PELESTARIAN LANSKAP SEJARAH KAWASAN DEPOK LAMA, KOTA DEPOK
ARI BUDIYANTO
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Depok Lama, Kota Depok adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguran tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Ari Budiyanto NIM A44100031
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
vi
ABSTRAK ARI BUDIYANTO. Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Depok Lama, Kota Depok. Dibimbing oleh NURHAYATI H.S. ARIFIN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakter lanskap sejarah, menganalisis nilai signifikansi, dan menyusun konsep pelestarian bagi lanskap sejarah kawasan Depok Lama. Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah pendekatan Goodchild (1990), dengan tahapan penelitian meliputi inventarisasi data, analisis, dan sintesis. Depok Lama merupakan lanskap sejarah bertipe pemukiman kolonial yang dapat dirinci ke dalam 3 zona (I, II, III) didasarkan pada penggunaan lahan oleh masyarakat dimasa kolonial yang mengacu pada peta Depok Lama tahun 1924. Zona I adalah area pusat pemerintahan dan awal pemukiman di Depok Lama, memiliki nilai signifikansi tinggi. Zona II atau area perkembangan pemukiman memiliki nilai signifikansi sedang. Zona III yaitu area yang awalnya berupa cagar alam, rawa, dan semak, saat ini didominasi oleh pemukiman sehingga nilai signifikansinya rendah. Konsep pelestarian yang diusulkan adalah “keep the remaining”. Tindakan pelestarian yang diterapkan pada zona I (zona inti) adalah revitalisasi, zona II (zona penyangga) diupayakan untuk penggunaan adaptif, dan zona III (zona penyangga) yaitu konservasi untuk elemen lanskap sejarah berupa Tahura Depok, Sumur dan Situ Pancoran Mas, dan penggunaan adaptif untuk area di luar ke 3 elemen lanskap sejarah tersebut. Kata kunci: Lanskap sejarah, pelestarian Depok Lama, pemukiman kolonial, rekomendasi pelestarian, zonasi Depok Lama.
ABSTRACT ARI BUDIYANTO. Historical landscape conservation of Old Depok region, Depok City. Supervised by NURHAYATI H.S. ARIFIN. The objectives of this study is to determine the historical landscape character, analyse the significance value, and make a concept for historical landscape conservation in Old Depok. The method used in this study was Goodchild (1990) approach, which included the stages of data inventory, analysis, and synthesis. Old Depok is a historical landcape colonial settlement type, which can be divided into 3 zones (I, II, III) based on its landuse by people in colonial era according to Depok map 1924. Zone I is the center of government area and early settlement in Old Depok, has a high significance value. Zone II is a residential development in Old Depok, has an average significance value. Zone III is an area that originally was nature reserve, swamps, and bush, which is currently dominated by setllement, has low significance value. The selected conservation concept is “keep the remaining”. Conservation strategy can be applied into zona I (core zone) is revitalization, while zone II (buffer zone) is adaptive use, and zone III (buffer zone) is conservation for its historical landscape element such as Tahura Depok, Pancoran Mas Lakes and Wells, and adaptive use for the area outside the 3 historical landscape elements. Key words: colonial settlement, conservation strategy, historical landscape, Old Depok Conservation, Old Depok zoning.
PELESTARIAN LANSKAP SEJARAH KAWASAN DEPOK LAMA, KOTA DEPOK
ARI BUDIYANTO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
viii
Judul Skripsi : Pelestarian lanskap sejarah kawasan Depok Lama, Kota Depok Nama : Ari Budiyanto NIM : A44100031
Disetujui oleh
Dr Ir Nurhayati H.S. Arifin, MSc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
x
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Juni 2014 ini ialah lanskap sejarah dengan judul Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Depok Lama, Kota Depok. Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini: 1. Dr Ir Nurhayati H.S. Arifin, MSc, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan beragam pengarahan selama kegiatan penyusunan skripsi ini, 2. Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr, selaku pembimbing akademik yang telah memberikan banyak arahan selama mengikuti pendidikan di IPB, 3. Ibu dan Kakak yang selalu memberikan semangat dan dukungan, 4. Bapak Yano Jonathans dan staf Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein yang telah memberikan banyak referensi mengenai sejarah Depok Lama, 5. Ermanila, MMpd dan staf Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata Seni dan Budaya Kota Depok, serta staf Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok, 6. masyarakat dari dalam dan luar kawasan Depok Lama yang telah bersedia menjadi responden untuk pengisian kuisioner, 7. Dr Kaswanto yang telah banyak memberi masukan dalam kolokium dan seminar. Dr Aris Munandar dan Fitriyah Nurul H Utami ST, MT yang telah berkenan menjadi dosen penguji skripsi, 8. Morita dan Aya, rekan penelitian satu Kota Depok yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data, 9. sahabat baik selama di TPB dan Lanskap 47 yang selalu memberikan semangat. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, Oktober 2014
Ari Budiyanto
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
Manfaat
2
Kerangka Pikir
2
TINJAUAN PUSTAKA
4
Lanskap Sejarah
4
Tanah Partikelir
5
Arsitektur Rumah Tinggal Kolonial
5
Cagar Budaya
6
Pelestarian Lanskap Sejarah
7
METODOLOGI
10
Tempat dan Waktu Penelitian
10
Batasan Studi
11
Metode Penelitian
11
KONDISI UMUM
16
Kota Depok dan Pancoran Mas
16
Asal Mula Nama Depok
19
Sejarah Kota Depok
19
Kehidupan Masyarakat Depok Lama
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
29
Karakteristik Lanskap Sejarah Depok Lama
29
Elemen Lanskap Sejarah Depok Lama
30
Kebijakan Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Depok Lama
50
Assesment Lanskap Sejarah Depok Lama
51
Persepsi dan Dukungan Masyarakat
61
Rekomendasi Pelestarian
64
KESIMPULAN DAN SARAN
70
xii
Kesimpulan
70
Saran
71
DAFTAR PUSTAKA
72
LAMPIRAN
74
RIWAYAT HIDUP
80
DAFTAR TABEL 1 Jenis, bentuk, dan sumber data yang diperlukan dalam inventarisasi 2 Kriteria penilaian keaslian (originality) 3 Kriteria penilaian keunikan (uniqueness) 4 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian 5 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan 6 Jumlah penduduk menurut agama 7 Nama jalan di Depok Lama tempo dulu 8 Sebaran elemen lanskap sejarah berdasarkan karakteristik lanskapnya 9 Rumah tinggal bergaya kolonial di kawasan Depok Lama 10 Penilaian keaslian lanskap sejarah kawasan Depok Lama 11 Penilaian keunikan lankap sejarah kawasan Depok Lama 12 Penilaian signifikansi lanskap sejarah kawasan Depok Lama 13 Pendapat masyarakat Depok Lama mengenai eksistensi bangunan tua di kawasan Depok Lama 14 Pendapat masyarakat di luar Depok Lama mengenai eksistensi bangunan tua di kawasan Depok Lama 15 Pembagian zonasi pelesatarian
11 13 13 17 18 18 30 31 44 53 55 58 62 64 65
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pikir 2 Peta Kelurahan Depok dan Pancoran Mas 3 Tahapan penelitian 4 Peta Kecamatan Pancoran Mas 5 Peta penggunaan lahan di Kecamatan Pancoran Mas 6 (a) Sumur 7 Beji, (b) Makam Ratu Anti 7 Peta Depok tahun 1917 8 Proses pemungutan tjoeke 9 Perlawanan di Depok 10 Murid-murid di Sekolah Depok tahun 1930 11 (a) Sinterklas 1930, (b) Cornelis Chastelein Dag, (c) Pawai Obor 2014, (d) Ibadah Misa 12 Peta rute dan lokasi perayaan serta mitos dan legenda di Depok Lama 13 Peta Depok Lama tahun 1924 14 Peta persebaran lanskap sejarah di kawasan Depok Lama 15 (a) YLCC tahun 1978, (b) YLCC tahun 2014, (c) Jendela di samping kiri, dan (d) Pintu belakang YLCC 16 (a) Gereja Immanuel tahun 1980, (b) Gereja Immanuel tahun 2014, 17 (a) Gemeente Huis dan Tugu Chastelein, (b) Tampak depan R.S Harapan Depok, (c) Tampak samping kiri, dan (d) Plafon yang sedikir rusak 18 (a) Eben Haezer, (b) Tampak depan SMA Kasih 2014 (c) Selasar dan pilar di depan gedung, (d) Gedung baru dan parkiran 19 (a) Europeesche School, (b) SDN 02 Pancoran Mas 2014
3 10 15 16 17 20 21 23 24 26 27 28 29 32 33 34 35 36
xiv
(c) Bagian belakang SD, dan (d) Ruang kelas baru 20 (a) Makam Johanna Maria Karts, (b) Makam Adolf Van der Capellen 21 (a) Signage Lapangan Olahraga YLCC, (b) Rumput lapangan 22 (a) Sumur Pancoran Mas, (b) Situ Pancoran Mas 23 (a) Pintu masuk Tahura Depok, (b) Reklame di area tahura 24 (a) Alat pengukur ketinggian air pada kaki jembatan, (b) Ilalang di Jembatan Panus 25 (a) Seminari lama, (b) Gereja Pasundan 2014 26 Tiang telepon di Jalan Kartini 27 Depo PLN 28 Gedung Kantor Pos Depok 29 (a) Stasiun Depok 1939, (b) Stasiun Depok 2014 30 Peta pembagian zona penilaian lanskap sejarah kawasan Depok Lama 31 Peta keaslian lanskap sejarah di kawasan Depok Lama 32 Peta keunikan lanskap sejarah di kawasan Depok Lama 33 Peta signifikansi lanskap sejarah di kawasan Depok Lama 34 Peta penggunaan lahan di kawasan Depok Lama 2009 35 Peta komposit signifikansi lanskap sejarah dan penggunaan lahan di kawasan Depok Lama 36 Peta zona dan tindakan pelestarian lanskap sejarah kawasan Depok Lama
37 37 38 39 39 40 41 41 42 42 43 52 54 56 59 60 61 68
DAFTAR LAMPIRAN 1 Persepsi masyarakat di luar kawasan Depok Lama 2 Persepsi masyarakat di dalam kawasan Depok Lama
74 77
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Depok sebagai salah satu kota historis yang terletak diantara kota-kota penting dimasa lalu yaitu Batavia dan Buitenzorg, tentunya tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjalanannya. Peristiwa demi peristiwa yang terangkum bergantian mengikuti alur zaman dan baik langsung atau pun tidak langsung telah mempengaruhi bentuk tampilan Kota Depok saat ini. Bukti-bukti arkeologis yang telah ditemukan menunjukkan bahwa Depok terbagi ke dalam beberapa pembabakan sejarah, dimulai dari zaman prasejarah hingga pada pembentukan Kota Depok sekarang, yang membuat budaya Depok kian beragam. Hal tersebut dapat terjadi karena pada setiap masanya, masyarakat mempunyai sistem pemikiran tersendiri yang disesuaikan dengan teknologi yang ada dan berkembang saat itu. Kekhasan dan keberagaman budaya Depok dapat terlihat dari beragam sisa peninggalan yang cukup berbeda antara satu zaman dengan yang lainnya, antara satu komunitas masyarakat dengan komunitas lainnya, meskipun seringkali ditemukan perpaduan diantara keduanya (Disporaparsenbud 2013). Sejarah berdirinya Kota Depok diawali pada zaman prasejarah tepatnya di masa megalitikum, dilanjutkan dengan zaman Pajajaran diakhir abad ke-15, hingga kemudian Depok dikuasai oleh kolonial Belanda. Pada masa kolonial inilah dikenal adanya Depok Lama, tanah partikelir yang didirikan oleh Cornelis Chastelein, mantan pejabat di Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Kongsi Perdagangan Hindia Timur, untuk usaha pertaniannya. Chastelein mendatangkan 150 orang budak dari berbagai wilayah seperti Jawa, Bali, dan Sulawesi untuk mengolah lahannya di Depok. Para budak inilah yang menjadi cikal bakal dari 12 marga Depok atau yang sering disebut sebagai “Belanda Depok”. Mereka terdiri dari Bacas, Isakh, Jonathans, Joseph, Laurentz, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, Jacob, dan Zadokh (Soedira 2013). Depok Lama sebagai kawasan bersejarah memiliki peninggalan berupa lanskap sejarah dengan elemen-elemen yang ada di dalamnya, yang menjadi bukti nyata bagimana kehidupan masyarakat saat itu. Depok Lama yang sekarang identik dengan Kelurahan Depok merupakan tempat bermukimnya komunitas “Belanda Depok”. Rumah tinggal bergaya kolonial, gereja, sekolah, pemakaman, dan jembatan tua masih dapat ditemui di kawasan ini. Namun, modernisasi dan pembangunan kota yang begitu pesat, disertai lokasi Depok Lama yang berada dekat dengan pusat pemerintahan Depok di Jalan Margonda membuat keberadaan kawasan ini cukup terancam. Upaya pelestarian dan perhatian pemerintah yang selama ini minim dengan masih belum ditetapkannya kawasan Depok Lama beserta elemen lanskap sejarah di dalamnya sebagai kawasan, benda, atau bangunan cagar budaya, membuat pemilik dapat dengan mudah memperjualbelikan bangunan tersebut tanpa peduli dengan maksud dan tujuan selanjutnya. Akibatnya, cukup banyak bangunan bersejarah yang hancur karena pengalihgunaan lahan untuk pendirian gedung baru seperti kompleks pertokoan, rumah sakit, stasiun pengisian bahan bakar (SPBU), dan lainnya. Kondisi seperti ini sejalan dengan pemikiran yang diungkapkan oleh Catanese dan Snyder (1986), yang menyatakan bahwa pelestarian sejarah seringkali
2
menemui kendala atau pertentangan terkait hak-hak kepemilikan dari pemilik benda peninggalan sejarah yang cenderung berkuasa atas apa yang dimiliknya. Kurangnya pemahaman akan pentingnya menjaga benda tersebut, adanya beban dan tuntutan ekonomi yang kian mendesak, serta harga jual bangunan tua yang cukup tinggi, seringkali membuat para pemilik rumah tua di Depok Lama lebih senang untuk menjualnya. Kemudian, para pemilik yang umumnya orang asli Depok berpindah ke daerah lain di sekitar Depok, sedangkan Depok Lama lambat laun diisi oleh para pendatang yang sebetulnya kurang mengerti seluk beluk sejarah tempat itu. Keadaan seperti ini dikhawatirkan akan semakin menurunkan dan mengaburkan nilai sejarah kawasan beserta elemen lanskap sejarah di dalamnya. Dilatarbelakangi hal itulah, penelitian mengenai lanskap sejarah ini menjadi perlu untuk dilakukan agar dapat mengetahui karakter, kondisi, dan signifkansi lanskap sejarah di Depok Lama. Selanjutnya hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi usulan konsep pelestarian bagi kawasan Depok Lama dan bahan masukan bagi pemerintah Kota Depok dalam melestarikan kawasan tersebut. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakter dan kondisi lanskap sejarah Depok Lama, (2) menganalisis nilai keaslian, keunikan, dan sigifikansi lanskap sejarah Depok Lama, dan (3) memberikan sintesis berupa rekomendasi pelestarian bagi kawasan Depok Lama. Manfaat Manfaat dilakukannya penelitian adalah (1) memberikan informasi mengenai karakter dan kondisi lanskap sejarah di kawasan Depok Lama, (2) mengetahui nilai keaslian, keunikan, dan signifikansi lanskap sejarah Depok Lama, (3) memberikan usulan rekomendasi pelestarian bagi kawasan Depok Lama yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk pemerintah Kota Depok, dan (4) menambah pengetahuan bagi penulis terkait pelestarian lanskap sejarah. Kerangka Pikir Depok sebagai salah satu kota dengan sejarah yang cukup panjang memiliki beragam bentuk peninggalan masa lalu dan salah satunya adalah kawasan lanskap sejarah di Depok Lama. Sayangnya, perhatian pemerintah kota yang kurang, serta kepedulian masyarakat yang masih rendah akan pentingnya menjaga kelestarian obyek bernilai sejarah tersebut dapat menjadi ancaman sendiri bagi eksistensinya. Upaya pelestarian kawasan lanskap sejarah melalui penyusunan rekomendasi berupa konsep, tindakan, dan zonasi pelestarian, diputuskan setelah mempertimbangkan beberapa hal seperti kondisi lanskap sejarah dan penggunaan lahan yang ada, kebijakan pemerintah, serta persepsi dan dukungan masyarakat di sekitar kawasan. Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
3
Kawasan Depok Lama
Pengalihgunaan lahan di sekitar kawasan kurang sesuai
Elemen lanskap sejarah sebagian rusak dan hilang
Perhatian pemerintah kurang, kepedulian masyarakat rendah
Karakter lanskap sejarah kawasan Depok Lama menurun
Kondisi lanskap sejarah dan signifikansi sejarah
Kebijakan pemerintah Kota Depok Pelestarian kawasan Depok Lama
Persepsi dan dukungan masyarakat
Penggunaan lahan dan rencana strategis kawasan
Rekomendasi pelestarian berupa usulan konsep, tindakan pelestarian, dan zonasi pelestarian Gambar 1 Kerangka pikir
4
TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sejarah Simonds dan Starke (2003) mendeskripsikan bahwa lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui panca indera yang dimiliki manusia. Lanskap biasanya tersusun oleh elemen-elemen pembentuk yang terdiri atas elemen mayor yang sulit untuk dimodifikasi, dan elemen minor yang mudah untuk diubah bentuknya. Elemen ini juga dapat dikelompokkan kedalam natural landscape atau man made landscape. Menurut Harris dan Dines (1988), lanskap sejarah didefinisikan sebagai lanskap dari masa lalu dan merupakan bentuk fisik dari keberadaan manusia diatas bumi. Nurisyah dan Pramukanto (2001), menjelaskan bahwa suatu lanskap dikatakan memiliki nilai sejarah apabila mengandung satu atau beberapa kriteria: 1. kriteria umum: a. etnografis, merupakan produk khas sistem ekonomi dan sosial suatu kelompok masyarakat, contohnya rural landscape dan urban landscape, b. associative, lanskap berhubungan dengan suatu peristiwa, legenda masyarakat, tokoh, dan sebagainya, c. adjoining, lanskap sebagai bagian dari unit, monumen, atau struktur bangunan tertentu, 2. kriteria khusus: a. lanskap merupakan suatu contoh penting yang harus dihargai, b. mengandung bukti sejarah, baik yang tampak di atas maupun di bawah permukaan tanah dan menarik untuk dikaji lebih lanjut, 3. memiliki kaitan dengan masyarakat atau peristiwa sejarah yang penting, dengan alasan atau latar belakang: a. peranan sejarah, suatu tempat menjadi lokasi bagi peristiwa penting yang membentuk ikatan simbolis antara peristiwa dahulu dan sekarang, b. kejamakan, lanskap merupakan wakil, contoh, atau tipe dari suatu lanskap tertentu, c. kelangkaan, lanskap menjadi satu-satunya contoh yang masih tersisa, d. keistimewaan, lanskap termasuk istimewa karena tertua, terbesar, dan sebagainya, e. estetik, pelestarian dilakukan karena memiliki prestasi khusus dari suatu gaya tertentu, 4. mengandung nilai-nilai yang terkait bangunan bersejarah, monumen, taman, dan sebagainya. Setiap lanskap yang ada baik alami maupun buatan, masing-masing mempunyai karakter tersendiri yang membuatnya unik dan bernilai. Menurut Waterman (2009), karakter lanskap merupakan pengaturan dari atribut, baik tangible maupun intangible, yang mendefinisikan suatu lanskap. Karakter lanskap sering kali merupakan penggabungan dari beberapa pengaruh sosial, budaya, ekonomi. Nurisyah dan Pramukanto (2001), menyatakan bahwa lanskap sejarah memiliki karakter yang dapat diamati dari situs dan berhubungan dengan tapak. Kedua hal tersebut dibentuk oleh 2 faktor:
5
1. historic atau prehistoric feature yang berada baik di atas tanah atau bawah permukaan air, 2. informasi sejarah yang berhubungan dengan tapak seperti legenda, cerita rakyat, dan lainnya. Tanah Partikelir Berdasarkan Kanbali (1990), tanah partikelir (particuliere landerijen) dibentuk pertama kali pada masa Gubernur Jendral Pieter de Carpentier pada tahun 1623-1627. Tanah ini adalah tanah-tanah yang dikuasai oleh orang-orang partikelir (swasta) yaitu orang Belanda, Inggris, Arab, Tiongkok, yang diperoleh dengan cara membeli dari pemerintah. Awalnya, pemerintah kolonial hanya memberikan tanah partikelir kepada orang-orang yang dipercayainya saja seperti kepala kampung atau komandan pribumi. Namun, keberadaan tanah partikelir kemudian dikomersilkan untuk menambah pemasukan kas negara. Menurut UU No. 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah Partikelir, disebutkan bahwa tanah partikelir memiliki hak-hak pertuanan (heerlijke rechten) yang dapat mengatur hubungan antara pemilik dan penduduk didalamnya. Penduduk umumnya adalah penggarap lahan yang telah mendapat izin untuk mengolah tanah-tanah yang ada dan mendapatkan bagi hasil dari pemiliknya. Tuan tanah memiliki kewenangan untuk mengangkat atau memberhentikan kepala desa, menuntut kerja paksa, menarik pungutan uang atau hasil tanah, mendirikan pasar dan membuat peraturan desa. Keadaan ini memunculkan istilah staaties binnen de staat yaitu adanya negara kecil di dalam negara. Keberadaan tanah partikelir diakui secara resmi pada tahun 1705 dimasa Cornelis Chastelein yang memiliki tanah partikelir cukup luas di selatan Batavia dari Weltreveden (Jakarta Pusat) sampai Depok. Penjualan tanah partikelir setelah 1829 ditiadakan dan pada awal abad 19 untuk meminimalisir adanya bahaya keamanan dan ketertiban atas banyaknya tanah partikelir tersebut, terpaksa membuat pemerintah kolonial memutuskan untuk membeli kembali tanah-tanah itu. Namun, proses pembelian banyak terhambat karena para tuan tanah enggan menjual tanah miliknya dengan harga murah. Tanah partikelir secara resmi dihapuskan oleh pemerintah Indonesia setelah dikeluarkannya UU No. 1 Tahun 1958 pada masa kemerdekaan. Arsitektur Rumah Tinggal Kolonial Berdasarkan Trihayati (2005), Belanda pada awalnya mendirikan bangunanbangunan berupa gudang, benteng, dan rumah tinggal yang dibangun dengan menggunakan bambu dan atap daun kelapa. Pada masa selanjutnya, rumah-rumah tinggal dibangun permanen dengan dinding batu bata. Bentuk rumah tinggal tersebut terbagi dalam 3 gaya arsitektur yaitu: 1. gaya Belanda (Nederlands stijl) yaitu gaya arsitektur rumah tinggal kolonial yang masih mengikuti bentuk rumah di negara Belanda yang umumnya bergandengan, berderet mengikuti pinggir jalan atau sungai. Denah rumah dibuat memanjang dan terdiri atas 2 lantai. Selain itu, atap
