PELAPISAN KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT-KITOSAN PADA LOGAM STAINLESS STEEL 316 UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN KOROSI
ADI IRIANTO MARIST
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRAK ADI IRIANTO MARIST. Pelapisan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan pada Logam Stainless Steel 316 untuk Meningkatkan Ketahanan Korosi. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan SULISTIOSO GIAT SUKARYO. Logam yang digunakan untuk proses implantasi harus memiliki ketahanan korosi yang baik agar tidak mudah terkorosi ketika diimplan ke dalam tubuh. Ketahanan korosi logam stainless steel 316 dapat ditingkatkan melalui pelapisan logam oleh komposit hidroksiapatit-kitosan dengan nisbah komposisi hidroksiapatit (gram) dan kitosan 3% (mL) 0.2:0, 0.2:0.1, 0.2:0.5, 0.2:1.0, dan 0.2:1.5. Keberadaan kitosan selain untuk meningkatkan ketahanan korosi dari logam tetapi juga untuk mempertahankan posisi hidroksiapatit tetap pada permukaan logam. Ketahanan korosi meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kitosan yang ditambahkan dengan komposisi hidroksiapatit-kitosan optimum 0.2:1.0.
ABSTRACT ADI IRIANTO MARIST. Hydroxyapatite-Chitosan Composite Coating on Stainless Steel 316 to Improve Corrosion Resistance. Under direction of SRI MULIJANI and SULISTIOSO GIAT SUKARYO. Metals that were used in bone implantation should have good corrosion resistance that were not easily corroded when implanted into the body. Metal corrosion resistance of stainless steel 316 can be enhanced through the metal coating by hydroxyapatite-chitosan composite with composition ratio of hydroxyapatite (gram) and chitosan 3% (mL) 0.2:0, 0.2:0.1, 0.2:0.5, 0.2:1.0, and 0.2:1.5. Besides improving the corrosion resistance of metal, the presence of chitosan also maintain the position of hydroxyapatite on metal surfaces. Corrosion resistance increases with increasing amount of chitosan added and the best composition of hydroxyapatite-chitosan composite was 0.2:1.0.
PELAPISAN KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT-KITOSAN PADA LOGAM STAINLESS STEEL 316 UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN KOROSI
ADI IRIANTO MARIST
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul : Pelapisan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan pada Logam Stainless Steel 316 untuk Meningkatkan Ketahanan Korosi Nama : Adi Irianto Marist NIM : G44070045
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Sri Mulijani, MS NIP 196304011991032001
Drs. Sulistioso Giat Sukaryo, MT NIP 195708261988011001
Mengetahui Ketua Departemen Kimia
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS. NIP 195012271976032002
Tanggal lulus :
PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2011 yang bertempat di Laboratorium Kimia Anorganik, Departemen Kimia dan Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium PTBIN BATAN-PUSPITEK Serpong. Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Ibu Dr. Sri Mulijani, MS selaku pembimbing satu dan Bapak Drs. Sulistioso Giat Sukaryo, MT selaku pembimbing kedua atas petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Bapak Syawal dan Bapak Chacha yang telah membantu penulis dalam pemakaian alat dan bahan di laboratorium. Ungkapan terima kasih kepada Papa, mama, adikku dan seluruh keluarga atas dukungan dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih kepada Retno, Danang, dan Randi yang telah memberikan semangat, motivasi dan dorongan dalam menyusun karya ilmiah ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi pembaca.
Bogor, Juni 2011
Adi Irianto Marist
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Maret 1989 dari ayah Moch. Sugiarto dan ibu Iriani Sjam. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 2000 penulis menyelesaikan sekolah di SDN Cijujung I Bogor dan pada tahun 2003 penulis menyelesaikan sekolahnya di SLTPN 8 Bogor. Tahun 2007 penulis lulus dari SMAKBo dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Analitik ekstensi pada tahun ajaran 2009-2010, Kimia Biologi pada tahun ajaran 2010-2011, dan Sintesis Kimia Anorganik ekstensi tahun ajaran 2011-2012. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” bulan Juli sampai Agustus 2010.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii PENDAHULUAN....................................................................................................................... 1 METODE ....................................................................................................................................... 1 Bahan dan Alat......................................................................................................................... 1 Lingkup Kerja .......................................................................................................................... 1 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................... 3 Cangkang Telur ....................................................................................................................... 3 Hidroksiapatit ........................................................................................................................... 3 Pelapisan Hidroksiapatit-Kitosan ....................................................................................... 6 Ketahanan Korosi .................................................................................................................... 8 SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................................... 9 Simpulan .................................................................................................................................... 9 Saran ........................................................................................................................................... 9 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 9 LAMPIRAN ................................................................................................................................ 12
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pola difraksi sinar-X serbuk cangkang telur.. .....................................................3 2 Pola difraksi sinar-X Hidroksiapatit Dahlan et al. (2009) ..................................4 3 Pola difraksi sinar-X Hidroksiapatit Pramanik et al. (2005)...............................4 4 Pola difraksi sinar-X hidroksiapatit sintesis dan komersil ..................................5 5 Hasil SEM hidroksiapatit sintesis dan komersil .................................................5 6 Spektrogram inframerah hidroksiapatit komersil dan sintesis ............................5 7 Sel elektroforesis deposisi ...................................................................................7 8 Pola difraksi sinar-X SS 316 dilapisi hidroksiapatit-kitosan ..............................7 9 Pola difraksi sinar-X komposit hidroksiapatit-kitosan Yildirim (2004) .............8 10 Hasil uji korosi ....................................................................................................9
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir penelititan ........................................................................................13 2 Data JCPDS.......................................................................................................14 3 Tabel data analisis hasil XRD ...........................................................................18 4 Perhitungan kadar kalsium ................................................................................21 5 Pola difraksi sinar-X kitosan .............................................................................22 6 Data uji korosi ...................................................................................................23 7 Mikrostruktur lapisan hidroksiapatit-kitosan ....................................................30
PENDAHULUAN Berbagai macam jenis kecelakaan terjadi tiap tahunnya, baik itu ringan ataupun berat yang memungkinkan terjadinya kerusakan pada tulang. Kerusakan tulang dapat diatasi melalui pemasangan pen (implantasi) pada bagian tulang yang patah untuk mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi) (Oktavia 2009). Logam yang digunakan dalam proses implant harus memiliki sifat biokompatibilitas yang tinggi agar keberadaannya di dalam tubuh tidak dianggap sebagai benda asing. Penggunaan logam yang memiliki biokompatibilitas rendah dapat menyebabkan korosi pada logam oleh cairan tubuh. Korosi logam pen dapat menimbulkan reaksi peradangan (inflamasi) di sekitar jaringan yang diimplankan sehingga apabila digunakan dalam jangka waktu lebih lama akan sangat berbahaya bagi tubuh (Manivasagam et al. 2010). Ketahanan korosi dapat ditingkatkan melalui pelapisan logam oleh suatu material yang biokompatibel terhadap tubuh. Material tersebut harus cenderung tidak bereaksi (inert) ketika digunakan sebagai pengganti fungsi dari jaringan tubuh yang berkontak langsung dengan cairan tubuh (Karokaro et al. 2008). Salah satu material yang dapat digunakan untuk melapisi logam pen ialah hidroksiapatit (HAp). Hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) dapat berikatan kuat dengan tulang, membentuk lapisan pada permukaan jaringan tulang, dan mempercepat pembentukan tulang pada permukaan yang diimplantasi (Pang dan Zhitomirsky 2005; Maachaou et al. 2008). Hidroksiapatit memiliki keterbatasan penggunaan yaitu sulit dijaga agar tetap pada tempatnya setelah diimplantasikan di tulang. Kelemahan ini diatasi dengan mengkombinasikan hidroksiapatit dalam matriks polimer seperti kitosan (Maachaou et al. 2008). Proses pelapisan logam dengan apatit dapat dilakukan dengan berbagai macam metode seperti elektroforesis deposisi (EPD), sol gel, plasma spraying, ion sputtering, laser ablation, hydrothermal, dan biomimetic (Pal et al. 2005). Penelitian ini menggunakan metode elektroforesis deposisi (EPD) untuk melapisi logam stainless steel (SS) 316 dengan komposit hidroksiapatit-kitosan. Kelebihan penggunaan metode EPD adalah
murah, pelapisan yang tipis dan merata, proses pada temperatur rendah, tanpa fase transformasi selama pelapisan dan kekuatan pelapisan yang tinggi (Javidi et al. 2008). Kelebihan utama metode EPD ialah kemampuannya dalam mengontrol stokiometri deposit. Derajat stokiometri deposit elektroforesis diatur dari kandungan komposisi serbuk yang digunakan (Pang dan Zhitomirsky 2005). Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan korosi logam stainless steel 316 dengan melapiskan komposit hidroksiapatit-kitosan pada logam tersebut menggunakan metode elektroforesis deposisi.
