PELESTARIAN, PEMANFAATAN SUMBERDAYA GENETIKA MIMI RANTI (Carcinosscorpius rotundicauda, L) DAN MIMI BULAN (Tachypleus gigas, M). MISWAR BUDI MULYA Program Studi Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Mimi atau blangkas merupakan salah satu sumberdaya genetika yang dii lindungi (SK Menteri Kehutanan No. 12/ KPS -II/ 1987). Namun dengan meningkatnya perkembangan industri dan pemanfatan (penengkapan) telah menyebabkan populasi berkurang bahkan pada tempat-tempat tertentu hewan ini sudah sulit ditemukan (hampir tidak ada) Ini merupakan biota laut yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri, karena esktrak plasma darahnya (haemocyte lysate) banyak digunakan dalam study biomedis, dan lingkungan. Di luar negeri terutama di Amerika serikat, Cina dan Jepang ekstrak darag ini digunakan sebagai bahan pengujian endotoksin serta untuk mendioknosa penyakit meningitis dan gonorhoe (Rudeloe dalam Fachrul, 1989). Selain itu ekstrak darah mimi memiliki sistem pengendapan purifikasi terhadap darah yang mengandung indotoksin. Di bIndonesia, mimi belum dimanfatkan dengan maksimal dam masih merupoakan hasil tanggapan ikutan, sedangkan pada beberapa daerah telurnya dimanfatkan sebagai (Eidman et al., 1992). Sampai saat ini masih terdapat 4 spesies mimi dari 3 general yang hidup dialam yaitu :limulus poliphemus, tachypleus , gigas, tachypleus tridentantus dan Carcinoscorpius rotundicauda. Tiga spesies yang disebut terakhir ini juga didapat di perairan Indonesia (Segiguchi, 1988). Melihat kondisinya saat ini serta prospek pemanfaatannya sebagai bahan baku industri farmasi, dip[erkirakan di masa mendatang populasinya akan terus berkurang. Berdasarkan hal tersebut perlu di upaya pelestariannya baik melalui usah pembenihan dan restocking. II. KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI Mimi ranti dan mimi bulan termasuk hewan perairan yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Merostoma Ordo : Xiphosurida Famili : Limulidae Genus1 : Tachypleus Spesies : Tachypleus gigas (Mimi bulan) Genus2 : Carcinoscorpius Spesies : Corcinoscorpius rotundicauda (Mimi ranti) Sumber : Eidman, et al,. (1992) Mimi mempunyai bentuk tuhuh yang cembung, karapas berbentuk sepatu kuda yang tertutup cephalotorax, sehingga orang Amerika menyebutnya “Horseshoe Crab” (kepiting tapal kaki kuda) dan orang iggeris menyebutnya “King Crab” (kepitinh raja). Pada bagian karapas terdapat sepasang mata majemuk dan sepasang mata sederhana. Pada sisi bawah cephalothorax terdapat enam pasang apendiks dimana apendiks pertama disebut chilecera dan apendiks kedua pedipalpi
© 2004 Digitized by USU digital library
1
(Barnes, 1963). Hal ini dipertegas oleh Yamasaki, et al (1988) yang menyatakan tubuh mimi terdiri dari cepalothorax (prosoma) dan abdomen (ophistoma). Pada prosoma terdapat prosoma terdiri dari cepalothorax (prosoma) dan (abdomen (ophistoma). Pada prosoma terdapat 7 pasang apendiks 1 disebut chelicera yang berfungsi membawa makanan kemulut dan apendiks 11-V1 disebut kaki jalan sedangkan apendiks V11 dinamakan chilari (apendiks abdominal 1). Apendiks bagian posterior terdiri dari 5 pasang yang berfungsi sebagai insang, berbentuk sirip dan selaput. Inang pada mimi disebut insang buku (book gill) dan setiap insang terdiri dari 150 lamella. Mimi ranti (Carcinocorpius rotundicauda) merupakan spesies yang mempunyai ukuran yang paling kecil diantara semua jenis mimi. Adapun ciri-ciri mimi adalah sebagai berikut: prosoma lebih besar, daerah ventral sufrontal dengan sebuah duri yang relatif pendek, karapas opisthosoma memiliki permukaan yang halus dengan duri – duri tersebar