peubah persentase biji lengket, jumlah lubang masuk, dan jumlah lubang keluar yang merujuk metode pengamatan pada publikasi sebelumnya (Susilo, 2005). Sampel pengamatan adalah buah kakao kondisi masak yang diambil dari setiap plot percobaan. Selain itu dilakukan evaluasi keragaan dayahasil tanaman berdasarkan peubah jumlah buah, jumlah biji per buah, dan berat per biji kering. Jumlah buah dihitung per pohon pada interval waktu 1 bulan.
164
Analisis data percobaan berdasarkan analisis ragam dan analisis komponen utama menggunakan program statistical analysis system (SAS) versi 9.1. (SAS, 2004). Selanjutnya dilakukan analisis fastclus terhadap nilai komponen utama untuk pengelompokan kelas ketahanan PBK klon-klon materi percobaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas serangan PBK Pengamatan imago tertangkap bertujuan menduga tingkat populasi PBK di lokasi percobaan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa populasi imago PBK berfluktuasi antarwaktu pengamatan (Gambar 1A). Fluktuasi populasi imago tersebut tidak berpengaruh terhadap tingkat ketahanan tanaman sebab nilai persentase biji lengket KW 516 (rentan) selalu lebih tinggi dibandingkan ARDACIAR 10 (tahan) (Gambar 1B). Meskipun terjadi fluktuasi namun infestasi PBK di lokasi percobaan terjadi secara maksimal ditunjukkan oleh persentase biji lengket KW 516 yang selalu lebih tinggi dibandingkan rerata percobaan dengan nilai yang mendekati angka maksimal. Tingkat kerusakan akibat PBK tampak dipengaruhi oleh kondisi populasi PBK pada periode 2–3 bulan sebelum panen atau saat terjadi proses infestasi. Dalam hal ini ditunjukkan oleh rerata persentase biji lengket pada periode September s.d. Desember 2008 yang rendah disebabkan populasi imago pada periode Juni s.d. September 2008 relatif rendah (Gambar 1B). Informasi ini
Respons ketahanan beberapa klon kakao terhadap serangan hama penggerek buah kakao di wilayah Sulawesi Tengah
Jumlah imago tertangkap (Number of the trapped imagoes )
12
A 10 8 6 4 2
9
09 Fe b'
n '0 Ja
'0 8
li'0 8 Ag st '0 8 Se pt '0 8 Ok t'0 8 No p '0 8 De s '0 8
Ju
ni Ju
8 rl'0
M
Ap
ei '08
8
8
rt' 0 M
Fe b '0
Ja n '0
8
0
Bulan pengamatan (Month of observation ) Jumlah imago (Number of imagoes)
Rerata (mean)
Persentase biji lengket (Percentage of the infested beans )
120
B 100
80
60
40
20
0 n Ja
8 '0
8 8 8 8 8 8 8 08 09 08 08 08 09 '0 '0 '0 '0 '0 '0 li'0 n' p' rl' b' b' rt' ni ei st kt pt es M Ju O M Ja Fe Fe Ap D Ju No Ag Se Bulan pengamatan (Month of observation )
KW 516
ARDACIAR10
Rerata percobaan (mean of trial)
Gambar 1. Dinamika jumlah imago tertangkap selama kurun waktu percobaan (A) dan perbandingan dinamika intensitas serangan PBK (B) antara klon tahan (ARDACIAR 10) dan klon rentan (KW 516). Figure 1.
Dynamic of trapped imagoes during the period of evaluation (A), and the dynamic comparison of CPB infestation (B) between the resistant clone of ARDACIAR 10 and the susceptible clone of KW 516 during period of evaluation.
