1 NILAI-NILAI PEMBENTUK PERADABAN MANUSIA Atot Sugiri Staf Pengajar Program Studi PGSD STKIP Bina Mutiara Sukabumi Jl. Pembangunan (Salakaso) Desa Pasir Halang Kotak Pos 01 Kec. Sukaraja Sukabumi Telp: (0266) 6243531
[email protected] Abstrak Tujuan penulisan makalah ini adalah mengurai perjalanan nilai-nilai dari masa ke masa yang membentuk peradaban manusia. Tujuan dari penciptaan manusia adalah untuk beribadah dan menjadi khalifah di muka bumi. Salah satu tugas khalifah adalah membangun peradaban manusia dengan nilai-nilai yang diajarkan Allah Swt. Dalam sejarah perkembangan umat manusia, telah banyak peradaban tinggi yang telah dibangun oleh manusia di berbagai belahan muka bumi sehingga manusia dapat bertahan hidup hingga dewasa ini. Banyak faktor pembentuk peradaban, di antaranya faktor geologis, geografis, ekonomi, dan immaterial. Adapun anasir pembentuk peradaban, meliputi ilmu, sistem dan keteraturan, keamanan, serta kesatuan dan kerjasama. Para ahli merumuskan nilai-nilai pembentuk peradaban, di antaranya nilai teori, ekonomi, estetika, sosial, politik, dan agama. Dari nilai-nilai tersebut dalam perjalanan sejarahnya, peranan agama (baik agama langit dan agama bumi) menjadi nilai yang paling utama dalam membentuk peradaban manusia. Oleh karena itu, pendidikan agama memiliki peranan penting dalam membangun peradaban manusia. Keadilan adalah inti bertahannya suatu peradaban, maka tugas pendidikan adalah bagaimana menanamkan prinsip-prinsip keadilan dan science dalam bingkai nilai-nilai keagamaan. Kata Kunci: Nilai, Khalifah, Peradaban.
PENDAHULUAN “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’. Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya, aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!’. Mereka menjawab, "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”1 Ketika Allah Swt. hendak menjadikan khalifah di muka bumi, terjadi dialog yang menarik antara Allah Swt. sebagai Sang Khaliq dengan pembantu terdekat-Nya yakni para Malaikat yang senantiasa ta’at patuh menyembah-Nya. Para Malaikat menyatakan keberatan 1
Q. S. Al-Baqarah, ayat 30 - 32.
2 dengan dijadikannya manusia sebagai khalifah karena dipandang akan berbuat kerusakan di muka bumi. Allah Swt. meyakinkan para Malaikat bahwa manusia baru (Adam) yang hendak dijadikan khalifah ini akan tampil beradab dan tak akan berbuat kerusakan di muka bumi, dikarenakan Allah sendiri sebagai Sang ‘Alim telah mengajarkan berbagai asma/ilmu yang akan menuntunnya sebagai manusia yang beradab. Dari ayat di atas, ada simpulan yang menarik bahwa ada sosok manusia yang akan berbuat kerusakan di muka bumi seperti yang dikhawatirkan para Malaikat dan sosok manusia kebalikan dari sifat merusak, yakni manusia beradab yang bisa membangun peradaban (ini yang diyakinkan Allah Swt.). Manusia baru tersebut telah dibingkai dengan asma/ilmu/norma/nilai, dan diproyeksikan menjadi khalifah yang diharapkan dapat membangun peradaban dengan nilai-nilai yang diajarkan Allah Swt. Dalam kisah Alquran tersebut, selanjutnya Nabi Adam as. dinobatkan menjadi khalifah pertama di muka bumi dengan ditemani pendamping setia Siti Hawa dan dimulailah babak baru peradaban manusia dengan segala macam problema yang dihadapi oleh mereka berdua berikut keturunannya. Peradaban terus dibangun oleh setiap generasi penerus turunan Adam as., masing-masing membawa nilai-nilai yang mampu membangun dan mempertahankan suatu peradaban hingga sekarang ini. Dalam perkembangannya, istilah peradaban sering dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian terhadap perkembangan kebudayaan. Ketika perkembangan kebudayaan mencapai puncaknya dengan wujud unsur-unsur budaya yang bersifat halus, indah, tinggi, sopan, luhur, dan sebagainya, maka masyarakat pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah memiliki peradaban yang tinggi. Peradaban sering juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan, dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.2 Tinggi rendahnya peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor pendidikan, kemajuan teknologi, dan ilmu pengetahuan. Setiap masyarakat atau bangsa di manapun selalu berkebudayaan, tetapi tidak semuanya telah memiliki peradaban yang tinggi. Sejak 2.500 tahun yang lalu, Socrates telah berkata bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah membuat seseorang menjadi good dan smart. Dalam sejarah Islam, sekitar 1400 tahun yang lalu Muhammad saw. sang nabi terakhir dalam ajaran Islam juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk menyempurnakan akhlak dan mengupayakan pembentukan karakter yang baik. Berikutnya, ribuan tahun setelah itu, rumusan tujuan utama pendidikan tetap pada wilayah serupa, yakni pembentukan kepribadian manusia yang baik.3 Peradaban pada setiap bangsa merupakan tanda-tanda kemajuan dan perkembangan bangsa tersebut. Sejarah terbentuknya peradaban di negara-negara Islam adalah bermakna bahwa mereka memiliki produk pemikiran, kekayaan, saham, dan juga kudrat dan kekuasaan. Oleh karenanya jika selain ini yang terjadi, maka peradaban tidak akan terbentuk. Peradaban adalah dengan makna penerimaan untuk menempati kota, penerimaan sistem, hukum, serta seluruh prinsip-prinsip sosial dan kerjasama satu sama lain pada individu-individu masyarakat.
2 3
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2008, hlm. 22. Abdul Madjid dan Dian Andrayani, Pendidikan Karakter, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012, hlm. 2.
