NASKAH PENJELASAN
PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)
1
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Protokol Piagam ASEAN tentang Mekanisme Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa) beserta keempat Lampirannya ditandatangani oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-16 di Hanoi, Vietnam tanggal 8 April 2010. Keempat lampiran Protokol dimaksud adalah (i) Rules of Good Offices; (ii) Rules of Mediation, (iii) Rules of Conciliation, dan (iv) Rules of Arbitration.
Dalam perkembangannya, telah dilakukan penandatanganan Instrument of Incorporation dari (i) Rules for Reference of Unresolved Disputes pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-17 di Hanoi, Vietnam tanggal 27 Oktober 2010 dan (ii) Rules for Reference of Non-Compliance to the ASEAN Summit to the Protocol to the ASEAN Charter on Dispute Settlement Mechanism pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-20 di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 3 April 2012. Penandatanganan Instrument of Incorporation dilakukan untuk menjadikan kedua dokumen tersebut sebagai lampiran yang tidak terpisahkan dari Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa.
Sehubungan dengan hal tersebut, dan sebagai tindak lanjut penandatanganan Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa, Pemerintah Indonesia perlu segera memulai proses pengesahan Protokol dimaksud melalui Peraturan Presiden dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
2
B.
TUJUAN
Tujuan pengesahan adalah untuk memberikan dasar hukum bagi berlakunya Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa. Dalam Pasal 19 Protokol ini diatur bahwa Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa wajib disahkan oleh seluruh negara anggota ASEAN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan masing-masing negara. Protokol ini mulai berlaku pada hari berikutnya setelah tanggal penyimpanan instrumen pengesahan kesepuluh oleh Sekretaris Jenderal.
Dengan pengesahan Protokol dimaksud, ASEAN memiliki mekanisme untuk menyelesaikan sengketa yang terkait dengan penafsiran atau penerapan Piagam ASEAN dan instrumen ASEAN lainnya apabila belum diatur sehingga dapat memperkuat implementasi Piagam ASEAN dan instrumen ASEAN lainnya yang belum mempunyai mekanisme penyelesaian sengketa tersendiri.
C.
POKOK ISI PROTOKOL
Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa terdiri atas Pembukaan dan Batang Tubuh yang mengatur pokok-pokok sebagai berikut:
1.
Protokol berlaku terhadap sengketa-sengketa yang menyangkut penafsiran atau penerapan (a) piagam ASEAN; (b) instrumen ASEAN lainnya kecuali yang telah mempunyai mekanisme penyelesaian sengketa tersendiri; (c) instrumen ASEAN lainnya yang secara khusus menyebutkan bahwa Protokol atau sebagian dari Protokol ini yang akan berlaku (Pasal 2 ayat (1)).
2.
Para Pihak yang sedang bersengketa diharapkan dapat, pada setiap tahap sengketa, menghasilkan penyelesaian yang disetujui bersama. Apabila penyelesaian yang disetujui bersama telah dicapai, maka hal ini harus 3
diberitahukan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN dan negara anggota lainnya (Pasal 3 ayat 2).
3.
Salah satu Pihak yang bersengketa dapat mengajukan konsultasi dengan Pihak lainnya dalam sengketa terkait penafsiran atau penerapan Piagam ASEAN atau instrumen ASEAN lainnya (Pasal 5 ayat 1).
4.
Para Pihak yang bersengketa dapat menyetujui jasa baik, mediasi, dan konsiliasi setiap saat. Proses jasa baik, mediasi, atau konsiliasi dapat dimulai dan diakhiri setiap saat. Proses penyelesaian sengketa dengan jasa baik, mediasi, atau konsiliasi, serta posisi para Pihak dalam sengketa selama proses penyelesaian sengketa ini berlangsung, tidak boleh mengurangi hak para Pihak dalam sengketa untuk proses penyelesaian sengketa lebih lanjut atau proses penyelesaian sengketa lainnya. (Pasal 6 ayat 1 dan 3).
5.
Pihak Pemohon dapat, dengan pemberitahuan tertulis kepada Pihak Termohon, mengajukan permohonan pembentukan majelis arbitrase untuk menyelesaikan sengketa apabila (a) Pihak Termohon tidak memberi balasan dalam waktu tiga puluh (30) hari sejak tanggal penerimaan permohonan konsultasi; (b) Pihak Termohon tidak ikut serta dalam konsultasi dalam waktu enam puluh (60) hari sejak tanggal penerimaan permohonan konsultasi; (c) Konsultasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa dalam waktu sembilan puluh (90) hari, atau dalam jangka waktu yang disepakati oleh Para Pihak dalam sengketa, sejak tanggal penerimaan permohonan konsultasi. Apabila Pihak Termohon tidak menyetujui permohonan pembentukan majelis arbitrase, atau gagal memberi jawaban dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan, Pihak Pemohon dapat merujuk sengketanya kepada Dewan Koordinasi ASEAN (Pasal 8 ayat 1 dan 4).
6.
Apabila sengketa dirujuk kepada Dewan Koordinasi ASEAN, Dewan Koordinasi ASEAN dapat mengarahkan para Pihak dalam sengketa untuk menyelesaikan sengketanya melalui jasa baik, mediasi, konsiliasi, atau arbitrase (Pasal 9 ayat 1). 4
7.
Arbitrase, yang dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama Para Pihak dalam sengketa atau atas arahan Dewan Koordinasi ASEAN, wajib didasarkan pada Protokol dan Aturan Arbitrase sebagaimana terlampir pada Protokol (Pasal 10 ayat 1).
8.
Suatu majelis arbitrase harus memeriksa semua fakta kasus yang dihadapi dan memutuskan kasus tersebut sesuai dengan ketentuan terkait dalam Piagam ASEAN dan/atau instrumen ASEAN sebagaimana dikutip Para Pihak dalam sengketa untuk menyelesaikan sengketa
di antara mereka, serta wajib
memberikan alasan atas putusannya (Pasal 12). 9.
Majelis arbitrase wajib menerapkan ketentuan Piagam ASEAN dan instrumen ASEAN lainnya, serta aturan hukum internasional publik lainnya. Majelis arbitrase wajib menerapkan aturan hukum lainnya yang berlaku untuk permasalahan substantif terkait sengketa, atau untuk memutuskan sebuah kasus secara ex aequo et bono, apabila disetujui oleh Para Pihak (Pasal 14 ayat 1 dan 2).
10.
Putusan majelis arbitrase bersifat final dan mengikat bagi para Pihak dalam sengketa. Para Pihak wajib mematuhi sepenuhnya putusan tersebut. Para Pihak dalam sengketa harus mematuhi putusan arbitrase dan persetujuan penyelesaian yang dihasilkan oleh jasa baik, mediasi, dan konsiliasi. Setiap Pihak dalam sengketa yang diharuskan mematuhi putusan arbitrase atau persetujuan penyelesaian, wajib menyampaikan laporan tertulis yang berisi tingkat kepatuhannya terhadap putusan arbitrase dan persetujuan penyelesaian kepada Sekretaris Jenderal ASEAN (Pasal 15 ayat 1 dan 2 serta Pasal 16 ayat 2).
11.
Biaya arbitrase di dalam Protokol ini akan ditanggung oleh para Pihak dalam sengketa sesuai dengan Aturan Arbitrase yang terlampir dalam Protokol. Biaya jasa baik, mediasi, dan konsiliasi akan ditentukan oleh orang-orang yang memberikan jasa baik, mediasi, dan konsiliasi melalui konsultasi dengan dan persetujuan Para Pihak dalam sengketa, dan akan ditanggung secara adil oleh 5
Para Pihak dalam sengketa. Semua biaya lain yang timbul karena salah satu Pihak dalam sengketa wajib ditanggung oleh Pihak tersebut (Pasal 17 ayat 1 dan 2). 12.
Protokol ini berlaku dengan adanya pengesahan oleh seluruh Negara Anggota sesuai dengan prosedur internal masing-masing. Protokol ini mulai berlaku pada hari berikutnya setelah tanggal penyimpanan instrumen pengesahan kesepuluh oleh Sekretaris Jenderal (Pasal 19 ayat 2 dan 4).
13.
Seluruh Lampiran terhadap Protokol ini akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Protokol ini. Dalam hal terjadi konflik antara Protokol ini dengan Lampiran-lampiran tersebut, Protokol ini yang berlaku (Pasal 20).
6
BAB II KEUNTUNGAN DAN KONSEKUENSI
A.
KEUNTUNGAN
Pengesahan Protokol ini akan memberikan keuntungan bagi Pemerintah Indonesia, antara lain, karena:
1.
Mewujudkan komitmen Indonesia terhadap kesepakatan ASEAN mengenai pemeliharaan perdamaian, keamanan, dan stabilitas serta lebih memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada perdamaian di kawasan.
2.
Mewujudkan komitmen Indonesia terhadap kesepakatan ASEAN untuk bertindak sesuai dengan prinsip piagam ASEAN yang mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai.
3.
Menyediakan forum bagi Indonesia dalam penyelesaian sengketa terkait penafsiran piagam ASEAN dan instrumen-instrumen ASEAN lainnya yang belum mempunyai mekanisme penyelesaian sengketa.
4.
Memberikan kepastian hukum kepada Indonesia atas penyelesaian sengketa terkait penafsiran piagam ASEAN dan instrumen-instrumen ASEAN lainnya yang belum mempunyai mekanisme penyelesaian sengketa.
B.
KONSEKUENSI
Pengesahan Protokol ini akan memberikan konsekuensi bagi Pemerintah Indonesia, antara lain:
7
1.
wajib mengutamakan mekanisme yang sudah diatur dalam protokol ini dalam hal penyelesaian sengketa, antara lain melalui mekanisme mediasi, konsiliasi, dan arbitrase.
2.
terikat dan wajib melakukan konsultasi jika diminta oleh pihak lain dalam hal terjadi sengketa mengenai penafsiran atas Piagam ASEAN dan instrumen lain yang tidak mengatur mekanisme penyelesaian sengketanya sendiri;
3.
Indonesia wajib untuk melaksanakan hasil dari mekanisme penyelesaian sengketa baik melalui proses konsultasi, arbitrase, konsiliasi maupun jasa-jasa baik;
4.
apabila Indonesia mengadakan perjanjian dengan negara anggota ASEAN lainnya, mekanisme penyelesaian sengketa ini akan berlaku jika perjanjian yang dibuat tersebut tidak secara tegas mengatur mekanisme penyelesaian sengketanya sendiri.
C.
URGENSI PENGESAHAN
Pengesahan Protokol ini dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1.
LANDASAN FILOSOFIS
Sesuai dengan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu “ikut serta dalam memelihara perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial”, Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk memelihara stabilitas di kawasan, hal ini juga sejalan dengan tujuan ASEAN yaitu untuk memelihara dan meningkatkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas serta memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada perdamaian di kawasan. Dalam kaitan ini, dipandang perlu untuk memperkuat
8
ASEAN dengan membentuk suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat menangani perbedaan dalam penafsiran atau penerapan Piagam ASEAN dan instrumen ASEAN lainnya.
Berkenaan dengan hal di atas, perlu disusun suatu instrumen hukum yang mengatur mekanisme atau prosedur penyelesaian sengketa secara damai bagi seluruh negara anggota ASEAN. Ketentuan penyelesaian sengketa tersebut telah dituangkan dalam Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa.
2.
LANDASAN SOSIOLOGIS
Keputusan ASEAN untuk membentuk Piagam ASEAN dan Instrumen lain harus diikuti dengan pembuatan suatu mekanisme penyelesaian sengketa terkait dengan perbedaan penafsiran atas dokumen-dokumen tersebut. Hal ini sangat diperlukan untuk menjamin adanya kepastian hukum di ASEAN dalam hal timbulnya sengketa. Selain itu, keberadaan suatu mekanisme penyelesaian sengketa ini diharapkan juga dapat memberikan rasa keadilan kepada seluruh pihak yang bersengketa melalui keputusan-keputusan yang dibuatnya.
3.
LANDASAN YURIDIS
Pengesahan
Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa dilandasi oleh
beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu:
a.
Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);
9
b.
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012);
c.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of the Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 165).
10
BAB III KAITAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A.
KAITAN
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
YANG
BERKAITAN DENGAN PROTOKOL
1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012);
3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Piagam ASEAN (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 165);
4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Indonesia Tahun 1999 Nomor 138)
B.
HARMONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Setelah dipelajari tidak ditemukan pertentangan isi Protokol dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun demikian, agar dapat diketahui secara luas oleh masyarakat, Pemerintah Indonesia perlu melakukan sosialisasi pemberlakuan Protokol ini kepada semua pihak yang terkait.
11
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian Naskah Penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa merupakan landasan hukum bagi pembentukan suatu mekanisme penyelesaian sengketa di ASEAN.
Bagi Pemerintah Indonesia, ratifikasi Protokol ini akan membantu Indonesia untuk menyelesaikan sengeketa secara damai dengan negara anggota ASEAN lainnya terkait perbedaan penafsiran Piagam ASEAN. Selain itu ratifikasi Protokol ini akan membantu Indonesia untuk memelihara perdamaian dan stabilitas di kawasan ASEAN.
Secara filosofis dan sosiologis, keberadaan mekanisme penyelesaian sengketa diharapkan dapat membantu ASEAN dalam mencegah konflik dan menyelesaikan perselisihan di antara negara-negara anggota serta meningkatkan hubungan persahabatan
antarnegara ASEAN. Dengan adanya mekanisme yang disepakati,
setiap negara anggota ASEAN dapat memelihara suasana kooperatif dan kondusif untuk mewujudkan Komunitas ASEAN tahun 2015.
B. REKOMENDASI
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dan Pasal 19 Protokol, Pemerintah Indonesia perlu segera melakukan pengesahan Protocol to the ASEAN Charter on Dispute Settlement Mechanism (Protokol Piagam ASEAN mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa) dengan Peraturan Presiden.
--oOo-12
PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISMS
Adopted in Hanoi, Vietnam on 8th April 2010 THE GOVERNMENTS of Brunei Darussalam, the Kingdom of Cambodia, the Republic of Indonesia, the Lao People's Democratic Republic, Malaysia, the Union of Myanmar, the Republic of the Philippines, the Republic of Singapore, the Kingdom of Thailand and the Socialist Republic of Viet Nam, Member States of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), hereinafter collectively referred to as "Member States" or individually as "Member State"; MINDFUL of the desire of ASEAN Leaders in transforming ASEAN into a rules-based organisation with practical, efficient and credible mechanisms in place to resolve disputes in an effective and timely manner; RECALLING Paragraph 2(d) of Article 2 of the ASEAN Charter that ASEAN and its Member States shall act in accordance with the principle of reliance on peaceful settlement of disputes; FURTHER RECALLING Paragraph 2 of Article 22 of the ASEAN Charter requiring ASEAN to maintain and establish dispute settlement mechanisms in all fields of ASEAN cooperation; RECOGNISING that in accordance with Article 25 of the ASEAN Charter, where not otherwise specifically provided, appropriate dispute settlement mechanisms shall be established for disputes which concern the interpretation or application of the ASEAN Charter and other ASEAN instruments; and CONVINCED that having credible dispute settlement mechanisms would help ASEAN prevent festering conflicts and confrontation among the Member States, preserving the cooperative atmosphere for concerted efforts towards building a peaceful and prosperous ASEAN Community; HAVE AGREED AS FOLLOWS: ARTICLE 1 DEFINITIONS For the purpose of this Protocol: (a) ASEAN instrument means any instrument which is concluded by Member States, as ASEAN Member States, in written form, that gives rise to their respective rights and obligations In accordance with international law; (b) Complaining Party means any Member State which requests consultation under Article 5 of this Protocol; (c) Responding Party means any Member State to which the request for consultation is made under Article 5 of this Protocol; (d) Parties to the dispute means the Complaining Party and the Responding Party; and 1
(e) Unresolved dispute means a dispute over the interpretation or application of the ASEAN Charter or other ASEAN instruments which has failed to be resolved by mutual agreement, and after the application and implementation of Article 9 of this Protocol. ARTICLE 2 SCOPE AND APPLICATION 1. This Protocol shall apply to disputes which concern the interpretation or application of: (a) the ASEAN Charter; (b) other ASEAN instruments unless specific means of settling such disputes have already been provided for; or (c) other ASEAN instruments which expressly provide that this Protocol or part of this Protocol shall apply. 2. Paragraph 1 (b) of this Article shall be without prejudice to the right of the Parties to such disputes to mutually agree that this Protocol shall apply.
