Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.37886/PP/M.XI/32/2012
Jenis Pajak
: Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Tahun Pajak
: 2009
Pokok Sengketa
: Koreksi NJOP Bumi sebagai dasar pengenaan BPHTB sebesar Rp.31.722.000.000,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding, dengan perincian sebagai berikut: Objek Pajak
Bumi NJOP sebagai BPHTB
dasar
2
Luas (M )
Menurut Terbanding 12.440.000 pengenaan =
Menurut Pemohon Banding Bumi 12.440.000 NJOP sebagai dasar pengenaan = BPHTB Koreksi NJOP sebagai dasar pengenaan BPHTB sebesar Koreksi Positif Dasar Pengenaan Pajak sebesar
2
Per M
5.000
NJOP (Rp) Jumlah 62.200.000.000 62.200.000.000
2.450
30.478.000.000 30.478.000.000
Rp. 31.722.000.000,00
Rp. 31.722.000.000,00
Menurut Terbanding : bahwa sehubungan dengan adanya perolehan HGU tersebut, untuk menentukan BPHTB terutangnya, KPP Pratama Prabumulih menggunakan dasar penghitungan NJOP bumi per m2 sebagaimana yang tercantum dalam SPPT PBB Tahun 2009 tanggal 01 Mei 2009 yaitu Rp5.000,00; Menurut Pemohon
: bahwa yang menjadi perbedaan antara perhitungan Pemohon Banding dengan perhitungan KPP Pratama Prabumulih terletak pada Nilai per m2 yang digunakan untuk menghitung NPOP. Pemohon Banding menggunakan Nilai Per m2 sebesar Rp. 2.450,00 yang merupakan Nilai Dasar Tanah per m2 (cfm Rincian Perhitungan Nilai dalam SPPT PBB Wajib Pajak tahun 2009). Sedangkan KPP Pratama Prabumulih menggunakan NJOP per m2 sebesar Rp. 5.000,00 (yang merupakan Nilai Dasar Tanah per m2 Rp. 2.450,00 ditambah Standar Investasi Tanaman Rp. 3.004,00) sebagaimana tercantum dalam SPPT PBB Wajib Pajak tahun 2009;
Menurut Majelis
: bahwa nilai sengketa yang terbukti dalam sengketa banding ini adalah sebesar Rp.31.722.000.000,00, dengan pokok sengketa adalah Koreksi NJOP sebagai dasar pengenaan BPHTB sebesar Rp.31.722.000.000,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding, dengan perincian sebagai berikut: Objek Pajak
2
Luas (M )
Menurut Terbanding Bumi 12.440.000 NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Menurut Pemohon Banding Bumi 12.440.000 NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Koreksi NJOP sebagai dasar pengenaan BPHTB sebesar
2
Per M
5.000
NJOP (Rp) Jumlah 62.200.000.000 62.200.000.000
2.450
30.478.000.000 30.478.000.000 Rp. 31.722.000.000,00
bahwa berdasar penelitian Majelis terhadap Surat Banding a quo, Surat uraian banding a quo diketahui dasar koreksi Terbanding yang menjadi pokok sengketa dalam perkara banding ini adalah Perbedaan persepsi penggunaan Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP) dalam menghitung BPHTB terutang, Pemohon Banding menggunakan nilai NPOP Per m2 sebesar Rp. 2.450,00 yang merupakan Nilai Dasar Tanah Per m2, Sedangkan Terbanding menggunakan NPOP Per m2 sebesar Rp. 5.000,00 (yang merupakan Nilai Dasar Tanah Per m2 Rp. 2.450,00 ditambah Standar Investasi Tanaman Rp.3.004,00). bahwa dalam persidangan wakil dari Terbanding menanyakan posisi dari Terbanding dalam hal ini apakah Direktur Jenderal Pajak masih dapat diposisikan sebagai Terbanding mengingat sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), BPHTB telah menjadi pajak daerah; bahwa selanjutnya Wakil dari “Terbanding”dalam Penjelasan tertulis Nomor S7099/PJ.07/2011 tanggal 04 November 2011 pada pokoknya menyatakan ;
Sehubungan dengan kelanjutan agenda persidangan ke-3 yang meminta DJP selaku Terbanding untuk hadir dalam persidangan Majelis Hakim XI Pengadilan Pajak terkait proses sidang banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-944/WPJ.03/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Penyelesaian Keberatan atas Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dengan ini Wakil DJP sampaikan hal-hal sebagai berikut : A. FAKTA Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-944/VVPJ.03/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Penyelesaian Keberatan atas Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dengan surat banding nomor 005/BSP-Pengadilan Pajak/111/2011 tanggal 03 Maret 2011; Pengadilan Pajak dalam persidangan ke-2 terdahulu, meminta DJP untuk melanjutkan pembahasan penyelesaian sengketa di persidangan ke-3 atas Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak : Nomor : KEP-944/WPJ.03/2010 tanggal 30 Desember 2010 Tentang : Keberatan atas SKBKB Nomor kohir : 00001/280/09/313/10 Tanggal : 06 September 2010 Tahun Pajak : 2009 Atas nama : PT. XXX NPWP : 01.451.387.3-313.000 Nomor Sengketa Pajak : 32-054719-2009 dalam kedudukan DJP selaku Terbanding. Wakil DJP menyampaikan adanya permasalahan berkenaan dengan posisi Direktorat Jenderal Pajak dalam persidangan terkait dengan kewenangan dan kedudukan hukum (legal standing) Direktorat Jenderal Pajak dalam mewakili pihak Terbanding, mengingat Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 tentang BPHTB sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 beserta aturan pelaksanaannya sudah tidak berlaku sejak 1 Januari 2011. Pelaksanaan BPHTB sebagai Pajak Pusat dan sebagai Pajak Daerah : -
-
-
-
-
Pelaksanaan BPHTB sebagai Pajak Pusat sampai dengan tanggal 31 Desember 2010 berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 tentang BPHTB sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 beserta aturan pelaksanaannya (UU BPHTB); Sejak 1 Januari 2011 UU BPHTB sudah tidak berlaku; Pelaksanaan BPHTB sebagai Pajak Daerah sejak 1 Januari 2011 didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD); UU PDRD tidak memuat aturan peralihan dan/atau memuat ketentuan yang memberi kewenangan pengaturan lebih lanjut tentang dasar hukum dan mekanisme penyelesaian pelayanan BPHTB berdasarkan UU BPHTB setelah UU BPHTB tidak berlaku; UU PDRD tidak mengatur bahwa pengalihan BPHTB sekaligus juga beralihnya pihak yang berkompetensi menyelesaikan pelayanan berdasarkan UU BPHTB yakni dari Direktorat Jenderal Pajak kepada Pemerintah Daerah; Peraturan Daerah sebagai aturan pelaksanaan BPHTB berdasarkan UU PDRD tidak berlaku surut; Pemerintah Daerah dapat tidak memungut BPHTB; Menteri Keuangan bersama-sama dengan Menteri Dalam Negeri mengatur tahapan persiapan pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagai Pajak Daerah paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).