3 Untuk membentuk sebuah peradaban terdapat berbagai anasir yang berpengaruh, di antaranya ilmu, sistem, keamanan, kooperasi, dan kerjasama. Dalam konsep Islam, telah banyak ditegaskan baik dalam Alquran maupun dalam riwayat-riwayat dan sirah, bahwa unsur-unsur yang akan membentuk peradaban, pada hakikatnya dapat dikatakan, agama Islam merupakan sebuah agama pembentuk peradaban. Dari paparan di atas, dalam artikel ini akan diuraikan beberapa nilai yang membentuk peradaban terutama nilai-nilai agama baik agama langit maupun agama bumi. PEMBAHASAN A. Pengertian Nilai dan Peradaban Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer kata nilai diartikan dengan kadar mutu.4 Menurut Bertens, nilai merupakan sesuatu yang baik yang kita cari. Maka, dari kedua pengertian di atas, nilai dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang baik dan bermutu yang dicari oleh manusia.5 Adapun kata peradaban berasal dari bahasa arab adab, yang berarti apa yang layak bagi sesuatu atau seseorang, termasuk dalam pengertian ini sopan santun dan tata susila. Selain itu, adab juga berarti ilmu-ilmu atau pengetahuan pada umumnya atau yang mudah-mudah dari padanya,6 sedangkan dalam Kamus Bahasa Arab-Indonesia, adab berarti sopan santun.7 Di dalam bahasa Indonesia, kata adab mengandung konotasi kehalusan dan kebaikan budi pekerti. Kata ini mendapat awalan per- dan akhiran -an menjadi peradaban yang berarti: (1) kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir dan batin; dan (2) hal yang menyangkut sopan santun, budi bahasa, dan kebudayaan suatu bangsa.8 Peradaban sering disinonimkan dengan “kebudayaan”, tetapi sebagian ilmuwan membedakan kedua istilah ini. Kebudayaan dimaknai sebagai bentuk ungkapan tentang semangat mendalam dalam suatu masyarakat, sedangkan manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Jika kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama), dan moral, maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi.9 B.
Faktor-Faktor Pembentuk Peradaban Peradaban adalah hasil akumulasi (perkumpulan) budaya-budaya, sedangkan yang dimaksud dengan budaya adalah seluruh hasil ‘budi-daya’ manusia, baik yang berupa materi, seperti gedung-gedung, jalan-jalan, bendungan-bendungan, dan teknologi, maupun yang immaterial, seperti seni, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral. Sebuah peradaban mulai berkembang di saat manusia mampu keluar dari ketakutan dan instabilitas yang melingkupi hidupnya karena di saat manusia merasa bahwa dia berada dalam waktu dan tempat yang aman, maka seluruh potensi yang dimilikinya akan diarahkan pada usaha untuk memahami hidup dan mengembangkannya. Oleh karena itulah, sebuah suku yang hidup secara berpindah-pindah (nomaden) tidak mampu membangun sebuah peradaban. 4 5 6 7
8 9
Peter Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern English Press, Jakarta, 1991. Kees Bertens, Etika, Gramedia, Jakarta, 1993, hlm. 139. Luis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lugot wa al-A’lam, cet xxviii, Dar al-Masyriq, Beirut, 1986. hlm. 5. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, cet.1, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al Qur’an, Jakarta: 1973. hlm. 37. Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. III, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, hlm. 5. Effat al-Sharqaei, Filsafat Kebudayaan Islam, Pustaka, Bandung, 1986, hlm. 5.
4 Berikut ini akan kita bicarakan faktor-faktor utama pembentuk peradaban tersebut secara ringkas. 10 1. Faktor-Faktor Geologis Pertumbuhan peradaban manusia sangat ditentukan oleh kondisi geologis kulit bumi, baik bagian luar maupun bagian dalam. Pada Zaman Es (Glacial Epoch / Ice Age), misalnya, di saat permukaan bumi hanya menyisakan sedikit ruang bagi manusia untuk bergerak, peradaban manusia belum tumbuh. Kesuburan tanah dalam hal ini sangat menentukan tumbuh berkembangnya peradaban. Demikian juga kekayaan yang dikandung oleh perut bagian bumi yang dihuni oleh satu etnis, terutama setelah manusia memiliki cukup kemampuan untuk mengeksploitasi dan mengeksplorasi kekayaan tersebut. Pergeseran kulit bumi bagian dalam pun juga sangat menentukan hidup matinya sebuah peradaban karena pergeseran ini apabila terjadi secara drastis cukup untuk menjadi sebab hancurnya sebuah peradaban. Intinya, perkembangan sebuah peradaban mensyaratkan adanya tanah yang subur untuk lahan pertanian dan atau barang tambang yang dikandung oleh perut bumi, selain juga mensyaratkan amannya daerah tempat peradaban tersebut tumbuh dari bahaya gempa bumi yang dapat melanda sewaktu-waktu. 2. Faktor-Faktor Geografis Yang dimaksud dengan faktor geografis ini mencakup suhu udara, iklim, curah hujan, posisi suatu daerah dari jalur perdagangan dunia, dan lain-lain. Daerah dengan suhu udara yang terlalu panas, atau banyak ditumbuhi parasit, tidak kondusif bagi tumbuhberkembangnya suatu peradaban. Demikian juga, daerah yang tersebar di dalamnya berbagai macam penyakit karena pada saat itu seluruh kemampuan yang dimiliki oleh penduduknya diarahkan untuk sekedar bertahan hidup dan menjaga keturunan, tanpa tersisa sedikit pun energi untuk mengembangkan bidang pemikiran dan seni. Curah hujan tinggi juga merupakan faktor yang sangat dominan karena air adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam hidup, bahkan bisa jadi lebih penting daripada cahaya matahari sekalipun. Perubahan suhu global yang melanda bumi, yang berimbas pada perubahan curah hujan, sangat berpengaruh bagi hidup-matinya sebuah peradaban. Sebuah peradaban yang dulu berkembang pesat dapat hancur dan punah disebabkan langit tak lagi meneteskan air, seperti yang dialami oleh Peradaban Mesopotamia. Letak suatu daerah dari peta perdagangan dunia juga sangat berpengaruh bagi majumundurnya suatu peradaban. Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh laju pertukaran komoditi dari dalam daerah ke luar dan sebaliknya. Sebuah daerah yang terletak pada jalur perdagangan dunia lebih memiliki kesempatan untuk maju jika dibandingkan dengan daerah yang jauh dari jalur perdagangan tersebut. Inilah yang menyebabkan mengapa peradaban-peradaban lama yang kita kenal, seperti Yunani Kuno, Mesir Kuno, dan Cina Kuno, selalu terletak di pesisir dengan pantai yang landai atau di lembah sungai yang memungkinkan berlabuhnya armada-armada dagang.
