•
557
ASEAN DAN PENYELESAIAN DAMA! SENGKETA INTERNASIONAL
•
Oleh: Mutammimul VIa, S.H .
Pada Organisasi Regional Organisasi Regional diakui oleh PBB sebagai faktor penting dalam memelihara dan menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Pada awalnya organisasi Regional berfungsi sebagai salah satu sarana untuk menyelesaikan secara damai persengketaan internasional (as a means ofpacijrc settlement of international disputes) di samping sarana-sarana lain yang dikenal dalam hukum internasional seperti tersebu t dalam Pasal 33 Piagam PBB.1) Betapa pentingnya peranan organisasi regional dalam penyelesaian perselisihan atau persengketaan internasional dapat dilihat dalam studi yang dilakukan oleh Ernest Haas beserta kawankawannya . Berdasarkan studi yang dilakukannya, selama tahun 1945 sampai tahun 1970 terjadi 146 kasus persengketaan internasional. Dari sejumlah kasus tersebut, 98 kasus diselesai~an oleh PBB dan 48 kasus diselesaikan melalui organisasi regional, seperti OAS dan OAU.2) Dalam praktek di bidang hukum organisasi-organisasi internasional , baik . 1) Lihat Bab II sub 3 Piagam PBB. 2) K.J. Hoisti, International Politics: A Frame Work for A naly sis. Prentice Hall of India, Private Limited University Columbia. Eastern Economy Edition. New Delhi, 1981, hlm. 497 .
yang bersifat universal-global maupun regional, maka seperangkat unsur-unsur asasi yang terkandung dalam praktek tersebut adalah berhubungan dengan mekanisme penyelesaian konflik. Machinery for the pacific settlement of disputes seems to be coming and integral element in the structure of regional organization. 3) Mekanisme penyelesaian damai persengketaan internasional atau peme· cahan konflik dalam organisasi-organisasi regional tennasuk dalam teknik hukum dan juga politik yang beranekaragam dan luas. Contoh-contoh mengenai hal ini adalah prosedur-prosedur penyelesaian persengketaan berdasarkan Pakta Bogota tahun 1948 dari Organisasi negara-negara Amerika (OAS); protocol commission of mediation concillation and arbitration (Komisf perantara perdamaian dan perwasitan) . dari Organisasi Persatuan Afrika (OAU) dan Pakta Liga Arab, tahun 1945 serta . Traktat Brussel. •
Pakta Bogota •
Pakta Bogota 1948 dimaksudkan 3) M. Pathmanathan, The Pacific Settleme?t of Disputes in Regional Organizations: A Comparative Perspective of the OAS. OA U and ASEAN. The Indonesian Quarterly, CSIS, Vol. VII him. 108. ' Desember 1987
I •
558
Hukum dan Pemban/funan
beberapa persetujuan sebelumnya, Pakta Bogota berasal dari beberapa persetujuan,yaitu The Treaty to Avoid or Pr~vent conflict between the American States of 3 May 1923; General convention of InterAmerican Conciliation of 5 January 1929; General Treaty of Inter-American Arbitration and Addition protocol of Progressive Arbitration of 5 January 1929; Additional protocol to the General Convention of Imer-American Conciliation of 26 December 1936; Convention to Coordinate, Extend and Ass,ure the Fulfimel1t of the Existing Treaties Between the American States of 23 December 1936; Inter-American Treaty and Good office as and Mediation of 23 December 1936; dan The Treaty on the prevention of controversies of 23 December 1936. Pakta anggota disusun berdasarkan Pasal 23 Piagam OAS yang menyatakan: A speciJJl tr/!llty will establish ade quate prosedures for the pacific settlement of disputes and will determine the approprite means for the application so the non dispute between American States shall fail of definitive settlement within a reasonable periode. 4) (Sebuah traktat akan menetapkan prosedur yang memadai untuk menyeiesaikan damai persengketaan-persengketaan don akan menentukan alat-alat yang disediJJkan untuk penerapan, dengan demikian tidok ada persengketaan antarnegara-negara Amerika yang gagal ditentukan pemecahannya dolam masa ' yang pantas). •
Pakta Bogota dilengkapi dengan prosedur tentang Good Offices and Mediation (Chapter 2); Investigation and Conciliation (Chapter 3); Judicial -
4) The OAS Charter, The Indonesian Quar terly, CSIS, Vol. VII, No.1, h1m. 112.
Procedure (Chapter 4); dan Arbitration (Chapter 5). Chapter I berisi kewajiban umum untuk menyelesaikan 'persengketaan di antara mereka (penandatangan) dengan cara darnai dan ' menggunakan mekanisme perdamaian regional sebelum menunjuk kepada Dewan Keamanan PBB (ps. 2). Setiap prosedur darnai yang digunakan menurut apa yang dipilih oleh pihak-pihak yang terlibat. Masalah-masalah yang terbebaskan dari penerapan prosedur-prosedur tercantum dalarn Pasal 5, 6 dan 7. Pertama, masalah tersebut tennasuk masalah domestic juridiction salah satu pihak, atau keputusan-keputusan Mahkarnah Internasional. Kedua, masalahmasalah yang sudahdiselesaikan dengan persetujuan-persetujuan di antara para pihak, atau melalui kepu tusankeputusan arbitrasi atau keputusan pengadilan internasional. Ketiga, masalah-masalah yang menyangkut perwakilan diplomatik. tentang prosedur, Good Offices and Mediation berhubung dibawanya para pihak membicarakan bersarnasarna, sehingga mereka bisa mencari pemecahan sendiri. Dalam hal memerlukan good offices, inisiatif berasal dari pihak atau pihak-pihak ketiga, di mana sebagai mediator mereka dipilih berdasarkan persetujuan bersarna dengan para pihak yang bersengketa. Apabila gagal mencapai persetujuan melalui. prosedur ini, maka tanpa menunda, segera mencari cara penyelesaian damai lainnya. Prosedur Investigation dan Conciliation menyangkut penyerahan persengketaan kepada Commission of Investigation and Concilitiation yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan-keten-
559 ..
