PELAKSANAAN TEKNIS DI LAPANGAN
Pembibitan Pembibitan di kebun Kemuning terletak di dekat mess karyawan dan masih dalam areal afdeling B. Pembibitan di kebun Kemuning ini dilihat dari lokasinya sudah memenuhi syarat pembibitan yang baik karena dekat dengan sumber air sehingga kebutuhan bibit akan air dan unsur hara lainnya dapat terpenuhi. Perbanyakan yang digunakan di kebun Kemuning melalui stek yang bahan tanamnya adalah entres diambil dari beberapa blok yang ada. Klon yang digunakan sebagai entres adalah TRI 2025. Pembuatan bangunan pembibitan di kebun Kemuning sudah cukup baik karena pembibitan dekat dengan sumber air, drainase tanah baik. Bangunannya terbuat dari anyaman bambu dengan tinggi 2 m dan jarang antar tiang 3 m x 3 m. Sungkup dibuat dengan panjang 8 – 10 m, lebar 80 – 100 cm dan tinggi 60 – 100 cm yang dapat menampung 1 500- 2 500 polybag. Stek ditanam dalam polybag berukuran 20 cm x 7 cm. Antara bedengan dibuat parit dengan lebar 20 cm. Untuk penanaman stek diperlukan persiapan tanah, polybag, bahan stek (entres), pupuk dan pestisida. Tanah untuk polybag merupakan campuran top soil dan sub soil dengan perbandingan 1 : 2. Top soil terlebih dahulu dicampur dengan pupuk urea, TSP, dan MOP dengan dosis masing- masing 300, 150, dan 150 g/m³, sedangkan untuk sub soil di campur dengan Dithane M 45 200 g/m³. Polybag yang telah ditanami stek diletakkan di atas bedengan, kemudian ditutup dengan sungkup selama 3 – 4 bulan. Sungkup dapat dibuka saat dilakukan pemeliharaan seperti pengendalian hama dan penyakit tanaman, penyiapan penyulaman. Pada tahap pertama, yaitu pada umur 3 bulan pertama dilakukan penyiangan rumput, lumut dan penyulaman. Pada tahap kedua umur 3 bulan kedua sungkup dibuka 3 jam selama 2 minggu berturut – turut. Pada tahap tersebut dilakukan penambahan urea dengan konsentrasi 25 g/l dengan interval 2 minggu dan pemberian pupuk Bayfolan dengan konsentrasi 0.2 %. Pada tahap ketiga, umur 3 bulan ketiga sungkup dibuka seterusnya. Penyakit yang sering menyerang pembibitan adalah blister blight. Pengendalian penyakit tersebut dilakukan dengan melakukan penyemprotan
larutan Dithane M-45 dengan dosis 10 g/100 polybag dengan gembor kapasitas 5 – 10 l. Sedangkan intensitas serangan hama di pembibitan masih sedikit. Norma prestasi kerja untuk pembibitan 300 polybag/HK. Penulis melakukan kegiatan pemeliharaan, dan pemotongan selama 2 hari dengan jam kerja 5 jam/hari dengan prestasi kerja 150 polybag/HK. Prestasi kerja karyawan untuk penanaman rata-rata 224 polybag/HK. Areal pembibitan dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Areal Pembibitan
Gambar 2. Pembibitan Setelah Sungkup Dibuka
Pengendalian Gulma Jenis gulma yang tumbuh di kebun Kemuning antara lain: Impatiens platypetala (pacar banyu), Boreria alata (ketoprakan), Ageratum conyzoides (babadotan), Synedrella nodiflora (cekakluk), Clidemia hirta, Comellina difusa (tali said), Panicum repens (lempuyangan) dan Setaria plicata (cowean). Pengendalian gulma di kebun Kemuning dijadwalkan dua kali secara manual dan dua kali secara kimia dalam setahun. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya masih disesuaikan dengan kondisi di lapangan dengan mempertimbangkan ketinggian gulma dan kerapatan gulma. Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan tiga cara yaitu babad, jambulan dan dongkel anak kayu (DAK). Pembabadan dilakukan terhadap gulma yang resisten terhadap herbisida dan gulma yang tidak diinginkan berada di bawah perdu teh dengan menggunakan parang atau gaet. Jambulan dilakukan dengan membuang gulma yang tumbuh hingga ke atas bidang petik. Gulma hasil jambulan kemudian diletakkan di atas perdu dengan tujuan agar gulma kering dan mati. Setelah dua hari, jambulan di atas perdu teh akan kering dan harus diturunkan ke tanah untuk menghindari terhambatnya pertumbuhan pucuk. Gulma yang cara pengendaliannya dengan jambulan adalah Commelina difusa dan Panicum repens. Pekerjaan jambulan bukan hanya tugas dari pengendalian gulma, akan tetapi tenaga pemetik juga harus ikut berpartisipasi dengan cara mencabut gulma tersebut pada saat pemetikan. Dongkel anak kayu (DAK) dilakukan dengan mendongkel gulma berkayu sampai akar-akarnya sehingga kemungkinan untuk tumbuh kembali sangat kecil. DAK dilakukan bilamana gulma tersebut telah disemprot dengan herbisida tetapi tidak mati. Contoh gulma yang dikendalikan dengan cara DAK adalah Setaria plicata dan Melastoma malabatricum. Pengendalian gulma secara kimia dilakukan dengan penyemprotan Biosat dengan dosis 2 l/ha, volume semprot 400 l/ha. Akan tetapi, akhir-akhir ini kebun Kemuning memakai herbisida Gerosin yang bersifat sistemik dengan bahan aktif isopropilamine glyphosate. Dosis Gerosin yang digunakan 1.5 l/ha dengan volume semprot 255 l/ha dan konsentrasi 10 ml/air. Alat yang digunakan untuk
aplikasi herbisida adalah knapsack sprayer tipe mulut katak (nozzle hitam) yang mempunyai kapasitas 15 l dengan lebar semprot 100 – 120 cm. Aplikasi herbisida dilakukan dari lokasi yang jauh dari sumber air menuju lokasi yang dekat dengan sumber air. Dalam aplikasinya, knapsack diarahkan ke bawah perdu teh. Aplikasi herbisida tersebut dilakukan pada saat cuaca cerah, apabila turun hujan aplikasi segera dihentikan. Apabila pada saat turun hujan terpaksa harus dilakukan, maka pada larutan herbisida ditambahkan Agristik (perekat) dengan konsentrasi 5 ml/air. Tiga hari setelah penyemprotan, gulma akan tampak layu dan satu minggu setelah penyemprotan gulma akan mati. Jadwal pelaksanaan pengendalian gulma secara manual dan kimia ditetapkan oleh mandor rawat untuk masing-masing blok. Selain itu mandor juga harus memperhatikan selang waktu antara pengendalian gulma secara manual dan kimia untuk efisiensi tenaga kerja dan bahan-bahan yang digunakan. Setiap pelaksanaan pengendalian gulma selalu diawasi oleh mandor rawat. Pengendalian secara kimia pada tiap afdeling dikerjakan oleh 3 orang KHL, yang diawasi oleh satu orang mandor. Norma prestasi kerja pengendalian gulma secara kimia adalah 0.67 ha/HK, sedangkan untuk pengendalian gulma secara manual 0.2 ha/HK. Penulis melakukan pengendalian gulma secara kimia selama 6 hari dengan prestasi kerja rata-rata 0.25 ha/HK, sedangkan prestasi kerja karyawan 0.6 ha/HK. Kegiatan Pengendalian Gulma secara kimia di kebun Kemuning dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Pengendalian Gulma Secara Kimia
Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Jenis hama yang sering menyerang tanaman teh di kebun Kemuning adalah Empoasca sp, ulat penggulung pucuk (Cydia leucastome), ulat penggulung daun (Homona coffearia), tungau jingga (Brevipalpus phoenicis), penggerek batang dan kutu hitam. Empoasca sp merupakan hama yang paling sering menyerang tanaman teh di kebun Kemuning dibandingkan dengan jenis hama lainnya. Empoasca, sp umumnya menyerang daun muda dengan cara menghisap cairan pada daun dan mengeluarkan sejenis toksin. Gejala serangan pada tingkat sedang ditandai dengan daun bagian pinggir keriting, sedangkan pada tingkat serangan berat daun berwarna kuning kusam, pinggir daun keriting dan daun mengalami kematian. Pengendalian Empoasa sp dilakukan dengan cara penyemprotan insektisida sistemik Confidor 200 SL yang berbahan aktif Imidal Lipid dengan dosis 0.15 – 0.25 kg/ha dan volume semprot 250 l/ha. Serangan ulat penggulung daun dan ulat penggulung pucuk terjadi sepanjang tahun, tetapi intensitas serangan yang tinggi hanya terjadi ketika peralihan musim kemarau dan musim penghujan, atau sebaliknya. Ulat penggulung daun menyerang pucuk daun teh yang mengakibatkan daun tergulung dan pertumbuhan tunas terhambat. Hama tersebut merusak teh muda maupun teh tua dengan cara menggulung daun. Ulat penggulung pucuk hampir sama dengan ulat penggulung daun yaitu menyerang pucuk daun teh sehingga pucuknya tergulung. Pengendalian kedua jenis hama tersebut dilakukan dengan cara manual dan kimia. Cara manual dilakukan dengan memetik daun yang terserang bersamaan pemetikan. Pengendalian dengan cara kimia dilakukan dengan penyemprotan insektisida Decis 2.5 EC yang berbahan aktif delta metrin dengan dosis 0.2 l/ha atau 8 ml/sprayer). Cara manual lebih efektif dibandingkan dengan cara kimia. Tungau jingga menyerang daun tua pada permukaan bagian bawah dan bagian petiolusnya. Gejala serangan awal ditandai dengan adanya bercak kecil pada bagian pangkal daun, kemudian menyerang tulang daun yang menyebabkan daun berwarna merah, kering dan rontok. Serangan yang berat dari hama tersebut terjadi pada musim kemarau. Pengendalian hama tersebut dilakukan dengan cara
penyemprotan akarisida Omite 570 EC yang berbahan aktif propargit dengan konsentrasi 2 ml/l. Serangan tungau jingga ini jarang sekali terjadi. Hama penggerek batang menyerang pada kondisi kelembaban rendah. Serangan hama tersebut menyebabkan daun berubah menjadi berwarna kuning, layu dan pada serangan berat daun akan rontok. Pengendalian hama tersebuat dilakukan dengan cara manual, yaitu mencari lubang sumber ulat penggerek dan membongkarnya. Penyakit yang menyerang tanaman teh di kebun Kemuning adalah cacar daun teh (blister blight) dan cendawan akar. Blister blight lebih dominan menyerang tanaman teh dibandingkan penyakit lainnya. Blister blight menyerang tanaman teh di kebun Kemuning sejak tahun 2002 dan merupakan penyakit utama di kebun tersebut. Penyakit blister blight disebabkan oleh jamur Exobasidium vexans Massee. Penyakit tersebut biasanya menyerang tanaman teh pada daerah kebun yang lebih tinggi dan lembab, terjadi pada musim hujan karena iklimnya sesuai untuk berkembang biak dan kondisi intensitas cahaya yang rendah. Penyakit cacar daun biasanya menyerang daun daun dan tangkai sehinga akan mempengaruhi produksi secara kualitas dan kuantitas. Pada serangan awal timbul bercak tembus pandang kemudian diikuti timbulnya benjolan berwarna putih pada permukaan bawah daun. Dalam beberapa hari bercak mengering dan daun menjadi berlubang pada berkas bercak. Pengendalian penyakit daun cacar teh dilakukan dengan cara kimia yaitu penyemprotan fungisida Cobox yang berbahan aktif tembaga oksiklorida 50 % Cu dengan dosis 1 – 2 kg/ha. Pengendalian penyakit cacar daun teh ini menggunakan knapsack dengan tipe mulut katak dengan jenis nozzel hitam. Penyakit cendawan akar jarang menyerang tanaman teh di Kebun Kemuning. Penyakit tersebut ditandai dengan timbulnya cendawan berwarna putih pada akar. Pengendalian cendawan akar dilakukan dengan cara manual, yaitu isolasi. Untuk mengetahui tingkat serangan dan tindakan pengendalian serta keefisienan biaya untuk pengendalian (penggunaan herbisida), dilakukan Early Warning System (EWS). EWS dilakukan dengan mengambil contoh sebanyak 3 tanaman setiap patok sehingga dalam 1 ha (=25 patok) terdapat 75 tanaman
sampel. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sistematis (zig – zag). Untuk dapat mengetahui intensitas serangan (IS) dan luas serangan (LS) dapat dihitung dengan rumus: Jumlah tanaman terserang IS ( % ) =
X 100 % Jumlah pokok
