i
NILAI INDEKS GLIKEMIK PRODUK OLAHAN GEMBILI (DIOSCOREA ESCULENTA)
RESITA NURBAYANI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ii
ABSTRACT RESITA NURBAYANI. Glycemic index value of gembili products (Dioscorea esculenta). Under the supervision of Dr. RIMBAWAN Gembili (Dioscorea esculenta) is a local food source of carbohydrates that can be grown in tropical regions such as Indonesia. Gembili has a potential to be used as a functional food because it contains inulin which may act as a prebiotic. The objective of this research was to analyze the glycemic index values of gembili products. The research consisted of three stages covered : (1) processing of gembili into three treatments (boiled, steamed, and fried), (2) analyzing of nutrient contents in gembili products, (3) measuring of glycemic index of three processed food. Moisture content (wet based/wb) in boiled, steamed and fried gembili were 68.09%, 62.11%, and 49.09% respectively. Ash content (dry based/db) in boiled, steamed and fried gembili were 1.62%, 2.15%, and 2.13% respectively. Fat content (dry based/db) were 0.63%, 0.37% and 7.75%, while protein content (dry based/db) were 3.71%, 2.99%, and 4.25%. Insoluble dietary fiber content (dry based/db) between 11.79% to 13.43%, while was higher than soluble dietary fiber content (dry based/db) between 5.84% to 10.88%. Total dietary fiber content (dry based/db) in boiled, steamed and fried gembili were 19.01%, 18.15%, and 24.30% respectively, while carbohydrate by difference content (dry based/db) were 91.05%, 93.33%, and 88.88% respectively. The results of this study indicated that all glycemic index values of gembili products were high (>70). Glycemic index values gembili boiled, steamed, and fried gembili were 85.56, 87.56, and 83.61 respectively. Analysis of variance test One Way ANOVA showed that those treatments did not significantly affect the glycemic index value (p> 0.05) Keyword : glycemic index, nutrient contents, gembili
iii
RINGKASAN RESITA NURBAYANI. Nilai Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili (Dioscorea esculenta). Dibimbing oleh Dr. RIMBAWAN. Pemilihan pangan sumber karbohidrat yang tepat dapat bermanfaat bagi kesehatan karena setiap jenis karbohidrat dapat memberikan respon yang berbeda dalam mengendalikan kadar glukosa darah. Salah satu pendekatan dalam pemilihan pangan sumber karbohidrat adalah dengan menggunakan konsep indeks glikemik. Konsep indeks glikemik dikembangkan untuk memberikan klasifikasi numerik pangan sumber karbohidrat. Menurut para ahli, banyak faktor yang mempengaruhi indeks glikemik pangan, salah satunya adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel). Oleh karena itu, penelitian pada beberapa jenis pangan dengan pengolahan yang berbeda-beda sangat diperlukan terutama pada beberapa jenis pangan lokal yang merupakan sumber karbohidrat dan memiliki potensi untuk diversifikasi pangan seperti jenis umbi-umbian yaitu gembili. Menurut Wilujeng (2010), gembili merupakan pangan sumber karbohidrat yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis seperti Indonesia dan berpeluang untuk dijadikan pangan fungsional karena mengandung inulin yang dapat berperan sebagai prebiotik. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai indeks glikemik produk olahan gembili. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1) Mempelajari komposisi zat gizi yang terkandung di dalam gembili rebus, kukus, dan goreng. 2) Menganalisis nilai indeks glikemik gembili rebus, kukus, dan goreng. 3) Menganalisis pengaruh pengolahan terhadap nilai indeks glikemik gembili rebus, kukus, dan goreng. Desain penelitian yang digunakan untuk pengukuran indeks glikemik adalah studi eksperimental. Perekrutan dan pemilihan subjek penelitian dilakukan secara purposive yang memenuhi kriteria sebagai subjek. Kriteria tersebut terdiri dari kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini mencakup, subjek berumur 18-30 tahun baik pria atau wanita, memiliki indeks massa tubuh normal (18.5-22.9 Kg/m2) dan dalam keadaan sehat. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini mencakup, subjek memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, mengalami gangguan pencernaan, menggunakan obat-obatan terlarang, meminum minuman beralkohol, dan merokok. Semua subjek penelitian telah menandatangani informed consent. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, dimulai bulan September 2012 sampai bulan November 2012. Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah di Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Teaching Cafetaria. Keseluruhan ruangan tersebut berada di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan diantaranya adalah tahap pengolahan gembili menjadi beberapa jenis produk olahan gembili (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng), tahap analisis komposisi zat gizi dengan uji proksimat, tahap perekrutan dan pemilihan subjek penelitian serta tahap pengukuran indeks glikemik individu setelah mengonsumsi pangan acuan dan pangan uji. Data respon glukosa darah dari individu pada pangan acuan dan pangan uji diolah dengan menggunakan Microsoft excel 2007. Perhitungan skor indeks glikemik dilakukan dengan menggunakan metode polynomial. Pengujian hipotesa pengaruh pengolahan terhadap nilai indeks glikemik dianalis menggunakan analisis sidik ragam (One Way ANOVA) dengan menggunakan Software SPSS 16.0.
iv
Berbagai proses pengolahan menghasilkan komposisi zat gizi yang berbeda pada produk olahan gembili. Berdasarkan hasil analisis, kadar air (%bb) pada gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng masing-masing sebesar 68.09%, 62.11%, dan 49.09%. Kadar abu (%bk) pada ketiga jenis produk olahan gembili masing-masing sebesar 1.62%, 2.15% dan 2.13%. Selain itu, kadar lemak (%bk) berkisar antara 0.37% sampai 7.75%. Sedangkan kadar protein (%bk) berkisar antara 2.99% sampai 4.25%. Kadar serat pangan tidak larut (%bk) masing-masing sebesar 13.17%, 11.79%, dan 13.43%. Kadar ini lebih tinggi dibandingkan kadar serat pangan larut (%bk) sebesar 5.84%, 6.37%, dan 10.88%, sehingga diperoleh kadar total serat pangan (%bk) masing-masing sebesar 19.01%, 18.15%, dan 24.30%. Kadar carbohydrate by difference sebesar 91.05%, 93.33%, dan 88.88%. Perbedaan komposisi zat gizi dapat disebabkan karena perbedaan proses pengolahan (rebus, kukus, dan goreng), yang selanjutnya dapat menyebabkan perbedaan respon glikemik pada masing-masing subjek penelitian. Hasil pengukuran respon glikemik menunjukkan bahwa setiap produk olahan memiliki respon glikemik yang berbeda meskipun selisihnya tidak besar. Nilai indeks glikemik produk olahan gembili tergolong tinggi (>70). Nilai indeks glikemik gembili rebus, kukus, dan goreng adalah 85.56, 87.56, dan 83.61. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan jenis pengolahan tidak mempengaruhi nilai indeks glikemik (p>0.05).
v
NILAI INDEKS GLIKEMIK PRODUK OLAHAN GEMBILI (DIOSCOREA ESCULENTA)
RESITA NURBAYANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
vi
Judul Skripsi Nama NIM
: Nilai Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili (Dioscorea esculenta). : Resita Nurbayani : I14104015
Disetujui
Dr. Rimbawan Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr.Ir.Budi Setiawan,MS. Ketua Departemen
Tanggal Disetujui :
vii
PRAKATA Puji
syukur
penulis
ucapkan
kehadirat
Allah
SWT
yang
telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Nilai Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili (Dioscorea esculenta)” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada Kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan, dan nasehat serta dukungan yang sangat berarti kepada penulis. 2. Prof.Dr.Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis. 3. dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji sidang skripsi yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 4. dr. Vera Uripi yang telah memberikan dukungan dan saran selama melakukan penelitian. 5. Kedua orang tua dan adik tersayang yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang dan didikan yang tiada henti serta jerih payah, usaha, kesabaran, dan pengorbanan yang tak terbalaskan. 6. Bapak Mashudi, Ibu Ir.Titi Riani, M.Biomed, Ibu Khusnul Rizqywati, B.Sc, Ibu Nina, S.Si yang senantiasa memberikan berbagi ilmu dan pengalaman kepada penulis selama melakukan penelitian. 7. dr. Naufal Muharram yang telah membantu dan memberikan ilmu dalam pengukuran kadar glukosa darah. 8. Rahmatullah AS, S.Si. yang telah memberikan motivasi, inspirasi, dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Stacey, Relina, Erni dan Endah yang telah memberikan motivasi dan menjadi sahabat yang terbaik selama perkuliahan dan penelitian. 10. Seluruh subjek penelitian telah bersedia menyumbangkan darah untuk pengujian nilai indeks glikemik. 11. Ima Karimah S.Gz dan Zahra Juwita S.Gz yang telah berbagi pengalaman dan memberikan masukan selama melakukan penelitian.
viii
12. Gian, Nazhief, dan
Mury Kuswari M.Si teman satu bimbingan yang
senantiasa memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. 13. Teman-teman seperjuangan Alih Jenis Gizi Masyarakat angkatan ke-4 atas segala bantuan, dukungan, dan doa. Penulis menyadari penelitian ini jauh dari kesemp urnaan. Oleh karena itu, saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat.
Bogor, Februari 2013
Resita Nurbayani
ix
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, putri dari pasangan Bapak Darya Carmana, SH dan Ibu Mubariyah, BA. Penulis dilahirkan di Serang, Banten pada tanggal 21 April 1989. Pendidikan penulis dimulai di TK Darul-Ulum Cilegon, Banten pada tahun 1994-1995. Pada tahun 1995-2001 penulis melanjutkan pendidikan di SDN Bujanggadung. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP La-Tansa Mashiro Bogor hingga tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 3 Cilegon hingga tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima menjadi mahasiswi di Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi, Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui USMI. Penulis juga pernah melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di RS Lanud Atang Sendjaja dan Praktek Usaha Jasa Boga (PUJB) di Hotel Santika Bogor serta mengikuti Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan Diploma dan mendapatkan gelar sebagai Ahli Madya. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Program Pendidikan Sarjana Alih Jenis Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selain
mengikuti kegiatan perkuliahan penulis juga pernah menjadi
asisten dosen pada mata kuliah Gizi Dalam Daur Kehidupan (GDDK) dan Dietetik.