Asean dan Sengketa lntemasional •
tuan perinciannya yang terdapat dalam Chapter 3. Komisi tersebut terdiri dari lima orang anggota. Dewan OAS akan menyerukan kepada Komisi untuk meminta pihak-pihak yang bersengketa mengarnbil cara tersebut. Komisi akan memberikan 1aporannya tentang penye1esaiannya dan membuat rekomendasi kepada pihak-pihak yang bersengketa, tetapi rekomendasi itu tidak mengikat. Tentang Judicial Procedure berhubungan dengan peranan Mahkamah Internasional (ICl), di mana semua negara-negara Amerika menerima statusnya Semua penandatangan Pakta Bogota mengakui dalam hu bungannya dengan negara Amerika 1ainnya juridiksi Mahkamah yang ber1aku secara memaksa (compulsory) pada setiap Pasal 36 (2) Statuta Mahkamah Internasional. Setiap pihak yang bersengketa diberi hak untuk melinuungi kepada Mahkarnah apabila gagal da1arn Con. ciliation atau persetujuan berdasarkan prosedur arbitrasi. Dalarn hal Arbitration dinyatakan , para penandatangan Pakta Bogota bo1eh tunduk at au menyerahkan kepada arbitrasi yang berbeda terhadap setiap persoalan yang timbul di an tara mereka, baik menu rut hukum atau tidak. Akan tetapi da1am hal Compulsory Arbitration, maka dibentuk Arbitration Tribunal. Arbitration TriM na/ ini dibentuk dalam waktu tiga bulan oleh Dewan Organisasi bekerja sarna dengan kedua be1ah pihak, atau apabila diperlukan sete1ah 1ebih dari lima be1as hari, maka tidak diharuskan bekerja sarna dengan salah satu pihak dari mereka. Chapter 6 ten tang Fulfilment of Decisions. Negara yang bertindak sebagai salah satu penandatangan, apa-
bila gaga1 melaksanakan kewajibankewajiban yang dikenakan berdasarkan keputusan Mahkamah Internasional atau keputusan arbitrasi, maka pihak lain atau pihak-pihak lain yang bersangkutan, sebe1um meminta kepada Dewan Keamanan PBB, mereka mengusu1kan pertemuan KonsultasJ para Menteri Luar Negeri untuk menyetujui tindakan yang diperlukan untuk menjamin pemenuhan keputusan pengadilan atau keputusan arbitrasi. Protocol of the Commission of Mediation, Conciliation and ArbitrationOAU Para Kepala Negara dan pemerintahan Afrika te1ah menyetujui dan menandatangani d:i Kairo, 21 Juli 1964 suatu Protocol of the Commission of Mediation, Conciliation and Arbitration, yang berisi ketentuanketentuan hukum cara . penye1esaian secara darnai bagi Organisasi Persatuan Afrika. Bagian pertarna protoko1 tersebu t berhu bungan dengan susunan Komisi, penunjukan pejabat-pejabat dan syarat-syarat m'ereka da1arn menjalankan tugas Komisi. Komisi terdiri dari dua puluh satu orang anggota yang berbeda-beda nasionalitasnya, diakui kualifh kasi profesionalnya. Mereka dipilih oleh Majelis Kepala Negara dan Pemerintahan dari daftar yang dicalonkan oleh negara-negara anggota OAU .. Seorang Presiden dan dua wakil Presiden sebagai Biro Komisi sekaligus sebagai anggota tetap (full time members), sedang de1apan belas anggota lainnya sebagai tidak tetap (part time members). Biro Komisi bertanggung jawab untuk konsultasi dengan pihakpihak untuk menyelesaikan persengke~ Desember 198 7 •
560
Hukum dan Pembanlluno" •
taan sesuai dengan cara yang ada, menurut protokol. Cara ini memberikan kebebasan kepada para pih* untuk memilih cara pemecahan yang mereka kehendaki. Pada artikel 12 Protokol dinyatakan, Komisi hanya memilih jurisdiksi terhadap persengketaan antarnegara. Menurut T.O. Elias, ada pemikiran untukmemberikan kepada negara bukan OAU memungkinkan penggunaan perlindungan kepada Komisi. Persengketaan bisa diajukan kepada Komisi secara bersarna-sarna oleh para pihak, atau salah satu pihak, atau oleh Dewan Menteri atau oleh Majelis Kepala Negara dan pemerintahan. Dalam setiap kasus, jurisdiksi Komisi "dipilih dan disetujui" (optional and consent) oleh negara yang menundukkan diri atas jurisdiksi tersebut yang bisa dibuktikan dengan: a. Pernyataan tertulis sebelumnya dilakukan oleh pihak yang bersangku tan , bahwa mereka akan berlindung pada mediation, conciliation atau arbitration; b. Penunjukan suatu persengketaan oleh para pihak kepada Komisi , atau. c. Penuhdukan oleh pihak yang bersangku tan pada jurisdiksi dalam rangka menghonnati penyelesaian yang diajukan kepada Komisi oleh negara lain, atau oleh Dewan Menteri atau Majelis Kepala Negara atau Pemerintahan OAU. Suatu perkara yang diajukan kepacta Komisi, Komisi bebas menetapkan sendiri aturan,aturan prosedural, dan apabila dianggap perlu juga aturan untuk investigasi atau inquiry dalam hu bungannya dengan 'persengketaan untuk menentukart fakta-fakta. Negara-negara anggota harus bekerja sarna •
•
•
