PAPER TANAH BERMUATAN VARIABEL: SIFAT KIMIA, MINERALOGI DAN MANAJEMENNYA Oleh:
Dr. Rina Devnita, Ir., M.S., M.Sc
NIP 19631222 198903 2 001 NIDN 0022126309
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2010
LEMBAR PENGESAHAN PAPER
TANAH BERMUATAN VARIABEL: SIFAT KIMIA, MINERALOGI DAN MANAJEMENNYA Oleh; Dr. Rina Devnita, Ir., M.S., M.Sc. NIP. 19631222 198903 2 001 NIDN. 0022196309 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
Bandung, Maret 2010 Mengetahui: Ketua Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
NIP. 19570311 198601 1001
Penulis
Dr. Rina Devnita, Ir., M.S., M.Sc. NIR 19631222 198903 2 001
KATA PENGANTAR Fuji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah swt atas rahmat, karunia dan izin NYA, Penulis dapat menyelesaikan paper berjudul "Tanah Bermuatan VariabekSifat Kimia, Mineralogi dan Manajemennya". Tulisan pada paper ini bermaksud untuk mengatasi kekurangan tulisan dan informasi terkait dengan tanah bermuatan variabel, yang sesungguhnya merupakan tanah pada sebagian besar lokasi di hidonesia. Penulis berharap tulisan pada makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah dan memperkaya informasi mengenai tanah bermuatan variabel terkait dengan sifat kimia, mineralogi dan manajemeimya.
Bandung, Maret 2010 Penulis, Rina Devnita
DAFTARISI Hal 1
L
PENDAHULUAN
n.
MINERALOGI TANAH BERMUATAN VARIABEL
2
A. Mineralogi secara Umum B. Tanah Terlapuk Sangat Lanj ut
2 3
C. Tanah Abu Gunungapi
5
KARAKTERISTIK KIMIA TANAH BERMUATAN VARIABEL
9
m
A. Karakteristik Kimia secara Umum a. Sifat Kimia Fase Basah b. Sifat Kimia Fase Padat B. Partikel Tanah dan Muatan Permukaannya '. a. Sorben Bermuatan Gand^ b. . Sorben Bermuatan Variabel C. Jerapan a. Ion Potensial yang Menentukan : Padatan atau Cair Persaingan dan Sifat Jerapannya b. Ko-adsorpsi c. Ko-adsorpsi dan Kompetisi Ion Elektrolit pada Tapak Permukaaan D. Reaksi Kimia pada Padatan : Permukaan pada Tanah Bermuatan Variabel... a. Penyelidikan Struktur Lapis Ganda Listrik (Electrical Double Layer) .. b. Model Hubungan pada Tanah Bermuatan Variabel i. Sorben tunggal ii. Sistem yang didominasi oleh oksida logam iii. Sistem Sorben Ganda iv. Pengaruh Tnteraksi Partikel terhadap Muatan Permukaan dan Adsorpsi v. Muatan Efektif Permukaan dalam Sistem Sorben Campuran r v MANAJEMEN TANAH BERMUATAN VARIABEL A. DEGRADASI KIMIA TANAH BERMUATAN VARIABEL B MANAJE>4EN TANAH BERMUATAN VARIABEL a. Manajemen pH Tanah b. Manajemen Bahan Organik Tanah c. Penambahan Fosfat, Silikat dan Liat Bennuatan Permanen ke Tanah Bermuatan Vanabel DAFTAR PUSTAKA
9 10 10 11 11 14 17 17 19 21 23 23 25 26 28 29 32 38 43 44 45 45 47 48 52
I
I. PENDAHULUAN Tanah yang banyak mengandung permukaan amfoter dan bersifat reaktif pada Oxisol, Ultisol, Alfisol, Spodosol dan Andisol merupakan tanah bermuatan variabel (Theng, 1980). Tanah tersebut cukup banyak terdapat muka bumi, dan merupakan tanah yang melapuk sangat lanjut atau tanah berkembang dari abu gimungapi. Tanah bermuatan variabel mempunyai karakter morfologi, mineralogi, kimia, fisika, biologi dan genetik yang beragam dengan rentang yang lebar. Akan tetapi, terdapat kesamaan sifat umum yakni besar dan tanda muatan permukaannya tergantung pada pH, komposisi ionik dan konsentrasi ionik (Sumner, 1995). Muatan variabel dapat berasal dari bahan organik dengan gugus reaktif karboksil, fenolik atau amino, serta bahan inorganik dengan gugus reaktif hidroksil. Muatan variabel dihasilkan dari adsorpsi atau desorpsi ion yang terdapat pada fase padat seperti
dan ion-ion yang bukan fase padat.
Tanah bermuatan variabel mempunyai sistem muatan yang heterogen. Interaksi koloid tanah dengan muatan permukaan yang berlawanan tandanya sangat menarik, terutama sifat fisika dan kimia tanahnya. Tanah ini mempunyai tantangan tersendiri jika dibandingkan dengan tanah bermuatan permanen di daerah subtropis. Berbagai penelitian dilakukan untuk menjelaskan perbedaan sifat tanah bermuatan variabel dengan bemiuatan permanen. Ahli ilmu tanah terkemuka seperti Uehara, Mattson, Schofield, van Olphen, Sumner, Thomas, Gillman, Wada, dan Barrow telah memberikan kontribusi untuk memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai tanah bermuatan variabel yang sangat menarik ini. 1
n. Mineralogi Tanah Bermuatan Variabel A. Mineralogi secara Umum Mineral tanah bermuatan variabel terdiri dari kaolinit, oksida Fe dan Al, gibsit, hidroksi interlayer vermikulit, muskovit, smektit, aiofan, imogolit, ferihidrit dan opalin silika. Mineral pada fraksi pasir antara lain kuarsa, feldspar, ortoklas, plagioklas, mika, piroksin, amfibol, dan gelas volkan. Mineral tersebut merupakan mineral utama pada Oksisol, Ultisol, Alfisol, Spodosol dan Andisol. Fraksi liat tanah lapisan bawah juga didominasi oleh mineral kaolinit, gibsit, goethit, hematit, aiofan, imogolit dan ferihidrit (Uehara dan Gillman, 1981). Meskipun demikian, kandungan dan proporsi mineral, tekstur dan pennukaan spesifik tanah-tanah tersebut berbedabeda, sehingga terdapat variasi perbedaan sifat yang cukup signifikan. Tanah bermuatan variabel mempunyai salah satu karakteristik mineral berikut: 1.
Sejumlah besar kaolinit dan oksida Fe dan Al yang kurang reaktif terutama hematit dan gibsit (contoh khas Oksisol di Australia)
2.
Sejumlah besar kaolinit dan oksida Fe dan Al yang sangat reaktif terutama hematit dan gibsit (contoh khas Ultisol di Amerika Serikat bagian selatan dan Afrika Selatan)
3.
Sejumlah besar mineral amorf yang sangat aktif seperti aiofan, imogolit dan ferihidrit (contoh khas Andisol)
2
4.
Hampir seluruhnya didominasi oleh kaolinit dan sedikit oksida Fe (contoh khas Ultisol Amerika Serikat bagian selatan, Brazil dan Oksisol di Hawaii).
5.
Hampir seluruhnya didominasi oleh oksida Fe dan AJ yang tidak terlalu reaktif, dan adakalanya oksida Ni (contoh khas Oksisol di Kaledonia Barn dan Jamaika)
Karakteristik mineral tanah yang terlapuk sangat lanjut di daerah tropis lembab (terutama Oksisol dan Ultisol) dan tanah abu volkan (terutama Andisol) akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.
*
B. Tanah Terlapuk Sangat Lanjut Mineralogi fraksi pasir, debu dan liat tanah terlapuk sangat lanjut dicirikan oleh keberadaan mineral primer dan sekunder yang secara termodinamis sangat stabil. Kebanyakan horison oksik dan argilik mempunyai mineral dominan yang dapat mencapai 90 % dari total tanah. Di antaranya adalah mineral silikat tipe 1 : 1 grup kaolinit; oksida Fe, Al, dan Ti; dan beberapa mineral yang sangat tahan pelapukan seperti kuarsa, muskovit dan adakalanya hidroksi inter-layer vermikulit. Keberadaan muskovit pada tanah yang berasal dari batuan induk yang mengandung mika memberi kesan bahwa muskovit tahan terhadap pelapukan (Herbillon, 1980). Meskipun daftar mineral utama kelihatannya tidak banyak, akan tetapi keragamannya cukup lebar. Hal ini dapat disebabkan baik oleh variasi proporsi mineral ataupun karakteristik yang berbeda pada mineral yang sama. Mineral yang
3
dominan kebanyakan adalah kaohnit. Sementara pada mineral oksida, oksida Fe berupa goethit dan hematit adalah mineral yang paling utama. Kristal kaolinit pada tanah terlapuk sangat lanjut berbeda jika dibandingkan dengan kaolinit yang berasal deposit geologi yaitu berukuran jauh lebih kecil namun mempunyai area permukaan reaktif yang lebih besar (Tabel 2). Kristal kaolinit pada tanah terlapuk sangat lanjut juga mempunyai kandungan struktur Fe yang lebih tinggi, seperti ditemukan pada Oxisol dari Brazil Selatan yang mempunyai hampir 2% kaolinit kaya Fe. Masuknya Fe dalam kristal kaolinit pada daerah tropis lembab mempengaruhl perkembangan kristal dan reaktivitas permukaannya (Mestdagh et al., 1980). Meskipun sudah cukup lama diketahui, namun baru disadari bahwa substitusi Al dalam oksida Fe merupakan hal yang sangat lazim dan tingkat substitusinya sangat tinggi. Substitusi Al terhadap Fe biasanya menghasilkan derajat kristalisasi yang lebih rendah, ukuran partikel yang lebih kecil, dan peningkatan areal permukaan reaktif yang cukup signifikan (Anand dan Gilkes, 1987). Aktivitas Al yang larut dalam kristal goethit yang sedang berkembang merupakan faktor yang penting dalam menentukan tingkat substitusi Al pada goethit, yang dipengaruhi oleh pH serta konsentrasi Si. Tingkat kematangan tanah, posisi pada lansekap dan horison sangat penting untuk menentukan pengaruh substitusi Al pada oksida Fe (Fitzpatrick and Schwertmann, 1982). Pada profil laterit yang dalam di Kamerun ditemukan bahwa substitusi Al terhadap Fe pada goethit meningkat menurut urutan : Fe nodul (10 - 15 mol %) < matriks liat berwama merah (15 - 20 mol %) < matriks liat berwarna kuning (20 - 25 mol %). (Catalan : substitusi Al 4
terhadap Fe dalam goethit digambarkan dalam satuan substitusi mol %). Substitusi yang rendah ( 0 - 1 0 mol %) ditemukan pada lingkungan yang hidromorf, sementara substitusi yang tinggi (>33 mol %) terjadi jika berasosiasi dengan gibsit. Substitusi Al terhadap Fe pada goethit yang mencapai 28 % ditemukan pada Xanthic Ferralsol di Kongo (Baert et al, 1999). Di antara mineral silikat tipe 2:1 seperti mika, vermikulit dan smektit pada tanah terlapuk sangat lanjut yang memiliki horison argilik, mika dioktahedral. (muskovit) merupakan mineral yang paling banyak ditemukan.
Mineral liat
campuran dan smektitjuga lazim pada tanah ini. Akan tetapi vermikulit relatif jarang ditemukan dan biasanya hanya terdapat pada tanah yang belum telalu melapuk di daerah tropis basah (Juo, 1980). C. Tanah Abu Gunungapi Tanah abu gunungapi mengalami perubahan yang bertahap, hasil pelapukan mineral primer yang terdapat pada deposit abu gunungapi. Ada dua kecenderungan perkembangan abu gunungapi tersebut, yang dibedakan sebagai berikut: 1. 2.
Abu gunungapi filosilikat tipe 2:1 + Fe bebas-*- filisilikat tipe 1:1+ Fe bebas Al bebas + Fe Abu gunungapi material yang kaya Al + Fe bebas —> filiosilikat tipe 1:1 + Fe bebas Al bebas + Fe
Kecenderungan pertama membutTjhkan bahan induk yang kaya kation basa dan pelepasan produk pelapukan yang lambat. Kecenderungan kedua membutuhkan pelepasan produk pelapukan yang sangat cepat (Van Ranst el ai, 1993).