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................ x DAFTAR TABEL ................................................................................................xii DAFTAR GAMBAR............................................................................................xii PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 Latar Belakang................................................................................................. 1 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 2 Tujuan Umum ............................................................................................... 2 Tujuan Khusus.............................................................................................. 2 Kegunaan Penelitian ........................................................................................ 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3 Gembili............................................................................................................. 3 Karbohidrat ...................................................................................................... 4 Pati................................................................................................................... 5 Amilosa......................................................................................................... 5 Amilopektin................................................................................................... 6 Gelatinisasi................................................................................................... 6 Serat Pangan ................................................................................................... 7 Indeks Glikemik................................................................................................ 7 Beban Glikemik ................................................................................................ 8 Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik.................................................... 9 Proses pengolahan....................................................................................... 9 Kadar amilosa dan amilopektin................................................................... 10 Kadar gula dan daya osmotik pangan......................................................... 10 Kadar lemak dan protein pangan ................................................................ 11 Kadar anti gizi pangan ................................................................................ 11 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 13 Waktu dan Tempat......................................................................................... 13 Bahan dan Alat............................................................................................... 13 Tahapan Penelitian ........................................................................................ 13 Pengolahan gembili .................................................................................... 14 Analisis zat gizi ........................................................................................... 14 Perekrutan dan pemilihan subjek penelitian................................................ 14
xi
Halaman Pengukuran indeks glikemik ....................................................................... 15 Pengolahan dan Analisis Data ....................................................................... 15 HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................. 16 Komposisi Zat Gizi Produk Olahan Gembili.................................................... 16 Kadar Air .................................................................................................... 16 Kadar Abu .................................................................................................. 17 Kadar Protein.............................................................................................. 18 Kadar Lemak .............................................................................................. 18 Kadar Karbohidrat (by difference) ............................................................... 19 Kadar Serat Pangan ................................................................................... 20 Tingkat gelatinisasi pati.............................................................................. 22 Kadar amilosa dan amilopektin................................................................... 22 Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili ........................................................ 23 Subjek Penelitian........................................................................................ 23 Pangan Acuan dan Pangan Uji ................................................................... 24 Pengukuran Nilai Indeks Glikemik .............................................................. 26 Nilai indeks glikemik produk olahan gembili ................................................ 28 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................. 33 Kesimpulan .................................................................................................... 33 Saran ............................................................................................................. 33 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 34 LAMPIRAN........................................................................................................ 37
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Kandungan zat gizi gembili ............................................................................... 4 2 Kategori pangan menurut indeks glikemik......................................................... 7 3 Kategori pangan menurut beban glikemik ......................................................... 9 4 Hasil analisis komposisi zat gizi dan serat pangan gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng............................................ 16 5 Jumlah porsi gembili yang diberikan kepada subjek ....................................... 25 6 Nilai indeks glikemik umbi uwi......................................................................... 32
DAFTAR GAMBAR 1 Gembili ........................................................................................................... 3 2 Bentuk gelatinisasi pati gembili ....................................................................... 6 3 Kadar air (%bb) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng........................................................................................ 17 4 Kadar abu (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng........................................................................................ 18 5 Kadar protein (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng........................................................................................ 18 6 Kadar Lemak (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng........................................................................................ 19 7 Kadar carbohydrate by difference (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng ................................................................ 20 8 Kadar serat pangan (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng ................................................................ 21 9 Tingkat gelatinisasi gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng........................................................................................ 22 10 Kadar amilosa dan amilopektingembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng ................................................................ 23 11 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap glukosa murni ................... 25 12 Jumlah porsi ................................................................................................. 26 13 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap gembili rebus .................... 27 14 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap gembili kukus.................... 28 15 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap gembili goreng .................. 28
xiii
Halaman 16 Nilai indeks glikemik produk olahan gembili .................................................. 29 17 Diagram alir proses pengolahan gembili rebus ............................................. 42 18 Diagram alir proses pengolahan gembili kukus ............................................. 42 19 Diagram alir proses pengolahan gembili goreng ........................................... 43 20 Diagram alir analisis kadar air....................................................................... 44 21 Diagram alir analisis kadar abu..................................................................... 45 22 Diagram alir analisis kadar lemak ................................................................. 46 23 Diagram alir analisis kadar protein ................................................................ 47 24 Diagram alir analisis kadar serat pangan total............................................... 48 25 Diagram alir analisis kadar serat pangan larut .............................................. 49 26 Diagram alir analisis kadar serat pangan larut .............................................. 50 27 Diagram alir analisis derajat gelatinisasi ....................................................... 51 28 Diagram alir analisis total pati ....................................................................... 52 29 Diagram alir analisis kadar amilosa............................................................... 53
DAFTAR LAMPIRAN 1. Form persetujuan subjek penelitian ............................................................... 38 2. Hasil analisis indeks glikemik......................................................................... 39 3. Hasil uji statistik ............................................................................................. 41 4. Cara pengolahan gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng .............. 42 5. Metode analisis zat gizi.................................................................................. 44
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Riskesdas (2010) masalah obesitas cenderung terjadi pada kelompok dewasa di atas 18 tahun terutama pada penduduk di perkotaan. Permasalahan yang terjadi dapat disebabkan karena konsumsi zat gizi (terutama karbohidrat dan lemak) yang tidak seimbang atau berlebihan, selain itu menurut Depkes (2010) masalah yang sering ditemui oleh seorang atlet adalah kelelahan selama bertanding sehingga diperlukan pemenuhan kebutuhan energi yang cukup untuk proses pemulihan. Kedua permasalahan tersebut memerlukan metode yang tepat untuk pemilihan pangan terutama pangan sumber energi yang didapatkan dari karbohidrat. Salah satu pendekatan dalam pemilihan pangan sumber karbohidrat adalah dengan menggunakan konsep indeks glikemik. Konsep indeks glikemik dikembangkan untuk memberikan klasifikasi numerik pangan sumber karbohidrat. Makanan yang memiliki nilai indeks glikemik rendah dapat meningkatkan rasa kenyang dan menunda rasa lapar. Sedangkan makanan yang memiliki nilai indeks glikemik tinggi mampu meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat (Aston 2006). Para ahli telah mempelajari faktor-faktor penyebab perbedaan indeks glikemik antara pangan yang satu dengan pangan yang lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi indeks glikemik pangan adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel). Menurut Jenkins et al (1988), proses pemasakan atau pengolahan membuat karbohidrat lebih mudah dicerna sehingga dapat meningkatkan nilai indeks glikemik, meskipun beberapa metode pengolahan, seperti parboiling, dapat menurunkan nilai indeks glikemik (Larsen et al 2000). Oleh karena itu, penelitian pada beberapa jenis pangan dengan pengolahan yang berbeda-beda sangat diperlukan terutama pada beberapa jenis pangan lokal. Penelitian mengenai indeks glikemik pangan lokal yang dapat dijadikan sumber karbohidrat juga masih sangat terbatas, sehingga penelitian mengenai nilai indeks glikemik pangan lokal dan produk olahannya tersebut penting dilakukan terutama pangan lokal yang merupakan sumber karbohidrat yang memiliki potensi untuk diversifikasi pangan dan sebagai pangan fungsional di Indonesia seperti jenis umbi-umbian yaitu gembili. Menurut Wilujeng (2010), gembili merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis
2
seperti Indonesia yang mudah dibudidayakan, mudah dikonsumsi dan dapat di olah menjadi berbagai produk olahan. Selain itu, gembili juga dapat dijadikan pangan fungsional karena mengandung inulin sebagai komponen serat pangan larut yang dapat berperan sebagai prebiotik sehingga mampu memperlancar proses pencernaan, namun informasi mengenai potensi dari gembili masih sangat terbatas. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka penulis tertarik untuk mempelajari pengaruh pengolahan terhadap nilai indeks glikemik pangan lokal yaitu gembili. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai indeks glikemik produk olahan gembili (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng). Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus penelitian ini diantaranya adalah: 1.
Mempelajari komposisi zat gizi yang terkandung di dalam produk olahan gembili (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng).
2.
Menganalisis nilai indeks glikemik produk olahan gembili (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng).
3.
Menganalisis pengaruh pengolahan terhadap nilai indeks glikemik produk olahan gembili (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng). Kegunaan Penelitian Memberikan informasi tambahan mengenai nilai indeks glikemik pangan
lokal yaitu gembili dan pengaruh pengolahannya terhadap nilai indeks glikemik, serta membantu masyarakat dalam memilih pangan dan cara pengolahannya yang bermanfaat untuk kesehatan.
3
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Gembili Uwi (Dioscorea Dioscorea spp spp.) merupakan tanaman pangan yang sangat penting dalam pertanian tropika dan sub tropika karena tanaman ini menunjukkan siklus pertumbuhan yang kuat. Uwi (Dioscorea ( spp.) .) memiliki ± 600 spesies, delapan diantaranya dapat menghasilkan umbi yan yang dapat dimakan, diantaranya adalah gembili (Dioscorea esculenta) (Sastrapraja 1997). Kerajaan:
Plantae
Divisi:
Magnoliophyta
Kelas:
Liliopsida
Ordo:
Dioscoreales
Famili:
Dioscoreaceae
Genus:
Dioscorea
Spesies:
D. esculenta
Gambar 1 Gembili Menurut Onwueme (1978), tanaman tanaman gembili berbentuk perdu memanjat, dapat mencapai tinggi antara tiga sampai lima meter. Akar gembili berduri dan berserat, kulit gembili
berwarna coklat atau abu-abu, sedangkan warna
dagingnya putih kekuning-kuningan. kekuning Daunnya nnya berbentuk seperti ginjal, berupa b daun tunggal, berwarna hijau cerah dan berukuran kecil. Bunganya tersusun di dalam bulir yang berwarna hijau kek kekuning-kuningan. Batang atang gemb gembili silindris berbulu halus dan berduri, rduri, pada umumnya gembili berbentuk lonjong, tetapi ada juga yang bulat dan bercabang. Tanaman gembili dapat dipanen setelah 6-10 6 10 bulan. Tanaman gembili dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Tan Tanaman ini diperkirakan berasal dari daratan darata Cina dan tumbuh liar di India utara.
4
Gembili selain digunakan sebagai bahan pangan, di Afrika Selatan juga dijadikan bahan baku pembuatan alkohol. Kurangnya pengetahuan pengolahan gembili mengakibatkan gembili bukan menjadi bahan komoditi meskipun dalam musim-musim tertentu banyak dijual di pasar tradisional dengan harga terjangkau dan memiliki kandungan zat gizi yang cukup. Susunan senyawa kimia gembili bervariasi menurut spesies dan varietas (Sastrapraja 1997). Kandungan zat gizi gembili Menurut Onwueme (1978), komponen terbesar dari gembili adalah air yaitu 70-80%. Akan tetapi semakin mendekati kematangan, kandungan air semakin berkurang. Karbohidrat merupakan komponen terbesar dalam bahan kering. Menurut Kay (1973) karbohidrat dalam gembili berkisar antara 27-33%. Adapun kandungan zat gizi pada gembili dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan zat gizi gembili Komposisi Zat Gizi (%bb)
Jumlah
Air
79.37
Protein Lemak Karbohidrat Serat kasar Amilosa Abu
2.80 0.66 14.76 2.16 1.07 2.41
(Sumber: Harijono et al 2011)
Kandungan pati terutama amilopektin dengan suhu gelatinisasi dari 69.5○
80.5 C. Kandungan gula lebih tinggi dibandingkan ubi yang lain dan memberikan rasa manis. Gembili yang dimakan dapat digunakan
sebagai bahan pokok
tepung. Tepung dan pati juga dapat diekstraksi. Butir patinya yang kecil lebih mudah dicerna dibandingkan dengan ubi lain. Oleh karena itu, gembili digunakan dalam diet khusus untuk orang dengan gangguan pencernaan (Sastrapaja 1997). Karbohidrat Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan nama kelompok zat-zat organik yang mempunyai struktur molekul
yang berbeda-beda, meski terdapat
persamaan-persamaan dari sudut kimia dan fungsinya. Semua karbohidrat terdiri dari unsur-unsur carbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O), yang pada umumnya mempunyai rumus kimia Cn(H2O)n. Karbohidrat yang terasa manis, biasa disebut gula (sakar). Karbohidrat yang terdapat di dalam makanan pada umumnya hanya tiga jenis, adalah monosakarida, disakarida, oligosakarida, dan polisakarida (Sediaoetama 2006).
5
Monosakarida adalah karbohidrat sederhana, sehingga zat tersebut tidak dapat diuraikan menjadi karbohidrat yang lebih sederhana. Sebagian besar monosakarida dikenal sebagai heksosa, karena terdiri dari enam rantai atau cincin karbon. Atom-atom hidrogen dan oksigen terikat pada rantai atau cincin ini atau sebagai gugus hidroksil (OH). Ada tiga jenis heksosa yang penting dalam ilmu gizi, yaitu glukosa, fruktosa, dan galaktosa (Almatsier 2001). Disakarida terdiri atas dua unit monosakarida yang terikat satu sama lain melalui reaksi kondensasi. Kedua monosakarida saling mengikat karena ada ikatan glikosidik melalui satu atom oksigen. Disakarida dapat dipecah kembali menjadi dua molekul monosakarida melalui reaksi hidrolisis. Ada empat jenis disakarida, yaitu sukrosa atau sakarosa, maltosa, laktosa, dan trehalosa (Almatsier 2001). Oligosakarida terdiri atas dua hingga sepuluh polimer monosakarida. Sebetulnya disakarida termasuk dalam oligosakarida, tetapi karena peranannya dalam ilmu gizi sangat penting maka dibahas secara terpisah. Rafinosa, stakiosa, dan verbaskosa adalah oligosakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Polisakarida adalah polimer dari monosakarida, yang mempunyai berat molekul tinggi, tidak larut
dalam air, membentuk koloid dan tidak
mempunyai rasa manis (Sediaoetama 2006). Pati Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan karbohidrat utama yang dimakan manusia diseluruh dunia.
Pati terutama
terdapat dalam padi-padian, biji-bijian, dan umbi-umbian. Jumlah unit glukosa dan susunannya dalam satu jenis pati berbeda satu sama lain, bergantung jenis tanaman asalnya. Bentuk butiran pati ini berbeda satu sama lain dengan karakteristik tersendiri dalam hal daya larut, daya mengentalkan, dan rasa. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno 1993). Amilosa Amilosa merupakan rantai panjang unit glukosa yang tidak bercabang tetapi mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa rantai amilosa berbentuk heliks. Bagian dalam stuktur heliks mengandung atom H sehingga
6
bersifat hidrofob yang memungkinkan amilosa membentuk komplek dengan asam lemak bebas, komponen asam lemak dari gliserida (Almatsier 2001). Amilopektin Amilopektin adalah polimer yang susunannya bercabang-cabang dengan 15-30 unit glukosa pada setiap cabang. Amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total yang dapat dipecah dalam proses pencernaan. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah lebih besar. Sebagian besar pati hanya mengandung 15-35% amilosa (Almatsier 2001). Gelatinisasi Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butir) yang berbeda-beda, dengan mikroskop jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, letak hilum yang unik, dan juga dengan sifat birefringent-nya. Bila pati mentah dimasukan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Namun jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas. Air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar 30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 55°C sampai 65°C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah itu granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati yang dibuat membengkak luar biasa tetapi bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula disebut suhu gelatinisasi (Meyer 1982). Pada proses gelatinisasi terjadi kerusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan
hidrogen
ini
berfungsi
untuk mempertahankan
struktur
granula.
Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati (Greenwood dan Munro 1979). Ketika granula pati membengkak, amilosa akan keluar dari granula. Faktor yang mempengaruhi gelatinisasi selain kadar air dan suhu adalah ukuran granula, kadar amilosa, berat molekul, dan struktur miselar pati (Fennema 1996).