didaerah cardiac. Bagian sudut anal halus, bagian telson anterior bergerigi, duri marginal ke-2 dan 3 merupakan duri yang terpanjang danduri ke-4 dan 6 lebih pendek (Yamasaki, 1988). Adapun perbedaan mimi ranti jantan dan betina ditandai dengan: - ukuran betina lebih besar dari jantan - mata majemuk jantan leratif lebih besar - duri marginal ke-4 sampai ke-6 pada hewan betina mengalami degenerasi atau semakin memendek - ukuran papilla pada lubang genital betina lebih besar - pedipalpi (kaki jalan) hewan jantan berupa capit yang ujungnya bengkok berkait, sedang yang betina berbentuk capit biasa (Bowman dalan Sekiguchi, 1988) - hewan jantan mempunyai rambut – rambut pada kaki jalan 1 dan 11 (Shuster, 1982). Sedangkan mimi bulan jantan dan betina dapat dibedakan dari pedipalpinya. Pada mimi jantan dedipalpi seperti jepitan yang ujungnya bengkok berkait dan berfungsi sebagai alat untuk mencekeram tubuh mimi betina pada waktu berpasangan, sedangkan pedipalpi betina berbentuk jepitan biasa dan ukurannya lebih kecil (Sekiguchi, 1988). Selanjutnya dilaporkan bahwa bagian dorsal mesosoma terdiri dari 6 pasang segmen yang tertutup oleh karapas. Bentuk pinggir kiri dan kanan karapas adalah bergerigi dan diantara gerigi tersebut terdapat duri marginal (marginal spine) yang dapat digerakkan. Duri marginal ini juga dapat digunakan untuk membedakan jenis kelaminnya, dimana pada mimi 3 buah duri marginal pertama berukuran panjang dan tiga buah lagi berukuran pendek (Nikolski, 1963 dalam Chatterji dan parukuler, 1992). III. PENYEBARAN DAN HABITAT Di Indonesia jenis mimimyang ditemukan adalah Tachypleus gigas, Tachypleus tridentatus dan Carcinoscorpius rotundicauda ( Sekiguchi dan Nakamura, 1979). Sedangkan Sekiguchi (1988) menyatakan mimi jenis T. gigas banyak dijumpai diperairan estuaria hampir merata diseluruh perairan Indonesia. Mimi merupakan hewan yang hidup didasar perairan berpasir dan berlumpur. Hewan ini sering menggali substrat dengan ujung depan karapasnya, berjalan dengan kaki jalannya dan kadang – kadang berenang dengan menggunakan insang dayungnya (Grzimek, 1979 dalam Purnomo, 1992). Selanjutnya Ville, et al. (1979) menyebutkan mimi bukan hewan berbahaya, dapat menyerap, mengubur diri pada pasir diperairan dangkal dan beberapa individu berenang naik turun dengan menggunakan insang sebagai pendayung. Semua hewan laut yang berukuran kecil dapat menjadi makanannya seperti cacing, krustasea yang umumnya ditemukan didalam pasir atau lumpur (Cousteau,
© 2004 Digitized by USU digital library
2
1975). Makanan tersebut didapat dengan cara mengaduk pasir dan lumpur dengan bantuan ekornya (telson) yang runcing dan karapasnya yang keras. Oleh sebab itu mimi digolongkan kedalam hewan omnivora (pemakan segala) dan scavenjer (pemakan bangkai) (Villee et a., 1973). IV. PERRODUKSI 4.1 Perkembangan Gonad Gonad mimi jantan terletak di dekat permukaan dorsal prosoma sedangkan telur dijumpai dalam ovarium. Apabila telur betina sudah matang maka akan terlihat pada saluran genital. Di dalam proses rproduksi, sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme digunakan untuk perkembangna gonad. Berat gonat bertsmbah sejalan dengan meningkatnya diameter telur, dan berat maksimum dicapai saat akan pemijahan berlangsung sampai selesai (Effendie, 1979). Selanjutnya Elliot dalam Hardjamulia (1988) menyatakan bahwa pertumbuhan gonad terjadi jika terdapat kelebihan energi untuk pemeliharaan tubuh, sedangkan kekurangan energi dapat menyebabkan telur mengalami atresia. Seluruh spesies mimi mempunyai sepasang lubang pengeluaran telur (genital pore) pada genital papilla atau dipermukaan posterior genital operculum. Sepasang saluran pengeluaran telur utama (oviduct) dijumpai menuju ke arah genital operculum dan ke dalam prosonoma. Saluran pengeluaran telur utama tersebut terbagi menjadi dua cabang utama (Yamasaki., 1988). Pada gambar berikut dapat dilihat posisi organ reproduksi mimi bulan betina
