37
STAIN Palangka Raya
Novel Khān Al-Khalīlī Karya Najīb Machfūzh: Analisis Psikologi Humanistik Abraham Maslow Retno Purnama Irawati Abstract The main problems of this study as follows: how the character and the psychological problem were dealt by the main leading figure in this novel and how the leading figure managed and solved the problems. Moreover, how the life of the writer especially when the writer wrote this novel and whether the psychological problems that was dealt by the lead figure of this novel is the represent of the writer’s or other people. The objectives of this research are (a) to reveal the character and psychological problem of the leading figure using the approach of Abraham Maslow’s Humanistic Psychology, (b) analyzed the life of the writer especially when the writer wrote this novel, and (c) to make the readers aware that the personal maturity of someone did not come only from the psychological development of the relevant person, but really regarding to the outside condition of himself. To answer the above problem, the data was gathering from the material object of the research that is the novel by Najīb Machfūzh entitled Khān Al-Khalīlī. The lead figure in this novel is as the main subject. This research used two methods that is analyzing the life of the writer to understand his work and analyzing the character of the available leading figure in the literary work. Furthermore, to analyze the data, using the Abraham Maslow’s humanistic psychology theory, that is needs hierarchy theory and self-actualization theory that include inside is the definition and characteristic of mental illnesses, in this case neurosis. The result of the research shows that the character of Ahmad ‘Ākif Afandī has series of psychological problems that guided him to become neurotic personality. This personality formed him into the character of inability to seize the reality efficiently, being paralyzed by the embarrassed feeling, could not have a spontaneous attitude, failed to develop his interest and talent, emerged anger on the love that was lost, lost the safe feeling, focused on himself only, and could not function autonomously. Moreover, the traumatic problem which continuously appear, the often failure in gaining the goal and the love, as well as the failure in the fulfillment of basic need and metaneeds has also became the initiator of the growth of neurotic personality in Ahmad ‘Ākif. Key words: The Neurosis, Basic Need, Metaneeds.
A. Pendahuluan Novel Khān Al-Khalīlī adalah novel Najīb Machfūzh kedua yang banyak mengungkap realitas sosial masyarakat Mesir di Kairo setelah Al-Qāhirah Al-Jadīdah (1945). Novel Khān Al-Khalīlī ini menghadirkan seorang perjaka tua berusia 40 tahun yang bernama Ahmad ‘Ākif Afandī sebagai tokoh utama dalam novel ini.1 Ahmad digambarkan mempunyai catatan traumatik tentang kehidupan dunia dan perempuan, akibat pecahnya peperangan, kekacauan perekonomian keluarga, dan kesalahan pola pengasuhan anak. Ahmad yang sangat giat belajar harus memutuskan studinya demi mencari penghidupan untuk keluarganya, karena sang ayah dipecat dari tempat kerjanya. Putus studi membuatnya trauma dan mengisolasi diri dari kehidupan bermasyarakat dengan cara menenggelamkan diri dalam aktivitas membaca buku yang tiada henti. Trauma yang dialami Ahmad diperparah dengan pandangan negatifnya tentang perempuan. Ahmad telah beberapa kali mengalami hubungan yang tidak harmonis antara laki-laki dan perempuan. Hal ini memunculkan anggapan *
Penulis adalah dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa Arab, Universitas Negeri Semarang. Ia telah menyelesaikan Pendidikan Magister Kajian Timur Tengah di Universitas Gajah Mada Yogyakarta Tahun 2009. 1 Najīb Machfūzh dalam Khān Al-Khalīlī, 1946.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
38
STAIN Palangka Raya
bahwa perempuan adalah biang petaka dan bencana di dunia. Dunia dan isinya adalah sesuatu yang hina. Catatan buruk Ahmad tentang kehidupan dan perempuan, mengalami sedikit pergeseran ketika pindah ke tempat tinggal yang baru di kampung Khān Al-Khalīlī akibat perang dunia kedua yang melanda hingga ke Mesir. Ahmad sempat berubah pandangan tentang perempuan, karena mencintai gadis muda yang menawan. Pandangan yang berbeda tentang perempuan ini, tidak berlangsung lama, justru menjadi parah dan semakin apriori terhadap perempuan. Kisah cintanya dimusnahkan oleh kehadiran adik kandungnya yang berhasil mendapatkan gadis pujaan. Ahmad secara intens mengikuti diskusi tentang problematika sosial religius bersama kelompoknya di kafe Az-Zahrah di kampung Khān Al-Khalīlī sebagai tempat pelarian. Diskusi di kafe Az-Zahrah ini banyak melontarkan kritik sosial dan menggugat tradisi masyarakat di Mesir saat itu. Akan tetapi, diskusi yang intens ini hanya sekadar meluaskan cakrawala pemikiran dan pandangan Ahmad. Permasalahan riil yang dihadapi keluarga dan dirinya tak kunjung membaik. Konflik psikologis dalam diri Ahmad terus bergelora tanpa ada suatu penyelesaian yang baik dan tepat. Kondisi psikologis Ahmad yang belum matang di usianya yang menjelang senja, telah membuat Ahmad menjadi pribadi yang pincang, aneh, tidak kuat, dan tidak matang. Ahmad tumbuh dengan tekanan dan kondisi traumatik berkepanjangan yang melingkupinya. Kesalahan orang tua dalam mendidik anaknya membuat si anak, dalam hal ini Ahmad, tumbuh menjadi pria dewasa yang tidak matang. Keadaan psikologisnya yang tidak matang diperparah dengan trauma atas kegagalan dalam percintaan yang telah berulangkali, kegagalan dalam studi, kegagalan dalam kenaikan jenjang karier, dan kekacauan ekonomi keluarga akibat peperangan sehingga memaksanya menjadi tulang punggung keluarga meskipun belum siap. Menjadi tulang punggung keluarga juga memaksanya bertindak selayaknya kepala keluarga, meskipun sejatinya ia belum siap. Semua permasalahan keluarga, hanya Ahmad yang mencari jalan penyelesaiannya. Termasuk ketika harus menghadapi sikap bandel adiknya, Rusydi ‘Ākif, hingga membuat Rusydi sakit TBC dan meninggal dunia. Kematian Rusydi ini, menambah daftar catatan traumatik dalam diri Ahmad.2 B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah kompleksitas psikologis yang dihadapi tokoh utama dalam novel ini dan cara tokoh utama menyikapi dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Selain itu, akan diuraikan kehidupan pengarang terutama ketika pengarang menulis novel ini dan melihat persoalan psikologis yang dihadapi tokoh utama merupakan representasi dari pengarang sendiri ataukah dari orang lain. C. Tujuan Penelitian Tujuan praktis dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan karakter dan problematika psikologis yang dihadapi tokoh utama dalam novel ini dengan memanfaatkan pendekatan psikologi humanistik Abraham Maslow. Selain itu untuk menguraikan kehidupan pengarang terutama ketika pengarang menulis novel ini. Adapun tujuan teoretisnya adalah untuk menyadarkan pembaca bahwa kematangan pribadi seseorang tidak hanya berasal dari perkembangan psikologis orang yang bersangkutan, tetapi sangat berkaitan dengan kondisi di luar diri seseorang.
2
Ibid.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
39
STAIN Palangka Raya
D. Landasan Teori Pengungkapan karya sastra yang bermuatan dimensi kejiwaan dapat dilakukan dengan memanfaatkan pendekatan psikologi sastra. Psikologi sastra menurut Norman Holland3 merupakan suatu bentuk aplikasi ilmu psikologi untuk mengungkapkan permasalahan-permasalahan sastra dan tingkah laku. Berkaitan dengan psikologi, menurut Holland, teks sastra merupakan perubahan dari khayalan menjadi makna. Wolfgang Iser4 merevisi pendapat Holland dengan menyatakan bahwa teori psikologi sastra yang sebenarnya adalah jika dalam proses perubahan khayalan menjadi makna tersebut mempersilahkan pembaca untuk merasakan sesuatu yang mungkin saja telah ada bersama pembaca sendiri, yang mungkin saja pembaca tidak menyadarinya. Adapun teori psikologi yang dimanfaatkan untuk menganalisis novel ini adalah teoriteori psikologi humanistik Abraham Maslow. Abraham Maslow adalah “Bapak Spiritual” psikologi humanistik. Maslow berhasil menciptakan dua teori besar, yaitu: teori kebutuhan dasar dan teori aktualisasi diri. Abraham Maslow percaya bahwa setiap individu digerakkan oleh kebutuhankebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi, meliputi kebutuhan fisiologis (biological and physiological needs); kebutuhan akan rasa aman (safety needs), kebutuhan akan rasa memiliki dan cinta (belongingness and love needs), kebutuhan harga diri dan penghargaan (esteem needs), dan kebutuhan harga diri dan penghargaan (esteem needs); mendorong manusia untuk tumbuh dan berkembang, mengaktualisasikan diri, dan menjadi manusia terbaik sesuai potensi yang dimiliki masing-masing individu.5 E. Metode Penelitian Secara umum, metode psikologi sastra yang dapat dimanfaatkan untuk menganalisis karya sastra berpusat pada tiga hal, yaitu pengarang, karya sastra, dan pembaca. Pertama, berhubungan dengan pengarang, metode psikologi sastra menguraikan tentang proses kreatif pengarang sehingga bisa memperlihatkan bahwa karya sastra merupakan refleksi dan proyeksi pengarang. Kedua, berhubungan dengan karya sastra, metode psikologi sastra mengabaikan hubungannya dengan pengarang dan bertujuan untuk menguraikan karakter tokoh-tokoh dalam karya sastra yang bersangkutan. Ketiga, berhubungan dengan pembaca, metode psikologi sastra bertujuan untuk menguraikan bahwa pandangan seorang pengarang yang tertuang dalam karya sastra menjadi penuh makna bagi banyak pembaca, juga mempertanyakan rahasia daya tarik karya sastra bagi pembaca individual.6 Penelitian ini hanya akan menggunakan dua metode yaitu menguraikan kehidupan pengarang untuk memahami karyanya dan menguraikan karakter tokoh yang ada dalam karya sastra. F. Pembahasan Penelitian ini berpusat pada kompleksitas psikologis tokoh utama novel Khān Al-Khalīlī yaitu Ahmad ‘Ākif Afandī. Analisis terhadap novel ini juga diperkuat dengan penjabaran tentang latar belakang sosial psikologis pengarang dalam proses
3
Holland, Norman Norwood, Holland’s Guide to Psychoanalytic Psychology and Literature-andPsychology. Oxford University Press US, 1990, h. 29. 4 Iser, Wolfgang. The Act of Reading: a Theory of Aesthetic Response. Michigan: Johns Hopkins University Press, 1978, h. 43. 5 Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Diterjemahkan oleh Drs. Yustinuss, M.Sc. OFM dari judul asli: Growth Psychology: Models of The Healthy Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991, h. 89. 6 Grebstein, Sheldon Norman, Perspective in Contemporary Criticism: A Collection of Recent Essays by American, English, and European Literary Critics. New York: Harper and Row Publisher, 1968, h. 238-240.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
40
STAIN Palangka Raya
kreatif penciptaan novel Khān Al-Khalīlī, sebagai bagian dari metode psikologi sastra. Adapun hasil analisis adalah sebagai berikut. 1. Kompleksitas Psikologis yang Dihadapi oleh Tokoh Utama Ahmad ‘Ākif Afandī, diceritakan sebagai seorang perjaka tua yang berusia 40 tahun. Ahmad adalah anak sulung dari tiga bersaudara dan bekerja sebagai sekretaris personalia di Departemen Pekerjaan Umum dengan penghasilan yang sangat kecil. Ahmad mempunyai ayah yang sudah lanjut usia, ibu yang berjiwa muda, dan dua orang adik yang berada di bawah pemeliharaan dan perlindungannya. Salah seorang adiknya kemudian meninggal dunia dan adik bungsunya berhasil meraih gelar sarjana dan bekerja di Bank Mesir. Secara fisik, Ahmad ‘Ākif adalah laki-laki yang mempunyai wajah yang menarik. Ia mempunyai mata yang indah dan tajam, alis yang lebar, hidung yang mancung, bibir yang indah dengan gigi-gigi yang kuning karena rokok, dagu yang sedikit lancip serta kepala botak yang mulai ditumbuhi uban. Meskipun mempunyai fisik yang menarik, ia enggan berpenampilan rapi dan menarik di depan publik karena rentetan persoalan traumatis yang menimpanya. Ahmad memperlihatkan ekspresi orang-orang neurosis yang mempunyai beban psikologis dalam jiwanya. Ahmad ‘Ākif terlihat seperti orang yang kelelahan, tertekan, gelisah, dan kebingungan terpancar dari sorot matanya. Ia enggan berhias dan berdandan, selalu memakai pakaian yang kumal dan lusuh, tidak lagi memperdulikan penampilan fisiknya, dan berusaha bergaya hidup bagaikan kaum pemikir. Adapun neurosis, menurut Abraham Maslow7 adalah keadaan yang berkaitan dengan gangguan-gangguan rohani, kehilangan makna, keragu-raguan tentang tujuan hidup, kepedihan, serta amarah atas cinta yang hilang, melihat hidup dengan cara lain, kehilangan keberanian atau harapan, keputusasaan menghadapi masa depan, kebencian terhadap diri sendiri, dan sebagainya. Neurosis berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan orang lain, seperti kebutuhan akan penghargaan, penerimaan, dan rasa saling memiliki-dimiliki yang tidak terpuaskan. Maslow juga mengemukakan kriteria-kriteria seorang neurosis, yang sangat berkebalikan dengan sifat pribadi yang matang. Adapun kriteria-kriteria seorang neurosis yang juga terdapat pada kepribadian Ahmad adalah sebagai berikut. a. Ketidakmampuan mengamati realitas secara efisien Menurut Maslow dan Gordon Allport8 orang yang berkepribadian sehat selalu mengamati objek, orang, dan dunia di sekitarnya secara objektif. Mereka mampu menerima diri mereka dan kehidupan di sekitarnya secara apa adanya. Maslow menyebut persepsi ini dengan Being atau B-cognition. Sementara itu, orang neurosis mengamati dunia menurut ukuran subjektif mereka sendiri, memaksa dunia untuk mencocokkannya dengan ketakutan, kebutuhan, dan nilai mereka. Ciri pribadi neurosis tersebut terdapat pada diri Ahmad. Ahmad yang seharusnya dewasa sesuai usianya justru mempunyai kepribadian yang berkebalikan dengan pribadi matang dan mengarah kepada neurosis. Ahmad selalu mengamati dunia menurut ukuran subjektifnya sendiri. Ia seolah memaksa dunia untuk mencocokkan dengan ketakutan, 7
Goble, Frank, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Diterjemahkan oleh Drs. A. Supratiknya dari judul asli: The Third Force, The Psychology of Abraham Maslow. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987, h. 124 dan 129. 8 Maslow, Abraham H, Motivation and Personality, Second Edition. New York: Harper and Row Publisher, 1954, h. 155-156 dan Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Diterjemahkan oleh Drs. Yustinuss, M.Sc. OFM dari judul asli: Growth Psychology: Models of The Healthy Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991, h. 33 dan 99.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
41
STAIN Palangka Raya
kebutuhan, dan keinginannya. Ia selalu merasa salah ketika seseorang tidak dapat memahami atau menghormatinya. Sikap Ahmad tersebut terlihat pada kutipan berikut.
