NANOENKAPSULASI EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa) HASIL OPTIMASI EKSTRAKSI BERBANTU GELOMBANG MIKRO SEBAGAI BAHAN ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN
IKE SITORESMI MULYO PURBOWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Nanoenkapsulasi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa) Hasil Optimasi Ekstraksi Berbantu Gelombang Mikro Sebagai Bahan Antibakteri dan Antioksidan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Ike Sitoresmi Mulyo Purbowati NIM F361090201
RINGKASAN IKE SITORESMI MULYO PURBOWATI. Nanoenkapsulasi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa) Hasil Optimasi Ekstraksi Berbantu Gelombang Mikro Sebagai Bahan Antibakteri dan Antioksidan. Dibimbing oleh KHASWAR SYAMSU, ENDANG WARSIKI dan HERASTUTI SRI RUKMINI. Rosella adalah tanaman yang digunakan pada pengobatan tradisional karena mengandung komponen bioaktif seperti polifenolik. Adapun tujuan penelitian ini adalah: (i) menetapkan jenis pelarut yang sesuai dengan karakteristik senyawasenyawa fenolik bioaktif kelopak bunga rosella, (ii) mengembangkan metode ekstraksi berbantu gelombang mikro (Microwave Asissted Extraction/MAE) pada ekstraksi senyawa-senyawa fenolik dari kelopak bunga rosella dan (iii) mempertahankan stabilitas senyawa-senyawa fenolik dalam rosella melalui aplikasi teknologi nanoenkapsulasi. Kegiatan penelitian yang dilakukan dalam pencapaian tujuan terdiri dari 3 tahap, yaitu: (i) melakukan kajian pemilihan pelarut yang memiliki polaritas yang sesuai dengan komponen bioaktif rosella. (ii) melakukan optimasi konsentrasi pelarut, daya gelombang mikro dan waktu ekstraksi dalam ektraksi berbantu gelombang mikro dan karakterisasi ekstrak yang dihasilkan pada kondisi optimum. (iii) aplikasi teknologi nanoenkapsulasi terhadap ekstrak kelopak bunga rosella. Penelitian tahap pertama dilakukan untuk mengevaluasi toksisitas, aktivitas antibakteri dan antioksidan ekstrak bunga rosella menggunakan tiga macam pelarut, yaitu etanol 70%, etil asetat dan heksan. Metode kualitatif digunakan untuk menentukan kandungan fitokimia dalam ekstrak, Brine Shrimp Lethality untuk uji toksisitas, dan aktivitas antibakteri dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli menggunakan metode difusi cakram. Aktivitas antioksidan ditentukan menggunakan metode Ferric-Thiocyanate. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa bioaktif yang terekstrak dari kelopak bunga rosella adalah flavonoid, senyawa senyawa fenolik, tanin, alkaloid, dan steroid. Pelarut etanol 70% lebih efektif mengekstrak senyawa-senyawa fenolik, yaitu sebanyak 19,45 + 0,32 mg/g dibandingkan pelarut etil asetat dan heksan yaitu sebanyak 7,51 + 0,49 mg/g dan 2,73+ 0,31 mg/g. Ekstrak etanol 70% bersifat toksik, ditunjukkan dengan nilai LC50 dibawah 1000 ppm, yaitu 510,613 ppm, dibandingkan etil asetat dan heksan yang berturut turut 1241,983, dan 1718,446 ppm. Ekstrak etanol 70% dan etil asetat memiliki aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan nilai zona bening berturut turut sebesar 7,7 + 2,01 mm dan 7,53 + 2,19 mm untuk aktivitas terhadap terhadap S aureus. Zona bening yang terbentuk melawan pertumbuhan E coli adalah 13,28 + 3,30b mm, 12,35 + 3,13 mm. Ekstrak heksan tidak memiliki aktivitas antibakteri. Aktivitas antioksidan yang ditunjukkan dengan nilai IC50 ekstrak etanol 70%, etil asetat dan heksan berturut turut yaitu 439,32; 587,916; 481,392 ppm. Tahap kedua penelitian adalah ekstraksi senyawa-senyawa fenolik dari kelopak bunga rosella menggunakan metode ekstaksi berbantu gelombang mikro. Pada tahap ini digunakan Metode Respon Permukaan dan dikaji pengaruh daya gelombang mikro, konsentrasi etanol dan waktu ekstraksi terhadap total fenolik yang dihasilkan dan kondisi optimum ditentukan sebagai berikut: daya
gelombang mikro 250 W, konsentrasi etanol 78,36% dan waktu ekstraksi 4,91 menit. Perkiraan total fenolik yang dihasilkan pada kondisi optimum tersebut adalah 24,61 mg/g. Penelitian yang dilakukan untuk pembuktian, dilakukan sebanyak 4 ulangan dan menghasilkan total fenolik 23.77 + 0.25 mg/g lebih tinggi dibandingkan menggunakan metode konvensional yaitu 19.84 + 0.46 mg/g. Bila dibandingkan ekstraksi menggunakan metode konvensional total fenolik, antosianin, vitamin C dan rendemen dari ekstraksi berbantu gelombang mikro 23.77 + 0.25, 14.80 + 0.08, 10.74 + 0,14 mg/g dan 22.09 + 3.3 % lebih tinggi dan berbeda nyata pada taraf keyakinan 99% dibandingkan ekstraksi konvensional dengan nilai berturut turut 19.84 + 0.46, 9,28 + 0.04, 9.99 + 0.16 mg/g and 16,18 + 1,9%. Tahap ketiga, ekstrak rosella berbentuk cair, memiliki beberapa kelemahan yaitu tidak stabil terhadap perubahan lingkungan, fleksibilitas pemanfaatan yang rendah dan kesulitan pada masalah penanganan bahan dan transportasi. Untuk itu, salah satu pemecahan masalah adalah dengan membuat nanokapsul ekstrak rosella dengan bahan enkapsulan β-siklodextrin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik total fenolik, aktivitas antioksidan dan aktivitas antibakteri nanokapsul. Mengetahui stabilitas ekstrak dan nanokapsul yang dihasilkan terhadap perubahan pH, suhu dan waktu pemanasan. Nanokapsul ekstrak rosella memiliki total fenolik 4,53 + 0,26 mg/g, antosianin 2,99 + 0,18 mg/g, vitamin C 2,77 + 0,04 mg/g dan KA sebesar 5,16 + 0,03%, aktivitas antioksidan 49%, aktivitas antibakteri terhadap E coli dan S aureus ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening disekitar cakram dengan nilai berturut-turut 3,5 + 0,5 mm, 2,5 + 0,2 mm. Bentuk nanokapsul lebih stabil terhadap perubahan lingkungan dibandingkan bentuk ekstrak. Uji stabilitas terhadap pH, bentuk nanokapsul lebih stabil dibandingkan bentuk ekstrak. Hal ini ditunjukkan dengan slope persamaan regresi linier bentuk nanokapsul untuk total fenolik, aktivitas antioksidan dan aktivitas antibakteri terhadap E coli dan S aureus berturut turut: 0,111; 1,307; 0,291; 0,131 lebih kecil dibandingkan bentuk ekstrak, berturut-turut sebagai berikut: 2,825; 7,634;1,760; 1,636. Berdasarkan uji stabilitas terhadap suhu dan waktu pemanasan bentuk nanokapsul lebih stabil dibanding bentuk ekstrak. Hal ini ditunjukkan dengan slope persamaan regresi linier bentuk nanokapsul untuk total fenolik, aktivitas antioksidan dan aktivitas antibakteri terhadap E coli dan S aureus berturut turut sebagai berikut: 1,3315; 0,3162; 0,0439; 0,0333 lebih kecil dibandingkan bentuk ekstrak, berturut turut sebagai berikut: 1,5864; 0,5389; 0,1783; 0,1728. Kata kunci: Rosella, fenolik, toksisitas, antioksidan, antibakteri, nanoenkapsulasi
SUMMARY IKE SITORESMI MULYO PURBOWATI. Nanoencapsulation of Roselle (Hibiscus sabdariffa) Extract from Optimization of Microwave Assisted Extraction As Antibacterial and Antioxidant Agent. Supervised by KHASWAR SYAMSU, ENDANG WARSIKI and HERASTUTI SRI RUKMINI Roselle has been used as medicine because they contain bioactive compound such as phenols. The present study was designed to develope Microwave Asissted Extraction (MAE) on phenolics extraction from roselle calyx which gave maximum yield, higher antioxidant and antibacterial activity, and maintain stability of roselle bioactive compounds through the application of nanoencapsulation technology. Scope of this research was divided in three stages of experimental activites. Firstly, investigated of solvent influence on characteristics of toxicity, antibacterial and antioxidant activities. Secondly, determined the optimum condition of Microwave Assisted Extraction and characterized the extract on optimum conditions, and thirdly, aplied of nanoencapsulation technique to improved the stability roselle extract. The aims of the first research was to find solvent with the best extract characteristics of toxicity, antibacterial and antioxidant activity. Qualitative method was used to determine the phytochemical calyx content, Brine Shrimp Lethality for toxicity tests. Antibacterial tests were done against Staphylococcus aureus and Escherichia coli using disc diffusion method. Total antioxidant activity was determined by the ferric thiocyanate method. The results showed that bioactive compounds in Roselle calyx were flavonoid, phenolic compounds, tannin, alkaloid, and steroid. Etanol 70% could extract the phenolics 19.45 + 0.32 mg/g compared with ethyl acetate and hexane, which only could extract the fenolik compound respectively 7.51 + 0.49 mg/g and 2.73 + 0.31 mg/g. It means that etanol 70% is more effective than the other solvents. The etanol 70% extract was found to be potential against brine shrimp with LC50 value below 1000 ppm, 510.613 ppm. On the other hand with ethyl acetate and hexane were respectively 1241.983, and 1718.446 ppm. Etanol 70% and ethyl acetate extract had antibacterial activity, showed by inhibitory zone 7.7 + 2,01b mm and 7,53 + 2,19bmm for S aureus and 13.28 + 3,30b mm, 12,35 + 3,13b mm against to E coli. There was no inhibitory zone for crude hexane extract. EC50 value for etanol 70%, ethyl acetate and hexane were 4393.2; 5879,16 ;4813,92 ppm respectively. Roselle calyx was an excellent source of phenolic compounds. In this study, microwave-assisted extraction was employed to extract the phenols from Roselle calyx. The aims for the second stage were to determined the optimum condition of microwave assisted extraction, and characterized of the antibacterial and antioxidant activity extract from optimum condition. For the efficiency of extraction by using response surface methodology, the effects of microwave output power, etanol concentration, and extraction time on total phenols yield were investigated and the optimal conditions were determined as follows: microwave output power 250 W, etanol concentration 78,36% and extraction time 4.91 min. The estimated values for total fenoliks yield, 24,61 mg/g was obtained at those conditions. A verification experiment at the optimum condition,
consisting of 4 runs, was performed and the practical yield of 23.77 + 0.25 mg/g total fenoliks was higher than using conventional method 19.84 + 0.46 mg/g.. Compared with conventional method, total phenolics, antosianin, and vitamin C and yield of microwave assisted extraction were 23.77 + 0.25, 14.80 + 0.08, 10.74 + 0,14 mg/g and 22.09 + 3.3 % which are higher and significantly different within 95% confidence level than conventional extraction (19.84 + 0.46, 9,28 + 0.04, 9.99 + 0.16 mg/g and 16,18 + 1,9%, respectively) The third stage, the extract which was in liquid form, has some weaknessess, such as unstable in enviroment changes, low flexibility uses and trouble in material handling and transportation. For these reasons, nanoencapsulation technique was an alternative way to prolong the stability of the roselle extract using β-cyclodextrins as matrix agent. The aims of these research were characterization of total phenolics, antioxidant and antibacterial activity of nanoencapsulation and the stability of the extract and nanoencapsulation against the change of pH, temperature and boiling time. Nanocapsules of roselle extract was containing phenolics 4,53 + 0,26 mg/g, antosianin 2,99 + 0,18 mg/g, vitamin C 2,77 + 0,04 mg/g and water content 5,16 + 0,03%, antioxidant activity 49%, antibacterial activity against E coli dan S aureus showed by clearance zone around the disc, expectively were 3,5 + 0,5 mm, 2,5 + 0,2 mm. Nanocapsules were more resistence against the enviroment changes than the liquid extract. The stability test against the enviroment changes shows that, the nanocapsules form are more stable than the extract, showed by the slope of linier regression of nanocapsules form for phenolics, antioxidant and antibacterial activity against E coli and S aureus respectively were: 0,111; 1,307; 0,291; 0,131 which were lower than the extract 2,825; 7,634;1,760; 1,636. Nanocapsules were more resistence against temperature and boiling time than the liquid extract. The stability test against temperature and boiling time showed that the nanocapsules form were more stable than the extract, showed with the slope of linier regression of nanocapsules for phenolics, antioxidant and antibacterial activity against E coli and S aureus were: 1,3315; 0,3162; 0,0439; 0,0333 which are lower than the extract : 1,5864; 0,5389; 0,1783; 0,1728, respectively. Keywords: roselle, antibacterial, antioxidant, toxicity, phenolics
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
NANOENKAPSULASI EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdarifa) HASIL OPTIMASI EKSTRAKSI BERBANTU GELOMBANG MIKRO SEBAGAI BAHAN ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN
IKE SITORESMI MULYO PURBOWATI
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Sapta Raharja, MS Prof Dr Ir Slamet Budiyanto, MS
Penguji pada Ujian Terbuka: Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Prof Dr Ir Fransiska Zakaria, MSc
Judul Disertasi : Nanoenkapsulasi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa) Hasil Ekstraksi Berbantu Gelombang Mikro Sebagai Bahan Antibakteri dan Antioksidan Nama : Ike Sitoresmi Mulyo Purbowati NIM : F361090201
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Khaswar Syamsu, M.Sc Ketua
Dr Ir Endang Warsiki, MT Anggota
Prof Dr Ir Herastuti SR, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknologi Industri pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Machfud, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 28 Agustus 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini Nanoenkapsulasi ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa) hasil optimasi ekstraksi berbantu gelombang mikro sebagai bahan antibakteri dan antioksidan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Khaswar Syamsu, MSc, Ibu Dr Ir Endang Warsiki, MT dan Ibu Prof Dr Ir Herastuti Sri Rukmini, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman di Lab. Teknologi Pertanian dan, Lab Riset Terpadu. UNSOED. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, suami dan anak anak serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014 Ike Sitoresmi Mulyo Purbowati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesa Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Kebaruan Topik Penelitian Kerangka Umum Penelitian Keterkaitan Antar Bab
1 1 3 3 4 4 4 4 4 7
2 TINJAUAN PUSTAKA Rosella Senyawa Antimikroba dari Tanaman Antioksidan Senyawa Fenolik Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Proses Ekstrasi Ekstraksi Berbantu Gelombang Mikro Response Surface Methodology
8 8 9 10 12 13 15 15
3 METODE Bahan Alat Tahapan Kegiatan Penelitian
17 17 17 17
4 EVALUASI TOKSISITAS, AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN KOMPONEN BIOAKTIF ROSELLA DENGAN VARIASI JENIS PELARUT 23 Pendahuluan 23 Metode Penelitian 24 Tahapan Penelitian 24 Hasil dan Pembahasan 26 Simpulan dan Saran 31 5 OPTIMASI EKSTRAKSI FENOLIK DARI ROSELLA (Hibiscus sabdariffa) BERBANTU GELOMBANG MIKRO 32 Pendahuluan 32 Metode Penelitian 33 Tahapan Penelitian 33
Hasil dan Pembahasan Simpulan dan Saran
33 44
6 STABILITAS EKSTRAK DAN NANOKAPSUL KELOPAK BUNGA ROSELLA PADA BERBAGAI VARIASI pH, SUHU DAN WAKTU Pendahuluan Metode Penelitian Tahapan Penelitian Hasil dan Pembahasan Simpulan dan Saran
45 45 46 47 48 57
7 PEMBAHASAN UMUM
58
8 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
62 62 62
DAFTAR PUSTAKA
63
LAMPIRAN
70
RIWAYAT HIDUP
81
DAFTAR TABEL 1. Nilai KHM Mikroba dari pengujian ekstrak tanaman terhadap mikroba patogen dan perusak pangan 2. Konstanta dielektrik beberapa pelarut 3. Fitokimia ekstrak kelopak bunga rosella pada berbagai pelarut 4. Uji toksisitas ekstrak kelopak bunga rosella pada berbagai pelarut 5. Aktivitas antibakteri ekstrak kelopak bunga rosella pada berbagai pelarut 6. Kode dan variabel desain eksperimen 7. Matriks unit desain eksperimen 8. ANOVA 9. Perbandingan aktivitas antibakteri MAE dan konvensional 10. Persentase penyerapan senyawa bioaktif ekstrak pada nanokapsul yang dihasilkan 11. Pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap retensi fenolik rosella pada pH 2
10 14 27 28 29 37 37 38 42 49 54
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Rumusan masalah dan kajian penelitian Keterkaitan antar bab Kelopak bunga rosella Diagram alir penelitian Tahap I Diagram alir penelitian Tahap II Diagram alir penelitian Tahap III Penampakan visual ekstrak pada berbagai pelarut Aktivitas antioksidan dengan variasi pelarut Pengaruh konsentrasi etanol terhadap total fenolik yang dihasilkan Pengaruh waktu ekstraksi terhadap total fenolik yang dihasilkan Pengaruh daya gelombang mikro terhadap total fenolik yang dihasilkan Hubungan antara daya gelombang mikro dan konsentrasi etanol terhadap total fenolik yang dihasilkan Perbandingan karakterisasi ekstrak kondisi optimum MAE dan konvensional Perbedaan profil suhu pemanasan konvensional (A) dan gelombang mikro (B) Perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak optimasi MAE dan konvensional Karakteristik mikroskopik Hasil uji TEM nanoenkapsulan rosella yang dihasilkan Ilustrasi pengisian senyawa bioaktif rosella ke dalam siklodekstrin Pengaruh variasi pH terhadap total fenolik Pengaruh perubahan pH terhadap aktivitas antioksidan
6 7 8 18 21 22 26 30 34 35 36 39 40 41 42 43 49 50 50 51
21. Pengaruh perubahan pH terhadap aktivitas aktivitas antibakteri ekstrak dan nanokapsul terhadap bakteri E coli 22. Pengaruh perubahan pH tehadap aktivitas antibakteri ekstrak dan nanokapsul terhadap bakteri S aureus 23. Pengaruh suhu pemanasan terhadap total fenolik ekstrak dan nanokapsul 24. Pengaruh pemanasan terhadap aktivitas antioksidan ekstrak dan nanokapsul rosella 25. Pengaruh pemanasan terhadap aktivitas antibakteri ekstrak dan nanokapsul terhadap bakteri E coli 26. Pengaruh pemanasan terhadap aktivitas antibakteri ekstrak dan nanokapsul bunga rosella terhadap bakteri S aureus
52 52 54 55 56 56
DAFTAR LAMPIRAN 1. Pengaruh jenis pelarut terhadap fitokimia ekstrak 2. Pengaruh jenis pelarut terhadap uji toksisitas 3. Pengaruh jenis pelarut terhadap aktivitas antibakteri dan antioksidan 4. Pengaruh daya gelombang mikro, konsentrasi etanol dan lama ekstraksi terhadap total fenolik yang dihasilkan 5. Pengaruh metode ekstraksi terhadap jumlah antosianin, vitamin C, total fenolik dan rendemen yang dihasilkan 6. Pengaruh metode ekstraksi terhadap aktivitas antibakteri 7. Pengaruh metode ekstraksi terhadap aktivitas antioksidan 8. Pengaruh bentuk ekstrak dan nanoenkapsulan terhadap jumlah antosianin, fenolik dan vitamin C 9. Stabilitas total fenolik terhadap perubahan pH 10. Stabilitas aktivitas antibakteri terhadap perubahan pH
70 71 72 73 75 76 77 78 79 80
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rosella selama ini dikenal sebagai tanaman penghasil serat. Namun seiring dengan makin maraknya slogan back to nature dikalangan masyarakat, pamor rosella pun semakin terangkat. Fleksibilitas pemanfaatan rosella saat ini masih terbatas jika mengingat kandungan senyawa bioaktif pada tanaman yang memiliki nilai tambah yang tinggi. Hal ini diakibatkan karena bahan baku rosella yang dimanfaatkan masih dalam bentuk serbuk dan enkapsulasi ekstrak skala mikro (Selim et al., 2004). Kandungan bioaktif ini mengakibatkan rosella telah banyak digunakan sebagai obat tradisional di Asia Tenggara (Tsai et al., 2002), pewarna makanan (Duang Mal et.al,2004; Selim et.al, 2004; Mardiah, 2010), antioksidan (Yin dan Chao, 2008; Daramola dan Asunni, 2006), flavouring (Ruangsri et al., 2008), pengawet (Yin dan Chao, 2008). Saat ini banyak diperoleh produk berbasis rosella seperti teh, ice cream, sirup, cuka dan jelly. Dibidang kesehatan dan kecantikan, rosella dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pasta gigi dan sabun. Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu diupayakan alternatif bentuk enkapsulasi dalam skala nano, untuk meningkatkan nilai tambah dan mempertahankan komponen bioaktif seiring dengan manfaat yang ditimbulkannya. Kelopak bunga rosella merupakan sumber penting dari vitamin, mineral dan senyawa bioaktif seperti asam organik, fitosterol dan polifenolik, yang beberapa diantaranya menunjukkan kemampuan sebagai antioksidan. Mourtzinos et al. (2008) menyatakan bahwa rosella banyak mengandung senyawa fenolik dan antosianin. Bunga rosella diketahui mengandung saponin, flavonoid dan polifenolik. Tiap 100 gram kelopak bunga rosella mengandung sekitar 260 – 280 mg vitamin C (Maryani dan Kristiana, 2005). Harborne (1996) menyatakan bahwa khasiat suatu tanaman berhubungan dengan komponen kimia yang bersifat aktif yang terdapat pada tumbuhan tersebut, terutama senyawa fitokimia. Penggolongan senyawa fitokimia berdasarkan struktur kimia yaitu fenolik, terpenoid, alkaloid, steroid, kuinon, saponin, tanin dan flavonoid. Senyawa fenolik diduga kuat sebagai senyawa yang berperan penting dalam sifat antioksidan dan antibakteri yang dimiliki oleh kelopak bunga rosella. Kelopak bunga rosella sebelum ekstraksi terlebih dahulu dibuat dalam bentuk bubuk. Pada pembuatan bubuk dilakukan pengecilan ukuran. Senyawa bioaktif yang dimiliki kelopak bunga rosella diperoleh dengan proses ekstraksi. Salah satu proses ekstraksi yang sering digunakan adalah ekstraksi menggunakan pelarut. Metoda ini menempatkan pemilihan pelarut sangat penting dalam menentukan keberhasilan ekstraksi. Mengikuti hukum kelarutan like dissolves like, polaritas pelarut harus mendekati polaritas zat yang diektrak (Tsai et al., 2002). Derajat polaritas suatu zat ditentukan oleh konstanta dielektriknya. Beberapa penelitian melaporkan ekstraksi rosella menggunakan air (Mojiminiyi et al., 2007), acidified metanol (Kao et al., 2009), dan etanol absolut (Tseng et al., 1998), metode ekstraksi bertingkat menggunakan pelarut heksan, etil asetat dan acidified metanol (Christian et al., 2006). Beragamnya polaritas senyawa bioaktif tanaman dan
2 pelarut yang digunakan memungkinkan terjadinya perbedaan jumlah dan jenis serta aktivitas senyawa bioaktif didalamnya. Namun belum ada peneliti yang melakukan tahap penting pertama dalam menyeleksi pelarut yang efisien dengan metode ekstraksi tunggal, yaitu dengan mengevaluasi toksisitas, aktivitas antibakteri dan antioksidan. Teknik konvensional seperti maserasi, perebusan atau refluxing dapat digunakan untuk mengekstrak senyawa fenolik. Namun demikian, kelemahan teknik konvensional ini adalah rusaknya senyawa senyawa fenolik yang diakibatkan lama waktu ekstraksi (Li et al., 2005). Ekstraksi berbantu gelombang mikro (Microwave Assisted Extraction; MAE) merupakan alternatif terbaik untuk menggantikan proses ekstraksi konvensional karena lebih efisien, yaitu waktu ekstraksi lebih singkat, penggunaan pelarut lebih sedikit, selektivitas tinggi terhadap molekul target dan kualitas produk lebih baik (Li et al., 2009; Wang et al., 2010). Sampai saat ini belum ada laporan penelitian penggunaan ekstraksi berbantu gelombang mikro pada ekstraksi rosella. Keberhasilan teknik MAE, dipengaruhi beberapa faktor yang patut diduga saling berkaitan, yaitu daya gelombang mikro, konsentrasi pelarut dan waktu. Berdasarkan hal itu maka perlu dilakukan optimasi proses guna mendapatkan kondisi proses ekstraksi terbaik, sehingga tujuan dari proses ekstraksi itu sendiri dapat dicapai, yaitu rendemen dan aktivitas bahan aktif ekstrak yang tinggi. Response Surface Methodology (RSM) merupakan perangkat statistik untuk menganalisa respon dari beberapa variable dan interaksi didalamnya untuk hasil yang optimal (Zheng et al., 2011). Sampai saat ini belum diketahui adanya laporan optimasi ekstraksi senyawa-senyawa fenolik dari kelopak bunga rosella berbantu gelombang mikro. Bentuk ekstrak rosella yang masih dalam bentuk cair ini memiliki kelemahan dalam pengunaannya di industri makanan, kesehatan dan kosmetik, transportasi dan juga umur simpan yang relatif pendek. Untuk itu perlu dilakukan aplikasi teknologi enkapsulasi skala nano pada ekstrak rosella, agar pemanfaatannya lebih optimal. Upaya mempertahankan sifat-sifat fungsional ekstrak rosella perlu dikembangkan melalui teknologi enkapsulasi dalam suatu enkapsulan pada ukuran skala nano yaitu berkisar antara 0-1000 nm (Carvajal et al., 2010; Chaudhry et al., 2010). Diharapkan dengan teknik nanoenkapsulasi, produk pangan akan memberikan beberapa keunggulan diantaranya dalam hal peningkatan rasa, warna, tekstur, flavor, konsistensi produk, absorpsifitas dan ketersediaan komponen bioaktif (Yuliani et al., 2006). Sampai saat ini belum ada laporan mengenai nanoenkapsulasi ekstrak rosella. Pemilihan bahan enkapsulan untuk mendapatkan ukuran nano sangat menentukan keberhasilan nanoenkapsulasi, selain itu enkapsulan harus food grade dan GRAS (Generally Recognized As Safe). Beberapa senyawa dapat digunakan sebagai material penahan seperti pati, gum arab, methylselulosa, gelatin, whey protein, sirup gula, β siklodextrin, disakarida, pullulan dan sodium caseinat. Diantara bahan enkapsulan yang memenuhi kriteria tersebut terpilihβ siklodextrin (Wandrey et al., 2010; Naufalin & Rukmini, 2013). Pengaruh bahan enkapsulan adalah spesifik, tergantung pada karakteristik inti yang dilindungi. Untuk itu perlu dikaji kesesuaian antara material inti dengan material penahan, termasuk memastikan kestabilan bahan bioaktif rosella yang terkandung didalamnya.