B. DASAR HUKUM Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana teiah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP) mengatur bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1); Pasal 31 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) mengatur bahwa Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya
memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 180 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur bahwa pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 tentang BPHTB sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 tetap berlaku paling lama 1 (satu) tahun sejak diberlakukannya Undang-Undang ini, dan Pasal 185 menyatakan bahwa Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri Nomor 186/PMK.07/2010, Nomor 53 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagai Pajak Daerah mengatur bahwa kewenangan pemungutan BPHTB dialihkan dari Pemerintah ke Pemerintah Daerah mulai tanggal 1 Januari 2011. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2010 tentang Tata Cara Persiapan Pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagai Pajak Daerah mengatur bahwa kewenangan pemungutan BPHTB dialihkan dari Direktorat Jenderal Pajak ke Pemerintah Daerah mulai tanggal 1 Januari 2011. C. PENDAPAT WAKIL DJP Berdasarkan fakta dan dasar hukum di atas, dapat Pemohon Banding sampaikan hal-hal sebagai berikut: a. Berdasarkan data administrasi diketahui bahwa: 1) Pengajuan surat banding oleh Pemohon Banding kepada Pengadilan Pajak terhadap surat keputusan keberatan Direktur Jenderal Pajak atas Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diterbitkan pada saat UU BPHTB masih berlaku; 2) Persidangan atas sengketa pengenaan BPHTB yang sedang/akan diproses oleh Pengadilan Pajak terjadi pada tahun 2011, pada saat UU BPHTB sudah tidak berlaku. 3) UU BPHTB beserta aturan pelaksanaannya hanya berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2010, dan selanjutnya sejak tanggal 1 Januari 2011 berlaku UU PDRD beserta peraturan pelaksanaannya. b. Bahwa permasalahan yang disampaikan pada butir A angka 3 di atas adalah kondisi riil kendala teknis bagi DJP dalam menindaklanjuti pelayanan penyelesaian sengketa BPHTB pada persidangan yang telah diagendakan oleh pengadilan Pajak. c.
Hukum acara yang merupakan domain Pengadilan Pajak dan menjadi kewenangan Majelis Hakim sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU PP), antara lain dinyatakan bahwa: 1) Pada Penjelasan UMUM alinea terakhir UU PP bahwa ada kekhususan-kekhususan yang terdapat paaa Pengadilan Pajak karenanya dalam Undangundang ini diatur hukum acara tersendiri untuk menyelenggarakan Pengadilan Pajak; 2) Terkait prosedur permintaan SUB dan penyerahan SUB dinyatakan dalam pasal 45 ayat (5) UU PP bahwa apabila terbanding tidak memenuhi ketentuan prosedur penyerahan SUB, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding. 3) Pada Penjelasan UMUM alinea ketiga UU PP bahwa proses penyelesaian Sengketa Pajak melalui Pengadilan Pajak hanya mewajibkan kehadiran Terbanding atau Tergugat, sedangkan Pemohon Banding atau Penggugat dapat menghadiri persidangan atas kehendaknya sendiri, kecuali apabila dipanggil oleh Hakim atas dasar alasan yang cukup jelas 4) Dalam Pasal 53 ayat (1) UU PP bahwa Hakim Ketua memanggil Terbanding atau Tergugat dan dapat memanggil Pemohon Banding untuk memberikan keterangan lisan. Selanjutnya, dalam Penjelasan Pasal 53 ayat (1) UU PP ditegaskan bahwa Terbanding atau Tergugat yang dipanggil oleh Hakim Ketua wajib hadir dalam persidangan.
d. Wakil DJP tetap memenuhi kewajiban administrasi untuk hadir dalam persidangan yang diamanatkan UU PP sebagaimana disampaikan pada butir 1 huruf c diatas, namun yang menjadi kegamangan Wakil DJP adalah bahwa segala tindakan administrasi dan hukum tata usaha negara yang Wakil DJP lakukan, meskipun hal itu atas permintaan dan atau panggilan sidang Majelis Hakim Pengadilan Pajak, Wakil DJP tidak sepenuhnya dapat meyakini bahwa
akibat hukum atas tindakan dimaksud sesuai dan dapat dilaksanakan berdasarkan UU BPHTB dan atau UU PDRD. Beralihnya BPHTB dari Pajak Pusat menjadi Pajak Daerah, menurut hemat Wakil DJP telah mengakibatkan beralihnya kewenangan administrasi dan tata usaha negara serta upaya hukum dalam hal perpajakan, dari pusat ke daerah. Hal ini dikarenakan UU PDRD tidak memuat aturan peralihan dan/atau memuat ketentuan yang memberi kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk mengatur lebih lanjut tentang dasar hukum dan mekanisme penyelesaian pelayanan BPHTB berdasarkan UU BPHTB setelah UU BPHTB tidak berlaku; Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa: a. Atas banding yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap sampai dengan tanggal 31 Desember 2010, Wakil DJP berpendapat bahwa sejak berlakunya UU PDRD yakni tanggal 1 Januari 2011 maka penyelesaian sengketa banding tersebut tidak dapat dilanjutkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai pihak Terbanding mengingat UU BPHTB yang menjadi dasar melakukan tindakan administrasi dan perbuatan hukum tata usaha negara sudah tidak berlaku. Sementara itu, pasal peralihan UU PDRD juga tidak mengatur dan memberi kewenangan dalam masa transisi kepada Direktorat Jenderal Pajak menjadi pihak yang mempunyai kewenangan dan kedudukan hukum (legal standing) sebagai Terbanding, akibat adanya kevakuman hukum. b. Dalam hal Direktorat Jenderal Pajak tetap bertindak sebagai Terbanding, maka