وﻣﺎ اﻟﻌﻈﻤﺔ؟.واﻟﻌﻈﻤﺔ واﻟﻌﻈﻤﺎء ﺧﺎﺻﺔ،واﻣﺘﻸت ﻧﻔﺴﻪ ﺳﺨﻄﺎ ﻋﻠﻰ اﻟﺪﻧﻴﺎ واﻟﻨﺎس )اﻟﻈﺮوف:أو ﻣﺎ اﻟﻌﻈﻤﺔ ﻛﻤﺎ ﺗﻌﺮﻓﻬﺎ ﻣﺼﺮ؟ أﺟﺎب ﻋﻠﻰ ذﻟﻚ ﺑﻜﻠﻤﺔ واﺣﺪة وﻟﻮﻻ، ﺑﻞ ﻗﺎل ﻋﻦ ﺳﻌﺪ ﻧﻔﺴﻪ ﻋﻠﻰ ﺣﺒﻪ ")ﻟﻘﺪ ﻣﻬﺪ ﻟﻪ ﺻﻬﺮﻩ ﺳﺒﻞ اﻟﻨﺨﺎح،(اﳌﻮاﺗﻴﺔ ) إن اﻟﻮﻇﺎﺋﻒ اﻟﻜﱪى ﰲ ﻣﺼﺮ:وﻛﺎن ﻳﺮدد ﻛﺜﲑا.(ﺻﻬﺮﻩ ﻣﺎ ﻛﺎن ﺳﻌﺪا اﻟﺬي ﻧﻌﺮﻓﻪ (١٨ ، )ﳏﻔﻮظ.(وراﺛﻴﺔ ‘Hatinya dipenuhi kemarahan dan kebencian terhadap dunia dan manusia, khususnya kepada keagungan dan orang-orang besar. Apakah keagungan? Atau apakah keagungan itu menurut definisi yang berlaku di masyarakat Mesir? Ia menjawab semua pertanyaan tersebut hanya dengan satu kalimat saja, “Warisan kematian?”. Meski masih kagum, ia pun tidak segan menyindir Sa’ad, “Keluarga Sa’ad telah mempersiapkan jalan yang lapang demi kesuksesan dirinya, kalau bukan karena faktor keluarga, tentu Sa’ad tidak akan pernah menjedi seperti yang kita kenal sekarang ini”. Seringkali ia mengulangi perkataannya, “Jabatan-jabatan strategis di Mesir hanya dapat diperoleh dengan jalan warisan’. Berdasarkan kutipan di atas, terlihat kemarahan dan kebencian Ahmad terhadap orang-orang besar dan pengacara yang sukses di dunia. Kemarahan dan kebencian Ahmad terhadap dunia dan manusia memperlihatkan bahwa dirinya gagal untuk memahami dirinya sendiri. Tanpa adanya pemahaman diri yang baik, seorang neurotik akan berusaha terus-menerus untuk menghadapi realitas, namun tingkah lakunya yang neurosis membuatnya tidak pernah mencapai kepuasan seperti yang dikejarnya. Akhirnya ia akan tenggelam dalam keputusasaan dan segala usaha yang pernah dijalankan akan ia hentikan.9 b. Dilumpuhkan oleh perasaan malu Menurut Maslow, orang berkepribadian sehat yang mengaktualisasikan diri mampu menerima diri mereka, kelemahan dan kekuatan mereka tanpa keluhan atau kesusahan. Sebaliknya, orang neurosis dilumpuhkan oleh perasaan malu atau perasaan salah atas kelemahan dan kekurangan mereka, sangat dihantui oleh kelemahan mereka sehingga mereka mengalihkan waktu dan energi dari hal yang lebih konstruktif.10 Sifat pemalu bisa tumbuh pada orang neurosis akibat kegagalan memenuhi kebutuhan akan rasa aman. Orang yang merasa tidak aman, cenderung menjadi sosok yang pemalu dan menarik diri dari pergaulan. Ahmad digambarkan sebagai sosok yang sangat pemalu. Ahmad menganggap sifat pemalunya adalah penyakit yang akan sirna seiring dengan berjalannya waktu. Akan tetapi, sifat pemalu tidak juga sirna dari dirinya, bahkan ia menjadi pemuda
9
Goble, Frank, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Diterjemahkan oleh Drs. A. Supratiknya dari judul asli: The Third Force, The Psychology of Abraham Maslow. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987, h. 130. 10 Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Diterjemahkan oleh Drs. Yustinuss, M.Sc. OFM dari judul asli: Growth Psychology: Models of The Healthy Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991, h. 100-101.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
42
STAIN Palangka Raya
dewasa yang tidak mampu menghadapi kenyataan hidup.11 Ketika Ahmad sudah berusia empat puluh tahun, ia tetap menjadi laki-laki yang pemalu. Ia sulit memulai pembicaraan ketika berkenalan dengan orang baru karena rasa malunya yang besar. Sifat pemalunya ini akan semakin mendominasi ketika berhadapan dengan kaum perempuan, seperti terlihat pada kutipan berikut.
ﻓﻠﻢ ﻳﺸﻚ ﰱ أﻧﻪ اﳋﺠﻞ اﻟﺬى ﻳﺘﺸﺠﻊ،وﺗﻐﻴﺒﺖ ﻋﻦ ﻣﻮﻋﺪﻣﺎ اﳌﺄﻟﻮف اﶈﺒﻮب ﻓﺪرت أﺿﻠﻌﻪ ﺣﻨﺎﻧﺎ وﻋﻄﻔﺎ – و ﻣﻦ أدرى ﺑﻪ ﻣﻨﻪ،ﺑﺎﻟﻈﻠﻤﺔ وﻳﻔﺮ ﻣﻦ ﺿﻮء اﻟﻨﻬﺎر .ﺑﺄﻫﻮال اﳋﺠﻞ – وﺳﺮ ﺳﺮورا ﻛﺒﲑا إذ وﺟﺪ أﺧﲑا ﻣﻦ ﻳﺴﺘﱰ ﻋﻨﻪ – ﻫﻮ – ﺣﻴﺎء (١٢٤ ،)ﳏﻔﻮظ ‘Tidak diragukan lagi bahwa ia adalah seorang pemalu yang hanya berani dalam kegelapan malam dan hanya bisa berlari dari cahaya terang. Tulang rusuknya dipenuhi oleh luapan kerinduan dan perasaan. Ia merasa gembira yang luar biasa karena pada akhirnya bisa menemukan orang yang bisa menutupi rasa malunya.’ Kutipan di atas memperlihatkan bahwa Ahmad seorang pemuda pemalu yang hanya berani menatap gadis impiannya dari kejauhan, dan dari balik jendela. Ia selalu gugup, malu, dan salah tingkah. Akibatnya, ia selalu gagal menjalin hubungan percintaan yang serius. Selain itu, Ahmad selalu mencela kegagalan dan kelemahan dirinya. Untuk menutupi kelemahan dirinya, ia selalu bertingkah laku congkak dan sombong dengan harapan orang lain akan memberikan penghargaan kepadanya. Sikap Ahmad ini terlihat pada kutipan berikut.
واﻋﺘﺪاد ﻛﺎذب،ﻫﻜﺬا ﺗﻠﻮﺛﺖ ﻋﻮاﻃﻔﻪ ﺑﺘﻤﺮد ﺛﺎﺋﺮ وﺳﺨﻂ ﺧﺒﻴﺚ وﻛﱪﻳﺎء ﺣﻨﻖ (١٥ ، )ﳏﻔﻮظ. ﳑﺎ ﺟﻌﻞ ﺣﻴﺎﺗﻪ ﻋﺬاﺑﺎ ﻣﺘﺼﻼ وﺷﻘﺎء ﻣﻘﻴﻤﺎ،ﲟﻮاﻫﻴﻪ ‘Ia berlindung dari sifat congkaknya yang tinggi, sikap marahnya yang buruk, dan kesombongannya yang besar. Ia terbiasa berbohong demi menutupi kelemahannya, kelemahan yang membuat hidupnya menderita tiada akhir dan sengsara’. c. Tidak dapat bersikap spontan Orang sehat yang bisa mengaktualisasikan diri mereka, menurut Maslow, dapat bertingkah laku secara terbuka, langsung, spontan, dan tanpa pura-pura. Mereka jujur dalam memperlihatkan emosinya, tanpa harus berpura-pura, bijaksana, dan penuh perhatian terhadap orang lain. Sebaliknya, orang neurosis tidak dapat berfungsi secara spontan sehingga mereka harus menghilangkan segi dalam diri mereka yang menyebabkan mereka malu atau merasa salah.12 Kondisi yang serupa dapat kita temukan pada diri Ahmad. Ahmad adalah pemuda dewasa yang pemalu, terutama ketika berhadapan dengan kaum perempuan. Meskipun secara fisik Ahmad mempunyai wajah yang menarik, akan tetapi ia akan selalu bersikap kikuk, tidak spontan, dan cenderung salah tingkah jika berhadapan dengan kaum perempuan. Ia tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup untuk 11
Mahfūz, Najīb, Khān Al-Khalīlī. Beirut: Dār Misr At-Tibā’ah, tt, h. 95. Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Diterjemahkan oleh Drs. Yustinuss, M.Sc. OFM dari judul asli: Growth Psychology: Models of The Healthy Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991, h. 101-102. 12
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
43
STAIN Palangka Raya
menghadapi kaum perempuan. Akibatnya, tiga kali ia gagal menjalin hubungan cinta yang serius dengan perempuan dan masih melajang hingga ia berumur 40 tahun. Gambaran sikap Ahmad yang tidak bisa bersikap spontan ketika berhadapan dengan perempuan terlihat pada kutipan berikut.
ﻓﻨﻈﺮ ﺧﻠﻔﻪ ﻓﺮأى ﻓﺘﺎة ﰱ أوﱃ ﺳﲎ اﻟﺸﺒﺎب ﻣﺮﺗﺪﻳﺔ ﻣﺮﻳﻠﺔ ﻣﺪرﺳﻴﺔ زرﻗﺎء وﻣﺘﺄﺑﻄﺔ... ، وﻗﺪ اﻟﺘﻘﺖ ﻋﻴﻨﺎﳘﺎ ﳊﻈﺔ ﺧﺎﻃﻔﺔ ﰒ أﻋﺎد رأﺳﻪ وﻗﺪ ﺗﻮﻻﻩ ارﺗﺒﺎك،ﺣﻘﻴﺒﺔ ا ﻟﻜﺘﺐ (٣٢، )ﳏﻔﻮظ... واﻻرﺗﺒﺎك ﻃﺒﻴﻌﺘﻪ إذا اﻟﺘﻘﺖ ﻋﻴﻨﺎﻩ ﺑﻌﻴﲎ أﻧﺜﻰ! وﱂ ﻳﺪر ﻫﻞ اﻷﻟﻴﻖ ‘... Ia kemudian melihat ke belakang, dan ternyata ada seorang gadis muda belia yang mengenakan seragam sekolah berwarna biru sambil menenteng tas sekolah. Dua pasang mata mereka sempat bertemu sekejap dan Ahmad langsung menundukkan kepala dengan hati yang gugup. Ia memang selalu gugup setiap bertemu pandang dengan seorang perempuan. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan’. Jelas terlihat dari kutipan di atas bahwa Ahmad sulit bersikap spontan. Suatu ketika Ahmad berkenalan dengan tetangga barunya yang bernama Mu’allim Nūnū. Mu’allim Nūnū menyambut Ahmad dengan ramah dan mempersilahkan Ahmad mampir ke toko miliknya. Ahmad menerima ajakan tersebut dengan penuh keraguan Mu’allim Nūnū mengundang Ahmad ke kafe Az-Zahrah dan memperkenalkan Ahmad kepada orang-orang di kafe. Ahmad dengan ragu-ragu mendatangi kafe karena Ahmad selalu ragu-ragu dalam bersikap dan sulit bersikap spontan. Tak disangka ia memperoleh sambutan yang hangat dari orang-orang di kafe. Sambutan yang hangat itu justru menambah kegugupan dan rasa malu dalam diri Ahmad.13 d. Gagal mengembangkan minat dan bakat Maslow14 berpendapat bahwa neurosis berkembang dari seseorang yang gagal mengembangkan minat bakat mereka, menjalani hidup gersang tanpa gairah, tidak pernah mampu mengembangkan cara jitu untuk berhubungan dengan orang lain dengan setengah sadar mengetahui kesalahan mereka. Kondisi yang serupa terdapat pada diri Ahmad. Ahmad selalu gagal mengembangkan minat bakatnya, dan secara sadar ia mengetahui kelemahan dan kesalahannya. Akan tetapi ia tidak berani mengakui kesalahan dan kelemahannya, karena akan menunjukkan bahwa ia adalah seorang pesakitan yang gagal mencapai kemuliaan hidup. Sikap yang ia pilih adalah bersikap sombong dan congkak, dengan harapan orang-orang akan menghargainya. Ahmad mulai menjalani hidup yang gersang tanpa gairah ketika ia gagal meneruskan kuliah di bidang hukum dan menjadi pengacara. Ia terpaksa bekerja sebagai pegawai personalia di Departemen Pekerjaan Umum demi kelangsungan hidup keluarganya. Setelah gagal mendalami ilmu hukum, ia mencoba mendalami ilmu fisika dengan banyak membaca buku fisika dan melakukan eksperimen nyata. Ia kembali mendapatkan kegagalan untuk menekuni ilmu fisika dan hanya bisa beralasan bahwa sistem di negaranya yang tidak menyediakan banyak pabrik dan laboratorium untuk bereksperimen. Setelah mendalami fisika selama satu tahun, Ahmad menyadari bahwa ia tidak mendapatkan kemajuan apa pun. Ia kemudian mengajukan berbagai
13
Mahfūz, Najīb, Khān Al-Khalīlī. Beirut: Dār Misr At-Tibā’ah, tt, h. 39-48. Goble, Frank, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Diterjemahkan oleh Drs. A. Supratiknya dari judul asli: The Third Force, The Psychology of Abraham Maslow. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987, h. 125. 14
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
44
STAIN Palangka Raya
macam alasan untuk menutupi kegamangannya. Sebenarnya Ahmad merasa bingung dengan dirinya sendiri seperti yang terlihat pada kutipan berikut.