ARTICLE 3 GENERAL PROVISIONS 1. This Protocol shall be interpreted in accordance with the customary rules of treaty interpretation of public international law. 2. The Parties to the dispute are encouraged at every stage of a dispute to make every effort to reach a mutually agreed solution to the dispute. Where a mutually agreed solution is reached, it shall be notified to the Secretary General of ASEAN and other Member States. ARTICLE 4 COMMUNICATION AND TIME PERIODS 1. All communications including notifications, requests, replies and referrals made pursuant to this Protocol shall be in writing and are deemed to have been received if they are physically delivered to the addressed Party through diplomatic channels. 2. Unless otherwise specified, any time period provided for in this Protocol shall not be modified by mutual agreement of the Parties to the dispute. ARTICLE 5 CONSULTATION 1. A Complaining Party may request consultation with a Responding Party with respect to any dispute concerning the interpretation or application of the ASEAN Charter or other ASEAN instruments. The Responding Party shall accord due consideration to a request for consultation made by the Complaining Party and shall accord adequate opportunity for such consultation. 2. The request for consultation shall state the reason for the request, including identification of the matters giving rise to the dispute and an indication of the legal basis for the complaint. A 2
copy of such request shall be simultaneously provided to the Secretary-General of ASEAN who shall notify all other Member States of such request. 3. If a request for consultation is made, the Responding Party shall reply to the request within thirty (30) days from the date of its receipt and shall enter into consultation within sixty (60) days from the date of receipt of the request for consultation, with a view to reaching a mutually agreed solution. The consultation shall be completed within ninety (90) days, or any other period mutually agreed by the Parties to the dispute, from the date of receipt of the request for consultation. ARTICLE 6 GOOD OFFICES, MEDIATION AND CONCILIATION 1. The Parties to the dispute may at any time agree to good offices, mediation or conciliation. Proceedings for good offices, mediation or conciliation may begin and be terminated at any time. 2. The Parties to the dispute may request the Chairman of ASEAN or the Secretary-General of ASEAN, acting in an ex officio capacity, to provide good offices, mediation or conciliation. 3. Proceedings involving good offices, mediation or conciliation, and positions taken by any of the Parties to the dispute during these proceedings, shall be without prejudice to the rights of any of the Parties to the dispute in any further or other proceedings. 4. (a)
Good offices, mediation or conciliation directed by the ASEAN Coordinating Council to the Parties to the dispute pursuant to Article 9 of this Protocol shall be in accordance with this Protocol, and the Rules of Good Offices, Rules of Mediation or Rules of Conciliation annexed to this Protocol.
(b)
Procedures of good offices, mediation or conciliation directed by the ASEAN Coordinating Council pursuant to Article 9 of this Protocol shall be in accordance with the Rules of Good Offices, Rules of Mediation or Rules of Conciliation, subject to such modifications as the Parties to the dispute may agree in writing. ARTICLE 7 FUNCTIONS OF GOOD OFFICES, MEDIATION AND CONCILIATION
1. The persons providing good offices, mediation or conciliation shall assist and facilitate the Parties to the dispute to achieve an amicable settlement of the dispute between them in the light of the relevant provisions of the ASEAN Charter and/or any ASEAN instruments. 2. Where the Parties to the dispute reach an amicable settlement of the dispute, they shall draw up and sign a written settlement agreement. 3. By signing the settlement agreement, the Parties to the dispute put an end to the dispute and are bound by the agreement. 4. The settlement agreement shall then be notified by the Parties to the dispute to the Secretary-General of ASEAN, other Member States, and the ASEAN Coordinating Council where good offices, mediation or conciliation is directed by it.
3
ARTICLE 8 REQUEST FOR ARBITRATION 1. The Complaining Party may, by notice in writing addressed to the Responding Party, request for the establishment of an arbitral tribunal to resolve the dispute, if: (a)
the Responding Party does not reply within thirty (30) days from the date of receipt of the request for consultation;
(b)
the Responding Party does not enter into consultation within sixty (60) days from the date of receipt of the request for consultation; or
(c)
the consultation fails to settle the dispute within ninety (90) days, or any other period mutually agreed by the Parties to the dispute, from the date of receipt of the request for consultation.
2. A copy of the notice shall be provided to the Secretary General of ASEAN who shall notify all other Member States of such request. The notice shall state a summary of the factual and legal basis of the request sufficient to present the problem clearly, including the provisions of the ASEAN Charter or ASEAN instrument to be addressed by the arbitral tribunal. 3. The Responding Party shall express its consent to the establishment of an arbitral tribunal within fifteen (15) days from the date of receipt of the notice from the Complaining Party. The Parties to the dispute may agree to extend the period for the Responding Party to express its consent for a period of up to thirty (30) days from the date of receipt of the notice from the Complaining Party. The copy of the reply sent shall be provided to the Secretary-General of ASEAN who shall notify all other Member States of such reply. 4. Where the Responding Party does not agree to the request for the establishment of an arbitral tribunal, or fails to respond within the period specified in Paragraph 3 of this Article, the Complaining Party may refer the dispute to the ASEAN Coordinating Council. ARTICLE 9 REFERENCE TO THE ASEAN COORDINATING COUNCIL 1. Where a dispute is referred to the ASEAN Coordinating Council pursuant to Paragraph 4 of Article 8, the ASEAN Coordinating Council may direct the Parties to the dispute to resolve their dispute through good offices, mediation, conciliation or arbitration. 2. The ASEAN Coordinating Council shall notify its decision to the Parties to the dispute within forty-five (45) days from the date the dispute was referred to it. The Chairman of the ASEAN Coordinating Council shall determine the processes by which the ASEAN Coordinating Council shall come to its decision. Such processes may include consultations through correspondence, emails, video-conferencing, or other means. The ASEAN Coordinating Council can, in exceptional circumstances, decide to convene an urgent special meeting of the ASEAN Coordinating Council to decide on the dispute. 3. Where the ASEAN Coordinating Council is of the view that it is unable to come to a decision on the dispute within the period specified in Paragraph 2 of this Article to notify the Parties to the dispute of its decision, it may decide to extend this time by a period of not more than thirty (30) days and shall inform the Parties to the dispute accordingly. 4
4. Where the ASEAN Coordinating Council is unable to reach a decision on how the dispute is to be resolved within the period specified in Paragraph 2 of this Article to notify the Parties to the dispute, or any extended period, any Party to the dispute may refer the dispute to the ASEAN Summit as an unresolved dispute under Article 26 of the ASEAN Charter. ARTICLE 10 ARBITRATION 1. Arbitration, arising from mutual consent of the Parties to the dispute or a direction of the ASEAN Coordinating Council, shall be in accordance with this Protocol and the Rules of Arbitration annexed to this Protocol. 2. Procedures of arbitration shall be in accordance with the Rules of Arbitration annexed to this Protocol, subject to such modifications as the Parties to the dispute may agree in writing. ARTICLE 11 ARBITRATORS 1. The number of arbitrators and the manner in which they are appointed or replaced shall be prescribed in the Rules of Arbitration annexed to the Protocol. 2. All arbitrators shall: (a)
have expertise or experience in law, other matters covered by the ASEAN Charter or the relevant ASEAN instrument, or the resolution of disputes arising under international agreements;
(b)
be chosen strictly on the basis of objectivity, reliability, and sound judgment;
(c)
be independent of, and not be affiliated with or take instructions from, any Party to the dispute;
(d)
not have dealt with the matter in any capacity; and
(e)
disclose, to the Parties to the dispute, information which may give rise to justifiable doubts as to their independence or impartiality.
3. The Chair of the arbitral tribunal shall not be a national of any Party to the dispute, and shall preferably be a national of a Member State. ARTICLE 12 FUNCTIONS OF ARBITRAL TRIBUNAL An arbitral tribunal shall make an examination of the facts of the case before it, and decide the case in the light of the relevant provisions of the ASEAN Charter and/or the ASEAN instrument cited by the Parties to the dispute to resolve the dispute between them, and shall provide reasons for its rulings. ARTICLE 13 THIRD PARTY 1. Any Member State which has notified its substantial interests in a matter in dispute within thirty (30) days from the notification of the reply of the Responding Party consenting to the 5
request for the establishment of the arbitral tribunal pursuant to Paragraph 3 of Article 8 or the notification of the decision of the ASEAN Coordination Council directing the Parties to the dispute to resolve their dispute through arbitration pursuant to Article 9, shall have rights and obligations of a Third Party. 2. The third Party shall have an opportunity to be heard by the arbitral tribunal and to make submissions to the arbitral tribunal. These submissions shall also be given to the Parties to the dispute and shall be reflected in the award of the arbitral tribunal. 3. The Third Party shall receive from the Parties to the dispute their submissions to the first substantive meeting of the arbitral tribunal. ARTICLE 14 APPLICABLE LAW 1. The arbitral tribunal shall apply the provisions of the ASEAN Charter and other ASEAN instruments, as well as applicable rules of public international law. 2. The arbitral tribunal shall apply other rules of law applicable to the substantive questions of the dispute or to decide a case ex aequo et bono, if so agreed by the Parties to the dispute. ARTICLE 15 ARBITRAL AWARD 1. The award of the arbitral tribunal shall be final and binding on the Parties to the dispute. It shall be fully complied with by the Parties to the dispute. 2. The award of the arbitral tribunal shall not add to or diminish the rights and obligations provided in the ASEAN Charter or any other relevant ASEAN instrument. ARTICLE 16 COMPLIANCE WITH ARBITRAL AWARD AND SETTLEMENT AGREEMENT 1. Parties to the dispute shall comply with the arbitral awards and settlement agreements resulting from good offices, mediation and conciliation. 2. Any Party to the dispute required to comply with an arbitral award or settlement agreement shall provide the Secretary-General of ASEAN with a status report in writing stating the extent of its compliance with the arbitral award or settlement agreement. ARTICLE 17 COSTS 1. The costs of arbitration under this Protocol shall be borne by the Parties to the dispute in accordance with the Rules of Arbitration annexed to this Protocol. 2. The costs of good offices, mediation and conciliation shall be determined by the persons providing good offices, mediation and conciliation in consultation with and agreement of the Parties to the dispute, and shall be borne equally by the Parties to the dispute. All other expenses incurred by a Party to the dispute shall be borne by that Party.
6
ARTICLE 18 FUNCTIONS OF THE ASEAN SECRETARIAT 1. The ASEAN Secretariat shall have the responsibility of assisting the arbitral tribunals and persons providing good offices, mediation and conciliation, especially on the legal, historical and the procedural aspects of the matters dealt with, and of providing secretarial and technical support. 2. The expenses of the ASEAN Secretariat's support shall be borne by the Parties to the dispute. ARTICLE 19 FINAL PROVISIONS 1. This Protocol shall be signed by all Member States. 2. This Protocol shall be subject to ratification by all Member States in accordance with their respective internal procedures.
3. Instruments of ratification shall be deposited with the Secretary-General of ASEAN who shall promptly notify all Member States of each deposit. 4. This Protocol shall enter into force on the day following the date of deposit of the tenth instrument of ratification with the Secretary-General of ASEAN. 5. This Protocol shall be deposited with the Secretary General of ASEAN, who shall promptly furnish a certified copy thereof to each Member State. ARTICLE 20 ANNEXES 1. All of the Annexes to this Protocol shall form integral parts of this Protocol. 2. In the event of a conflict between this Protocol and any of the Annexes thereto, this Protocol shall prevail. ARTICLE 21 AMENDMENTS 1. Any Member State may propose amendments to this Protocol and/or any of the Annexes to the Committee of Permanent Representatives to ASEAN. 2. Proposed amendments to this Protocol and/or any of the Annexes shall, by consensus, be submitted by the Committee of Permanent Representatives to ASEAN to the ASEAN Coordinating Council. 3. Amendments to this Protocol and/or any of the Annexes adopted by consensus of the ASEAN Coordinating Council shall be ratified by all Member States in accordance with their respective internal procedures. 4. An amendment shall enter into force on the thirtieth day following the date of the deposit of the tenth instrument of ratification with the Secretary-General of ASEAN. 7
IN WITNESS WHEREOF, the undersigned, being duly authorised thereto by their respective Governments, have signed the Protocol to the ASEAN Charter on Dispute Settlement Mechanisms. DONE AT Ha Noi, Viet Nam, on the Eighth Day of April in the Year Two Thousand and Ten, in a single copy in the English language. For the Government of Brunei Darussalam: MOHAMED BOLKIAH Minister of Foreign Affairs and Trade For the Government of the Kingdom of Cambodia: HOR NAM HONG Deputy Prime Minister and Minister of Foreign Affairs and International Cooperation For the Government of the Republic of Indonesia: DR. R. M. MARTY M. NATALEGAWA Minster for Foreign Affairs For the Government of the Lao People's Democratic Republic: DR. THONGLOUN SISOULITH Deputy Prime Minister and Minister of Foreign Affairs For the Government of Malaysia: TAN SRI RASTAM MOHD ISA Secretary General Ministry of Foreign Affairs of Malaysia For the Government of the Union of Myanmar: NYAN WIN Minister for Foreign Affairs For the Government of the Republic of the Philippines: ERLINDA F. BASILO Undersecretary, Department of Foreign Affairs For the Government of the Republic of Singapore: GEORGE YONG-BOON YEO Minister for Foreign Affairs For the Government of the Kingdom of Thailand: KASIT PIROMYA Minister of Foreign Affairs For the Government of the Socialist Republic of Viet Nam: DR. PHAM GIA KHIEM Deputy Prime Minister and Minister for Foreign Affairs
8
ANNEX 1 Rules of Good Offices Rule 1: Commencement 1. Where the ASEAN Coordinating Council directs that the dispute be resolved through good offices, it shall request the Chairman of ASEAN or the Secretary-General of ASEAN, acting in an ex officio capacity, or a suitable person to provide good offices. References in these Rules to "person providing good offices" shall be construed to include "persons providing good offices" where more than one person provides good offices. 2. The person providing good offices shall communicate directly with the Parties to the dispute who shall render to him or her all necessary assistance to enable him or her to carry out his or her responsibilities. Rule 2: Role of Person Providing Good Offices The person providing good offices shall assist the Parties to the dispute in an independent, neutral and impartial manner in order to resolve the dispute. Rule 3: Conduct of Person Providing Good Offices The person providing good offices may proceed in such a manner as he or she considers appropriate, taking into account the circumstances of the case and the wishes that the Parties to the dispute may express. Rule 4: Confidentiality Unless the Parties to the dispute agree otherwise, the person providing good offices and the Parties to the dispute shall keep confidential the matters relating to the good offices proceedings. Rule 5: Cessation 1. Good offices shall cease: (a)
on the date of a written communication by the Parties to the dispute addressed to the ASEAN Coordinating Council that the dispute has been resolved;
(b)
on the date of a written communication by the person providing good offices, after consultation with the Parties to the dispute, addressed to the ASEAN Coordinating Council, that further conduct of good offices is no longer necessary or justified;
(c)
on the date of a written communication by the Parties to the dispute addressed to the person providing good offices and the ASEAN Coordinating Council, that the conduct of good offices should cease; or
(d)
on the date of a written communication by a Party to the dispute addressed to the other Party to the dispute, the person providing good offices, and the ASEAN Coordinating Council, that the conduct of good offices should cease. 9
ANNEX 2 Rules of Mediation Rule 1: Appointment of Mediator There shall be one mediator. The Parties to the dispute shall agree on the name of the mediator. The Parties to the dispute shall appoint the mediator within forty-five (45) days from the date of receipt of the notification from the ASEAN Coordinating Council of its decision to direct the Parties to the dispute to resolve the dispute through mediation, and shall notify the ASEAN Coordinating Council accordingly. The Parties to the dispute may choose from the list drawn up and maintained by the Secretary-General of ASEAN under Rule 5 of the Rules of Arbitration. Rule 2: Role of Mediator A mediator shall help to facilitate communication and negotiation between the Parties to the dispute and assist them in an independent, neutral and impartial manner in order to resolve the dispute. Rule 3: Representation and Assistance The Parties to the dispute may be represented or assisted by persons of their choice. The names and addresses of such persons are to be communicated to the other Party to the dispute and to the mediator. Such communication is to specify whether the appointment is made for purposes of representation or of assistance. Rule 4: Communication between Mediator and Parties to the Dispute The mediator may invite the Parties to the dispute to meet with him or her or may communicate with them orally or in writing. He or she may meet or communicate with the Parties to the dispute together or with each of them separately. Rule 5: Conduct of Mediation The mediation shall be conducted in the manner agreed by the Parties to the dispute. If, and to the extent that, the Parties to the dispute have not made such agreement, the mediator shall, in accordance with this Protocol and these Rules, determine the manner in which the mediation shall be conducted. Rule 6: Disclosure of Information When the mediator receives factual information concerning the dispute from a Party to the dispute, he or she may disclose the substance of that information to the other Party to the dispute in order that such Party may have the opportunity to respond. However, when a Party to the dispute gives any information to the mediator subject to a specific condition that it be kept confidential, the mediator shall not disclose that information to the other Party to the dispute.