3 Perumusan Masalah Penggembangan metode ekstraksi bahan bioaktif yang berasal dari tanaman, menempatkan pemilihan pelarut menjadi langkah pertama yang penting. Penggunaan jenis pelarut yang memiliki polaritas yang sesuai dengan komponen bioaktif rosella dan metode ekstraksi yang akan dikembangkan, memberikan peluang tercapainya tujuan dari proses ekstraksi itu sendiri, yaitu rendemen yang tinggi dan menjaga bahan bioaktif dari kerusakan. Microwave Assisted Extraction (MAE) atau ekstraksi berbantu gelombang mikro merupakan alternatif metode ekstraksi terbaik karena lebih efisien. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan metode ekstraksi ini diantaranya adalah daya gelombang mikro, waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut yang digunakan. Adanya beberapa variabel penentu ini mengakibatkan perlu dilakukannya optimasi proses ekstraksi agar ekstrak yang dihasilkan tinggi dan kerusakan bahan bioaktif dapat ditekan menjadi seminimal mungkin. Ekstrak yang dihasilkan sangat mudah dipengaruhi faktor-faktor lingkungan, oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk menjaga kestabilan ekstrak dengan cara nanoenkapsulasi. Nanokapsul yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh bahan pelapis yang digunakan. Bahan nanoenkapsulan diyakini sangat spesifik dan unik dalam memberikan proteksi terhadap inti. Adapun permasalahan tersebut dapat diuraikan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh jenis pelarut terhadap fitokimia, sifat toksisitas, aktivitas antibakteri dan antioksidan ekstrak kelopak bunga rosella yang dihasilkan. 2. Bagaimana kondisi optimum ektraksi senyawa senyawa fenolik meng-gunakan metode ekstraksi berbantu gelombang mikro mengunakan Response surface methodology, melalui analisa rendemen total fenolik, aktivitas antibakteri dan antioksidan. 3. Bagaimana pengaruh perubahan pH, suhu dan lama pemanasan terhadap aktivitas antibakteri dan antioksidan ekstrak dan nanokapsul yang dihasilkan.
Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah: Pengembangan teknologi pengolahan kelopak bunga rosella melalui optimasi ekstraksi berbantu gelombang mikro dan nanoenkapsulasi ekstrak yang dihasilkan sebagai bahan antibakteri dan antioksidan. Tujuan umum ini dicapai melalui serangkaian penelitian dengan tujuan-tujuan khusus sebagai berikut: 1. Mendapatkan jenis pelarut yang tepat melalui analisa terhadap karakteristik fitokimia, toksisitas, aktivitas antibakteri dan antioksidan ekstrak kelopak bunga rosella yang dihasilkan. 2. Mendapatkan kondisi optimum ekstraksi senyawa-senyawa fenolik berbantu gelombang mikro melalui analisa rendemen total fenolik, aktivitas antioksidan dan antibakteri. 3. Mempertahankan stabilitas ekstrak kelopak bunga rosella terhadap perubahan pH, suhu dan lama pemanasan melalui nanoenkapsulasi.
4 Hipotesa Hipotesa yang dibangun untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Pelarut yang tepat akan menghasilkan rendemen, aktivitas antioksidan dan antibakteri tinggi. 2. Ekstraksi berbantu gelombang mikro menggunakan pelarut yang tepat pada kondisi optimum (konsentrasi pelarut, daya gelombang mikro dan waktu ekstraksi) akan menghasilkan ekstrak dengan kandungan total fenolik maksimum. 2 Nanoenkapsulasi mampu mempertahankan stabilitas senyawa senyawa fenolik ekstrak kelopak bunga rosella terhadap perubahan pH, suhu dan lama. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah memberikan kontribusi dalam pengembangan teknologi pengolahan kelopak bunga rosella untuk mendapatkan rendemen yang lebih tinggi dan stabilitas produk yang lebih baik. Dengan demikian efisiensi proses dan fleksibilitas pemanfaatan produk dapat ditingkatkan sekaligus menjamin kestabilan produk selama transportasi dan penyimpanan. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup peneltian dalam pencapaian tujuan adalah sebagai berikut: 1. Kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa) yang digunakan adalah kelopak bunga rosella merah. 2. Pelarut yang dicobakan adalah pelarut nonpolar (heksan), semipolar (etil asetat) dan polar (etanol 70%). 3. Peralatan gelombang mikro (microwave) yang digunakan adalah tipe tertutup spesifikasi merk Electrolux EMM 2007 X, 220 V , maksimum 800 W, Total 1250 W. 4. Nanoenkapsulan yang digunakan adalah β siklodekstrin. Kebaruan Topik Penelitian 1. Penerapan dan optimasi ekstraksi berbantu gelombang mikro untuk mengekstrak komponen bioaktif kelopak bunga rosella. 2. Aplikasi teknologi nanoenkapsulasi dalam mempertahankan kestabilan komponen bioaktif ekstrak kelopak bunga rosella. Kerangka Umum Penelitian Penelitian dilakukan secara berurutan dan terstruktur, dengan cara proses berpikir sepeti terlihat pada Gambar 1. Pada tahap awal, peneliti melakukan investigasi mengenai komponen bioaktif rosella yang memberikan pengaruh sebagai antioksidan dan antibakteri, dan metode ekstraksi yang biasa digunakan. Tahap ini menghasilkan informasi adanya permasalahan dalam mempertemukan antara karakteristik bahan bioaktif yang terkandung dalam rosella dan metode
5 ekstraksi terpilih yaitu ekstraksi berbantu gelombang mikro (Microwave Asissted Extraction/MAE). Berikutnya, dilakukan kajian mengenai beberapa alternatif yang dimunculkan. Pemilihan metode MAE menimbulkan persoalan mengenai pelarut yang cocok digunakan. Pelarut yang digunakan harus sesuai dengan metode ekstraksi yang akan digunakan dan memiliki polaritas yang sama dengan kandungan bahan bioaktif rosella, sebagai target yang akan diekstrak. Hasil tahap ini penting untuk tahap beikutnya, yaitu optimasi ekstraksi berbantu gelombang mikro. Seperti proses ekstraksi lainnya, MAE dipengaruhi banyak faktor. Jumlah pelarut, ukuran partikel, suhu, waktu dan pH. Kajian penelitian ini menempatkan faktor daya gelombang mikro, pelarut (konsentrasi pelarut terpilih) dan waktu sebagai faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan teknik MAE yang akan digunakan. Berdasarkan hal tersebut maka dirasakan perlu satu kajian untuk melakukan optimasi ekstraksi berbantu gelombang mikro serta karakterisasi ekstrak yang dihasilkan. Mengingat komponen bioaktif rosella sangat dipengaruhi faktor-faktor eksternal. Tahap ketiga kegiatan penelitian diaplikasikan untuk mempertahankan kestabilan ekstrak yang dihasilkan melalui teknik nanoenkapsulasi. Pemilihan bahan enkapsulan harus sesuai dengan karakteristik bahan bioaktif yang akan dilindungi, karena masing masing bahan enkapsulan akan memberi proteksi yang spesifik.
6
KELOPAK BUNGA ROSELLA Potensi kandungan senyawa bioaktif Jumlah sedikit namun memiliki added value tinggi
KONDISI
PERMASALAHAN
MAE: Banyaknya variabel yang mempengaruhi
Reaktif
NANOENKAPSULASI ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
METODE EKSTRASI maserasi, sokletasi, perkolasi . Tidak ekonomis
OPTIMASI EKSTRAKSI
daya Konsentrasi Pelarut Waktu
Jenis Pelarut
KESENJANGAN INFORMASI
Pengaruh aplikasi nanoenkapsulasi terhadap ciri fisik, kimia dan stabilitas nanoenkapsulan yang dihasilkan
Pengaruh kondisi optimasi terhadap aktivitas antioksidan dan antibakteri, serta stabilitas ekstrak
Pengaruh jenis pelarut terhadap toksisitas, aktivitas antibakteri dan antioksidan ekstrak rosella
RENCANA KAJIAN
Aplikasi teknologi nanoenkapsulasi
optimasi dan karakterisasi
pemilihan pelarut
Gambar 1 Rumusan masalah dan kajian penelitian
7 Keterkaitan Antar Bab Untuk memudahkan, berikut ini dikemukan keterkaitan antar bab seperti Gambar 2. Hal penting yang perlu dicermati dalam memahami karya tulis ini adalah bahwa tiga tahapan penelitian yang dilakukan merupakan satu kesatuan utuh dan berurutan dengan pemahaman kegiatan penelitian pertama (Bab 4) adalah dasar dilakukannya kegiatan penelitian kedua (Bab 5). Selesainya bab 5, adalah dasar dilakukannya kegiatan penelitian ketiga (Bab 6). Pembahasan kolaborasi ketiganya dilakukan dalam pembahasan umum yan dilanjutkan dengan kesimpulan dan saran umum, sebagai jawaban atas tujuan besar penelitian seperti yang disampaikan dalam Bab 1. 1 Pendahuluan Latar belakang, perumusan masalah, tujuan, ruang lingkup, manfaat, kerangka pikir dan keterkaitan antar bab
2 Tinjauan Pustaka Telaah mengenai Rosella, senyawa antimikroba, antioksidan,
3 Metode Bahan, alat tahapan kegiatan penelitian, pengukuran total fenolik, antosianin, vitamin C, aktivitas antioksidan dan antibakteri
6 Stabilitas ekstrak dan nanoenkapsulan kelopak bunga rosella pada berbagai variasi suhu dan pH
5 Optimasi ekstraksi fenolik dari rosella berbantu gelombang mikro
4 Evaluasi toksisitas, aktivitas antibakteri dan antioksidan komponen bioaktif rosella dengan variasi pelarut
7 Pembahasan Umum
8 Simpulan dan Saran
Gambar 2 Keterkaitan antar bab
8
2 TINJAUAN PUSTAKA Rosella Morfologi Rosella yang mempunyai nama ilmiah Hibiscus sabdarifa linn merupakan anggota famili Malvaceae. Rosella dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dan sub tropis. Tanaman ini mempunyai habitat asli di daerah terbentang dari India hingga Malaysia. Saat ini rosella telah tersebar luas di seluruh daerah tropis maupun sub trobis. Rosella memiliki nama berbeda-beda di setiap negara. Dikenal sebagai karkadah di Mesir, Krachiap Daeng di Thailand dan Chukair di Bangladesh.Rosella merupakan herba tahunan yang bisa mencapai ketinggian 0,5 – 3 meter. Batangnya bulat, tegak, berkayu dan berwarna merah. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangannya menjari, ujung tumpul namun bergerigi, pangkal berlekuk, panjang daun 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm, tangkai daun bulat berwarna hijau. Bunga rosella yang keluar dari ketiak daun merupakan bunga tunggal artinya pada setiap tangkai hanya terdapat satu bunga. Bunga itu mempunyai 8-11 helai kelopak yang berbulu, panjangnya 1 cm, pangkalnya saling berlekatan dan berwarna merah (Gambar 2). Bagian inilah yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman (Maryani dan Kristiana, 2005).
Gambar 3 Kelopak bunga rosella Senyawa kimia kelopak rosella Kandungan penting yang terdapat dalam kelopak bunga rosella adalah pigmen antosianin yang membentuk flavonoid yang berperan sebagai antioksidan. Flavonoid rosella terdiri dari flavonols dan pigmen antosianin. Mourtzinos et al. (2008) menyatakan bahwa kelopak bunga mengandung senyawa fenolik dan antosianin. Antosianin merupakan sumber antioksidan alami. Pigmen antosianin ini membentuk warna ungu kemerahan menarik dikelopak rosella. Antosianin diyakini sebagai antioksidan yang diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit degeneratif (Mardiah, 2010).