165
Susilo et al.
sebagai gambaran bahwa dinamika populasi PBK di lapangan berpengaruh terhadap tingkat serangan PBK. Selama masa percobaan telah diamati sebanyak 4.559 sampel buah dengan jumlah yang bervariasi antar klon pada kisaran 51–363 buah per klon. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis klon berpengaruh nyata terhadap peubah respons ketahanan PBK pada tingkat kepercayaan 95%. Perbedaan nilai tengah antarklon peubah persentase biji lengket sebagai cerminan ekspresi variasi ketahanan PBK klon-klon materi percobaan (Tabel 1). Variasi persentase biji lengket berkisar antara 35,78–91,72% (rerata 62,42%), dan ARDACIAR 10 sebagai kontrol klon tahan menunjukkan nilai yang terendah sebesar 35,78%, sedangkan KW 516 dan KW 564 yang bersifat rentan menunjukkan nilai yang tertinggi, masing-masing sebesar 83,19% dan 91,72%.
Respons ketahanan PBK Gambar 2 menunjukkan hasil pengelompokan ketahanan PBK klon-klon materi percobaan berdasarkan analisis fastclus nilai komponen utama peubah persentase biji lengket, jumlah lubang keluar, dan nisbah jumlah lubang keluar terhadap jumlah lubang masuk larva. Berdasarkan tampilan biplot tersebut maka respons ketahanan PBK klon-klon materi percobaan diklasifikasikan atas kelompok tahan (3 klon), agak tahan (4 klon), agak rentan (11 klon), rentan (5 klon), dan sangat rentan (2 klon). Klon-klon yang termasuk kategori tahan adalah KW 570
166
(ARDACIAR 10), KW 397 (Na 33), dan KW 566 (Paba/V/81L/1) dengan nilai persentase biji lengket berkisar antara 35,78–42,12%. Hasil percobaan ini menunjukkan terjadi peningkatan nilai persentase biji lengket klon-klon tahan dibandingkan hasil penelitian sebelumnya. ARDACIAR 10 di Sulawesi Tenggara dilaporkan menghasilkan persentase biji lengket 12,93% (ACIAR, 2006), dan KW 566 (Paba/V/81L/1) di Sumatera Utara menghasilkan biji lengket 19,36% (Susilo et al., 2004), sedangkan KW 514 (Paba/ I/Pbrk) yang telah dilaporkan bersifat tahan (Susilo et al., 2004) ternyata menunjukkan penurunan tingkat ketahanan. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa tingkat infestasi PBK di lokasi percobaan relatif lebih tinggi dibandingkan lokasi lain sebagai indikasi adanya fenomena interaksi genotipe dan lingkungan terhadap ekspresi ketahanan PBK. Fenomena ini dapat dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik di lingkungan percobaan sehingga berpengaruh terhadap ekspresi ketahanan tanaman. Perbedaan tingkat infestasi PBK tersebut diduga tidak dipengaruhi oleh perbedaan genetik PBK sebab telah dilaporkan bahwa keragaman genetik C. cramerella di wilayah Kepulauan Nusantara (Malay Archipelago) termasuk rendah (Shapiro et al., 2008). Egesi et al. (2009) telah mengungkap fenomena interaksi genotipe dan lingkungan dalam ketahanan tanaman yams (Dioscorea spp.) terhadap antraknosa (Colletotrichum gloeosporoides) dan penyakit virus di wilayah Nigeria, Afrika Barat. Dilaporkan bahwa meskipun faktor genotipe tanaman memiliki kontribusi besar terhadap ekspresi
Respons ketahanan beberapa klon kakao terhadap serangan hama penggerek buah kakao di wilayah Sulawesi Tengah
Komponen utama 2 (Principal component 2 )
3 D S
2
Agak rentan (Moderately susceptible ) Agak tahan (Moderately resistant )
B
G A
1 W
N
J U
L
T
Sangat rentan (Highly susceptible )
H
X
V
Rentan (Susceptible )
M
Tahan (Resistant )
K
C
Y
0
-1
Q
F
P O I
-2
R E
-3 -30
-20
-10
0
10
20
30
40
Komponen utama 1 (Principal component 1 )
Keterangan (Note) A = KW 264, B = KW 265, C = KW 162, D = KW 163, E = KW 165, F = KW 571, G = KW 524, H = KW 525, I = KW 527, J = KW 570, K = KW 516, L = KW 30, M = KW 216, N = KW 396, O = KW 397, P = KW 529, Q = KW 528, R = KW 403, S = KW 422, T = KW 48, U = KW 566, V = KW 564, W = KW 572, X = KW 215, Y = KW 514.