10
Mujahidin Muhayyan, Makalah Faktor-faktor Pembentuk Peradaban, sebagai pengantar dalam diskusi seputar ‘peradaban’, Al-Madani Kesatuan Pelajar Angkatan Depag Periode 2001-2002, Wisma Nusantara, Ahad, 10 Februari 2002.
5
Sumber: http://paperzip.co.uk/ Gambar 1. Peradaban Mesir Kuno Berada Di Sepanjang Sungai Nil
3.
Faktor-faktor Ekonomi Faktor ekonomi bagi pertumbuhan sebuah peradaban dapat dikatakan lebih penting jika dibandingkan dengan dua faktor yang lebih dahulu disebut. Sebuah suku bisa jadi memiliki institusi sosial yang teratur, undang-undang moral yang tinggi, dan bahkan beberapa bentuk seni sederhana, seperti halnya suku Indian di Amerika. Akan tetapi, semua itu cukup bagi mereka untuk mengembangkan peradabannya selama mereka masih bersandar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dari berburu dan meramu. Contoh lain, Suku Badui yang ada di jazirah Arab, boleh jadi memiliki nilai-nilai moral yang mulia, seperti keberanian dan kesetiaan, tetapi selama itu hanya digunakan untuk berburu dan berdagang, maka nilai-nilai tersebut tidak akan banyak membantu pertumbuhan peradaban yang mereka miliki. Tumbuhnya sebuah peradaban mensyaratkan adanya sumber ekonomi yang mapan dan stabil. Oleh karena itulah, perkembangan sebuah peradaban selalu diawali dengan berubahnya cara hidup sebuah suku atau etnis dari berpindah-pindah, menuju cara hidup yang menetap. Bentuk yang paling jelas dari apa yang baru saja kita sebut ini adalah perpindahan dari cara hidup berburu menuju cara hidup bertani. Selama manusia masih hidup secara berpindah-pindah, dia tidak akan memiliki banyak waktu untuk mengembangkan bidang pemikiran dan seni. Akan tetapi di saat dia menetap di suatu tempat tertentu, menggantungkan hidupnya dari hasil bertani dan beternak, hal mana dia juga dapat menyimpan sisa-sisa apa yang dihasilkannya untuk kebutuhan di masa mendatang sehingga dia tidak lagi terancam kelaparan, maka pada saat itulah sebagian dari energi yang dimilikinya akan diarahkan untuk memikirkan tentang hidupnya. Yang terakhir disebut inilah yang membuka jalan bagi manusia untuk belajar hidup secara teratur dan sistematis sehingga dengan demikian potensi yang dimilikinya tidak hanya digunakan untuk sekedar bertahan hidup, tetapi juga berusaha untuk mencapai kesempurnaan hidup. Perpindahan cara hidup dari berburu menuju bertani inilah yang kemudian menghasilkan lahirnya budaya desa. Pada proses selanjutnya, budaya-budaya yang berasal dari desa-desa itu bertemu pada satu titik, yaitu kota sehingga terjadilah akumulasi budayabudaya yang melahirkan peradaban. Inilah kelebihan yang dimiliki oleh kota. Sebuah kota dapat diibaratkan, seperti muara tempat bertemunya aliran air dari segala penjuru. Di kotalah
6 seluruh hasil pertanian yang dikeluarkan oleh desa-desa dikumpulkan dan diperjualbelikan. Di kotalah, para pedagang dari berbagai perjuru daerah bertemu, bukan hanya sekedar untuk melakukan transaksi dagang, tetapi juga untuk berbagi pemikiran. Dari sini akal manusia mulai terasah sehingga dia dapat mengembangkan ‘kemampuan mencipta’ untuk menghasilkan produk-produk budaya, baik yang berupa materi, seperti industri, maupun yang immaterial, seperti seni. 4. Faktor-faktor immaterial Tiga faktor yang disebut di atas dapat dikumpulkan menjadi satu ke dalam faktor-faktor material pembentuk peradaban. Faktor-faktor material ini adalah syarat utama berdirinya sebuah peradaban. Hanya, faktor-faktor material ini tidak cukup dengan sendirinya untuk membangun sebuah peradaban karena peradaban bukanlah sesuatu yang terlahir dari kekosongan. Oleh karena itu, lahir dan berkembangnya sebuah peradaban sangat ditentukan juga oleh tersedia atau tidaknya faktor-faktor immaterial. C.
