Vol. III No. 16 - Mei 2014
SASTRA LISAN RONGGENG KETUK PACAR SARI PIMPINAN MIMI TIWENG Oleh Rustam Effendi
ABSTRAK Perkembangan karya sastra tidak lepas dari sejarah tradisi lisan. Tradisi lisan merupakan awal lahirnya karya sastra sejak dahulu sampai sekarang. Tradisi lisan ada dalam kelompok masyarakat di setiap daerah di seluruh Indonesia. Ronggeng Ketuk Pacar Sari merupakan sastra lisan pimpinan Mimi Tiweng yang tedapat di daerah Indramayu. Kehadiran sastra lisan biasanya memiliki manfaat menghibur dan menya-
A. Pengantar Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang terdiri atas berbagai suku bangsa, ras, dan beraneka ragam kebudayaan. Keanekaragaman kebudayaan inilah yang memperkaya khasanah kebudayaan nasional sebagai bentuk aset bangsa yang harus dijaga dan dilestarikan kepada regenerasi sehingga budaya bangsa benarbenar terlindungi dari berbagai pengaruh termasuk budaya asing yang memiliki potensi untuk menghilangkan nilai-nilai budaya bangsa kepada generasi saat ini. Perbedaan dari budaya daerah itu sendiri
Universitas Wiralodra Indramayu
jikan nilai-nilai luhur bagi masyarakat di sekitarnya. Tulisan ini bertujuan menguraikan makna yang tercermin dalam parikan sastra lisan Ronggeng Ketuk Pacar Sari yang dilestarikan oleh Mimi Tiweng. Penyajian nilai-nilai yang terdapat dalam parikan Ronggeng Ketuk Pacar Sari ini, dimaksudkanagar pesan yang disampaikan dapat dipahami oleh masyarakat di Indramayu. Kata kunci: sastra lisan, parikan, Ronggeng Ketuk Pacar Sari, nilai-nilai luhur.
dapat dilihat dari berbagai segi seperti kepercayaan, bahasa, sastra, kesenian, dan adat-istiadat. Budaya daerah tersebut merupakan ekspresi kebudayaan masyarakat itu sendiri. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia telah terjadi berbagai perubahan baik sebagai akibat tatanan kehidupan dunia yang baru, globalisasi maupun sebagai dampak yang didukung dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang sudah semakin canggih dan modern. Hal ini diwadahi dengan adanya pasar bebas atau arus globalisasi yang sedikitnya bisa menggeserkan nilai-nilai budaya yang
51
Wacana Didaktika telah dipercaya oleh masyarakat Indonesia bertahun-tahun. Taylor (dalam Pelly dan Asih, 1994:23) mengemukakanbahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, keseniaan, moral, hukum, adat istiadat, kepercayaan dan kemampuan serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Keanekaragaman budaya Indonesia merupakan warisan luhur dan asli dari nenek moyang yang dapat mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat yang terdiri dari bermacam-macam suku di tanah air Indonesia.Kebudayaan daerah tumbuh seiring dengan tradisi masyarakat yang masih membangun dan memegang teguh warisan leluhur, suatu pembangunan berdaya guna dan berhasil guna, jika mampu mengembangkan potensi masyarakat yang ada di dalamnya. Salah satu bentuk kebudayaan daerah di Indonesia adalah sastra. Bentuk sastra yang dimaksud dalam hal ini yakni sastra lisan. Pada dasarnya sastra lisan merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat pendukungnya. Melalui sastra lisandapat mendorong masyarakat untuk meciptakan moral yang baik dan luhur sehingga ada keinginan untuk mencapai kemajuan dan kebenaran, dengan kata lain, sastra lisan merupakan hasil ekspresi budaya masyarakat yang melahirkannya. Demikian pula halnya dengan sastra lisan Indramayu yang merupakan cermin budaya masyarakat Indramayu. Pemikiran tersebut, sejalan dengan pernyataan Suyitno (dalam Moeliono, 2002:238) bahwa
52
sastra selalu mempertimbangkan fakta yang benar, objektifitas sosial, rasio, dan gagasan–gagasan pijar. Pandangan yang menganggap suatu karya sastra sebagai suatu struktur yang otonom, yakni dengan diikuti oleh aliranaliran dalam dunia sastra terhadap pendekatan struktural yang bersifat objektif. Bentuk aliran strukturalisme terutama selalu mencurahkan perhatian pada penganalisisan berdasarkan sifat-sifat umum dalam kesusastraan tersebut. Salah satu bentuk kesusastraan yang dapat dianalisis tersebut adalah sastra lisan Indramayu, yakni ‘Parikan’ yang merupakan syair lagu Ronggeng Ketuk Pacar Sari Pimpinan Mimi Tiweng.
B. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan suatu metode yang dianggap cocok dan relevansi dengan permasalahan yang ada yakni; metode deskriptif. Arikunto (1993:795) mengatakan “penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai gejala menurut apa adanya”. Pada saat penelitian dilakukandengan metode ini, peneliti menggambarkan apa adanya tentang persepsi atau pandangan masyarakat terhadap makna struktur syair lagu (parikan) Ronggeng Ketuk Pacar Sari Pimpinan Mimi Tiweng. Strukturalisme itu pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur seperti tersebut di atas. Menurut pikiran
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Vol. III No. 16 - Mei 2014 strukturalisme, dunia (karya sastra merupakan dunia yang diciptakan pengarang) lebih merupakan susunan hubungan daripada susunan benda-benda. Oleh karena itu, kodrat tiap unsur dalam struktur itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya, melainkan maknanya secara keseluruhan ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya, yang unsurunsurnya atau bagian-bagiannya saling erat berjalinan yang terkandung dalam struktur itu (Hawkes, 1987: 119-127). Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini menggunakan pendekatan struktural. Tiap unsur dibicarakan sendiri secara teoretis, yang maksudnya untuk meneliti setiap unsurnya secara mendalam mengenai guna dan efek maknanya terhadap struktur mantera tersebut. Struktur di sini dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik, saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan hal-hal itu saling terikat, saling berkaitan, dan saling bergantung. Jadi struktur ini bukanlah apa yang kita lihat dan kita dengar dalam kenyataannya, akan tetapi struktur tersebut dapat kita ketahui, kita abstraksikan, dari berbagai gejala yang nyata, yang secara formal semuanya dapat dikatakan sebagai bahasa-bahasa (Lane, 1970: 67-69).
Universitas Wiralodra Indramayu
C. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah Mimi Tiweng, Pimpinan Ronggeng Ketuk “Pacar Sari” yang beralamat di Dusun Tlakop, Desa Telagasari, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu. Tempat pelaksanaan wawancara dan perekaman bertempat di rumah kediaman Mimi Tiweng, di Dusun Tlakop, Desa Telagasari, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu. Wawancara dan perekaman dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 26 Desember 2012, dengan dihadiri pula oleh Drs. Parno, Pamong Budaya Kecamatan Lelea.
D. Kajian Teori Darnamwi dalam buku Pengantar Puisi Djawa (1964: 44-46), yang disebut parikan itu tidak ubahnya sebagai pantun dalam kesusasteraan Indonesia Lama. Parikan berasal dari kata rik, bandingkan dengan larik yang berarti baris, menderetkan. Tetapi ada pula yang menganggap bahwa pari (kan) itu sesuai dengan kata pantun dalam bentuk krama (bahasa “halus”) dengan analogi ri menjadi ntun; mar-mantun (sembuh), kari-kantun dan pari(kan) menjadi pantun. Parikan digunakan untuk melukiskan perasaan asmara, sindiran-sindiran, lelucon-lelucon, dan sebagainya. Lazim diucapkan dalam hidup sehari-hari, tidak dimasukkan dalam kesusasteraan resmi. Parikan tersebar di kalangan masyarakat sehari-hari.
53
Wacana Didaktika E. Analisis Makna Struktur Batin Syair Lagu (Parikan) Ronggeng Ketuk PacarSari 1. Tema Parikan Ronggeng Ketuk Sari Berikut ini analisis tema parikan Ronggeng Ketuk Pacar Sari. a.
Renggong Kemis manis Jumat keliwon padang wulan padbelase esuk nangis sore ketuwon pendak dalan pada melase.