ﰒ ﺗﺴﺎءل ﻣﺘﻌﺒﺎ،وﺿﺎع ﻋﺎم ﺛﺎن زادت ﻓﻴﻪ اﳌﻜﺘﺒﺔ ﺻﻨﻔﺎ ﺟﺪﻳﺪا ﻣﻦ ﻛﺘﺐ اﻟﻌﻠﻢ ؟ ﻻ ﺷﻚ أﻧﻪ ﱂ ﻳﻌﺮف.. ﺗﺮى ﻷى ﺷﺊ ﺧﻠﻘﺖ ﻣﻮاﻫﺒﻪ ﻋﻠﻰ وﺟﻪ اﻟﺘﺤﻘﻴﻖ:ﻣﺘﺤﲑا وﻟﻮ ﻋﺮف ﻧﻘﺴﻪ ﳉﻔﻆ وﻗﺘﺎ – أﺣﻖ ﺑﻪ أن ﳛﻔﻆ – ﻣﻦ اﻟﻀﻴﺎع ﻫﺪرا ﺑﻐﲑ،ﻧﻔﺴﻪ ﺑﻌﺪ (١٧-١٦، )ﳏﻔﻮظ.ﲦﺮة ‘Tahun kedua pun berlalu begitu saja, hanya koleksi perpustakaannya saja yang semakin bertambah banyak dengan buku-buku baru yang berkaitan dengan ilmu fisika. Ia kemudian bertanya pada dirinya sendiri dengan nada yang bingung, “Kira-kira bidang apa yang sebenarnya sesuai dengan bakat yang kumiliki?”. Kebingungan itu jelas menunjukkan bahwa ia tidak mengetahui dengan pasti kemampuan dirinya, sebab jika ia memahami dirinya, tentu ia akan memanfaatkan waktu, sesuatu yang pantas dijaga agar tidak tersia-siakan, agar tidak hilang tanpa hasil’. Dari kutipan di atas, jelas terlihat bahwa sebagai seorang laki-laki dewasa yang seharusnya sudah mengetahui dengan pasti tentang kemampuan dirinya, ternyata masih disibukkan dengan pencariaan bakat dan minat yang tepat untuk dirinya. e. Amarah atas cinta yang hilang Ketidakmampuan Ahmad menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain, berdampak pada kehidupan cintanya. Berkaitan dengan cinta, Maslow memandang neurosis sebagai keadaan yang berkaitan dengan gangguan rohani, kepedihan serta amarah atas cinta yang hilang, dan seterusnya.15 Orang berkepribadian sehat yang mengaktualisasikan diri adalah orang yang mempunyai kekuatan cinta, mampu memberikan cinta, dan menerima cinta sekaligus. Berkebalikan dengan orang yang mengaktualisasikan diri, orang dengan kepribadian neurosis harus menerima cinta jauh lebih banyak daripada kemampuan mereka untuk memberinya.16 Kegagalan yang berulang kali dalam asmara, menimbulkan kepedihan dan amarah dalam diri Ahmad. Ahmad menjadi pemuda yang selalu berprasangka buruk terhadap perempuan. Ia menutup diri dari cinta dan perempuan, dan menutup diri dari semua penghuni dunia. Di sisi lain, Ahmad sangat membutuhkan dan merindukan cinta dari perempuan yang bukan ibunya, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk memberikan cinta. Kondisi Ahmad tersebut terlihat pada kutipan berikut.
ﻓﺎﳊــﺐ اﻟــﺬي ﲦــﻞ ﺑــﻪ ﺑــﲔ ﻳــﺪى.وﻛﻔــﺮ أﲪــﺪ ﺑﺎﳊــﺐ وﺑــﺎﳌﺮأة ﻛــﺎن ﻛﻔــﺮ ﺑﺎﻟــﺪﻧﻴﺎ ﲨﻴﻌــﺎ وﻗــﺪ ﻗﻀــﺖ. أو ﻣــﺮض ﻣــﻼزم ﻟﻠﻤﺮاﻫﻘــﺔ ﻛﺘﻮﻋــﻚ اﻟﺘﺴــﻨﲔ ﻟﻠﻄﻔــﻞ،اﻟﻴﻬﻮدﻳــﺔ وﻫــﻢ ﺿــﺎل (٣٦، )ﳏﻔﻮظ.ﻣﺮارة اﳊﻘﻴﻘﺔ ﺑﺎﻟﻌﻘﺎب اﻟﺼﺎرم ﻋﻠﻰ ﻳﺮﻛﻦ ﻟﻌﻬﺪ اﻣﺮأة ‘Ketertutupan Ahmad dari cinta dan perempuan, berarti ia menutup diri dari semua dunia. Cinta yang ia ekspresikan kepada gadis Yahudi adalah suatu kekeliruan atau cinta monyet yang lazimnya menimpa kaum remaja, bagaikan penyakit demam pada anak-anak. Pahitnya kenyatan hidup telah membawa 15
Ibid, h. 124. Maslow, Abraham H, Motivation and Personality, Second Edition. New York: Harper and Row Publisher, 1954, h. 185-186. 16
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
45
STAIN Palangka Raya
bencana yang dahsyat bagi orang yang telah mempercayai janji seorang perempuan’. Kutipan di atas memperlihatkan kepedihan Ahmad akibat kegagalan dalam percintaan. Kebencian, kemarahan, menutup diri, dan kecongkakan Ahmad, disebut Maslow sebagai metapatologi, yaitu pengurangan atau hambatan untuk memenuhi metakebutuhan yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa manusia yang matang dan penuh. Metapatologi akan menghambat seseorang untuk sepenuhnya memenuhi, mengungkapkan, dan menggunakan potensi yang dimilikinya.17 f.
Kehilangan rasa aman Sebagian besar orang neurosis berkaitan dengan tidak terpenuhinya rasa aman, seperti halnya Ahmad. Orang yang tidak aman cenderung bertingkah laku yang justru membuat perasaan tidak aman pada diri mereka menjadi semakin parah. Ambisi neurosis muncul dari kelemahan dan rasa tidak aman (insecurity), dan ambisi neurosis mendapatkan pemuasan dari merendahkan derajat dan mendominasi lainnya.18 Ahmad si pemuda neurosis, tumbuh dan tinggal dalam lingkungan yang membuatnya merasa tidak aman. Masa kecil Ahmad dilingkupi rasa takut, tidak aman, dan tertekan atas sikap keras ayahnya. Di sisi lain, ibunya sangat melindungi Ahmad, sehingga tidak membiarkan anaknya berkembang dan mempelajari berbagai macam hal secara alamiah. Ahmad tumbuh menjadi anak yang sangat menakuti dunia dan selalu berlari mencari perlindungan pada ibunya. Sifat Ahmad ini sesuai dengan gambaran Maslow tentang neurotik, yang digambarkan seperti seorang anak kecil yang tidak aman dan takut terkena hukuman.19 Kondisi lain yang menyebabkan Ahmad kehilangan rasa aman adalah ketika Mesir menjadi arena peperangan dan stabilitas sosial politik menjadi kacau dan tidak menentu. Pengungsian yang terjadi secara tiba-tiba untuk menghindari bencana peperangan turut memperparah rasa tidak aman dalam diri Ahmad. Selain pengaruh kesalahan pola asuh dan peperangan, rasa tidak aman pada diri Ahmad juga berkaitan dengan karier dan jabatan rendah tanpa ada jaminan hari tua yang menyenangkan. Selain itu, Ahmad cenderung memandang remeh orang lain, terutama orangorang yang ia anggap lebih rendah darinya, dan dalam dirinya muncul dorongan yang kuat untuk mendominasi kawan-kawannya sehingga mereka mau mengakui keunggulan dirinya, sebagaimana terlihat pada kutipan berikut ini.
وذﻟﻚ،وﻣﻦ ﻋﺠﺐ ﺣﻘﺎ أﻻﻳﻜﻮن ﻗﺪ ﻇﻔﺮ ﺑﺼﺪﻳﻖ ﻣﻨﻬﻢ ﻋﻠﻰ دوام اﻟﻌﺸﺮة واﻟﺼﺤﺒﺔ ﺑﺎﻟﺘﻔﻮق-ﻫﻮ-أن ﻳﺪﻳﻦ ﻟﻪ:ﻷﻧﻪ ﻛﺎن ﻳﺘﻄﻠﺐ ﰲ اﻟﺼﺪﻳﻖ ﺳﺠﻴﺘﲔ ﻻ ﲡﺘﻤﻌﺎن . وﻟﻜﻨﻪ ﻏﺎﻟﺒﺎ، ﻟﻴﺘﻤﺘﻊ ﺑﺼﺪاﻗﺘﻪ- وﻟﻮ ﳊﺪﻣﺎ- وأن ﻳﻜﻮن ﻣﺜﻘﻔﺎ،واﻷﺳﺘﺎذﻳﺔ (١٣٥،)ﳏﻔﻮظ ‘Sesuatu yang sungguh sangat aneh adalah bahwa walaupun Ahmad sudah bergaul dan berinteraksi cukup lama masih saja belum mendapatkan kawan 17
Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Diterjemahkan oleh Drs. Yustinuss, M.Sc. OFM dari judul asli: Growth Psychology: Models of The Healthy Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991, h. 97. 18 May, Rollo, Seni Konseling. Diterjemahkan oleh Darmin Ahmad dan Afifah Inayati dari judul asli: The Art of Counseling. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, 1997, h. 33. 19 Goble, Frank, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Diterjemahkan oleh Drs. A. Supratiknya dari judul asli: The Third Force, The Psychology of Abraham Maslow. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987, h. 125.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
46
STAIN Palangka Raya
yang cocok di antara mereka. Hal itu bisa dimengerti karena ia menuntut dua syarat berteman yang sulit untuk terpenuhi: sang kawan harus mengakui keunggulan dan kedudukannya sebagai ustad, dan minimal ia harus terpelajar demi untuk mengokohkan pendapatnya. Akan tetapi ia kalah’. Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Ahmad sulit mempunyai teman yang cocok dari teman-teman berdiskusi di kafe Az-Zahrah. Ahmad berteman, rajin berinteraksi, dan membutuhkan kehadiran orang lain hanya untuk menemukan sarana pemuasan motif kekurangan terhadap kebutuhan akan penghargaan dan menutupi kelemahan dan sifat buruknya. Segala sesuatu yang mengancam untuk mengacaukan dependensi itu adalah sangat menakutkan, tanpa adanya orang lain, bagaimana orangorang neurosis ini dapat berfungsi dan bisa bertahan hidup.20 g. Terfokus pada diri sendiri Abraham Maslow mempelajari orang sehat yang mengaktualisasikan diri adalah orang yang melibatkan diri pada pekerjaan, mempunyai dedikasi yang tinggi, dan terfokus pada masalah di luar diri mereka (problem centered but not ego centered). Mereka tidak melakukan pekerjaan untuk memperoleh popularitas, kekayaan, atau kekuasaan, tetapi karena pekerjaan tersebut mampu memuaskan metakebutuhan mereka, menantang dan mengembangkan kemampuan mereka, menyebabkan mereka tumbuh sampai pada tingkat potensi tertinggi yang mereka miliki, dan membantu merumuskan tentang diri mereka sendiri.21 Kondisi yang berbeda ditemukan pada diri Ahmad. Ahmad menjalani hidupnya penuh dengan keterpaksaan, hati terdhalimi dan menderita, cenderung mengasihani diri sendiri, dan tidak pernah merasakan ketenangan dan kenyamanan. Ia merasa bahwa seluruh dunia memusuhinya, seperti tampak pada kutipan berikut.