9 Azza et al.(2007) menyatakan bahwa kandungan fisikokimia kelopak bunga rosella, yaitu kadar air 12,81%, protein 7,51%, lemak 0,46%, serat 11,17% dan abu 11,24%. Rosella mengandung mineral K,P, Na Ca, Mg, Fe, Zn, Cu dan Mn, asam askorbat (140.13 mg/100g), total antosianin (622,91mg/100g) dan total fenolik (37.42 mg/g bk). Senyawa Antimikroba dari Tanaman Penelitian mengenai aktivitas antimikroba dari golongan fenolik tanaman telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Haraguchi et al. (1998), yang menyatakan bahwa senyawa fenolik tanaman terbukti memiliki aktivitas antibakteri, yang dapat menghambat pertubuhan bakteri gram positif seperti Staphylococcus sp, dan Basillus sp ataupun terhadap bakteri gram positif seperti Pseudomonas sp dan kelompok koliform. Rostinawati (2009) menyatakan bahwa Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) tanaman uji bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) sebesar 0,20 g/ml terhadap Eschericia coli, Salmonella typhy dan Staphylococcus aureus. Nilai kesetaraan 1 mg aktivitas ekstrak etanol bunga rosella (Hisbiscus sabdariffa L.) terhadap tetrasiklin hidroklorida sebesar 0,000044 mg, untukE. coli; 0,000221 mg untuk S. typhy dan 0,000056 mg untuk S.aureus. Samsumaharto dan Sari (2010) menyimpulkan bahwa ekstrak etil asetat rosella mempunyai daya bunuh terbesar pada konsentrasi 25% (b/v). Mekanisme penghambatan dan kerusakan mikroba oleh senyawa antimikroba berbeda-beda. Penghambatan mikroba oleh senyawa antimikroba secara umum disebabkan oleh: (i) gangguan pada komponen penyusun sel, terutama komponen penyusun dinding sel; (ii) reaksi dengan membran sel yang dapat mengakibatkan perubahan permeabilitas dan kehilangan komponen penyusun sel; (iii) penghambatan terhadap sintesis protein dan (iv) gangguan fungsi material genetik (Davidson, 2001). Menurut Kanazawa et al. (1995) terjadinya proses tersebut disebabkan oleh adanya pelekatan senyawa antimikroba pada permukaan sel mikroba atau senyawa tersebut berdifusi ke dalam sel. Naufalin et al. (2005) menyatakan bahwa mekanisme kerja ekstrak etil asetat bunga kecombrang adalah merusak dinding sel bakteri dan selanjutnya merusak membran sitoplasma dan menghambat proses pembelahan sel yang ditunjukkan dengan terbentuknya sekat. Kemampuan senyawa antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh kestabilannya terhadap protein, lipid, garam dan tingkat keasaman (pH) dalam medium pertumbuhan (Nychas dan Tassou, 2000). Tingkat keasaman merupakan faktor yang sangat mempengaruhi efektivitas senyawa antimikroba. Sebagian besar senyawa antimikroba pangan merupakan asam-asam lemah yang efektif dalam bentuk tidak terdisosiasi karena dalam bentuk ini senyawa antimikroba dapat masuk dalam membran sitoplasma mikroorganisme (Davidson, 2001). Penurunan pH sitoplasma akan mempengaruhi protein struktural sel, enzim-enzim, asam nukleat dan fosfolippid membran. Suhu dan waktu pemanasan juga mempengaruhi stabilitas senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba yang bersifat volatil akan menguap dan hilang jika dipanaskan (Branen, 1993). Ewald et al. (1999) melaporkan bahwa aktivitas antibakteri kuersetin dan kaemferol dari golongan flavonoid menurun sebesar 48% dan 68% dengan adanya pemanasan pada suhu 60oC selama 2 jam.Ekstrak daun H sabdariffa L terbukti memiliki sifat antimikroba melalui penelitian lebih
10 Tabel 1 Nilai KHM Mikroba dari pengujian ekstrak tanaman terhadap mikroba patogen dan perusak pangan Sumber ekstrak Ekstrak jahe Ekstrak daun beluntas Ekstrak daun salam Ekstrak kulit kayu sikam Ekstrak bunga kecombrang
Mikroba V. cholera E.colli dan S.typhi B.subtillis S.typhi P.fluorosence B.cereus E.colli B. cereus P aeruginosa A hidrophila
Nilai KHM 5 mg/ml 10 mg/ml 24 mg/ml 31,9 mg/g 6,6 mg/g 39,7 mg/g 50 ul/ml 3 mg/ml
Pustaka Radiati (2002) Ardiansyah et al. (2003) Nuraida dan Dewanti (2001) Saragih et al. (2003) Naufalin (2005)
dari 40 tahun. Penelitian tentang hal ini pertama kali dilakukan oleh Sharaf et al. (1960) yang menemukan bahwa ekstrak daun rosella menggunakan pelarut air dapat menghambat pertumbuhan Pasteurella, Pseudomonas, Proteus and Streptococcus. Kemudian, Oboh et al. (2004) mempelajari pengaruh dari ekstrak rosella menggunakan pelarut air untuk menghambat pertumbuhan P. aeruginosa, Lactobacillus sp., Bacillus sp., danCorynebacterium sp. Kesimpulannya, ekstrak rosella tersebut mampu menghambat seluruh bakteri yang ada. Lactobacillus sp. adalah bakteri dengan zona bening penghambatan yang terluas. Mikroba yang dapat digunakan untuk menguji aktivitas antimikroba pada aplikasinya dibidang pangan meliputi bakteri, kapang dan kamir. Mikroba tersebut ada yang dapat digolongkan dalam mikroba patogen atau perusak yang dapat dihambat pertumbuhannya dengan antimikroba dari rempah-rempah. Kepekaan mikroba berbeda-beda tergantung komponen aktif yang terdapat pada tanaman. Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) mikroba dari pengujian ekstrak tanaman terhadap mikroba patogen dan perusak pangan disajikan pada Tabel 1. Mikroba perusak pangan dan patogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari jenis bakteri gram positif yaitu Staphylococcus aerus, dan bakteri gram negatif yaitu Eschericia coli. Antioksidan Menurut Othman et al. (2007) komponen-komponen antioksidan adalah mikrokonstituen dalam bahan pangan yang dapat menghambat oksidasi lipid dengan penghambatan pada rantai reaksi oksidasi tahap inisiasi atau propagasi dan juga dilibatkan dalam penghambatan radikal bebas. Makanan seperti buahbuahan, sayuran dan biji-bijian dilaporkan mengandung berbagai macam komponen antioksidan. Secara umum senyawa antioksidan diartikan sebagai zat yang mampu mencegah atau memperlambat oksidasi (Schuler, 1990). Menurut Kochar dan Rossel (1990) antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi autooksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid. Antioksidan sangat penting dalam usaha untuk menghambat reaksi oksidasi yang menghasilkan radikal bebas dan turunannya. Reaksi oksidasi berlangsung dalam tiga tahap, yaitu:
11 Inisiasi : RH →R* + H* Propagasi : R* + O2→ROO* ROO* + RH →ROOH + R* Terminasi : * * ROO + ROO →ROOR + O2 ROO* + R*→ROOR R* + R* →RR Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang mempunyai satu elektron atau lebih yang tidak berpasangan. Secara teoritis, radikal bebas dapat terbentuk bila terjadi pemisahan ikatan kovalen (Muhilal, 1991). Tahap inisiasi merupakan tahap pembentukan radikal bebas lemak bila hidrogen (sebenarnya sebuah proton) meninggalkan karbon α-metilena pada gugus asam lemak tak jenuh dari molekul lemak (RH). Hasil reaksi inisiasi berupa radikal bebas (R*) yang sangat peka terhadap serangan oksigen atmosfer dan membentuk radikal peroksi tak stabil (ROO*). Radikal peroksi tak stabil berperan sebagai inisiator dan pemacu kuat oksidasi selanjutnya. Pada proses selanjutnya, pemecahan oksidatif lemak dan minyak menjadi proses yang dipacu oleh dirinya sendiri (autokatalitik) atau autooksidatif. Reaksi berantai antara peroksi radikal (ROO*) dengan lemak (RH) menghasilkan hidroperoksida (ROOH) dan radikal hidrokarbon (R*) baru. Radikal baru ini kemudian berperan dalam reaksi berantai karena bereaksi dengan molekul oksigen lain. Hidroperoksida ini kemudian dapat mengalami pemecahan menjadi senyawa organik yang lebih kecil, seperti: aldehid, malonaldehid, keton, dan asam yang memberikan bau dan cita rasa tak enak yang dikenal dengan ketengikan. Bila dua radikal bergabung maka terjadi terminasi. Jika tidak ada lagi radikal yang tersedia untuk reaksi lebih lanjut dengan oksigen, tentu saja diperlukan reaksi inisiasi yang baru apabila oksidasi akan terus berlangsung (Tranggono et al., 1989). Penghambatan oksidasi oleh antioksidan dapat dilakukan secara primer dan sekunder. Penghambatan secara primer terjadi apabila antioksidan memutus reaksi berantai (chain breaking) pembentukan rantai oksidasi. Penghambatan sekunder terjadi apabila antioksidan mengubah radikal lipid ke bentuk yang lebih stabil, mendeaktifkan ion logam yang merupakan prooksidan, menangkap oksigen, dan mengikat oksigen bebas. Senyawa yang berperan sebagai antioksidan primer adalah fenolik. Radikal yang terbentuk dari reaksi fenolik dengan radikal lipid distabilkan melalui delokalisasi elektron yang tidak berpasangan di sekeliling cincin aromatik. Stabilitas radikal fenoksil mengurangi kecepatan propagasi pada reaksi autooksidasi karena reaksi ini berjalan lebih lambat dibanding reaksi propagasi tanpa adanya antioksidan. Pengaruh konsentrasi antioksidan pada kecepatan autooksidasi tergantung pada beberapa faktor, antara lain: struktur antioksidan, kondisi oksidasi dan sampel yang teroksidasi (Gordon, 1990). Antioksidan digolongkan menjadi dua jenis berdasarkan sumbernya, yaitu antioksidan sintetis dan alami. Antioksidan sintetis merupakan antioksidan yang dihasilkan dari sintesis bahan-bahan kimia. Antioksida jenis ini sangat efektif namun berefek kurang baik pada kesehatan. Penggunaan antioksidan alami yaitu
12 antioksidan yang berasal dari hasil ekstraksi bahan alami pada industri pangan dirasa lebih aman bagi kesehatan. Lestari et al. (2005) melaporkan bahwa pada buah duwet masak (ungu) kemampuan menurunkan oksidasi asam linoleat hampir setara dengan BHT (Butyl Hidroxy Toluene) sebagai antioksidan sintetis. Suratmo (2005) mengkaji tentang aktivitas antioksidan daun sirih merah yang diekstraksi secara bertingkat dengan pelarut yang berbeda tingkat polaritasnya. Ekstrak menggunakan pelarut etanol memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi dibandingkan ekstrak menggunakan etil asetat dan heksana. Molyneux (2004) menyatakan bahwa secara spesifik suatu senyawa sering dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm (IC50< 50 ppm), kuat (50 ppm< IC50< 100 ppm), sedang (100 ppm< IC50<150 ppm), lemah (150 ppm
200 ppm). Aktivitas antioksidan dapat diukur dengan metode feritiosianat dengan cara melihat jumlah peroksida yang terbentuk selama inkubasi sampel. Bilangan peroksida dalam metode feritiosianat dinyatakan sebagai senyawa yang dapat mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ yang menghasilkan warna merah yang diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 500 nm. Tingginya nilai absorbani mengindikasikan tingginya konsentrasi peroksida. Pengukuran aktivitas antioksidan menggunakan metode feritiosianat berdasarkan kemampuan terbentuknya senyawa senyawa radikal yang bersifat reaktif. Senyawa radikal yang terbentuk akan berubah menjadi senyawa karbonil dalam hal ini sebagai senyawa aldehid atau keton yang mempunyai aroma tengik (Naufalin, 2013) Proses terjadinya senyawa radikal bebas ini disebabkan oleh oksidasi senyawa linoleat dalam buffer yang diinkubasi pada suhu 40⁰C selama beberapa jam. asam linoleat dalam uji ini berperan sebagai substrat yang dioksidasi. Absorbansi hasil oksidasi diukur dengan menggunakan FeCl2 dan NH4CNFe2+ yang berperan sebagai mediator mengkatalisis peroksida lipid. Senyawa Fenolik Senyawa fenolik merupakan senyawa kimia yang memiliki cincin aromatik yang mengandung satu atau lebih gugus hidroksil, termasuk turunan fungsionalnya (ester, metil ester, glikosida dan lainnya). Kebanyakan polifenol memiliki dua atau lebih grup hidroksil dan merupakan komponen bioaktif yang terdapat secara luas pada pangan nabati. Senyawa ini merupakan hasil metabolit sekunder dari tanaman. Kebanyakan komponen fenolik pada tanaman terdapat vakuola dari tanaman tersebut, oleh sebab itu, kebanyakan dari polifenolik yang telah dikenal luas memiliki potensi untuk bereaksi dengan protein atau komponen sitoplasma lainnya (Tang, 1992) Senyawa polifenolik tanaman banyak terdapat pada kulit kayu, batang, daun, buah, akar, bunga, biji dan serbuk sari (Pratt dan Hudson, 1990). Pada tanaman, komponen fenolik digunakan sebagai respon perlindungan terhadap serangan patogen. Komponen fenolik dapat terdiri dari fenol-fenol sederhana, asam fenolik, turunan asam hidroksinamat dan flavanoid (Tang, 1992). Senyawa fenolik pada tanaman dapat mengalami berbagai reaksi. Salah satunya adalah browning enzimatis. Reaksi ini diakibatkan oleh polifenol
13 oksidase pada tanaman tersebut. Proses tersebut dapat mengakibatkan penurunan kandungan gizi dan perubahan zat warna serta flavour. Fungsi senyawa fenolik dalam kapasitasnya sebagai antioksidan telah banyak diteliti. Zat penangkap radikal (radical scavenger) umumnya memberikan satu elektron kepada elektron yang tidak berpasangan dari radikal bebas sehingga menetralkannya. Polifenol diketahui sangat aktif dalam hal ini, begitu pula dengan propilgalat, ellagic acid, flavonoid, asam askorbat dan tokoferol (Bors et al., 1992). Pengujian kapasitas fenolik umumnya dilakukan dengan menggunakan uji Folin-Ciocalteau. Metode ini digunakan untuk menentukan total fenolik pada sampel. Reagen Folin Ciocalteau adalah metode yang tidak spesifik dan dapat mendeteksi seluruh senyawa fenolik yang terdapat pada sampel. Kekurangan dari metode ini adalah adanya kemungkinan gangguan dari komponen pereduksi lainnya seperti asam askorbat (Shahidi dan Nackz, 1995). Penentuan total kandungan fenolik dilakukan dengan metode Folin Ciocalteau. Standar yang digunakan adalah asam tanat yang nantinya dignakan untuk membentuk suatu kurva standar. Perhitungan kadar fenolik dilakukan dengan pengenceran ekstrak terlebih dahulu. Pengenceran dilakukan karena tingginya kandungan fenolik pada ekstrak mengakibatkan spektrofotometer tidak dapat membaca nilai absorbansi dari ekstrak dalam larutan. Umumnya, ekstrak diencerkan dengan perbandingan antar 1:500 sampai 1:1000 (Singh et al., 2002). Analisis komponen fenolik sangat dipengaruhi oleh keadaan alaminya, metode ekstraksi yang dilakukan, ukuran partikel sampel, waktu dan kondisi penyimpanan, pemilihan standar, keberadaan senyawa pengganggu lain seperti lemak dan klorofil serta metode analisis itu sendiri (Shahidi & Nackz, 1995). Menurut Pratt & Hudson (1990), antioksidan alami banyak terdapat dalam tanaman dan komponen tersebut terkandung pada seluruh bagan tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, kulit, ranting dan buah. Fenolik dapat menghambat oksidasi lipid dengan menyumbangkan atom hidrogen. Komponen antioksidan yang ada di alam mempunyai struktur kimia yang berbeda-beda. Pada umumnya senyawa tersebut adalah asam amino, asam askorbat, karotenoid, asam sinamat, flavonoid, melanoidin, asam-asam organik tertentu, zat pereduksi, peptida, fosfatida, polifenolik, tanin dan tokoferol (Dugan, 1985). Menurut Shahidi & Nackz (1995), tidak ada sistem ekstraksi yang sangat cocok untuk isolasi semua jenis senyawa fenolik dan bahkan jenis spesifik tertentu dari senyawa fenolik tersebut. Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Proses Ekstrasi Proses ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor (Gertenbach, 2002), yakni: 1. Jenis pelarut Jenis pelarut sangat berpengaruh terhadap jumlah salute yang terekstrak serta mempengaruhi laju ekstraksi. Secara umum etanol, air dan campuran keduanya merupakan pelarut yang sering dipilih dalam proses ekstraksi produk farmasi karena dapat diterima oleh konsumen. Pemilihan pelarut harus berdasarkan polaritas dan gugus polar dari senyawa yang akan diisolasi. Senyawa polar
14 akan lebih mudah larut dalam pelarut polar dan senyawa non polar akan lebih mudah terekstrak dengan pelarut non polar. Derajat polaritas sangat tergantung pada ketetapan dielektrik (Houghton dan Raman, 1998). Makin besar tetapan dielektrik makin polar pelarut tersebut. Tabel 2 Konstanta dielektrik beberapa pelarut Jenis Pelarut n-heksana Petroleum ether Diethil ether Khloroform Etil asetat Aseton Etanol Metanol Air
Konstanta Dielektrik 1,89 1,90 3,34 4,81 6,02 20,70 24,30 33,60 80,40
Sumber: Markom et al. (2007) Kemampuan etanol dan metanol dalam menyerap energi gelombang mikro adalah lebih rendah daripada air karena nilai konstanta dielektriknya lebih rendah daripada air. Sementara itu, heksan dan pelarut lain yang kurang polar hanya akan melewatkan gelombang mikro sehingga tidak akan menghasilkan panas. Hal tersebut seperti terlihat pada Tabel 2. 2. Temperatur Secara umum, temperatur yang lebih tinggi akan meningkatkan kelarutan salute didalam pelarut. Temperatur dibatasi oleh titik didih pelarut yang digunakan. Chumsri et al. (2009) menyatakan bahwa kelopak bunga rosella yang diekstrak pada suhu 60oC memiliki kandungan senyawa senyawa antioksidan 22 mg/g. 3. Rasio pelarut-bahan baku Rasio pelarut-bahan baku yang semakin besar akan memperbesar konsentrasi saluteyang terlarut pada permukaan partikel, sehingga akan memperbesar gradient konsentrasi didalam dan di permukaan patikel padatan. Akibatnya laju ekstraksi akan semakin meningkat. Namun demikian, semakin banyak pelarut yang digunakan maka proses hilirnya akan semakin mahal. Volume pelarut merupakan hal yang harus diperhatikan dalam suatu proses ekstraksi. Volume pelarut harus cukup guna meyakinkan bahwa seluruh bahan terendam dalam pelarut (Mandal et al.,2007). Chumsri et al. (2008) menyatakan bahwa, ratio bahan 1:10 memberikan total antioksidan yang lebih tinggi dengan menggunakan pelarut air. Umumnya dalam teknik ekstraksi konvensional, rasio pelarut-bahan baku yang lebih besar akan meningkatkan perolehan ekstrak, namun dalam ekstraksi gelombang mikro rasio pelarut-bahan baku yang lebih besar dapat mengakibatkan turunnya perolehan ekstrak (Zheng et al., 2011; Wang et al., 2010; Li et al., 2009). Selain berakibat pada turunnya rendemen, dari segi ekonomis, jumlah pelarut yang berlebih juga tidak menguntungkan karena berakibat pada tingginya biaya pelarut dan pemurnian.
15 4. Ukuran partikel Secara umum, laju ekstraksi akan meningkat bila ukuran partikel umpan pada proses ekstraksi semakin kecil. Ekstraksi Berbantu Gelombang Mikro Ekstraksi berbantu gelombang mikro pertama kali dilakukan oleh Ganzler dan Salgo (1986). Mereka mengekstrak berbagai senyawa dari tanah, bahan makanan, biji-bijian dan menyatakan bahwa ekstraksi berbantu gelombang mikro lebih efektif dibandingkan dengan ekstraksi menggunakan Soxhlet. Bila dibandingkan dengan metode yang lain, ekstraksi dengan pemanasan gelombang mikro membutuhkan waktu yang jauh lebih singkat. Seringkali waktu ekstraksi 15-20 menit memberikan hasil yang baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian. Rostagno et al. (2007) mengekstrak isoflavone pada tepung kedelai menggunakan etanol 50% pada suhu 500C.Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai rendemen optimum adalah 20 menit. Hasil senada juga ditunjukkan oleh Chen et al. (2007). Mereka mengekstrak triterpenoid alkaloid dari Ganoderma atrum dengan pelarut etanol 95% pada suhu 700C. Rendemen triterpenoid saponin meningkat seiring dengan meningkatnya durasi pada awal-awal ekstraksi dan mencapai titik maksimum yakni 1,066% pada waktu 20 menit. Beberapa proses ekstraksi menggunakan gelombang mikro membutuhkan waktu yang lebih lama dari 20 menit. Bai et al. (2006) mengekstrak triterpenoid dari akar Actinidia deliciosa menggunakan ekstraksi berbantu gelombang mikro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses ekstraksi menggunakan gelombang mikro optimum pada waktu ekstraksi 30 menit dengan persentase triterpenoid yang terekstrak mencapai 84,69%. Namun demikian, tidak sedikit peneliti yang melaporkan bahwa waktu optimum proses ekstraksi dengan gelombang mikro adalah jauh lebih singkat. Li et al. (2009) menyatakan bahwa waktu optimum proses ekstraksi flavonoid daun mulberry dalam 5 menit dengan rendemen ekstraksi mencapai 2,2%. Hal senada juga dinyatakan oleh Wang et al. (2010), bahwa ekstraksi flavonoid dari Radix puerariae membutuhkan waktu 5 menit untuk memperoleh hasil ekstraksi yang optimum. Daya gelombang mikro dan waktu merupakan dua faktor yang saling mempengaruhi. Kombinasi daya yang rendah dan waktu ekstraksi yang panjang dan sebaliknya merupakan pilihan yang bijak mengingat kombinasi tersebut dapat menghindari terjadinya degradasi termal produk. Secara umum, efisiensi ekstraksi dengan waktu ekstraksi yang singkat akan meningkat seiring dengan meningkatnya daya mikrowave dari 30-150 W (Shu et al., 2003). Namun demikian pada daya yang lebih tinggi (400-1200W), variasi daya tidak memberikan pengaruh yang nyata pada rendemen ekstraksi (Gao et al., 2006). Response Surface Methodology Response Surface Methodology (RSM) adalah teknik yang digunakan untuk mengkaji proses yang memiliki tingkat kerumitan tinggi. Teknik ini berhasil diterapkan untuk optimasi proses pangan. Metode ini terdiri dari sekumpulan prosedur matimatika dan statistika dan dapat digunakan untuk mempelajari satu
16 atau lebih respon (variabel tidak bebas) dan sejumlah faktor (variabel bebas). Metode ini menghasilkan model matematis yang dapat mendeskripsikan keseluruhan proses. Central Composite Desain (CCD), dirancang untuk menyesuaikan model orde kedua. CCD mengkombinasikan vertices hipecubes dimana koordinat diberikan dengan 2n faktorial disain dengan star point. Star point ditambahkan ke dalam disain faktorial untuk mengestimasi bentuk kurva dari model. Jika model telah cukup dan sesuai, yang ditunjukkan dengan mengecek diagnosa yang disediakan ANOVA, plot kountur dapat digunakan untuk mengkaji permukaan respon dan menentukan titik optimum (Zheng et al., 2011)
17
3 METODE Bahan Bunga rosella merah (Hibiscus sabdariffa) yang dibeli di pasar lokal Beringharjo, Yogyakarta, pelarut heksan, etil asetat, etanol absolute (PA) dan bahan kimia lain untuk analisis. Bakteri uji yang digunakan adalah Staphylococcus aureus ATCC 25923, dan Escherichia coli ATCC 25922. Bahanbahan lain yang digunakan adalah larva udang (Artemia salina Leach), air laut untuk uji toksisitas, media padat nutrient agar (NA), media cair nutrient broth (NB) untuk perbanyakan dan pemeliharaan kultur bakteri, serta kloramfenikol untuk standar uji antibakteri. Bahan nanoenkapsulasi yang digunakan adalah βsiklodextrin Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi shaker, vakum evaporator, autoklaf, inkubator, pipet mikro, multiwell plates, spektrofotometer, microwave elektrolux, freeze drier, mini SEM, TEM. Selain itu juga diperlukan peralatan gelas untuk analisis Tahapan Kegiatan Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahap kegiatan penelitian yang saling terkait. Kegiatan pertama yang dilakukan adalah evaluasi toksisitas, aktivitas antibakteri dan antioksidan ekstrak kelopak bunga rosella dengan variasi pelarut. Kegiatan kedua adalah melakukan optimasi ekstraksi total fenolik kelopak bunga rosella. Evaluasi toksisitas, aktivitas antibakteri dan antioksidan ekstrak kelopak bunga rosella dengan variasi pelarut 1. Ekstraksi Kelopak bunga rosella Serbuk kelopak bunga rosella kering dengan ukuran 60 mesh sebanyak 25 g direndam masing-masing dalam pelarut heksana, etil asetat dan etanol 70% dengan perbandingan 1:10 (b/v). Kemudian campuran dimaserasi selama 24 jam pada suhu kamar (25oC) sambil dikocok dengan shaker. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan vakum evaporator pada 70oC, 40 cmHg, dan dihembus dengan N2. Tahap penelitian disajikan pada Gambar 3. Penentuan pelarut yang tepat untuk penelitian selanjutnya, dilakukan dengan serangkaian pengujian, yaitu kandungan fitokimia, toksisitas, aktivitas antibakteri dan antioksidan. 2. Penentuan kandungan fitokimia (Harborne, 1996). 3. Uji toksisitas Uji toksisitas dilakukan menggunakan metode Bhrine Shrimp Lethality Test (Al Mamun et al., 2011). 4. Uji aktivitas antibakteri Penentuan nilai KHM dan KBM (Sharma et al. 2011; Doughari 2006) Penentuan nilai KHM (konsentrasi hambat minimum) dan KBM (konsentrasi bunuh minimum) dilakukan dengan metode dilusi. Ekstrak etanol sebanyak 1
18 mL dengan berbagai konsentrasi (1000 ppm sampai 15.000 ppm) dicampur dengan 1 mL media NB yang telah mengandung bakteri uji. Masing-masing dimasukan dalam tabung reaksi, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Konsentrasi ekstrak yang tidak terdapat pertumbuhan bakteri (bening) secara visual dideskripsikan sebagai nilai KHM. Konsentrasi ekstrak yang bening dicampur dengan media NA dan dituangkan ke dalam cawan petri, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Nilai KBM ditentukan berdasarkan pada konsentrasi ekstrak terkecil dimana pada media tidak terdapat pertumbuhan koloni bakteri. Pengukuran zona hambat. Media NA steril sebanyak 20 ml diinokulasikan dengan 20 µL kultur segar berumur 24 jam dalam media NB, dikocok merata kemudian dituang dalam cawan petri steril dan dibiarkan membeku. Sebanyak 10 µL ekstrak kelopak bunga rosella diteteskan dalam kertas cakram berukuran 6 mm, kemudian kertas cakram diletakkan pada cawan petri yang berisi media agar padat. Selanjutnya cawan-cawan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Pengamatan dilakukan dengan mengukur zona bening di sekitar kertas cakram dengan alat kaliper yang menyatakan besarnya aktivitas antibakteri.
