KEWAJIBAN NOTARIS DALAM PEMBERIAN PENYULUHAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS Oleh: Laurensius Arliman S Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Padang Alamat kantor: Jl. AR. Hakim No. 6 Padang Email:
[email protected]
Abstrak Notaris berkewajiban memberikan penyuluhan hukum kepada para penghadap yang ingin membuat akta kepadanya. Ketentuan ini dijelaskan dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Kajian ini menawarkan pemikiran dan ide-ide mengenai penyuluhan hukum. Pertanyaannya, apa makna penyuluhan hukum itu, bagaimana memaknai asas praduga sah dan asas-asas notaris dalam menjalankan jabatannya, dan bagaimana memaknai penyuluhan hukum sehubungan dengan akta yang dibuat notaris. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Jenis data yang digunakan ialah data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuluhan hukum saat pembuatan akta sangat berguna bagi masyarakat agar kedua belah pihak dapat memahami ketentuan hukum mengenai pembuatan akta. Setelah pemberian penyuluhan hukum, masyarakat dapat memahami kewenangan notaris dalam hal pembuatan akta. Pemberian penyuluhan hukum yang dilakukan notaris diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai hukum sehingga dalam hal pembuatan akta dapat menaati syarat-syarat berdasarkan ketentuan yang berlaku. Abstract A notary is obliged to give legal understanding to the parties who want to make their legal documents are signed. This obligation is provided within Section 15(2(e) of the Act of Notary Public. This research focuses its main problem on the meaning of legal understanding, including its definition when it involved praduga sah theory and other theories related to notary public duty. This study is a normative research by using secondary data. The result shows that legal understanding is useful particularly when the parties signed the legal documents. After the legal understanding, the parties had well understanding about the right and obligation of a notary public. This effort is hoped to help society regards to the law. Kata kunci: penyuluhan hukum, notaris, akta autentik 1
Pendahuluan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyebutkan bahwa suatu akta otentik adalah suatu akta di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. Akta itu dibuat oleh atau dihadapan pegawaipegawai umum yang berkuasa untuk membuat akta. Berdasarkan pasal tersebut, Notaris dapat diartikan adalah seorang pejabat yang berwenang untuk membuat akta-akta autentik berdasarkan aturan jabatan Notaris yang mengaturnya. UndangUndang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UndangUndang Jabatan Notaris (UUJN) Pasal 1 Ayat (1) menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Kedudukan yang terhormat sebagai notaris memberikan beban dan tanggung jawab bagi setiap Notaris untuk menjaga wibawa dan kehormatan profesi tersebut. Dalam menjalankan tugasnya, seorang Notaris harus memiliki sikap yang adil. Adil yang dimaksud ialah tidak ada keberpihakan terhadap siapapun, terutama menyangkut akta yang akan dibuat dihadapannya. Kewenangan seorang Notaris dalam menjalankan jabatananya sebagai pejabat Notaris bisa dilihat dalam Pasal 15 Ayat (1) UUJN. Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik. Notaris menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan, dan kutipan akta.1 Penjelasan pada pasal di atas sudah mennggambarkan secara gamblang kewenagan Notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai Pejabat Notaris. Pasal 15 Ayat (2) UUJN juga menjelaskan kewenangan seorang Notaris selain yang termaktub di dalam Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris yang menyebutkan bahwa selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada Ayat(1), Notaris berwenang pula untuk mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; membuat salinan dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya; memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; membuat akta risalah lelang.2 Kewenangan pejabat notaris yang lainnya diatur dalam peraturan perundang-undangan lain yang membutuhkan jabatan notaris.3 Pelbagai
1
Guntur Iskandar, Kekuatan Pembuktian Akta Di bawah Tangan yang Disahkan dan Dibukukan Oleh Notaris, Jurnal Yustisia Universitas Andalas, Vol. 22 No.1 Tahun 2013, hlm. 54. 2 Zulheriyanto, Pembaharuan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) Dalam Pemasangan Hak Tanggungan (Studi Kasus di Kota Bukittinggi), Jurnal Minuta Universitas Andalas, Vol. 1, No.1, Edisi: Maret-Agustus 2013, hlm. 108. 3 Ibid., hlm. 109.
