CB “ ... J i cinta ka Allah tidak be ting rbicar gal a dia dala m. m ..” ha (E ti, G. 9
1)
Inter In Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
Nomer 62, April 2012
175
1837 - 29 April - 2012
Suster-suster Cintakasih St. Carolus Borromeus
1
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
“... Jika Allah berbicara dalam hati, cinta tidak tinggal diam ...” (EG. 91) Para suster yang terkasih, hari ini adalah hari yang diciptakan Tuhan bagi kita. Marilah dengan penuh syukur kita merayakan Hari Jadi Kongregasi tercinta yang ke-175. Selama satu tahun penuh dimulai pada tanggal 29 April 2011, kita telah mempersiapkan diri untuk pesta yubileum ini. Kawasan-kawasan sangat kreatif dalam menemukan cara untuk memperdalam dan berbagi spiritualitas Kongregasi sebagai fokus utama dalam menyambut peristiwa besar tersebut. Dalam rentang waktu satu tahun, kawasan-kawasan sibuk dan secara kreatif menerjemahkan tema perayaan dalam berbagai aktivitas mereka masing-masing. Setiap kawasan mengolah tema utama dan memilih sub tema yang sesuai dengan konteks kawasan yang bersangkutan. Terbitan CB Inter edisi khusus ini juga merupakan buah refleksi dari beberapa suster atas tema atau spiritualitas Kongregasi dalam perspektif yang lebih luas. Kami mengumpulkan semua tulisan mereka dan melalui edisi ini menerbitkannya dalam wajah khusus yang merupakan simbol tema yubileum kita. Kami menghargai kemurahan hati para suster yang bersedia membagikan inspirasi mereka kepada kita semua melalui terbitan ini.
2
Sr. Rosaria Nur Hardiningsih
Kekayaan rohani Dalam edisi ini kita dapat membaca surat yang ditujukan kepada “Bunda Elisabeth”. Sebuah surat dari seorang putri kepada ibunya. Dari surat tersebut kita mendapat inspirasi untuk membaca buku Bunda Elisabeth secara kreatif. Wawasan ini mengajak kita untuk lebih
menghargai kekayaan rohani yang kita warisi dari Bunda Pendiri. Kehidupan rohaninya menjadi sumber spiritualitas Kongregasi yang tidak pernah akan kering. Surat itu mendorong kita untuk menggali lebih dalam sumber inspirasi tersebut. Refleksi Dari Indonesia, seorang suster membagikan refleksinya mengenai piagam kenangan yang berupa plaket Bunda Elisabeth yang tanpa wajah. Renungan ini dibagikan kepada kita sebagai undangan/ajakan agar kita juga berefleksi. Sudahkah kita menghadirkan wajah Bunda Pendiri dalam kehidupan sehari-hari? Pengalaman rohani Bebarapa suster dari Provinsi Belanda juga berbagi kepada kita melalui tulisan-tulisan mereka. Kami sangat bersyukur bahwa para suster yang sudah lanjut usia, namun begitu bersemangat untuk mengungkapkan pengalaman spiritual mereka. Suster, Anda telah memberi inspirasi kepada kita semua dalam menghayati spiritualitas melalui peristiwa hidup yang sederhana. Peristiwa yang tercermin dalam kehidupan seharihari, antara lain: selama masa kapitel;
Nomer 62 - April 2012
menggunakan atau tidak menggunakan sarana teknologi modern; dalam situasi sulit dimana para suster lain nampaknya kurang memberi perhatian, dll. Cara para suster menghayati pengalaman mereka menyumbangkan warna bagi kekayaan spiritualitas Kongregasi kita. Para suster terkasih, kita merayakan yubileum Kongregasi dalam suasana Paskah. Dengan sengsara, wafat dan kebangkitan, Yesus menyelamatkan dan membebaskan kita. Sementara
CB Inter In
kita meninggalkan pesta yubileum dan melangkah menyongsong hari depan, marilah kita berdoa mohon keteguhan iman agar kita tetap hidup dalam Misteri Paskah ini. Kita percaya jika kita dalam mengikuti jejak-Nya rela untuk menderita dan mati demi Dia, maka kitapun akan mengalami kebangkitan juga. Dengan semangat ini kita berharap dapat mengalami yubileum berikutnya. Kami mengucapkan “Selamat Pesta Yubileum dan Selamat Paskah”.
Turun ke lembah bathinku yang terdalam
Perjalanan batin adalah perjalanan yang paling menantang seseorang. Untuk itu dibutuhkan kejujuran, keberanian dan karakter yang kuat dalam menghadapi realitas dan perasaan ditolak dan ditinggalkan. Kadang-kadang meraba-raba, jatuh dan gagal, hati-hati bangkit. Bantuan terbaik yang dapat ditemukan seseorang adalah pengampunan, terutama diri sendiri. Perjalanan membutuhkan waktu, usaha, iman dan doa yang sungguh-sungguh. Ditengah-tengah tantangan dibutuhkan kerendahan hati, kesabaran dan iman yang kuat. Kita dapat melepaskan hal itu dengan ilmu filsafat, psikologi dan bentuk-bentuk ilmu lainnya. Namun akhirnya pengakuan, penerimaan dan pengampunan, alat terbaik bagi sesorang jika ingin disembuhkan dan dibaharui lagi. Ini membantu untuk mengetahui bahwa orang lain berjuang keras untuk menemukan jalan mereka. Seseorang tidak mengkin kehilangan hati dan harapan dalam perjuangan. Model seperti Maria dan para kudus dapat membantu dalam proses. Seperti mereka kita dapat menemukan kedamaian jika kita melepaskan dan membiarkan Tuhan menunjukkan jalan. Bersama mereka hati kita tenang dihadapan Dia yang lebih dahulu mencintai. Sr. Agnes Ofelia Simbillo Quezon City- Filipina 3
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Surat kepada Bunda Elisabeth Bunda Elisabeth yang terkasih.
VIA A PA IR M R A AIL VIO N
VIA AIR MAIL PAR AVION
IL MA N AIR VIO VIA AR A P
4
Sr. Immaculée Hylkema Maastricht, Nederland
Bagaimanapun juga aku akan menyapamu ‘Moeder’. Meskipun sudah lama tidak ada lagi kebiasaan menyebut ‘moeder overste’ tetapi, saya pikir Engkau sangat layak disebut ‘Moeder’. Selain itu ketika saya berbicara tentang Engkau dan itu terjadi cukup sering, kita selalu mengatakan: ‘Moeder Elisabeth’. Saya berasumsi bahwa Engkau tidak mengenalku. Saya adalah salah satu dari sekian banyak suster yang ikut mengusahakan kesinambungan apa yang telah Engkau mulai: yakni sebuah biara di mana Allah akan diabdi dengan tulus iklas dan setia. Itu adalah kata-katamu sendiri. Masih ingatkah Engkau akan hal itu? Sebaliknya saya mengenal Engkau, dari tradisi dan cerita orang lain tentang dirimu. Tetapi saya menerimanya biasa saja tidak terlalu serius. Apakah Engkau mengenal ungkapan itu? Karena cerita tersebut sering diwarnai oleh pribadi atau dibuat menjadi sangat indah. Namun demikian saya mengenalmu. Saya lebih senang mengambil dan membaca kisah tulisan tanganmu sendiri. Kebetulan seminggu yang lalu saya memperdalam beberapa aspek dari kisahmu itu dan bahkan saya ingin membicarakannya denganmu. Namun saya sadar bahwa kita, Engkau dan saya tidak ‘berbahasa’ yang sama sehingga kita tidak akan mudah untuk saling memahami. Cara saya percaya dan menghayati iman sangat berbeda dengan caramu. Engkau pasti akan mengatakan, bahwa yang penting mengenai inti. Di sana kita dapat saling memahami dengan baik. Namun tetap saja, saya merasa seperti jauh dari bahasa devosi yang dipakai pada abad ke-19: cintamu kepada Yang tersalib dan mistik penderitaan. Bahkan Engkau tidak pernah memakai kata ‘mistisisme’ tetapi apakah Engkau tahu bahwa dua puluh lima tahun yang lalu sebuah buku ‘The mistisisme Elisabeth Gruyters’ diterbitkan? Itu bukan yang pertama dan yang terbaik yang ditulis setelah catatan yang Engkau tinggalkan bagi kami dipelajari. Buku ini layak dibaca dan direnungkan. Namun, sekarang saya ingin membicarakan denganmu sesuatu yang sangat berbeda, hal-hal yang biasanya tidak
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