Tema yang digunakan pada syair tersebut adalah kemanusiaan atau secara khusus penyesalan, karena telah berbuat kesalahan seperti yang terlihat pada: esuk nangis sore ketuwon pendak dalan pada melase b. B e n d r o n g a n Jaran sari jaran purnama naga sari bungkusnya daun apa lagi ditinggal lama ditinggal lama krasa setahun. Tema yang digunakan pada syair tersebut adalah kemanusiaan atau secara khusus penyesalan, karena telah ditinggal oleh orang-orang yang sangat dicintainya seperti yang terlihat pada: apa lagi ditinggal lama ditinggal lama krasa setahun
54
c.
Sai dahan Anyar pinasti dingin pinanggih bokan wis tekang kudune yen sayang katon sayange yen melas katon melase Mana-mene bonggane sapa sing gawe kawitan wong enom sing gawe kawitan wong tuwa drema nuruti aduh Pak, arep tulung-tulung ning sapa yen ora sambat ning wong tuwa sing wis ora nana
Tema yang digunakan pada syair Saidahan di atas adalah kemanusiaan atau secara khusus berarti penyesalan karena tidak berbakti kepada orang tua ketika mereka masih hidup, seperti yang terlihat pada: aduh Pak, arep tulung-tulung ning sapa yen ora sambat ning wong tuwa sing wis ora nana d. W a l e d a n Ireng-ireng wulune ayam bagen ireng sada lumayan rokok cendek pembuangan tegesaken omong kang dingin, ya Pak tegesaken omong kang dingin jambu alas jambu kemuning wis lawas ketemu maning Tema yang digunakan pada syairWaledan di atas adalah kemanusiaan atau secara khusus mengungkapkan tentang kerinduan karena telah lama ti-
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Vol. III No. 16 - Mei 2014 dak bertemu dengan sahabatnya, seperti yang terlihat pada: jambu alas jambu kemuning wis lawas ketemu maning e.
a.
Tema yang digunakan pada syair Dermayon di atas adalah percintaan atau secara khusus mengungkapkan tentang kemunafikan akan cinta. Kemunafikan cinta akan menyebabkan sakit yang teramat sakit, seperti yang terlihat pada: kalau cinta jangan dipungkir dipungkir rusak raganya Kiser Kali cilik penabrangan, tegesaken nama kang dingin Bode lor Karang sari, Watu belah pesalakan, langka jodo kena mari aja belah wong sanakan Tema yang digunakan pada syair Kiser di atas adalah percintaan atau secara khusus mengungkapkan tentang cinta yang harus berakhir. Namun dengan berakhirnya cinta bukan berarti berakhirnya persaudaran, seperti yang terlihat pada: langka jodo kena mari aja belah wong sanakan
Universitas Wiralodra Indramayu
Renggong Kemis manis Jumat keliwon padang wulan padbelase esuk nangis sore ketuwon pendak dalan pada melase.
Dermayon Aduh ma, naik kelapa jangan dipuntir dipuntir rusak manggarnya kalau cinta jangan dipungkir dipungkir rusak raganya
f.
2. A m a n a t
Amanat yang terkandung dalam syair tersebut adalah janganlah kita melakukan sesuatu tanpa perhitungan karena akan menyebabkan penyesalan yang amat dalam. b. B e n d r o n g a n Jaran sari jaran purnama naga sari bungkusnya daun apa lagi ditinggal lama ditinggal lama krasa setahun. Penyair memberi amanat kepada pembacanya dalam syair berjudul Bedrongan tersebut adalah jangan sampai kita berpisah terlalu lama dengan saudara maupun sahabat karena akan merasakan semakin lamanya perpisahan dengan orang-orang terkasih. c.
Sai dahan Anyar pinasti dingin pinanggih bokan wis tekang kudune yen sayang katon sayange yen melas katon melase. Mana-mene bonggane sapa sing gawe kawitan wong enom sing gawe kawitan wong tuwa drema nuruti aduh Pak, arep tulung-tulung ning sapa yen ora sambat ning wong tuwa sing wis ora nana
55
Wacana Didaktika Penyair memberi amanat kepada pembacanya dalam syair berjudul Saidahan adalah Kita harus berbakti kepada kedua orang tua ketika mereka masih hidup, karena kita akan menyesal bila mereka sudah mendahului kita. Selain itu ketika kita masih muda harus berbuat yang terbaik demi nama harum kedua orang tua kita.
kita menutup-nutupi apa yang terpendam dalam hati karena akan dapat menyakitkan diri sendiri mupun orang lain. f.