Gambar 2 Bentuk gelatinisasi pati gembili (Septianti 2003)
7
Serat Pangan Serat pangan adalah bagian struktural dari tanaman dan ditemukan di semua tanaman yang dapat berasal dari sayuran, buah-buahan, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Serat adalah bagian sel tumbuhan yang resisten terhadap hidrolisis enzim pencernaan manusia (Waspadji et al 2002). Sebagian besar serat pangan adalah polisakarida. Ikatan antara monosakarida pada serat pangan tidak bisa dipecah oleh enzim pencernaan di dalam tubuh. Berdasarkan kelompok kelarutannya, serat pangan terdiri dari serat pangan larut dan serat pangan tidak larut. Serat pangan larut berbentuk gel (kental) dan mudah dicerna oleh bakteri di dalam usus besar (difermentasi). Umumnya ditemukan dalam gandum, barley, kacang, dan buah jeruk. Serat pangan tidak larut paling sering berhubungan dengan perlindungan terhadap penyakit jantung dan diabetes karena kemampuannya menurunkan kolesterol darah dan kadar glukosa. Penambahan serat dalam makanan, efeknya akan bergantung kepada hubungan antara serat dengan makanan, persentase karbohidrat dalam makanan, dan kelarutan (Waspadji et al 2002). Indeks Glikemik Konsep indeks glikemik pertama-tama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang Professor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk menentukan pangan yang paling baik bagi penderita diabetes. Indeks glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya (immediate effect) terhadap glukosa darah, dengan kata lain indeks glikemik adalah pengindeksan jumlah respon glikemik yang tetap pada karbohidrat yang tersedia dari makanan. Karbohidrat dalam pangan yang dipecah dengan cepat selama pencernaan memiliki indeks glikemik tinggi. Sebaliknya, karbohidrat yang dipecah dengan lambat memiliki indeks glikemik rendah (slow release carbohydrate) sehingga melepaskan glukosa ke dalam darah dengan lambat (Rimbawan dan Siagian 2004). Kategori pangan menurut indeks glikemik dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kategori pangan menurut indeks glikemik Kategori Pangan Rentang Indeks Glikemik Indeks glikemik rendah
< 55
Indeks glikemik sedang (intermediate) Indeks glikemik tinggi
55-70 >70
Sumber: Miller et al (1996) dalam Rimbawan & Siagian (2004)
8
Indeks glikemik pangan diukur melalui pengambilan darah pada subjek setelah mengonsumsi pangan (pangan uji & pangan standar) selama selang waktu tertentu dengan menggunakan finger-prick capillary blood samples method. Menurut Snell (2006) dalam Maulana (2012) teknik pengambilan darah prick-test pada jari perlu diperhatikan. Secara anatomi aliran darah arteri ulnaris mengalir pada jari kelingking dan arteri radialis mengalir pada ibu jari. Proses pengambilan darah disarankan tidak dilakukan pada jari kelingking dan ibu jari untuk menghindari terjadinya infeksi yang bersifat sistemik. Kemudian kadar glukosa darah subjek diplotkan ke dalam grafik (Miller et al 1996). Respon glukosa darah digambarkan sebagai persentase tambahan area di bawah kurva dari pangan uji dibagi dengan luas pangan standar yang mengandung jumlah karbohidrat yang sama (Wedman 2002). Beban Gikemik Kecepatan peningkatan kadar glukosa darah berbeda untuk setiap jenis pangan. Maka dari itu dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi pangan dengan indeks glikemik rendah dan mengurangi konsumsi pangan dengan indeks glikemik tinggi. Tujuannya adalah untuk mengurangi beban glikemik pangan secara keseluruhan. Beban glikemik bertujuan untuk menilai dampak konsumsi karbohidrat dengan memperhitungkan indeks glikemik pangan (Rimbawan dan Siagian 2004). Beban glikemik yang menilai efek glikemik total dari diet telah terbukti sangat berguna dalam studi epidemiologi. Baik kuantitas dan kualitas dari karbohidrat mempengaruhi respon glikemik. Menurut definisi, indeks glikemik membandingkan jumlah yang sama dari karbohidrat dan menyediakan ukuran sebuah karbohidrat tetapi kualitas bukan kuantitas. Pada tahun 1997 konsep beban glikemik diperkenalkan oleh para peneliti di Harvard University untuk mengukur efek glikemik keseluruhan porsi makanan. Nilai beban glikemik disertakan untuk sebagian besar makanan dan dihitung dengan mengalikan jumlah karbohidrat yang terkandung dalam ukuran porsi tertentu dari makanan dengan nilai indeks glikemik makanan (penggunaan glukosa sebagai referensi makanan) yang kemudian dibagi dengan 100 (Powell et al 2002). Adapun kategori pangan menurut beban glikemik dapat dilihat pada Tabel 3.
9
Tabel 3 Kategori pangan menurut beban glikemik Kategori Pangan Rentang Beban Glikemik Beban glikemik rendah
< 10
Beban glikemik sedang
11-19
Beban glikemik tinggi
>20
(Sumber: Powell et al 2002)
Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik Menurut Jenkins et al (1988), terdapat banyak faktor yang dapat menyebab perbedaan indeks glikemik antara pangan yang satu dengan pangan yang lain. Pangan dengan jenis yang sama pun dapat memiliki indeks glikemik berbeda bila diolah atau dimasak dengan cara yang berbeda. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), faktor yang mempengaruhi indeks glikemik pangan adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran perbandingan amilosa dengan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein, serta kadar anti gizi pangan. Proses pengolahan Ukuran partikel. Ukuran partikel mempengaruhi proses gelatinisasi pati. Penumbukan dan penggilingan memperkecil ukuran partikel sehingga lebih mudah menyerap air. Berdasarkan hasil penelitian Septiyani (2012), tiwul konvensional yang dibuat dari tepung gaplek memiliki tingkat gelatinisasi tertinggi dibandingkan dengan tiwul instan tinggi protein karena tepung gaplek memiliki ukuran partikel yang lebih kecil. Hal ini diduga mampu mempengaruhi proses gelatinisasi pati, sehingga berpengaruh terhadap nilai indeks glikemik. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), ukuran partikel mempengaruhi proses gelatinisasi pati. Hal ini berkaitan dengan luas penampang permukaan total, semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas permukaan total pangan. Ukuran butiran pati yang makin kecil mengakibatkan mudah terdegradasi oleh enzim. Oleh karena itu, indeks glikemik tiwul konvensional lebih tinggi dibandingkan indeks glikemik tiwul instan tinggi protein. Tingkat gelatinisasi pati. Pemanasan atau pemasakan adalah metode yang paling lazim digunakan untuk mengolah bahan pangan, dengan pengolahan ini pati dapat tergelatinisasi sempurna. Berdasarkan hasil penelitan Septiyani (2012), tingkat gelatinisasi tiwul instan tinggi protein mentah lebih rendah dibandingkan tiwul konvensional matang karena tiwul konvensional dibuat dari tepung gaplek yang diperciki air dan memiliki ukuran partikel lebih kecil,
10
serta dilakukan proses pengukusan. Proses pemanasan menggunakan air akan memperbesar ukuran granula pati. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), granula yang mengembang dan molekul pati bebas ini sangat mudah dicerna karena enzim pencerna pati di dalam usus halus mendapatkan permukaan yang lebih luas untuk kontak dengan enzim. Reaksi cepat dengan enzim ini menghasilkan peningkatan kadar glukosa darah yang cepat, sehingga indeks glikemik tiwul konvensional lebih tinggi dibandingkan indeks glikemik tiwul instan tinggi protein. Kadar amilosa dan amilopektin Butiran pati dengan konten amilosa yang relatif tinggi cenderung lebih tahan terhadap pencernaan, sedangkan butiran pati dengan konten amilopektin yang lebih tinggi cenderung lebih mudah dicerna. Berdasarkan hasil penelitian Maulana (2012), keripik ubi cilembu memiliki kandungan amilosa lebih tinggi dan indeks glikemik lebih rendah dibandingkan ubi cilembu kukus dan panggang, sedangkan ubi cilembu panggang memiliki kandungan amilosa lebih rendah dengan indeks glikemik yang lebih tinggi daripada keripik ubi cilembu dan ubi cilembu kukus. Terdapat kecenderungan bahwa produk olahan dengan kandungan amilosa lebih tinggi dan kandungan amilopektin lebih rendah akan memiliki indeks glikemik lebih rendah. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Argasasmita (2008), dari lima varietas beras dengan kadar amilosa tinggi memiliki nilai indeks glikemik yang lebih rendah dibandingkan dengan lima varietas beras yang memiliki kadar amilosa rendah dan menurut uji statistik terdapat hubungan yang signifikan antara kadar amilosa dengan nilai indeks glikemik. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), amilosa dengan struktur yang tidak bercabang membuatnya terikat lebih kuat dan sulit untuk tergelatinisasi dan akibatnya sulit untuk dicerna, sedangkan amilopektin yang memiliki struktur bercabang memiliki ukuran molekul lebih besar dan lebih terbuka, sehingga amilopektin lebih mudah tergelatinisasi dan akibatnya lebih mudah dicerna. Oleh karena itu, bila suatu pangan memiliki kadar amilopektin yang lebih tinggi daripada kadar amilosa, respon glukosa darah lebih tinggi Kadar gula dan daya osmotik pangan Pengaruh gula yang secara alami terdapat di dalam pangan (laktosa, sukrosa, glukosa, dan fruktosa) dalam berbagai proporsi, terhadap respon glukosa darah sangat sulit diprediksi. Hal ini karena pengosongan lambung
11
diperlambat oleh peningkatan konsentrasi gula, apapun strukturnya. Beberapa buah memiliki indeks glikemik rendah (ceri = 22). Sementara yang lain memiliki indeks glikemik relatif tinggi (semangka = 77). Tampaknya makin tinggi keasaman dan kekuatan osmotik (jumlah molekul per mililiter larutan) buah makin rendah indeks glikemiknya (Rimbawan dan Siagian 2004). Kadar serat pangan Studi menunjukkan bahwa semakin tinggi konsumsi serat dan pati resisten dapat mengurangi kecepatan absorbsi glukosa atau karbohidrat akan menyebabkan peningkatan rasa kenyang, rasa lapar berkurang dan atau berat badan berkurang, mengurangi glukosa darah, dan resistensi insulin. Pengaruh serat pada indeks glikemik pangan tergantung pada jenis seratnya, apabila masih utuh serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada pencernaan. Akibatnya indeks glikemik cenderung lebih rendah (Araya 2002). Kadar lemak dan protein pangan Berdasarkan hasil penelitian Maulana (2012), keripik ubi cilembu memiliki kandungan protein dan lemak tertinggi dengan indeks glikemik terendah dibandingkan ubi cilembu panggang dan ubi cilembu kukus. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), pangan berkadar lemak dan protein tinggi cenderung memperlambat laju pengosongan lambung, sehingga laju pencernaan makanan di usus halus juga diperlambat. Oleh karena itu, pangan berkadar lemak tinggi cenderung memiliki indeks glikemik lebih rendah daripada pangan sejenis berkadar lemak lebih rendah Kadar anti gizi pangan Beberapa pangan secara alamiah mengandung zat yang dapat menyebabkan
keracunan
bila
jumlahnya
besar.
Zat
yang
berpotensi
menyebabkan efek merugikan terhadap status gizi disebut zat anti-gizi (Rimbawan dan Siagian 2004). Contohnya adalah inhibitor enzim, fitat, dan lektin. Inhibitor enzim (inhibitor amilase) terbukti dapat menurunkan absorbsi glukosa pada tikus dan manusia (Waspadji et al 2002). Metode Pengolahan Pangan Menurut Widyati (2002) terdapat dua metode pengolahan makanan, yaitu metode panas basah dan metode panas kering. Metode panas basah menggunakan bahan cair seperti kaldu, saus atau uap air sebagai penghantar panas. Metode panas kering menggunakan udara panas, metal panas, atau lemak panas sebagai media penghantar panas. Metode panas basah
12
diantaranya adalah merebus dan mengukus. Metode panas kering salah satunya adalah menggoreng (Deep frying). Merebus adalah teknik memasak dengan air panas dan makanan terendam dalam air mendidih. Proses perebusan menggunakan suhu tinggi ± 100°C dan waktu yang lama, sehingga dapat merusak kandungan zat gizi, cita rasa yang menurun, serta merusak tekstur dan warna makanan. Oleh karena itu, agar kandungan zat gizi tidak banyak yang hilang, sebaiknya makanan dimasukkan setelah air mendidih, dan api sedikit dikecilkan. Mengukus adalah teknik memasak dengan menggunakan uap air. Jika tidak dilakukan berlebihan, mengukus tidak akan mengubah warna bahan pangan serta kandungan zat gizinya. Terlebih jika dilakukan dengan baik dan benar, yaitu menggunakan pengukus yang tertutup rapat sehingga uap dapat memproses makanan dengan efektif (Nurmala 2010). Menggoreng (Deep frying) adalah teknik memasak dengan menggunakan minyak dalam jumlah banyak sampai bahan makanan terendam dan suhu yang digunakan >100°C. Minyak berfungsi sebagai media penghantar panas, menambah cita rasa gurih, serta menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Pemanasan akan mengakibatkan terjadinya perubahan sifat fisiko kimia minyak sehingga akan berpengaruh terhadap mutu bahan makanan yang digoreng (Muchtadi et al 1993).