Adapun kriteria tingkat serangan hama yang ditetapkan di Kebun Kemuning adalah 0 – 10 % merupakan tingkat serangan ringan, 10 – 20 % serangan sedang dan > 20 % serangan berat. Pada serangan penyakit, tingkat serangan > 5% sudah termasuk serangan berat. Selain usaha pengendalian secara kimia, pengendalian hama dan penyakit di kebun Kemuning dilakukan dengan kultur teknis, yaitu dengan mengurangi ranting atau cabang pohon penaung agar sinar matahari yang masuk lebih banyak, memperpendek gilir petik, melakukan sanitasi dan kebersihan kebun dan pengaturan pemangkasan. Pengendalian hama dan penyakit di kebun Kemuning membutuhkan 12 orang tenaga kerja untuk satu afdeling. Tenaga kerja tersebut terdiri atas 7 orang tenaga penyemprot dan 5 orang tenaga pembuat larutan yang sekaligus sebagai tenaga pelangsir. Untuk pengendalian hama dan penyakit di kebun Kemuning dengan menggunakan knapsack ditetapkan standar prestasi kerja sebesar 0.35 ha/HK. Selama magang, penulis melakukan pengendalian hama penyakit tanaman selama 6 hari dengan prestasi kerja rata-rata 0.18 ha/HK, sedangkan prestasi kerja karyawan 0.3 ha/HK. Kegiatan yang dilakukan penulis meliputi deteksi EWS dan penyemprotan fungisida. Beberapa serangan hama dan penyakit di kebun Kemuning dapat dilihat pada Gambar 4
a
c
b
Gambar 4. Serangan Hama dan Penyakit Teh (a) Gejala Serangan Dari Hama Cercosporella, (b) Gejala Penyakit Cacar Air, (c) Gejala Serangan Empoasca, sp
Pemupukan Pemupukan dilakukan pada kondisi curah hujan sedang dan kebun bersih dari gulma. Pemupukan di kebun Kemuning dilaksanakan empat kali aplikasi dalam setahun, sedangkan untuk pupuk daun pengaplikasiannya dilakukan bersamaan dengan pengendalian HPT. Pupuk yang digunakan di kebun Kemuning adalah pupuk anorganik yang terdiri atas Urea (46 % N), SP-36 (36 % P2O5), KCl (60 % KCl) dan Kieserit (27 % MgO). Sedangkan pupuk daun yang digunakan adalah jenis ZnSO4 (Zinc Sulphate) dengan kandungan ZnSO4 100 %.
Penentuan dosis pupuk didasarkan pada hasil pengambilan leaf sample unit (LSU) yang dianalisis secara rutin setiap bulan Juli. Syarat satuan contoh daun yang dikirim untuk dianalisis adalah daun indung berukuran penuh, p+3 atau k+1, tidak rusak. Dari hasil analisis laboratorium tersebut akan diperoleh hasil uji LSU yang di dalamnya terdapat rekomendasi dosis dan jenis pupuk yang dibutuhkan oleh kebun Kemuning. Rekomendasi dosis pupuk ditetapkan oleh head offise (HO) direktorat tanaman dimana kebutuhan pupuk untuk tiap-tiap blok berbeda bergantung pada hasil analisis daun setiap tahun. Pemupukan di kebun Kemuning dilakukan dengan dua cara yaitu melalui akar dan melalui daun. Pemberian pupuk daun berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan tunas. Urutan pelaksanakan pemupukan dimulai dari pengangkutan pupuk dari gudang dengan truk atau hiline (jika areal sulit dijangkau truk) pada pagi hari untuk di ecer ke areal. Pelaksanaan pemupukan diawasi mandor besar (asisten) dengan dibantu mandor pupuk, mandor rawat dan satpam. Tenaga kerja yang diperlukan rata-rata 15 orang/hari yang terdiri atas tenaga pencampur, pelangsir dan penabur. Tenaga pelangsir menempatkan pupuk yang telah dicampur pada beberapa sudut sesuai keadaan lahan dan untuk mengefisiensikan waktu agar tenaga penabur tidak bolak balik. Pada teknik pelaksanaan di lapangan, tenaga pencampur mencampurkan jenis-jenis pupuk yang digunakan di atas terpal. Pupuk yang telah dicampur secara merata kemudian dimasukkan kedalam karung. Satu karung rata-rata diisi campuran pupuk sebanyak tujuh ember (35 kg) dan siap untuk di ecer ke pos-pos tenaga penabur. Tenaga penabur dibariskan berdekatan (per dua baris tanaman) dan digiring untuk mempermudah pengawasan. Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya di lapangan, masih sering terjadi penyimpangan-penyimpangan, misalnya tenaga penabur menaburkan pupuknya berlebihan karena berorientasi menghabiskan pupuk tanpa memperhatikan kebutuhan pupuk per tanaman, pupuk yang ditaburkan mengenai daun, adanya areal yang terlewat dipupuk dan takaran pupuk yang tidak seragam sehingga dosis pupuk untuk tiap tanaman tidak sama. Norma prestasi kerja untuk pemupukan 1.5 ha/HK. Penulis melakukan kegiatan pemupukan Urea dan MOP selama 8 hari dengan kerja rata-rata 0.23 ha/HK, sedangkan prestasi kerja karyawan 0.7 ha/HK. Pupuk memerlukan tempat
penyimpanan mengingat fungsinya sebagai saprotan yang dibutuhkan dalam jumlah cukup besar dan pengaplikasiannya dalam beberapa waktu yang cukup lama. Gudang penyimpanan pupuk harus dijaga kondisi lingkungannya agar tidak menguap (bereaksi). Gudang pupuk di kebun Kemuning berukuran 16 m x 12 m dengan kapasitas 150 ton pupuk. Peralatan pemupukan di kebun Kemuning dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Peralatan Pemupukan.
Pemangkasan Jenis pangkasan yang dilakukan di kebun Kemuning adalah pangkasan produksi tipe bersih. Pangkasan produksi tipe bersih yaitu pangkasan dengan bidang pangkas yang rata tetapi pada bagian tengahnya agak rendah (ngamangkok). Pemangkasan tipe bersih dilakukan dengan cara membuang semua ranting kecil yang berukuran kurang dari 1 cm beserta semua daunnya sehingga yang tertinggal hanya cabang dan ranting utama saja. Standar tinggi pangkasan produksi tipe bersih di kebun Kemuning adalah 50-60 cm dengan batang yang berdiameter kurang dari 10 cm dihilangkan, luka pangkasan tidak boleh terlalu lebar dan tidak boleh pecah serta luka berbentuk tapal kuda. Cabang-cabang yang menyamping dan terletak di bawah 60 cm dibiarkan untuk melebarkan frame, dan bidang pangkas sejajar kemiringan lahan. Akan tetapi pada kenyataanya di lapangan, masih banyak terdapat ranting-ranting kecil yang ditinggal dan banyaknya luka pangkas yang masih terlalu besar sehingga memperbesar penguapan. Hal tersebut disebabkan oleh tenaga pemangkas yang hanya mengejar target luas areal yang dipangkas tanpa
memperhatikan kualitas hasil pangkasan. Areal yang telah dipangkas bersih dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Areal Pemangkasan.