METODE Bahan dan Alat Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, pipet ukur, hot plate, tanur, oven, spektrofotometer serapan atom (SSA), alat difraksi sinar-X (XRD), alat potensiostat/ galvanostat, alat elektroforesis deposisi PS520, mikroskop stereo, FTIR dan mikroskop elektron payaran (SEM). Bahan-bahan yang digunakan adalah cangkang telur, akuades, P2O5, kitosan, larutan asam asetat 2%, logam SS 316 dan 316L, etanol, larutan infus NaCl 0.9%, larutan NaOH 10 M, dan larutan H2SO4:HCl:air (1:1:1). Lingkup Kerja Penelitian terdiri dari beberapa tahap (Lampiran 1). Tahap pertama preparasi cangkang telur. Tahap kedua penentuan kadar Ca dalam serbuk cangkang telur menggunakan SSA. Tahap ketiga adalah sintesis hidroksiapatit metode kering. Tahap keempat ialah perlakuan terhadap logam SS 316. Tahap kelima adalah pelapisan logam SS 316 dengan metode elektroforesis deposisi (EPD). Tahap keenam adalah uji mikrostruktur, uji korosi, dan uji analisis fase XRD. Preparasi Cangkang Prabakaran et al. 2005)
Telur
(Modifikasi
Cangkang telur dibersihkan dari kotoran mikro dan membran cangkang, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Cangkang telur yang telah kering dikalsinasi
2
pada suhu 1000 °C selama 6 jam sehingga diperoleh serbuk cangkang telur yang berwarna putih. Serbuk cangkang telur dilakukan analisis pencirian dengan XRD untuk mengetahui fase yang terkandung di dalamnya. Penentuan Kadar Kalsium Menggunakan SSA Sebanyak 0.1 gram sampel serbuk cangkang telur dilarutkan dalam 1 mL HNO3 pekat kemudian diencerkan dengan aquadest hingga volume 50 mL. Deret standar dari CaCO3 disiapkan dengan cara yang sama dalam deret konsentrasi Ca 0, 2, 4, 8, 12, dan 16 ppm. Sampel dan deret standar yang telah siap kemudian diukur menggunakan SSA. Sintesis Hidroksiapatit Metode Kering (Modifikasi Dahlan et al. 2009 dan Pramanik et al. 2005) Sebanyak 4.6430 gram P2O5 dan 8.9195 gram serbuk cangkang telur setelah pemanasan dicampur dan dimiling selama 6 jam (perbandingan antara P2O5 dan CaO sebesar 46.43% dan 50.52%). Campuran kemudian disintering pada suhu 1250 °C selama 2 jam agar terbentuk hidroksiapatit murni. Kemudian dilakukan analisis pencirian dengan XRD untuk mengetahui fase yang terkandung di dalamnya dan analisis mikrostruktur menggunakan SEM.
dalam larutan asam asetat 2% hingga volume 100 mL. Larutan kitosan yang telah dibuat kemudian dilarutkan ke dalam 25 mL etanol dengan variasi volume kitosan 0, 0.1, 0.5, 1.0, dan 1.5 mL dan ditambahkan 0.2 gram hidroksiapatit sedikit demi sedikit dengan diaduk pada kecepatan pengadukan 500 rpm hingga homogen. Larutan koloid hidroksiapatit-kitosan yang telah terbentuk dihubungkan dengan dua elektroda, sebagai elektroda bermuatan negatif digunakan logam SS 316 yang merupakan target pelapisan dan sebagai elektroda bermuatan positif digunakan karbon. Selama proses elektroforesis deposisi, hidroksiapatit dan kitosan yang terdispersi akan bergerak karena pengaruh arus listrik sehingga akan menempel pada permukaan logam SS 316. Sumber tegangan yang digunakan ialah 120 V selama 2 menit. Uji Analisis Fase Menggunakan XRD Sampel yang akan dianalisis ditempatkan pada suatu spesimen holder yang kemudian diletakkan pada guaniometer dan dirotasikan pada sudut kalibrasi (2θ) tertentu. Hasil yang diperoleh berupa suatu difraktogram yang menunjukkan fase yang terdapat dalam sampel. Jenis fase yang terkandung ditentukan melalui perbandingan terhadap data Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS) (Lampiran 2). Uji Ketahanan Korosi
Perlakuan Logam Stainless Steel 316 (Modifikasi Lu Xiong et al. 2006) Logam stainless steel 316 terlebih dahulu dipotong membentuk koin yang memiliki diameter sebesar 1.5 cm. Koin logam kemudian diamplas dengan kertas amplas yang memiliki kekasaran 60. Logam lalu direndam di dalam larutan H2SO4:HCl:air (1:1:1) selama 1 jam pada suhu 60 °C. Logam yang telah direndam dalam larutan H2SO4:HCl:air (1:1:1) dicuci dengan air suling lalu direndam dalam larutan NaOH 10 M selama 24 jam. Kemudian logam dicuci dengan air suling dan dikeringkan di udara terbuka selama 24 jam.