Gambar 2.
Biplot komponen utama pengelompokan kelas ketahanan PBK berdasarkan analisis fastclus terhadap klon-klon materi percobaan hasil pengujian di Sulawesi Tengah.
Figure 2.
Biplot graphic of principal component for resistance grouping using fastclus analysis on cocoa clones were tested in Central Sulawesi.
ketahanan tanaman namun adanya pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan menyebabkan peringkat ketahanan tersebut dapat berubah antarlingkungan tumbuh. Proses eksplorasi genotipe tahan PBK belum menunjukkan efektivitas yang tinggi sebab hasil seleksi ini hanya mendapatkan 3 klon tahan di antara 25 klon yang dikoleksi berdasarkan sifat ketahanan PBK. Efektivitas seleksi ini lebih tinggi dibandingkan percobaan serupa di Sulawesi Tenggara yang mendapatkan 1 klon tahan di antara 20 klon kakao yang diduga tahan
PBK (ACIAR, 2006). Meskipun demikian kegiatan seleksi ini termasuk proses rintisan dalam upaya mendapatkan materi genetik sifat ketahanan PBK di Indonesia. Oleh karena itu perlu upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses seleksi melalui pemanfaatan kriteria seleksi yang tepat. Kriteria seleksi berdasarkan tingkat infestasi PBK pada buah masih dapat menyebabkan bias penilaian ketahanan tanaman sebab terjadi kemungkinan tanaman terhindar dari infestasi PBK (escape). Hasil karakterisasi buah kakao
167
Susilo et al.
Tabel 1. Rerata persentase biji lengket, dayahasil, nilai buah, dan berat biji pada tahun pertama tanaman berbuah klonklon materi percobaan hasil pengujian di Sulawesi Tengah Table 1.
Mean of percentage the infested beans, the potency of yield, pod index and dry weight bean at first year harvesting period of cocoa clones which were tested in Central Sulawesi
Nomer aksesi Accession number
Klon Clone
Persentase biji lengket, % Percentage of the infested beans, %
Dayahasil, kg/ph Yield, kg/plant
Nilai buah Pod index
Berat per biji kering, g Dry weight bean, g
KW 264
KPC 1
64.26 cdef
0.42 e
26.23 ef
0.98 abc
KW 265
KPC 2
76.95 abc
1.05 cde
46.50 a
0.67 defg
KW 162
PBC 123
72.97 bc
3.25 b
36.09 abcde
0.78 cdefg
KW 163
BR 25
66.16 bcde
3.32 b
31.49 def
0.96
KW 165
Bal 209
69.45 bcd
1.85 bcde
34.28 bcdef
0.84 bcde
KW 571
ARDACIAR 25
63.01 cdef
2.49 bcd
44.64 ab
0.63 fg
KW 524
Toli-toli
60.92 cdef
1.64 bcde
28.28 ef
1.01 ab
KW 525
Nob 1
67.74 bcde
1.90 bcde
31.12 def
0.98 abc
KW 527
Nob 3
66.50 bcde
2.57 bc
29.30 ef
0.83 bcde
KW 570
ARDACIAR 10
35.78 h
1.77 bcde
29.65 ef
0.78 cdefg
KW 516
Paba/VIII/78B/2
83.19 ab
5.63 a
23.56 f
1.03 ab
KW 30
ICCRI 03
48.37 fgh
2.46 bcd
45.48 a
0.65 efg
KW 216
Pengawu
62.95 cdef
2.65 bc
25.55 ef
0.95 abc
KW 396
Na 32
62.43 cdef
1.37 cde
46.44 a
0.59 g
KW 397
Na 33
40.29 gh
1.84 bcde
44.14 ab
0.58 g
KW 529
HF 3
65.20 cdef
1.82 bcde
32.50 cdef
0.84 bcde
KW 528
HF 2
64.74 cdef
0.81 de
23.91 f
1.09 a
KW 403
Pound 7
69.07 bcd
1.82 bcde
40.56 abcd
0.96 abc
KW 422
KKM 22
51.01 efgh
0.81 cde
30.38 def
0.91 abc
KW 48
ICCRI 04
75.50 bc
3.31 b
42.28 abc
0.61 fg
KW 566
Paba/V/81L/1
42.12 gh
1.11 cde
27.98 ef
0.87 bcd
KW 564
Paba/IX/90O/2
91.72 a
1.12 cde
24.01 f
1.09 a
KW 572
ARDACIAR 26
44.62 gh
1.02 cde
44.64 ab
0.65 efg
KW 215
Sausu Piore
62.02 cdef
1.36 cde
29.51 ef
0.83 bcde
KW 514
Paba/I/Pbrk
53.41 defg
1.62 bcde
28.72 ef
0.80 cdef
abc
Keterangan (Note) : 1) Angka dalam kolom yang sama diikuti dengan huruf sama tidak berbeda berdasarkan uji jarak berganda Duncan =5% (Number in the same column with same letter indicate not significantly different by Duncan multiple range test at =5%).