penuh dalam rangka penyelidikan (inquiry) yang dilakukan oleh Komisi. Pada artike1 19 ditunjukkan tiga modus penyelesaian persengketaan: mediation, conciliation dan arbitration. Dalam protokol tidak dijelaskan, apakah prosedur baru bisa diusulkan sebelum prosedur yang pertama dilaksanakan secara sempuma. Prof. Elias berpendapat, ketiga prosedur terse but merupakan alternatif, para pihak be bas menggunakan salah satu atau semua prosedur dalam kerangka penyelesaian sengketa. Modus pertama adalah me-
diation Protokol mengikuti praktek kebiasaan internasional yang berkenaan dengan mediation. Ketika sengketa diajukan kepada Komisi, presiden (Ketua) Komisi menunjukkan satu at au lebih anggota Komisi dengan persetujuan pihak yang bersengketa untuk "menjadi perantara" dalam persengketaan Mediator membuat proposal tertulis pada para pihak, dan perannya terbatas untuk mendamaikan (reconcialing) pandangan-pandangan dan tuntutan-tuntutan para pihak yang bersengketa. Hal ini tidak berarti menghilangkan peran mediator untuk mencoba dengan jasa baiknya (good of [ices) membawa para pihak para perunding langsung. Apabila reconciliation yang diusulkan mediator itu diterima, maka hal ini akan dijadikan landasan persetujuan para pihak. Apabila para pihak menolak usul mediator, Komisi meminta pada mediator yang sama atau lainnya untuk mencoba lagi sampai persengketaan itu dipecahkan, atau para pihak se tuju mencad pemecahan dengan cara lain. Berdasarkan artikel 22 , prot okol menentukan bahwa pe rmohonan penyelesaian persengketaan melalui co~ •
•
561
ABean dan Sengketa Intem48ional
ciliatioll bisa diusulkan secara resmi
na biasa harus membuat persetujuan satu-persatu tentang beberapa hal tersebut dalam artike129 Protokol, yaitu:
dengan petisi yang ditujukan kepada presiden Komisi Apabila petisi yang ditujukan .oleh satu pihak, maka harus (a) The understanding the parties tI!J go ada isyarat bahwa pihak yang lain arbitration, and to accept as legally binding the decision of the Tribunal; telah cukup tahu tentang permohon(b) The subject-metter of the controan conciliation itu. Petisi tersebut juversy; and ga harus disertai keterangan singkat (c) The Seat of the TribunaL.5) tentang latar-belakang persengketaan. Dalam hal tidak ada ketentuanModus terakhir yang dapat diper(com ketentuan yang bisa disetujui timbangkan dalam penyelesaian perpromis) untuk penerapan hukumnya, sengketaan adalah arbitration. Hal ini Pengadilan Arbitrasi memutuskan undiatur dalam Pasal 27 yaitu apabila tuk menyelesaikan menurut perjanjian para pihak memilih arbitration, maka menurut yang dibuat para pihak, atau pengadilan Arbitrasi akan dibentuk. hukum internasional, atau Charter Pengadilan ini terdiri dari tiga anggota, OAU, atau PBB, bila para pihak medua di antaranya diangkat oleh para pinyetujuinya. hak yang bersengketa, disyaratkan, Menurut studi yang dilakukan para Arbitrator harus menguasai pergory I. Morosov, sejak Organisasi soalan hukum, mereka tidak sarna nasionalitasnya dengan para pihak, tidak OAU dibentuk, lebih dari dua puluh kasus yang diselesaikan. Kebanyakan berdomisili di wilayah para pihak. Pa ra arbitrator diangkat dan harus dipi- kasus berupa konflik perbatasan wilalih dari anggota Komisi satu orang yah sebagai akibat warisan pemerin6) tah kolonial. yang bertindak sebagai Ketua Peng adilan Arbitrasi. Apabila gagal memilih Ketua, Biro Komisi akan mengang- Traktat Brussel kat seorang sebagai Ketua (chairman). Di samping modus penyelesaian Hal ini merupakan hak prerogatif persengketaan secara damai pada OAS Biro Komisi dan OAU, dapat dilihat juga modus . Setiap pihak yang bersengketa se- penyelesaian persengketaan secara datuju menyerahkan persengketaannya mai organisasi regional di Eropa Bakepada pengadilan untuk mendapat rat. 7) Perkembangan organisasi dan keputusan, maka setiap persetujuan harus dipandang sebagai penerimaan 5) The Text of Protocol of the Comission dengan iktikad baik terhadap keputusof Mediation, Conciliation, and Aran arbitrasi. Ini merupakan landasan britation. hukum internasional, yang mendasar- 6) .Grigory I. Morosov, International Orgakan setiap persetujuan selalu mengutanizations and Settlement of Internatio· nal Conflicts, Daniel Frei (Ed.), Univermakan jaminan atas pelaksanaan oleh sity of Zurich, him. 95. para pihak terhadap pu tusan peng7) Gerhard von Glahn, Lawn Among Naadilan. Para pihak yang bersangku tan tions: A Introduction to Public to Inyang mengajukan persengketaannya ternational Law, 4-th edition, 1981, kepada pengadilan arbitrasi sebagaimahim. 545~546 . •
Gn-
•
•
•
Desember 1987
•
.