5
Kecepatan pelapukan tergantung pada beberapa faktor seperti jumlah, ukuran, porositas serta komposisi kimia dan mineralogi mineral primer khususnya gelas volkan (Van Ranst et al, 1993). Faktor lain adalah lamanya waktu sejak deposisi terjadi, iklim, komposisi lapisan yang lebih dalam, serta ada atau tidak adanya lapisan muka air tanah (Dahlgren et al, 1993). Menurut Dahlgren et al (1993), mineral yang terbentuk dari produk pelapukan adalah oksida Fe bebas, hidroksida atau (oksi)hidroksida, filosilikat 2:1 sekunder yang mengandimg kation basa baik pada kisi-kisi ataupun ruang antarlapisan, mineral yang mengandung Al tinggi, mineral ordo kisaran pendek (aiofan dan imogolit), mineral yang struktur dan komposisinya kurang jelas (mirip aiofan), Al-organo kompleks (gibsit), filosilikat tipe 1:1 (kaolinit dan haloisit), serta Al bebas yang memiliki struktur kristal (gibsit - boehmit). Analisis mineralogi fraksi pasir dan debu tanah abu gimungapi memperlihatkan bahwa tanah im sebahagian besar terdiri dari material yang ringan, dan yang terbanyak adalah gelas volkan serta feldspar. Mineral lain mungkin silika (kuarsa dan kristobalit) dan mika. Komponen minoritasnya adalah butiran pumis yang terlapuk. Mineral berat yang ditemukan pada fraksi pasir halus sebagian besar berupa hiperstin, opak, augit dan hornblende (Shoji, 1986). Olivin sangat jarang ditemukan, karena mineral ini sangat mudah lapuk. Meskipun demikian, olivin dengan gelas volkan yang berwama maupun tidak, juga ditemukan sangat banyak pada abu gunungapi basaltik (Shoji et al, 1975). Mineral utama pada fraksi liat adalah aiofan dan imogolit. Mineral liat lain yang penting adalah oksida Fe non kristalin yang mungkin ferihidrit ataupun bukan 6
ferihidrit (Childs et al., 1991). Selain mineral tersebut, tanah abu gunungapi juga mengandung mineral tipe 2:1 dan bentuk antaranya seperti haloisit, gibsit dan silika opalin sebagai komponen minor meskipun adakalanya juga cukup menentukan dan dominan. Filosilikat inlerslralified 1:1 - 2:1 kadang-kadang juga ditemukan pada tanah im (Fiantis e( ai, 1998). Penelitian yang dilakukan selama 30 tahun terakliir membuktikan bahwa tanah abu gunungapi dicirikan oleh |iemberitukan mineral ordo kisaran pendek seperti aiofan dan imogolit dan materia! lain yang berasal dari abugunungapi.
Imogolit
biasanya dijumpai bersama aiofan, namun dalam jumlah yang lebih sedikit (Wada, 1989). Meskipun demikian, pada lingkungan yang kaya bahan organik, pembentukan
mineral tersebut akan terbatas dan terhambat akibat terbantuknya Al-humus kompleks
yang stabi! yang biasanya terakumulasi pada horsion permukaan. Kecepatan kopresipitasj dengan Si untuk membentuk aiofan dan imogolit juga berkurang. Keadaan
ini mendorong terbentuknya silika opalin (Wada 1980). Silika opaiin ditemukan lebih banyak pada tanah abu gunungapi muda dibandingkan tanah abu gunungapi tua, serta pada tanah kaya humus pada horison A
serta horison A yang tertimbun, dibandingkan pada horison B atau C (Wada, 1980). Keberadaan tersebut menunjukkan bahwa silika opalin terbentuk pada tahap awal perkembangan tanah ketika pelapukan iiielepaskan Si dari abu sangat banyak.
Komponen inilah yang mencegah terbentuknya Al-humus kompleks.
Hal ini
menuiijukkan bahwa pembentukan .silika Djialin dan Al-humu.s komplc;k,s terbentuk secara parale!, Nainun .silika (ipalwi ndak (erbeiUuk jika alotan dan imogolit terbentuk (Wada, 1985).
7
Haloisit biasanya ditemukan pada lapisan abu dan pumis yang tua dan tertimbun, jika Si disuplai dalam jumlah yang cukup melalui air perkolasi (Wada, 1989). Pada tanah abu gunungapi yang kering dengan pergerakan air yang terbatas, haloisit terbentuk lebih banyak dibandingkan dengan aiofan dan imogolit pada horison permukaan. Pembentukan haloisit terutama dipengaruhi dari ketersediaan Si pada larutan tanah (Parfit et al, 1983). Fe pada tanah abu gunungapi kebanyakan berada dalam bentuk hidroksida nonkristalm dan sebahagian sebagai kompleks Fe-humus. Hidroksida non kristalin mungkin berupa feriiiidrit, yaitu mineral Fe hidroksida ordo .kisaran pendek (Parfit et al, 1983). Mineral silikat seperti vennikulit, smektit dan bentuk antaranya dengan klorit dan mika sering ditemukan pada tanah abu gunungapi. Kandungannya secara umum rendah, akan tetapi pada beberapa tanah abu gunungapi ditemukan dalam jumlah yang cukup banyak bahkan dominan (Wada, 1980). Penelitian mengenai tanah abu gunungapi di daerah arid dan semi arid jarang
dilaporkan. Mineralogi liat tanah tersebut kelihatanitya cukup berbeda dengan tanah yang berasal di daerah humid. Aiofan dan imogolit jarang atau bahkan tidak ditemukan. Sebagai gantinya ditemukan oksida Fe silisious yang berasosiasi dengan embrionik haloisit (haloisit berordo lemah), atau aiofan yang kaya Si dan Fe, serta smektit (Wada dan Kakuto, 1985).
8
nL
KARAKTERISTIK KIMIA TANAH BERM UATAN VARIABEL
A.Karakteristik Kimia secara Uraura Penelitian mengenai karakteristik elektrokimia tanah bermuatan variabel telah dilakukan di selunih dunia selama lebih dari 70 tahun. Banyak usaha dan waktu telah dihabiskan untuk meneliti tanah ini. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tanah terlapuk sangat lanjut dan tanah abu gunungapi ini mempunyai sifat kimia yang unik, yang membuatnya berbeda dengan tanah lam. Karakter kimianya yang khas antara lain : 1. Titik muatan nol yang mendekati nilai pPI 2. Kapasitas tukar anion (KTA) yang tinggi 3. Membutuhkan kapur dan gipsum yang besar untuk menetralkan pH 4. Afinitas jerapan kation seperti Ca dan Mg yang besar yang dapat membentuk kompleks dengan pennukaan lingkaran luar ataupun dalam, meskipun kompleks permukaan dalam sebenarnya lebih penting. Tanah bermuatan variabel yang paling ekstrini adalah Oksisol yang hanya memiliki sedikit muatan permanen. Oleh sebab itu titik muatan netto nol {poin/ of zero net. charge / PZNC) sama dengan titik muatan proton netto nol [point of zero net proton charge / PZNPC). Hasil berbagai penelitian di seluruh dunia menunjukkan bahwa titik muatan netto nol tanah berkisar antara 3 - 5.4. (Qafoku et ai. 2000b).
9
a. Sifat Kimia Fase Cair Sifat kimia fase cair khususnya pH larutan tanah dan kekuatan ionik merupakan faktor penting yang menentukan sifat kimia tanah bermuatan variabel. Meskipun terdapat sedikit perubahan dalam besarnya sifat fase cair ini, pengarulmya cukup besar terhadap muatan permukaan dan koloid. Larutan tanah bermuatan variabel ini sangat eneer karena telah terjadi pencucian intensif Tanah di Queensland Utara di Australia misalnya, mempunyai batas atas kekuatan ionik sekitar 0.005. Secara umum larutan tanah lebih eneer pada lapisan bawah Oksisol dan Ultisol dibandingkan dengan lapisan atasnya. Akan tetapi kecenderungan ini akan menjadi sebaliknya pada Aifisol.
Tanah bennuatan vanabel ini biasanya lebih masam
dibandingkan tanah pada umumnya, dan nilai pHnya biasanya berdekatan dengan nilai PZNC ataupun PZSE (titik nol di bawali pengaruh garam) (Qafoku et al.,
2000b). b.Sifat Kimia Fase Padat Tanah bermuatan variabel biasanya mengalami pelapukan isoelektrik dan akhirnya mencapai muatan netto nol dalam proses perkembangaimya.
Konsep
pelapukan isoelektrik telah diperkenalkan 70 tahun yang lalu. Koloid amfoter tanah ini memiliki kecenderungan untuk merubah komposisi mereka sedemikian, sehingga titik iso-elektnk tanah berimpit dengan pH. Tanah ini dicirikan oleh adanya mineral yang mempunyai PZNPC pada pi 1 netral atau agak basa. Mineral terpenting di antaranya oksida Fe dan Al sert;i aiofan,
F^ad;i kondisi masam, mineral ini
mempunyai muatan permukaan neiio positii" Sebaliknya, illosilikat akan bennuatan
10
negatif pada kondisi basa. Oleh sebab itu, tanah bemiuatan variabel ini dicirikan oleh sistem bemiuatan campuran.
B.Partikel Tanah dan Muatan Permukaannya Berdasarkan
karakteristik
muatan
permukaannya,
partikel
tanah
dikelompokkkan dalam dua tipe yaitu : partikel bermuatan ganda (filosilikat dan aiofan) serta partikel bermuatan variabe! (oksida logam). Mineral-mineral tersebut ditemukan dalam jumlah ci'kup banyak pada tanah bermuatan variabel sehingga mereka menentukan sifat kimia tanah ini. Akan tetapi jika mereka ditemukan dalam jumlah kecil, sifat kimia permukaan tanalinya didominasi oleh mineral sekunder atau butiran yang melapisinya (Davis et al, 1988). a. Sorben Bennuatan Ganda Mineral tanah bennuatan ganda seperti filosilikat biasanya menghasilkan muatan permanen dan muatan vanabel pada ]3ermukaan yang berbeda dalam partikel yang sama. Mineral ini juga disebut mineral bermuatan permanen atau konstan. Rongga ditrigonal siloksan dari permukaan siloksan filosilikat akan menghasilkan muatan negatif pennanen, hasil substitusi isomorfik pada struktur kristal intemalnya (Sposito, 1984). Besar muatan permukaan negatif ini tidak tergantung pada pH dan kekuatan ionik larutan tanah,
Sebaliknya, pinggiran mineral ini menghasilkan
muatan vanabel, 3'ang tergantung pada pi 1 dan kekuatan ionik larutan tanah. Oleh sebab itu tanah ini disebul bermuatan ganda. Mineral bennuatan ganda yang [xiling
11
sering ditemukan adalah kaolinit. Aiofan juga mempunyai muatan permanen dan muatan variabel, seliingga juga tergolong bermuatan ganda. Mineral-mineral berikut adalah mineral bermuatan ganda : (a) Kaolinit : Kaolmit adalah mineral filosilikat tipe 1:1 yang area pennukaan spesifiknya relatif rendah (5 - 39
g"') dan berbentuk piringan
pseudohexagonal. Kaolinit memiliki lembaran Al oktahedral dan Si tetrahedral. Ion oksigen (O"^) berhubungan dengan bagian tengah Al pada lembaran gibsit oktahedral serta bagian tengah Si pada lembaran siloksan tetrahedral. Energi kohesi antara lembar kaolinit yang berdekatan mencapai 18,64 kcal per unit sel. Setiap lembaran kaolinit mempimyai dua permukaan yang disebut pennukaan oksigen pada lembar Si tetrahedral dan permukaan hidroksil pada lembar Al oktahedral. Kedua permukaan ini menyebabkannya bermuatan netral dan mempunyai reaktixatas permukaan 3'ang rendah.
Akan tetapi pinggiran partikel kaolmit mempunyai muatan variabel
koordinat tunggal aluminol dan siianol yang belum temetralkan sehingga menjadi cukup reaktii~. Substitusi isomorfik Si oleh Al yaitu grup (Si-O-Si) yang digantikan oleh muatan negatif grup (Si-O-Al) pada struktur kisi-kisi pemiukaan lapisan siloksan menyebabkannnya mempunyai muatan struktur pennanen (konstan).
Mineral
filosilikat tipe 2:1 yang mempunyai lapisan siloksan meningkatkan muatan permukaan negatifnya dengan cara ini. Kaolinit memiliki muatan pemiukaan yang yang paling rendah (1 - .5 cmol(o) k g ' ) , karena hanya sedikit terjadi substitusi isomorfik di dalam struktunna. Titik muatan netto nol kaolinit pada tanah di Georgia
12
adalah sekitar 3.6 dan titik muatan proton netto nolnya adalah sekitar 5 dan 5.4 (Schroth and Sposito, 1997). Meskipun sifat asam/basa mineral bermuatan ganda dan oksida Si belum cukup dimengerti dan penelitian yang berkaitan dengan hal ini masih relatif jarang, bukti yang meyakinkan telah ada untuk memperlihatkan bahwa selain bermuatan permanen, pinggiran partikel kaolinit menghasilkan muatan variabel (Wieland and Stumm, 1992). Partikel kaolinit terdiri dari tiga permukaan morfologi yang berbeda komposisi kimianya yaitu permukaan gibsit dan siloksan (keduanya merupakan permukaan basal) dan oksida kompleks senyawa A1(0H)3 dan Si02 pada pinggiran permukaan.