segera disadari bila kami membaca kisahmu. Kami, saya masuk biara pada tahun 1949, kadang-kadang kami mengeluh tentang kurangnya pendidikan dan pembinaan pada tahun-tahun awal kami. Catatanmu membuat saya menyadari dan mengetahui bahwa suster pertamamu sama sekali tidak mendapat pembinaan. Nah, Deken van Baer memberimu sebuah aturan yang berasal dari kongregasi lain, yang dari waktu ke waktu dibacakan. Doa brevir, doa bersama itu tidak diragukan lagi. Saya rasa pasti ada banyak doa, terutama doa rosario. Kesan saya bahwa para sustermu juga harus bekerja keras. Jauh di kemudian hari, setelah Dekan van Baer almarhum, Engkau mengadakan kontak dengan pater Jesuit untuk Ekaristi harian dan konferensi bulanan. Bagaimana para sustermu dahulu dapat bertahan! Sudah jelas bahwa setelah dengan hati-hati menerima calon tidak langsung berbicara mengenai postulat dan novisiat. Persiapanmu sendiri memakan waktu lebih dari 16 tahun tetapi itu tidak resmi dan Engkau sendiri menulis bahwa Engkau benar-benar bodoh ketika suster dari Den Bosch berusaha untuk memperkenalkan kepadamu kebiasankebiasaan dalam biara. Deken van Baer menerimamu sebagai suster Cintakasih dari St. Vincentius a Paulo. Bersama Deken Engkau telah memilih Santo tersebut menjadi contoh dan pelindung biaramu. Itu dapat dimengerti, St. Vincentius terkenal sebagai bapak ‘Caritas’ yang penuh kasih merawat dan melayani orang miskin dan rentan. Sama seperti yang Engkau inginkan. Di kemudian hari dalam menyetujui Aturan dan Statuta, Roma menunjuk St. Carolus Borromeus sebagai Santo pelindung. Engkau sama sekali tidak menyebut tentang hal itu. Tidak berkeberatankah bahwa Vincentius diganti dengan Santo yang jauh tidak dikenal? Ataukah menurutmu itu tidak terlalu penting? Tetapi secara resmi
5
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
kami disebut sebagai Suster-suster Cintakasih dari Santo Carolus Borromeus dan itu kedengaran agak lebih bergengsi, namun itulah yang terjadi. Untunglah di Belanda kami masih dikenal sebagai “Suster Onder de Bogen” ini pasti lebih berkenan bagimu karena mengacu pada rumah yang Engkau mampu membelinya pada tahun 1844, yang hingga kini masih membuat kami bahagia. Engkau pasti tahu mengapa saya mengatakan: “di Belanda”, karena, ketika Engkau mengawali biara ini, Engkau hanya memikirkan Maastricht. Itu adalah duniamu dan Engkau merasa di sana membutuhkannya. Ketika Engkau masih hidup telah mencoba untuk memulai karya di Sittard, namun hal itu gagal. Engkau sendiri mengatakan: “Segala sesuatunya belum berjalan dengan baik sampai sekarang”. Dalam perluasan biaramu di sana terungkap keprihatinanmu. Perluasan biaramu yang besar baru dimulai pada akhir abad 19 dan awal abad 20. Pertama di dalam negri, di Balanda sendiri, kemudian ke luar negri. Engkau tidak pernah bisa membayangkan bahwa apa yang telah Engkau mulai di sini dengan begitu banyak jerih payah akan berkembang ke seluruh dunia. Hal itu terinspirasi olehmu dan keteladananmu. Belum lama ini saya membaca kembali catatanmu, terutama halaman terakhir membuat saya terusmenerus merenungkannya. Engkau mengungkapkan keprihatinanmu tentang mentalitas para atasan yang jelas-jelas tidak taat. Pemimpin yang tidak memiliki kapasitas tidak boleh mendominasi. Engkau merasa kasihan terhadap para suster yang menderita dibawah kepemimpinannya karena atasan tersebut tidak mengenal cinta dan pengertian. Engkau dihadapkan pada kurangnya keterbukaan dan merasa bahwa semangat kemiskinan mereka kurang. Bahkan untuk itu engkau menggunakan kata serakah dan tamak.
6
Dengan menyerukan Peraturan Suci, Engkau menekankan bahwa para pemimpin harus tunduk kepada Pemimpin Umum dan tanpa berunding atau persetujuannya mereka tidak dibenarkan memulai sesuatu yang baru. Hal itu memberi kesan bahwa Engkau lepas dari kendali atau berada di luar kontrol. Betapa Engkau sangat kecewa saat itu! Kesulitan yang Engkau alami sangat jauh dari apa yang ada dalam pikiranmu, dan untuk itu bagimu tidak ada usaha yang terlalu berat. Hal itu sungguh-sungguh masalah besar, jika tidak, Engkau pasti tidak akan menambah halaman-halaman terakhir pada kisah yang sebenarnya telah ditutup.
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
Sr. Immaculée bersama sr. Paulie Terlalu mudahkah kita melewatkan uneg-uneg terakhir dalam kisahmu? Apakah kita hanya senang merenungkan kepercayaanmu akan penyelenggaraan Illahi? Pengalamanmu yang mendalam akan kehadiran dan kedekatan cinta Allah? Doamu O, Pencinta hatiku yang manis? Mengenang saat-saat rahmat banyak kasih karunia yang telah membantumu mengatasi semua kekecewaan. Setidaknya itu yang saya asumsikan. Bahkan Engkau tidak tahu harus melakukan apa selain “menderita dengan diam-diam, segalanya diserahkan kepada Allah dan berdoa mohon kesabaran” . Karena halaman terakhir itu saya merasa bahwa ‘happy end’ dalam kisahmu hilang. Saya mencoba untuk menyesuaikan diri dengan mengatakan bahwa kisahmu belum selesai. Dulu Engkau hanya dapat melihat sekilas mengenai awal yang melelahkan dalam mengembangkan diri lebih lanjut. Bagaimana sekarang, 175 tahun kemudian, wanita muda di seluruh dunia masih dipanggil oleh Allah untuk mengikuti jejakmu lebih lanjut. Perbedaan bentuk dan cara melanjutkan dan penghayatan pada abad kita, abad 21 dengan caramu pada abad 19, tidak penting. Bunda Elsabeth yang terkasih, saya mencoba untuk membayangkan bahwa kepastian jawaban ‘YA’ dari surga ‘Itu akan terjadi’ dalam harihari terakhir dalam hidupmu, telah menjadi penghiburan dan Engkau dapat meninggal dalam damai. Bahwa kematianmu bukan berarti kematian biaramu saya telah mengatakannya kepadamu. Ijinkan saya menutup surat ini dengan kata-katamu sendiri, “Semoga Nama Tuhan dimuliakan selama-lamanya”.
7
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Sudahkah wajahku mengungkapkan wajahnya? Dengan melihat wajah, kita dapat terbantu untuk mengenali siapa pemilik wajah tersebut, terlebih jika wajah tersebut sudah familiar bagi kita, dengan cepat kita akan mengenali siapa dia. Melalui wajah, kita juga dapat mengenali perasaan orang lain, apakah dia sedang bahagia, sedih, marah, kecewa, dan lain sebagainya. Wajah mampu mengekspresikan apa yang sedang kita rasakan. Wajah juga memiliki kekuatan untuk memancarkan aura, baik yang positif (memahami, mendukung, memperhatikan menerima, dll.) maupun yang negatif (menolak, membenci, memusuhi, dsb.) Dengan kata lain, wajah mampu menghadirkan pribadi seseorang, perasaan seseorang, juga kekuatan pancaran aura. Pada tanggal 12 Juli - 7 Agustus 2011 yang lalu, aku berada di Biara Induk Maastricht, untuk mengikuti Kapitel Umum. Pada suatu sore, aku terdorong untuk hening sejenak, mengamati sebuah plakat yang melekat di tembok menara yang terletak di halaman Carolus, di depan kapel ‘Onder de Bogen’. Di plakat tersebut terukir patung setengah badan seorang suster, tanpa wajah. Di bawahnya tertulis: ‘Elisabeth Gruyters, Pendiri Kongregasi Sustersuster Cintakasih St. Carolus Borromeus’.
8
Sr. Krispiani Sukarwanti Yogyakarta, Indonesia
Plakat ini adalah hadiah dari para karyawan ‘Onder de Bogen’ pada kesempatan Hari Jadi CB ke-170, hampir 5 tahun yang lalu. Sejenak aku merasa heran dan agak menyayangkan, mengapa wajah Bunda Elisabeth tidak dilukiskan dengan jelas di situ. Seorang suster menceritakan kepadaku bahwa ukiran Bunda Elisabeth tanpa wajah ini dimaksudkan sebagai tantangan bagi kita, para pengikutnya. Menurut si pemahat, setiap anggauta Kongregasi merupakan wajah Bunda Elisabeth; setidak-tidaknya diharapkan demikian.