Rosella
mulai
Pengeringan (sinar matahari, kering patah) Pengecilan ukuran 60 mesh
Bubuk rosella
Ekstraksi (1:10, 24 Jam, 25⁰C) Etanol 70%, Etil Asetat, Heksan Ekstrak
Pengujian
Pelarut terpilih selesai
Gambar 4 Diagram alir penelitian Tahap I 5. Uji aktivitas antioksidan metode Ferric thiocyanate Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode Ferric Thiocyanate (Al Hashimi, 2012). Sebanyak 0,6 mL ekstrak dilarutkan dalam 0,12 mL
19
6.
7. 8.
9.
etanol 98% dan 2,88 mL larutan 2,51% asam linoleat dalam etanol. Ditambahkan 9 mL buffer phosphate 40 mM (pH 7). Campuran diinkubasi dalam gelap pada suhu 40oC selama 3 hari. Setelah inkubasi 0,1 mL larutan diambil dan ditambahkan 9,7 mL etanol 75%; 0,1 mL ammonium thiosianate 30% dan 0,1 mL 20 mM Ferrous chloride dalam 3,5 HCl. Setelah inkubasi selama 3 menit, diukur absorbansi pada 500 nm. Tingkat oksidasi diukur dengan dengan menghitung rasio absorbansi terhadap blanko (tidak dengan sampel ekstrak.). Sehingga aktivitas antioksidan adalah satu dikurangkan dengan tingkat oksidasi. Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan nilai IC50, adalah konsentrasi ekstrak yang dapat menghambat reaksi oksidasi hingga 50% Analisis total fenolik . Total fenolik ditentukan menggunakan metode Folin-Ciocalteu Chew et al. (2009). Sebanyak 0,4 mL larutan sampel ditambahkan 1,5 mL reagen FolinCiocalteu (10% v/v). Setelah diinkubasi 5 menit dicampur dengan 1,5 mL 7.5% (w/v) larutan Na2CO3. Setelah 90 menit inkubasi pada suhu ruang dan gelap diukur absorbansi pada 765 nm. Asam galat digunakan sebagai standar. Hasil yang didapat direpresentasikan sebagai mg ekuivalen asam galat (GAE)/g bahan. Penentuan Vitamin C (AOAC, 2000), Antosianin (Fuleki et al., 1968) Sebanyak 1 mL sampel ditambah dengan 1 mL acidic etanol (95% etanol +1.5 N HCl (85:15 v/v)) Disimpan semalam pada suhu 40°C. Kemudian diencerkan hingga 10 mL dan disentrifuse 5 menit 1000 rpm. Diukur absorbansinya pada 535 nm. Desain yang digunakan adalah non faktorial dengan enam replikasi, ANOVA tingkat kepercayaan 95 persen (α = 0,05) dilanjutkan dengan BNT. Persamaan rancangan percobaan: Ƴij = µ + ɤi+ βj + ɛ ij Dimana: Ƴij µ ɤi βj ɛij
= = = = =
nilai respon karena perlakuan I pada blok j efek rata-rata umum efek perlakuan i efek blok j efek kekeliruan acak
Optimasi ekstraksi total fenolik kelopak bunga rosella berbantu gelombang mikro Penelitian Pendahuluan 1. Ekstraksi kelopak bunga rosella Serbuk kelopak bunga rosella kering dengan ukuran 60 mesh sebanyak 25 g direndam dalam pelarut terpilih dengan perbandingan 1:10 (b/v). Kemudian dimasukan pada microwave dan dilaksanakan ekstraksi pada berbagai daya (100, 175, 250, 325 dan 400 Watt), konsentrasi etanol (40, 50, 60, 70, 80, 90%) dan waktu (1, 3, 5, 7, 9, 11 menit) secara mandiri. Ekstrak yang diperoleh
20 dipekatkan dengan menggunakan vakum evaporator 70oC, 40 cmHg dan dihembus N2 2. Analisis total fenolik. Analisis total fenolik dilakukan mengunakan metode Chew et al.,2009. 3. Desain yang digunakan adalah non faktorial dengan enam replikasi, ANOVA tingkat kepercayaan 95 persen (α = 0,05) dilanjutkan dengan BNT. Persamaan rancangan percobaan Ƴij = µ + ɤi + βj + ɛ ij Dimana: Ƴij = nilai respon karena perlakuan I pada blok j µ = efek rata-rata umum ɤi = efek perlakuan i βj = efek blok j ɛij = efek kekeliruan acak Penelitian Utama 1. Ekstraksi kelopak bunga rosella Serbuk kelopak bunga rosella kering dengan ukuran 60 mesh sebanyak 25 g direndam dalam pelarut terpilih dengan perbandingan 1:10 (b/v). Kemudian dimasukan pada microwave dan dilaksanakan ekstraksi pada berbagai daya, konsentrasi pelarut dan waktu. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan vakum evaporator70oC, 40 mmHg, dihembus N2. Penelitian Tahap ke-2 disajikan pada Gambar 4. 2. Analisis total fenolik (Chew et al., 2009). 3. Hasil dianalisis dengan menggunakan RSM. Rancangan optimasi dilakukan dengan CCD (Central Composite Design) dan dianalisa menggunakan Response Surface Methodology. Persamaan dengan response tunggal yang diharapkan (Y) adalah: Y =β0 + βixi + βiixi2 + βij xi xj + € Dimana:
adalah nilai dari response yang diharapkan tepat dititik pusat disain yang dikembangkan, yaitu titik (0, 0, 0). i, ii, dan ij berturut turut adalah konstanta linier, kuadratik and cross-product model regresi.
0
21
mulai
Rosella Ekstraksi Variabel mandiri Konsentrasi pelarut: 40,50,60,70,80,90% Daya: 100, 175, 250, 325, 400 Watt Waktu : 1, 3, 5, 7, 9, 11 menit
ekstrak Pengujian total fenol
Optimasi ektraksi Konsentrasi pelarut, Daya, Waktu
ekstrak Pengujian total fenol Variabel optimum Karakterisasi : Phtokimia, Aktivitas Antioksidan Aktivitas Antibakteri,
Variabel optimasi selesai
Gambar 5 Diagram alir penelitian Tahap II 4. Uji aktivitas antibakteri Penentuan nilai KHM dan KBM. Penentuan nilai KHM (konsentrasi hambat minimum) dan KBM (konsentrasi bunuh minimum) dilakukan dengan metode dilusi (Sharma et al. 2011; Doughari 2006 5. Uji aktivitas antioksidan metode Ferric thiocyanate Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode Ferric Thiocyanate (Al-Hashimi, 2012). 6. Penentuan Vitamin C (AOAC, 2000), 7. Total kandungan antosianin (Fuleki et al., 1968). Stabilitas ekstrak dan nanoenkapsulan kelopak bunga rosella pada berbagai variasi pH, suhu dan waktu 1. Nanoenkapsulasi konsentrat Proses nanoenkapsulasi diawali dengan pembuatan larutan nanoenkapsulan. β siklodextrin dicampurkan dengan air bebas ion (total enkapsulan (g) : air bebas ion (ml) adalah 2:10) dan diaduk selama 30 menit. Konsentrat rosella dimasukan kemudian campuran kemudian dihomogenisasi pada suhu 40°C selama 30 menit. Pengecilan partikel menjadi nanopartikel dengan Tokebi 22.000 rpm selama 5 menit, dan dikeringkan dengan freeze drier 10-16 jam. Setelah kering kemudian dihaluskan dengan mortar (Naufalin dan Rukmini, 2013). 2. Uji karakteristik fisikokimia nanokapsul bunga rosella Pengujian karakteristik kimiawi yang dilakukan adalah kandungan: asam askorbat, antosianin dan total fenolik. Karakter fisik yang diamati adalah bentuk mikroskopis.
22
mulai Serbuk rosella Ekstraksi pada kondisi optimum ekstrak Nanoenkapsulasi Β- siklodekstrin nanokapsul
karakteristik: fisik, kimia, aktivitas antibakteri dan antioksidan, stabilitas
selesai
Gambar 6 Diagram alir penelitian Tahap III 3. 4. 5. 6.
Uji aktivitas antioksidan metode Ferric thiocyanate (Al Hashimi, 2012). Total antosianin (Fuleki et al., 1968) Analisis total fenolik (Chew et al., 2009). Uji aktivitas antibakteri. Penentuan nilai KHM dan KBM (Sharma et al., 2011; Doughari, 2006)
23
4 EVALUASI TOKSISITAS, AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN KOMPONEN BIOAKTIF ROSELLA DENGAN VARIASI JENIS PELARUT Pendahuluan Pemakaian bahan alam sebagai obat tradisional di masyarakat dijamin keamanannya oleh pemerintah dengan mengimplementasikannya dalam Permenkes No.760/Menkes/Per/IX/1992 tentang obat tradisional dan fitofarmaka. Tahapan-tahapan yang harus dilewati oleh setiap bahan alam sebelum menjadi sediaan fitofarmaka adalah uji farmakologi eksperimental, uji toksisitas, uji klinis, uji kualitas dan pengujian lain sesuai persyaratan yang berlaku demi menjamin keamanan masyarakat dalam mengkonsumsinya. Penelitian farmakologi terhadap rosella telah dilakukan oleh Wibowo et al. (2009) yang menyatakan bahwa konsentrasi 25% v/v infusum bunga rosella mempunyai aktivitas antimikroba yang setara dengan konsentrasi baku tetrasiklin HCl 18,62 µg/mL. Al Hashimi (2012) melaporkan bahwa aktivitas antibakteri rosella terhadap E coli, S aureus, dan Pseudomonas aeruinosa memperlihatkan derajat hambatan yang berbeda. Aktivitas antioksidan pada konsentrasi 5 mg/mL adalah setara dengan BHT dengan nilai 75,67%. Berdasarkan hal tersebut diatas, menunjukkan bahwa secara farmakologi eksperimental rosella terbukti memiliki aktivitas biologi. Antioksidan dan antibakteri berpotensi dikembangkan di bidang industri farmasi, kecantikan dan pengawetan makanan. Antioksidan diduga mempunyai efek antikanker (Tamat et al., 2007; Winarsi, 2007). Langkah penting berikutnya yang harus dilakukan agar rosella dapat dipercaya berfungsi sebagai antioksidan dan antibakteri adalah menentukan toksisitas, aktivitas antioksidan, dan antibakteri ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa) sebagai uji penapisan awal aktivitas senyawa kimia dalam bunga rosella. Potensi suatu ekstrak tanaman yang diduga mempunyai efek antikanker dapat dideteksi dengan uji toksisitas. Uji toksisitas ini sering dikaitkan dengan potensi suatu ekstrak tanaman sebagai antikanker (Meyer et al., 1982). Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode untuk skrining atau penapisan aktivitas farmakologis pada tanaman obat dan mendeteksi toksisitas ekstrak tanaman (Juniarti et al., 2009). Metode ini bersifat sederhana, mudah dilakukan, murah, cepat, akurat dan membutuhkan ekstrak dalam jumlah sedikit. Fleksibilitas pemanfaatan rosella saat ini masih terbatas mengingat kandungan senyawa bioaktif pada tanaman biasanya sangat kecil berdasarkan berat basahnya. Untuk itu perlu dilakukan ekstraksi kelopak bunga rosella agar mempermudah pemanfaatannya. Ekstraksi komponen bioaktif dari rosella haruslah memperhatikan dua hal yang penting, yaitu karakteristik komponen bioaktif rosella dan metode ekstraksi yang dilakukan. Tsai et al. (2002) menyatakan bahwa kandungan pigmen flavonoid yaitu antosianin, adalah pewarna alami, tidak toksik dan memiliki kemampuan menyembuhkan ini, mudah sekali bereaksi yang mengakibatkan decolorisation Laju kerusakan antosianin
24 tergantung pada beberapa faktor seperti pH, suhu, intermolekular copigmen, asam askorbat, dan oksigen. Untuk itu faktor-faktor yang terkait dengan upaya isolasi kandungan bioaktif dari bunga rosella pun memainkan peranan yang penting agar efisien dengan tetap mempertahankan aktivitasnya. Proses ekstraksi dapat menggunakan 3 jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu heksan (nonpolar), etil asetat (semipolar) dan etanol (polar). Beragamnya polaritas senyawa bioaktif tanaman dan pelarut yang digunakan memungkinkan terjadinya perbedaan jumlah dan jenis serta aktivitas senyawa bioaktif yang terkandung didalamnya. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan toksisitas, aktivitas antioksidan, dan antibakteri ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa) dalam pelarut yang berbeda sebagai uji penapisan awal aktivitas senyawa kimia dalam bunga rosella. Metode Penelitian Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelopak bunga rosella merah (Hibiscus sabdariffa) yang dibeli di pasar tradisional BeringharjoYogyakarta, pelarut etanol absolute (PA), etil asetat (PA), heksan (PA) dan bahan kimia lain untuk analisa. Bakteri uji yang digunakan adalah Staphylococcus aureus ATCC 25923, dan Escherichia coli ATCC 25922. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah larva udang (Artemia salinaLeach), air laut untuk uji toksisitas, media padat Nutrient Agar (NA), media cair Nutrient Broth (NB) untuk perbanyakan dan pemeliharaan kultur bakteri, Kloramfenikol sebagai kontrol positif uji aktivitas antibakteri. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi blender, saringan, shaker, vakum evaporator, autoklaf, pendingin, inkubator, pipet mikro, multiwell plates, spektrofotometer. Selain itu juga digunakan peralatan gelas untuk analisis kimia. Tahapan Penelitian Ekstraksi kelopak bunga rosella Serbuk kelopak bunga rosella kering dengan ukuran 60 mesh sebanyak 10 g direndam dalam pelarut etanol 70%, etil asetat,dan heksan, dengan perbandingan 1:10 (b/v) dimaserasi selama 24 jam pada suhu kamar sambil digoyang menggunakan shaker. Campuran tersebut kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan vacuum evaporator. Ekstrak yang diperoleh digunakan sebagai sampel untuk analisis fitokimia dan pengujian aktivitas lainnya. Penentuan Vitamin C (AOAC, 2000), total kandungan antosianin (Fuleki et al., 1968). Total fenolik ditentukan menggunakan metode Folin-Ciocalteu Chew et al. (2009). Penentuan kandungan fitokimia ekstrak (Harborne, 1996) Penentuan kandungan fitokimia secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya golongan senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak kelopak bunga rosella, meliputi fenolik, alkaloid, flavonoid, steroid,dan tanin.
25 Analisa senyawa fenolik Sebanyak 1 mL sampel diteteskan pada spot plate dan ditambahkan NaOH 10 %. Terbentuk warna merah yang menandakan uji positif adanya senyawa fenolik hidrokuinon Senyawa Steroid dan Triterpenoid Sebanyak 1 mg sampel yang telah kering dilarutkan ke dalam 2 mL kloroform. Kemudian larutan ditambahkan 10 tetes asetat anhidrida dan 3 tetes asam sulfat pekat. Larutan dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Uji positif ditandai dengan terbentuknya warna hijau (senyawa steroid) dan warna merah atau ungu (triterpenoid) Senyawa Alkaloid Sebanyak 1 mL sampel dikocok dengan 10 tetes H2SO4 2M dan lapisan asamnya dipisahkan ke dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendorf yang akan menimbulkan endapan warna berturut turut putih, cokleat dan merah jingga. Senyawa Tannin Sebanyak 1 gram sampel dimasukan ke dalam gelas piala lalu ditambahkan 12 mL air panas dan dididihkan selama 15 menit lalu disaring. Filtrat ditambahkan beberapa mL larutan FeCl3 1%. Timbulnya warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan senyawa tannin positif Senyawa Flavonoid Sebanyak 1 mL atau 1 g sampel dimasukan ke dalam gelas piala kemudian ditambahkan 100 mL air panas dan dididihkan selama 5 menit setelah itu disaring dan filtratnya (10 mL) ditambahkan 0,5 g serbuk magnesium 2 mL alkohol klorhidrat (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 20 mL amil alkohol. Selanjutnya dikocok dengan kuat. Terbentuknya warna merah, kuning dan jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid. Uji toksisitas metode Bhrine Shrimp Lethality Test (BSLT) Uji toksisitas dilakukan menggunakan metode (Juniarti et al.,2009) Penetasan telur udang dilakukan dalam sebuah bejana. Satu ruang dalam bejana tersebut diletakan lampu untuk menghangatkan suhu selama penetesan. Air laut dimasukan dalam bejana + 50-100 mg telur udang untuk ditetaskan. Bejana untuk menetaskan telur udang ditutup menggunakan aluminium foil dan dipanaskan dengan lampu selama penetasan. Sebanyak 10 ekor larva Artemia Salina Leach yang sehat dan berumur 48 jam dimasukan ke dalam vial uji yang berisi air laut. Masing-masing vial uji ditambahkan ekstrak sehingga akan didapat larutan dengan konsentrasi 10, 100, 500, dan 1000 µg/ml. Untuk setiap konsentrasi dilakukan 6 replikasi. Bila sampel tidak larut ditambahkan 2 tetes DMSO. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah larva yang mati dari total larva yang dimasukan dalam vial uji. Perhitungan akumulasi mati untuk konsentrasi 10 µg/mL = angka mati pada konsentrasi tersebut, akumulasi mati untuk konsentrasi 100 µg/mL = angka mati pada konsentrasi 10 µg/mL +
26 angka mati pada konsentrasi 100 µg/mL. Akumulasi mati untuk konsentrasi 200 µg/mL = angka mati pada konsentrasi 10 µg/mL + angka mati pada konsentrasi 100 µg/mL + angka mati pada konsentrasi 200 µg/mL. Akumulasi mati dihitung hingga konsentrasi 1000 µg/mL. Angka akumulasi hidup tiap konsentrasi dihitung sebagi berikut: akumulasi hidup untuk konsentrasi 1000 µg/mL = angka hidup pada konsentrasi 1000µg/mL, akumulasi hidup pada konsentrasi 500µg/mL = angka hidup pada konsentrasi 1000 µg/mL + angka hidup pada konsentrasi 500 µg/mL. Akumulasi hidup pada konsentrasi 200 µg/mL = angka hidup pada konsentrasi 1000 µg/mL + angka hidup pada konsentrasi 500 µg/mL + angka hidup pada konsentrasi 200 µg/mL. Akumulasi angka hidup dihitung hingga konsentrasi 10 µg/mL. Selanjutnya dihitung mortalitas dengan cara akumulasi mati dibagi jumlah akumulasi hidup dan mati/total dikali 100%. Penghitungan LC50 dengan menggunakan analisis probit dari data persen mortalitas larva udang. Nilai LC50 merupakan konsentrasi dimana zat menyebabkan kematian 50% yang diperoleh dengan persamaan linier regresi y = a + bx. Grafik dibuat dengan log konsentrasi sebagai sumbu x terhadap mortalitas sebagai sumbu y. Uji aktivitas antibakteri dan antioksidan Penentuan nilai KHM dan KBM (Sharma et al. 2011; Doughari 2006), sedangkan uji aktivitas antioksidan menggunakan metode ferric-tyosianate (Al-Hashimi, 2012) Hasil dan Pembahasan Ekstraksi dalam penelitian ini menggunakan tiga jenis pelarut dengan polaritas yang berbeda, yaitu pelarut polar etanol 70%, semi polar etil asetat, dan pelarut non polar heksan. Perbedaan polaritas pelarut dimaksudkan untuk dapat mengetahui semua jenis senyawa metabolit sekunder yang ada dalam kelopak rosella. Fitokimia ekstrak kelopak bunga rosella pada berbagai pelarut Hasil ekstraksi ini memberikan jumlah dan jenis senyawa dalam ekstrak kasar yang berbeda-beda. Perbedaan ini menunjukkan bahwa berbagai jenis pelarut yang digunakan berhasil mengekstrak golongan senyawa metabolit yang memang berbeda. Perbedaan bahan terekstrak didalamnya memberikan perbedaan warna hasil ekstraksi yang didapat seperti terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Penampakan visual ekstrak pada berbagai pelarut
27 Secara umum kelopak bunga rosella mengandung senyawa fenolik, tanin, flavonoid, steroid,dan alkaloid. Etanol 70% mampu mengekstrak senyawa fenolik, tanin, flavonoid dan alkaloid. Etil asetat dapat mengekstrak senyawa fenolik, flavonoid dan alkaloid. Ekstrak heksan hanya mengandung fenolik dan steroid. Penelitian sebelumnya (Olaleye, 2007) menunjukkan alkaloid, saponin, flavonoid dan steroid adalah senyawa bioaktif utama yang terdapat dalam kelopak bunga rosella. Menilik hasil yang diperoleh, seperti terlihat pada Tabel 3, pelarut heksan memiliki kemampuan ekstraktif yang paling rendah terhadap total fenolik, yaitu 2,73 + 0,31 mg/g, pelarut etil asetat menghasilkan total fenolik sebesar 7,51 + 0,49 mg/g sedangkan pelarut etanol 70% memiliki kemampuan ekstraktif fenolik yang paling tinggi, yaitu 19,45 + 0,32 mg/g. Ini menunjukkan bahwa dalam kelopak rosella senyawa fenolik dari golongan polar lebih banyak dibandingkan dari golongan semipolar dan nonpolar. Dalam ekstraksi, polaritas pelarut memainkan peranan penting. Polaritas pelarut ditentukan konstanta dielektrik. Markom (2007) menyatakan bahwa konstanta dielektrik air, etanol, etil asetat dan heksan berturut turut sebagai berikut: 80,20: 24,30; 6,02;1,89. Etanol 70% dapat mengekstrak total fenolik sebanyak 19,45 mg/g. Jika dibandingkan dengan etil asetat dan heksan yang mampu mengekstrak sebanyak 7,51 mg/g dan 2,73 mg/g berarti polaritas etanol 70% lebih sesuai dengan senyawa fenolik hasil metabolisme sekunder kelopak bunga rosella, sehingga etanol 70% lebih efisien dalam mengekstrak senyawa fenolik dibandingkan pelarut heksan dan etil asetat. Data mentah disajikan pada Lampiran 1.