Kaolinit mempunyai grup terminal oxo dan
hydroxo pada
permukaannya yang memungkin mereka bereaksi dengan kompleks ion logam dan ligan : Al-OH-Al dan grup =A10H pada lapisan gibsit; Si-O-Si dan grup =SiOH pada lapisan siloksan, serta grup =A10H dan =SiOH pada pinggiran permukaan (Wieland dan Stumm, 1992). Tiga model dapat digunakan untuk untuk menggambarkan karakteristik asam dan basa kaolinit yaitu : • reaksi pertukaran gugus aluminol pada pinggiran mineral dengan pKai ^ = 6.5 dan pKa2
=8.5,
• reaksi pertukaran gugus aluminol pada permukaan gibsit dengan pK^i ^ = 3.4 dan pKa,
= 8.4
13
• tapak muatan negatif =X0 pada permukaan siloksan dimana pertukaran ion terjadi. (b) Aiofan. Pada nama aiofan terikut kelompok mineral aluminosilikat dengan struktur utama ordo kisaran pendek berupa nano partikel berbentuk bola berdiameter 3.6 nm, dengan komposisi kimia yang terdiri dari silika dan Al (Qafoku et ai, 2003). Luas pennukaan spesifik yang diukur dengan etilen glikol monoetil eter bervariasi antara 700 - 900 m^ g"', Aiofan dapat mempunyai muatan permanen maupun muatan variabel dan dominasi salah satu muatan tersebut ditentukan oleh struktur mineral. Misalnya jika tanah kaya kandungan Si, Al akan mempunyai koordinat 4 melalui substitusi isomorfik pada Si tetrahedral. Pada kondisi ini, Al lebih menyukai mensubtitusi Si daripada membentuk unit ok-tahedral yang terpisah (Harsh el ai, 2002). Muatan variabel merupakan hasil protonasi dan disosiasi permukaan fungsional aluminol dan siianol dengan grup aluminol yang bennuatan negatif, netral atau positif Karena aiofan adalah mineral tanah bermuatan ganda, PZNPC nya tidak sama dengan PZNC.
b. Sorben Muatan Variabel Tanah bermuatan variabel mempunyai koloid bennuatan variabel dan oksida logam terutama Fe dan Al. Oksida-oksida ini mempunyai gugus permukaan reaktif yang bersifat amfoter dan mengalami protonasi sehingga bermuatan positif pada kondisi masam, atau mengalami deprotonasi sehingga bermuatan negatif pada kondisi basa. Secara umum permukaan oksida mempunyai muatan permukaan netto positif jika berkontak dengan larutan yang mempunyai pH di bawah PZNPC (bervariasi
14
antara 7 - 9). Muatan permukaan oksida bermuatan variabel tergantung pada pH dan kekuatan ionik. Perubahan kekuatan ionik larutan tanah sama penting pengaruhnya dengan perubahan pH terhadap kapasitas tukar kation (Gillman, 1981).
Hasil
penelitian menyebutkan bahwa densitas muatan permukaan dan sifat adsorpsi permukaan amfoter ditentukan oleh larutan yang berkontak dengannya (Wann and Uehara, 1978). (a) Oksida Fe dan Al : Oksida ini merupakan sumber muatan variabel palmg penting pada tanah tropis. Pennukaan amfoternya mampu untuk menyerap atau melepas proton, tergantung pada pH dan kekuatan ionik, sehingga dapat bermuatan positif, negatif atau tidak bennuatan. Oksida ini biasanya mempunyai muatan permukaan netto postif pada kondisi masam. Meskipun oksida Fe dan Al ditemukan pada hampir semua jenis tanah, pada tanah bermuatan variabel jumlahnya lebih besar, karena merupakan produk akhir proses pelapukan tanah. Oksida ini membentuk partikel berukuran beberapa nm (misalnya ferihidrit) dan mempunyai pennukaan spesifik yang mencapai ratusan in" g"'. Bahkan oksida Fe yang kristalin (misalnya
goethit) dapat mempunyai permukaan spesifik yang mencapai nbuan m'^ g'' (Qafoku and Amonette, 2003).
Gugus fungsional pennukaan membentuk kompleks dengan kation dan anion dari fase cair. Oksianion (seperti fosfat) secara khusus terikat kuat jika membentuk kompleks dengan pennukaan oksida. Salah satu sifat pennukaan oksida ini yang cukup penting adalah sangat sedikitnya permukaan yang ditemukan pada titik PZNPC dan kebanyakan permukaannya ditutupi oleh grup hidroksil yang tidak bennuatan (Munter, 1993).
15
Goethit dan hematit adalah oksida Fe yang pahng penting pada tanah terlapuk sangat lanjut. Substitusi Al oleh Fe pada goethit sering terjadi pada tanah ini. Hal ini mempengaruhl muatan permukaan yang biasanya menghasilkan tingkat kristalisasi yang lebih rendah, ukuran partikel yang lebih kecil dan peningkatan area permukaan serta kapasitas jerapan. Nilai PZNPC goethit sekitar 7.5 - 9.4, dan hematit sekitar 7 9.2 (Komulski, 2002). Muatan positif yang dihasilkan pennukaan oksida Fe dan Al ini secara elektrostatis menarik muatan permukaan negatif pada lapisan aluminosilikat mineral liat.
Pembentukan ikatan elektrostatik antara mineral oksida dan filosilikat
menghasilkan pembentukan agregat tanah yang menstabilkan mereka, khususnya pada tanah bermuatan variabel yang terlapuk sangat lanjut. Hal ini menyebabkan agregat tanah ini sangat stabil dan sukar didispersikan secara alamiah (Miller et al., 1990). Oksida Fe juga membufer aktivitas oksidasi-reduksi.
Potensial reduksi
pasangan Fe^"'/'Fe'^" (+ 0.77 V) merupakan nilai tengah potensial reduksi pada tanah cair (-1.1 hingga +1.8 V). Oksida Fe"^^ merupakan penerima elektron temiinal untuk mikroorganisme, jika oksigen dan nitrat telah dikonsumsi. Oksida Fe kristalin ini agak kurang peka terhadap pengenceran larutan dan dapat menahan beberapa kation Fe"*"^ yang mobil pada permukaannya, dan menjadi reduktan efektif untuk lingkungan yang terkontaminasi.
16
C. JERAPAN a. Ion Potensial yang Menentukan : Padatan atau Cair, Persaingan dan Jerapannya
Sifat
Muatan netto pada permukaan muatan variabel akan bersifat relatif terhadap larutan di sekelilingnya, dan sangat tergantung pada konsentrasi H"^ dan OH" dalam larutan (Hunter, 1993). Oleh karena itu H"^ dan OH' disebut ion potensial yang menentukan dan terdapat pada semua permukaan tanah bennuatan variabel. Pennukaan potensial tanah tersebut merupakan fungsi langsung hasil jerapan ion-ion ini. Agar dapat dijerap sesuai dengan perubahan lingkungan cair, H^ dan OIT juga dijerap pada permukaan muatan variabel, sesuai dengan perubahan larutan elektrolit dan kekuatan ionik larutan yang berkontak dengannya. Ion-ion tersebut digiring ke permukaan agar permukaan tetap potensial konstan meskipun konsentrasi elektrolit berubah. Jika pH larutan lebih kecil daripada P Z I N I P C , maka proton akan akan dijerap bila konsentrasi elektiolit memngkat. Jika pH larutan lebih besar daripada PZNPC, maka 3'ang dijerap adalah hidroksil jika konsentrasi elektrolit meningkat. Ada yang berpikir bahwa H^ sama dengan OH', sementara kation dan anion lain dapat bertindak sebagai ion potensial yang menentukan bukan padatan dan membentuk kompleks dengan gugus permukaan reaktif
Peibedaan antara ion
potensial yang menentukan yang berupa padatan dan bukan padatan, agak incmbingungkan karena [wda ikatan kimia kedua kelompok itu dengan pemiukaan reaktif sama-sama terbentuk, Oleh sebab itu jika keduanya ada pada larutan tanah dalam kon.senlrasi yang cukup tinggi, kation dan anion tersebut akan bersaing dengan
17
dan OH" pada pennukaan reaktif jika konsentrasi elektrolit meningkat pada pH konstan. Kation bagaimanapun kurang menyukai bertindak sebagai padatan, tidak seperti ion potensial yang menentukan karena mereka agak berbeda dengan proton. Referensi bibliografi membuktikan bahwa anion-anion yang berbeda yang bertindak sebagai ion potensial yang menentukan yang bukan berupa padatan. Jerapan fosfat oleh goethite merupakan fungsi konsentrasi elektrolit (dalam hal ini NaCl) lebih nyata pada pH yang lebih besar dari 9. Pada pH basa tersebut fosfat haruslah tidak berlaku secara elektrostatis menarik pennukaan. Contoh laiimya mencakup : 1. Jerapan P tidak hanya menurunkan PZC Oksisol, tetapi juga meningkatkan muatan pennukaan pada setiap nilai pH di atas PZC tanah 2. Jika konsentrasi larutan elektrolit (dalam hal ini K N O 3 ) ditingkatkan dari 0.01 menjadi 0.5 M, jerapan PO4" terhadap goethit juga meningkat hingga nilai pH mencapai 10; yang lebih besar daripada titik isoelektrik goethit. 3. Jerapan boron pada pyrofilit pada pH basa dipengaruhi oleh konsentrasi elektrolit NaNOa. Boron lebih banyak dijerap pada pH 9 dibandingkan pada pH 7. Jika permukaan goethit berubah dari positif menjadi netral, kemudian negatif, jerapan P dan B tidak diharapkan akan meningkat. Pada pH basa, boron berada dalam bentuk borat (B(0H)4" dan membentuk kompleks pennukaan lingkaran bagian dalam dengan goethit, gibsit dan kaolmit. Cukup menarik untuk diketahui bahwa CI mungkin bersifat sebagai ion potensial yang menentukan terhadap oksianiou. K.o-adsorpsi ion B a " dan CI'
18
terhadap muatan negatif hematit terjadi pada pH 10.4 jika konsentrasi Cf lebih besar dibandingkan konsentrasi OH" (Pochard et al., 2002). Jerapan CI' meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi BaCl2 yang berkontak dengan larutan. Jerapan spesifik CI mungkin terjadi pada pemiukaan hematit sehingga menggeser titik isoelektriknya pada pH yang lebih rendah (Penners et al, 1986). Meningkatnya jerapan PO4'' pada konsentrasi elektrolit yang tinggi dan nilai pH diatas titik isoelektrik, dapat diteraiigkan dengan potensial yang lebih negatif pada bidang jerapan. Hal ini menunjukkan bahwa anion mungkin bersikap sebagai ion potensial yang menentukan, jika permukaan muatan vanabel tersebut bemiuatan negatif
Hal ini menunjukkan bahwa penilaian apakah suatu ion mempunyai
kemampuan untuk membentuk kompleks pennukaan lingkaran bagian dalam melalui studi jerapan bahwa ion sebagai fungsi konsentrasi elektrolit pada lamtan dengan pH yang lebih tinggi dibandingkan PZNPC untuk anion, dan pH yang lebih rendah dibandingkan PZNPC untuk kation. Harus disadari bahwa perubahan jems sorbat mempakan fungsi pPI. Peningkatan jerapan terjadi jika konsentrasi elektrolit meningkat pada nilai pH yang berbeda. Konsentrasi elektrolit berpengandi terhadap jerapan boron, yang lebih rendah pada pH 7 dibandingkan pH 9, seiring dengan penumnan aktivitas B(0H)4" pada pH 7 dan afinitas liat yang rendah untuk B(0H)3. b. Ko-adsorpsi Ko-adsorpsi terjadi jika jerapan ion yang satu menyebabkan jerapan ion lainnva.
Ko-adsorpsi meru|:iakan fenomena yang lazim pada permukaan tanah
19
bermuatan variabel. Misalnya jerapan fosfat dapat nieningkatkan jerapan kation Iain yang dapat menggeser nilai PZC lebih rendah dari nilai pH sehingga menetralkan muatan permukaan positif atau absorpsi elektrolit Jerapan ion metal pada pennukaan reaktif tanah yang berkontak dengan larutan elektrolit yang kuat diperkirakan terjadi tanpa keterUbatan ion elektrolit Akan tetapi ketika ion logam membentuk kompleks yang sangat kuat dengan anion elektrolit seperti CdCf*^ atau PbCf, logam dau anion elektrolit akan menjerap secara bersamaan. Jerapan makroskopis dengan oksida Al digunakan untuk mengevaluasi pengaruh serapan Se(IV) yang kuat dan serapan oksianion Se(VI) yang lemah pada jerapan Co(II) terhadap y-Al203. Hal tersebut memperlihatkan bahwa Se (IV) secara signifikan merubah jerapan Co(II), sementara jerapan Se(VI) tidak berpengaruh terhadap jerapan Co(II). Pengaruh Se(IV) terhadap jerapan Co(ll) merupakan fungsi terhadap pennukaan Se (IV) (Boyle-Wright et al, 2002 b). Penelitian EXAFS menunjukkan bahwa jerapan Cd(U)
pada goethite
meningkat kuat dengan keberadaan ion PO^ atau SO4 dalam larutan elektrolit. Mekanisme jerapan Cd(n) terjadi secara elektrostatis. Jerapan anion negatif pada permukaan akan mengurangi muatan positif, sehingga meningkatkan atraksi kation (Cd"") pada pennukaan muatan positif
Tidak ada bukti bahwa pembentukan
kompleks rangkap tiga seperti pada penelitian ini juga ditemukan di tempat lain (Moms cV (v/,, 1993).