Tantangan Saat menatap plakat itu, aku sempat bertanya pada diri sendiri: “Pantaskah aku mengisi wajah kosong di plakat ini dengan wajahku? Apakah wajahku mampu mencerminkan semangat Bunda Elisabeth di masa kini?” Sebuah harapan yang membangkitkan tantangan bagi saya khususnya, dan para anggauta Kongregasi CB pada umumnya. Bunda Elisabeth memang sudah meninggal, namun spiritualitasnya telah diwariskan kepada kita, para penerusnya. Apakah semangat yang ditinggalkan Bunda Pendiri sungguh terpancar dalam hidupku? Dengan kata lain, apakah dengan melihat wajah kita, orang akan mampu mengenali wajah Bunda Elisabeth? Wajah yang terus menatap ke depan, wajah yang dengan sikap kontemplatif memandang realita dan keprihatinan dunia saat ini, wajah yang senantiasa memancarkan kasih sebagai tanggapan atas kasih Allah yang telah dialami secara personal dan mendalam oleh Bunda Elisabeth. Dalam refleksiku tidak selamanya wajahku berani menatap ke depan dengan penuh harapan. Adakalanya ketakutan dan kecemasan
Nomer 62 - April 2012
menghantui diriku ketika aku masuk semakin dalam ke tubuh Kongregasi, dan sampai pada “keprihatinan Kongregasi”. Sering aku tak tahu lagi harus berbuat apa. Aku sampai pada titik ketidakberdayaanku. Kadang aku hanya dapat menangis dan mengadu di depan foto Bunda Elisabeth yang terpampang di meja kamarku. Dalam hening dan diamku, seolah-olah Bunda Elisabeth mengajakku untuk mengenang saat Tuhan melawat dan bertindak ketika Kongregasi menghadapi masa-masa yang sulit. Pada saat itu Tuhan kembali menyelamatkan Kongregasi dengan cara yang tidak terduga dan mengagumkan. Tuhan datang dan bertindak tepat pada saatnya. Kenangan inilah yang membuatku berani menatap ke depan lagi dengan harapan baru. Sikap kontemplatif Memandang dengan sikap kontemplatif realita dan keprihatinan dunia saat ini, mulai lingkup terdekat sampai lingkup yang luas, apakah selalu kulakukan? Adakalanya aku tidak berani memandang realita dan keprihatinan dunia karena tahu beratnya konsekuensi yang mesti kutanggung. Aku lalu menertawakan diriku sendiri, setiap hari berdoa: “O Pencinta hatiku yang manis, berilah aku bagian dalam dukaMu…”. Namun saat Tuhan mengajakku untuk terlibat dalam duka-Nya kok aku ingin menghindar dari kesulitan tersebut. Memandang dengan sikap kontemplatif realita dan keprihatinan dunia akan menggerakkan seseorang untuk berbuat sesuatu demi kebahagiaan/keselamatan sesama. Hal ini sudah diteladankan oleh Bunda Elisabeth:
CB Inter In
ketika beliau menerima anakanak miskin (EG 51-53), melayani pasien di Calvarieberg (EG 108-109, 112), melayani anakanak panti asuhan (EG 146-149), mendampingi Ibu Nijpels sampai bertobat (EG 30, 31-37), mendoakan Bpk. Nijpels sampai bertobat (EG 27, 28, 105). Iman dan kasih Sudahkah wajahku mengungkapkan yang membara wajahnya? kepada Tuhan membuat Bunda Elisabeth mampu menemukan kehadiran Tuhan di mana-mana, dan mengenali Kristus yang menderita terutama pada sesama yang mengalami kesengsaraan dan kesusahan. Sikap hidup kontemplatif Bunda Elisabeth mampu membuka harapan dalam hati banyak orang (bdk. Konstitusi psl. 2). Bunda Elisabeth tidak bisa tinggal diam ketika menyaksikan penderitaan sesama. Keprihatinan sesama/ masyarakat yang ada di sekitarnya menjadi keprihatinannya. Ia rela dan berani keluar dari zona hidup yang nyaman menuju zona hidup yang beresiko. Sikap dan teladan hidupnya mengajakku untuk berani memandang realita dan keprihatinan dunia, dan ikut terlibat dalam menanggapi keprihatinan tersebut. Cinta yang tulus Apakah wajahku mampu memancarkan kasih yang tulus? Tidak selamanya aku dapat mencintai sesama dengan hati yang tulus, karena adakalanya kasihku masih
9
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
berpamrih. Kadang merasa kecewa kalau perhatian, upaya-upaya yang kulakukan ternyata tidak ditanggapi, atau bahkan ditolak. Ternyata aku masih ingin diakui dan diterima. Dari Yesus yang tersaliblah Bunda Elisabeth mengalami cinta yang tanpa syarat. Pengalaman kasih Allah yang tanpa syarat inilah yang telah mendorong Bunda Elisabeth untuk membalas kasih Tuhan dengan kasihnya. Aku masih perlu terus berjuang agar dapat mencintai dengan tulus. Nyala api kasih Tuhan di dalam hatiku perlu kupelihara, kukibasi terus menerus, agar dapat berkobar sehingga timbul hasrat untuk membalas kasih-Nya dengan kasihku. Kasih akan melahirkan kasih. Makna yang dalam Plakat sederhana, hadiah para karyawan ‘Onder de Bogen’ ini, memiliki arti yang sangat dalam bagiku. Sebelum Misa Syukur Penutupan Kapitel Umum, kami
utusan dari masing-masing kawasan dan Dewan Pimpinan Umum yang baru sempat berfoto bersama di depan plakat tersebut. Dengan berfoto bersama di depan plakat itu, kami diharapkan dan ditantang untuk dapat mengisi wajah yang kosong tersebut dengan wajah kami masingmasing, sehingga semangat Bunda Elisabeth masih dapat dirasakan oleh mereka yang kita temui dan kita layani. “Bunda Elisabeth, doakanlah kami para pengikutmu agar mampu memancarkan dan menyalurkan Kasih Tuhan dalam pelayanan dan hidup harian kami. Jadikan wajah-wajah kami semakin layak mengisi wajah kosong yang terpampang di tembok tua Biara Induk kami. Dengan demikian kehadiranmu akan tetap dapat dirasakan oleh mereka yang kami jumpai dan kami layani. Bunda, bersamamu kami lambungkan pujian: Dimuliakanlah Nama Tuhan untuk selama-lamanya”.
Delegasi Indonesia dalam kapitel umum 2011 di Maastricht, a.l. sr. Krispiani (ketiga dari kiri), berpose di depan plakat Bunda Elisabeth
10
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
Syukur atas ‘Hari Jadi Kongregasi’ ke-175 Kongregasi kita dari sejak awal berdirinya diberkati Allah, dalam mana keselamatan bagi semua orang diutamakan terutama orang-orang miskin. Persis seperti yang dikatakan Bunda Elisabeth. Bunda Elisabeth merindukan tempat di mana Allah akan diabdi dengan tulus , setia dan sempurna. Itu adalah kata-kata dari seorang wanita sederhana pada jamannya yang merasa memiliki cinta besar, iman, keberanian dan merindukan sebuah tempat baginya dan keselamatan bagi jiwa-jiwa.
Sr. Marichu Cultura Musuan, Filipina
Harapan dan kerinduannya akan hal tersebut tidak pernah keliru. Roh Kudus selalu beserta Bunda Elisabeth dalam melakukan berbagai cinta tanpa pamrih dan belas kasih Yesus Kristus. Sekarang kita berada pada puncak perayaan 175 tahun keberadaan Kongregasi. Dengan setulus hati aku berterima kasih dan bersyukur kepada Tuhan atas segala pengorbanan, kesetiaan, dan kemampuan serta pemberian diri para suster kita terutama mereka yang telah mendahului kita ke rumah Bapa. Aku menghormati mereka karena mereka meninggal dalam melayani kongregasi dan Gereja. Aku yakin bahwa mereka juga pernah mengalami begitu banyak pencobaan, penganiayaan, perjuangan dan penderitaan baik di dalam Gereja meskipun demikian ketekunan, kesetiaan dan komitmen mereka kepada Allah masih tetap dan tidak tak diukur. Aku terpana oleh kasih Allah dalam diri kita, dan oleh kesetiaan-Nya memelihara Kongregasi kita. Ungkapan cinta-Nya melalui para suster dan semangat mereka untuk saling memperhatikan serta keinginan untuk selalu bersatu dengan Kongregasi maupun sebagai dukungan meskipun individualisme tetap hidup dalam pelayanan pada komunitas dan kerasulan kita. Gereja Universal sedang mengalami
Sr. Marichu krisis panggilan dan tak terkecuali Kongregasi kita juga menghadapi situasi dan tantangan besar. Terutama Regio Filipina karena dalam tahun 2015, diharapkan menjadi Regio yang mandiri. Kita mengetahui situasi nyata dalam Kongregasi kita yang mengalami penurunan jumlah anggota dan tidak ada calon yang masuk. Segala sesuatunya akan mempengaruhi bidang finansial, spiritual, moral dan semua aspek dalam kehidupan religius. Tentu saja kami khawatir, cemas, takut dan berlinang air mata, memikirkan masa depan dan membayangkan apa yang akan terjadi. Upaya untuk lebih saling membantu sedang diusahakan
11
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
sebaik-baiknya demi melestarikan Kongregasi kita. Terutama bagi kita para suster muda situasi tersebut merupakan tantangan yang sangat besar. Karena orang-orang percaya pada kreativitas, kapasitas, afeksi dan semangat kita! Tahun Yubile Pada suatu hari dalam doa di lubuk hatiku yang terdalam, aku mencari Bunda Elisabeth untuk menceritakan situasi putri-putrinya yang sedang mengalami kesulitan dan bergejolak hatinya. Di lubuk hatiku yang terdalam dia menjawab: “Kongregasi akan merayakan Tahun Yubile-nya, tahun Tuhan. Akhirnya Dia memberkati Kongregasi kita dalam Nama-Nya sepanjang segala abad.