Pemangkasan di kebun Kemuning dilakukan secara manual dengan menggunakan sabit pangkas (gaet) dan mistar. Penggunakan gaet masih dianggap baik mengingat jenis pangkasan yang diterapkan oleh kebun Kemuning. Setiap karyawan pemangkasan di kebun Kemuning bersifat borongan. Untuk mempercepat pertumbuhan pucuk, sisa pangkasan diletakkan diantara tanaman teh untuk menambah bahan organik tanah. Perkebunan Kemuning menetapkan areal yang dipangkas 25 % per tahun dari total luas areal TM dan dilakukan dalam dua semester karena untuk menghindari anjloknya produksi. Daur pangkas yang ditetapkan di kebun Kemuning berkisar 4-5 tahun sekali. Akan tetapi untuk blok yang mengalami keterlambatan dan dianggap masih produktif belum dilakukan pemangkasan, meskipun sudah waktunya untuk dipangkas serta untuk menghindari menurunnya produksi akibat adanya serangan berat blister blight selama empat bulan terakhir ini. Realisasi pemangkasan di kebun Kemuning pada tahun 2007 dapat dilihat dalam Tabel 4.
Tabel 4. Realisasi Pemangkasan di kebun Kemuning Tahun 2007 Afdeling
Luas areal (ha)
Luas Areal Pemangkasan
Areal Pemangkasan
(ha) OA
214.26
61.28
28.60
OB
177.71
47.38
26.66
Total
391.97
108.66
27.72
Sumber : Arsip Kantor Induk RSK
Untuk pelaksanaan pemangkasan yang tepat harus memperhatikan kondisi tanaman dan iklim. Waktu yang terbaik untuk pelaksanaan pemangkasan adalah pada awal atau akhir musim hujan dan dilakukan bila produksi telah menurun 50 % dari produksi sebelumnya. Norma prestasi kerja untuk pemangkasan adalah 2 patok/HK. Penulis melakukan kegiatan pemangkasan selama lima hari yaitu pada Blok B6 dengan prestasi kerja rata – rata 0.2 patok/HK, sedangkan prestasi kerja karyawan 1.5 patok/HK.
Demplot Pupuk Demplot pupuk ini dilakukan oleh perusahaan pupuk Ciputra. Demplot ini dilakukan di Afdeling OB pada Blok B7. Demplot yang dilakukan meliputi demplot pupuk powder dan pupuk liquid. Untuk pupuk powder hanya menggunakan satu sendok makan dan dilarutkan ke dalam air sebanyak 30 l air. Tujuan dari penggunaan pupuk powder ini adalah untuk memenuhi unsur hara dalam tanah. Untuk pengaplikasiannya dilakukan dengan knapsack sprayer dengan kapasitas 10-15 l. Untuk pupuk liquid yang digunakan sebanyak 3 sendok makan dan dicampurkan dengan 20 l air. Penggunaan pupuk liquid ini bertujuan untuk memelihara daun teh dari serangan hama dan penyakit serta memberikan nutrisi yang dibutuhkan daun teh tersebut untuk tumbuh.
Pemetikan Pemetikan merupakan kegiatan memungut sebagian dari tunas – tunas teh beserta daunnya yang masih muda (kuncup, ranting muda dan daun) untuk kemudian diolah menjadi produk teh kering yang merupakan komoditas perdagangan. Selain itu, pemetikan juga bertujuan untuk membentuk kondisi tanaman agar mampu meningkatkan produksi yang berkesinambungan. Ranting pucuk harus dipetik untuk menghindari pertumbuhan yang semakin lambat bahkan terhentinya pertumbuhan. Setelah dilakukan pemetikan akan tumbuh pucuk burung yang merupakan satu masa periode istirahat untuk beberapa minggu, setelah masa tersebut dilalui, maka akan kembali tumbuh pucuk peko. Saat melakukan pemetikan, baik pucuk peko maupun pucuk burung sebaiknya pemetik harus meninggalkan kepel (daun pertama yang tumbuh dari tunas) dan sehelai daun di atasnya dengan tujuan
untuk menjaga pertumbuhan pucuk
selanjutnya agar sempurna.
Jenis Pemetikan Pemetikan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu pemetikan jendangan, pemetikan produksi dan pemetikan gendesan. Pemetikan jendangan merupakan pemetikan yang dilakukan pada tahap awal setelah tanaman dipangkas untuk membentuk bidang petik yang lebar dan rata dengan ketebalan lapisan daun pemeliharaan yang cukup, agar tanaman mempunyai potensi produksi yang tinggi. Jenis pemetikan yang dilakukan di kebun Kemuning meliputi pemetikan jendangan, pemetikan produksi dan pemetikan gendesan (rampasan). Pemetikan jendangan dilaksanakan 2 – 3 bulan setelah pemangkasan produksi, yaitu pada kondisi 60 % dari luas areal yang dipangkas telah memenuhi syarat untuk pemetikan jendangan dengan tinggi pucuk 15 – 20 cm dari luka pangkas (tinggi pangkasan 50 – 60 cm). Tinggi bidang petikan jendangan dari bidang pangkasan tergantung pada tinggi rendahnya pangkasan (PT Perkebunan X, 1993). Pucuk yang berada di bawah ketinggian tersebut tidak boleh di petik karena berfungsi untuk membentuk bidang petik. Pemetikan jendangan dilakukan 3 – 5 kali hingga tanaman memasuki masa pemetikan produksi. Setelah pemetikan jendangan yang pertama selesai dilakukan pemetikan jendangan yang kedua yang
sering disebut jolonjong, yaitu kegiatan pemetikan pucuk – pucuk yang pada saat jendangan pertama belum terpetik karena belum manjing atau belum siap dipetik. Prihatmajanti (1999), menyimpulkan bahwa petikan jendangan yang dilaksanakan 3 bulan setelah pemangkasan lebih baik dibandingkan 4 bulan setelah pemangkasan. Hal tersebut terlihat dari jumlah pucuk yang terpetik, jumlah pucuk peko, bobot basah dan bobot kering pucuk yang lebih tinggi. Alat yang digunakan untuk pemetikan adalah jidar salib, waring dan pisau. Ukuran jidar salib yang digunakan adalah tinggi 80 cm dan lebar 100 cm yang bertujuan untuk menjaga kerataan perdu. Pelaksanaan pemetikan jendangan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Pelaksanaan Pemetikan Jendangan. Pengamatan tinggi petikan jendangan dilakukan pada blok B3 dan A10, dari masing – masing blok diambil 5 tanaman contoh secara acak, masih rendahnya pengambilan contoh ini disebabkan pada saat penulis melakukan magang hanya terdapat dua kali petikan jendangan di blok yang berbeda. Hasil pengamatan tinggi petikan jendangan dapat dilihat pada Tabel 5. Setelah 2-5 pemetikan jendangan dilakukan dengan interval 9-11 hari serta pucuk tersier sudah tumbuh, maka pemetikan dilanjutkan ke jenis pemetikan berikutnya yaitu pemetikan produksi.
