OPTIMASI KONDISI PROSES DAN PENGGANDAAN SKALA PRODUKSI NANOSILIKA MENGGUNAKAN METODE HIDROTERMAL
NURUL QISTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Kondisi Proses dan Penggandaan Skala Produksi Nanosilika Menggunakan Metode Hidrotermal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2017 Nurul Qisti F351130231
RINGKASAN NURUL QISTI. Optimasi Kondisi Proses dan Penggandaan Skala Produksi Nanosilika Menggunakan Metode Hidrotermal. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI dan SUPRIHATIN. Abu bagasse memiliki kandungan silika yang tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk meghasilkan produk nanosilika sebagai produk bernilai tambah. Nanosilika merupakan persenyawaan silika dengan ukuran berskala nano yang dapat diproduksi dari abu bagasse. Salah satu material yang menjadi perhatian mendalam para peneliti adalah nanopartikel silika (SiO2). Hal ini disebabkan karena nanopartikel silika (SiO2) memiliki kestabilan yang bagus, iner secara kimia, bersifat biokompatibel yang mampu bekerja selaras dengan sistem kerja tubuh, dan membentuk sperik tunggal. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode hidrotermal. Metode ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode lainnya yakni persiapannya yang sederhana, suhu reaksi yang relatif rendah, dispersi yang seragam untuk doping ion logam, serta kontrol stoikiometri dan memberikan kehomogenan secara kimia yang baik. Penelitian ini berupaya untuk mendapatkan ukuran partikel/kristal yang berukuran nano, selain itu untuk mendapatkan karakteristik nanosilika yang baik. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui waktu sintesis terbaik, untuk mendapatkan suhu dan waktu sintesis optimum produksi nanosilika serta untuk mendapatkan mengetahui kualitas produk nanosilika yang dihasilkan pada skala laboratorium dan skala ganda. Penelitian ini memiliki 3 tahap yakni tahap 1 sintesis nanosilika, tahap 2 optimasi suhu waktu sintesis dan tahap 3 penggandaan skala. Pada tahap 1 dilakukan variasi waktu hidrotermal yakni 8 jam, 10 jam dan 12 jam. Setelah itu, hasil nanosilika dilakukan uji PSA sebagai indikator perbandingan antara penelitian sebelumnya sebagai acuan. Dihasilkan nanosilika dari variasi waktu hidrotermal 8 jam, 10 jam dan 12 jam dengan suhu 150ᴼC. Namun hasil yang didapatkan tidak sesuai yang diinginkan maka, dalam optimasi suhu dan waktu menggunakan waktu hidrotermal 4 jam dengan suhu 150ᴼC yang diperoleh dari hasil terbaik penelitian terdahulu. Tahap 2 yakni dengan melakukan pengolahan data RSM diperoleh hasil prediksi model yakni suhu sintesis 152.67 ᴼC , waktu sintesis 6 jam, ukuran partikel 276.29 nm dan rata-rata nilai PDI 0.19. Hasil validasi adalah rata-rata ukuran partikel 381.85 ± 72.77 rata-rata sedangkan nilai PDI 0.28 ± 0.11. Hasil aktual dan hasil prediksi model tidak berbeda jauh dan masih dalam Interval Prediction 95%. Setelah itu dilakukan uji karakteristik lainnya seperti pola difraksi dan fase kristal, derajat kristalinitas, ukuran kristal, gugus fungsi dan karakterisasi morfologinya. Tahap 3 yakni dengan melakukan uji t diperoleh hasil yakni ukuran partikel terdapat perbedaan nyata antara skala laboratorium dengan skala ganda. Dimana nilai sig. ukuran partikel dan PDI lebih kecil dari 0.05 sehingga H0 ditolak Hal ini berarti bahwa rata-rata hasil analisa setelah diganda skalakan tidak sama dengan rata-rata hasil analisa sebelum diganda skalakan (skala laboratorium). Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh jumlah penambahan NaOH dalam proses ektraksi, lama ekstraksi, penambahan jumlah bahan pelarut (NaOH) yang digunakan selama sintesis produk nanosilika skala ganda.
Hasil perbandingan karakterisasi lainnya yakni pada pola difraksi dan fase kristal menunjukkan bahwa intensitas tertinggi terletak pada 2θ 34.02ᴼ (skala laboratorium) yang mengindikasikan fase quartz, sedangkan pada skala ganda intensitas tertinggi terletak pada 2θ 29.02ᴼ yang juga mengindikasikan fase quartz. Selain itu, nanosilika yang diperoleh bersifat kristalin. Hasil derajat kristalinitas dan ukuran Kristal yang dihasilkan berturut-turut skala laboratorium dan skala ganda yakni 49.22 % dan 49.48%., 24.53 nm dan 24.51 nm. Hasilnya tidak jauh berbeda. Jika dilihat dari gugus fungsinya, ke duanya memiliki gugus fungsi yang sama yakni vibrasi gugus Si-O, vibrasi gugus OH dan Si-O, vibrasi asimetri gugus Si-O-Si dan vibrasi gugus O-H (molekul air). Hasil ini mengindikasikan bahwa adanya gugus fungsi Si-O sebagai faktor produk yang dihasilkan mengandung silika. Hasil perbandingan karakteristik terakhir yakni karakterisasi morfologi dari ke duanya, skala aboratorium dan skala ganda. Diperoleh hasil yakni terlihatnya sebaran ukuran partikel belum begitu homogen, serta terjadi penggumpalan antarpartikel sehingga tidak membentuk serpihan karena adanya ikatan antar partikel tersebut. Namun secara keselurahan sudah cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan nilai PDI yang dibawah 0,7. Kata Kunci: abu bagasse, hidrotermal, nanosilika, optimasi, skala ganda
SUMMARY
NURUL QISTI. Optimization of Process Condition of Nanosilica Production by Hydrothermal Method. Suprvised by NASTITI SISWI INDRASTI dan SUPRIHATIN. Bagasses ash have a high silica content that can be utilized for get product nanosilica as value-added products. Nanosilica is silica compound with nano-scale size that can be produced from the ashes of the kettle. One material deep concern to the researchers are nanoparticles of silica (SiO2). This is because the nanoparticles of silica (SiO2) have a good stability, chemically inert, biocompatible character who is able to work in harmony with the body's systems work, and form a single spherical. One of method that can be used is the hydrothermal method. This method have advantages over other methods of preparation that are simple, relatively low reaction temperatures, uniform dispersion of the doping metal ions, as well as stoichiometry control and provide good chemical homogeneity. This study aims to obtain a particle size / nano-sized crystals, in addition to getting a good nanosilica characteristics. The purpose of this study were to determine the best synthesis time, to get the optimum synthesis temperature and time nanosilica production as well as to get to know the product quality nanosilica produced on a laboratory scale and scale-up. This study had three steps, which step 1 nanosilica synthesis, step 2 time temperature synthesis optimization and step 3 scale up. In the step 1 was variations in the hydrothermal time of 8 hours, 10 hours and 12 hours. After that, the results nanosilica PSA test as an indicator of a comparison between previous studies as a reference. The result was not as desired then, in the optimization of temperature and time using hydrothermal time of 4 hours with the temperature 150ᴼC obtained the best results of previous studies. Stage 2 was by performing data processing RSM obtained the models project that temperatures ᴼC 152.67 synthesis, synthesis time of 6 hours, the particle size of 276.29 nm and the average value of PDI 0.19. The results of the validation is an average particle size of 381.85 ± 72.77 average while the PDI value of 0.28 ± 0.11. Actual results and the results of model predictions were not significant different and it still under 95% Prediction Interval. After that tested other characteristics such as diffraction patterns and the crystalline phase, the degree of crystallinity, crystal size, functional groups and their morphological characterization. Step 3 was by doing the t test results obtained particle size are significant differences between the laboratory scale with scale-up. Where the sig. particle size and PDI less than 0.05 so H0 was rejected. This means that the average results of the scaleup analysis and laboratory analysis were have significant different. It can be caused by the influence of the amount of the addition of NaOH in the process of extraction, extraction time, increase the amount solvent (NaOH) used for the synthesis of the product nanosilica scale-up. The result of the other characterization were diffraction pattern and crystal phase showed that the highest intensity lies in 2θ 34.02ᴼ (laboratory scale) that indicates the phase quartz. While on a scale-up located at the highest intensity 2θ 29.02ᴼ which also indicates the phase quartz. Additionally, nanosilica obtained were crystalline. The
results of the degree of crystallinity and the size of the crystals produced consecutive laboratory scale and scale-up which is 49.22 % and 49.48 %, 24.53 nm and 24.51 nm. The results were not much different. When viewed from the functional groups, to both have the same functional group Si-O vibration force, vibration OH groups and Si-O, vibration asymmetry group Si-O-Si and vibration groups O-H (water molecules). These results indicate that the presence of functional groups Si-O as a factor products containing silica. The results of the comparison last characteristic morphological characterization of its second, laboratory scale and scale-up. The results showed that the sighting of the particle size distribution is not so homogeneous, and clotting occurs antarpartikel so as not to form flakes for their bonds between the particles. But in over all were good enough. This is evidenced by the PDI value below 0.7. Keywords: bagasse ash, hydrothermal, nanosilica, optimization, scale-up
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
OPTIMASI KONDISI PROSES DAN PENGGANDAAN SKALA PRODUKSI NANOSILIKA MENGGUNAKAN METODE HIDROTERMAL
NURUL QISTI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Andes Ismayana, S.TP, MT
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 ini ialah Optimasi Kondisi Proses dan Penggandaan Skala Produksi Nanosilika Menggunakan Metode Hidrotermal. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti dan Prof. Dr. Ir. Suprihatin Dipl Ing selaku pembimbing, serta Dr. Ir. Andes Ismayana, STP, MT yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada segenap staf Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Departemen Kimia, Laboratorium Nanotech Herbal Indonesia dan Laboratorium Analisis Bahan Departemen 5 Fisika FMIPA IPB, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2017 Nurul Qisti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 2 3 3 3