6
bangunan umumnya sejajar tembok tanpa overstek. Gaya ini tidak cocok diterapkan di iklim tropis, 2. gaya Hindia-Belanda (Nederlands-Indisch stijl) yaitu gaya arsitektur dimana bangunan rumah tinggal mulai disesuaikan dengan iklim dan lingkungan tropis. Bangunan umumnya dilengkapi overstek yang membuat atap bangunan lebih lebar dari tembok. Bentuk bangunan 2 lantai dengan pintu dan jendela yang dibuat lebih tinggi dan lebar serta simetris pada fasad bangunan, 3. gaya Indis (Indischhe stijl) yaitu gaya arsitektur rumah tinggal kolonial yang seluruhnya beradaptasi dengan iklim tropis dan mengadopsi bentuk rumah tradisional Jawa. Bangunan rumah dibuat dengan ukuran besar, 1 lantai, teras lebar dengan atap bangunan tinggi dan lebar. Ketiga gaya arsitektur tersebut berkembang pada periode 1700-1820. Selanjutnya pada akhir abad 19 muncul gaya baru dalam arsitektur kolonial di Hindia Belanda, yaitu Neo-Klasik dengan denah simetris, atap perisai, dan pilarpilar di teras depan dan belakang. Pada awal abad ke-20 terdapat beberapa gaya dalam arsitektur modern yang terdiri dari: Rasionalisme, Amsterdam School, Nieuwe Bouwen. Cagar Budaya Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang dimaksud dengan cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan cagar budaya baik di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Benda cagar budaya dapat didefinisikan sebagai benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Bangunan cagar budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan beratap. Struktur cagar budaya yaitu susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan menyatu dengan alam, sarana dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. Sedangkan kawasan cagar budaya berarti satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai cagar budaya apabila memenuhi kriteria: 1. berusia 50 tahun atau lebih, 2. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun, 3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan, 4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Benda cagar budaya dapat dimiliki oleh setiap orang melalui pewarisan, hibah, tukar-menukar, pembelian, putusan atau penetapan pengadilan. Kawasan cagar budaya hanya dapat dimiliki atau dikuasai oleh negara, kecuali jika telah dimiliki oleh masyarakat hukum adat. Warga negara asing atau badan hukum asing
7
tidak dapat memiliki cagar budaya kecuali jika telah tinggal dan menetap di Indonesia. Mekanisme register nasional cagar budaya didahului dengan pendaftaran oleh para pemilik kepada pemerintah kabupaten atau kota yang dilengkapi dengan deskripsi dan dokumentasi. Hasil pendaftaran yang didapat kemudian dikaji oleh tim ahli cagar budaya, tujuannya untuk melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap benda, bangunan, struktur, atau lokasi untuk ditetapkan sebagai cagar budaya. Selanjutnya, bupati atau walikota akan mengeluarkan penetapan status cagar budaya paling lama 30 hari setelah rekomendasi diterima dari tim ahli. Surat keterangan status dan kepemilikan akan dikeluarkan setelah cagar budaya tercatat dalam register nasional. Pelestarian Lanskap Sejarah Menurut Nurisyah dan Pramukanto (2001), pelestarian lanskap sejarah didefinisikan sebagai usaha manusia untuk melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan negatif atau yang merusak keberadaan dan nilai yang dimilikinya. Pelestarian ini bertujuan untuk memberikan kualitas yang lebih baik bagi kehidupan masyarakat berdasarkan kekuatan aset-aset budaya lama, melalui pengadopsian program-program yang menarik dan kreatif, berkelanjutan, partisipatif dengan memperhitungkan estimasi ekonomi. Secara lebih spesifik, Nurisyah dan Pramukanto (2001) menyatakan bahwa pentingnya pelestarian lanskap yang terkait dengan aspek budaya dan sejarah, adalah untuk: 1. mempertahankan warisan budaya atau sejarah yang memiliki karakter spesifik suatu kawasan, seperti pada kawasan Pecinan dan kota lama Jakarta, 2. menjamin terwujudnya ragam dan kontras yang menarik dari suatu areal atau kawasan, misalnya keberadaan areal sejarah di suatu kawasan modern akan memiliki kesan visual dan sosial yang berbeda, 3. memenuhi kebutuhan psikis manusia, untuk melihat dan merasakan eksistensi dalam alur kesinambungan masa lampau, masa kini dan masa depan yang tercermin dalam obyek atau lanskap untuk selanjutnya dikaitkan dengan harga diri, percaya diri dan sebagai identitas diri suatu kelompok masyarakat tertentu, 4. memberikan motivasi ekonomi, karena suatu peninggalan sejarah atau budaya akan memiliki nilai yang tinggi apabila dipelihara baik, dan dapat mendukung perekonomian kota dan daerah jika dapat dikembangkan sebagai kawasan tujuan wisata, 5. menciptakan simbolisme sebagai manifestasi fisik dari identitas suatu kelompok masyarakat tertentu, contohnya pada kawasan Pecinan dan Kampung Bugis. Harris dan Dines (1988) menyatakan bahwa tujuan dilakukannya pelestarian lanskap sejarah antara lain untuk: 1. mempertahankan karakter estetik dari suatu properti atau area yang nantinya dapat menginterpretasikan kehidupan kesejarahan dari seseorang, kejadian atau tempat,
8
2. mengkonservasi sumberdaya, misalnya untuk menyelamatkan pohon, semak dan jenis tanaman lainnya, serta memperpanjang kehidupan suatu fitur dari sebuah tapak, 3. memfasilitasi pendidikan lingkungan, misalnya untuk mengilustrasikan suatu proses atau teknologi masa lampau, 4. mengakomodasi perubahan kebutuhan kawasan kota, tepi kota, ataupun pedesaan. Sementara, Goodchild (1990) dalam Anggraeni (2011) menyatakan bahwa pelestarian lanskap bersejarah perlu dilakukan atas sebuah lanskap dikarenakan adanya beberapa alasan seperti: 1. lanskap bersejarah merupakan bagian penting dari warisan budaya (cultural heritage) yang keberadaannya dapat dijadikan sebagai referensi atau landmark yang dapat dimengerti dan bernilai penting, 2. merupakan bagian dari bukti fisik atau arkeologi dari sejarah suatu warisan budaya, 3. lanskap memberi kontribusi bagi keberlanjutan dalam pembangunan kehidupan berbudaya. Lanskap dapat dimanfaatkan sebagai suatu obyek yang dapat dikunjungi dan dipelajari untuk keperluan edukasi, 4. lanskap bersejarah dapat memberikan suatu kenyamanan publik (public amenity), 5. mempunyai nilai ekonomis yang dapat memberikan keuntungan apabila dapat memanfaatkannya sebagai tempat wisata ataupun tempat aktivitas ekonomi lainnya. Adapun berdasarkan Nurisyah dan Pramukanto (2001), tindakan teknis yang dapat dilakukan untuk mengelola lanskap seperti: 1. adaptative use atau penggunaan adatif yaitu mempertahankan dan memperkuat lanskap melalui pengakomodasian penggunaan, kebutuhan dan kondisi yang ada pada masa kini, 2. rekonstruksi atau pembangunan ulang suatu bentuk lanskap, baik sebagian ataupun keseluruhan dari tapak asli dikarenakan: a. tapak tidak dapat bertahan lama pada kondisi aslinya dan menampakan tandak-tanda kerusakan karena faktor alam, b. suatu babakan sejarah tertentu yang perlu untuk ditampilkan, c. lanskap yang telah hancur sehingga tidak dapat terlihat seperti apa kondisi awalnya, d. adanya alasan kesejarahan yang harus ditampilkan seperti arti, simbolis, 3. rehabilitasi yaitu tindakan memperbaiki utilitas, fungsi atau visual suatu lanskap bersejarah dengan mempertahankan keutuhan lanskap baik struktur fisik dan visual, serta mempertimbangkan kenyamanan, lingkungan, sumber daya alam serta administratif, 4. restorasi yaitu tindakan pengembalian penampilan lanskap pada kondisi aslinya yang dilakukan dengan cara mengganti elemen yang hilang atau menghilangkan elemen tambahan yang dianggap mengganggu, 5. stabilisasi adalah tindakan atau strategi pelestarian obyek lanskap sejarah yang ada dengan memperkecil pengaruh negatif pada tapak seperti gangguan iklim, deterioration, dan suksesi alami,
9
6. konservasi adalah upaya pasif dalam pelestarian untuk melindungi suatu lanskap sejarah dari pengaruh yang tidak tepat seperti penggunaan lahan yang tidak sesuai, untuk memperkuat karakter spesifik yang menjiwai lingkungan serta menjaga keselarasan antara lingkungan lama dan baru, 7. interpretasi yaitu usaha pelestarian untuk mempertahankan lanskap asli secara terpadu melalui usaha yang mampu menampung kebutuhan dan kepentingan baru serta berbagai kondisi yang akan dihadapi masa ini dan yang akan datang, misalnya dengan pemugaran, 8. period setting, replikasi dan imitasi, adalah tindakan penciptaan suatu tipe lanskap pada tapak tertentu yang non orginial site. Tindakan inventaris data, dokumentasi serta pengkajian akan sejarah tapak sangat diperlukan agar pembangunan lanskap dapat sesuai dengan periode yang telah ditentukan sebelumnya, 9. release, tindakan pengelolaan yang memperbolehkan adanya suksesi alami seperti diperbolehkannya vegetasi tertentu untuk tumbuh secara alami pada suatu lanskap dengan syarat tidak merusak keutuhan nilai historis yang ada, 10. replacement, merupakan tindakan substitusi atas suatu komunitas biotik dengan yang lainnya.
10
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Januari sampai Juni 2014 di 2 kelurahan yaitu Depok dan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, seperti yang tertera pada Gambar 2. Pemilihan 2 lokasi ini didasarkan pada sebaran elemen lanskap sejarah Depok Lama yang tersisa berada di 2 kelurahan ini.
Gambar 2 Peta Kelurahan Depok dan Pancoran Mas
11
Batasan Studi Penelitian ini dibatasi hanya pada bahasan mengenai lanskap sejarah Depok Lama saja yang pada mulanya merupakan bagian dari wilayah tanah partikelir Depok dimasa kolonial Belanda. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Goodchild (1990). Tahapan penelitian ini dibagi menjadi 3 yaitu: inventarisasi data, analisis, dan sintesis (Gambar 3). 1. Inventarisasi Data Inventarisasi merupakan tahap pengambilan data yang terkait dengan kondisi tapak, kesejarahan, dan sosial masyarakat. Secara rinci, data-data yang diinventarisasi tertera pada Tabel 1. Inventarisasi data dilakukan melalui survei lapang, wawancara, dan studi pustaka. a. Survei lapang yaitu mendatangi langsung lokasi penelitian untuk memperoleh informasi tentang kondisi eksisting tapak yang meliputi karakter dan elemen lanskap sejarah, penggunaan lahan, aksesibilitas, dan sarana prasarana yang tersedia pada lokasi. b. Wawancara dan kuisioner. Wawancara dilakukan kepada pihak Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) dan Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata Seni dan Budaya Kota Depok (Disporaparsenbud), untuk menghimpun data dan informasi terkait kondisi lanskap sejarah. Kuisioner dilakukan dengan teknik non propability sampling dengan cara pengambilan purposif yang berarti bahwa setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sample. Sample yang terpilih adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan di luar kawasan Depok Lama dengan jumlah masing-masing 30 orang (Roscoe 1982 dalam Sugiono 2011). c. Studi pustaka untuk mendapatkan informasi sekunder dan dilakukan melalui kepustakaan atau dokumen dari Dinas Tata Ruang Kota dan Pemukiman Kota Depok (Distarkim). Tabel 1 Jenis, bentuk, dan sumber data yang diperlukan dalam inventarisasi No 1
Jenis data Kondisi umum lanskap Kota Depok: Letak geografis Luas Administratif Demografi Landuse Iklim
Bentuk data
Sumber data
Koordinat dan batas kota Luas kawasan Peta administratif Jumlah, jenis kelamin, dsb. Peta tata guna lahan Curah hujan, suhu dsb
Distarkim Depok Distarkim Depok Distarkim Depok Distarkim Depok Kecamatan Pancoran Mas Distarkim Depok Distarkim Depok
12
Lanjutan Tabel 1 No 2
3
4
5
Jenis data Kesejarahan Sejarah Kota Depok Sejarah kota lama Lanskap sejarah Area (lanskap sejarah)
Bentuk data
Sumber data
Sejarah Kota Depok Sejarah Depok Lama
Studi pustaka YLCC, Wawancara, Studi pustaka
Karakteristik lanskap sejarah (mengacu pada peta lama yang menunjukan jenis penggunaan lahan oleh masyarakat di masa lalu). Nilai penting sejarah dari area (data deskriptif dan spasial) Elemen lanskap seja- Jenis, bentuk, kondisi, rah fungsi, filosofi, dan nilai sejarah dari elemen yang ada (data deskriptif dan spasial) Persepsi masyarakat Keinginan masyarakat di dalam dan luar kawasan Depok Lama Pelestarian: Kebijakan Kebijakan pengelolaan pengelolaan Peraturan Peraturan daerah Undang-undang Program Rencana pengembangan pengembangan dan pemanfaatan kawasan, RTRW
Studi pustaka, Observasi lapang
Wawancara, Observasi lapang, Disporaparsenbud
Kuisioner, Wawancara
Disporaparsenbud, YLCC Disporaparsenbud, Studi pustaka Disporaparsenbud, Distarkim Depok
2. Analisis Tahap analisis dilakukan melalui metode analisis deskriptif kualitatif, deskriptif kuantitatif, dan analisis spasial. a. Analisis deskriptif kualitatif dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik kawasan serta upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk pelestariannya. b. Analisis deskriptif kuantitatif yaitu analisis untuk menjelaskan kualitas atau nilai lanskap sejarah berdasarkan penilaian keaslian, keunikan, dan signifikansi melalui metode skoring seperti pada Tabel 2-3 (adaptasi Harris and Dinnes, 1988). Depok Lama dinilai secara keseluruhan kawasan dan tidak berdasarkan elemen per elemennya. Peta Depok Lama tahun 1924 digunakan sebagai dasar pembanding dalam penilaian ini untuk mengetahui perubahan-perubahan apa saja yang telah terjadi di dalam kawasan Depok Lama. Penghitungan interval kelas (Slamet, 1983 dalam Anggraeni, 2011) dengan rumus:
13
Interval Kelas (IK) = Skor Maksimum (SMa) – Skor Minimum (SMi) Jumlah Kategori Tinggi = (SMi + 2IK + 1) sampai SMa Sedang = (SMi + IK + 1) sampai (SMi + 2IK) Rendah = SMi sampai (SMi + IK) Tabel 2 Kriteria penilaian keaslian (originality) Kriteria Bangunan (Elemen Lanskap sejarah)
Rendah (1) Perubahan (fasad bangunan) cukup banyak sehingga tidak lagi mewakili karakter atau gaya arsitektur masa lalu. Jumlah bangunan asli <25%. Terdapat sedikit bangunan berumur >50 tahun pada kawasan.
Pola pemukiman
Pola pemukiman linear. Tidak ada elemen lanskap yang menjadi pusat pemukiman. Mengalami perubahan penggunaan lahan >50%.
Pola penggunaan lahan
Jalur sirkulasi
Jaringan jalan mengalami penambahan ruas dan karakternya berubah.
Sedang (2) Bangunan mengalami perubahan pada fasad, namun masih mewakili karakter atau gaya arsitektur masa lalu. Jumlah bangunan asli 50%75%. Cukup banyak bangunan berumur >50 tahun pada kawasan. Pola pemukiman linear. Ada elemen lanskap yang menjadi pusat pemukiman. Mengalami perubahan penggunaan lahan 25-50%. Jaringan jalan mengalami penambahan ruas, namun karakternya masih dipertahankan.
Tinggi (3) Bangunan tidak berubah atau sedikit berubah pada fasadnya, sehingga sangat mewakili masa lalunya. Jumlah bangunan asli >75%. Terdapat banyak bangunan berumur >50 tahun pada kawasan. Pola pemukiman konsentrik. Ada elemen lanskap yang menjadi pusat pemukiman. Tidak mengalami perubahan penggunaan lahan atau perubahan <25%. Jaringan jalan tetap, tidak mengalami penambahan ruas, dan karakternya masih asli.
Sumber: Modifikasi Harris dan Dines (1988)
Tabel 3 Kriteria penilaian keunikan (uniqueness) Kriteria Hubungan kesejarahan
Rendah (1) Lanskap atau elemen tidak memiliki hubungan kesejarahan.
Sedang (2) Lanskap atau elemen memiliki hubungan kesejarahan lemah
Tinggi (3) Lanskap atau elemen memiliki hubungan kesejarahan kuat
14
Lanjutan Tabel 3 Kriteria Integritas
Rendah (1) Elemen lanskap sejarah tersebar, jumlahnya sedikit, dan tidak membentuk kesatuan lanskap sejarah.
Keragaman yang berbeda dari kebiasaan
Karakter, struktur, dan elemen tidak berbeda dari yang lain dan nilai sejarah kurang kuat. Jumlahnya sedikit.
Kualitas estetika
Elemen lanskap sejarah tidak memiliki keindahan atau estetik (gaya arsitektur) yang menunjukkan kekhasannya pada masa lalu.
Sedang (2) Elemen lanskap sejarah tersebar, jumlahnya cukup banyak, dan membentuk kesatuan lanskap sejarah dengan karakter lemah. Karakter, struktur, dan elemen cukup berbeda dari yang lain dan nilai sejarah kurang kuat. Jumlahnya cukup banyak. Elemen lanskap sejarah masih memiliki keindahan atau estetik (gaya arsitektur) yang menunjukkan kekhasannya pada masa lalu.
Tinggi (3) Elemen lanskap sejarah lokasinya berdekatan, jumlahnya cukup banyak, dan membentuk kesatuan lanskap sejarah yang kuat. Karakter, struktur, dan elemen berbeda dari yang lain dan nilai sejarahnya kuat. Jumlahnya banyak. Elemen lanskap sejarah memiliki keindahan atau estetik (gaya arsitektur) yang menunjukkan kekhasannya pada masa lalu.
Sumber: Modifikasi Harris dan Dines (1988)
c.
Analisis spasial yaitu analisis untuk mengetahui area dengan karakteristik sejarah yang kuat. Analisis ini dilakukan dengan cara menganalisis beberapa peta tematik dengan menggunakan teknik overlay.
3. Sintesis Tahap terakhir setelah dilakukannya analisis adalah sintesis yang bertujuan untuk menyusun usulan rekomendasi pelestarian yang terdiri atas konsep, tindakan, dan peta zonasi pelestarian.
15
Tahapan Proses Persiapan
Jenis Aktivitas
Hasil
Studi pustaka dan orientasi lapang
Proposal penelitian
Survei lapang, wawancara, dan studi pustaka
Kondisi umum, data kesejarahan, data presepsi masyarakat, dan data pelestarian
Analisis
Analisis deskriptif kualitatif, analisis deskriptif kuantitatif, dan analisis spasial
Kondisi, karakter, dan signifikansi lanskap sejarah di kawasan Depok Lama
Sintesis
Rekomendasi pelestarian
Konsep, tindakan, dan zonasi pelestarian
Inventarisasi
Gambar 3 Tahapan penelitian
16
KONDISI UMUM Kota Depok dan Pancoran Mas Kota Depok terletak di Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Jabotabek dan berfungsi sebagai kota penyangga Jakarta serta tempat bermukimnya sebagian pekerja ibukota. Kota Depok terletak pada 6º19’00” - 6º28’00” LS dan 106º43’00” - 106º55’30” BT dan memiliki luas wilayah sebesar 20.029 ha yang terbagi menjadi 11 kecamatan, 63 kelurahan, 840 RW, dan 4.648 RT. Secara administratif, Depok berbatasan langsung dengan: : Tangerang Selatan, DKI Jakarta dan Banten, utara timur : Kecamatan Pondok Gede Bekasi dan Gunung Putri Bogor, selatan : Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojong Gede, barat : Kabupaten Bogor, Kota Tangerang Selatan dan Banten. Wilayah Depok dapat dikelompokkan menjadi 3 daerah berdasarkan topografinya yaitu dataran rendah berketinggian 50-80 mdpl di bagian utara, daerah tengah berketinggian 80-110 mdpl, dan daerah perbukitan di bagian selatan dengan ketinggian lebih dari 110 mdpl. Depok juga terbagi kedalam 3 wilayah berdasarkan kemiringan lerengnya yaitu datar di bagain utara dengan kelerengan 0-8%, landai di bagian selatan berkelerengan 8-15%, serta wilayah dengan kelerengan lebih dari 15-20 % di sepanjang aliran sungai. Kota Depok dialiri oleh beberapa sungai besar seperti Ciliwung dan Cisadane serta 13 sub satuan wilayah aliran sungai. Kecamatan Pancoran Mas (Gambar 4), merupakan salah satu kecamatan terpenting di Kota Depok. Kecamatan ini terbagi kedalam 6 kelurahan yang sebagian besar wilayahnya dahulu adalah bekas Depok Lama seperti yang disebutkan di dalam Perda Kota Depok NO 1 Tahun 1999.
Gambar 4 Peta Kecamatan Pancoran Mas
17
Penggunaan lahan di Kecamatan Pancoran Mas 2009 berdasarkan data Quickbird didominasi oleh pemukiman (warna merah (pewarnaan berdasarkan national land cover database atau NLCD 1992)) (Gambar 5). Selain itu, cukup banyak kebun campuran yang berada dibagian tengah hingga barat. Terdapat juga situ-situ yang tersebar pada beberapa kelurahan seperti Depok dan Pancoran Mas. Peruntukan wilayah yang lain meliputi gedung pemerintahan di Jalan Margonda, perdagangan dan jasa yang tersebar di wilayah timur, dan instalasi milik pemerintah berupa depo kereta di bagian selatan.