10
Rule 7: Confidentiality Unless the Parties to the dispute agree otherwise, the mediator and the Parties to the dispute shall keep confidential all matters relating to the mediation proceedings. Rule 8: Termination of Mediation Proceedings 1. The mediation proceedings shall be terminated: (a)
on the date of the signing of the settlement agreement by the Parties to the dispute;
(b)
on the date of a written communication by the mediator, after consultation with the Parties to the dispute, addressed to the ASEAN Coordinating Council, to the effect that further efforts at mediation are no longer necessary or justified;
(c)
on the date of a written communication by the Parties to the dispute addressed to the mediator and to the ASEAN Coordinating Council to the effect that the mediation proceedings are terminated; or
(d)
on the date of a written communication by a Party to the dispute to the other Party to the dispute, the mediator, if appointed, and the ASEAN Coordinating Council to the effect that the mediation proceedings are terminated.
11
ANNEX 3 Rules of Conciliation Rule 1: Appointment of Conciliators 1. There shall be one conciliator unless the Parties to the dispute agree that there shall be two or three conciliators. The Parties to the dispute shall appoint the conciliator within forty-five (45) days from the date of receipt of the notification from the ASEAN Coordinating Council of its decision to direct the Parties to the dispute to resolve the dispute through conciliation, and shall notify the ASEAN Coordinating Council accordingly. The Parties to the dispute may choose from the list drawn up and maintained by the Secretary-General of ASEAN under Rule 5 of the Rules of Arbitration. 2. Where there is more than one conciliator, they ought, as a general rule, to act jointly. References in these Rules to "conciliator" shall be construed to include "conciliators" where the Parties to the dispute have agreed that there shall be two or three conciliators. 3. (a)
In conciliation proceedings with one conciliator, the Parties to the dispute shall endeavour to reach agreement on the name of the sole conciliator;
(b)
In conciliation proceedings with two conciliators, each Party to the dispute shall appoint one conciliator;
(c)
In conciliation proceedings with three conciliators, each Party to the dispute shall appoint one conciliator. The Parties to the dispute shall endeavour to reach agreement on the name of the third conciliator.
Rule 2: Submission of Statements to Conciliator 1. The conciliator, upon his or her appointment, shall request each Party to the dispute to submit to him or her a brief written statement describing the general nature of the dispute and the points at issue. Each Party to the dispute shall send a copy of its statement to the other Party to the dispute. 2. The conciliator may request each Party to the dispute to submit to him or her a further written statement of its position and the facts and grounds in support thereof, supplemented by any documents and other evidence that it deems appropriate. The Party to the dispute shall send a copy of its statement to the other Party to the dispute. 3. At any stage of the conciliation proceedings, the conciliator may request any Party to the dispute to submit to him or her such additional information as he or she deems appropriate. Rule 3: Representation and Assistance The Parties to the dispute may be represented or assisted by persons of their choice. The names and addresses of such persons shall be communicated to the other Party to the dispute and to the conciliator. Such communication shall specify whether the appointment is made for 12
purposes of representation or of assistance. Rule 4: Role of Conciliator 1. The conciliator shall assist the Parties to the dispute in an independent, neutral and impartial manner in order to resolve the dispute. 2. The conciliator shall be guided by principles of objectivity, fairness and justice, giving consideration to, among other things, the rights and obligations of the Parties to the dispute and the circumstances surrounding the dispute, including any previous practices between the Parties to the dispute. 3. The conciliator may, at any stage of the conciliation proceedings, make proposals for a settlement of the dispute. Such proposals need not be in writing and need not be accompanied by a statement of the reasons therefore. Rule 5: Communication between Conciliator and Parties to the Dispute The conciliator may invite the Parties to the dispute to meet with him or her or may communicate with them orally or in writing. He or she may meet or communicate with the Parties to the dispute together or with each of them separately. Rule 6: Conduct of Conciliation The conciliator may conduct the conciliation proceedings in such a manner as he or she considers appropriate, taking into account the circumstances of the case, the wishes the Parties to the dispute may express, including any request by a Party to the dispute that the conciliator hear oral statements, and any special need for a speedy settlement of the dispute, as well as the provisions of this Protocol and these Rules. Rule 7: Disclosure of Information When the conciliator receives factual information concerning the dispute from a Party to the dispute, he or she may disclose the substance of that information to the other Party to the dispute in order that such Party may have the opportunity to respond. However, when a Party to the dispute gives any information to the conciliator subject to a specific condition that it be kept confidential, the conciliator shall not disclose that information to the other Party to the dispute. Rule 8: Cooperation of Parties to the Dispute with Conciliator The Parties to the dispute shall in good faith cooperate with the conciliator and, in particular, shall endeavour to comply with requests by the conciliator to submit written materials, provide evidence and attend meetings. Rule 9: Suggestions by Parties to the Dispute for Settlement of Dispute A Party to the dispute may, on its own initiative or at the invitation of the conciliator, submit to the conciliator suggestions for the settlement of the dispute. Rule 10: Settlement Agreement 1. When it appears to the conciliator that there exist elements of a settlement which would be 13
acceptable to the Parties to the dispute, he or she shall formulate the terms of a possible settlement and submit them to the Parties to the dispute for their observations. After receiving the observations of the Parties to the dispute, the conciliator may reformulate the terms of a possible settlement in ' light of such observations. 2. If the Parties to the dispute reach agreement on a settlement of the dispute, they shall draw up and sign a written settlement agreement. If requested by the Parties to the dispute, the conciliator shall draw up or assist the Parties to the dispute in drawing up the settlement agreement. Rule 11: Confidentiality Unless the Parties to the dispute agree otherwise, the conciliator and the Parties to the dispute shall keep confidential all matters relating to the conciliation proceedings. Rule 12: Termination of Conciliation Proceedings The conciliation proceedings shall be terminated: (a)
on the date of the signing of the settlement agreement by the Parties to the dispute;
(b)
on the date of a written communication by the conciliator, after consultation with the Parties to the dispute, addressed to the ASEAN Coordinating Council, to the effect that further efforts at conciliation are no longer necessary or justified;
(c)
on the date of a written communication by the Parties to the dispute addressed to the conciliator and to the ASEAN Coordinating Council to the effect that the conciliation proceedings are terminated; or
(d)
on the date of a written communication by a Party to the dispute to the other Party to the dispute, the conciliator, if appointed, and the ASEAN Coordinating Council to the effect that the conciliation proceedings are terminated.
Rule 13: Role of Conciliator in other Proceedings The Parties to the dispute and the conciliator undertake that, unless the Parties to the dispute agree otherwise, the conciliator shall not act as an arbitrator or as a representative or counsel of a Party to the dispute in any arbitral or judicial proceedings in respect of a dispute that is the subject of the conciliation proceedings. The Parties to the dispute also undertake that they shall not present the conciliator as a witness in any such proceedings. Rule 14: Admissibility of Evidence in Other Proceedings The Parties to the dispute undertake not to rely on or introduce as evidence in any arbitral or judicial proceedings, whether or not such proceedings relate to the dispute that is the subject of the conciliation proceedings: (a)
views expressed or suggestions made by the other Party to the dispute in respect of a possible settlement of the dispute;
(b)
admissions made by the other Party to the dispute in the course of the conciliation proceedings; 14
(c)
proposals made by the conciliator;
(d)
the fact that the other Party to the dispute had indicated its willingness to accept a proposal for settlement made by the conciliator.
15
ANNEX 4 Rules of Arbitration Rule 1: Appointment of Arbitrators 1. The arbitral tribunal shall consist of three arbitrators. 2. Each Party to the dispute shall appoint one arbitrator and notify the other Party to the dispute within thirty (30) days from the date of receipt of the reply of the Responding Party consenting to the request for arbitration or forty-five (45) days from the date of receipt of the notification from the ASEAN Coordinating Council of its decision to direct the Parties to the dispute to resolve the dispute through arbitration. 3. If any Party to the dispute fails to appoint an arbitrator within the period referred to in Paragraph 2 of this Rule, the other Party to the dispute which has appointed an arbitrator may, within fifteen (15) days from the expiration of that period, request the Secretary-General of ASEAN to appoint the second arbitrator. The Secretary-General of ASEAN shall, within fifteen (15) days from the date of receipt of such request, in consultation with the Party to the dispute which has failed to appoint an arbitrator, appoint the second arbitrator and notify the Parties to the dispute of the appointment. In that event, the arbitrator shall preferably be drawn from the list to be maintained in accordance with Rule 5. 4. (a)
(b)
The Parties to the dispute shall agree on the appointment of the third arbitrator within thirty (30) days from the date of receipt of notification of the appointment of the second arbitrator, and promptly notify the Secretary-General of ASEAN of such appointment. If the Parties to the dispute fail to do so, any Party to the dispute may request the Chairman of the ASEAN Coordinating Council to appoint the third arbitrator. Within fifteen (15) days from the date of receipt of such request, the Chairman of the ASEAN Coordinating Council shall appoint the third arbitrator, on the recommendation of the Secretary-General of ASEAN after consulting the Committee of Permanent Representatives to ASEAN, and promptly notify the Secretary-General of ASEAN and the Parties to the dispute of the appointment.
(c)
The third arbitrator shall chair the arbitral tribunal.
(d)
In making an appointment under Paragraph 4(b) of this Rule, the Chairman of the ASEAN Coordinating Council shall appoint a national of an ASEAN Member State, who may be in the list to be maintained in accordance with Rule 5, unless he concludes that exceptional circumstances call for otherwise.
(e
If the Chairman of the ASEAN Coordinating Council is a national of one of the Parties to the dispute, the appointment of the third arbitrator shall be made by the next Chairman of the ASEAN Coordinating Council who is not a national of one of the Parties to the dispute.
5. The date of establishment of the arbitral tribunal shall be the date on which the third arbitrator is appointed. The Secretary-General of ASEAN shall promptly notify all Member
16
States of such date. 6. A substitute arbitrator shall be appointed in the same manner as prescribed for the appointment of the original arbitrator and shall have the same powers and duties as the original arbitrator. The work of the arbitral tribunal shall be suspended until that substitute arbitrator is appointed. Rule 2: Challenge of an Arbitrator 1. A prospective arbitrator shall disclose to those who approach him or her in connection with the possible appointment any circumstances likely to give rise to justifiable doubts as to his or her impartiality or independence. An arbitrator, once appointed, shall disclose such circumstances to the Parties to the dispute unless they have already been informed by him or her of these circumstances. 2. Any arbitrator may be challenged if circumstances exist that give rise to justifiable doubts as to his or her impartiality or independence. 3. A Party to the dispute may challenge the arbitrator appointed by that Party only for reasons of which it becomes aware after the appointment has been made. 4. A Party to the dispute which intends to challenge an arbitrator shall send notice of its challenge within thirty (30) days from the date of receipt of notification of the appointment of the challenged arbitrator or within thirty (30) days after the circumstances referred to in Paragraphs 1 to 3 of this Rule became known to that Party to the dispute. 5. The challenge shall be notified to the other Party to the dispute, the arbitrator who is challenged and the other members of the arbitral tribunal. The notification shall state the reasons for the challenge. 6. When an arbitrator has been challenged by a Party to the dispute, the other Party to the dispute may agree to the challenge. The arbitrator may also, after the challenge, withdraw from serving in the arbitral tribunal. In neither case does this imply acceptance of the validity of the grounds for the challenge. In both cases, the procedure provided for in Rule 1 shall be used in full for the appointment of the substitute arbitrator even if during the process of appointing the challenged arbitrator, a Party to the dispute had failed to exercise its right to appoint or to participate in the appointment. 7. If the other Party to the dispute does not agree to the challenge and the challenged arbitrator does not withdraw, the decision on the challenge shall be made by: (a) the Secretary-General of ASEAN in consultation with the Committee of Permanent Representatives to ASEAN, when the appointment was made in accordance with Paragraphs (2) and (3) of Rule 1; or (b) the Chairman of the ASEAN Coordinating Council, on the recommendation of the Secretary-General of ASEAN after consulting the Committee of Permanent Representatives to ASEAN, when the appointment was made in accordance with Paragraph (4) of Rule 1. 8. If the challenge is sustained, a substitute arbitrator shall be appointed pursuant to the procedures applicable to the appointment of an arbitrator as provided for in Rule 1.