2 METODE Bahan Penelitian Peralatan Penelitian Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Prosedur Penilitian Tahap 1 Sintesis Nanosilika (Modifikasi Waktu Sintesis) Tahap 2 Optimasi Suhu dan Waktu Sintesis Tahap 3 Penggandaan Skala
4 4 4 4 5 5 6 8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Abu Bagasse Tahap 1 Sintesis Nanosilika (Modifikasi Waktu Sintesis) Distribusi Ukuran Partikel Nanosilika Tahap 2 Optimasi Suhu dan Waktu Sintesis Analisis Kombinasi Faktor dan Optimasi Respon Ukuran Partikel Analisis Kombinasi Faktor dan Optimasi Respon PDI Analisis Kombinasi Faktor dan Optimasi Respon yield Optimasi dan Validasi Kondisi Optimum Tahap 3 Penggandaan Skala Skala Laboratorium dan Skala Ganda Hasil uji T antara skala laboratorium dengan Skala Ganda Pola Difraksi dan Fase Kristal Derajat Kristalinitas Ukuran Kristal Gugus Fungsi Morfologi Nanosilika Potensi Aplikasi
9 9 10 10 11 11 14 16 17 19 19 19 20 21 22 23 24 25
4 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
27 27 27
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
30
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Rancangan desain rentang dan level variabel bebas Desain matriks percobaan dan hasil respon Kandungan unsur pada abu bagasse sebelum dan setelah pembakaran Model dan model persamaan yang menghubungkan antara respon ukuran partikel dengan semua faktor 5 Model dan model persamaan yang menghubungkan antara respon PDI dengan semua faktor 6 Model dan model persamaan yang menghubungkan antara respon yield dengan semua faktor 7 Uraian variabel faktor dan respon yang akan dioptimasi 8 Perbandingan nilai respon prediksi solusi optimasi dengan nilai aktual 9 Hasil pengujian uji t antara skala laboratorium dengan skala ganda 10 Hasil perhitungan ukuran kristal masing-masing perlakuan 11 Hasil pencocokan gugus fungsi hasil uji FTIR Nanosilika masing-masing perlakuan dengan referensi 12 Potensi Aplikasi Nanosilika Berdasarkan Sifat Kristalnya
6 6 9 11 14 16 18 18 19 22 23 25
DAFTAR GAMBAR 1 Hasil uji ukuran partikel nanosilika dengan variasi waktu 8, 10, dan 12 jam 2 Hasil uji nilai PDI nanosilika dengan variasi suhu 8, 10, dan 12 jam 3 Pengaruh suhu dan waktu sintesis pada produksi nanosilika terhadap respon ukuran partikel nanosilika: grafik (a) kontur dan (b) respon 3 dimensi 4 Pengaruh suhu dan waktu sintesis pada produksi nanosilika terhadap respon nilai PDI nanosilika: grafik (a) kontur dan (b) respon 3 dimensi 5 Pengaruh suhu dan waktu sintesis pada produksi nanosilika terhadap respon yield nanosilika: grafik (a) kontur dan (b) respon 3 dimensi 6 Reaktor hidrotermal (a) skala laboratorium dan (b) skala ganda 7 Difraktogram nanosilika (a) skala laboratorium (b) skala ganda 8 Persentase derajat kristalinitas setiap perlakuan 9 Spektroskopi FTIR anosilika (SiO2) (a) skala laboratorium (b) skala ganda 10 Morfologi nanosilika (SiO2) (a) skala laboraotorium (b) skala ganda
10 11 13 15 17 19 20 21 23 24
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Proses produksi silika murni Proses produksi nanosilika Tahapan kegiatan penelitian Ukuran partikel nanosilika (nm) Nilai PDI nanosilika Hasil analisis SMSS, lack of fit, R2 dan adjusted- R2 untuk ukuran partikel
28 29 30 31 31 31
7 Hasil uji ANOVA untuk ukuran partikel 8 Hasil analisis SMSS, lack of fit, R2 dan adjusted- R2 untuk PDI 9 Hasil uji ANOVA untuk PDI 10 Hasil analisis SMSS, lack of fit, R2 dan adjusted- R2 untuk Yield 11 Hasil uji ANOVA untuk Yield 12 Hasil uji T untuk ukuran partikel dan PDI
32 32 32 33 33 34
I PENDAHULUAN
Latar Belakang Abu bagasse merupakan limbah padat hasil pembakaran ampas tebu (bagasse) dalam bagasse. Keberadaannya yang semakin banyak di area industri, akan menyebabkan pencemaran lingkungan, terutama pencemaran udara karena debu. Di Indonesia, industri gula saat ini masih beroperasi dengan berbagai kapasitas dan menghasilkan sisa pembakaran bagasse pada boiler (bagasse) berupa abu bagasse dalam jumlah yang sangat banyak. Jumlah produksi abu bagasse kira - kira 0.3 % dari berat tebu, sehingga bila sebuah industri gula memiliki kapasitas 5 000 ton perhari maka abu bagasse yang dihasilkan sebesar 15 ton perhari (Huda 2012). Pemanfaatan abu bagasse saat ini hanya terbatas sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik dan urugan (Paramita 2002), sisanya dibuang sebagai limbah padat. Unsur mineral anorganik yang paling dominan dalam abu bagasse adalah silika (SiO2 ) dengan kadar maksimum hingga 70.97 % (Hernawati dan Indarto 2010). Sehingga dihasilkan ide dalam pemanfaatan abu bagasse ini, dengan membuat nanosilika sebagai produk alternatif. Nanosilika merupakan silika yang dimodifikasi dengan menggunakan beberapa treatment sehingga menghasilkan ukuran partikel yang berukuran nano. Nanosilika dimanfaatkan dalam bidang sains maupun dalam aplikasi industri, seperti: katalis, pigmen, farmasi, (Zawrah et al. 2009), obat-obatan, kosmetik, dan makanan (Nabeshi et al. 2011). Salah satu material yang menjadi perhatian mendalam para peneliti adalah nanopartikel silika (SiO2). Hal ini disebabkan karena nanopartikel silika (SiO2) memiliki kestabilan yang bagus, iner secara kimia, bersifat biokompatibel yang mampu bekerja selaras dengan sistem kerja tubuh, dan membentuk sperik tunggal (Yuan et al. 2010). Selain itu juga diungkapkan bahwa nanopartikel silika dapat digunakan sebagai suatu material support yang ideal untuk nanopartikel magnetik, karena sangat mudah mengalami fungsionalisasi, mencegah tarikan magnetik dipolar anisotropik ketika diberikan medan magnet luar, dan meningkatkan daya tahan terhadap korosi dari nanopartikel magnetik. Partikel silika memiliki peran yang berbeda-beda untuk masing-masing produk yang dihasilkan serta kualitas produk ditentukan dari ukuran dan distribusi ukuran partikel silika itu sendiri didalam sistemnya (Fernandez 2012). Ukuran silika sampai skala nano memerlukan perlakuan khusus dengan beberapa metode seperti sol - gel process, gas phase process, metode kopresipitasi, emulsion techniques, dan plasma spraying dan foging process (polimerisasi silika terlarut menjadi organo silika) (Jayanti 2014). Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode hidrotermal dalam mensintesis SiO2 untuk menghasilkan nanosilika yang seragam dan homogen. Metode hidrotermal memiliki banyak keuntungan seperti persiapannya yang sederhana, suhu reaksi yang relatif rendah, dispersi yang seragam untuk doping ion logam, serta kontrol stoikiometri dan memberikan kehomogenan secara kimia yang baik (Feng et al. 2012; Gupta et al. 2012). Kim et al. (2007) menyatakan bahwa dengan metode hidrotermal dapat meningkatkan kristalinitas, stabilitas termal, luas permukaan dan aktivitas fotokatalitik. Selain itu, metode hidrotermal digunakan dalam penelitian ini karena metode ini dapat digunakan dalam industri skala besar karena peralatan yang digunakan cukup sederhana.
Ditinjau dari pernyataan Mashudi dan Munasir (2015), bahwa disarankan untuk menggunakan variasi suhu yang lebih tinggi, atau menggunakan variasi waktu hidrotermal yang lebih lama dengan harapan mendapatkan silika kristal tanpa kalsinasi. Penelitian ini ditinjau dari hasil penelitian Wibowo (2015), yakni didapatkan suhu terbaik dalam proses sintesis nanosilika. Sehingga dalam penelitian ini hanya dilakukan modifikasi waktu sintesis dengan memperpanjang waktu sintesis untuk mendapatkan waktu terbaik sintesis nanosilika sehingga dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya yakni tahap optimasi. Optimasi suhu dan waktu sintesis metode hidrotermal ini menggunakan metode Respone Surface Methodology (RSM). RSM digunakan untuk mempelajari hubungan antara respon dengan beberapa faktor yang berpengaruh (Nogales et al. 2005). Dalam penelitian ini, respon yang akan dimasukkan yakni ukuran partikel nanosilika, PDI dan yield yang akan dihubungkan dengan faktor proses yakni suhu dan waktu. Hasil yang akan didapatkan yakni hubungan antara respon dengan faktor proses produksi nanosilika menggunakan metode hidrotermal dan kondisi optimum suhu dan waktu yang akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya yakni penggandaan skala. Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah penggandaan skala yang bertujuan untuk mengetahui kualitas produk nanosilika yang dihasilkan pada skala ganda dan membandingkan hasil tersebut dengan hasil skala laboratorium. Sehingga akan didapatkan informasi mengenai efektivitas produksi nanosilika untuk pengembangannya dalam skala industri. Perumusan Masalah Abu bagasse merupakan limbah padat yang dihasilkan dari unit penggilingan tebu, yang jika dibiarkan menumpuk di area industri, maka akan mencemari lingkungan karena debu yang dihasilkan. Selain itu, adanya peningkatan kebutuhan terhadap hasil pemanfaatan limbah padat tersebut, baik kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan proses pengolahannya, seperti penerapan teknologi baru yakni nano teknologi sebagai pendukung hasil pemanfaatan limbah padat industri gula dapat menjadi satu aternatif yang dapat dilakukan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan waktu sintesis terbaik dilihat dari karakteristik nanosilika yang dihasilkan dengan melakukan modifikasi waktu sintesis 2. Mendapatkan suhu dan waktu sintesis optimum produksi nanosilika dengan melakukan optimasi suhu dan waktu sintesis yang dihasilkan dari perlakuan terbaik 3. Mengetahui kualitas produk nanosilika hasil produksi ganda skala. Hipotesis Penelitian
1. 2.
Hipotesis penelitian ini adalah Ketika waktu sintesis diperpanjang, maka akan mendapatkan nilai ukuran partikel yang semain kecil. Terdapat hubungan antara hasil karakteristik dengan suhu dan waktu sintesis.
Manfaat Penelitian
1.
2.
Manfaat dari penelitian ini adalah Diperoleh hasil karakteristik dari perlakuan terbaik produksi nanosilika sehingga didapatkan informasi yang dapat digunakan untuk pengaplikasian nanosilika dengan tepat. Diperoleh hasil karakteristik skala ganda serta perbandingannya dengan skala laboratorium yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan produksi nanosilika hingga pada pengaplikasiannya dalam skala industri. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah melakukan produksi nanosilika dengan modifikasi dan optimasi suhu dan waktu sintesis serta dilakukan penggandaan skala untuk produksi nanosilika dengan menggunakan suhu dan waktu optimum dan kemudian membandingkan hasil karakteristik skala ganda dengan skala laboraturium.