Gambar 5 Peta penggunaan lahan di Kecamatan Pancoran Mas Kecamatan Pancoran Mas memiliki jumlah penduduk sebanyak 240.866 orang yang terbagi menjadi 61.187 KK dengan rincian penduduk laki-laki 124.169 orang dan perempuan 116.697 orang. Mayoritas penduduk berprofesi sebagai buruh, pedagang, dan wiraswasta, sedangkan profesi petani menempati urutan terakhir jika dibandingkan dengan yang lainnya (Tabel 4). Tabel 4 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian No 1 2 3 4 5 6 7 8
Pekerjaan Petani Wiraswasta Pengrajin Industri Kecil Buruh Pedagang PNS, TNI, POLRI Pensiunan Lain-lain Jumlah Total
Sumber: Pemkot Depok (2014)
Jumlah (Orang) 1.209 45.167 12.657 53.645 35.970 5.525 2.938 82.755 24.0866
Persentase (%) 0.50 18.75 5.25 22.27 14.93 2.29 1.22 34.36 100.00
18
Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Pancoran Mas per 10 Februari 2014 mayoritas telah mengenyam pendidikan setingkat SMA dengan persentase mencapai 35.06 % (Tabel 5). Tabel 5 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendidikan Tidak/ Belum Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD SMP/ Sederajat SMA/ Sederajat Diploma I/ II Diploma III SI SII/SIII Jumlah Total
Jumlah (Orang) 38893 23684 31517 34553 84446 5909 5693 7428 4502 24.0866
Persentase (%) 16.15 9.83 13.08 14.35 35.06 2.45 2.36 3.08 1.87 100.00
Sumber: Pemkot Depok (2014)
Depok Lama meskipun pada awalnya merupakan pemukiman orang-orang Protestan, namun tidak pada saat ini. Kecamatan Pancoran Mas kini lebih didominasi oleh penduduk yang beragama Islam dengan persentase 91.48 % seperti pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah penduduk menurut agama No 1 2 3 4 5 6 7
Agama Islam Protestan Khatolik Hindu Budha Konghucu Lainnya Jumlah Total
Jumlah (Orang) 220335 15062 3911 493 892 143 30 240866
Persentase (%) 91.48 6.25 1.62 0.20 0.37 0.06 0.01 100.00
Sumber: Pemkot Depok (2014)
Meskipun sebagian besar wilayah Kecamatan Pancoran Mas adalah luas keseluruhan Depok Lama pada zaman dahulu, penelitian ini difokuskan hanya di Kelurahan Depok dan Pancoran Mas, dikarenakan elemen lanskap sejarah peninggalan Depok Lama yang tersisa berada di daerah ini mengacu pada data hasil inventarisasi Disporaparsenbud Kota Depok tahun 2013. Lokasi Kelurahan Depok dan Pancoran Mas berada di sekitar jalan raya utama di pusat Kota Depok seperti Jalan Margonda, Jalan Kartini, Jalan Siliwang, dan Jalan Dewi Sartika yang menjadikannya mudah untuk diakses dari berbagai arah dengan bermacam moda transportasi darat seperti angkutan kota ataupun kereta. Angkutan kota bernomor 05, 04, atau 02 yang melewati Jalan Siliwangi dapat digunakan untuk mengunjungi Depok Lama jika sedang berada di dalam kota. Namun, apabila dari Bogor atau Jakarta maka dapat menggunakan KRL Commuter Line dan turun di Stasiun Depok Lama atau Depok Baru. Selain itu, adanya Jalan Raya Bogor di sebelah timur
19
kelurahan yang berhubungan dengan Jalan Siliwangi juga membuat kelurahan ini semakin mudah dijangkau terutama menggunakan kendaraan pribadi. Asal Mula Nama Depok Asal usul nama Depok hingga saat ini belum diketahui secara pasti, namun beberapa sumber menyebutkan bahwa nama Depok berkaitan dengan penyebaran ajaran Protestan di wilayah itu. Depok sering disebut sebagai akronim berbahasa Belanda seperti: De Eerste Protestans Organisatie van Kristenen atau De Eerste Protestansche Onderdaan Kristen (Organisasi Kristen Protestan yang Pertama), De Eerste Protestans Onderdaan Kerk (Gereja Protestan Rakyat Pertama), dan Deze Eenheid Predikt On Kristus (Unit Khotbah Tentang Kristus). Pendapat lain menyebutkan bahwa Depok merupakan kata dari bahasa Belanda de volk (orang, negara) yang telah mengalami perubahan secara fonetis. Selain itu, Depok juga pernah terkenal sebagai Daerah Elit Pemukiman Orang Kota dikarenakan banyaknya warga Jakarta yang pindah ke wilayah ini. Jonathans (2011) menyebutkan bahwa istilah Depok berasal dari bahasa Sunda yang berarti duduk, padepokan, atau tempat tinggal. Kata Depok selanjutnya dapat diterjemahkan menjadi tempat tinggal, kampung halaman, dan tempat pendidikan. Keberadaan padepokan itu diperkirakan sudah ada jauh sebelum kedatangan Cornelis Chastelein yang mendirikan tanah Depok. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa adanya padepokan berawal dari seorang budak asal Bali yang menemukan sumber mata air berwarna keemasan apabila terkena cahaya matahari (Situ Pancoran Mas). Budak tersebut lalu menjadikan tempat itu sebagai pertapaan atau padepokan. Kemudian dimasa selanjutnya, orang-orang di sekitar tempat itu menamainya dengan Depok untuk menyingkat kata padepokan itu sendiri. Sejarah Kota Depok Berdasarkan Perda Kota Depok No 1 Tahun 1999 tentang Hari Jadi dan Lambang Kota Depok, menyebutkan bahwa sejarah kota ini dapat dibagi kedalam beberapa babak yang disesuaikan dengan temuan benda arkeologis yang ada, yaitu: Prasejarah, Pajajaran, Islam, Kolonial, Jepang, Depok dimasa Indonesia merdeka, terbentuknya Kota Administrasi Depok, dan Kota Depok. Prasejarah Depok diperkirakan telah dihuni sejak zaman prasejarah yang ditandai dengan beberapa temuan arkeologis berupa benda-benda kuno. Temuan tersebut tersebar di Kota Depok dan sekitarnya yang terdiri dari menhir “gagang golok”, punden berundak dan Sumur Bandung di Kelurahan Cipayung, kapak persegi dan pahat batu yang berasal dari zaman megalitikum, serta paji batu dan beliung batu yang termasuk dalam peninggalan zaman neolitikum. Depok Pada Zaman Pajajaran Depok pada zaman Pajajaran (akhir abad ke-15) merupakan sebuah wilayah yang difungsikan sebagai benteng pertahanan terdepan oleh Kerajaan Pajajaran
20
untuk menghadapi pasukan Jayakarta yang saat itu bersekutu dengan Demak, Cirebon, dan Banten. Hal ini disebabkan oleh lokasi Depok yang sangat strategis, hanya berjarak 13 km di utara Muara Beres di Desa Karadenan. Muara Beres sendiri merupakan daerah di tepi Sungai Ciliwung yang termasuk dalam wilayah kekuasaan Pajajaran dan menjadi titik silang antara Pakuan dan Sunda Kelapa. Peran Depok sebagai wilayah pertahanan Pajajaran dapat dibuktikan dengan masih terdapatnya nama-nama desa berbahasa Sunda seperti Parung Serang, Karang Anyar, Cisalak, dan sebagainya. Depok Pada Zaman Islam Pengaruh Islam di Depok diperkirakan ada setelah Kesultanan Banten menguasai wilayah Kerajaan Pajajaran yang meliputi Bogor dan sekitarnya. Depok yang sebelumnya berfungsi sebagai daerah pertahanan selanjutnya difungsikan sebagai jalur pintas penghubung antara Kerajaan Banten dan Cirebon akibat direbutnya Jayakarta oleh VOC. Pengaruh Islam dari Kerajaan Banten dapat dibuktikan dengan adanya nama-nama kampung seperti Beji, Kukusan, dan Pejaten. Selain itu, ditemukan juga peninggalan berupa 7 buah sumur keramat di Beji, serta makam Ratu Anti atau Maemunah yang merupakan istri Raden Pakpak, kyai terkenal dari tanah Sunda, di Bojonggede (Gambar 6a-6b).
(a) (b) Gambar 6 (a) Sumur 7 Beji, (b) Makam Ratu Anti Sumber: store.tempo.co 2011 Menurut Sobari (1994) yang bersumber pada penuturan lisan penduduk Depok muslim menyebutkan bahwa masuk dan menyebarnya Islam di Depok ada hubungannya dengan peristiwa politik tahun 1619 di Batavia, yaitu perselisihan antara Jayakarta dengan Gubernur Jendral Hindia Belanda, Jan Pieterszoon Coen yang berakhir dengan dikuasainya Jayakarta hingga berujung pada penggantian nama Jayakarta menjadi Batavia. Setelah wilayah tersebut dikuasai, banyak bangunan seperti masjid dan keraton dibakar. Sebagian penduduk Jayakarta kemudian berpindah ke daerah lain yang dianggap aman seperti ke arah selatan hingga akhirnya masuk ke wilayah Depok. Depok Pada Masa Kolonial Sejarah Kota Depok tidak dapat dipisahkan dari Cornelis Chastelain yang dianggap sebagai pendiri tanah Depok oleh orang asli Depok. Cornelis Chastelain lahir pada 10 Agustus 1657 di Amsterdam, Belanda, dan merupakan anak terakhir dari 10 bersaudara. Ayahnya, Anthony Chastelein adalah seorang Hugenot (kaum
21
Protestan) di Perancis yang kemudian hijrah ke Belanda setelah terjadinya kerusuhan besar-besaran disebabkan oleh kekhawatiran pemerintah Perancis akan semakin berkembangnya kaum pengkritik kebijakan gereja Katholik itu (Berkhof dan Enklaar 2013). Sesampainya di Belanda, Anthony bekerja di VOC dan menikah dengan Maria Cruinder, putri Walikota Dordtrecht. Tahun 1674, Chastelein pergi ke Oost Indie (Indonesia) dengan menumpang kapal uap Huys Te Cleef pada 24 Januari 1674 dan tiba di Batavia pada 16 Agustus 1674. Ia lalu bekerja pada VOC sebagai Boekhounder bij de kamer van zeventien (Pemegang Buku). Chastelein kemudian menikahi Catharina van Vaalberg dan memiliki anak bernama Anthony Chastelein seperti nama kakeknya. Pada tahun 1682, Chastelein mendapat kenaikan jabatan sebagai Grootwinkelier der Oost Indische Compagnie (Kepala Pembelian) dan ditahun 1691, Ia kembali memperoleh kenaikan jabatan menjadi Twede Opperkoopman des Casteels Batavia (Saudagar Senior Kelas Dua dari Benteng Batavia) (Jonathans 2011). Pada tahun 1691, VOC mengalami pergantian pemimpin dari Yohanes Champhuys menjadi Willem Van Outhoren. Era kepemimpinan yang baru ini banyak merubah tujuan VOC, dari berdagang menjadi menjajah. Chastelein yang tidak sepaham lalu mengundurkan diri dari jabatannya dan memutuskan untuk berwirausaha dengan membeli tanah di Noordwijk (daerah pintu air Jalan Juanda, Jakarta Pusat) dan Weltevreden (daerah Pasar Senen, Jakarta Pusat) pada tahun 1693 dari Anthonij Paviljoen. Daerah Weltevreden memiliki arti benar-benar puas dikarenakan suasananya yang nyaman dan tentram. Tahun 1695, Chastelein membeli tanah di Seringsing (Srengseng dan Lenteng Agung) serta tanah Depok pada 18 Mei 1696 dari Lucas Meur seorang residen di Cirebon. Tanah Depok ini memiliki luas sekitar 1.244 ha dan dibatasi oleh Pondok Cina di utara, Ciliwung di timur, Cimanggis di selatan, dan Mampang di bagian barat (Gambar 7).
Gambar 7 Peta Depok tahun 1917 Sumber: YLCC 2014 Luas tanah Depok Lama tersebut merupakan gabungan dari: Kelurahan Depok, Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan Pancoran Mas, Kelurahan Mampang
22
sebelah selatan jalan, Kelurahan Rangkapan Jaya, dan Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, jika merujuk pada pembagian wilayah Kota Depok saat ini. Chastelein mendirikan perkampungannya di wilayah yang sekarang termasuk dalam Kelurahan Depok. Chastelein membeli 150 budak asal Jawa, Bali dan Sulawesi untuk mengolah tanah pertanian miliknya. Selain bekerja, budak-budak itu juga diberikan pengetahuan dasar mengenai ajaran Protestan. Sebanyak 120 budak diantaranya memutuskan untuk memeluk agama Protestan dan menjadi asal usul dari 12 marga orang Depok. Nama marga yang dipakai umumnya meminjam dari kata-kata di dalam Injil seperti Jonathans, Samuel, Laurens, Leander, Bacas, Joseph, Loen, Tholense, Isakh, Jacob, Zadokh, namun ada juga yang merujuk pada asal daerahnya seperti Soedira yang berasal dari Jawa. Saat ini marga yang tersisa hanya 11 dikarenakan keluarga Zadokh hanya memiliki keturunan perempuan sedangkan pewarisan menganut sistem patrilineal. Menurut Jonathans (2011), penggunaan nama 12 marga dipakai oleh orang Depok asli sesudah tahun 1862 karena sebelum tahun itu, orang Depok asli masih menggunakan identitas daerah seperti Hazin Van Bali. Chastelein meninggal pada 28 Juni 1714 di usia ke 57 tahun dan mewariskan surat wasiat (Het Testament van Cornelis) yang berisi beberapa pesan penting: mewariskan tanah di Noordwijk (Jalan Ir Juanda, Jakarta Pusat sekarang), uang 2.000 ringgit, barang perak, perabot rumah tangga kepada Catharina, memberikan barang berupa emas, kain, senapan, pigura, dan buku kepada Anthony Chastelein, memerdekakan budak laki-laki dan perempuan baik yang beragama Protestan atau pun bukan, memberikan tanah Depok kepada budak-budak yang beragama Protestan. Namun tanah itu tidak boleh dipakai untuk menginap atau bertempat tinggal bagi orang Cina dan Arab. Tanah Depok juga tidak boleh dijual dan hanya dapat digunakan untuk kepentingan keluarga atau agama saja. Tanah-tanah warisan pada akhirnya banyak direbut kembali oleh VOC karena meninggalnya Anthony Chastelein satu tahun setelahnya. Jarong Van Bali, bekas budak yang dituakan oleh yang lainnya terpilih untuk mengatur tanah Depok, Sringsing, dan Noordwijk. Setelah ia meninggal, masyarakat di Depok lalu mengadakan pemilihan presiden, seorang sekretaris dan bendahara, 2 orang komisaris, dan seorang tenaga perbukuan. Pemilihan ini dilakukan setelah keputusan berisi konsep reglement (aturan) pembentukan organisasi dan pemimpin desa (St. Desa Zelfbestuur) yang disusun oleh Mr M.H. Klein keluar di tahun 1871. Pada 28 Januari 1886, Reglement van het land Depok (aturan tanah Depok) disusun dan direvisi pada 1891. Kriteria untuk menjadi presiden tanah partikelir Depok yaitu berasal dari keturunan 12 marga dan berhak memerintah selama 3 tahun, kecuali untuk jabatan diluar presiden hanya untuk 2 tahun saja. Menurut Jonathans (2011), Depok tercatat pernah berganti presiden sebanyak 4 kali meskipun sebenarnya bisa lebih yaitu: Martinus Laurens, Loenardus Leander, Gerrit Jonathans, dan Johannes Matijs Jonathans. Gemeente Depok (Pemerintahan Depok) memiliki wewenang untuk mengurusi pajak, pasar, perkebunan, dan sebagainya. Mereka menerapkan tjoeke atau pajak sebesar 1/10 dari hasil panen untuk membiayai pemerintahan. Pemungutan dilakukan tepat setelah panen dan
23
dilaksanakan di halaman gedung pemerintah (Gambar 8). Selain tjoeke, pihak gemeente juga menjual barang kerajinan seperti tembikar, genteng, dan batu bata untuk menambah kas pemerintahan.
Gambar 8 Proses pemungutan tjoeke Sumber: YLCC 2014 Depok Zaman Jepang Pada zaman Jepang, kekuasaan Gemeente Depok perlahan berkurang menyusul dikalahkannya pihak sekutu Belanda oleh Jepang. Hal ini berdampak pada tidak diakuinya lagi Gemeente Depok dan pemungutan pajak beralih menjadi milik Jepang. Banyak orang-orang Depok menjadi malas bekerja dikarenakan Jepang mengambil seluruh hasil panen yang mereka dapat. Selain itu, pengawasan kegiatan keagamaan juga diperketat oleh Jepang karena adanya kekhawatiran akan munculnya gerakan anti Jepang dikalangan orang Depok. Meskipun demikian, wilayah Depok tergolong aman dikarenakan tidak terjadi pergolakan fisik seperti di daerah lain. Hak-hak istimewa orang Depok juga tidak hilang begitu saja. Contohnya, pada kesehariannya, orang-orang kampung akan tetap membungkuk dan mengucap salam jika berpapasan dengan “Belanda Depok” (Wanhar 2011). Depok dimasa Indonesia merdeka Memasuki masa kemerdekaan, di Depok banyak terjadi kerusuhan akibat adanya kecemburuan sosial antara warga dengan tuan tanah “Belanda Depok” yang diistimewakan pada zaman kolonial dulu. Pada 7 Oktober 1945, penduduk di sekitar Depok memboikot orang-orang Eropa, kaki tangan Belanda, dan melarang para pedagang untuk menjual dagangannya pada mereka. Tidak hanya itu, orang-orang Indo serta orang yang beragama Kristen yang dikenal dekat dengan Belanda pun ikut terkena dampaknya (Wanhar 2011). Puncaknya, pada 11 Oktober 1945 terjadi “Gedoran Depok” yaitu peristiwa dimana sekelompok orang berpakaian hitam mendatangi Depok Lama dan menggedor setiap rumah warga yang ada. Mereka menghancurkan barang-barang seisi rumah dan membunuh para keluarga peranakan Indo yang masih bertahan dan berada di rumah pada malam hari. Esok paginya, para pemuda kembali melakukan perlawanan dan menyerang serta mengumpulkan orang-orang Depok Lama (Gambar 9). Kaum perempuan dan anak-anak berusia dibawah 12 tahun dibolehkan untuk tetap tinggal di Depok sedangkan laki-laki dibawa ke kamp pengungsian di Kedung Halang, Bogor.
24
Gambar 9 Perlawanan di Depok Sumber: ayogitabisa.com 2014 Sejalan dengan ditetapkannya kebijakan penghapusan tanah partikelir diseluruh Indonesia pada 8 April 1949, serta pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949, kekuasaan Gemeente Depok pun berakhir. Sebagai ganti penghapusan tanah partikelir, pemerintah Indonesia memberikan uang Rp. 229.261,28, beberapa gedung, dan tanah milik bersama (communal bezit) meliputi: tanah seluas 4.839 m² dipakai sebagai balai gemeente, tanah seluas 2.358 m² dipakai sebagai sekolah, tanah seluas 1.419 m² dipakai sebagai gereja, tanah seluas 4.007 m² dipakai sebagai pastori, tanah seluas 1.233 m² dipakai sebagai balai pertemuan, tanah seluas 8.261 m² berupa pemakaman orang Kristen. Kemudian untuk menjaga dan merawat aset-aset itu, didirikanlah sebuah yayasan bernama Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) pada tahun 1952 dengan Johannes Matijs Jonathans sebagai ketuanya. Terbentuknya Kota Administrasi Depok Tahun 1976, wilayah Depok berkembang cukup pesat yang ditandai dengan pembangunan perumahan dan kampus Universitas Indonesia di Kecamatan Beji. Selain itu, sektor jasa dan perdagangan yang turut berkembang semakin membutuhkan adanya pelayanan yang semakin cepat dan tanggap, sehingga pada tahun 1981, pemerintah Indonesia memutuskan untuk membentuk Kota Administratif Depok dengan daerah induk Kabupaten Bogor, mengacu pada Peraturan Pemerintah No 43. Tahun 1981, memutuskan bahwa Depok terdiri dari 3 kecamatan dengan 17 desa yaitu: 1. Kecamatan Pancoran Mas meliputi 6 desa yaitu: Desa Depok, Depok Jaya, Pancoran Mas, Mampang, Rangkapjaya, Rangkapjaya Baru, 2. Kecamatan Beji meliputi 5 desa yaitu: Desa Beji, Pondok Cina, Kukusan, Tanah Baru, Kemirimuka, 3. Kecamatan Sukmajaya terdiri dari 6 desa meliputi: Desa Mekarjaya, Sukmajaya, Cisalak, Sukamaju, Kalimulya, Kalibaru. Selanjutnya, dalam rentang waktu 17 tahun, desa-desa di Depok berganti menjadi kelurahan dan ditambah dengan beberapa kelurahan baru hasil pemekaran, sehingga dari 3 kecamatan di Depok terdapat sebanyak 23 kelurahan. Kelurahan
25
baru tersebut adalah Beji Timur di Kecamatan Beji, dan Tirta Jaya, Jatimulya, serta Abadijaya di Kecamatan Sukmajaya. Terbentuknya Kota Depok Semakin berkembangnya Kota Administratif Depok dan besarnya keinginan masyarakat yang meminta agar Depok menjadi kotamadya membuat pemerintah Kabupaten Bogor mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk menjadikan Depok sebagai kotamadya. Melalui Undang-Undang No 15 tahun 1999 yang di tetapkan pada 20 April 1999, Depok diputuskan menjadi kotamadya daerah tingkat II. Wilayah Kota Depok dibagi kedalam 3 kecamatan seperti yang telah disebutkan pada bahasan sebelumnya, ditambah dengan beberapa wilayah di daerah tingkat II Bogor yang meliputi: 1. Kecamatan Cimanggis yang terdiri dari Kelurahan Cilangkap dan 12 desa Desa lain seperti Pasir Gunung Selatan, Tugu, Mekarsari, Cisalak Pasar, Curug, Harjamukti, Sukatani, Sukamaju Baru, Jatijajar, Tapos, Cimpaeun, Leuwinanggung, 2. Kecamatan Sawangan terdiri dari 14 desa yaitu Sawangan, Sawangan Baru, Cinangka, Kedaung, Serua, Duren Seribu, Duren Mekar, Pondok Petir, Curug, Bojongsari, Bojongsari Baru, Pengasinan, Bedahan, Pasar Putih, 3. Kecamatan Limo terdiri dari 8 desa yaitu Limo, Meruyung, Cinere, Gandul, Pangkalan Jati, Pangkalan Jati Baru, Krukut, Grogol, 4. ditambah 5 desa dari Kecamatan Bojonggede yaitu Cipayung, Cipayung Jaya, Ratu Jaya, Pondok Terong, Pondok Jaya. Saat ini, Kota Depok terdiri atas 11 kecamatan yang meliputi, Beji, Cimanggis, Limo, Pancoran Mas, Sawangan, Sukmajaya, Cipayung, Cilodong, Cinere, Cimanggis, Tapos, Sawangan dan Bojongsari, dan memiliki 63 kelurahan (Dalang 2012). Kehidupan Masyarakat Depok Lama Kehidupan Rohani Masyarakat Depok Lama telah diidentikan sebagai masyarakat Kristen yang dekat dengan Gereja sebagai pusat peribadatannya. Hal ini sesuai dengan wasiat Chastelein yang ingin menjadikan Depok sebagai tempat bermukimnya orang Kristen. Selain bertani, kegiatan bimbingan rohani pun menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh Chastelein. Serikat misionaris negeri Belanda atau NZG (Nederlandsch Zendeling Genootschap) yang merupakan organisasi penyebar agama Kristen mengutus beberapa penginjil untuk melayani jemaat di Batavia dan Depok. Pada 1878, NZG mendirikan seminari pertama di Indonesia yang berlokasi di Gereja Kristen Pasundan saat ini. Selain jemaat Protestan yang mendominasi, terdapat pula umat Katholik yang mulai melakukan kebaktian misa, namun terbatas dari rumah kerumah di tahun 1927 (Jonathans 2011). Saat ini, di Depok Lama telah banyak dibangun gereja-gereja baru untuk memenuhi kebutuhan jemaat Kristen yang jumlahnya terus meningkat. Salah satu contohnya adalah Gereja Bethel Indonesia yang merupakan gereja terbesar di Kota Depok, Gereja Kristen Indonesia, Gereja Pantecosta Indonesia, dan lain sebagainya.
26
Gereja-gereja tersebut umumnya ramai dikunjungi masyarakat Depok Lama pada Minggu pagi untuk melaksanakan ibadah. Pendidikan Pendidikan di Depok diawali oleh perintah Chastelein yang meminta Baprima Lucas, salah satu budaknya untuk mengajarkan pendidikan agama dan budi pekerti pada anak-anak di sekolah minggu (zondags school). Tahun 1837 sekolah pertama Depoksche Lagere School bagi anak usia 6-14 tahun didirikan. Tahun 1886, Europeesche Lagere School yaitu sekolah bagi orang Eropa dan orang Depok yang telah disamakan statusnya mulai dibuka dengan pengajar adalah orang Belanda yang didatangkan dari Batavia. Dimasa selanjutnya, Gemeente Depok mewajibkan setiap anak untuk bersekolah hingga tidak ada yang buta huruf (Gambar 10).
Gambar 10 Murid-murid di Sekolah Depok tahun 1930 Sumber: kitlv.nl 2014 Hingga saat ini, di kawasan Depok Lama banyak berdiri sekolah-sekolah mulai jenjang SD sampai SMA yang lokasinya cukup berdekatan. Keberadaan sekolah-sekolah tersebut semakin melengkapi dan memberikan diversifikasi atau pilihan bagi masyarakat Depok Lama. Kehidupan Sosial Kehidupan sosial masyarakat Depok Lama dapat dilihat dari keseharaian mereka seperti adanya penyebutan “Belanda Depok” yang sering ditujukan pada keturunan ke 12 marga Depok. Penyebutan ini sebenarnya didasarkan pada perilaku orang asli Depok yang tingkah lakunya meniru orang Belanda, seperti memakai bahasa Belanda ketika berbicara. Namun, penggunaan bahasa Belanda saat ini sudah jarang ditemukan dan generasi mudanya pun sebagain besar sudah tidak dapat menggunakannya. Masyarakat Depok Lama dahulu terbagi dalam 2 golongan yaitu tuan tanah keturunan 12 marga, dan petani penggarap. Namun, hubungan antara keduanya tergolong baik sehingga banyak tuan tanah yang kemudian menjadi sekeluarga dengan petani penggarap setelah menikahi anak-anak mereka. Selain kelas sosial, perbedaan lokasi peruntukan pemukiman pun sempat terjadi di Depok Lama. Orang kulon (barat) yang bermukim di Passer Straat (Jalan Kartini) dan Kerk Straat (Jalan Pemuda) tergolong kaum elit, sedangkan mereka yang hidup di wetan (timur), disekitar Jembatan Panus tergolong rakyat jelata. Perlakuan berbeda pun diterima
27
keduanya seperti dalam hal pendidikan. Orang-orang kulon dapat bersekolah di Europeesche School sedangkan orang wetan hanya boleh di Depoksche School. Namun, pemberlakuan golongan ini umumnya dilakukan oleh orang-orang Belanda saja, sedangkan diantara orang-orang asli Depok semua dianggap sama (Jonathans 2011). Orang Depok Lama memiliki beberapa perayaan penting seperti sinterklas yang diadakan setiap tanggal 5 Desember di Europeesche Lagere School dan diikuti Natal pada 25 Desember. Masyarakat Depok Lama juga mengadakan perayaan Paskah dengan menyalakan obor sebagai pengganti jalan salib dengan rute YLCCJalan Pemuda-Jalan Kartini-Jalan Siliwangi-YLCC. Perayaan penting lainnya yaitu Cornelis Chastelein Dag untuk memperingati wafatnya sang pendiri Depok yang diadakan setiap 28 Juni dengan menggelar acara panjat pinang, gamelan, keroncong, dan orkes. Suasana perayaan-perayan di Depok Lama terlihat pada Gambar 11a-11d. Sampai hari ini, perayaan-perayaan bernuansa keagamaan masih tetap dilaksanakan begitu pula dengan perayaan Cornelis Chastelain yang telah berganti nama menjadi perayaan jemaat masehi Depok dan menginjak usia 300 tahun pada 2014 ini. Perayaan jemaat masehi Depok saat ini hanya berupa pertemuan antara keluarga ke-12 marga untuk saling bertukar kabar, serta diselingi peluncuran buku yang biasanya ditulis oleh keturunan keluarga ke-12 marga berisi tentang sejarah Depok. Kedua belas marga yang awalnya merupakan orang-orang dari beragam suku di Nusantara, menjadikan kesenian di Depok kebanyakan berkembang mengikuti leluhur dari ke-12 marga tersebut seperti gamelan, tanjidor, ronggeng, topeng, dan sebagainya. Meskipun demikian, kesenian-kesenian itu sekarang semakin jarang ditemui karena kurangnya minat dari generasi muda untuk mempelajarinya.