sudah bertindak tidak berdasarkan Undang-Undang, apabila kekuasaan otoritas publik berlebihan atau melampaui kewenangannya sendiri maka peraturan atau keputusan itu tidak sah berdasarkan doktrin ultra vires. Setiap badan administrasi negara dalam melaksanakan kewenangannya dianggap sah apabila berdasar batas-batas kewenangan yang dimilikinya. c. Oleh karena itu, Pemohon Banding memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak Yang Terhormat yang mengadili perkara banding ini untuk menyatakan pihak Terbanding bukan Direktorat Jenderal Pajak; bahwa sebelum memeriksa sengketa banding, Majelis terlebih dahulu akan memutus masalah berwenang tidaknya Terbanding sebagai fihak dalam sengketa ini, dengan uraian sebagai berikut: bahwa dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) maka Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (UU BPHTB) tetap berlaku paling lama 1 (satu) tahun sejak diberlakukannya UU PDRD pada tanggal 1 Januari 2010, sehingga sejak 1 Januari 2011 UU BPHTB sudah tidak berlaku lagi; bahwa Pemohon Banding dengan Surat Nomor: 023/BSP-KPP Prabumulih/IX/2010 tanggal 07 November 2010 mengajukan keberatan atas SKBKB Tahun Pajak 2009, Nomor 00001/280/09/313/10 tanggal 06 September 2010 dan Terbanding dengan keputusan nomor KEP-944/WPJ.03/2010 tanggal 30 Desember 2010 telah menolak keberatan Pemohon Banding a quo, sehingga dengan Surat Nomor: 005/BSPPengadilan Pajak/III/2011 tanggal 03 Maret 2011 mengajukan banding; bahwa Majelis berpendapat, Pemohon Banding mengajukan banding atas keputusan Terbanding (dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak) dimana tanggal terbitnya keputusan Terbanding yaitu KEP-944/WPJ.03/2010 adalah tanggal 30 Desember 2010 masih dalam periode berlakunya UU BPHTB aquo sehingga surat banding Pemohon Banding secara formal sudah memenuhi persyaratan pengajuan banding; bahwa Majelis berpendapat, apabila ditengah proses persidangan Terbanding menyatakan sudah tidak berwenang lagi sebagai fihak dalam sengketa banding karena adanya perubahan suatu Perundang-undangan dan menurut Terbanding yang berwenang sebagai pihak seharusnya adalah Pemerintah Daerah (Pemda) dalam hal ini adalah Pemda Kabupaten Muara Enim, maka Direktur Jenderal Pajak sebagai Terbanding dalam sengketa ini seharusnya membuat suatu akta atau berita acara pengalihan berkas sengketa dengan Pemda Kabupaten Muara Enim dan menyerahkan dokumen pengalihan tersebut kepada Majelis, sehingga dalam proses sidang berikutnya Majelis dapat memanggil Pemda Kabupaten Muara Enim sebagai fihak Terbanding yang baru; bahwa Wakil dari DJP telah menyampaikan Berita Acara Serah Terima nomor : BA011/WPJ.03/KP.11/2011 tanggal 13 Januari 2011 yang menerangkan serah terima/pengalihan dokumen/data/aplikasi/asset sitaan dalam rangka pengalihan BPHTB sebagai pajak daerah dari Ashari jabatan Kepala Kantor yang bertindak atas
nama KPP Pratama Prabumulih kepada Muzaki Sai Sohar jabatan Bupati atas nama Pemerintah Kabupaten Muara Enim; bahwa berdasar pemeriksaan Majelis atas Berita acara Serah Terima a quo diketahui dokumen/data/aplikasi/asset sitaan dalam rangka pengalihan BPHTB yang diserahterimakan adalah: Lampiran Lampiran I
Keterangan daftar Surat Keputusan Menteri Keuangan, Data NJOP dan Aplikasi
Jenis/Isi SK Menkeu tentang NPOPTKP BPHTB tahun 2006, 2008 dan 2009 SK Menkeu tentang NJOP Bumi PBB P2 tahun 2009-2010 Data Klasifikasi NJOP Bumi PBB P2 Tahun 2010 Data NJOP (softcopy)
Lampiran II Lampiran III
Daftar Kompilasi Data Piutang dan Tindakan Penagihan BPHTB Daftar Aset Wajib Pajak/Penanggung Pajak atas Utang BPHTB yang disita yang belum dilakukan penjualan secara lelang dan/atau penjualan yang dikecualikan dari lelang per 31 Desember 2010
Aplikasi (softcopy) Nihil
Pembaca
NJOP
Nihil
bahwa berdasar pemeriksaan Majelis atas Berita Acara Serah Terima a quo diketahui bahwa berkas sengketa BPHTB dalam hal ini adalah berkas sengketa BPHTB Pemohon Banding, tidak termasuk dalam dokumen/data/aplikasi/asset sitaan dalam rangka pengalihan BPHTB yang telah diserahterimakan dari Kepala Kantor yang bertindak atas nama KPP Pratama Prabumulih kepada Muzaki Sai Sohar jabatan Bupati atas nama Pemerintah Kabupaten Muara Enim dengan Berita Acara Serah Terima a quo; bahwa oleh karenanya Majelis berpendapat Direktur Jenderal Pajak masih mempunyai kewenangan dan kedudukan hukum (legal standing) sebagai Terbanding dalam sengketa banding ini; bahwa selanjutnya mengenai materi sengketa banding, Majelis berpendapat sebagai berikut: bahwa Terbanding menyampaikan Penjelasan Tertulis dengan surat nomor S987/PJ.07/2012 tanggal 14 Februari 2012 yang pada pokoknya menyatakan: bahwa sehubungan dengan sidang perkara banding a.n. PT. XXX NPWP 01.451.387.3-313.000 terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak (Terbanding) Nomor KEP-944/VVPJ.03/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Penyelesaian Keberatan atas Surat Ketetapan BPHTB Nomor SKBKB-00001/280/09/313/10 tanggal 6 September 2010 dengan ini kami sampaikan tanggapan tertulis untuk dimuat dalam pertimbangan Majelis dalam putusan Hakim Majelis XI Pengadilan Pajak dengan uraian sebagai berikut: I.
Pokok Sengketa
Sengketa banding adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas diterbitkannya Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) Nomor 05 atas Nomor Objek Pajak (NOP): 16.03.730.012.900-0002.1 sebagai berikut: Uraian Menurut Terbanding Menurut Pemohon Banding Sengketa II.