Ion sulfur dan fosliit tidak ditemukan pada lingkungan
koordinasi Cd'" pada permukaan positif }'ang menunjukkan bahwa presipitasi Cd-
20
sulfat atau Cd-fosfat tidak mungkin terjadi dan ligan diserap pada tapak permukaan selain yang ditempati Cd(II). Jerapan garam merupakan kasus yang kliusus pada ko-adsorpsi. Jerapan Ca"*" dan S O 4 " 3'ang ekuivalen dengan melepaskan sedikit kation dan anion pada larutan, merupakan bukti adanya jerapan garam. Jerapan garam oleh mineral kaolinit dan mineral-mineral pada Andisol menimjukkan bahwa anion dan kation tersebut mengisi permukaan muatan variabel dan melepaskan sejumlah ion OH dan H yang ekuivalen, yang kemudian bereaksi membentuk air. Jerapan Ca'^^ dan
804"'^
secara bersamaan
juga dilaporkan terjadi pada Oksisol (Mercano-Maninez and Mc.Bride, 1989). Akan tetapi, pembentukan pasangan ion di pennukaan tidak menerangkan secara penuh jerapan garam, misalnya jerapan anion dan kation dari elektrolit dalam jumlah yang ekuivalen tanpa melepaskan ion lainnya pada larutan tanah.
c. Ko-adsorpsi dan Kompetisi Ion Elektrolit pada Tapak Permukaan Transisi dan jerapan logam berat paua goethit dan gibsit (konstanta dielektrik
10-22) digambarkan dengan sangat baik melalui kompleks perm^okaan logam dan anion elektrolit. Penggunaan NaNOa sebagai elektrolit dicobakan dengan Pb, yang menggambarkan jerapan logam pada bidang-0 dan ion nitrat pada bidang-(3 (Hayes danLeckie, 1986): = SOH + M""^ + N0{ ^ =SOHM^^ ~ NO.-," Jika NaCl dan NaCi04 digunakan sebagai elektrolit, kedua logam dan anion elektrolit akan dijerap pada bidang-0. = SOH
+ M'"
+ CIO4'
-SOHMCIO4'"
21
= SOH + M^' + c r ^ SOHMCf Jerapan ion logam bervalensi dua pada kuarsa dan silika dengan konstanta dielektrik 4 dan 5 digambarkan sangat baik melalui logam dan anion elektrolit yang menjerap
CIO4.
Jika larutan elektrolit NaN03 dan NaCl yang digunakan, jerapan
logam menjadi =SOH dan ==SOMOH. Pada kondisi tersebut, konstanta dielektrik padatan yang rendah menghasilkan energi bebas yang besar berlawanan dengan jerapan anion elektrolit (Criscenti dan Sverjensky, 1999). Anion elektrolit mungkin juga bersaing pada tapak permukaan yang dihasilkan oleh ion potensial yang menentukan, jika konsentrasi elektrolit meningkat. Peningkatan yang sama pada konsentrasi elektrolit dapat dicapai dengan meningkatkan konsentrasi satu elektroht atau beberapa elektrolit. Anion elektrolit mungkin berkompetisi untuk tapak jerapan yang baru sebagai respons jerapan ion potensial yang menentukan untuk meningkatkan konsentrasi elektrolit.
Jerapan
khromat, sulfat dan selenat adalah contoh jerapan yang dipengaruhi oleh konsentrasi larutan elektrolit seperti NaN03. Khusus jerapan kliromat pada pH rendah, akan dipengaruhi oleh konsentrasi NaN03. Hal tersebut menunjukkan bahwa lon-ion ini diserap pada bidang yang sama dengan NO3 dan akan berkompetisi jika konsentrasi elektrolit meningkat Sebaliknya jerapan molibdat dan selenit tidak dipengaaihi oleh konsentrasi NaN03 (Wu et ai, 2000). Jerapan Cd^", Pb'^ Co'^ UO,^", Zn\^ Sr'-, dan
\a
permukaan tanah mineral yang berkontak dengan larutan NaN03
KNO3,
NaCl dan
NaC10=i pada rentang konsentrasi yang lebar (0,0001 - 1,0 M), mengungkapkan bahwa perubahan jerapan mineral berat sebagai i'ungsi dari konsentrasi elektrolit,
22
tergantung pada jenis elektrolitnya. Jika menggunakan NaNO.-), ketergantungan pada konsentrasi elektrolit hanya sedikit. Akan tetapi jika menggunajan NaCl, jerapan logam menurun secara signifikan dengan meningkatnya konsentrasi elektrolit. Namun jika menggunakan NaC104, jerapan logam agak meningkat dengan meningkatnya kekuatan lonik (Criscenti dan Sverjenski, 1999).
D. REAKSI KIMIA PADATAN : LARUTAN YANG MENGHUBUNGKAN TANAH BERMUATAN VARIABEL a. Penyelidikan Struktur Lapis Ganda Listrik (ElectricalDouble
Layer)
Berbagai percobaan telah dilakukan untuk melihat struktur dan struktur lapis ganda listrik, namun belum ada yang benar-benar memuaskan.
Dibutuhkan
fvlikroprob berskala molekular untuk memberikan informasi mengenai kompleks permukaan dan struktur lapis ganda listrik ini. Beberapa model telah diajukan untuk menggambarkan distribusi ion dalam hubungan padatan dan larutan. Akan tetapi baru sedikit yang diketahm' mengenai
struktur berskala molekular lapis ganda listrik dalam hubungannya dengan mineral dan larutan, karena interpretasi parameter model mikroskopik masih dipertanyakan. Pengertian mengenai lapis ganda listrik terhalang] karena kurangnya percobaan berskala raolekural dan bersifat kuantitatif yang dapat digunakan untuk menguji secara independen model-model yang ada. Mengukur muatan permukaan dan muatan potensial serta distribusi ion pada lapis ganda listrik merupakan pekerjaan ;Nang meiiantaiig, khususnya dalam hal menguraikan masalah batasan antara lapisan padat dan baur serta posisi dan distribusi
ion dalam kedua lapisan lersebut. Tantangan besar lainnya adalah mengliubungkan hasil pengamatan makroskopis di lapangan dengan pengukuran berskala molekular di laboratorium. Kemajuan yang telah dicapai adalah berupa teknik percobaan baru dengan Mikroskop Bertenaga Atomik dan metoda X-Ray Synchroion yang mampu mengamati hingga tingkat kristalisasi serta hubungan padatan-larutan pada level molekular. Mikroskop bertenaga atom telah sukses digunakan untuk menganalisis hubungan fase padatan-larutan sehingga diperoleh infonnasi langsung dari permukaan muatan, potensial pennukaan, interaksi antara pemiukaan muatan, jerapan serta distribusi ion dalam hubungan padatan/larutan. Selain mikroskop bertenaga atom dan X-ray Synchroion, terdapat juga X-ray dengan gelombang tegak dan X-ray reflektif, yang dapat menerangkan struktur dan komposisi lapis ganda listrik berkaitan dengan hal berikut: •
Sifat interaksi yang lemah dari sinar X yang kuat memungkiiikan untuk memeriksa hubungan padatan-larutan
• Pengukuran yang sangat kuantitatif karena interaksi sinar X dengan material yang sudah dimengerti hingga level yang sangat mendasar • Dapat meneliti hingga skala ] - 10'' A" yang pada lapis ganda listrik. Teknik sinar X dengan gelombang tegak telah digunakan untuk mengukur struktur lapis ganda listrik mineral rutit (100). Hal tersebut menunjukkan bahwa teknik ini dapat digunakan unluk mengetahui lokasi yang tcpat dan ion pada lapisan
24
bawah lapis ganda listrik, dan penyekatan ion-ion antara padatan pada lapisan bawah yang baurnya (Fenter et al., 2000a).
b. Model Hubungan pada Tanah Bermuatan Variabel Meskipun teknik elektrokinetik mungkin dapat digunakan untuk menentukan potensial permukaan pada bidang yang sama, namun potensial pennukaan pada bidang jerapan yang berbeda tetap sulit diukur. Model yang menggambarkan hal tersebut telah diajukan untuk menghitung potensial permukaan pada muatan permukaan. Nilai potensial pennukaan ini kemudian digunakan untuk mengoreksi konstanta stabilitas dari reaksi kompleks permukaan. Mineralogi fraksi liat tanah bennuatan variabel biasanya didominasi oleh 5 mineral utama yaitu ; kaolinit, aiofan, gibsit, goethit, dan hematit (Qafoku et al., 2003). Tanah ini dapat saja memiliki fasa mineralogi tunggal jika hanya salah satu saja mineral yang dominan. Akan tetapi sebagian besar tanah bennuatan variabel mempunyai kandungan dan proporsi mineral liat yang berbeda dan yang tersebut di atas, sehingga mempunyai gabungan interaksi partikel, muatan permukaan, distribusi ukuran partikel, dan area pennukaan spesifik, yang membuat prediksi sifat tanah tersebut raenjadi sulit. Meskipun demikian, model-model yang diajukan cukup dapat digunakan untuk memprediksi respons muatan pennukaan pada beberapa strategi manajemen.
25
i. Sorben Tunggal Sorben tunggal didominasi oleh mineral bennuatan ganda (kaolinit atau aiofan) : model jerapan tapak ganda dapat digunakan untuk menggambarkan reaksi kompleks semua permukaiin reaktif kaolinit. Istilah gugus =MOH digunakan untuk permukaan amfoterik grup OH; raisainya gmp O H pada pinggiran dan permukaan basal kaolinit dengan muatan variabel yang merujuk pada muatan pennukaan netto proton, yang dapat bertindak sebagai ligan termina! dan kompleks metal. Istilah gugus = X 0 merujuk pada tapak muatan negatif lapisan siloksan pada reaksi pertukaran dengan kation dalam larutan, seperti H'", Na"^, Ca"*"* , Mg"^ , dan Al"*"^, dan bertmdak sebagai grup terminal dari kation-kation mi. Pada tanah bermuatan variabel dengan kondisi inasam, keberadaan Al dengan reaksi protonasi/deprotonasi serta pcrtukaian ion yang melibatkan ion tf, Na"*, Ca"'''", Mg^^, dan A l ^ ' , dapat ditulis sebagai berikut: = M0lV
^
=M0H-H^
- MOH
^
= M O - - H""
= XOH
+
Ca^''^
^
=XOCat^^"'^ +
^/=XOH
+
^Af"^
^
(-XO)fl Ali (OH)c^-""^''''"^'"
H' +(b + v)}:t
Kation*^^-* mewakili semua kemungkinan kation pertukaran. Simbol a, b dan c adalah koefisien stoikiometn dalam persamaan reaksi. Konstanta kesetimbangan biasanya dikoreksi untuk energi Coloumbic permukaan tanah mmeral. Hasilnva, konstanta kesetimbangan hipotesis [permukaan yang tidak bermuatan dihitung dan hubungan vang disaiikaii pada persamaan 8, 9 dan
26
11. Dalam hal im W mempakan pemiukaan potensial, sedangkan F, R dan T bertumtturut mempakan konstanta Faraday, konstanta gas molar, dan temperatur absolut. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah ; 1. Permukaan amfoter gugus hidroksil =MOH terdapat pada permukaan variabel atau netto proton padapemmkaan kaolinit 2. Reaksi pertukaran ion terjadi pada tapak permukaan bermuatan permanen negatif = X 0 pemiukaan siloksan 3. Konsentrasi kompleks permukaan lemah =^MONa dan =MOAf"^ yang
terbentuk pada pernuikaan gibsit dan pinggirannya dapat diabaikan pada kondisi masam Untuk mengoreksi konstanta stabilitas yang terkondisi, digunakan model permukaan untuk menghitung potensial muatan permukaan. Model mengenai difusi ion yang mengerubungi permukaan datar dimodifikasi melalui teori GOUYChapmann (Sposito, 1992). Prinsip dasar model lapis ganda Ustrik tersebut ditinjau ulang oleh beberapa penebu lam lam (Van Olphen, J 977).