Unsur-Unsur Pembentuk Peradaban Untuk membentuk sebuah peradaban terdapat berbagai unsur yang akan memberikan pengaruh, di antaranya: 11 1. Ilmu Ilmu merupakan salah satu dari rukun yang terpenting dalam pembentukan peradaban. Ilmu dalam Islam memiliki urgensitas yang teramat tinggi. Dalam Alquran banyak ditekankan tentang ilmu,“Apakah mereka yang mengetahui dengan mereka yang tidak mengetahui adalah sama dan sejajar?” Dalam riwayat-riwayat terdapat banyak penegasan terhadap masalah ini. Imam Ali as bersabda, “Wahai manusia! Ketahuilah bahwa agama akan dikatakan sempurna dan benar ketika engkau mempelajari ilmu dan ilmu itu sendiri yang akan bekerja. Ketahuilah, bahwa mencari ilmu itu lebih wajib daripada mencari kekayaan”. 2. Sistem dan Keteraturan Yang dimaksud dengan keteraturan adalah menempatkan segala sesuatu di tempatnya yang sesuai sedemikian hingga tercipta keharmonisan dan keterikatan, mendorong sebuah rangkaian ke arah tujuan yang sama. Seluruh nabi dari awal hingga Nabi pamungkas saw telah banyak menjelaskan tentang aturan-aturan individu dan sosial untuk menciptakan keteraturan sosial. Mereka banyak menjelaskan tentang aturan-aturan individu dan sosial, sebuah aturan yang menjelaskan kewajiban manusia terhadap diri, keluarga, masyarakat, sesama, lingkungan hidup, dan para penguasa. Masalah-masalah ini mempunyai urgensi yang sangat penting dalam membentuk peradaban. 3. Keamanan (Sekuritas) Dengan makna damai dan perasaan tenang yang dihasilkan di bawah naungan pemerintah, penguasa, konstitusi dan keteraturan, dan selama unsur ini tidak dihasilkan maka tidak akan mungkin tercipta peradaban. Ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan keamanan ekonomi, moneter, dan jiwa, seperti yang terlihat pada ayat-ayat qishash, pencurian, dan ayat-ayat yang berkaitan dengan penjagaan harga diri para mukmin, merupakan aturan-aturan kuat yang menjadi penjamin keamanan masyarakat. 11
Mujahidin Muhayyan, Op.Cit.
7 4.
Kesatuan (Unitas) dan Kerjasama (Korporasi) Unsur ini mempunyai peran yang sangat besar dalam kemajuan peradaban, sedemikian sehingga jika kita menafikan kerjasama manusia, maka masyarakat akan menjadi lemah dan akan berakhir pada primitivisme. Madani dan peradaban di bawah naungan sosial dan masyarakat akan terwujud dengan adanya keterikatan hukum. Alquran secara tegas mengajak manusia kepada kesatuan, solidaritas, keta’atan pada Illahi, dan melarang masyarakat dari perpecahan supaya dapat sampai pada kemajuan dan perkembangan, “Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai ...” (Q.S. Ali Imran [3]: 103) dan seluruhnya harus memegang tali-tali Allah (Alquran dan Islam dan segala bentuk sarana kebersatuan) dan janganlah kalian bercerai berai. D.
Nilai-Nilai Pembentuk Peradaban Manusia Secara leksikal nilai diartikan sebagai hal-hal yang penting dan berguna bagi kemanusaiaan. Keterkaitannya dengan kehidupan manusia akan lahir apa yang disebut dengan nilai budaya. Nilai budaya dalam konteks ini diartikan sebagai konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai bagi kehidupan manusia. Nilai dipandang sebagai sesuatu yang positif dan dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan manusia dalam masyarakatnya. Dengan demikian, pada hakikatnya tingkah laku manusia tidak akan mempunyai kebebasan penuh karena ada ikatan nilai sebagai pengarah dan petunjuk dalam mencari kebermaknaan hidup. Semua petunjuk tersebut merupakan tatanan dasar yang sekaligus menyiratkan suatu nilai moral positif bagi masyarakatnya. Pada umumnya, nilai yang dikembangkan oleh suatu kelompok masyarakat berlaku setempat. Setiap kelompok masyarakat mempunyai style atau gaya tersendiri tentang nilai yang dikembangkan. Dalam arti tatanan nilai dalam masyarakat tertentu belum tentu berlaku dalam masyarakat yang lain. Hal ini dapat dipertegas dengan adanya adat istiadat yang berbeda di dalam masyarakat. Beberapa nilai dasar dalam kebudayaan, di antaranya sebagai berikut. 1. Nilai Teori. Hakikat penemuan kebenaran melalui berbagai metode, seperti nasionalisme, empirisme, dan metode ilmiah. 2. Nilai Ekonomi. Mencakup dengan kegunaan berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan manusia. 3. Nilai Estetika. Nilai yang berhubungan dengan keindahan dan segi-segi artistik yang menyangkut bentuk, harmoni, dan wujud kesenian lainnya yang memberikan kenikmatan pada manusia. 4. Nilai Sosial. Nilai yang berorientasi pada hubungan antar manusia dan penekanan segisegi kemanusiaan yang luhur. 5. Nilai Politik. Nilai yang berpusat pada kekuasaan dan pengaruh baik dalam kehidupan masyarakat maupun di dunia politik. 6. Nilai Agama. Nilai yang beorientasi pada penghayatan yang bersifat mistik dan transedental dalam usaha manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya di muka bumi. Setiap kebudayaan memiliki skala hirearki yang begitu terformat mengenai beberapa nilai. Perbedaan yang mencolok sejarah panjang bangsa yang satu dengan yang lain dari benua yang berbeda tidaklah disebabkan perbedaan kodrati bangsa-bangsa itu sendiri,