ﺑﻞ،واﻃﺮد ﳎﺮى اﻷﻳﺎم وﺗﻘﺪم ﺑﻪ اﻟﻌﻤﺮ وﺷﻌﻮرﻩ اﻟﻌﻤﻴﻖ ﺑﺎﻟﻈﻠﻢ ﻻ ﻳﺴﻜﻦ وﻻ ﻳﻬﺪأ وﻛﺎن ﻳﺘﻮﻫﻢ ﺣﺪوث اﻟﻄﻠﻢ ﺑﺪاع وﺑﻐﲑ داع وﻳﺘﻠﻘﻰ ﻣﺎ،ﺟﻌﻞ ﳚﺪ ﻷﳌﻪ ﻟﺬة ﻏﺎﻣﻀﺔ : وﻋﺴﻰ أن ﻳﺘﺴﺎءل ﻣﺘﺤﺪﻳﺎ ﺳﺎﺧﺮا.ﻳﻘﻀﻰ ﺑﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ أﱂ ﳑﺘﺰج ﺑﺘﻠﻚ اﻟﻠﺬة اﳋﻔﻴﺔ أﻟﻴﺲ ﺟﻠﻴﻼ أن ﻳﻨﻬﺾ اﻟﻌﺎﱂ ﲨﻴﻌﻪ ﳌﻘﺎﺗﻠﺔ إﻧﺴﺎن ﻓﺮد؟ أﻟﻴﺲ ﳑﺎ ﻳﻄﻴﺐ ﺑﻪ اﻟﻐﺮور أن ﻳﺘﻮﻓﺮ ﻟﻪ ﺳﻮء اﳊﻆ ذﻟﻚ اﻟﺘﻮﻓﺮ اﻟﺬى إن دل ﻋﻠﻰ ﺷﻰء ﻓﻌﻠﻰ اﳊﺴﺪ واﳋﻮف؟ ﺑﻠﻰ .ﻓﻘﺪ ﻗﻀﻰ ﳊﻜﻤﺔ ﺳﻠﻔﺖ أن ﻳﻜﻮن اﻟﺸﻘﺎء ﻧﺼﻴﺐ اﻟﻌﻘﻮل اﻟﻔﺬة ﰱ ﻫﺬﻩ اﻟﺪﻧﻴﺎ (٢١ ،)ﳏﻔﻮظ ‘Ia terus menjalani hidup seolah terpaksa dengan hati yang terdzalimi, tidak pernah merasa tenang dan nyaman. Bahkan ia menemukan kenikmatan dari deritanya. Ia merasa ragu dengan berbagai penyebab yang membuatnya merasa teraniaya. Ia menghadapi derita kesakitannya berpadu dengan kenikmatan yang tersembunyi. Tidak jarang ia berujar dengan nada 20
Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Diterjemahkan oleh Drs. Yustinuss, M.Sc. OFM dari judul asli: Growth Psychology: Models of The Healthy Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991, h. 104. 21 Maslow, Abraham H, Motivation and Personality, Second Edition. New York: Harper and Row Publisher, 1954, h. 159-160 dan Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Diterjemahkan oleh Drs. Yustinuss, M.Sc. OFM dari judul asli: Growth Psychology: Models of The Healthy Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991, h. 102-103.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
47
STAIN Palangka Raya
menentang dan mengolok-olok, “Apakah bukan sesuatu yang luar biasa jika seluruh penduduk bumi bangkit bersatu hanya untuk melawan satu orang manusia saja? Apakah bukan kebaikan dunia jika ia banyak menebar nasib buruk untuk membuat aku merasa dengki dan takut? Hikmah yang terdahulu benar adanya dengan menjadikan keburukan sebagai bagian akal semata dari ketentuan di dunia ini”.’ Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Ahmad tidak bisa memenuhi metakebutuhan yang seharusnya terpenuhi untuk mencapai kestabilan emosi. Justru, Ahmad tumbuh menjadi manusia dewasa yang neurosis dan labil. Ahmad hanya memusatkan perhatian pada nasib buruknya dan mencela keberhasilan orang lain. Ahmad berusaha menikmati penderitaannya, dan membawa dampak pada kecenderungannya memihak pihak atau orang yang kalah. Dalam pemilihan umum, Ahmad cenderung memilih partai yang dipastikan kalah tanpa memperdulikan asas politik dan visi misi partai tersebut. Dengan cepat ia membayangkan diri sebagai ketua partai yang menghadapi kondisi kritis, penuh permusuhan, dan dibebani oleh aneka ragam pengikut, serta berbagai kewajiban. Pada saat-saat tersebut, ia menikmati rasa sakitnya dan rasa nikmat yang tiada tara.22 h. Tidak dapat berfungsi secara otonom Kepribadian yang sehat dapat berdiri sendiri, otonom terhadap diri mereka sendiri, dan lebih tahan terhadap krisis dan kegagalan. Orang sehat menghormati dan menghargai orang lain yang juga mengakui eksistensi diri mereka. Mereka tidak memerlukan orang lain untuk mengontrol diri mereka atau bahkan tidak memperdulikan keinginan mereka.23 Sementara itu, orang yang tidak sehat mudah dihancurkan oleh kemalangan dan kegagalan yang menimpa mereka, tidak dapat berfungsi secara otonom, karena mereka memerlukan kehadiran orang lain untuk memuaskan kekurangan mereka. Tanpa orang lain, bagaimana mereka bisa hidup. Jika kita kembalikan kepada kepribadian Ahmad, Ahmad telah dihancurkan oleh kemalangan dan kegagalan yang menimpa dirinya. Ahmad cenderung mengutuk dunia akibat kegagalan yang sering menimpanya. Ia tidak dapat berfungsi tanpa kehadiran orang lain, karena ia memerlukan orang lain untuk memuaskan kebutuhan akan penghargaan. Pada orang yang mengenalnya, Ahmad menemukan sarana untuk membual dan berlagak seolah ia sumber ilmu pengetahuan. Berbekal buku-buku yang dibacanya, ia berbicara dan berdebat persis seperti yang tertulis dalam buku. Ketika teman di tempatnya bekerja memberi julukan filsuf kepada Ahmad, ia menemukan kebanggaan yang luar biasa. Padahal julukan tersebut hanya ejekan semata. Kepada setiap orang, ia menyampaikan sejuta alasan tentang kegagalan dan penderitaan hidup, bukan berusaha mencari dan menyelesaikan sumber permasalahannya. Di satu sisi, Ahmad merasa seakan seluruh dunia bekerja sama untuk memusuhi dan melawan dirinya. Ia bersembunyi dan berlindung dari dunia dengan tenggelam dalam buku-buku koleksinya. Setelah pindah ke kampung baru di Khān Al-Khalīlī, Ahmad menemukan kawan-kawan baru di kafe Az-Zahrah. Mereka sangat menghormati Ahmad sebagai kawan dan tetangga baru. Sementara bagi Ahmad, mereka merupakan sarana baginya untuk memperoleh penghargaan dan pujian. Karenanya, Ahmad sangat rajin mengunjungi kafe Az-Zahrah dan merasa rugi jika tertinggal dalam setiap acara perkumpulan dengan kawan-kawan barunya. 22
Mahfūz, Najīb, Khān Al-Khalīlī. Beirut: Dār Misr At-Tibā’ah, tt., h. 21. Maslow, Abraham H, Motivation and Personality, Second Edition. New York: Harper and Row Publisher, 1954, h. 196. 23
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
48
STAIN Palangka Raya
2. Penyebab Tekanan Psikologis Tokoh Utama Abraham Maslow percaya bahwa setiap individu digerakkan oleh kebutuhankebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi, yang bersifat instinktif, dan mendorong manusia untuk tumbuh dan berkembang, mengaktualisasikan diri, dan menjadi manusia terbaik sesuai potensi yang dimiliki masing-masing individu.24 Maslow percaya bahwa timbulnya masalah neurosis dalam pribadi seseorang berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Adapun Ahmad ‘Ākif yang telah berumur 40 tahun, seharusnya telah matang secara psikologis. Kepribadian neurosis Ahmad disebabkan oleh perlakuan dan beberapa peristiwa traumatik, sebagai berikut. a. Kondisi ekonomi keluarga yang berantakan Kondisi ekonomi keluarga yang berantakan menjadi pemicu tumbuhnya sosok neurosis dalam diri Ahmad. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia bisa berjalan dengan lancar salah satunya apabila ia mempunyai jaminan ekonomi yang layak. Ketika jaminan ekonomi itu hilang, maka pemenuhan kebutuhan dasar manusia, terutama kebutuhan fisiologis akan terhalang. Hal ini terjadi setelah sang ayah, sebagai pencari nafkah tunggal, dipecat dari tempatnya bekerja. Ayah Ahmad yang bernama ‘Ākif Afandī Ahmad sebenarnya adalah orang yang bertanggung jawab terhadap keluarga. Ketika ia dipecat dari tempat kerjanya, ia berusaha keras untuk mendapatkan pekerjaan dengan mengirimkan lamaran ke berbagai instansi dan ternyata semua lamarannya ditolak. Demi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya yang sengsara, ia tiada henti meminta bantuan kepada siapa pun, tetapi usahanya sia-sia. Ia menjadi marah, benci, dan berputus asa. Akhirnya ia memutuskan untuk menjauhkan diri dari kehidupan dunia dan khusuk beribadah.25 Dalam kondisi yang tidak siap secara psikologis, Ahmad terpaksa mengambil alih peran ayahnya sebagai pencari nafkah keluarga. Kedudukan dan peran sang ayah sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah berpindah tangan kepada Ahmad, termasuk urusan pengasuhan adiknya. Ahmad yang saat itu baru berhasil menyandang gelar bachelor, harus menghentikan studinya untuk bekerja. Kekasih yang sangat dicintainya pun rela meninggalkan rasa cintanya karena tidak bersedia menunggu terlalu lama sampai Ahmad selesai menyekolahkan sang adik. Sebagai anak pertama, Ahmad dituntut untuk mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap keluarga. Wujud tanggung jawab Ahmad terhadap keluarga adalah dengan rela melepaskan studi yang dibanggakannya pada usia 20 tahun, dan bekerja sebagai sekretaris personalia di Departemen Pekerjaan Umum. Gambaran kondisi Ahmad terlihat pada kutipan berikut.
ﱂ ﻳﻨﺞ ﻣﻦ ﺷﺮﻫﺎ،و ﻛﺎن ﻟﺬﻟﻚ اﻻﻧﻘﻄﺎع آﺛﺎر ﺑﺎﻟﻐﺔ ﰲ ﺣﻴﺎﺗﻪ اﻻﺟﺘﻤﺎﻋﻴﺔ و اﻟﻨﻔﺴﻴﺔ وﻛﺎن- ﻓﻬﻮ أن أﺑﺎﻩ أﺣﻴﻞ ﻋﻠﻰ اﳌﻌﺎش ﰲ ذﻟﻚ اﻟﻮﻗﺖ، أﻣﺎ ﺳﺒﺒﻪ،ﻣﺪى اﳊﻴﺎة ، وﺗﻄﺎوﻟﻪ ﻋﻠﻰ اﶈﻘﻘﲔ اﻹدارﻳﲔ،ﻹﺿﺎﻋﺘﻪ ﻋﻬﺪﻩ ﻣﺼﻠﺤﻴﺔ ﺑﺈﳘﺎﻟﻪ-ﻳﺸﺎرف اﻷرﺑﻌﲔ ﻓﺄﺟﱪ أﲪﺪ ﻋﺎﻛﻒ ﻋﻠﻰ ﻗﻄﻊ ﺣﻴﺎﺗﻪ اﻟﺪراﺳﻴﺔ و اﻻﻟﺘﺤﺎق ﻣﻮﻇﻴﻔﺔ ﺻﻐﲑة ﻟﻴﻨﻔﻖ ﻋﻠﻰ
24
Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Diterjemahkan oleh Drs. Yustinuss, M.Sc. OFM dari judul asli: Growth Psychology: Models of The Healthy Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991, h. 89. 25 Mahfūz, Najīb, Khān Al-Khalīlī. Beirut: Dār Misr At-Tibā’ah, tt., h. 23-24.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
49
STAIN Palangka Raya
وﺻﺎر اﻟﺜﺎﱏ ﻣﻮﻇﻔﺎ ﺑﺒﻨﻚ،أﺳﺮﺗﻪ اﶈﻄﻤﺔ وﻳﺮﰉ أﺧﻮﻳﻪ اﻟﺼﻐﲑﻳﻦ اﻟﻠﺬﻳﻦ ﻣﺎت أﺣﺪﳘﺎ (١٤ ، )ﳏﻔﻮظ.ﻣﺼﺮز ‘Studi yang tidak berlanjut mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan sosial dan pribadi Ahmad, tidak mungkin dilepaskan sepanjang hidup. Penyebabnya adalah karena pada saat itu, ayahnya yang baru berusia 40 tahun dipecat dari tempat kerjanya karena dianggap telah mengabaikan tanggung jawab yang harus diembannya dan bersikap melampaui batas kepada para pengawas administrasi kantor. Kondisi demikian memaksa Ahmad ‘Ākif untuk menghentikan kuliahnya dan rela menjadi pegawai rendahan demi untuk membiayai keluarganya dan mendidik kedua adiknya yang masih kecil, meskipun kemudian salah satu adiknya meninggal dunia dan yang kedua menjadi pegawai di Bank Mesir.’ Berdasarkan kutipan di atas dapat dilihat bahwa ekonomi keluarga terselamatkan dengan karier Ahmad sebagai pegawai personalia di Departemen Pekerjaan Umum dengan gaji yang sangat kecil. Bekerja sebagai pegawai negeri dengan gaji kecil membuat Ahmad harus memperketat pengeluaran agar gaji yang didapatnya mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. b. Kesalahan pola pengasuhan orang tua Para psikolog sepakat bahwa masa kanak-kanak adalah masa penting dalam pembentukan watak. Abraham Maslow mengingatkan bahaya dari sikap serba membolehkan atau memanjakan dari orang tua, dan akibat yang merusak dari orang tua yang bersikap diktator, yakni orang tua yang menindas, mengekang, atau terlalu melindungi anak sehingga anak tidak dapat mengembangkan kepribadiannya.26 Pengalaman lampau dan pengalaman masa kanak-kanak dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap kehidupannya di kemudian hari dan mempengaruhi tingkat kesehatan psikologis orang yang bersangkutan. Manusia yang mempunyai kepribadian yang sehat, rasional, dan sadar tidak dikontrol oleh peristiwa-peristiwa pada masa kanak-kanak.27 Ahmad ‘Ākif, sulung dari tiga bersaudara, semasa kanak-kanaknya mendapatkan pola pengasuhan yang salah dari orang tuanya. Ahmad ‘Ākif mendapatkan perlindungan, cinta kasih, dan kemanjaan yang berlebihan dari ibunya. Di lain pihak, Ahmad mendapatkan perilaku keras dari ayahnya, perilaku keras yang didasarkan pada keyakinan sang ayah bahwa pemaksaan adalah bukti kasih sayang kepada anak. Perilaku orang tua yang kontradiktif yang secara tidak disadari diterapkan orang tua dalam pola pengasuhan anak, memberi pengaruh dalam pembentukan karakter anak. Hal yang sama terjadi pada Ahmad, seperti terlihat pada kutipan berikut ini.