2 METODE
Abu bagasse merupakan limbah hasil produksi gula yang sangat baik dimanfaatkan dalam pembuatan silika karena kandungan silikanya yang cukup tinggi yakni berkisar 70 % (Nunung 2010). Hasil abu bagasse industri gula masih memiliki kemurnian rendah sehingga perlu dilakukan preparasi menjadi partikel nano untuk meningkatkan sifat dan karasteristiknya. Untuk memperoleh tingkat distribusi ukuran partikel, polidispersitas, kristalinitas, ukuran kristal serta morfologi yang lebih baik dari nanosilika tersebut sehingga dilakukanlah penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari Metode Hidrotermal (Wibowo 2015), metode ini digunakan karena persiapannya yang sederhana, suhu reaksi yang relatif rendah, dispersi yang seragam untuk doping ion logam, serta kontrol stoikiometri dan memberikan kehomogenan secara kimia yang baik (Feng et al. 2012; Gupta et al. 2012). Tahap awal dengan melakukan modifikasi waktu sintesis untuk mendapatkan waktu sintesis terbaik yang kemudian akan dilanjutkan ke tahap optimasi suhu dan waktu sintesis. Optimasi proses produksi nanosilika ini menggunakan metode Respone Surface Methodology (RSM) dengan bantuan prog Design Expert 7.0 untuk mendapatkan suhu dan waktu optimum dari produksi nanosilika dengan melihat hubungan antara respon (ukuran partikel, PDI dan yield) dengan faktor (suhu dan waktu) produksi nanosilika. Selanjutnya hasil optimasi digunakan pada tahap penggandaan skala untuk mengetahui kualitas produk nanosilika yang dihasilkan pada skala laboratorium setara dengan hasil pada skala ganda. Dilakukan penggandaan skala 20 kali dari bahan penelitian pada skala laboratorium sedangkan Analisisnya menggunakan metode Particle Size Analyzer (PSA), X-Ray Difraction (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik dan Manajemen Lingkungan TIP Fateta IPB; Laboratorium Kimia Analitik Dept. Kimia IPB. Beberapa analisis dilakukan di Laboratorium Analisis Bahan Departemen 5 Fisika FMIPA IPB; Laboratorium Nanotech Herbal Indonesia; LIPI Cibinong. Penelitian dilakukan dari bulan September 2015 - April 2016. Bahan Penelitian Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain abu bagasse dari pabrik gula dan bahan-bahan analisis lainnya. Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan meliputi PSA (Particle Size Anayzer) Vasco, XRD (XRay Diffractom) GBC Emma,SEM (Scanning Electron Microscope) Zeiss EVO MA 10,
spektrom FTIR (Perkin Elmer), seperangkat alat reaktor hidrotermal dan peralatan analisis lainnya. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari 3 tahap yaitu Sintesis Nanosilika, Optimasi Suhu Waktu Sintesis dan Penggandaan skala. Tahap 1 Sintesis Nanosilika Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan perlakuan terbaik dari waktu sintesis agar dapat digunakan dalam optimasi suhu dan waktu sintesis produksi nanosilika. Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut. Preparasi Bahan Abu bagasse dicuci dengan akuades kemudian dikeringkan dalam oven 105°C selama 5 jam. Abu kering diabukan pada suhu 700°C selama 6 jam untuk menghilangkan mineral-mineral dan senyawa pengotor lain. Hasil dari pengabuan menghasilkan serbuk abu. Abu bagasse yang telah diabukan disimpan pada desikator untuk mempertahankan kadar air (Thuadaij dan Nuntiya 2008). Produksi Nanosilika Sebanyak 10 g abu bagasse diekstrak dalam 80 ml NaOH selama 3.5 jam. Larutan disaring dan dicuci menggunakan air panas 20 ml. Filtrat didinginkan sampai mencapai suhu ruang kemudian ditambahkan H2SO4 5 N sampai pH 2 dan ditambahkan NH4OH sampai pH 7. Sol yang terbentuk selanjutnya melalui proses aging selama 3.5 jam pada suhu ruang kemudian dikeringkan pada suhu 105°C selama 12 jam (Thuadaij dan Nuntiya 2008; Hariharan dan Sivakumar 2013; Ismayana 2014). Silika murni yang telah didapat ditambahkan 10 ml NaOH, dimasukkan ke dalam reaktor hidrotermal untuk diproses. Suhu yang digunakan yakni 150°C sedangkan waktu yang digunakan adalah 8, 10 dan 12 jam. Setelah itu, produk hidrotermal dititrasi dengan H2SO4 5 N hingga pH 8.5. Selanjutnya dilakukan pembilasan sebanyak 7 kali dengan menggunakan akuades hangat untuk menghilangkan zat pengotor yang ada di dalam produk. Produk yang telah bebas dari pengotor selanjutnya di-aging selama 3 jam dengan suhu 60oC kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 12 jam. Produk hasil pengeringan kemudian dimortar untuk mendapatkan nanosilika dalam bentuk serbuk halus. Setelah itu dilakukan penimbangan untuk mendapatkan yield. Karakterisasi Nanosilika Distribusi ukuran partikel nanosilika diamati dengan Vasco Particle Size Analyzer. Sebanyak 0.1 g bubuk nanosilika didispersikan dalam akuades dan diputar dengan magnetic stirrer selama 10 menit, kemudian disonikasi selama 1 sampai 2 menit. Pemindaian partikel nanosilika dilakukan dengan PSA selama 2 sampai 5 menit (Ismayana 2014).
Tahap 2 Optimasi Suhu dan Waktu Sintesis Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan suhu dan waktu sintesis optimum yang kemudian akan digunakan dalam proses produksi nanosilika skala ganda. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan untuk mengetahui optimasi dari suhu dan waktu sintesis menggunakan metode Respone Surface Methodology (RSM) dan ANOVA (α = 5 %). Dalam metode ini diharapkan akan mendapatkan suhu dan waktu optimum sintesis nanosilika dengan melihat hubungan antara respon (ukuran partikel, PDI dan yield) dengan faktor (suhu dan waktu) produksi nanosilika. Sebelum membuat rancangan percobaan, terlebih dahulu dilakukan pengujian untuk mengetahui kondisi optimum berdasarkan variabel faktor yang digunakan. Setelah itu dilakukan penetapan nilai tengah (titik center) sesuai dengan kondisi optimum yang didapatkan. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Central Composite Design (CCD) dengan dua variabel faktor yaitu X1 (suhu) dan X2 (waktu). Tabel 1 Rancangan desain rentang dan level variabel bebas
-1.68
-1
Taraf 0
X1
142.9
145
150
155
157.1
X2
1.2
2
4
6
6.8
Faktor
Kode
Suhu Waktu
1
1.68
Tabel 2 Desain matriks percobaan dan hasil respon Run No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
X1 (◦C) -1 0 -1.68 1 0 0 -1 0 1 0 0 1.68 0
X2 (jam) 1 1.68 0 -1 -1.68 0 -1 0 1 0 0 0 0
Y Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 Y12 Y13
Data-data hasil penelitian selanjutnya diolah dengan analisis regresi menggunakan software Design Expert 7.0.0 yang menghasilkan persamaan polinomial serta kontur hubungan antara variabel-variabel (faktor) dengan respon. Validasi Kondisi Optimum Tahapan akhir dalam penelitian ini adalah validasi kondisi optimal pada respon ukuran partikel, PDI dan yield yang direkomendasikan oleh prog. Tahap validasi bertujuan untuk membuktikan nilai respon dari solusi kombinasi faktor yang direkomendasikan. Setelah dilakukan tahap pengujian, kemudian hasil respon aktual yang didapatkan dibandingkan dengan nilai respon prediksi yang dihasilkan prog. Hasil validasi suhu dan waktu optimum sintesis nanosilika kemudian dilakukan analisis karakterisasi sebagai berikut. Distribusi ukuran partikel nanosilika diamati dengan Vasco Particle Size Analyzer. Sebanyak 0.1 g bubuk nanosilika didispersikan dalam akuades dan diputar dengan magnetic stirrer selama 10 menit, kemudian disonikasi selama 1sampai 2 menit. Pemindaian partikel nanosilika dilakukan dengan PSA selama 2 sampai 5 menit (Ismayana 2014). Ukuran kristal, derajat kristalinitas, dan fase kristal diamati dengan XRD (X-Ray Diffraction) GBC Emma yang dioperasikan pada 35 kV dan 25 mA. XRD GBC Emma menggunakan radiasi Cu-Kα dengan panjang gelombang (λ) 1.54056 Å. Difraktog dipindai mulai 10˚ sampai 80˚ (2θ) dengan laju pemindaian 3˚ per menit. Perhitungan derajat kristalinitas menggunakan software PowderX dan ukuran kristal menggunakan persamaan Scherrer. 𝐷=
𝑘𝜆 𝛽𝑐𝑜𝑠𝜃
Dimana k merupakan konstanta Scherrer (0.9), λ adalah panjang gelombang CuKα (0.154056 nm), β merupakan Full Width at Half Maximum (FWHM) dan θ adalah sudut difraksi. Pola difraksi dan fase kristal akan diidentifikasi dan dihitung kemurniannya melalui pencocokkan dengan kartu PDF (Powder Diffraction File) menggunakan software Match 2.PDF [96-900-0076] merupakan kartu PDF dari fase quartz. PDF [96-900-0521] merupakan kartu PDF dari fase tridimit dan PDF [96-9001579] merupakan kartu PDF dari fase kristobalit. SEM Zeiss EVO MA 10 digunakan untuk karakterisasi morfologi nanosilika. Sedikit sampel diambil dan diletakkan pada plat logam yang telah diberi doubletape agar sampel menempel dengan sempurna. Lalu, dilakukan proses pemompaan untuk menyedot sampel yang tidak menempel secara sempurna agar tidak merusak pompa vakum pada alat SEM. Sampel tersebut kemudian dilapisi dengan emas, untuk selanjutnya dipindai dengan perbesaran mulai 100 kali hingga 10 000 kali. Perbesaran rendah digunakan untuk mengamati keseragaman ukuran agregasi partikel sedangkan perbesaran tinggi digunakan untuk mengamati bentuk partikel. Spektrom FTIR (Perkin Elmer) digunakan untuk analisis gugus fungsi yang terdapat dalam suatu bahan. Sampel nanosilika diletakkan pada cell holder kertas uji FTIR selanjutnya diamati spektrumnya dengan FTIR ABB 3 000 dengan rentang panjang gelombang 400 - 4 000 nm dengan 10 kali pemindaian. Pembacaan panjang gelombang didasarkan pada library yang terdapat pada alat. Analisis gugus fungsi mengacu pada beberapa hasil penelitian sebelumnya (Setiawan 2015).