2
kewenangan notaris tersebut, penelitian ini menganalisis kewenangan seorang notaris untuk memberikan penyuluhan hukum terkait dengan pembuatan akta. Penyuluhan hukum yang dilakukan oleh notaris terkait dengan pembuatan akta sangat diperlukan. Tujuan penyuluhan hukum oleh notaris untuk memberikan pemahaman yang lebih tentang pembuatan akta otentik.Saat ini masih banyak terjadi kesalahan pemahaman di masyarakat dalam pembuatan akta otentik oleh masyarakat. Penelitian ini berupaya menawarkan ide-ide pemikiran dalam memaknai penyuluhan hukum tersebut dalam beberapa permasalahan, bagaimanakah memaknai penyuluhan hukum? bagaimanakah memaknai asas praduga sah dan asas-asas notaris dalam menjalankan jabatannya? bagaimanakah memaknai penyuluhan hukum sehubungan dengan akta yang dibuat notaris? Penelitian ini menganalisis beberapa permasalahan tersebut. Pelaksanaan Penyuluhan Hukum dalam Grand Design Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Menuju Perkembangan Masyarakat Sadar Hukum Penyuluhan hukum merupakan bagian dari pembangunan hukum nasional, sedangkan pembangunan hukum nasional bagian dari pembangunan nasional. Kegiatan penyuluhan hukum merupakan salah satu sosialisasi untuk menggambarkan bagaimana itu keadilan. Hukum nasional tidak bisa penjamin terwujudnya keadilan itu.4 Kelsey dan Herane mengemukakan bahwa falsafah penyuluhan adalah bekerja sama dengan masyarakat agar mereka dapat meningkatkan harkatnya sebagai manusia. Dari pendapat tersebut terkandung pengertian. Pertama, penyuluh harus bekerja sama dengan masayarakat. Kehadiran penyuluh bukan sebagai penentu atau pemaksa, tetapi ia harus mampu menciptakan suasana dialogis dengan masyarakat dan mampu menumbuhkan, menggerakkan, serta memelihara partisipasi masyarakat. Kedua, penyuluhan tidak menciptakan ketergantungan tetapi harus mampu mendorong semakin terciptanya kreativitas dan kemandirian masyarakat agar semakin memiliki kemampuan untuk berswakarsa swadaya, swadana, dan swakelola bagi terselengaranya kegiatan-kegiatan guna tercapainya tujuan, harapan, dan keinginan-keinginan masyarakat sasarannya. Ketiga, penyuluhan yang dilakukan harus selalu mengacu kepada terwujudnya kesejahteraan ekonomi masyarakat dan peningkatan harkatnya sebagai manusia.5 Adapun fungsi dari penyuluhan hukum adalah langkah pencegahan, langkah korektif, langkah pemeliharaan dan fungsi pengembangan. Pertama, penyuluhan sebagai langkah pencegahan (preventif), yakni mencegah timbulnya hak-hak yang negatif dan desdruktif yang dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Kedua, penyuluhan sebagai langkah korektif, yakni berfungsi sebagai koreksi terhadap hal4
Sudjito, Criical Legal Stidies (CLS) dan Hukum Progresif Sebagai Alternatif Dalam Reformasi Hukum Nasional dan Perubahan Kurikulum Pendidikan Hukum, Jurnal Ultimatum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Iblam, Vol. 2, Edisi September 2008, hlm. 3. 5 Nurul Huda, Penyuluhan Hukum dan Hak Asasi Manusia Sebuah Ilmu (Kajian Filsafat Ilmu). Lihat http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/04212/nurul_huda.htm, diakses tanggal 20 September 2015.
3
hal yang telah ada, sehingga apabila terdapat suatu hal yang melanggar hukum dapat mengurangi dampak ataupun menghilangkan hal tersebut. Ketiga, penyuluhan sebagai langkah pemeliharaan (presevatif), yakni memberikan dorongan untuk menumbuhkan semangat supaya berpartisipasi dalam pembangunan hukum sesuai dengan kemampuan dan kedudukannya masingmasing. Keempat, penyuluhan sebagai fungsi pengembangan (developmental), yakni memberikan dorongan dan masukan terhadap suatu hal agar masyarakat dapat lebih mandiri dan tidak tergantung ataupun mengandalkan pihak lain. Kemenkumham telah menerbitkan berbagai peraturan yang menjadi landasan operasional kegiatan penyuluhan hukum seperti Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M-01.PR.08.10 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M-01.PR.08.10 Tahun 2006 tentang Pola Penyuluhan Hukum. Pasal 1 Permenkumham tersebut yang dimaksud dengan penyuluhan hukum adalah salah satu kegiatan penyebarluasan informasi dan pemahaman terhadap norma hukum dan peraturan perundangundangan yang berlaku guna mewujudkan dan mengembangkan kesadaran hukum masyarakat sehingga tercipta budaya hukum dalam bentuk tertib dan taat atau patuh terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku demi tegaknya supremasi hukum.6Tujuan utama dari kegiatan penyuluhan hukum ini pada intinya agar masyarakat tahu hukum, paham hukum, sadar hukum, untuk kemudian patuh pada hukum tanpa paksaan, tetapi menjadikannya sebagai suatu kebutuhan. Pemahaman seseorang tentang hukum beraneka ragam dan sangat tergantung pada apa yang diketahui dari pengalaman yang dialaminya tentang hukum, tetapi masyarakat mengetahu fungsi hukum untuk melayani masyarakat.7 Lebih jelasnya Pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M01.PR.08.10 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M-01.PR.08.10 Tahun 2006 tentang Pola Penyuluhan Hukum menjelaskan mengenai tujuan diselenggarakannya penyuluhan hukum untuk mewujudkan kesadaran hukum masyarakat yang lebih baik sehingga setiap anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mewujudkan budaya hukum dalam sikap dan perilaku yang sadar, taat dan patuh terhadap hukum serta menghormati HAM. Visi dan misi dari kegiatan penyuluhan hukum ini agar dilaksanakannya aturan-aturan tanpa menyebabkan perasaan takut akan sanksi hukum melainkan patuhnya mereka pada aturan hukum dikarenakan adanya kesadaran dan penghargaannya terhadap hukum8. Dalam penyelenggaraan kegiatan penyuluhan hukum ada baiknya bila materi hukum yang akan disuluhkan dibuat skala prioritas yang didasarkan pada pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan terhadap materi hukum. Dengan 6