17
Rule 3: Replacement of an Arbitrator 1. In the event of the death or resignation of an arbitrator during the course of the arbitral proceedings, a substitute arbitrator shall be appointed in accordance with the procedure in Rule 1 that is applicable to the appointment of the arbitrator being replaced. Resignation by an arbitrator shall be addressed to the arbitral tribunal and notified to the Secretary-General of ASEAN and the Parties to the dispute, and shall not be effective unless the arbitral tribunal determines that there are sufficient reasons to accept the resignation. If the arbitral tribunal so determines, the resignation shall become effective on the date designated by the arbitral tribunal. In the event that an arbitrator whose resignation is not accepted by the tribunal nevertheless fails to participate in the arbitration, Paragraph 3 of this Rule shall apply. 2. In the event that an arbitrator fails to act or in the event of the de jure or de facto impossibility to perform his or her functions, the procedure in respect of the challenge and replacement of an arbitrator as provided in Rule 2 and Paragraph 1 of this Rule shall apply, subject to Paragraph 3 of this Rule. 3. If an arbitrator fails to participate in the arbitration, the other arbitrators shall, unless the Parties to the dispute agree otherwise, have the power in their sole discretion to continue the arbitration and to make any decision, ruling or award, notwithstanding the failure of one arbitrator to participate. In determining whether to continue the arbitration or to render any decision, ruling, or award without the participation of an arbitrator, the other arbitrators shall take into account the stage of the arbitration, the reason, if any, expressed by the arbitrator for such non-participation, and such other matters as they consider appropriate in the circumstances of the case. In the event that the other arbitrators determine not to continue the arbitration without the non-participating arbitrator, the arbitral tribunal shall declare the office vacant, and a substitute arbitrator shall be appointed pursuant to the procedures applicable to the appointment of an arbitrator as provided for in Rule 1. Rule 4: Repetition of Hearings If under Rule 2 or 3, the Chair of the arbitral tribunal is replaced, all hearings held previously shall be repeated. If any other arbitrator is replaced, the hearings held previously may be repeated at the discretion of the arbitral tribunal. Rule 5: List of Individuals Who May Serve as Arbitrators 1. A list of individuals having the qualifications under Paragraphs 2 and 3 of Article 11 of this Protocol, from which arbitrators may be appointed, as appropriate, shall be drawn up and maintained by the Secretary-General of ASEAN who shall keep the Member States updated of any change to the list. Every Member State shall be entitled to make ten nominations. 2. A Member State may withdraw any of its nominations from the list. Such withdrawal shall not affect any appointment already made. 3. If at any time the individuals nominated by a Member State in the list are fewer than ten, that Member State shall be entitled to make further nominations as necessary. Rule 6: Procedures for Cases Involving More Than Two Member States 1. Where more than two Member States are involved in a dispute related to the same matter, a single arbitral tribunal of which the number of arbitrators shall be subject to an ad hoc agreement of all Member States involved in the dispute may be established to examine these 18
complaints. In that case, the procedures provided for under these Rules shall be applied to the greatest extent possible. 2. The single arbitral tribunal shall organise its examination and make its award in such a manner that the rights which the Parties to the dispute would have enjoyed had the separate arbitral tribunals examined the complaints are in no way impaired. Rule 7: Third Party The Parties to the dispute may agree to provide additional rights to those provided for in Article 13 of this Protocol, to a Third Party regarding participation in arbitral proceedings. In providing additional rights, the Parties to the dispute may impose conditions. Unless the Parties to the dispute agree otherwise, the arbitral tribunal shall not grant any additional rights to any Third Party regarding participation in arbitral proceedings. Rule 8: Arbitral Procedures 1. The arbitral tribunal shall apply the procedures provided for in these Rules. The arbitral tribunal may adopt additional procedures which do not conflict with this Protocol or these Rules. 2. The arbitral tribunal shall, as soon as practicable within fifteen (15) days from the date of its establishment, fix the timetable for the arbitral proceedings. The arbitral proceedings, from the date of the establishment of the arbitral tribunal until the date of the final award, shall not exceed the period of six months, unless the Parties to the dispute agree otherwise. 3. Each Party to the dispute shall have an opportunity to set out in writing the facts of its case, its arguments and counter-arguments. The timetable fixed by the arbitral tribunal shall include deadlines for submissions by the Parties to the dispute and Third Parties. 4. The timetable fixed by the arbitral tribunal shall provide for at least one hearing for the Parties to the dispute to present their case to the arbitral tribunal. 5. The arbitral tribunal shall regularly consult the Parties to the dispute and provide adequate opportunities for the development of a mutually agreed solution to the dispute. Rule 9: Suspension of Proceedings The Parties to the dispute may agree that the arbitral tribunal suspend its work at any time for a period not exceeding twelve (12) months from the date of such agreement. Within this period, the suspended arbitral proceedings shall be resumed upon the request of any Party to the dispute. If the work of the arbitral tribunal has been continuously suspended for more than twelve (12) months, the arbitral tribunal shall cease to function unless the Parties to the dispute agree otherwise; Rule 10: Settlement or Other Grounds for Termination 1. If, before the award is made, the Parties to the dispute agree on a settlement of the dispute, the arbitral tribunal shall either issue an order for the termination of the arbitral proceedings or, if requested by the Parties to the dispute and accepted by the arbitral tribunal, record the settlement in the form of an arbitral award on agreed terms. The arbitral tribunal is not obliged to give reasons for such an award. 2. If, before the award is made, the continuation of the arbitral proceedings becomes 19
unnecessary or impossible for any reason not mentioned in Paragraph 1 of this Rule, the arbitral tribunal shall inform the Parties to the dispute of its intention to issue an order for the termination of the arbitral proceedings. The arbitral tribunal shall have the power to issue such an order unless a Party to the dispute raises justifiable grounds for objection. 3. Copies of the order for termination of the arbitral proceedings or of the arbitral award on agreed terms, signed by the arbitrators, shall be communicated by the arbitral tribunal to the Parties to the dispute, the Secretary-General of ASEAN, the Third Parties, if any, and the ASEAN Coordinating Council, where the arbitration is directed by the ASEAN Coordinating Council. Rule 11: Costs 1. Each Party to the dispute shall bear the costs of the arbitrator appointed by it pursuant to Paragraph 2 of Rule 1 or by the Secretary General of ASEAN pursuant to Paragraph 3 of Rule 1, and its own expenses and legal costs. 2. The costs of the Chair of the arbitral tribunal and other expenses associated with the conduct of the arbitral proceedings shall be borne in equal parts by the Parties to the dispute. Rule 12: Place of Arbitration 1. Unless the Parties to the dispute agree otherwise, the place of arbitration shall be the ASEAN Secretariat, Jakarta, the Republic of Indonesia. 2. The arbitral tribunal may hold meetings for consultation among its members either at the place of arbitration, or at any other place where this would mitigate the cost of such meetings. 3. The award shall be made at the place of arbitration. Rule 13: Language 1. The language of arbitration shall be English. 2. The arbitral tribunal may order that any documents submitted in the course of the arbitral proceedings, delivered in their original language, be accompanied by a translation into English. Rule 14: Decisions The decisions of the arbitral tribunal shall be taken by a majority vote of its arbitrators. Where there is no majority, the Chair of the arbitral tribunal shall have a casting vote. Rule 15: Default of Appearance If any Party to the dispute does not appear before the arbitral tribunal or fails to defend its case, the other Party to the dispute may request the arbitral tribunal to continue the arbitral proceedings and to make its award. Absence of the Party to the dispute or failure of the Party to the dispute to defend its case shall not constitute a bar to the arbitral proceedings. Rule 16: Pleas as to the Jurisdiction of the Arbitral Tribunal 1. The arbitral tribunal shall have the power to rule on objections that it has no jurisdiction. 2. A plea that the arbitral tribunal does not have jurisdiction shall be raised not later than the 20
date of the first hearing of the arbitral tribunal. 3. In general, the arbitral tribunal should rule on a plea concerning its jurisdiction as a preliminary question. However, the arbitral tribunal may proceed with the arbitration and rule on such a plea in its final award. Rule 17: Award 1. The award of the arbitral tribunal shall be made in writing and confined to the subject-matter of the dispute. The arbitral tribunal shall set out in its award: (a) a descriptive section summarising the facts of the case and the arguments of the Parties to the dispute and Third Parties, if any; and (b) its rulings on the interpretation or application of the ASEAN Charter or any ASEAN instruments cited by the Parties to the dispute, and the reasons for such rulings. 2. Any member of the arbitral tribunal may attach a separate or dissenting opinion to the award. 3. The award shall be signed by the arbitrators and shall contain the date on which and the place where the award was made. The award shall state the reason for the absence of the signature of any arbitrator. 4. Copies of the award signed by the arbitrators shall be communicated by the arbitral tribunal to the Parties to the dispute and to the Secretary-General of ASEAN. 5. Where arbitration is directed by the decision of the ASEAN Coordinating Council pursuant to Article 9 of this Protocol, the arbitral tribunal shall notify the ASEAN Coordinating Council of its award.
21
ANNEX 5 RULES FOR REFERENCE OF UNRESOLVED DISPUTES TO THE ASEAN SUMMIT These Rules have been made pursuant to the Protocol to the ASEAN Charter on Dispute Settlement Mechanisms signed on 8 April 2010 in Ha Noi (“the Protocol”) and are annexed to the Protocol. Rule 1 An unresolved dispute under the Protocol shall be referred to the ASEAN Summit in the manner set out in the rules below. Rule 2 A Party to the dispute may notify the ASEAN Coordinating Council of an unresolved dispute where: 1. The Parties to the dispute fail to carry out the direction of the ASEAN Coordinating Council as set out in Article 9 of the Protocol within 150 days in the case of arbitration, and 45 days in the case of good offices, mediation or conciliation from the date of receipt of notification from the ASEAN Coordinating Council, or any extended timeline agreed to by the Parties; 2. The Parties to the dispute have carried out the direction of the ASEAN Coordinating Council but the dispute remains unresolved; or 3. The ASEAN Coordinating Council is unable to reach a decision on how the dispute is to be resolved pursuant to Paragraph 4 of Article 9 of this Protocol; or 4. The Parties to the dispute mutually decide that they are unable to resolve the dispute through the application of dispute settlement mechanisms as provided for under this Protocol which they have mutually agreed upon. Rule 3 1. Upon receipt of a notification of an unresolved dispute pursuant to Rule 2, the ASEAN Coordinating Council shall inform all other Parties to the dispute of such notification. 2. Before an unresolved dispute as mentioned in Rule 2 is referred to the ASEAN Summit, the ASEAN Coordinating Council, within 45 days, may consider suggesting, recommending or providing assistance, as appropriate, to the Parties to the dispute to resolve the dispute through some other dispute settlement mechanisms provided for under this Protocol. 3. Where the ASEAN Coordinating Council makes any suggestion or recommendation or provides assistance to the Parties to the dispute pursuant to Paragraph 2 of this Rule, the Parties to the dispute may agree to resolve their dispute through some other dispute settlement mechanism. In such a case, the Parties to the dispute shall inform the ASEAN Coordinating Council of the agreement and the outcome of the dispute settlement mechanism utilized by them.
22
Rule 4 1. The ASEAN Coordinating Council shall refer the unresolved dispute to the ASEAN Summit within 90 days of the receipt of the notification pursuant to Rule 2 or any timeframe as deemed appropriate by the ASEAN Coordinating Council after the application of Paragraph 2 of Rule 3 or Paragraph 3 of Rule 3. 2. The references to the ASEAN Summit pursuant to Paragraph 1of this Rule, shall be accompanied by a report of the ASEAN Coordinating Council to the ASEAN Summit in order to facilitate the resolution of the dispute, and memoranda or submissions prepared by the respective Parties to the dispute at initial process of dispute settlement, if any. 3. The report of the ASEAN Coordinating Council to the ASEAN Summit shall contain the following information: (a) a summary of the dispute; (b) actions taken by the Parties to the dispute to resolve the dispute; (c) actions taken by the ASEAN Coordinating Council to resolve the dispute, including any actions pursuant to Paragraph 2 of Rule 3; (d) any recommendations which the ASEAN Coordinating Council may wish to make to the ASEAN Summit on how the dispute may be resolved (which may include a recommendation that the dispute be referred to a panel of experts to advise the ASEAN Summit on the resolution of the dispute). Rule 5 1. The Party to the dispute which has notified the ASEAN Coordinating Council of an unresolved dispute pursuant to Rule 2 above may, at any time when said Party considers that the dispute is no longer unresolved, withdraw its notification to the ASEAN Coordinating Council. 2. The Parties to the dispute may, at any time, inform the ASEAN Coordinating Council that they wish to jointly withdraw the references of their unresolved dispute to the ASEAN Summit, with expressed explanation of such withdrawal which may specify that the dispute is no longer unresolved or that the dispute will be resolved in some other way. 23
ANNEX 6 Rules for Reference of Non-Compliance to the ASEAN Summit These Rules have been made for the purpose of the Protocol to the ASEAN Charter on Dispute Settlement Mechanisms signed 8 April 2010 in Ha Noi (“the Protocol”) and pursuant to Paragraph 2 of Article 27 of the ASEAN Charter and are annexed to the Protocol. Rule 1 (a) For the purpose of these Rules “any Member State affected by non-compliance” shall mean any ASEAN Member State that is a party to the dispute to which the instance of non-compliance relates. (b) Any member state affected by non-compliance with an arbitral award or settlement agreement resulting from good offices, mediation or conciliation under the Protocol, may refer the matter to the ASEAN Summit for a decision, through notification to the ASEAN Coordinating Council. Rule 2 Upon receipt of the notification of non-compliance pursuant to Rule 1, the ASEAN Coordinating Council shall inform all other Member States that are Parties to the dispute to which the instance of non-compliance relates of such notification. Rule 3 (a) Before a non-compliance is submitted to the ASEAN Summit, the ASEAN Coordinating Council shall attempt to facilitate consultations amongst the Member States that are Parties to the dispute to which the instance of non-compliance relates with a view to facilitating compliance with the arbitral award or settlement agreement without reference to the ASEAN Summit. Where such Member States have consulted amongst themselves they shall report the outcome of the consultation to the ASEAN Coordinating Council. (b) The ASEAN Coordinating Council may authorize the Chair of the ASEAN Coordinating Council, or some other person to facilitate the consultations under Paragraph (a) of this Rule, and report to it the outcome of the consultations. Rule 4 Any Member State affected by non-compliance may, at any time, withdraw its referral of noncompliance to the ASEAN Summit made under Paragraph (a) of Rule 1, including when that Member state is satisfied with the outcome of the consultations under Rule 3. Such withdrawal shall be made in writing.
24
Rule 5 (a) The ASEAN Coordinating Council shall refer the non-compliance to the ASEAN Summit within 90 days of the receipt of the notification pursuant to Rule 1 or within 90 days of the notification pursuant to Rule 1 or within any other timeframe agreed by the Member States that are Parties to the dispute to which the instance of non-compliance relates. (b) The referral by the ASEAN Coordinating Council to the ASEAN Summit of an instance of non-compliance shall be accompanied by a report of the ASEAN Coordinating Council setting out the following: (i)
The arbitral award or settlement agreement in question;
(ii)
Information provided by the relevant Parties to the dispute to which the instance of noncompliance relates, on action taken to ensure compliance with the arbitral award or settlement agreement in question;
(iii)
Actions taken by the ASEAN Coordination Council to facilitate consultations;
(iv)
Reference to the report of the Secretary-General of ASEAN submitted to the ASEAN summit pursuant to Paragraph 1 or article 27 of the ASEAN Charter, if any; and
(v)
Recommendations of the ASEAN Coordinating Council, if any.
