BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA KOTA PEKALONGAN NO. 0123/Pdt.G/2013/PA.Pkl TENTANG HAK ASUH ANAK
A. Analisis
Pertimbangan
Hakim
dalam
Memutuskan
Perkara
No.0123/Pdt.g/2013/PA.Pkl tentang Hak Asuh Anak Undang-undang perkawinan mengatur hak dan kewajiban orang tua dan anak yang menyangkut beberapa hal. Pertama mengatur tentang kewajiban pemeliharaan dan pendidikan, bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban orang tua berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban mereka berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Ketentuan ini diatur di dalam pasal 45 Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974. Kedua mengenai kewajiban anak kepada orang tua, yaitu: Anak wajib menghormati orang tua dan mematuhi perintah orang tua yang baik. Jika anak telah memasuki fase dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, apabila mereka membutuhkan bantuan. Ketentuan ini diatur dalam pasal 46 Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974. Ketiga mengatur tentang adanya keharusan anak diwakili orang tua dalam segala perbuatan hukum. Yang diatur di dalam pasal 47 Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974.
43
Keempat melarang orang tua untuk memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, terkecuali apabila kepentingan anak itu menhendakinya. Ini diatur di dalam pasal 48 Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974. Kelima tentang adanya kemungkinan pencabutan kekuasaan orang tua terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu tertentu atas permintaan orang tua yang lain dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal: a. Salah satu dari oang tua sangat melalaikan kewajibanya terhadap anaknya. b. Salah satu dari orang tua mempunyai perilaku yang buruk. Pengertian Hadhanah menurut istilah yaitu tugas menjaga dan mengasuh atau mendidik bagi anak kecil sejak ia lahir sampai mampu mengatur dan menjaga dirinya sendiri. Sedangkan di dalam kamus literatur fiqh, hadhanah adalah hal memelihara, mendidik, mengatur, mengurus, segala kepentingan atau urusan anak-anak yang belum mumayyiz (belum dapat membedakan baik dan buruknya sesuatu atau indakan bagi dirinya). Hadhanah merupakan salah satu akibat yang timbul jika ada perceraian diantara suami dan istri. Apabila suami dan istri bercerai, maka istrilah yang berhak mengasuh anak jika anak tersebut belum mumayyiz. Namun, di dalam putusan Pengadilan Agama Pekalongan No. 0123/Pdt.G/2013/PA.Pkl, hakim memberikan hak asuh anak yang belum
44
mumayyiz kepada suami bukan kepada istri. Padahal di dalam UndangUndang yang memuat tentang pasal perlindungan anak telah disebutkan bahwa hak asuh anak yang belum mumayyiz atau yang belum berumur 12 tahun jatuh ke tangan istri atau ibu dari si anak. Salah satu contoh di dalam Kompilasi Hukum Islam atau KHI pasal 105 menyebutkan bahwa anak yang belum mumayyiz atau belum bermur 12 tahun adalah hak ibunya. Akan tetapi, Hakim dalam kasus ini mempunyai pertimbangan tersendiri dalam memutuskan perkara No. 0123/Pdt.G/2013/PA.Pkl, yang memberikan hak asuh anak atas Muhammad Adam (10 tahun) kepada pemohon (ayah). Pertimbangan hakim adalah karena termohon (ibu) tidak amanah dan tidak dapat menjaga diri. Hal ini dibuktikan dengan kepulangan termohon dari luar negeri dalam keadaan hamil besar dan tidak beberapa lama termohon melahirkan seorang bayi perempuan. Selain
itu
penelitian
ini
juga
menggunakan
teori
Legal
Hermeneutika sebagai alat bantu untuk menafsirkan hasil putusan Pengadilan Agama Pekalongan No. 0123/Pdt.G/2013/PA.Pkl tentang hak asuh anak. Karena apabila dilihat pasal-pasal yang digunakan sebagai dasar dalam penetapan putusan tidak ada satupun pasal yang menyebutkan bahwa jika ibu dianggap tidak layak mendapatkan hak asuh maka secara otomatis ayah yang akan mendapatkannya. Namun, di dalam beberapa pasal rujukan hanya disebutkan orang yang memenuhi syarat sebagai
45