562
,
Hukum dan Pemban/lUnan
persetujuan-persetujuan regional di Eropa Barat 1ebih 1uas dan mungkin 1ebih penting daripada di Amerika. Persetujuan regional (regional arrangemimt) yang pertama sejak PD II adalah Treaty of Economic, Social and CUltural collaboration and collective self-Defence atau Brussel Treaty, 17 Maret 1948. Dalarn Traktat terse but dinyatakan, para pihak yang berjanji setuju untuk menyelesaikan semua persengketaan hukum dengan menunjuk pad a . Mahkamah Internasional (Iel). Semua persengketaan yang bukan hukum (non-legal disputes) diselesaikan melalui prosedur conciliation. Apabila persengketaanantara para pihak menyangkut masalah hukum dan nonhukum (legal and legal matters) atau sering disebut mixed dispute, maka salah satu pihak berhak untuk mendesak penyelesaian hukum tentang persoalan hukum lebih dahulu daripada prosedur conciliation (insist that the Judicial settlement of the legal questions shall precede conciliation). Traktat Brussel sendiri tidak meme, rinei ketentuan-ketentuan prosedur conciliation yang digunakan; sebagai gantinya semua pihak tunduk pada ketentuan-ketentuan conciliation pada Geneva General Act for the Pacific settlement of Disputes (1928). Dalam praktek dua persengketaan teritorial antara para pihak penandatangan Traktat Brussel telah menyerahkan jurisdiksinya pada pengadilan internasional (International Court), yaitu: persengketaan Franco-British tentang pemilikan kepulauan Minguiers dan Ecrehos; dan persengketaan Belgian-Netherlands tentang penguasaan pUlau-pulau tertentu di .,komune Baerle-Duc dan ' Baerle Nassau . Kedua persoalan tersebut di,
•
•
selesaikan dengan menepati Keputusan Mahkarnah. Dewan Eropa (the Councilor Euro pe) tidak memiliki ketentuan-ketentuan konstitusional untuk menyelesaikan persengketaan di antara mereka. Atas desakan Consultative Assempy, akhirnya ditandatanganilah European Convention for the peaceful settlement of Disputes pada tahun 1957. Dalarn Konvensi tersebut dinyatakan, semua persengketaan hukum yang timbul di antara mereka pihak yang berjanji diajukan kepada Mahkarnah Internasional Persengketaan yang bukan hukum diselesaikan melalui conciliation. Apabila gagal, maka melalui arbitration. Ketentuan mengenai penyelesaian persengketaan carnpuran menggunakan ketentuan yang ada pada Traktat Brussels. Sejak tahun 1957, Court of Justice lebih berarti dan lebih luas lagi. Karena pada saat itu Treaty Establishing the European Economic Community (Rome, March 25, 1957) dan Treaty Establishing the European Atomic Energy Community, keduanya pada yang sarna menyerahkan dan mimgakui jurisdiksi Court of Justice. Pakta Liga Arab 1945
Ada dua dokumen penting yang mengatur ketentuan-ketentuan penyelesaian secara damai persengketaan pada Liga Arab (League of Arab States: LAS), yaitu Pact of the League of Arab States tahun 1945 dan Joint Defence and economic co-operation tahun 1950. Dokumen-dokumen tersebut membagi persengketaan menjadi dua, yaitu: (a) konflik-konflik yang tidak berhutJungan dengan kemerdekaan , kedaulatan dan integritas wilayah
563
ABean dan Sen6keta InternaBional •
dan negara; dan (b) konflik-konflik yang bersifat sangat serius berhubungan dengan hak-hak dasar (basic rights) negara-negara anggota Liga dan disertai peperangan. Untuk konflik golongan pertama, Dewl).n Liga Arab dapat mengangka.t sebuah badan arbitrasi (arbitration body) atau pengadilan. Dan dalam hal konflik kedua, Dewan Liga Arab bertindaksebagai "misi perantara" (conciliatory mission). Demikianlah beberapa contoh mekanisme penyelesaian persengketaan secara damai pada beberapa organisasi regional. Contoh-contoh tersebut menunjukkan, perlengkapan ·hukum formal yang dim il iki organisasi regional memegang peranan penting dalam penyelesaian persengketaan yang timbul. Meskipun di satu pihak diakui, berfungsinya hukum internasional mempunyai kekurangan-kekurangan serius, di lain pihak juga diakui, hukum internasional memainkan peranan yang positif dalam perkembangan hubungan persahabatan pada taraf internasional.
OAS, OAU dan LAS, maka ASEAN tidak memiliki Charter. Hal ini sering mendapatkan kritik sebagaimana pernah dilontarkan oleh Menteri Luar Negeri Filipina Carlos P. Ramulo. Deklarasi Bangkok tahun 1967, y'ang melahirkan organisasi tersebut tetap menjadi dokumen dasar bagi ASEAN.9) Deklarasi Bangkok sebagai Joint Declaration tidak memerlukan ratiftkasi oleh masing-masing negara anggota ASEAN. Salah satu ciri ASEAN adalah geraknya yang relatif lamban, mungkin karena pertimbangan politik dalam pengembangan mekanisme hukum yang mengatur prosedur penyelesaian persengketaan. Padahal kemungkinan .timbulnya konflik sangat luas bagi kawasan Asia Tenggara. Masalah teritorial, perselisihan lau t, cara mendapatkan pemilikansumber-sumber alam adalah masalah yang dapat menimbulkan konflik kepentingan di masa mendatang. Ciri tersebu t tidak menunjukkan kapasitasbrganisasi dalam menyediakan mekanisme hukum, akan tetapi leMekanisme Penyelesaian Sengketa Da- bih menekankan pendekatan ASEAN untuk mencari pemecahan persoalanmai pada ASEAN persoalan yang tim bul yang secara poPembahasan tentang ketentuan-ketensial bisa timbul melalui informalistentuan hukum yang mengatur soal me politik (political informalism), depenyelesaian persengketaan' secara, dangan menggunakan cara-cara seperti mai pada ASEAN segera terbentuk pa- · konsensus melalui "mufakat". Mekada dua hal. Pertama, ASEAN yang dinisme penyelesaian konflik di dalam . bentuk pada tahun 1967 yang dikenal ASEAN lebihberkisar pada peI;}ggunapopuler itu adalah organisasi regional an politik berdiskusi dan akomodasi . yang paling muda dibandingkan orga(discussion and accomodation) pada nisasi regional lain, seperti OAS, OAU tingkat tinggi,daripada mencoba mendan LAS.8) Kedua, tidak sebagaimana ' cari penyelesaian melalui ' mekanisme 8) OAS dibentuk berdasarkan Charter pada tahun 1948, 30 April; OAU dibentuk tahun 1963 dan· LASdibentuk pada tahun 1945.
,
•
9) Dasawarsa ASEAN 1967'-1977, Somas . Aseen, Deparlu RI, him. 94. ,
Desember 1987
•
•
.