ditemukan adanya perbedaan kepadatan trikoma, jumlah granula tanin yang terdistribusi pada lapisan mesokarp, dan lignifikasi lapisan sklerotik kulit buah kakao antarklon kakao yang menunjukkan
168
perbedaan karakteristik respons ketahanan PBK sehingga karakteristik buah tersebut dapat dikembangkan sebagai kriteria seleksi ketahanan PBK (Susilo et al., 2007) dan terungkap bahwa perkembangan umur buah
Respons ketahanan beberapa klon kakao terhadap serangan hama penggerek buah kakao di wilayah Sulawesi Tengah
berpengaruh terhadap karakteristik penanda ketahanan PBK tersebut (Susilo et al., 2009). Klon-klon terseleksi tahan PBK tersebut yang akan digunakan sebagai sumber materi genetik dalam pemuliaan ketahanan PBK. Klon-klon yang termasuk kelompok agak tahan, yaitu KW 514 (Paba/ I/Pbrk), KW 30 (ICCRI 03), KW 422 (KKM 22), dan KW 572 (ARDACIAR 26) bersama dengan klon-klon tahan dapat direkomendasikan sebagai bahan tanam anjuran apabila memenuhi kriteria bahan tanam unggul kakao. ICCRI 03 telah dirilis sebagai klon anjuran berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 530/Kpts/SR.120/9/2006 dengan spesifikasi keunggulan sifat dayahasil, mutu hasil, dan ketahanan terhadap penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora). Selain itu ICCRI 03 bersifat agak tahan terhadap penyakit VSD sehingga keunggulan sifat-sifat yang dimilikinya relatif ideal sebagai bahan tanam kakao. Oleh kerena itu pemanfaatan klonklon materi percobaan tersebut tidak hanya berdasarkan sifat ketahanan PBK saja namun perlu proses evaluasi terhadap keunggulan sifat-sifat penting lainnya sehingga klon-klon tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dalam program pemuliaan.
Keragaan dayahasil tanaman Hasil evaluasi peubah dayahasil dan mutu hasil tanaman terdapat variasi nyata nilai peubah tersebut antarklon-klon materi percobaan (Tabel 1). Analisis ragam peubah produksi tanaman menghasilkan
nilai koefisien keragaman yang tinggi disebabkan keragaan tanaman percobaan di lapangan yang beragam. Keragaman tanaman percobaan tersebut diakibatkan oleh adanya keragaman genotipe batang bawah untuk penyambungan sebab bahan tanamnya jenis hibrida. Joe-Phang (2004) melaporkan terdapat perbedaan dayadukung antarfamili batang bawah kakao terhadap kegigasan pertumbuhan batang atas sehingga berpengaruh terhadap tingkat produksi klon-klon batang atas namun tidak berpengaruh terhadap keragaan jumlah biji per buah dan berat biji. Prawoto et al. (1990) juga melaporkan bahwa jenis batang bawah kakao tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil klonklon batang atas. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa peubah indeks buah dan berat biji kering memiliki koefisien keragaman yang relatif rendah sehingga memperkuat laporan tersebut bahwa keragaman genotipe batang bawah tidak mempengaruhi keragaan kualitas hasil klon-klon batang atas. Data produksi tersebut sebagai cerminan prekositas produksi klon-klon materi percobaan sebab data ini merupakan hasil evaluasi tahun pertama tanaman berbuah. Apabila data produksi tersebut (Tabel 1) dikonversi dalam satuan hektar dengan asumsi populasi tanaman 1.000 pohon maka hanya terdapat beberapa klon saja yang memiliki potensi produksi tinggi, yakni > 3 ton/ha seperti KW 516 (Paba/ VIII/78B/2), KW 48 (ICCRI 04), KW 162 (PBC 123), dan KW 163 (BR 25) (Gambar 3). Klon-klon tersebut sebagian merupakan klon-klon anjuran yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian, seperti
169
Susilo et al.