Tahap 3 Penggandaan Skala Produksi Nanosilika Sebanyak 200 g abu bagasse diekstrak dalam1 600 ml NaOH selama 3.5 jam. Larutan disaring dan dicuci menggunakan air panas 400 ml. Filtrat didinginkan sampai mencapai suhu ruang kemudian ditambahkan H2SO4 5 N sampai pH 2 danditambahkan NH4OH sampai pH 7. Sol yang terbentuk selanjutnya melalui proses aging selama 3.5 jam pada suhu ruang kemudian dikeringkan pada suhu 105 °C selama 24 jam. Silika murni yang telah didapat ditambahkan 200 ml NaOH, dimasukkan ke dalam reaktor hidrotermal untuk diproses. Suhu dan waktu yang digunakan adalah hasil optimasi suhu dan waktu sintesis. Setelah itu, produk hidrotermal dititrasi dengan H2SO4 5 N hingga pH = 8.5. Selanjutnya dilakukan pembilasan sebanyak 7 kali dengan menggunakan akuades hangat untuk menghilangkan zat pengotor yang ada di dalam produk. Produk yang telah bebas dari pengotor selanjutnya di-aging selama 3 jam dengan suhu 60oC kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 24 jam. Produk hasil pengeringan kemudian dimortar untuk mendapatkan nanosilika dengan bentuk serbuk halus. Setelah mendapatkan hasil penggandaan skala kemudian dilakukan dua kali pengulangan. Setelah itu dilakukan analisis karakterisasi seperti yang dilakukan pada hasil optimasi suhu dan waktu sintesis nanosilika untuk membandingkan hasil karakteristik dari hasil optimasi sebagai skala laboratorium. Analisis Data Pengolahan data analisis karakteristik produksi nanosilika dihitung dengan menggunakan perhitungan statisik uji t. Uji t yang digunakan adalah uji t rata-rata berpasangan. Dalam perhitungannya, menggunakan aplikasi Statistical Prog For Social Science (SPSS). Dimana, Hipotesis : Rata-rata hasil analisa setelah diganda skalakan sama dengan rata-rata hasil analisa sebelum diganda skalakan (skala laboratorium). H0 : Rata-rata hasil analisa setelah diganda skalakan sama dengan rata-rata hasil analisa sebelum diganda skalakan (skala laboratorium). Ha : Rata-rata hasil analisa setelah diganda skalakan tidak sama dengan rata-rata hasil analisa sebelum diganda skalakan (skala laboratorium). Kriteria pengambilan keputusan: Jika Sig > 0.05 H0 diterima Jika Sig < 0.05 H0 ditolak
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi Abu Bagasse Abu bagasse merupakan limbah padat hasil pembakaran ampas tebu (bagasse) dalam bagasse. Pada abu bagasse terdapat komponen-komponen anorganik di antaranya adalah mineral Si, K, Ca, Ti, V, Mn, Fe, Cu, Zn, dan P. Di antara komponen-komponen tersebut, kandungan mineral yang paling besar yakni Si, sebesar 50.36% (Affandi et al. 2009). Hasil uji kandungan abu bagasse XRF dari pabrik gula Subang menggunakan XRF (X-Ray Flourescence) disajikan pada Tabel 3. Adapun karakteristik dari abu bagasse sebelum dilakukan pembakaran adalah berwarna hitam dan teksturnya kasar. Tabel 3 Kandungan unsur pada abu bagasse sebelum dan setelah pembakaran No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Unsur Si Fe Al Ti Mn Zr Zn Cr Cu Ni
Sebelum Pembakaran (%) 57.4 29.3 8.2 3.13 1.52 0.13 0.13 0.05 0.04 0.03
Setelah Pembakaran (%) 56 32 6.8 3.34 1.64 0.21 0.16 0.01 0.07 0.05
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa kandungan Si sebesar 57.4 %. Dapat dilihat pula tingkat kemurnian dari abu bagasse ini begitu rendah, dilihat dari kandungan mineral lainnya yang jumlahnya cukup banyak dan beberapa di antaranya memiliki konsentrasi yang tinggi seperti Fe dengan kadarnya mencapai 29.3%. Setelah dilakukan ◦ pembakaran dengan menggunakan tanur pada suhu ± 700 C selama 6 jam, untuk menghilangkan senyawa organik dan pengotor lainnya, kandungan Si pada abu furnance menjadi menurun menjadi 56 %, sedangkan kadar Fe nya meningkat 32%. Beberapa mineral lainnya mengalami penurunan pada jumlahnya, seperti Al dan Cr. Selain kandungan Fe yang mengalami kenaikan jumlahnya dalam abu, mineral lainnya seperti Ti, Mn, Zr, Zn, Cu dan Ni juga mengalami kenaikan, meskipun dalam kadar yang cukup rendah. Hal ini dapat disebabkan karena selama pembakaran, terdapat pengotor yang dapat terkontaminasi dari penggunaan tanur itu sendiri. Selain itu terjadi pula proses perubahan karakteristik pada abu bagasse tersebut setelah dilakukan pembakaran, yakni warna abu yang awalnya hitam, setelah dilakukan pembakaran berubah menjadi coklat kemerah-merahan hingga abu-abu. Hal ini disebabkan karena menurun/hilangnya kandungan senyawa karbon dalam abu (Setiawan 2015). Selain itu, Menurut Rompas et al. (2013) mengatakan bahwa untuk mendapatkan kandungan silika yang tinggi, dilakukan pembakaran kembali pada abu ampas tebu (bagasse) lebih dari
◦
600 C sehingga abu tersebut mengalami perubahan warna dari hitam yang disebabkan karena masih banyaknya kandungan karbon yang kemudian diubah menjadi warna coklat agak kemerahan. Tahap 1 Sintesis Nanosilika (Modifikasi Waktu Sintesis) Distribusi Ukuran Partikel Nanosilika Pengukuran ukuran partikel nanosilika dilakukan dengan menggunakan PSA (Particle Size Analyzer). Pada tahap ini, dilakukan pengukuran ukuran partikel sebagai param penting dalam pembuatan naosilika, yang kemudian hasilnya akan dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya yang merupakan acuan dasar tahap ini dilakukan untuk memperoleh perlakuan terbaik. Perlakuan terbaik uji ukuran partikel Wibowo (2015) yang merupakan acuan dasar dalam penelitian ini untuk menentukan perlakuan terbaik dari modifikasi waktu sintesis yang dilakukan. Hasil pada Gambar 1, menunjukkan bahwa terjadi penurunan ukuran partikel pada suhu 150ᴼC yang merupakan suhu terbaik pada penelitian Wibowo (2015) di waktu 6 jam. Ditinjau dari pernyataan Mashudi dan Munasir (2015), bahwa disarankan untuk menggunakan variasi suhu yang lebih tinggi, atau menggunakan variasi waktu hidrotermal yang lebih lama dengan harapan mendapatkan silika kristal tanpa kalsinasi. Saran tersebut memberikan hipotesa bahwa semakin lama waktu ekstraksi, maka akan menurunkan ukuran partikel nanosilika sehingga dilakukan perlakuan waktu yakni 8, 10 dan 12 jam pada penelitian tahap ini. Hasil uji ukuran partikel menggunakan PSA pada tahap ini dengan variasi waktu sintesis nanosilika 8, 10 dan 12 jam, dapat dilihat pada Gambar 1. Sedangkan, hasil uji ukuran partikel dengan menggunakan PSA dapat dilihat pada Lampiran 4. 1066.16
Ukuran partikel (nm)
1200 1000 800 600
492.84 387.94
400 200 0
8
10
12
Waktu (jam)
Gambar 1 Hasil uji ukuran partikel nanosilika dengan variasi waktu 8, 10, dan 12 jam.
Hasil pengukuran ukuran partikel pada tahap ini, dilihat bahwa pada saat waktu reaksi ditambah dari 8 jam menjadi 10 jam begitu pula dari 10 jam menjadi 12 jam, terjadi kenaikan ukuran partikel pada masing-masing kenaikan waktu reaksi sintesis. Hal ini disebabkan terjadinya proses aglomerasi antar partikel sehingga membentuk partikel yang lebih besar seiring dengan bertambahnya waktu sintesis. Hal ini juga terkait dengan Hukum Ostwald, dimana partikel dengan ukuran besar akan terbentuk dengan melarutkan partikel dengan ukuran yang lebih kecil (Yao et al 1992). Setelah dilakukan perbandingan dari ke dua hasil tersebut, maka diperoleh waktu terbaik yakni 4 jam. Perlakuan terbaik diperoleh yakni suhu 150ᴼC dan waktu 4 jam, yang kemudian akan dicari suhu dan waktu optimum dari perlakuan ini. Selain itu, dapat dilihat hasil pengukuran nilai PDI sebagai indikator kehomogenitasan nanosilika yang dihasilkan pada tahap ini. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 2. Untuk hasil PDI lebih lengkapnya dapat dillihat pada Lampiran 5.
2.02
2.5
PDI
2
1.5 1
0.30
0.34
0.5 0 8
10
12
Waktu (jam)
Gambar 2 Hasil uji nilai PDI nanosilika dengan variasi waktu 8, 10, dan 12 jam. Dilihat pada Gambar 2 yakni nilai PDI yang dihasilkan cukup tinggi di waktu 8 , 10 dan 12 jam. Ini menandakan bahwa tingkat kehomogenan nanosilika yang dihasilkan jika waktu sintesis dinaikkan akan semakin memburuk. Tahap 2 Optimasi Suhu dan Waktu Sintesis Kombinasi Faktor dan Optimasi Respon Ukuran Partikel Hasil pengujian ukuran partikel diperoleh nilai ukuran partikel sebesar 193.70 nm 879.70 nm dengan nilai rata-rata ukuran partikel yang diperoleh sebesar 397.67 nm. Adapun model dan model persamaan yang menghubungkan antara respon ukuran partikel dengan semua faktor dapat dilihat pada Tabel 4. Model yang sesuai untuk mengoptimasi kondisi proses dengan respon ukuran partikel adalah model polinominal quadratic.
Tabel 4 Model dan model persamaan yang menghubungkan antara respon ukuran partikel dengan semua faktor Respon
Model
p-value
Lack of fit
Model Persamaan
Ukuran partikel
Quadratic
0.0314
0.5746
Y= 390.28-106.42X145.85X2+130.98 X1 X2+130.30 X12-118.30 X22
X1= suhu sintesis, X2=Waktu sintesis Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat model yang disarankan yakni quadratic dimana hasil analisis SMSS, lack of fit, R2 dan adjusted- R2 (Lampiran 6 ) telah memenuhi yakni suggested. Nilai SMSS (model quadratic vs 2FI) yang signifikan “Prob>F” lebih kecil dari 0.05 (0.0210). Nilai lack of fit (model quadratic) diperoleh “Prob>F” yang lebih besar dari 0.05 (0.5746) berarti tidak ada lack of fit (tidak signifikan). Nilai lack of fit yang tidak signifikan menunjukkan bahwa adanya kesesuaian data respon ukuran partikel dengan model. Dapat dilihat pada Lampiran 7. Dilihat pula nilai R2 untuk model quadratic yang disaranakan sebesar 0.7752. Nilai R2 sebesar 0.7752 mempunyai arti bahwa variabel X1 dan X2 terhadap perubahan variabel respon adalah 77.52% sedangkan sisanya sebesar 22.48% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diketahui. Model persamaan hasil ANOVA yang disajikan pada Tabel 4, dapat dilihat pengaruh masing-masing faktor terhadap respon ukuran partikel. Ke dua faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap respon ukuran partikel dengan p-value “Prob.F” yang lebih kecil dari 0.05 (0.0314). Berdasarkan persamaan model tersebut, dapat dilihat bahwa ukuran partikel akan menurun seiring dengan peningkatan interaksi kuadrat dari waktu sintesis, suhu sintesis, serta waktu sintesis. Ukuran partikel akan meningkat seiring dengan peningkatan interaksi antara suhu sintesis dan waktu sintesis dan kuadrat dari suhu sintesis. Berikut ini disajikan grafik kontur dan 3D surface nilai ukuran partikel pada Gambar 3.