ﻓﺨﻀﻌﺖ ﻃﻔﻮﻟﺘﻪ،و ﻗﺪ ﻛﺎن ﻟﻨﺸﺄﺗﻪ اﻷوﱃ أﻛﱪ اﻷﺛﺮ ﰲ ﺗﻜﻴﻒ ﻃﺒﻴﻌﺘﻪ اﻟﺸﺎذة و ﺗﺪﻟﻴﻞ ﳏﺒﺔ و ﻣﻐﺮم ﻟﻮ، ﺻﺮاﻣﺔ ﺗﺮى اﻟﻘﻬﺮ ﻋﻨﻮان اﳊﻨﺎن،ﻟﺼﺮاﻣﺔ أﺑﻴﻪ و ﺗﺪﻟﻴﻞ أﻣﻪ 26
Goble, Frank, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Diterjemahkan oleh Drs. A. Supratiknya dari judul asli: The Third Force, The Psychology of Abraham Maslow. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987, h. 112. 27 Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Diterjemahkan oleh Drs. Yustinuss, M.Sc. OFM dari judul asli: Growth Psychology: Models of The Healthy Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991, h. 43.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
50
STAIN Palangka Raya
، ﻓﻨﺸﺄ ﻋﻠﻰ اﳋﻮف و اﻟﺪﻻل.ﺗﺮك اﻷﻣﺮ ﻟﻪ ﻣﺎ ﻋﻠﻤﻪ اﳌﺸﻲ ﺧﻮﻓﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ اﻟﻌﺜﺎر ﻓﺘﻨﻬﺾ ﲟﺎ ﻛﺎن، و ﻳﺄوى ﻣﻦ ﺧﻮﻓﻪ إﱃ ﻇﻞ أﻣﻪ اﳊﻨﻮن،ﳜﺎف أﺑﺎﻩ و اﻟﻨﺎس و اﻟﺪﻧﻴﺎ (۳۳، )ﳏﻔﻮظ.ﻳﻨﺒﻐﻰ أن ﻳﻨﻬﺾ ﺑﻪ وﺣﺪﻩ ‘Perkembangan masa belianya dahulu yang paling berpengaruh dalam pembentukan karakternya yang aneh. Masa kecilnya tunduk pada perilaku keras ayahnya dan kemanjaan ibunya. Masa kecil yang menggabungkan tindakan keras yang berdasarkan atas suatu pemikiran bahwa pemaksaan adalah bukti kecintaan, dan adanya pemanjaan, cinta, dan kasih sayang yang berlebihan bahkan berjalan pun tidak boleh bertelanjang kaki karena takut tergelincir. Ia tumbuh dalam ketakutan dan kemanjaan. Ia menakuti ayahnya, manusia, dan dunia. Ia berlindung dari ketakutannya dalam naungan ibunya yang sangat penyayang, maka ia bangkit dengan sewajarnya’. Berdasarkan kutipan di atas, terlihat dengan jelas bahwa Ahmad tumbuh dalam situasi yang penuh kontradiksi. Ia tunduk di bawah didikan ayahnya dan dalam kemanjaan ibunya. Anak yang dimanjakan dan merasa tidak aman akan cenderung dekat dengan ibunya yang melambangkan rasa aman dan perlindungan; namun justru karena itulah seorang anak akan gagal bereksplorasi, berpetualang, belajar, dan berkembang.28 Maslow berkeyakinan bahwa orang tua harus menghindarkan diri dari sikap melindungi dan memanjakan anak-anaknya secara berlebihan, sampai menyediakan segala kebutuhan anak tanpa anak harus bersusah payah mendapatkannya. Anak yang tumbuh dalam situasi pengasuhan seperti ini tidak akan tumbuh menjadi kuat dan mandiri. Pemanjaan menunjukkan sikap kurang menghargai anak dan kemampuannya untuk berkembang, sehingga tidak mustahil akan muncul perasaan tidak berharga dalam diri anak.29 c. Trauma atas kegagalan studi Maslow mengemukakan dalam tulisan-tulisannya yang muncul kemudian, adanya kebutuhan-kebutuhan instingtif yang dibawa sejak lahir yang beroperasi sebagai tambahan pada tingkat pertama. Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan untuk mengetahui dan memahami. Di antara keduanya, kebutuhan untuk mengetahui lebih kuat dan menuntut untuk dipuaskan terlebih dahulu daripada kebutuhan untuk memahami. Orang dewasa yang sehat terus-menerus ingin tahu tentang dunianya. Mereka ingin menganalisisnya dan mengembangkan suatu kerangka untuk memahami dunianya. Kegagalan dalam memuaskan kebutuhan untuk mengetahui dan memahami menyebabkan timbulnya rasa kecewa yang mendalam, kurangnya rasa ingin tahu, enggan terlibat dalam kehidupan, dan kurangnya semangat hidup.30 Ahmad ‘Ākif sebenarnya seorang pemuda yang mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan minat untuk belajar yang tinggi. Rasa ingin tahu yang besar dan minat untuk belajar yang tinggi tidak mendapatkan pemuasaan yang memadai ketika Ahmad ‘Ākif mengalami peristiwa yang membuatnya trauma karena putus sekolah pada usia 20 tahun dan bekerja demi menyambung nafkah hidup keluarganya. 28
Op cit, h. 117. Ibid, h. 116. 30 Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Diterjemahkan oleh Drs. Yustinuss, M.Sc. OFM dari judul asli: Growth Psychology: Models of The Healthy Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991, h. 93. 29
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
51
STAIN Palangka Raya
Putus sekolah membuat kebutuhan untuk mengetahui dan memahami menjadi terhambat. Seperti pendapat Maslow, kegagalan dalam pemuasan kebutuhan ini membuat Ahmad didera rasa kecewa yang mendalam, bersikap apriori terhadap dunia sehingga kurangnya rasa ingin tahu, enggan terlibat dalam kehidupan dunia, kurangnya semangat hidup, gagal mengembangkan bakat dan minatnya untuk mengkaji suatu bidang ilmu. Putus kuliah membuat Ahmad hancur, depresi, dan menjalani hidup layaknya seorang pesakitan.
ﺗﺮﻧﺞ ﻣﻦ،ﻓﻠﻤﺎ أﺟﱪ ﻋﻠﻰ اﻻﻧﻘﻄﺎع ﻋﻦ اﻟﺪراﺳﺔ أﺻﺎﺑﺖ آﻣﺎﻟﻪ ﻃﻌﻨﺔ ﻗﺘﺎﻟﺔ داﻣﻴﺔ ووﻗﺮ.ﻓﺎﻣﺘﻸت ﻧﻔﺴﻪ ﻣﺮارة وﻛﻤﺪا، واﺟﺘﺎﺣﺘﻪ ﺛﻮرة ﻋﻨﻴﻔﺔ ﺟﻨﻮﺗﻴﺔ ﺣﻄﻤﺖ ﻛﻴﺎﻧﺔ،ﻫﻮﳍﺎ . وﺿﺤﻴﺔ ﻣﻈﻠﻮﻣﺔ ﻟﻠﺤﻆ اﻟﻌﺎﺛﺮ، وﻋﺒﻘﺮﻳﺔ ﻣﻘﺒﻮرة،ﰲ أﻋﻤﺎﻗﻪ أﻧﻪ ﺷﻬﻴﺪ ﻣﻀﻄﻬﺪ (١٤،)ﳏﻔﻮظ ‘Ketika keadaan memaksanya untuk berhenti kuliah, maka semua cita-citanya hancur dan musnah. Ia mengalami depresi. Sikap kerasnya untuk tidak menerima kenyataan yang telah terjadi menyebabkan kesadaran eksistensinya menjadi hancur dan musnah. Jiwanya dipenuhi rasa kepahitan dan kegetiran, bahkan dalam lubuk hatinya terpatri suatu citra bahwa ia adalah orang yang mati syahid karena teraniaya, ia adalah orang agung yang terpendam dalam kesialan, dan ia adalah korban kezaliman nasib’. Ahmad yang telah gagal dalam studinya, menenggelamkan diri dalam kegiatan membaca yang membantunya memenuhi otaknya dengan kumpulan ilmu pengetahuan klasik. Otaknya hanya berfungsi sebagai gudang ilmu pengetahuan, bukan untuk berpikir dan merenung. Buku telah menggantikan kedudukan otaknya, untuk membantunya berbicara, dan menarik perhatian orang lain, serta untuk menunjukkan kehebatan, keunggulan, dan kepandaiannya dengan tujuan utama agar eksistensi dirinya diakui masyarakat. Hal ini merupakan wujud usaha Ahmad untuk memenuhi kebutuhannya akan harga diri dan penghargaan dari orang lain. d. Trauma atas kegagalan dalam percintaan Sifat pemalu yang berlebihan pada diri Ahmad menghambat perkembangan karakter menuju kedewasaan. Sifat pemalu ini membuat Ahmad tidak dapat bertindak spontan, merasa gugup, kikuk, dan menemui kebingungan dalam bersikap terhadap wanita. Akibatnya, ia beberapa kali gagal dalam menjalin hubungan dengan wanita. Berkaitan dengan masalah cinta, Maslow memandang berbagai bentuk neurosis sebagai keadaan yang berkaitan dengan gangguan-gangguan rohani, kepedihan, dan amarah atas cinta yang hilang dan seterusnya.31 Kegagalan dalam kisah asmara menimbulkan kepedihan dan amarah dalam diri Ahmad. Ia menjadi trauma atas kegagalan ini dan membuatnya takut untuk terlibat dalam kisah asmara. Trauma atas kegagalan dalam percintaan membuat Ahmad berprasangka buruk terhadap perempuan dan menutup diri dari cinta dan perempuan, sebagaimana ia menutup diri dari semua penghuni dunia. Kondisi Ahmad akibat kegagalan dalam asmara dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
31
Goble, Frank, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Diterjemahkan oleh Drs. A. Supratiknya dari judul asli: The Third Force, The Psychology of Abraham Maslow. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987, h. 124.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
52
STAIN Palangka Raya
ﻓﺎﳊﺐ اﻟﺬي ﲦﻞ ﺑﻪ ﺑﲔ ﻳﺪي.وﻛﻔﺮ أﲪﺪ ﺑﺎﳊﺐ وﺑﺎﳌﺮأة ﻛﺎن ﻛﻔﺮ ﺑﺎﻟﺪﻧﻴﺎ ﲨﻴﻌﺎ وﻗﺪ ﻗﻀﺖ. أو ﻣﺮض ﻣﻼزم ﻟﻠﻤﺮاﻫﻘﺔ ﻛﺘﻮﻋﻚ اﻟﺘﺴﻨﲔ ﻟﻠﻄﻔﻞ،اﻟﻴﻬﻮدﻳﺔ وﻫﻢ ﺿﺎل (٣٦، )ﳏﻔﻮظ.ﻣﺮارة اﳊﻘﻴﻘﺔ ﺑﺎﻟﻌﻘﺎب اﻟﺼﺎرم ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻳﺮﻛﻦ ﻟﻌﻬﺪ اﻣﺮأة ‘Ketertutupan Ahmad dari cinta dan perempuan, berarti ia menutup diri dari semua dunia. Cinta yang ia ekspresikan kepada si gadis Yahudi adalah suatu kekeliruan atau cinta monyet yang lazimnya menimpa kaum remaja, bagaikan penyakit demam pada anak-anak. Pahitnya kenyataan hidup telah membawa bencana yang dahsyat bagi orang yang telah mempercayai janji seorang perempuan.’ Kutipan di atas memperlihatkan sikap negatif yang ditunjukkan Ahmad akibat kegagalan dalam percintaan. Ahmad menutup diri dari cinta, takut terhadap kaum perempuan, bahkan dari semua penghuni dunia. Kegagalan berulangkali dalam asmara dipicu oleh sifat Ahmad yang sangat pemalu dan gugup. Ahmad tidak mempunyai keberanian untuk mengutarakan rasa cintanya secara langsung. Sebagai pribadi yang neurosis tentu sulit baginya untuk mengungkapkan dan memberikan cinta sebesar kebutuhan dirinya akan cinta. Orang neurosis sangat membutuhkan cinta jauh lebih banyak daripada kemampuan mereka untuk memberinya. Mereka mengalami kekurangan yang sangat pada lapis kebutuhan akan cinta dan rindu ini. Abraham Maslow berpendapat, kondisi normal dan sehat, ketika kebutuhan fisiologis dan rasa aman terpenuhi, muncul kebutuhan lapisan ketiga yaitu kebutuhan akan cinta dan rindu. Manusia membutuhkan kehadiran teman, kekasih, anak, dan bentuk hubungan berdasarkan perasaan lainnya. Kebutuhan ini berbentuk keinginan menikah, berkeluarga, dan menjadi bagian dari satu kelompok atau masyarakat.32 e. Trauma atas pecahnya peperangan Pecahnya perang dunia kedua dan merembet hingga ke Mesir menyebabkan kondisi sosial politik menjadi sangat tidak menentu dan tidak aman. Masyarakat Mesir pada saat itu merasa terancam keselamatannya setiap saat, karena setiap saat secara tidak terduga dalam serangan udara Jerman membombardir dengan menjatuhkan bom-bom dan membuat ledakan yang dahsyat. Situasi yang sangat tidak aman tersebut juga menimbulkan ketakutan yang luar biasa pada diri Ahmad dan keluarganya. Keputusan untuk pindah ke tempat tinggal baru di lingkungan yang lebih aman adalah suatu keharusan yang dipilih Ahmad dan keluarga. Kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan penting yang harus dipenuhi. Kebutuhan fisiologis sudah diperhatikan, muncul lapisan kebutuhan kedua. Manusia ingin menemukan situasi dan kondisi yang aman, stabil, terlindung, dan menginginkan struktur dan tatanan. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan jaminan, stabilitas, perlindungan, ketertiban, kepastian, sesuatu yang bersifat rutin dan dapat diramalkan, dan bebas dari rasa takut dan cemas. Maka manusia terdorong untuk menambah uang tabungan, mempertahankan pekerjaan yang menetap, aman, terjamin, dan berjenjang karier jelas.33
32
Boeree, C.George, Dr., Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Diterjemahkan oleh Inyak Ridwan Muzir. Yogyakarta: Penerbit Prismasophie, 2007, h. 279-280. 33 Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Diterjemahkan oleh Drs. Yustinuss, M.Sc. OFM dari judul asli: Growth Psychology: Models of The Healthy Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991, h. 91.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
53
STAIN Palangka Raya
Situasi perang membuat kebutuhan akan rasa aman sulit untuk dipenuhi. Perlindungan dari rasa takut dan cemas menjadi suatu keharusan. Ahmad dan keluarganya juga membutuhkan perlindungan dari rasa takut dan kecemasan di saat perang dunia melanda. Ahmad dan keluarga terpaksa mengungsi, meninggalkan tempat tinggal lamanya di daerah Sakākīnī, ke tempat tinggal baru di daerah Khān AlKhalīlī. Tidak ada tempat yang aman selama perang masih berlangsung. Jerman menghujani seluruh daerah di Mesir dengan bom. Ledakan bom menyulut kecemasan, ketakutan, dan kekhawatiran pada masyarakat Mesir. Mengungsi adalah pilihan yang harus diambil demi mendapatkan rasa aman. Gambaran situasi penuh kecemasan dan ketidakamanan yang dialami Ahmad, terlihat pada kutipan berikut ini.