Proses uji ketahanan korosi dilakukan dengan menggunakan perangkat potensiostat/ galvanostat model 273 pada potensial -20 mV sampai 20 mV dalam media pengkorosi larutan infus NaCl 0.9%. Logam yang akan diuji dirangkai pada working electrode dan dimasukkan ke dalam labu yang berisi media pengkorosi selanjutnya counter electrode dan reference electrode dirangkai pada labu dan dihubungkan pada perangkat potensiostat/ galvanostat. Laju korosi dapat diperoleh dengan adanya aliran pergerakan elektron pada reaksi elektrokimia. Laju korosi (mpy) ditentukan menggunakan rumus : R mpy =
Pelapisan Logam SS 316 dengan Metode Elektroforesis Deposisi (EPD) (Modifikasi Pang dan Zhitomirsky 2007 dan Bowo 2009) Pelapisan logam SS dengan hidroksiapatitkitosan menggunakan metode EPD dilakukan dengan membuat larutan kitosan 3% terlebih dahulu melalui pelarutan 3 gram kitosan
0.129 . BE . I D
Keterangan : R : Laju korosi (mpy) BE : Berat ekivalen logam (gram) I : Arus korosi (µA/cm2) D : Berat jenis logam (gram/cm3) (Suharno dan Kurniawan 2005)
3
Uji Mikrostruktur dengan SEM Sampel ditempelkan pada cell holder kemudian disalut emas dalam keadaan vakum selama waktu dan kuat arus tertentu dengan ion coater. Sampel dimasukkan pada tempat sampel dalam alat SEM dengan tegangan tertentu. Gambar yang dihasilkan berupa topografi dengan segala tonjolan, lekukan, dan lubang pada permukaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Cangkang Telur Proses pembentukan senyawa hidroksiapatit yang berkualitas dan murni memerlukan biaya yang tidak murah. Penggunaan cangkang telur sebagai sumber kalsium dalam pembentukan senyawa hidroksiapatit merupakan solusi yang tepat untuk memangkas biaya produksi hidroksiapatit (Dasgupta et al. 2004). Cangkang telur mengandung kalsium karbonat (94%), kalsium fosfat (1%), senyawa organik (4%), dan magnesium karbonat (1%). Tingginya kadar kalsium yang dimiliki cangkang telur, mendorong penggunaan limbah cangkang telur sebagai sumber kalsium alami dalam proses pembuatan hidroksiapatit (Pankaew et al. 2010). Selain itu cangkang telur juga tidak mengandung senyawa beracun sehingga dapat digunakan dalam bidang farmasi dan pangan (Murakami dan Rodrigues 2007). Gambar 1 menunjukkan bahwa pada serbuk cangkang telur sebelum pemanasan terdapat fase CaCO3, Ca3(PO4)2 dan MgCO3. Keberadaan fase CaCO3 ditunjukkan dengan adanya puncak pada sudut 2θ 18.500°, 47.250°, dan 54.449°, fase Ca3(PO4)2 pada 28.750° dan 34.150° serta fase MgCO3 pada 50.850° (Lampiran 3). Preparasi awal cangkang telur dengan memanaskan cangkang telur pada suhu 1000 °C selama 6 jam mengakibatkan kalsium karbonat yang terkandung di dalam cangkang telur berubah menjadi kalsium oksida (Bahrololoom et al. 2009). Puncak fase CaO berada pada sudut 2θ 32.150°, 37.300°, 53.799°, 64.099°, dan 67.300° (Lampiran 3). Pemanasan ini juga dimaksudkan untuk menghilangkan karbonat yang merupakan zat pengganggu dalam proses kristalisasi hidroksiapatit (Dahlan et al. 2009). Ion karbonat dapat menempati posisi pada struktur hidroksiapatit, yaitu pada posisi pertama menggantikan gugus OH- membentuk
senyawa apatit karbonat tipe A Ca10(PO4)6CO3 (AKA) dan posisi kedua menggantikan gugus PO43- membentuk senyawa apatit karbonat tipe B Ca10(PO4)3(CO3)3(OH)2 (AKB) (Aoki 1991, diacu dalam Septiarini 2009). Serbuk cangkang telur yang telah dikalsinasi pun harus disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat untuk menghindari masuknya ion karbonat dan air dari udara ke dalam serbuk cangkang telur yang dapat mengganggu proses pembentukan hidroksiapatit. Kadar CaO yang terkandung di dalam serbuk cangkang telur setelah pemanasan berdasarkan hasil analisis menggunakan SSA sebesar 56.64% (Lampiran 4). 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 5
15
25
35 2θ
45
55
65
75
Gambar 1 Pola difraksi sinar-X serbuk cangkang telur sebelum (-) dan sesudah (-) pemanasan. CaO, CaCO3, Ca3(PO4)2, MgCO3. Hidroksiapatit Hidroksiapatit merupakan suatu material bioaktif yang berpotensial digunakan sebagai pelapis dalam implantasi komposit. Bioaktif hidroksiapatit memiliki kesamaan struktur dan komposisi dengan komponen anorganik dari jaringan keras biologis seperti material pada struktur tulang dan gigi (Pal et al. 2005; Deptula et al. 2006; Sasikumar dan Vijayaraghavan 2006). Hidroksiapatit membentuk ikatan langsung dengan jaringan tulang tanpa melalui proses enkapsulasi fibrin (Song et al. 2003). Balamurugan et al. (2002) mengemukakan bahwa hidroksiapatit selain memiliki kemampuan melindungi logam pen dari korosi ketika diimplankan di dalam tubuh juga meningkatkan laju pertumbuhan jaringan tulang. Sintesis senyawa kalsium fosfat seperti hidroksiapatit dapat dibagi menjadi dua metode yaitu metode kering dan metode basah. Metode basah terdiri atas tiga jenis diantaranya metode presipitasi, teknik hidrotermal, dan hidrolisis (Pankaew et al. 2010). Metode presipitasi merupakan metode yang sering digunakan dalam sintesis
4
hidroksiapatit karena mudah mengontrol komposisi dan karakteristik fisik dari hidroksiapatit, murah, dan mudah penggunaanya (Pankaew et al. 2010). Metode presipitasi memiliki kelemahan diantaranya sulit mengatur nilai pH di atas 9 untuk mencegah pembentukan kalsium hidroksiapatit yang tidak sempurna. Kristal kalsium hidroksiapatit yang tidak sempurna mudah mengalami dekomposisi membentuk trikalsium fosfat saat proses sintering (Balamurugan et al. 2006). Metode kering memiliki kelebihan yang tak kalah dengan metode basah. Sintesis hidroksiapatit menggunakan metode kering merupakan metode yang lebih sederhana untuk mendapatkan hidroksiapatit dengan hasil kristal yang lebih banyak (Pramanik et al. 2005). Prinsip metode kering ialah menggunakan sifat dasar atom yang dapat bergerak bervibrasi semakin cepat ketika temperatur ditingkatkan. Sintesis hidroksiapatit menggunakan metode kering dari serbuk garam anorganik atau oksida membutuhkan pencampuran mekanik yang ekstensif dan perlakuan pada temperatur tinggi (Beganskienė et al. 2006). Temperatur yang tinggi pada metode kering dapat meningkatkan aktivitas ion sehingga akan menaikkan proses kristalisasi senyawa hidroksiapatit. Struktur kristalitas hidroksiapatit yang dihasilkan sangat berpengaruh terhadap sifat bioaktif yang dimiliki oleh hidroksiapatit (Pramanik et al. 2005). Selain itu penggunaan temperatur tinggi dapat menghilangkan zat pengganggu dalam proses kristalisasi hidroksiapatit seperti karbonat yang banyak terkandung dalam cangkang telur (Dahlan et al. 2009). Dahlan et al. (2009) melakukan sintesis hidroksiapatit menggunakan cangkang telur sebagai sumber kalsium dan pereaksi (NH4)2HPO4 sebagai sumber fosfor. Sintesis dilakukan melalui proses sintering campuran kedua bahan tersebut pada variasi suhu 900oC (selama 2 dan 4 jam) dan 1000oC (selama 2, 4 dan 6 jam). Dahlan et al. (2009) menjelaskan bahwa semakin tinggi suhu selama sintering akan menghasilkan hidroksiapatit dengan derajat kristalinitas yang juga semakin tinggi. Demikian pula dengan waktu pemanasan yang juga berbanding lurus dengan derajat kristalinitas sampel. Berdasarkan pola hasil XRD (Gambar 2) memperlihatkan adanya fase lain yang muncul selain hidroksiapatit, yaitu apatit karbonat tipe A, apatit karbonat tipe B, dan okta kalsium fosfat. Metode ini dinilai
masih belum menghasilkan hidroksiapatit yang murni.