564
Hukum dan Pembangunan • •
hukurn formal. Padahal tidak diragukan lagi, adanya persetujuan-persetujuan ten tang penyelesaian perselisihan secara dam ai, akan menambah penghormatan terhadap kerjasama regional itu sendiri. Tetapi penyelesaian melalui pendekatan persoalan (personal approach) dan kontak-kontak bilateral sulitlah untuk mencapai hal itu. Akhirnya untuk memenuhi tuntutan adanya ketentuan-ketentuan penyelesaian persengketaan secara damai itu pada bulan Mei 1975, para wakil kelima negara anggota ASEAN mengusulkan sebuah drafs Treaty of Amity and Co-operation in Southeast Asia (Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara). Kemudian draft ini ditandatangani pada pertemuan puncak (KTT) ASEAN di Bali, Februari 1976. Ketentuan-ketentuan mengenai penyelesaian persengketaan secara damai terdapat pada Bab IV Traktat, yang terdiri dari 5 (lima) pasal, yaitu: Pasal 13, 14, 15,16 dan 17. Berdasarkan Pasal 13 Traktat yang merupakan pernyataan umum para pihak berjanji, "mereka akan menghindari pengancaman dan penggunaan kekerasan". •
bertekad serta beriktikad baik untuk mencegah timbulnya persengketaan-persengketaan. palam hal terjadi persengketaan mengenai hal-hal yang menyangkut mereka secara langsung, khususnya persengketaan yang diperkirakan akan mengganggu perdamaian dan keserasian regianal,mereka akan menghindarkan pengancaman atau penggunaan kekerasan dan senantillsa akan menyelesaikan persengketaan antara mereka tersebut melalui perundingan yang bersahabat}.
Selanjutnya dalam Pasal 14 Traktat dinyatakan: To settle through regional prQo cesses, the high contracting Parties shall constitute, as a contilluing body, a high council comprising representative at ministerial level from each of the high contracting Parteis to take cognizance of the existence of disputes or situations likely to disturb regional peace and harmony. (Un/uk menyelesaikan persengketaan melalui tatacara regional, pihak-pihak agung yang berjanji akan membentuk suatu dewan Agung sebagai badan penerus yang terdiri dari seorang wakil pada tingkat menteri dari setiap pihak Agung yang berjanji untuk memberikan . perhatilln adanya persengketaan atau adanya keadaan yang diperkirakan dapat mengganggu perdamaian dan keserasilln wi/ayah) .
Secara jelas dinyatakan dalam Pasal 13 sebagai berikut:
Apabila tidak tercapai penyelesaian melalui perundingan-perundingan The High Contracting Parties shall langsung, menu rut Pasal 15 Traktat dihave the determination and good faith nyatakan bahwa Dewan Agung akan to prevent disputes from arising. In case memberikan perhatian terhadap perdisputes on matters directly affecting sengketaan atau keadaan tersebut dan them shall refrain from the treat or akan menyarankan kepada pihak-pihak use of force and shall at all times settle yang bersengketa cara-cara penyelesaisuch disputes among themselves through friendly negitilltions. 10) an yang wajar seperti jasa-jasa baik (good effices). Penengahan (media(Para pihllk agung yang berjanji akan tion), menyelidiki (inquiry). atau per. damaian (conciliation). Dewan Agung 10) Text of Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia, ASEAN Docu- dapat pula menawarkan jasa-jasa baiknya, atau atas persetujuan dari pihakmontation Series. 1981. •
•
•
565
ABean dan Sengketa IntemaBional . •
pihak yang bersengketa dapat menjadi suatu panitia penengah, penyelidik dan pendamai. Apabila dianggap perlu Dewan Agung menyarankan langkah-Iangkah yang tepat untuk mencegah memburuknya persengketaan atau keadaan tersebut. Ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam Pasal 13, 14 dan 15 Bab ini tidak akan berlaku untuk suatu persengketaan, kecuali semua pihak yang bersengketa bersepakat memberlakukannya terhadap persengketaan tersebut. Namun demikian, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal16 Traktat: . . . . this shall not preclude the other High Contracting Parties not party to the dispute from affering all passible assistance to settle the said dispute. Parties to the dispute shall be well disposed towardes such offers of assistance. (. . .. Hal ini tidak akan mencegah pihak-pihak Agung yang berjanji lainnya yang tidak menjadi pihak dalam persengketaan tersebut untuk menawarkan segala bantuan yang mungkin, guna menyelesaikan sengketa tersebu t. Pihakpihak yang bersengketa seyogyanya menerima baik tawaran-tawaran bantuan tersebut).