KW 514
Agak tahan (Moderate resistant )
KW 215
Agak rentan (Moderate susceptible ) Agak tahan (Moderate resistant )
KW 572 KW 564
Sangat rentan (Highly susceptible )
KW 566
Tahan (Resistant )
KW 48
Rentan (Susceptible ) Agak tahan (Moderate resistant )
KW 422 KW 403
Rentan (Susceptible )
KW 528
Agak rentan (Moderate susceptible )
KW 529
Agak rentan (Moderate susceptible )
KW 397
Tahan (Resistant ) Agak rentan (Moderate susceptible )
KW 396 KW 216
Agak rentan (Moderate susceptible )
KW 30
Agak tahan (Moderate resistant )
Sangat rentan (Highly susceptible )
KW 516 KW 570
Tahan (Resistant )
KW 527
Agak rentan (Moderate susceptible ) Agak rentan (Moderate susceptible )
KW 525 KW 524
Agak rentan (Moderate susceptible )
KW 571
Agak rentan (Moderate susceptible )
KW 165
Rentan (Susceptible )
KW 163
Agak rentan (Moderate susceptible )
KW 162
Rentan (Susceptible )
KW 265
Rentan (Susceptible ) Agak rentan (Moderate susceptible )
KW 264
0
1000
2000 Dayahasil (kg/ha) Yield, kg/ha
3000
4000
5000
6000
Dayahasil bila terserang PBK (kg/ha) Yield under CPB attack, kg/ha
Gambar 3. Perbandingan dayahasil (kg/ha) klon-klon materi percobaan yang menunjukkan perbedaan respons ketahanan PBK hasil pengujian di Sulawesi Tengah. Figure 3.
Comparison of yield potential (kg/ha) among cocoa clones tested in Central Sulawesi regarding to their CPB resistance.
KW 48 dilepas dengan nama ICCRI 041) , KW 162 (PBC 123) dilepas dengan nama Sulawesi 12), dan KW 163 (BR 25) dilepas dengan nama Sulawesi 23). Sulawesi 1 dan Sulawesi 2 tersebut telah menunjukkan
adaptasi yang baik pada kondisi agroklimat Sulawesi, dan saat ini pemanfaatannya telah meluas di daerah-daerah sentra produksi kakao di Sulawesi yang digunakan oleh petani untuk rehabilitasi tanaman dengan
1)
Surat Keputusan Menteri Pertanian No.529/Kpts /SR.120/9/2006
2)
Surat Keputusan Menteri Pertanian No.1694/Kpts/SR.120 /12/2008
3)
Surat Keputusan Menteri Pertanian No.1695/Kpts/SR.120/12/2008
170
Respons ketahanan beberapa klon kakao terhadap serangan hama penggerek buah kakao di wilayah Sulawesi Tengah
teknik sambung samping (Susilo & Suhendi, 2006). Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa KW 516 (Paba/VIII/ 78B/2) merupakan klon harapan yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi agroklimat Sulawesi karena memiliki prekositas produksi lebih tinggi dibandingkan Sulawesi 1 dan Sulawesi 2, selain juga memiliki keunggulan mutu fisik biji, yaitu berat biji kering >1 g. Klon-klon terseleksi bersifat tahan dan agak tahan PBK memiliki dayahasil lebih rendah dibandingkan klon-klon unggul. Klon-klon tersebut akan memiliki keunggulan dayahasil apabila penanamannya dilakukan di daerah endemik PBK karena mampu menekan tingkat kehilangan hasil akibat PBK. Hasil konversi data produksi terhadap persentase kehilangan hasil (persentase biji lengket) menunjukkan bahwa klon-klon tahan dan agak tahan memiliki dayahasil lebih tinggi dibandingkan klon-klon unggul, khususnya Sulawesi 1 (KW 162) meskipun dayahasil tersebut hanya mencapai sekitar 1.000 kg/ ha (Gambar 3). Meskipun