Tabel 5. Tinggi Petikan Jendangan di Dua Blok Kebun Kemuning
Afdeling
Blok
Rotasi petikan Jendangan
Rata–rata
Umur Setelah
Tinggi
Pemangkasan
Pangkasan
(bulan)
(cm)
3
59.3
13.8
3
59.8
13.5
Tinggi Petikan Jendangan
OA
10
OB
1
3 1 Sumber : Data primer Pengamatan Penulis
Pemetikan produksi yang dilakukan di kebun Kemuning adalah petikan sedang (medium plucking) dengan rumus p+2 (peko dengan dua daun), p+3 (peko dengan tiga daun), b+1m (burung dengan satu daun muda) dan b+2 (burung dengan dua daun muda). Petikan sedang merupakan pemetikan yang tidak menyisakan daun di atas kepel untuk bagian tengah perdu (k+0), sedangkan untuk bagian pinggir ditinggalkan satu daun di atas kepel (k+1). Pemetikan di kebun Kemuning dilakukan dengan sistem manual dan menggunakan etem (pisau). Pemetikan dengan cara manual dilakukan dengan ibu jari dan telunjuk tanpa menggunakan sarung tangan, pemetikan dengan cara dirampas tidak dibenarkan. Pemetikan produksi dilakukan 2 – 2.5 bulan setelah pemetikan jendangan yang ditandai dengan tumbuhnya tunas tersier dan bentuk perdu yang rata. Dalam pelaksanaan pemetikan produksi harus tetap memperhatikan daun pemeliharaan, karena jika daun pemeliharaan terlalu tipis akan menyebabkan pucuk yang tumbuh cenderung menjadi pucuk burung, sehingga akan berpengaruh terhadap tanaman. Kegiatan pemetikan produksi dapat dilihat pada Gambar 9. Pemetikan produksi yang dilakukan saat menjelang pemangkasan di sebut petikan gendesan atau rampasan. Pemetikan gendesan dilakukan dengan cara memetik semua pucuk yang memenuhi syarat untuk diolah tanpa memperhatikan daun yang ditinggalkan.
Pelaksanaan Pemetikan Waktu pelaksanaan pemetikan jendangan berpengaruh langsung terhadap tinggi pucuk jendangan. Semakin cepat pelaksanaan pemetikan jendangan, maka
tinggi jendangan semakin rendah, sehingga akan meninggalkan pucuk yang pendek. Sebaliknya apabila waktu dimulainya pemetikan jendangan semakin lama, maka tinggi tunas akan meningkat (Adisewojo, 1982). Pemetikan di kebun Kemuning dimulai pukul 07.00 – selesai (disesuaikan dengan kondisi pucuk di lapangan). Semakin banyak jumlah pucuk manjing, maka akan semakin lama waktu untuk pemetikan. Pemetikan dimulai dari tempat yang jauh atau perengan menuju tempat yang datar atau dekat dengan jalan. Pada waktu melakukan pemetikan pemetik dilengkapi dengan jidar, waring, yang terbuat dari jala dengan kapasitas 20 – 35 kg dan celemek plastik. Kepada pemetik mandor menerapkan 3M yaitu mana yang dipetik (p+3 dan pucuk burung), mana yang ditinggal (pucuk yang di pinggir dan pucuk yang di bawah bidang petik) dan mana yang di buang (cakar ayam, jambulan, dan tunas yang tumbuh lebih dari satu). Jumlah pucuk hasil pemetikan dalam genggaman dianjurkan tidak terlalu banyak untuk menghindari kerusakan pucuk. Pucuk – pucuk yang telah dipetik sebagian langsung dimasukkan dalam waring yang digendong para pemetik. Setelah waring penuh oleh pucuk, pemetik harus memindahkan pucuk – pucuk tersebut ke tempat pengumpulan yang terletak dekat dengan jalan yang berfungsi juga sebagai tempat penimbangan (los pucuk). Pemetik kadang – kadang mengabaikan aturan yang telah ditetapkan perusahaan, karena orientasinya untuk mendapatkan hasil yang tinggi tanpa melaksanakan aturan tersebut sehingga sering terjadi kesalahan. Kesalahan tersebut antara lain pucuk burung tidak bersih dipetik sehingga pada gilir petik berikutnya pucuk tersebut sudah tua, pucuk tanggung ikut terpetik, cara memetik yang dijambret dan jidar yang di bawa tidak digunakan. Sistem pemetikan yang di pakai di kebun Kemuning adalah sistem giring sisir, yaitu pemetik menyelesaikan areal yang siap dipetik secara berjajar dari tempat terjauh dari jalan ataupun perengan menuju tempat yang dekat dengan jalan dengan tujuan untuk memudahkan dalam penimbangan.
Penimbangan dan Pengangkutan Penimbangan pucuk di kebun Kemuning dilakukan 1 sampai 2 kali tergantung pada jumlah pucuk di lapangan. Jika penimbangan pucuk sekali maka penimbangan dilakukan pada pukul 11.00 – 12.00, sedangkan jika penimbangan pucuk 2 kali maka penimbangan pertama dilakukan pada pukul 10.00 – 11.00 dan penimbangan kedua pada pukul 14.00 – 15.00. Penimbangan dilakukan oleh krani timbang kebun dengan menggunakan alat timbang gantung dan masing – masing mandor mencatat hasil pucuk yang diperoleh pemetik yang menjadi tanggung jawabnya. Umumnya, setiap wilayah mempunyai krani timbang masing – masing. Pucuk yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam truk pengangkut dan siap diantar ke pabrik. Di kebun Kemuning pucuk tersebut di tumpuk dalam truk tanpa menggunakan rak. Hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya alat transportasi yang mengangkut pucuk. Selain itu truk juga tidak dilengkapi dengan penutup bak untuk melindungi pucuk dari sengatan panas matahari dan hujan yang dapat menyebabkan pucuk longsong. Kerusakan pucuk semakin besar karena pegawai bongkar muat selama perjalanan dari kebun ke pabrik duduk di atas waring- waring yang telah penuh dengan pucuk. Hal ini akan mempengaruhi kualitas dari pucuk dan mempengaruhi hasil dari analisi pucuk dan analisis petik yang dilakukan oleh pihak pengolahan. Kegiatan penimbangan dan pengangkutan dapat dilihat pada Gambar 8.