Tabel 3 Fitokimia ekstrak kelopak bunga rosella pada berbagai pelarut Senyawa
Etanol 70% + +
Etil Asetat + -
Heksan + -
Flavonoid
+
+
-
Steroid
-
-
+
Alkaloid
+
+
-
Fenolik Tannin
Total fenolik (mg/g) Antosianin (mg/g) Vitamin C (mg/g)
19,45 + 0,32 13,51 + 0,03 20,47 + 0,34
7,51 + 0,49 6,50 + 0,05 4,86 + 0,47
2,73 + 0,31 0 3,06 + 0,01
Etanol memilik konstansta dielektrik sebesar 24,30 dan konstanta dielektrik air sebesar 80,20. Senyawa fenolik yang terdapat dalam etanol adalah antosianin yang memiliki konstanta dielektrik 30-40. Untuk itulah dilakukan penambahan air hingga konsenrasi etanol mencapai 70%. Etanol, banyak disarankan sebagai pelarut pada ekstraksi polifenolik yang aman bagi manusia (Al Hashimi, 2012; Shil et al., 2005). Yang et al. (2012) menyatakan bahwa etanol 60% mampu mengekstrak total fenolik sebanyak 18.33 + 0,44 mg/g. Penelitian yang dilakukan
28 Christian dan Jackson (2009), Anokwuru et al. (2011) memberikan hasil ekstrak total fenolik rosella sebanyak 5,25 dan 27,6 mg/g. Uji toksisitas ekstrak kelopak bunga rosella pada berbagai pelarut Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui sifat toksik bahan alam yang terekstrak keluar jika nantinya digunakan sebagai bahan fitofarmaka. Mengetahui toksisitas suatu bahan akan memberikan informasi dosis aman yang dibutuhkan jika bahan alam ini akan dijadikan obat. LC50 adalah konsentrasi yang dibutuhkan untuk mematikan 50% dari organisme uji. Dosis obat yang nantinya diformulasikan untuk keperluan obat bagi manusia, diformulasikan dengan dosis di bawah konsentrasi LC50 ini. Hasil BSLT ekstrak kasar etanol 70%, etil asetat dan heksan, dari kelopak bunga rosella secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai LC50 ekstrak kasar etanol 70% kurang dari 1000 ppm, yaitu sebesar 510,613 ppm, sedangkan ekstrak kasar heksan dan etil asetat lebih tingi dari 1000 ppm, yaitu 1718,446 dan 1241,983 ppm. Hal ini berarti bahwa ekstrak etanol 70%, lebih toksik dibandingkan ekstrak heksan dan etil asetat. Data lengkap disajikan pada Lampiran 2. Tabel 4. Uji toksisitas ekstrak kelopak bunga rosella pada berbagai pelarut Sample ekstrak Etanol 70%
Heksan
Etil Asetat
Dosis Hidup Mati (ppm) 10 48 12 100 46 14 500 30 30 1000 23 37 10 54 6 100 51 9 500 43 17 1000 28 32 10 54 6 100 49 11 500 38 22 1000 28 32
AH AM AM/T 147 99 53 23 176 122 71 28 169 115 66 28
12 26 56 93 6 15 32 64 6 17 39 71
12/159 26/125 56/109 93/116 6/182 15/137 32/103 64/92 6/175 17/132 39/105 71/99
Mortalitas
Lc50
7,55% 20,80% 510.613 51,38% 80,17% 3,30% 10,95% 1.718,446 31,07% 69,57% 3,43% 12,88% 1.241,983 37,14% 71,72%
Juniarti et al. (2009) menyatakan bahwa suatu senyawa memiliki aktivitas jika nilai LC50 dibawah 1000 µg/ml. Dengan demikian ekstrak etanol 70% membutuhkan dosis lebih kecil untuk dapat menimbulkan toksisitas dibandingkan ekstrak lain. Hal ini berarti pembuatan formulasi obat sebaiknya dilakukan dengan dosis di bawah nilai LC50. Al Mamum et al. (2011) menyatakan bahwa adanya saponin dan alkaloid merupakan penyebab kematian pada larva udang. Ekstrak etanol 70% mengandung alkaloid dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan etil asetat, sehingga lebih toksik dibanding ekstrak kasar etil asetat. Ekstrak dengan pelarut heksan diketahui tidak mengandung senyawa alkaloid.
29 Uji aktivitas antibakteri ekstrak kelopak bunga rosella pada berbagai pelarut Pada penelitian ini, jika dibandingkan dengan kontrol yang berupa bahan sintetis kloramfenikol (1000 ppm) aktivitas antibakteri dari bahan sintetis kimia ini 10-11 kali jauh lebih besar dibandingkan aktivitas antibakteri ekstrak kasar kelopak bunga rosella. Nilai KHM dan KBM etanol 70% dan etil asetat, yaitu 10.000 dan 11.000 ppm. Tabel 5 Aktivitas antibakteri ekstrak kelopak bunga rosella pada berbagai pelarut Sampel etil asetat etanol 70% heksan Kloramf blanko
Zona Bening (mm) S aureus E coli
KHM (ppm) S aureus E coli
7,53 + 2,19b
12,35 + 3,13b
b
b
7,70+ 2,01
0c 15,4 + 2,28a 0,05 + 0,05
c
13,28 + 3,30
0c 18,78 + 3,00a 0,02 + 0,04
c
-
KBM (ppm) S aureus E coli
11000 11000 10000 10000
11000
11000
10000
10000
-
-
-
1000
1000
1000
-
-
-
1000
Keterangan 1 huruf yang tidak sama di atas nilai rata-rata + standar deviasi pada kolom yang sama berbeda nyata
Aktivitas antibakteri dinyatakan dengan panjang diameter zona bening yang ditimbulkan disekitar cakram. Diameter <6 mm menunjukkan ekstrak tidak aktif, sedangkan diameter >6 mm, ekstrak diklasifikasikan memiliki aktivitas antibakteri (Mudi dan Ibrahim, 2008). Tabel 5 (Data mentah disajikan pada Lampiran 3) menyajikan hasil aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol 70%, etil asetat dan heksan terhadap S aureus dan E coli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% dan etil asetat memiliki aktivitas antibakteri, dengan perbedaan yang tidak signifikan diantara kedua pelarut ini. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening masing-masing pelarut sebesar 7,7 + 2.01b mm dan 7,53 + 2.9b mm untuk aktivitas terhadap terhadap S aureus. Zona bening yang terbentuk melawan pertumbuhan E coli adalah 13,28 + 3,30b mm, 12,35 + 3,13b mm. Sedangkan ekstrak heksan, tidak memiliki aktivitas antibakteri. Aktivitas antibakteri dari ekstrak tanaman disimpulkan banyak peneliti karena kandungan senyawa bioaktif di dalamnya (Al Mamun et al., 2011; Bukar et al., 2010). Senyawa fenolik disintesis tanaman sebagai respon infeksi oleh mikroorganisme. Aktivitas antibakteri ini dimungkinkan oleh kemampuan fenoliks membentuk kompleks dengan dinding sel bakteri. Hal ini sesuai dengan (Al-Hashimi, 2012; Garcia Alonso et al., 2006) yang menyatakan bahwa polifenolik dari tanaman mampu berfungsi sebagai zat antibakteri Perbedaan aktivitas terhadap pertumbuhan bakteri yang dicobakan disebabkan karena perbedaan kandungan fithokimia dalam ekstrak. Ebi dan Ofoefule (1997) menyatakan bahwa ekstrak kasar mungkin mengandung senyawa inaktif lain yang bersifat antagonis satu sama lain, seperti klorofil, lemak dan lilin. Ekstrak heksan tidak memiliki aktivitas antibakteri, karena meski mengandung fenolik, ekstrak diduga mengandung juga senyawa inaktif lain. Aktivitas antibakteri ekstrak yang digunakan dalam in vitro tes ini dapat lebih tinggi jika senyawa aktif dari ekstrak dapat dimurnikan.
30
Log aktivitas antioksidan
Uji aktivitas antioksidan ekstrak kelopak bunga rosella pada berbagai pelarut Antioksidan sangat signifikan berperan untuk menjaga kesehatan manusia, dan berfungsi sebagai penangkal radikal bebas dengan membentuk komplek dengan pro-oksidan seperti metal, bahan pereduksi dan oksigen bebas. Gambar 8 (data mentah disajikan pada lampiran 3) menunjukkan aktivitas antioksidan dari ekstrak rosella pada berbagai pelarut.
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
ethanol 70%
heksan etil asetat 0
300
450
600
Dosis ekstrak (µL/mL) Gambar 8 Aktivitas antioksidan dengan variasi pelarut Aktivitas antioksidan dipengaruhi oleh jumlah antioksidan yang terkandung dalam suatu bahan dan kemampuan senyawa antioksidan itu dalam menangkap radikal bebas. Hasil analisa menunjukkan etanol 70% memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan ekstrak etil asetat dan heksan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai IC50 ekstrak etanol 70% yaitu pada dosis ekstrak kasar 439,32 ppm, ekstrak etil asetat 587,92 ppm, ekstrak heksan 481,39 ppm dengan kandungan vitamin C berturut turut 44,75; 34,45; 38,69 ppm. Semakin kecil nilai IC50, menandakan semakin aktif ekstrak. Hasil penelitian juga mengindikasikan bahwa aktivitas antioksidan masing masing ekstrak memiliki korelasi dengan total fenolik, vitamin C dan antosianin, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Yang et al. (2012), Al-Hashimi, (2012). Namun tingkat korelasi masing masing variable berbeda untuk tiap pelarut. Aktivitas antioksidan ekstrak etanol 70% memiliki korelasi (R2) terhadap total fenolik, vitamin C dan antosianin berturutturut sebagai berikut: 0,981; 0,980; 0,983. Pelarut etil asetat 0,811; 0,686; 0,811 dan pelarut heksan memiliki korelasi (R2) aktivitas antioksidan yang kuat terhadap vitamin C dan total fenolik yaitu 0,991 dan 0,962. Konsep umum yang selama ini diketahui, semakin banyak senyawa fenolik dalam sampel, semakin tinggi aktivitas antioksidan yang diperlihatkan. Menurut Tsai et al. (2002) aktivitas antioksidan ekstrak rosella memiliki korelasi yang kuat dengan kandungan antosianin. Falade et al. (2005) menyatakan bahwa ekstrak rosella memiliki kandungan vitamin C yang tinggi. Vitamin C dikenal sebagai senyawa antioksidan. Hasil ini dimungkinkan karena aktivitas antioksidan tidak hanya disebabkan adanya kandungan fenoliks, namun dapat disebabkan karena adanya
31 beberapa fitotokimia lain seperti asam askorbat, tokoferol dan pigmen dengan mekanisme sinergis diantaranya turut menentukan aktivitas antioksidan. Simpulan dan Saran Simpulan Kelopak bunga rosella mengandung komponen bioaktif flavonoid, senyawasenyawa fenolik, tannin, alkaloid, dan steroid. Etanol 70% lebih efektif mengekstrak senyawa-senyawa fenolik yaitu sebesar 19,45 + 0,32 mg/g dibandingkan etil asetat dan heksan yaitu sebanyak 7,51 + 0,49 mg/g dan 2,73+ 0,31 mg/g. Ekstrak etanol memiliki nilai LC50 dibawah 1000 ppm, yaitu 510,613 ppm, dibandingkan etil asetat dan heksan yang berturut turut 1241,983, dan 1718,446 ppm. Ekstrak etanol 70% dan etil asetat memiliki aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan nilai zona bening berturut turut sebesar 7,7 + 2,01b mm dan 7,53 + 2,19b mm untuk aktivitas terhadap terhadap S aureus. Zona bening yang terbentuk melawan pertumbuhan E coli adalah 13,28 + 3,30b mm dan 12,35 + 3,13b mm. Ekstrak heksan tidak memiliki aktivitas antibakteri. Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan nilai IC50 ekstrak etanol 70%, etil asetat dan heksan berturut turut adalah 439,32; 587,916; 481,392 ppm. Saran Perlu adanya evaluasi lebih lanjut mengenai kemungkinan hubungan sinergisme antar komponen bioaktif terhadap aktivitas antioksidan dan antibakteri ekstrak.
32
5 OPTIMASI EKSTRAKSI FENOLIK DARI ROSELLA (Hibiscus sabdariffa) BERBANTU GELOMBANG MIKRO Pendahuluan Pemilihan pelarut merupakan hal yang fundamental guna mencapai proses ekstraksi yang optimal. Dasar pemilihan pelarut pada proses ekstraksi gelombang mikro adalah kelarutan senyawa target proses ekstraksi, interaksi antara pelarut dengan matriks bahan serta sifat atau kemampuan pelarut dalam menyerap energi gelombang mikaro. Etanol 70% dari hasil penelitian terdahulu terbukti mampu mengekstraksi senyawa bioaktif rosella lebih banyak dibandingkan etil asetat dan heksan, yaitu dengan rendemen 19,45 + 0,32 mg/g. Disamping itu, aktivitas senyawa bioaktif dalam rosella menggunakan pelarut etanol 70% menunjukkan sifat-sifat toksisitas, aktivitas antibakteri dan antioksidan. Hal ini dikarenakan polaritas senyawa bioaktif rosella, sebagai hasil metabolit sekunder, sesuai dengan polaritas etanol 70%. Dari penelitian terdahulu di dapat kandungan total fenolik, antosianin, vitamin C kelopak bunga rosella menggunakan pelarut etanol berturut turut sebagai berikut: 19,45 + 0,32; 13,51 + 0,03;20,47 + 0,34 mg/g. Peneliti terdahulu, Mourtzinos et al. (2008) juga menyatakan bahwa kelopak bunga rosella kaya akan kandungan senyawa fenolik diantaranya antosianin. Antosianin merupakan turunan struktur dasar kation flavilium, yang memiliki kekurangan elektron, menyebabkan antosianin sangat reaktif. Reaktivitas antosianin ini justru menunjukkan kemampuan antosianin sebagai antioksidan. Namun di sisi lain reaktivitas ini pun menunjukkan kelemahan antosianin, karena memicu kerusakan antosianin itu sendiri. Laju kerusakan antosianin dipengaruhi beberapa faktor seperti pH, suhu, kopigmen intermolekuler, asam askorbat, dan oksigen Teknik konvensional seperti pemanasan, perebusan, reflux dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa fenolik. Kelemahan teknik konvensional ini yaitu adalah terjadinya kerusakan senyawa fenolik akibat reaksi oksidasi, hidrolisis dan ionisasi selama proses ekstraksi. Hal ini terutama karena dengan metode tersebut waktu yang digunakan biasanya lama. Sehingga kontak antara bahan dengan panas selama proses ekstraksi akan berakibat pula terhadap kerusakan senyawa fenolik yang terekstrak keluar. Oleh karena itu, metode lain seperti Supercritical Carbondioxide Extraction, Subcritical Water Extraction, Ultrasonic Assisted Extraction and Microwave Assisted Extraction (MAE) menjadi alternatif yang lebih menarik dibandingkan metode konvensional. Diantara metode tersebut, MAE adalah metode yang sederhana dan ekonomis dilakukan untuk mengekstraksi senyawa-senyawa bioaktif dari tanaman. Rekoveri produk dengan menggunakan MAE ditentukan oleh efek pemanasan yang terjadi karena rotasi dipole dari pelarut dalam microwave (Zhang et al., 2005; Hemwimon et al., 2007). Belum ada laporan ekstraksi senyawa fenolik dari kelopak bunga rosella berbantu gelombang mikro. Berdasarkan karakteristik senyawa fenolik dan untuk menentukan efisiensi metode ekstraksi, maka perlu dilakukan optimasi proses ekstraksi. Response Surface Method adalah model matematik dan statistik untuk menginvesigasi suatu
33 masalah proses yang komplek dimana respon yang diharapkan ditentukan oleh beberapa variabel dengan tujuan untuk maksimasi respon yang ditelah ditentukan. (Montgomery, 2005). Dalam penelitian ini, telah dikaji ekstraksi fenolik dari kelopak bunga rosella berbantu gelombang mikro menggunakan single factor experiments untuk menentukan selang variabel yang diujikan dan Central Composite design untuk kombinasi variabel. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kondisi optimasi ekstraksi fenolik berbantu gelombang mikro dari kelopak bunga rosella dan karakterisasi ekstrak yang dihasilkan dari kondisi optimum. Metode Penelitian Bahan Bahan utama adalah kelopak bunga rosella merah (Hibiscus sabdariffa), pelarut etanol (PA). Staphylococcus aureus dan Escherichia coli didapat dari Fakultas Biologi Unsoed. Alat Peralatan yang digunakan meliputi : microwave electrolux, rotary evaprator, timbangan, inkubator, spektrofotometer, mini SEM, autoklaf, peralatan gelas untuk analisis kimia. Tahapan Penelitian Ekstraksi Kelopak bunga rosella kering dihancurkan dengan meggunakan blender selama 1 menit dan disaring menggunakan saringan 60 mesh. Ekstraksi menggunakan beberapa variasi konsentrasi pelarut etanol (40, 50, 60, 70, 80 and 90%), daya gelombang mikro (100, 175, 250, 325, 400 Watt) dan waktu ekstraksi (1,3,5,7,9,11 menit) dilaksanakan secara mandiri dengan rasio serbuk rosella dan pelarut 1:10 w/v, 10 gram serbuk rosella dalam 100 mL solvent. Campuran diradiasi dalam mikrowave dengan selang waktu tertentu (satu menit radiasi dan dua menit diistirahatkan) untuk menjaga temperatur tidak naik melewati titik didih (Li et al., 2009). Ekstrak rosella disaring dan dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator 70oC, 44 cmHg. Ektraksi pemanasan listrik (sebagai metode pembanding), dilakukan pada suhu 50°C, waktu ekstraksi 5 menit dan konsentrasi etanol 78,36%. Penentuan Vitamin C (AOAC, 2000), total kandungan antosianin (Fuleki et al., 1968), Total fenolik ditentukan menggunakan metode Folin-Ciocalteu (Chew et al., 2009), uji aktivitas antibakteri penentuan nilai KHM dan KBM (Sharma et al. 2011; Doughari 2006), uji aktivitas antioksidan (Al-Hashimi, 2012) Hasil dan Pembahasan Pengaruh konsentrasi etanol terhadap total fenolik terekstrak Faktor yang berpengaruh dalam MAE meliputi konsentrasi etanol, daya gelombang mikro dan waktu ekstraksi (data mentah disajikan pada Lampiran 4). Untuk menentukan selang pada masing-masing variable terlebih dahulu
34 ditentukan pengaruh dari tiap faktor dikaji secara mandiri (Wang et al.,2010: Li et al.,2009). Pemilihan pelarut yang sesuai dengan metode ekstraksi yang digunakan merupakan dasar untuk mengembangkan metode ekstraksi termasuk MAE. Etanol digunakan dalam penelitian karena bersifat non toksik dan relatif murah. Metanol tidak digunakan dalam penelitian meski memiliki faktor disipasi yang lebih tinggi yang berarti mampu menyerap energi gelombang mikro dan mengubah ke energi panas lebih baik dibanding pelarut lain, namun metanol memiliki sifat toksik yang tinggi, sehingga tidak food grade (Hemwimon et al., 2007). Karena itu untuk meningkatkan faktor disipasi etanol, dilakukan penambahan air. Penambahan dilakukan hingga mencapai konsentrasi etanol sebagai berikut: 40, 50, 60, 70, 80 and 90%. Pada tahapan ini daya gelombang mikro yang digunakan adalah 250 Watt dengan lama waktu ekstraksi 5 menit. Hasil seperti yang terlihat pada Gambar 9, terlihat bahwa konsentrasi etanol berpengaruh terhadap total fenolik yang dihasilkan. Sebagai akibat kenaikan konsentrasi etanol hingga 80%, total fenolik yang dihasilkan pun terus meningkat. Kemudian peningkatan konsentrasi pelarut hingga 90% mengakibatkan penurunan total fenolik yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena dalam proses ekstraksi polaritas pelarut memegang peranan yang sangat penting. Polaritas larutan ditentukan oleh konstanta dielektiknya. Markom et al. (2007) menyatakan bahwa konstanta dielektrik air dan etanol berturut turut adalah 80,20; 24,30. 14.00
12.38+0.8411.89+1.21
Total fenolik (mg/g)
12.00 10.00 8.00 6.00
6.61+1.28
7.56+0.45
5.34+0.25 426.55+0.79
4.00 2.00 0.00 40
50
60
70
80
90
Konsentrasi etanol (%)
Gambar 9 Pengaruh konsentrasi etanol terhadap total fenolik yang dihasilkan Dengan demikian polaritas senyawa fenolik sebagai hasil metabolism sekunder pada tanaman sesuai dengan polaritas pelarut etanol 80%. Menurut Durst and Worldstad (2005) pada rosella, hampir 80-90% kandungan fenolik adalah antosianin. Polaritas dari antosianin diklasifikasikan sebagai semi polar dengan konstanta dielektrik sekitar 30-40 (Richter et al., 2006). Adanya sejumlah kecil air dapat meningkatkan polaritas relatif pelarut sehingga dapat meningkatkan kapasitas polaritas dan melalui pembengkakan material tanaman akan berakibat terjadinya peningkatan luas permukaan bagi terjadinya interaksi antara pelarut dan salut (Pan et al., 2001; Wang et al., 2010). Namun demikian bila air berlebih maka akan terjadi pembengkakan berlebih. Pembengkakan berlebih akan menyebabkan terjadinya thermal stress
35 yang berlebih akibat timbulnya panas yang cepat pada larutan. Akibatnya pada konsentrasi etanol yang lebih kecil rendemen cenderung turun karena dengan terjadinya pembengkakan dan termal stress yang berlebih maka akan semakin banyak pula senyawa senyawa fenolik yang terdekomposisi. Untuk itu diputuskan untuk menggunakan konsentrasi pelarut etanol 80% sebagai titik tengah pada eksperimen berikutnya Pengaruh waktu ekstraksi terhadap total fenolik yang dihasilkan 25.00
Total fenolik (mg/g)
19.30+1.04 20.00 15.00
16.12+1.24 15.02+0.76 13.14+0.56
15.42+0.16 13.21+0.99
10.00 5.00 0.00 1
3
5
7
9
11
Waktu ekstraksi (Menit)
Gambar 10 Pengaruh waktu ekstraksi terhadap total fenolik yang dihasilkan Waktu ekstraksi adalah faktor yang harus dipelajari uantuk meningkatkan efektivitas ekstraksi tanpa mengakibatkan kerusakan bahan terekstrak. Penelitian dilakukan pada variasi waktu 1, 3, 5, 7, 9 and 11 menit, menggunakan pelarut etanol 80% dengan daya gelombang mikro sebesar 250 Watt. Gambar 10 terlihat bahwa total fenolik yang dihasilkan meningkat hingga mencapai 5 menit waktu ekstraksi. Waktu ekstraksi yang lebih lama dari 5 menit tidak meningkatkan total fenolik yang terekstrak bahkan menurunkan total fenolik yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan waktu yang lebih lama dari 5 menit menimbulkan kerusakan pada senyawa fenolik yang terekstrak, dikarenakan waktu kontak antara panas dan hasil ekstraksi lebih lama. Waktu ekstraksi gelombang mikro yang lama akan mengakibatkan turunnya rendemen dan mengakibatkan terjadinya dekomposisi senyawa fitokimia juga dilaporkan beberapa peneliti diantaranya Chen et al (2007) dan Pan et al., (2001). Chen et al. (2007) menyatakan bahwa ekstraksi triterpenoid saponin dengan durasi ekstraksi melebihi waktu operasi optimumnya yakni melewati waktu 20 menit, rendemen triterpenoid saponin turun seiring dengan semakin meningkatnya waktu eksraksi. Pan et al. (2001) menyatakan bahwa waktu ekstraksi lebih dari dua menit persentase ekstraksi transchiones cenderung turun karena tranchiones mudah terdekomposisi pada suhu tinggi dan waktu paparan yang lama. Penentuan waktu ekstraksi dilakukan untuk menentukan waktu yang diperlukan untuk desorpsi, yaitu waktu yang dibutuhkan agar bahan komponen bioaktif rosella dapat terekstrak keluar masuk ke dalam pelarut. Dalam hal ini pelaksanaan penelitian
36 lebih lama dari 5 menit sia-sia untuk dilakukan. Karena itu, 5 menit digunakan sebagai titik tengah pada penelitian optimasi berikutnya. Pengaruh daya gelombang mikro terhadap total fenoliks yang dihasilkan Daya gelombang mikro merupakan parameter penting lain dalam prosedur ekstraksi berbantu gelombang mikro. Variasi daya yang digunakan adalah 100, 175, 250, 325 dan 400 W, dengan menggunakan pelarut etanol 80% dan waktu ekstraksi 5 menit. Gambar 11 menunjukkan bahwa daya 250 W merupakan daya yang cukup untuk eksperimen berikutnya. Penggunaan daya hingga 250 W meningkatkan total fenolik yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena daya yang tinggi akan menghasilkan panas yang lebih tinggi pula. Meningkatnya daya gelombang mikro akan berakibat pada energi gelombang mikro terhadap biomolekul, dengan konduksi ionik dan rotasi dipole yang berakibat disipasi daya didalam bahan tanaman (serbuk rosella) dan pelarut yang berakibat pada pergerakan molekul dan pemanasan (Chen et al., 2008) yang mengakibatkan perpindahan senyawa aktif dari sel tanaman ke dalam pelarut. Namun, senyawa fenolik sangat sensitive terhadap panas. Menurut Gao et al. (2006) pada daya gelombang mikro yang lebih besar (400-1200W), variasi daya yang diberikan tidak berpengaruh pada hasil ekstraksi sehingga diputuskan untuk menggunakan 250 W sebagai titik tengah pada penelitian berikutnya.
