PERILAKU IKHLAS DAN PERANNYA TERHADAP PENERIMAAN DIRI PADA ANAK REMAJA YANG ORANG TUANYA BERPOLIGAMI Andika Hakim Pratama Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
[email protected] ABSTRAK Kondisi keluarga yang ayahnya berpoligami seringkali menimbulkan masalah bagi remaja dalam fase transisi perkembangan antara masa ka nak-kanak dan dewasa. Pada saat terjadi kebingungan dan keraguan peran dimana remaja bukan lagi anak -anak dan juga bukan dewasa mereka dihadapkan pada masalah yang tidak sesuai dengan harapan, akibatnya terjadi konflik dan penolakan diri seperti stres, kec ewa, dan perilaku negatif lain. Namun, dari beberapa studi kasus ada fenomena menarik, bahwa remaja yang orang tuanya berpoligami justru memiliki harga diri yang tinggi dan mampu menerima dan menjalani hidup dengan nyaman. Penelitian ini bertujuan untuk me lihat gambaran keikhlasan dan penerimaan diri serta faktor-faktor yang mengatur pada remaja yang ayahnya berpoligami. Subjek penelitian ini adalah remaja yang memiliki orang tua yang berpoligami. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggali informasi yang berkesinambungan mengenai subjek yang diteliti dengan konteks alamiah sehingga diperoleh gambaran mendalam tentang penerimaan diri, keikhlasan, dan dampaknya pada remaja yang ayahnya berpoligami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan keikhlasan dalam dirinya subjek dapat menerima keadaan seperti apa adanya tanpa terpengaruh tanggapan orang lain dan tetap dapat bersosialisasi dengan baik. Subjek pun terarahkan untuk memiliki penerimaan diri sehingga dirinya tida k merasa rendah diri dan memiliki kepercayaan pada diri sendiri. Dari sini dapat dilihat bahwa keikhlasan berdampak pada pencapaian penerimaan diri seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjek mencapai keikhlasan antara lain faktor religius, dukungan sosial, dukungan ibu subjek, dan kemandirian. Sedangkan, faktor-faktor yang mempengaruhi subjek mencapai penerimaan diri adalah pemahaman diri, harapan yang realistis, bebas dari hambatan sosial, perilaku sosial yang menyenangkan, konsep diri yang stabil, dan adanya kondisi emosi yang menyenangkan. Kata kunci: Remaja; Ikhlas; Penerimaan Diri; Poligami
ABSTRACT Polygamy family condition occasionally gives problems to teenagers who are in transition phase being an adult. In confusion and hesitation of role an d where teenager neither children nor adult, they are faced with problem they do not desire. As a result, conflict and self denial are happened to them. They are stressed, disappointed, and behaved negatively. However, some case study shows interesting phenomenon. They are some teenagers from polygamy family who actually have good self esteem and could accept their condition and live their life without problem. The purpose of this study is to see the description of sincerity and self acceptance including the factors of a teenager from polygamy family condition. The subject
of this study is a teenager whose father did polygamy marriage. The me thod that is used for this study is qualitative research in which exploring the information about the subject research in scientific context and obtaining deep description of sincerity, self acceptance, and the impact of sincerity to self acceptance of a subject. The result of this study shows that the subject could accept the condition of the family by being sincere. The subject does not care about other people response and still has good social life. Sincerity guides subject to have self acceptance which increase self confidence and eliminate the inferior feeling. The result of this study also shows that sincerity help subject in achieving self acceptance. The factors that assist subject to have sincerity are religious factor, social support, maternal supp ort, and autonomy. Meanwhile, the factors that assist subject to have self acceptance are self comprehension, realistic hope, free from social obstruction, contented social behavior, stable self