(a)
Suhu (°C)
(b) Waktu (jam) Suhu (°C)
Gambar 3 Pengaruh suhu dan waktu sintesis pada produksi nanosilika terhadap respon ukuran partikel nanosilika: grafik (a) kontur dan (b) respon 3 dimensi. Berdasarkan Gambar 3(a) terlihat garis-garis kontur melingkar dengan titik merah berada di antara lingkaran ketiga dan keempat terdalam. Lima titik merah pada kontur merupakan titik pusat dari rancangan yang dibuat. Pada respon ukuran partikel, nilai yang dicari adalah nanosilika dengan ukuran partikel minimum. Garis kontur yang melingkar ke luar dan memiliki area berwarna biru menunjukkan nilai respon terbaik dimana ukuran partikel yang dihasilkan semakin kecil. Lima titik pusat pada kontur tidak berada tepat pada titik pusat lingkaran. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa nilai respon terbaik akan diperoleh dengan mengkondisikan faktor-faktor tidak pada titik pusat, tetapi bergeser ke arah atas dan ke arah kanan bawah menuju daerah berwarna biru. Respon ukuran partikel akan optimum pada konsentrasi suhu sintesis yang meningkat dan waktu sintesis yang berada pada range waktu tertentu. Pada Gambar 3(b) merupakan 3D respon permukaan ukuran partikel nanosilika yang menunjukkan suhu dan waku sintesis berpengaruh signifikan terhadap ukuran partikel yang dihasilkan nanosilika. Terlihat pula bahwa hubungan suhu dan waktu sangatlah berpengaruh. Ketika suhu sintesis dinaikkan sedangkan waktu sintesis diturunkan, terjadi penurunan ukuran partikel pada nanosilika yang dihasilkan. Hal ini dapat terjadi karena ketika suhu dinaikkan (pada batas tertentu) tingkat kelarutan pada nanosilika yang dihasilkan akan meningkat pula. Meningkatnya tingkat kelarutan tersebut akan menghasilkan tingkat mobilitas ionik yang tinggi, viskositas rendah dan konsentrasi ion yang lebih banyak sehingga mengakibatkan aglomerat menjadi terpisah yang menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil (Byrappa dan Masahiro 2001). Sedangkan ketika waktu diturunkan (pada batas tertentu) juga menjadi faktor ukuran partikel menjadi lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan karena waktu yang relatif singkat tidak terjadi aglomerasi antar partikel dibandingkan ketika waktunya dinaikkan (hingga waktu tertentu) dimana, semakin lama waktu reaksi dapat terjadi proses aglomerasi antar partikel sehingga membentuk partikel yamg lebih besar. Hal ini juga terkait dengan Hukum Ostwald, dimana partikel dengan ukuran besar akan terbentuk dengan melarutkan partikel dengan ukuran yang lebih kecil (Yao et al 1992). Namun pada range waktu antara 5 jam – 6 jam terjadi penurun ukuran partikel kembali. Hal ini disebabkan
karena pada kondisi tersebut terjadi pelarutan kembali dengan ukuran yang besar, selain itu terjadi pula pemisahan antar partikel, sehingga ukuran cenderung menurun (Cao et al 2013). Kombinasi Faktor dan Optimasi Respon PDI (Polydispersity Index) Hasil pengujian PDI diperoleh nilai PDI sebesar 0.0001 - 0.56 dengan nilai rata-rata PDI yang diperoleh sebesar 0.32. Rata-rata nilai PDI yang dihasilkan yakni 0.32 menandakan sebaran partikel cukup baik, karena nilanya kurang dari 0.7. Hal ini dapat didasarkan pada pernyataan Nidhin et al (2007) bahwa polydipersity index (PDI) merupakan param yang mendifinisikan distribusi ukuran partikel. Nilai PDI antara 0.01 hingga 0.5 – 0.7 merupakan partikel yang monodispers (homogen). Adapun model dan model persamaan yang menghubungkan antara PDI dengan semua faktor dapat dilihat pada Tabel 3. Model yang sesuai untuk mengoptimasi kondisi proses dengan respon PDI adalah model polinominal quadratic. Tabel 5 Model dan model persamaan yang menghubungkan antara respon ukuran PDI dengan semua faktor Respon
Model
p-value
Lack of fit
Model Persamaan
PDI
Quadratic
0.0212
0.7442
Y= 0.40-0.040X10.10X2+130.055 X1 X26756E-003 X12-0.11 X22
X1= suhu sintesis, X2=Waktu sintesis Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat model yang disarankan yakni quadratic dimana hasil analisis SMSS, lack of fit, R2 dan adjusted- R2 (Lampiran 8) telah memenuhi yakni suggested. Nilai SMSS (model quadratic vs 2FI) yang signifikan “Prob>F” lebih kecil dari 0.05 (0.026). Nilai lack of fit (model quadratic) diperoleh “Prob>F” yang lebih besar dari 0.05 (0.7442) berarti tidak ada lack of fit (tidak signifikan). Nilai lack of fit yang tidak signifikan menunjukkan bahwa adanya kesesuaian data respon PDI dengan model. Dapat dilihat pada Lampiran 9. Dilihat pula nilai R2 untuk model quadratic yang disaranakan sebesar 0.7752. Nilai R2 sebesar 0.8011 mempunyai arti bahwa variabel X1 dan X2 terhadap perubahan variabel respon adalah 80.11% sedangkan sisanya sebesar 19.89% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diketahui. Model persamaan hasil ANOVA yang disajikan pada Tabel 5, dapat dilihat pengaruh masing-masing faktor terhadap respon PDI. Ke dua faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap respon ukuran partikel dengan p-value “Prob.F” yang lebih kecil dari 0.05 (0.0212). Berdasarkan persamaan model tersebut, dapat dilihat bahwa PDI akan menurun seiring dengan peningkatan dan kuadrat dari suhu sintesis, suhu sintesis, interaksi kuadrat dari waktu sintesis, serta waktu sintesis. Sedangkan ukuran partikel akan meningkat seiring dengan peningkatan interaksi antara suhu sintesis dan waktu sintesis. Berikut ini disajikan grafik kontur dan 3D surface nilai ukuran partikel pada Gambar 4.
(a)
Suhu (°C)
(b)
Suhu (°C)
Waktu (jam)
Gambar 4 Pengaruh suhu dan waktu sintesis pada produksi nanosilika terhadap respon nilai PDI nanosilika: grafik (a) kontur dan (b) respon 3 dimensi Berdasarkan Gambar 4(a) terlihat garis-garis kontur melingkar dengan titik merah berada di antara lingkaran keempat dan kelima terluar. Lima titik merah pada kontur merupakan titik pusat dari rancangan yang dibuat. Pada respon PDI, nilai yang dicari adalah nanosilika dengan nilai PDI minimum. Garis kontur yang melingkar ke luar dan memiliki area berwarna biru menunjukkan nilai respon terbaik dimana nilai PDI yang dihasilkan semakin kecil. Lima titik pusat pada kontur tidak berada tepat pada titik pusat lingkaran. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa nilai respon terbaik akan diperoleh dengan mengkondisikan faktor-faktor tidak pada titik pusat, tetapi bergeser ke arah atas menuju daerah berwarna biru. Respon ukuran partikel akan optimum pada konsentrasi suhu sintesis yang meningkat dan waktu sintesis yang berada pada range waktu tertentu. Pada Gambar 4(b) merupakan 3D respon permukaan nilai PDI nanosilika yang menunjukkan suhu dan waku sintesis berpengaruh signifikan terhadap nilai PDI yang dihasilkan nanosilika. Terlihat pula bahwa hubungan suhu dan waktu sangatlah berpengaruh. Ketika suhu sintesis dinaikkan sedangkan waktu sintesis juga dinaikkan, terjadi penurunan nilai PDI pada nanosilika yang dihasilkan. Menurunnya nilai PDI menandakan semakin seragamnya ukuran partikel hingga ikatan antar partikelnya lebih kuat. Menurut Babu dan Dhamodaran (2009) bahwa ketika suhu waktu sintesis
dinaikkan, akan terjadi penurunan nilai PDI. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu reaksi, maka semakin terkontrolnya proses pembentukan dan pertumbuhan partikel. Sama halnya dnegan suhu sintesis ketika dinaikkan hingga suhu tertentu, akan menghaislkan nilai PDI yang semakin rendah. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu sintesis, semakin cepat pula laju pembentukan dan pertumbuhan partikel tersebut (Nabifar 2007). Selain itu, dapat pula dipengaruhi oleh kecenderungan bergabungnya partikel satu dengan partikel lainnya sehingga membentuk partikel dengan ukuran yang lebih besar dengan kestabilan tinggi. Kombinasi Faktor dan Optimasi Respon Yield Hasil pengujian ukuran partikel diperoleh nilai ukuran partikel sebesar 15.7 % - 32.8 % dengan nilai rata-rata yield yang diperoleh sebesar 26.86 %. Adapun model dan model persamaan yang menghubungkan antara respon ukuran partikel dengan semua faktor dapat dilihat pada Tabel 6. Model yang sesuai untuk mengoptimasi kondisi proses dengan respon yield adalah model polinominal 2FI. Tabel 6 Model dan model persamaan yang menghubungkan antara respon yield dengan semua faktor Respon
Model
p-value
Lack of fit
Model Persamaan
Yield
2FI
0.0785(not significant)
0.4701
Y= 26.86+1.15X13.23X2+4.02 X1 X2
X1= suhu sintesis, X2=Waktu sintesis Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa data yang diperoleh yang disarankan oleh aplikasi yakni 2FI namun, tidak diterima oleh model karena hasil analisis SMSS nya tidak memenuhi, sedangkan lack of fit, R2 dan adjusted- R2 (Lampiran 10) memenuhi. Nilai SMSS (model 2FI vs Linier) yang disarankan tidak signifikan yakni “Prob>F” lebih besar dari 0.05 (0.0809) yang semestinya nilainya harus lebih kecil. Nilai lack of fit (model 2FI) diperoleh “Prob>F” yang lebih besar dari 0.05 (0.4701) berarti tidak ada lack of fit (tidak signifikan). Nilai lack of fit yang tidak signifikan menunjukkan bahwa adanya kesesuaian data respon ukuran partikel dengan model. Dapat dilihat pada Lampiran 11. Dilihat pula nilai R2 untuk model 2FI yang disaranakan sebesar 0.5132. Nilai R2 sebesar 0.5132 mempunyai arti bahwa variabel X1 dan X2 terhadap perubahan variabel respon adalah 51.32% sedangkan sisanya sebesar 48.68% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diketahui. Model persamaan hasil ANOVA yang disajikan pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa tidak adanya pengaruh masing-masing faktor terhadap respon yield, karena kedua faktor tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap respon yield dengan p-value “Prob.F” yang lebih besar dari 0.05 (0.0785). Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa besar atau kecilnya nilai yield yang dihasilkan tidak berpengaruh pada suhu sintesis, waktu sintesis, interaksi kuadrat dari waktu sintesis, interaksi antara suhu sintesis dan waktu sintesis dan kuadrat dari suhu sintesis. Berikut ini disajikan grafik kontur dan 3D surface nilai ukuran partikel pada Gambar 5.
(a)
Suhu (°C)
(b)
Suhu (°C)
Waktu (jam)
Gambar 5 Pengaruh suhu dan waktu sintesis pada produksi nanosilika terhadap respon yield nanosilika: grafik (a) kontur dan (b) respon 3 dimensi. Berdasarkan Gambar 5(a) dan 5(b) merupakan hasil yang tidak diterima oleh model karena tidak adanya pengaruh suhu dan waktu sintesis untuk respon yield. Pengaruh besar atau kecilnya yield dihasilkan, berpengaruh pada proses pencucian bahan untuk menghilangkan senyawa natrium sehingga mendapatkan silika dan nanosilika murni. Optimasi dan Validasi Kondisi Optimum Berdasarkan hasil analisis yang telah didapatkan dari kedua variabel faktor dan tiga variabel respon yang telah didapatkan, dapat diketahui kombinasi model yang terbaik sehingga akan menghasilkan karakteristik nanosilika yang diinginkan. Sebelum dilakukannya penetuan kondisi optimal, terlebih dahulu ditentukan goal yang diinginkan pada masing-masing variabel respon yang ada. Setelah itu, menentukan tingkat kepentingan dengan memberikan bobot kepentingan pada masing-masing variabel respon. Uraian variabel faktor dan respon yang akan dioptimasi dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7 Uraian variabel faktor dan respon yang akan dioptimasi Kriteria Suhu Waktu Ukuran Partikel PDI
Satuan
Goal
Batas Bawah
Batas Atas
ᴼC Jam nm -
in range in range Minimize Minimize
142.93 6.83 193.70 0.00001
157.07 1.17 879.70 0.56
Bobot Kepentingan +++ +++ +++++ +++++
Berdasarkan Tabel 7 di atas, dapat dilihat yang diinginkan untuk ukuran partikel dan nilai PDI mendapatkan kondisi yang optimal adalah minimize. Sedangkan untuk yield adalah maximize. Pada kolom bobot kepentingan, dapat dilihat bahwa variabel respon ukuran partikel dan nilai PDI merupakan variabel paling penting dalam produksi nanosilika terbaik ini. Dapat dilihat dari bobot kepentingan diberikan yakni bernilai positif lima (+++++) dan variabel respon yang lain (yield) bernilai positif tiga (+++). Ukuran partikel dan nilai PDI merupakan variabel yang sangat penting dalam produksi nanosilika ini. Dimana, berpengaruh signifikan terhadap hasil terhadap karakteristik nanosilika yang dihasilkan dan dijadikan standar mutu nanosilika yang baik. Setelah semua variabel dan respon diberikan bobot kepentingan, selanjutnya dihasilkan solusi dari hasil optimasi yaitu suhu sintesis 152.67 ᴼC dan waktu sintesis 6 jam dengan nilai desirability 72.9 %. Dalam hal ini, model akan dinilai baik jika nilai prediksi respon, mendekati nilai verifikasi dalam kondisi aktual (Madamba 2005). Setelah diperoleh solusi optimasi, selanjutnya yang akan dilakukan yakni validasi terhadap prediksi variabel respon yang diberikan. Hasil pada prog Design Expert 7.0.0, terlihat adanya nilai respon prediksi yang diiukuti dengan selang prediksi 95%. Nilai 95% merupakan nilai kepercayaan dari pengamatan individual sebesar 95%. Selang prediksi atau PI (Prediction Interval) dibagi menjadi dua, yaitu 95% PI low dan 95% PI high. 95% PI low merupakan nilai terendah dari interval yang diprediksikan. Sedangkan 95% PI high merupakan nilai tertinggi dari interval yang diprediksikan. Perbandingan nilai respon prediksi solusi optimasi dengan nilai aktual dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Perbandingan nilai respon prediksi solusi optimasi dengan nilai aktual Respon
Aktual
Prediksi
Ukuran partikel (nm) PDI
381.85 ± 72.77 0.28 ± 0.11
276.29 0.20
Low 274.85 0.04
95% PI High 639.03 0.42
Berdasarkan hasil uji validasi terhadap variabel respon, didapatkan hasil nanosilika yang dihasilkan dari perlakuan suhu sintesis 152.67 ᴼC dan waktu sintesis 6 jam memiliki rata-rata ukuran partikel 381.85 ± 72.77, rata-rata nilai PDI nya sebesar 0.28 ± 0.11. Apabila dibandingkan dengan nilai respon prediksi yang diberikan oleh prog, nilai aktual tidak jauh berbeda dengan nilai prediksi karena masih berada di antara selang prediksi 95%.