13
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian mengenai Nilai Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu dimulai bulan September 2012 sampai bulan November 2012. Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah di Laboratorium Percobaan Makanan untuk membuat aneka produk olahan gembili, Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan untuk menganalisis zat gizi produk olahan gembili serta Klinik Gizi untuk melakukan pengukuran respon glukosa darah dari subjek. Keseluruhan ruangan tersebut berada di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah gembili. Bahan yang digunakan untuk proses pengolahan gembili menjadi aneka produk olahan gembili (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng) adalah minyak goreng dan air. Bahan kimia yang digunakan untuk uji proksimat produk olahan gembili antara lain air destilata atau aquades, NaOH 30%, KI 30%, larutan tio 0.1 N, asam borat (H3BO3) 3%, selenium mix, HCl 0.5 M, ethanol 95%, aseton, hexane, asam asetat 1 N, buffer fosfat pH 6.0, asam sulfat 4 N, enzim thermamyl, enzim pepsin, dan iod 0,1 N. Bahan yang digunakan untuk pengukuran respon glukosa darah pada individu adalah sampel darah subjek dan glukosa murni (D-glucose anhydrouse) Alat yang digunakan untuk uji proksimat pada produk olahan gembili adalah cawan porselen, tanur, oven, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur, pipet, labu takar, buret, erlenmeyer, gelas arloji, pipet mikro, corong, pompa vacum, timbangan analitik, shaker, desikator, labu Soxhlet, labu Kjedhal, penangas air, dan
spektrofotometer UV-VIS. Peralatan yang digunakan pada proses
pengolahan aneka produk olahan gembili antara lain timbangan, kompor, panci, wajan, sodet, piring, sendok, gelas ukur, dan penggaris. Alat yang digunakan untuk pengukuran respon glukosa darah pada individu adalah Glucometer One Touch Ultra. Tahapan Penelitian Kegiatan ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan diantaranya adalah tahap pengolahan gembili menjadi beberapa jenis produk olahan (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng), tahap analisis zat gizi dengan uji proksimat,
14
tahap perekrutan dan pemilihan subjek penelitian serta tahap pengukuran indeks glikemik individu. Pengolahan gembili Pengolahan umbi gembii dilakukan setelah sebelumnya terjadi proses persiapan meliputi pemilihan gembili yang akan diolah. Gembili yang diteliti memiliki masa tanam 8 bulan dan jenis lahan yang seragam sehingga dapat mengurangi bias dalam hasil penelitian. Setelah proses pemilihan gembili, kemudian dilakukan proses pengolahan gembili menjadi produk olahan gembili (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng) dengan tiga metode pengolahan. Metode pengolahan gembili dapat dilihat pada Lampiran 4. Analisis zat gizi Setelah gembili diolah menjadi tiga produk olahan, tahapan selanjutnya adalah melakukan uji proksimat pada produk olahan tersebut dengan melakukan dua kali ulangan analisis meliputi analisis kandungan air (metode oven biasa), protein (metode Kjedahl), lemak (metode ekstraksi Soxhlet), abu (metode pengabuan kering), karbohidrat (carbohydrate by difference), dan total serat makanan (metode enzimatis). Selain itu, dilakukan pengukuran tingkat gelatinisasi, kadar total pati, amilosa dan amilopektin. Prosedur analisis zat gizi dapat dilihat pada Lampiran 5. Perekrutan dan pemilihan subjek penelitian Perekrutan dan pemilihan subjek penelitian dilakukan secara purposive yang memenuhi kriteria sebagai subjek. Kriteria tersebut terdiri dari kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini mencakup, subjek berumur 1830 tahun baik pria atau wanita, memiliki indeks massa tubuh normal (18.5-22.9 Kg/m2) dan dalam keadaan sehat. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini mencakup, subjek memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, mengalami gangguan pencernaan, menggunakan obat-obatan terlarang, meminum minuman beralkohol, dan merokok. Semua subjek penelitian telah menandatangani informed consent. Subjek yang telah terkumpul terdiri dari lima orang laki-laki dan lima orang perempuan yang akan diberikan pangan uji dan pangan acuan. Pangan uji berupa produk olahan gembili diantaranya gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng. Pangan acuan yang akan dikonsumsi adalah glukosa murni.
15
Pengukuran indeks glikemik Setelah produk olahan pangan uji dan pangan acuan dikonsumsi oleh subjek penelitian, langkah selanjutnya adalah pengambilan sampel darah subjek untuk mengetahui indeks glikemik pangan uji. Prosedur penentuan indeks glikemik pangan adalah sebagai berikut (Miller et al 1996). a. Pangan acuan dan pangan uji dikonsumsi setara 25 g karbohidrat oleh subjek setelah menjalani puasa penuh kecuali minum air putih selama kurang lebih 10 jam. b. Selama dua jam pasca pemberian pangan acuan, sampel darah sebanyak 50 µL diambil dengan menggunakan finger-prick capillary blood samples method secara berturut-turut pada menit ke 0 (sebelum pemberian), 15, 30, 45, 60, 90, dan 120 setelah pemberian pangan uji. c. Pada waktu yang berlainan (7 hari kemudian) hal yang sama akan dilakukan dengan memberikan pangan uji ke-1 (gembili rebus). 7 hari berikutnya diberikan pangan uji ke-2 (gembili kukus), dan 7 hari berikutnya diberikan pangan uji ke-3 (gembili goreng) kepada subjek. d. Kadar glukosa darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) ditebar pada dua sumbu, yaitu sumbu x (waktu dalam menit) dan sumbu y (kadar glukosa darah). Kemudian kadar glukosa darah subjek diplotkan ke dalam grafik. e. Indeks glikemik masing-masing subjek ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan pangan acuan. f. Respon glukosa darah digambarkan sebagai persentase tambahan area di bawah kurva dari pangan uji dibagi dengan luas pangan standar yang mengandung jumlah karbohidrat yang sama (Wedman 2002). Pengolahan dan Analisis Data Data analisis komposisi zat gizi dan respon glukosa darah dari individu pada pangan acuan dan pangan uji akan diolah dengan menggunakan Microsoft excel 2007. Perhitungan skor indeks glikemik dilakukan dengan menggunakan metode polynomial. Hasil yang diperoleh dari data tersebut adalah kurva respon glukosa darah individu dari pangan yang diuji. Pengujian hipotesa pengaruh pengolahan terhadap nilai indeks glikemik dianalis menggunakan analisis sidik ragam (One Way ANOVA) dengan menggunakan Software SPSS 16.0
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Zat Gizi Produk Olahan Gembili Menurut Powell et al (2002), proses pengolahan akan berpengaruh terhadap komposisi zat gizi produk olahan, sehingga analisis komposisi zat gizi perlu dilakukan. Adapun analisis komposisi zat gizi yang dilakukan pada produk olahan gembili meliputi analisis proksimat, total serat pangan dan carbohydrate by difference. Analisis zat gizi yang dilakukan menggunakan dua kali ulangan analisis sehingga data bersifat deskriptif. Hasil analisis zat gizi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis komposisi zat gizi dan serat pangan gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng Analisis Proksimat
Gembili Mentah
Gembili Rebus
Gembili Kukus
Gembili Goreng
%bb
%bk
%bb
%bk
%bb
%bk
%bb
%bk
Air
64.49
-
68.09
-
62.11
-
49.09
-
Abu
0.57
1.62
0.68
2.15
0.80
2.13
1.30
2.56
Lemak
0.17
0.51
0.19
0.63
0.14
0.37
3.94
7.75
Protein
1.64
4.63
1.06
3.47
1.14
2.99
2.16
4.25
Carbohydrate by difference
33.16
85.87
27.09
91.05
35.90
93.33
45.24
88.88
IDF
6.54
18.43
4.20
13.17
4.47
11.79
6.83
13.43
SDF
2.04
5.77
1.87
5.84
2.41
6.37
5.54
10.88
TF
7.90
22.25
6.06
19.01
6.88
18.15
12.37
24.30
Keterangan: bb (basis basah), bk (basis kering), IDF (Insoluble Dietary Fiber), SDF (Soluble Dietary Fiber), TF (Total Fiber)
Kadar Air Air dapat masuk ke dalam tubuh dalam bentuk makanan cair dan minuman. Sebagian besar makanan padat juga terdiri atas air. khususnya buahbuahan dan sayur-sayuran yang mengandung lebih dari 85% air (Kartono 1987). Kandungan air dalam suatu bahan merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan bahan pangan karena kandungan air mempengaruhi daya tahannya terhadap serangan mikroba (Winarno 2008). Hasil analisis kadar air produk olahan gembili disajikan pada Gambar 3.
17
Kadar Air (%bb)
70 60 50 40 30
64.49
68.09
62.11 49.09
20 10 0
Gembili mentah
Gembili Rebus
Gembili Kukus
Gembili Goreng
Produk olahan Gambar 3 Kadar air (%bb) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng Kadar air pada produk olahan gembili berdasarkan basis kering berkisar antara 49.09% sampai 68. 68.09%. Kadar air terendah adalah dalah gembili goreng sebesar 49.09% karena pada proses pengolahannya menggunakan suhu tinggi yang memungkinkan terjadinya proses penguap penguapan an air sehingga produk yang dihasilkan memiliki tekstur keras dan padat. Sedangkan S kadar air yang tertinggi adalah gembili rebus sebesar 68. 68.09%. Hal ini dapat terjadi karena pada proses pengolahannya menggunakan air sebagai media pengantar panas sehingga terjadi penyerapan air. Demikian pula berdasarkan hasil penelitian Rasdiyanti (2010) pada produk olahan sukun dengan kadar air sukun rebus sebesar lebih tinggi dibandingkan sukun kukus dan sukun goreng. Kadar Abu Kadar abu merupakan gambaran kandungan mineral dalam suatu bahan pangan (Sediaoetama ediaoetama 2006). Setiap bahan pangan memiliki kandungan abu yang berbeda tergantung pada jenis pengolahannya. Hasil analisis kadar abu pada produk olahan gembili berdasarkan basis kering berkisar antara 2.13% sampai 2.56%. Kadar abu tertinggi adalah gembili goreng sebesar 2.56% sedangkan yang terendah adalah gembili kukus sebesar 2.13%. Hal ini diduga terjadi karena na pada proses pengolahannya pengol penggunaan air sebagai media penghantar panas yang tidak bersentuhan secara langsung dengan gembili sehingga kadar abu lebih rendah dibandingkan dengan produk olahan gembili lainnya. Hasil analisis kadar abu produk olahan gembilili dapat dilihat pada Gambar 4.
18
Kadar Abu (%bk)
3 2.5 2 1.5 1
1.62
2.15
2.13
2.56
0.5 0 Gembili mentah
Gembili Rebus
Gembili Kukus
Gembili Goreng
Produk olahan
Gambar 4 Kadar abu (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng Kadar Protein Hasil analisis kadar protein produk olahan gembili berdasarkan basis kering berkisar antara 2.99% sampai 4.25%. Secara deskriptif kadar protein berkurang setelah melalui proses pengolahan. Kadar protein tertinggi adalah gembili goreng sebesar 4.25%, sedangkan sedang kadar protein terendah adalah ada gembili kukus sebesar 2.99%. Hal ini dapat terjadi karena pada proses pengolahannya menggunakan waktu yang lama dan suhu tinggi sehingga banyak molekul nitrogen yang hilang. Molekul nitrogen merupakan zat yang di ukur untu untuk menentukan kadar protein dengan metode Kjedhal. Gambar 5 menunjukkan hasil
Kadar Protein (%bk)
analisis kadar protein produk olahan gembili.
5 4 3 2
4.63
3.71
4.25 2.99
1 0
Gembili mentah
Gembili Rebus
Gembili Kukus
Gembili Goreng
Produk olahan
Gambar 5 Kadar protein (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng
19
Kadar Lemak Hasil analisis kadar lemak pada produk olahan gembili berdasarkan basis kering berkisar antara 0.37% sampai 7.75%. Kadar lemak terendah adalah gembili kukus sebesar 0.37% berikutnya gembili rebus sebesar 0.63%. Sedangkan yang tertinggi adalah gembili goreng goreng sebesar 7.75%. Gembili goreng memiliki kadar lemak tertinggi karena metode pengolahannya menggunakan minyak sebagai media pengantar panas sehingga kemungkinan terjadi proses penyerapan minyak. Menurut Bredbenner et al (2009), sumber lemak seperti mentega,, margarin, dan minyak dapat mempengaruhi kadar lemak pada suatu pangan olahan. Hasil analisis kadar lemak produk olahan gembili disajikan pada
Kadar Lemak (%bk)
Gambar 6. 8 6 7.75
4 2 0.51
0
Gembili mentah
0.63
0.37
Gembili Rebus
Gembili Kukus
Gembili Goreng
Produk olahan
Gambar 6 Kadar Lemak (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng Kadar carbohydrate by difference Terdapat beberapa metode analisis kadar karbohidrat dalam bahan makanan, salah satunya adalah metode carbohydrate arbohydrate by difference. difference Kadar karbohidrat yang diperoleh bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan sebagai berikut:
Kadar karbohidrat (%) = 100% - (Kadar air + Abu + Lemak + Protein)
Kadar carbohydrate arbohydrate by difference untuk tiga jenis olahan gembili dapat dilihat pada Gambar 7.