penerima hak asuhlah yang akan mendapatkan tanggung jawab pengasuhan anak. Selain itu teori legal hermeneutika ini juga digunakan untuk mengetahui alasan dibalik putusan hakim tersebut. Hakim tidak serta merta memberikan hak asuh anak kepada ayah. Alasan di balik putusan ini juga karena hakim memikirkan masa depan anak tersebut agar tetap terjamin. Karena negara juga memiliki tanggung jawab terhadap terpenuhinya hak anak. Tidak semua orang tahu bahwa hak asuh anak adalah hak anak bukan hak dari orang tua, kerabat, masyarakat apalagi negara. Masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa hak asuh anak adalah hak orang tua mereka dan anak tidak mempunyai suara untuk ini. Padahal yang dinamakan hak asuh anak adalah hak anak untuk mendapatkan pengasuhan. Hakekat dari hak asuh anak adalah agar anak mendapatkan kasih sayang, perasaan aman, perlindungan dari orang-orang atau hal-hal negatif yang ada di sekelilingnya. Selain itu anak juga berhak mendapatkan tempat yang layak, pakaian yang bersih serta lingkungan yang mendukung tumbuh kembangnya. Di dalam putusan Pengadilan Agama Pekalongan hakim hanya memutuskan bahwa hak asuh anak jatuh kepada ayah (pemohon). Setelah dianalisis lebih jauh putusan ini sebenarnya juga mengedepankan kepentingan anak. Dalam hal ini anak menjadi fokus utama.Putusan hakim yang memberikan hak asuh anak kepada pemohon dianggap adalah
46
keptusan yang paling tepat. Hal ini dikarenakan hakim berpendapat bahwa pemohon adalah orang yang bertanggung jawab, memiliki perangai yang bagus, penyayang, memiliki peghasilan dan pekerjaan tetap guna memenuhi kebutuhan si
anak. Pendapat hakim diperkuat dengan
keterangan dari para saksi yang hadir serta bukti-bukti yang ada dalam persidangan. Kepulangan
termohon
dalam
keadaan
hamil
besar
serta
pernikahannya dengan laki-laki lain di Arab Saudi merupakan pertanda bahwa termohon bukanlah orang yang amanah. Perbuatan termohon yang tidak pernah memberikan kabar kepada pemohon serta anak mereka saat berada di Arab Saudi juga membutikan bahwa termohon tidak mempedulikan anak dari hasil perikahannya dengan pemohon. Sikap termohon yang tidak amanah dan seakan tidak peduli dengan anaknya saat di Arab Saudi memperlihatkan bahwa termohon bukanlah sosok ibu yang baik untuk anak mereka. Dikarenakan anak pemohon dan termohon masih belum mumayyiz maka hakimlah yang menentukan kepada siapa hak asuh akan diberikan. Berhubung ayah (pemohon) oleh hakim dianggap sebagai orang yang dapat merawat, mengasuh dan mendidik anak dengan baik maka hakim memutuskan hak asuh anak diberikan kepada pemohon. Hal ini dibuktikan selama anak mereka berada dalam pengasuhan pemohon selama termohon ada di Arab Saudi, pemohon mampu merawat anak mereka hingga tidak kurang suatu apapun. Hakim beranggapan bahwa putusan ini untuk
47
kebaikan si anak baik masa sekarang dan masa yang akan datang saat anak tersebut sudah mampu hidup mandiri dan dapat mengurus dirinya sendiri. Di
dalam
putusan
No.0123/Pdt.G/2013/PA.Pkl
Pengadilan
undang-undang
Agama yang
Pekalongan dipakai
tidak
menyebutkan bahwa hak asuh anak jatuh ke tangan ayah. Akan tetapi, di dalam undang-undang tersebut tertulis bahwa orang yang mampu melaksanakan serta bertanggung jawablah yang berhak menerima atau melakukan hadhanah. Ada dua hal yang harus diperhatikan orang tua, pertama, kebutuhan materi dan kedua kebutuhan non materi, seperti pendidikan, pembinaan akhlak dan keteladanan dari orang tua sehingga anak menjadi anak yang shalih dan shalihah.1 Didalam penelitian ini yang dijadikan sebagai rujukan untuk analisis adalah Undang-Undang Perlindungan Anak dan Kompilasi Hukum Islam. Di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 26 ayat 1-2 yang berbunyi: “ (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a. Mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak. b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.
1 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Sriraja Pranata Media Group, 2003),hal. 190
48
c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. (2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab nya. Maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana di maksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga yang di laksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian di dalam Kompilasi Hukum Islamhadhanah juga memiliki pasal tersendiri yaitu pasal 105 ayat 1-3 yang berbunyi: “Dalam hal terjadinya perceraian : a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya; b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya; c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.”