Kali cilik penabrangan, tegesaken nama kang dingin. Bode lor Karang sari, Watu belah pesalakan, langka jodo kena mari aja belah wong sanakan
d. W a l e d a n Ireng-ireng wulune ayam bagen ireng sada lumayan rokok cendek pembuangan tegesaken omong kang dingin, ya Pak tegesaken omong kang dingin jambu alas jambu kemuning wis lawas ketemu maning Penyair memberi amanat kepada pembacanya dalam syair berjudul Waledan tersebut adalah hendaknya kita harus sesuai antara ucapan dan perbuatan. Selain itu kita harus mau menanam kebajikan kepada orang lain meskipun baru bertemu karena bisa jadi suatu saat kita bisa bertumu lagi. e.
Dermayon Aduh ma, naik kelapa jangan dipuntir dipuntir rusak manggarnya kalau cinta jangan dipungkir dipungkir rusak raganya
Penyair memberi amanat kepada pembacanya dalam syair berjudul Dermayon tersebut adalah kita harus berhati-hati dan waspada setiap akan berbuat sesuatu. Selain itu janganlah
56
Kiser
Penyair memberi amanat kepada pembacanya dalam syair berjudul Kisertersebut adalah jangan sampai kita memutuskan tali silaturahmi sekalipun kita sudah disakiti.Selain itu sedapat mungkin mempertahankan jodoh kita.
F.
Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil simpulan: (1) bagi masyarakat Pesisir Pantai Utara Jawa puisi dalam bentuk ‘Parikan’, kemudian diikuti oleh jenis puisi ‘Wangsalan’ memiliki keterikatan emosional yang sangat dalam karena merupakan ciri khas masyarakat pedesaan; (2) puisipuisi Ronggeng Ketuk‘Pacar Sari’ memiliki unsur-unsur intrinsik pembentukan puisi menurut kaidah teori sastra yang benar; (3) bentuk-bentuk puisiyang mirip pantun maupun pantun kilat atau orang Indramayu dan Cirebon sebagai Wangsalan merupakan puisi yang paling produktif. Pada kesempatan ini dengan kerendahan hari penulis menyampaikan saran sebagai berikut. Pertama, agar puisi-puisi khas Indramayu dan Cirebon dapat diFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Vol. III No. 16 - Mei 2014 ajarkan ke berbagai jenjang pendidikan, dengan maksud untuk melestarikan agar jangan sampai warisan budaya daerah ini punah ditelan alam.Kedua, penelitian lebih lanjut tentang puisi–puisi khas Indramayu dan Cirebon sangat diperlukan demi menambah khasanah sastra.Ketiga, pemerintah diharapkan dapat mendukung masyarakat dalam mengembangkan puisipuisi khas Indramayu.Keempat, diharapkan agar Pemerinah Daerah dalam hal ini melalui Kantor Kebudayaan dan Pariwisata, mengulurkan tangan, peduli, memberikan pembinaan kepada seni tradisional semacam RonggengKetuk Pacar Sari Pimpinan Mimi Tiweng, dengan harapan agar kelompok kesenian tradisional semacam ini tidak punah.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi.1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Bina Aksara. Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Arthayasa, I Nyoman. 2004. Petunjuk Teknik Perkawinan Hindu. Surabaya: Paramita. Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2001. Strukturalisme ’Levi-Strauss’ Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Galang Printika Press. Damono, S. Djoko 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan.
Universitas Wiralodra Indramayu
Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra Nasional. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan. Darnawi, Soesatyo. 1964. Pengantar Puisi Jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka. Endrawara, S. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Hartoko, Dick. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta : PT Gramedia. Moeliono. 2002. Telaah Bahasa dan Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Pradopo, R. D. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media. Relly, Usman dan Asih. 1994. Teori-Toeri Sosial Budaya. Jakarta: Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Dirjen Dikti. Sedyawati, Edi, dkk. 2004. Sastra Melayu Lintas Daerah. Jakarta: Pusat Bahasa. Sugihastuti. 2002. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI). Tuloli. 2000. Kajian Sastra. Gorontalo: BMT Nurul Jannah. Tarigan, Henry Guntur .1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa Bandung. Waluyo, J. Herman. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga. ***
57