، ﳜﺎل إﻟﻴﻬﻢ أ ﻢ ﻟﻦ ﻳﻔﺎرﻗﻮﻩ ﻣﺪى اﻟﻌﻤﺮ،ﻛﺎﻧﻮ ﻣﻄﻤﺌﻨﲔ إﱃ ﻣﺴﻜﻨﻬﻢ اﻟﻘﺪﱘ وﻏﻠﺐ.ﺗﺒﺎ ﳍﺬا اﳊﻰ اﳌﺨﻴﻒ:وﻣﺎﻫﻰ إﻻ ﻋﺸﻴﺔ أو ﺿﺤﺎﻫﺎ ﺣﱴ ﺻﺮﺧﺖ اﳊﻨﺎﺟﺮ (٥، )ﳏﻔﻮظ.اﳋﻮف واﳉﺰع ‘Dahulu keluarga mereka sudah sangat kerasan tinggal di tempat kediaman yang lama. Terbayang dalam benaknya, bahwa mereka tidak akan pernah meninggalkan tempat kediamannya selama-lamanya, namun pada sore atau pagi hari berikutnya, angan-angan tersebut sirna, ketika mereka semua berteriak seolah meratap, “Duh, celaka sekali kampung yang sangat menakutkan ini”. Mereka dicekam rasa ketakutan dan kepanikan’. Dari kutipan di atas terlihat situasi peperangan telah menimbulkan rasa ketakutan, kecemasan, dan kehilangan rasa aman bagi siapa saja yang berada di lokasi peperangan. Perang Dunia II melanda Mesir, meskipun negara tersebut hanya sebagai imbas dari negara-negara kuat yang sedang berperang. Tidak ada satu daerah pun di Mesir yang luput dari bencana peperangan. Khān Al-Khalīlī menjadi pilihan karena ayah Ahmad percaya bahwa Khān Al-Khalīlī adalah tempat paling aman di Mesir. Sebagai anak yang patuh terhadap ayahnya, Ahmad pun menyetujui saran ayahnya untuk pindah ke Khān Al-Khalīlī. 3. Sikap Tokoh Utama dalam Memecahkan Problem Psikologis yang Dihadapinya Untuk mengatasi seseorang dengan kepribadian neurosis, Abraham Maslow menawarkan metode terapi khusus yaitu terapi pemahaman. Terapi ini membantu seorang neurosis untuk memahami diri mereka sendiri, menemukan sumber masalah dalam diri mereka, memahami konsep diri dengan lebih baik, menemukan persepsi yang lebih baik tentang realitas, dan menemukan cara yang tepat untuk berpikir, bertingkah laku, dan berhubungan dengan orang lain. Dengan mempunyai kemampuan interpersonal baik, membantu orang tersebut memenuhi kebutuhan dasarnya, terutama kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan cinta dan kasih sayang, serta kebutuhan akan penghargaan dari orang lain. Langkah selanjutnya adalah dengan mendorong seseorang dengan pribadi neurosis untuk mampu memenuhi dan memuaskan kebutuhan dasarnya sehingga mengarah untuk mencapai aktualisasi diri. Kunci dari penyelesaian masalah neurosis adalah dengan mendorong individu untuk mampu memenuhi dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasar mereka.34 34
Goble, Frank, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Diterjemahkan oleh Drs. A. Supratiknya dari judul asli: The Third Force, The Psychology of Abraham Maslow. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987, h. 140-142.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
54
STAIN Palangka Raya
Ahmad ‘Ākif yang bermasalah dengan kepribadian neurosis terkadang tidak menyadari apa yang telah menjadi sumber permasalahan dalam dirinya, karena Ahmad sendiri tidak memahami dirinya dengan baik. Kurangnya pemahaman terhadap diri sendiri membuat Ahmad gagal menyelesaikan persoalan yang membelitnya, justru membuatnya mencari jalan penyelesaian yang salah. Ahmad cenderung lari, bersikap acuh tak acuh, dan menutupi permasalahan yang dihadapi. Adapun sikap dan usaha Ahmad dalam memecahkan problem psikologis yang dihadapinya sebagai berikut. a. Melarikan diri dari kehidupan dunia Ahmad tumbuh dewasa dengan perlakuan yang kontradiktif dari kedua orang tuanya. Sang ibu membesarkan Ahmad dengan perlindungan dan kemanjaan yang besar. Sementara sang ayah mendidik Ahmad dengan perlakuan yang keras. Ahmad menjadi pribadi yang tidak matang dengan diliputi ketakutan dan kemanjaan, sehingga ketika ia menemukan masalah maka akan melarikan diri dari masalah dan berlindung pada ibunya yang penyayang. Sikap yang demikian ini terus dibawa Ahmad sampai seharusnya ia mampu bersikap dewasa karena sudah berusia 40 tahun.35 Sikap Ahmad ini menunjukkan adanya kepribadian neurosis dalam dirinya. Neurosis berkaitan dengan tidak terpenuhinya kebutuhan akan rasa aman, sehingga mendorong orang neurotik yang tidak aman ini untuk menarik diri dari pergaulan.36 Setiap kali mendapatkan masalah dan kegagalan, Ahmad tidak berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi karena mudah berputus asa dan menyerah. Jalan terakhir yang ditempuhnya adalah melarikan diri dari semua kehidupan dunia, mengurung diri dan menutup dirinya dari dunia. Ia cenderung menyalahkan orang lain dan dunia sekitarnya atas kegagalan demi kegagalan yang menimpanya. Ahmad tidak bisa memandang kehidupan dunia secara objektif dan apa adanya. Ia selalu memaksakan kondisi dunia di sekitarnya sesuai dengan apa yang ia inginkan atau apa yang ia anggap benar. Apabila keadaan tidak sesuai dengan harapan Ahmad, timbul kemarahan yang luar biasa. Sikap Ahmad ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
رﻟﻜﻦ،وﺣﺮق اﻟﻐﻀﺐ ﻧﻔﺴﻪ ﺣﱴ ﺗﺮﻛﻬﺎ ﺷﻌﻠﺔ ﻣﻦ ﳍﺐ ﻏﲑ ﻣﻘﺪس وﺣﻄﺎﻣﺎ ﻣﻦ رﻣﺎد ﻓﻤﺎ ﻣﻦ ﻣﻌﺪى ﻋﻦ ﺳﻮﻳﻌﺎت راﺣﺔ وإن ﺗﻜﻦ،اﳊﻴﺎة ﻻ ﲢﺘﻤﻞ اﻟﻐﻀﺐ ﰲ ﻛﻞ ﺣﲔ -١٨ ، )ﳏﻔﻮظ. ﻓﻜﺎن ﻳﺴﱰﻳﺢ إﱃ اﻟﻴﺄس ﻛﻠﻤﺎﰿ ﺑﻪ اﻟﻐﻀﺐ أو اﳊﻘﺪ،راﺣﺔ اﻟﻘﻨﻮط (١٩ ‘Perasaan marah telah membakar jiwanya hingga menyalakan api ganas yang meluap dan bara pasir yang mengepul. Namun hidup tidak selamanya dipenuhi luapan kemarahan pada segala kesempatan, dengan tidak ada alternatif lain untuk beristirahat sejenak terlepas dari keputusasaan. Ahmad akan merasa terlepas dari rasa putus asanya setiap kali dilanda gelora kemarahan atau pun kebencian’. Kutipan di atas memperlihatkan kemarahan dan keputusasaan Ahmad karena kegagalan yang dialaminya. Kemarahan dan keputusasaan yang mendera, membuat Ahmad sulit berpikir rasional lalu memutuskan untuk menyepi dari kehidupan dunia.
35 36
Mahfūz, Najīb, Khān Al-Khalīlī. Beirut: Dār Misr At-Tibā’ah. tt. Op cit, h. 128.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
55
STAIN Palangka Raya
b. Menutup diri dari kehidupan cinta dan perempuan Pemenuhan kebutuhan rasa cinta dan rindu, memiliki dan dimiliki adalah dengan membangun suatu hubungan yang akrab dan penuh perhatian dengan orang lain, dan dalam hubungan ini memberi dan menerima cinta sama pentingnya. Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan pada lapisan ini, membuat orang yang bersangkutan berpotensi tumbuh menjadi pribadi neurosis yang kesepian dan terisolasi.37 Untuk mengatasi masalah seseorang dengan pribadi neurosis, terutama jika disebabkan oleh kegagalan dalam pemuasan kebutuhan akan cinta, kasih sayang, adalah dengan menyediakan lingkungan dan keluarga yang bisa memberikan cinta dan kasih sayang yang besar dan kelembutan.38 Masa kanak-kanak Ahmad dipenuhi oleh rasa cemas dan takut kepada ayahnya. Sosok ayah tidak berhasil memberikan rasa cinta dan kasih sayang kepada Ahmad. Rasa cinta dan kasih sayang hanya didapatkan dari sang ibu yang paranoid. Ahmad tumbuh dalam lingkungan yang kurang akan rasa cinta. Setelah tumbuh dewasa, Ahmad selalu gagal memuaskan kebutuhan akan rasa cinta dan kasih sayang. Kegagalan yang berulang dalam menjalin cinta, membuat Ahmad merasa sangat kesepian akan tetapi di sisi lain sangat menginginkan mempunyai suatu hubungan yang mesra dengan seorang perempuan. Akibat negatifnya, Ahmad mempunyai pandangan yang negatif tentang perempuan. Ahmad justru melarikan diri dari kehidupan cinta dan perempuan, bukannya berjuang untuk mendapatkan cinta dan kasih sayang. c. Menenggelamkan diri dalam aktivitas membaca Ahmad sangat rajin membaca buku. Ia menghabiskan hari-harinya dengan membaca buku. Kehidupan sosialnya telah tergantikan oleh buku. Apalagi setelah mendapat kegagalan dalam menyelesaikan studi, Ahmad menyalahkan dan menyepi dari dunia dengan tenggelam dalam aktivitas membaca buku. Kegemaran Ahmad membaca buku dapat dilihat pada kutipan berikut.
وأﻛﺐ ﻋﻠﻴﻬﺎ، وﻗﺪ أدﻣﻦ ﻋﻠﻰ اﻟﻘﺮاءة إدﻣﺎﻧﺎ ﻗﺎﺗﻼ،ﻛﺎن ﻗﺎرﺋﺎ ﻤﺎ ﻻ ﺗﺮوى ﻟﻪ ﻏﻠﺔ ١٩٤١ – ﺗﺎرﻳﺦ ﺣﺼﻮﻟﻪ ﻋﻠﻰ اﻟﺒﻜﺎﻟﻮرﻳﺎ – إﱃ ﻋﺎم١٩٢١ ﻋﺸﺮﻳﻦ ﻋﺎﻣﺎ ﻛﺎﻣﻠﺔ ﻣﻦ ﻋﺎم .وﺗﺮﻛﺰت ﻓﻴﻬﺎ ﻣﺸﺎﻋﺮﻩ وﻧﻮازﻋﻪ وآﻣﺎﻟﻪ ﲨﻴﻌﺎ، ﻓﺎﺳﺘﻐﺮﻗﺖ ﺣﻴﺎﺗﻪ اﻟﺒﺎﻃﻨﺔ واﻟﻈﺎﻫﺮة، (١٤،)ﳏﻔﻮظ ‘Ahmad sangat rajin membaca buku. Ia selalu membaca dengan tanpa mengenal waktu. Ia telah menghabiskan waktu lebih dari 20 tahun mulai dari tahun 1921 M, sejak mengambil gelar bachelor, sampai tahun 1941 M. Ia telah menenggelamkan kehidupan lahir batinnya untuk membaca. Aktivitas membaca telah menjadi pusat keinginan, hasrat, dan cita-citanya’. Membaca buku merupakan salah satu kegiatan pemenuhan kebutuhan untuk mengetahui dan memahami. Abraham Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan untuk mengetahui dan memahami merupakan kebutuhan instingtif tingkat kedua yang beroperasi sebagai tambahan pada tingkat pertama. Di antara keduanya, kebutuhan
37
Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Diterjemahkan oleh Drs. Yustinuss, M.Sc. OFM dari judul asli: Growth Psychology: Models of The Healthy Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991, h. 91-92. 38 Op cit, h. 141.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
56
STAIN Palangka Raya
untuk mengetahui lebih kuat dan harus dipuaskan terlebih dahulu sebelum timbul kebutuhan untuk memahami.39 Orang dewasa yang sehat terus-menerus ingin tahu tentang dunianya. Mereka ingin menganalisisnya dan mengembangkan suatu kerangka untuk memahaminya. Kegagalan untuk memuaskan kebutuhan pada tingkatan ini adalah timbulnya kekecewaan dan mengakibatkan timbulnya kepribadian yang memiliki sedikit perasaan ingin tahu tentang hal-hal di dunia, enggan terlibat dalam kehidupan dunia, dan kurangnya semangat hidup. Seseorang tidak mungkin menjadi pribadi yang mengaktualisasikan diri apabila kebutuhan ini terhambat, apabila seseorang tidak mengetahui dan memahami dunia sekitarnya, maka ia tidak dapat berinteraksi dengan dunia sekitar secara efektif untuk memperoleh jaminan, cinta, penghargaan, dan pemenuhan. Kondisi seperti di atas bisa kita temukan pada diri Ahmad. Kegiatan membaca buku yang Ahmad tekuni, hanyalah usahanya untuk memenuhi rasa ingin tahu, atau lebih tepatnya hanya untuk memenuhi otaknya dengan pengetahuan. Kegiatan membaca buku hanya sampai di situ, tidak mendorong niat dan pikirannya untuk memahami dan menganalisis hal-hal yang didapatnya di buku dengan keadaan dunia sekitarnya. Kegiatan membaca buku hanya pelampiasan Ahmad untuk tetap merasa unggul daripada teman-temannya. d. Mengungsi ke kampung baru Kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi setiap orang. Kebutuhan akan rasa aman akan muncul ketika kebutuhan fisiologis sudah terpenuhi dan diperhatikan. Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman meliputi kebutuhan akan jaminan, stabilitas, perlindungan, ketertiban, dan bebas dari ketakutan dan kecemasan. Maslow percaya bahwa kita semua membutuhkan sedikit banyak sesuatu yang bersifat rutin dan dapat diramalkan. Ketidakpastian sulit dipertahankan, maka manusia akan berusaha mencapai sebanyak mungkin jaminan, perlindungan, ketertiban, dan keamanan.40 Adapun terapi untuk mengatasi gejala neurosis terutama jika menyangkut akan kegagalan dalam memenuhi kebutuhan akan rasa aman adalah dengan memberikan dan menyediakan lingkungan yang bisa memberikan rasa aman. Situasi dan stabilitas sosial politik yang tidak menentu karena peperangan tentu berpengaruh pada jaminan keamanan dan ketertiban bagi warganya. Ahmad dan keluarganya terpaksa mengungsi ke kampung baru dengan tergesa-gesa karena kehilangan rasa aman dan merasa terancam tinggal di kampung lamanya di daerah Sakākīnī dan memutuskan pindah ke kampung baru di daerah Khān Al-Khalīlī. Pindah ke tempat tinggal baru yang lebih aman adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan akan rasa aman yang sempat hilang. Khān Al-Khalīlī menjadi tujuan utama karena keyakinan sang ayah jika tinggal di kampung yang berdekatan dengan simbol-simbol Islam pasti telatif lebih aman. Kondisi ketakutan Ahmad dan keluarga sehingga mendorong mereka mengungsi terlihat pada kutipan berikut.