Gambar 1. Posisi organ reproduksi mimi bulan (Tachypleus gigas) (Yamasaki et al., 1988 dalam Eidman. Et al., 1992)
© 2004 Digitized by USU digital library
3
Keterangan: aob= cabang saluran telur anterior lob = cabang saluran telur lateral aon= jaringan saluran telur anterior lon = jaringan saluran telur lateral gp = papila genital mod = saluran telur utama in = usus on = jaringan ovari pv = proventiculus
Yamasaki, et al (1988) membagi tingkat kematangan gonad mimi dalam 4 tahap yaitu: ovari sebelum dewasa, ovari dewasa muda, ovari dewasa dan ovari matang (mature). Selanjutnya Purnomo (1992) melaporkan, tingkat kematangan gonad mimi ranti (C. rotundicauda) betina dibagi dalam 4 tingkatan yaitu: belum matang, dewasa muda, dewasa dan matang. Pada tingkat kematangan gonad dewasa muda, ukuran telur berkisar 0,3 – 0,6 mm, sedangkan dewasa dan matang adalah 0,6 – 1,6 mm dan 1,5 – 2,3 mm. Kermatangan gonad pada mimi ranti terjadi setelah 13 kali pergantian kulit (molting). Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Eidman,. Et al (1992) terhadap tingkat kematangam gonad (TKG) mimi bulan yang tertangkap diperairan teluk Banten ternyata ditemui berbagai tingkat kematangan gonad mulai dari matang sampai siap memijah. Induk betina matang gonad yang mengandung telur memiliki nilai indeks kematangan gonad (IKG) 18,7 – 42, 0 % (31,9 + 5,65) dan induk jantan 7,2-20,9% (12,9 + 3,39). Hasil lain menunjukkan bahwa induk betina yang memiliki bobot tubuh kecil dari 458 gr tidak satupun (n = 15) yang mengandung telur, dan ternyata prosomanya hanya dipenuhi oleh jaringan ovari pada induk betina yang sudah mengandung telur pada saluran kelamin bagian luar (genital pore), diameter telur umumnya berkisar 2,71-3,65 mm. 4.2. Pemijahan Semua spesies mimi melakukan pemijahan alami dengan cara meletakkan telur dalam lubang pada substrat pasir atau pasir berlumpur, sedang jumlah telur pada setiap lubang tidak sama dan tergantung spesiesnya. Skiguchi dan Nakamura (1979) melaporkan bahwa seekor induk betina dari jenis Tachypleus gigas dapat menghasilkan telur hingga 8.000 butir dan pada setiap sarang atau lubang terdapat kurang lebih 400 butir telur, sedang seekor induk betina C. rotundicauda dapat menghasilkan telur sampai 10.000 butir dimana pada setiap lubang diisi 80 – 150 butir telur. Pengamatan di Chonburi (Thailand) menunjukkan bahwa musim pemijahan mimi bulan (T. gigas) berlangsung pada bulan April-Agustus dan sepanjang tahun untuk mimi ranti (C. rotundicauda) (Sekiguchi dan Nakamura), 1979). Selanjutnya Barlow et al. (1986) melaporkan bahwa musim pemijahan mimi berhubungan erat dengan keadaan pasang dan fase bulan, keadaan dan waktu migrasi paling banyak ditemukan pada saat pasang tertinggi dan perbani dimalam hari selama bulan baru dan bulan purnama. Hal ini dipertegas oleh Barlow et al., 1968 dalam Santoso, 1992) yang menyatakan pasang surut merupakan faktor utama yang mempengaruhi musim pemijahan mimi, sedangkan faktor lainnya adalah siklus bulan dan kondisi lingkungan. Induk – induk mimi banyak berintegrasi ke pinggir pantai dan pada saat pasang purnama dan perbani dimalam hari selama bulan baru dan bulan purnama untuk melakukan perkawinan yang memijah pada siang hari selalu lebih sedikit dibanding malam hari. Selanjutnya Suster (1982) mendapatkan sebagian besar mimi memijah sepanjang tahun denagan puncaknya bulan Mei dan juni. Mimi dewasa bergerak hingga 33,8 km dari daerah pemijahan dan masih dijumpai pada kedalaman 246 m. C. rotundicauda betina meletakkan telurnya pada substrat lumpur atrau pasir berlumpur dengan sarang yang dangkal (2-5) dari permukaan tanah. Pada pengamatan diteluk Siam ditemukan beberapa kelompok mimi C. rorundicauda