demikian keragaan dayahasil tersebut masih perlu dievaluasi hingga masa TM4 (masa produksi tahun ke-4) guna mengetahui stabilitas keragaan dayahasil tersebut. Hasil evaluasi stabilitas dayahasil akan menentukan tingkat produksi klon-klon materi percobaan sehingga diketahui ambang batas ekonomi dalam kondisi terserang PBK untuk menentukan jenis klon yang bersifat toleran PBK. Klon-klon yang memiliki dayahasil tinggi meskipun bersifat rentan PBK mungkin dapat bersifat toleran terhadap PBK.
KESIMPULAN 1. Klon-klon materi percobaan menunjukkan variasi nyata respons ketahanan PBK berdasarkan peubah persentase biji lengket. Nilai persentase biji lengket pada ARDACIAR 10 sebagai kontrol klon tahan menunjukkan nilai yang terendah, sedangkan KW 516 dan KW 564 sebagai kontrol klon rentan menunjukkan nilai yang tertinggi. Meskipun terdapat fluktuasi populasi imago PBK selama kurun waktu percobaan. 2. Analisis fastclus nilai komponen utama peubah persentase biji lengket, jumlah cabang keluar, dan nisbah, jumlah lubang keluar terhadap jumlah lubang masuk larva mengelompokkan klon-klon materi percobaan dalam 5 kelas ketahanan PBK, yaitu tahan (3 klon), agak tahan (4 klon), agak rentan (11 klon), rentan (5 klon), dan sangat rentan (2 klon). Berdasarkan pengelompokkan tersebut KW 570 (ARDACIAR 10), KW 397 (Na 33), dan KW 566 (Paba/ V/81L/1) termasuk kelompok tahan, sedangkan KW 30 (ICCRI 03), KW 422 (KKM 22), KW 572 (ARDACIAR 26), dan KW 514 (Paba/I/Pbrk) termasuk kelompok agak tahan. Klon-klon tahan tersebut merupakan sumber materi genetik perakitan bahan tanam tahan PBK.
3. Hasil evaluasi dayahasil tanaman menunjukkan bahwa klon-klon terseleksi tahan PBK memiliki prekositas produksi lebih rendah dibandingkan dibandingkan klon-klon unggul lokal. KW 516
171
Susilo et al.
(PABA/VII/78B/2) meskipun bersifat rentan PBK namun memiliki potensi keunggulan dayahasil sebab menunjukkan keragaan dayahasil tertinggi dan memiliki berat biji kering > 1 g.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Direktur Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) atas ijin publikasi naskah ini, dan Kepala BPTP Sulawesi Tengah atas ijin penggunaan fasilitas KP Sidondo untuk pelaksanaan penelitian. Terima kasih juga disampaikan kepada kepala KP Sidondo; I Ketut Suwitra, S. St. Pi., teknisi BPTP Sulawesi Tengah; Nurlia dan teknisi Puslitkoka; Ir. Sobadi dan Sukarmin atas bantuan teknis selama pelaksanaan penelitian di KP Sidondo, BPTP Sulawesi Tengah.
DAFTAR PUSTAKA ACIAR (2006). Selection for improved quality and resistance of Phytophthora pod rot, cocoa pod borer, and vascular streak dieback in cocoa in Indonesia. Annual report PHT/2000/102. Chong-Lay; T,Y. Joe-Pang & Cheng-Tuck Ho (2006). Variation of the response of clonal cocoa to attack by cocoa pod borer Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracilla-riidae) in Sabah. Crop Protection, 25, 712— 717. Ditjenbun (2008). Pedoman Umum Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional 2009-2011. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. 53 hlm.