Total fenolik (mg/g)
18.00
16.48 + 0.31
16.00 14.46 + 0.2114.10 + 0.77 14.00
15.32 + 0.1214.73 + 0.81
12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 100
175
250
325
400
Daya gelombang mikro (Watt) Gambar 11 Pengaruh daya gelombang mikro terhadap total fenolik ekstrak Optimasi ekstraksi fenolik menggunakan ekstraksi berbantu gelombang mikro Pada penelitian ini dievaluasi tiga parameter: (A) daya gelombang mikro, (B) konsentrasi etanol, dan (C) waktu ekstraksi. Berdasarkan penelitian sebelumnya ditentukan tiga taraf dari tiap variable untuk menentukan kondisi ekstraksi yang sesuai, seperti terlihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Respon tunggal yang diukur adalah total fenolik. Total fenolik (Y) yang dihasilkan didefinisikan sebagai rasio dari total fenolik dalam ekstrak terhadap total bahan (serbuk rosella) yang diekspresikan sebagai GAE milligrams per gram serbuk rosella. Tiap variable yang akan dioptimasi terkode pada tiga taraf level: -1, 0, dan 1. Tabel 6 menunjukkan variabel, simbol variable dan taraf/level. Seleksi dari level variabel didasarkan pada kajian sebelumnya.
37 Central Composit Desain (CCD) terlihat pada Tabel 6, dilakukan untuk menyesuaikan dengan model ordo 2 RSM. Model yang digunakan untuk respon (Y) adalah: Y =β0 + βixi + βiixi2 + βij xi xj + € Dimana 0adalah nilai respon yang sesuai pada titik tengah desain, yang mana point (0, 0, 0). 0, i, ii, dan ij adalah berturut turut konstanta, linier, kuadratik dan bentuk regresi. Diagnosa kesesuaian model Response surface methodology (RSM) adalah alat yang efektif untuk Tabel 7 Kode dan variabel desain eksperimen Variabel Daya microwave (Watt) Konsentrasi etanol (%) Waktu ekstraksi (min)
Kode A B C
-1 175 70% 3
0 250 80% 5
1 325 90% 7
optimasi proses dengan banyak faktor dan interaksi yang mempengaruhi hasil Tabel 6 Matrik unit desain eksperimen Unit
Tipe
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
center center Fact Fact Fact Fact Fact center Fact Fact Fact center Axial Axial center Axial center Axial Axial Axial
A (Watt) 250 250 175 175 325 325 325 250 325 175 175 250 250 376.13 250 123.87 250 250 250 250
B (%) 80 80 70 90 90 70 90 80 70 70 90 80 80 80 80 80 80 63.18 80 96.82
C (Menit) 5 5 3 7 3 7 7 5 3 7 3 5 1.64 5 5 5 5 5 8.36 5
Total fenolik (mg/g) 24.49 24.49 17.59 18.98 16.46 19.84 17.59 24.61 19.04 16.11 16.98 24.61 22.00 22.02 24.38 16.11 24.38 20.20 19.89 12.38
yang diinginkan. Prinsip dasar analisa RSM adalah menghubungkan variable
38 Tabel 8 ANOVA Sum of Source Squares Block 0.76 Model 251.39 A-Daya 17.46 B-Konsentrasi 30.58 C-Waktu 2.23 AB 6.28 AC 0.25 BC 1.81 A2 60.56 B2 132.37 C2 27.67 ABC 0.55 A2B 13.30 A2C 2.89 AB2 6.02
df 2 13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Mean Square 0.38 19.34 17.46 30.58 2.23 6.28 0.25 1.81 60.56 132.37 27.67 0.55 13.30 2.89 6.02
F Value 145.86 131.72 230.62 16.79 47.39 1.87 13.69 456.79 998.40 208.67 4.14 100.34 21.78 45.44
p-value Prob > F 0.0001 * 0.0003* 0.0001* 0.0149 0.0023* 0.2428 0.0208 <0.0001 <0.0001 0.0001 0.1116 0.0006 0.0095 0.0025
*berbeda nyata pada taraf uji 1% (uji selang berganda Duncan).
tidak bebas dengan parameter proses (variable bebas) menggunakan metode statistik, yang akan menghasilkan persamaan regresi multivariate. RSM memperhatikan interaksi antar variable dan optimasi parameter proses dalam selang tertentu yang masuk akal. Keuntungan penggunaan metode ini adalah sedikitnya unit kombinasi, replikasi dan waktu yang diperlukan. RSM menggunakan desain eksperimen seperti Central Composite Design (CCD) untuk menyesuaikan dengan model dengan teknik Kuadrat Terkecil. Jika model yang diajukan sudah cukup, yang dianalisa dengan menggunakan teknik yang tersedia dalam analisis varian maka persamaan analisis multi regresi yang digunakan adalah: Y = 24.50 + 1.76A - 2.32B - 0.63C - 0.89AB + 0.18AC + 0.48BC - 2.05A2 3.03B2 - 1.39C2 - 0.45ABC + 2.00A2B + 0.93A2C - 1.35AB2 Hasil ANOVA terlihat pada Tabel 7. Nilai F model yang digunakan adalah 145.86 menunjukkan bahwa model signifikan. Nilai “Prob > F” kurang dari 0.01 mengindikasikan bahwa model terindikasikan berbeda sangat nyata. Nilai “Prob > F” lebih besar dari 0.1000 menunjukkan bahwa model tidak signifikan.
39
Design-Expert® Software Total fenol Design points above predicted value Design points below predicted value 24.61 12.38
Actual Factor C: Waktu = 5.00
24.8 T o ta l P h e n o l ( m g / g )
X1 = A: Daya X2 = B: Konsentrasi
23.125
21.45
19.775
18.1
90.00
325.00 85.00
287.50 80.00
Ethanol Concentration (%)
250.00 75.00
212.50
Microwave Output Power (W)
70.00 175.00
Gambar 12 Hubungan antara daya gelombang mikro dan konsentrasi etanol terhadap total fenolik yang dihasilkan Dari hasil penelitian juga disimpulkan bahwa efek daya gelombang mikro, konsentrasi etanol, dan interaksi antara daya gelombang mikro dengan konsentrasi etanol, berpengaruh secara signifikan terhadap total fenolik yang dihasilkan. Pada Gambar 12 terlihat hubungan variabel daya gelombang mikro, dan konsentrasi etanol dengan mengamati satu respon yang diharapkan yaitu total fenolik, yang mengindikasikan perubahan total fenolik yang dihasilkan pada kondisis MAE yang berbeda. Senyawa fenolik seperti halnya antosianin bersifat polar sehingga dapat larut dalam pelarut polar seperti etanol, aceton dan air. Namun bila dilihat derajat polaritasnya, antara senyawa fenolik sebagai zat terlarut dan etanol sebagai pelarut, tidak seimbang. Polaritas etanol menurut Richter et al. (2006) adalah 24, sedangkan polaritas senyawa fenolik dan antosianin 30-40. Untuk itulah perlu dilakukan penambahan air untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi. Disisi lain menurut King et al. (2009) peningkatan suhu akan menurunkan polaritas air. Hal inilah yang membuat interaksi antara konsentrasi etanol dan daya gelombang mikro memiliki pengaruh yang signifikan terhadap total fenolik yang dihasilkan. Kesesuaian polaritas pelarut dan zat terlarut sangat menentukan efisiensi proses ekstraksi berbantu gelombang mikro yang dilakukan. Peningkatan daya gelombang mikro, dapat meningkatkan total fenolik yang dihasilkan. Peningkatan ini disebabkan efek langsung dari energi gelombang mikro terhadap biomolekul oleh konduksi ionik dan rotasi dipol sehingga menghasilkan gerakan molekul dan pemanasan. Peningkatan daya menyebabkan lebih banyak energi gelombang mikro yang disalurkan ke sistem ekstraksi sehingga laju difusi senyawa target dipercepat dan dapat meningkatkan efisiensi hasil ekstraksi. tapi pada daya yang lebih tinggi 250 Watt, tidak memberikan pengaruh yang nyata bahkan total fenolik yang dihasilkan cenderung menurun. Penurunan total fenolik ekstrak pada daya yang lebih tinggi disebabkan karena komponen fitokimia yang terdapat dalam bahan (kelopak bunga rosella) terdekomposisi oleh pengaruh panas yang dihasilkan daya gelombang mikro diatas 250 Watt, sehingga total fenolik yang dihasilkan rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan beberapa peneliti, diantaranya Li et al. (2009) melaporkan bahwa pada daya gelombang mikro hingga 560 watt dan konsentrasi etanol 60% rendemen flavonoid yang dihasilkan dari daun mulberry meningkat. Wang et al. (2010) melaporkan bahwa rendemen flavonoid dari Radix puerariae meningkat hingga daya gelombang mikro 255 Watt pada konsentrasi etanol hingga 70%. Pada daya 255-425 Watt, tidak terjadi perubahan yang
40 signifikan terhadap flavonoid yang dihasilkan. Jiangfeng et al. (2011) melaporkan bahwa daya microwave 150-350 watt dapat meningkatkan komponen fenolik daun ubi dan akan menurun di atas daya 350 watt. Perbandingan ekstraksi berbantu gelombang mikro dengan pemanasan listrik konvensional Kondisi optimum ditentukan dengan menjalankan program central composite desain. Kondisi optimum dicapai pada waktu ekstraksi 4,91 menit, 78,36 % etanol dan 250 W daya gelombang mikro. Estimasi total fenolik yang dihasilkan pada kondisi optimasi adalah 24,61 mg/g. Penelitian untuk memverifikasi pada kondisi optimum, dilaksanakan dengan 4 kali ulangan menghasilkan total fenolik 23.77 + 0.25 mg/g, dengan rendemen sebesar 22,09 + 3.3 % lebih tinggi dibandingkan mengunakan metode konvensional yaitu 19.84 + 0.46 mg/g dan 16,18 + 1,9%. Hasil verifikasi yang lebih rendah dibandingkan estimasi, dikarenakan waktu ekstraksi 4,91 menit pada alat tidak dapat dilakukan, sehingga lama ekstraksi yang digunakan 5 menit. Pada penelitian ini ekstraksi berbantu gelombang mikro dibandingkan dengan ekstraksi konvensional menggunakan pemanasan. Kondisi operasi pada proses ekstraksi dengan pemanasan listrik adalah suhu 50⁰C (suhu larutan ekstraksi yang mengunakan MAE), waktu ekstraksi 5 menit dan konsentrasi etanol 78,36%. Kondisi ini merupakan kondisi optimum metode ekstraksi menggunakan MAE. Daya gelombang mikro 250 watt setara dengan 50°C. 25.00
Jumlah mg/g
20.00 15.00
MAE
10.00
Tradisional
5.00 0.00 Total fenolik
Antosianin
Vit. C
Gambar 13 Perbandingan karakterisasi ekstrak kondisi optimum MAE dan konvensional Dari Gambar 13 (data mentah disajikan pada Lampiran 5), dibandingkan metode ekstraksi konvensional, total fenolik, antosianin, dan vitamin C, ekstraksi berbantu gelombang mikro yaitu 23,77 + 0,25; 14,80 + 0,08;10,74 + 0,14 mg/g lebih tinggi dibandingkan ekstraksi konvensional 19,84 + 0,46;9,28 + 0,04;9,99 + 0,16 mg/g. Peningkatan Total fenolik, antosianin dan vitamin C yang dihasilkan karena induksi ionik dan rotasi dipole memaksa peningkatan pergerakan molekul dan panas. Selain itu tingginya perolehan ekstrak pada ekstraksi berbantu gelombang mikro juga disebabkan oleh adanya aktivitas-aktivitas molekul air yang memicu terjadinya pembengkakkan material tanaman akibat adanya pemanasan dielektrik (Pan et al., 2001; Wang et al., 2010).
41 Prinsip pemanasan menggunakan gelombang mikro adalah berdasarkan tumbukan langsung dengan material polar atau pelarut dan diatur oleh dua fenomena yaitu konduksi ionik dan rotasi dipol. Dalam sebagian besar kasus, kedua fenomena tersebut berjalan secara simultan. Konduksi ionik mengacu pada migrasi elektroforetik ion dalam pengaruh perubahan medan listrik. Resistansi yang ditimbulkan oleh larutan terhadap proses migrasi ion menghasilkan friksi yang akan memanaskan larutan. Rotasi dipol merupakan pengaturan kembali dipol dipol molekul akibat medan listrik yang berubah dengan cepat. Gelombang mikro bekerja dengan melewatkan radiasi gelombang mikro pada molekul pada molekul air, etanol dan serbuk kelopak bunga rosella. Molekul-molekul ini akan menyerap energi elektromagnetik tersebut. Proses penyerapan ini disebut sebagai pemanasan dielektrik (Mandal et al., 2007). Molekul-molekul pada kelopak bunga rosella bersifat dipol elektrik, artinya molekul tersebut memiliki muatan negatif pada satu sisi dan muatan positif pada sisi yang lain. Akibatnya, dengan keberadaan medan listrik yang berubah-rubah, akibat induksi gelombang mikro ini, masing-masing muatan sisi akan berputar untuk saling mensejajarkan. Pergerakan molekul ini akan menciptakan panas seiring dengan timbulnya gesekan antar molekul. Energi panas inilah yang berfungsi sebagai agen pemanas (Mandal et al., 2007). Pemanasan menggunakan alat berbantu energi gelombang mikro melibatkan tiga konversi energi, yaitu konversi energi listrik menjadi energi gelombang mikro, energi elektromagnetik menjadi energi kinetik dan energi kinetik menjadi energi panas (Zhang & Hayward, 2006). Poin penting yang menjadikan ekstraksi berbantu gelombang mikro ini menjadi alternatif ekstraksi yang menarik adalah pada ekstraksi dan pemanasan konvensional, pemanasan terjadi melalui gradien suhu, sedangkan pada pemanasan gelombang mikro, pemanasan terjadi melalui interaksi langsung antara material (solute dan pelarut) dengan gelombang mikro. Hal ini mengakibatkan transfer energi dapat berlangsung lebih cepat yang berarti waktu ekstraksi lebih singkat dan berpotensi tidak merusak komponen bioaktif kelopak bunga rosella. Perbedaan profil suhu pemanasan konvensional dan gelombang mikro dapat dilihat pada Gambar 14.
A B Gambar 14 perbedaan profil suhu pemanasan (A) konvensional dan (B)gelombang mikro (Zhang & Hayward, 2006)
42
Lebih tingginya jumlah total fenolik yang dihasilkan dengan metode ekstraksi berbantu gelombang mikro, berakibat juga terhadap nilai KHM dan KBM ekstraksi optimasi MAE yang lebih rendah Hal ini berarti kemampuan penghambatan terhadap E coli dan S aureus lebih baik dibandingkan ekstraksi konvensional seperti terlihat pada Tabel 9 (data mentah disajikan pada Lampiran 6). Aktivitas antibakteri ekstrak sangat dipengaruhi jenis dan jumlah komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak. Hasil ini juga menunjukkan ekstrak rosella mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dicobakan dengan efek yang beragam, tergantung species bakteri yang digunakan. Tabel 9 Perbandingan aktivitas antibakteri MAE dan konvensional
Metode
Zona bening (mm) MAE 12.6 + 0,6a Tradisional 9,8 + 0.6b a
E Coli KHM (ppm) 5500 7000
KBM (ppm) 6000 7500
Zona bening (mm) 11,6 + 0.3a 10, 2 + 0,4b
S aureus KHM (ppm) 5500 7000
KBM (ppm) 6000 7500
Aktivitas antibakteri disebabkan kandungan fitokimia dalam ekstrak.
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata Senyawa fenolik pada tanaman pada taraf uji 5%dihasilkan (uji selang berganda Duncan).sebagai respon infeksi yang disebabkan
Aktivitas antioksidan (%)
mikroorganisme sehingga tidaklah mengherankan bila secara invitro ekstrak rosella yang mengandung senyawa fenolik, mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Aktivitas antibakteri ini karena kemampuan dari total fenolik untuk membentuk komplek dengan ekstraseluler dan protein terlarut dan membentuk komplek dengan dinding sel bakteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Al-Hashimi (2012) dan Garcia Alonso et al.(2006) yang menyatakan bahwa polifenol dari tanaman mampu berfungsi sebagai zat antibakteri.