25
PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA Ditetapkan di Hanoi, Vietnam pada tanggal 8 April 2010 PEMERINTAH Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Rakyat Demokratik Laos, Malaysia, Uni Myanmar, Republik Filipina, Republik Singapura, Kerajaan Thailand, dan Republik Sosialis Vietnam, Negara-negara Anggota Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN), selanjutnya secara bersama-sama disebut sebagai “Negara-negara Anggota” atau masing-masing sebagai “Negara Anggota”; MENGINGAT keinginan para Pemimpin ASEAN dalam mewujudkan ASEAN sebagai suatu organisasi yang berdasarkan pada hukum dengan mekanisme yang praktis, efisien, dan terpercaya sehingga dapat menyelesaikan sengketa secara efektif dan tepat waktu; MENGINGAT Pasal 2 Ayat 2(d) Piagam ASEAN yang menyatakan bahwa ASEAN beserta Negara-negara Anggotanya wajib mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai; MENGINGAT LEBIH LANJUT Pasal 22 Ayat 2 Piagam ASEAN yang mewajibkan ASEAN untuk memelihara dan membentuk mekanisme penyelesaian sengketa dalam segala bidang kerja sama ASEAN; MENGAKUI bahwa sesuai dengan Pasal 25 Piagam ASEAN, apabila secara khusus tidak ditentukan sebaliknya, mekanisme penyelesaian sengketa yang tepat wajib dibentuk untuk sengketa yang berkenaan dengan penafsiran atau penerapan Piagam ASEAN dan instrumen ASEAN lainnya; dan MEYAKINI bahwa keberadaan mekanisme penyelesaian sengketa yang terpercaya akan membantu ASEAN dalam mencegah konflik dan konfrontasi di antara Negara-negara Anggota serta memelihara suasana kooperatif bagi upaya bersama menuju pembentukan suatu Komunitas ASEAN yang damai dan sejahtera; TELAH MENYETUJUI HAL-HAL SEBAGAI BERIKUT: PASAL 1 DEFINISI Untuk maksud Protokol ini: (a) Instrumen ASEAN adalah instrumen yang disetujui Negara-negara Anggota secara tertulis, dalam kapasitasnya sebagai Negara-negara Anggota ASEAN, yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan hukum internasional; (b) Pihak Pemohon adalah setiap Negara Anggota yang memohon konsultasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Protokol ini; (c) Pihak Termohon adalah Negara Anggota yang kepadanya diajukan permohonan konsultasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Protokol ini; (d) Para Pihak yang sedang bersengketa adalah Pihak Pemohon dan Pihak Termohon; dan
1
(e) Sengketa yang tidak terselesaikan adalah sengketa mengenai penafsiran atau penerapan Piagam ASEAN atau instrumen ASEAN lainnya yang tidak berhasil diselesaikan melalui kesepakatan bersama dan setelah penerapan dan pelaksanaan Pasal 9 Protokol ini. PASAL 2 RUANG LINGKUP DAN PENERAPAN 1. Protokol ini wajib berlaku terhadap sengketa mengenai penafsiran atau penerapan dari: (a) Piagam ASEAN; (b) instrumen ASEAN lainnya, kecuali mekanisme untuk menyelesaikan sengketa dimaksud telah khusus tersedia; atau (c) instrumen ASEAN lainnya yang secara tegas menyatakan bahwa Protokol ini atau sebagian dari Protokol ini wajib berlaku. 2. Ayat 1 (b) Pasal ini wajib diberlakukan tanpa merugikan hak Para Pihak yang sedang bersengketa tersebut untuk menyepakati bersama penerapan Protokol ini. PASAL 3 KETENTUAN UMUM 1. Protokol ini wajib ditafsirkan sesuai dengan kebiasaan penafsiran perjanjian dalam hukum publik internasional. 2. Para Pihak yang sedang bersengketa didorong, pada setiap tahap sengketa, untuk melakukan berbagai upaya dalam mencapai penyelesaian yang disepakati bersama. Apabila penyelesaian yang disepakati bersama telah dicapai, hal ini wajib diberitahukan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN dan Negara-negara Anggota lainnya. PASAL 4 KOMUNIKASI DAN JANGKA WAKTU 1. Semua komunikasi, termasuk notifikasi, permohonan, balasan, dan rujukan yang dibuat berdasarkan pada Protokol ini wajib dalam bentuk tertulis dan dianggap telah diterima apabila diserahkan secara fisik kepada Pihak yang dituju melalui saluran diplomatik. 2. Kecuali ditentukan lain, setiap jangka waktu yang tercantum dalam Protokol wajib tidak diubah berdasarkan kesepakatan bersama oleh Para Pihak yang sedang bersengketa. PASAL 5 KONSULTASI 1. Pihak Pemohon dapat mengajukan permohonan konsultasi dengan Pihak Termohon mengenai sengketa atas penafsiran atau penerapan Piagam ASEAN atau instrumen ASEAN lainnya. Pihak Termohon wajib dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan permohonan konsultasi dari dan wajib memberi kesempatan yang cukup untuk konsultasi tersebut. 2. Permohonan konsultasi wajib mencantumkan alasan permohonan, termasuk identifikasi permasalahan penyebab sengketa dan indikasi dasar hukum pengaduan tersebut. Salinan permohonan tersebut wajib disampaikan secara bersamaan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN yang wajib memberi tahu permohonan tersebut kepada semua Negara Anggota lainnya. 2
3. Apabila permohonan konsultasi telah diajukan, Pihak Termohon wajib menanggapi permohonan tersebut dalam jangka waktu tiga puluh (30) hari sejak tanggal diterimanya permohonan dan wajib memulai konsultasi dalam jangka waktu enam puluh (60) hari sejak tanggal diterimanya permohonan konsultasi, dengan tujuan mencapai penyelesaian yang disepakati bersama. Konsultasi tersebut wajib selesai dalam jangka waktu sembilan puluh (90) hari, atau dalam jangka waktu lain sebagaimana disepakati bersama oleh Para Pihak yang sedang bersengketa sejak tanggal diterimanya permohonan konsultasi. PASAL 6 JASA BAIK, MEDIASI, DAN KONSILIASI 1. Para Pihak yang sedang bersengketa dapat menyepakati jasa-jasa baik, mediasi, dan konsiliasi setiap saat. Proses jasa-jasa baik, mediasi, atau konsiliasi dapat dimulai dan diakhiri setiap saat. 2. Para Pihak yang sedang bersengketa dapat memohon kepada Ketua ASEAN atau Sekretaris Jenderal ASEAN, yang bertindak secara ex officio, untuk menyediakan jasa-jasa baik, mediasi, atau konsiliasi. 3. Proses penyelesaian sengketa dengan jasa-jasa baik, mediasi, atau konsiliasi, serta posisi Para Pihak yang sedang bersengketa selama proses penyelesaian sengketa berlangsung, wajib tidak mengurangi hak Para Pihak yang sedang bersengketa untuk proses penyelesaian sengketa lebih lanjut atau proses penyelesaian sengketa lainnya. 4. (a)
(b)
Jasa-jasa baik, mediasi, atau konsiliasi yang diarahkan oleh Dewan Koordinasi ASEAN kepada Para Pihak yang sedang bersengketa sesuai dengan Pasal 9 Protokol ini wajib dilaksanakan berdasarkan Protokol ini maupun Aturan mengenai Jasa-jasa Baik, Aturan Mediasi, atau Aturan Konsiliasi sebagaimana terlampir dalam Protokol ini. Prosedur jasa-jasa baik, mediasi, atau konsiliasi yang diarahkan oleh Dewan Koordinasi ASEAN sesuai dengan Pasal 9 Protokol ini wajib dilaksanakan berdasarkan Aturan Jasajasa Baik, Aturan Mediasi, atau Aturan Konsiliasi, kecuali ada perubahan yang disepakati bersama oleh Para Pihak secara tertulis. PASAL 7 FUNGSI JASA-JASA BAIK, MEDIASI, DAN KONSILIASI
1. Orang-orang yang menyediakan jasa-jasa baik, mediasi, atau konsiliasi wajib membantu dan memfasilitasi Para Pihak yang sedang bersengketa untuk mencapai penyelesaian sengketa secara damai di antara mereka, sejalan dengan ketentuan Piagam ASEAN terkait dan/atau instrumen ASEAN lainnya. 2. Apabila Para Pihak yang sedang bersengketa mencapai sebuah penyelesaian sengketa secara damai, mereka wajib menyusun dan menandatangani suatu kesepakatan penyelesaian tertulis. 3. Dengan menandatangani kesepakatan penyelesaian, Para Pihak yang sedang bersengketa mengakhiri sengketa dan terikat oleh kesepakatan dimaksud. 4. Persetujuan penyelesaian selanjutnya wajib diberitahukan oleh Para Pihak yang sedang 3
bersengketa kepada Sekretaris Jenderal ASEAN dan Negara Anggota lainnya, serta Dewan Koordinasi ASEAN sebagai pengarah jasa-jasa baik, mediasi, dan konsiliasi. PASAL 8 PERMOHONAN ARBITRASE 1. Pihak Pemohon dapat, dengan pemberitahuan tertulis kepada Pihak Pihak Termohon, mengajukan permohonan pembentukan majelis arbitrase untuk menyelesaikan sengketa, apabila: (a) Pihak Pihak Termohon tidak memberi balasan dalam jangka waktu tiga puluh (30) hari sejak tanggal penerimaan permohonan konsultasi; (b) Pihak Pihak Termohon tidak ikut serta dalam konsultasi dalam jangka waktu enam puluh (60) hari sejak tanggal penerimaan permohonan konsultasi; atau (c) Konsultasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa dalam jangka waktu sembilan puluh (90) hari, atau dalam jangka waktu yang disepakati oleh Para Pihak yang sedang bersengketa, sejak tanggal penerimaan permohonan konsultasi. 2. Salinan pemberitahuan tersebut wajib diserahkan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN yang selanjutnya wajib memberitahukan permohonan tersebut kepada semua Negara Anggota lainnya. Pemberitahuan mencakupi rangkuman fakta dan dasar hukum permohonan untuk memberi gambaran permasalahan dengan jelas, termasuk ketentuan Piagam ASEAN atau instrumen ASEAN yang akan dibahas oleh majelis arbitrase. 3. Pihak Pihak Termohon wajib menyatakan persetujuannya terhadap pembentukan majelis arbitrase dalam jangka waktu lima belas (15) hari sejak tanggal penerimaan pemberitahuan oleh Pihak Pihak Termohon. Para Pihak yang sedang bersengketa dapat menyetujui perpanjangan jangka waktu bagi Pihak Pihak Termohon untuk menyampaikan persetujuannya hingga tiga puluh (30) hari sejak tanggal penerimaan pemberitahuan dari Pihak Pemohon. Salinan dari surat balasan wajib disampaikan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN yang selanjutnya wajib memberitahukan surat balasan tersebut kepada Negara Anggota lainnya. 4. Apabila Pihak Pihak Termohon tidak menyetujui permohonan pembentukan majelis arbitrase, atau tidak dapat memberi jawaban dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Ayat 3 Pasal ini, Pihak Pemohon dapat mengajukan sengketa tersebut kepada Dewan Koordinasi ASEAN.
PASAL 9 PENGAJUAN KEPADA DEWAN KOORDINASI ASEAN 1. Apabila sengketa diajukan kepada Dewan Koordinasi ASEAN sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 8 Ayat 4, Dewan Koordinasi ASEAN dapat mengarahkan Para Pihak yang sedang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui jasa-jasa baik, mediasi, konsiliasi, atau arbitrase. 2. Dewan Koordinasi ASEAN wajib memberitahukan keputusannya kepada Para Pihak yang sedang bersengketa dalam jangka waktu empat puluh lima (45) hari sejak tanggal sengketa diajukan kepada Dewan Koordinasi ASEAN. Ketua Dewan Koordinasi ASEAN wajib menentukan proses pengambilan keputusan yang harus dilakukan oleh Dewan Koordinasi ASEAN. Proses tersebut dapat mencakupi konsultasi melalui korespondensi, pos elektronik, konferensi video, atau sarana lainnya. Dewan Koordinasi ASEAN dapat, dalam keadaan 4
tertentu, memutuskan untuk menyelenggarakan sebuah pertemuan darurat khusus Dewan Koordinasi ASEAN untuk mengambil keputusan mengenai sengketa tersebut. 3. Apabila Dewan Koordinasi ASEAN menilai bahwa mereka tidak dapat mencapai suatu keputusan mengenai sengketa tersebut dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Ayat 2 Pasal ini untuk memberitahukan kepada Para Pihak yang sedang bersengketa, Dewan Koordinasi ASEAN dapat memutuskan adanya perpanjangan jangka waktu tidak lebih dari tiga puluh (30) hari dan wajib memberitahukannya kepada Para Pihak yang sedang bersengketa. 4. Apabila Dewan Koordinasi ASEAN tidak berhasil mencapai keputusan mengenai bagaimana sengketa tersebut akan diselesaikan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Ayat 2 Pasal ini, atau pada masa perpanjangan jangka waktu, setiap Pihak yang sedang bersengketa dapat mengajukan sengketanya kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN sebagai sengketa yang tidak terselesaikan menurut Pasal 26 Piagam ASEAN.
PASAL 10 ARBITRASE 1. Arbitrase, yang dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama Para Pihak yang sedang bersengketa atau atas arahan Dewan Koordinasi ASEAN, wajib didasarkan pada Protokol dan Aturan Arbitrase sebagaimana terlampir pada Protokol ini. 2. Prosedur arbitrase wajib didasarkan pada Aturan Arbitrase sebagaimana terlampir pada Protokol ini, dengan tunduk pada modifikasi yang dapat disepakati secara tertulis oleh Para Pihak yang sedang bersengketa. PASAL 11 ARBITER 1. Jumlah arbiter dan tata cara penunjukan atau penggantiannya akan ditentukan oleh Aturan Arbitrase yang terlampir pada Protokol. 2. Semua arbiter wajib: (a) mempunyai keahlian atau pengalaman di bidang hukum, hal-hal lain yang tercakup dalam Piagam ASEAN atau instrumen ASEAN terkait, atau penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian internasional; (b) dipilih secara ketat atas dasar objektivitas, keandalan, dan penilaian yang adil; (c) mandiri, dan tidak berafiliasi dengan atau mengikuti perintah Pihak manapun dalam sengketa; (d) tidak pernah menangani permasalahan tersebut dalam kapasitas apapun; dan (e) mengungkap, kepada Para Pihak yang sedang bersengketa, informasi yang dapat menimbulkan keraguan yang bisa diterima terkait kemandirian atau ketakberpihakannya. 3. Ketua majelis arbitrase tidak boleh merupakan warga negara Pihak manapun dalam sengketa, dan wajib diutamakan warga negara salah satu Negara Anggota. PASAL 12 FUNGSI MAJELIS ARBITRASE Suatu majelis arbitrase wajib melakukan pemeriksaan atas fakta-fakta kasus yang dihadapi, dan memutuskan kasus tersebut sesuai dengan ketentuan terkait dalam Piagam ASEAN 5
dan/atau instrumen ASEAN sebagaimana dikutip oleh Para Pihak yang sedang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka, serta wajib memberi alasan atas putusannya.
PASAL 13 PIHAK KETIGA 1. Setiap Negara Anggota yang telah menyampaikan kepentingan substansialnya dalam permasalahan yang disengketakan dalam jangka waktu tiga puluh (30) hari sejak pemberitahuan balasan Pihak Termohon yang menyetujui permohonan pembentukan majelis arbitrase sesuai dengan Pasal 8 Ayat 3, atau notifikasi dari keputusan Dewan Koordinasi ASEAN yang mengarahkan Para Pihak yang sedang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya melalui arbitrase berdasarkan Pasal 9, wajib mendapatkan hak dan kewajiban sebagai Pihak Ketiga. 2. Pihak ketiga wajib memperoleh kesempatan untuk didengarkan oleh majelis arbitrase dan melakukan penyampaian berkas kepada majelis arbitrase. Berkas ini wajib diberikan juga kepada Para Pihak yang sedang bersengketa dan wajib tercermin pada putusan majelis arbitrase. 3. Pihak Ketiga berhak menerima dari Para Pihak yang sedang bersengketa berkas-berkas yang mereka sampaikan dalam pertemuan substantif pertama majelis arbitrase. PASAL 14 HUKUM YANG BERLAKU 1. Majelis arbitrase wajib menerapkan ketentuan Piagam ASEAN dan instrumen ASEAN lainnya, serta aturan hukum publik internasional lainnya. 2. Majelis arbitrase wajib menerapkan aturan hukum lainnya yang berlaku untuk permasalahan substantif terkait sengketa, atau untuk memutuskan sebuah kasus secara ex aequo et bono, apabila disepakati oleh Para Pihak yang sedang bersengketa. PASAL 15 PUTUSAN ARBITRASE 1. Putusan majelis arbitrase bersifat final dan mengikat bagi Para Pihak yang sedang bersengketa. Putusan tersebut wajib dipatuhi sepenuhnya oleh Para Pihak yang sedang bersengketa. 2. Putusan majelis arbitrase tidak boleh menambah atau mengurangi hak dan kewajiban yang diatur dalam Piagam ASEAN atau instrumen ASEAN terkait lainnya. PASAL 16 KEPATUHAN TERHADAP PUTUSAN ARBITRASE DAN PERSETUJUAN PENYELESAIAN 1. Para Pihak yang sedang bersengketa wajib mematuhi putusan arbitrase dan persetujuan penyelesaian yang dihasilkan oleh jasa-jasa baik, mediasi, dan konsiliasi. 2. Setiap Pihak yang sedang bersengketa diharuskan mematuhi putusan arbitrase atau persetujuan penyelesaian dan wajib menyampaikan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN laporan perkembangan tertulis yang menyatakan tingkat kepatuhannya terhadap putusan 6
arbitrase dan persetujuan penyelesaian. PASAL 17 BIAYA 1. Biaya arbitrase di dalam Protokol ini wajib ditanggung oleh Para Pihak yang sedang bersengketa sesuai dengan Aturan Arbitrase yang terlampir dalam Protokol ini. 2. Biaya jasa-jasa baik, mediasi, dan konsiliasi akan ditentukan oleh orang-orang yang memberikan jasa-jasa baik, mediasi, dan konsiliasi melalui konsultasi dan persetujuan Para Pihak yang sedang bersengketa, dan wajib ditanggung secara merata oleh Para Pihak yang sedang bersengketa. Seluruh biaya lainnya yang ditimbulkan oleh suatu Pihak yang sedang bersengketa wajib ditanggung oleh Pihak tersebut. PASAL 18 FUNGSI SEKRETARIAT ASEAN 1. Sekretariat ASEAN mempunyai tanggung jawab untuk membantu majelis arbitrase dan orang-orang yang menyediakan jasa-jasa baik, mediasi, dan konsiliasi, khususnya dalam aspek hukum, sejarah, dan prosedural yang berhubungan dengan permasalahan terkait, serta menyediakan dukungan kesekretariatan dan teknis. 2. Biaya-biaya dukungan Sekretariat ASEAN wajib ditanggung oleh Para Pihak yang sedang bersengketa. PASAL 19 KETENTUAN PENUTUP 1. Protokol ini wajib ditandatangani oleh seluruh Negara Anggota. 2. Protokol ini wajib disahkan oleh seluruh Negara Anggota sesuai dengan prosedur internal masing-masing. 3. Instrumen pengesahan wajib disimpan oleh Sekretaris Jenderal ASEAN yang wajib segera memberitahukan ke seluruh Negara Anggota atas setiap penyimpanan. 4. Protokol ini wajib mulai berlaku pada hari berikutnya setelah tanggal penyimpanan instrumen pengesahan kesepuluh oleh Sekretaris Jenderal ASEAN. 5. Protokol ini wajib disimpan oleh Sekretaris Jenderal ASEAN, yang wajib segera menerbitkan salinan resmi kepada setiap Negara Anggota. PASAL 20 LAMPIRAN 1. Seluruh Lampiran terhadap Protokol ini wajib menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Protokol ini. 2. Dalam hal terjadi pertentangan antara Protokol ini dengan Lampiran-lampiran tersebut, Protokol ini yang wajib berlaku. PASAL 21 AMENDEMEN 1. Setiap Negara Anggota dapat mengusulkan amendemen terhadap Protokol ini dan/atau setiap lampirannya kepada Komite Wakil Tetap ASEAN. 7