© 2004 Digitized by USU digital library
4
meletakkan telurnya di daerah bakau sekitar 500 cm dari muara sungai. Telur – yelur tersebut diletakkan di dalam lubang sedalam 5 cm pada lapisan lumpur berpasir (Skiguchi, 1988). Mimi bermigrasi keperairan dangka atau pantai untuk melakukan pemijahan dan meletakkan telurnya. Mimi jantan biasanya naik ke punggung betina dan berpegangan pada duri marginal. Pada mimi Amerika (Limulus Polyphemus), sebelum memijah biasanya induk betina menggali lubang sedalam 15 cm diantara garis air) surut, dan kemudian meletakkan telurnya. Telur tersebut di buahi oleh sperma jantan yang dikeluarkan dalam waktu bersamaan keluarnya telur. (Edman, et al., 1992) . V. MANFAAT DAN KEGUNAAN Mimi merupakan bahan baku dalam industri farmasi karena ekstrak plasma darahnya (haemocyte lysate) banyak di gunakan dalam studi biomedi, farmasi dan ilmu lingkungan. Hal ini dikarenakan pada plasma darahnya memiliki sistem pengendapan (clotting system) dan purifikasi yang dapat mengendap darah yang mengandung endotoksin.Plasma darah mimi telah di produksi secara massal di Amerika (genus limulus), sedangkan di Jepang dan Cina dari genus Tachyplus (Harada et al., 1992 dalam Suparta, 1992). Selanjutnya Rudloe (1980) dalam Eidman et al. (1992) menyatakan ekstrak plasma darah mimi (Limulus Amoebocyte Lysate) dapat digunakan untuk mendiognosa penyakit meningitisdan gonorhoe pada wanita. Selain menfaat diatas oleh para ahli Palaentologi, mimi dikenal juga sebagai fossil hidup (the living fossil),karena bentuknya sekarang hanya sedikit sekali mengalami evolusi dari bentuk asalnya sekitar lima juta tahun yang lalu. Mengingat mimi merupakan salah satu biota langka yang perlu dilindungi dan atas dasar pertimbangan prospek pemenfaatannya sebagai bahan baku industri farmasi, diperkirakan dimasa mendatang populasinya akan terus berkurang, sehing perlu dirintis usaha pembenihan maupun restocking guna menjaga kelestariannya. VI. UPAYA PELESTARIAN Mengingat sumberdaya mimi saat ini mulai menurun, penelitian mengenaii pemijahan buatan dan perkembangan embrio mimi sudah milai dilakukan di Bojone goro,(Balisani, 1994; ismurwati , 1994; Vauziah/1995 dan Rahmalia , 1995). Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi akan merosotnya populasi hewan tersebut lebih lanjut. Sedangkan pemeliharaan larva hasil pemijahan buatan dilakukan untuk membuat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva . Pemijahan buatan merupakan salah satu langkah awal dalam upaya pelestarian dan restucing mimi. Disamping itu duiusahakan upaya pembenihan alami secara terkontrol melalui peningkatan derajat pembuahan dan penetasan di alam, sehingga dengan adanya keberhasilan mimi dalam jumlah cukup dan berkesinambunga diharapkan mampu menyediakan bahan baku untuk kebutuhan industri farmasi. Dari hasilk pemijahan yang dilakukan Brown dan clapper (1992) dalam Eidman et al. (1992), mendapatkan bahwa swrajat penetasan (hatching rate) dalam 12% dan 6,35%, masing-masing pada metoda basah dan metoda kering. Hasilk pengamatan menunjukan bahwa telur mimi bulan (T .gigas) menetas dalam waktu 34-37 hari pada suhu air 27-33o C, salinitasi 30-32 ppt oksigen telur 4,8,6,5 ppm dan pH 7,6, 8,5. Perkembangan embrio mimi bulan terjadi dalam 21 stadia (tabel 1), sedangkan pada jenis L Polyphemus dalam 22 stadia.Bentuk mimi yang lengkap di capai pada ganti kulit I (instar-1) setelah embrio menetas, sedangkan untuk mencapai juvenil adalah 59 hari. Sedangkan hasil pengamatan sekiguchi (1988) menunjukan bahwa telur