Tahap 3 Penggandaan Skala
Skala Laboratorium dan Skala Ganda Peralatan utama yang digunakan dalam mensintesis nanosilika pada penelitian ini adalah reaktor hidrotermal. Adapun perbedaan reaktor hidrotermal yang digunakan pada skala laboratorium dan skala ganda dapat dilihat pada Gambar 6.
(a)
(b)
Gambar 6 Reaktor hidrotermal (a) skala laboratorium dan (b) skala ganda Gambar 6 (a) menunjukkan reaktor hidrotermal dengan kapasitas 100 ml larutan, yang digunakan pada saat melakukan sintesis nanosilika pada skala laboratorium sedangkan Gambar 6 (b) menunjukkan menunjukkan reaktor hidrotermal dengan kapasitas 1L larutan, yang digunakan pada saat melakukan sintesis nanosilika pada skala ganda. Perbedaan kapasitas ini merupakan parameter yang berubah pada tahap penggandaan skala ini. Sedangkan tekanan yang digunakan yakni 1 atm yang merupakan parameter yang tidak berubah. Hasil Uji T antara Skala Laboratorium dengan Skala Ganda Setelah dilakukan produksi nanosilika skala laboratorium dengan skala ganda, yang kemudian dilakukan pengujian statistika yakni uji t untuk mendapatkan perbandingan hasil karakteristik ukuran partikel dan PDI. Dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini. Tabel 9 Hasil pengujian uji t antara skala laboratorium dengan skala ganda Perlakuan Skala Laboratorium Skala Ganda
Ukuran Partikel (nm)
PDI
381.85 ± 72.77 775.37 ± 120.25
0.2790 ± 0.1117 0.4770 ± 0.2121
Hasil uji t
H0 ditolak
H0 ditolak
Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa hasil uji t yang diperoleh yakni H0 ditolak. Dimana nilai sig. ukuran partikel dan PDI lebih kecil dari 0.05 sehingga H0 ditolak. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Hal ini berarti bahwa rata-rata hasil analisa setelah diganda skalakan tidak sama dengan rata-rata hasil analisa sebelum diganda skalakan (skala laboratorium). Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh jumlah penambahan NaOH dalam proses ektraksi, lama ekstraksi, penambahan jumlah bahan pelarut (NaOH) yang digunakan selama sintesis produk nanosilika skala ganda. Sampel yang digunakan jumlahnya lebih besar dibandingkan skala labarotarium sehingga kontrol prosesnya pun harus lebih diperhatikan. Hal ini didasarkan pada pernyataan Fadli et al. (2013) bahwa untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam produksi silika, kondisi terpenting yakni proses ektraksi, dimana perlu dilakukan kontrol pada temperatur, konsentrasi pelarut , waktu ekstrkasi dan pengadukan. Selain itu waktu yang digunakan selama proses sintesis nanosilika juga sangat berpengaruh pada hasil yang diperoleh. Dimana waktu sintesis yang digunakan sama dengan waktu skala laboratorium namun jumlah sampel yang jauh lebih banyak juga akan berpengaruh pada hasil sintesis. Pola Difraksi dan Fase Kristal Hasil analisis nanosilika menggunakan XRD ini, menghasilkan 2θ dan intensitas pada sudut yang sesuai. Analisa fase Kristal menggunakan kartu PDF (Power Diffraction File) dengan cara mencocokkan besaran 2θ dengan fase silika yang didapat sebelumnya dengan software Match!. Adapun, posisi puncak atau 2θ yang dihasilkan digunakan untuk mengetahui fase kristal. Dimana, setiap kristal yang dihasilkan akan memiliki fase kristal yang berbeda-beda karena adanya bidang difraksi yang spesifik antar kristal. Start: 10° End: 80° Step: 0.02° Speed: 3°/min Time/Step: 6.666666E-03° Wavelength: 1.54056Å (Cu)
(a) Start: 10° End: 80° Step: 0.02° Speed: 3°/min Time/Step: 6.666666E-03° Wavelength: 1.54056Å (Cu)
(b) Gambar 7 Difraktog nanosilika (a) skala laboratorium (b) skala ganda Gambar 7 (a) menunjukkan bahwa intensitas tertinggi terletak pada 2θ 34.02ᴼ yang mengindikasikan fase quartz. Sedangkan pada Gambar 7 (b) dihasilkan intensitas tertinggi terletak pada 2θ 29.02ᴼ yang mengindikasikan fase quartz. Selain itu, nanosilika yang diperoleh bersifat kristalin, dilihat dari puncaknya yang tajam dan intensitas yang kuat. Dapat pula dilihat perbedaan hasil, dimana terjadi penurunan intensitas pada puncak pada skala ganda. Namun, hasil yang diperoleh untuk ke dua skala ini cenderung stabil. Hal ini dapat disebabkan karena tidak adanya pelarutan kristal kembali dan reaksi berjalan negatif, sehingga cenderung stabil (Cao et al 2013). Derajat Kristalinitas Derajat kristalinitas menunjukkan proporsi fase kristalin yang ada dalam bahan (Setiawan 2015). Persentase derajat kristalinitas dapat dilihat pada Gambar 8. Derajat kristalinitas dipengaruhi oleh pola difraksi dan fase kristal. Hasil yang didapatkan bahwa diperoleh derajat kristalinitas berturut-turut yakni 48.63 ± 0.84 % dan 49.48 ± 0.66 %. Kenaikan derajat kristalinitas ini dapat disebabkan karena keberadaan pengotor yang akan memunculkan puncak dan fase baru (Byrappa dan Masahiro 2001).
50
48.63 ± 0.84
49.01 ± 0.66
Derajat Kristalinitas (%)
45
40 35 30 25 20 15 10 5 0 Skala Skala ganda laboratorium Perlakuan
Gambar 8 Persentase derajat kristalinitas setiap perlakuan Hasil yang diperoleh yakni ada kenaikan persentase derajat kristalinitas dari skala laboratorium ke skala ganda. Namun, kenaikannya tidak signifikan berbeda jauh. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kemunculan puncak dan fase kristal baru inilah yang menyebabkan derajat kristalinitas menjadi naik. Selain itu, meningkatnya suhu juga akan meningkatkan kecenderungan proses kristalisasi untuk membentuk produk berstruktur tebal (dense) dan kuat (Byrappa dan Masahiro 2001). Untuk skala laboratorium dan skala ganda cenderung stabil dengan fase silika dominan quartz. Ukuran Kristal Ukuran kristal yang dihasilkan cukup rendah. Hasil perhitungan ukuran Kristal dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil perhitungan tersebut diperoleh dari perhitungan ratarata ukuran kristal dengan intensitas tinggi pada pada 2θ 29.02ᴼ. Tabel 10 Hasil perhitungan ukuran kristal rata-rata perlakuan Perlakuan Skala laboratorium Skala ganda
Ukuran Kristal (nm) 24.53 ± 0.01 24.52 ± 0.01
Hasil tersebut dapat terlihat bahwa ukuran kristal yang dihasilkan cenderung stabil serta secara signifikan tidak jauh berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa pembentukan kristal berjalan dengan baik serta tidak adanya kecenderungan reaksi kondensasi yang tinggi yang dapat menyebabkan semakin besarnya ukuran kristal. Penggunaan suhu yang opimum mampu memotong kristal silika lebih kecil. Selain itu, faktor lainnya juga dapat disebabkan karna adanya hidrolisis asam yang dilakukan akan memutus struktur ikatan kimia pada kristal silika yang mengakibatkan strukturnya menjadi lebih kecil (Ismayana 2014).
Gugus Fungsi Analisis gugus fungsi yang terdapat di dalam bahan nanosilika dapat dilihat dari pengujian FTIR. Hasil uji spektroskopi FTIR nanosilika dapat dilihat pada Gambar 9. Hasil pencocokan gugus fungsi hasil uji FTIR dengan referensi dapat dilihat pada Tabel 11. Dimana, pola serapan gugus Si-O-Si (siloksan) hasil sintsis terletak pada bilangan gelombang yang sesuai dengan referensi yang mempunyai rentang antara 1 050-1 115 cm-1 . Sedangkan pola serapan gugus fungsi O-H memiliki serapan yang sesuai dengan referensi yakni memiliki rentang 3 000 – 4 000 cm-1.
(a)
(b)
Gambar 9 Spektroskopi FTIR anosilika (SiO2) (a) skala laboratorium (b) skala ganda
Tabel 11 Hasil pencocokan gugus fungsi hasil uji FTIR Nanosilika masing-masing perlakuan dengan referensi
Skala laboratorium (cm-1)
Skala ganda (cm-1)
467.60
470.59
801.03
806.69
1 100.53
1 114.47
2 098.16
1 507.11
3 445.80
1 540.46
Gugus Fungsi Vibrasi Gugus Si-O Vibrasi gugus OH Dan Si-O Vibrasi asimetri gugus Si-O-Si Vibrasi gugus O-H (molekul air) Vibrasi gugus O-H
Rentang Penentuan Gugus Fungsi (cm-1) 465-475 800-870 1 050-1 115 1 639 3 000-4 000
Hasil karakterisasi dengan menggunakan FTIR ini dapat dilihat bahwa terjadi kehilangan pola serapan gugus O-H (molekul air) seiring dengan penambahan skala dari skala laboratorium ke skala ganda. Hal ini dapat dinyatakan bahwa nanosilika yang dihasilkan pada skala laboratorium dapat diskalagandakan dengan serapan gugus O-H (molekul air) yang semakin kecil yang akan berpengaruh pada kereaktifan aplikasinya.