ﺧﺼﻮﺻﺎ اﻷب اﻟﺬى ﺗﻀﻌﻀﻊ ﻗﻠﺒﻪ.وﺿﺎﻋﻔﺖ ﻣﻨﺎﻇﺮ اﳍﺠﺮة ﻣﻦ ﺧﻮف اﻷﺳﺮة وإذا ﻛﺎن ﻣﻦ، ﻓﻨﺸﺄت ﰱ رأﺳﻪ ﻓﻜﺮة اﳍﺠﺮة ﻣﻊ اﳌﻬﺎﺟﺮﻳﻦ،اﻟﻀﻌﻴﻒ ﻣﻦ ﻋﻨﻒ اﻟﻐﺎرة 39
Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Diterjemahkan oleh Drs. Yustinuss, M.Sc. OFM dari judul asli: Growth Psychology: Models of The Healthy Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991, h. 93. 40 Ibid, h. 91.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
57
STAIN Palangka Raya
اﳌﺘﺄﺛﺮﻳﻦ ﺑﺪﻋﺎﻳﺔ اﶈﺮور اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﻓﻘﺪ اﻋﺘﻘﺪ اﻋﺘﻘﺎدا راﺳﺨﺎ ﰱ أن ﺣﻴﺎ دﻳﻨﻴﺎ ﻛﺤﻰ ﻓﺎﻫﺘﺪى، ﻓﺠﺪ ﰱ اﻟﺒﺤﺚ ﻋﻦ ﻣﺴﻜﻦ ﻓﻴﻪ،اﳊﺴﲔ ﻻ ﳝﻜﻦ أن ﻳﻔﺼﺪﻩ اﳌﻐﲑون ﺑﺴﻮء (٣٠، )ﳏﻔﻮظ.إﱃ ﻫﺬﻩ اﻟﺸﻘﺔ ‘Banyaknya pengungsian semakin menambah rasa ketakutan keluarga Ahmad, terutama hati sang ayah yang lemah yang masih terus terguncang akibat serangan yang dahsyat tersebut. Dalam benak sang ayah muncul pikiran untuk mengungsi bersama-sama orang-orang lain. Sang ayah termasuk orang yang terpengaruh oleh klaim superioritas Islam, maka ia mempunyai keyakinan yang kuat akan mendapatkan keamanan jika berada dalam suatu kampung yang penuh nuansa religius seperti kampung al-Husain yang tidak mungkin menjadi target para penyerang untuk dihancurkan. Ia bersikeras untuk mencari tempat tinggal di daerah tersebut, hingga akhirnya menemukan flat ini’. Berada di wilayah suatu negara yang terkena imbas perang dunia kedua, tetap tidak akan merasa aman sampai stabilitas sosial politik aman dan terkendali. Mengungsi ke tempat yang dianggap aman dan menghindari bencana peperangan merupakan solusi yang ditempuh Ahmad dan keluarga. e. Mengikuti forum diskusi Ahmad merasa dirinya semakin terperosok dalam jurang keputusasaan, kedukaan, dan kebencian yang mendalam, mendorongnya untuk mengikuti forum diskusi di kafe Az-Zahrah. Keikutsertaan Ahmad dalam forum diskusi di kafe AzZahrah untuk memenuhi kebutuhannya akan penghargaan. Ahmad ingin agar keunggulan dirinya diketahui banyak orang, seperti terlihat pada kutipan berikut.
ﻓﺈن ارﺗﻴﺎد اﳌﻘﺎﻫﻰ ﺣﺪث، وﱂ ﳝﺾ دون ﺗﺮدد،وﻋﻨﺪﻣﺎ أﺗﻰ اﳌﺴﺎء ﻣﺼﻰ إﱃ اﻟﺰﻫﺮة ، وﻛﺎن ﺣﺮﺻﻪ ﻋﻠﻰ ﻋﺰﻟﺘﻪ اﻟﺜﻘﺎﻓﻴﺔ ﻳﻌﺎدل ﺗﺒﺎﻫﻴﻪ ﺎ،ﺟﺪﻳﺪ ﻋﻠﻴﻪ ﱂ ﻳﺘﻌﻮدﻩ وﱂ ﻳﺄﻟﻔﻪ ﻓﻠﻮﻻ ﻣﺎ ﻳﺪﻋﻮﻩ إﱃ ﻫﻨﺎك ﻣﻦ ﻣﺼﺎوﻟﺔ أﲪﺪ راﺷﺪ واﻟﻈﻬﻮر ﻋﻠﻰ اﻵﺧﺮﻳﻦ ﻣﺎ وﺟﺪ (٦٥، )ﳏﻔﻮظ.ﺧﺮوﺟﻪ ﻋﻠﻰ ﻋﺰﻟﺘﻪ أﻣﺮا ﻣﻴﺴﻮرا ‘Pada sore hari, Ahmad berangkat menuju kafe Az-Zahrah. Ia pergi tanpa pernah merasa tidak ragu, sebab mengunjungi kafe adalah kebiasaan baru yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya dan bukan menjadi impiannya. Keinginan dirinya untuk menjauhi peradaban dunia sama besarnya dengan gelora hasrat jiwa untuk menikmati keindahannya. Seandainya tidak bertujuan menundukkan Ahmad Rāsyid dan menunjukkan kehebatannya kepada orang lain, tentu bukan perkara mudah baginya untuk keluar dari ruang kontemplasi.’ Kutipan di atas memperlihatkan motivasi awal Ahmad yang tidak baik saat memulai bersosialisasi dengan kawan-kawan barunya. Setelah sekian lama berjalan bersama forum diskusi, Ahmad menemukan pandangan baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya dalam buku-buku yang ia baca. Diskusi tentang berbagai macam problematika sosial religius di kalangan masyarakat Mesir saat itu banyak diperbincangkan. Forum diskusi ini banyak melontarkan kritik sosial dan menggugat tradisi masyarakat. Masyarakat Mesir saat itu lebih mementingkan kemeriahan dalam Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
58
STAIN Palangka Raya
setiap ritual keagamaan yang mereka jalani, bukan pada substansi dari ritual keagamaan itu sendiri. Masyarakat Mesir banyak yang tidak menjalankan perintah Tuhan, dan kalaupun menjalankan perintah Tuhan hanya bersifat formalistik belaka. Dalam forum diskusi di kafe Az-Zahrah, Ahmad menemukan lawan bicara yang mengakui keunggulan dan keluasan pengetahuannya. Mereka menghormati Ahmad sebagai tetangga baru. Akan tetapi, bagi Ahmad, penghormatan tersebut membuatnya merasa superior. Ia merasakan menemukan dunia baru untuk memuaskan kebutuhannya yang sangat akan penghargaan dari orang lain. 4. Latar Belakang Sosial Psikologis Pengarang dalam Proses Kreatif Penciptaan Novel Khān Al-Khalīlī Novel kontemporer Machfūzh yang kedua adalah Khān Al-Khalīlī. Khān AlKhalīlī adalah nama sebuah bagian di kota tua Kairo, dengan jalan-jalan yang panjang dan sempit. Khān Al-Khalīlī juga mempunyai lorong-lorong yang bersilangan dan di kanan kirinya dipenuhi toko-toko yang menawarkan bermacam-macam barang, dipenuhi orang-orang yang mengenakan pakaian berbeda-beda dan mempunyai asalusul yang berbeda-beda pula sehingga lebih mirip kawasan karnaval daripada daerah bisnis. Di Khān Al-Khalīlī banyak dijumpai toko jam, teh, permadani, dan barangbarang kuningan di dekat restoran kebab dan warung-warung kopi. Khān Al-Khalīlī bernuansa religius karena berdekatan dengan masjid Al-Azhar yang sangat terkenal (di kemudian hari menjadi Universitas Al Azhar) dan tempat suci peninggalan AlHusain, putra kedua Imam Ali, yang mati syahid di Karbala, Irak pada tahun 680 M. a. Wujud pemenuhan kebutuhan akan rasa aman Novel Khān Al-Khalīlī bisa dikatakan sebagai wujud Najīb Machfūzh dalam upaya pengarang dalam memenuhi kebutuhan akan rasa aman. Hal tersebut terlihat pada tokoh utama yang dihadirkan Najīb Machfūzh. Najīb Machfūzh menceritakan segenap kejadian yang terjadi dan dialami tokoh utama dalam novel ini, berpusat di kampung Khān Al-Khalīlī. Kehidupan yang keras di kampung Khān Al-Khalīlī yang dipenuhi toko-toko, kafe-kafe, dan gang-gang kampung yang dikuasai oleh sekelompok penjahat jalanan, memberikan gambaran tentang ketidaktersediaan kebutuhan akan rasa aman yang memadai. Kehidupan masa kecil Najīb Machfūzh di kampung Gamalia, membekas kuat dalam ingatannya. Masa kecil yang dihabiskan di sebuah kampung yang unik sekaligus keras dengan penguasaan sekelompok penjahat jalanan, membuat kebutuhan akan rasa aman pada diri Machfūzh menjadi terampas.41 Ingatan yang kuat akan penggambaran tempat tinggal masa kecil dan dinamika kehidupannya, mendorong Machfūzh untuk terus menuliskan penggambaran tempat tinggal masa kecilnya sebagai latar tempat dalam novel-novelnya. Namun tujuan Machfūzh mengambil latar waktu novel Khān Al-Khalīlī pada periode ini, bukan untuk melukiskan pergantian peperangan di Mesir, tetapi untuk mengungkapkan dampak peperangan bagi kondisi sosial ekonomi di Mesir dan sikap masyarakat umum di Mesir. Dalam novel tersebut, Machfūzh mengungkapkan gambaran nyata tentang kehidupan, harapan, dan rasa frustasi masyarakat kelas menengah Mesir pada permulaan Perang Dunia kedua. Tokoh utama novel ini, Ahmad ‘Ākif, menjadi jembatan penghubung antara keluarganya dengan orang-orang yang bersentuhan dengannya di kampung Khān Al-Khalīlī.42 41
El-Enany, Rasheed, Naguib Mahfouz: The Pursuit of Meaning. London: Routledge Publishing, 1993,
h. 1-2. 42
Moosa, Matti, The Early Novels of Naguib Mahfouz: Image of Modern Egypt. University Press of Florida, 1994, h. 70.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
59
STAIN Palangka Raya
b. Wujud pemenuhan kebutuhan akan rasa memiliki dan cinta Selain semangat nasionalisme yang besar terhadap bangsanya, kehidupan masa kecil Najīb Machfūzh juga banyak mengilhami tulisan-tulisannya. Najīb Machfūzh merupakan anak ketujuh dari tujuh bersaudara. Sebagai anak termuda, Machfūzh merasa kehilangan hubungan persaudaraan dengan saudara-saudaranya. Jarak usia yang jauh yang menyebabkan Machfūzh seakan jauh pula dengan saudarasaudara kandungnya. Machfūzh menuturkan bahwa saudara kandungnya yang termuda berusia sepuluh tahun lebih tua darinya. Machfūzh tidak mempunyai saudara yang bisa diajak bermain dan berpergian bersama-sama. Ada semacam jarak yang menghalangi hubungan persaudaraan mereka. Relasi yang terjalin di antara Machfūzh dan saudara-saudaranya bukanlah relasi adik dan kakak, tetapi lebih mirip relasi anak dan orang tua. Hubungan pertemanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan Machfūzh sejak usia yang masih sangat muda. Hubungan pertemanan merupakan pengganti hubungan persaudaraan yang dirasakan hilang oleh Machfūzh. Najīb Machfūzh kecil merasakan suatu kekosongan karena terhalang dalam memenuhi kebutuhan akan rasa memiliki dan cinta, akibat tidak mesranya hubungan persaudaraan dengan saudarasaudaranya. Di kemudian hari, Machfūzh menegaskan untuk menuliskan pengaruh atas hilangnya kebutuhan akan rasa memiliki dan cinta dalam bentuk hubungan persaudaraan yang intim dengan saudara kandung pada masa kecilnya, ke dalam karya-karya fiksinya. Atas alasan itulah, Machfūzh sering melukiskan hubungan persaudaraan antara adik dan kakak seperti yang dapat dilihat pada novel trilogi (terdiri dari Bain al-Qasrain, Qasr Asy-Syauqi, dan As-Sukkariyyah), novel Khān AlKhalīlī dan Bidayah wa Nihayah.43 5. Korelasi Problematika Psikologis yang Dihadapi oleh Tokoh Utama dan Pengarang Najīb Machfūzh menghantarkan cerita dalam novel Khān Al-Khalīlī melalui kehadiran tokoh Ahmad ‘Ākif sebagai tokoh utamanya. Seperti tokoh utama dalam novelnya, Najīb Machfūzh juga seorang pegawai pemerintah, sejak ia lulus kuliah pada tahun 1934 hingga pensiun pada tahun 1971. Machfūzh bekerja berpindahpindah di banyak departemen di bawah rejim yang berbeda-beda pula. Akibatnya, Machfūzh tidak bisa mencurahkan perhatiannya pada penulisan karya sastra selama bekerja sebagai pegawai pemerintah, hingga ia pensiun pada usia enam puluh tahun. Karya-karya fiksi Machfūzh sangat berhutang budi pada karirnya sebagai pegawai pemerintah, terutama dalam penggambaran bermacam-macam karakter individu, latar, alur, imaji, simbol, dan atmosfer yang melingkupi para pegawai pemerintah. Machfūzh dengan sangat mengagumkan mampu menggambarkan dunia yang menjemukan yang dialami pegawai pemerintah golongan rendah pada masyarakat Mesir.44 Pada tahun 1934, Najīb Machfūzh bekerja sebagai pegawai administrasi di Universitas Kairo (dahulu bernama King Fu’ād I University), sebelum pindah bekerja sebagai sekretaris kementrian agama. Menurut Machfūzh, tokoh Ahmad ‘Ākif adalah model dari seseorang yang benar-benar ada dengan nama yang sama, yang ia kenal ketika bekerja di Universitas Kairo. Ahmad ‘Ākif yang menjadi inspirasi Najīb Machfūzh adalah seorang pegawai di kantor administrasi Universitas Kairo. Ahmad ‘Ākif seorang lulusan sarjana dari sebuah universitas di Mesir. Meskipun seorang sarjana, tetapi terkesan bodoh, mempunyai pemikiran yang dangkal, pembual yang 43 44
Op cit, h. 6. Ibid, h. 29.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
60
STAIN Palangka Raya