© 2004 Digitized by USU digital library
5
T.tridentatus menetas dalam waktu 43 hari,T. gigas (37 hari), C. ratundicauda (34 hari) dan L. polyphenus (14 hari). Suhu air selama pemeliharaan adalah 30oC dan salinitas 34-35 ppt. Selain itu derajat penetasan telur T. tridentatus pada salinitas 20,25, 30 dan 35 ppt secara berturut-turut adalah 90%, 95%, 98%, dan 90%. Fase perkembangan Embrio 1. Penampakan inti pada permukaan telur 2. Peningkatan jumlah inti 3. Inti merata pada permukaan telur (comulus posterior) 4. Penampakan germ disk 5. Penampakan awan posterior (comulus posterior) 6. Penyempurnaan germ disk 7. Awan posterior hilang 8. pembentukan segmen 9. Penampakan allgen appendisk prosoma 10. Pembentukan organ lateral 11. Embrio setelah pergantian kulit I 12. Embrio setelah pergantian kulit II 13. Embrio setelah pergantian kulit III 14. Embrio setelah pergantian kulit IV 15. Penetasan (hatching)
Stadia 1,2,3 4 6 7 8 9,10 11 12,13 14,15 16,17 18 19 20 21 -
Hari 1-3 4-5 6-7 8-10 11-12 13 13-14 14 14 15-16 17 18-20 21-25 26-30 34-37
Tabel I. Perkembangan embrio Mimi Bulan (T. gigas) Hasil Pemijahan Buatan Sumber : Brown dan clapper (1982) dalam Eidman, at al (1992) Di Indonesia, upaya pelestarian hewan ini juga telah dilakukan oleh redjeki, at al (1997) dengan mengamati frepensi larva mimi terhadap berbagfai pakan plankton. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa larva mimi bulan yang berumur kurang dari 61 hari lebih menyukai algae coklat, sedangkan larva yang berumur 61-105 hari lebih menyukai ertemia. Hal ini terlihat dari perbedan besarnya laju pertumbuhan (rataan panjang total dan bobot tubuh) larva dari kedua kelompok umur tersebut, sedangkan kelangsungan hidup larva adalah sebesar 100% (Gambar 2).
© 2004 Digitized by USU digital library
6
Gambar 2. Garafik pertumbuhan panjang total, lebar karapas dan bobot tubuh larva mimi bulan (T. gigas) dengan berbagai pekan planton. PENUTUP Mimi atau belangkas selain merupakan salah satu sumber daya genetik yang dilindungi (SK Menteri kehutanan No. 12/Kpts-II/1987) juga merupakan biota laut yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri farmasi karena ekstrak plasma darahnya (haemicyte lysate)banyak digunakan dalam studi biomedis
© 2004 Digitized by USU digital library
7
dan ilmu lingkungan. Hal ini disebabkan pada plasma darahnya memiliki sistem pengendapan (clotting system)dan purifikasi yang dapatmengendap darah yang mengandung endotoksin. Ekstrak plamsa darah mimi (Limulus Amoebocyte lysate) juga dapat di gunakan untuk mendiagnosa penyakit menginitis dan gonorhoe pada wanita. Mimi juga dikenal sebagai fossil hidup (the living fossil), karena bentuknya yang hanya sedikit sekali mengalami evoilusi dari bentuk asalnya sekitar lima juta tahtn yang lalu. Di Indonesia jenis mimi yang ditemukan adalah Tachypleus gigas, Tachypleus tridentatus dan carcinoscorpius rotundicauda, di mana mimi jenis T.gigas banyak dijumpai di perairan Indonesia. Pemijahan buatan merupakan salah satu alngkah awal dalam upaya pelestarian dan restocking mimi, disamping pembenihan secara alami secara terkontrol melalui peningkatan derajat pembuahan dan derajat penetasan di alam. Adanya keberhasialan mimi dalam jumlah cukup dan berkesinambungan diharapkan mampu menyediakan bahan baku untuk kebutuhan industri farmasi.