2. Usulan amendemen terhadap Protokol ini dan/atau setiap lampirannya wajib, secara konsensus, disampaikan oleh Komite Wakil Tetap ASEAN kepada Dewan Koordinasi ASEAN. 3. Amendemen terhadap Protokol ini dan/atau setiap lampirannya yang telah disepakati secara konsensus oleh Dewan Koordinasi ASEAN wajib disahkan oleh seluruh Negara Anggota sesuai dengan prosedur internal masing-masing. 4. Suatu amendemen wajib mulai berlaku pada hari ketiga puluh sejak tanggal penyimpanan instrumen pengesahan kesepuluh oleh Sekretaris Jenderal ASEAN. SEBAGAI BUKTI, yang bertanda tangan di bawah ini, diberi kuasa oleh Pemerintah masingmasing, telah menandatangani Protokol Piagam ASEAN mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa. DIBUAT di Hanoi, Vietnam, tanggal Delapan bulan April tahun Dua Ribu Sepuluh, dalam satu salinan berbahasa Inggris. Untuk Pemerintah Brunei Darussalam: MOHAMED BOLKIAH Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Untuk Pemerintah Kerajaan Kamboja: HOR NAM HONG Deputi Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Untuk Pemerintah Republik Indonesia: DR. R. M. MARTY M. NATALEGAWA Menteri Luar Negeri Untuk Pemerintah Republik Demokratik Rakyat Laos: DR. THONGLOUN SISOULITH Deputi Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Untuk Pemerintah Malaysia: TAN SRI RASTAM MOHD ISA Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Malaysia Untuk Pemerintah Uni Myanmar: NYAN WIN Menteri Luar Negeri Untuk Pemerintah Republik Filipina: ERLINDA F. BASILO, Wakil Menteri Luar Negeri, Departemen Luar Negeri Untuk Pemerintah Republik Singapura: GEORGE YONG-BOON YEO Menteri Luar Negeri Untuk Pemerintah Kerajaan Thailand: KASIT PIROMYA Menteri Luar Negeri 8
LAMPIRAN 1 Aturan Jasa-Jasa Baik Aturan 1: Pendahuluan 1. Ketika Dewan Koordinasi ASEAN mengarahkan bahwa sengketa diselesaikan melalui jasajasa baik, Dewan Koordinasi ASEAN wajib meminta Ketua ASEAN atau Sekretaris Jenderal ASEAN yang bertindak dalam kapasitas ex officio, atau orang lain yang layak untuk menyediakan jasa-jasa baik. Pertimbangan dalam Aturan ini terhadap “orang yang menyediakan jasa-jasa baik” wajib ditafsirkan mencakupi “orang-orang yang menyediakan jasa-jasa baik” apabila lebih dari satu orang menyediakan jasa-jasa baik. 2. Orang yang menyediakan jasa-jasa baik wajib berkomunikasi secara langsung dengan Para Pihak yang sedang bersengketa yang wajib memberikan seluruh bantuan yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Aturan 2: Peran Orang yang Menyediakan Jasa-Jasa Baik Orang yang menyediakan jasa-jasa baik wajib membantu Para Pihak yang sedang bersengketa secara mandiri, netral, dan takberpihak guna menyelesaikan sengketa tersebut. Aturan 3 : Tindakan dari Orang yang Menyediakan Jasa-Jasa Baik Orang yang menyediakan jasa-jasa baik dapat bertindak sesuai dengan cara yang dipandangnya layak, dengan mempertimbangkan keadaan dari kasus tersebut dan keinginan yang dinyatakan oleh Para Pihak yang sedang bersengketa. Aturan 4: Kerahasiaan Kecuali Para Pihak yang sedang bersengketa menyepakati sebaliknya, orang yang menyediakan jasa-jasa baik dan Para Pihak yang sedang bersengketa wajib menjaga kerahasiaan hal-hal yang terkait dengan proses jasa-jasa baik. Aturan 5: Penghentian 1. Jasa-jasa baik wajib berhenti: (a) pada tanggal komunikasi tertulis dari Para Pihak yang sedang bersengketa disampaikan kepada Dewan Koordinasi ASEAN bahwa sengketa tersebut telah diselesaikan; (b) pada tanggal komunikasi tertulis dari orang yang menyediakan jasa-jasa baik, setelah berkonsultasi dengan Para Pihak yang sedang bersengketa, disampaikan kepada Dewan Koordinasi ASEAN, bahwa jasa-jasa baik tidak lagi diperlukan atau tidak lagi berdasar; (c) pada tanggal komunikasi tertulis dari Para Pihak yang sedang bersengketa disampaikan kepada orang yang menyediakan jasa-jasa baik dan Dewan Koordinasi ASEAN, bahwa jasajasa baik wajib dihentikan; atau (d) pada tanggal komunikasi tertulis oleh Pihak yang sedang bersengketa disampaikan kepada Pihak lain dalam sengketa, orang yang menyediakan jasa-jasa baik, dan Dewan Koordinasi ASEAN, bahwa pelaksanaan jasa-jasa baik harus dihentikan. 9
LAMPIRAN 2 Aturan Mediasi Aturan 1: Penunjukan Mediator Hanya terdapat satu mediator. Para Pihak yang sedang bersengketa wajib menyepakati nama mediator yang dipilih. Para Pihak yang sedang bersengketa wajib menunjuk mediator dalam jangka waktu empat puluh lima (45) hari sejak tanggal diterimanya notifikasi dari Dewan Koordinasi ASEAN tentang keputusannya untuk mengarahkan Para Pihak yang sedang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui mediasi, dan wajib memberi tahu Dewan Koordinasi ASEAN. Para Pihak yang sedang bersengketa dapat memilih nama dari daftar yang dibuat dan dikelola oleh Sekretaris Jenderal ASEAN sesuai dengan Aturan 5 dari Aturan tentang Arbitrase. Aturan 2: Peran Mediator Mediator wajib membantu memfasilitasi komunikasi dan negosiasi antara Para Pihak yang sedang bersengketa dan membantu mereka secara mandiri, netral, dan takberpihak guna menyelesaikan sengketa tersebut. Aturan 3: Pewakilan dan Asistensi Para Pihak yang sedang bersengketa dapat diwakili atau dibantu oleh orang-orang yang mereka pilih. Nama dan alamat] dari orang-orang tersebut akan dikomunikasikan kepada Pihak lainnya dalam sengketa dan mediator. Komunikasi tersebut dimaksudkan untuk menegaskan bahwa tujuan pengangkatan adalah untuk keperluan pewakilan atau pemberian asistensi. Aturan 4: Komunikasi antara Mediator dan Para Pihak yang sedang bersengketa Mediator dapat mengundang Para Pihak yang sedang bersengketa untuk bertemu dengannya atau dapat berkomunikasi dengan mereka baik secara lisan maupun tulisan. Mediator dapat bertemu atau berkomunikasi dengan Para Pihak yang sedang bersengketa secara bersamasama atau terpisah. Aturan 5: Pelaksanaan Mediasi Mediasi wajib dilaksanakan melalui cara-cara yang disepakati Para Pihak yang sedang bersengketa. Apabila, dan sepanjang, Para Pihak yang sedang bersengketa belum membuat persetujuan, mediator wajib, berdasarkan Protokol dan Aturan ini, menentukan tata cara pelaksanaan mediasi. Aturan 6: Pengungkapan Informasi Ketika mediator menerima informasi faktual mengenai sengketa dari salah satu Pihak yang sedang bersengketa, dia dapat mengungkap substansi informasi tersebut kepada Pihak lainnya dalam sengketa agar Pihak tersebut mempunyai kesempatan untuk menanggapinya. Namun, ketika salah satu Pihak yang sedang bersengketa tersebut memberikan informasi apapun kepada mediator dengan persyaratan spesifik bahwa informasi tersebut wajib 10
dirahasiakan, mediator tidak dapat mengungkap informasi tersebut kepada Pihak lainnya dalam sengketa. Aturan 7: Kerahasiaan Kecuali Para Pihak yang sedang bersengketa menyetujui sebaliknya, mediator dan Para Pihak yang sedang bersengketa wajib menjaga kerahasiaan segala hal yang terkait dengan proses mediasi. Aturan 8: Pengakhiran Proses Mediasi 1. Proses mediasi wajib diakhiri: (a) pada tanggal penandatanganan persetujuan penyelesaian oleh Para Pihak yang sedang bersengketa; (b) pada tanggal komunikasi tertulis oleh mediator, setelah berkonsultasi dengan Para Pihak yang sedang bersengketa, diajukan kepada Dewan Koordinasi ASEAN, untuk menyatakan bahwa upaya mediasi lebih lanjut tidak lagi diperlukan atau tidak lagi berdasar; (c) pada tanggal komunikasi tertulis oleh Para Pihak yang sedang bersengketa diajukan kepada mediator dan Dewan Koordinasi ASEAN untuk menyatakan bahwa proses mediasi diakhiri; atau (d) pada tanggal komunikasi tertulis oleh Pihak yang sedang bersengketa kepada Pihak yang sedang bersengketa lainnya , mediator, apabila ditunjuk, dan Dewan Koordinasi ASEAN untuk menyatakan bahwa proses penyelesaian sengketa melalui mediasi dihentikan.
11
LAMPIRAN 3 Aturan Konsiliasi Aturan 1: Penunjukan Konsiliator 1. Hanya terdapat satu konsiliator kecuali Para Pihak yang sedang bersengketa sepakat bahwa wajib ada dua atau tiga konsiliator. Para Pihak yang sedang bersengketa wajib menunjuk konsiliator dalam jangka waktu empat puluh lima (45) hari sejak tanggal diterimanya notifikasi dari Dewan Koordinasi ASEAN tentang keputusannya untuk mengarahkan Para Pihak yang sedang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya melalui konsiliasi dan wajib memberitahukan Dewan Koordinasi ASEAN. Para Pihak yang sedang bersengketa dapat memilih nama dari daftar yang dibuat dan dikelola oleh Sekretaris Jenderal ASEAN sesuai dengan Aturan 5 dari Aturan Arbitrase. 2. Apabila terdapat lebih dari satu orang konsiliator, mereka harus, sesuai dengan aturan umum, bertindak bersama-sama. Rujukan terhadap “konsiliator” dalam Aturan ini wajib mencakupi “konsiliator-konsiliator”, apabila Para Pihak yang sedang bersengketa telah sepakat bahwa wajib ada dua atau tiga konsiliator. 3. (a) Dalam proses konsiliasi dengan satu konsiliator, Para Pihak yang sedang bersengketa wajib berusaha mencapai kesepakatan terhadap nama konsiliator tunggal tersebut; (b) Dalam proses konsiliasi dengan dua orang konsiliator, tiap Pihak yang sedang bersengketa wajib menunjuk seorang konsiliator; (c) Dalam proses konsiliasi dengan tiga orang konsiliator, tiap Pihak yang sedang bersengketa wajib menunjuk seorang konsiliator. Para Pihak yang sedang bersengketa wajib berusaha mencapai kesepakatan terhadap nama konsiliator ketiga. Aturan 2: Penyampaian Pernyataan kepada Konsiliator 1. Konsiliator, setelah penunjukannya, wajib meminta tiap Pihak yang sedang bersengketa untuk menyerahkan kepadanya pernyataan singkat secara tertulis yang menggambarkan keadaan umum dari sengketa dan butir-butir yang menjadi permasalahan. Tiap Pihak yang sedang bersengketa wajib menyampaikan salinan pernyataan tersebut kepada Pihak lain dalam sengketa. 2. Konsiliator dapat meminta pernyataan tertulis lebih lanjut dengan posisi masing-masing disertai fakta dan data pendukungnya, dilengkapi dengan semua dokumen dan bukti yang dianggap layak kepada tiap Pihak yang sedang bersengketa. Pihak yang sedang bersengketa wajib mengirim salinan pernyataan tersebut kepada Pihak lain dalam sengketa. 3. Pada setiap tahap proses konsiliasi, konsiliator dapat meminta informasi tambahan yang dianggap layak kepada setiap Pihak yang sedang bersengketa. Aturan 3: Pewakilan dan Asistensi Para Pihak yang sedang bersengketa dapat diwakili atau dibantu oleh orang-orang yang 12
mereka pilih. Nama dan alamat dari orang-orang tersebut akan dikomunikasikan kepada Pihak lainnya dalam sengketa dan kepada konsiliator. Komunikasi tersebut wajib menjelaskan tentang tujuan pengangkatan sebagai pewakilan atau asistensi. Aturan 4: Peran Konsiliator 1. Konsiliator wajib membantu Para Pihak yang sedang bersengketa secara mandiri, netral, dan takberpihak guna menyelesaikan sengketa tersebut. 2. Konsiliator wajib dipandu dengan prinsip objektivitas, kesetaraan, dan keadilan, dengan mempertimbangkan, antara lain, hak-hak dan kewajiban-kewajiban Para Pihak yang sedang bersengketa dan kondisi pada saat sengketa, termasuk praktik yang sebelumnya berlaku di antara Para Pihak yang sedang bersengketa. 3. Konsiliator, pada tiap tahap proses konsiliasi, dapat membuat proposal penyelesaian sengketa. Proposal tersebut tidak perlu dalam bentuk tertulis dan tidak perlu disertai alasanalasannya. Aturan 5: Komunikasi antara Konsiliator dengan Para Pihak yang sedang bersengketa Konsiliator dapat mengundang Para Pihak yang sedang bersengketa untuk bertemu atau berkomunikasi dengan mereka secara lisan maupun tertulis. Konsiliator dapat bertemu dan berkomunikasi dengan Para Pihak yang sedang bersengketa secara bersama-sama atau terpisah. Aturan 6: Pelaksanaan Konsiliasi Konsiliator dapat melaksanakan proses konsiliasi sesuai dengan cara yang dipandangnya layak, dengan mempertimbangkan keadaan kasus tersebut, keinginan Para Pihak yang sedang bersengketa yang diutarakan, termasuk permintaan oleh Pihak yang sedang bersengketa agar konsiliator mendengar pernyataan lisan, dan kebutuhan khusus untuk menyelesaikan sengketa secara cepat, termasuk segala ketentuan Protokol ini beserta Aturan ini. Aturan 7: Pengungkapan Informasi Ketika konsiliator menerima informasi faktual mengenai sengketa dari Pihak yang sedang bersengketa, dia dapat membuka substansi dari informasi tersebut kepada Pihak lain dalam sengketa agar Pihak tersebut mempunyai kesempatan untuk menanggapinya. Namun, apabila Pihak yang sedang bersengketa memberi informasi kepada konsiliator dengan syarat bahwa informasi tersebut harus dijaga kerahasiaannya, konsiliator wajib tidak mengungkap informasi tersebut kepada Pihak lain dalam sengketa. Aturan 8: Kerja Sama Para Pihak yang sedang bersengketa dengan Konsiliator Para Pihak yang sedang bersengketa wajib dengan iktikad baik bekerja sama dengan konsiliator dan, secara khusus, wajib berupaya memenuhi berbagai permintaan konsiliator untuk menyampaikan berkas tertulis, menyediakan barang bukti, dan menghadiri pertemuan. 13
Aturan 9: Saran oleh Para Pihak yang sedang bersengketa untuk Penyelesaian Sengketa Pihak yang sedang bersengketa, dengan inisiatifnya sendiri atau atas undangan konsiliator, dapat menyampaikan kepada konsiliator saran-saran penyelesaian sengketa. Aturan 10: Persetujuan Penyelesaian 1. Apabila konsiliator melihat terdapat unsur-unsur dari suatu penyelesaian yang dapat diterima oleh Para Pihak yang sedang bersengketa, konsiliator wajib merumuskan ketentuan kemungkinan penyelesaian dan mengajukannya kepada Para Pihak yang sedang bersengketa untuk mendapatkan pengamatan mereka. Setelah menerima pengamatan dari Para Pihak yang sedang bersengketa, konsiliator dapat merumuskan kembali ketentuan kemungkinan penyelesaian dengan sesuai dengan pengamatan tersebut. 2. Apabila dalam sengketa tercapai persetujuan, Para Pihak yang sedang bersengketa wajib menyusun dan menandatangani persetujuan penyelesaian tertulis. Apabila diminta oleh Para Pihak yang sedang bersengketa, konsiliator wajib menyusun atau membantu Para Pihak yang sedang bersengketa untuk menyusun persetujuan penyelesaian. Aturan 11: Kerahasiaan Kecuali Para Pihak yang sedang bersengketa menyetujui sebaliknya, Para Pihak yang sedang bersengketa dan konsiliator wajib menjaga kerahasiaan segala hal terkait dengan proses konsiliasi. Aturan 12: Penghentian Proses Konsiliasi Proses konsiliasi wajib dihentikan: (a) pada tanggal penandatanganan persetujuan penyelesaian oleh Para Pihak yang sedang bersengketa; (b) pada tanggal komunikasi tertulis dari konsiliator, setelah berkonsultasi dengan Para Pihak yang sedang bersengketa, yang ditujukan kepada Dewan Koordinasi ASEAN, yang menyatakan bahwa tindakan konsiliasi lebih lanjut tidak lagi diperlukan atau tidak lagi berdasar; (c) pada tanggal komunikasi tertulis oleh Para Pihak yang sedang bersengketa yang ditujukan kepada konsiliator dan kepada Dewan Koordinasi ASEAN yang menyatakan bahwa proses konsiliasi dihentikan; atau (d) pada tanggal komunikasi tertulis oleh Pihak yang sedang bersengketa kepada Pihak lainnya dalam sengketa, konsiliator, apabila ditunjuk, dan Dewan Koordinasi ASEAN yang menyatakan bahwa proses konsiliasi dihentikan. Aturan 13: Peran Konsiliator dalam Proses lainnya Para Pihak yang sedang bersengketa dan konsiliator sepakat bahwa, kecuali Para Pihak yang sedang bersengketa sepakat sebaliknya, konsiliator wajib tidak bertindak sebagai arbiter atau sebagai wakil atau penasihat Pihak yang sedang bersengketa pada setiap proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau pengadilan terkait dengan sengketa yang 14
menjadi subjek proses konsiliasi. Para Pihak yang sedang bersengketa juga sepakat bahwa mereka wajib tidak menghadirkan konsiliator sebagai saksi dalam proses tersebut. Aturan 14: Penerimaan Bukti dalam Proses Penyelesaian Sengketa Lainnya Para Pihak yang sedang bersengketa sepakat untuk tidak bergantung pada atau mengajukan sebagai bukti dalam proses arbitrase atau pengadilan, terlepas apakah proses tersebut terkait atau tidak dengan subjek dari proses konsiliasi, yaitu: (a) pandangan yang diutarakan atau saran yang dibuat oleh Pihak lain dalam sengketa dalam hal kemungkinan penyelesaian sengketa; (b) penerimaan yang dibuat oleh Pihak lain dalam sengketa selama proses konsiliasi; (c) proposal yang diajukan oleh konsiliator; (d) fakta bahwa Pihak lain dalam sengketa telah mengindikasikan keinginannya untuk menerima proposal untuk penyelesaian yang dibuat oleh konsiliator.