Allah begitu baik, Ia tidak pernah meninggalkan karya cinta-Nya
12
Mengapa kalian khawatir jika kalian tahu bagaimana harus percaya? Mengapa kalian khawatir jika kalian tahu bagaimana harus berdoa? Kalian harus selalu ingat bahwa aku memulai karya Tuhan dengan tangan kosong, yang kumiliki hanyalah keinginan besar untuk melayani-Nya, aku mengalami ketidakpantasan, penolakan dan kemiskinan yang besar, menyewa rumah, menyewa sebuah alat pemanas, meminjam suster dari kongregasi lain. Tetapi Allah begitu baik, Ia tidak pernah meninggalkan karya-Nya. Dia tidak pernah akan berhenti mencintai kita dan mengabulkan semua doa kita. Dia akan memberkati kita selamanya.... Betapa semuanya itu memberiku inspirasi dan kekuatan
untuk tetap melanjutkan apa yang telah dimulai Bunda Elisabeth demi kemuliaan Allah. Wanita yang kutiru dan jalannya menuju Kristus kuikuti adalah wanita pendoa, kontemplatif namun berjiwa aktif, sebagai pribadi ia menjadi berkat bagi orang lain dan peka akan kebutuhan mereka. Kurnia air mata membuatnya maju dalam menuju kesempurnaan; wanita sederhana dan rendah hati, berani, berakal sehat dan mengabdi Tuhan sepenuhnya. Tantangan Gereja masa kini Apa yang secara pribadi kudoakan dan kuharapkan yakni bahwa selama dan setelah perayaan 175 tahun Kongregasi kita, Saya akan mengenakan senjata dan berbuat seperti Bunda Elisabeth jika aku menghadapi tantangan Gereja jaman sekarang dan menghayati hidup religiusku sebagai suster CB. Hal itu terletak dalam sikap pribadi atau prtobatan yang dibutuhkan untuk mengatasi hari-hari yang menantang. Kini aku bebas dari perbudakan diri sendiri. Sebenarnya kita memiliki begitu banyak saran yang otentik dan bagus: gagasan, program, visi demi kebaikan Kongregasi kita namun siapa yang akan melaksanakannya? Mari kita terus saling mendoakan karena dalam Dia segalanya akan dimungkinkan dan “Jika Ia berbicara dalam hati cinta tidak tinggal diam”. Bunda Elisabeth, doakanlah kami! Santo Carolus Borromeus doakanlah kami!
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
Terbang di atas Sayap Elang Aku berada dalam momen yang menentukan hidupku dan aku sedang mengasah sumber daya pribadiku untuk memulai sesuatu yang baru. Aku kembali ke tanah airku yang tak asing lagi bagiku, aku menatap ke depan mencari peluang-peluang. Dalam pencarian wawasan dan arah, sumber daya batinku merupakan satu-satunya peganganku. Masa transisi ini mengingatkan aku pada kenangan-kenangan 12 tahun (2 kali masa jabatan) dalam Dewan Pimpinan Umum. Duabelas tahun terakhir tinggal di Generalat Kongregasi dapat disamakan dengan sebuah sumur yang dalam di mana aku dapat memperoleh pengalamanpengalaman yang bermakna. Tinggal di Biara Induk dan Provinsi Belanda sebagai nyonya rumah selama bertahun-tahun tidak hanya keterbukaan yang mengagumkan tetapi juga tantangan dalam panggilan yang kupilih.
Sr. Cresencia G. Lagunsad Davao City, Filipina
Konfrontasi konkret Realitas bahwa ‘Provinsi Balanda’ menua dan tidak ada lagi anggota baru yang masuk merupakan konfrontasi konkret pertama bagiku. Setiap kematian dan pemakaman membuatku menjadi ragu akan kelangsungan hidup Kongregasi. Jumlah anggota yang bergabung dalam doa bersama dan perayaan Ekaristi harian di Kapel Besar semakin menurun. Kapel yang dahulu biasanya dipenuhi oleh para suster. Bagiku kenyataan itu merupakan tanda yang cukup kuat yang membuatku melihat kerapuhan dan sebagai Kongregasi berangsur-angsur memudar dalam sejarah. Dalam kenyataan ini seluruh Kongregasi akan menghadapi konsekuensi yang melekat pada faktafakta tersebut. Sesungguhnya mengenali konsekuensi dan
mengatasi hal itu secara realistis merupakan tanggung jawab utama dan terpenting ketika kami sebagai DPU. Menerima kenyataan itu menyakitkan, namun membicarakan hal itu secara terus terang jauh lebih sulit. Sadar atau tidak sadar melarikan diri lebih menghibur meskipun kadang-kadang dari tindakan penolakan itu mendatangkan harapan palsu.
Menerima kenyataan itu menyakitkan, namun membicarakan hal itu secara terus terang jauh lebih sulit Akhirnya, refleksi mendalam pada realitas ini membantuku untuk menggali lebih dalam dinamika kelemahan manusia dan potensipotensi dalam terang undangan Allah akan perubahan yang sedang berlangsung dan kesetiaan dalam perutusan kita. Menyesuaikan diri Sejak aku datang ke Biara Induk, adaptasi terhadap cuaca dingin selalu menyiksaku. Orang yang datang dari negara tropis cuaca dingin selalu merupakan realitas yang menentukan
13
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
empat dengan jendela yang tinggi di bawah atap.
Sr. Cresencia sedang mempersiapkan perutusanya yang baru
14
segalanya. Meskipun diriku dibungkus rapat-rapat, udara dingin tetap saja menyebabkan banyak ketidaknyamanan fisik yang mengharuskan aku memberi perhatian ekstra. Ketika selama musim dingin aku berada di Generalat di Onder de Bogen, aku lebih sering tinggal di rumah daripada keluar rumah yang harus membutuhkan keberanian melawan dingin. Beberapa rutinitas perawatan ekstra diri sendiri untuk melawan dingin menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Ketika pertama kali mengalami hujan salju dan ‘White Christmas’ hal itu tidak lagi menggembirakan! Menyesuaikan diri di dibidang lain bagiku tidak ada masalah. Menjadi krasan merupakan suatu kenyataan konkret dimana kreatifitas memainkan peranan. Misalnya akomodasi yang sederhana dan ramah menyediakan ruang untuk merawat diri. Kamar tidurku terletak di ujung salah satu ‘bangunan-dalam’ di lantai
Keheningan yang merasuk Keheningan di bangunan sayap itu menguntungkan dan pemandangan di atas atap di sekitar kebun tetangga menakjubkan. Keheningan yang meresap selalu merupakan berkat apabila aku rindu akan kampung halamanku dan bila aku lelah dari perjalanan panjang. Situasi ini menjadi kesempatan untuk memperdalam kehidupan batinku sendiri. Jika aku berada di kamarku, alat pemanas merupakan sahabatku yang baik. Aku bebas mengatur temperatur/suhu yang sesuai dengan kebutuhanku sendiri. Dalam keheningan malam yang dingin di negeri orang, kamarku menawarkan kenyamanan dan kehangatan bagaikan rahim seorang ibu. Kadang kala aku merasakan kembali ke dalam rahim ibuku sendiri, aman dan terlindung. Baru sekarang aku merasa beruntung atas pengalaman itu, dan menganggap itu semua sebagai persiapan bagiku untuk lahir kembali. Pengalaman serupa Ada banyak pengalaman serupa lainnya yang juga merupakan sumber inspirasi, refleksi kritis, kekuatan batin dan daya tahan dalam panggilan hidup yang kupilih. Biara Induk sebagai rumah basis, merupakan batu loncatan menuju kawasan luar di seluruh Kongregasi. Undangan untuk pertumbuhan yang menyakitkan dan melepaskan genggaman merupakan pendorong. Di sini aku mengenal potensi-potensiku sendiri untuk membuat pilihan sehubungan dengan hidup atau sibuk dengan kematian panggilan demi pelayanan yang rendah hati. Sesungguhnya
Nomer 62 - April 2012
kepemimpinan sebagai ekspresi pelayanan bukan manipulatif kekuasaan dan otoritas dalam nama Tuhan pada kenyataannya tetap samar-samar. Usahaku sendiri untuk keutuhan dan makna kehidupan merupakan tuntutan yang jelas. Pengalaman penerimaan dan penolakan saling menyatu dan merupakan bagian keaslian hidup dalam komitmen, sehingga membuat keduanya menjadi penting dalam seluruh proses pemberian diri. Namun jangan sampai melemahkan komitmen inti. Dalam banyak hal percaya diri bahwa dicintai dan dipeluk Allah lebih penting daripada perasaan yang menyesatkan bahwa merasa diteguhkan oleh orang lain atau kepedihan atas penolakan mereka. Integritas selalu membebaskan kita di tengah-tengah realitas kehidupan konkret. Dikandung kembali Singkatnya dalam masa jabatan 12 tahun, aku menyadari diriku dikandung dan dilahirkan kembali dengan kepercayaan sepenuhnya akan Kehadiran Cinta yang selalu akan ada bagiku. Untuk tujuan apapun, aku hanya tahu jauh di dalam bathinku aku sedang dibimbing untuk mencapai tujuan tersebut. Saya memiliki perasaan yang dalam, saya merasa dibawa terbang di atas sebuah sayap Elang, baik itu membumbung tinggi atau menukik tajam. Ketinggian dan gaya tersebut tidak ada bedanya lagi. Kepercayaan dan keamanan dalam kekuatan sayap Elang dan cara-cara membawaku didasarkan pada kekuatan cinta dan kesetiaan Elang sendiri. Percaya kepada Elang aku terus menerus menyelidiki mimpi yang ada dalam perspektif. Setiap saat dari seluruh
CB Inter In
penerbangan itu memiliki, masa lalu, sekarang dan masa depan yang masih ditulis pada bintang-bintang di luar cakrawala tetap satu. Hidupku memang sebuah proyek yang terus menerus berlangsung bersama Tuhan yang hidup dan penuh cinta. Cara-cara Allah dalam membantuku menapaki jalan hidupku tak henti-hentinya membuatku terpesona. Dan pada tahun akbar Yubile ini, aku terus mewartakan kebesaran dan keajaiban Tuhan dalam hidupku!