DAFTAR PUSTAKA Balisani, S>L.1994. Studi perkembangan Emrio Blangkas Carcinoscorpius Rotundicauda (Latreille). Hasil pemijahan Semi Alami dan Buatan. Skrpisi Fakultas Perikanan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. IPB, Bogor: 67p. Barlow, R.B., M.K. Powers, H. Howard and L. Kass. 1986. Migration of the Limulus for Mating: Relation to Lunar Phase. Tide Height and Sunlight. Biol. Bull. 171: 130-329 barnes, R.D. 1963. Invertrate Zoology. W.B. Sounders Company, Philadelphia: 334p. Chatterji, A and A.H. Parulekar. 1992. Fecundity of the indian Horseshoe Crab. Carninoscorpius rotundicauda (Latreille). Tropical Ecology 33 (1): p. 97-120. Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor: 112p. Eidman, M., A.M. Samosir dan U. Aktani. 1992. Studi Biologi Mimi/ Belangkas (Subkelas Xiphosura) dalam Rangka Perngembangan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut untuk Kebutuhan Industri Farmasi di Indonesia. Laporan Peneliti Tahun I. Proyek Pengembangan Pendidikan Ilmu Kelautan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Fakultas Perikanan. IBP, Bogor. Fachrul, M.F. 1989. Aspek Biologi Mimi (Xilphosura). Term Paper Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian, Bogor. Hardjamulia, A. 1989. Penyediaan Induk untuk Usaha Pembenihan Ikan Budidaya Air Tawar. Makalah Seminar Nasional Ikan dan Udang, Bandung: 26p. Ismurwanti, C. 1994. Studi Awal Pengaruh Konsentrasi Diazinon-60 EC terhadap Perkembangan Emrio dan Penetasan Telur Mimi Ranti Carcinoscorpius Rotundicauda (Latreille). Skripsi Fakultas Perikanan, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. IPB, BOGOR: 64p.
© 2004 Digitized by USU digital library
8
Purnimo, Y.A. 1992 Biologi Reproduksi Mimi Ranti Carcinoscorpius rorundicauda (latreille) Betina yang tertangkap di Perairan Rembang, Jawa Tengah. Skripsi Jurusan Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan IPB, Bogor: 64p. Rahmalia, E. 1995. Pembuahan Buatan dan Studi Awal Pengaruh Konsentrasi Saponin Terhadap Perkembangan Emrio dan Larva Mimi Bulan Tachypleus Gigas (Muller). Fakultas Perikanan Institut Pertanian, Bogor: 66p. Redjeki, S., Mayunar., M Eidman. 1997. Jurnal Ilmu –Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan. Institut Pertanian, Bogor: p: 15-20. Santoso, A.R. 1992 Pemijahan dan Perkembangan Embrio Mimi Tachypleus Gigas (Muller). Skripsi Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan IPB, Bogor. 47p. Sekiguchi, K. 1988. Ecology. In Sekiguchi, K. (Ed).Biology of Horse4shoe Crabs. Science House Co. Ltd, Tokyo. P:50-68. Sekiguchi, K. and K. Nakamura. 1979. Ecology of the Extant Horseshoe Crab.In Cohen, E. (Ed). Biomedical Applications of the Horseshoe Crab (Limulidae). Alan R. Liss. Inc, New York. P: 37-45. Shuster, C.N. 1982. A Pictoral Review of the Natural History of Horseshoew Crabs Limulus Polyphemus with Reference to other Limulidae. In Bonaventura, J. Et al. (Ed). Physiology and Biology of Horseshoe Crabs. Enviromentally Stressed Animals. Alan, r. liss. Inc, New York. P: 1-52. Suparta, I.K. 1992. Keragaman Sifat – sifat Morfometrik Mimi Bulan Tachypleus. Gigas (Muller) dan Carcinoscorpius rorudicauda Vauziyah, C. 1995. perkembangan Emrio mimi Bulan Tachypleus gigas (Muller) dari Perairan Teluk banten Pada Berbagai Salinitas Media. Skripsi Jurusan Manajemen sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan. Institut Pertanian, Bogor: 64p. Villee, C.A. WF. Walker and R.D. Barnes. 1973. General Zoology. 4th ed. WB. Souders Company, London. Yamasaki, T., 1988. Taxonomy.In Sekiguchi, K. (Ed) Biology of horseshoe Crab. Science House Co. Ltd, Tokyo. P: 10 – 21. Yamasaki, T., T. Makioka and j. Saito. 1988. Morphology. In Sekiguchi, K. (Ed) Biology of horseshoe Crabs. Science House Co. Ltd, Tokyo. P: 22 –35.
© 2004 Digitized by USU digital library
9