•
•
Pasal 16 Traktat tersebut merupakan reservation berlakunya bantuan-bantuan sebagairoana tercantum dalam Pasal . 13, 14 dan 15 Traktat. Ketentuan terakhir ten tang penyelesaian persengketaan secara damai tercantum dalam Pasal l7 Traktat, yang menyatakan, tidak ada satu hal dalam peIjanjian ini yang akan mencegah usaha-usaha perlindungan menurut cara-cara penyelesaian sengketa secara damai sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 (1) Piagam PBB. Pihak-pihak Agung yang beIjanji yang merupakan pihak-pihak yang bersengketa perlu di, dorong untuk mengambil prakarsa guna menyelesaikan persengketaan ter•
sebu t melalui perundingan yang bersahabat sebelum menempuh cara-cara lain seperti yang tercantum . dalam Piagam PBB. Mekanisme hukum bagi penyelesaian persengketaan secara damai yang termaktub dalam peIjanjian Persahabatan dan Kerjasama tersebut menunjukkan adanya dorongan dan keingin- . an yang kuat di kalangan ASEAN untuk memiliki mekanisme fonnal yang berdasarkan hukum untuk menyelesaikan sengketa, sebagaimana juga dirasakan oleh organisasi-organisasi regional lainnya seperti OSA dan OAU . Negara-negara anggota ASEAN pertama-tama mempergunakan perundingan-perundingan secara langsung pada tingkat tinggi dengan menjunjung tinggi pendekatan-pendekatan tradisional seperti "Mufakat" ditunjukkan secara nyata pada Traktat tersebut. Hal ini nampak, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 13 Traktat, bahwa negara-negara anggota ASEAN "menolak mengadakan pengancaman atau kekerasan dan akan selalu menyelesaikan persengketaan di antara mereka dengan cara damai". Praktek politik ASEAN ini bukan satu-satunya yang pernah dilakukan oleh organisasi regional. Sejarah mengenai prosedur-prosedur penyelesaian persengketaan dalam organisasi Persatuan Afrika juga mencenninkan cara penyelesaian perselisihan atau sengketa dengan mengadakan pembicaraan bersama untuk men· capai konsensus dan kata sepakat. Berdasarkan pengalaman organisasiorganisasi regional lainnya, hierarki mekanismepenyelesaian persengketaan berikut ini mungkin dapat berfungsi di dalam ASEAN. Sebagaimana dinyata.kan oleh M. Pathmanathan, apabila teIjadi persengke taan di ASEAN, •
Deseml1er 198 7
. 566
Hullum dan Pembanllunan • •
•
•
pertarna dapat diadakan perundingan langsung dan bersahabat. Jika ini gagal, maka dapat digunakan mekanisme regional penyelesaian persengke taan. Apabila teIjadi kegagalan dalarn menyelesaikan persengketaan pada tingkat regional, maka jalan terakhir adalah melalui badan-badan yang bentuk atau didirikan sebagai pengadilan internasional. l1 ) Sampai sekarang ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan penyelesaian persengketaan secara damai menurut Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia itu belum pernah dicoba. Hal ini m asih haru s dibuktikan sebagai pola yang baik dari prosedur-prosedur yang berguna untuk memecahkan konflik regional. Ada suatu hal yang menarik dan patut dicatat dalam pengamat an secara umum te rhadap Traktat tersebu t, bahwa para penandatangan Traktat membatasi berlakunya Traktat untuk anggota-anggo· ta ASEAN saja di satu pihak, di pihak lain sekaligus memberi kesempatan pada negara-negara lain menjadi pihak yang ikut serta pada Traktat . Ada beberapa kesarnaan dalam menyelesaikan persengketaan antara OAS, OAU dan ASEAN. Pertama, dari studi terhadap ketiga organisasi regional itu dapat ditemukan, pada organisasi-organisasi regional itu lebih mengutamakan pemecahan persengketaan regional melalui mekanisme penyelesaian persengketaan regional yang ada. Rupanya keengganan kuat memecahkan persengketaan yang melibatkan anggota-anggota organisasi regional melalui mekanisme "nonregional", sepe rti melalu i PBB. - Keengganan ini 11 ) M. Pathmanathan, op. cit., him. 677 .
terbukti pada tingkat yang sarna pada OAS, OAU dan ASEAN. Hal ini dapat dijelaskan, karena adanya keinginan negara-negara anggota organisasi tersebut untuk membatasi ruang lingkup pengambilan keputusan dan penerapan hukum di antara para organisasi-organisasi regional tersebut. Kedua, pada ketiga organisasi regional tersebut apabila teIjadi persengketaan mengutarnakan pemecahan politik t erlebih dahulu . Apabila melalui pem bicaraan politik tidak bisa dipecahkan , barulah melalui cara lain. Penggunaan mekanisme hukum dalam penyelesaian persengke taan lebih d isukai apab ila masalah yang dipe rsengke takan tidak be rsifat p olitik. Pada organisasi regional ASEANterutama-mekanisme hukum formal at au mekanisme penyele saian pe rsengketaan secara damal lainnya, sehingga memadai untuk menjawab kemungkinan timbulnya persengketaan akan . menarnbah tingkat integrasi organisasi itu sendiri. ASEAN dan Kamboja
Penyelesaian
Konflik
Konflik Kamboja tidak terlepaskan dari konflik di Indochina secara menyeluruh. Sejak perang tahun 1945, Indochina akhirnya berhasil meruntuhkan dominasi Amerika Serikat dan melahirkan Vietnam yang bersatu. Semen tara itu antara Vietnam dan Karnboja timbul pertikaian yang dimulai dari soal konflik perbatasan, sehingga memuncak dengan " invasi" Vietnam ke Kamboja bulan Desember 1978. Konflik Indochina juga disebabkan pengaruh antara Uni Soviet dan Republik Rakyat China (RRC). RRC , yang menjadi bennusuhan dengan Uni •
•
• •
•
567
A.ean dan 'Senllketa Int"maBinnal
Soyyet yang merupakan sekutu pada dasawarsa 1950-an, dan melawan Vietnam yang merupakan sahabatnya selama perang Vietnam. RRC tidak menginginkan dominasi Uni Sovyet atas Vietnam. Vietnam melakukan Invasi ke Kamboja berdasarkan dua alasan. Pertama, Vietnam menganggap pemerintah Kamboja tidak mau berunding untuk menyelesaikan persoalan perbatasan antara kedua negara. Bahkan Vietnam beranggapan, telah banyak pelanggaran perbatasan yang dilakukan Kamboja yang dilakukan oleh pasukan-pasukan Khmer Merah. Kedua, . Vietnam menganggap tidak layak lagi terhadap pemerintah Kamboja di bawah regim Pol pot, karena melakukan kekerasan terhadap rakyatnya dan berbagai tindakan kekejaman yang dilakukan di luar batas kemanusiaan. Apa pun dalih yang dikemukakan oleh Vietnam atas penyerbuannya ke Kamboja, telah menimbulkan akibat yang serius bagi negara-negara ASEAN khususnya, dan bangsa-bangsa lain di kawasan Asia Tenggara umumnya. Negara-negara ASEAN berpendapat, apa yang dilakukan .vietnam at as Kamboja adalah merupakan "Tindakan kekuasaan yang melanggar hukum internasional yang dilakukan oleh kekuasaan asing terhadap kedaulatan negara lain".12) Setidak-tidaknya ada dua masalah pokok yang dihadapi bangsa-bangsa di kawasan Asia Tenggara sebagai akibat konflik Kamboja. Pertama, masalah perpindahan besar-besaran pengungsi
•
(reguees exodus) Indochina ke kawasan sekitarnya. Problema yang timbul akibat exodus rakyat Indochina membawa keprihatinan yang mendalam bagi negara-negara ASEAN, terutama pada tahun 1979. Ratusan ribu manusia kapal (boat people) membawa problema baru bagi negara-negara penerirna. ". .. the refugees have been source of political and often racial tension, a potential security threat, and economic burden while they await resettlement ".13) Tahap awal keberangkatan para pengungsi melibatkan "evakuasi" yang dilakukan oleh ten tara Amerika Serikat sebelum jatuhnya Saigon (Ho Chi Minh aty) meliputi 130 ribu orang. Tahap kedua, dari pertengahan tahun 1975 sanipai awal tahun 1978 berdatangan lebih 30 ribu orang ke negaranegara tetangganya. Tahapan ketiga, mulai awal tahun 1978 sampai akhir tahun lebih dari 60 ribu etnis China berdatangan ke negara-negara ASEAN dan Hongkong dengan kapal, serta lebih 200 ribu orang etnis China dari Vietnam berangkat ke China. Tahap keempat, bertepatan invasi China (RRC) ke Vietnam sampai Juli 1979 lebih dari 175 ribu orang berdatangan ke negara-negara tetangga Jumlah pengungsi sebenarnya tentu lebih besar daripada yang tercatat. Mereka banyak menghadapi peristiwa tragis selama perjalanan di lau tan. Karena itu tidak diragukan lagi,.ribuan manusia meninggal selama mereka melakukan exodus. Diperkirakan sampai tahun 1979lebih dari 28 ribu orang meninggal. Hal ini
•
12) ASEAN Selayang Pandang, ASEAN, DeparluRI, hIm. 20. •
•
13) Frank Frost , Vietnam , ASEAN and the Seknas Indochina RefUgee Crisis, dalam Southeast Asian Affairs 1980, hIm. 341 .