Di depan Salib Aku berlutut di depan salib Bersyukur kepada Yesus yang membiarakan aku ambil bagian dalam penderitaan yang Ia terima dengan rela dan memberi hidup baru kepada semua pengikut-Nya. Itulah yang aku butuhkan untuk menjadi terinspirasi dan terdukung setelah hari-hari yang melelahkan yang membuatku merasa sendirian dan kelelahan. “Itu tidak benar”, sabda Tuhanku. “Kau tidak pernah sendirian. Aku ‘bergulat’ mempertahankan engkau* Aku cinta, peduli, dan melindungi engkau.” “Mari ikuti Aku,” kata-Nya. “Ampunilah mereka seperti aku mengampunimu. Cintailah mereka seperti Aku mencintaimu. Jangan takut, Aku selalu bersamamu.” *
bdk. Keluaran 14:14 Sr. Agnes Ofelia Simbillo Quezon City, Filipina 15
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Apa makna air kehidupan bagiku? Sumber Air kehidupan adalah Tri Tunggal; Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Dunia tidak mau menerima Yesus. Ia disalibkan dan di sisi lambungnya-Nya ditikam dengan tombak. Dari luka-Nya mengalir air dan darah. Dengan penuh kasih Bunda Elisabeth memeluk Yesus yang tersalib dan air itupun mengaliri dirinya. Air itu tidak dapat berhenti, dan mengalir dalam diri kita juga. Karena aliran itu banyak perubahan yang terjadi dalam diriku. Aku merasakan cinta, kekuatan dan kegembiraan. Kini aku ditanya tentang refleksiku pada tahun-tahun terdahulu.
16
Dulu aku masih mempunyai semangat dan kekuatan. Itu dibutuhkan karena memang banyak diminta dariku. Aku mengabdikan diriku lebih banyak pada pekerjaan dari pada melibatkan diri di bidang rohani. Dari hari ke hari aku mencinta sesamaku. Air pemberi hidup mengubah Aku serbaguna kehidupanku dan ringan tangan. Ketika saya tinggal diluar komunitas, disamping 8 jam bekerja aku masih mempunyai pekerjaan membersihkan rumah, memasak, mencuci, menjahit dan berbelanja. Pada waktu itu aku juga banyak menerima tamu dari luar negri dan mereka senang menginap di rumahku. Aku sangat sibuk tetapi aku tidak mau kehilangan emas itu. Aku senang menerima tamu. Bagaimanapun juga pada suatu saat aku menjadi tua dan tidak dapat Sr. Anita Liem Tian Nio melakukan apa yang saya inginkan. Aku harus membuat pilihan. Kembali Maastricht, Nederland ke Indonesia atau ke Onder de Bogen.
Aku memilih kembali ke Onder de Bogen karena di sini aku memulai dan di sini pula aku akan mati. Sebagai suster tua aku akan membuat rosario untuk di kirim ke missi, walaupun sesungguhnya aku lebih senang main musik. Tetapi Accordionku kutinggalkan di novisiat di Indonesia dan Afrika dan gitarku kuberikan kepada tetanggaku. Sekarang aku dipinjami keyboard oleh Stephanie. Memoriku masih baik. Sekarang aku ingin memperdalam hidupku bersama Allah dan dalam Kongrgasi. Dengan kata lain menggali lebih dalam batinku. Sekarang aku memiliki waktu lebih banyak dari pada sebelumnya. Buklet dan suratsurat dari Dewan Pimpinan memperkaya hidupku. Untuk itu aku sangat bersyukur dan berterima kasih. Aku tidak membutuhkan komputer. Otakku masih bekerja dengan baik. Orang-orang muda tentu saja harus tahu tentang komputer demi pekerjaan mereka. Kita kan tidak membutuhkan itu!? Kebanyakan dari kita sudah berusia 80 tahun lehih dan sudah berdiri dengan satu kaki di liang kubur! Bagiku itu hanyalah status. Tetapi terserahlah kepada masing-masing harus tahu sendiri. Lihatlah kekayaan di sekitar kita dimana kita hidup di sini. Demikianlah kuakhiri refleksiku.
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
Terang dan Garam Tugas pelayanan kerasulan di Palembang tidak kurasakan sebagai pekerjaan berat, apalagi sebagai beban. Tersitanya waktu, tenaga, dan pikiran, terlalu kecil dibandingkan dengan kebahagiaan batin atau hiburan rohani yang dianugerahkan Tuhan kepadaku. Biasanya buah dari jerih payah baru muncul sesudah aku pindah ke tempat lain, tetapi kali ini mungkin karena benih sudah kutanam sejak lebih dari 8 tahun yang lalu, maka hasil panen sudah mulai tersembul kecil-kecil, misalnya: pribadi yang semula merasa nestapa, berubah jadi relatif bahagia, sejahtera. Jiwa-jiwa terselamatkan. Keluarga retak kembali bersatu. Entah didorong oleh angin apa, jumlah mereka yang diselamatkan kian bertambah banyak. Mereka saling kenal, menjadi akrab, dan rupanya sama-sama merindukan sering saling bertemu. Susteran CB yang berupa rumah besar di pinggir jalan besar pula, memilik aula yang cukup luas dan cocok untuk aneka kegiatan. Memang itulah yang diinginkan suster pendahulu, yaitu rumah bukanlah untuk dinikmati sendiri, melainkan untuk dipersembahkan kepada Tuhan, melalui pelayanan bagi siapapun yang perlu kami bantu. Disitulah anak-anak Tuhan tekun berkumpul. Disitulah pribadi-pribadi bisa memuntahkan sampah hati, dengan harapan akan pulang kembali ke rumah dengan lega. Mereka berkumpul untuk mendengarkan Firman Tuhan, berdoa, berdialog, hingga tibalah suatu hari, 24 Februari 2008, begitu banyak yang datang. Mereka bersepakat mau rutin datang, secara berkala, dan membentuk diri menjadi satu kelompok.
Sr. Arini Sri Sukarti Jakarta, Indonesia
TEGAR Merekapun mengusulkan sejumlah nama untuk kelompok, dan akhirnya disepakatilah salah satu nama, yaitu: TEGAR. Maksud mereka: teguh dalam iman kepada Tuhan. Tetap tegar menghadapi badai dan gelombang kehidupan. Di samping
itu TEGAR juga mereka maksudkan sebgai kependekan dari semboyan “TErang dan GARam. Begitulah mereka berhasrat mewujudkan diri sebagai “Terang dan Garam” bagi sesama. Mereka adalah kaum muda dan keluarga-keluarga muda. Semuanya ingin berlindung kepada Hati Yesus. Akhirnya diputuskannyalah 1 Juni sebagai HUT TEGAR, karena bulan Juni sarat akan peringatan Hati Yesus. Mereka juga menyatakan bahwa mencintai kongregasi suster CB, maka mereka juga mulai bergerak, berusaha mengenal suster CB. Kebersihan dan kerapihan TEGAR mulai berkegiatan secara sederhana, meneladan Santo CB yang menurut kisahnya dalam internet, cinta akan kebersihan & kerapian gedung gereja. Berdasarkan alasan itu beberapa gereja mereka datangi, untuk mereka bersihkan. Bangku, lantai, almari, pot bunga kuningan, buku-buku bisa kembali bersih dan mengkilat atau paling tidak lebih baik daripada sebelumnya. Secara organisatoris, TEGAR berkiprah di sebuah dekenat, artinya para anggotanya berasal dari
17
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Perpisahan dengan ‘TEGAR’ lintas paroki dalam 1 dekenat. Dari sejak awal berdirinya mereka menyadari akan kebutuhan akan tuntunan. Para pengurus sudah menhadap Bapak Uskup Agung Romo Deken untuk mohon seorang romo menjadi moderator.
Yang terpenting mereka mencapai keselamatan jiwa dan kesejahteraan Ketika suster provinsial CB berkunjung ke Palembang, mereka juga dengan mantap bersemangat memperkenalkan diri kepada beliau. Beliau jualah yang menyentilku agar menulis tentang TEGAR.
18
Cita-cita setinggi langit Setinggi langit impian TEGAR, seperti fatamorgana, tak mungkin tercapai.
Mereka membayangkan citacita: semua manusia terselamatkan. Itulah ringkasan visi sederhana mereka. Untuk itu mereka menekankan agar TEGAR selalu dan senantiasa berupaya memperdalam pengetahuan, memperluas wawasan iman. Kalau dari kelompok Bina Panggilan Hidup (BPH) Yogyakarta telah lahir imam2, bruder, suster, dan keluargakeluarga yang sungguh katolik, kenapa ‘Tegar’ tidak? Sayang, kendala TEGAR jauh lebih besar daripada BPH Yogya. Di samping dukungan dari bapak uskup agung & pejabat Gereja lainnya, ada rintangan di sepanjang perjalanan ke depan yang bersifat tidak kristiani dan sangat kuat. Sesaat kukira TEGAR akan buyar ketika aku pindah, tetapi ternyata tekad dan semangat mereka bagai banteng. Seperti pengalaman bunda Elisabeth waktu mau mulai berkarya di “Calvarieberg”, mendapat begitu banyak godaan, begitu pula TEGAR. Ternyata hingga kini, dalam tuntunan romo moderator mereka masih eksis. Ketika kukatakan: “TEGAR tidak harus berada sebagai kelompok”, mereka menyahut: “Selama Tuhan masih mengijinkan, kami mau tetap ada”. Bagiku tak perlu ada keharusan. Ada TEGAR atau tidak, sama saja. Yang penting semoga saja pribadi-pribadi mereka menggapai keselamatan rohani-jasmani. Walau di dalamnya, tetap kumeteraikan kerinduan: ada aspiran muncul darinya. Mudahmudahan dengan pendamping baru, TEGAR tumbuh, maju, berkembang, saling membantu, memperluas cakrawala keimanan.