(a)
(b)
(d) (c) Gambar 11 (a) Sinterklas tahun 1930 (b) Cornelis Chastelein Dag (c) Pawai Obor tahun 2014 (d) Ibadah Misa Sumber: kitlv.nl 2014, YLCC 2014, depoklik.com 2012
28
Legenda dan Mitos Depok Lama seperti daerah lain umumnya memiliki legenda dan mitos turun temurun. Legenda diartikan sebagai cerita tentang kejadian masa lampau yang benar-benar terjadi, didasarkan pada fakta sejarah dan biasanya merupakan kisah yang sangat menakjubkan. Legenda yang pernah berkembang di Depok Lama antara lain tentang penjaga hutan bernama Bagol yang konon adalah kaki tangan dari Djan Leander si penjaga hutan. Bagol dianggap sebagai pelindung oleh warga Depok Lama dari gangguan monyet-monyet pencuri yang tinggal di hutan. Dahulu, masyarakat yang diganggu oleh monyet cukup meneriakan nama Bagol dan seketika monyet tersebut akan lari ke dalam hutan. Selain Bagol, terdapat pula legenda tentang Opa Wie, pesilat Depok yang terkenal dengan jurus “Pukulan Depok” yang begitu disegani oleh masyarakat. Orang-orang Depok dahulu banyak yang mempelajari silat untuk mempertahankan diri dari ancaman perampok. Mitos yang berkembang di Depok lebih didominasi oleh cerita mistis tentang makhluk ghaib yang sering menyerupai orang Belanda. Beberapa yang cukup terkenal dan sering diperbincangkan hingga kini adalah Lange Jan, hantu berperawakan hitam, tinggi, dan besar yang sering terlihat di Jalan Pemuda pada malam hari. Selain itu, ada pula mitos hantu Opa Stefanus di Jembatan Panus, dan istrinya yang sering terlihat oleh warga sekitar dengan menggunakan pakaian khas Belanda dan membawa anjing peliharaannya. Menurut masyarakat, Jembatan Panus dahulu pernah dipakai sebagai lokasi pembuangan mayat dan pesugihan oleh orang-orang tertentu (Sundayani 2013). Secara spasial, persebaran lokasi perayaan, mitos, dan legenda di Depok Lama seperti yang telah diulas pada sub bab sebelumnya, diperlihatkan pada Gambar 12.
Gambar 12 Peta rute dan lokasi perayaan serta mitos dan legenda di Depok Lama
29
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lanskap Sejarah Depok Lama Depok Lama pada awalnya bukanlah sebuah kota kolonial sebagaimana kotakota lain seperti Jakarta atau Semarang tempo dulu. Meskipun lokasinya berada dekat dengan Jalan Raya Pos (Grote Pos Weg) yaitu jalan sepanjang 1000 km buatan Deandles yang terbentang dari Anyer sampai Panarukan, Depok hanyalah sebuah desa peristirahatan kecil di tepi Sungai Ciliwung yang menjadi perlintasan antara Batavia dan Buitenzorg (Gambar 13). Absennya beberapa penciri khas kota kolonial seperti adanya tata rencana kota ataupun alun-alun cukup membuktikan bahwa Depok hanyalah sebuah desa biasa. Selain itu, perumahan di Depok Lama tidak dilengkapi dengan sarana pendukung yang baik seperti tidak adanya selokan atau parit untuk pelimpasan air hujan dan pembuangan limbah rumah tangga.
Gambar 13 Peta Depok Lama tahun 1924
30
Depok Lama dapat diidentifikasikan sebagai lanskap sejarah bertipe pemukiman kolonial jika dilihat dari dominansi elemennya yang berupa rumah tinggal kolonial. Berdasarkan peta Depok Lama tahun 1924, terlihat bahwa sebagian besar daerahnya merupakan lahan pertanian, perkebunan, semak belukar, dan hutan yang mengelilingi sebuah perkampungan (Kelurahan Depok) yang menjadi pusat bermukim para budak Chastelein saat itu. Pemukiman ini berlokasi didekat sumber mata air seperti Sungai Ciliwung, Situ Pancoran Mas, Situ Rawa Besar, Kali Baru, dan Saluran Baru. Pemukiman di Depok Lama awalnya terkonsentrasi di dekat jalan utama yang umumnya adalah jalan beraspal (verharde weg). Selain jalan utama, terdapat pula gang-gang kecil dan jalan setapak (voetpad) yang menghubungkan antar lokasi di Depok Lama (Tabel 7), serta perlintasan kereta api yang menghubungkan Jakarta-Bogor. Tabel 7 Nama jalan di Depok Lama tempo dulu Jalan Jalan Utama
Jalan kecil/ Gang
Nama Dahulu Kerk Straat (Jalan Gereja) Passer Straat (Jalan Pasar) Grote Passer Weg (Jalan Raya Pasar) Midden Straat (Jalan Pusat) Gang Saartje Gang Sepi Gang Bakker
Nama Sekarang Jalan Pemuda Jalan Kartini Jalan Dewi Sartika Jalan Siliwangi Jalan Melati Jalan Kenanga Jalan Mawar
Wilayah di sekitar Jalan Pemuda diidentifikasikan sebagai pusat Depok Lama pada zaman dahulu. Hal ini dikarenakan banyaknya bangunan bersejarah berdiri di lokasi ini seperti: rumah tinggal, gereja, sekolah, dan gedung pemerintah yang keberadaannya masih dapat dijumpai hingga saat ini. Pemukiman di Depok Lama kemudian berkembang ke arah Jalan Kamboja dan Jalan Flamboyan. Beberapa elemen lanskap seperti pemakaman, lapangan, dan jembatan berada di sekitar lokasi ini. Sedangkan wilayah di bagian selatan Jalan Pemuda saat ini lebih didominasi oleh perumahan-perumahan baru dan jarang ditemukan peninggalan Depok Lama. Wilayah di bagian barat (Kelurahan Pancoran Mas) merupakan daerah yang awalnya berupa cagar alam, rawa, semak, dan lahan pertanian, namun saat ini lebih didominasi oleh pemukiman padat penduduk. Elemen Lanskap Sejarah Depok Lama Berdasarkan data inventarisasi Disporaparsenbud (2013), terdapat 40 elemen lanskap sejarah di Depok Lama yang ada dan tersebar di Kelurahan Depok dan Pancoran Mas. Elemen lanskap sejarah tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan karakteristik wilayah menurut jenis penggunaan lahan berdasarkan peta tahun 1924 seperti pada Tabel 8, dan secara spasial keberadaan elemen lanskap sejarah di Depok Lama dapat dilihat pada Gambar 14. Elemen lanskap sejarah ini belum ada yang ditetapkan sebagai benda, bangunan, atau struktur cagar budaya oleh pemerintah. Namun, 7 bangunan diantaranya telah masuk dalam daftar inventarisasi cagar budaya oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang (BP3 Serang) per 31 Desember 2011 yang meliputi: Kantor Yayasan Cornelis Chastelein, Gereja
31
Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel, SDN 02 Pancoran Mas, rumah keluarga presiden Depok bermarga Jonathans di Jalan Pemuda No.11, rumah tinggal di Jalan Pemuda No.52, rumah tinggal di Jalan Kartini No.18, dan Jembatan Panus. Tabel 8 Sebaran elemen lanskap sejarah berdasarkan karakteristik lanskapnya No Karakteristik Lokasi Elemen lanskap sejarah lanskap sejarah Pusat Depok Di sekitar Jalan Pemuda, a. Gedung YLCC 1 Lama Jalan Kartini, dan Jalan b. Gereja Imanuel Siliwangi c. R.S. Harapan Depok d. SMA Kasih e. SDN 02 Pancoran Mas f. Gereja Pasundan g. Rumah tinggal Jalan Pemuda No: 7, 11, 14, 36, 39, 45, 48, 50, 51, 52, 67, 78 h. Rumah tinggal Jalan Kartini No: 18 dan 42 i. Rumah tinggal Jalan Mawar No: 8, 14, 16 j. Rumah tinggal Jalan Citayam Raya No.10 k. Stasiun Depok l. Depo PLN m. Tiang telepon n. Kantor Pos Depok Jalan Kartini Daerah Di sekitar Jalan a. Pemakaman Kamboja 2 Perkembangan Kamboja, Jalan b. Lapangan Olahraga Pemukiman di Flamboyan, Jalan Jambu, YLCC Depok Lama dan di wilayah selatan c. Jembatan Panus Jalan Pemuda d. Rumah tinggal Jalan Kamboja No: 8, 10 e. Rumah tinggal Jalan Jambu No: 10 f. Rumah tinggal Jalan Flamboyan No: 7, 11, dan 23 Daerah yang Wilayah di sebelah barat a. Tahura Pancoran Mas 3 awalnya rel kereta api (termasuk b. Sumur dan Situ Pancoran merupakan kedalam wilayah Mas Cagar Alam, Kelurahan Pancoran Semak, Rawa, Mas) dan daerah pertanian
Gambar 14 Peta persebaran lanskap sejarah di kawasan Depok Lama
32
33
Daftar ke-40 elemen lanskap sejarah di kawasan Depok Lama dapat diperjelas dalam uraian berikut. 1. Kantor Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) Kantor YLCC awalnya merupakan sebuah pastori atau tempat bekerja dan rumah bagi para pendeta di Gereja Masehi. Bangunan seluas 4.700 m2 ini didirikan pada tahun 1713 dan saat ini beralamatkan di Jalan Pemuda No. 72. Lokasinya berada tepat di samping GPIB Immanuel dan termasuk di dalam komplek SMP Kasih. Bangunan ini memiliki bentuk arsitektur khas kolonial dengan dinding bercat putih, pintu berdaun ganda, dan jendela tinggi berjalusi yang bertujuan untuk dapat menjaga sirkulasi udara sehingga mampu mengurangi panas di dalam ruangan. Gedung ini memiliki 3 pintu dan 6 buah tiang penyangga di bagian depan, 2 jendela sisi kanan dan kiri bangunan, dan 2 pintu belakang (Gambar 15a-15d). Sejak tahun 1952 pastori ini beralih fungsi menjadi Kantor YLCC, sebuah lembaga yang dibentuk sebagai wadah untuk menyatukan keturunan 12 marga dan mengelola aset-aset peninggalan mereka.
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 15 (a) YLCC tahun 1978 (b) YLCC tahun 2014 (c) Jendela di samping kiri (d) Pintu belakang YLCC Sumber: YLCC 2014, survey lapang Saat ini, kondisi fisik bangunan cukup terawat, meskipun sempat dilakukan beberapa kali perbaikan terutama di bagian atap dan temboknya, namun secara keseluruhan fasad bangunan tidak terlalu berubah dan mirip seperti aslinya. Gedung ini termasuk dalam daftar inventarisasi cagar budaya oleh BP3 Serang tahun 2011. 2. GPIB Immanuel Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel dahulu bernama Gereja Masehi. Gereja tertua di Kota Depok ini dibangun pada tahun 1700
34
dan memiliki luas 1.419 m2. Gereja yang beralamatkan di Jalan Pemuda No.70 ini mulai didirikan pada masa Cornelis Chastelein dengan material berupa kayu, bambu, dan atap rumbia. Pada tahun 1836 gereja mengalami kerusakan akibat gempa bumi dan didirikan kembali pada tahun 1854 dengan memakai material batu. Kemudian pada tahun 1980 dan 1998 gereja mengalami renovasi dan terdapat sedikit perbedaan seperti adanya penambahan jendela di bagian depan (Gambar 16a-16b). Gereja ini memiliki pintu berdaun ganda dan jendela dengan kaca patri yang melengkung pada bagian atasnya sehingga berbentuk relung. Gereja Immanuel juga memiliki sebuah menara dengan lonceng di dalamnya. Masingmasing sisi menara kecuali di sisi belakang terdapat sebuah jendela kecil yang dapat dibuka. Lokasinya yang sempit dan dikelilingi tembok pembatas menjadikan gereja ini tidak memiliki halaman atau tempat parkir. Bagian dalam gereja memiliki mimbar dan tempat duduk kayu serta balkon di bagian kanan dan kiri yang juga dipakai sebagai tempat ibadah.
(a) (b) Gambar 16 (a) Gereja Immanuel tahun 1980 (b) Gereja Immanuel tahun 2014 Sumber: kitlv.nl 2014, survey lapang Tahun 1946, Gereja Masehi berubah nama menjadi GPIB Imanuel. Sampai saat ini, kondisi fisik banguan masih terawat dengan baik meskipun beberapa bagiannya sudah tidak asli seperti pada pintu yang terukir dengan nama 12 marga. Gereja ini dimiliki oleh YLCC namun kepengurusannya telah dipegang oleh GPIB dan sudah termasuk dalam daftar inventarisasi cagar budaya oleh BP3 Serang tahun 2011. 3. Rumah Sakit Harapan Depok Gedung rumah sakit ini pada awalnya merupakan gemeente huis (kantor pemerintah) dari Gemeente Depok. Lokasinya berada di Jalan Pemuda No.4 dan dibangun pada tahun 1871 oleh keturunan 12 marga. Kantor pemerintahan ini sering dipakai sebagai tempat penarikan tjoeke (pajak) saat panen dan beberapa perayaan penting seperti Cornelis Chastelein Dag oleh masyarakat Depok. Dahulu, pada halaman gedung ini pernah berdiri sebuah tugu peringatan untuk mengenang Chastelein (Gambar 17a), namun telah dibongkar pada masa awal kemerdekaan. Saat ini, pembangunan kembali tugu peringatan tersebut sedang dilakukan sebagai upaya untuk menyambut perayaan 300 tahun jemaat masehi Depok. Kondisi fisik bangunan kini telah mengalami perubahan berupa penambahan atap pada teras bagian depan yang difungsikan sebagai penaung parkir ambulance, penambahan ruang (bangsal) di samping kiri bangunan untuk menampung pasien
35
(Gambar 17b-17c). Bagian yang masih asli berada di ruang utama di bagian tengah yang berfungsi sebagai ruang tunggu dan ruang dokter serta beberapa elemen bangunan seperti jendela di bagian samping. Dilihat dari perawatannya, RS. Harapan Depok cukup terawat, hanya saja terdapat sedikit kerusakan pada plafon luar di samping kanan bangunan, lantai teras depan yang pecah, serta tembok yang agak kusam (Gambar 17d). Sampai saat ini, gedung rumah sakit ini masih dimiliki oleh YLCC dan belum berstatus BCB.
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 17 (a) Geemente Huis danTugu Chastelein (b) Tampak depan R.S. Harapan (c) Tampak samping kiri (d) Plafon yang sedikit rusak Sumber: YLCC 2014, survey lapang 4. SMA Kasih Gedung Sekolah Menengah Atas (SMA) Kasih berlokasi di Jalan Pemuda No.50 dan memiliki luas 1.233 m2. Gedung yang awalnya bernama Depoksche Lagere School ini dibangun pada tahun 1837 oleh H. Wentink seorang utusan dari NZG (Nederlandsche Zending Genootschap). Saat gedung ini difungsikan sebagai tempat pertemuan (Eben Haizer), Depoksche Lagere School dipindahkan kebagian utara tepatnya di SMP 1 Depok sekarang. Gedung ini memilki beberapa bagian seperti ruang kelas, ruang guru, koridor, selasar, dan halaman yang kondisinya terawat. Bagian yang masih asli berada di selasar depan yang masih dapat dijumpai 7 tiang penyangga atap seperti pada masa dahulu (Gambar 18a-18c). Perubahan yang terjadi antara lain: penggantian material lantai, plafon, jendela, perubahan bentuk atap, pemberian tembok pembatas di bagian luar, penambahan lahan parkir, dan beberapa bangunan kelas baru di bagian belakang seperti pada Gambar 18d. Gedung SMA Kasih saat ini masih dimiliki oleh YLCC dan belum berstatus BCB.
36
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 18 (a) Eben haezer (b) Tampak depan SMA Kasih (c) Selasar dan pilar di depan gedung (d) Gedung baru dan parkiran Sumber: YLCC 2014, survey lapang 5. SDN 02 Pancoran Mas Sekolah yang beralamatkan di Jalan Pemuda No.32 ini dibangun pada tahun 1886. Sekolah ini awalnya merupakan Europeesche Lagere School yang diprioritaskan bagi orang Belanda atau Eropa dan orang pribumi yang statusnya telah disamakan dengan orang Eropa (gelijkgestelden). Semua pengajar di sekolah ini pada mulanya adalah orang Belanda yang didatangkan langsung dari Batavia. Sampai saat ini, bentuk arsitektur khas kolonial masih dapat dilihat dibagian gedung utama (ruang kelas 1, 2, 3), dimana fasad bangunan cenderung tidak banyak berubah seperti pada masa lalu (Gambar 19a-19b). Ruang-ruang kelas masingmasing memiliki 2 pintu berdaun 2 yang panjang dan lebar serta jendela yang cukup tinggi. Baik dibagian depan maupun belakang, gedung ini memiliki teras dengan banyak penyangga besi (Gambar 19c).
(a)
(b)
37
(c) (d) Gambar 19 (a) Europeesche Lagere School (b) Ruang Kelas 1, 2, dan 3 (c) Bagian belakang SD (d) Ruang kelas baru Sumber: YLCC 2014, survey lapang Penambahan ruang-ruang kelas baru disamping gedung utama pun telah dilakukan untuk menapung kegiatan belajar mengajar (Gambar 19d). Namun, kondisi gedung utama terlihat kurang terawat dan terdapat beberapa kerusakan kecil seperti pada tembok dan pintu yang mulai lapuk dimakan usia, serta cat-cat yang banyak mengelupas. Selain itu, banyaknya penjual gorengan dibagian luar juga membuat pagar kotor. Gedung SDN 02 Pancoran Mas kepemilikannya masih dipegang oleh YLCC dan termasuk dalam daftar inventarisasi cagar budaya oleh BP3 Serang tahun 2011. 6. Pemakaman Kamboja Pemakaman atau kerkhof ini berlokasi di Jalan Kamboja dan dibangun pada tahun 1800-an dengan luas 8.261 m2. Pemakaman kristen ini dikhususkan untuk orang-orang Belanda dan keturunan dari 12 marga. Dibagian luar, pemakaman ini diberi pagar pembatas, sedangkan kondisi di dalam pemakaman cukup terang karena tanaman yang ditanam hanya berupa semak dan pohon rendah seperti kamboja. Pemakaman Kamboja memiliki beberapa makam tokoh penting seperti Gubernur Jendral Adolf van der Capellen dan Johanna Maria Kats de Graaf, istri dari pendeta H.J de Graaf (Gambar 20a-20b).
(a) (b) Gambar 20 (a) Makam Johanna Maria Karts (b) Makam Adolf Van der Capellen Sumber: survey lapang Makam tua milik Adolf Van der Capellen yang berbentuk kubus dengan ukuran panjang dan lebar 3 m serta kedalaman 2.5 m, di dalamnya dapat
38
menyimpan lebih dari 10 peti mati. Kondisi pemakaman kamboja yang padat juga menjadikan satu makam terisi oleh lebih dari satu orang dengan catatan masih dalam satu keluarga dan makam telah berusia lebih dari 5 tahun. Pemakaman ini belum berstatus BCB, namun kondisi Pemakaman Kamboja cukup terawat karena kepemilikan dan pengelolanya masih dipegang oleh YLCC dan secara berkala pemakaman dibersihkan oleh pekerja kebersihan yang sebagian masih keturunan ke 12 marga. 7. Lapangan Olahraga YLCC Lapangan seluas 10.000 m2 ini berlokasi di Jalan Kamboja, berhadapan langsung dengan pintu masuk Pemakaman Kamboja serta tepat di depan Gereja Bethel Indonesia. Lapangan yang hanya ditumbuhi beberapa pohon beringin di bagian pinggirnya ini seringkali dipakai sebagai tempat berolahraga oleh masyarakat sekitar seperti sepak bola, badminton, atau sekedar lari berkeliling. Selain itu, karena lokasinya yang berdekatan dengan beberapa sekolah menjadikan lapangan ini juga sering dipakai oleh anak-anak untuk berolahraga.
(a) (b) Gambar 21 (a) Signage Lapangan Olahraga YLCC (b) Rumput lapangan Sumber: survey lapang Kondisi lapangan saat ini sedikit kurang terawat, fasilitas pendukung yang ada hanya berupa signage di pinggir lapangan, dan sebaran rumput di lapangan pun kurang merata, bahkan ada bagian yang tidak tertutup rumput (Gambar 21a-21b). Meskipun demikian, Lapangan Olahraga YLCC ini tetap berfungsi sebagai sarana yang dapat mempererat hubungan kebersamaan dan kekeluargaan diantara masyarakat Depok Lama. 8. Sumur Pancoran Mas Sumur Pancoran Mas berlokasi di Jalan Setu, Pancoran Mas. Sumur ini berada di tengah-tengah pemukiman padat penduduk dan lokasinya tepat di samping Situ Pancoran Mas (Gambar 22a-22b). Menurut beberapa sumber, dahulunya sumur yang berfungsi sebagai sumber mata air ini memiliki pancuran yang terbuat dari emas, namun ada juga yang menyebutkan bahwa air sumur ini akan berkilauan seperti emas jika terkena cahaya matahari sehingga diberi nama Sumur Pancoran Mas. Beberapa orang menyebutkan bahwa di sekitar sumur ini adalah tempat pertapaan budak Chastelein yang berasal dari Bali. Sejalan perkembangannya, sumur tersebut pernah dibeli oleh tuan tanah Belanda bernama Jan, dan dijadikan sebagai tempat rekreasi dengan ditambah
39
marmer disekelilingnya. Namun sekarang, sumur yang saat ini dikelola oleh Pemerintah Kota Depok ini keadaannya kurang terawat, bangku-bangku taman yang dibuat terkesan ditelantarkan. Selain itu, karena lokasinya yang tepat di bawah pepohonan rindang menjadikan sumur ini sedikit gelap, lembab serta kotor oleh banyaknya dedaunan yang gugur. Akan tetapi , hingga saat ini Sumur Pancoran Mas masih sering dipakai warga untuk mencuci atau berekreasi di sekitarnya.
(a) (b) Gambar 22 (a) Pancoran Mas (b) Situ Pancoran Mas Sumber: survey lapang 9. Cagar Alam Pancoran Mas (Tahura Pancoran Mas/ Depok) Cagar Alam Pancoran Mas merupakan cagar alam tertua dan pertama di Hindia Belanda. Cagar alam atau yang kini berubah status menjadi Taman Hutan Raya (Tahura) didirikan pada tanggal 31 Maret 1912 oleh Nederlands Indische Verenig Ing Tot Natuur Berscherming (Perhimpunan Perlindungan Alam Hindia Belanda) bersama Gemeente Depok untuk melindungi keanekaragaman hayati yang terdapat didalamnya. Lokasi Tahura Depok berdekatan dengan Stasiun Depok serta berada di tengah-tengah pemukiman padat penduduk.