Kadar carbohydrate by difference (%bk)
20
94 92 90 88 86 84
93.33
91.05
88.88
85.87
82
Gembili mentah
Gembili Rebus
Gembili Kukus
Gembili Goreng
Produk olahan
Gambar 7 Kadar carbohydrate by difference (%bk) gembili mentah, gembili rebus,gembili kukus, dan gembili goreng Kadar
carbohydrate arbohydrate
by
difference
pada
produk
olahan
gembili
berdasarkan basis kering ker berkisar antara 88.88% sampai 93.33 33%. Kadar carbohydrate arbohydrate by difference tertinggi adalah gembili kukus sebesar 93.33 93.33%, sedangkan yang terendah adalah gembili goreng sebesar 88.88%. Berdasarkan hasil penelitian Rasdiyanti (2011) bahwa bahan yang diolah dengan metode penggorengan memiliki kadar karbohidrat paling rendah bila dibandingkan dengan bahan yang diolah dengan metode perebusan dan pengukusan. Secara deskriptif, kadar carbohydrate by difference bertambah setelah mengalami proses pengolahan namun kadar carbohydrate by difference pada produk olahan gembili memiliki nilai yang relatif sama. Hal ini dapat terjadi karena proses pengolahan menyebabkan beberapa zat gizi menjadi berkurang sehingga nilai carbohydrate by difference lebih tinggi, selain itu menurut Winarno (1993 (1993), carbohydrate by difference merupakan penentuan karbohidrat secara kasar dan di dalamnya masih termasuk kandungan kadar serat bahan pangan. pangan Kadar Serat Pangan Komposisi kimia serat pangan bervariasi tergantung dari komposisi dinding sel tanaman penghasilnya. penghasilnya Pada dasarnya arnya komponen penyusu penyusun dinding sel tanaman terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, gum, mucilage yang kesemuanya ini termasuk ke dalam serat pangan. Serat pangan terbagi ke dalam dua kelompok yaitu serat pangan tidak larut (insoluble nsoluble dietary fiber fiber) dan serta pangan larut (soluble soluble dietary fiber) (Silalahi 2006). Serat pangan tidak larut adalah sebagian pangan yang tidak larut baik dalam air panas maupun air dingin
21
dan berperan untuk memperbesar volume feses serta mengurangi wak waktu transitnya di dalam kolon, sedangkan serat s pangan larut adalah serat pangan yang dapat larut dalam air hangat dan mempengaruhi metabolisme kar karbohidrat dan lemak.. Menurut Wilujeng (2010), salah satu serat pangan larut yang terdapat dalam gembili adalah iinulin nulin dengan kadar yang cukup tinggi yaitu sebesar 14,629% (bk) dari total serat. serat Berdasarkan hasil analisis kadar serat pangan menunjukkan bahwa kadar serat pangan pada produk olahan gembili yang terdiri dari serat pangan larut (soluble soluble dietary fiber) dan serat pangan tidak larut (insoluble insoluble dietary fiber fiber) masing-masing berkisar antara 5.84% sampai 10.88% d dan an 11.79% sampai 13.43% % sehingga dapat diketahui jumlah umlah total serat pangan berkisar antara 18.15% sampai 24.30%. Kadar serat pangan larut dan serat pangan ngan tidak larut yang tertinggi adalah gembili goreng yang memiliki nilai serat pangan larut sebesar 10.88% dan serat pangan tidak larut sebesar 13.43%. Secara keseluruhan kadar serat pangan tidak larut lebih tinggi dibandingkan serat pangan larut. Selain itu, menurut Winarno (1993), (199 ), sebagian besar serat dalam bahan pangan merupakan serat pangan yang tidak dapat larut. Hasil analisis kadar serat pangan produk olahan gembili disajikan pada Gambar 8.
Kadar serat pangan (%bk)
24.30 25 20
25 22.25 19.01
18.43
18.15 13.43
13.17
15
11.79
10.88
SDF IDF TDF
10 5.77
6.37
5.84
5 0
Gembili mentah
Gembili Rebus
Gembili Kukus
Gembili Goreng
Produk Olahan
Gambar 8 Kadar serat pangan (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng
22
Tingkat gelatinisasi pati Selain analisis proksimat, dilakukan juga analisis tingkat gelatinisasi gelatinisasi pati pada produk olahan gembili. Gelatinisasi merupakan proses yang ang meliputi pemutusan ikatan hidrogen drogen dan pengembangan granula pati (Meyer 1982). Tingkat gelatinisasi pati pada produk olahan gembili disajikan pada Gambar 9.
Tingkat Gelatinisasi
100 80 60 40
69.66
60.39 39
84.21 51.58
20 0
Gembili mentah
Gembili Rebus
Gembili Kukus
Gembili Goreng
Produk Olahan
Gambar 9 Tingkat gelatinisasi gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng Tingkat gelatinisasi pada produk olahan gembili berdasarkan basis kering berkisar antara 51.58% sampai 84. 84.21%. Tingkat gelatinisasi terendah a adalah gembili goreng sebesar 51.58% 51. berikutnya gembili mentah sebesar 60. 60.39% dan gembili rebus sebesar 60. 60.39% sedangkan yang tertinggi adalah gembili kukus sebesar 84.21%. Tingkat gelatinisasi terendah pada gembili goreng di diduga karena tingginya kadar serat dan lemak. Menurut Harper (1981) dalam Rasdiyanti (2010), lemak emak akan membungkus butiran pati (kompleks amilosalipid) dan menghambat jumlah air yang dapat diserap oleh pati sehingga nilai tingkat gelatinisasi sasi semakin rendah. Kadar amilosa dan amilopektin Amilum yang dalam kehidupan sehari-hari sehari hari dikenal sebagai zat pati p atau zat tepung, yang merupakan suatu glukosa dan cadangan persedi persediaan aan makanan bagi tanaman. Amilum pada umumnya terdapat pada akar, umbi, atau biji tanaman. Tanaman yang banyak mengandung amilum antara lain ubi kayu, kentang, sagu, dan jenis gandum. Amilum ilum tidak larut dalam air dingin, tetapi apabila dipanaskan dengan air yang cukup, ternyata zat ini terdiri dari dua fraksi. Fraksi yang larut disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin.
23
Kadar amilosa dalam berbagai jenis amilum umumn umumnya ya tidak sama sekitar 10 1025% (Sumardjo 2006). Kadar total pati, amilosa, dan amilopektin pada produk
Kadar Total Pati, Amilosa, & Amilopektin
olahan gembili disajikan pada Gambar 10. 70
60.36
60
62.12
44 44.64 43.08
50
47.26
47.94
40
Amilosa (%bk)
30
Amilopektin (%bk)
20 10
1.77
1.55
Total Pati (%bk)
0.68
0 Gembili Rebus
Gembili Kukus
Gembili Goreng
Produk Olahan
Gambar 10 Kadar amilosa dan amilopektingembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng Berdasarkan hasil analisis kadar total pati produk olahan gembili menunjukkan bahwa kadar total pati berkisar antara 44.64% sampai 62.12%. Kadar total pati tertinggi ada adalah gembili kukus sebesar 62.12% 12% dan yang paling rendah adalah gembili rebus sebesar 44.64%. 44. Hal ini dapat diduga karena pada proses pengolahan gembili rebus menggunakan air sebagai media penghantar panas sehingga terdapat kemungkinan sebagian pati terlarut di dalam air yang dapat menyebabkan kadar total pati menjadi berkurang. Hasil asil analisis kadar amilosa tertinggi adalah gembili kukus sebesar 1.77% dan yang paling rendah adalah gembili goreng sebesar 0.68%. Secara umum, proporsi amilopektin pada produk olahan gembili lebih besar dibandingkan kadar amilosanya. Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili Subjek Penelitian Perekrutan calon subjek penelitian dilakukan secara purposive kepada mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Kemudian dilakukan wawancara dan pengukuran ant antropometri. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner mengenai riwayat kesehatan
individu dan
keluarga.
Pengukuran antropometri terdiri dari
pengukuran tinggi badan dan berat badan serta terdapat pengukuran tekanan
24
darah dan denyut nadi. Setelah itu, subjek diberikan penjelasan mengenai tujuan, manfaat, prosedur, dan kemungkinan resiko. Selanjutnya, beberapa mahasiswa yang bersedia menjadi subjek menandatangani informed consent. Sebanyak 12 mahasiswa yang memenuhi persyaratan pada saat wawancara, namun hanya 10 mahasiswa yang terdiri dari lima orang laki-laki dan lima orang perempuan yang memenuhi seluruh persyaratan sebagai subjek penelitian. Menurut Karimah (2011) pemilihan jumlah subjek yang seimbang antara laki-laki dan perempuan dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya bias akibat jenis kelamin. Pangan Acuan dan Pangan Uji Brouns et al (2005) merekomendasikan pangan yang digunakan sebagai pangan acuan dalam penentuan nilai indeks glikemik yaitu glukosa murni karena komposisi dari roti putih dapat berbeda-beda sehingga kemungkinan perbedaan hasil yang bervariasi. Pangan acuan dan pangan uji yang diberikan kepada subjek setara dengan 25 gram karbohidrat. Pangan acuan yang digunakan pada penelitian ini yaitu glukosa murni (D-glucose anhydrouse) sebanyak 25 gram yang dilarutkan dalam air mineral ± 240 ml dan diminum selama ±10 menit. Pangan uji yang diberikan dalam penelitian ini berupa gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng dengan jumlah setara dengan 25 gram available carbohydrate dan dikonsumsi selama ±10 menit. Pangan acuan diberikan pada minggu pertama, sedangkan pangan uji diberikan pada minggu-minggu selanjutnya. Jarak antara pemberian pangan acuan dan pangan uji masingmasing satu minggu. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan kondisi subjek sehingga proses pemulihan sempurna (Karimah 2011). Pada penelitian ini jumlah produk pangan yang diberikan kepada subjek ditentukan
berdasarkan
jumlah kandungan available
carbohydrate
yang
menggambarkan kandungan total karbohidrat yang tersedia bagi tubuh untuk dicerna. Pendekatan yang digunakan untuk memperoleh jumlah available carbohydrate menurut Miller et al (1996), didasarkan pada pendekatan carbohydrate by difference dalam basis basah yang dikurangi dengan jumlah kandungan total serat pangan dalam basis basah. Jumlah porsi yang diberikan kepada subjek yang setara dengan 25 gram karbohidrat. Namun terlebih dahulu dilakukan pengukuran respon glikemik terhadap pangan acuan (glukosa murni) setara dengan 25 gram dan 50 gram karbohidrat kepada dua orang probandus yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Kurva respon glikemik subjek terhadap glukosa murni disajikan pada Gambar 11.
Kadar glukosa darah (mg/dL)
25
Kurva glukosa murni
250 200 150
glukosa 50 g
100
glukosa 25 g
50 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Waktu (menit ke-)
Gambar 11 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap glukosa murni Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat bahwa peningkatan glukosa darah yang tertinggi dari kurva rata-rata respon glikemik pada kedua pangan acuan terjadi pada menit ke-30 dan mengalami penurunan pada menit ke-45 sampai menit ke-120. Rata-rata peningkatan kadar glukosa darah pada subjek penelitian untuk pangan acuan (glukosa murni) setara dengan 50 gram karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan 25 gram karbohidrat. Namun peningkatan dan penurunan respon glikemik subjek penelitian dengan 25 gram karbohidrat lebih signifikan dan konsisten. Menurut Powell et al (2002), penentuan nilai indeks glikemik pangan dapat dilakukan dengan menggunakan pangan acuan setara dengan 50 gram atau 25 gram karbohidrat. Apabila jumlah porsi pangan yang dikonsumsi setara dengan 50 gram karbohidrat terlalu banyak, maka dapat menggunakan
setara
dengan
25
gram
karbohidrat.