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
Aku menjadi pilihan Sejak masih sangat muda, aku merasa bahwa Tuhan memanggilku. Terutama sejak aku menerima komuni pertama. Aku begitu tersentuh oleh kasih Allah yang tidak pernah meninggalkanku. Ketika berusia 19 tahun aku boleh mendaftarkan diri dan pada usia 20 tahun aku berangkat ke Maastricht. Pada waktu itu tahun 1935. Sebelum aku berangkat ke Maastricht dari Rumah Induk aku menerima buku kecil yang bagus tentang Bunda Elisabeth pendiri Kongregasi dan dua doa: O Pencinta hatiku yang manis dst, dan yang kedua: “O, Surya Illahi turunlah ke dalam hatiku. Agar tertusuklah aku oleh cahaya kasihmu”. Aku tersentuh oleh cahaya cinta itu. Sehingga aku tidak dapat lagi tanpa Cinta Allah dan kehadiran-Nya. Aku ingin mengerjakan dan melakukan segalanya agar aku semakin dekat dengan Cinta Allah. Selama 75 tahun hidup membiara aku melaksanakan berbagai tugas dengan penuh cinta dan pengabdian. Cintaku yang kuat pada Kristus membuat aku bersedia melakukan apa saja demi keselamatan jiwa-jiwa dan pertobatan orang - orang berdosa.
Sr. Joannita van der Meer Maastricht, Nederland
Banyak tugas Dalam kurun waktu puluhan tahun itu berbagai tugas aku laksanakan, antara lain tugas di: pelayanan orang sakit, kapel sebagai koster, resepsionis, penerima tamu, dan bertugas di kamar jahit. Dalam kehidupan religiusku aku dapat mengabdikan diri dengan berbagai macam cara. Aku merasa bahagia boleh bekerja di kebun anggur Tuhan ini. Pada saat ini aku masih dapat melakukan sesuatu untuk misi. Tahun-tahun terakhir ini sangat sulit bagiku. Mengapa? Karena aku merasa tidak dimengerti dan merasa dilupakan. Lagi-lagi cinta Allah kurasakan, saya tidak harus menanggung derita sendirian. Bukankah Sang Mempelai Pria terkasih berjanji dan mengatakan: “Aku akan bersamamu” Namamu telah tercantum dalam telapak
Sr. Joannita sedang menikmati keheningan di kamarnya tangan-Ku. Masih ada banyak yang dapat diceritakan dalam hidupku tetapi aku akan hidup dari hari ke hari bersama Kristus yang semakin dekat kehadiran-Nya dan aku ingat akan kata-kata Bunda Elisabeth: “O, Surya Illahi turunlah ke dalam hatiku. Agar tertusuklah aku oleh cahaya kasihmu”.
19
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Kamping rohani bersama anak-anak muda Kamping adalah kegiatan rutin tahunan yang diadakan untuk mengisi liburan musim panas sekolahskolah di Nederland. Bagiku tahun ini sungguh istimewa karena aku mengikuti camping 2 kelompok yang sangat berbeda. Pada tanggal 11 s/d 15 Juli 2011 aku mengikuti Meidenkamp yang diadakan oleh keuskupan Roermond. Meidenkamp ini adalah kamping untuk anak-anak perempuan usia 12-17 th. Pada waktu itu peserta kamping berjumlah 24 anak, 9 pendamping, termasuk aku dan Sr Juli dari Kongregasi Petrus Klaver, 1 pastor dan 5 ibu staf dapur. Pada tanggal 16 s/d 21 Agustus 2011, Sr. Leocardia dan aku mengikuti Jongenskamp yang diadakan oleh kelompok “Zaterdag Middag Club” dari Sittard. kamping ini khusus untuk anak laki-laki usia 6-16 th dengan pendamping usia 17-25 th. Peserta Meidenkamp berjumlah 39 orang, peserta Jongenskamp berjumlah 78 orang terdiri dari 65 anak, 1 pendamping, 1 pastor, 1 frater, 8 ibu dan 2 suster. Perbedaan antara Meidenkamp dan Jongenskamp bukan hanya pesertanya tetapi juga tempat kampingnya.
20
Sr. Hedwig Wigi Astuti Maastricht, Nederland
Pengalaman dalam Meidenkamp Meidenkamp untuk anak perempuan dan Jongenskamp untuk anak laki-laki. Meidenkamp diadakan di biara suster “Arme Kindje Jezus” (Sang Timur) di Simpelveld. Ruang makan para suster yang cukup besar diubah menjadi ruang tidur bagi anak-anak. Semua anak tidur dalam satu ruangan menggunakan ‘slapzaak’ (kantong tidur) yang mereka bawa masingmasing. Sedangkan Jongenskamp yang diadakan di tempat perkemahan pramuka di Kessel-Eik (Belgia), anakanak dan pendamping pria tidur di tenda, sedangkan ibu-ibu dan suster tidur di dalam rumah. Saya tidak akan menceritakan lebih lanjut
tentang Jongenskamp tetapi tentang pengalaman saya dalam Meidenkamp. Bahasa Belanda Dalam tahun 2010 saya mengikuti Meidenkamp (kamping untuk anak perempuan usia 7-12 th), sebagai staf dapur. Karena Bahasa Belandaku masih sangat terbatas, tugas di dapur menjadi kesempatan berharga bagiku untuk latihan berbahasa Belanda dan mengenal anak-anak. Tahun ini para pendamping memintaku untuk masuk dalam staf pendamping dan tim katekese bersama Pastor Pierik dan Sr Juli. Tugas yang tidak mudah karena aku harus terlibat dalam seluruh kegiatan dan ikut merencanakan acara katekese. Sejak bulan November 2010, panitia sudah terbentuk dan mengadakan beberapa kali pertemuan untuk pembekalan para pendamping, sehingga persiapan kamping cukup matang. Berhubung semuanya dalam Bahasa Belanda aku membutuhkan banyak waktu untuk mempersiapkan diri. Namun demikian, aku masih tetap merasa tegang ketika acara kamping tiba saatnya. Tidak mudah Hari pertama, aku menjelaskan kepada Pastor Pierik tentang acara
Nomer 62 - April 2012
misa yang telah Sr Juli dan aku siapkan, khususnya tentang doa umat. Waktu itu Pastor Pierik sulit sekali menangkap penjelasanku. Orang tidak selatu memahami apa yang kumaksud Spontan dia berkata, “Betapa sulit berkomunikasi diantara kita, suster”. Akhirnya kujelaskan dengan peragaan, sehinggga pastor sungguh-sungguh dapat memahami apa yang kumaksud. Peristiwa tersebut membuatku berkecil hati dan merasa betapa terbatasnya kemampuanku saat ini, padahal selama 5 hari aku harus bekerjasama dan berkomunikasi dalam Bahasa Belanda. Setiap pagi kubuka hari dengan doa mohon kemampuan yang aku butuhkan untuk mendampingi anak-anak. Dalam melaksanakan perutusan ini aku hanya bisa menggantungkan diri pada Tuhan. Untung aku masih dapat mengikuti seluruh acara dengan baik. Akhirnya aku hanya bisa bersyukur dan mengalami bahwa aku hanyalah alat yang siap sedia dipakaiNya. Tuhan memberiku kemampuan yang dapat membuatku dekat dengan anak-anak. Poco-poco Dalam salah satu acara workshop, para suster komunitas Stella Maris diundang untuk memperkenalkan “Angklung dan Poco-poco”. Sr. Floriana dan Sr. Leocardia memperkenalkan Angklung, sedangkan Sr. Josephine dan aku memperkenalkan Poco-poco. Mereka senang dengan acara ini. Setelah workshop, hari berikutnya kami meneruskan latihan Poco-poco karena anak-anak ingin menampilkan Pocopoco sebagai ucapan terima kasih kepada orang tua mereka. Orangtua
senang melihat anak-anaknya bisa menari Poco-poco. Mereka juga heran, ternyata suster bisa mengajari anak-anak menari seperti itu. Aku terkesan dengan ungkapan salah satu staf dapur yang baru pertama kali mengikuti kamping ini. Ia mengungkapkan bahwa dalam usianya yang hampir 80 th pada awalnya ia merasa berat bertugas menyiapkan makanan untuk sekian banyak orang. Tapi setelah mengikuti acara-acara yang diselenggarakan, ia mengatakan, “aku mengalami liburan rohani, tahun depan aku mau membantu lagi”. Memang benar, kamping ini lebih banyak kegiatan rohaninya. Setiap pagi acara dibuka dengan senam, doa pagi dan makan bersama. Acara selanjutnya: Ekaristi, permainan, makan siang, katekese, makan malam, mempersiapkan bacaan, lagu-lagu dan doa umat untuk Perayaan Ekaristi hari berikutnya. Sebelum tidur acara ditutup dengan doa penghormatan kepada sakramen Maha Kudus. Anakanak juga mendapat kesempatan untuk mengaku dosa secara pribadi, hal yang sudah jarang dilakukan di sini. Sudah 2 tahun kamping diadakan di biara suster Sang Timur, tujuannya adalah selain rekreasi juga memperkenalkan kehidupan rohani dan religius kepada anak-anak. Suasana biara sangat mendukung tujuan tersebut. Pada kesempatan itu juga diadakan acara khusus berdialog dengan para suster, agar mereka mempunyai gambaran tentang kehidupan membiara. Selain itu, Bapak Uskup juga datang berdialog dengan anak-anak memperkenalkan hidup menggereja. Tanggapan orang tua dan anak-anak terhadap kamping ini sangat bagus. Tahun ini jumlah
CB Inter In
21
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Sr. M ma
Sr. Hedwig di antara kaum muda
22
peserta Meidenkamp lebih banyak daripada tahun lalu. Keuskupan ingin meneruskan program ini, tapi ternyata tidak mudah untuk mendapatkan biara yang bisa menampung anak-anak. Kami sangat beruntung selama 2 tahun biara suster Sang Timur bisa menerima kami dan anak-anak. Tahun-tahun berikutnya kemungkinan besar biara Sang Timur tidak bisa menerima kami lagi. Hingga saat ini panitia masih mencari lokasi kamping tersebut. Mereka berharap kamping tahun depan dapat diadakan di biara Onder de Bogen, Maastricht. Aku pun berharap demikian, meskipun kemungkinan itu sangat kecil. Ada banyak pertimbangan untuk
menerima mereka di Onder de Bogen. Hidup religius Sejak pertama kali mengikuti kamping ini, aku telah merindukan hal itu. Ini kesempatan yang bagus untuk memperkenalkan kembali Spiritualitas dan Kongregasi kepada kaum muda di sini. Semoga harapan itu dapat terwujud. Semoga nama Tuhan dimuliakan dan sesama diabdi dengan tulus ikhlas melalui kehadiran para suster di sini.