Beberapa peiieliti
tersebut menghasilkan simulasi Monte Carlo yang didasarkan atas statistik mekanik. Model lain yang sering digunakan adalah model kapasitas konstan (Schindler
et ai, 1976), model lapis baur (Stumm el al.. 1970) dan model lapis trio (Davis et al., 1978). Model lapis trio serta model lapLs tunggal berbeda persepsi dalam hal A GADS yang dapat dipisahkan menjadi /S GIMT dan .A (/rorx(Schindler dan Sposito, 1991). Hubungan antara muatan pernuikaan dan polensial permukaan pada salah satu model adalah sebagai berikut ; o - C X 4^ 27
atau Q = (s/F) X a = (s X C/F) X T s = area permukaan spesifik (m^ kg'') C = kapasitas integral lapis ganda datar yang biasanya merupakan parameter yang dapat disesuaikan Meskipun belum ada model yang digunakan untuk data percobaan (Porchard et al, 2002), sangat menarik untuk menguji model tersebut dengan melibatkan sifat muatan permukaan dengan kekuatan ionik yang berbeda (Kosmulski, 2002). Beberapa penelitian yang dilakukan nienyimpulkan bahwa tidak diperoleh data yang cukup dalam model lapis ganda baur melalui teon Gouy-Cliapman-Steni/GCS (Wang dan Bard, 2001). Kegagalan teori GCS menggambarkan lapis ganda listrik mungkin karena tidak memasukkan pengaruh korelasi dan kondensasi ion pada permukaannya. Kondensasi ion tanah bermuatan variabel terjadi jika ada kelebihan ion yang berlawanan pada partikel muatan permukaan yang berdekatan, bahkan jika larutan tersebut sangat eneer. ii. Sistem yang didominasi oleh oksida logam Reaksi ioiiisasi permukaan yang bertanggung jawab terhadap sifat amfoter permukaan oksida logam. Nilai yang tepat untuk konstanta kesetimbangan pada reaksi protonasi dan deprotonasi sangat penting untuk membuat model reaksi kompleks permukaan cair dengan gugus permukaan reaktif Berbagai model telah dibuaf
dalam CD-MuSiC untuk menghilung afinitas proton gugus permukaan
28
individual berdasarkan valensi permukaan oksigen pada kondisi jenuh (Heimstra et al, 1996). Konstanta kesetimbangan untuk reaksi protonasi pennukaan dapat juga dinyatakan dalam istilah kebalikan dari dielektrik konstan padatan. Kekuatan ikatan Pauling per Angstrong untuk padatan dan karakteristik pennukaan akan tergantung pada struktur kristal padatan (Sverjenski dan Sahai, 1996). iii. Sistem Sorben Ganda Pengetahuan mengenai reaktivitas dan sifat koloid serta partikel nano
dihasilkan dan percobaan dengan sistem model tunggal. Meskipun investigasi ini telah signifikan menambah pengertian mengenai sifat fisika dan kimia koloid secara individu, namun sayangiiya tidak siap untuk diekstrapolasi terhadap sifat koloid yang kompleks seperti keloid tanah.
Mekanisme operasi muatan pennukaan dalam
kompleks mineral tidak dapat diprediksikan berdasarkan padatan mineral atau dengan mempertrmbangkan reaktivitas permukaan mmeral, Reaktivitas gugus fungsional
dan mekanisme operasi muatan tersebut dalam kompleks koloid dan partikel nano tidak cukup diperediksi hanya dengan mempertimbangkan fase sistem mi secara individual. Interaksi antara muatan koloiu berskala mikro dan nano dalam larutan elektrolit sangat penting, khususnya untuk ilmu tanah. Penekakanan telah dilakukan koloid dalam memfasilitasi
pengangkutan yang terkontammasi.
Interaksi
elektrostatis antara pierinukaari yang bermuatan berlawanan akan inengontroi pembentukan agregat mikro dan koagulasmva dalam sistem koloid bermuatan 29
campuran. Pennukaan bennuatan tinggi seperti koloid liat, interaksi elektrostatisnya berpengaruh terhadap fase ekuilibrmm. Mereka juga mengontrol fenomena penting seperti jerapan ionik dan inobilitas koloid serta pengangkutannya dalam media berpori. Beberapa publikasi mengenai sifat kimia permukaan koloid tanah bermuatan vanabel dan penganih interaksi partikel jerapan belmn tedalu dipahami. Sifat partikel tersebut dalam larutan sebenarnya telah digambarkan dengan baik oleh teon Derjaguin-Landau - Verwey - Overbeek, meskipun beberapa f)enelitian menyatakan bahwa hipotesis teori ini mengenai interaksi partikel terlalu sempit. Akan tetapi tenaga tarikan partikel dengan rentang panjang Coulobic tidak dapat diterangkan secara kuantitatif ataupun kualitatif melalui teori ini (McBride dan Baveye, 2002). Interaksi antara partikel 3'ang berbeda jenis serta pengaruhnya terhadap jerapan mungkin belum semuanya dipelajan dan dimengerti. Aplikasi konsep kompleksasi permukaan terhadap jerapan ion oleh tanah dan sedimen .relatif jarang karena kompleksitas sistem alamiah ini. Kuantifikasi faktor koreksi Coloumbic untuk lapis ganda Ustrik pada permukaan partikel cukup kompleks. Interaksi lapis ganda pada partikel yang heterogen, pembentukan kutan permukaan dan jerapan kompetitf beberapa ion dan spesies yang berbeda telah menyebabkan perubahan sifat elektrik campuran air dan mineral yang signifikan (Davis el al.., 1988). Interaksi antar partikel sering ditemukan pada tanah bermuatan vanabel. Kaolinit bahkan dapat saling menjerap sesaman\ melalui mleraksi antara uping dan pangkal kaolmit tersebut.
Sitat kutub ganda kaolmit membuat karakteristik
30
ageragasinya cukup kompleks karena bagian pinggir dan tengahnya dapat sama-sama mempunyai muatan dengan tanda yang berlawanan pada pH masam, sehingga akan meningkatkan agregasi melalui ujung dan pangkal partikel kaolinit yang berbeda. Interaksi elektrostatis ujung dan pangkal im tidak terjadi jika pH larutan di atas 7.8 (Aurell dan Wistrom, 2000). Interaksi ujung dan pangkal kaolinit tergantung pada konsentrasi elektrolit larutan yang berkontak dengannya. Pada konsentrasi elektrolit rendah, bidang elektrostatis negatif berasal dari permukaan partikel akan terdapat pada bagian pinggir, sehingga ujung muatan positifnya memperiihatkan bidang elektrostatis negatif basil penolakan interaksi ujung-pangkal antarpartikel dan interaksi ujungpangkal larutan anion (Secor dan Radke, 1985). Fenomena lain dalain suspensi larutan seperti atraksi ion-ion yang berlawanan pada partikel yang serupa ataupun yang tidak serupa, juga dapat terjadi pada tanah bermuatan vanabel. Tanah masam dapat mengandimg dua material yang berbeda yang membawa muatan listrik, seperti oksida Fe dan Al yang bennuatan positif sementara partikel liatnya bermuatan negatif Pada sistem alamiah, partikel berukuran nano dan mikro akan mempengaruhi karakter muatan yang terlihat dari agregat partikel tanah. Oksida Fe (sekitar 4 %) dapat bertindak sebagai kutan partikel kuarsa berukuran yang kecil, sehingga menggeser nilai PZNC dan 3 menjadi sekitar 8.1, suatu nilai yang han^pir sama dengan nilai oksida Fe itu sendiri.
31
iv. Pengaruh Interaksi Partikel terhadap Muatan Permukaan dan Adsorpsi Interaksi elektrostatis kompleks yang terbentuk secara alamiah antara partikel yang bennuatan berlawanan telah menjadi model unhak mengembangkan dan mewakili sifat permukaan gugus reaktif pada sistem koloid bermuatan campuran. Namun interaksi permukaan yang bennuatan berlawanan dan pengaruh interaksi ini terhadap reaktivitas permukaan belum sepenuhnya tercakup dalam literatur. Pada kondisi masam, rongga pada pennukaan filosihkat siloksan bereaksi secara induvidual atau bersama-sama tidak hanya dengan ion bermuatan positif dan polimer hidroksil organik dan inorganik, tetapi juga dengan oksida berukuran nano yang dapat melapisi pemiukaannya.
Interaksi antara pennukaan muatan yang
berlawanan sangat tergantung pada pH, kekuatan ionik dan konsentrasi ion organik atau inorganik dan komposisi lamtan. Perluasan jerapan ion sangat tergantung pada interaksi antara pennukaan padatan yang ada pada sistem ini. Mobilitas dan transportasi oksida bemkuran nano juga sangat tergantung pada tingkat interaksi antara permukaan yang berbeda dan tergantung pada pH, kekuatan ionik dan komposisi lamtan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dominasi Fe dalam tanah dan pedoturbasi ligan organik adalah untuk m.elepas koloid Fe melalui penolakan elektrostatis (Liang et ai, 2000). Oksida logam, seperti Fe dan Al mungkin akan : 1. Terikat dengan permukaan oksida Si tidak hanya melalui ligan yang cccok atau dapat membebaskan oksida Fe, 2. Terikat lemah antar partikel sehmgga membawa muatan negatif yang lebih tinggi pada oksida Fe sehmgga terjadi penolakan energi dan membebaskan partikel.
32
Pada kasus pertama jika koloid yang bermuatan positif adalah oksida logam (Fe) dihubungkan dengan muatan negatif kuarsa melalui jerapan ligan (=Si-0-Fe=) akan terjadi pemecahan ikatan yang menyebabkan mobilisasi koloid oksida Fe. Jika koloid oksida Fe dihubungkan dengan permukaan melalui energi interaksi permukaan, jerapan anion akan mempengaruhi muatan permukaan dari positif menjadi negatif, dan meningkatkan tenaga yang mendorong mobilisasi koloid (Liang
etal.,200). Nilai pH dan kekuatan ionik larutan mengontrol tingkat interaksi antara partikel yang bermuatan berlawanan, sehingga juga mengontrol perluasan jerapan anion, stabilitas koloid dan mobilitas partikel nano pada sistem koloid bermuatan
campuran. Berlawanan dengan sistem koloid bemuatan tunggal, sistem koloid bennuatan campuran dicirikan dengan keberadaan koloid berukuran mikro dan nano, dengan netto pennukaan yang bermuatan berlawanan Sistem koloid im akan stabil jika pH larutan elektrolit yang berkontak dengannya meningkat. PZNPC koloid bennuatan variabel berukuran nano mempunyai pH yang agak basa (misalnya oksida). Permukaan amfoter mereka juga mempunyai muatan netto yang netral atau negatif pada pH basa atau netral. Dengan kata lain, muatan negatif pada permukaan filosilikat tidak tergantung pH. Penolakan elektrostatis antara partikel bennuatan akan menstabilkan sistem keloid.
ITal ini akan tetap
mempengaruhi perluasan jerapan larutan organik dan inorganik (kontaminan, radionuklida, dll) dan mobilitas partikel yang mengangkutnya. Pada pH konstan. kekuatan lonik ir.engontrol besar muatan permukaan variabel.
.lika pid masam, peningkatan kekuatan ionik larutan vang berkontak
33
dengannya akan meningkatkan muatan positif permukaan muatan variabel Tingkat ikatan partikel filosilikat dengan koloid berukuran nano dari oksida logam yang melapisi pemiukaannya dapat menurunkan stabilitas sistem dan perluasan jerapan ionik. Jika kekuatan ionik menurun, ikatan antara filosilikat dan pemiukaan oksida akan meningkat. Dalam kasus mi interaksi partikel tidak hanya bersifat elektrostatis semata. Komposisi ionik larutan dapat mengontrol stabilitas koloid pada sistem muatan campuran. Ion-ion berenergi tinggi hasii jerapan dan afinitas filosilikat atau jerapan permukaan oksida dapat menstabilkan sistem keloid bermuatan campuran dan memobiJisasi partikel bermuatan nano. Ion-ion larutan elektrolit akan dijerap pada tapak muatan yang berlawanan pada pemiukaan filosilikat dan oksida sehingga menurunkan tingkat elektrostatis antar partikel. Lapisan ion berlawanan 3'ang sangat biasanya langsung dibangnn berdekatan dengan permukaan 3'ang mempengaruhi penolakan elektrostatis jerapan partikel nano sehingga meningkatkan mobilitas dan potensial pengangicutaiinya. Interaksi antara filosilikat dan oksida pada sistem bermuatan campuran tergantung pada jenis mineral filosilikat. Jika substitusi isomorfik Al'^^ oleh Fe"*"^ dan Mg"''^ terjadi pada lembar oktahedral akan dihasilkan kelebihan muatan negatif (Sposito, 1984). Distribusi muatan negatif ini memperluas karakter dasar L e w s pada rongga ditngonal dan membuatnya dapat membentuk kompleks dengan kation scf^erti molekul berkutub ganda.