8 perbedaan itu datang dari lingkungan yang berbeda. 12 Budaya bukanlah variabel yang berdiri sendiri. Budaya dipengaruhi beberapa faktor lain, contohnya, geografi dan iklim, politik, dan tingkah laku sejarah. Nilai-nilai yang masuk ke dalam wilayah budaya itu dinamakan “Etika”. Perilaku seseorang yang bertindak dengan mengingat nilai intrinsik yang sebelumnya diterima sepenuh hati dan kemudian dijadikan dorongan hati disebut “ moral”. Dari keenam nilai dasar pembentuk kebudayaan, nilai agama dipandang cukup berpengaruh dan signifikan terhadap perkembangan peradaban manusia. Dari nilai-nilai agama tersebut, muncul norma yang berlaku bagi manusia, dari norma muncul menjadi moral dan lahirlah akhlak yang akan membangun suatu peradaban. Dalam sejarah tercatat bagaimana nilai-nilai agama (baik agama langit maupun bumi) berpengaruh dalam membangun peradaban manusia, di antaranya sebagai berikut. Diperkirakan tahun 2.200 SM Mesir pecah dan kacau balau selama 200 tahun yakni sampai dengan tahun 2.000 SM. Di Yaman, bangsa Ad memulai kehidupannya sampai tahun 1.700 SM. Utusan Allah yang datang kepada kaum Ad adalah Nabi Hud, cucu Nabi Nuh, keturunan kesebelas Nabi Adam. Nabi Adam sebagai leluhur Nabi Hud adalah manusia pertama yang berbudaya di muka bumi yang diturunkan di Hindustan. Tahun 1.800 SM kaum Ad diperkirakan membuat prasasti yang dinamakan Hsin I Ghurab yang ditemukan pertama kali oleh Abdur Rahman, Gubernur Mesir masa Khalifah Mu’awiyah I. 13 Tahun 2.000 SM di Jawa diperkirakan berkuasa seorang raja turunan Atlantis, merangkap sebagai Imam Agung yang memerintah rakyat dengan cara membuat ketakutan (CW Leadbeater, 1938. Occult History of Java). Di tahun ini pula, datang nenek moyang bangsa kepulauan Nusantara dari daratan Asia melalui teluk Tonkin dan membawa kebudayaan Batu Neolit. Tahun 1.750 SM, di Timur Tengah diperkirakan hidup Nabi Ibrahim, keturunan ke-19 Nabi Adam. Ibrahim lahir di Syam atau Babilonia atau Ur Kaldan. Ibrahim as. mendapatkan firman Allah dalam 30 shuhuf, dengan ajaran yang terkandung dalam shuhuf Ibrahim mampu meletakkan dasar-dasar peradaban yang tinggi di Mekkah. Di India pada tahun 1750 SM, suku-suku Aria dari arah barat laut masuk dan kemudian mendesak orang-orang di India Utara. Mereka membawa kitab Weda Kuno, yang mengandung ajaran optimisme. Meskipun banyak kesulitan dalam hidup, orang tidak menanyakan surga maupun kehidupan abadi. Akan tetapi, mereka memohon umur panjang sampai 100 tahun. Dalam permohonannya, mengenai kehidupan yang akan datang mereka berharap adanya pembalasan bagi para penjahat. Tahun 1.700 SM, Hykos menyerbu Mesir dan di Yaman diperkirakan bangsa Ad musnah sekitar tahun 1700 SM ini. Tahun 1.600 SM, di Arab diperkirakan kaum Tsamud (1.800 SM – 1.600 SM) binasa sekitar tahun 1600 SM, kemungkinan karena gempa dahsyat. Tahun 1.500 SM, di India diperkirakan kota Mohenjo Daro dan Harappa dihancurkan oleh bangsa Indo Arya. Bangsa Indo Arya mendirikan kerajaan di India Utara. Terjadi 12 13
Jared Diamond, Guns, Germs, and Steel, Norton, New York, 1997, hlm. 405. Amin Sumawijaya, Proses Perjalanan Agama Tauhid yang Islami, Indragrafika, Bogor, hlm. 50.
9
perpaduan antara kebudayaan Dravida dengan Arya (1.500 SM – 1.000 SM) sehingga melahirkan budaya/agama Hindu. Masa antara 1.500 SM sampai dengan 1.000 SM disebut zaman Epos/masa Wiracarita (kepahlawanan). Di masa ini lahirah cerita kepahlawanan Ramayana dan Mahabrata. Kedua kitab ini merupakan sumber tradisi kebudayaan Hindu. Kisah Ramayana bercerita tentang kepahlawanan dan kesetiaan seorang istri (di dalamnya menampilkan sifat-sifat kesatriaan bangsa Indo Arya). Adapun Mahabarata mengisahkan perang besar antara dua keluarga yang bersaudara. Agama Hindu berkembang dalam masa Weda purba (1.500 SM – 1.000 SM). Kitab sucinya Weda (yang berpengetahuan) yang ditulis dalam bahasa Sansekerta. Pada zaman weda, ini timbul aturan kasta, yakni Brahmana (golongan pendeta), Ksatria (golongan raja dan bangsawan), Waisya (golongan pedagang dan buruh menengah), dan golongan Sudra (golongan petani, buruh kecil, dan budak). Tahun 1.350 SM, kerajaan Assyria menguasai Mesopotamia (1.350 SM - 626 SM). Di Niniveh ibukota Mesopotamia lahir Nabi Yunus yang diangkat Nabi pada usia 30 tahun. Tahun 1.305 SM, Farao/Fir’aun Ramses II berkuasa di Mesir (1.305 SM – 1.237 SM). Tahun 1.300 SM, diperkirakan Nabi Musa lahir di Mesir. Nabi Musa membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir dan membawa pengikutnya ke bukit Sinai (Tursina) di mana ia menunjukkan dua buah papan yang berisi 10 perintah Tuhan (Ten Commandments) yang bunyinya: 1. Saya adalah Tuhanmu yang kamu sembah, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir, keluar dari rumah belenggu, kau tidak mempunyai Tuhan kecuali Aku; 2. Kamu tidak boleh membuat persamaan atau menyamakan segala sesuatu yang ada di langit sebelah atas atau di atas bumi, atau apa-apa yang ada di dalam air di bawah bumi dengan Tuhanmu; 3. Kamu tidak boleh menyia-nyiakan nama Tuhanmu (menyebut nama Tuhanmu dengan sia-sia); 4. Ingatlah hari Sabbath untuk disucikannya; 5. Hormatilah ayah dan ibumu; 6. Kamu dilarang membunuh; 7. Kamu dilarang mencuri; 8. Kamu dilarang bersaksi palsu; 9. Kamu dilarang berzina; 10. Kamu dilarang bernafsu loba-tamak terhadap milik orang lain. Tahun 1.000 SM, diperkirakan lahir Nabi Daud keturunan ke-12 Nabi Ibrahim atau turunan ke-31 Nabi Adam di Yerusalem. Selain sebagai negarawan dan memperoleh kitab Zabur, Nabi Daud juga seniman/penyanyi lagu yang suka menyanyikan mazmur berisi pujian kepada Allah. Tahun 950 SM, diperkirakan Nabi Sulaiman (keturunan ke-32 Nabi Adam, anak Nabi Daud lahir di Yerusalem.