172
Egesi, C.N.; T.J. Onyeka & R. Asiedu (2009). Environmental stability of resistance to anthracnose and virus diseases of water yam (Dioscorea alata). African Journal of Agricultural Research, 4, 113—118. Joe-Pang, T. Y. (2004). Rootstock effect on cocoa in Sabah, Malaysia. Expl. Agric., 40, 445—452. Junianto, Y.D. & E. Sulistyowati (2000). Produksi dan Aplikasi jamur Beauveria bassiana (Deuteromycotina, Hyphomycetes) untuk Pengendalian Penghisap Buah Kakao (Helopeltis spp.) dan Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella). Simposium Kakao 2000, Surabaya; 2627 September 2000. Paulin, D.; M. Ducamp & P. Lachenaud (2008). New source of resistance to Phytophthora megakarya identified in wild cocoa tree populations of French Guiana. Crop Protection, 27, 1143— 1147. Prawoto, A.; Soerodikoesoemo W.; Soemartono & Hartiko H. (1990). Kajian okulasi pada tanaman kakao (Theobroma cacao L,) IV. Pengaruh batang bawah terhadap dayahasil batang atas. Pelita Perkebunan, 6, 13—20. SAS. (2004). SAS Version 9.1.3: SAS/STAT Software: changes and enhancement through Release 9.1.3. SAS Institute Inc., Cary, NC. Sulistyowati, E.;Y.D. Yunianto; Sri Sukamto; S. Wiryadiputra; L. Winarto & N. Primawati (2002). Analisis status dan sintesis penelitian dan pengembangan PHT. Kasus komoditi kakao. Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyat. Bogor, 17-18 September 2002. 23p.
Respons ketahanan beberapa klon kakao terhadap serangan hama penggerek buah kakao di wilayah Sulawesi Tengah
Susilo, A.W.; E. Sulistyowati & E. Mufrihati (2004). Eksplorasi genotipe kakao tahan hama penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella Snell.). Pelita Perkebunan, 20, 1—12. Susilo, A.W. (2005). Relationship between the characteristics of sclerotic layer of cocoa pods and their resistance to cocoa pod borer. p. 176—184. In: Proc. 4th Malaysian Int. Cocoa Conf. Malaysian Cocoa Board (MCB), Kuala Lumpur. Susilo, A.W. & D. Suhendi (2006). Identifikasi penyebaran klon kakao asal Malaysia di wilayah Sulawesi. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 22, 20—27. Susilo, A.W.; W. Mangoendidjojo & Witjaksono (2007). Hubungan karakteristik jaringan kulit buah beberapa klon kakao (Theobroma cacao L.) dengan sifat ketahanan terhadap hama penggerek buah kakao. Pelita Perkebunan, 23, 159—175.
Shapiro, L.H.; S.J. Scheffer; N. Maisin; S. Lambert; H. Purung; E. Sulistyowati; F.E. Vega; P. Gende; S. Laup; A. Rosmana; S. Sjam; P.K. Hebbar (2008). Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Graci-lariidae) in the Malay Archepelago: Genetic signature of a bottlenecked population?. Annals of the Entomological Society of America, 101, 930—938. Tan, G.Y. (1992). Cocoa breeding in papua New Guinea and its relevance to pest and disease control. p. 117—128. In: P.J. Keane & C.A.J. Putter (Eds.). Cocoa pest and diseases management in Southeast Asia and Australasia. FAO, Rome. Wardojo, S. (1980). The cocoa pod borer-A major hindrance to cocoa development. Indonesian Agric. Research and Development J., 2, 1—4. **********
Susilo, A.W.; W. Mangoendidjojo, Witjaksono & S. Mawardi (2009). Pengaruh perkembangan umur buah terhadap keragaan karakteristik sifat ketahanan hama penggerek buah kakao pada beberapa klon kakao (Theobroma cacao L.). Pelita Perkebunan, 25, 1—11.
173