Kapasitas Pemetik Kapasitas pemetik adalah kemampuan pemetik untuk mengambil pucuk dalam 1 hari kerja. Kapasitas petik antar pemetik sangat bervariasi dan bahkan berubah-ubah dari hari ke hari. Hal tersebut dipengaruhi oleh perbedaan cara memetik, populasi tanaman, cuaca dan banyaknya pucuk yang bisa dipetik. Pada awalnya kebun Rumpun Sari Kemuning menetapkan standar basic yield 40 kg. Akan tetapi, akibat serangan blister blight maka standar tersebut diturunkan menjadi 35 kg.
a
c
b
d
f
e
g
h
i
Gambar 8. Pelaksanaan Pengangkutan, dan Penimbangan
Keterangan : a. Kegiatan penyimpanan pucuk di dalam waring pemetik b. Kegiatan penyimpanan pucuk di dalam waring pemetik c. Pucuk yang terdapat dalam waring pemetik d. Kegiatan penimbangan pucuk e. Kegiatan penimbangan pucuk f. Alat pengangkutan pucuk teh g. Kegiatan pengangkutan pucuk h. Pengangkutan pucuk hasil petikan i. Pucuk yang siap diangkut ke bagian pengolahan
Tenaga Pemetik Tenaga pemetik memegang peranan penting dalam mencapai hasil petikan secara optimal. Pengaturan kebutuhan tenaga pemetik dilakukan
berdasarkan
keterampilan pemetik dan umur pangkas. Pemetik-pemetik yang memiliki keterampilan yang tinggi ditempatkan pada blok dengan umur pangkas muda. Berdasarkan target produksi 2007 (11 273 ton/ha/tahun), rata – rata kapasitas 35 kg dan hari kerja efektif dalam 1 tahun (343 hari), absensi pemetik dalam setahun 5 %, maka rasio tenaga pemetik dapat dihitung dengan rumus :
TP
=
TP
=
X 105 %
TP
=
TP
= 0.98 / ha
TP
= 384 orang/391.97 ha
Tenaga pemetik di kebun Kemuning merupakan tenaga borongan yang pengupahannya sesuai dengan berat pucuk yang telah diperoleh dari hasil analisis pucuk. Norma hari kerja pemetik adalah 18 HK/ha, sehingga setiap pemetik mendapatkan hanca 1.4 patok/HK.
Hanca Petik dan Gilir Petik Hanca petik adalah luas yang dipetik dalam 1 hari oleh seorang pemetik. Pengaturan hanca petik didasarkan pada kapasitas rata – rata pemetik, blok kebun, daur petik serta topografi dan musim. Makin pendek daur petik maka akan semakin luas hanca petik. Hanca petik untuk setiap jenis petikan berbeda tergantung pada luas areal yang akan dipetik dan jenis petikan. Sebagai gambaran untuk kemandoran di Afdeling OB dengan luas 177.71 ha dan gilir petik 10 hari, hanca petiknya dapat dihitung sebagai berikut:
Luas areal yang dipetik Hanca petik = Gilir petik
177.71 = 10
= 18 ha/hari
Gilir petik adalah jangka waktu antara satu pemetikan dengan pemetikan berikutnya, dihitung dalam jumlah hari. Lama gilir petik ditentukan oleh kecepatan pertumbuhan pucuk yang dipengaruhi oleh umur pangkas, iklim, elevasi dan kesehatan tanaman dan jenis klon (Arifin, 1992). Gilir petik yang tepat akan memberikan produksi yang maksimal dan mutu yang baik, apabila selektivitas pemetikan dilakukan dengan benar (Argadipraja, 1982). Mutu pucuk hasil pemetikan yaitu kehalusan dan keragaman jenis pucuk dipengaruhi oleh panjang gilir petik (Sukasman dan Mahmud, 1988). Semakin panjang gilir petik menyebabkan tidak tercapainya standar pemetikan medium yaitu pucuk telah melebihi rumus petik, hal ini dapat mengakibatkan pucuk tidak memenuhi kriteria analisis pucuk MS, sehingga persentasenya menurun. Gilir petik yang diterapkan di kebun Kemuning adalah 9 – 12 hari, karena berada pada dataran tinggi. Panjang pendeknya gilir petik juga merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan produksi serta produktivitas pucuk teh yang dihasilkan.
Analisis Petik dan Analisis Pucuk Untuk mengetahui hasil pelaksanaan pemetikan dari setiap waktu, kebun Kemuning melakukan pemeriksaan pucuk melalui analisis pucuk dan analisis petik. Kegiatan pemeriksaan pucuk (analisis) tersebut dilakukan oleh seorang tenaga khusus yang terlatih. Analisis pucuk merupakan pemisahan pucuk yang didasarkan pada bagian tua dan muda (memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat) yang dinyatakan dalam persen. Analisis pucuk selain bertujuan untuk menilai pucuk yang akan diolah juga menentukan upah pemetik dan juga premi mandor. Analisis ini dilakukan dengan mengambil sampel pucuk dari setiap kemandoran sebanyak 200
gram dan dipisahkan menjadi tiga bagian yaitu halus, kasar dan rusak. Dari masing – masing kriteria tersebut ditimbang dan dihitung presentasenya. Pucuk yang digolongkan memenuhi syarat (MS) jika telah memenuhi analisis pucuk sebesar 40 % dan tidak memenuhi syarat (rusak + kasar) maksimal 60 %. Apabila berdasarkan analisis pucuk tersebut suatu kemandoran mendapatkan hasil pucuk yang memenuhi syarat di atas 40 %, maka mandor tersebut akan mendapatkan premi sebesar 10 %.