Luas 12.440.000 m2 12.440.000 m2 -
PBB NJOP Total NJOP per m2 Rp5.000,00 Rp62.200.000.000 Rp2.450,00 Rp30.478.000.000 Rp2.550,00 Rp31.722.000.000
Pernyataan Pemohon Banding
Pemohon Banding secara lisan maupun secara tertulis dalam persidangan menyatakan hal-hal sebagai berikut:
1. bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding menggunakan NPOP per m2 sebesar Rp5.000,00 karena seharusnya Terbanding meneliti lebih jauh hak atas apa saja yang diperoleh Pemohon Banding pada saat diterbitkannya SHGU Nomor 05. Perhitungan Terbanding yang menggunakan NJOP PBB tahun 2009 sebagai NPOP untuk menghitung BPHTB terutang sangatlah tidak tepat dan keliru, karena pada kenyataanya tidak ada hak atas investasi tanaman kelapa sawit yang diperoleh oleh Pemohon Banding pada saat diterbitkannya SHGU Nomor 05. Adapun tanaman kelapa sawit, bangunan, berikut sarana dan prasarananya sejak semula memang merupakan milik Pemohon Banding karena ditanam dan dibangun oleh Pemohon Banding sendiri, sehingga pada saat diterbitkannya SHGU Nomor 05, tidak ada penyerahan hak tanaman kelapa sawit berikut sarana dan prasarananya ke Pemohon Banding; 2. bahwa sebagai bukti tanaman kelapa sawit di atas lahan yang terletak di Desa Gunung Raja, Jiwa Baru, Kec. Lubai, Muara Enim (NOP 16.03.730.012.9000002.1) telah dimiliki Pemohon Banding jauh sebelum SHGU Nomor 05 diterbitkan, Pemohon Banding menunjukkan dokumen-dokumen berikut: 1). SPPT PBB untuk tahun-tahun pajak sebelum tahun pajak 2009 dan 2). Laporan Audit untuk tahun-tahun sebelum tahun 2009; 3. Pemohon Banding berpendapat bahwa dalam menghitung BPHTB terutang seharusnya Terbanding tidak dapat langsung menggunakan NJOP PBB karena objek pajak dalam perhitungan PBB tentunya berbeda dengan objek pajak dalam perhitungan BPHTB. Objek yang dikenakan BPHTB sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 adalah perolehan hak, sedangkan objek yang dikenakan PBB menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 adalah kenikmatan atas tanah dan bangunan, sehingga menurut Pemohon Banding perhitungan BPHTB atas luas tanah sebesar 1.244 Ha yang terletak di Desa Gunung Raja, Jiwa Baru, Kec. Lubai, Muara Enim (NOP 16.03.730.012.900-0002.1) seharusnya hanya menggunakan nilai dari hak yang secara hukum diperoleh oleh Pemohon Banding saja yaitu terbatas pada nilai tar eh saja. Dengan demikian perhitungan Terbanding menggunakan NJOP PBB untuk menghitung besarnya NPOP BPHTB Pemohon Banding adalah keliru dan harus dibatalkan; III.
Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang BPHTB): Pasal 2 ayat (1), ayat (2) huruf b angka (2), dan ayat (3) huruf b (1) Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan; (2) Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: b. pemberian hak baru karena: 2. diluar pelepasan hak; (3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah: b. hak guna usaha; Pasal 6 ayat (1), ayat (2) huruf j, dan ayat (3) (1) Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak; (2) Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam hal: j. pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar; (3) Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a sampai dengan nilai tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. Pasal 9 ayat (1) huruf k Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk: k. pemberian hak baru diluar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak; 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (selanjutnya disebut Undang-Undang PBB) Pasal 1 ayat (3)
Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual bell yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti; 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Pasal 1 angka 2 Nilai Jual Objek Pajak meliputi nilai jual permukaan bumi (tanah, perairan pedalaman serta wilayah Indonesia) beserta kekayaan alam yang berada di atas maupun di bawahnya, dan/atau bangunan yang melekat di atasnya. Pasal 4 Besarnya Nilai Jual Objek Pajak pada sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan, serta usaha bidang perikanan, peternakan, dan perairan untuk areal produksi dan/atau areal belum produksi, ditentukan berdasarkan nilai jual permukaan bumi dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), ditambah dengan nilai standar investasi atau nilai jual pengganti, atau dihitung secara keseluruhan berdasarkan nilai jual pengganti. IV.
Fakta-Fakta dan Data Dalam Persidangan 1. bahwa SHGU Nomor 05 ditandatangani dan diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Muara Enim pada tanggal 13 Nopember 2009 berdasaran surat ukur Nomor 88/2009 tanggal 11 Nopember 2009 dengan luas 1.244 Ha dengan keterangan keadaan tanah adalah sebidang tanah perkebunan; 2. bahwa pada tahun terjadinya perolehan hak yaitu tahun pajak 2009, NJOP PBB Pemohon Banding NOP: 16.03.730.012.900-0002.1 berdasarkan SPPT PBB Tahun Pajak 2009 adalah Rp5.000,00 per m2; 3. bahwa Pemohon Banding dalam surat keberatan Nomor 023/BSP-KPP Prabunnulih/X1/2010 tanggal 7 November 2010, Surat Banding Nomor 005/BSP-Pengadilan Pajak/I11/2011 tanggal 3 Maret 2011, dan surat tanggapan Nomor 035/BSP-Pengadilan Pajak/X11/2011 tanggal 12 Desember 2011; menghitung BPHTB terutang dengan dasar NJOP PBB per m2 sebesar Rp2.450,00;
V.
Tanggapan dan Usul Terbanding
A. Tanggapan Terbanding Bahwa penjelasan mengenai materi atau isi dari Keputusan Keberatan telah dijelaskan dalam Surat Uraian Banding Nomor 2712/WPJ.03/2011 tanggal 14 Juni 2011, Laporan Hasil Pemeriksaan BPHTB (LHPB) tanggal 12 Agustus 2010, penjelasan ini merupakan tambahan penjelasan dari dokumen-dokumen tersebut. Berdasarkan data dan fakta-fakta selama persidangan dengan memperhatikan dasar hukum sebagaimana dikemukakan di atas, Terbanding berpendapat sebagai berikut: 1. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang BPHTB jelas dinyatakan bahwa dalam hal nilai pasar tidak diketahui maka NPOP BPTHB yang dipakai menjadi dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan; 2. bahwa berdasarkan bukti SPPT PBB Tahun Pajak 2009 NOP: 16.03.730.012.9000002.1 diketahui bahwa NJOP yang tercantum adalah sebesar Rp5.000,00 per m2; 3. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 dalam Pasal 1 angka 2 bahwa NJOP meliputi nilai jual permukaan bumi (tanah, perairan pedalaman serta wilayah Indonesia) beserta kekayaan alam yang berada di atas maupun di bawahnya, dan/atau bangunan yang melekat di atasnya dan sesuai Pasal 4 besarnya NJOP pada sektor perkebunan untuk areal produksi dan/atau areal belum produksi, ditentukan berdasarkan nilai jual permukaan bumi dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), ditambah dengan nilai standar investasi atau nilai jual pengganti, atau dihitung secara keseluruhan berdasarkan nilai jual pengganti. 4. bahwa Pemohon Banding telah setuju dalam menggunakan NJOP PBB sebagai Dasar Pengenaan Pajak BPHTB sebagaimana tercantum dalam perhitungan BPHTB dalam surat keberatan Nomor 023/BSP-KPP Prabumulih/XI/2010 tanggal 7 November 2010, Surat Banding Nomor 005/BSP-Pengadilan Pajak/I11/2011 tanggal 3 Maret 2011, dan surat tanggapan Nomor 035/BSPPengadilan Pajak/XII/2011 tanggal 12 Desember 2011, selain itu Pemohon Banding juga tidak menggunakan nilai pasar sebagaimana dimaksud dalam
5.