Konsekuensmya, serapan ion lebih mungkin untuk
membentuk kompleks Imgkaran luar, dan oksida akan diserap dengan longgar. Dengan kata lam, jika substitusi isoniorllk
ST^ oleh Al'* terjadi pada lembar 34
tetrahedral, kelebihan muatan negatif dapat didistribusikan sendiri terutama pada tiga permukaan atom oksigen dan satu tetrahedron. Lokalisasi muatan ini menyebabkan kompleks yang terbentuk dengan kation (kompleks lingkaran bagian dalam) dan oksida berukuran nano akan jauh lebih kuat. Pada lapisan tanah bawah yang masam dan bermuatan variabel, muatan permukaan partikel dan permukaan tanah yang bermuatan positif dan negatif, tidak sama dengan muatan ion yang berlawanan. Misalnya dalam jumlah muatan ion individual yang dijerap pada kompleks Imgkaran bagian luar atau pada lapisan baur, pada konsentrasi elektrolit yang sangat rendah. Untuk menggambarkan jerapan elektrolit ion yang bebas dan untuk menjelaskan bagaimana muatan partikel pada pemiukaan tanah diseimbangkan, diajukan suatu mekanisme berdasarkan interaksi partikel. Mekanisme lain mungkin juga bekerja untuk menyeimbangkan muatan pemiukaan pada kondisi yang berbeda (Wada, 1984). Mekanisme yang diajukan bekerja pada muatan variabel tanah lapisan bawah di Amerika Serikat bagian selatan yang mineralogi fraksi liatnya didominasi oleh kaolinit dan oksida Fe dan Al. Tanah yang terlapuk sangat lanjut ini kelihatannya telah mencapai urutan pelapukan tingkat lanjut yang dicirikan oleh hilangnya Na, K, Ca, Mg, Fe (II), serta keberadaan oksida Fe serta polimer hidroksi Al. Oksida Fe dan Al akan melapisi partikel hat. Tenaga elektrik dengan ordo panjang niuncul untuk membentuk partikel menjadi agiegat yang sangat stabil. Dispersi biasanya tidak terjadi bahkanjika tercuci. Oksida Fc dan Al yang berukuran sangat kecil merupakan produk akhir proses pelapukan yang panjang pada daerah bcriklim lembab di Amerika Serikat bagian selatan
Partikel atau polimer berukuran sangat kecil im 35
sangat reaktif dengan struktur polikation untuk merapertahankan identitas mereka, dan dipisahkan dengan permukaan hat di bawah pengaruh agen kimia deflokulasi yang sangat kuat, Titik muatan nol (PZC) kaolinit adalah antara 2.8 - 2.9, sementara oksida Fe dan Al sekitar 8 - 9 .
Muatan permukaan negatif pada bidang belah kaolinit
disebabkan oleh substitusi isomorfik pada kisi-kisi kristal. Muatan positif pada permukaan oksida Fe dan Al adalah hasil protonasi dan deprotonasi gmp hidroksil pada pennukaan koloid. Muatan positif yang dibangun pada pinggiran partikel kaolinit biasanya diseimbangkan oleh muatan negatif partikel kaolinit yang lain. ITasilnya, partikel kaolinit mempunyai kelebihan muatan negatif sementara oksida Fe dan Al bermuatan positif pada plT 4 - 6 , yang dapat diseunbangkan oleh ion yang berlawanan dalam larutan tanah. Pencucian yang intensif menyebabkan pengenceran larutan tanah. Ion-ion dalam lapisan ganda akan berdifusi dalain lamtan tanah dan muatan lapis ganda yang berlawanan dapat meiuas dan tumpaiig tindih satu dan lainnya. Pemisahan sebagian
muatan negatif silikat dan muatan positif seskuioksida akan menyebabkan netralisasi muatan partikel. Pada kondisi tersebut, ion yang tumpang tindih pada lapisan ganda yang baur tidak lagi butuh untuk diseimbangkan dengan muatan partikel sehingga mereka bebas untuk meninggalkan sistem. Hal ini akan menyebabkan ketebalan lapis ganda meningkat dengan netralisasi muatan partikel lebih besar pada pennukaan
muatan partikel yang berlawanan,
Besar muaian ion yang berlawanan akan
berkurang, .bka elektrolit bebas ditambahkan pada lapisan bawah tanah >ang sudah sangat tercuci terselnit. fenomena yang sebaliknya akan terjadi yaitu kation dan anion 36
garam elektrolit yang ditambahkan akan habis dari larutan tanah karena dijerap oleh lapis ganda yang berlawanan. Interpenetrasi atau tumpang tindih lapisan ganda di sekitar muatan positif oksida Fe dan Al dan muatan negatif mineral silikat serta hasil netralisasi muatan positif atau negatif tanah bermuatan variabel bukanlah merupakan konsep yang baru. Hal tersebut telah berhasil untuk menerjemahkan data hasil penelitian selama 37 tahun pada tanah bermuatan variabel. Akan tetapi penelitian yang dilakukan barubaru ini menunjukkan bahwa tumpang tindih lapisan baur pada partikel tanah bermuatan positif dan fenomena jerapan yang sering diselidiki pada tanah dan lapisan bawah tanah yang bermuatan variabel ternyata berhubungan satu dan lainnya. Jerapan garam lebih banyak terjadi pada lapisan bawah tanah masam yang tercuci. Jerapan garam dari elektrolit yang bebas dapat disebabkan oleh jerapan ion yang terus menerus pada lapisan baur muatan yang berlawanan, sebagai respons dalam meningkatkan konsentrasi elektrolit larutan tanah. Asosiasi filosilikat dan oksida Fe dengan jelas disajikan oleh hasil foto Scanning Electron Microscope (SEM) beberapa tanah yang sudah terlapuk sangat lanjut. Lapisan bawah tanah dengan besar jerapan garam terkecil dari New Caledonia ternyata permukaan jerapan partikel kaolinitnya bersih dari oksida Fe. Literatur yang ada ternyata mendukung mekanisme tumpang tindih dan fenomena jerapan garam pada tanah bennuatan variabel. Konsentrasi garam pada larutan tanah tetap agak rendah bahkan jika garam ditambahkan, karena tanah dapat bertindak sebagai penukar kation maupun sebagai penyerap garam. Bahkan dua kali
37
pencucian dengan alkohol (10 ml) sudah cukup untuk mengukur muatan positif dan negatif dalam jimilah yang ekuivalen. Beberapa tanah di Australia didominasi oleh komponen bermuatan variabel (meskipun terdapat mineral dengan muatan permanen). Nilai pH yang menghasilkan muatan positif akan menyebabkan kation dapat ditukar menjadi hampir nol. Tanah dengan mineral aiofan di Jepang menjerap sejumlah Na'^ dan Cf , tetapi hampir tidak ada menjerap hidroksida Al ataupun silika. Hal ini menimjukkan bahwa jerapan garam hanya terjadi jika terdapat dua fase padat tanah yang bermuatan berlawanan. Jerapan garam. lebih sering terdapat pada tanah dengan konsentrasi larutan yang rendah atau sangat rendah dan besarnya sangat tergantung pada kekuatan ionik larutan tanah atau pada lapisan bawahnya. Jerapan garam lebih besar pada lapisan bawah tanah jika terdapat cukup kaolinit dan oksida Fe dan Al, yang menunjukkan bahwa fenomena ini terjadi jika dua jenis muatan yang berlawanan terdapat bersamasama. Suatu tipe L dari NO3" isotherm diselidiki pada lapisan bawah tanah Cecil pada kekuatan ionik yang rendah. Terdapat lebih dari satu mekanisme yang bertanggung jawab terhadap jerapan pada konsentrasi NOs'yang rendah pada lapisan bawah tanah bermuatan variabel. V. Muatan Efektif Permukaan dalam Sistem Sorben Campuran. Potensial jerapan ionik dapat dinyatakan sebagai kontribusi jerapan energi bebas Gibbs. Setiap ion yang berlawanan/ko-ion mempunyai kontribusi terhadap energi bebas jerapan seperti digambarkan sebagai berikut:
38
A GADS - ^ GCOUL + ^ GCHEM+
GSOLVASI
• A Gcoui, = energi bebas yang berasosiasi dengan coulombic ordo panjang atau interaksi elektrostatis pada lokasi tempat ion dijerap •
A GCHEM =
energi bebas yang berasosiasi dengan pembentukan ikatan kimia
seperti ikatan kovalen antara ion dan gugus permukaan reaktif • A GSOLVASI = energi bebas yang berasosiasi dengan solvasi Komponen pertama dalam persamaan tersebut menunjukkan bahwa komponen coloumbic mewakili interaksi elektrostatis antara titik muatan dengan titik elektrik di lapangan. Hal ini akan tergantung pada muatan sorben, jika merupakan komponen jerapan energi bebas ion. Ion ini kemudian dijerap pada permukaan muatan. Komponen energi bebas jerapan ini sama dengan persamaan berikut: AGcouL = zFT A
GCOUL
didefenisikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk membawa
muatan sebanyal: zF Coulombs dari larutan ke tapak permukaan dengan potensial W. Komponen kimia kedua (A GCHEM) yang dapat bennuatan positif, negatif atau bahkan nol, menggambarkan interaksi spesifik ion dengan pennukaan. Tenaga ikatan memiliki sifat elektronik sorbat dan sorben yang disusun dalam koordinasi Van der Waals dan tenaga polarisasi. Ion dengan komponen tenaga A GCHEM yang besar dapat menjerap pada permukaan yang tidak bermuatan. Jika A GCHEM cukup besar, mereka menjerap berlawanan dengan tenaga elektrostatis seperti pada pemukaan muatan.
39
Komponen ketiga (A
GSOLVASI)
merupakan energi bebas yang berasosiasi
dengan solvasi, yang merupakan fungsi muatan pada radius ion yang disolvasi, dan konstanta dielektrik air pada wilayah interfasial lapis ganda listrik (Brown dan Parks, 2001). Baru-baru ini telah diperoleh beberapa pengertian baru mengenai besarnya komponen energi bebas jerapan yang berubah dalam sistem sorben campuran, seperti sifat sistem binari. Meskipun demikian, beberapa pertanyaan masih belum terjawab seperti: • Apakah interaksi partikel pada sistem sorben campuran mempengaruhi besarnya potensial pennukaan (dan jerapan) masing-masing permukaan sorben individual? • Pada tingkat berapakah interaksi antar partikel mempengaruhi periuasan jerapan ionik ion-ion dengan A GCHEM yang berbeda? • Apakah nilai dielektrik konstan air yang berada pada wilayah yang tumpang tindih pada Ippis ganda berbeda dengan yang tidak tumpang tindih? • Apakah kondensasi ion terjadi pada lapis ganda dan berapa besarnya? • Berapa banyak tapak permukaan reaktif pada tanah mineral menjadi tidak reaktif akibat interaksi muatan partikel yang berlawanan? • Dapatkah partkel berukuran nano dari oksida Fe dan Al yang merupakan produk akhir pelapukan pada tanah bermuatan variabel berkompetisi dengan tapak jerapan permukaan dengan ion-ion cair? • Apakah perluasan jerapan ionik dipengaruhi oleh kompetisi ini?
40
• Berapa hanyak dan pada kondisi yang bagaimana perluasan jerapan anion dipengaruhi oleh interaksi partikel? • Apakah muatan permukaan bermuatan variabel bertanggung jawab terhadap perubahan pH dan kekuatan ionik dipengaruhi oleh interaksi partikel serta kondensasi ion? • Apakah mungkin untuk membuat model sistem ini dan memprediksikan perluasan jerapan ion di bawah perbedaan kondisi pH serta kekuatan ionik? • Apakah mmigkin untuk membangun model jerapan untuk menghitung semua fenomena yang mmigkin secara terus menerus ataupun secara berturut-turut terjadi pada tanah bermuatan variabel? Pada sistem tanah ini interaksi partikel mungkin memainkan peranan yang sangat dominan dalam meningkatkan sifat kimia tanah. Pendekatan umum harus dilakukan untuk membangun model yang menyatakan muatan efektif permukaan dalam jumlah ion terjerap dan bukan dalam jumlah permukaan reaktif, misalnya densitas muatan permukaan. Persamaan berikut menggambarkan muatan permukaan total dari partikel individual (op) (Sposito, 1984): Op = Co + OH + OIN + oos
OQ. OH, OIN, dan oos masing-masing adalah muatan struktural permanen, netto muatan proton, muatan kompleks lingkaran dalam dan muatan kompleks lingkaran luar. Operasi arihnatik tambah (+) bukan merupakan tanda komponen muatan pada persamaan 13. Karena muatan permanen biasanya negatif dan komponen lain dalam
41
persamaan dari muatan permukaan mungkin positif ataupun negatif, persamaan yang lebih tepat adalah: (±) Op = (-) 0 o + (±) OH + (±) OiN + (±) Oos
Netto muatan permukaan total dari partikel individual diseimbangkan dengan muatan ion baur yang mengelilinginya (OD): (±)Op=(±)aD
Nilai OD dapat sama besar dengan Op dengan tanda yang berlawanan. Bagaimanapun, besar komponen muatan permukaan dan Op mungkin tidak sama dalam sistem koloid ganda atau jamak karena interaksi antar partikel. Muatan difusi ion dapat mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan muatan partikel. Hasil penelitian lain memperlihatkan bahwa interaksi partikel menyebabkan perubahan distribusi ukuran partikel, muatan permukaan, karakteristik jerapan pada sistem ganda oksida Fe, Al, dan Si. Bahkan asumsi yang dibuat untuk memperoleh persamaan prinsip dari teori lapis ganda.yang muatan totalnya per unit area pennukaan di dalam lapis baiu" diperoleh melalui penjumlahan volume densitas muatan seluruh wilayah dari jarak nol hmgga tak terhingga, tidak terangkum dalam sistem koloid ganda ataupun jamak. Yang jelas, dibutuhkan lebih banyak penelitian untuk meningkatkan pengertian kita terhadap sistem koloid jamak ini.