berlagak bahwa ia adalah sumber ilmu pengetahuan, dan bermental labil. Najīb Machfūzh menuturkan, meskipun Ahmad ‘Ākif telah membaca novel Khān Al-Khalīlī dan menemukan namanya ada di novel tersebut, ia tidak mengetahui bahwa ia adalah model yang menjadi inspirasi munculnya tokoh rekaan Ahmad ‘Ākif.45 Ahmad ‘Ākif merupakan tipe masyarakat umum Mesir kelas menengah ke bawah, yang terjepit di antara masyarakat kelas menengah atas yang menjadi tuan tanah penguasa kekayaan, tanah, dan para petani. Ahmad ‘Ākif juga merupakan representasi dari pertumbuhan bagian dari populasi masyarakat Mesir yang setengah buta huruf pada era tahun 1940-an. Ahmad ‘Ākif merupakan cerminan dari seseorang yang mencoba mendalami banyak subjek ilmu pengetahuan, tidak mempunyai keahlian dalam satu bidang pun, dan mengesankan bahwa dirinya lebih berpendidikan daripada orang lain.46 Najīb Machfūzh menuturkan bahwa sosok Ahmad ‘Ākif yang menjadi inspirasi tokoh dengan nama yang sama, mempunyai akhir yang tragis sebagai akibat dari karakternya yang sangat aneh dan cerminan dari pemikirannya pada masa sebelum Revolusi Mesir di tahun 1952. Ahmad ‘Ākif menjadi orang yang sangat sedih dan frustasi dengan kondisi masyarakat kelas bawah, yang dimanipulasi oleh politikus-politikus yang tidak berprinsip dan berada di bawah tekanan pemerintah Inggris. Kehidupannya sangat tidak wajar dan melankolis, sehingga menyulitkan Machfūzh untuk menulis cerita yang riang gembira. Machfūzh menilai bahwa sosok Ahmad ‘Ākif sangat menghargai hidup dan berusaha sekuat tenaga agar bisa hidup berkecukupan. Akan tetapi, Ahmad ‘Ākif telah dikalahkan oleh situasi di sekelilingnya yang sulit dikontrol.47 G. Penutup Hasil analisis memperlihatkan bahwa tokoh Ahmad ‘Ākif Afandī mempunyai serangkaian problematika psikologis yang mengarahkannya menjadi pribadi neurosis. Ahmad ‘Ākif Afandī tidak serta merta tumbuh menjadi sosok neurosis. Persoalan traumatis yang mendera, kegagalan berulang dalam meraih cita-cita dan cinta, serta kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dan metakebutuhan sebagai pencetus tumbuhnya pribadi neurosis dalam diri Ahmad ‘Ākif Afandī. Persoalan traumatis yang mendera Ahmad ‘Ākif Afandī berawal dari kegagalan-kegagalan yang beruntun yang melanda keluarganya, berupa kondisi ekonomi keluarga yang berantakan, kesalahan pola pengasuhan orang tua, trauma atas kegagalan studi, trauma atas kegagalan dalam kisah asmara, dan trauma atas pecahnya peperangan. Selain itu, Ahmad ‘Ākif Afandī juga gagal memuaskan kebutuhankebutuhan dasarnya dan tidak berhasil memuaskan metakebutuhan sehingga ia tumbuh menjadi pribadi neurosis yang mempunyai karakteristik berupa ketidakmampuan mengamati realitas secara efisien, dilumpuhkan oleh perasaan malu, tidak dapat bersikap spontan, gagal mengembangkan minat dan bakat, timbul amarah atas cinta yang hilang, kehilangan rasa aman, terfokus pada dirinya sendiri, dan tidak dapat berfungsi secara otonom. Untuk mengatasi persoalan seseorang dengan kepribadian neurosis, Abraham Maslow menawarkan metode terapi khusus yaitu terapi pemahaman. Melalui terapi ini, membantu seseorang dengan pribadi neurosis untuk memahami diri mereka sendiri, menemukan sumber permasalahan dalam diri mereka, memahami konsep diri 45
Moosa, Matti, The Early Novels of Naguib Mahfouz: Image of Modern Egypt. University Press of Florida, 1994. h. 71. 46 Moosa, Matti, The Origins of Modern Arabic Fiction. Lynne Rienner Publishers, 1997, h. 351. 47 Op cit, h. 76-77.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
61
STAIN Palangka Raya
dengan lebih baik, menemukan persepsi yang lebih baik tentang realitas, dan menemukan cara-cara yang tepat untuk berpikir, bertingkah laku, dan berhubungan dengan orang lain. Sejatinya, tokoh Ahmad ‘Ākif Afandī telah berusaha memperbaiki hidupnya dan mengatasi masalahnya dengan cara mencoba meraih kesuksesan di bidang lain. Akan tetapi, kegagalan kembali berulang dan ditambah dengan sifat dasarnya yang mudah menyerah membuatnya mencari jalan keluar yang salah. Ahmad gagal menemukan sumber permasalahan pada dirinya karena ketidakmampuan Ahmad untuk memahami dirinya sendiri. Untuk mengatasi masalahnya, Ahmad ‘Ākif memilih solusi yang salah yaitu dengan melarikan diri dari kehidupan dunia, menutup diri dari kehidupan cinta dan perempuan, dan menenggelamkan diri dalam aktivitas membaca sebagai sebuah pelarian dari masalah-masalah yang dihadapinya. Ketika Mesir menjadi arena pertarungan antara Inggris dan Jerman dalam Perang Dunia II, kondisi sosial politik menjadi kacau. Keamanan menjadi hilang dan masyarakat didera ketakutan. Untuk memenuhi kebutuhan akan rasa aman yang sempat hilang, Ahmad ‘Ākif Afandī dan keluarga memutuskan untuk mengungsi ke kampung baru di Khān Al-Khalīlī. Setelah tinggal di Khān Al-Khalīlī, Ahmad ‘Ākif mulai gemar mengikuti forum diskusi. Forum diskusi ini sebagai sarana bagi Ahmad ‘Ākif untuk memperoleh pemuasan atas kebutuhan akan harga diri dan penghargaan dari orang lain. Di sisi lain, Ahmad ‘Ākif mendapatkan pemuasan atas kebutuhan akan rasa memiliki yang terikat di antara teman-teman barunya di kafe Az-Zahrah, serta rasa ingin mengetahui setelah mendapat pengetahuan baru dari hasil diskusi. Stabilitas sosial politik terganggu dan jaminan keamanan menjadi hilang. Masyarakat sulit mendapatkan kehidupan yang sejahtera dan nyaman. Kondisi ini menyebabkan masyarakat sulit memperoleh pemenuhan kebutuhan fisiologis, sulit mendapatkan pemenuhan akan jaminan rasa aman, terhalang dalam mendapatkan pemuasan kebutuhan akan penghargaan karena kerasnya hidup di bawah kondisi peperangan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut yang terhalang untuk dipenuhi menyebabkan karakter masyarakatnya menjadi tidak matang, labil, dan cenderung mengarah kepada pribadi neurosis. Melalui novel ini kita belajar bahwa untuk tumbuh menjadi seseorang yang matang dan mampu mengaktualisasikan diri haruslah mampu memenuhi dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasar untuk tumbuh. Hal ini dapat terpenuhi dengan benar jika kita hidup dan tumbuh dalam kondisi dan lingkungan yang aman tanpa tekanan rasa takut, nyaman karena berada bersama lingkungan yang mencintai dan kita cintai, dan terjamin.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
62
STAIN Palangka Raya
DAFTAR PUSTAKA Allen, Roger, Arab Dalam Novel. Diterjemahkan oleh Irfan Zakki Ibrahim dari judul asli: The Arabic Novel: An Historical and Critical Introduction. Yogyakarta: Penerbit e-Nusantara, 2008. Arndt, William B, Jr., Theories of Personality. New York: Macmillan Publishing, 1974. Dhaniswari, Ratna Adyanti Mahindra, “Kecenderungan Neurosis pada Remaja Ditinjau dari Struktur Keluarga”. Yogyakarta: Skripsi S1 Fakultas Psikologi UGM, 1995, tidak diterbitkan. El-Enany, Rasheed, Naguib Mahfouz: The Pursuit of Meaning. London: Routledge Publishing, 1993. Benson, Nigel dan Grove, Simon, Mengenal Psikologi For Beginners. Diterjemahkan dari judul asli: Psychology for Beginners. Bandung: Penerbit Mizan, 2000. Boeree, C.George, Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Diterjemahkan oleh Inyak Ridwan Muzir. Yogyakarta: Penerbit Prismasophie, 2007. Fanani, Zainuddin, Tela’ah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2000. Grebstein, Sheldon Norman, Perspective in Contemporary Criticism: A Collection of Recent Essays by American, English, and European Literary Critics. New York: Harper and Row Publisher, 1968. Goble, Frank, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Diterjemahkan oleh Drs. A. Supratiknya dari judul asli: The Third Force, The Psychology of Abraham Maslow. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987. Gordon, Haim, Naguib Mahfouz’s Egypt: Exixtential Themes in His Writings. Connecticut: Greenwood Press, 1990. Hall, Calvin S & Lindzey, Gardner, Teori-Teori Holistik (Organismik Fenomenologis). Diterjemahkan oleh Dr. A. Supratiknya dari judul asli: Theories of Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993. ___________ , Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Diterjemahkan oleh Dr. A. Supratiknya dari judul asli: Theories of Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993. Holland, Norman Norwood, Holland’s Guide to Psychoanalytic Psychology and Literature-and-Psychology. Oxford University Press US, 1990. Irawati, Retno Purnama, “Novel Khān Al-Khalīlī Karya Najīb Mahfūz: Analisis Struktural”. Yogyakarta: Skripsi Fakultas Ilmu Budaya UGM, 2002, tidak diterbitkan. Iser, Wolfgang, The Act of Reading: a Theory of Aesthetic Response. Michigan: Johns Hopkins University Press, 1978. Lenczowski, George, Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia, Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh Drs. Asgar Bixby dari judul asli: The Middle East in the World Affairs. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo, 2003. Mahfūz, Najīb, Khān Al-Khalīlī. Beirut: Dār Misr At-Tibā’ah, Tt. Maslow, Abraham H, Motivation and Personality, Second Edition. New York: Harper and Row Publisher, 1954. Misiak, Henryk & Sexton, Virginia Staudt, Psikologi Fenomenologi, Eksistensial, dan Humanistik. Bandung: Refika Aditama, 2005. Moosa, Matti, The Early Novels of Naguib Mahfouz: Image of Modern Egypt. University Press of Florida, 1994.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
63
STAIN Palangka Raya
__________ , The Origins of Modern Arabic Fiction. Lynne Rienner Publishers, 1997. Pahrurroji, “Terjemahan Novel Khān Al-Khalīlī Karya Najīb Mahfūz”, 2002, tidak diterbitkan. Rachmānī, Rachmad, Nazhariyātu Naqdiyatu wa Tathbīqātihā. Kairo: Wahbah Publisher, 2004. Sangidu, Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik, dan Kiat. Yogyakarta: FIB Press, 2005. Schram, Dick H, dkk., The Psychology and Sociologi of Literature: In Honor of Elrud Ibsch. John Benjamins Publishing Company, 2001. Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Diterjemahkan oleh Drs. Yustinuss, M.Sc. OFM dari judul asli: Growth Psychology: Models of The Healthy Personality. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991. Semi, M. Atar, Metode Penelitian Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa, 1993. Siddiq, Muhammad, Arab Culture and the Novel: Genre, Identity and Agency in Egyptian Fiction. London: Routledge Publishing, 2007. Somekh, Sasson, The Changing Rhythm: A Study of Najīb Mahfūz's Novels. BRILL Publishing, 1973. www.freelists.org/archives/ppi/10-2004/msg00617.html www.notablebiographies.com/Lo-Ma/Mahfuz-Najib.html www.freelists.org/archives/ppi/10-2004/msg00617.html, www.bookrags.com/biography/najib-mahfuz/ www.ruangbaca.com/ruangbaca/ en.wikipedia.org/wiki/Khan_el-Khalili www.egybazar.com/khistory.html www.geocities.com/masterptvpsikologi
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009