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
Kerasulan kasih Komunitas Sengerema adalah sebuah komunitas multikultural dengan tujuh anggota yang berasal dari Indonesia, Belanda ,Tanzania, Kenya, Kongo. Komunitas kami cukup harmonis, berkat keterbukaan, toleran, respek, satu sama lain, pemimpin komunitas yang bersifat keibuan, dan dapat menciptakan kebersaamaan. Suasana hangat seperti ini tidak hanya terjadi di biara saja. Misalnya: Di Bustani C ada 4 anak yang tinggal di sana. Mereka adalah anak-anak yang dibuang. Mereka kini berusia antara 3 dan 7 tahun dan semakin bertumbuh menjadi dewasa serta merasa bahwa mereka merupakan bagian dari kami. Bustani C terletak tidak jauh dari rumah sakit.
Sr. Marie José di depan pintu masuk R.S. Sengerema
Sr. Marie José Voeten Sengerema, Tanzania
Oleh karena itu jika ada pastor yang dirawat di rumah sakit, keluarganya dapat tinggal di Bustani C tersebut. Di sana mereka dapat memasak, menjediakan makanan dan kadangkadang mereka juga menginap di rumah ini. Kami berbagi suka dan duka. Ketika pasien sembuh kami ikut gembira, dan duka, jika pasien akhirnya meninggal. Sesekali komunitas kami mempunyai anggota sementara. Tahun yang lalu ada dua suster yang belajar di Universitas St. Augustin di Nyegezi, Mwanza, untuk mendapatkan gelar sarjana di bidang pendidikan. Mereka datang untuk praktek mengajar di sekolah St. Caroli dan tinggal bersama kami selama dua bulan. Setelah beberapa waktu mereka seperti salah satu dari anggota komunitas kami, mereka ikut ambil bagian tugas giliran doa dan melakukan tugas-tugas kecil di komunitas. Baru-baru ini seorang perawat muda, yang kelak setelah dia mendapatkan pengalaman di rumah sakit, diharapkan menjadi instruktor klinis di sekolah keperawatan Sengerema, selama dua bulan pertama dalam pekerjaannya, sebelum dia mendapat tempat tinggal dan memasak sendiri ia makan di komunitas bersama kami. Sengerema clinical officers training, tidak jauh dari biara kami. Salah satu
suster kami adalah mahasiswa tahun ke-2 di sana. Ia adalah salah satu dari sekitar 350 siswa di antara mereka ada 30 suster, 3 pastor dan 1 bruder. Terutama di akhir pekan dua atau tiga orang bergabung untuk makan, minum dan menonton televisi. Mereka merasa krasan di rumah kami, dapat beristirahat dan rileks, beberapa menit, sebentar bisa keluar dari kamar yang kecil dan padat dari perguruan tinggi mereka. Dua minggu yang lalu, Sr. Elisabeth dari Dodoma St. Gemma Galgani, mahasiswa COTC, harus memperbaharui kaul. Dia bertanya kepada kami apakah kami bersedia mewakili pemimpin biaranya. Tentu saja kami bersedia. Perayakan Ekaristi diselenggarakan dikapel kami. Sr. Hanna menerima pembaharuan kaul dari Sr. Elisabeth, sementara kami berdua menjadi saksi. Paduan suara oleh para religius dari berbagai Kongregasi. Setelah perayaan Ekaristi dilanjutkan dengan makan bersama: para suster, pastor paroki dan asistennya. Pastor paroki, Pastor Adrian mengungkapkan penghargaannya atas keramahan dan hospitalitas biara CB. Berbicara tentang berbagi spiritualitas kita, hal ini adalah cara kami yang sederhana untuk berbagi spiritualitas kita. 23
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
‘Open House’ siap mendengarkan Para suster CB selama 25 tahun tinggal di Vanderschrickstraat di St.Gilles. Tepat sebelum liburan musim panas kami mengadakan salam perpisahan. Kami masih sempat berbincang-bincang dengan Sr. Karita Suharti. Ia dari Indonesia ke Belgia untuk melaksanakan perutusannya. Dengan wajah yang berseri-seri dan ceria ia selalu tersenyum. Provinsialku di Indonesia mengutusku ke sini, aku sendiri tidak memintanya. Aku mengenal Belgia hanya dari peta saja, jadi sangat dangkal! Di Indonesia aku mengajar di SMA. Aku harus meninggalkan segalanya, famili, tanah air dan para suster. Kedatanganku di sini sebagai ungkapan iman dan kepercayaanku. Harapan Saat itu Mgr. De Hovre sangat merindukan di kawasan ini ada komunitas suster yang berbahasa Belanda. Karena itu Pastor Willy Delbeke dan Uskup meminta Kongregasi kita via komunitas Leut untuk merealisasikannya. Akhirnya akulah yang diutus ke Sint. Gilles. Pada tgl. 18 Oktober 1986, aku datang ke sini dengan penuh keyakinan bahwa jika Allah memanggilku, Dia pasti akan membimbingku.
24
Koen Cauberghs Mechelen, Belgia
Kebebasan sejati Semula aku tinggal di Merodestraat dengan tiga pater dari Ordo White Pater. Sendirian sebagai suster hidup di antara orang-orang, aku harus membiasakannya. Tetapi itu juga merupakan rahmat karena aku merasakan kebebasan sejati. Kecuali itu aku juga harus menemukan dan mempelajari segala sesuatu. Setiap sore ke luar rumah dengan peta di tangan untuk mengenal jalan-jalan dan taman tempat bermain. Kadang-
kadang aku tersesat. Aku menerima keterbatasanku Ketika itu aku masih harus belajar Bahasa Belanda di Sekolah Dasar Leut, selama 3 tahun dan di Hasselt setahun. Aku harus menerima keterbatasanku. Bahasa Belandaku belum baik aku sudah harus pindah ke Brusel. Di sini, di luar rumah, tidak seorangpun berbahasa Belanda, namun aku tetap belajar bahasa Belanda. Setelah 7 tahun di Brussel, aku belajar Bahasa Perancis untuk pemula dan belajar Bahasa Inggris sedikit agar bisa berkomunikasi dengan masyarakat Filipina di sini. Kumuh Setahun kemudian aku pindah ke Jalan Vanderschrick, no. 103. Di rumah ini banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, karena bangunan kumuh dengan bau yang tak sedap. Situasi itu justru memberiku semangat untuk membersihkan dan mengerok dinding yang sangat kotor. Dengan bantuan Para suster dari Leut dan relawan dari lingkungan, akhirnya rumah itu layak dihuni. Ketika kami menerima para gelandangan, sebenarnya rumah kami belum siap. Di sini kami benar-benar tidak dikenal. Tetangga kami berasal dari, Maroko, Kongo, Polandia, Armenia dan Italia. Para suster dari Belanda dan Indonesia. Kami mulai dengan
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
menyapa tetangga di jalan dan saling berkunjung. Ketika kapel dan rumah kami diberkati, pada tgl. 25 Maret 1988, pesta Maria menerima kabar Gembira, mereka juga kami undang. Setiap hari Rabu sore kami menerima anak-anak yang tidak memiliki tempat bermain. Pendengar yang baik Tugas utamaku pastoral, mendengarkan orang-orang yang datang ke rumah, merka ada yang minta makan, ada juga yang minta tempat tinggal. Kecuali itu sebagai katekis di paroki aku menerjemahkan pengalaman imanku dalam situasi kongkret. Hingga kini, hidupku tidak pernah membosankan karena setiap hari ada saja sesuatu yang baru dan berbeda. Pada musim panas banyak kelompok kamping musim panas yang diadakan bagi anak-anak yang tidak memiliki acara liburan. Kelompok itu kecil pesertanya paling banyak 15 anak. Kamping itu merupakan kegiatan multikultural dan multireligius. Dalam kegiatan itu aku membimbing mereka dan aku banyak belajar mengenai peraturan sosial, anak-anak belajar saling mengenal dan menerima satu sama lain. Di Kemudian hari kami merencanakan liburan semacam itu bekerja sama dengan organisasi relawan: ‘A place to live’. Pastori Aku akan kembali ke Leut dan tinggal di pastori bersama dua suster yang lain. Sebelumnya para suster tinggal di puri/kastel. Leut sangat penting bagi Kongregasi karena Elisabeth Gruyters Pendiri Kongrgasi kami berasal dari sana! Para suster CB telah meninggalkan Brussel dan masyarakat Brazil di
Perpisahan dengan paroki Sint-Gilles di Brussel Brussel berjanji untuk melanjutkan spiritualitas ‘Open House’.