Guntur Iskandar, Kekuatan Pembuktian ….., Op. Cit., hlm. 55. Nofiardi, Membangun Hukum Indonesia yang Progresif, Jurnal Advokasi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Padang, Vol. 6 No. 1 Edisi Juni-Desember 2015, hlm. 52. 8 Sub Bidang Penyuluhan Hukum dan Bantuan Hukum Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kepulauan Bangka Belitung, Terbentuknya Kesadaran Hukum Masyarakat Melalui Penyuluhan Hukum, makalah disampaikan pada Kegiatan Penyuluhan Hukum dan Simulasi Hukum, Bangka Tengah: Desa Pedindang, tanggal 21 Juni 2013, hlm. 5-6. 7
4
demikian dapat dipahami dan dihayati oleh masyarakat. Untuk itu tentunya perlu diinventarisir dan ditelaah berdasarkan pertimbangan yang kemprehensif serta didasarka pada hasil evaluasi, peta permasalahan hukum, kepentingan negara, dan kebutuhan masyarakat.9 Banyaknya jumlah peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun di daerah yang bermasalah, terlebih lagi apabila dikaitkan dengan tingkat kecerdasan masyarakat untuk memahami materi peraturan perundang-undangan yang sangat beraneka ragam, serta waktu yang tersedia bagi setiap masyarakat dalam memahami hukum berbeda-beda.10 Di sini penyuluh harus berperan dalam memilih objek/materi hukum yang akan disuluhkan serta teknik penyuluhan yang akan digunakan. Kemudian para penyuluh harus dapat meyakinkan para masyarakat bahwa dengan tahu dan paham hukum banyak hal positif atau keuntungan yang diperoleh, antara lain mendapat peluang untuk kemudahan yang dilindungi hukum, tidak mudah dikenai akibat hukum berupa sanksi atau penderitaan, dan tidak mudah dijadikan sasaran eksploitasi oleh advokat yang menjual hukum untuk memenuhi kehidupannya.11 Salah satu upaya dalam membangun dan menciptakan budaya hukum dalam masyarakat adalah melalui pendidikan hukum secara umum kepada seluruh lapisan masyarakat dalam bentuk penyuluhan hukum. Untuk tahun 2009-2013 penyuluhan hukum telah membuat suatu grand design yang disusun oleh Kemenkumham dengan menyesuaikan pada perkembangan dinamika masyarakat serta kemajuan teknologi informasi. Pelaksanaan penyuluhan hukum ke depannya akan lebih banyak menggunakan inovasi baru serta peningkatan penggunaan media komunikasi yang lebih modern melalui media cetak, media elektronik dan media lainnya termasuk juga dalam teknik dan metode penyuluhan hukum.12 Metode penyuluahan hukum ada 2 (dua) metode, yaitu cara pendekatan dalam penyuluhan hukum dan penyampaian penyuluhan hukum. Pertama, cara pendekatan dalam penyuluhan hukum, antara lain persuasif, penyuluh hukum harus mampu meyakinkan masyarakat sehingga tertarik pada materi yang disampaikan oleh penyuluh; edukatif, penyuluh hukum harus berperan sebagai pendidik untuk membimbing masyarakat ke arah tujuan penyuluhan hukum; komunikatif, penyuluh hukum harus mampu berkomukasi dengan baik sehingga tercipta hubungan timbal balik; dan akomodatif, penyuluh hukum harus mampu menampung dan memberikan jalan keluar terhadap permasalahan-permasalahan yang ada. Kedua, cara penyampaian penyuluhan hukum, dapat digolongkan dalam dua bentuk, antara lain penyuluhan hukum langsung dilakukan dengan cara bertatap muka secara langsung (face to face) antara penyuluh dan yang disuluh dan penyuluhan hukum tidak langsung dilakukan media cetak ataupun media elektronik. 9
Ibid.
10
Inthizam Jamil, Peran dan Fungsi Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam Pengawasan Peraturan Daerah, Jurnal Yustisia Universitas Andalas, Vol. 21 No. 1 Edisi Januari-Juni 2014, hlm. 97. 11 Sub Bidang Penyuluhan Hukum dan Bantuan Hukum Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kepulauan Bangka Belitung, Terbentuknya Kesadaran ….., Loc. Cit. 12
Ibid.
5
Untuk mencapai peningkatan terhadap budaya hukum dan membentuk kesadaran hukum masyarakat maka kegiatan penyuluhan hukum harus menetapkan arah kebijakan.13 Pertama, melakukan edukasi dan pembudayaan hukum secara umum ditujukan kepada seluruh masyarakat. Bahwa banyaknya pelanggaran hukum yang terjadi dikarenakan lemahnya diseminasi dan penyuluhan hukum yang merupakan bagian dari tanggung jawab penyelenggara negara dan aparat penegak hukum. Kedua, meningkatkan penggunaan media komunikasi yang lebih modern dalam pelaksanaan penyuluhan hukum yang dapat menunjang percepatan penyebaran, pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan hukum. Kedua, meningkatkan koordinasi dalam melaksanakan sosialisasi hukum dengan memanfaatkan partisipasi masyarakat aktif, media elektronik amupun non elektronik dan juga dengan memanfaatkan teknologi informasi. Ketiga, meningkatkan dan memperkaya metode pengembangan dan penyuluhan hukum. Hal ini berguna untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan hak asasi manusia secara terus menerus dan berkelanjutan. Kelima, memanfaatkan segala bentuk kampanye-kampanye hukum baik langsung maupun tidak langsung dengan menciptakan slogan–slogan hukum yang melekat di hati masyarakat sehingga masyarakat tergerak dengan sendirinya untuk meningkatkan budaya hukum dan kesadaran hukum. Keenam, meningkatkan profesionalisme dan kemampuan tenaga penyuluh hukum baik dari substansi hukum, sosiologi serta pengenalan perilaku masyarakat setempat, sehingga komunikasi dalam menyampaikan materi hukum yang disuluh dapat lebih tepat, dipahami, diterima dengan baik oleh masyarakat. Ketujuh, melalui kemampuan dan profesionalisme dalam melakukan penyuluhan hukum, agar pesan yang disampaikan kepada masyarakat tercapai dan diterima secara baik maka harus melakukan langkah cerdas dalam penyuluhan hukum dengan memberikan rasa percaya masyarakat kepada tenaga penyuluh. Kedelapan, law enforcement harus dibarengi dengan upaya preventif dalam bentuk sosialisasi produk-produk hukum karena hukum juga harus memberikan perlindungan kepada rakyat untuk memperoleh keadilan bukan untuk menyengsarakan. Hukum tidak ada melakukan pembedaan, di mata hukum semua masyarakat sama (baik itu wanita atau pria).14 Oleh karena itu, penyuluhan hukum harus mendapatkan perhatian yang serius. Adapun tujuan dilakukannya penyuluhan-penyuluhan hukum untuk menjadikan masyarakat paham akan hukum. Dalam arti memahami ketentuanketentuan yang terkandung dalam peraturan-peraturan hukum yang mengatur kehidupannya sebagai orang perorangan dan membina dan meningkatkan kesadaran hukum warga masyarakat sehingga setiap warga taat pada hukum dan