10
Tahun 800 SM, di India kitab Brahmana dan Upanisyad ditulis. Kedua kitab ini berbentuk prosa. Kedua kitab ini menjadi dasar hidup filsafat dan pemikiran bangsabangsa penganut Hindu. Tahun 660 SM, lahir Zoroaster di Persia sebagai pembaharu agama/pendiri Zoroaterianisme. Tahun 604 SM, di China lahir Lao Tse pelopor Taoisme yang merupakan ekstraksi kepercayaan Cina, Budhisme, dan Konfusianisme. Taoisme artinya Jalan, maksudnya orang harus mengikuti jalan menurut kodrat alam dan menolak kehidupan duniawi. Taoisme merupakan suatu aksi protes terhadap pemerintahan yang kacau dan kemunduran akhlak pada zaman tersebut. Tahun 529 SM, Kung Fu Tze/Kong Hu Chu mulai dikenal sebagai guru dan banyak muridnya. Kong Hu Chu mengajarkan akhlak yang baik. Confusianisme bukan merupakan agama, namun lebih bersifat petunjuk kehidupan bagi masyarakat Cina, yang berisi ajaran akhlak, tradisi leluhur, keluarga, dan pemerintahan. Kelak ajaran tersebut menjadi dasar pemerintahan Cina sampai tahun 1912. Tahun 528 SM, di India Sidharta Gautama menerima penerangan Bodhi setelah tafakur 49 hari di usia 35 tahun. Sidharta Gautama mengajarkan Budhisme yang intinya bahwa bilamana orang ingin mencapai nirwana (surga), orang harus melakukan samsara (kehidupan menderita karena manusia masih belum dapat melepaskan diri dari hukum karma). Sidharta mengajarkan 8 kebaikan, yakni: 1. Pandangan yang benar; 2. Niat yang benar; 3. Berbicara yang benar; 4. Tingkah laku yang benar; 5. Penghidupan yang benar; 6. Usaha yang benar; 7. Perhatian yang benar; 8. Samadi (tapa) yang benar. Tahun 71 SM, Bangsa Yahudi melakukan eksodus ke luar tanah airnya akibat serbuan Romawi. Tahun 4 SM, Isa al-Masih diperkirakan lahir di sebuah desa yang bernama Betlehem (Baitu Lahmim). Di usia 30 tahun diangkat menjadi nabi Allah dengan menyebarkan ajaran Injil selama 3 tahun. Beliau wafat di usia 33 tahun. Tahun 552 M, agama Budha masuk Jepang dari Korea dan Tiongkok. Tahun 571 M, Muhammad bin Abdullah lahir di Mekkah dan di usia 40 tahun mendapat wahyu Alquran dan dimulailah dunia baru, dunia peradaban Islam. Usaha penyebarluasan agama Islam dari kali pertama muncul hingga saat ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Nabi Muhammad saw. beserta pengikutnya mendapatkan beberapa ujian selama menjalani penyebarluasan agama Islam. Peperangan yang dialami Nabi Muhammad selama menyebarluaskan agama Islam adalah perang Badar. Perang ini melibatkan kaum muslimin dan kaum Quraisy. Pada tahun ketiga Hijriyah, terjadi juga perang Uhud, perang Hudaibiyah, dan perang Mut’ah.
11 Dalam sejarah peradaban Islam dunia, menunjukkan jejak Islam tersebar di beberapa benua. Beberapa wilayah yang terdapat jejak Islam, seperti di kawasan Afrika, Spanyol, Mongol, atau Cina, Persia hingga kawasan Eropa Timur. Di kawasan tersebut, Islam pernah hidup dan menjadi bagian kehidupan masyarakat.14 Dalam sejarah peradaban Islam ada beberapa jalur yang dipakai untuk memperkenalkan Islam kepada masyarakat dunia. Beberapa jalur tersebut adalah sebagai berikut: 1. Jalur Perdagangan. Hal ini dilakukan oleh beberapa kalangan pedagang dari Gujarat yang memang terkenal gemar berdagang hingga wilayah yang sangat jauh. 2. Hubungan Diplomatik. Hal ini terwujud dengan adanya permintaan dari beberapa wilayah yang kawasannya ditindas oleh penguasa zalim dan meminta penguasa Islam untuk membantu perlawanan. Seperti halnya dalam masuknya Islam ke Spanyol. 3. Jalur Pendidikan. Banyak ilmuwan Islam yang berkelana dan menularkan ilmu yang mereka miliki dari hasil mempelajari Alquran. 4. Seni Bangunan. Hal ini terlihat dari adanya beberapa bangunan yang bercorak Islam yang berada di berbagai penjuru dunia. Contohnya, bangunan Taj Mahal yang menyerupai bangunan mesjid Islam. E.
Implikasi Nilai-Nilai Peradaban Dalam Pendidikan karakter Dalam menopang peradaban bangsa, kekuatan pendidikan merupakan hal yang utama. Bangsa yang beradab tentunya selalu memberikan space khusus untuk pendidikan. Begitupun kecilnya space tersebut karena kedua hal ini berbanding lurus antara pendidikan dan peradaban. Semakin banyak ruang untuk pendidikan, maka semakin tinggi peradaban yang akan diukir. Sebaliknya, peradaban yang lemah karena pendidikan tidak mempunyai ruang yang memadai. Oleh karena eratnya kaitan antara kedua hal ini, maka keduanya ibarat dua sisi mata uang. Satu sama lain tidak akan terpisahkan. Generasi-generasi yang telah mengukir peradaban dalam sejarah manusia selalu mempunyai nilai-nilai untuk dikagumi. Bahkan tak cukup dikagumi, ia haruslah diteladani untuk membangkitkan peradaban manusia kembali. Pada dinasti Abbasiyah, yang berpusat di Baghdad ketika itu. Mampu membuktikan eksistensi peradaban yang gemilang. Berbagai karya dibuat. Dari penulisan, seni kaligrafi, seni musik, dan sastra memberikan bukti nyata. Tak cukup itu, ilmu-ilmu eksakpun berkembang dengan pesat ketika itu. Disiplin ilmu dari matematika, astronomi, kedokteran menjadi rujukan ilmu pada saat itu. Perkembangan ilmu filsafat juga memberikan contoh tentang betapa kuatnya budaya pendidikan pada masa tersebut. Hal tersebut menyuguhkan kepada kita bahwa peradaban besar selalu terbentuk dalam kerangka pendidikan dan budaya menuntut ilmu yang kuat. Sebuah bangsa tidak akan membuat peradaban jika mengandalkan kekuatan fisik semata. Dalam hal ini perang. Dengan menggunakan istilah lain, yakni penindasan terhadap kemanusiaan. Kekuatan Hitler dalam mempengaruhi warga Jerman sebagai ras tertinggi, membuat ia ditakuti. Sampai berlanjut pada penindasan warga yang tidak sepakat dengan dogma tersebut, pembunuhan kaum Yahudi, dan penguasaan negara-negara di sekitarnya. Tak kalah juga politik apartheid dari ras kulit putih kepada ras kulit hitam. Rezim Mao Tse Tung dari China, yang dengan kekuatannya membantai berpuluh ribu manusia. Rezim Stalin 14
http://www.anneahira.com/sejarah-peradaban-islam-di-dunia.htm.