100 80 60 40
MAE
20
Tradisional
0 0
300
450
600 Dosis ekstrak (µl/L)
Gambar 15 Perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak optimasi MAE dan konvensional Gambar 15 (data mentah disajikan pada Lampiran 7) di atas menunjukkan perbedaan jumlah total fenolik, antosianin dan vitamin C juga mengakibatkan perbedaan aktivitas antioksidan ekstrak yang dihasilkan. Ekstrak yang dihasilkan
43 menggunakan MAE memiliki nilai IC50 lebih rendah dibandingkan ekstrak hasil metode kovensional. Hal ini dikarenakan jumlah zat antioksidan pada ekstrak hasil optimasi MAE yaitu total fenolik dan vitamin C lebih banyak dibandingkan ekstraksi hasil pemanasan listrik konvensional. Karakterisasi Mikroskopik
Gambar 16 Karakteristik mikroskopik Untuk mempelajari kerusakan sel selama MAE (B), dibandingkan ekstraksi secara konvensional (dipanaskan pada suhu 50oC pada waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut yang sama), (A), serbuk kelopak rosella setelah diekstraksi dievaluasi dengan menggunakan mini SEM (Scanning Electron Microscopy). Hasil menunjukkan perbedaan struktur antara ampas ekstraksi MAE dan konvensional. Gambar 16 menunjukkan kerusakan permukaan ampas sampel setelah MAE. Kerusakan dinding sel ini ditimbulkan oleh peningkatan suhu yang cepat dan peningkatan tekanan dari dalam sel bahan. Pada saat itu juga terjadi perpindahan senyawa bioaktif dari dalam sel ke pelarut. Pembengkakan material tanaman terlihat pada hasil analisis SEM bubuk rosella hasil ekstraksi berbantu gelombang mikro. Pembengkakan material tanaman mengakibatkan peningkatan luas permukaan bagi terjadinya kontak dan interaksi antara salut dan pelarut sehingga berakibat positif bagi rendemen ekstrak (Wang et al., 2010) Ekstraksi berbantu gelombang mikro juga dilaporkan mengakibatkan terjadinya kerusakan (disruption) serta terjadinya pembengkakan struktur internal pada material tanaman yang diekstrak dengan bantuan gelombang mikro. Akibatnya akses pelarut guna bertemu dengan salut yang ada didalam kelopak bunga rosella menjadi lebih mudah. Pengaruh senada dilaporkan juga terjadi pada ekstraksi curcuminoid dari Curcuma longa dimana dinyatakan bahwa temperatur tinggi yang diterima oleh dinding sel menyebabkan terjadinya kerusakan pada dinding sel dan mengurangi kekuatan dinding sel tersebut (Gujar et al., 2010). Akibatnya terjadi perubahan maupun struktur internal material tanaman. Berdasarkan analisis SEM perubahan struktur internal material tanaman berakibat pada penambahan luas permukaan kontak. Interaksi pelarut yang lebih luas mengakibatkan akses pelarut untuk bertemu salut lebih mudah.
44
Simpulan dan Saran Simpulan Kondisi optimum ekstraksi fenolik berbantu gelombang mikro dari kelopak bunga rosella terjadi pada daya gelombang mikro 250 W, dan konsentrasi etanol 78,36% selama 4.91 menit waktu ekstraksi. Kondisi optimasi ini akan menghasilkan estimasi total fenolik sebesar 24,61 mg/g. Hasil verifikasi menunjukkan kondisi optimum ini menghasilkan total fenolik sebesar 23.77 + 0.25 mg/g. Kandungan antosianin, vitamin C dan rendemen MAE berturut turut 14.80 + 0.08, 10.74 + 0,14 mg/g dan 22.09 + 3.3 % . Aktivitas antibakteri yang diekspresikan dengan zona hambat yang terbentuk 12.6 + 0.6 mm terhadap E coli and 11.6 + 0.3 mm terhadap S aureus. Aktivitas antioksidan ditunjukkan dengan nilai IC50 202.47 ppm Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang bagaimana hasil optimasi terhadap interaksi kombinasi response yang berbeda dengan kondisi optimum yang ada.
45
6 STABILITAS EKSTRAK DAN NANOKAPSUL KELOPAK BUNGA ROSELLA PADA BERBAGAI VARIASI pH, SUHU DAN WAKTU Pendahuluan Perkembangan industri pengolahan pangan berdampak pada peningkatan bahan tambahan makanan sintetis seperti pewarna, dan pengawet yang dirasakan tidak aman bagi kesehatan untuk jangka panjang. Disisi lain kesadaran masyarakat terhadap industri makanan untuk mengganti penggunaan bahan sintetis kimia dengan bahan alami semakin tinggi. Hal tersebut menjadi peluang bagi bahan tambahanan makanan alami terutama yang berasal dari tanaman. Salah satu alternatif bahan alami tersebut adalah kelopak bunga rosella. Agar lebih fleksibel dalam pemanfaatannya, bahan bioaktif dalam kelopak bunga rosella diekstrak keluar dari bahan dasar. Metode ekstraksi berbantu gelombang mikro terbukti efisien dalam mengekstrak senyawa-senyawa fenolik dari kelopak bunga rosella. Ekstrak rosella hasil dari optimasi metode ekstraksi berbantu gelombang mikro dilakukan pada 250 Watt, konsentrasi etanol 78,36 selama 4,91 menit. Ekstrak rosella yang dihasilkan, memiliki kandungan senyawa bioaktif fenolik, antosianin dan vitamin C berturut turut : 23.77 + 0.25; 14.80 + 0.08; 10.74 + 0,14 mg/g dan aktivitas antioksidan serta aktivitas antibakteri. Namun demikian, ekstrak rosella yang masih dalam bentuk cair memiliki beberapa kelemahan, yaitu tidak tahan terhadap perubahan kondisi lingkungan, pemanfaatan yang terbatas dan kesulitan dalam masalah transportasi bahan. Untuk itu diperlukan alternatif bentuk ekstrak rosella, yang mampu mengatasi permasalahan ini. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melindungi keaktifan bahan dalam ekstrak rosella adalah melalui teknologi nanoenkapsulasi, yang merupakan teknik menyalut bahan inti dengan tujuan melindungi bahan inti dari pengaruh eksternal pada ukuran nano. Aplikasi nanoteknologi untuk pangan menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Teknologi ini menawarkan keunggulan dalam meningkatkan bioaviabilitas bahan aktif, pengendalian pelepasan bahan aktif serta memperbaiki sifat sensoris. Dalam ukuran nano (50-500 nm), partikel bahan aktif lebih mudah diabsorpsi oleh sistem pangan sehingga meningkatkan bioaviabilitasnya. Absorpsi bahan aktif meningkat karena kelarutan partikel meningkat dan luas permukaan partikel yang besar. Dalam ukuran nano, partikel juga memiliki waktu tinggal yang lebih panjang karena terjerap dalam sistem pangan. Bahan enkapsulan yang memenuhi kriteria tersebut terpilih β-siklodextrin (Wandrey et al., 2010; Naufalin dan Rukmini, 2013). Bahan β-siklodextrin merupakan senyawa yang tersusun dari tujuh unit glukopiranosa yang terangkai dalam bentuk cincin. Molekulnya berbentuk kerucut terpancung dengan diameter dalam 0.58 nm dan diameter luar 0,78 nm. Bagian dalamnya bersifat hidrofobik dan bagian luarnya bersifat hidrofilik. Senyawa ini dilaporkan tahan terhadap suhu hingga 200oC tanpa mengakibatkan terlepasnya bahaan aktif yang terinklusi di dalamnya (Wandrey et al., 2010).
46 Yuliani et al. (2006) melaporkan bahwa enkapsulan yang menggunakan βsiklodextrin sebagai bahan enkapsulasinya memberikan perlindungan d-limonene lebih besar (92,2%) dibandingkan sodium caseinat (67,5%). Hal ini disebabkan karena β-siklodextrin mempunyai kestabilan terhadap panas yang baik. Shahidi dan Wasundara (1995) melaporkan bahwa β siklodextrin lebih efektif sebagai bahan enkapsulan seal blubber oil dibandingkan sirup jagung padat dan maltodextrin, yaitu pada masa penyimpanan 49 hari penurunan asam lemak tidak jenuhnya adalah 10,17%. Di bidang pangan, antioksidan digunakan untuk melindungi lemak/minyak terhadap kerusakan oksidatif. Dalam kaitan dengan aplikasi ini, aktivitas antioksidan dipengaruhi sistem pangan yang merupakan medium bagi antioksidan tersebut. Proses panas yang diterapkan pada pengolahan pangan serta pH mempengaruhi kestabilan aktivitas antioksidan. Suhu dan waktu pemanasan juga mempengaruhi stabilitas senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba yang bersifat volatil akan menguap dan hilang jika dipanaskan (Branen 1993). Ewald et al. (1999) melaporkan bahwa aktivitas antibakteri kuersetin dan kaemferol dari golongan flavonoid menurun sebesar 48% dan 68% dengan adanya pemanasan pada suhu 60oC selama 2 jam. Kemampuan senyawa antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh kestabilannya terhadap protein, lipid, garam dan tingkat keasaman (pH) dalam medium pertumbuhan (Nychas dan Tassou, 2000). Tingkat keasaman (pH) merupakan faktor yang sangat mempengaruhi efektivitas senyawa antimikroba. Sebagian besar senyawa antimikroba pangan merupakan asam-asam lemah yang efektif dalam bentuk tidak terdisosiasi karena dalam bentuk ini senyawa antimikroba dapat masuk dalam membran sitoplasma mikroorganisme (Davidson, 2001) Penurunan pH sitoplasma akan mempengaruhi protein struktural sel, enzim-enzim, asam nukleat dan fosfolipid membran. Pengaruh bahan enkapsulan adalah spesifik, tergantung pada karakteristik inti yang dilindungi. Untuk itu perlu dikaji kesesuaian antara material inti dengan material penahan. Termasuk memastikan kestabilan bahan bioaktif rosella yang terkandung didalamnya.Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik nanoenkapsulan ekstrak rosella, serta menentukan stabilitas ekstrak dan nanoenkapsulan terhadap perubahan waktu, suhu dan pH. Metode Penelitian Bahan Bahan utama adalah ekstrak kelopak bunga rosella. Pelarut etanol (PA). Staphylococcus aureus dan Escherichia coli di dapat dari Fakultas Biologi Unsoed. Bahan enkapsulan β-siklodextrin. Alat Alat yang digunakan meliputi, Microwave elextrolux, rotary evaporator, deep freezer, freeze drier, timbangan dan stab mixer. Peralatan gelas yang diperlukan untuk ekstraksi, pembuatan bubuk nanoenkapsulan dan untuk analisis.
47 Tahapan Penelitian Ekstraksi Kelopak bunga rosella kering dihancurkan dengan meggunakan blender selama 1 menit dan disaring menggunakan saringan 60 mesh. Ekstraksi menggunakan konsentrasi pelarut etanol 78,36%, daya gelombang mikro 250 Watt dan waktu ekstraksi 4,91 menit dengan rasio serbuk rosella dan pelarut 1:10 w/v. Campuran diradiasi dalam microwave dengan selang waktu tertentu (satu menit radiasi dan dua menit diistirahatkan ) untuk menjaga temperature tidak naik melewati titik didih (Li et al., 2009). Ekstrak rosella disaring dan dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 70oC, dan tekanan 44 cmHg. Penentuan Vitamin C (AOAC, 2000), total kandungan antosianin (Fuleki & Francis,1968). Pengujian fisik nanokapsul dilakukan dengan TEM Pembuatan nanoenkapsulasi Proses nanoenkapsulasi diawali dengan pembuatan larutan nanoenkapsulan. Bahan β siklodextrin dicampurkan dengan air bebas ion (total enkapsulan (g) : air bebas ion (mL); 1:5) dan diaduk selama 30 menit. Konsentrat rosella dimasukan kedalam campuran dengan perbandingan ektrak : bahan enkapsulan adalah 1: 20. Campuran kemudian dihomogenisasi pada suhu 40°C selama 30 menit. Pengecilan partikel menjadi nanopartikel dengan Tokebi 22.000 rpm selama 5 menit, dan dikeringkan dengan freeze drier 16-18 jam. Setelah kering kemudian dihaluskan dengan mortar (Naufalin dan Rukmini, 2013). Preparasi sampel Sampel nanokapsul dipersiapkan dengan cara menambahkan ke dalam sampel sebanyak 100 mg, sebanyak 4 mL etanol 70%. Kemudian dikocok dengan shaker menggunakan kecepatan 200 rpm selama 2 jam, selanjutnya campuran disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 1000 rpm. Supernatan yang diperoleh merupakan ekstrak untuk penetapan sampel nanokapsul. Pengujian pengaruh pH, waktu dan suhu pemanasan, terhadap aktivitas antioksidan dan antibakteri ekstrak dengan karakteristik terbaik Ekstrak bunga rosella diuji pada berbagai pH yang diatur menggunakan larutan HCl 0,1N dan NaOH 0,1N, pada berbagai suhu dan lama pemanasan. Pengujian yang dilakukan meliputi total fenolik, total antosianin, aktivitas antioksidan dan aktivitas antimikroba. Stabilitas sampel terhadap perubahan pH (2,3,4,5,6,7 dan 8) dilakukan dengan cara mencampurkan 2 ml ekstrak dengan 20 ml buffer dengan pH yang diinginkan. Campuran dibagi dalam tiga tabung reaksi, ditutup dan dilapisi dengan aluminium foil dan disimpan di tempat yang gelap pada suhu kamar. Perubahan kandungan total fenolik diukur dengan spektrometer pada 765 nm. Stabilitas terhadap suhu dilakukan pada suhu 60, 70, 80 dan 90oC. Sampel dilarutkan dengan buffer phosfat sitrat pada pH 2 dan dihitung total fenolik sebelum dipanaskan. 10 mL campuran diletakan pada tabung reaksi 20 mL dan dipanaskan dalam water bath selama 15, 30, 45, menit. Tabung reaksi segera didinginkan dan dihitung kadar total fenolik sesudahnya, aktivitas antioksidan dan antimikroba.
48 Total fenolik Total fenolik ditentukan menggunakan metode Folin-Ciocalteu Chew et al. (2009). Sebanyak 0.4 mL larutan sampel ditambahkan 1.5 mL reagen FolinCiocalteu (10%,v/v). Setelah diinkubasi 5 menit dicampur dengan 1.5 mL 7.5% (w/v) larutan Na2CO3. Setelah 90 menit inkubasi pada suhu ruang dan gelap diukur absorbansi pada 765 nm. Asam galat digunakan sebagai standar. Hasil yang didapat direpresentasikan sebagai mg ekuivalen asam galat (GAE)/g bahan. Seluruh perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Aktivitas antibakteri Diameter zona hambat Media NA steril sebanyak 20 mL diinokulasikan dengan 20 µL kultur segar berumur 24 jam dalam media NB, dikocok merata kemudian dituang dalam cawan petri steril dan dibiarkan membeku. Sebanyak 10 µL ekstrak kelopak bunga rosella, kloramfenikol dan kontrol negatif diteteskan dalam kertas cakram berukuran 6 mm, kemudian kertas cakram diletakan pada cawan petri yang berisi media agar padat. Selanjutnya cawan-cawan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Pengamatan dilakukan dengan mengukur zona bening di sekitar kertas cakram dengan alat kaliper yang menyatakan besarnya aktivitas antibakteri Uji aktivitas antioksidan Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode Ferric Thiocyanate (Al-Hashimi, 2012). Sampel nanokapsul terlebih dahulu dipersiapkan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 100 mg nanoenkapsulan ditambahkan dengan 4 mL etanol 70%. Kemudian dikocok dengan shaker menggunakan kecepatan 200 rpm selama 2 jam, selanjutnya campuran disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 1000 rpm. Supernatan yang diperoleh merupakan ekstrak untuk penetapan sampel. Sebanyak 0,6 mL ekstrak dilarutkan dalam 0,12 mL etanol 98% dan 2,88 mL larutan 2,51% asam linoleat dalam etanol. Ditambahkan 9 mL buffer phosphate 40 mM (pH 7). Campuran diinkubasi dalam gelap pada suhu 40oC selama 3 hari. Setelah inkubasi 0,1 mL larutan diambil dan ditambahkan 9,7 mL etanol 75%; 0,1 mL ammonium thiosianate 30% dan 0,1 mL 20 mM Ferrous chloride dalam 3,5 HCl. Setelah inkubasi selama 3 menit, diukur absorbansi pada 500 nm. Tingkat oksidasi diukur dengan dengan menghitung rasio absorbansi terhadap blanko (tidak dengan sampel ekstrak). Hasil dan Pembahasan Karakteristik nanokapsul Nanoenkapsulasi bahan aktif rosella dengan bahan enkapsulan β siklodextrin diharapkan mampu memberikan proteksi yang maksimal. Proses ini merupakan salah satu alternatif untuk menjaga stabilitas bahan aktif itu sendiri. Air merupakan komponen yang penting dalam bahan pangan karena akan mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa. Kandungan air dalam bahan akan mempengaruhi ketahanannya terhadap serangan mikroba yang pada akhirnya penentu bagi umur simpan. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan freeze drier untuk menjaga kestabilan bahan aktif dari kerusakan akibat panas. Gambar 17 menunjukkan hasil uji TEM nanokapsul.
49
Gambar 17 Hasil uji TEM nanoenkapsulan rosella yang dihasilkan Dari hasil uji TEM yang dilakukan seperti terlihat pada Gambar 17 menunjukkan ukuran nanokapsul yang dihasilkan berkisar 30-40 nm. Sehingga bubuk enkapsulan ekstrak rosella ini layak disebut sebagai nanokapsul. Kecilnya ukuran nanokapsul ini nampaknya berpengaruh pada prosentase bahan inti (ekstrak) yang terperangkap didalam bahan pengisi (filler). Hal ini terlihat seperti pada Tabel 10. Pada Tabel 10 terlihat bahwa bahan inti yang terperangkap dalam 20 g matrix hanya 90,6 mg dari 109,4 mg senyawa fenolik yang ditambahkan saat proses enkapsulasi, atau sekitar 93,25%. Adanya selisih bahan bioaktif yang ditambahkan dengan yang terserap diduga karena terjadi kerusakan pada saat enkapsulasi, terutama karena oksidasi panas, oksigen, dan mekanis. Selain itu, lubang matrik yang berukuran nano, hanya mampu menampung sedikit bahan inti. Tabel 10 Persentase penyerapan senyawa bioaktif ekstrak dalam bentuk nanokapsul dan ekstrak
Vit C Fenolik Antosianin
Nanokapsul (mg) 55,4 90,6 59,8
Ekstrak (mg) 59,41 109,4 69.2
% Penyerapan 93,25 82,81 86,41
Gambar 18 menunjukkan bagaimana senyawa-senyawa bioaktif rosella masuk ke dalam lubang yang berada di dalam filler. Bahan β siklodekstrin seperti yang diketahui memiliki permukaan luar yang hidrofilik dan permukaan dalam yang hidrofobik. Meski demikian, senyawa ini mampu menjerat dengan baik senyawa aktif kelopak bunga rosella di dalamnya. Hal ini dikarenakan penggunaan rpm yang tinggi pada saat nanoenkapsulasi seperti ilustrasi pada Gambar 18. Keuntungan dari kondisi ini adalah bahwa bahan inti tidak akan bereaksi dengan bahan pengisi, sehingga aktivitas bahan aktif di dalamnya akan sama baik dengan sebelum dinanoenkapsulasi jika proses enkapsulasi berjalan dengan baik.