Setelah
dilakukan
pengukuran jumlah porsi pangan uji, apabila subjek penelitian diberikan pangan uji setara dengan 50 gram karbohidrat maka jumlah porsi yang dikonsumsi terlalu banyak sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mengonsumsi pangan uji lebih dari ±10 menit. Berdasarkan pertimbangan tersebut jumlah porsi pangan acuan dan pangan uji yang diberikan kepada subjek setara dengan 25 gram karbohidrat. Jumlah porsi yang diberikan kepada subjek untuk masing-masing produk olahan gembili disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 12. Tabel 5 Jumlah porsi gembili yang diberikan kepada subjek Carbohydrate by difference (%bb) Gembili rebus 27.9 Gembili kukus 35.9 Gembili goreng 45.2 Keterangan: bb= basis basah Produk
Kadar serat total (%bb) 6.1 6.9 12.4
Available carbohydrate (%bb) 21.8 29.0 32.8
Jumlah porsi (g) 114.7 86.2 76.2
26
Gambar 12 (a) Jumlah porsi Gambar 12 (b) Jumlah porsi Gambar 12 (c) Jumlah porsi gembili rebus bus (114.7 g) gembili kukus (86.2 g) gembili goreng (76.2 g)
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa pengukuran kandungan karbohidrat dengan menggunakan pendekatan carbohydrate by difference yang dikurangi dengan total serat pangan memiliki perbedaan yang cukup besar jika dibandingkan dengan available carbohydrate. Menurut Ryani (2006 (2006), hal ini mengindikasikan bahwa dengan metode pengukuran carbohydrate by difference kemungkinan terukurnya komponen karbohidrat lain yang sebenarnya tidak dapat dicerna namun tidak terukur sebagai serat pangan seperti kompleks amilosa-protein protein dan kompleks amilosa-lemak lemak akan sangat besar karena metode pengukuran carbohydrate by difference adalah metode pengukuran karbohidrat yang sangat kasar. Pengukuran Nilai Indeks Glikemik Penentuan nilai indeks glikemik dilakukan melalui pengukuran kadar glukosa darah selama dua jam kepada subjek penelitian yang sebelumnya berpuasa (kecuali air putih) minimal 10 jam hal ini dilakukan untuk melihat kadar glukosa terendah pada subjek. Kemudian n dilakukan pengukuran kadar glukosa darah puasa dan postprandial dengan menggunakan Glucometer One Touch Ultra pada menit ke 0 (sebelum pemberian), pemberian), 15, 30, 45, 60, 90, dan 120. Sampel darah subjek diambil melalui pembuluh darah kapiler yang terdapat di jari ja tangan. Pembuluh darah kapiler dipilih karena memiliki variasi kadar glukosa darah antar subjek yang lebih kecil dibandingkan dengan darah yang diambil dari pembuluh vena (Ragnhild et al 2004). Selain itu, sensitivitas pengukuran dengan menggunakan
darah
kapiler
lebih
besar
dan
konsisten,
sehingga
direkomendasikan untuk pengukuran kadar glukosa darah (Brouns et al 2005). Data hasil pengukuran kkadar adar glukosa darah (pada setiap waktu pengambilan lan sampel) ditebar pada dua sumbu, yaitu sumbu x (waktu dalam menit) dan sumbu y (kadar glukosa darah). Kadar glukosa darah subjek diplotkan ke dalam grafik menggunakan Software Microsoft Excell 2007. Kemudian diperoleh kurva yang menunjukkan respon gluko glukosa sa darah subjek terhadap
27
pangan yang diberikan. Respon glukosa darah digambarkan sebagai persentase tambahan area di bawah kurva dari pangan uji dibagi dengan luas
pangan
acuan yang mengandung jumlah karbohidrat yang sama (Wedman 2002). Berikut ini rumus pengukuran nilai indeks glikemik pangan uji:
Indeks glikemik =
Luas area di bawah kurva dapat dihitung dengan beberapa cara seperti integral dari persamaan polynomial, menghitung luas bangun dan trapezoid. Perhitungan luas daerah di bawah kurva dapat disesuaikan dengan data respon glukosa darah subjek. Pada penelitian ini luas daerah di bawah kurva dihitung dengan menggunakan persamaan polynomial, karena rata-rata kurva respon glukosa darah subjek naik dan turun secara teratur sehingga persamaan polynomial yang dihasilkan signifikan dengan nilai signifikansi (R2) untuk gembili rebus sebesar 0.976, gembili kukus 0.985, dan gembili goreng 0.964. Kurva ratarata respon glikemik subjek penelitian pada pangan uji disajikan pada Gambar 13, Gambar 14, dan Gambar 15.
Kadar glukosa darah (mg/dL)
Kurva gembili rebus dan glukosa 160 140 120
glukosa
100 80
gembili rebus
60 40 20 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Waktu (Menit ke-)
Gambar 13 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap gembili rebus
28
Kadar glukosa darah (mg/dL)
Kurva gembili kukus dan glukosa 160 140 120 100 80 60 40 20 0
glukosa gembili kukus
0
20
40
60
80
100
120
140
Waktu (menit ke-)
Gambar 14 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap gembili kukus
Kadar glukosa darah (mg/dL)
Kurva gembili goreng dan glukosa 160 140 120 100 80 60 40 20 0
glukosa gembili goreng
0
20
40
60
80
100
120
140
Waktu (menit ke-)
Gambar 15 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap gembili goreng Berdasarkan Gambar 13 sampai Gambar 15 dapat dilihat bahwa rata-rata peningkatan kadar glukosa darah pada subjek penelitian untuk pangan uji (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng) lebih rendah dibandingkan peningkatan kadar glukosa darah pangan acuan berupa glukosa murni. Peningkatan glukosa darah yang tertinggi dari kurva rata-rata respon glikemik pada ke tiga pangan uji terjadi pada menit ke-30 dan mengalami penurunan pada menit ke-45 sampai menit ke-120. Nilai indeks glikemik produk olahan gembili Nilai indeks glikemik gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng yang diperoleh dari rata-rata nilai indeks glikemik sepuluh subjek penelitian disajikan pada Gambar 16.
Nilai Indeks Glikemik Gembili
29
88 87 86 85
87.56
84
85.56 56
83
83.61
82 81
Gembili Rebus
Gembili Kukus
Gembili Goreng
Produk Olahan
Gambar 16 Nilai indeks glikemik produk olahan gembili Berdasarkan Gambar 16 dapat dilihat bahwa nilai indeks glikemik produk olahan gembili memiliki selisih yang tidak besar. Selain itu, uji sidik ragam One Way ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan jenis pengolahan gembili tidak mempengaruhi nilai indeks glikemiknya (p>0.05) (Lampiran 3). ). Menurut Miller et al. (1996) dalam Rimbawan & Siagian (2004), berdasarkan pengaruh glikemiknya, pangan dikelompokan menjadi tiga kategori yaitu kategori pangan IG rendah (IG<55), IG sedang (IG = 55 55-70), 70), dan IG tinggi (IG>70). Berdasarkan pengkategorian an tersebut, dapat diketahui bahwa semua produk olahan gembili termasuk ke dalam kelompok pangan yang memiliki nilai indeks glikemik tinggi yaitu lebih dari 70. Faktor-faktor yang mempengaruhi indeks glikemik pangan adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dengan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein, serta kadar anti gizi pangan pangan. Proses pengolahan dapat menyebabkan kan nilai indeks glikemik pangan meningkat karena melalui proses pengolahan struktur pangan menjadi lebih mudah dicerna dan diserap sehingga dapat mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat dengan cepat (Rimbawan & Siagian 2004). Tingkat gelatinisasi mempengaruhi mempengaruhi nilai indeks glikemik karena proses gelatinisasi pati dapat menyebabkan granula pati mengembang. Granula yang mengembang dan molekul pati yang bebas sangat mudah dicerna karena enzim pencernaan di usus mendapat permukaan yang lebih luas untuk dapa dapat kontak dengan molekul pati. Reaksi cepat dari enzim ini akan menyebabkan kadar glukosa darah meningkat cepat (Rimbawan & Siagian 2004). Berdasarkan
30
hasil penelitian Septianti (2003), ukuran granula pati gembili 23-30 µm nilai ini relatif kecil sehingga kemampuan enzim untuk mencerna lebih mudah dan cepat meningkatkan nilai indeks glikemik. Oleh karena itu, nilai indeks glikemik produk olahan gembili termasuk dalam pangan dengan nilai indeks glikemik yang tinggi. Hasil analisis tingkat gelatinisasi produk olahan gembili berdasarkan basis kering berkisar antara 51.58% sampai 84.21%. Gembili kukus memiliki tingkat gelatinisasi tertinggi apabila dibandingkan dengan poduk olahan gembili lainnya. Hal ini diduga karena gembili kukus mengalami proses pemasakan dengan air dan panas yang dapat memperbesar ukuran granula pati. Pati yang terkandung pada gembili kukus mengalami lebih banyak gelatinisasi sehingga tingkat gelatinisasi gembili kukus tertinggi dibandingkan dengan produk olahan gembili lainnya. Oleh karena itu, gembili kukus tergelatinisasi penuh sehingga nilai indeks glikemiknya lebih tinggi dibandingkan produk olahan gembili lainnya. Selain itu, gembili memiliki kandungan amilosa yang rendah dan kadar amilopektin yang tinggi. Hasil analisis kadar amilosa dan amilopektin pada produk olahan gembili menunjukkan kadar amilosa berdasarkan basis kering berkisar antara 0.68% sampai 1.77%. Sedangkan kadar amilopektin berkisar antara 43.68% sampai 60.36%. Secara umum, proporsi amilopektin pada produk olahan gembili lebih besar dibandingkan kadar amilosanya. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa gembili termasuk dalam pangan yang memiliki indeks glikemik tinggi. Menurut Shanita et al (2011) terdapat hubungan yang signifikan antara rasio amilosa dan amilopektin, dimana peningkatan kadar amilosa akan menurunkan nilai indeks glikemik. Amilosa dengan struktur yang tidak bercabang sehingga membuatnya terikat lebih kuat dan sulit untuk tergelatinisasi dan akibatnya sulit untuk dicerna. Amilopektin memiliki struktur bercabang dan memiliki ukuran molekul lebih besar dan lebih terbuka. Oleh karena itu, amilopektin lebih mudah tergelatinisasi dan akibatnya lebih mudah dicerna, sehingga bila suatu pangan memiliki kadar amilopektin yang lebih tinggi daripada kadar amilosa, respon glukosa darah lebih tinggi (Rimbawan dan Siagian 2004). Komposisi zat gizi seperti lemak, protein, dan serat pangan juga mempengaruhi nilai indeks glikemik. Lemak dalam makanan yang dikonsumsi akan memberikan rasa kenyang, karena lemak akan meninggalkan lambung secara lambat. Hal ini akan memperlambat waktu pengosongan lambung, sehingga memperlambat timbulnya rasa lapar (Muchtadi et al 1993). Hasil
31
analisis lemak menunjukkan bahwa gembili goreng memiliki kadar lemak yang tertinggi yaitu
7.75% apabila dibandingkan
dengan produk olahan gembili
lainnya yang berkisar antara 0.37% sampai 0.63%, sehingga nilai indeks glikemik gembili goreng terendah dibandingkan dengan produk olahan gembili lainnya. Kadar lemak yang rendah diduga tidak berperan besar dalam memperlambat proses pengosongan lambung. Menurut Wolever dan Bolognesi (1996) lemak dalam jumlah yang besar (50 gram lemak) dapat menurunkan respon glukosa darah dan respon insulin. Hasil analisis protein menunjukkan bahwa kadar protein pada produk olahan gembili berdasarkan basis kering berkisar antara 2.99% sampai 4.63% Kadar protein produk olahan gembili relatif rendah. Menurut Mendosa (2008), penambahan
protein terhadap
karbohidrat dapat memperlambat proses
penyerapan atau puncak dari respon glukosa. Namun menurut Rimbawan dan Siagian (2004), tidak semua pangan yang memiliki kadar protein tinggi, nilai indeks glikemiknya rendah. Selain itu, menurut Chen et al (2010) protein dan lemak pada makanan yang dikonsumsi pada umumnya tidak mempengaruhi respon glikemik, sehingga pengaruh kadar protein terhadap nilai indeks glikemik diabaikan. Serat pangan atau dietary fiber adalah karbohidrat (polisakarida) dan lignin yang tidak dapat dihidrolisis (dicerna) oleh enzim pencernaan manusia, dan akan sampai di usus besar (kolon) dalam keadaan utuh (Silalahi 2006). Kandungan
serat dapat mempengaruhi nilai indeks glikemik karena dapat
memperlambat respon glikemik. Menurut Nishimune et al (1991) dalam Syadiah (2010), efek hipoglikemik yang ditimbulkan oleh serat bekerja dengan lima mekanisme. Pertama, serat menunda pencernaan di dalam lambung. Kedua, serat memperlambat waktu transisi makanan dalam lambung menuju duodenum. Ketiga, serat akan memperlambat kecepatan difusi dari sakarida yang berbeda dalam duodenum. Keempat, serat menunda hidrolisis dari polisakarida dibagian atas duodenum, dan yang terakhir serat akan menunda atau memperlambat waktu penyerapan dari monosakarida melewati mikrofili sel epitel jejenum dan bagian atas dari ileum. Hasil analisis kadar serat pangan pada produk olahan gembili berdasarkan basis kering menunjukkan bahwa gembili goreng memiliki kadar serat tertinggi yaitu 24.30% dibandingkan dengan gembili kukus yang sebesar 18.15% dan gembili rebus sebesar 19.01%. Hasil penelitian ini berkaitan dengan
32
kelima mekanisme efek hipoglikemik yang ditimbulkan oleh serat pangan. Oleh karena itu, nilai indeks glikemik gembili goreng lebih rendah apabila dibandingkan dengan nilai indeks glikemik produk olahan gembili lainnya. Penelitian mengenai gembili masih sangat terbatas dan belum ditemukan literatur mengenai nilai indeks glikemik produk olahan gembili. Namun informasi mengenai nilai indeks glikemik produk olahan beberapa varietas umbi uwi disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai indeks glikemik umbi uwi Pangan Gembili rebus Gembili kukus Gembili goreng Gembili kukus (Marsono 2002) Round leaf yellow yam, peeled, roasted on preheated (Mendosa 2008) White yam, peeled, roasted on preheated charcoal (Mendosa 2008) White yam, peeled, cubed, boiled 30 min (Mendosa 2008)
Nilai indeks glikemik 85.56 87.56 83.61 90 80±7 80±6 75±6
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa terdapat banyak variasi nilai indeks glikemik dari umbi uwi dan gembili namun perbedaannya tidak terlalu besar, semua varietas masih tergolong memiliki nilai indeks glikemik yang tinggi. Variasi nilai indeks glikemik ini dapat disebabkan karena perbedaan varietas dan cara pengolahan yang diterapkan. Menurut Harris (1974) dalam Rasdiyanti (2010), varietas tanaman yang berbeda dapat menyebabkan susunan zat gizi yang berbeda pula. Perbedaan komposisi zat gizi pada suatu pangan akan berpengaruh pula terhadap respon glukosa darah. Selain itu, respon fisiologis pada masing-masing subjek penelitian juga dapat mempengaruhi kadar glukosa darah. Menurut Vosloo
(2005)
dalam
Septiyani
(2012),
faktor-faktor
lain
yang
dapat
mempengaruhi respon glukosa darah dari suatu bahan pangan dalam tubuh manusia diantaranya adalah sifat botani, sumber karbohidrat, pati resisten, serta penambahan bahan lain terhadap formula makanan.