Gambar 2 Pola difraksi sinar-X hidroksiapatit hasil Dahlan et al. (2009) pada sintering 1000 oC selama 4 jam. Pramanik et al. (2005) melakukan sintesis hidroksiapatit melalui sintering campuran antara CaO dengan P2O5 pada suhu 1250 oC selama 1.5 jam dengan perbandingan CaO 50.52% dan P2O5 46.43%. Ditambahkan pula sejumlah pengisi dan aditif pada campuran yang kemudian dimiling menggunakan milling ball selama 16 jam. Sebelum disintering campuran terlebih dahulu dibentuk menjadi pelet pada tekanan 60 MPa. Pelet yang telah disintering kemudian dihancurkan dan disintering kembali pada suhu dan waktu yang sama. Metode ini tergolong tidak ringkas dan memakan waktu lama sehingga tidak bisa dilakukan untuk dunia industri dalam skala besar.
Gambar 3 Pola difraksi sinar-X hidroksiapatit hasil Pramanik et al. (2005) pada serbuk apatit sebelum sintering kedua (a) dan setelah sintering kedua (b). Sintesis hidroksiapatit metode kering pada penelitian ini merupakan modifikasi metode Dahlan et al. (2009) dan Pramanik et al. (2005). Penelitian ini menggunakan cangkang telur sebagai sumber kalsium yang sebelumnya disintering untuk membentuk CaO seperti metode Dahlan et al. (2009) dan sebagai sumber fosfor digunakan pereaksi
5
P2O5 seperti metode Pramanik et al. (2005). Proses sintering pada penelitian ini sama seperti Pramanik et al. (2005) yang menggunakan perbandingan campuran CaO 50.52% dan P2O5 46.43%, dimiling dan disintering pada suhu 1250 oC. Metode ini dinilai lebih sederhana karena proses miling hanya dilakukan selama 6 jam dan tidak disintering dalam bentuk pelet melainkan dalam bentuk serbuk serta tidak ada penambahan bahan aditif atau pengisi walaupun proses sintering dilakukan sedikit lebih lama yaitu selama 2 jam. Hidroksiapatit yang dihasilkan oleh metode ini pun lebih murni dibanding metode Dahlan et al. (2009) dan Pramanik et al. (2005), dibuktikan dari hasil pola difraksi sinar-X Gambar 2, 3, dan 4. Berdasarkan perbandingan terhadap metode Dahlan et al. (2009) dan Pramanik et al. (2005), dapat dipastikan bahwa proses sintesis metode kering pada penelitian ini memiliki potensi yang baik untuk digunakan di masa mendatang dalam dunia industri. 400
350 300 250 200 150 100 50 0 10
20
30
40 2θ
50
60
70
80
Gambar 5 Hasil SEM hidroksiapatit sintesis (a) dan komersil (b) perbesaran 5 µm. Sintesis hidroksiapatit metode kering menggunakan pereaksi P2O5 harus dengan perhatian ekstra. Senyawa P2O5 merupakan senyawa korosif dan sangat reaktif terhadap air menghasilkan panas dan asam fosfat. Setelah P2O5 dan CaO dari cangkang telur dicampur dan dimiling selama 6 jam, campuran harus terlebih dahulu didiamkan selama 24 jam dalam wadah tertutup untuk menstabilkan campuran setelah proses miling dan menghindari adanya ledakan ketika kontak dengan udara. Hidroksiapatit hasil sintesis dibandingkan komersil memiliki kualitas yang lebih baik karena tidak menunjukkan adanya puncak fase AKA seperti pada hidroksiapatit komersil (Gambar 4) dan ukuran molekul hidroksiapatit sintesis lebih kecil dan halus dibandingkan hidroksiapatit komersil (Gambar 5). Puncak fase AKA berada pada sudut 2θ 31.580°. Hidroksiapatit hasil sintesis juga masih belum murni karena masih menunjukkan adanya puncak fase dari CaO di sudut 2θ 37.485° (Lampiran 3). Fase CaO yang terdapat di dalam hidroksiapatit hasil sintesis dapat diminimalisasi melalui penelitian lebih lanjut dengan menambahkan P2O5 lebih banyak pada proses sintesis untuk memperoleh hidroksiapatit yang lebih murni.
Gambar 4 Pola difraksi sinar-X hidroksiapatit sintesis (-) dan komersil (-). Hidroksiapatit, CaO, dan AKA.
(a)
(b)
Gambar 6 Spektrogram inframerah hidroksiapatit komersil (-) dan sintesis (-). Spektrogram inframerah hidroksiapatit memiliki pita pada 1000-1100 cm-1 dan 500600 cm-1 yang merupakan gugus PO4 yang dimiliki hidroksiapatit, dan pita superposisi gugus OH hidroksiapatit pada 1550-1700 cm-1 (Denilchenko et al. 2009). Gambar 6 menunjukkan bahwa hidroksiapatit komersil dan sintesis memiliki semua pita tersebut, namun terdapat pita tambahan pada
6
hidroksiapatit sintesis yaitu pada 3670-3570 cm-1 yang merupakan pita ion OHhidroksiapatit yang mengalami vibrasi peregangan dan pita gugus ion karbonat pada 1420-1485 cm-1 sedangkan hidroksiapatit komersil memiliki pita tambahan pada 35003100 cm-1 yang merupakan pita gugus OH terhidrasi (Denilchenko et al. 2009; Pramanik et al. 2005). Hidroksiapatit komersil pun memiliki pita ion OH- yang mengalami vibrasi peregangan, tetapi intensitasnya tidak setinggi pita ion OH- pada hidroksiapatit sintesis (Gambar 6). Hal ini diakibatkan oleh adanya air pada hidroksiapatit komersil sehingga pita ion OH- vibrasi peregangan bergeser menjadi pita gugus OH yang terhidrasi. Keberadaan pita karbonat pada hidroksiapatit sintesis disebabkan oleh masih adanya kandungan CaO dalam hidroksiapatit ini yang dapat mengikat CO2 dari udara membentuk CaCO3. Pelapisan Hidroksiapatit-Kitosan Hidroksiapatit adalah komponen anorganik utama yang terdapat pada tulang dan merupakan salah satu kandidat terbaik untuk memperbaiki tulang dan meregenerasinya karena sifat bioaktif dan osteokonduktivitasnya. Kelemahan terbesar hidroksiapatit ialah mudah rapuh saat berkontak dengan darah atau cairan tubuh sehingga sulit digunakan untuk meregenerisasi tulang. Cara untuk mengatasi permasalahan ini melalui pengkombinasian hidroksiapatit dengan matriks polimer seperti kitosan untuk lebih meningkatkan osteokonduktivitas, biodegradabilitas dan kekuatan mekaniknya (Zainol et al. 2008). Penambahan kitosan selain untuk menahan hidroksiapatit tetap pada posisinya juga untuk meningkatkan laju pelapisan dari proses pelapisan hidroksiapatit pada logam SS 316 (Pang dan Zhitomirsky 2007). Pang dan Zhitomirsky (2007) pun menyatakan bahwa kitosan memiliki aktivitas antimikroba, biokompatibel, dan dapat meningkatkan ketahanan korosi. Pembuatan komposit hidroksiapatitkitosan dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya dengan pencampuran secara mekanik atau presipitasi in situ untuk menghasilkan komposit hidroksiapatit-kitosan yang berukuran nano (Zainol et al. 2008). Proses pembuatan komposit hidroksiapatitkitosan dengan metode presipitasi menggunakan prinsip koopresipitasi dengan meneteskan larutan kitosan yang mengandung asam fosfat ke dalam suspensi kalsium