13
Karol Teovani Lodan, Menggugat Partispasi Masyrakat dalam Pelayanan Publik,
Jurnal Ipteks Terapan Kopertis Wilayah X, Vol. 7 No.1 Edisi Maret 2013, hlm. 124. 14
Niniek Rahayu, Kesetaraan Gender dalam Aturan Hukum dan Implementasinya, Jurnal Legislasi Indonesia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham), Vol. 9 No. 2 April 2012, hlm. 16. 6
secara suka rela tanpa dorongan atau paksaan dari siapapun melaksanakan hak dan kewajibannya sebagaimana ditentukan oleh hukum.15 Asas Praduga Sah dan Asas-Asas Notaris dalam Menjalankan Jabatannya Notaris sebagai pejabat publik yang mempunyai kewenangan tertentu sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUJN. Dengan kewenangan yang ada pada notaris, maka akta notaris mengikat para pihak atau penghadap yang tersebut di dalamnya atau siapa saja yang berkepentingan dengan Akta tersebut. Jika dalam pembuatan akta notaris tersebut berwenang untuk membuat akta sesuai dengan keinginan para pihak dan secara lahiriah, formal, dan materil telah sesuai dengan aturan hukum tentang pembuatan akta notaris maka akta notaris tersebut dianggap sah.16 Akta Notaris sebagai produk dari pejabat publik, maka penilaian terhadap Akta Notaris harus dilakukan dengan asas praduga sah (vermoeden van rechtmatigheid)17 atau presumption iustae causa.18 Asas ini dapat dipergunakan untuk menilai akta notaris, yakni akta notaris harus dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah. Untuk menyatakan atau menilai Akta tersebut tidak sah harus dengan gugatan ke pengadilan umum. Selama gugatan berjalan sampai dengan ada keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka akta notaris tetap sah dan mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut. Dalam gugatan untuk menanyakan akta notaris tersebut tidak sahmaka harus dibuktikan ketidakabsahan dari aspek lahiriah, formal, dan materil akta notaris. Jika tidak dapat dibuktikan maka akta yang bersangkutan tetap sah mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut. Asas ini telah diakui di dalam UUJN, tersebut dalam penjelasan bagian umum bahwa akta notaris sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam akta notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan. Menerapkan asas praduga sah untuk akta notaris, maka ketentuan yang tersebut dalam Pasal 84 UUJN yang menegaskan jika notaris melanggar (tidak melakukan) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, akta yang 15
Soerjono Soekanto, Beberapa Cara dan Mekanisme Dalam Penyuluhan Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1986), hlm. 73. 16 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung: Refika Aditama, 2013), hlm. 79. 17 Menurut Philipus M.Hadjon, dengan asas ini setiap tindakan pemerintah selalu dianggap rechmatig sampai ada pembatalannya. Lihat Philipus M.Hadjon, Pemerintahan Menurut Hukum (Wet-en Rechthmatig Bestuur), (Surabaya: Yuridika, 1993), hlm. 80. 18 Menurut Paulus Effendi Lotulung, berdasarkan asas ini suatu keputusan tata usaha negara harus dianggap sah selama belum dibuktikan sebaliknya, sehingga pada prinsipnya harus selalu dapat segera dilaksanakan. Lihat Paulus Efendi Lotulung, Beberapa
Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah – Seri ke 1: Perbandingan Hukum Admnistrasi dan Sistem Peradilan Administrasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 80. 7
bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan tidak diperlukan lagi. Dengan demikian akta notaris hanya dapat dibatalkan atau batal demi hukum. Asas praduga sah ini berkaitan dengan akta yang dapat dibatalkan, merupakan suatu tindakan mengandung cacat, yakni tidak berwenangnya notaris untuk membuat akta secara lahiriah, formal, materil, dan tidak sesuai dengan aturan hukum tentang pembuatan akta notaris. Asas ini tidak dapat dipergunakan untuk menilai akta batal demi hukum, karena akta batal demi hukum dianggap tidak pernah dibuat.19 Menurut Habib Adjie dengan alasan tertentu kedudukan akta notaris berakibat dapat dibatalkan, batal demi hukum, mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, dibatalkan oleh para pihak sendiri, dan dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena penerapan asas praduga sah.20 Kelima kedudukan akta notaris sebagaimana tersebut tidak dapat dilakukan secara bersamaan tetapi hanya berlaku satu saja. Jika akta notaris diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum (negeri) dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau akta notaris mempunyai kedudukan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta notaris batal demi hukum atau akta notaris dibatalkan oleh para pihak sendiri dengan akta notaris lagi maka pembatalan akta notaris yang lainnya tidak berlaku. Hal ini berlaku pula untuk asas praduga sah. Asas praduga sah ini berlaku dengan ketentuan jika atas akta notaris tersebut tidak pernah diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum21 dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau akta notaris tidak mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau tidak batal demi hukum atau tidak dapat dibatalkan oleh para pihak sendiri. Dengan demikian, penerapan asas praduga sah untuk akta notaris dilakukan secara terbatas jika ketentuan sebagaimana tersebut di atas telah dipenuhi. Menurut Habib Adjie kedudukan notaris telah diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum (negeri) dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap; atau batal demi hukum; atau mempunyai kekuatan pembuktian sebagai yang diakui sebuah Akta di bawah tangan; atau dibatalkan oelh para pihak sendiri; atau
19 20
Ibid., hlm. 80. Habib Adjie, Sanksi Perdata ..… Op.Cit., hlm. 82.