12 di Rusia, sudah sangat cukup memberikan gambaran tentang kebiadabannya dalam penindasan kemanusiaan. Nama mereka memang dikenal, tapi tidak untuk diharapkan ada nama-nama seperti itu setelahnya. Mereka dimasukkan dalam lembaran sejarah, namun untuk diketahui keburukannya. Semua itu (dari yang mereka bangun) tidaklah membentuk peradaban, tapi membentuk Sampah Peradaban. Dari sejarahnyalah diketahui bobroknya nilai-nilai kemanusiaan tanpa pendidikan. Memunculkan peradaban sebuah negara dan bangsa yang gemilang mestilah dengan membuat pola pendidikan yang baik. Tak hanya baik, namun juga terorganisir. Memunculkan pola pendidikan yang baik dan terorganisir juga tak dapat dirumuskan secara sepihak. Ia harus menelaah sejarah peradaban manusia. Puncak tertinggi, berapa lama bertahan, dan sistem yang dipakai adalah hal yang menjadi aspek penilaian untuk memunculkan prototipe pendidikan. Dengan memahami tiga aspek tersebut, dapat dirumuskan pendidikan yang akan membangun peradaban baru. Puncak tertinggi, lama bertahan, dan sistem yang dipakai. Dalam setiap aspeknya, ia akan menjelaskan tujuan sebuah peradaban, berapa besar pengaruh internal dan eksternal dalam mempertahankan peradaban, dan kemudian memberikan kesimpulan pada sistem yang akan dipakai dalam pengelolaan pendidikan sehingga pendidikan mampu memberi efek global dalam pembangunan peradaban. Selain sebagai prototipe bagi pola pendidikan untuk negara-negara sekitar. Puncak tertinggi dari peradaban adalah keadilan. Peradaban yang bertemu pada titik kejayaan selalu melekat pada kata keadilan. Adil yang dimaksud adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Adil dengan tidak mengurangi hak sesuatu jika hak tersebut seharusnya besar. Adil juga tidak melebihkan hak pada sesuatu yang seharusnya sedikit. Semua harus proporsional. Dengan demikian, maka pendidikan yang akan diadakan harus mengedepankan keadilan. Pola pendidikan harus menempatkan secara proporsional berdasarkan haknya antara Agama dan Science. Begitulah pola pendidikan seharusnya. Agama harus berputar mengelilingi Science, melindunginya agar tidak kehilangan orisinalitasnya. Membentenginya agar kedalaman penelusurannya tidak membuat sang pelajar lupa diri, dan jauh dari Tuhannya. Secara hak, antara agama dan Science adalah demikian. Ia tidak dikurangi dan dilebihkan. Pada hakikatnya, agama dan pandangan logika memiliki wilayahnya masing-masing yang tidak dapat saling memasuki secara sempurna. Namun demikian, keduanya tidak pernah berbeda (selalu beririsan) dalam masalah yang absolut. Hakikat ilmiah yang benar tidak mungkin bertentangan dengan kaidah-kaidah syari’at yang jelas. Sesuatu yang interpretable harus ditafsirkan agar sesuai dengan yang absolut. Jika yang berhadapan adalah dua hal yang samasama interpretable, maka pandangan yang syar’i lebih utama untuk diikuti sampai logika mendapatkan legalitas kebenarannya, atau gugur sama sekali. Dengan demikian, keadilan sebagai puncak tertinggi dalam peradaban dalam terwujud melalui pola pendidikan yang mengarah kepadanya. Seberapa lama peradaban bertahan. Dalam sejarah peradaban, bertahannya ia dalam kurun waktu yang lama disebabkan oleh banyaknya karya yang dihasilkan. Bahkan ia bertahan dalam kegemilangannya, saat peradaban lain memuncak setelahnya. Karya-karya tersebut terkomentasi dalam berbagai bentuk. Karya-karya berbagai disiplin pengetahuan
13 terarsip dalam bentuk buku-buku. Hal tersebut menyesuaikan dengan aspek pengetahuan yang digeluti. Tak kalah penting adalah peradaban yang maju tidak akan melewatkan generasinya hidup tanpa bimbingan ilmu. Ia akan menyediakan sarana bagi penuntut ilmu dalam memuaskan dahaga ilmunya tersebut. Lewat apakah itu? Pembangunan perpustakaan. Ya, perpustakaan. Sejarah mencatat hubungan yang erat antara pembangunan perpustakaan sebagai basis literatur dengan peradaban yang gemilang. Sebagai contoh adalah kegemilangan peradaban kekhalifahan pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid (149 - 193 H). Terdapat 38 perpustakaan di Baghdad dan 70 di Kordoba. Perpustakaan Darul Hikmah yang didirikan di Baghdad setidaknya mempunyai 100 ribu jilid buku dan 600 buah manuskrip. Saking banyaknya, diceritakan bahwa sungai Euphrat menjadi hitam karena kitab-kitab itu dibakar saat Tentara Mongol menyerang Baghdad pada 656 H. Begitu pula dengan Perpustakaan Kordoba yang dibangun pada masa al-Muntashir (350 - 366 H), tercatat memiliki 600.000 koleksi jilid buku dan katalognya mencapai 44 buku.