42
IV.
MANAJEMEN TANAH BERMUATAN VARIABEL
Tanah bermuatan variabel yang terlapuk sangat lanjut memiliki tantangan tersendiri untuk ditangani karena mempimyai kapasitas tukar kation rendah, reaksi masam, dan mempunyai kemampuan untuk menjerap dan mengikat anion spesifik (Gillman dan Sumpter, 1986). Tanah ini sering diharapkan mempimyai produktivitas yang tinggi. Karakteristik sistemi ini adalah ketergantungannya terhadap bahan organik tanah untuk siklus hara dari tanah ke tanaman dan dikembalikan ke tanah melalui sisa tanaman. Bahan organik tanah merupakan sumber hara yang tersedia secara lambat dan merupakan mediasi siklus hara yang menyebabkan reaksi kimia dalam tanah. Akan tetapi ketika sistem ini terganggu oleh pengolahan yang terus menerus, produktivitas tanah bermuatan variabel yang terlapuk sangat lanjut ini akan menurun dengan cepat karena hilangnya bahn organik tanah, sehingga mempercepat proses pemasaman tanah dan mengurangi KTK. Hal ini membatasi kemampuan tanah untuk memegang hara seperti Ca, Mg, K dan Na, sehingga hara tersebut dengan cepat hilang melalui pencucian. Perubahan fisika yang terjadi dapat mempercepat hilangnya tanah melalui erosi. Oleh sebab itu manajemen tanah bermuatan variabel yang berkelanjutan akan sangat tergantung pada manipulasi yang efektif yang mempengaruhi karakteristik muatan permukaan. Pembahasan berikut secara sepintas menunjukkan degradasi kimia tanah yang berasosias dengan perubahan penggunaan lahan dan beberapa strategi manajemen yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut
43
A. DEGRADASI KIMIA TANAH BERMUATAN VARIABEL Perubahan bahan organik tanah, KTK, dan pengurangan kation berasosiasi dengan manajemen tanah bermuatan variabel yang didominasi oleh liat beraktivitas rendah dan oksida Fe dan Al. Perubahan tersebut secara jelas terlihat jika membandingkan karakteistik Oksisol pada hutan hujan tropis 53 tahun yang lalu dengan tanaman teh di Queensland Utara (Noble et al, 2001).
Nilai pH tanah
berkurang 0.3 - 0.6 unit dan tidak tergantung dengan kedalaman dibandingkan dengan hutan yang tidak terganggu (Tabel III). Penuiunan pH ini juga dapat diakibatkan pengaruh pemupukan nitrogen dan meningkatnya mineralisasi bahan organik.
Penumnan pertukaran kation basa
berhubungan dengan pengangkutan hara oleh tanaman dan pencucian terlihat jelas (Tabel HI). Hilangnya bahan organik karbon pada kedalaman 0 - 20 cm dari kebun teh mencapai 5 8.11 ha''. Penumnan dramatik C-orgaik tanah secara jelas berpengaruh terhadap kemampuan tanah untuk menahan kation. Oleh sebab itu kesuburan pada tanah terganggu seolah mempakan sidik jari muatan dari setiap lokasi pada interval kedalaman 0 - 1 0 cm. Bagaimanapun juga dengan bertambahnya kedalaman perbedaan antara sistem terganggu dan tidak terganggu agak berkurang, sehingga pada kedalaman 50 cm terdapat lagi perbedaan antara kedua sistem ini. KTK yang rendah pada lapisan bawah tanah bermuatan variabel juga membatasi perkembangan akar dan membuat tanaman tidak mampu menggunakan kelembaban tanah selama periode kering (Sumner, 1995a).
44
Dengan kata lain, berkembangan tanah ini dapat dinilai dari kapasitas tukar anion (KTA) pada kondisi masam yang menahan anion seperti nitrat dan sulfat sehingga tidak tercuci ke lapisan bawah (Wong et al, 1990). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jerapan pada kation berafinitas rendah seperti Ca mengurangi muatan permukaan dan bahkan menyebabkan pembalikan muatan. Oleh karena karakteristik yang hakiki ini, sifat muatan permukaan merupakan hal yang paling penting dalam manajemen tanah bermuatan variabel. B.MANAJEMEN TANAH BERMUATAN VARIABEL Pentingnya manajemen tanah bermuatan variabel adalah untuk mengontrol karakteristik muatan permukaan dalam hal retensi kation dan anion. Besar dan tanda tanah bermuatan variabel tergantung pada pH tanah sehingga amandemen sering digunakan untuk mengontrol reaksi hara dalam tanah. Pemberian material seperti resin yang dapat dipertukarkan, liat bemuatan permanen, material silikat dan bahan organik akan memngkatkan retensi kation dan anion dalam tanah sehingga meningkakan potensi produktivitas tanah yang sering terdegradasi ini. a. Manajemen pH tanah Kemasaman tanah menyebabkan pengaruli yang merusak baik terhadap tanaman maupun terhadap organisme yang penting untuk reaksi tanah. Jika tanah yang sangat masam (pH < 4), pertumbuhan banyak spesies tanaman secara drastis akan terganggu. Aktivitas mikrobiologi tanah juga secara drastis berkurang, yang
45
selanjutnya akan mengurangi fikasi N oleh legum, dan menghambat dekomposisi bahan organik (Bolan et al., 2003). Pengapuran akan meningkatkan pH dan menetralkan kemasaman sehingga mempengaruhi karakteristik muatan permukaan. Hal ini paling umum dilakukan pada tanah bermuatan variabel. Peningkatan pH akan meningkatkan muatan negatif (KTK) dan penumnan pH meningkatakan muatan positif (KTA). Peningkatan pH mengurangi keracunan Al, menumnkan retensi anion seperti 804"^ dan HP04''^, serta meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan hara. Tanaman tumbuh baik pada pH 5.5 - 6.5 sehingga pengapuran biasanya bertujuan untuk mencapai pH pada rentang tersebut. Akan tetapi meningkatkan pH sampai 6 atau di atasnya (biasanya dianjurkan pada tanah bermuatan permanen pada daerah berikhm subtropis), dibutuhkan banyak sekali kapur sehingga kurang efisien karena kapasitas sangga tanah sangat besar dan dapat mengakibatkan defisiensi unsur mikro. Jika pH tanah sekitar 5.5, sifat meracun Al akan hilang, dan sejumlah muatan negatif akan dihasilkan. Oleh sebab itu akan lebih bermanfaat untuk menjaga pH tanah bermuatan variabel pada rentang yang dapat mempresipitasi Al dan meningkatkan KTK khususnya pada Ultisol di daerah tropis lembab yang mengandung mineral tipe 2:1. Andisol dicirikan oleh jumlah Al dapat ditukar yang rendah sehingga pengapuran yang berlebihan akan mengakibatkan kekurangan Mn dan Zn. Jika teknik manajemen bertujuan untuk meningkatkan pH tanah akan terjadi peningkatan KTK dan penumnan KTA. Peningkatan KTK akan membantu produksi pertanian, akan tetapi penuruan KTA akan menurunkan KTA tanah khususnya pada lapisan 46
bawah, sehingga mengurangi kemampuan tanah untuk menahan anion khususnya nitrat (NOa"^). Kapur yang dapat digunakan untuk pertanian antara lain kalsit (CaCOs), kapur bakar (CaO), kapur tohor (Ca(0H)2), dolomit (CaMg(C03)2 serta terak (CaSiOs). Jumlah kapur yang dibutuhkan untuk mengurangi kemasaman tanah tergantung pada daya netralitas kapin serta kapasitas sangga tanah. Potensi bahan lain yang mengandung Ca untuk mengatasi kemasaman antara lain batuan fosfat, gas cair gipsum, abu terbang dan bahan organik. Batuan basa yang dihaluskan juga dapat berfungsi sebagai kapur seita sumber Ca dan Mg yang lambat tersedia (Gillman et al, 2001). Pengapuran yang berulang juga disarankan untuk mencapai produksi yang tinggi pada tanah bermuatan variabel yang terlapuk sangat lanjut (Noble dan Humey, 2001). b. Manajemen Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah mempakan indikator kunci kualitas tanah baik dari segi pertanian (produktivitas dan pengembalian nilai ekonomi), dan fimgsi lingkungan (pengembalian karbon). Bahan organik dan aktivitas biologi yang dihasilkarmya berpengamh terhadap sifat fisika dan kimia tanah bermuatan variabel. KTK dan jumlah hara pada tanah terlapuk sangat lanjut serta lapisan atas tanah abu gunungapi berkaitan dengan kandungan bahan organik tanah. Kandungan bahan organik biasanya menumn seiring waktu. Tanah kehilangan bahan organik melalui oksidasi dan erosi yang terjadi khusunya pada penanaman yang tems menerus. Hal tersebut mengurangi kemampuan tanah untuk mensuplai nitrogen. 47
fosfor dan sulfur dan untuk menahan kation dari kompleks pertukaran (Van Ranst, 1995).
Manajemen yang bertujuan untuk meningkatkan bahan organik dan
mengurangi kehilangan bahan organik menjadi sangat penting. Akan tetapi pada lingkungan tropis lembab, meningkatkan bahan organik dan menjaganya pada kandungan tertentu merupakan hal yang tidak mudah mengingat bahan organik sangat cepat termineralisasi. Merubah penanaman tebu yang berkelanjutan menjadi penanaman rerumputan menyebabkan peningkatan C-organik dari 19.9 t/ha pada tebu menjadi 34.6 t/ha pada rerumputan pada kedalaman 0 - 1 0 cm, yang menimjukkan perbedaan 14.7 t/ha pada kedua sistem im'. Hal yang bersamaan dengan peningkatan ini adalah peningkatan karakteristik muatan permukaan. Peningkatan biomassa tanaman melalui varietas baru ataupun manajemen baru seperti manajemen hara (manajemen nitrogen) dan rotasi tanaman secara signifikan meningkatkan input bahan organik pada tanah. Implementasinya terhadap konservasi pertanian, tanpa pengolahan dan pengembalian sisa tanaman pada tanah bermuatan variabel akan meningkatkan bahan organik tanah dan mengurangi kehilangan yang terjadi bersamaan dengan mineralisasi. c. Penambahan Fosfat, Silikat dan Liat Bermuatan Permanen ke Tanah Bermuatan Variabel Pemberian anion yang secara spefik dijerap oleh tanah bermuatan variabel seperti HP04'^ dan Si04'^ telah digunakan untuic meningkatkan KTK tanah. Pemberian Si04"^ telah mengurangi jerapan HP04'^ pada Typic Gibbsihumox. Peneliti lain menyatakan bahwa pembenan HPO4"' tidak hanya meningkatkan hara 48
dalam tanah tetapi juga KTK tanah. Hal ini berasosiasi dengan pergeseran PZC karena pengurangan pH, menetralkan muatan positif dan hambatan elektrolit. Meskipun pemberian pupuk P dapat meningkatkan KTK tanah bermuatan variabel, jumlah pupuk yang dibutuhkan sangat banyak sekali. Pemberian terak Ca-silikat dan bahan-bahan piroklastik yang bersifat Caalkalin memperlihatkan bahwa muatan negatif tanah meningkat (Van Ranst, 1995; Fiantis et ai, 2002). Pada kasus ini hal tersebut diasosiasikan dengan pemecahan ikatan silikat, hidrolisis Si-0' dan jerapan anion silikat pada tapak muatan positif dengan kemungkinan menunmnya keseluruhan PZNPC. Pemberian terak Ca-silikat dalam jumlah yang relatif kecil meningkatkan KTK pada pH 5.5 pada Oksisol yang terdegradasi dari 2.57 menjadi 4.33 cmolc kg"' setelah 2 tahun perlakijan. Peningkatan produksi tebu yang cukup signifikan dicapai juga berasosiasi dengan peningkatan Si. Pendekatan ini mungkin dapat terus dilakukan dengan metode yang tidak mahal dalam meningkatkan KTK tanah yang terdegradasi ini. Penambahan kation bentonite pada Oksisol yang terdegradasi, respons hasil yang signifikan dan muatan permanen dapat dicapai. Beberapa pilihan manajemen utnuk tanah bennuatan variabel dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 4. Kendala dan Pilihan Manajemen untuk Tanah Bermuatan Variabel Ken da la Pilihan Manajemen Kemasaman tanah dan Pemberian kalsit atau dolomit. Nilai pH harus dijaga sekitar keracunan Al 5.5 agar keracunan Al dapat dihindari
49
Jika terdapat keracunan Mn, pH tiarus dinaikkan menjadi sekitar 6 Pengapinan berlebihan akan menyebabkan menunmnya ketersediaan P. B, Zn dan Mn sehingga dapat mengurangi hasil. Struktiu- tanah juga akan memburuk. Penggunaan yang bijaksana pupuk yang bersifat masam seperti Nitrogen akan memgurangi kemasaman tanah melalui konversi NH4'" menjadi NO3". Altematifnya, penggimaan NOj' sebagai sumber nitrogen akan menghilangkan sumber kemasaman yang berkaitan dengan mineralisasi Retensi sisa tanaman dan bahan organik meningkatkan kapasitas sangga pH
imtuk
Pemberian bahan organik dengan alkalinitas abu yang tinggi merupakan sumber alteniatif aJkalin, jika bahan kapur konvensional tidak tersedia Kemasaman tanah lapisan bav/ah dapat dikoreksi melalui kombinasi tanaman yang mempunyai perakaran dalam dan toleran terhadap kemasaman seperti spesies rerumputan (Andropogen sp) berkombinasi dengan pemupukan nitrat.