33
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berbagai proses pengolahan menghasilkan komposisi zat gizi yang berbeda pada produk olahan gembili. Perbedaan komposisi zat gizi ini dapat disebabkan karena perbedaan proses pengolahan (rebus, kukus, dan goreng). Sehingga terdapat perbedaan respon glikemik pada masing-masing subjek penelitian. Hasil pengukuran respon glikemik menunjukkan bahwa setiap produk olahan memiliki respon glikemik yang berbeda meskipun selisihnya tidak besar. Nilai indeks glikemik produk olahan gembili tergolong tinggi (>70). Nilai indeks glikemik gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng adalah 85.56, 87.56, dan 83.61. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan jenis pengolahan tidak mempengaruhi nilai indeks glikemik (p>0.05). Saran Nilai indeks glikemik produk olahan gembili tergolong tinggi sehingga diharapkan dapat menjadi panduan diet untuk menjaga kesehatan dan dapat direkomendasikan untuk individu atau kelompok yang membutuhkan energi dengan cepat diantaranya adalah untuk anak usia sekolah karena selain memiliki indeks glikemik yang tinggi, gembili memiliki kadar inulin yang cukup tinggi sehingga
dapat
berperan
sebagai
prebiotik
dan
mendukung
proses
pertumbuhan. Penelitian lebih lanjut mengenai nilai indeks glikemik produk olahan gembili ataupun varietas yang berbeda perlu dilakukan sehingga mempermudah dalam pemilihan pangan yang sesuai dengan kebutuhan.
34
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Araya H. 2002. A comparison between an in vitro method to determine carbohydrate digestion rate and the glycemic response in young men. European Journal of Clinical Nutrition. 56: 735–739. Aston L. 2006. Glycaemic index and metabolic disease risk. MRC Collaborative Centre for Human Nutrition Research. 65, 125–134. Brouns et al. 2005. Glycemic index methodology. Nutrition Research Reviews Vol 18: 145-171. Chen YJ, Sun FH, Wong SH, Huang YJ. 2010. Glycemic index and glycemic load of selected chinese traditional foods. World journal gastroentrology Vol 16 (12) : 1512-1517. DepKes RI. 2010. Tahun 2030 Prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. www.depkes.go.id. [21 Mei 2012]. Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York: Mekker dekker Inc. Greenwood CT and DN Munro. 1979. Carbohydrates. London: Cadburry Ltd. Harijono et al. 2011. Efek Hipoglikemik Polisakarida Larut Air Gembili (Dioscorea esculenta) yang Diekstrak dari Berbagai Metode [skripsi]. Malang : Program Studi Ilmu dan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Jenkins DJ et al. 1988. Wholemeal versus wholegrain breads: proportion of whole or cracked grain and the glycaemic response. British Medical Journal 297, 958–960. Jenkins D et al. 2002. Glycemic Index: overview of implications in health and disease. Am.J.Clin.Nutr,34:362-366. Karimah I. 2011. Nilai Indeks Glikemik Bubur Instan Pati Singkong dan Bubur Instan Pati Resisten Singkong [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Kartono. 1987. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia. Kay D. 1973. Root Crops. England: The Tropical Product Institute Foreign and Commonwealth Office. Kemenkes RI. 2010. Riskesdas 2010. pengembangan kesehatan.
Jakarta: Badan penelitian dan
35
Larsen HN et al. 2000. Glycaemic index of parboiled rice depends on the severity of processing: study in type 2 diabetic subjects. European Journal of Clinical Nutrition 54, 380–385. Maulana B. 2012. Pengaruh Berbagai Pengolahan terhadap Indeks Glikemik Ubi Jalar (Ipomea Batatas) Cilembu [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Marsono Y. 2002. Indeks glikemik umbi-umbian. Agritech 22: 13-16. Mendosa. 2008. The Glycemic Index. www.mendosa.com/gi.htm [2 November 2012]. Meyer LH. 1982. Food Chemistry. New York : The AVI Publishing Co. Miller JB, S Hayne, P Petocz, S Colagiuri. 2003. Low-Glycemic Index Diets In The Management Of Diabetes: A Meta-Analysis Of Randomized Controlled Trials. Diabetes Care 26:2261-2267. , Powell, Colgiuri. 1996. The Gi Factor: The GI Solution. Australia: Hodder Headline Pty Limited. Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi 1. Jakarta : Penebar Swadaya. Munawaroh F. 1998. Kajian pengaruh suhu dan waktu hidrolisis asam terhadap sifat pati sagu termodifikasi sebagai surface sizing [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nurmala D. 2010. Food and Nutrition. Jakarta : Kompas. Onwueme I. 1978. The Tropical Tuber Crops. New York: John Willey and Sons. Powell KF, SHA Holt, Miller JB. 2002. International table of glycemic index and glycemic load values. Am.J.Clin.Nutr.76 (1): 266S-73S. Ragnhild AL, Asp NL, Alexsen M, Rben A. 2004. Glicemic index : relevance for health, dietary recomendation and nutritional labeling. Scandinavian Journal of Nutrition 482:84-94. Rasdiyanti RFK. 2010. Nilai indeks glikemik produk olahan sukun [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Rimbawan dan Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta: Penebar Swadaya. Sastrapraja S. 1997. Ubi-ubian. Bogor: LIPI. Sediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.
36
Septianti L. 2003. Karakterisasi tepung dan pati umbi uwi (dioscorea alata) dan gembili (d.esculenta) serta pengujian penerimaan α-amilase terhadap pati [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Septiyani I. 2012. Indeks glikemik berbagai produk tiwul berbasis singkong (manihot esculenta crantz) pada orang norma [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Shanita SN, Hasnah H dan Khoo CW. 2011. Amylose and amylopectin in selected malaysian foods and its reletionship to glycemic index. Sains Malaysiana 40(80):865-870. Silalahi J. 2006. Makanan Fungsional. Yogyakarta: Kansius. Sumardjo D. 2006. Pengantar Kimia. Jakarta : EGC. Syadiah I. 2010. Pengaruh pengolahan beras (oryza sativa l.) varietas ciherang menjadi nasi, ketupat, dan lontong terhadap nilai indeks glikemik [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Waspadji et al. 2002. Indeks Glikemik Berbagai Makanan Indonesia: Hasil Penelitian. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Wedman B. 2002. Diabetes Meals On The Run. United States of America: Contemporary Books. Widyati R. 2001. Pengetahuan Dasar Pengolahan Makanan Indonesia. Jakarta : PT.Grasindo. Wilujeng KG. 2010. Pembuatan inulin bubuk dari umbi gembili (Dioscorea esculenta) dengan metode foam mat drying [Skripsi]. Surabaya : Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. . 1993. Pangan: Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wolever TMS, Bolognesi C. 1996. Source and amount of Carbohydrate affect postprandial glucose and insulin in normal subject. American Journal of Clinical Nutrition. Vistanty H. 2010. Pengeringan Pasta Susu Kedelai Menggunakan Pengering Unggun Terfluidakan Partikel Inert. Magister Teknik Kimia. Universitas Diponegoro.
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1 Form Persetujuan Subjek Penelitian Surat Persetujuan Untuk Berpartisipasi Dalam Penelitian (INFORMED CONSENT) NILAI INDEKS GLIKEMIK PANGAN OLAHAN GEMBILI INSTITUT PERTANIAN BOGOR Setelah memperoleh penjelasan tentang tujuan, manfaat, prosedur, dan kemungkinan risiko, serta jawaban atas pertanyaan saya yang diberikan oleh tim peneliti pada penelitian NILAI INDEKS GLIKEMIK PRODUK OLAHAN GEMBILI maka saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: .............................................................................................
Jenis Kelamin : ……………………………………………………………………. Umur
: …………………………….......................................................
Alamat
: ...............................................................................................
dengan ini menyatakan dengan penuh kesadaran bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian tersebut di atas dan bersedia untuk menjalani pemeriksaan darah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam penelitian NILAI INDEKS GLIKEMIK PRODUK OLAHAN GEMBILI, dengan catatan semua data mengenai diri saya dirahasiakan. Selanjutnya, bila suatu ketika, dalam masa penelitian, saya merasa dirugikan karena penelitian ini, saya berhak mengundurkan diri dari keterlibatan saya serta membatalkan persetujuan ini, tanpa sanksi apa pun dan dari pihak manapun Bogor, …………………, 2012 Yang membuat pernyataan, Mengetahui, Peserta Kegiatan
Peneliti
(…………………....)
(…………………….) Saksi
(…………………....)
39
Lampiran 2 Hasil Analisis Indeks Glikemik Pangan Acuan (Glukosa Murni) Subjek
Menit Ke-
Luas
Penelitian
0
15
30
45
60
90
120
Area
1
107
120
145
126
138
125
127
12686
2
116
135
196
203
191
140
108
13152
3
103
145
181
170
130
114
99
11922
4
100
119
138
139
117
86
78
12017
5
117
173
172
108
80
97
87
13492
6
106
124
152
117
107
85
77
12503
7
102
112
133
131
119
104
80
12055
8
83
94
113
116
110
83
78
10138
9
82
99
106
101
95
86
75
10647
10
110
143
150
144
142
90
85
13327
Rata-rata
103
126
149
136
123
101
89
12194
Pangan Uji (Gembili Rebus) Subjek Penelitian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
Menit ke-
Luas
Indeks
Area
Glikemik
0
15
30
45
60
90
120
78
108
106
101
100
87
90
9183
72.38
97
114
146
110
103
98
95
11235
85.42
94
126
117
107
106
87
78
11586
97.18
100
111
117
108
102
93
90
11754
97.81
95
112
114
139
109
83
93
11434
84.75
82
85
119
101
76
80
74
8988
71.89
85
90
103
95
102
88
88
10185
84.49
79
106
122
115
112
97
77
9183
90.58
85
102
110
104
102
87
93
10442
98.07
81
93
99
94
91
68
72
9728
73.00
78
108
106
101
100
87
90
10372
85.56
40
Pangan Uji (Gembili Kukus) Subjek Penelitian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
Menit ke-
Luas
Indeks
Area
Glikemik
0
15
30
45
60
90
120
87
101
99
96
92
85
81
10350
81.58
94
118
131
129
128
99
96
11341
86.23
90
110
129
110
107
99
84
11586
85.72
99
125
146
123
113
107
98
11637
96.84
88
116
113
97
95
90
83
10517
77.95
85
112
127
112
89
85
87
9941
79.51
94
110
112
109
107
91
79
11231
93.17
77
113
120
107
96
92
74
8994
88.72
90
100
120
95
90
89
83
10086
94.73
106
112
151
136
126
119
83
12153
91.19
91
111.7
124.8
111.4
104.3
95.6
84.8
10784
87.56
Pangan Uji (Gembili Goreng) Subjek Penelitian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
Menit ke-
Luas
Indeks
Area
Glikemik
0
15
30
45
60
90
120
87
102
109
108
107
97
93
10410
82.06
89
116
126
118
124
115
111
10471
79.62
93
97
112
103
102
94
94
11038
92.59
89
91
104
102
98
94
83
10552
87.81
85
110
110
99
85
102
77
10597
78.54
82
99
112
106
98
92
69
9446
75.55
86
90
94
99
98
94
88
10353
85.88
79
102
113
105
101
95
84
9062
89.39
83
107
127
113
105
97
93
9741
91.49
85
103
117
103
97
92
98
9750
73.16
85.8
101.7
112.4
105.6
101.5
97.2
89
10142
83.61
41
Lampiran 3 Hasil Uji Statistik Deskriptif Selang kepercayaan Indeks glikemik
95% N
Rata-rata Std. Deviasi
Galat baku
Batas bawah
Batas atas
Minimal Maksimal
Rebus
10
85.5570
10.47188
3.31150
78.0659
93.0481
71.89
98.07
Kukus
10
87.5640
6.51145
2.05910
82.9060
92.2220
77.95
96.84
Goreng
10
83.6090
6.80792
2.15285
78.7389
88.4791
73.16
92.59
Jumlah
30
85.5767
8.01696
1.46369
82.5831
88.5703
71.89
98.07
ANOVA Derajat
Indeks glikemik Jumlah kuadrat
bebas
Rata-rata kuadrat
F
Sig.