21
Pembatalan tersebut dapat pula dilakukan berdasarkan putusan Pengadilan Agama atau berdasarkan putusan banding dari Pengadilan Tinggi Agama jika yang diajukan pembatalan, yaitu akta notaris sebagai penerapan hukum Islam, seperti akta pembagian harta warisan menurut Hukum Waris Islam (Faraid/Fiqih Mawaris), hibah, wasiat, perjanjian, perkawinan, ekonomi syari’ah, atau akta-akta notaris yang dibuat dalam bidang muamalat. Hal ini didasarkan pada kewenangan Pengadilan Agama yang tersebut dalam Pasal 49 dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
8
dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena penerapan asas praduga sah.22 Minuta akta-akta tersebut tetap harus berada dalam bundle akta notaris yang bersangkutan, dan notaris yang bersangkutan ataupun pemegang protokolnya masih tetap berwenang untuk mengeluarkan salinannya atas permohonan para pihak atau para ahli warisnya yang berkepentingan. Pemberian salinan tersebut dilakukan oleh notaris, karena akta notaris tersebut merupakan para pihak, para pihak berhak atas salinan akta notaris dan notaris berkewajiban untuk membuat dan memberikan salinannya.23 Penulis sependapat dengan Habib Adjie bahwa terkait hal ini perlu diperhatikan untuk membuat notaris online yang tersambung dengan badan peradilan dan sesama notaris, untuk mengetahui adanya kedudukan akta seperti tersebut, sehingga di antara notaris dan badan peradilan dapat saling mengetahui ada akta-akta notaris yang telah mempunyai kedudukan seperti apa yang telah disampaikan di atas. Hal ini perlu dilakukan sebagai prinsip kehati-hatian dalam menjalankan tugas jabatan notaris dengan senantiasa memperhatikan akta notaris dengan kedudukannya tersebut yang dapat merugikan para pihak dan juga kepada notaris sendiri. Dalam menjalankan tugas, fungsi, dan kewajiban notaris sebagai seorang pejabat pembuat akta, haruslah menjalankan tugasnya sesuai dengan asas-asas pelaksanaan tugas jabatan notaris. Asas-asas ini tidak bisa dilepaskan di dalam pekerjaan seorang notaris, karena bila notaris bekerja sesuai dengan asas-asas pelaksanaan tugas jabatan notaris, ia akan terhindar dari perbuatan tercela ataupun perbuatan yang melanggar hukum. Asas-asas pelaksanaan tugas jabatan notaris yang baik, dengan substansi dan pengertian untuk kepentingan notaris.24 Pertama, asas persamaan. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya berdasarkan keadaan sosial-ekonomi atau alasan lainnya. Alasanalasan seperti ini tidak dibenarkan untuk dilakukan oleh notaris dalam melayani masyarakat, hanya alasan hukum yang dapat dijadikan dasar bahwa notaris dapat tidak memberikan jasa kepada yang menghadap notaris. Bahkan dalam keadaan tertentu notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cumacuma kepada yang tidak mampu. Kedua, asas kepercayaan. Jabatan notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras dengan mereka yang menjalankan tugas jabatan notaris sebagai orang yang dapat dipercaya. Salah satu bentuk dari notaris sebagai jabatan kepercayaan ia mempunyai kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah atau janji jabatan kecuali undang-undang menentukan lain terhadap hal ini.
22 23
Ibid., hlm. 81. Ibid., hlm. 82.
24
Habib Adjie dalam Laurensius Arliman S, Memaknai Tugas-Tugas Notaris di dalam Jabatan Notaris, Jurnal Advokasi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Padang,Vol. 4 No. 2 September 2013, hlm. 41.