6. 7.
8.
Pasal 6 ayat (2) huruf j Undang-Undang BPHTB sehingga dipastikan Pemohon Banding tunduk pada ketentuan Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang BPHTB; bahwa jika Pemohon Banding tidak setuju menggunakan NJOP PBB Tahun Pajak 2009 sebagai Dasar Pengenaan Pajak BPHTB seharusnya mengajukan keberatan atas penetapan NJOP PBB dalam SPPT PBB Tahun Pajak 2009 dan bukan mengajukan keberatan serta banding atas Dasar Pengenaan Pajak BPHTB; bahwa NJOP yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak BPHTB menurut Pemohon Banding yang merupakan nilai tanah saja adalah tidak memiliki landasan hukum; bahwa Undang-Undang BPHTB sebagai peraturan tertinggi dalam sumber hukum di Indonesia terkait pengenaan BPTHB telah menyatakan secara jelas dan tegas pada Pasal 6 ayat (3) untuk menggunakan nilai dari NJOP PBB sebagai Nilai Perolehan Objek Pajak BPHTB sehingga tidak memerlukan penafsiran mengenai nilai lain (nilai tanah saja) sebagaimana pendapat dari Pemohon Banding; bahwa penetapan NPOP BPHTB sebesar Rp5.000,00 per m2 menggunakan NJOP PBB pada SPPT PBB Tahun Pajak 2009 oleh Terbanding telah benar dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang BPHTB;
B. Usul 1. menolak permohonan banding Pemohon Banding dalam suratnya Nomor 005/BSPPengadilan Pajak/III/2011 tanggal 3 Maret 2011; 2. mempertahankan jumlah pajak yang harus dibayar dalam Keputusan Direktur Jenderal KEP-944/VVPj.03/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Penyelesaian Keberatan atas Surat Ketetapan BPHTB Nomor SKBKB00001/280/09/313/10 tanggal 6 September 2010; bahwa Pemohon Banding dalam bantahan tertulis dengan surat Nomor 007/BSPPengadilan Pajak/II/2012 tanggal 06 Februari 2012 pada pokoknya menyatakan sebagai berikut : bahwa sehubungan dengan permintaan Majelis Hakim Pengadilan Pajak untuk menanggapi secara tertulis mengenai penjelasan lisan Terbanding pada saat persidangan atas sengketa pajak BPHTB pada tanggal 16 Januari 2012, maka Pemohon Banding menyampaikan tanggapan tertulis atas penjelasan lisan Terbanding pada saat persidangan tanggal 16 Januari 2012, dengan penjelasan sebagai berikut: Menurut penjelasan lisan Terbanding pada saat persidangan tanggal 16 Januari 2012 -
Alasan koreksi Terbanding: Bahwa Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) untuk menentukan BPHTB terutang menurut Terbanding adalah berdasarkan NJOP yang terdapat dalam SPPT PBB Tahun Pajak 2009 yaitu sebesar Rp 5.000 per m2.
-
Dasar hukum: Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tanggal 02 Agustus 2000.
-
Penjelasan lisan Terbanding pada saat persidangan tanggal 16 Januari 2012: o Berdasarkan Pasal 2 ayat (I) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak alas Tanah dan Bangunan, menyebutkan bahwa "Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.” o Berdasarkan Pasal 6 ayat (1), ayat (2) huruf j, dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Flak atas Tanah dan Bangunan, menyebutkan bahwa: Ayat (I) "Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. " Ayat (2) "Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam hal: j. Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar." Ayat (3) "Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a sampai dengan n tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. "
o
Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, menyebutkan bahwa: Ayat (1) "Saat terutang pajak alas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk: k. Pemberian hak baru diluar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak."