78.216
2
39.108
.591
.561
Dalam satu kelompok
1785.664
27
66.136
Jumlah
1863.880
29
Antar kelompok
42
Lampiran 4 Cara Pengolahan Gembili Rebus, Gembili Kukus, dan Gembili Goreng 1. Gembili Rebus Gembili dikupas kulitnya
Dipotong dengan tebal ± 2 cm dan dicuci
Sebanyak 1140 g gembili direbus menggunakan air 2000 cc dengan panci yang berdiameter 30 cm selama ± 30 menit setelah air mendidih
Gembili yang sudah matang ditiriskan
Gambar 17 Diagram alir proses pengolahan gembili rebus 2. Gembili Kukus Gembili dikupas kulitnya
Dipotong dengan tebal ± 2 cm dan dicuci
Sebanyak 860 g gembili dikukus menggunakan air 1500 cc dengan panci yang berdiameter 30 cm selama ± 45 menit setelah air dalam panci pengukus mendidih
Gembili yang sudah matang ditiriskan
Gambar 18 Diagram alir proses pengolahan gembili kukus
43
3. Gembili Goreng
Gembili dikupas kulitnya
Dipotong dengan tebal ± 2 cm dan dicuci Sebanyak 760 g gembili digoreng menggunakan minyak goreng 1000 cc dengan wajan yang berdiameter 40 cm selama ± 20 menit Gembili yang sudah matang ditiriskan
Gambar 19 Diagram alir proses pengolahan gembili goreng
44
Lampiran 5 Metode Analisis Zat Gizi 1. Uji Proksimat a. Analisis Kadar Air dengan Metode Oven Biasa (Fardiaz et al 1984) Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 100-1050C ± 30 menit sampai bobot tetap Didinginkan dalam desikator ± 30 menit sampai sesuai dengan suhu ruangan
Bahan ditimbang bersama cawan seberat 2 gram
Dikeringkan dalam oven pada suhu 100-1050C 3-5 jam, sampai bobot tetap Didinginkan dalam desikator ± 30 menit sampai sesuai dengan suhu ruangan Gambar 20 Diagram alir analisis kadar air Perhitungan: % kadar air (basis basah) = {(B1-B2)/B} x 100%
Keterangan : B = Berat contoh (g) B1 = Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan B2 = Berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan
45
b. Analisis Kadar Abu dengan Metode Pembakaran (Fardiaz et al 1984) Bahan ditimbang sebanyak 3 gram dalam cawan
Dibakar di atas api bunsen sampai tidak berasap
Dimasukkan dalam tanur dengan dua tahap pengabuan selama 2-3 jam
Pengabuan suhu 4500C
Suhu dinaikan menjadi 5500C
Didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh berat tetap Gambar 21 Diagram alir analisis kadar abu Perhitungan : % Abu = {berat abu (g)/berat sampel (g)} x 100%
46
c. Analisis Kadar Lemak dengan Metode Ekstraksi Soxhlet (Fardiaz et al 1984) Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam Didinginkan dalam desikator (15 menit) dan ditimbang (A) Sampel (S) sebanyak 5 gram ditimbang dalam saringan timbel dan ditutup dengan kertas saring
Pelarut lemak dimasukkan ke dalam labu lemak
Timbel dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi Soxhlet
Labu disulingkan kembali dan labu lemak diangkat
Dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 30 menit
Ditimbang Gambar 22 Diagram alir analisis kadar lemak Perhitungan : % Lemak = {(B-A)/S} x 100%
47
d. Analisis Kadar Protein dengan Metode Kjedhal (Fardiaz et al 1984) Sampel ditimbang dalam labu kjedahl sebanyak 5 gram Ditambahkan 0.5 gram selenium mix dan 7 mL asam sulfat pekat Sampel didestruksi sampai larutan berwarna jernih kehijauan dan uap SO2 hilang Ditambahkan aquades dan dimasukkan dalam labu destilasi Destilasi ditampung dalam 20 mL larutan asam borat 3%
Dititrasi dengan HCl standar (indikator metil merah) Gambar 23 Diagram alir analisis kadar protein
Perhitungan :
% Kadar protein = (mL titrasi x 14 x NHCl x 6.25)/mg contoh
e. Analisis Kadar Karbohidrat dengan Metode carbohydrate by difference (Winarno 2008) Kadar karbohidrat (%) = 100% - (Kadar air + Abu + Lemak + Protein)
48
2. Analisis Kadar Serat dengan Metode Enzimatik (Fardiaz et al 1984) a. Analisis Kadar Serat Pangan Total Sampel dihaluskan Dihomogenkan dan diliofilisasi Karena sampel ditimbang dalam keadaan tanpa lemak dan air maka bentuk konversi untuk mencari berat sampel semula (sbg A) adalah : (Berat sampel x 100) / (100-(kadar lemak+kadar Air))
Ekstraksi lemak ± 1 gr sampel (A) 10.47 gr NaH2PO4 anhydrat + 1.80 gr NaH2PO4 anhydrat diencerkan menjadi 1000 ml dg akuades atau 13.27 gr NaH2PO4 2H2O + 2.21 gr NaH2PO4 2H2O diencerkan menjadi 1000 ml dg akuades
Ditambahkan 25 ml buffer phospat pH 6.0 Ditambahkan 0.1 ml enzym thermamyl o
Dipanaskan 80 C 15 menit 334.4 ml HCl 37% atau 494.9 ml HCl 25% diencerkan menjadi 1000 ml dengan akuades
Didinginkan pH diatur menjadi 1.5 dengan HCl 4N
1 gr Pepsin + 10 ml akuades pH 1.5 (0.1 gr pepsin / ml)
Ditambahkan 1 ml suspensi pepsin O
Diinkubasi pada suhu 37 C selama 1 jam 160 gr NaOH dilarutkan menjadi 1000 ml dg akuades
pH diatur menjadi 6.8 dengan NaOH 4N
1 gr pankreatin + 10 ml akuades (0.1 gr pankreatin/ml)
Ditambahkan 1 ml suspensi pankreatin pH diatur menjadi 4.5 dengan HCl
O
Dinkubasi pada suhu 37 C selama 1 jam
Gambar 24 Diagram alir analisis kadar serat pangan total Blanko : Blanko untuk serat yang tidak larut dan serat yang larut diperoleh seperti prosedur untuk sampel tetapi tanpa sampel (B1 dan B2), Perhitungan : Kadar serat pangan larut Kadar serat pangan larut = Kadar serat pangan
(
=
(
) (
) (
)
)
x 100
x 100 = serat pangan larut – serat pangan larut
49
b. Analisis Kadar Serat Pangan Larut Filtrat + 400-500 ml Ethanol 95% (teknis) lalu panaskan sampai 60oC dlm waterbath
K. Saring Whatman 40 Dipanaskan dalam oven 105OC selama 1 – 3 jam
Didiamkan selama 1 jam
Didinginkan
Disaring dengan bantuan vakum
Ditimbang (F)
Residu dalam kertas saring dibilas dengan akuades Dicuci dengan 50 ml ethanol 78 %
821 ml Ethanol teknis 95% diencerkan sampai 1000 ml dg akuades
Dicuci dengan aceton Dipanaskan dalam Oven 105OC
Cawan Porselen
Didinginkan
Dipanaskan dalam Oven 105OC selama 1 – 3 jam
Ditimbang (G)
Didinginkan
Diarangkan Diabukan dalamTanur 550OC Didinginkan Ditimbang (I)
Ditimbang (H) Serat Makanan Larut (%) (( G - F) - ( I - H ))-Blanko =------------------------------------------------------- x 100 A
A= Berat sampel F= Berat kertas saring kosong G= Berat Kertas saring + residu setelah di oven H= Berat cawan porselen kosong I= Cawan porselen + abu setelah ditanur
Gambar 25 Diagram alir analisis kadar serat pangan larut
50
c. Analisis Kadar Serat pangan tidak larut Larutan sampel pH 4.5
K. Saring Whatman 40 Dipanaskan dalam oven O 105 C selama 1 – 3 jam Didinginkan
Disaring dengan bantuan vakum
Residu dalam kertas saring dibilas dengan akuades
Dicuci dengan 50 ml ethanol 78 %
Ditimbang (B) Filtrat
Dilanjutkan ke kadar Serat Makanan Larut
821 ml Ethanol teknis 95% diencerkan sampai 1000 ml dg akuades
Dicuci dengan aceton Dipanaskan dalam oven O 105 C selama 3 jam
Cawan Porselen
Didinginkan
Dipanaskan dalam oven O 105 C selama 1 – 3 jam
Ditimbang (C)
Didinginkan
Diarangkan
Ditimbang (D) O
Diabukan dlmTanur 550 C Didinginkan Ditimbang (E)
Gambar 26 Diagram alir analisis kadar serat pangan larut
51
3. Analisis Derajat Gelatinisasi Ditimbang masing-masing sampel sebanyak 1 gram
Ditambahkan aquades 100 mL
Diblender selama 1 menit & pipet 10 mL
Ditambahkan aquades 95 mL
Diblender 1 menit & tambahkan 5 mL NaOH 10 M Dikocok dengan labu mixer 5 menit & dipipet 10 mL
Masing-masing perlakuan disentrifuse selama 15 menit pada 3500 rpm
Masing-masing perlakuan disentrifuse selama 15 menit pada 3500 rpm
Dipipet 0.5 mL
Dipipet 0.5 mL
Dipipet 0.5 mL
Ditambahkan 0,5 mL HCl 0,5 M
Ditambahkan 0,5 mL HCl 0,5 M
Ditambahkan 0,5 mL HCl 0,5 M
Dipipet 0.5 mL Ditambahkan 0,5 mL HCl 0,5 M 0,1 mL larutan iod 0,1 N
0,1 mL larutan iod 0,1 N
Ditambah aquades 9 mL
Ditambah aquades 9 mL
Ditambah aquades 9 mL
Ditambah aquades 8.9 mL
Dikocok & dibaca pada λ 625 nm
Dikocok & dibaca pada λ 625 nm
Dikocok & dibaca pada λ 625 nm
Dikocok & dibaca pada λ 625 nm
A
B
C
Gambar 27 Diagram alir analisis derajat gelatinisasi Keterangan : A : blanko pembacaan untuk B C : blanko pembacaan untuk D Derajat gelatinisasi (%) = (D/B) x 100
D
52
4. Kadar Total Pati Metode Luff Schorl Sampel ditimbang sebanyak 3 gram dan dimasukkan dalam erlenmeyer
Ditambahkan larutan HCl 3% Didihkan dalam kondensor selama 3 jam dan dinetralkan dengan NaOH 0.4 N Ditambahkan 1 ml asetat pekat dalam labu ukur 250 ml atau 500 ml sampai tanda tera Disaring dengan penyaring berlipat kering
Residu dipipet sebanyak 10 ml dan ditambahkan 25 ml larutan luff Ditambahkan 15 ml air destilata dan didihkan dalam kondensor selama 10 menit
Ditambahkan 10 ml KI 30% dan 25 ml H2SO4 4 N
Dititrasi dengan larutan Tio 0.1 N dan kanji sebagai indikator Gambar 28 Diagram alir analisis total pati Perhitungan : a. Pengubahan menjadi jumlah ml tio 0.1 N
Z ml =
(
)
.
b. Z ml tio 0.1 N pada daftar ekuivalen dengan y mg glukosa
Kadar pati =
.
x 100
53
5. Analisis Kadar Amilosa Metode Spektrofotometer
Sampel dihaluskan Ditimbang ± 0.1 gr dalam tabung reaksi + 1 ml ethanol 95 % + 9 ml NaOH 1 N Dipanaskan dlm air mendidih selama 10 menit
Kurva standar Dipindahkan ke labu ukur 100 ml & tera dengan akuades
Ditimbang 100 mg Amilosa
Dikocok
Dimasukkan dalam tabung reaksi
Dipipet 25 ml dalam labu 50 ml
+ 1 ml Ethanol + 9 ml NaOH 1 N
+ 2 ml CH3COOH 1 N + 3 ml larutan Iod
Dipanaskan dalam air O
Diencerkan sampai tera , dikocok & diamkan 20 menit
Dipindahkan ke labu 100 ml
Diukur pada λ 625 nm
Dibilas dan diencerkan sampai tera
0 ml + 2 ml CH3COOH 1N + 3 ml
Lar. Iod
0.25ml+2ml CH3COOH 1N +3ml Lar. Iod
Persamaan Regresi Y = a + bx X = (Y-a)/b X x faktor pengencer % Amillosa =------------------------------x100 berat sampel (mg)
0.5ml+2ml
1 ml + 2 ml
1.5 ml+2ml
CH3COOH 1N +3ml Lar. Iod
CH3COOH 1N + 3 ml
CH3COOH 1N + 3 ml
Lar. Iod
Lar. Iod
Ditera sampai 100 ml dg akuades Dikocok dan dibiarkan selama 20 menit Dibaca pada λ 625 nm
Gambar 29 Diagram alir analisis kadar amilosa