(a) (b) Gambar 23 (a) Pintu masuk Tahura Depok (b) Reklame di area tahura Sumber: survey lapang Saat ini, luas tahura yang tersisa hanya 6 ha dari 30 ha diawal pendiriannya dan kepemilikanya berada pada pemerintah Kota Depok. Keadaan Tahura Pancoran Mas sedikit kurang terawat, selain pagar pembatas yang sudah kusam dan sebagian rusak (Gambar 23a), pohon-pohon besar yang tersisa pun jumlahnya tidak sebanyak dahulu, hewan-hewan liar seperti monyet yang kerap dijumpai pun sekarang sudah
40
tidak ada lagi. Ironisnya, beberapa oknum terlihat memanfaatkan tahura sebagai tempat penempatan reklame (Gambar 23b). 10. Jembatan Panus Jembata Panus dibangun pada tahun 1917 dan berlokasi di Jalan Flamboyan. Pembangunan jembatan sepanjang 65 m dengan lebar 4 m yang membelah Sungai Ciliwung ini diprakarsai oleh Ir Andre Laurens. Nama panus diambil dari Stevanus Leander, yaitu orang yang dahulu tinggal di samping jembatan. Pada kaki jembatan, terpasang alat pengukur ketinggian air Sungai Ciliwung (Gambar 24a). Karena umurnya yang sudah tua, maka dibangun sebuah jembatan baru lagi di samping Jembatan Panus sebagai jembatan penghubung utama Depok menuju Jalan Raya Bogor, sehingga peran Jembatan Panus yang sekarang hanya sebagai penghubung antar wilayah di Pancoran Mas saja. Kondisi jembatan saat ini masih terbilang asli jika dilihat dari bentuk bangunannya. Hanya saja, dari segi pemiliharaannya, Jembatan Panus terkesan kurang terawat, terbukti dengan banyaknya alang-alang yang tumbuh di bagian tepi jembatan (Gambar 24b). Jembatan Panus saat ini dikelola oleh Pemerintah Kota Depok dan termasuk dalam daftar inventarisasi cagar budaya BP3 Serang tahun 2011.
(a) (b) Gambar 24 (a) Alat pengukur ketinggian air pada kaki jembatan (b) Ilalang di Jembata Panus Sumber: tempointeraktif.com 2012, survey lapang 11. Gereja Pasundan Gereja Pasundan beralamatkan di Jalan Stasiun, Pancoran Mas. Gereja yang dibangun pada 21 Agustus 1878 ini awalnya berfungsi sebagai seminari dan didirikan oleh Ds. J. Beukhof dan Ds. J. Schuurman yang pada waktu itu ditugaskan sebagai pendeta. Seminari ini adalah yang pertama di Indonesia dan menjadi cikal bakal dari Sekolah Theologi di Indonesia. Tujuan didirikannya seminari adalah untuk mendidik para calon pendeta yang akan dikirimkan ke seluruh Indonesia guna menyebarkan agama Kristen. Seminari ini telah berhasil mencetak lebih dari 193 penginjil di tahun 1900, namun kemudian di tahun 1926 seminari tersebut ditutup dan gedungnya difungsikan sebagai gereja. Meskipun kondisi bangunan saat ini cukup terawat, namun bentuk arsitektur dan elemen ataupun detail oranmennya telah berubah total jika dibandingakan dengan kondisi awalnya seperti pada Gambar 25a-25b. Hal tersebut dikarenakan bangunan gereja telah dibangun ulang pada tahun 2007 oleh pihak pengelola gereja.
41
Sehingga tidak mengherankan bila gereja ini belum ditetapkan sebagai benda cagar budaya. Namun, mengingat nilai penting sejarahnya, gereja ini tetap diinventarisasi dalam penelitian ini.
(a) (b) Gambar 25 (a) Seminari lama (b) Gereja Pasundan 2014 Sumber: YLCC 2014, survey lapang 12. Tiang Telepon Tiang telepon yang berlokasi di Jalan Kartini No.45 ini dibangun sekitar tahun 1900. Monumen peninggalan dari masa awal pertelekomunikasian di Kota Depok ini dahulu dimiliki oleh Kantor PTT (Post Telegraph en Telefoon) yang mengurusi jasa pengiriman surat waktu itu. Saat ini, tiang tersebut sudah tidak terpakai namun kondisinya masih cukup terawat. Hanya saja, keberadaan tiang setinggi 10 m ini dikhawatirkan akan segera hilang jika nantinya dilakukan pelebaran jalan, mengingat lokasinya yang tepat berada di samping Jalan Kartini (Gambar 26). Tiang telepon tersebut saat ini dimiliki dan dikelola oleh YLCC dan belum berstatus BCB.
Gambar 26 Tiang telepon di Jalan Kartini Sumber: survey lapang 13. Depo PLN Depo PLN Depok Lama atau yang sering disebut juga sebagai Sentral listrik dibangun pada tahun 1925 oleh GEBEO (Gemeenscappelijk Electriciteits Bedrijf van Bandoeng en Omstreken) yaitu perusahaan yang bertugas untuk mengelola listrik di Depok, terutama setelah kereta rel listrik Jakarta-Bogor dioperasikan. Depo PLN berlokasi tepat di samping Stasiun Depok Lama dan menjadi sumber
42
listrik pertama di Kota Depok. Dilihat dari bentuknya, bangunan bergaya kolonial ini memiliki banyak jendela yang cukup tinggi dan berepetisi. Selain itu, tembok bagian bawahnya memakai material berupa batu kali (Gambar 27). Kondisi gedung ini cukup terawat dan dikelilingi oleh pagar yang tinggi dan tekesan baru dicat ulang. Saat ini, gardu listrik ini hanya berfungsi sebagai jalur distribusi listrik KRL dan pengelolanya berda dibawah PJ KAI. Status bangunan belum BCB.
Gambar 27 Depo PLN Sumber: survey lapang 14. Kantor Pos Depok Gedung yang dibangun pada awal 1900-an ini merupakan gedung kantor pos pertama di Kota Depok. Lokasi gedung ini berada di Jalan Kartini dan berfungsi sebagai penyedia jasa pengantar surat baik ke dalam maupun luar negeri. Bangunan kantor pos ini terdiri atas 2 buah gedung utama dengan halaman yang difungsikan sebagai lahan parkir di bagian depan (Gambar 28). Sama seperti bangunan kolonial kebanyakan, pada tembok bagian bawah kantor pos ini juga bermaterialkan batu serta memiliki atap limas dan pintu yang tinggi dan lebar. Kondisi kantor pos tua ini masih cukup terawat mengingat keberadaannya masih difungsikan.
Gambar 28 Kantor Pos Depok Sumber: survey lapang 15. Stasiun Depok Stasiun Depok berlokasi di Jalan Stasiun, Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas. Stasiun yang berjuluk “Stadela” ini merupakan salah satu stasiun tertua di Jabodetabek yang dibangun pada tahun 1870-an dan dahulunya dikelola oleh Nederlandsch Indische Spoorweg. Tujuan dibangunnya stasiun ini adalah
43
untuk mempermudah jalur distribusi barang antara Batavia dan Buitenzorg. Saat ini, stasiun dimiliki oleh Perusahaan Jawatan Kereta Api Indonesia (PJKAI). Tampilan fasad Stasiun Depok Lama saat ini terlihat berbeda dengan aslinya (Gambar 29). Penambahan peron, tempat pembelian karcis, dan beberapa papan informasi merupakan salah satu perubahan di stasiun ini. Namun demikian, kondisi stasiun masih terawat dengan baik.
(a) (b) Gambar 29 (a) Stasiun Depok 1939, (b) Stasiun Depok 2014 Sumber: kitlv.nl 2014, survey lapang 16. Rumah Tinggal Rumah tinggal kolonial merupakan jenis bangunan bersejarah yang paling mendominasi di daerah Depok Lama. Rumah tinggal tersebut terpengaruh oleh gaya arsitektur modern, klasik dan tradisional. Pengaruh gaya arsitektur modern dapat terlihat dari ciri bangunan yang berbentuk kubus sederhana dengan denah rumah yang tersusun secara geometris dan memakai material alami seperti batu granit dan kali di dinding bagian bawah. Pengaruh gaya arsitektur klasik bisa dilihat dari tata bangunan yang berbentuk simetris, meskipun pada umumnya jarang ditemui pada rumah-rumah di Depok Lama ini. Sedangkan pengaruh gaya arsitektur tradisional terlihat dari bentuk atap limasan yang diadaptasi dari rumah adat Jawa (Triharyati 2005). Rumah tinggal kolonial di Depok Lama juga telah mengalami penyesuaian bentuk terhadap iklim tropis seperti yang terlihat pada bentukan atap yang dibuat miring agar mudah menurunkan air hujan. Selain itu jendela yang dipakai umumnya berdaun ganda dan berjalusi serta pada bagian atasnya terdapat kanopi yang berfungsi sebagai penghalang air hujan. Sama seperti jendela, bentuk pintu juga berdaun ganda, berjalusi serta berpanil kaca. Dinding rumah sebagian besar dicat putih agar lebih banyak memantulkan cahaya pada siang hari sehingga ruangan menjadi lebih dingin. Rumah tinggal kolonial di Depok Lama umumnya dibangun di tengah halaman agar tidak berhimpitan antar satu dan lainnya. Pada bagian depan rumah terdapat teras yang atapnya menyatu dengan atap bangunan induk dan biasanya ditopang oleh tiang berbentuk segi 4 atau 8, namun tak jarang pula yang ditopang oleh besi. Terdapat pula bangunan servis yang difungsikan sebagai gudang, kamar mandi, atau kamar tidur pembantu. Daftar rumah tinggal bergaya kolonial di yang masih dapat ditemukan di Depok Lama tertera pada Tabel 9.
44
Tabel 9 Rumah tinggal bergaya kolonial di kawasan Depok Lama No 1
Rumah tinggal Rumah tinggal Jalan Pemuda No.7
2
Rumah tinggal Jalan Pemuda No.11
3
Kafe Kashanti Jalan Pemuda No.14
4
Rumah tinggal Jalan Pemuda No.35
Keterangan Rumah tinggal ini dimiliki oleh Bapak Yanto, seorang developer di Depok Alam Permai. Rumah dengan pintu utama dan jendela berdaun ganda serta teras di bagian depan ini cenderung kurang terawat ditandai dengan cat yang mengelupas, ubin yang pecah, dan tembok kusam terutama disamping rumah. Pada bagian pintu utama, pintunya terdiri dari 2 lapis, 1 pintu berpanil kayu dengan jalusi dan 1 pintu berpanil kaca. Sekarang rumah ini dipakai sebagai tempat tinggal karyawan Bapak Yanto. Status: belum BCB. Rumah milik presiden Gemeente Depok terakhir ini dibangun pada tahun 1930 oleh keluarga Y.M. Jonathans dan diwariskan kepada C.J Jonathans. Saat ini rumah ditinggali oleh anak-anak dan cucunya. Bangunan bercat putih ini terdiri atas gedung utama dan gudang di bagian belakang. Di bagian depan, terdapat sebuah pintu berdaun 2, jendela yang berjalusi, dan teras. Kondisi saat ini masih terawat dengan baik dan bentuk arsitekturnya masih dipertahankan, begitu pula dengan elemen bangunan seperti pintu dan jendela yang masih asli. Status: inventarisasi cagar budaya BP3 Serang 2011. Rumah ini dibangun oleh salah satu marga di Depok Lama di tahun 1930. Kondisi rumah awalnya cukup terbengkalai, hingga kemudian dibeli oleh Bapak Yanto. Saat ini, bangunan terlihat seperti baru setelah dilakukan perbaikan dan penambahan beberapa ruang seperti ruang makan dan kamar di tahun 2013. Bagian yang masih asli hanya terdapat di bagian depan dari samping kanan hingga tengah dan di bagian dapur. Saat ini bangunan difungsikan sebagai kafe. Status: belum BCB. Rumah milik keluarga Bacas ini dibangun pada tahun 1930 dan diarsiteki oleh Wed C.S. Mencik. Rumah bercat kuning yang masih terawat dan arsitekturnya terlihat asli ini kemudian difungsikan sebagai play group (Sekolah Katarsis Indonesia). Rumah bernomor 35 ini tergolong unik, terutama di bagian depan yang mengadopsi gaya art deco dengan menempatkan banyak jendela di bagian depan. Rumah ini pernah
45
Lanjutan Tabel 9 No
Rumah tinggal
5
Rumah tinggal Jalan Pemuda No.39
6
Rumah tinggal Jalan Pemuda No.45
7
Rumah tinggal Jalan Pemuda No.48
8
Rumah tinggal Jalan Pemuda No.50
Keterangan direnovasi terutama pada atap dan lantainya sedangkan bagian lainnya masih tetap. Status: belum BCB. Rumah keluarga bermarga Samuel ini di bangun pada tahun 1930. Rumah ini memiliki atap berbentuk limasan dan teras depan yang menyatu dengan bagian utama bangunan. Saat ini, kondisi rumah masih terawat dengan bentuk dan fasad bangunan yang masih dipertahankan asli meskipun telah mengalami penggantian dibeberapa bagian. Sekarang, rumah ini telah beralih fungsi menjadi kantor kontraktor dan tepat disebelahnya terdapat rumah yang dihuni oleh anak dari Frans Samuel. Status: belum BCB. Rumah yang dibangun tahun 1930 oleh keluarga Loen, saat ini diwarisi oleh anaknya, Anton E. Loen. Rumah ini memiliki atap limas dan pada teras bagian depan terdapat sebuah pintu berdaun ganda, serta 2 buah jendela kaca yang berpatri dengan motif bunga. Di samping teras, terdapat kamar tidur dengan jendela kayu berjalusi. Kondisi bangunan masih sangat terawat dan fasadnya masih terlihat asli. Pada bagian kiri bangunan, terdapat ruang servis yang difungsikan sebagai dapur. Status: belum BCB. Rumah ini didirikan oleh Margaretha Yuliana Leander Bacas tahun 1920 untuk anaknya, Vanda M. Rasan. Rumah seluas 400 m ini memiliki halaman depan dan belakang yang cukup besar yang menjadikan rumah ini tepat berada di tengah-tengahnya. Rumah ini pernah disewakan serta mengalami renovasi dan mengalami penambahan ruangan. Saat ini, bangunan dalam keadaan terawat dan fasad bangunann sebagian besar masih asli. Di bagian depan, terdapat teras rumah yang atapnya ditopang oleh 2 pilar. Status: belum BCB. Rumah keluarga Leander-Bacas ini dibangun tahun 1932, dan saat ini ditempati oleh Nancy Leander Bacas, anak dari Margaretha Yuliana Leander Bacas. Rumah yang bentuk arsitekturnya masih asli ini kondisinya terawat, hanya beberapa bagian saja yang sudah
46
Lanjutan Tabel 9 No
9
10
11
Rumah tinggal
Rumah tinggal Jalan Pemuda No.51
Rumah tinggal Jalan Pemuda No.52
Rumah tinggal Jalan Pemuda No.67
Keterangan berganti seperti pagar kecil di depan teras dan tembok di bagian samping. Rumah ini memiliki halaman yang cukup luas dan dikelilingi oleh tembok pembatas. Di bagian depan terdapat teras kecil dan sebuah pintu masuk berdaun ganda serta terdapat sebuah jendela yang berkanopi. Status: belum BCB. Rumah peninggalan salah satu marga Depok Lama ini dibangun pada 1920, dan saat ini dimiliki oleh Yayasan GPIB, dikhususkan sebagai rumah dinas bagi Pendeta GPIB Immanuel. Kondisi fisik bangunan masih terawat dan asli yang terlihat dari fasad bangunannya. Di bagian depan, rumah terlihat memilki pintu berdaun ganda dan 2 buah jendela yang kesemuanya berpanil kaca, sedangkan dibagian samping terdapat jendela kayu dengan lubang angin yang khas. Status: belum BCB. Rumah yang dibangun tahun ±1900 ini awalnya merupakan tempat tinggal dari salah satu Marga di Depok Lama. Rumah bergaya kolonial ini terdiri dari bangunan utama dan paviljoen yang memanjang ke belakang yang berfungsi sebagai kamar pembantu. Kondisi fisik bangunan masih terawat dan asli, tidak mengalami perubahan bentuk pada fasad bangunannya. Rumah yang kerap dipakai sebagai lokasi syuting ini dimiliki oleh anak dari Ibu Sardimun. Status: inventarisasi cagar budaya BP3 Serang 2011. Rumah tinggal yang dibangun pada 1930 ini merupakan peninggalan milik keluarga Tholense. Bangunan masih terlihat asli, namun dibeberapa bagian terlihat sedikit kerusakan seperti pada atap teras di bagian depan. Renovasi pernah dilakukan untuk menurunkan bagian atapnya. Rumah ini sekarang ditempati oleh Edward Tholense yang merupakan cucu dari Tholense. Status: belum BCB.
12
Rumah tinggal Jalan Pemuda No.78
Rumah tua ini terletak di bagian ujung Jalan Pemuda. Sejarah bangunan ini tidak diketahui secara pasti dikarenakan tidak ada yang menempati. Kondisi rumah dengan atap limas dan teras dibagian luar ini dalam kondisi kosong, tidak terawat, namun masih dapat dikenali sebagai bangunan bergaya kolonial. Kerusakan
47
Lanjutan Tabel 9 No
Rumah tinggal
Keterangan terjadi pada bagian atap, lantai, dan jendela. Status: belum BCB.
13
Rumah tinggal Jalan Kamboja No.8
Rumah tinggal milik keluarga Soedira ini dibangun pada tahun 1920 dan kemudian diwariskan kepada anaknya yaituTina Soedira. Oleh Tina rumah ini dijual kepada Franky Loen dan sempat mengalami renovasi. Kondisi bangunan saat ini cukup terawat dan terkesan baru. Meskipun demikian, bentuk arsitektur bangunan masih tetap dipertahankan, terlihat dari bentuk depan rumah yang masih dihiasi dengan jendela yang panjang, dan teras dengan tiang penyangga. Status: belum BCB.
14
Rumah tinggal Jalan Kamboja No.10
15
Rumah tinggal Jalan Jambu No.10
16
Rumah tinggal Jalan Flamboyan No.7
Rumah ini dibangun oleh keluarga Bapak Edward Soedira di tahun 1902 dan kemudian diwariskan kepada anak mereka. Secara keseluruhan rumah dengan halaman yang cukup luas ini tergolong asli dengan material bilik bambu serta tiang kayu yang masih asli. Selain itu bentuk jendela dan pintu pun belum diganti. Renovasi yang pernah dilakukan hanya sebatas pada penggantian atap atau tembok yang melapuk. Rumah ini dikelola oleh Ibu Sarmonah dengan beberapa anakanaknya yang telah berkeluarga. Status: belum BCB. Rumah tinggal dari keluarga Isakh diperkirakan dibangun pada 1919-1930. Pemilik saat ini adalah Ibu Indah. Adapun kondisi bangunan masih terawat dengan baik. Bangunan utama rumah ini terletak di bagian kiri sedangkan di sebelah kanan terdapat beberapa kamar. Selain itu, rumah dikelilingi halaman yang cukup luas dan sering dipakai sebagai lokasi syuting karena bangunannya dinilai masih asli. Status: belum BCB. Rumah milik keluarga Loen ini diperkirakan dibangun pada 1919-1920 oleh keluarga David Loen. Rumah dengan teras yang memiliki relung di bagian pinggir dindingnya ini tergolong masih sangat terawat, namun fasadnya cukup berubah. Perubahan terutama di bagian
48
Lanjutan Tabel 9 No
Rumah tinggal
17
Rumah tinggal Jalan Flamboyan No.11
18
Rumah tinggal Jalan Flamboyan No.23
Keterangan pagar depan teras, serta penambahan atap yang digunakan sebgai tempat parkir. Rumah ini sekarang ditempati oleh Anita Loen yang merupakan salah satu anggota YLCC. Status: belum BCB. Rumah yang dibangun tahun 1919-1920 tersebut merupakan milik keluarga Loen yang saat ini ditempati oleh Yohan Loen. Rumah berbentuk persegi panjang dengan atap limas dan teras di bagian depan ini terlihat masih terawat dan baru saja dicat hijau. Elemen bangunan dan bentuk arsitekturnya masih dipertuankan asli. Baik jendela maupun pintu belum pernah dirubah bentuknya. Status: belum BCB. Sejarah rumah ini belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan milik marga Loen yang dibangun sekitar 1919-1930. Sama seperti rumah-rumah tua lainnya, rumah ini juga memiliki teras namun ditopang oleh 3 tiang penyangga. Selain itu, jendela bagian depan memiliki jalusi. Bangunan masih asli dan dalam kondisi terawat hanya saja sudah tidak berpenghuni. Status: belum BCB.
19
20
Rumah tinggal Jalan Kartini No.18
Rumah tinggal Jalan Kartini No.42
Rumah peninggalan dari salah satu marga di depok lama ini dibangun pada tahun 1930. Kepemilikan rumah saat ini dimiliki oleh Dr. Erlang dan selain dipakai sebagai tempat tinggal juga dipakai sebagai tempat praktek. Kondisi bangunan masih terawat dan arsitektur bangunanya masih asli dengan elemen bangunan yang tidak banyak diubah. Di bagian depan, terdapat 2 buah jendela yang salah satunya dapat dibuka, berdaun ganda, dan memiliki pintu masuk utama terletak di samping kiri bangunan. Selain itu, atapnya berbentuk limas dengan sudut kemiringan yang tajam, sedangkan dinding rumah dicat dengan warna putih dan cukup tinggi. Status : inventarisasi cagar budaya BP3 Serang 2011. Rumah ini dibangun oleh Martinus Bacas ditahun 1920. Rumah yang berlokasi di pinggir Jalan Kartini pernah terkena pelebaran jalan hingga bagian depan rumah terpaksa dipotong dan terpaksa dialihkan ke bagian samping rumah.
49
Lanjutan Tabel 9 No
21
Rumah tinggal
Rumah tinggal Jalan Citayam Raya No 10
22
Rumah tinggal Jalan Siliwangi No.11
23
Rumah tinggal Jalan Mawar No.8
24
Rumah tinggal Jalan Mawar No.14
Keterangan Sekarang, rumah ini dihuni oleh Matheus Stefanus Bacas beserta anak dan cucunya. Adapun bentuk bangunan termasuk asli dan masih terawat. Jendela di bagian depan memeliki jalusi sedangkan jendela kamarnya terbuat dari kayu dan berdaun ganda. Status: belum BCB. Rumah yang dibangun tahun 1917 ini awalnya merupakan rumah tinggal milik orang Belanda yang kemudian dibeli oleh keluarga Jonathans. Bangunan ini berbentuk L dengan pintu masuk terletak dibagian kiri. Kondisi fisik bangunan sedikit mengalami kerusakan pada beberapa bagian, namun bentuk arsitektur dan elemen bangunan masih asli, hanya beberapa bagian saja yang pernah diganti seperti atap dan penambahan pagar di bagian depan. Rumah ini dihuni oleh Jheery Jonathans. Status: belum BCB. Rumah yang dibangun tahun 1930 ini dibangun oleh keluarga Otto Misseyer. Tahun 2013, rumah ini dijual dan kondisi rumah saat ini masih terawat dan arsitekturnya masih asli. Ciri khas rumah ini yaitu terdapat elemen batu didinding bawah, dinding bangunan tinggi, dan banyak memiliki jendela. Rumah ini tengah direnovasi dan dalam keadaan tak berpenghuni. Status: belum BCB. Rumah ini dibangun tahun 1930 oleh salah satu keturunan marga di Depok Lama. Kondisi bangunan masih terawat dengan bentuk arsitektur dan elemen bangunan yang masih asli seperti jendela berjalusi. Halaman rumah cukup rindang dengan adanya beberapa pohon rambutan. Perubahan hanya terdapat di bagian luar yaitu dengan penambahan sekat didepan kamar depan yang sudah disewakan. Rumah ini ditempati oleh Petrus Arfani. Status: belum BCB. Rumah tinggal ini merupakan peninggalan dari keluarga Isakh dan diperkirakan dibangun pada tahun 1930. Saat ini, rumah ditempati oleh Bapak Matilda Isakh. Kondisi bangunan terlihat bersih karena belum lama dicat dan dikelilingi oleh pagar dibagian luar.