Masyarakat Brasil di Brussel akan melanjutkan spiritualitas ‘Open House’ Saya bahagia dan bersyukur bahwa masyarakat Brasil mengambil alih sesuatu yang telah kami mulai. Demikianlah, kesaksian Sr. Karita.
* Dengan izin dari Pastoralia, majalah bulanan Keuskupan Agung MechelenBrussel
25
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Ajarilah aku terlibat dalam hati Menyelenggarakan Kapitel berarti mengadakan refleksi atas keberadaan kita sebagai Kongregasi, pada masa sekarang dan masa mendatang. “Semoga hati kami bernyala-nyala karena cinta, buatlah kami cakap dalam pengabdian-Mu.” EG.39. adalah tema kapitel 2011. Bagaimana aku dan juga para suster yang lain mempersiapkan diri untuk itu? Dalam kelompok-kelompok kecil di komunitaskomunitas diadakan renungan dan refleksi serta pembicaraa-pembicaraan mengenai hal itu. Tetapi apa yang harus aku lakukan? Apa yang masih bisa aku lakukan? Secara fisik sangat sedikit yang dapat aku lakukan atau bahkan tak dapat melakukan apa-apa, tapi aku masih selalu dapat berdoa dengan bantuan dan bimbingan Tuhan. Ajarilah aku untuk dapat terlibat dalam hati. Karena hal tersebut menyangkut diriku dan komunitasku! Aku mencari petunjuk dalam kehidupan Bunda Elisabeth, konkretnya aku akan mencoba setiap hari merayakan Ekaristi dengan penuh kesadaran. Bagaimana Bunda Elisabeth melakukan hal ini? Dari tahun 1820 s/d tahun 1836, dia berdoa, dan pada tanggal 15 Agustus dalam perayaan Misa Agung, ia menerima jawaban YA dari surga. Dari sanalah kita merasa Kongregasi dimulai. Sebelum ia memberanikan diri untuk memperkenalkan diri kepada Deken Van Baer ia menghadiri perayaan Ekaristi! Pada awal Kongregasi di biara kita belum memiliki kapel. Para suster selalu pergi ke gereja paroki. Baru pada tahun 1844 Bunda Elisabeth menulis,
26
Sr. Godefrida van der Heijden Maastricht, Nederland
Allah yang baik menghendaki bahwa kita harus tinggal di rumah yang lebih baik, kemudian ada pembicaraan mengenai tempat hening untuk berdoa, yakni sebuah kapel. Dan pada tahun 1845 pada tanggal 11 November, Misa pertama diselenggarakan di sana dan dirayakan secara meriah dan khidmat. Sebagaimana hal itu diceritakan oleh Bunda Elisabeth sendiri. “Betapa gembira hatiku memiliki kebahagiaan besar ini!” Sebelum tahun 1845 upacara pengikraran prasetia para suster selalu diselenggarakan di gereja paroki yakni Gereja St. Servaas. Ketika masih hidup, Bunda Elisabeth menulis bahwa bapa pengakuannya menyarankan agar ia menghadiri
Nomer 62 - April 2012
Misa Kudus setiap hari supaya kehidupan yang penuh semangat sungguh-sungguh dapat dicapai kembali! (EG.104) Sebelum pesta pertobatan St Paulus, ia menulis: “… Kami akan menghormati Rasul besar ini dengan menerima Komuni Kudus bersama seluruh anggota komunitas kita”. Agar ia membantu kita berdoa untuk keselamatan Gereja Kudus.
Betapa gembira hatinya memiliki kebahagiaan besar ini! Dalam kesusahan besar aku sering berseru. “Siapakah yang akan memisahkan aku dari kasih Allah?” (EG.106) Oh, hati kami bersatu dengan Kristus terutama dalam perayaan Ekaristi yang dikorbankan di altar bagi kami. Pada 1843 Bunda Elisabeth bersama beberapa suster memulai karyanya di Kalvari. Pertama-tama dalam tahun 1857, ia di sana mendapat Rektor. Ia sangat teliti dan berhati-hati dalam menabur benih yang baik di hati orang-orang. Dia menunjukkan kasih yang besar kepada Allah! Sekarang di sana setiap hari ada dua kali Perayaan Ekaristi harian, dari Rektor dan yang lain dari pastor Jesuit, sehingga para suster dapat bergantian mengahdiri misa dan pasien dapat dibantu dan dilayani. Dalam buku riwayat hidupnya, Bunda Elisabeth sering menyebutkan kehidupan rohaninya sendiri. Ia berbicara tentang doa, tentang memelihara kehidupan rohani para susternya; dan keprihatinan terhadap kehidupan rohaninya sendiri. Betapa sering ia berdoa antara lain mohon kesabaran, mohon kepercayaan dalam berelasi dengan Allah, sesama
CB Inter In
suster dan sesama manusia. Ia prihatin memikirkan bagaimana mengangkat seorang pemimpin yang baik dan tetap menjadi diri sendiri. Juga betapa ia bersyukur kepada Allah dan kepada semua orang yang menemaninya dan menunjukan jalan yang harus ditempuhnya. Di sana masih banyak hal untuk dipikirkan, didoakan dan bagi siapa yang memiliki bakat menulis untuk ditulis. Marilah kita berdoa bagi para suster dan pemimpin dengan perantaraan Bunda Elisabeth agar dapat menanggapi kasih karunia Allah. Amin. Semoga demikian!
Kolofon CB Inter In Nomer 62, April 2012 CB Inter In terbit 3x setahun dalam 3 bahasa. Koordinasi redaksi Sr. Yulita Staf redaksi Sr. Adeltruda, Sr. Rosaria Alih bahasa Sekertariat generalat Redaksi akhir Jaap van Term Cover Sr. Lisbeth Lay-out Wim Puts Percetakan Drukkerij G. Creemers Sint-Odiliënberg Alamat redaksi Postbus 206, 6200 AE Maastricht E-Mail
[email protected] 27
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Tuhan, bimbinglah kami, dalam perjalanan kami Doa Allah yang penuh cinta dan belas kasih, kami bersyukur atas pendirian dan pengembangan Kongregasi ke berbagai negara di dunia di mana cinta-Mu dibagikan dan sesama diabdi. Sumbangan kami bagi Gereja dan masyarakat membawa banyak berkat bagi kami sepanjang tahun. Kami bersyukur atas penyertaan-Mu dalam perjalanan kami selama 175 tahun yang lalu dan kami memandang ke depan berharap di masa mendatang dalam melanjutkan perjalanan kami juga bersama-Mu. Kami mempercayakan diri kepada-Mu, semua suster dan keluarga kami masing-masing yang dengan murah hati mendukung panggilan kami. Membantu kami untuk menjadi lebih peka terhadap tanda-tanda zaman sehingga pada gilirannya kami dapat menanggapi dengan murah hati seruan generasi ini dengan cara seperti yang Engkau kehendaki kami lakukan. Tingkatkanlah iman kami dan tingkatkan pula jumlah anggota kami sehingga kami dapat secara efektif dan afektif menjadi saksi Injil-Mu. Tuhan membimbinglah kami dalam perjalanan kami agar kami dapat menawarkan kualitas Gereja Semesta, cinta dan pengabdian, serta akan mampu mewujudkan visi Gereja kaum miskin. Bila Kongregasi kami menghadapi tantangan dan keprihatinan, berilah kami semua rahmat untuk tetap semakin mencintai Engkau dan dapat menyalurkan pesan cinta-Mu tanpa syarat dan penuh kasih kepada orang miskin dan berkekurangan, serta menderita karena “Jika Allah berbicara dalam hati, cinta tidak tinggal diam”. Semoga nama Tuhan dimuliakan selamanya dan umat-Mu diabdi dengan setia. Amin! Sr. Agnes, Sr. Gemercia dan Sr. Cletha
28
Sr. Agnes Ofelia dan Sr. Cletha Baay Quezon City, Filipina