bahwa sehingga berdasarkan ketentuan diatas Terbanding menghitung dan menetapkan BPHTB terutang atas diterbitkannya sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) yang diterbitkan tertanggal 13 November 2009 dengan menggunakan NJOP PBB yang tercantum dalam SPPT PBB tahun 2009 sebagai Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam perhitungan BPHTB terutang yaitu sebesar Rp 5.000,00 per m2; Tanggapan Pemohon Banding atas Penjelasan Lisan Terbanding bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding yang dikemukakan secara lisan pada persidangan tanggal 16 Januari 2012 yang menyatakan bahwa NPOP yang digunakan untuk menghitung BPHTB terutang harus menggunakan NJOP dalam SPPT PBB tahun 2009 sebesar Rp 5.000,00 per M2. Adapun ketidaksetujuan Pemohon Banding atas penjelasan lisan Terbanding tersebut adalah sebagai berikut: bahwa pada dasamya Pemohon Banding setuju dengan dasar hukum yang digunakan Terbanding yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tanggal 02 Agustus 2000. Namun Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding yang langsung menggunakan NJOP dalam SPPT PBB tahun 2009 sebagai Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam menghitung BPHTB terutang; bahwa seharusnya Terbanding melihat faktor-faktor apa yang membentuk NJOP dalam SPPT PBB tahun 2009 di mana di dalamnya terdapat dua unsur perhitungan yang berupa Nilai Dasar Tanah (sebesar Rp 2.450,00 per m2) dan Standar Investasi Tanaman (SIT) (sebesar Rp 3.004,00 per m2). Dengan demikian seharusnya ditelaah lebih lanjut oleh Terbanding nilai apa yang lebih tepat untuk digunakan dalam menghitung NPOP dalam perolehan hak tanah yang didapatkan oleh Pemohon Banding dalam peristiwa hukum penerbitan sertifikat Hak Guna Usaha yang diterbitkan pada tanggal 13 November 2009 tersebut; bahwa berbeda dengan penentuan NJOP dalam perhitungan PBB terutang, BPHTB yang dikenakan sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 adalah alas perolehan hak (atas tanah dan bangunan). Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 yang dikenakan PBB adalah kenikmatan atas tanah dan bangunan; bahwa oleh karena itu Dasar Pengenaan BPHTB adalah nilai perolehan hak atas tanah dan bangunan, sedangkan Dasar Pengenaan PBB adalah kenikmatan atas penggunaan tanah dan bangunan tersebut. Dengan demikian dalam pengenaan PBB, faktor yang menentukan adalah nilai dan kenikmatan dari tanah dan bangunan tersebut tanpa mempertanyakan hubungan hukum antara tanah dan bangunan dengan pihak yang secara nyata menikmati tanah dan bangunan tersebut. Apakah pihak yang menikmati tanah dan bangunan tersebut adalah pemiliknya sendiri, penyewa atau bahkan pihak yang menikmati tanah tersebut secara tidak sah untuk pengenaan PBB merupakan faktor yang tidak menentukan; bahwa sebaliknya dalam pengenaan BPHTB, faktor yang menentukan justru menyangkut hubungan hukum antara tanah dan bangunan dengan pihak yang memperolehnya. Jadi sekalipun pada saat Flak Guna Usaha tersebut diterbitkan di atas tanah seluas 1.244 Ha sudah ada Tanaman Kelapa Sawit, namun hak yang diperoleh oleh Wajib Pajak hanyalah hak atas tanahnya saja, karena tidak ada peralihan hak atas tanaman kelapa sawit yang sejak semula memang merupakan milik Wajib Pajak sebagai wujud dari investasinya; bahwa dengan demikian untuk pengenaan BPHTB nilai perolehan yang dijadikan dasar untuk menentukan BPHTB terutang terbatas pada nilai dari apa yang secara hukum diperoleh (dalam kasus ini hanya tanahnya saja);
bahwa seperti yang telah Pemohon Banding jelaskan baik dalam Surat Banding dan Surat Bantahan maupun penjelasan lisan pada saat, persidangan mengenai kronologis dimulai dari diperolehnya ijin lokasi untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit dan Kantor Pertanahan Kabupaten Muara Enim pada tahun 1998 sampai dengan sebelum diterbitkannya Sertifikat Flak Guna Usaha (HGU) pada tanggal 13 November 2009, Tanaman Kelapa Sawit, Sarana dan Prasarana lainnya yang ada adalah milik Pemohon Banding sendiri karena ditanam dan dibangun oleh Pemohon Banding sendiri; bahwa sebagai pembuktian dalam persidangan tanggal 16 Januari 2012 Pemohon Banding telah menunjukkan Laporan Keuangan yang telah diaudit Kantor Akuntan Publik untuk tahuntahun sebelum tahun 2009 dan SPPT PBB untuk tahun-tahun sebelum tahun 2009 untuk menunjukkan bahwa aset tanaman kelapa sawit, sarana dan prasarana lainnya adalah milik Pemohon Banding sendiri yang dibangun dan ditanam oleh Pemohon Banding sendiri sebelum Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) diterbitkan. Sehingga pada saat diterbitkannya Sertifikat Flak Guna Usaha (HGU) Nomor 05 tanggal 13 November 2009, tidak ada penyerahan hak atas tanaman kelapa sawit berikut sarana dan prasarananya ke Pemohon Banding; bahwa sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) huruf jUndang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, menyebutkan bahwa: Ayat (1) "Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak." Ayat (2) "Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam hal: j. Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar." bahwa perbuatan atau peristiwa hukum dimaksud yaitu pemberian hak baru juga harus dilihat kasus per kasus, apakah pemberian hak baru tersebut atas tanah yang telah terdapat bangunan/tanaman atau pemberian hak baru hanya atas tanahnya saja di mana belum terdapat bangunan/tanaman, ataupun pemberian hak baru hanya atas tanahnya saja sedangkan bangunan/tanaman dibangun sendiri oleh pengguna hak baru tersebut; bahwa dalam kasus ini yang terjadi adalah Pemohon Banding diberikan hak baru dari Negara hanya atas tanah saja, sedangkan bangunan/tanaman yang ada di atasnya merupakan bangunan/tanaman yang dibangun sendiri oleh Pemohon Banding. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya bangunan/tanaman yang dibangun di atas tanah ini yang dapat dilihat dari Laporan Keuangan yang telah diaudit Kantor Akuntan Publik untuk tahun-tahun sebelum tahun 2009 dan SPPT PBB untuk tahuntahun sebelum tahun 2009 terlampir; bahwa jelas dalam sengketa ini hak yang diperoleh oleh Pemohon Banding atas diterbitkannya Flak Guna Usaha adalah hak khusus untuk mengusahakan tanah yang dikuasai negara, guna usaha pertanian, perkebunan atau perikanan. Hal ini sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang Pokok Agraria, Hak Guna Usaha adalah hak yang diberikan atas tanah yang dikuasai Negara. bahwa lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 tentang BPHTB, menyebutkan bahwa: "Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundangundangan yang berlaku" bahwa dengan demikian hak yang diperoleh Pemohon Banding pada saat diterbitkannya Sertifikat Flak Guna Usaha hanyalah hak atas tanah. Oleh karena itu dasar pengenaan BPHTB atas perolehan hak guna usaha tersebut hanyalah nilai dasar tanah saja yaitu sebesar Rp 2.450,00per M2 sesuai dengan SPPT PBB tahun 2009; bahwa dengan menjunjung tinggi asas independensi Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang mulia dalam memutuskan setiap sengketa, Pemohon Banding melampirkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.35344/PP/M.I/32/2011 tanggal 28 Desember 2011 dan Putusan Peninjauan Kembali Mahlcacnah Agung Nomor: 58/B/PK/PJK/2005 tanggal 27 Maret 2006 dan berharap agar Majelis Hakim dapat mempertimbangkan sebagai referensi dalam memutuskan sengketa banding ini. Karena faktanya dalam kedua Putusan tersebut pada intinya menyimpulkan bahwa dengan demikian karena Pemohon Banding memperoleh hak baru berupa HGU dan yang diperoleh itu adalah tanah negara, maka objek pajak BPHTB dalam sengketa ini hanya alas perolehan tanah saja, sehingga nilai investasi tanaman kelapa sawit yang merupakan investasi sendiri Pemohon Banding tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk perhitungan BPHTB;
bahwa dari uraian dan penjelasan di atas maka menurut Pemohon Banding untuk perhitungan BPHTB atas luas tanah sebesar 1.244 Ha yang terletak di Desa Gunung Raja, Muara Enim sebagaimana tercantum dalam Sertifikat Hak Guna Usaha No. 05 seharusnya hanya menggunakan nilai dari hak yang secara hukum diperoleh oleh Pemohon Banding saja yaitu terbatas pada nilai tanah saja. Dengan demikian perhitungan Terbanding untuk menghitung besarnya NPOP BPHTB yang menggunakan NJOP dalam SPPT PBB tahun 2009 sebesar Rp 5.000,00 (yang merupakan Nilai Dasar Tanah per M2 Rp 2.450,00 ditambah dengan Standar Investasi Tanaman Rp 3.004,00) adalah keliru dan harus dibatalkan; Kesimpulan bahwa sesuai dengan uraian dan pejelasan Pemohon ,Banding di atas, maka perhitungan BPHTB terutang menurut perhitungan Pemohon Banding atas tanah seluas 1.244 Ha (NOP: 16.03.730.012.900.0002.1) yang berlokasi di Gunung Raja, Jiwa Baru, Lubai, Muara Enim, seharusnya adalah sebagai berikut: Uraian Luas NJOP PBB/M2 2 Tanah ( Bumi ) 12.440.000 m Rp. 2.450,00 Perhitungan BPHTB: NPOP NPOPTKP NPOPKP BPHTB terutang BPHTB yang harus dibayar BPHTB yang telah dibayar Jumlah ymh (lebih) dibayar
Jumlah (Rp) 30.478.000.000 30.478.000.000 15.000.000 30.463.000.000 1.523.150.000 1.523.150.000 3.109.385.000 (1.586.235.000)
Pendapat Majelis bahwa Undang-undang nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 (UU BPHTB) menyatakan: Pasal 2 ayat (1) Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Pasal 2 ayat (3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. hak milik; b. hak guna usaha; c. hak guna bangunan; d. hak pakai; e. hak milik atas satuan rumah susun; f. hak pengelolaan. Penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf b Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundangundangan yang berlaku. Pasal 6 ayat (1) Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. pasal 6 ayat (2) huruf i dan j Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam hal : i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar; j. pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar; Pasal 6 ayat (3) Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a sampai dengan n tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. bahwa berdasar pemeriksaan Majelis terhadap Surat Ijin Lokasi dengan Surat Keputusan Nomor : 008/SK-II/MAE/1998 tanggal 14 Desember 1998 dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Muara Enim diketahui pada Diktum Pertamanya menyatakan:
-
-
“Memberikan Izin Lokasi kepada PT XXX beralamatkan di Plaza BII Menara II Lantai 30, Jalam M.H. Thamrin Kav. No. 22 jakarta 10350. Untuk tanah seluas ± 4.500 Ha....” “Bahwa Tanah yang dimohon oleh perusahaan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah/Pola Dasar Daerah Tingkat II....”
bahwa berdasar Surat Ijin Lokasi a quo diketahui Pemohon Banding telah menguasai tanah sejak tahun 1998 dimana berdasar pernyataan Pemohon Banding dalam persidangan kondisi lahan pada tahun 1998 tersebut masih berupa hutan dan tidak terdapat tanaman menghasilkan; bahwa Pemohon Banding menyatakan setelah mendapat Surat Ijin Lokasi a quo Pemohon Banding telah mulai mengolah lahan antara lain dengan land clearing, pembuatan jalan dalam perkebunan, dan penanaman kelapa sawit; bahwa untuk mendukung pernyataannya tersebut Pemohon Banding melampirkan bukti-bukti pendukung; 1. Keputusan Bupati Muara Enim Nomor 943/KPTS/Pertanahan/2005 tanggal 12 Oktober 2005 Tentang Izin Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit PT. Bumi Sawit Permai; 2. Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik Periode 2000 dan 1999, Periode 2001 dan 2000, Periode 2001 dan 2002, Periode 2003 dan 2002, Periode 2004 dan 2003, Periode 2006 dan 2005, Periode 2007 dan 2006, Periode 2008 dan 2007, serta Periode 2009 dan 2008; 3. SPPT PBB beserta daftar Perhitungan Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan Usaha Bidang Perkebunan atas nama Pemohon Banding alamat objek pajak Desa Gunung Raja, Kecamatan Rambang Lubay, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan untuk tahun Pajak 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008; bahwa berdasar pemeriksaan Majelis terhadap Surat Keputusan Bupati Muara Enim Nomor 943/KPTS/Pertanahan/2005 Tentang Izin Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit PT. XXX pada diktum Menimbang huruf c dinyatakan; “bahwa PT XXX telah berusaha membuka lahan yang telah dizinkan antara lain jalan, poros jalan blok dan land clearing seluas ± 740 Ha yang saat ini telah ditanami kelapa sawit”; bahwa berdasar pemeriksaan Majelis terhadap laporan keuangan Periode 2000 dan 1999 yang telah diaudit oleh akuntan publik dari kantor akuntan publik Drs RB Tanubrata & Rekan pada bagian Balance diketahui pihak auditor menyatakan bahwa besarnya Non-current assets berupa Property, plant and equipment – net of accumulated depreciation per 31 Desember 1999 adalah Rp 95.453.078.384 dan per 31 Desember 2000 adalah Rp. 126.413.515.535; bahwa selanjutnya berdasar pemeriksaan Majelis terhadap laporan keuangan Periode 2000 dan 1999 a quo pada bagian Notes to financial statements butir ke-7 Property, Plant and Equipment diketahui pihak auditor menyatakan;