9
Pelaksanaan notaris sebagai jabatan kepercayaan dimulai ketika calon notaris disumpah atau mengucapkan janji (berdasarkan agama masing-masing) sebagai notaris. Sumpah atau janji tersebut mengandung dua hal yang harus dipahami. Pertama, notaris wajib bertanggung jawab kepada Tuhan, karena sumpah atau janji yang diucapkan berdasarkan agama masing-masing. Kedua, notaris wajib bertanggung jawab kepada negara dan masyarakat, artinya negara dalam telah memberi kepercayaan untuk menjalankan sebagai tugas negara.25 Ketiga, asas kepastian hukum. Notaris dalam menjalankan tugas dan jabtannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan yang berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam akta. Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku akan memberikan kepastian kepada para pihak, bahwa akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan, akta notaris dapat dijadikan pedoman oleh para pihak. Keempat, asas kecermatan. Notaris dalam mengambil suatu tindakan harus dipersiapkan dan didasarkan pada aturan yang berlaku. Meneliti semua bukti yang diperlihatkan kepada notaris dan mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak wajib dilakukan sebagai bahan dasar untuk dituangkan dalam Akta. Asas kecermatan ini merupakan penerapan dari aturan yang ada di dalam UUJN, di mana hal tersebut menjelaskan bahwa notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib bertindak saksama. Kelima, asas pemberian alasan. Terhadap asas ini, setiap akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris harus mempunyai alasan dan fakta yang mendukung untuk akta yang bersangkutan atau ada pertimbangan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak atau penghadap. Larangan penyalahgunaan wewenang. Pasal 15 UUJN merupakan batas kewenangan notaris dalam menjalankan tugas jabatannya. Penyalahgunaan wewenang yang dimaksud adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh notaris di luar dari wewenang yang telah ditentukan. Jika tindakan seperti merugikan para pihak maka para pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut notaris yang bersangkutan dengan kualifikasi sebagai suatu tindakan hukum yang merugikan para pihak. Selanjutnya, larangan bertindak sewenang-wenang. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya dapat menentukan tindakan para pihak dapat dituangkan dalam bentuk akta notaris atau tidak. Sebelum sampai pada keputusan itu, notaris harus mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepada notaris. Dalam hal ini notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat dituangkan dalam bentuk akta atau tidak, dan keputusan yang diambil harus didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak. Keenam, asas proporsionalitas. Di dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a menyatakan bahwa di dalam menjalankan jabatannya, notaris wajib untuk bertindak 25
Unan Pribadi, Tinjauan Kritis tentang Pengaturan Kembali Substansi Ketentuan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang Sudah Dinyatakan tidak Mempunyai Kekuatan Hukum Mengikat oleh Mahkamah Konstitusi,
Jurnal Legislasi Indonesia Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Vol. 11 No. 2 Juni 2014, hlm. 136. 10
amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Hal ini menjelaskan mengenai notaris di dalam menjalankan tugas jabatannya wajib bertindak menjaga kepentingan para pihak yang terkait dalam pembuatan hukum atau dalam menjalankan tugas jabatan notaris, wajib mengutamakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak yang menghadap notaris. Notaris harus dituntut senantiasa mendengarkan dan mempertimbangkan keinginan para pihak agar tindakannya dituangkan dalam akta notaris, sehingga kepentingan para pihak terjaga secara proporsional yang kemudian dituangkan dalam bentuk akta notaris. Ketujuh, asas profesionalisme. Kembali seperti yang tercantum di dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e menyatakan bahwa notaris memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan di dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Hal ini menjelaskan bahwa notaris dalam memberikan pelayanan dengan ketentuan yang sudah diatur dalam UUJN, kecuali ada alasan lain untuk menolaknya. Asas ini mengutamakan keahlian (keilmuan) notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya berdasarkan UUJN dan kode etik jabatan notaris. Tindakan professional notaris dalam menjalankan tugas jab tannya diwujudkan dalam melayani masyarakat dan akta yang dibuat di hadapan atau oleh seorang notaris.26 Dengan penjelasan asas-asas tersebut seyogyanya notaris bekerja taat pada asas, agar tercipta tujuan dari hukum (kepastian, kemanfaatan dan keadilan). Lembaga notaris yang ada di Indonesia bukan lembaga yang lahir dari bumi Indonesia. Indonesia menganut jenis notaris yang civil law, cirinya adalah diangkat oleh penguasa yang berwenang, yang bertujuan untuk melayani kepentingan masyarakat umum, dan mendapatkan honorarium dari masyarakat umum.27 Penyuluhan Hukum tentang Akta Autentik yang Dibuat Notaris Profesi yang memberikan penyuluhan hukum, antara lain advokat dan notaris. Advokat memiliki kewajiban penyuluhan hukum yang lebih besar dibandingkan dengan notaris. Penyuluhan hukum yang dilakukan oleh advokat dapat berbentuk penyuluhan hukum berupa konsultasi yang diberikan kepada masyarakat baik melalui media cetak, elektronik, maupun secara langsung/berhadap-hadapan; sosialisasi berbagai aturan yang berlaku termasuk jasa hukum yang telah diberikan, dan advokat berhak menerima honorarium. Notaris hanya memberikan penyuluhan kepada klien yang akan membuat akta kepadanya saja. Penyuluhan hukum notaris dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman yang benar terhadap penghadap. Notaris harus menjelaskan isi akta autentik yang telah dibuat. Tidak semua orang yang membuat akta autentik kepada notaris dapat memahami dengan baik akta itu. Notaris tidak menerima honorarium dalam memberikan penyuluhan hukum kepada klien. Landasan utama usaha penyuluhan hukum ialah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan Penjelasan Undang-Undang 26
Laurensius Arliman S, Memaknai Tugas-Tugas ….. Op.Cit., hlm. 43. Aryani Witasari, MPD Bukan Advokat Para Notaris Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Jurnal Hukum Universitas Islam Sultan Agung, Vol. 28 No. 2 Desember 2012, hlm. 884. 27
11
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machstaat).28 Pernyataan ini merupakan kesepakatan bangsa Indonesia melalui wakilnya para pembuat UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.29 Dalam upaya mewujudkan pernyataan di atas, pasal-pasal yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah memberikan ketentuan-ketentuan yang harus ditetapkan. Salah satu ketentuan yang terpenting yang berhubungan dengan penyuluhan hukum adalah Pasal 27 Ayat (1) yang berbunyi, bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dengan tidak/tanpa ada pengecualian. Selanjutnya pada Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1983 secara jelas mengenai peningkatan penyuluhan hukum. Adapun pernyataan GBHN 1983 tentang penyuluhan hukum adalah sebagai berikut, bahwa mengingat untuk meningkatkan penyuluhan hukum untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat menyadari, menghayati, dan kewajibannya sebagai warga negara dalam rangka tegaknya hukum, keadilan, dan perlindungan terhadap rakyat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Terhadap pengaturan penyuluhan hukum oleh notaris ini telah diatur dalam ketentuan UUJN, terutama penyuluhan hukum terhadap akta yang dihadapkan para penghadap kepada notaris. Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka seorang notaris tidak boleh membeda-bedakan masyarakat yang datang kepadanya di dalam pembuatan sebuah akta (sebelumnya di atas telah penulis jelaskan bahwa terhadap ketentuan penjelasan mengenai penyuluhan hukum terkait akta yang akan dibuat oleh notaris terdapat di dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN). Sebelum melaksanakan tugas dari jabatan seorang notaris, ia harus disumpah terhitung 2 (dua) bulan sejak diterimanya Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai notaris. Notaris mengucapkan sumpah sesuai dengan agamanya masing-masing dihadapan menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pada sumpah jabatan notaris yang dijabarkan dalam Pasal 4 UUJN termuat bahwa seorang Notaris dalam melaksanakan jabatannya harus amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak. Adapun tanggung jawab notaris meliputi 3 (tiga) hal, yaitu tanggung jawab etis, tanggung jawab profesi, dan tanggung jawab hukum.30 Pertama, tanggung
28
Munir Fuady menyatakan bahwa di negara-negara Eropa Kontinental dikenal konsep negara hukum (rechtstaat) sebagai lawan dari negara kekuasaan (machstaat). Rechtstaat ini adalah istilah bahasa Belanda yang punya pengertian yang sejajar dengan pengertian rule of law di negra-negara yang berlaku sistem Anglo Saxon. Lihat Munir Fuady, Teori Negara hukum, Cetakan Kedua, (Bandung: Refika Aditama, 2011), hlm. 2. 29 Laurensius Arliman S, Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah, Jurnal Advokasi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Padang, Vol. 5 No. 2 Desember 2014, hlm. 27. 30 Laurens Issak, Tugas dan Tanggung Jawab Notaris Menurut Undang-Undang Lihat Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004.