hidroksida (Danilchenko et al. 2009). Komposit hidroksiapatit-kitosan pada penelitian ini dibuat melalui pencampuran secara mekanik dengan mencampurkan kitosan dan suspensi hidroksiapatit yang kemudian diaduk secara mekanik membentuk komposit campuran. Logam SS 316 sebelum dilapisi dengan komposit hidroksiapatit-kitosan harus terlebih dahulu mengalami perlakuan awal untuk memperkuat penempelan komposit pada permukaan logam. Permukaan logam harus dibuat kasar melalui pengamplasan dan perendaman dalam larutan H2SO4:HCl:air (1:1:1) selama 1 jam pada suhu 60 °C. Perendaman dalam larutan larutan H2SO4:HCl:air (1:1:1) selain untuk meningkatkan kekasaran permukaan logam juga untuk menghilangkan lapisan oksida alami yang dimiliki logam seperti lapisan krom oksida. Perendaman logam pada larutan NaOH 10 M selama 24 jam dimaksudkan untuk meningkatkan kehidrofilikan dari logam (Lu Xiong et al. 2006). Tingkat kehidrofilikan permukaan logam merupakan salah satu parameter penting yang mempengaruhi respon sel dan jaringan biologis terhadap logam implantasi. Permukaan material implantasi yang hidrofilik akan lebih merangsang pertumbuhan tulang pada tahap regenerasi tulang (Hsu Chuan et al. 2011). Elektroforesis deposisi (EPD) adalah suatu teknik khusus yang digunakan dalam mekanisme elektroforesis untuk menggerakkan partikel bermuatan yang tersuspensi di dalam larutan di bawah pengaruh muatan listrik sehingga partikel tersebut akan melapisi suatu substrat dan membentuk lapisan film dengan ketebalan tertentu (Boccaccini et al. 2010). Diantara beberapa metode yang digunakan dalam proses pelapisan, EPD merupakan metode yang cukup cepat dan tidak mahal serta dapat melapisi suatu substrat walaupun substrat tersebut memiliki struktur geometri yang kompleks (Meng et al. 2008). Metode EPD dapat digunakan untuk melapiskan suatu matrik biokompatibel atau elemen bioaktif seperti komposit hidroksiapatit-kitosan yang memiliki bioresorbabilitas yang berbeda-beda (Radice et al. 2005).
7
Gambar 7 Sel elektroforesis deposisi (Boccaccini et al. 2010). Metode EPD termasuk metode tua namun efektif dalam proses deposisi elektroda bermuatan oleh partikel yang berasal dari suspensi koloid stabil di bawah pengaruh penggunaan arus langsung karena mampu membentuk lapisan deposit dengan homogenitas mikrostruktur tinggi, mampu mengendalikan ketebalan lapisan, dan mampu membentuk lapisan film yang tipis atau tebal pada substrat yang memiliki berbagai bentuk kompleks tiga dimensi (Boccaccini et al. 2010). Metode ini dibagi menjadi dua tahap proses yaitu tahap migrasi partikel bermuatan yang berada di dalam cairan pelarut oleh adanya aksi dari penggunaan medan listrik (tahap elektroforesis) dan tahap koagulasi partikel membentuk lapisan pada elektroda (tahap deposisi) (Meng et al. 2008). Pelapisan dengan ketebalan kurang dari 1µm hingga lebih dari 500 µm dapat dibentuk menggunakan metode EPD melalui pengkombinasian lamanya waktu dan besar tegangan listrik. Selain waktu dan besar tegangan listrik yang digunakan, terdapat parameter lain yang berpengaruh dalam metode EPD yaitu ukuran partikel, distribusi dan bentuk serta konstanta dielektrik yang dimiliki media suspensi (Javidi et al. 2008). Tegangan listrik yang digunakan pada metode EPD sangat berpengaruh terhadap laju dan struktur lapisan yang terbentuk, oleh karena itu tegangan listrik harus selalu dijaga konstan ketika proses pelapisan berlangsung. Kitosan sebelum dicampur dengan hidroksiapatit terlebih dahulu dilarutkan dalam asam asetat encer. Pelarutan ini dimaksudkan untuk memprotonisasi kitosan agar dalam proses EPD kitosan dapat bergerak menuju logam SS 316 yang akan dilapiskan akibat adanya efek beda potensial, begitu juga dengan hidroksiapatit yang bermuatan positif akan ikut menempel. Kitosan dapat meningkatkan laju pelapisan hidroksiapatit,
disebabkan kitosan terabsorbsi ke dalam partikel hidroksiapatit sehingga akan meningkatkan stabilitas dari partikel hidroksiapatit dan meningkatkan muatan partikel yang mempercepat proses pelapisan (Pang dan Zhitomirsky 2007). Pelapisan komposit hidroksiapatit-kitosan pada penelitian ini menggunakan tegangan sebesar 120 v selama 2 menit. Penggunaan tegangan ini didasari dari penelitian sebelumnya Bowo (2009) yang menyatakan bahwa tegangan 120 v selama 2 menit merupakan tegangan terbaik menghasilkan lapisan yang merata. Penggunaan tegangan lebih rendah dari 20 volt akan menghasilkan deposit dengan ukuran partikel hidroksiapatit yang rendah sedangkan penggunaan tegangan lebih dari 200 volt selama lebih dari 10 detik akan menghasilkan deposit dengan ukuran partikel hidroksiapatit yang lebih besar. Peningkatan muatan listrik yang digunakan dapat menaikkan laju deposisi, tetapi partikel deposisi memiliki waktu yang lebih sedikit untuk menyusun kembali sehingga lapisan yang terbentuk akan lebih berpori yang menyebabkan kekerasan lapisan hidroksiapatit menjadi berkurang (Meng et al. 2008). 400
350 300 250 200 150 100 50 0 10
20
30
40
50
60
70
80
2θ
Gambar 8 Pola difraksi sinar-X SS 316 dilapisi hidroksiapatit-kitosan pada nisbah 0.2:0 (-), 0.2:0.1 (-), 0.2:0.5 (-), 0.2:1.0 (-), 0.2:1.5 (-). Hidroksiapatit, CaCO3, AKB, dan AKA. Lapisan yang menempel pada permukaan logam SS 316 ternyata tidak murni hidroksiapatit-kitosan. Gambar 8 menjelaskan bahwa selain hidroksiapatit terdapat pula fase lain yang menempel pada permukaan logam, yaitu CaCO3, AKA, dan AKB. Sudut 2θ dari puncak fase CaCO3, AKA, dan AKB disajikan pada Lampiran 3. Adanya fase CaCO3, AKA, dan AKB disebabkan tanpa adanya pemanasan pada suhu 900 °C setelah proses pelapisan menggunakan EPD. Septiarini
8
(2009) menyatakan bahwa pemanasan di atas suhu 900 °C tidak dapat dilakukan karena logam baja tahan karat lokal tidak tahan pada suhu di atas 650 °C, selain itu pemanasan pada suhu tersebut pun dapat merusak kitosan yang menempel pada permukaan logam. Munculnya fase CaCO3 disebabkan adanya reaksi antara karbonat yang berasal dari udara terhadap CaO yang terkandung pada hidroksiapatit hasil sintesis. Fase CaCO3 dapat dihilangkan dengan menyempurnakan tahap sintesis hidroksiapatit agar lebih menghasilkan hidroksiapatit yang lebih murni tanpa kandungan CaO. Pola difraksi sinar-X komposit hidroksiapatit-kitosan yang melapisi logam SS 316 (Gambar 8) tidak menunjukkan adanya fase kitosan. Keberadaan kitosan dapat ditunjukkan pada adanya puncak di sudut 2θ 10° dan 20° dari pola difraksi sinar-X (Lampiran 5). Tidak adanya puncak fase kitosan pada Gambar 8 bukan berarti kitosan tidak menempel pada logam SS 316. Yildirim (2004) menyatakan bahwa fase kitosan akan muncul pada pola difraksi sinar-X komposit hidroksiapatit-kitosan apabila kandungan kitosan pada komposit melebihi dari 30% (Gambar 9).