Morfologi Nanosilika Gambar 10 menunjukkan morfologi nanosilika yang dihasilkan dari analisis dengan SEM. Morfologi partikel yang teramati merupakan satu atau beberapa partikel nanosilika yang diambil secara acak dengan perbesaran 100 kali hingga 10000 kali. Perbesaran 100 kali digunakan untuk mengamati sebaran ukuran partikel sedangkan perbesaran 10000 kali digunakan untuk mengamati morfologi partikel tunggal.
5 µm
SEM JSM-5000 MAG 15000X ACCV 20kV WIDTH 8.80 um
(a)
SEM JSM-5000 MAG 15000X ACCV 20KkV WIDTH 8.80 um
(b)
Gambar 10 Morfologi nanosilika (SiO2) (a) skala laboratorium (b) skala ganda
Pada Gambar 10 (a) dan (b) terlihat sebaran ukuran partikel belum begitu homogen, serta terjadi penggumpalan antarpartikel sehingga tidak membentuk serpihan karena adanya ikatan antar partikel tersebut. Namun secara keselurahan sudah cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan nilai PDI yang dibawah 0,7. Gambar diatas memperlihatkan bahwa partikel yang dihasilkan berbentuk tidak beraturan (irregular). Bentuk kristal/partikel yang tidak beraturan dapat disebabkan karena proses nukleasi yang terjadi bersifat heterogen akibat keberadaan pengotor (impurities). Selain itu, hal tersebut juga menyebabkan komposisi dari produk menjadi heterogen (Byrappa dan Masahiro 2001).
Potensi Aplikasi Nanosilika memiliki beberapa potensi untuk pengaplikasian di berbagai bidang industri. Nanosilika yang dihasilkan pada penelitian ini secara keseluruhan bersifat kristalin dan beberapa di antaranya bersifat amorf. Adapun beberapa pengaplikasian nanosilika berdasarkan sifat kristalnya dapat dilihat pada tabel 12 di bawah ini. Tabel 12 Potensi Aplikasi Nanosilika Berdasarkan Sifat Kristalnya No 1. 2.
Sifat Kristal Kristalin Amorf
Potensi Aplikasi Perangkat Semikonduktor Filler produk keramik, produk karet, material bangunan dan pembuatan membran
Perangkat Semikonduktor Silika dapat digunakan sebagai perangkat semikonduktor. Silika merupakan bahan yang memiliki karakteristik listrik antara penghambat atau resistor dan penghantar atau konduktor listrik sehingga digunakan sebagai material semikonduktor. Karena karakteristik semikonduktor yang dimilikinya, sehingga digunakan secara luas dalam industri elektronik modern untuk memproduksi perangkat semikonduktor elektronik, seperti diode, transistor, tairistor dan lain sebagainya (Hanafi dan Nandang 2010). Pengisi (Filler) dalam Produk Keramik Hasil penelitian Hanafi dan Nandang (2010), penambahan silika amorf pada adonan keramik dapat meningkatkan kekuatan patah dari keramik dibanding silika dengan fase kristalin. Hal ini membuktikan bahwa silika amorf lebih mampu mengisi ruang dalam pori yang terbentuk akibat menguapnya air dibanding silika fase kristalin, sehingga keramik menjadi lebih padat. Silika dapat digunakan sebagai filler dalam produk keramik guna menambah kekuatan lentur adonan keramik dan kekuatan produk keramik (Hanafi dan Nandang 2010). Padatnya keramik menyebabkan nilai porositas menurun, sehingga nilai kuat patah menjadi tinggi. Pada proses pembakaran adonan keramik yang terdiri dari lempung, kapur dan pasir, silika dari pasir berfungsi sebagai penguat badan keramik dimana pada kondisi suhu titik leburnya silika akan mengisi ruang kosong (pori) yang dibentuk antara
partikel tanah liat dan mineral akibat adanya penguapan air dari bahan lainnya sedemikian hingga produk menjadi lebih rapat. Pengisi (Filler) pada Material Bangunan Semen merupakan salah satu material bangunan yang sering digunakan sebagai perekat dalam membuat pondasi ataupun bagian lainnya pada bangunan. Selama proses hidrasi pada pasta semen, terbentuk 2 konstituen yaitu kalsium-silika-hidrat yang merupakan konstituen utama serta bertanggung jawab terhadap kekuatan dan struktur mikro dari pasta semen (60-65%) dan sisanya merupakan kalsium hidroksida (20-25%) yang akan terlarut selama proses hidrasi. Komponen kalsium ini akan terlarut dari waktu ke waktu sehingga dapat mengurangi kekuatan dan ketahanan dari konstruksi yang dihasilkan (Singh et al 2009). Pengisi (Filler) dalam Produk Karet (Rubber) Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Siswanto et al (2012) menunjukkan bahwa silika dapat digunakan sebagai filler dalam produk rubber air bag. Silika yang baik untuk digunakan dalam produk tersebut haruslah memiliki keseragaman ukuran yang tinggi (homogen). Penggunaan silika juga dapat meningkatkan kekuatan tarik vulkanisat karet. Silika dapat digunakan sebagai pengisi dalam produk karet, salah satunya karet ban yang dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja wet traction dan wear resistance serta mengurangi dampak rolling resistance permukaan ban (Siswanto et al 2012). Membran Silika dapat digunakan sebagai material pembuatan membran. Penambahan silika amorf dapat meningkatkan kekerasan dari membran sehingga tidak mudah robek ketika pengaplikasiannya. Dimana silika amorf mampu mengisi ruang dalam pori yang terbentuk akibat menguapnya air sehingga membran lebih padat (Hanafi dan Nandang 2010).
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian tahap sintesis nanosilika dengan modifikasi waktu sintesis mengalami kenaikan ukuran partikel di saat waktu sintesis dinaikkan. Sehingga digunakan hasil terbaik dari penelitian terdahulu yakni menggunakan suhu 150 ᴼC dan waktu 4 jam. Pengolahan data RSM diperoleh hasil prediksi model yakni suhu sintesis 152.67 ᴼC , waktu sintesis 6 jam, ukuran partikel 276.29 nm dan rata-rata nilai PDI 0.12. Hasil validasi adalah rata-rata ukuran partikel 381.85 ± 72.77 rata-rata sedangkan nilai PDI 0.28 ± 0.11. Hasil aktual dan hasil prediksi model tidak berbeda jauh dan masih dalam Interval Prediction 95%. Hasil uji t yakni untuk ukuran partikel terdapat perbedaan nyata antara skala laboratorium dengan skala ganda. Namun, dilihat dari uji karakteristik pola difraksi dan fase kristal, derajat kristalinitas, ukuran kristal, gugus fungsi, dan morfologi nanosilika, perbandingan antara skala laboratorium dengan skala ganda secara siginifikan tidak jauh berbeda. Saran Disarankan untuk melakukan modifikasi penambahan NaOH pada sintesis nanosilika karena adanya ikatan –OH pada larutan tersebut akan berpengaruh pada tingkat kemurnian nanosilika yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi S, Heru S, Sugeng W, Agus P, Ratna B. 2009. A Facile Method for Production of High-Purity Silica Xerogels from Baggase Ash. Advanced Powder Technology. 20 (9): 468-472. Babu K, Dhamodaran R. 2009. Synthesis of Polymer Grafted Magnetite Nanoparticle With The Highest Grafting Density Via Controlled Radical Polymerization. India (ID): Indian Institute of Technology. Byrappa K, Masahiro Y. 2001. Handbook of Hydrothermal Technology. New Jersey: Noyes Publications. Cao X, Yong-Chun S, Yong-Neng H, Guang-Ping L, Liu C. 2013. Integrated Process of Large-Scale and Size-Controlled SnO2 Nanoparticles by Hydrothermal Method. Transactions of Nonferrous Metlas Society of China. 23 (5): 725-730. Fadli FA, Tjahjanto RT, Darijito. 2013. Ekstraksi Silika dalam Lumpur Lapindo Menggunakan Metode Kontinyu. Kimia. Student Journal. 1 (2): 182-187 Feng H, Zhang MH, Yu LE. 2012. Hydrothermal synthesis and photocatalytic Performance of Metal-Ions Doped TiO2 . App. Cat. A : General. 413(12): 238244. Fernandez RB. 2012. Sintesis Nanopartikel SiO2 Menggunakan Metoda Sol-Gel dan Aplikasinya Terhadap Aktifitas Sitotoksik [disertasi]. Padang (ID): Universitas Andalas. Huda MH. 2012. Adsorpsi-Desorpsi Senyawa Paraquat Dikorida dengan Silika Gel dari Limbah Ampas Tebu (Saccharum officinarum) [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Hernawati A, Indarto N. 2010. Budi daya jagung hibrida. Yogyakarta (ID) : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Ismayana A. 2014. Perancangan Peoses Co-Composting dan Nanoteknologi Untuk Penanganan Limbah Padat Industri Gula [disertasi]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor. Jayanti ND. 2014. Optimalisasi Param PH pada Sintesis Nanosilika dari Pasir Besi Merapi dengan Ekstraksi Magnet Permanen Menggunakan Metode Kopresipitasi [skripsi]. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Kim DS, Kwak SY. 2007. The hydrothermal synthesis of mesoporous TiO2 with high crystallinity, thermal Stability, large surface area, and enhanced photocatalytic activity. App. Catal. A: General. 323 (1): 110–118. Mashudi R, Munasir T. 2015. Pengaruh waktu tahan pada proses hydrothermal dan temperatur kalsinasi terhadap kekristalan silika dari bahan alam pasir kuarsa. Surabaya (ID): Universitas Negeri Surabaya. Nabeshi H, Yoshikawa T, Arimori A, Yoshida T, Tochigi S, Hirai T, Akase T, Nagano K, Abe Y, Kamada H, Tsunoda, Shin-ichi, Itoh N, Yoshioka Y, Tsutsumi Y.2011. Effect of Surface Properties of Silica Nanoparticles on their Cytotoxicity and Cellular Distribution in Murine Macrophages. Nanoscale Research Letters. 6 (23) : 100-103. Nabifar A. 2007. Investigations of Kinetic Aspect In Nitroxide-Mediated Radical Polymerization of Styrene. [Thesis]. Canada (ID): University of Waterloo