12
jawab etis notaris berkaitan dengan norma moral yang merupakan ukuran bagi notaris untuk menentukan benar salahnya atau baik buruknya tindakan yang dilakukan dalam menjalankan profesinya. Kedua, tanggung jawab profesi menuntut notaris untuk memiliki ketrampilan teknik dan keahlian khusus di bidang pembuatan akta otentik secara profesional, memiliki kualitas ilmu yang tidak diragukan, serta mampu bekerja mandiri. Ketiga, tanggung jawab hukum notaris adalah tanggung jawab secara hukum apabila akta yang dibuatnya mengalami masalah. Dalam hal ini tanggung jawab hukum yang dipikul notaris meliputi tanggung jawab perdata dan pidana. Tanggung jawab perdata bilamana notaris tersebut memenuhi ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata atau perbuatan melanggar hukum sebagaimana yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata. Notaris dimintakan pertanggungjawaban perdata apabila kesalahan tersebut telah menimbulkan kerugian pihak klien atau pihak lain. Tanggung jawab pidana bilamana notaris telah melakukan perbuatan hukum yang dilarang oleh undang-undang atau melakukan kesalahan atau perbuatan melawan hukum baik karena sengaja atau lalai yang menimbulkan kerugian pihak lain. Peran faktor moralitas sangat diutamakan dalam penyuluah hukum yang diberikan oleh seorang notaris. Hal ini akan membuat notaris tidak menyalahgunakan wewenang yang ada padanya, sehingga tidak merugikan orang bagi para pihak dan tidak merugikan notaris itu sendiri. Para pihak dapat dirugikan akibat hal tersebut, karena akta yang tidak dibuat sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dapat berakibat akta menjadi di bawah tangan, cacat yuridis, sehingga dapat membuat hal-hal yang tertuang di dalam akta menjadai batal demi hukum. Sedangkan Notaris juga dapat dirugikan karena notaris diharuskan bertanggung jawab terhadap kerugian yang timbul atau yang di dalami oleh para pihak, dengan cara membayar kerugian, bunga dan denda yang timbul akibat kesalahan notaris. Penyuluhan hukum yang diberikan oleh notaris ini sangat berguna baik kepada notaris dan para penghadap yang akan membuat aktanya. Kegunaan ini agar bisa memberikan kepastian hukum dalam pembuatan akta, di mana para pihak akan memahami ketentuan-ketentuan hukum yang wajib di dalam pemenuhan pembuatan akta, sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum karena sudah diberi tahukan notaris melalui penyuluhan hukum. Selain itu, akta notaris yang dibuat haruslah mempunyai kekuatan pembuktian. Akta notaris dibedakan menjadi tiga macam kekuatan pembuktian.31 Pertama, kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht). Uitwendige bewijskracht merupakan kekuatan pembuktian dalam artian kemampuan dari akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai Akta otentik. Kedua, kekuatan pembuktian formal (formale bewijskracht). Formale bewijskracht ialah kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap. Ketiga, kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht). Materiele bewijskracht ialah kepastian bahwa apa yang tersebut dalam akta itu merupakan pembuktian yang sah http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s3-2010-laurensiss11177&PHPSESSID=39ca28c8177358e5798c21755d3809a, diakses tanggal 1 Oktober 2015. 31 R. Sugondo Notodisoeryo, di dalam Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, (Yogyakarta: UII Pers, 2009), hlm. 19-22.