Pengolahan Teh Hijau Pengolahan teh hijau ini sedikit berbeda dengan teh hitam, dalam pengolahan teh hijau pucuk halus, medium, kasar maupun rusak dicampur menjadi satu sehingga analisis petik tidak perlu untuk dilakukan dan tidak terdapat pra penggilingan. Selain itu proses pengeringannya dilakukan dua kali. Pucuk yang diterima di pabrik, kemudian ditimbang oleh krani timbang pabrik dan dilakukan pemotongan dari hasil penimbangan pucuk di kebun untuk mengurangi berat air yang terbawa oleh pucuk dari kebun. Pemotongan hasil pucuk pada kondisi normal sebesar 5 %, musim hujan 7 % dan pucuk rusak 10 %. Tahapan pengolahan teh hijau yang dilakukan di kebun Kemuning terdiri atas pelayuan, penggilingan, pengeringan awal, pengeringan akhir, sortasi dan pengepakan. Selain tahapan pengolahan hal yang perlu dilakukan yaitu pucuk harus segera diolah untuk menghindari terjadinya oksidasi sebelum dan selama pengolahan yang dapat mempengaruhi warna seduhan, inaktivasi enzim polifenol oksidasi, pememaran daun dan pemerasan cairan selama penggilingan harus maksimal serta pemekatan cairan sel yaitu melalui pengeringan yang ditujukan untuk membantu bentuk gulungan yang baik.
Pelayuan Pucuk teh yang sampai pabrik dan telah ditimbang dilakukan pembeberan terlebih dahulu sebelum masuk ke mesin pelayuan. Pembeberan adalah meletakkan pucuk teh dalam lantai selama 5 jam sebelum pucuk tersebut diolah. Pembeberan dilakukan secara manual di atas lantai dengan ketebalan 20–40 cm sampai pucuk habis. Pembalikan beberan dilakukan setiap 3–4 jam dengan tujuan
untuk mempermudah sirkulasi udara dan menghindari pucuk longsong. Pada proses pelayuan terjadi perubahan fisik dan kimia pada pucuk teh. Perubahan fisik dilihat dari warna daun dan perubahan kimia ditandai dengan meningkatnya aktivitas enzim, terurainya protein menjadi asam amino bebas dan meningkatnya kandungan kafein sehingga menimbulkan aroma yang harum. Mesin pelayuan yang digunakan di kebun Kemuning adalah rotary pannel (RP) type double cylinder roll yang berkapasitas 700 – 900 dengan menggunakan bahan bakar kayu, berbentuk tabung silinder yang berputar, dialiri udara panas dengan suhu 100 – 110 ºC . Berfungsi untuk melayukan pucuk segar melalui induksi panas sehingga pucuk lemas dan juga untuk menonaktifkan enzim polifenol oksidase sehingga tidak terjadi proses fermentasi. Mesin Pelayuan yang digunakan di kebun Kemuning dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Mesin Pelayuan Rotary Planner (RP)
Sebelum pucuk dimasukkan ke mesin pelayuan, mesin tersebut dipanasi terlebih dahulu kurang lebih 15 menit dengan suhu 100 ºC. Pucuk yang akan dilayukan dimasukkan melalui conveyor dengan feed hopper (tempat pengisisn) dan diratakan dengan alat perata yang berputar (leaf spreader) dengan tujuan agar pucuk tidak mengumpal. Di atas conveyor terdapat blower yang berfungsi untuk membuang udara jenuh (uap air). Suhu lebih dari 110 ºC tidak dianjurkan karena dapat merusak klorofil. Pucuk dilayukan kurang lebih 5 menit. Setelah keluar dari mesin pelayuan, pucuk yang tadinya hijau berubah menjadi hijau zaitun dengan kadar air 65 -70 persen. Selain itu hasil pelayuan yang baik juga dapat diketahui
jika pucuk layu tersebut di genggam dan di peras, maka airnya tidak mengucur tetapi terasa lengket di tangandan tidak terdengar bunyi patah jika diremas.
Penggilingan Pucuk teh yang telah dilayukan dan telah dibeber sekitar 15 menit dimasukkan ke mesin penggilingan. Penggilingan dilakukan dengan tujuan untuk membentuk daun teh menjadi gulungan – gulungan kecil dan akan mengeluarkan cairan sel agar menempel di permukaan daun. Alat penggiling yang digunakan adalah Jackson roller berukuran 26 – 36 inchi dan sapu lidi untuk membersihkan sisa hasil dari gilingan. Jackson roller yang biasanya digunakan di pabrik kebun Kemuning adalah Jackson roller dengan kapasitas 140 -150 kg. Proses penggilingan ini biasanya membutuhkan waktu selama kurang lebih 15 – 20 menit. Pucuk hasil pelayuan yang telah dibeber dimasukkan ke dalam silinder Jackson roller dengan kapasitas 450 – 500 ka/jam/unit. Pemutaran pada proses penggilingan bibagi dalam tiga tahap, yaitu penggilingan pertama dilakukan 10 menit tanpa penekanan, penggilingan kedua dilakukan 3 menit dengan penutupan dan pres serta penggilingan ketiga dilakukan 2 menit tanpa penutup dan tanpa penekan. Lama penggilingan biasanya 15 – 20 menit tergantung pada kualitas bahan baku, semakin halus pucuk yang diolah maka penggilingan semakin singkat. Jackson roller juga dilengkapi dengan alat pres untuk membentuk gulungan dengan kenampakan yang baik. Bentuk gulungan juga dipengaruhi oleh kualitas bahan baku pucuk, derajat layu, bentuk meja dan tekanan dari tutup silinder tersebut. Setelah pucuk digiling, diperoleh sel – sel daun yang telah pecah dan bercampur dengan oksigen sehingga sangat besar kemungkinan terjadinya fermentasi. Oleh karena itu, setelah proses penggilingan selesai, hasil gilingan perlu sesegera mungkin dimasukkan ke dalam mesin pengeringan awal.