Nawawi MA, Mastuli MS, Halim NHA, Abidin NAZ. 2013. Synthesis of alumina nanoparticles using agarose template. IJEIT. 3(1):337-340. Nidhin M, Indumathy R, Sreeram K, Nair BU. 2008. Synthesis of iron oxide nanoparticles of narrow size distribution on polysaccharide templates. Bul. Mat. Sci. 31(2): 93–96. Nogales, J.M.R., Roura E, Contreas E, 2005. Biosynthesis of ethyl butyrate using immobilized lipase: A statistic approach. Process Biochemistry. 40 (3): 63-68. Nunung C. 2010. Sintesis Silika Gel dari Abu Bagasse dan Uji Adsorpsinya Terhadap Ion Logam Timbal(II) [skripsi].Yogyakarta (ID): FMIPA UNY. Paramita W. 2002. Pengaruh Penambahan Starter EM 4 Terhadap Proses Pengomposan Anaerobik Skala Rumah Tangga (Studi kasus perumahan PT. Sarana Wisma Permai) [skripsi]. Surabaya (ID): Teknik lingkungan FTSP-ITS. Rompas G P, J D Pangouw, R Pandaleke, J B Mangare. 2013. Pengaruh Pemanfaatan Abu Ampas Tebu Sebagai Substitusi Parsial Semen dalam Campuran Beton Ditinjau Terhadap Kuat Tarik Lentur dan Modulus Elastisitas. Jurnal Sipil Statik. 1(2): 82-89. Setiawan WK. 2015. Preparasi Nanosilika dari Abu Bagasse dengan Metode Kopresipitasi sebagai Aditif Membran Elektrolit Berbasis Kitosan [tesis]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor. Singh L P, S K Agarwal, S K Bhattacharyya, U Sharma, S Ahalawat. 2011. Preparation of Silica Nanoparticles and Its Beneficial Role in Cementitious Materials. Nanomater. Nanotechnol. 1 (1): 44-51. Siswanto, M Hamzah, Mahendra A, Fausiah. 2012. Perekayasaan Nanposilika Berbahan Baku Silika Lokal Sebagai Filler Kompon Karet Rubber Air Bag Peluncur Kapal dari Galangan. Prosiding. Jakarta: Insinas (29-30 Nop 2012). Thuadaij N, Nuntiya A. 2008. Preparation of nanosilika powder from rice husk ash by precipitation method. Chi. Mai J. Sci. 35(1): 206-211. Wahjudi D. 2015. Aplikasi Metode Respone Surface untuk Optimasi Kualitas Warna Minyak Goreng [skripsi]. Surabaya (ID): Universitas Kristen Petra. Wibowo A.2015. Sintesis Nanosilika dengan Perlakuan Variasi Waktu dan Suhu Hidrotermal Berbahan Baku Abu Bagasse [skripsi]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor. Yao J H, K R Elder, H Guo, M Grant. 1992. Theory and Simulation of Ostwald Ripening. Physical Review B. 47(21) : 210-215. Yuan H, Gao F, Zhang Z, Miao L, Yu R, Zhao H, Lan M. 2010. Study of controllable preparation of silica nanoparticles with multi-sized and their size-dependent cytotoxicity in pheochromocytoma cells and human embryonic kidney cells. Journal of Health Science. 56 (6):632-640. Zawrah MF, El-Kheshen AA, Abd-El-All H. 2009. Facile and economic synthesis of silica nanoparticles. Journal of Ovonic Reasearch. 5 (5):129-133.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Proses produksi silika murni Abu Bagasse 10 g
Boiling (80 ml NaOH 2.5 N) 3.5 jam
Penyaringan
Filtrat
Dititrasi H2SO4 sampai pH 2
Dititrasi NH4OH sampai pH 7
Aging 3.5 jam
Pengeringan 105°C 20 jam
Silika murni
Padatan
Lampiran 2 Proses produksi nanosilika Silika Murni
Dimasukkan kedalam Reaktor Hidrotermal (T=150°C dan t= 8, 10,12 jam)
Presipitasi
Na2So4
H2SO4, NH4OH
Silika (Sol)
Pembilasan
Akuades
Aging
Pengeringan Penggerusan
ampiran 3 Tahapan kegiatan penelitian
Pengambilan sampel Abu Bagasse Pengayakan
Nanosilika
Suhu dan waktu optimum
Dilakukan Preparasi Bahan
Produksi Nanosilika dengan modifikasi suhu dan waktu sintesis
Nanosilika
Dilakukan Analisis PSA (Particle Size Anayzer)Vasco, XRF (X-Ray Fliorescence) ARL OPTX-2050, XRD (X-Ray Diffractom) GBC Emma,SEM (Scanning Electron Microscope) Zeiss EVO MA 10,
Dimasukkan dalam proses produksi nanosilika ganda skala
Nanosilika skala ganda
Analisa data dengan menggunakanUji T
Lampiran 4 Ukuran partikel nanosilika (nm) dengan suhu 150ᴼC Waktu (jam) 2 4 6 8 10 12
Ukuran partikel (nm) 329.87 428.92 332.45 387.94 492.84 1066.16
Lampiran 5 Nilai PDI nanosilika dengan suhu 150ᴼC Waktu (jam) 2 4 6 8 10 12
PDI 0.39 0.30 0.12 0.34 0.30 2.02
Lampiran 6 Hasil analisis SMSS, lack of fit, R2 dan adjusted- R2 untuk ukuran partikel Sequential Model Sum of Squares (Type 1) p-value
Sum of squares
Source
Mean vs Total
df
Mean squares
F value Prob > F
2.0560E+00 6 1.074E+005 68617.80 2.477E+005 25223.34 97636.56 2.602E+006
1
2.0560E+006
2 1 2 2 5 13
53712.53 68617.80 1.238E+005 12611.77 19527.31 2.002E+005
1.22 1.67 7.06 0.65
0.3348 0.2289 0.0210 0.5630
Suggested Aliased
3.607E+005 2.921E+005 44402.15 19178.61 78457.95
6 5 3 1 4
60111.90 58410.73 14800.72 19178.61 19614.49
3.06 2.98 0.75 0.98
0.1490 0.1563 0.5746 0.3787
Suggested Aliased
RSquared 0.1965
Adjusted R-squared 0.0359
Predicted R-squared -0.6246
Press
Linier
Std. Dev. 209.55
2FI
202.90
0.3221
0.0961
-0.4741
Quadratic
132.48
0.7752
0.6146
0.1980
Cubic
139.74
0.8214
0.5713
-1.4701
Linier vs Mean 2FI vs Linier Quadratic vs 2FI Cubic vs Quadratic Residual Total Lack of Fit Tests Linier 2FI Quadratic Cubic Pure error Model Summary Statistics Source
8.879E+ 005 8.057E+ 005 4.383E+ 005 1.350E+ 006
Suggested Aliased
Lampiran 7 Hasil uji ANOVA untuk ukuran partikel Analysis variance table (partial sum of squares – Type III) p-value Source Model A-Suhu B-Waktu AB A2 B2 Residual Lack of Fit Pure Error Cor Total
Sum of squares 4.237E+005 90608.67 16816.46 68617.80 1.181E+005 97349.58 1.229E+005 44402.15 78457.95 5.466E+005
df
Mean squares
F value
5 1 1 1 1 1 7 3 4 12
84738.88 90608.67 16816.46 68617.80 1.181E+005 97349.58 17551.44 14800.72 19614.49
4.83 5.16 0.96 3.91 6.73 5.55
Prob > F 0.0314 0.0573 0.3603 0.0885 0.0357 0.0507
0.75
0.5746
significant
not significant
Lampiran 8 Hasil analisis SMSS, lack of fit, R2 dan adjusted- R2 untuk PDI Sequential Model Sum of Squares (Type 1) Source
Sum of squares
Mean squares
df
Mean vs Total 1.36 Linier vs Mean 0.094 2FI vs Linier 0.012 Quadratic vs 2FI 0.087 Cubic vs 7.615E-033 Quadratic Residual 0.040 Total 1.60 Lack of Fit Tests Linier 0.11 2FI 0.099 Quadratic 0.012 Cubic 4.046E-003 Pure error 0.036 Model Summary Statistics Source Std. Dev.
1 2 1 2 2
1.36 0.047 0.012 0.044 3.807E-003
5 13
8.073E-003 0.12
6 5 3 1 4
0.019 0.020 3.887E-003 4.046E-003 9.080E-003
Linier 2FI Quadratic Cubic
0.3891 0.3221 0.8011 0.8327
0.12 202.90 0.083 0.090
RSquared
Adjusted R-squared 0.2669 0.0961 0.6590 0.5984
p-value F value Prob > F
3.18 0.81 6.37 0.47
0.0851 0.3929 0.0266 0.6492
Suggested Aliased
2.04 2.18 0.43 0.45
0.2558 0.2352 0.7442 0.5410
Suggested Aliased
Predicted Rsquared -0.0789 -0.4741 0.4210 -0.3066
Press
0.26 0.25 0.14 0.32
Suggested Aliased
Lampiran 9 Hasil uji ANOVA untuk PDI Analysis variance table (partial sum of squares – Type III) p-value Source
Sum of squares
df
Mean squares
F value
Model A-Suhu B-Waktu AB A2 B2 Residual Lack of Fit Pure Error Cor Total
0.19 0.013 0.081 0.012 3.175E+004 0.087 0.048 0.012 0.036 0.24
5 1 1 1 1 1 7 3 4 12
0.039 0.013 0.081 0.012 3.175E+004 0.087 6.854E-003 3.887E-003 9.080E-003
4.83 5.16 0.96 3.91 0.046 5.55
Prob > F 0.0314 0.0573 0.3603 0.0885 0.0357 0.0507
0.43
0.7442
significant
not significant
Lampiran 10 Hasil analisis SMSS, lack of fit, R2 dan adjusted- R2 untuk Yield Sequential Model Sum of Squares (Type 1) p-value Source
Sum of squares
Mean vs Total Linier vs Mean 2FI vs Linier Quadratic vs 2FI Cubic vs Quadratic Residual Total Lack of Fit Tests Linier 2FI Quadratic Cubic Pure error Model Summary Statistics Source Linier 2FI Quadratic Cubic
df
Mean squares
F value Prob > F
9380.59 94.23 64.72 49.33 38.55 62.90 9690.32
1 2 1 2 2 5 13
9380.59 47.11 64.72 24.67 19.28 12.58 745.41
Suggested
152.61 87.89 38.56 1.512E003 62.89
6 5 3 1
25.43 17.58 12.85 1.512E-003
4
15.72
Std. Dev. 4.64 4.09 3.81 3.55
RSquared 0.3042 0.5132 0.6725 0.7969
Adjusted R-squared 0.1651 0.3509 0.4385 0.5126
2.19 0.86 1.70 1.53
0.1631 0.0809 0.2496 0.3026
1.62 1.12 0.82 9.9926+005
0.3340 0.4701 0.5476 0.9926
Predicted R-squared -0.3252 -0.0751 -0.2025 0.6824
Press 410.46 333.01 372.44 96.37
Suggested Aliased
Suggested Aliased
Suggested Aliased
Lampiran 11 Hasil uji ANOVA untuk Yield Analysis variance table (partial sum of squares – Type III) p-value Source
Sum of squares
Df
Mean squares
F value Prob > F
Model
158.95
3
52.98
3.16
0.0314
A-Suhu B-Waktu
10.61 83.62
1 1
10.61 83.62
0.63 4.99
0.0573 0.3603
1 9 5 4 12
64.72 16.75 17.58 15.72
3.86
0.0885
1.12
0.7442
AB 64.72 Residual 150.78 Lack of Fit 87.89 Pure Error 62.89 Cor Total 309.73
not significant
not significant
Lampiran 12 Hasil uji T untuk ukuran partikel dan PDI Test value = 0 95% Confidence Interval of the Differnce
Ukuran partikel
4.797
3
Sig. (2tailed) 0.17
PDI
4.211
3
0.24
t
df
Mean Difference 578.60750
Lower
Upper
194.7110
962.5040
.3780000
.92338
.663662
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sinjai pada tanggal 5 Desember 1990 sebagai anak sulung dari pasangan Harun Pabolloy dan Nurlina. Pendidikan sarjana ditempuh di Prog Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian UNHAS, lulus pada tahun 2012. Kesempatan untuk melanjutkan ke prog magister pada prog studi dan perguruan tinggi yang berbeda yakni Prog Studi Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB diperoleh pada tahun 2013. Selama menjalani studi di prog pascasarjana IPB, penulis aktif sebagai pengurus Organisasi Daerah (Sulawesi), sebagai koordinator salah satu tempat kursus di Bogor dan sebagai pengajar di lembaga pendidikan informal di luar lingkungan kampus. Bidang keilmuan dan fokus penelitian penulis adalah Pemanfaatan limbah pertanian untuk dijadikan produk alternatif. Penelitian yang pernah dilakukan berjudul “Optimasi Kondisi Proses Produksi Nanosilika Menggunakan Metode Hidrotermal ” dan telah dipublikasikan di Jurnal IOP Science di tahun 2016.