Desember 1987
568
Hukum dan Pembanllunan
merupakan masalah kemanusiaan yang wilayah negara-negara Asia Tenggaserius. a) ra dan menjadikan Asia Tenggara Masalah kedua, sebagai akibat kondi atas konsep ZOPF AN. flik Kamboja adalah masalah keamanSesuai dengan prinsip yang disepaan dan stabilitas kawasan Asia Tengga- kati antarnegara-negara ASEAN, bahra, terutama yang menyangkut realisa- wa semua persengketaan di antara sesi Kawasan Damai, bebas dan Netrali- sarna mereka dan juga negara-negara tas di Asia Tenggara (Zone of Peace, di kawasan Asia Tenggara lainnya, Freedom and Neutrality) sebagaimana mereka "akan menghindarkan pengantercantum dalam Deklarasi Kuala caman dan penggunaan kekerasan dan lumpur 1971. Kont1ik ini mempersu- senantiasa akan menyelesaikan perlit realisasi gagasan ZOPF AN, karena sengketaan melalui perundingan yang suatu tertib regional di AsiaTenggara bersahabat" sebagaimana tercantum tidak dapat diwujudkan tanpa parti- dalam Pasal 13 Traktat persahabatan sipasi negara-negara Indochina. Dari dan keIjasama di Asia Tenggara., Sekasegi keamanan, Konflik Kamboja yang lipun negara-negara di Indochina tidak berlaru t-laru t akan meningkatkan ke- menjadi pihak dalam peIjanjian ini, hadiran negara-negara besar di kawasan tetapi negara-negara ' ASEAN secara ini, dan meningkatkan peranan mereka kolektif sepakat untuk iku t serta meuntuk menguasai masa depan negara- nyelesaikan persengketaan di Kamboja dengan jalan damai melalui cara-cara negara Asia Tenggara. 15 ) PBB . Untuk menghadapi problema di yang sesuai dengan Piagam . atas, antara negara-negara ASEAN teDalam kerangka itulah negara-negalah terdapat kesatuan sikap yang inti- ra ASEAN mensponsori resolusi tcnnya bertujuan untuk. 16 ) tang Kamboja di Sidang Umum PBB. a Mencegah merembetnya (spill over) Hasilnya 91 setuju, 21 menolak dan konflik ke wilayah salah satu negara 29 abstain. lsi resolusi tersebu t adalah : 17) ASEAN. b. Mengusahakan agar kekuatan besar i. Agar semua pasukan asing ditatidak terlibat dalam kemelut terserik mundur dari Kamboja. but yang dapat mengancam stabiliIi. Agar rakyat Kamboja menentutas kawasan. kan masa depan sendiri bebas c. Menghindarkan masuknya konf1ik dar'i pengaruh luar dan diperluSino-Sovyet dalam ASEAN. kan penyelesaian politik ; dan d. Mempertahankan prinsip dasar pengiii. Agar semua negara melanjutkan hormatan kedaulatan dan keutuhan usaha kemanusiaannya membantu mengembalikan para pengungsi ke negara asalnya. 14) Ibid., him. 347-366. Pada tanggal 8 Juni 1981 bertepat15) Jusuf Wanandi, Menuju Penyelesaum Po- an dengan peresmian Gedung Sekretalitik Konflik Indochina, Analisis, CSIS, riat ASEAN, para Menlu negara-negara •
1982, No.4 , hIm. 318. 16) Polilik Luar Negeri Bebas Aktif dan Pelaksanaannya Dewasa Ini, Litbang Depar- 17) ASEAN Selayang Pandang, op. cit.. hIm . 18- 21. lu RI, Jakarta, 1982, hlm. 11,12 .