13
terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Keempat, pembuktian akta otentik dalam putusan pengadilan.32 Dalam praktik pembuatan akta notaris, ketiga aspek di atas tidak dipisahkan dengan satu sama lainnya. Aspek-aspek tersebut harus dilihat secara keseluruhan sebagai bentuk penilaian pembuktian atas keotentikan akta notaris. Nilai pembuktian tersebut dapat dikaji dari beberapa putusan perkara pidana dan perkara perdata yang sesuai dengan ketiga aspek tersebut. Aspek lahiriah dari akta notaris dalam yurisprudensi Mahkamah Agung bahwa akta notaris sebagai alat bukti berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris, contohnya Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 702 K/Sip/1973, tanggal 5 September 1973, yang menegaskan bahwa judex factie dalam amar putusannya membatalkan akta notaris. Hal ini tidak dapat dibenarkan, karena pejabat notaris fungsinya hanya mencatatkan (menuliskan) hal-hal yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak. Tidak ada kewajiban bagi notaris untuk menyelidiki secara material hal-hal yang dikemukakan oleh para pihak yang menghadap notaris tersebut. Berdasarkan pada putusan Mahkamah Agung tersebut dapat disimpulkan bahwa akta notaris tidak dapat dibatalkan. Fungsi notaris hanya mencatatkan (menuliskan) apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap notaris tersebut, dan tidak ada kewajiban bagi notaris untuk menyelidiki secara materil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap tersebut. Dengan demikian bertentangan dengan inti dari akta notaris jika akta notaris yang dibuat atas kehendak para pihak dibatalkan oleh putusan pengadilan tanpa ada gugatan dari para pihak yang tersebut dalam akta untuk membatalkan akta notaris. Pembatalan akta notaris hanya dapat dilakukan oleh para pihak sendiri33. Apabila terjadi pelanggaran hukum yang dibuat dalam sebuah akta maka akta tersebut akan menimbulkan akibat hukum nantinya. Akibat hukum itu bisa berbentuk perkara yang akan diajukan secara peradilan pidana, peradilan perdata maupun peradilan tata usaha negara. Dalam hal ini sangat dibutuhkan penyuluhan hukum oleh notaris kepada para pihak yang menghadap kepadanya yang nanti akan dimintakan dibuatkan sebuah akta. Penutup Notaris berkewajiban untuk memberikan penyuluhan hukum kepada para penghadap yang ingin membuat akta kepadanya. Dasar hukumnya adalah Pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN. Penyuluhan hukum ini akan sangat berguna di dalam pembuktian sebuah akta, sehingga para penghadap paham akan ketentuan pembuatan Akta yang tidak melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku. Tujuan penyuluhan hukum oleh notaris adalah untuk memberikan pemahaman yang benar tentang akta yang telah dibuat. Penyuluhan hukum itu dapat meningkatkan pemahaman masyarakat menjadi masyarakat yang sadar hukum. Setelah penyuluhan diharapkan baik Notaris dan masyarakat sebagai para pihak atau para
32 33
Habib Adjie, Sanksi Perdata ….., Op.Cit., hlm.74. Ibid., hlm. 75. 14
penghadap nantinya bisa menaati syarat-syarat berdasarkan aturan atau ketentuan yang berlaku. Daftar Pustaka Abdul Ghofur Anshori. 2009. Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika.Yogyakarta: UII Pers. Habib Adjie. 2013.Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik. Bandung: Refika Aditama. Munir Fuady. 2011.Teori Negara hukum. Cetakan Kedua. Bandung: Refika Aditama. Soerjono Soekanto. 1986. Beberapa Cara dan Mekanisme dalam Penyuluhan Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita. Aryani Witasari. MPD Bukan Advokat Para Notaris Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Jurnal Hukum. Vol. 28 No. 2 Desember 2012. Guntur Iskandar. Kekuatan Pembuktian Akta di bawah Tangan yang Disahkan dan Dibukukan Oleh Notaris. Jurnal Yustisia Vol. 22 No.1 Tahun 2013. Inthizam Jamil. Peran dan Fungsi Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam Pengawasan Peraturan Daerah. Jurnal Yustisia, Vol. 21 No. 1
Januari-Juni 2014. Karol Teovani Lodan. Menggugat Partispasi Masyarakat dalam Pelayanan Publik. Jurnal Ipteks Terapan Vol. 7 No. 1 Maret 2013. Laurensius Arliman S. Memaknai Tugas-Tugas Notaris di dalam Jabatan Notaris. Jurnal Advokasi Vol. 4 No. 2 September 2013. _________________. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah. Jurnal Advokasi Vol. 5 No. 2 Desember 2014. Niniek Rahayu. Kesetaraan Gender dalam Aturan Hukum dan Implementasinya.
Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 9 No. 2 April 2012. Nofiardi. Membangun Hukum Indonesia Yang Progresif. Jurnal Advokasi Vol. 6 No. 1
Juni-Desmber 2015. Philipus M.Hadjon. 1993. Pemerintahan Menurut Hukum (Wet-en Rechthmatig Bestuur). Surabaya: Yuridika. Paulus Efendi Lotulung. 1993. Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemrintah – Seri ke 1: Perbandingan Hukum Admnistrasi dan Sistem Peradilan Administrasi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Sudjito. Criical Legal Stidies (CLS) dan Hukum Progresif Sebagai Alternatif dalam Reformasi Hukum Nasional dan Perubahan Kurikulum Pendidikan Hukum.
Jurnal Ultimatum Vol. 2 September 2008. Unan Pribadi. Tinjauan Kritis Tentang Pengaturan Kembali Substansi Ketentuan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang Sudah Dinyatakan Tidak Mempunyai Kekuatan Hukum Mengikat oleh Mahkamah Konstitusi. Jurnal Legislasi Indonesia Direktorat Jenderal
Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Vol. 11 No. 2 Juni 2014. Zulheriyanto. Pembaharuan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) Dalam Pemasangan Hak Tanggungan (Studi Kasus Di Kota Bukittinggi). Jurnal Minuta Universitas Andalas, Vol. 1 No. 1 Maret-Agustus 2013. 15
Sub Bidang Penyuluhan Hukum dan Bantuan Hukum Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kepulauan Bangka Belitung. Terbentuknya Kesadaran Hukum Masyarakat Melalui Penyuluhan Hukum, makalah yang disampaikan pada Kegiatan Penyuluhan Hukum dan Simulasi Hukum, 21 Juni 2013, Bangka Tengah: Desa Pedindang.
16