concept, and contented emotion condition. Keyword: Teenager; Sincerity; Self Acceptance; Polygamy PENDAHULUAN Pada umumnya remaja yang orang tuanya berpoligami adalah remaja bermasalah dan berperilaku negatif karena mengalami konflik dengan kondisi orang tuanya yang berpoligami. Namun, terdapat fenomena bahwa ada beberapa remaja yang dapat menerima dan tetap berfungsi sepenuhnya dalam hidup, meski kondisi orang tuanya berpoligami. Remaja tersebut adalah remaja yang memiliki penerimaan diri yang baik dan ikhlas. Dari hal ini hendak diketahui bagaimana gambaran keikhlasan dan penerimaan diri pada remaja yang ayahnya berpoligami. Kemudian juga untuk melihat bagaimana dampak keikhlasan terhadap penerimaan diri remaja serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan diri dan keikhlasan sehingga remaja dapat menerima kondisi ayahnya yang berpoligami. METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif yaitu untuk memperoleh gambaran dan pemahaman yang mendalam, menyeluruh, serta utuh mengenai penerimaan diri dan dampak keikhlasan terhadap penerimaan diri pada seorang remaja yang ayahnya berpoligami. Subjek penelitian ini adalah seorang remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun dan memiliki orang tua yang berpoligami. Penelitian ini juga menggunakan 2 orang narasumber yang merupakan orang-orang yang dekat dengan subjek. Tahap-tahap penelitian: Tahap persiapan meliputi penyusunan pedoman wawancara dan observasi yang disusun berdasarkan teori dengan masalah yang ingin diketahui. Selanjutnya dilakukan penilaian dan
perbaikan oleh pembimbing skripsi dan kemudian meminta persetujuan subjek untuk dilakukan penelitian. Tahap pelaksanaan meliputi metode pengambilan data dengan wawancara dan observasi serta dianalisis dengan koding. Tahap penyelesaian meliputi penyusunan hasil penelitian secara keseluruhan dengan kesimpulan dan saran. Teknik pengumpulan data: Teknik wawancara dengan metode wawancara yang sangat umum yaitu mencantumkan isuisu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Teknik observasi dengan metode observasi non partisipan yaitu observer tidak berperan serta dan ikut ambil bagian dalam kehidupan orang yang diobservasi. Teknik analisis data: Mengorganisasi data wawancara dengan menggunakan perekam, dibantu alat tulis, dan dibuatkan transkripnya. Kemudian mengelompokkannya berdasarkan kategori, tema, dan tema jawaban atau melakukan koding dan dikelompokkan berdasarkan kategori. Tahap selanjutnya menguji asumsi atau permasalahan yang ada terhadap data yaitu kategori yang telah didapat ditinjau kembali berdasarkan landasan teori. Setelah itu, mencari alternatif penjelasan bagi data atau memberikan penjelasan alternatif lain apabila terdapat hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak terpikirkan sebelumnya. Tahap terakhir, menulis hasil penelitian berdasarkan dari analisis wawancara yang mendalam dan observasi dengan subjek. PEMBAHASAN Menurut hasil penelitian subjek memiliki keikhlasan pada dirinya. Hal ini ditunjukkan dengan subjek yang tidak mengharapkan orang lain untuk membantunya dalam masalahnya karena subjek lebih mengharapkan dan mempercayakan segala sesuatunya hanya kepada Allah SWT. Dirinya percaya bahwa Allah SWT yang akan memberikan kekuatan dan menunjukkan jalan keluar untuk setiap masalah yang dihadapinya. Hal ini sesuai dengan teori al-B anj ary (2007), dalam tanda-tanda ikhlas yaitu tanpa penyesalan, yang menyebutkan
bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang berkeyakinan, berpikir, berperasaan, berperilaku, bersikap, dan berbuat karena Allah dan mereka tidak berharap dari orang lain. Subjek juga tidak peduli dengan pendapat orang lain dan lebih mementingkan bagaimana dirinya dihadapan Allah SWT dibandingkan bagaimana dirinya dihadapan orang lain. Hidayat (2006) pun menyatakan bahwa ikhlas artinya melakukan sesuatu semata untuk memperoleh ridha Allah dan terbebas dari keinginan untuk memperoleh pengakuan atau pujian dari manusia. Faktor-faktor yang menyebabkan subjek berperilaku ikhlas adalah faktor religius, faktor dukungan sosial, faktor dukungan ibu, dan faktor kemandirian. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa subjek memiliki penerimaan diri karena mengandalkan standard nilai dan prinsip dalam dirinya. Hal ini terlihat dari subjek yang selalu mengandalkan pertimbangan sendiri dan selalu optimis. Masalah yang ada pun cenderung subjek atasi sendiri. Sheerer dan Berger (dalam Kenneth, 1973) mengungkapkan bahwa kategori seseorang yang memiliki penerimaan diri adalah dirinya lebih mengandalkan pada standard nilai-nilai internal dalam diri daripada tekanan eksternal sebagai panduan perilaku dirinya. Selain itu, subjek juga memiliki kepercayaan pada kapasitas diri untuk dapat mengatasi segala sesuatu dalam hidup. Menurut Matthews (1993), karakteristik seseorang yang memiliki penerimaan diri adalah dirinya memiliki kepercayaan diri akan kemampuannya menghadapi masalah, meskipun kondisi dirinya kesulitan. Subjek juga mampu untuk menerima kritik secara objektif. Dirinya cenderung terbuka dengan kritik maka dari itu subjek tidak pernah bermasalah dengan kritik yang datang kepadanya. Sheerer dan Berger (dalam Kenneth, 1973) pun mengatakan hal yang sama bahwa penerimaan diri berarti bisa menerima pujian dan kritik dari orang lain secara objektif. Subjek berhasil mengatasi perasaan cemasnya yang dikarenakan kondisi keluarga yang tidak menentu. Dirinya mengatasi perasaan cemas itu dengan bersikap mandiri. Subjek kini cenderung untuk tidak bergantung kepada ayahnya lagi atau pun orang lain. Matthews (1993) pun juga menyatakan bahwa karakteristik orang yang memiliki penerimaan diri, dirinya tidak menghabiskan waktu untuk mengkhawatirkan tentang apa yang terjadi di masa depan, masa lalu, ataupun masa sekarang.
Faktor-faktor yang menyebabkan penerimaan diri adalah faktor pemahaman diri, faktor harapan yang realistis, faktor bebas dari hambatan sosial, faktor perilaku sosial yang menyenangkan, faktor konsep diri yang stabil, dan faktor kondisi emosi yang menyenangkan. Berdasarkan dari hasil analisa juga dapat dilihat bahwa keikhlasan subjek memiliki dampak terhadap penerimaan diri subjek. Apabila ditelaah dari faktor-faktor yang menyebabkan subjek memiliki penerimaan diri seperti pemahaman diri, harapan yang realistis, bebas dari hambatan sosial, perilaku sosial yang menyenangkan, konsep diri yang stabil, dan adanya kondisi emosi yang menyenangkan, semua dicapai oleh subjek dengan melakukan ikhlas terlebih dahulu. Dengan demikian untuk mencapai penerimaan diri maka keikhlasan perlu diraih terlebih dahulu. PENUTUP Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek memiliki keikhlasan dalam dirinya. Gambaran keikhlasan subjek tersebut dapat dilihat dari subjek yang selalu berharap dan mempercayakan segala sesuatunya kepada Allah SWT dan tidak berharap dari orang lain. Subjek juga tidak peduli dengan pendapat orang lain dan lebih mementingkan bagaimana dirinya dihadapan Allah SWT dibandingkan bagaimana dirinya dihadapan orang lain. Faktorfaktor yang menyebabkan subjek berperilaku ikhlas adalah faktor religius, faktor dukungan sosial, faktor dukungan ibu, dan faktor kemandirian. Penelitian ini pun menunjukkan bahwa subjek memiliki penerimaan diri yang baik. Gambaran penerimaan diri subjek dapat dilihat dari subjek yang mengandalkan standard nilai dan prinsip dalam dirinya, mengandalkan pertimbangan sendiri dan selalu optimis, mampu mengatasi masalahnya sendiri, cenderung terbuka dengan kritik dan mampu mengatasi perasaan cemasnya. Faktor-faktor yang menyebabkan penerimaan diri adalah faktor pemahaman diri, faktor harapan yang realistis, faktor bebas dari hambatan sosial, faktor perilaku sosial yang menyenangkan, faktor konsep diri yang stabil, dan faktor kondisi emosi yang menyenangkan. Hasil analisa juga menunjukkan bahwa keikhlasan subjek memiliki dampak terhadap penerimaan diri subjek karena untuk mencapai penerimaan diri, keikhlasan perlu diraih terlebih dahulu.