Gambar 9 Pola difraksi sinar-X komposit hidroksiapatit-kitosan Yildirim (2004) dengan komposisi hidroksiapatit 0% (a), 30% (b), 70% (c), dan 100% (d). Ketahanan Korosi Peristiwa korosi merupakan proses degradasi material yang berlangsung sedikit demi sedikit akibat adanya serangan elektrokimia yang terjadi ketika suatu logam ditempatkan di dalam lingkungan elektrolitik berlawanan, khususnya lingkungan dalam tubuh manusia (Adya et al. 2005). Ketahanan korosi yang dimiliki baja SS disebabkan
terbentuknya suatu lapisan tipis oksida krom yang menghalangi proses oksidasi besi. Lapisan ini mampu mengurangi kecepatan proses karat selambat mungkin karena lapisan tersebut terbentuk dengan sangat rapat. Seiring dengan berjalannya waktu, lapisan oksida krom yang terdapat pada permukaan SS tidak akan bertahan terhadap kondisi lingkungan fisiologi tubuh sehingga memungkinan ion krom terlepas ke dalam tubuh manusia. Lepasnya ion tersebut ke dalam tubuh dapat menimbulkan alergi karena bersifat karsinogenik (Prabakaran et al. 2006). Baja SS 316 L memiliki ketahanan korosi yang lebih kuat dibandingkan baja 316 (Yildirim 2004), hal ini disebabkan baja 316 L memiliki kandungan karbon paling rendah (Tabel 1). Ketahanan logam akan semakin meningkat apabila kandungan karbon dibuat serendah mungkin, tetapi kandungan karbon harus tetap dipertahankan agar logam paduan baja bersifat gelas atau keras. Tabel 1 Komposisi SS 316 dan 316 L % 316 316 L C Maks 0.08 Maks 0.03 Mn 2 2 Si 0.75 0.75 P 0.045 0.045 S 0.03 0.03 Cr 16-18 16-18 Mo 2-3 2-3 Ni 10-14 10-14 N 0.1 0.1 Sumber: Aalco Metals (2007) Penggunaan logam SS 316 pada penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan ketahanan korosi dari SS 316 melalui pelapisan menggunakan komposit hidroksiapatit-kitosan agar memiliki ketahanan korosi yang setara dengan 316 L atau lebih baik. Nilai ketahanan korosi dapat ditentukan melalui uji korosi menggunakan potensiostat/galvanostat. Hasil pengujian ini akan diperoleh nilai laju korosi (mpy) yang dimiliki logam. Semakin kecil nilai laju korosi suatu logam maka logam tersebut akan memiliki ketahanan korosi yang semakin baik. Gambar 10 memperlihatkan bahwa logam SS 316 yang telah dilapisi oleh hidroksiapatit memiliki nilai laju korosi yang lebih rendah dibandingkan logam SS 316 tanpa lapisan hidroksiapatit. Begitu juga dengan semakin banyak jumlah kitosan 3% yang ditambahkan menyebabkan nilai laju korosi dari logam SS 316 semakin rendah. Penambahan 1 dan 1.5 mL kitosan 3% memiliki nilai laju korosi lebih rendah
9
dibandingkan laju korosi yang dimiliki logam SS 316 L. Data rincian analisis korosi ditunjukkan pada Lampiran 6. 0,025 0.0223
Laju korosi (mpy)
0,020
0.0182
0.0172
0.0146 0,015
0.0129
0,010 0.0053 0,005
0.0048
0,000
Gambar 10 Hasil uji korosi SS 316 ( ), SS 316 L ( ), dan SS 316 dilapisi hidroksiapatit-kitosan pada nisbah 0.2:0 ( ), 0.2:0.1 ( ), 0.2:0.5 ( ), 0.2:1.0 ( ), dan 0.2:1.5 ( ). Penambahan sebanyak 0,1 dan 0,5 mL kitosan 3% memiliki nilai laju korosi yang lebih tinggi dibandingkan pelapisan SS 316 dengan hidroksiapatit tanpa penambahan kitosan. Hal ini disebabkan pada lapisan hidroksiapatit tanpa kitosan memiliki ketebalan yang lebih tebal dibandingkan lapisan komposit hidroksiapatit-kitosan. Ketebalan lapisan penghalang yang melapisi logam merupakan salah satu faktor penting dalam ketahanan korosi. Lapisan yang semakin tebal akan semakin memberikan perlindungan logam terhadap korosi. Lapisan pada logam SS 316 tanpa penambahan kitosan memang memiliki ketebalan yang lebih tebal, tetapi lapisan yang hanya terdiri dari hidroksiapatit akan memiliki ketahanan mekanik yang rendah. Lapisan ini akan lebih mudah rapuh dibandingkan lapisan dengan adanya penambahan kitosan (Maachaou et al. 2008). Berbeda terhadap lapisan dengan penambahan kitosan 3% sebanyak 1 dan 1.5 mL, lapisan ini memiliki nilai laju korosi yang lebih rendah daripada lapisan hanya hidroksiapatit dan dinilai memiliki ketahanan korosi terbaik. Ketahanan korosi yang dimiliki lapisan ini lebih baik karena penyebaran komposit yang lebih merata pada lapisan (Lampiran 7). Penyebaran lapisan yang lebih merata ini disebabkan oleh jumlah kitosan yang ditambahkan lebih banyak sehingga hasil deposisi yang terbentuk akan lebih baik (Pang dan Zhitomirsky 2007). Volume kitosan yang digunakan tidak melebihi 1.5 mL karena berdasarkan percobaan penambahan kitosan 3% di atas 1.5 mL tidak bisa melakukan
proses pelapisan di tegangan 120 V. Kitosan memiliki konduktivitas yang rendah sehingga apabila jumlah kitosan terlalu banyak akan menurunkan tegangan dan menghambat proses pelapisan. Jumlah kitosan yang terlalu banyak dapat meningkatkan viskositas larutan, menurunkan mobilitas elektroforetik, dan menurunkan hasil deposit komposit hidroksiapatit-kitosan pada permukaan logam (Pang dan Zhitomirsky 2007). Penambahan kitosan pada pelapisan logam SS 316 dengan hidroksiapatit selain dapat meningkatkan ketahanan mekanik lapisan hidroksiapatit yang menempel pada logam, dapat pula meningkatkan ketahanan korosi dari logam SS 316 bahkan memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dibandingkan logam SS 316 L (Gambar 10). Hal ini sesuai dengan pernyataan Pang dan Zhitomirsky (2007) yang menjelaskan bahwa kitosan dapat meningkatkan ketahanan korosi dari suatu material.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Metode sintesis hidroksiapatit yang digunakan pada penelitian ini merupakan metode kering baru yang lebih sederhana, mudah, singkat dan lebih menghasilkan kristal hidroksiapatit yang lebih murni sehingga dapat diproduksi dalam jumlah besar di industri. Pelapisan hidroksiapatit dengan penambahan kitosan selain untuk meningkatkan ketahanan mekanik dari hidroksiapatit tetapi juga untuk meningkatkan ketahanan korosi yang dimiliki logam tersebut. Saran Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menyempurnakan sintesis hidroksiapatit menggunakan metode ini agar diperoleh hidroksiapatit yang lebih murni serta menggunakan tegangan dan waktu yang lebih bervariasi saat proses pelapisan menggunakan EPD.