Sumber: www.pinterest.com Gambar 2. Ilustrasi Perpustakaan Peradaban Kekhalifahan
Perpustakaan Sabor (383 H) di Baghdad yang didirikan oleh Sabor bin Ardashir, seorang menteri Ibnu Buwaih, menyimpan 1.000 mushaf Alquran dan 10.400 buku dalam berbagai bidang. Di Baghdad, terdapat seratus buah toko buku dan jumlah ulama mencapai 8.000 orang. Beginilah peradaban dibangun. Maka pendidikan haruslah memperhatikan secara serius mengenai hal ini. pengelolaan perpustakaan harus menjadi konsentrasi dalam menyimpan berbagai arsip pengetahuan. Baik dari literatur asing maupun asli karya budaya sendiri. Semua harus terdokumentasi dengan rapi. Pola pendidikan juga harus mendorong para pelajar/peserta didik untuk produktif dalam melahirkan karya-karya ilmiah dalam berbagai disiplin ilmu sehingga torehan emas peradaban dapat terukir dengan secepatnya. Setelah melihat berbagai peradaban yang gemilang. Maka tak ada peradaban yang sebaik peradaban Islam. Walau kini peradaban barat yang menguasai, namun sangat tidak terlupakan jasa peradaban Islam dalam menyokong kebangkitannya. Buku-buku ilmuwan muslim telah dipakai dan menjadi rujukan para cendikiawan barat. Buku Qanun fi Thibb (The Canon of Medicine) karya Ibnu Sina (Ave Cena) telah menjadi santapan utama dokter-dokter di Barat. Begitu juga yang lainnya.
14 Peradaban Islam mampu menyeimbangkan antara Agama dan Science. Maka banyak di antara penggiat ilmu pengetahuan di zaman tersebut merupakan ahli agama. Memahami tafsir Alquran dan ilmu hadis. Sungguh tak ada peradaban di dunia ini yang melebihi peradaban Islam. Ia melindungi setiap sesuatu yang berada di dalamnya. Bahkan kegemilangannya sampai sekarang masih bercahaya. Pada saat peradaban Barat sekarang ini lebih mementingkan Science sehingga pedidikan yang dijalani dan karya yang dihasilkan menjadi alat untuk menindas orang lain. Oleh karenanya, semakin maju peningkatan Science semakin tinggi juga tindak pelanggaran moral di dalamnya. Ini karena tak ada benteng agama dalam proses pendidikan yang dilakoni. Peradaban Islam telah membuktikan bahwa peningkatan moral sejalan dengan peningkatan ilmu pengetahuan. Inilah sistem yang harus dipakai oleh pendidikan manapun. Ketika mereka ingin menapaki kegemilangan peradaban. Inilah sistem yang harus menghujam dalam diri. Sistem ini bernama Islam. Gunakanlah pola pendidikan Islami, maka kemajuan bangsa dalam menorehkan peradaban akan semakin jelas terlihat. Gunakanlah pola pendidikan Islami karena di dalamnya manusia dididik pada tataran ruhani, akal, dan jasad. KESIMPULAN Manusia dari sejak dinobatkan menjadi khalifah di muka bumi memiliki tanggung jawab moral untuk membangun peradaban. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban dan keharusan sebagai makhluk yang dituntut menjalankan pengabdian kepada khaliq-Nya, serta untuk mempertahankan eksistensi kehidupannya di muka bumi. Allah Swt. dari sejak awal penciptaan Adam as telah memberikan potensi akal untuk dapat menerima ilmu Allah, dengan ilmu tersebut manusia memiliki tuntunan untuk menjadi manusia yang beradab dan bisa membangun peradaban. Sejarah telah membuktikan, dari semenjak Nabi Adam as hingga sekarang nilai agama menjadi nilai yang mampu membangun peradaban manusia karena agama manusia beradab dan karena agama manusia bisa berbudaya. Pendidikan memiliki peranan vital dalam membangun peradaban manusia karena lewat pendidikan dapat ditanamkan nilai-nilai yang akan membingkai peradaban. Keadilan adalah tujuan paling krusial dalam membangun peradaban, tanpa keadilan takkan terwujud peradaban yang hakiki. Agama sebagai fondasi nilai peradaban perlu diimbangi dengan pengembangan Science sebagai bentuk konkrit amaliyah dari agama tersebut. Tugas pendidikan adalah bagaimana mengajarkan keadilan dan Science yang dibingkai oleh nilainilai agama. DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’anul Kariim. Al-Syaibany, Omar Muhammad. tt. Falsafah Pendidikan Islam. Cet. ke-1. Jakarta: NV Bulan Bintang. Harrison, Lawrence E dan Samuel P. Hutington. 2006. Kebangkitan Peran Buaya: Bagaimana Nilai –nilai Membentuk Kemajuan Manusia. Jakarta: Pustaka LP3ES. Kees, Bertens. 1993. Etika. Jakarta: Gramedia.
15 Lickona, Thomas. 2013. Terj. Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Nusa Media. Madjid, Abdul. 2012. Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya. Luis Ma’luf. 1986. AL-Munjid fi al-Lugot wa al-A’lam, Cet XXVIII. Beirut: Dar alMasyriq. Ramayulis. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. ke-9. Jakarta: Kalam Mulia. Sumawijaya, Amin. 2009. Proses Perjalanan Agama Tauhid. Bogor: Indi Grafika. Salim, Peter. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press. Tafsir, Ahmad. 2012. Ilmu Pendidikan Islami. Cet. ke-1. Bandung: Remaja Rosdakarya. Yunus, Mahmud. 1973. Kamus Arab-Indonesia. Cet. ke-1. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Alquran. Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press.