•
-
•
569
ABean dan Sel'l6keta Intemasional
ASEAN mengadakan pertemuan informal yang membahas: i. Meninjau situasi politik in tern asional dan regional khususnya kawasan Asia Tenggara. ii Menegaskan perlunya diselenggarakan Konferensi Internasional guna mencari penyelesaian politik di Kamboja sesuai dengan resolusi PBB No. 35/6 tahun 1980; dan iii. Memperhatikan adanya usaha untuk United Front dari unsurunsur nasional di Kamboja untuk mempertahankan kedaulatan dan integritas teritorial negara mereka sesuai dengan Piagam PBB. Pad a pertemuan para MenluASEAN di Manila 17-18 Juni 1981 kern bali lagi ditekankan, selama pasukan Vietnam tidak ditarik dari wilayah Kamboja, maka rakyat Kamboja sulit untuk mencapai kepentingannya membentuk pemerintah pilihannya. Para Menlu menyebu t usaha-usaha Sekretaris Jenderal PBB untuk melaksanakan resolusi Majelis Umum PBB No. 35/6 serta keputusan untuk mengadakan Konferensi Internasional mengenai Kamboja (International Conference on Kompu chea) di New York Juli 1981. Para Menlu mengusulkan penyelesaian secara menyeluruh di Kamboja dapat dilakukan dengan cara-cara atau langkah-langkah beriku t: i. Penempatan pasukan pemeliharaan perdamaian PBB di Kamboja. ii. Penarikan mundur secara cepat mungkin seluruh pasukan asing dari Kamboja di bawah pengawasan pasukan pemeliharaan " perdamaian. "
iii. Perlucutan senjata menyeluruh
kelompok Khmer setelah semua pasukan asing ditarik keluar. Dalam rangka pelaksanaan revolusi PBB No. 35/6 tanggal 22 Oktober 1980, maka diadakanlah Konferensi Internasional mengenai Kamboja (International Conference on Kampuchea; ICK) di PBB New York tanggal 13-.17 Juli 1981 yang dihadiri oleh 93 negara anggota PBB. Sedang negara-negara Indochina dan kelompok Sovyet tidak hadir. Hasil-hasil Konferensi Internasional ten tang Kamboja tersebu t antara lain: i. Disahkannya Deklarasi mengenai Kamboja secara konsensus. ii. Dibentuknya panitia tujuh yaitu Thailand, Malaysia, J epang, Sri Langka, Sudan, Senegal dan Nigeria yang bertugas sebagai penasihat Sekretaris Jenderal PBB an tara masa sidang sekarang dengan sidang berikutnya. iii. Panitia ditugaskan mengusahakan tercapainya penyelesaian politik di Kamboja dan menghubungi pihak-pihak yang bersangkutan. "
Dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-36 yang diselenggarakan bulan Oktober 1981, negara-negara ASEAN untuk ketiga kalinya mempertahankan kursi Demokratik Kamboja dengan dukungan 100 suara setuju 25 menentang, 19 abstain dan 12 anggota tidak hadir dalam pemungutan suara. Dalam sidang itu juga disetujui penarikan mundur pasukan asing dari Kamboja yang diusulkan negara-negara ASEAN. Perkembangan suara yang menyokong resolusi PBB makin tahun makin meningkat, yaitu tahun 1979: 91, tahun Desember 1987
•
570
Hukum dan P.embanguPUln "
Apa yang dilakukan ASEAN bukan1980: 97; dan tahun 1981: 100 -negara menyetujui resolusi tersebu t. Ber- lah dalam ke rangka "Juridis-organisatambahnya dukungandi PBB atas toris" untuk menyelesaikan persengkeKarnboja berarti makin besamya du- Persahabatan dan Kerjasama di Asia kungan Internasional at as upaya pe- Tenggara. Sebab p~rsengketaan itu ternyelesaian politik masalah)(amboja. jadi di luar negara-negara anggota Pada tanggal 10 Desember 1981 ASEAN. Karena itu ketentuan-ketenpara Menlu negara ASEAN mengada- tuan hukum sebagaimana tercan tum kan pertemuan informal di Pataya, taan internasional secara damai seba· Thailand. Pada pertemuan itu dicapai gaimana tercantum ' dalarn Bab IV Pa• beberapa hal antara lain: sal 13 , 14, 15,_16, dan 17 Perjanjian i. ASEAN tidak akan memberikan dalam pasal-pasal di atas tidak dapat . bantuan senjata kepada kelom- diberiakukan. Sekalipun Traktat tersepok Khmer non-Komunis. Hal but "terbuka untuk aksesi negara-nega.ini sesuai dengan Deklarasi Bang- ra lain di Asia Tenggara" seperti terkok, Deklarasi Kesepakatan cantum dalam Pasal 18 Traktat. Tetapi ASEAN dan Perjanjian Persaha- negara-negara yang terlibat langsung batan dan kerjasarna di Asia. .dalam persengketaan tersebut belum ii. Para Menlu menyarnbut baik atau tidak "menyatakan aksesi" terhapembentukan koalisi longgar da- dap Traktat atau perjanjian tersebut. ri ketiga kelompok Khmer; dan ASEAN tidak membawa persengkeiii. Prosedur konsultasi para pejabat taan untuk diselesaikan melalui regioASEAN akan mendapat perhati- nal a"angement, tetapi sebaIikny a an agar selaiu terdapat konsen- membawa persengketaan yang diperansus. kan secara politis ke forum intemasioApabila dilihat uraian ten tang nal via PBB, yaitu dengan adanya Kon• ASEAN dan kaitannya dengan penyeferensi intemasional tentang Kamb oja, lesaian konflik di Kamboja di atas, rnaJuli 198 1. ka dapat diambil kesimpulan, apa yang Sekalipun demikian , usaha-usaha dilakukan ASEAN dalam upaya penye- yang dilakukan ASEAN dalam penyelesaian persengketaan atau konflik In- lesaian secara damai konflik Kamboja dochina, khususnya masalah Kamboja secara umum merupakan pencerminan adalah merupakan "peran politis" se- dari keinginan-keinginan negara-negara bagai kelompok negara-negara di Asia anggota ASEAN , kIlUsusnya yang terTenggara yang berdiri secara sendiricantum dalam Deklarasi ASEAN, Deksendiri, secara bertepatan memiliki larasi Kuala Lumpur 1971 dan perjan'persepsi politis yang sarna setidak- ti- jian Persahabatan dan kerjasama di daknya hampir sarna dalam menghaAsia Tenggara 1976, hasil KTT ASEAN , dapi konflik Kamboja. di Bali.
, •