DAFTAR PUSTAKA Aalco Metals. 2010. Stainless steel grade 316 [terhubung berkala] http://www.aalco
10
.co.uk/technical/datasheets/Aalco_Datashe et_St_St_316.pdf [30 September 2010]. Adya N, Alam M, Ravindranath T, Mubeen A, Saluja B. 2005. Corrosion in titanium dental implants: literature review. Journal of Indian Prosthodontic Society 5(3): 126131. Bahrololoom ME, Javidi M, Javadpour S, Ma J. 2009. Characterisation of natural hydroxyapatite extracted from bovin cortical bone ash. Journal of Ceramic Processing Research 10(2): 129-138. Balamurugan A et al. 2006. Synthesis and structural analysis of sol gel derived stoichiometric monophasic hydroxyapatite. Ceramics Silikary 50(1): 27-31. Balamurugan A, Kannan S, Rajeswari S. 2002. Bioactive sol-gel hydroxy-apatite surface for biomedical applications-in vitro study. Trends Biomater Artif Organs 16(1): 18-20. Beganskienė A, Bogdanovičienė I, Kareiva A. 2006. Calcium acetylacetonate – a novel calcium precursor for sol-gel preparation of Ca10(PO4)6(OH)2. Chemija 17(2–3): 16– 20. Boccaccini RA, Keim S, Ma R, Li Y, Zhitomirsky I. 2010. Electrophoretic deposition of biomaterials. J R Soc Interface 7: S581–S613 Bowo H. 2009. Pelapisan senyawa apatit pada permukaan baja tahan karat 316 L dengan metode deposisi elektroforesis [skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Dahlan K, Prasetyanti F, Sari YW. 2009. Sintesis hidroksiapatit dari cangkang telur menggunakan dry method. Jurnal Biofisika 5(2): 71-78. Danilchenko SN et al. 2009. Chitosanhydroxyapatite composite biomaterials made by a one step co-precipitation method: preparation, characterization and in vivo tests. Journal of Biology Physics and Chemistry 9(3): 119-126. Dasgupta P, Singh A, Adak S, Purohit KM. 2004. Synthesis and characterization of hydroxyapatite produced from eggshell. International Symposium of Research Students on Materials Science and Engineering; Chennai, 20-22 Desember 2004. India: Department of Metallurgical and Materials Engineering, Indian Institute of Technology Madras. Hlm 1-6. Deptula A et al. 2006. Sol-gel-derived hydroxyapatite and its application to
sorption of heavy metals. Science and Technology 45: 2198-2203. Hsu Chuan et al. 2011. Effect of water aging on the apatite formation of a low-modulus Ti–7.5Mo alloy treated with aqueous NaOH. J Mater Sci 46:1369–1379 Javidi M, Javadpour S, Bahrololoom ME, Ma J. 2008. Electrophoretic deposition of natural hydroxyapatite on medical grade 316 L stainless steel. Mater Sci Eng C. articles in press. Karokaro M, Purniawan A, Fellicia DM. 2008. Karakterisasi lapisan pasif korosi implant commercial pure titanium grade 2 dengan variasi kekasaran permukaan pada cairan tubuh buatan. Jurnal Ilmiah Sains dan Teknologi 7(2): 97-105. Lu Xiong et al. 2007. Preparation of HA/chitosan composite coatings on alkali treated titanium surfaces through sol–gel techniques. Materials Letters 61: 3970– 3973. Maachou H et al. 2008. Characterization and in vitro bioactivity of chitosan/ hydroxyapatite composite membrane prepared by freeze-gelation method. Trends Biomater Artif Organs 22(1): 1627. Manivasagam G, Dhinasekaran D, Rajaminickam A. 2010. Biomedical implants: corrosion and its prevention – a review. Recent Patents on Corrosion Science 2: 40-54. Meng X, Kwon T, Kim K. 2008. Hydroxyapatite coating by electrophoretic deposition at dynamic voltage. Dental Materials Journal 27(5): 666-671. Murakami FS, Rodrigues PO. 2007. Physicochemical study of CaCO3 from egg shells. Ciênc Tecnol Aliment Campinas 27(3): 658-662. Oktavia D. 2009. Menyambung tulang dengan logam, amankah? [terhubung berkala] http://beta.padang-today.com/?mod= artikel&today=detil&id=286 [1 Desember 2010]. Pal S, Roy S, Bag S. 2005. Hydroxyapatite Coating over Alumina-Ultra High Molecular Weight Polyethylene Composite Biomaterials. Trends Biomater Artif Organs 18(2): 106-109. Pang X, Zhitormisky I. 2005. Electrodeposition of composite hydroxyapatite–chitosan films. Materials Chemistry and Physics 94: 245–251. Pang X, Zhitomirsky I. 2007. Electrophoretic deposition of composite hydroxyapatite-
11
chitosan coatings. Materials Characterization 58: 339-348. Pankaew P, Hoonnivathana E, Limsuwan P, Naemchanthara K. 2010. Temperature effect on calcium phosphate synthesized from chicken eggshells and ammonium phosphate. Journal of Applied Sciences 10(24): 3337-3342. Prabakaran K, Thamaraiselvi TV, Rajeswari S. 2005. Electrochemical evaluation of hydroxyapatite reinforced phosphoric acid treated 316 L stainless steel. Trends Biomater Artif Organs 19(2): 84-87. Pramanik S, Agarwal AK, Rai KN. 2005. Development of high strength hydroxyapatite for hard tissue replacement. Trends Biomater Artif Organs 19(1): 46-51. Radice S, Kern P, Michler J. Textor M. 2005. Bioactive coatings for implants by electrophoretic deposition. European Cells and Materials 10(5): STE8. Sasikumar S, Vijayaraghavan R. 2006. Low temperature synthesis of nanocrystalline hydroxyapatite from egg shells by combustion method. Trends Biomater Artif Organs 19(2): 70-73. Septiarini S. 2009. Pelapisan apatit pada baja tahan karat local dan ternitridasi dengan metode sol-gel [skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Song C et al. 2003. Sol-gel preparation and preliminary in vitro evaluation of fluorapatite/hydroxyapatite solid solution films. J Mater Sci Technol 19(5): 495-498. Suharno B, Kurniawan A. 2005. Studi perbandingan ketahanan korosi dan struktur mikro baja COR CF8M (SS 316) yang dibuat dengan feronikel lokal dan nikel impor. Jurnal Teknologi 1: 26-37. Yildirim E. 2004. Preparation and characterization of chitosan /calcium phosphate based composite biomaterials [disertasi]. Department of Materials Science and Engineering, Izmir Institute of Technology, Turkey. Zainol I, Zakaria FA, Saliman MR, Derman MA. 2008. Preparation and characterization of chitosan/ nanohydroxyapatite composites. Solid State Science and Technology 16(1):153159.