Pengeringan Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air teh sampai tinggal 4 % sehingga daya simpan teh keringnya meningkat dan membantu meningkatkan
bentuk gulungan teh. Pengeringan dibagi menjadi dua tahap yaitu pengeringan awal dan pengeringan akhir. Pengeringan awal. Pengeringan awal bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai tinggal 30 – 35 persen. Mesin pengeringan awal yang digunakan adalah Endles Chain Pressur belong (ECP) berkapasitas 250 -400 kg/jam/unit, kecepatan 18 rpm dengan rantai tidak terputus dan terdiri atas 4 – 5 stage dimana kecepatan jalanya diatur dengan gearbox yang menggunakan variable speed. Proses pengeringan dimulai dengan memanaskan ECP 15 menit sebelum pucuk hasil gilingan dimasukkan ke mesin pengering. Setelah suhu mencapai 100 ºC, pucuk hasil gilingan dimasukkan ke dalam bak ECP. Setiap stage dipasang rantai yang tidak terputus dan pen untuk membawa tray dan untuk membawa bubuk teh yang akan dikeringkan. Tray tersebut saling menyambung dan saat di ujung tray menjatuhkan bubuk teh dan ditampung oleh tray di bawahnya. Pengeringan akhir. Pengeringan akhir bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai tinggal 3 – 4 persen. Dalam pengeringan akhir digunakan 2 tipe mesin yaitu rotary drier dan pengering ball tea yang berbentuk silinder yang berputar digerakkan oleh elektrometer. Rotary drier merupakan mesin perantara sebelum teh hasil pengeringan awal masuk ke ball tea. Kapasitas rotary drier adalah 100 kg/unit. Mesin rotary drier digunakan untuk menghemat waktu pengeringan di ball tea, karena Rotary drier menggunakan sistem burner pengapian dengan suhu 50 ºC. Pucuk dikeringkan dalam mesin rotary drier selama 45 menit dengan tahapan 20 menit pertama untuk meratakan pengeringan dengan pemanasan api dan mesin berputar, sedangkan 25
menit kedua untuk pemolesan dengan mesin berputar tanpa
pemanasan api. Ball tea berfungsi untuk pengeringan akhir yang akan menyempurnakan mutu dengan bentuk membentuk gulungan teh. Ball tea yang besar memiliki kapasitas 2 ton – 2. 250 kg sedangkan yang kecil memiliki kapasitas 800 – 900 kg teh kering hasil pengeringan awal. Teh kering dari rotary drier dikeringkan dalam ball tea dengan suhu 70 – 150 ºC dalam waktu 7 – 12 jam. Setelah pengeringan dalam ball tea, teh kering dikeluarkan dan dibeberkan sampai dinggin dan kemudian dimasukkan ke dalam karung. Teh kering hasil
pengolahan akhir diambil sampel (200 gram) untuk analisis teh kering yang berfungsi untuk mengetahui seduhan, rasa, aroma, dan ampas serta untuk mengklasifikasikan ke dalam kategori peko, tulang, dan bubuk.
Sortasi Sortasi merupakan kegiatan pengelompokan teh jadi ke dalam jenis – jenis mutu dengan bentuk ukuran yang spesifik sesuai dengan standar teh hijau agar dapat diterima di pasaran. Sortasi di kebun Kemuning dilakukan dengan dua cara yaitu dengan mesin dan secara manual. Sortasi dengan mesin dilakukan untuk memisahkan teh berdasarkan berat jenisnya. Sortasi dengan mesin dilakukan melalui 4 jenis tahapan mesin, yaitu land sifter, extractor, winower dan stalk separator, land silfer biasanya disebut layer 4 karena terdiri dari 4 susunan ayakan, tetapi di kebun Kemuning mesin tersebut dimodofikasi menjadi 6 susunan ayakan agar lebih efektif dengan diameter lubang ayakan masing –masing adalah 10 mm, 8 mm, 6 mm, 4 mm, 3 mm, dan 2 mm. Hasil sortasi dari mesin tersebut terdiri dari grade 1 yaitu chun mee (CM), peko super kecil (PSK), peko super besar (PSB), ketiga mutu tersebut biasanya di ekspor. Untuk grade 2 yaitu jikeng, tulang, pust (bubuk), dan kempring (patahan daun tua). Untuk teh kering yang lolos ayakan 10 mm dan 2 mm termasuk lokal dan dust, teh kering yang tertahan pada ayakan dengan diameter lubang 8 mm dan 6 mm termasuk PSB, teh kering yang tertahan pada ayakan dengan diameter lubang 4 mm dan 3 mm termasuk PSK dan yang tertahan pada ayakan dengan diameter lubang 2 mm termasuk CM. Extraktor digunakan untuk pemisahan tulang dari layer 4 dengan kapasitas 140 kg/jam. Extraktor sering disebut layer 3 dengan struktur ayakan yang timbul berfungsi untuk jalur tulang agar tidak lolos dari lubang ayakan. Pengklasifikasian hasil dari layer 4 masuk ke dalam ukuran ayakan masing – masing. Untuk PSB menggunakan ayakan dengan diameter lubang 13,10, 8, 10 dan 8 mm dan dihasilkan kelas mutu tulang lokal, PSK, PSB. Bahan PSK menggunakan ayakan dengan diameter lubang 10, 8, 6, 8, dan 6 mm dan untuk kelas CM menggunakan ayakan dengan diameter lubang 10, 8, 4, 8 dan 6 mm. Stalk separator berbentuk
stage bersusun 4 yang berfungsi untuk memisahkan tulang kecil dan akan dihasilkan tulang, PSK, dan PSB. Winower merupakan mesin pemisah teh kering berdasarkan berat jenisnya yang bekerja dengan 4 kipas bersusun. Tiga kipas sebagai penghembur dan 1 kipas sebagai penyedot debu. Ketiga kipas tersebut tidak berjalan bersamaan. Tetapi bergantian bergantung pada kebutuhan kelas mutu yang diinginkan, kelas mutu yang dihasilkan dari mesin winower tersebut adalah PSK, PSB, CM 3, kempring dan dust. Proses sortasi dilakukan dalam 3 shift yaitu shift 1 pukul 06.30 – 14.00, shift 2 pukul 14.30 – 22.00 dan shift 3 pukul 22.00 – 05.30 dengan mempekerjakan 4 tenaga kerja (KHL/KHT) Sortasi manual dilakukan untuk mengecek hasil yang telah diperoleh dari sortasi mesin dengan memisahkan tulang dan daun tua yang ditandai dengan warna agak kekuningan. Sortasi ini dilakukan oleh 5 tenaga kerja dalam pengolahan. Dalam melakukan sortasi ini dibutuhkan ketelitian agar hasil dari sortasi ini menunjukkan kualitas yang baik.
Pengepakan Pengepakan bertujuan untuk mencegah teh hijau hasil proses pengolahan dari kerusahan dan memudahkan dalam penyimpanannya. Bahan pengepakan yang digunakan untuk tujuan ekspor adalah iner, papersack, karung plastik dan karung goni, sedangkan untuk pemasaran lokal hanya menggunakan inner dan karung palstik pada bagian luarnya. Masing – masing grade hasil sortasi di simpan dalam karung plastik. Berat 1 chop untuk masing – masing kelas mutu berbeda untuk PSB dan PSK (ekspor) 50 kg/chop, untuk mutu lokal masing – masing CM 40 kg/chop, dust 50 kg/chop, lokal 35 kg/chop, kempring 40 kg/chop dan tulang 30 kg/chop. Teh kering yang belum dikirim di simpan dalam gudang terlebih dahulu.