2000 Cost Direct ownership Immature plantations Mature plantations
Opening (Rp)
Additions (Rp)
Transfer (Rp)
Disposals (Rp)
Closing (Rp)
76.194.607.165 28.984.626.827 6.258.192 1.238.194.835 103.947.297.349 14.325.702.893
-
-
-
-
bahwa berdasar pemeriksaan Majelis atas dokumen SPPT PBB beserta daftar Perhitungan Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan Usaha Bidang Perkebunan atas nama Pemohon Banding alamat objek pajak Desa Gunung Raja, Kecamatan Rambang Lubay, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan untuk tahun Pajak 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 diketahui data sebagai berikut: Peruntukan Objek 2002 Luas(m2) Areal kebun tanah yang ditanami komoditas perkebunan berumur panjang - Jenis Tanaman : Sawit
2003 Luas(m2)
2004 Luas(m2)
Tahun Pajak 2005 2006 Luas(m2) Luas(m2)
2007 Luas(m2)
2008 Luas(m2)
- Umur tanaman 1 tahun - Umur tanaman 2 tahun - Umur tanaman 3 tahun - Tanaman menghasilkan - TM 5 - TM 10
5.140.000
5.140.000
7.564.500
7.564.500
7.564.500
7.564.500
1.989.500 5.575.000
bahwa berdasar Surat Edaran (SE) Terbanding Nomor SE-81/PJ.2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-50/PJ/2008 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan dalam Lampiran II A tentang Rincian Fase Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM) Sesuai Umur tanaman diketahui bahwa untuk jenis tanaman Kelapa Sawit digolongkan sebagi tanaman menghasilkan setelah memasuki usia tanam 4tahun; bahwa berdasar SPPT PBB beserta daftar Perhitungan Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan Usaha Bidang Perkebunan atas nama Pemohon Banding untuk tahun Pajak 2002, diketahui bahwa pada tahun 2002 pada lahan Pemohon Banding telah terdapat tanaman sawit menghasilkan seluas 5.140.000m2 yang jika mendasarkan kepada SE Terbanding a quo maka tanaman sawit tersebut paling tidak ditanam pada tahun 2002 dikurangi 4 tahun sehingga diperoleh saat penanaman tahun 1998; bahwa berdasar SPPT PBB beserta daftar Perhitungan Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan Usaha Bidang Perkebunan atas nama Pemohon Banding untuk tahun Pajak 2008, diketahui bahwa pada tahun 2008 atas lahan Pemohon Banding telah terdapat sawit Tanaman Menghasilkan berumur 5 tahun (TM5) seluas 1.989.500m2 dan sawit Tanaman Menghasilkan berumur 10 tahun (TM 10) seluas 5.575.000m2; bahwa jika pada tahun 2008 Tanaman Menghasilkan berumur 5 tahun (TM5) maka dapat diketahui tanaman tersebut ditanam pada tahun 2003 sedangkan jika Tanaman Menghasilkan berumur 10 tahun (TM 10) maka dapat diketahui tanaman tersebut ditanam pada tahun 1998 yang mana sesuai dengan tahun diperolehnya izin lokasi oleh Pemohon Banding dari Kantor Pertanahan Kabupaten Muara Enim yaitu di tahun 1998; bahwa Pemohon Banding memperoleh Hak Guna Usaha berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) Nomor : 97/HGU/BPN RI/2009 tanggal 10 Juli 2009 tentang Pemberian Hak Guna usaha Atas Nama PT Bumi Sawit Permai Atas Tanah di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan; bahwa menurut penelitian Majelis terhadap Keputusan Kepala BPN RI a quo dalam Diktum Menetapkan pada bagian Pertama memutuskan: Memberikan kepada XXX berkedudukan di Jakarta Hak Guna Usaha selama 35 (tiga puluh lima) tahun sejak tanggal surat keputusan ini, atas Tanah Negara seluas 1.244 ha (seribu dua ratus empat puluh empat hektar), terletak di desa Suka Merindu, Jiwa Baru dan Gunung Raja, Kecamatan Lubai, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan, sebagaimana diuraikan dalam Peta Bidang Tanah tanggal 17 Juni 2008 Nomor 20/ME/2008 NIB 04.06.00.00.00002, yang diterbitkan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan; bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut diatas Majelis dapat meyakini bahwa atas tanaman kelapa sawit yang berada di lahan Hak Guna Usaha seluas 1.244 ha yang diperoleh oleh Pemohon Banding dengan Keputusan Kepala BPN RI a quo adalah hasil dari investasi Pemohon Banding sendiri; bahwa dengan demikian menurut Majelis perolehan hak yang menjadi objek BPHTB dalam perkara banding adalah berupa Hak Guna Usaha atas Tanah Negara seluas 1.244 ha saja, tidak termasuk tanaman kelapa sawit yang berada di lahan Hak Guna Usaha a quo sehingga Majelis berpendapat untuk tidak mempertahankan koreksi Terbanding atas objek BPHTB sebesar Rp.31.722.000.000; Menimbang
: bahwa berdasar hasil pemeriksaan atas fakta-fakta, bukti-bukti serta penjelasan Pemohon Banding dan Terbanding yang terungkap dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding, sehingga besarnya pajak yang harus dibayar dihitung kembali menjadi sebagai berikut : Uraian Luas NPOP/M2 Jumlah (Rp) 2 Tanah (Bumi) menurut Pemohon Banding 12.440.000 m Rp. 2.450,00 30.478.000.000 Koreksi positif Terbanding 31.722.000.000 Tanah (Bumi) menurut Terbanding 62.200.000.000
Koreksi Terbanding yang tidak dipertahankan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) Perhitungan BPHTB: NPOP Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) BPHTB terutang 5% x NPOPKP BPHTB yang harus dibayar BPHTB yang telah dibayar Jumlah ymh (lebih) dibayar
31.722.000.000 30.478.000.000 30.478.000.000 15.000.000 30.463.000.000 1.523.150.000 1.523.150.000 3.109.385.000 (1.586.235.000)
Memperhatikan
: Surat Banding Pemohon Banding, Surat Uraian Banding Terbanding, Surat Bantahan Pemohon Banding, hasil pemeriksaan dan pembuktian di dalam persidangan;
Mengingat
: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan berkaitan dengan perkara ini;
Memutuskan
: Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-944/WPJ.03/2010 tanggal 30 Desember 2010, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tahun Pajak 2009 Nomor: 00001/280/09/313/10 tanggal 06 September 2010, atas nama: XXX, dengan alamat Objek Pajak di Jalan Desa Gunung Raja, Kelurahan Gunung Raja, Kecamatan Lubai, Muara Enim, sehingga besarnya pajak yang harus dibayar dihitung kembali menjadi sebagai berikut: Uraian Luas NPOP/M2 2 Tanah ( Bumi ) 12.440.000 m Rp. 2.450,00 Perhitungan BPHTB: Nilai Perolehan Objek Pajak Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak BPHTB terutang BPHTB yang harus dibayar BPHTB yang telah dibayar Jumlah ymh (lebih) dibayar
Jumlah (Rp) 30.478.000.000 30.478.000.000 15.000.000 30.463.000.000 1.523.150.000 1.523.150.000 3.109.385.000 (1.586.235.000)