LAMPIRAN
13
Lampiran 1 Bagan alir penelititan
Analisis Fase XRD
Analisis Fase XRD Analisis FTIR Uji Mikrostruktur
Preparasi Cangkang Telur
Penentuan Kadar Ca (SSA)
Sintesis Hidrosiapatit Perlakuan Logam Pelapisan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan
Uji Analisis Fase XRD Uji Mikrostruktur Uji Korosi
14
Lampiran 2 Data JCPDS a. Data JCPDS Hidroksiapatit
b. Data JCPDS AKA
15
Lanjutan Lampiran 2 c. JCPDS AKB
d. JCPDS CaO
16
Lanjutan Lampiran 2 e. JCPDS CaCO3
f. JCPDS Ca3(PO4)2
17
Lanjutan Lampiran 2 g. JCPDS MgCO3
18
Lampiran 3 Tabel data analisis hasil XRD Data analisis hasil XRD serbuk cangkang telur sebelum pemanasan 2θ Intensitas Fase 18.500 197 CaCO3 28.750 84 Ca3(PO4)2 34.150 256 Ca3(PO4)2 47.250 105 CaCO3 50.850 106 MgCO3 54.449 68 CaCO3 Data analisis hasil XRD serbuk cangkang telur sesudah pemanasan 2θ Intensitas Fase 32.150 350 CaO 37.300 876 CaO 53.799 519 CaO 127 CaO 64.099 67.300 107 CaO Data analisis hasil XRD Hap sintesis 2θ Intensitas Fase 25.947 86 Hap 29.008 48 Hap 31.921 283 Hap 32.267 175 Hap 34.190 93 Hap 37.485 94 CaO 39.919 70 Hap 46.807 98 Hap 49.573 75 Hap 50.648 47 Hap 53.288 44 Hap 64.216 40 Hap
19
Lanjutan Lampiran 3 Data analisis hasil XRD Hap komersil 2θ Intensitas fase 25.780 185 Hap 31.580 259 AKA 31.700 231 Hap 32.120 204 Hap 32.900 98 Hap 33.940 98 Hap 39.640 62 Hap 46.480 79 Hap 49.320 102 Hap 53.080 61 Hap 63.880 44 Hap Data analisis hasil XRD Hidroksiapatit-kitosan (0,2:0) 2θ Intensitas Fase 25.448 30 Hap 28.984 75 CaCO3 31.378 78 AKA 31.737 44 Hap 32.479 50 AKA 33.676 25 AKA 39.109 15 Hap 43.151 207 CaCO3 46.287 16 Hap 49.039 18 AKB 50.248 79 Hap Data analisis hasil XRD Hidroksiapatit-kitosan (0,2:0,1) 2θ Intensitas Fase 25.870 45 Hap 28.991 26 CaCO3 31.047 28 AKA 31.814 106 Hap 32.143 50 Hap 32.905 65 Hap 34.095 29 Hap 39.781 20 Hap 43.556 91 CaCO3 46.709 25 Hap 49.512 19 Hap 50.558 54 Hap
20
Lanjutan Lampiran 3 Data analisis hasil XRD Hidroksiapatit-kitosan (0,2:0,5) 2θ Intensitas Fase 25.346 16 Hap 28.884 132 CaCO3 31.263 40 AKA 31.654 19 Hap 32.396 25 AKA 35.424 18 Hap 38.850 25 AKA 43.101 218 CaCO3 47.020 17 AKB 48.946 8 Hap 50.335 96 Hap Data analisis hasil XRD Hidroksiapatit-kitosan (0,2:1,0) 2θ Intensitas Fase 25.854 20 Hap 29.361 215 CaCO3 31.460 13 AKA 31.755 54 Hap 32.137 28 Hap 32.880 38 Hap 34.041 14 Hap 39.405 33 Hap 43.521 158 CaCO3 47.429 35 AKB 48.460 22 Hap 50.542 71 Hap Data analisis hasil XRD Hidroksiapatit-kitosan (0,2:1,5) 2θ Intensitas Fase 25.504 34 Hap 28.944 16 CaCO3 31.446 80 AKA 31.800 40 Hap 32.543 52 AKA 33.752 20 AKA 39.448 21 Hap 43.201 80 CaCO3 46.351 18 Hap 49.120 18 AKB 50.356 55 Hap
21
Lampiran 4 Perhitungan kadar kalsium 0,6
Absorbansi
0,5 0,4 y = 0.033850x + 0.020477 R = 0.9998
0,3 0,2 0,1 0,0 0
5
10
15
20
Konsentrasi standar kalsium (ppm)
Kurva deret standar kalsium Bobot contoh (g) Volume contoh (v) Faktor pengenceran (fp) Absorbansi contoh (y) Konsentrasi contoh (x)
: 0.1079 gram : 50 mL : 100 : 0.3162 : y = 0.033850 x + 0.020477 x= x=
y – 0.020477 0.033850 . . .
x = 8.7362 ppm Kadar kalsium
: % Kalsium = % Kalsium =
x . v . fp g 8.7362 ppm . g⁄
mg. 50 mL . 1 L⁄ 0.1075 gram
% Kalsium = 40.48 % Kadar CaO
: % CaO = %Kalsium .
Mr. CaO Ar. Ca
56.08 gram/mol % CaO = 40.48 % . 40.08 gram/mol % CaO = 56.64 %
mL. 100
. 100%
22
Lampiran 5 Pola difraksi sinar-X kitosan 350
300
Intensitas
250
200
150
100
50
0 5
15
25
35
2θ
45
55
65
23
Lampiran 6 Data uji korosi 1. Data uji korosi 316
24
Lanjutan Lampiran 6 2. Data uji korosi 316 L
25
Lanjutan Lampiran 6 3. Data uji korosi 316 dilapisi hidroksiapatit-kitosan (0.2 : 0)
26
Lanjutan Lampiran 6 4. Data uji korosi 316 dilapisi hidroksiapatit-kitosan (0.2 : 0.1)
27
Lanjutan Lampiran 6 5. Data uji korosi 316 dilapisi hidroksiapatit-kitosan (0.2 : 0.5)
28
Lanjutan Lampiran 6 6. Data uji korosi 316 dilapisi hidroksiapatit-kitosan (0.2 : 1.0)
29
Lanjutan Lampiran 6 7. Data uji korosi 316 dilapisi hidroksiapatit-kitosan (0.2 : 1.5)
30
Lampiran 7 Mikrostruktur lapisan hidroksiapatit-kitosan pada 316 (perbesaran 4×)
316 dilapisi Hap-kitosan (0.2:1.5)
316 dilapisi Hap-kitosan (0.2:1.0)
316 dilapisi Hap-kitosan (0.2:0.5) 316 dilapisi Hap-kitosan (0.2:0.1)
316 dilapisi Hap-kitosan (0.2:0)