Saran Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti dengan dua subjek yang memiliki jenis kelamin yang berbeda sehingga dapat menemukan perbandingan gambaran ikhlas dan penerimaan diri berdasarkan dari kedua gender yang berbeda. Selain itu, dapat diteliti pula dari subjek yang memiliki sifat atau kepribadian tertentu dan melihat gambaran keikhlasan dan penerimaan diri beradasarkan dari sifat atau kepribadian tertentu tersebut. DAFTAR PUSTAKA Al-Banjari, R. R. (2007). Mengarungi samudera ikhlas. Yogyakarta: DIVA Press. Al-Qarni, A. (2004). La tahzan jangan bersedih. Bandung: Irsyad Baitus Sala. Baroto, A. (2008). Pengaruh keluarga terhadap kenakalan remaja. http:// bbawor.blogspot.com /200 8 /11 / pengaruh-keluarga-terhadap-kenakalan_03 .html. (diakses tanggal 30 Agustus 2009) Basuki, H. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta: Gunadarma. Hendra. (2008). Poligami. http://www.hdn.or.id. (diakses tanggal 12 September 2008) Hidayat, K. (2006). Psikologi beragama. Jakarta: Hikmah (PT. Mizan Publika). Hurlock, E. B. (1974). Personality Development. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd. Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan. Alih Bahasa: Dra. Istiwidayanti & Drs. Soedjarwo, M.Sc. Jakarta: Erlangga. Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGrawHill. Istibyaroh. (2004). Poligami dalam cita dan Fakta. Jakarta: Blantika. Jahrani, M. (1996). Poligami dari berbagai persepsi. Jakarta: Gema Insani Press. Kenneth, L. (1973). Self-acceptance and leader effectiveness. Denmark: Texas A & M University. Keyes, C. L. M. & Haidt, J. (2003). Flourishing: Positive psychology and the life well-lived. Washington DC: American Psychological Association. Lubis, Z. (2008). Maknai ikhlas. http://www.waspada.co.id/index2.php?option= com_content&do_pdf =1 &id=3 8752. (diakses tanggal 6 Desember 2008) Marshall, M. (1988) Metode penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Matthews, D. W. (1993). Acceptance of self and others. North Carolina: North Carolina Cooperative Extension Service.
Medinnus, G. R. (1963). The relation between maternal self-acceptance and child acceptance. Journal of consulting psychology, vol. 27, no. 6, 542-544. Medinnus, G. R. (1965). Adolescents’ self-acceptance and perceptions of their parents. Journal of consulting psychology, vol. 29, no. 2, 150-154. Moleong, L. J. (1999). Metode penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Muhammad, K. (2008). Poligami tanpa huruf ‘e’. http://muhammad-kurdi.blogspot.com /2008/1 1/poligami-tanpa-huruf-e.html. (diakses tanggal 10 Juli 2009) Mulia, M. (2004). Pandangan islam tentang poligami. Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender & The Asia Foundation. Mulyono, N. A. J. (2003). Indahnya poligami: pengalaman keluarga sakinah puspo wardoyo. Jakarta: Senayan Abadi Publishing. Nasir, A. (1976). Poligami ditinjau dari agama, sosial, & perundang -undangan. Alih Bahasa: Nasution Chadijah. Jakarta: Bulan Bintang. Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Universitas Indonesia. Purwadi, M. (2004). Kebudayaan jawa: sebuah pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Schultz, D. (1977). Psikologi pertumbuhan: model-model kepribadian sehat. Jogjakarta: Kanisius. Setiadi, I. (2006). Harga diri pada remaja hasil poligami. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Setiawan, W. (2005). Poligami kebijakan suami-istri. Tangerang-Banten: Penerbit Ciung Wanara Press. Shepard, L. A. (1979). Self-acceptance: The evaluative component of the self-concept construct. American Educational Research Journal, 16(2), 139-160. Soemiyati. (1986). Hikmah perkawinan islam dan uup. (UU no. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan), Yogyakarta: Liberty. Wikipedia. (2008). Poligami. http://id.wikipedia.org/wiki/poligami. (diakses tanggal 21 November 2008) ----. (2008). Poligami. http://teori-psikologi.blogspot.com/2008/05/definisi-poligami.html. (diakses tanggal 21 November 2008) ----. (2009). Remaja. http://rumahbelajarpsikologi.com/index2.php?option=com_content &do_pdf=1&id=101. (diakses tanggal 19 Juli 2009)