15
LAMPIRAN 4 Aturan Arbitrase Aturan 1: Penunjukan Arbiter 1. Majelis arbitrase wajib terdiri atas tiga arbiter. 2. Setiap Pihak yang sedang bersengketa wajib menunjuk seorang arbiter dan memberitahukan kepada Pihak lainnya dalam sengketa mengenai keputusan tersebut dalam batas waktu tiga puluh (30) hari sejak Pihak Termohon memberi persetujuannya terhadap permohonan arbitrase atau empat puluh lima (45) hari sejak penerimaan pemberitahuan dari Dewan Koordinasi mengenai keputusannya untuk mengarahkan Para Pihak yang sedang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya melalui arbitrase. 3. Apabila salah satu Pihak yang bersengketa gagal menunjuk seorang arbiter dalam waktu sebagaimana ditentukan pada Ayat 2 Aturan ini, Pihak yang bersengketa lainnya yang telah menunjuk seorang arbiter dapat meminta Sekretaris Jenderal ASEAN untuk menunjuk arbiter kedua dalam waktu lima belas (15) hari sejak berakhirnya jangka waktu tersebut. Sekretaris Jenderal ASEAN wajib, dalam waktu lima belas (15) hari sejak diterimanya permohonan tersebut, menunjuk arbiter kedua melalui konsultasi dengan Pihak yang gagal menunjuk seorang arbiter dalam sengketa, dan memberitahukan mengenai penunjukan tersebut kepada Para Pihak yang sedang bersengketa lainnya. Dalam hal ini, arbiter kedua hendaknya dapat dipilih dari daftar sebagaimana dimaksud dalam Aturan 5. 4. (a) Para Pihak yang sedang bersengketa wajib menyepakati penunjukan arbiter ketiga dalam waktu tiga puluh (30) hari sejak penerimaan pemberitahuan mengenai penunjukan arbiter kedua, dan segera memberitahukan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN. (b) Apabila Para Pihak yang sedang bersengketa gagal menunjuk arbiter ketiga, Pihak manapun dalam sengketa dapat meminta Ketua Dewan Koordinasi ASEAN untuk menunjuk arbiter ketiga. Dalam waktu lima belas (15) hari sejak penerimaan permohonan tersebut, Ketua Dewan Koordinasi wajib menunjuk arbiter ketiga atas rekomendasi Sekretaris Jenderal ASEAN setelah berkonsultasi terlebih dahulu dengan Komite Wakil Tetap ASEAN, dan segera memberitahukan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN dan Para Pihak yang sedang bersengketa mengenai penunjukan tersebut. (c) Arbiter ketiga wajib memimpin majelis arbitrase. (d) Dalam menunjuk arbiter sebagaimana dimaksud pada Paragraf 4(b) Aturan ini, Ketua Dewan Koordinasi ASEAN wajib menunjuk seorang warga negara dari salah satu Negara Anggota ASEAN, yang terdapat dalam daftar yang diatur berdasarkan Aturan 5, kecuali apabila keadaan mensyaratkan lain. (e) Apabila Ketua Dewan Koordinasi ASEAN merupakan warga negara dari salah satu Pihak yang sedang bersengketa, penunjukan arbiter ketiga akan ditentukan oleh Ketua Dewan Koordinasi ASEAN berikutnya yang bukan merupakan warga Negara dari salah satu Pihak yang sedang bersengketa. 5. Tanggal pembentukan majelis arbitrase adalah tanggal pada saat penunjukan arbiter ketiga. Sekretaris Jenderal ASEAN wajib segera memberitahukan kepada seluruh Negara anggota ASEAN mengenai tanggal tersebut. 16
6. Seorang arbiter pengganti wajib ditunjuk dengan cara yang sama dengan arbiter sebelumnya dan akan memiliki kewenangan dan tugas yang sama dengan arbiter sebelumnya. Tugas majelis arbitrase wajib ditunda sampai dengan seorang arbiter pengganti ditunjuk. Aturan 2: Arbiter yang Dipertanyakan 1. Seorang calon arbiter wajib mengungkapkan keadaan apapun yang mungkin menimbulkan keraguan atas ketidakberpihakan atau kemandiriannya kepada mereka yang mendekatinya terkait dengan kemungkinan penunjukkannya. Setelah seorang arbiter ditunjuk, segala suatu terkait keadaannya wajib diungkapkan kepada Para Pihak yang sedang bersengketa, kecuali Para Pihak yang sedang bersengketa sudah pernah diberitahukan mengenai keadaan tersebut sebelumnya. 2. Arbiter dapat dipertanyakan apabila terdapat keadaan yang menimbulkan keraguan terhadap ketakberpihakannya atau kemandiriannya. 3. Pihak yang sedang bersengketa dapat mempertanyakan arbiter yang ditunjuk olehnya apabila alasan yang cukup timbul setelah penunjukkannya. 4. Pihak yang sedang bersengketa yang hendak mempertanyakan arbiter wajib mengirimkan pemberitahuannya dalam waktu tiga puluh (30) hari sejak penerimaan pemberitahuan mengenai penunjukan seorang arbiter yang dipertanyakan atau dalam waktu tiga puluh (30) hari setelah keadaan yang dimaksud pada Ayat 1 sampai 3 Aturan ini yang diketahui oleh Pihak yang sedang bersengketa tersebut. 5. Keadaan mengenai dipertanyakannya seorang arbiter wajib diberitahukan kepada Pihak lainnya dalam sengketa, arbiter yang dipertanyakan, dan pihak-pihak dalam majelis arbitrase lainnya. Pemberitahuan tersebut wajib menyatakan alasan mengenai dipertanyakannya arbiter dimaksud. 6. Ketika seorang arbiter dipertanyakan oleh Pihak yang sedang bersengketa, Pihak lainnya dalam sengketa juga dapat menyetujui dipertanyakannya arbiter tersebut. Arbiter yang dipertanyakan juga dapat menarik diri dari majelis arbitrase. Kedua hal ini tidak menyiratkan diterimanya keabsahan atas alasan keberatan. Dalam kedua kasus, prosedur sebagaimana dimaksud dalam Aturan 1 wajib dipergunakan sebagai dasar dalam menunjuk arbiter pengganti walaupun dalam penunjukkan arbiter yang dipertanyakan, Pihak yang sedang bersengketa tidak menggunakan haknya untuk menunjuk atau ikut serta dalam penunjukkan. 7. Apabila Pihak lainnya yang sedang bersengketa tidak menyetujui pertanyaan dan arbiter yang dipertanyakan tidak mengundurkan diri, keputusan mengenai dipertanyakannya arbiter wajib diambil oleh: (a) Sekretaris Jenderal ASEAN, melalui konsultasi dengan Komite Wakil Tetap ASEAN, apabila arbiter ditunjuk berdasarkan Ayat (2) dan (3) dari Aturan 1; (b) Ketua Dewan Koordinasi ASEAN, atas rekomendasi Sekretaris Jenderal ASEAN setelah berkonsultasi dengan Komite Wakil Tetap ASEAN, apabila arbiter ditunjuk berdasarkan Ayat (4) Aturan 1. 8. Apabila keadaannya tetap berlangsung, wajib ditunjuk arbiter pengganti sesuai dengan prosedur penunjukan arbiter sebagaimana diatur pada Aturan 1. 17
Aturan 3: Penggantian Arbiter 1. Dalam hal kematian atau pengunduran diri seorang arbiter selama proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase berlangsung, arbiter pengganti wajib ditunjuk berdasarkan Aturan 1 mengenai penunjukkan arbiter yang akan diganti. Pengunduran diri seorang arbiter wajib ditujukan kepada majelis arbitrase dan diberitahukan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN serta Para Pihak yang sedang bersengketa. Pengunduran diri dinyatakan belum efektif hingga majelis arbitrase menentukan adanya cukup alasan untuk menerima pengunduran diri tersebut. Apabila majelis arbitrase menentukan hal tersebut, pengunduran diri arbiter tersebut menjadi efektif pada tanggal yang ditentukan oleh majelis arbitrase. Dalam hal pengunduran diri seorang arbiter tidak diterima oleh majelis tetapi arbiter tersebut tidak ikut serta dalam arbitrase, maka Ayat 3 Aturan ini akan berlaku. 2. Dalam hal arbiter gagal bertindak atau tidak dapat melaksanakan tugasnya baik secara de facto maupun de jure, prosedur yang berlaku untuk arbiter yang dipertanyakan dan penggantiannya sebagaimana terdapat dalam Aturan 2 dan Ayat 1 Aturan ini wajib berlaku, tunduk pada Ayat 3 Aturan ini. 3. Apabila seorang arbiter gagal ikut serta dalam arbitrase, arbiter lainnya wajib, kecuali Para Pihak sepakat sebaliknya, melanjutkan arbitrase dan mengambil putusan apapun tanpa mengabaikan kegagalan salah satu arbiter untuk ikut serta, kecuali Para Pihak yang sedang bersengketa menentukan lain. Dalam menentukan keberlanjutan arbitrase, atau mengeluarkan putusan apapun tanpa keikutsertaan seorang arbiter, arbiter lainnya wajib mempertimbangkan tahap arbitrase, alasan yang dikemukakan, apabila ada, sebagai alasan ketidaksertaan, dan hal lainnya yang dipandang pantas dalam keadaan tersebut. Dalam hal arbiter lainnya memutuskan untuk tidak meneruskan arbitrase tanpa keikutsertaan arbiter tersebut, majelis arbitrase akan menyatakan bahwa kantor tidak beroperasi, dan seorang arbiter pengganti wajib ditunjuk sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam penunjukkan seorang arbiter sebagaimana dimaksud pada Aturan 1. Aturan 4: Pengulangan Proses Beracara Apabila menurut Aturan 2 atau 3, Ketua majelis arbitrase diganti, semua proses beracara yang diselenggarakan sebelumnya wajib diulang. Apabila arbiter lain yang diganti, proses beracara yang diselenggarakan sebelumnya dapat diulang atas diskresi majelis arbitrase. Aturan 5: Daftar Individu yang Dapat Bertindak sebagai Arbiter 1. Daftar individu yang memiliki kualifikasi sebagaimana dimaksud dari Pasal 11 Ayat 2 dan 3 Protokol ini, akan disusun dan dikelola oleh Sekretaris Jenderal ASEAN. Arbiter dapat ditunjuk, sebagaimana layaknya, dari daftar tersebut. Setiap pemutakhiran terhadap daftar tersebut wajib diberitahukan kepada semua Negara Anggota. Setiap Negara Anggota berhak menominasikan sepuluh nama. 2. Suatu Negara Anggota dapat menarik nominenya dari daftar. Penarikan tersebut tidak akan berdampak pada arbiter yang telah ditunjuk sebelumnya. 3. Apabila individu-individu yang dinominasikan suatu negara anggota ASEAN berjumlah kurang dari sepuluh, Negara Anggota tersebut berhak menominasikan nama lainnya sebagaimana dipandang perlu. 18
Aturan 6: Prosedur untuk Kasus-Kasus yang melibatkan lebih dari Dua Negara Anggota 1. Apabila terdapat dua Negara Anggota atau lebih pada suatu sengketa mengenai permasalahan yang sama, dapat dibentuk suatu majelis arbitrase tunggal yang jumlah arbiternya disepakati secara ad hoc oleh seluruh Negara Anggota yang terlibat dalam sengketa, untuk memeriksa pengaduan. Dalam hal tersebut, prosedur yang tersedia pada Aturan ini wajib diberlakukan semaksimal mungkin. 2. Majelis arbitrase tunggal wajib mengorganisasi pemeriksaan dan membuat putusannya dengan cara yang sedemikian rupa sehingga hak-hak yang seharusnya dinikmati oleh Para Pihak yang sedang bersengketa seandainya majelis arbitrase yang terpisah memeriksa pengaduan tidak dengan cara apapun berkurang. Aturan 7: Pihak Ketiga Para Pihak yang sedang bersengketa dapat menyetujui diberikannya hak yang terdapat dalam Pasal 13 Protokol ini, kepada Pihak Ketiga dalam proses penyelesaiaan sengketa melalui arbitrase. Dalam pemberian hak-hak tambahan tersebut, Para Pihak yang sedang bersengketa dapat menetapkan persyaratan. Kecuali Para Para Pihak yang sedang bersengketa menyepakati lain, majelis arbitrase tidak akan memberikan hak tambahan apapun kepada Pihak Ketiga terkait keikutsertaannya dalam proses penyelesaiaan sengketa melalui arbitrase. Aturan 8: Prosedur Arbitrase 1. Majelis arbitrase wajib menerapkan prosedur sebagaimana ditetapkan dalam Aturan ini. Majelis arbitrase dapat menerapkan tambahan prosedur sepanjang tidak bertentangan dengan Protokol atau Aturan-aturan ini. 2. Majelis arbitrase wajib memperbaiki jadwal untuk proses beracara arbitrase, selama dapat dilaksanakan dalam lima belas (15) hari sejak tanggal pembentukannya. Majelis arbitrase, sejak saat pembentukanya hingga tanggal putusan akhir, tidak akan melebihi jangka waktu enam bulan, kecuali Para Pihak yang sedang bersengketa menyepakati sebaliknya. 3. Setiap Pihak yang sedang bersengketa wajib diberikan kesempatan untuk mengemukakan fakta-fakta sengketa, argumen, dan argumen balasan secara tertulis. Jadwal sebagaimana ditetapkan oleh majelis arbitrase mencakup batas waktu penyampaian berkas oleh Para Pihak yang sedang bersengketa dan Pihak ketiga. 4. Jadwal sebagaimana ditetapkan oleh majelis arbitrase wajib mencakupi setidak-tidaknya satu proses beracara agar Para Pihak yang sedang bersengketa dapat mempresentasikan sengketanya kepada majelis arbitrase. 5. Majelis arbitrase wajib berkonsultasi secara reguler dengan Para Pihak yang sedang bersengketa dan memberi peluang yang cukup untuk mengembangkan suatu solusi yang memuaskan Para Pihak. Aturan 9: Penangguhan Proses Penyelesaian Sengketa melalui Arbitrase Para Pihak yang sedang bersengketa dapat menyepakati agar majelis arbitrase menangguhkan prosesnya kapan saja untuk jangka waktu yang tidak melebihi dua belas (12) bulan sejak tanggal persetujuan tersebut. Dalam jangka waktu tersebut, penyelesaian 19
sengketa melalui arbitrase yang ditunda tersebut wajib dimulai kembali atas permohonan salah satu Pihak yang sedang bersengketa. Apabila pekerjaan majelis arbitrase telah ditangguhkan lebih dari dua belas (12) bulan, majelis arbitrase dapat berhenti beroperasi kecuali Para Pihak menentukan lain. Aturan 10: Penyelesaian atau Dasar-Dasar Lain untuk Pengakhiran Arbitrase 1. Apabila, sebelum putusan ditetapkan, Para Pihak yang sedang bersengketa menyetujui suatu penyelesaian sengketa, majelis arbitrase wajib mengeluarkan perintah pengakhiran proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau mencatat penyelesaian dalam bentuk putusan arbitrase dengan persyaratan yang disepakati apabila diminta oleh Para Pihak yang sedang bersengketa dan diterima oleh majelis arbitrase. Majelis arbitrase tidak diwajibkan memberi alasan atas putusan tersebut. Apabila, sebelum putusan ditetapkan, kelanjutan proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak lagi dinilai perlu atau menjadi mustahil karena alasan apapun yang tidak tercantum pada Ayat 1 Aturan ini, majelis arbitrase wajib memberitahukan Para Pihak yang sedang bersengketa mengenai niatnya untuk menerbitkan perintah pengakhiran proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Majelis arbitrase memiliki kewenangan untuk menerbitkan perintah tersebut kecuali suatu Pihak yang sedang bersengketa menolak dengan alasan yang dapat diterima. 3. Salinan-salinan perintah pengakhiran proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau putusan arbitrase atas persyaratan yang disepakati, ditandatangani para arbiter wajib dikomunikasikan oleh majelis arbitrase kepada Para Pihak yang sedang bersengketa, Sekretaris Jenderal ASEAN, Pihak Ketiga, apabila ada, dan Dewan Koordinasi ASEAN, apabila arbitrase diarahkan oleh Dewan Koordinasi ASEAN. Aturan 11: Biaya 1. Setiap Pihak yang sedang bersengketa wajib menanggung biaya arbiter yang ditunjuk olehnya sesuai dengan Ayat 2 Aturan 1 atau oleh Sekretaris Jenderal ASEAN sesuai dengan Ayat 3 Aturan 1, serta pengeluaran dan biaya hukum pribadinya. 2. Biaya yang dikeluarkan Ketua majelis arbitrase dan pengeluaran majelis arbitrase lainnya wajib ditanggung secara seimbang oleh Para Pihak yang sedang bersengketa. Aturan 12: Tempat Arbitrase 1. Kecuali Para Pihak yang sedang bersengketa memutuskan lain, tempat arbitrase adalah Sekretariat ASEAN, Jakarta, Republik Indonesia. 2. Majelis arbitrase dapat menyelenggarakan pertemuan untuk berkonsultasi di antara anggotanya baik di tempat arbitrase maupun di tempat lain yang dapat mengurangi biaya pertemuan. 3. Putusan arbitrase wajib ditetapkan di tempat arbitrase.