^
^
50
IRifpiik (tfeiigan nDitsrasi ffiBntiasrian jptnulk imorgamk dalam jiimlah rendah tetapi Itenllaiig unftuk mengurangi resiko kehilangan ltotioTiiiBiitid.h mu^MkiiipBnQncian dan untuk meningkatkan efisiensi. HJBimnlbdimn pupuk juga akan meningkatkan kekuatan ionik sehingga meningkatkan muatan permukaan. Meningkatkan kompleks pertukaran negatif melaui meningkatkan pH tanah atau menurunkan PZNPC. Menurunkan PZNPC dapat dicapai dengan jerapan anion yang besar pada pennukaan partikel sehingga memblok muatan positif Pemberian bahan organik yang berkelanjutan untuk meningkatkan KTK dan menurunkan pHo- Jika bahan organik sulit diperoleh, amandemen inorganik seperti fosfat dan silikat dapat digunakan untuk menurunkan PZNPC' Harus diingat jika meningkatkan muatan negatif, kapasitas tukar anion tanah akan berkurang sehingga mengurangi kemampuan tanah untuk menahan anion seperti nitrat. Pupuk dengan fiksasi Mengurangi reaktivitas permukaan PO4 dengan meningkatkan jumlah koloid yang mempunyai anionik yang kuat afinitas yang rendah terhadap fiksasi PO4, seperti pupuk P. menambahkan anion lain yang berkompetisi dengan P O 4 dan penambahan bahan organik. Sebagai tambahannbatuan basaltik yang dihaluskan, abu gunungapi dan pupuk silikat dapat digunakan. Pemberian pupuk P secara larikan dan penggunaan batuan fosfat akan meningkatkan hara P Kapasitas suplai hara Pemberian superfosfat dapat meningkatkan p)elepasan hara dengan mineral silikat dan melepas H 3 P O 4 ' yang rendah Kekurangan Si pada tanah terlapuk sangat lanjut diperbaiki dengan melalui penambahan silikat
51
DAFTAR PUSTAKA Arifm, M. 1994. Pedogenesis Andisol Berbahan Induk Abu Volkan Andesit dan Basalt pada Beberapa Zona Agroklimat di Daerah Perkebunan Teh Jawa Barat. Disertasi Doktor. Institut Pertanian Bogor. 202 hal. Armas-Espinel, S., J. M. Hernandez-Moreno, R. Munoz-Carpena, CM. Regalado. 2003. Physical Properties of "Sorriba"-Cultivated Volcanic Soils from Tenerife in Relation to Andic Diagnostic Parameter. Geoderma 117:297-311. E-Joumal on-line. Melalui http://wxvw.elsevier.com/locate/geoderma (15/09/06) Baert, G. 1995. Properties and Chemical Management Aspect of Soils on Different Parent Materials in the Lower Zaire. Ph.D. Thesis. Ghent University. Belgium. 318 p. Baert, G. and E. Van Ranst. 1998. Exchange Properties of Highly Weathered Soils of The Lower Congo. Malaysian J. of Soil Science. 2:31-44. Balkovic, J. 2002. Selected Properties of Andic Soils - An Introduction to Volacanic Soils in Slovakia. COST 622 Meeting : Soil Resources of European Volcanic System in Manderscheid/Vulkaneifel. 26-28. Boniao, R. D. 2000. Amelioration of Volcanic Soils from Camiguin Island (Southern Philippines) Using Natural Amendments. Ph. D. Thesis. Universit}' Putra Malaysia. Serdang. Selangor. Malaysia. 250 p. Broquen, P., J. C. Lobartini, F. Candan and G. Falbo. 2005. Allophane, Aluminum, and Organic Matter Accumulation Across a Bioclimatic Sequence of Volcanic Ash Soils of Argentina. Geoderma. 129 : 167-177. E-Journal on-line. Melalui http://m\av.elsevier. com/locate/geoderma (20/09/06) Caner, L., G. Bourgeon, F. Toutain and A. J. Herbillon. 2000. Characteristics of Non-Allophanic Andisols Derived from Low-Activity Clay Regoliths in The Nilgiri Hills (Southern India). European J. of Soil Science. 51:553-563. Childs, CW., N. Matsue and N. Yoshinaga. 1991. Ferrihydrite in Volcanic Ash Soils of Japan. Soil Sci. Plant Nutr. 37:299-311. Dahlgren, R. A., Shoji, S. and M. Nanzyo. 1993. Mineralogical Characteristics of Volcanic Ash Soils. Dalam Shoji, S., M. Nanzyo and R. A. Dahlgren. 52
(penyunting) Volcanic Ash Soils : Genesis, Properties and Utilization, him. 101-144. Elsevier, Amsterdam. Fiantis, D. 2000. Colloid-Surface Caharacteristics and Amelioration Problems of Some Volcanic Soils in West Sumatera, Indonesia. Thesis. University Putra Malaysia. Serdang. Selangor. Malaysia. 270 p. Gillman, G. P. 1981. Effects of pH and Ionic Strength on the Cation Excgange Capacity of Soil with Variable Charge. Aust. J. of Soil Res. 19:93-96 Gillman, G. P. 1985. Influence of Organic Matter and Phosphate Content on the Point of Zero Charge of Variable Charge Components in Oxidic Soils. Aiist. J. Soil Res. 23:643-646. Gillman, G. P. and D. J. Abel. 1986. A Summary of Surface Charge Characteristics of the Major Soils of the Tully-Innistail Area, North Queensland. CSIRO Aust. Div. Rep. no .85. s
Gillman, G. P. and L. C. Bell. 1976. Surface Charge Characteristics of Six Weathered Soils from Tropical North Queensland. Aust. J. Soil Res. 16:6777. Kosmulski, M. 2002. The pH-Dependent Surface Charging and the Point of Zero Charge. J. Colloid hiterface Science. 253:77-87. Madeira, M., E. Auxtero and E. Sousa. 2003. Cation and Anion Exchange Properties of Andisols from Azores, Portugal, as Determined by the Compulsive Exchange and Ammonium Acetate Methods. Geoderma 117:225-241. EJoumal on-line. Melalui http://vAv\v.elsevier.com/locate/Reoderma (17/09/06). Mehra, O. P. and Jackson, M. L. 1960. Iron Oxide Removal from Soils and Clay by Dithionoite-Citrate System v/ith Sodium Bicarbonate Buffer. Clays and Clay Minerals, 7 Con. 317-327. Nanzyo, M., S. Shoji and R. Dahlgren. 1993. Physical Characteristics of Volcanic Ash Soils. Dalam Shoji, S., M. Nanzyo and R. Dahlgren (penyunting) Volcanic Ash Soil - Genesis, Properties And Utilization. Him 189 - 207. Developments in Soil Science 21. Elsevier, Amsterdam. Ndayiragije, S., B. Delvaux. 2003. Coexistence of Allophane, Gibbsite, Kaolinite And Hydroxy Al-Interlayered 2:1 Clay Minerals in a Perudic Andisol. Geoderma 117:203-214. E-Journal on-line. Melalui http://vA^vvv.elsevier.com/locate/geoderma (20/09/06). 53
Parfitt, R. L. and C. W. Child. 1988. Estimation Form of Fe and Al: A Review and Analysis of Contrasting Soils by Dissolution and Moessbaeur Methods. Aust. J. Soil Res. 26:121-144. Paterson, E. 1997. Specific Surface Area and Pore Structure of Allophanic Soil Clays. Clay Minerals. 12:1-8. Poulenard, J., F. Bartoli and G. Burtin. 2003. Iron Oxide. Dalam Lai. R. (penyunting). Encyclopedia of Soil Science. Marcel Dekker, Inc., New York. Qafoku, N. P. and J. E. Amonette. 2004. Variable Charge Soils, Their Mineralogy, Chemistry and Management. Advances in Agronomy. 84:157-213. Schwertmarm, U. 1993. Relation Between Iron Oxides, Soil Color, and Soil Formation. Dalam Birgham, J. M. dan E. J. Ciolkosz (penyimting). Soil Color. Hal. 51-69. Soil Science Society of America, Inc. Madison, Wisconsin, USA. Schwertmann, U. and R. M. Taylor. 1989. Iron Oxides. Dalam Dixon, J. B. and S. B. Weed (penyunting) Minerals in Soil Environments. Hal 379-438 SSSA. Madison, USA. Shoji, S. M. Nanzyo and R. Dahlgren. 1993. Genesis of Volcanic Ash Soils. Dalam Shoji, S., M. Nanzyo and R. Dahlgren (Penyunting). Volcanic Ash Soil Genesis, Properties and Utilization. Hal. 37-71 Developments in Soil Science 21. Elsevier, Amsterdam Stoops, G. 1988. Mineralogy. Ghent University. Belgium. 68 p. Theng, B. K. G., M. Russel, G. J. Churchman and R. L. Parfitt. 1982. Surface Properties of Allophane, Halloysite, and Imogolite. Clays and Clay Minerals. 30:143-149. Tisdale, S.L., W. L. Nelson,, J. D. Beaton and J. L. Havlin. 1993. Soil Fertility and Fertilizer. 5* ed. Macmillan Publishing Comp. New York. 634 p. Uehara, G., and G. Gillman. 1981. The Mineralogy, Chemistry And Physics of Tropical Soils with Variable Charge Clays. Westview Press, Inc. Colorado. 170 p. Utami, S. R. 1998. Properties and Rational Management Aspects of Volcanic Ash Soils from Java, Indonesia. Ph.D. Thesis. University of Ghent Belgium. 388 p.
54
Van Olphen, 1971. Amorphous clay materials. Sci. 171:90-91. Van Ranst, E. 1991. Soils of the Tropics and Subiropics : Geography, Classification, Properties and Management. Ghent University Belgium 293 p. Van Ranst, E. 1994. Concept of Soil Development. Ghent University. Belgium. 172 p. Van Ranst, E. 1995. Rational Soil Management in the Humid Tropics. Bull. Seanc. Acad. R. Sci. Outre-mer 40: 209-233. Van Ranst, E. 2006. Properties and Management of Soils of the Tropics. Laboratory of Soil Science. Ghent University. Belgium. 236 p. Van Ranst, E., F. De Conninck and J. Debaveye. 1993. Implication of Charge Properties and Chemical Management of Volcanic Ash Soils in West Cameroon. Proc. In 2"'' African Soil Sci. Soc. Conf. 255-264. Wada, K. 1980. Mineralogical Characteristics of Andisols. Dalam Theng, B. K. G. (penyunting). Soils with Variable Charge, him. 87-107. New Zealand Society of Soil Science. Lower Hunt. Wada, K. 1989. Allophane and Imogolite. Dalam Dixon, J. B. and S. B. Weed (penyunting). Minerals in Soil Environments 2^ ed, him. 1051-1087. Soil Sci. Soc. Am. Madison. W. I. Wada, S-I and K. Wada. 1977. Density and Structure of Allophane. Clay Minerals. 12:289-298. Wann, S. S. and G. Uehara. 1978. Surface Charge Manipulation in Constant Surface Potential Colloids : I. Relation to Sorbed Phosphorus. Soil Sci. Soc. Am. J. 42:565-570.. Yamada. K., S. Kato, M. Fujita, H. L. Xu, K. Katase and H Umemura. 1997. Investigation on The Properties of EM Bokashi and Development of Its Application Technology. International Nature Farming Research center, Hata-machi, Nagano, Japan. Yao, Y. 2001. Effect of Silicate Fertilizer Made from Steelmaking Slag. Journal of the Japanese Societ}' of Soil Science and Plant Nutrihon. 72: 25-32. Yoshinaga, N. 1986. Mineralogical Characteristics: II. Clay Minerals. Dalam Wada, K. (penyunting). Ando Soil in .Japan, him. 41-56. Kyushu Univ. Press. Fukuoka, Japan. 55