50
Lanjutan Tabel 9 No
Rumah tinggal
Keterangan Renovasi pada bangunan pernah dilakukan namun bentuknya masih dipertahankan tetap. Status: belum BCB.
25
Rumah tinggal Jalan Mawar No.16
Rumah yang dibangun pada tahun 1930 ini merupakan milik keluarga Jonathans. Rumah tersebut kemudian diwariskan kepada anaknya, Samuel Joseph Jonathans. Kondisi bangunan saat ini agak kurang terawat dan beberapa bagian seperti teras depan dan atap bagian samping yang mulai rusak. Meskipun demikian, bentuk arsitektur bangunan masih asli dan tidak mengalami banyak perubahan. Status: belum BCB.
Sumber gambar: survey lapang 2014
Kebijakan Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Depok Lama Kebijakan pelestarian yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok dalam hal ini Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata Seni dan Budaya (Disporaparsenbud) Kota Depok berpedoman pada Undang-Undang Republik Indonesia No.11 Tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya (BCB). Kegiatan yang telah dilakukan terkait kawasan lanskap sejarah Depok Lama sejauh ini baru sampai pada inventarisasi data untuk mengidentifikasi, mendokumentasi, dan mengetahui jumlah elemen lanskap sejarah yang masih tersisa di kawasan tersebut. Kegiatan inventarisasi ini dilakukan pada tahun 2013 dan melibatkan Depok Herritage Community didalamnya. Hasil inventarisasi kemudian dibukukan kedalam “Dokumentasi dan Inventarisasi Cagar Budaya Kota Depok” yang selanjutnya menjadi database bagi keberadaan situs atau bangunan-bangunan bersejarah di Kota Depok (Disporaparsenbud 2013). Disporaparsenbud berkoordinasi pula dengan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang dalam kegiatan pendataan ini. Berdasarkan data inventarisasi, terdapat 40 elemen lanskap sejarah yang tersebar di Depok Lama yang berhubungan dengan Cornelis Chastelein dan keluarga ke 12 marga Depok. Dikarenakan statusnya yang sebagian besar milik perorangan dan sebagian besar pemilik belum mendaftarkannya, maka secara otomatis belum ditetapkan sebagai benda cagar budaya, sehingga pihak Disporaparsenbud belum dapat melakukan tindakan apa pun yang berhubungan dengan pelestarian atau pengelolaannya. Mereka belum memiliki wewenang untuk mengatur penggunaan dari elemen lanskap sejarah yang ada. Saat ini, Disporaparsenbud tengah mengupayakan kepada pemerintah agar semua bangunan dan situs yang telah diinventarisasi, termasuk juga kawasan Depok Lama untuk dapat disahkan oleh undang-undang sebagai situs dan bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah. Sehingga dimasa mendatang, tidak ada lagi bangunan
51
bersejarah yang dihancurkan karena alasan ekonomi, mahalnya perawatan, dan sebagainya, melainkan nantinya keberadaan bangunan tersebut diharapkan dapat menjadi sumber perekonomian bagi masyarakat sekitar. Pengelolaan elemen lanskap sejarah di Depok Lama dapat dikategorikan menjadi beberapa golongan yaitu oleh pemerintah, YLCC, warga masyarakat (pemilik bangunan bersejarah), dan lainnya. Pemerintah Kota Depok mengelola elemen lanskap sejarah berupa Jembatan Panus, Tahura Depok, Sumur Pancoran Mas, dan Situ Pancoran Mas yang sudah dimiliki oleh mereka. Pihak YLCC umumnya mengelola bangunan-bangunan milik bersama (communal bezit) keluarga ke 12 marga asli Depok yang meliputi: Gedung YLCC, GPIB Immanuel, RS. Harapan Depok, Lapangan Olahraga YLCC, Pemakaman Kamboja, SDN 02 Pancoran Mas, SMA Kasih, dan tiang telepon di Jalan Kartini. Lanskap sejarah berupa rumah tinggal bergaya kolonial dikelola oleh perorangan (pemiliknya masing-masing). Sedangkan elemen lanskap sejarah lain seperti stasiun dan depo listrik dikelola oleh PT. KAI, dan gedung kantor pos dikelola oleh PT. POS Indonesia. Assesment Lanskap Sejarah Depok Lama Assesment yang dilakukan terhadap lanskap sejarah di Depok Lama terdiri dari penilaian keaslian (originality) dan keunikan (uniqueness) dengan menggunakan berbagai kriteria serta nilai yang terbagi kedalam 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Penilaian ini dilakukan dengan melihat kawasan Depok Lama secara keseluruhan yang kemudian dibandingkan dengan peta Depok tahun 1924 sebagai dasar acuan. Selanjutnya, hasil penilaian keaslian dan keunikan tersebut dispasialkan dan dioverlay untuk mengetahui tingat signifikansi sejarahnya. Hasil signifikansi kemudian dispasialkan kembali dan dioverlay dengan peta penggunaan lahan untuk melihat apakah penggunaan lahan sudah sesuai dengan karakteristik lanskap sejarahnya. Hal ini penting guna mengetahui apakah kawasan atau elemen lanskap sejarah yang ada dalam kondisi terancam atau tidak. Selanjutnya, kompostit kedua peta tersebut dipakai sebagai pertimbangan dalam penentuan upaya pelestarian. Kawasan Depok Lama yang merupakan kawasan bertipe pemukiman kolonial dapat dikelompokkan secara lebih rinci kedalam 3 zona berdasarkan jenis penggunaan lahan oleh masyarakat tempo dulu mengacu pada peta Depok Lama tahun 1924. Zona I dengan luas 39 ha dikategorikan sebagai wilayah pusat Gemeente Depok dan awal pemukiman di Depok Lama. Terdapat beberapa elemen lanskap penting yang menjadi pusat keagamaan seperti gereja, pusat pendidikan berupa sekolah, bangunan pemerintahan seperti gemeente huis, serta rumah tua berada di wilayah ini. Meskipun pusat pemerintahan dan keberadaan rumah tua lebih terkonsentrasi di Jalan Pemuda, Jalan Kartini, dan Jalan Siliwangi, namun pembagian batas pada bagian barat zonasi yang dipilih adalah rel kereta (spoorweg), bukan Jalan Kartini. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa di sekitar rel kereta terdapat infrastruktur berupa stasiun dan sentral listrik yang masih satu kesatuan dengan Depok Lama. Sedangkan di bagian selatan dan timur, batas yang dipilih adalah jalan-jalan lingkungan yang dekat dengan elemen lanskap sejarah.
52
Selanjutnya, zona II seluas 44 ha adalah wilayah perkembangan pemukiman penduduk Depok Lama. Beberapa rumah tua ditemukan di wilayah ini dan menjadi bukti bahwa pemukiman yang ada berkembang dari Jalan Pemuda ke sekitar Jalan Kamboja, dan selanjutnya menyebar ke wilayah lain. Dasar penentuan batas untuk zona II mengikuti bentukan spasial dari perkampungan Depok Lama tahun 1924, yang dibatasi oleh Jalan Kamboja dan Jalan Cempaka di sebelah barat, serta batas alami berupa Sungai Ciliwung di bagian timur. Zona III seluas 79 ha merupakan area yang awalnya berupa lahan pertanian, rawa, dan cagar alam, yang kemudian berkembang menjadi pemukiman padat seperti saat ini. Penentuan batas pada zona ini ditujukan agar elemen lanskap sejarah yang letaknya cukup berjauhan dapat tercakup dalam satu kawasan. Oleh karena itu, Jalan Dewi Sartika dan Jalan Pitara di utara, rel kereta di bagian timur, Kali Krukut di sebelah barat, dan Jalan Cagar Alam di bagian selatan, dipilih menjadi batas pada zona III. Secara spasial, zonasi Depok Lama dapat dilihat pada Gambar 30
Gambar 30 Peta pembagian zona penilaian lanskap sejarah kawasan Depok Lama Nilai Keaslian (Originality) Lanskap Sejarah Depok Lama Penilaian keaslian lanskap sejarah dilakukan dengan memakai beberapa kriteria yang diadaptasi dari Haris dan Dines (1988) sebagai parameter untuk menentukan tingkat keaslian, yang terdiri dari kondisi bangunan, pola pemukiman, pola penggunaan lahan, dan jalur sirkulasi. Setiap kriteria yang ada memiliki bobot rendah, sedang, dan tinggi, yang kemudian diakumulasikan dan dibagi kedalam rentang kelas tertentu untuk dapat dinilai tingkat keasliannya. Penilaian keaslian (originality) lanskap sejarah kawasan Depok Lama tertera pada Tabel 10 dan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 31.
53
Tabel 10 Penilaian keaslian lanskap sejarah kawasan Depok Lama No 1 2 3 4
Kriteria keaslian Bangunan Pola pemukiman Pola penggunaan lahan Jalur sirkulasi Total Kategori
Lanskap sejarah Depok Lama Zona I Zona II Zona III 3 2 1 2 1 1 2 2 1 2 9 Sedang
2 7 Rendah
1 4 Rendah
Perhitungan untuk penentuan rentang nilai kategori keaslian: Interval Kelas (IK) = Skor Maksimum (SMa) – Skor Minimum (SMi) Jumlah Kategori = 12 – 4 3 = 2.67 ~ 3 Kategori Tinggi = (SMa + 2 IK + 1) sampai SMa = (4 + 2 (3) +1) sampai 12 = 11 sampai 12 Kategori Sedang = (SMi + IK + 1) sampai (SMi + 2 IK) = (4 + 3 +1) sampai (4 + 2(3)) = 8 sampai 10 Kategori Rendah = SMi sampai (SMi + IK) = 4 sampai (4 + 3) = 4 sampai 7 Berdasarkan hasil analisis penilaian keaslian yang telah dilakukan pada lanskap sejarah di kawasan Depok Lama, zona I temasuk kategori sedang, zona II dan III termasuk pada kategori rendah. Pada zona I, kondisi bangunan tua sebagian besar masih asli sehingga diberi skor tinggi untuk kategori bangunannya, meskipun pada beberapa elemen seperti pintu dan jendela telah berganti dengan material baru, namun bentuknya menyesuaikan tempo dulu. Selain itu, beberapa bangunan yang ada juga mengalami penambahan ruang untuk mendukung fungsi bangunan baru, seperti pada RS. Harapan Depok dan Kafe Kasanti. Ruang-ruang seperti kamar, teras parkir, dan sebagainya dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan saat ini. Bangunan berumur lebih dari 50 tahun di zona I jumlahnya banyak dan terkonsentrasi di sekitar Jalan Pemuda. Jumlah bangunan yang masih asli di kawasan ini lebih dari 75%, kerena bangunan yang benar-benar berubah hanya terjadi pada Stasiun Depok, Gereja Pasundan, dan Kafe Kashanti. Pola pemukiman di zona ini dinilai sedang karena cenderung linear, dimana bangunan tua di Depok Lama dibangun mengikuti jalur jalan yang ada seperti terlihat pada peta Depok tahun 1924. Elemen lanskap seperti gereja dan gemeente huis dapat dianggap sebagai pusat zona I karena di tempat ini warga sering berkumpul untuk beribadah
54
atau merayakan perayaan tertentu. Pola penggunaan lahan di zona ini mengalami perubahan sebesar 44.1 % dibandingkan tahun 1924, oleh karenanya dinilai sedang. Perubahan yang terjadi lebih didominasi oleh pembangunan komplek ruko atau tempat usaha, terutama di Jalan Kartini dan Jalan Siliwangi. Selain itu, keberadaan sawah di sekitar Jalan Melati yang dulu ada, saat ini sudah tidak ditemukan. Meskipun demikian, penggunaan lahan untuk pemukiman masih mendominasi terutama di sekitar Jalan Pemuda, Jalan Mawar, Jalan Melati, dan Jalan Kenanga. Jalur jalan di zona I mengalami perubahan seperti penambahan ruas jalan berupa gang-gang sempit di antara rumah-rumah warga, serta penambahan fasilitas signage jalan, sehingga termasuk kedalam skor sedang. Meskipun demikian karakter jalan masih tetap jika dilihat dari bentuk polanya.
Gambar 31 Peta keaslian lanskap searah di kawasan Depok Lama Pada zona II, kondisi bangunan tua umumnya mengalami perubahan misalnya penggantian pada elemen bangunan seperti atap, tembok, pintu, dan jendela, namun pemilik masih berusaha menjaga agar fasad bangunan terlihat sama sehingga masih dapat dikenali sebagai bangunan bergaya kolonial. Meskipun demikian, jumlah bangunan berumur lebih dari 50 tahun tidak sebanyak seperti di zona 1, dan jumlah yang tergolong asli berkisar 50-75% dari total keseluruhan elemen lanskap sejarah di kawasan ini sehingga keaslian bangunannya dikategorikan sedang. Pola pemukiman dinilai rendah karena pola yang ada cenderung linear mengikuti jalur jalan, namun tidak terdapat elemen lanskap yang menjadi pusat seperti halnya gereja di zona I. Perubahan pola penggunaan lahan yang terjadi sebesar 48.1% dibandingkan tahun 1924, sehingga diberi nilai sedang. Perubahan terutama terjadi di sekitar Jalan Siliwangi yang cukup banyak bangunan baru seperti pertokoan, rumah sakit, dan sebagainya. Pendirian gedung baru itu tidak jarang berada dibekas
55
tanah yang dulunya berdiri rumah-rumah tua. Pada Jalan Kamboja, Jalan Jambu, Jalan Nusa Indah, dan Jalan Flamboyan, perubahan yang terlihat adalah munculnya perumahan baru, serta berdirinya sekolah-sekolah, dan gereja. Sementara itu di Jalan Belimbing (sebelah selatan Jalan Pemuda), penggunaan lahan didominasi oleh pemukiman warga namun tidak terdapat elemen lanskap sejarah di daerah ini. Jalur sirkulasi di zona II diberi skor sedang karena polanya linear mengikuti jalur jalan, perubahan terjadi hanya pada ruasnya sedangkan karakternya tidak terlalu berubah. Pada zona III elemen lanskap sejarah mengalami perubahan seperti pada Tahura Pancoran Mas yang sudah berkurang luas wilayahnya serta keanekaragaman hayatinya. Selain itu, Sumur Pancoran Mas pun sudah berbeda, jika dahulu sumur ini sempat dijadikan sebagai tempat rekreasi dan ditambah marmer disekelilingnya, namun saat ini sudah tidak terlihat lagi bekasnya. Secara keseluruhan, jumlah elemen lanskap sejarah di zona ini sedikit dan lokasinya tersebar di antara rumah-rumah warga, sehingga diberi skor rendah. Pola pemukiman di zona ini diberi skor rendah karena polanya cenderung linear mengikuti jalur jalan, rel kereta, dan sungai yang melintasi kawasan ini, namun tanpa ada elemen lanskap sejarah yang dijadikan sebagai pusat pemukiman. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di zona III sebesar 76.5% dan diberi skor rendah, hal ini dikarenakan wilayah yang dahulunya sebagian besar berupa ladang, sawah, semak, atau pun cagar alam yang cukup luas, sedangkan saat ini didominasi oleh pemukiman padat penduduk. Adapun jalur jalan yang ada banyak mengalami perubahan seperti pada ruas jalan yang kini bertambah banyak dibandingkan semula dan karakternya berubah bukan lagi jalan setapak seperti tempo dulu, sehingga skor yang diberikan adalah rendah. Nilai Keunikan (Uniqueness) Lanskap Sejarah Kawasan Depok Lama Penilaian keunikan lanskap sejarah kawasan Depok Lama dilakukan dengan menggunakan beragam kriteria seperti asosiasi kesejarahan, integritas, keragaman yang berbeda dari kebiasaan, dan kualitas estetikanya (Haris dan Dines, 1998). Masing-masing kriteria tersebut dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menentukan tingkat keunikan pada lanskap sejarah di kawasan ini, apakah termasuk ke dalam kategori rendah, sedang atau tinggi. Keunikan lanskap sejarah kawasan Depok Lama tertera pada Tabel 11 dan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 32. Tabel 11 Penilaian keunikan lanskap sejarah kawasan Depok Lama No 1 2 3 4
Kriteria keunikan Hubungan kesejarahan Integritas Keberagaman yang berbeda dari kebiasaan Kualitas estetika Total Kategori
Lanskap sejarah Depok Lama Zona I Zona II Zona III 3 2 2 3 2 1 3 2 2 2 11 Tinggi
2 8 Sedang
2 7 Rendah
56
Perhitungan untuk penentuan kategori keunikan: Interval Kelas (IK) = Skor Maksimum (SMa) – Skor Minimum (SMi) Jumlah Kategori = 12 – 4 3 = 2.67 ~ 3 Kategori Tinggi = (SMa + 2 IK + 1) sampai SMa = (4 + 2 (3) +1) sampai 12 = 11 sampai 12 Kategori Sedang = (SMi + IK + 1) sampai (SMi + 2 IK) = (4 + 3 +1) sampai (4 + 2(3)) = 8 sampai 10 Kategori Rendah = SMi sampai (SMi + IK) = 4 sampai (4 + 3) = 4 sampai 7
Gambar 32 Peta keunikan lanskap sejarah di kawasan Depok Lama Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan untuk menilai tingkat keunikan pada lanskap sejarah di kawasan Depok Lama, zona I termasuk kategori tinggi, zona II sedang, dan zona III tergolong rendah. Pada zona I, asosiasi sejarahnya termasuk kuat. Asosiasi dapat diartikan hubungan antara suatu peristiwa, tempat, atau orang yang terkait satu sama lain. Keberadaan elemen lanskap sejarah seperti gereja, gemeente huis, rumah bergaya kolonial, rumah
57
presiden Depok yang ada di zona I dapat memberikan gambaran tentang kondisi atau kehidupan masyarakat Depok Lama pada mulanya. Sebagai contoh, keberadaan gereja tua dapat mencirikan bahwa Depok Lama awalnya merupakan tempat bermukimnya komunitas orang-orang Kristen. Adanya gemeente huis dan rumah presiden Depok juga menandakan bahwa di Depok Lama pernah memiliki pemerintahan sendiri, serta keberadaan sekolah tua juga turut membuktikan bahwa masyarakat Depok Lama telah akrab dengan pendidikan. Selain itu, keberadaan elemen-elemen lanskap sejarah yang berada dalam lokasi berdekatan dan jumlah yang cukup banyak membuat integritas atau kesatuan kawasan termasuk tinggi. Hal itu secara otomatis akan membuat zona I lebih mudah untuk dikenali sebagai kawasan lanskap bersejarah karena memiliki karakter pemukiman kolonial. Keberagaman yang berbeda dari kebiasaan untuk zona I tergolong tinggi, hal ini dikarenakan keberadaan elemen lanskap sejarah di zona ini cukup berbeda dengan wilayah-wilayah lain di sekitar Depok Lama yang umumnya telah banyak terisi oleh bangunan-bangunan modern. Kualitas estetika dari elemen lanskap sejarah di zona I tergolong sedang dikarenakan pada beberapa bangunan yang ada, gaya arsitektur khas kolonialnya masih dapat dirasakan. Namun demikian, ada pula bangunan bersejarah lain di zona ini yang kondisinya sudah berubah total dan tidak lagi mencirikan gaya arsitektur kolonialnya seperti pada Gereja Pasundan dan Stasiun Depok Lama. Pada zona II, asosiasi kesejarahan termasuk sedang, dikarenakan masih adanya bangunan-bangunan tua, pemakaman, lapangan, jembatan, dan sebagian kebun warga yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat Depok Lama. Gambaran informasi mengenai kehidupan orang-orang asli Depok seperti marga yang banyak bermukim di daerah ini, orang-orang yang boleh dimakamkan di Pemakaman Kamboja, dan fungsi Jembatan Panus dimasa lalu, akan cukup mudah diketahui informasinya. Keberadaan elemen lanskap sejarah di zona II cukup banyak, namun letaknya yang sedikit berjauhan membuat karakter lanskap sejarahnya tidak sekuat di zona I. Selain itu, keberadaan komplek perumahan di zona ini juga sedikit mengaburkan kesan lanskap sejarah di zona II. Oleh karenanya, zona II dikelompokkan dalam integritas sedang. Keberagaman yang berbeda dari kebiasaan pada zona II termasuk sedang, meskipun sama-sama memiliki bangunan bersejarah dengan karakter, struktur, dan elemen yang cukup berbeda dari lingkungan sekitarnya, namun jumlah yang tersisa tidak sebanyak seperti di zona I. Selain itu, elemen lanskap seperti pemakaman Kristen juga dapat dijumpai di daerah Pondok Cina. Kualitas estetik elemen lanskap di zona ini tergolong sedang karena sebagian besar masih dapat memperlihatkan gaya arsitektur khas kolonial seperti pada rumah-rumah tua, pemakaman atau jembatan yang keadaannya tidak jauh berbeda dengan masa lalu. Pada zona III lanskap atau elemen didalamnya memiliki hubungan kesejarahan yang sedang, hal ini dikarenakan masih ditemukannya beberapa elemen lanskap sejarah di zona ini. Elemen-elemen tersebut umumnya masih berkaitan dengan sejarah Depok, seperti keberadaan Sumur Pancoran Mas yang banyak dihubungkan dengan asal muasal nama Depok. Selain itu, keberadaan Cagar Alam Pancoran Mas juga dapat memberikan sedikit informasi bahwa upayaupaya perlindungan dan pelestarian akan flora dan fauna telah dilakukan sejak masa Hindia Belanda. Meskipun demikian, elemen lanskap sejarah yang tersisa di zona ini jumlahnya sedikit dan tersebar. Lahan yang awalnya berupa sawah ataupun rawa
58
sudah banyak dialihgunakan, hal ini membuat karakter lanskapnya lemah dan kurang merepresentasikan kondisi masa lalunya. Hal tersebut menjadikan integritas lanskap sejarah menjadi rendah. Keberagaman yang berbeda dari kebiasaan pada zona III cenderung sedang. Sedikitnya elemen lanskap sejarah dan kondisi peruntukan lahan disekitar zona yang didominasi pemukiman, membuat keberadaan tahura dan Sumur Pacoran Mas menjadi berbeda. Walaupun saat ini terjadi banyak perubahan, namun elemen lanskap sejarah masih dapat menunjukkan estetik masa lalu seperti pada tahura yang sedikit menggambarkan bagaimana keindahaan alam Depok Lama tempo dulu. Nilai Signifikansi Lanskap Sejarah Kawasan Depok Lama Nilai signifikansi lanskap sejarah pada kawasan Depok Lama diperoleh dari hasil overlay antara peta keaslian dan keunikan. Komposit kedua peta tersebut menghasilkan skor yang selanjutnya dapat dikategorikan dalam penentuan tingkat signifikasi apakah termasuk kedalam kategori tinggi, sedang atau rendah. Keunikan lanskap sejarah kawasan Depok Lama tertera pada Tabel 12 dan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 33. Tabel 12 Penilaian signifikansi lanskap sejarah kawasan Depok Lama Penilaian Keaslian Keunikan Total Kategori
Zona I 9 11 20 Tinggi
Zona Zona II 7 8 15 Sedang
Zona III 4 7 11 Rendah
Perhitungan dalam penentuan kategori signifikansi: Interval Kelas (IK) = Skor Maksimum (SMa) – Skor Minimum (SMi) Jumlah Kategori = 24 – 8 3 = 5.33 ~ 5 Kategori Tinggi = (SMa + 2 Interval Kelas + 1) sampai Nilai Maksimum = (8 + 2 (5) +1) sampai 12 = 19 sampai 24 Kategori Sedang = (Nilai Minimum + Interval Kelas + 1) sampai (Nilai Minimum + 2 Interval Kelas) = (8 + 5 +1) sampai (8 + 2(5)) = 14 sampai 18 Kategori Rendah = Nilai Minimum sampai (Nilai Minimum + Interval Kelas) = 8 sampai (8 + 5) = 8 sampai 13
59
Zona I yang memiliki tingkat keaslian sedang dan keunikan tinggi membuat nilai signifikansinya tinggi pula. Zona II dengan tingkat keaslian rendah dan keunikan sedang membuat gabungan nilai keduanya menjadi sedang. Zona III dengan tingkat keaslian dan keunikan rendah menjadikan nilai signifikansinya yang rendah. Peta signifikansi lanskap sejarah kawasan Depok Lama (Gambar 33) selanjutnya dioverlay dengan peta penggunaan lahan Kota Depok (Gambar 34), sehingga didapatkan peta komposit (Gambar 35). Hal ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan lahan didaerah itu telah sesuai dengan karakter lanskap sejarahnya sehingga dapat mendukung eksistensi lanskap sejarah yang ada atau sebalikanya, penggunaan lahan yang tidak sesuai dan dapat mengancam keberadaannya. Pada zona I penggunaan lahan didominasi oleh pemukiman swadaya, kondisi ini cukup sesuai dengan karakteristik lanskap sejarah yang mayoritas berupa rumah tinggal bergaya kolonial. Selain itu, lahan di zona ini juga diperuntukan untuk sektor jasa khususnya pelayanan pendidikan, keagamaan dan kesehatan. Kondisi ini juga cukup sesuai mengingat selain rumah tinggal, banyak pula bangunan bersejarah seperti sekolah, gereja, dan lainnya yang saat ini dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan itu. Namun, kegiatan disektor jasa sedapat mungkin tidak mengurangi karakter asli dari elemen lanskap sejarah yang ada. Penggunaan lahan kurang sesuai berada di sekitar Jalan Kartini dan Siliwangi, karena disekitar jalan ini sudah banyak berubah menjadi deretan ruko atau tempat bisnis lain yang tentunya dapat mengancam keberadaan elemen lanskap sejarah disekitarnya.