20
Aturan 13: Bahasa 1. Bahasa arbitrase wajib bahasa Inggris. 2. Majelis arbitrase dapat memerintahkan agar setiap dokumen yang disampaikan selama proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, disampaikan dalam bahasa aslinya, disertai dengan terjemahan dalam bahasa Inggris. Aturan 14: Pengambilan Keputusan Keputusan majelis arbitrase wajib ditetapkan dengan suara terbanyak para arbiter. Apabila tidak ada suara terbanyak, maka Ketua majelis arbitrase akan mempunyai suara yang menentukan. Aturan 15: Ketidakhadiran Apabila salah satu Pihak yang sedang bersengketa tidak hadir di hadapan majelis arbitrase atau gagal mempertahankan kasusnya, Pihak yang sedang bersengketa lainnya dapat meminta majelis arbitrase untuk tetap melanjutkan proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan untuk menetapkan putusannya. Ketidakhadiran atau kegagalan suatu Pihak yang sedang bersengketa tidak dapat menghalangi proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Aturan 16: Permohonan mengenai Yurisdiksi Majelis Arbitrase 1. Majelis arbitrase mempunyai kewenangan untuk menetapkan putusan sela terhadap keberatan setiap Pihak bahwa majelis arbitrase tidak memiliki yurisdiksi. 2. Suatu keberatan terhadap majelis arbitrase yang tidak memiliki yurisdiksi wajib dinyatakan selambat-lambatnya pada hari pertama majelis arbitrase memulai proses beracara. 3. Secara umum, majelis arbitrase wajib membuat putusan sela atas keberatan mengenai yurisdiksinya terlebih dahulu. Namun, majelis arbitrase dapat melanjutkan proses arbitrase dan memutus keberatan tersebut dalam putusan akhir. Aturan 17: Putusan 1. Putusan majelis arbitrase wajib dibuat secara tertulis dan dibatasi hanya terbatas pada permasalahan yang disengketakan. majelis arbitrase wajib menuangkan dalam putusannya hal-hal sebagai berikut: (a) bagian deskriptif yang merangkum fakta-fakta kasus dan argumen Para Pihak yang sedang bersengketa serta Pihak Ketiga, apabila ada; dan (b) keputusannya mengenai penafsiran atau penerapan Piagam ASEAN atau instrumen ASEAN lainnya sebagaimana dikutip oleh Para Pihak yang sedang bersengketa, dan alasan-alasan atas putusan tersebut. 2. Seorang anggota majelis arbitrase dapat melampirkan perbedaan pendapatnya secara terpisah pada putusan arbitrase. 3. Putusan arbitrase wajib ditandatangani oleh para arbiter dan wajib mencantumkan tanggal dan lokasi tempat putusan arbitrase ditetapkan. Putusan tersebut wajib mencantumkan alasan ketiadaan tanda tangan seorang arbiter. 21
4. Lampiran putusan yang ditandatangani oleh arbiter wajib disampaikan oleh majelis arbitrase kepada Para Pihak yang sedang bersengketa dan Sekretaris Jenderal ASEAN. 5. Apabila arbitrase diarahkan oleh keputusan Dewan Koordinasi ASEAN sesuai dengan Pasal 9 Protokol ini, majelis arbitrase wajib memberitahukan kepada Dewan Koordinasi ASEAN mengenai putusan tersebut. 22
LAMPIRAN 5 ATURAN PENGAJUAN SENGKETA YANG TIDAK TERSELESAIKAN KEPADA KONFERENSI TINGKAT TINGGI ASEAN Aturan ini telah dibuat berdasarkan Protokol Piagam ASEAN tentang Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang ditandatangani pada tanggal 8 April 2010 di Ha Noi (“Protokol”) dan dilampirkan dalam Protokol. Aturan 1 Sengketa yang tidak terselesaikan oleh Protokol wajib dirujuk kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN sesuai dengan tata cara yang ditetapkan dalam aturan di bawah ini. Aturan 2 Satu Pihak yang sedang bersengketa dapat memberi tahu mengenai sengketa yang tidak terselesaikan apabila:
Dewan Koordinasi ASEAN
1. Para Pihak yang sedang bersengketa gagal melaksanakan arahan Dewan Koordinasi ASEAN sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 dari Protokol dalam jangka waktu 150 hari untuk arbitrase dan 45 hari untuk jasa-jasa baik, mediasi, atau konsiliasi sejak tanggal penerimaan notifikasi dari Dewan Koordinasi ASEAN, atau perpanjangan jangka waktu lain yang disepakati bersama oleh Para Pihak; 2. Para Pihak yang sedang bersengketa telah melaksanakan arahan Dewan Koordinasi ASEAN namun sengketa tetap tidak terselesaikan; atau 3. Dewan Koordinasi ASEAN tidak mampu mencapai keputusan mengenai bagaimana sengketa tersebut diselesaikan berdasarkan Pasal 9 Ayat 4 dari Protokol ini; atau 4. Para Pihak yang sedang bersengketa bersama-samamemutuskan bahwa mereka tidak mampu menyelesaikan sengketa tersebut melalui penerapan mekanisme penyelesaian sengketa sebagaimana terdapat dalam Protokol ini yang telah mereka sepakati bersama sebelumnya. Aturan 3 1. Setelah menerima notifikasi mengenai sengketa yang tidak terselesaikan berdasarkan Aturan 2, Dewan Koordinasi ASEAN wajib menyampaikan kepada seluruh Pihak lain dalam sengketa mengenai notifikasi tersebut. 2. Sebelum suatu sengketa yang tidak terselesaikan sebagaimana disebutkan dalam Aturan 2 diajukan kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, Dewan Koordinasi ASEAN, dalam 45 hari, apabila dipandang perlu, dapat mempertimbangkan untuk menyarankan, merekomendasikan, atau memberikan asistensi kepada Para Pihak yang sedang bersengketa guna menyelesaikan sengketa melalui mekanisme penyelesaian sengketa lainnya yang terdapat dalam Protokol ini.
23
3. Apabila Dewan Koordinasi ASEAN membuat saran atau rekomendasi atau memberikan asistensi kepada Para Pihak yang sedang bersengketa sesuai dengan Ayat 2 Aturan ini, Para Pihak yang sedang bersengketa dapat menyepakati untuk menyelesaikan sengketa mereka melalui mekanisme penyelesaian sengketa lainnya. Dalam hal tersebut, Para Pihak yang sedang bersengketa wajib memberi tahu Dewan Koordinasi ASEAN tentang kesepakatan dan hasil dari mekanisme penyelesaian sengketa yang telah mereka gunakan. Aturan 4 1. Dewan Koordinasi ASEAN wajib mengajukan sengketa yang tidak terselesaikan kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN dalam 90 hari setelah menerima notifikasi berdasarkan Aturan 2 atau jangka waktu lainnya yang dianggap tepat oleh Dewan Koordinasi ASEAN setelah penerapan Aturan 3 Ayat 2 atau Aturan 3 Ayat 3 . 2. Rujukan kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN sesuai dengan Ayat 1 dari Aturan ini, wajib disertai dengan laporan Dewan Koordinasi ASEAN kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN guna memfasilitasi penyelesaian sengketa, dan dokumen atau berkas yang disiapkan oleh masing-masing Pihak yang sedang bersengketa pada tahap awal proses penyelesaian sengketa, apabila ada. 3. Laporan Dewan Koordinasi ASEAN kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN wajib mencantumkan informasi sebagai berikut: (a) ringkasan sengketa; (b) tindakan yang telah diambil Para Pihak yang sedang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa; (c) tindakan yang telah diambil oleh Dewan Koordinasi ASEAN untuk menyelesaikan sengketa, termasuk setiap tindakan berdasarkan Aturan 3 Ayat 2; (d) setiap rekomendasi yang kiranya dapat disarankan oleh Dewan Koordinasi ASEAN kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN mengenai bagaimanasengketa dapat diselesaikan (yang dapat mencakupi rekomendasi bahwa sengketa diajukan kepada suatu panel ahli guna menyarankan penyelesaian sengketa kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN). Aturan 5 1. Pihak yang sedang bersengketa yang telah menyampaikan notifikasi kepada Dewan Koordinasi ASEAN mengenai sengketa yang tidak terselesaikan berdasarkan Aturan 2 di atas dapat, sewaktu-waktu Pihak tersebut beranggapan bahwa sengketa dimaksud tidak lagi tak terselesaikan, menarik notifikasinya kepada Dewan Koordinasi ASEAN. 2. Para Pihak yang sedang bersengketa sewaktu-waktu dapat menyampaikan kepada Dewan Koordinasi ASEAN bahwa mereka secara bersama-sama ingin menarik pengajuan atas sengketa yang tidak terselesaikan kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, dengan mengungkapkan penjelasan ataspenarikan tersebut yang dapat menegaskan bahwa sengketa tersebut tidak lagi tak terselesaikan atau bahwa sengketa tersebut akan diselesaikan dengan cara lain. 24
LAMPIRAN 6 Aturan Pengajuan Ketidakpatuhan kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN Aturan ini disusun untuk keperluan Protokol Piagam ASEAN mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang ditandatangani tanggal 8 April 2010 di Hanoi (“Protokol”) dan sesuai dengan Pasal 27 Ayat 2 dari Piagam ASEAN dan dilampirkan dalam Protokol. Aturan 1 (a) Untuk maksud Aturan-aturan ini, “setiap negara anggota yang terkena dampak dari ketidakpatuhan” wajib diartikan setiap Negara Anggota ASEAN yang menjadi Pihak yang sedang bersengketa terkait dengan ketidakpatuhan. (b) Setiap negara anggota yang terkena dampak dari ketidakpatuhan terhadap suatu putusan arbitrase atau kesepakatan penyelesaian yang dihasilkan dari jasa baik, mediasi, atau konsiliasi di dalam Protokol, dapat mengajukan permasalahan tersebut kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN untuk memperoleh suatu keputusan, melalui notifikasi kepada Dewan Koordinasi ASEAN. Aturan 2 Setelah menerima notifikasi tentang ketidakpatuhan sesuai dengan Aturan 1, Dewan Koordinasi ASEAN wajib memberitahukan notifikasi tersebut kepada seluruh Negara Anggota lainnya yang merupakanPara Pihak yang sedang bersengketa terkait dengan ketidakpatuhan terhadap notifikasi dimaksud. Aturan 3 (a) Sebelum suatu ketidakpatuhan disampaikan kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, Dewan Koordinasi ASEAN wajib berupaya memfasilitasi konsultasi di antara Negara-negara Anggota yang merupakan Para Pihak yang sedang bersengketa terkait ketidakpatuhan dengan maksud memfasilitasi kepatuhan terhadap putusan arbitrase atau persetujuan penyelesaian tanpa melibatkan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN. Apabila Negara-negara Anggota tersebut telah berkonsultasi satu sama lain, mereka wajib melaporkan hasil konsultasi tersebut kepada Dewan Koordinasi ASEAN. (b) Dewan Koordinasi ASEAN dapat memberi kewenangan kepada Ketua Dewan Koordinasi ASEAN, atau orang lain, untuk memfasilitasi konsultasi sesuai dengan Ayat (a) Aturan ini, dan melaporkan hasil konsultasi kepada Dewan Koordinasi ASEAN. Aturan 4 Tiap Negara Anggota yang terkena dampak dari ketidakpatuhan sewaktu-waktu dapat menarik pengajuan ketidakpatuhan kepada Konferensi Tingkat Tinggi yang dibuat berdasarkan Aturan 1Ayat (a), termasuk ketika Negara Anggota tersebut menerima hasil konsultasi menurut Aturan 3. Penarikan tersebut wajib dibuat secara tertulis.
25
Aturan 5 (a) Dewan Koordinasi ASEAN wajib mengajukan ketidakpatuhan kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN dalam jangka waktu 90 hari sejak diterimanyanotifikasi sesuai dengan Aturan 1 atau dalam jangka waktu lain yang disepakati oleh Negara-negara Anggota yang merupakan Para Pihak yang sedang bersengketa terkait dengan ketidakpatuhan. (b) Pengajuan oleh Dewan Koordinasi ASEAN kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN mengenai ketidakpatuhan wajib disertai dengan laporan Dewan Koordinasi ASEAN yang memuat hal-hal sebagai berikut: (i)
putusan arbitrase atau kesepakatan penyelesaian yang tidak dipatuhi;
(ii)
informasi yang diberikan oleh Para Pihak yang sedang bersengketa terkait dengan ketidakpatuhan, mengenai pengambilan tindakan untuk memastikan kepatuhan terhadap putusan arbitrase atau kesepakatan penyelesaian yang tidak dipatuhi;
(iii) tindakan-tindakan yang diambil oleh Dewan Koordinasi ASEAN untuk memfasilitasi konsultasi; (iv) rujukan atas laporan Sekretaris Jenderal ASEAN yang diserahkan kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN sesuai dengan Pasal 27 Ayat 1 dari Piagam ASEAN, apabila ada; dan (v) Rekomendasi Dewan Koordinasi ASEAN, apabila ada.
26