B. Implikasi
Putusan
Pengadilan
Agama
Pekalongan
No.0123/Pdt.G/2013/PA.Pkl tentang Hak Asuh Anak. Perceraian merupakan salah satu perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama.Salah satu contoh perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama Pekalongan adalah kasus perceraian dengan nomor
49
perkara No. 0123/Pdt.g/2013/PA.Pkl, dimana di dalam putusan tersebut juga disertai dengan putusan hak asuh anak yang diberikan kepada Pemohon. Padahal saat itu anak dari hasil pernikahan pemohon dan termohon belum baligh dimana seharusnya anak yang belum baligh adalah hak dari ibu atau hak asuh anak berada pada ibunya. Namun, di dalam putusan tersebut yang terjadi justru sebaliknya. Berdasarkan keterangan dari para hakim yang menyidangkan perkara tersebut, hakim memberikan penjelasan bahwa putusan hak asuh anak yang diberikan kepada pemohon adalah dikarenakan termohon yang sudah melanggar amanah serta tidak dapat menjaga diri sehingga pulang dari luar negeri dalam keadaan hamil. Menurut keterangan yang didapat dari para saksi dan termohon, bahwa termohon telah menikah lagi dengan laki-laki lain di luar negeri. Pernikahan itu yang dilangsungkan oleh termohon adalah pernikahan yang tidak sah karena pada saat pernikahan itu
dilangsungkan
termohon
masih
berstatus
menjadi
istri
pemohon.Pernikahan yang dilaukan Termohon dengan laki-laki lain ini juga diakui oleh ayah termohon. Ayah termohon menakui bahwa dirinya telah menikahkan termohon dengan laki-laki lain yang saat itu sama-sama menjadi Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi melalui telepon. Padahal menikahkan seseorang melalui telepon juga tidak dibenarkan. Dalam hal ini termohon dinilai tidak bisa menjaga amanah saat sedang bekerja di luar negeri.Selain itu hakim juga mempertimbangkan kesaksian dari para saksi yang telah dibenarkan oleh pemohon bahwa anak pemohon dan termohon
50
memang telah berada dalam pengasuhan pemohon sejak tahun 2006 atau sejak anak tersebut berusia 3 tahun. Hal ini juga diperparah dengan tidak adanya komunikasi antara pemohon dan termohon sejak tahun kedua keberangkatan termohon. Selain dikarenakan termohon yang sulit dihubungi, termohon juga tidak pernah sama sekali memberi kabar kepada pemohon. Hal ini membuat komunikasi diantara keduanya menjadi hilang sama sekali. Komunikasi dengan anak mereka pun putus, karena termohon juga tidak pernah berkomunikasi dengan anaknya. Hal ini jelas sekali mengambarkan bahwa termohon sudah tidak peduli dengan anaknya sendiri. Pemberian hak asuh anak jika terjadi perceraian adalah hak dari ibunya. Hal ini tertulis di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam pasal 105 ayat 1-3 . Akan tetapi ayah dimungkinkan untuk mendapat hak asuh anak jika ayah (suami) dapat membuktikan bahwa ibu memliki akhak yang buruk. Atau istri
(ibu)dengan
amat
jelas
telah
melakukan
hal-hal
yang
menyebabkannya kehilangan hak asuh anak.Selain itu jika istri terbukti berselingkuh atau menelantarkan anak maka hak asuh atas anaknya dapat dicabut atau diberikan kepada orang lain. (Abd. Basyir selaku Ketua Hakim dalam perkara No. 0123/Pdt.G/2013/PA.Pkl pada bulan April 2013). Dalam perkara ini hakim melakukan tindakan contra legem yaitu tindakan atau putusan yang dibuat hakim bertentangan dengan Undang-
51
Undang yang ada. Hakim memutuskan hak asuh anak diberikan kepada pemohon karena termohon (istri) dianggap tidak dapat memberi contoh yang baik untuk anaknya dan demi kepentingan masa depan anak maka hak asuh anak diberikan kepada suami (pemohon) yang dalam ini adalah ayah dari si anak tersebut. Dalam membuat putusan ini hakim tidak serta merta memberikan hak asuh anak kepada pemohon (ayah). Hakim dalam hal ini mempunyai pertimbangan-pertimbangan tersediri, mulai dari kesaksian dari para saksi serta bukti-bukti yang menunjukkan bahwa pemohon adalah ayah yang bertanggung jawab serta diangap mampu melakukan pengasuhan terhadap anak hasil penikahan antara pemhon dengan termohon yang saat itumasih belum baligh.Selain itu pemohon juga memliki penghasilan tetap sehingga diangap dapat memenuhi kebutuhan si anak termasuk kebuuhan materi. Putusan pengadilan ini merupakan putusan verstek karena termohon tidak hadir dalam persidangan serta tidak ada orang yang menjadi wakil atau orang yang diberi kuasa untuk menggantikan. Termohon hanya memberikan surat pernyataan yang membenarkan bahwa dirinya telah pulang dari luar negeri dalam keadaan hamil besar dan telah melahirkan seorang bayi perempuan. Putusan hakim ini sudah berkekuatan hukum tetap karena sudah melewati masa inkrah. Dan seteah hakim memutuskan perkara ini tidak ada satupun pihak yang merasa keberatan serta mengajukan banding atas puusan hakim tersebut. Setelah adanya putusan ini maka secara otomatis
52
anak dari hasil perkawinan termohon dengan pemohon di bawah asuhan pemohon sampai si anak mencapai usia baligh dan dapat hidup mandiri.
53