Gambar 33 Peta signifikansi lanskap sejarah di kawasan Depok Lama Pada zona II, penggunaan lahan didominasi oleh pemukiman swadaya dengan menyisakan ruang untuk pemakaman, kebun campuran, dan lapangan. Penggunaan
60
lahan di zona ini cukup sesuai mengingat karakter lanskap sejarah zona II yang bertipe pemukiman. Seperti pada zona I, ancaman yang ada di zona II lebih berhubungan dengan penggunaan lahan di sekitar jalan raya, terutama Jalan Siliwangi. Akses jalan yang mudah dan ramai membuat daerah itu memiliki nilai investasi yang tinggi, sehingga saat ini banyak didirikan komples ruko, toko swalayan, dan aneka bisnis lainnya. Kondisi ini selain dapat menurunkan karekter lanskap sejarah, juga dapat memicu dirusaknya bangunan tua untuk pendirian bangunan baru. Pada zona III penggunaan lahan saat ini lebih didominasi untuk pemukiman. Kondisi ini kurang sesuai dengan karakter lanskap sejarah yang aslinya berupa daerah pertanian/ alami. Hal ini tentunya dapat mengancam kelangsungan lanskap sejarah yang ada, khususnya tahura dan situ. Kedua lahan tersebut harus benarbenar dipertahankan dan tidak boleh dialihfungsikan untuk rencana penggunaan lain kecuali sebagai area konservasi, edukasi, atau ruang terbuka hijau.
Gambar 34 Peta penggunaan lahan di Kawasan Depok Lama tahun 2009 Meskipun penggunaan lahan di kawasan ini ada yang cukup sesuai dan kurang sesuai, namun berdasarkan peta rencana strategis kawasan Kota Depok yang bersumber dari RTRW Kota Depok Tahun 2012-2032, ditinjau dari sudut sosial budayanya, Depok Lama (Kelurahan Depok) dikelompokkan kedalam kawasan cagar budaya karena memiliki nilai historis didalamnya. Hal ini tentunya dapat menjadi acuan dalam mengarahkan rencana pengembangan Depok Lama dimasa mendatang.
61
Gambar 35 Peta komposit signifikansi lanskap sejarah dan penggunaan lahan di kawasan Depok Lama Persepsi dan Dukungan Masyarakat Persepsi dan Dukungan Masyarakat di Dalam Kawasan Wawancara disertai pengisian kuisioner telah dilakukan terhadap 30 responden yang tinggal di kawasan Depok Lama untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan, persepsi, serta dukungan mereka terkait pelestarian lanskap sejarah di kawasan ini. Setelah dilakukan analisis, hasil yang didapat diantaranya sebanyak 23.33% responden mengaku tahu bagaimana sejarah Depok lama, 70% responden sedikit tahu, dan sisanya sebanyak 6.67% menjawab tidak tahu. Sumber pengetahuan akan sejarah tersebut lebih banyak didapat dari keluarga yakni sebanyak 89.29% terutama dari kakek-neneknya serta orang tua yang seringkali menceritakan bagaimana Depok tempo dulu, mulai dari masa Chastelein hingga sampai pada cerita ke 12 marga yang saat ini dikenal sebagai orang asli Depok. Selain itu sebanyak 10.71% mengaku mendapat informasi dari tetangga yang asli Depok atau buku, biasanya mereka adalah orang pendatang yang tinggal di Depok Lama. Responden yang diwawancarai lebih didominasi oleh keturunan 12 marga dengan persentase 66.67%, sedangkan sisanya adalah pendatang. Jika diteliti lebih lanjut, daerah sebaran orang Depok asli bermarga Jonathans lebih banyak di sekitar Jalan Pemuda, Loen dan Leander berada di sekitar Jalan Kamboja, sedangkan sisanya umumnya menyebar. Sejalan dengan perkembangan Kota Depok yang ada, para responden menilai bahwa kawasan Depok Lama telah banyak mengalami perubahan dibandingkan
62
dengan masa-masa sebelumnya. Perubahan yang dirasa paling menonjol oleh 36.67% responen berasal dari lingkungan atau lanskap kawasan yang telah banyak berubah, seperti yang terjadi di Kelurahan Pancoran Mas yang sekarang menjadi pemukiman padat penduduk. Perubahan selanjutnya adalah sarana dan prasarana menurut 30% responden, seperti transportasi, pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Kemudian sebanyak masing-masing 16.67% responden menilai bahwa perubahan yang terjadi di Depok Lama yaitu alih fungsi bangunan tua untuk dikomersilkan atau bahkan dihancurkan, serta adanya para pendatang dari luar depok yang sebagian besar ingin mencari pekerjaan. Masyarakat Depok Lama memiliki pendapat tersendiri mengenai eksistensi bangunan tua di Depok Lama (Tabel 13). Mayoritas masyarakat menganggap bahwa rumah bergaya kolonial merupakan landmark yang sekaligus menjadi daya tarik kawasan ini. Hal ini didasari bahwa Depok Lama awalnya merupakan lanskap bersejarah bertipe pemukiman kolonial, sehingga elemen sejarah yang mendominasi dan menjadi penanda bagi kawasan tersebut adalah rumah-rumah bergaya kolonial. Elemen lanskap sejarah umumnya bernilai bagi masyarakat di dalam kawasan karena merupakan peninggalan yang diwariskan secara turuntemurun oleh leluhur mereka yang dapat menjadi bukti keberadaan sekaligus sejarah bagi komunitas orang Depok asli. Tabel 13 Pendapat masyarakat Depok Lama mengenai eksistensi bangunan tua di kawasan Depok Lama No 1
2
3
Pertanyaan Landmark Depok Lama
Rumah bergaya kolonial Gereja Alun-alun Jembatan Pemakaman Daya tarik Bangunan bergaya kolonial Depok Lama Pemakaman Keberadaan Belanda Depok Aktivitas budaya/ keagaman Aktivitas ekonomi Citra bangunan Indah Unik Cukup banyak Fungsional Membanggakan Bernilai
Frekuensi (orang) 19 9 0 1 1 21 0 3 5 1 6 9 0 1 0 14
Persentase (%) 63.33 30.00 0 3.33 3.33 70.00 0 10.00 16.67 3.33 20.00 30.00 0 3.33 0 46.67
Meskipun penilaian para responden berbeda-beda, namun semuanya sepakat bahwa kawasan Depok Lama dengan elemen-elemen lanskap sejarah yang ada didalamnya pantas untuk dilestarikan. Sebanyak 40% responden menyatakan kesediaannya untuk memberi dukungan disertai sumbangan dana, pikiran, dan
63
tenaga. Sebanyak 33.33% responden hanya bersedia memberikan dukungan, 13,33% bersedia mendukung dan bersedia menyumbang dana, sedangkan sisanya masing-masing 6.67% responden mengaku akan memberikan dukungan dan berpartisipasi aktif menyumbang tenaga atau pikiran. Dalam pelestariannya, 70% responden sepakat bahwa semua elemen baik masyarakat, swasta, yayasan, maupun pemerintah harus saling bekerja sama. Namun sebanyak 13.33% responden mengatkan bahwa pemerintahlah yang seharusnya paling berperan dalam upaya pelestarian. Sisanya sebanyak masingmasing 6.67% responden menilai bahwa masyarakat dan yayasan yang seharusnya melestarikan elemen lanskap sejarah di Depok Lama dikarenakan sebagian besar elemen sejarah yang tersisa adalah milik perseorangan dan yayasan. Persepsi dan Dukungan Masyarakat di Luar Kawasan Wawancara disertai pengisian kuisioner juga dilakukan pada 30 orang responden yang tinggal di luar kawasan Depok Lama (Kecamatan Cipayung, Beji, dan Sukmajaya), untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan, persepsi, dan dukungan terkait pelestarian lanskap sejarah di Depok Lama. Tiga lokasi tersebut dipilih dengan pertimbangan karena jaraknya yang relatif dekat dan aksesnya cukup mudah, selain itu dengan melihat pandangan masyarakat pada 3 wilayah berbeda kecamatan tersebut, maka dapat diprediksi bagaimana persepsi masyarakat Kota Depok secara keseluruhan. Hasilnya, sebanyak 3.33% responden tahu tentang sejarah Depok Lama, 66.67% sedikit tahu, dan 30 % tidak tahu. Responden yang mengaku sedikit tahu umumnya hanya mengetahui bahwa di kawasan Depok Lama terdapat banyak bangunan bersejarah dan komunitas Belanda Depok. Sumber pengetahuan didapat dari cerita orang tua, orang sekitar, buku, dan internet. Namun demikian, seluruh responden menilai bahwa kawasan Depok Lama termasuk kawasan bersejarah. Depok Lama telah banyak mengalami perubahan, sebanyak 20% responden menilai bahwa perubahan yang paling menonjol adalah dari segi lingkungannya, 3.33% menilai aktivitas masyarakatnya, 23.33% karena adanya masyarakat pendatang, 40% menganggap sarana dan prasarana yang semakin bertambah, dan 13.33% berkeyakinan bahwa perubahan paling banyak ada pada alih fungsi bangunan. Sebanyak 46.67% responden menilai bahwa kawasan Depok Lama merupakan kawasan pemukiman campuran, 26.67% menganggap pemukiman kolonial, 6.67% pemukiman sunda, dan sisanya 20% pemukiman betawi. Seluruh responden berpendapat bahwa mereka masih dapat merasakan nuansa masingmasing pemukiman tersebut. Masyarakat di luar Depok Lama memiliki pendapat tersendiri mengenai eksistensi bangunan tua di Depok Lama (Tabel 14). Mayoritas masyarakat menganggap bahwa rumah bergaya kolonial merupakan landmark yang sekaligus menjadi daya tarik utama kawasan ini, mengingat bahwa bangunan bergaya kolonial merupakan elemen lanskap sejarah yang mendominasi serta menjadi image bagi kawasan ini. Selain itu, daya tarik lain dari Depok Lama adalah karena aktivitas ekonominya, masyarakat Depok Lama banyak yang pergi ke daerah ini untuk melakukan transaksi ekonomi seperti menjual atau membeli barang kebutuhan rumah tangga. Elemen lanskap sejarah umumnya dianggap unik oleh responden dikarenakan tampilan fasad arsitektur kolonialnya yang cukup berbeda atau kontras dibandingkan bangunan di luar Depok Lama.
64
Tabel 14 Pendapat masyarakat di luar Depok Lama mengenai eksistensi bangunan tua di kawasan Depok Lama No
Pertanyaan
1
Landmark Depok Lama
2
Daya tarik Depok Lama
3
Citra bangunan
Rumah bergaya kolonial Gereja Alun-alun Jembatan Pemakaman Bangunan bergaya kolonial Pemakaman Keberadaan Belanda Depok Aktivitas budaya/ keagamaan Aktivitas ekonomi Lainnya Indah Unik Cukup banyak Fungsional Membanggakan Bernilai budaya
Frekuensi (Orang) 18 11 0 1 0 12 2 1 1 12 2 8 11 2 2 1 6
Persentase (%) 60.00 36.67 0.00 3.33 0.00 40.00 6.67 3.33 3.33 40.00 6.67 26.67 36.67 6.67 6.67 3.33 20.00
Keberadaan Depok Lama oleh responden dinyatakan perlu untuk dilestarikan. Sebagai bentuk kontribusinya, 63.33% responden bersedia memberi dukungan secara pasif, 3.33% memberi dukungan dan ikut menyumbang dana, 16.67% memberi dukungan dan ikut menyumbang pikiran, 10% rela memberi dukungan dan menyumbang tenaga, sedangkan 6.67% merupakan gabungan dari ketiganya. Sebanyak 80% responden menganggap bahwa semua pihak harus ikut berperan dalam upaya pelestarian, 13.33% menilai pemerintah yang semestinya melakukan pelestarian, dan sisanya sebanyak 6.67% menilai bahwa masyarakat saja yang seharusnya lebih berperan. Rekomendasi Pelestarian Konsep Pelestarian Depok lama merupakan kawasan lanskap bersejarah bertipe pemukiman di Kota Depok yang awalnya dihuni oleh komunitas Belanda Depok (bekas budak Cornelis Chatelein). Elemen-elemen lanskap bersejarah yang tersisa di kawasan ini umumnya berupa rumah tinggal bergaya kolonial dan juga mendapat pengaruh arsitektur klasik atau pun tradisional Indonesia seperti Jawa. Keberadaan benda peninggalan tersebut tentunya tergolong unik terlebih bagi kota Depok yang saat ini terus mengalami modernisasi disegala sektornya. Berdasarkan nilai signifikansi kawasan, persepsi masyarakat, dan kebijakan pelestarian yang dilakukan oleh pemerintah Kota Depok, maka dapat diusulkan konsep pelestarian yaitu “keep the
65
remaining”. Konsep ini dipilih karena pada dasarnya tujuan pelestarian adalah untuk menjaga keberadaan elemen lanskap sejarah yang ada dengan tetap mempertahankan karakternya agar nantinya sejalan dengan pembangunan keseluruhan Kota Depok. Sehingga dimasa mendatang, kawasan ini dapat menjadi penghubung antara masyarakat Kota Depok dengan daerah asal-usulnya. Kesediaan sebagian besar masyarakat dan upaya pemerintah yang mulai aktif dalam upaya menjaga kawasan lanskap sejarah Depok Lama tentunya akan semakin mempermudah dalam upaya melestarikan kawasan ini, karena tanpa peran serta keduanya, upaya pelestarian tidak dapat diwujudkan. Tindakan Pelstarian Pertimbangan dalam penentuan tindakan pelestarian didasarkan pada hasil analisis peta signifikansi kawasan yang dioverlaykan dengan peta penggunaan lahan. Komposit kedua peta ini digunakan untuk mengetahui kesesuaian antara karakter lanskap sejarah yang ada dengan penggunaan lahan di dalam kawasan tersebut seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Pembagian zonasi pelestarian lanskap sejarah kawasan Depok Lama tertera pada Tabel 15 dan secara spasial seperti pada Gambar 36. Tabel 15 Pembagian zonasi pelesatarian Kawasan Luas Zonasi Tindakan (ha) Zona I 39 Inti Revitalisasi
Zona II
44
Penyangga
Penggunaan adaptif
Zona III
6.4
Penyangga
Konservasi
Rekomendasi Meningkatkan karakter unik elemen lanskap sejarah Meningkatkan sense of place Meningkatkan peluang ekonomi Meningkatkan konektivitas Memanfaatkan elemen lanskap secara adaptif Penyesuaian terhadap penggunaan kebutuhan saat ini dengan tidak mengurangi atau merubah karakter (fasad bangunannya) Perlindungan secara fisik dan pemeliharaan terhadap Tahura Depok, Sumur dan Situ Pancoran Mas untuk menjaga agar luasan area tidak berkurang Memilih kegiatan yang sesuai untuk dilakukan pada Tahura Depok, Sumur dan Situ Pancoran Mas Perlindungan fungsi ekologis Tahura Depok, Sumur dan Situ Pancoran Mas dengan melakukan pembatasan
66
Lanjutan Tabel 15 Kawasan
Luas (ha) 72.6
Zonasi
Penyangga
Tindakan
Penggunaan adaptif
Rekomendasi pembangunan di sekitarnya Penggunaan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, namun perlu adanya pembatasan pembangunan agar tidak merusak elemen lanskap sejarah yang ada baik secara fisik maupun ekologis
Zona I dijadikan sebagai area inti didalam pelestarian lanskap sejarah Depok Lama. Area inti seperti yang tertulis dalam RPP tentang Pelestarian Cagar Budaya pasal 98 adalah area utama untuk menjaga bagian dari kawasan lanskap sejarah yang paling penting. Selain itu, nilai signifikansi sejarah di kawasan ini termasuk tinggi, penggunaan lahan yang ada pun cukup sesuai dengan karakter lanskapnya yang didominasi oleh lahan pemukiman. Tindakan yang dapat diterapkan pada zona ini adalah revitalisasi, yaitu salah satu tindakan pelestarian melalui pengembangan kawasan yang dapat menumbuhkan atau menghidupkan kembali nilai penting atau karakter suatu cagar budaya dan diharapkan dapat pula meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitarnya. Revitalisasi dapat diawali dengan terlebih dahulu melakukan peningkatkan karakter unik suatu lanskap melalui perbaikan kondisi fisik elemen-elemen yang mengalami kerusakan, misalnya dengan merenovasi rumah tinggal di Jalan Pemuda No.7, 67 dan 78, Jalan Mawar No.16, dan Jalan Citayam Raya No.10, namun harus tetap mempertimbangkan fasad bangunan aslinya. Selain itu, dilakukan pula penataan kembali pada pekarangan rumah tinggal dengan menggunakan elemen tanaman yang dapat menguatkan kesan kolonialnya seperti penggunaan rumput (lawn) di halaman depan dan pemanfaatkan halaman belakang rumah sebagai kebun yang dapat ditanami tanaman obat-obatan atau buah-buahan. Selanjutnya peningkatan sense of place, dilakukan dengan menghidupkan kembali perayaan penting seperti Cornelis Chastelein Dag (Jemaat Masehi Depok) selayaknya zaman dahulu, yang tidak hanya berupa acara perkumpulan keluarga ke 12 marga saja, tetapi juga disertai perlombaan panjat pinang, pagelaran kesenian tradisional, dan bazar makanan. Lapangan SMP Kasih dapat dipilih sebagai alternatif lokasi perayaan, mengingat tidak mungkin lagi dilaksanakan di depan gedung gemeente yang saat ini sudah berubah fungsi menjadi rumah sakit. Peningkatan sense of place juga dapat dilakukan dengan membuat standar papan nama untuk bangunan tua, penempatan papan penunjuk arah di area strategis seperti di ujung Jalan Pemuda yang merupakan akses masuk utama ke Depok Lama, serta pemberian informasi singkat mengenai sejarah di bangunan-bangunan utama seperti gereja, rumah presiden Depok, dan bekas gemeente huis, agar dapat memberikan penekanan akan nilai penting keberadaan bangunan tersebut dimasa lalu. Peningkatan ekonomi dapat dilakukan dengan cara memberdayakan masyarakat asli Depok yang tahu bagaimana sejarah Depok Lama untuk menjadi
67
pemandu bagi orang yang berkunjung ke wilayah ini. Meskipun belum ada rancana pengembangan dan promosi wisata, namun beberapa komunitas pencinta sejarah serta segelintir orang Belanda yang masih memiliki keterkaitan dengan Depok Lama, kadang kala datang ke daerah ini untuk melihat bangunan sejarah atau berziarah pada leluhur mereka. Alternatif lain guna meningkatkan ekonomi yaitu melalui penggunaan adaptif oleh pemilik bangunan tua di sekitar jalan utama dengan menjadikannya sebagai tempat usaha seperti kuliner yang memanfaatkan aspek unik arsitektur kolonial sebagai nilai tambah dalam menarik minat pengunjung. Selain itu, pemilik dapat menyewakan rumah-rumah tua mereka yang masih asli untuk dipakai sebagai lokasi syuting, mengingat hal ini sudah sering terjadi di Depok Lama. Selanjutnya peningkatan konektivitas dapat dilakukan dengan membuat jalur pedestrian penghubung terutama di sepanjang Jalan Pemuda sebagai pengganti jalur lama yang telah rusak, sehingga dapat memudahkan pejalan kaki yang ingin melihat-lihat bangunan tua di lokasi ini. Zona II dikelompokkan kedalam zona penyangga yaitu daerah yang keberadaannya ditujukan untuk melindungi lanskap sejarah yang ada serta mendukung adanya zona inti. Nilai signifikansi zona ini termasuk sedang dengan penggunaan lahan didominasi oleh pemukiman dan kebun campuran yang cukup sesuai dengan karakteristik lanskap sejarah yang ada. Keberadaan elemen lanskap sejarah pada kawasan ini dapat diupayakan untuk penggunaan adaptif, yaitu mempertahankan atau memperkuat elemen lanskap sejarahnya melalui pengakomodasian penggunaan, kebutuhan, dan kondisi yang ada pada masa kini tanpa mengurangi karakter aslinya. Contoh penerapannya dilakukan pada rumahrumah tua dimana pada bagian fasad bangunan dipertahankan tetap serta dilakukan perawatan untuk menghindari kerusakan. Apabila dilakukan penambahan ruangan baru seperti kamar oleh pemilik bangunan, sedapat mungkin menyesuaikan karakter aslinya, seperti dengan memilih material untuk ubin, pintu, dan kaca jendela dengan warna atau corak yang senada. Keberadaan Pemakaman Kamboja yang sudah melebihi kapasitas telah disiasati dengan tepat oleh YLCC melalui penggunaan satu lubang makam untuk jasad yang berbeda asalkan dalam satu keluarga. Selain itu, penggunaan Jembatan Panus lama yang sampai saat ini masih difungsikan sebagai jalur lalu lintas warga dalam kelurahan, dibandingkan sebagai jalur lintas Bogor-Depok, merupakan hal yang tepat. Selain dapat menghindari kerusakan akibat beban jalan yang berat, penggunaan ini tentunya dapat menjaga eksistensi dari Jembatan Panus. Zona III dikelompokkan sebagai zona penyangga dengan tujuan untuk melindungi elemen lanskap sejarah yang ada serta memperkuat karakter lanskap sejarah kawasan Depok Lama. Zona ini memiliki nilai signifikansi sejarah rendah dan sebagian besar penggunaan lahan didominasi oleh pemukiman. Kondisi ini dapat mengancam keberadaan elemen lanskap sejarah di dalamnya. Tindakan pelestarian yang dapat diusulkan yaitu mengkonservasi elemen lanskap sejarah yang ada seperti Tahura Depok, Sumur Pancoran Mas, dan Situ Pancoran Mas baik secara fisik maupun ekologis agar keberadaan dapat terjaga dan tidak dihancurkan atau dirubah dengan cara yang kurang sesuai. Pemerintah Kota Depok selaku pemilik kedua elemen ini dapat memberikan perlindungan secara fisik dengan memperbaiki atau membuat pagar keliling baru di sekitar lokasi untuk menjaga agar luasannya tidak berkurang. Selain itu, pemerintah dapat melakukan pengawasan secara berkala untuk mengetahui kondisi tumbuhan tahura atau kualitas air pada
68
sumur dan situ. Pembatasan aktivitas pada lokasi tersebut juga direkomendasikan untuk dilakukan dengan mengacu pada PP RI No 36 Tahun 2010 Bab II Pasal 5 bahwa dalam tahura, kegiatan yang dapat dilakukan antara lain: mengunjungi, melihat, menikmati keindahan alam, keanekaragaman tumbuhan dan satwa, serta dapat juga dilakukan kegiatan membangun sarana kepariwisataan yang mengarah edukasi, tentunya dengan terlebih dahulu melakukan pengkajian pada tahura untuk menentukan batasan-batasan zonasi yang dapat dimanfaatkan atau khusus untuk perlindungan. Hal yang sama dapat diterapkan pada Sumur Pancoran Mas dan Situ Pancoran Mas, dimana kegiatan yang dilakukan hanya sebatas rekreasi pasif seperti istirahat, melihat-lihat, dan lainnya. Selain itu, pemberian insentif dan hukuman juga dapat diberlakukan untuk mendorong masyarakat agar ikut aktif dalam kegiatan konservasi.
Gambar 36 Peta zona dan tindakan pelestarian lanskap sejarah kawasan Depok Lama Perlindungan juga dilakukan untuk melindungi fungsi ekologis lanskapnya seperti tahura, situ, dan sumur, yang memiliki peranan diantaranya sebagai: paruparu kota, daerah resapan air, dan penyedia habitat flora dan fauna, maka upaya yang diusulkan harus mempertimbangkan kondisi lingkungan sekitarnya yang umumnya berupa lahan terbangun (pemukiman). Rekomendasi yang diberikan yaitu dengan membatasi pembangunan bangunan yang ada mengikuti KDB (koefisien dasar bangunan) dan KLB (koefisien lantai bangunan) standar yang berlaku. Berdasarkan Perda Kota Depok No 2 Tahun 2009, disebutkan bahwa KDB merupakan angka perbandingan luas lantai dasar bangunan terhadap luas lahan dimana bangunan direncanakan. Sedangkan KLB adalah perbandingan jumlah luas
69
lantai bertingkat terhadap luas lantai dasar. Standar KDB di Kota Depok berkisar 0.45-0.75 untuk kepadatan bangunan sedang hingga tinggi, sedangkan KLB berkisar 1-1.12 untuk bangunan berlantai 2. Pemberian standar KDB dimaksudkan agar dapat memberi cukup ruang bagi peresapan air hujan ke dalam tanah sehingga dapat menjaga sumber mata air di Sumur dan Situ Pancoran Mas agar tidak kering. Sedangkan KLB lebih terkait dengan keseragaman ketinggian (skyline) bangunan di suatu area agar teratur rapi dan tidak menciptakan daerah gelap dan terang, hal ini penting untuk menjaga agar area konservasi tetap mendapat cahaya matahari yang bagi keberlangsungan flora dan fauna di dalamnya. Sedangkan pada bagian wilayah selain Tahura Pancoran Mas, Sumur Pancoran Mas, dan Situ Pancoran Mas, tidak ikut dikonservasi melainkan dimanfaatkan untuk penggunaan adaptif sebagai pemukiman atau menyesuaikan dengan penggunaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, namun tetap diperlukan pengendalian pembangunan terkait KDB dan KLB seperti yang telah dibahas sebelumnya, sehingga dapat menghindari rusaknya elemen lanskap sejarah yang ada baik secara fisik maupun ekologisnya.
70
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Depok Lama merupakan kawasan lanskap sejarah bertipe pemukiman kolonial yang pada awal perkembangannya banyak dihuni oleh orang asli Depok (Belanda Depok) dan telah menjadi bagian penting dalam sejarah Kota Depok. Kawasan Depok Lama merupakan kawasan lanskap sejarah bertipe pemukiman kolonial yang pada mulanya dibangun oleh Cornelis Chastelein. Berdasarkan jenis penggunaan lahan oleh masyarakat tempo dulu, mengacu pada peta Depok Lama tahun 1924, kawasan Depok Lama dapat dikelompokan ke dalam 3 zona yaitu: zona I merupakan area pusat pemerintahan dan awal mula pemukiman di Depok Lama, zona II yaitu area perkembangan pemukiman di Depok Lama, dan zona III adalah area yang dahulunya didominasi oleh sawah, ladang, rawa, dan cagar alam. Sebanyak 40 elemen lanskap sejarah berada tersebar di 3 zona ini yang terdiri dari: rumah tinggal, gereja, sekolah, pemakaman, jembatan, stasiun, tahura, sumur dan situ. Penilaian keaslian, keunikan, dan signifikansi yang telah dilakukan pada 3 zona di Depok Lama menunjukan bahwa zona I memiliki nilai keaslian sedang dan keunikan tinggi sehingga membuat nilai signifikansinya tinggi. Zona II memiliki nilai signifikansi sedang dikarenakan nilai keaslian dan keunikannya tergolong sedang. Zona III nilai signifikansinya termasuk rendah karena nilai keunikan dan keasliannya yang rendah. Hasil analisis secara spasial antara peta signifikansi dangan peta penggunaan lahan tahun 2009 menyatakan bahwa penggunaan lahan di zona I dan zona II sebagian besar cukup sesuai dengan karakterik lanskapnya yang berupa pemukiman, sedangkan pada zona III kurang sesuai karena saat ini telah banyak berubah menjadi pemukiman padat penduduk. Rekomendasi bagi pelestarian lanskap sejarah di Depok Lama yaitu dengan mengusulkan konsep pelestarian “keep the remaining” yang berarti segala upaya ditujukan untuk menjaga keberadaan elemen lanskap sejarah yang ada dengan tetap mempertahankan karakternya agar nantinya dapat sejalan dengan pembangunan keseluruhan Kota Depok. Zona I dikelompokkan kedalam zona inti karena merupakan area dengan nilai signifikansi tertinggi dibandingkan dengan zona lainnya. Selain itu, mayoritas elemen lanskap sejarah Depok Lama yang berupa rumah tinggal bergaya kolonial juga berada di zona ini. Tindakan yang diusulkan adalah revitalisasi untuk menumbuhkan atau menghidupkan kembali nilai penting atau karakter suatu cagar budaya dan diharapkan dapat pula meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitarnya. Rekomendasi yang dapat diberikan antara lain dengan meningkatkan: karakter unik, sense of place, peluang ekonomi, konektivitas kawasan, dan memanfaatkan elemen lanskap sejarah untuk penggunaan adaptif. Zona II dan III dikelompokkan sebagai zona penyangga yang keberadaannya ditujukan untuk melindungi zona inti sekaligus menguatkan karakter lanskap sejarah Depok Lama. Tindakan yang dapat diusulkan pada zona II yaitu penggunaan adaptif dengan rekomendasi berupa penyesuaian terhadap penggunaan kebutuhan saat ini dengan tidak mengurangi atau merubah karakter (fasad bangunannya). Sedangkan zona III, tindakan pelestariannya yaitu konservasi yang dilakukan pada 3 elemen lanskap sejarah meliputi Tahura Depok, Sumur Pancoran
71
Mas, dan Situ Pancoran Mas, serta penggunaan adaptif bagi area di luar ketiga elemen lanskap sejarah tersebut. Rekomendasi yang diberikan yaitu pelindungan fisik dan ekologis pada area yang dikonservasi, sedangkan area di luar konservasi maka penggunaan lahan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, namun tetap diberi batasan pembangunan. Saran Saran yang dapat diusulkan bagi pelestarian lanskap sejarah di kawasan Depok Lama antara lain: 1. Pemerintah Kota Depok sudah seharusnya turut berperan aktif dalam upaya pelestarian, tidak hanya mendokumentasikan elemen-elemen lanskap sejarahnya saja, namun juga memberikan pemahaman terutama bagi pemilik bangunan bersejarah terkait nilai penting keberadaan bangunan tersebut. Jika memungkinkan, pemerintah dapat memberikan insentif berupa bantuan biaya perbaikan dan sebagainya, 2. Pemerintah Kota Depok harus segera mengeluarkan peraturan daerah terkait pelestarian benda cagar budaya, serta menjadikan kawasan Depok Lama sebagai kawasan cagar budaya yang dilindungi, 3. perlunya dilakukan penelusuran terkait sejarah Kota Depok terutama yang berhubungan dengan Depok Lama agar lebih jelas yang nantinya dapat dijadikan sebagai sumber rujukan yang valid bagi masyarakat Depok Lama, 4. masyarakat khususnya pemilik bangunan bersejarah hendaknya berperan aktif dalam mendaftarkan bangunan milik mereka agar terdata oleh Disporaparsenbud Kota Depok untuk selanjutnya dapat dikaji apakah layak atau tidak untuk dikelompokkan sebagai benda cagar budaya, 5. pelestarian lanskap sejarah di kawasan Depok Lama sebenarnya dapat diarahkan kepada wisata sejarah, namun diperlukan kesiapan dan koordinasi yang matang antara masyarakat di dalam kawasan, pemerintah Kota Depok, dan YLCC.
72
DAFTAR PUSTAKA Ayogitabisa. 2014. Tole Iskandar Pahlawan Depok [Internet]. [diunduh pada: 23 Juli 2014]. Tersedia Pada: http://www.ayogitabisa.com/inspirasi/toleiskandar-pahlawan-dari-depok.html. Anggraeni R. 2011. Assesment lanskap sejarah kawasan Empang untuk mendukung perencanaan tata ruang Kota Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Berkhof H. 2013. Sejarah Gereja. Enklaar I.H, Penerjemah. Jakarta (ID): Gunung Mulia. Terjemahan dari: History of Christian Cruch. [BP3 Serang] Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang. 2011. Daftar Inventarisasi Cagar Budaya per 31 Desember 2011. Banten (ID): BP3 Serang. Catanese AJ dan Snyder JC. 1982. Pengantar Perencanaan Kota. Susongko, Penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Introduction to Urban Planning. Dalang. 2012. Ada 11 Kecamatan dan 63 Kelurahan di Depok [Internet]. [diunduh pada 25 Agustus 2014]. Tersedia Pada: http://goo.gl.Uw5QVB. Depokklik. 2012. Ibadah Misa Depok Lama [Internet]. [diunduh pada 23 Juli 2014. Tersedia Pada: Depokklik.com. [Disporaparsenbud] Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Depok. 2013. Dokumentasi dan Inventarisasi Cagar Budaya Kota Depok. Depok (ID): Disporaparsenbud. __________. 2013. Lokakarya Seni dan Budaya [Internet]. [diunduh pada 20 Maret 2014]. Tersedia Pada: http://goo.gl/3bQm85. [Distarkim] Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok. 2014. Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Depok. Depok (ID): Distarkim. Goodchild, P. H. 1990. Some Principles for Conservation of Historic Landscape. New York: IoAAS, King’s Manor. Harris CW and Dines NT. 1998. Time Saver Standarts for Landscape Architecture. New York (US): McGraw Hill Book Inc. Jonathans Y. 2011. Potret Kehidupan Sosial & Budaya Masyarakat DEPOK TEMPO DOELOE. Jakarta (ID): Penerbit Libri. Kanbali UH. 1990. Status dan Kondisi Tanah Partikelir Buitenzorg; Lahir dan Perkembangannya Sampai Tahun 1829 [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Kitlv.nl. 2014. Old Depok Photo [Internet]. [diunduh pada 23 Juli 2014]. Tersedia Pada: www.kitlv.nl/. Leiden University Library. 2014. Colonial Maps (KIT) Online [Internet]. [diunduh pada 20 Maret 2014]. Tersedia Pada: http://maps.library.leiden.edu.apps/s7 Nurisyah S dan Pramukanto. 2001. Perencanaan Kawasan untuk Pelestarian Lanskap dan Taman Sejarah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Kota Depok. 1999. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 1 Tahun 1999 tentang Hari Jadi dan Lambang Kota Depok. Depok (ID): Pemkot Depok. __________. 2009. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahaan Atas Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 12 Tahun 2001
73
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok Tahun 2000-2010. Depok (ID): Pemkot Depok. Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. __________. 2010. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. __________. 1958. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tentang Penghapusan Tanah Partikelir. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. __________. 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. __________. 2013. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelestarian Cagar Budaya. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. [Pemkot Depok] Pemerintah Kota Depok, Kecamatan Pancoran Mas. 2014. Laporan Penduduk Bulan Januari Kecamatan Pancoran Mas. Depok (ID): Pemkot Depok. Purnomo SM. 1990. Gereja Immanuel Depok, Sebuah Penelitian Pendahuluan [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Simonds JO dan Starke BW. 2003. Lanscape Architecture: A Manual of Environmental Planning and Design. New York (US): Mc-Graw Hill. Sobari. 1994. Islam di Depok Abad Ke-19 dan Ke-20, Suatu Tinjauan Sejarah [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Soedira H. 2013. Sejarah Depok Lama [Intenet]. [diunduh pada 4 Desember 2013]. Tersedia pada: www.soedira.com/depoklama.htm. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method). Bandung (ID): Alvabeta, cv. Sundayani R. 2013. Sejarah dan Misteri di Balik Jembatan Panus Depok [Internet]. [diunduh pada 25 Agustus 2014]. Tersedia Pada: http://goo.gl/e5p400. Tempo. 2011. Sumur 7 Beji & Makam Ratu Anti. [Internet]. [diunduh pada 19 Juli 2014]. Tersedia Pada: http://store.tempo.co. Tempointeraktif. 2012. Jembatan Panus [Internet]. [diunduh pada 20 Juli 2014]. Tersedia Pada: http://tempointeraktif.com Triharyati D. 2005. Rumah Tinggal Kolonial di Depok Lama, Awal Abad 20, Kajian Bentuk Arsitektur dan Pola Tata Ruang Bangunannya [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Wanhar W. 2011. GEDORAN DEPOK, Revolusi Sosial di Tepi Jakarta 1945-1955. Depok (ID): Usaha Penerbitan Telahsadar. Waterman T. 2009. The Fundamental of Landscape Architecture. Singapore (SG): AVA Book Production Pte. Ltd. YLCC. 2014. Kumpulan foto-foto lama Depok. Depok (ID): Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein.
74
LAMPIRAN Lampiran 1. Persepsi masyarakat di luar kawasan Depok Lama LEMBAR KUESIONER Selamat siang, perkenalkan nama saya Ari Budyanto, mahasiswa semester 8, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Depok Lama, Kota Depok. Saya memohon bantuan Bapak/Ibu/Saudara untuk menjawab beberapa pertanyaan dibawah ini. Atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara, saya ucapkan terima kasih. Data Pribadi Responden Jenis Kelamin: a. Laki-laki Umur: a. 18-22 tahun b. 23-30 tahun c. 31-40 tahun
d. 41-50 tahun e. 51-60 tahun f. >60 tahun
Pekerjaan: a. Pelajar b. Mahasiswa c. Karyawan swasta
d. PNS e. Wirasusaha/ pedagang f. Lainnya…………………………………………
Pendidikan terakhir: a. Tidak sekolah b. SD c. SMP
d. SMA e. D3 f. Sarjana
Etnik/ suku: a. Sunda b. Jawa c. Tionghoa
d. Belanda/Eropa e. Arab f. Lainnya………………………………………....
b. Perempuan
Tempat tinggal (Kecamatan/ Kelurahan):………………………………………….. Frekuensi kunjungan ke kawasan Depok Lama dalam setahun: a. 1 kali c. 5-10 kali b. <5 kali d. >10 kali Aktivitas yang dilakukan selama kunjungan: a. Mengunjungi sanak saudara b. Bekerja c. Beribadah d. Lainnya…………………………………………………………………………... Waktu melakukan kunjungan:
75
a. Akhir pekan b. Hari kerja
c. Hari besar keagamaan d. Lainnya……………………………….
Pertanyaan Apakah anda tahu sejarah kawasan Depok Lama ? a. Tahu b. Sedikit tahu c. Tidak tahu Jika jawaban anda tahu: Dari mana anda mengetahui tentang sejarah kawasan ini…………………… ……………………………………………………………………………………… Menurut pendapat anda, apakah kawasan Depok Lama termasuk sebuah kawasan bernilai sejarah dibandingkan dengan daerah lain di Kota Depok ? a. Ya b. Tidak
1. Apakah kawasan Depok Lama telah mengalami banyak perubahan sejak anda tinggal disini hingga sekarang a. Ya b. Tidak 2. Apakah perubahan yang paling menonjol ? a. Lingkungan/ lanskap kawasan d. Sarana dan prasarana b. Aktivitas masyarakat e. Alih fungsi bangunan c. Anggota masyarakat/ pendatang f. lainnya……………………………….. 3. Menurut anda seperti apa karakteristik kawasan Depok Lama ini ? a. Pemukiman Betawi d. Pemukiman kolonial Belanda b. Pemukiman Sunda e. Pemukiman Tionghoa c. Pemukiman Arab f. Lainnya………………………………. 4. Apakah anda masih dapat merasakan nuansa Pemukiman tersebut (berdasarkan jawaban pertanyaan 3) ? a. Ya b. Tidak 5. Menurut anda, landmark apakah yang menjadi penciri kawasan Depok Lama ? a. Rumah bergaya kolonial d. Jembatan b. Gereja e. Pemakaman c. Alun-alun f. Lainnya………………………………. 6. Apa yang menjadi daya tarik utama kawasan ini ? a. Bangunan bergaya kolonial d. Aktivitas budaya / keagamaan b. Pemakaman e. Aktivitas ekonomi dan perdagangan c. Keberadaan Belanda Depok f. Lainnya………………………………. 7. Apakah bangunan-bangunan bersejarah di kawasan ini : a. Indah - Tidak indah d. Fungsional - Tidak fungsional b. Unik - Tidak unik e. Membanggakan - Tidak membanggakan
76
c. Cukup banyak - Sedikit
f. Bernilai budaya tinggi - Tidak bernilai
8. Apakah kawasan Depok Lama perlu dilestarikan keberadaannya ? a. Ya b. Tidak
9. Kontribusi apa yang dapat anda berikan untuk kegiatan pelestarian ini ? a. Memberi dukungan secara pasif b. Memberi dukungan dan ikut berpartisipasi aktif dengan menyumbang dana c. Memberi dukungan dan ikut berpartisipasi aktif dengan menyumbang pikiran d. Memberi dukungan dan ikut berpartisipasi aktif dengan menyumbang tenaga e. Memberi dukungan dan ikut berpartisipasi aktif dengan menyumbang dana, tenaga, dan pikiran 10. Siapa yang seharusnya berperan dalam melakukan tindakan pelestarian ini ? a. Pemerintah d. Masyarakat b. Pengelola / yayasan e. Semua pihak c. Swasta Saran anda bagi upaya pelestarian kawasan Depok Lama?.................................... ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
Terimakasih
77
Lampiran 2. Persepsi masyarakat di dalam kawasan Depok Lama LEMBAR KUESIONER Selamat siang, perkenalkan nama saya Ari Budyanto, mahasiswa semester 8, Departemen Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor. Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Depok Lama, Kota Depok. Saya memohon bantuan Bapak/Ibu/Saudara untuk menjawab beberapa pertanyaan dibawah ini. Atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara, saya ucapkan terima kasih. Data Pribadi Responden Jenis Kelamin: a. Laki-laki Umur : a. 18-22 tahun b. 23-30 tahun c. 31-40 tahun
d. 41-50 tahun e. 51-60 tahun f. >60 tahun
Pekerjaan: a. Pelajar b. Mahasiswa c. Karyawan swasta
d. PNS e. Wiraswasta f. Lainnya…………………………………………
Pendidikan terakhir: a. Tidak sekolah b. SD c. SMP
d. SMA e. D3 f. Sarjana
Etnik/Suku: a. Sunda b. Jawa c. Tionghoa
d. Belanda/Eropa e. Arab f. Lainnya…………………………………………
b. Perempuan
Berapa Lama anda telah tinggal dikawasan ini: a. <5 tahun d. 15-20 tahun b. 5-10 tahun e. 21-30 tahun c. 11-15 tahun f. >30 tahun Apakah anda kerasan tinggal di kawasan ini: ya / tidak Alasan……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………... Apakah anda masih melakukan adat budaya anda: ya / tidak Contohnya…………………………………………………………………………. ……………………………………………………………………………………... Pertanyaan Apakah anda tahu sejarah kawasan Depok Lama ? a. Tahu b. Sedikit tahu
78
c. Tidak tahu Jika jawaban anda tahu: Dari mana anda mengetahui tentang sejarah kawasan ini…………………… ……………………………………………………………………………………… Menurut pendapat anda, apakah kawasan Depok Lama termasuk sebuah kawasan bernilai sejarah dibandingkan dengan daerah lain di Kota Depok ? a. Ya b. Tidak Apakah anda masih termasuk dalam keturunan keluarga ke-12 marga (Bacas, Isakh, Jonathans, Joseph, Laurentz, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, Jacob, dan Zadoch) ? a. Ya b. Tidak Jika Ya, sebutkan…………………………………………………………………...
1. Apakah kawasan Depok Lama telah mengalami banyak perubahan, sejak anda tinggal disini hingga sekarang ? a. Ya b. Tidak 2. Apakah perubahan yang paling menonjol ? a. Lingkungan/ lanskap kawasan d. Sarana dan prasarana b. Aktivitas masyarakat e. Alih fungsi bangunan c. Anggota masyarakat/ pendatang f. lainnya………………………………. 3. Menurut anda seperti apa karakteristik kawasan Depok Lama ini ? a. Pemukiman Betawi d. Pemukiman kolonial Belanda b. Pemukiman Sunda e. Pemukiman Tionghoa c. Pemukiman Arab f. Lainnya……………………………… 4. Apakah anda masih dapat merasakan nuansa pemukiman tersebut (berdasarkan jawaban pertanyaan 3) ? a. Ya b. Tidak 5. Menurut anda, landmark apakah yang menjadi penciri kawasan Depok Lama ? a. Rumah bergaya kolonial d. Jembatan b. Gereja e. Pemakaman c. Alun-alun f. Lainnya…………………………….. 6. Apa yang menjadi daya tarik utama kawasan ini ? a. Bangunan bergaya kolonial d. Aktivitas budaya / keagamaan b. Pemakaman e. Aktivitas ekonomi dan perdagangan c. Keberadaan Belanda Depok f. Lainnya…………………………….. 7. Apakah bangunan-bangunan bersejarah di kawasan ini (Lingkari salah satu): a. Indah - Tidak indah d. Fungsional - Tidak fungsional
79
b. Unik - Tidak unik c. Cukup banyak - Sedikit
e. Membanggakan - Tidak membanggakan f. Bernilai budaya tinggi - Tidak bernilai
8. Apakah kawasan Depok Lama perlu dilestarikan keberadaannya ? a. Ya b. Tidak 9. Kontribusi apa yang dapat anda berikan untuk kegiatan pelestarian ini ? a. Memberi dukungan secara pasif b. Memberi dukungan dan ikut berpartisipasi aktif dengan menyumbang dana c. Memberi dukungan dan ikut berpartisipasi aktif dengan menyumbang pikiran d. Memberi dukungan dan ikut berpartisipasi aktif dengan menyumbang tenaga e. Memberi dukungan dan ikut berpartisipasi aktif dengan menyumbang dana, tenaga, dan pikiran 10. Siapa yang seharusnya berperan dalam melakukan tindakan pelestarian ini ? a. Pemerintah d. Masyarakat b. Pengelola / Yayasan e. Semua pihak c. Swasta Saran anda bagi upaya pelestarian kawasan Depok Lama?.................................... ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
Terimakasih
80
RIWAYAT HIDUP Ari Budiyanto dilahirkan di Desa Tunjung Lor, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pada tanggal 23 Oktober 1992. Penulis merupakan anak terakhir dari 4 bersaudara, putra dari Alm. Bapak Suhari Rasyid dan Ibu Tarmini. Jenjang pendidikan yang telah penulis tempuh diawali dari TK Pertiwi Tunjung 3 pada tahun 1997, kemudian dilanjutkan pada tingkat sekolah dasar di SD N 02 Tunjung Lor pada tahun 1998. Pendidikan setingkat sekolah menengah pertama diselesaikan di SMP N 2 Jatilawang selama tahun 2004-2007, dan setingkat sekolah menangah atas di SMA N Jatilawang pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memperoleh beasiswa bidik misi yang disediakan oleh pemerintah melalui Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) selama 4 tahun. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Selama kuliah, penulis sangat menyukai desain dan pernah berpartisipasi dalam beberapa sayembara desain.