50
komponen bioaktif
siklodekstrin
Gambar 18 Ilustrasi pengisian senyawa bioaktif rosella ke dalam siklodekstrin (sumber: siklodextriner.com)
Pengaruh variasi pH terhadap total fenolik, aktivitas antioksidan dan antibakteri ekstrak rosella Stabilitas senyawa fenolik dalam ekstrak rosella diuji pada kisaran pH 2-8. Terlihat pada Gambar 18 (data mentah disajikan pada Lampiran 9) dibawah ini, semakin tinggi pH, untuk ekstrak kelopak bunga rosella, semakin turun total fenolik. Hal ini disebabkan, kandungan fenolik dalam rosella, sebagian besar ditentukan oleh sifat antosianin didalamnya. Menurut Selim et al. (2005) pada pH 2-4 antosianin rosella masih memiliki retensi yang cukup tinggi. Pada pH 6-8 warna ekstrak cenderung kebiruan
Total fenolik (mg/g)
30 25 20 15 10
MAE
5
Nano
0 0
2
4
6
8
10 pH
y mae= -2,825x + 30,55 R² = 0,881
ynano = -0,111x + 4,849 R² = 0,515
Gambar 19 Pengaruh variasi pH terhadap total fenolik
51
Aktivitas antioksidan(%)
Ekstrak kelopak bunga rosella kandungan fenolik relatif stabil pada pH 2-4 kemudian menurun hingga pH 6 seperti terlihat dari Gambar 19. Hal ini ditandai perubahan warna merah gelap menjadi merah pucat hingga mendekati tanpa warna. Sedangkan bentuk nanokapsul memberikan stabilitas fenolik yang lebih baik dibandingkan dalam bentuk ekstrak terhadap kandungan total fenolik. Terlihat dari slope persamaan regresi yaitu 0,111 lebih kecil dibandingkan slope persamaan regresi dalam bentuk ekstrak, yaitu 2,825. Tanda negatif menunjukkan bahwa terjadi penurunan terhadap kandungan fenolik baik dalam bentuk ekstrak maupun nanoenkapsulan. Hal ini juga mengindikasikan setiap kenaikan satu satuan pH, akan mengakibatkan penurunan total fenolik sebanyak 0,111% untuk bentuk nanokapsul dan 2,825 % untuk bentuk ekstrak. Kondisi ini mencerminkan penurunan total fenolik pada ekstrak akan lebih cepat jika kondisi pH dinaikan satu satuan dibandingkan penurunan yang terjadi pada bentuk nanokapsul. Mourtzinos et al. (2008) menyatakan bahwa kelopak bunga mengandung senyawa fenolik dan antosianin. Antosianin merupakan sumber antioksidan alami. Pigmen antosianin ini membentuk warna ungu kemerahan menarik dikelopak rosella. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan perubahan struktur antosianin sebagai fungsi dari perubahan pH (Jackman dan Smith, 1996). Pada kondisi asam pH<3, antosianin berada dalam bentuk flavium, pH 4-6 bentuk tanpa warna carbinol lebih dominan dalam sistem dan ketika pH>7 bentuk antosianin dalam bentuk quinonoidal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Selim et al. (2005) Ekstrak mengalami penurunan persentase total fenolik terbesar pada pH tinggi dibandingkan pada pH rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada pH yang semakin meningkat, ekstrak cenderung mengalami kerusakan dimana senyawa fenolik yang terkandung di dalamnya juga akan mengalami kerusakan. Hal ini kemungkinan disebabkan struktur mudah berubah akibat perubahan pH dan kekuatan ionik larutan. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
MAE Nano
0
2
4
6
8
10 pH
ymae = -7,634x + 92,15 R² = 0,886
ynano = -1,307x + 52,66 R² = 0,843
Gambar 20 Pengaruh perubahan pH terhadap aktivitas antioksidan Pada Gambar 20 terlihat pengaruh pH terhadap aktivitas antioksidan ekstrak rosella lebih besar dibandingkan pengaruh pH terhadap aktivitas antioksidan
52
Zona hambat (mm)
nanokapsul rosella. Terlihat dari kemiringan persamaan regresi yang dihasilkan yaitu untuk ekstrak sebesar 7,634 lebih besar dibandingkan kemiringan persamaan regresi nanoenkapsulan, yaitu 1,307. Hal ini berarti laju penurunan aktivitas antioksidan ekstrak 7,63/1,307 atau sama dengan 5,84 kali laju penurunan aktivitas antioksidan nanokapsul. Menurut Sukhapat et al. (2004) aktivitas antioksidan kelopak bunga rosella dipengaruhi oleh pH (pH 2-7). Semakin meningkat pH, semakin menurun aktivitas antioksidan. Antioksidan dari kelompok fenolik berfungsi sebagai donor hidrogen yang akan menstabilkan senyawa radikal. Pada pH yang rendah, densitas ion hidrogen dalam medium meningkat sehingga menekan pelepasan ion hidrogen dari senyawa fenolik. Jadi ion hidrogen dalam medium sudah berfungsi sebagai donor untuk menstabilkan radikal. Hal ini terlihat pada Gambar 20, ekstrak rosella pada pH 2-4 memiliki aktivitas antioksidan sekitar 70%. Semakin menurunnya pH, berakibat pada penurunan aktivitas antioksidan hingga menjadi 30% pada pH 8. Hal ini terjadi karena menurut Tensiska et al. (2003) dengan semakin meningkatnya pH konsentrasi ion hidrogen dalam medium menurun sehingga mulai terjadi pelepasan ion hidrogen oleh senyawa fenolik (antioksidan). Hal ini berakibat semakin menaiknya pH, proteksi antioksidan oleh senyawa fenolik semakin menurun. 14 12 10 8 6 4 2 0
MAE Nano
0
2
4
6
8
10 pH
ynano = -0,291x + 4,148 R² = 0,635
ymae = -1,760x + 16,60 R² = 0,944
Zona hambat (mm)
Gambar 21 Pengaruh perubahan pH terhadap aktivitas aktivitas antibakteri ekstrak dan nanokapsul terhadap bakteri E coli 14 12 10 8 6 4 2 0
MAE Nano
0
2
ymae = -1,636x + 15,37 R² = 0,948
4
6
8
10
ynano = -0,131x + 2,964 pH R² = 0,599
Gambar 22 Pengaruh perubahan pH tehadap aktivitas antibakteri ekstrak dan nanokapsul terhadap bakteri S aureus
53 Berdasarkan analisa dari penelitian terdahulu, komponen bioaktif yang terdapat dalam ekstrak rosella adalah fenolik, tanin, flavonoid dan alkaloid. Senyawa fenolik yang terdapat dalam ekstrak tanaman semakin efektif pada pH rendah. Struktur gugus hidroksil senyawa fenolik memegang peranan penting dalam aktivitas antibakteri dimana pada pH rendah terjadi reaksi alkilasi dan hidroksilasi sehingga akan meningkatkan distribusi gugus fenolik pada fasa air dan fase lipid pada membran sel bakteri (Naufalin et al, 2005). Data hasil pengujian pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri terhadap bakteri E coli dan S aureus berturut turut tersaji pada Gambar 21 dan 22 (data mentah disajikan pada Lampiran 10). Terlihat bahwa pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri baik bentuk ekstrak maupun nanoenkapsulan terhadap bakteri E coli lebih besar dibandingkan terhadap bakteri S aureus. Terlihat dari kemiringan persamaan regresi yang dihasilkan untuk bakteri E coli. Aktivitas antibakteri baik ekstrak maupun nanokapsul berturut turut sebesar 1,760 dan 0,291 lebih besar dari aktivitas antibakteri ekstrak maupun nanoenkapsulan terhadap S aureus berturut turut 1,636 dan 0,131. Hal ini dikarenakan mikroba gram positif memiliki dinding sel yang relatif lebih tebal dibandingkan bakteri gram negatif. Gram positif disusun oleh dinding sel terdiri dari rantai tetrapeptida yang terdiri dari Lalanil-D-isoglutamil-L-lisil-D-alanin dan jembatan interpeptida yang terdiri dari lima unit glisin. Unit asam muramat disubstitusi oleh tetrapeptida yang dihubungkan oleh jembatan interpeptida dengan ikatan kovelan yang akan menghasilkan struktur yang kuat. Pengujian bunga kecombrang (Naufalin, 2005), daun sirih (Sugiastuti, 2002) terhadap aktivitas antibakteri, menunjukkan bahwa S aureus merupakan bakteri yang paling resisiten Kemampuan antibakteri pada pH rendah (2-4) menurut Naufalin et al. (2005) diduga akibat terjadinya sinergisme antara komponen antibakteri dan komponen pengatur keasaman. Substitusi antara komponen antibakteri dengan asam klorida sebagai halogen menyebabkan kerusakan membran sel lebih efektif. Hal ini disebabkan karena adanya ion Cl yang mengharuskan sel mengeluarkan energi ekstra. Pengaruh variasi suhu dan waktu pemanasan terhadap total fenolik, aktivitas antioksidan dan antibakteri ekstrak rosella Ketahanan panas merupakan syarat utama yang harus dipenuhi bahan antioksidan bila akan digunakan pada pangan, karena kebanyakan sistem pangan menggunakan temperatur tinggi seperti penggorengan dan pemanggangan. Stabilitas fenolik ekstrak kelopak bunga rosella dilakukan melalui pemanasan ekstrak pada suhu 60, 70, 80 selama 15, 30 dan 45 menit berdasarkan penghitungan total fenolik sebelum dan sesudah pemanasan.
Total fenolik (mg/g)
54
120 100 80 60 MAE Nano
40 20 0 40
50
60
70
80
90
suhu (⁰C) y nano= -1.3315x + 176.68 R2 = 0.5829
y mae= -1.5864x + 191.73 R2 = 0.6017
Gambar 23 Pengaruh suhu pemanasan terhadap total fenolik ekstrak dan nanokapsul Dari gambar 23, terlihat bahwa penurunan laju faktor protektif lebih besar terjadi dalam bentuk ekstrak dibandingkan bentuk nanokapsul. Hal ini terlihat dari kemiringan/slope persamaan regresi bentuk ekstrak , yaitu 1,5864 dan bentuk nanoenkapsulan sebesar 1,3315. Kondisi ini berarti ekstrak kelopak bunga rosella akan mengalami penurunan kandungan total fenolik sebanyak 1,5864% % untuk setiap kenaikan suhu dan lama waktu pemanasan sebanyak satu satuan. Bentuk nanokapsul lebih sedikit penurunan kandungan total fenoliknya, yaitu 1,3315 untuk setiap kenaikan suhu dan waktu pemanasan sebanyak satu satuan. Tabel 11 Pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap retensi fenolik rosella pada pH 2 Suhu (⁰C) 60 70 80 90
15 99% 93% 77% 63%
Ekstrak Waktu (menit) 30 45 94% 85% 87% 83% 58% 30% 54% 21%
15 97% 91% 86% 69%
Nanoenkap Waktu (menit) 30 45 94% 82% 86% 76% 80% 73% 38% 27%
Pada suhu 60⁰C, hingga menit ke 30, tidak ada kehilangan fenolik besar yang signifikan, baik dalam bentuk ekstrak maupun nanokapsul, terlihat pada Tabel 11 di atas nilai retensi fenolik ekstrak untuk waktu pemanasan 15, 30, 45 menit berturut-turut 99, 94, 85%. Begitu pula untuk suhu 70⁰C, nilai retensi untuk fenolik ekstrak masih diatas 80⁰C hingga 45 menit pemanasan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Selim et al. (2004), bahwa antosianin rosella tahan pada suhu tinggi pada waktu pemanasan hingga 45 menit. Salah satu bentuk fenolik dalam rosella adalah antosianin. Setelah dilakukan analisa regresi , ternyata laju penurunan faktor protektif paling besar terjadi pada suhu
55
Aktivitas antioksidan (%)
pemanasan 90⁰C diikuti suhu 80⁰C yang ditunjukkan oleh kemiringan garis yang paling besar. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
MAE Nano
40
50
yNano = -0.3162x + 70.64 R2 = 0.6837
60
70
yMAE = -1.5561x + 153.6 R2 = 0.5389
80
90
Suhu (⁰C)
Gambar 24 Pengaruh pemanasan terhadap aktivitas antioksidan ekstrak dan nanokapsul rosella Dari Gambar 24 terlihat bahwa aktivitas antioksidan bentuk nanokapsul lebih tahan terhadap pemanasan dibanding dalam bentuk ekstrak. Terlihat dari slope persamaan regresi yang di dapat untuk nanokapsul sebesar 0,3162 lebih kecil dibandingkan slope persamaan regresi ekstrak yang sebesar 1,5561. Penurunan aktivitas antioksidan terhadap perubahan suhu yang semakin tinggi disebabkan karena aktivitas antioksidan tidak hanya ditentukan oleh jumlah fenolik yang terkandung didalam ekstrak namun juga ditentukan oleh kandungan vitamin C dan hubungan sinergis antara keduanya. Vitamin C diketahui tidak stabil pada suhu tinggi. Bentuk nanoenkapsulan terbukti mampu melindungi bahan inti dari kerusakan. Konsep umum yang selama ini diketahui, semakin banyak senyawa fenolik dalam sampel, semakin tinggi aktivitas antioksidan yang dihasilkan. Menurut Tsai et al. (2002) aktivitas antioksidan ekstrak rosella memiliki korelasi yang kuat dengan kandungan antosianin. Falade et al. (2005) menyatakan bahwa ekstrak rosella memiliki kandungan vitamin C yang tinggi. Vitamin C dikenal sebagai senyawa antioksidan. Hasil ini dimungkinkan karena aktivitas antioksidan tidak hanya disebabkan adanya kandungan fenolik, namun dapat disebabkan karena adanya beberapa fitotokimia lain seperti asam askorbat, tokoferol dan pigmen dengan mekanisme sinergis diantaranya turut menentukan aktivitas antioksidan. Aktivitas antioksidan bentuk nanokapsul lebih rendah dari ekstrak, karena untuk berat yang sama kandungan fenolik dan vitamin C dalam nanokapsul lebih sedikit dibandingkan ekstrak (Gambar 24).
56
Zona hambat (mm)
12 10 8 6 4 2 MAE
0
Nano
40
50
60
70
80
90
Suhu (⁰C) yNano = -0.0439x + 5.9167 R2 = 0.5043
y MAE= -0.1783x + 17.667 R2 = 0.4865
Gambar 25 Pengaruh pemanasan terhadap aktivitas antibakteri ekstrak dan nanokapsul terhadap bakteri E coli
Zona hambat (mm)
Dibandingkan bentuk ekstrak, aktivitas antibakteri terhadap bakteri E coli bentuk nanokapsul lebih tahan terhadap suhu dan lama pemanasan sepert terlihat pada Gambar 25. Kestabilan akibat pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap ekstrak rosella diindikasikan dengan kemiringan garis regresi yaitu 0,1783 lebih besar dibandingkan nanokapsul yaitu 0,0439. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
MA E
40
50
60
70
80
90
Suhu (⁰C) ymae = -0.1728x + 16.583 R2 = 0.5359
ynano = -0.0333x + 5 R2 = 0.3846
Gambar 26 Pengaruh pemanasan terhadap aktivitas antibakteri ekstrak dan nanokapsul bunga rosella terhadap bakteri S aureus Dibandingkan bentuk ekstrak, bentuk nanokapsul memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri S aureus yang lebih tahan terhadap perubahan suhu dan lama pemanasan sepert terlihat pada Gambar 26. Kestabilan akibat pengaruh
57 suhu dan waktu pemanasan terhadap ekstrak rosella diindikasikan dengan kemiringan garis regresi yaitu 0,1728 lebih besar dibandingkan nanokapsul yaitu 0,0333. Perbedaan penurunan aktivitas bakteri S aureus yang lebih sedikit dibandingkan bakteri E coli, diindikasikan karena bakteri S aureus memiliki dinding sel yang lebih tebal dibandingkan E coli. Sehingga untuk menghambat pertumbuhannya memerlukan jumlah komponen bioaktif yang lebih besar dibandingkan bakteri E coli. Ketahanan terhadap panas merupakan syarat penting bila ekstrak dan nanoenkapsulan rosella akan digunakan pada pangan karena kebanyakan pengolahan pangan menggunakan suhu yang tinggi seperti proses pemanggangan dan penggorengan. Simpulan dan Saran Simpulan Nanokapsul ekstrak rosella memiliki ukuran berkisar 30-40 nm dengan kandungan total fenolik 4,53 + 0,26 mg/g, antosianin 2,99 + 0,18 mg/g, vitamin C 2,77 + 0,04 mg/g dan kadar air sebesar 5,16 + 0,03%, aktivitas antioksidan 49%, aktivitas antibakteri terhadap E coli dan S aureus berturut turut 3,5 + 0,5 mm, 2,5 + 0,2 mm. Bentuk nanokapsul lebih tahan perubahan lingkungan dibandingkan bentuk ekstrak seperti pH, nanokapsul lebih stabil dibandingkan bentuk ekstrak. Hal ini ditunjukkan dengan slope persamaan regresi linier bentuk nano untuk total fenolik, aktivitas antioksidan dan aktivitas antibakteri terhadap E coli dan S aureus berturut turut: 0,111; 1,307; 0,291; 0,131 lebih kecil dibandingkan bentuk ekstrak, berturut turut sebagai berikut: 2,825; 7,634;1,760; 1,636. Uji stabilitas terhadap suhu dan waktu pemanasan bentuk nanokapsul lebih stabil dibanding bentuk ekstrak. Slope persamaan regresi linier bentuk nano untuk total fenolik aktivitas antioksidan dan aktivitas antibakteri terhadap E coli dan S aureus berturut turut sebagai berikut: 1,3315; 0,3162; 0,0439; 0,0333 lebih kecil dibandingkan bentuk ekstrak, berturut turut sebagai berikut: 1,5864; 0,5389; 0,1783; 0,1728. Saran Perlu adanya penelitian untuk menjawab konsistensi produk nanokapsul yang dihasilkan pada aplikasinya di bidang pangan.
58
7 PEMBAHASAN UMUM Kandungan senyawa bioaktif dalam tanaman biasaanya memiliki nilai tambah yang tinggi. Agar penggunaan lebih maksimal dan memiliki fleksibilitas yang tinggi, maka bahan bioaktif tersebut perlu diekstrak keluar dari bahan dasarnya. Pemilihan metode ekstraksi yang akan dilakukan haruslah disesuaikan dengan karakteristik bahan terekstrak. Dalam mengembangkan metode ekstraksi bahan bioaktif yang berasal dari tanaman, pemilihan pelarut merupakan langkah pertama yang penting. Penggunaan jenis pelarut yang memiliki polaritas yang sesuai dengan komponen bioaktif rosella dan metode ekstraksi yang akan dikembangkan, memberikan peluang tercapainya tujuan dari proses ekstraksi itu sendiri, yaitu rendemen yang tinggi dan menjaga bahan bioaktif dari kerusakan. Ekstraksi tunggal terhadap kelopak bunga rosella menggunakan beberapa pelarut dengan polaritas yang berbeda, berturut turut heksan (nonpolar), etil asetat (semipolar) dan etanol 70% (polar) menghasilkan total fenolik terbesar adalah ekstrak polar 19,45 mg/g, semipolar 7,51 mg/g dan nonpolar 2,73 mg/g. Sebagian besar senyawa fenolik dalam rosella (69,45 - 86,55%) adalah antosianin. Polaritas pelarut, mempengaruhi jumlah dan jenis bahan terekstrak. Golongan senyawa metabolit sekunder yang larut dalam pelarut non polar adalah golongan minyak atsiri, asam lemak tinggi, steroid-triterpenoid dan karotenoid. Untuk metabolit sekunder yang larut dalam pelarut semi polar, adalah senyawa alkaloid, senyawa fenolik termasuk kumarin dan flavonoid , dan golongan asam lemak. Golongan metabolit sekunder yang bersifat polar adalah golongan antosianin, glikosida, saponin, tanin, karbohidrat. Ekstrak etanol yang mengandung fenolik, tanin, flavonoid dan alkaloid, memiliki sifat toksik aktivitas antibakteri dan antioksidan. Ekstrak etil asetat yang mengandung fenolik, flavonoid dan alkaloid memiliki sifat aktivitas antibakteri dan antioksidan. Pelarut heksan hanya mampu mengekstrak fenolik dan steroid dan hanya memiliki sifat antioksidan. Kandungan total fenolik berkorelasi positif dengan toksisitas, aktivitas antibakteri dan antioksidan Evaluasi toksisitas dipengaruhi oleh jenis kandungan senyawa bioaktif didalamnya terutama saponin dan alkaloid. Polifenolik yang tinggi dan alkaloid hanya dimiliki oleh ekstrak etanol 70%. Hal inilah yang mengakibatkan hanya ekstrak etanol yang memiliki sifat toksik terhadap larva udang Salina leach dengan nilai LC50 sebesar 510,613 ppm. Tujuan dari pelaksanaan uji toksisitas adalah untuk mengetahui konsentrasi ekstak yang menyebabkan kematian 50% dari udang yang diujikan. Dengan mengetahui nilai LC50 , dosis aman yang dapat digunakan untuk manusia sebaiknya tidak melebihi nilai LC50 Ekstrak heksan tidak memiliki sifat sebagai antibakteri. Hal ini diduga dikarenakan kontak antar senyawa bioaktif dengan sel bakteri terhalang oleh adanya lemak dan minyak yang terkandung dalam ekstrak heksan. Golongan senyawa metabolit sekunder yang larut dalam pelarut nonpolar adalah golongan minyak atsiri, asam lemak tingi, steroid-triterpenoid dan karotenoid, sehingga ekstrak heksan tidak dapat berdifusi dan tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Berbeda dengan ekstrak heksan, ekstrak etanol 70% dan etil asetat
59 memiliki kemampuan aktivitas antibakteri baik terhadap bakteri E coli maupun S aureus. Hal ini membuktikan bahwa komponen bioaktif dalam rosella memiliki kemampuan penghambatan baik bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. Hal ini tentu saja berimplikasi positif terhadap penggunaan ekstrak rosella terhadap berbagai jenis pangan dengan target kontaminan bakteri yang berbeda. S aureus memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan E coli tehadap ekstrak rosella karena sebagai bakteri gram positif S aureus memiliki dinding sel yang lebih tebal dibandingkan E coli. Hal ini ditunjukkan dengan nilai zona bening S aureus yang lebih kecil dibanding E coli. Hal ini disebabkan karena senyawa polifenolik tanaman akan membentuk senyawa komplek dengan protein dari dinding sel bakteri. Selain itu kondisi ekstrak yang bersifat asam (pH 2-3), memberikan efek sinergisme terhadap senyawa polifenolik dalam menghambat pertumbuhan bakteri Senyawa antioksidan alami tumbuhan pada umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin dan tokoferol. Sahidi (1997) mengemukakan bahwa komponen fenolik dari tanaman merupakan konstituen yang berperan aktif sebagai antioksidan. Antioksidan fenolik dapat menghentikan atau menghambat inisiasi dengan bereaksi dengan radikal asam lemak atau menghambat tahapan propagasi dengan bereaksi radikal peroksiatau radikal alloksi dengan reaksi sebagai berikut: AH + R* AH + ROO* AH + RO*
→ → →
A* + RH A* + ROOH A* + ROH
Radikal bebas antioksidan kemudian akan menginterferensi reaksi tahapan propagasi dengan membentuk komponen antioksidan peroksid sebagai berikut: A* + ROO A* + ROO
→ →
ROOA (non radikal) ROA (non radikal)
Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan nilai IC50, yaitu konsentrasi ekstrak yang dapat mencegah terbentuknya radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50, semakin tinggi kemampuan suatu ekstrak mencegah radikal bebas. Hasil penelitian juga mengindikasikan bahwa aktivitas antioksidan memiliki korelasi dengan total fenolik, vitamin C dan antosianin (Yang et al., 2012, AlHashimi, 2012). Namun tingkat korelasi masing masing variabel berbeda untuk setiap pelarut. Aktivitas antioksidan ekstrak etanol 70% memiliki korelasi (R2) terhadap total fenolik, vitamin C dan antosianin berturut-turut sebagai berikut: 0,981; 0,980; 0,983. Pelarut etil asetat 0,811; 0,686; 0,811 dan pelarut heksan memiliki korelasi (R2) aktivitas antioksidan yang kuat terhadap vitamin C dan total fenolik yaitu 0,991 dan 0,962. Konsep umum yang selama ini diketahui, semakin banyak senyawa fenolik dalam sampel, semakin tinggi aktivitas antioksidan ekstrak uji. Namun untuk ekstrak heksan meski memiliki kandungan fenolik yang lebih sedikit dari etil asetat, nilai IC50 lebih rendah dibandingkan ekstrak etil asetat. Pada ekstrak heksan, aktivitas antioksidannya ditentukan oleh kandungan vitamin C. Vitamin C dikenal sebagai sumber antioksidan.
60 Microwave Assisted Extraction (MAE) atau ekstraksi berbantu gelombang mikro merupakan alternatif metode ekstraksi terbaik karena lebih efisien. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan metode ekstraksi ini diantaranya adalah daya gelombang mikro, waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut yang digunakan, dengan 3 level untuk tiap variabel berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya. Adanya beberapa variabel penentu ini mengakibatkan perlu dilakukannya optimasi proses ekstraksi agar ekstrak yang dihasilkan tinggi dan kerusakan bahan bioaktif dapat ditekan menjadi seminimal mungkin. Secara umum diperlukan 27 (33) unit kombinasi penelitian, dalam rangka untuk memperkecil jumlah sampel digunakan Central Composite Design (CCD). Dengan metode ini hanya diperlukan 20 unit percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya daya gelombang mikro dan konsentrasi pelarut yang berpengaruh nyata terhadap total fenolik yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena induksi ionik dan rotasi dipole memaksa peningkatan pergerakan molekul dan panas. Peningkatan suhu akan menurunkan polaritas air. Senyawa fenolik seperti halnya antosianin bersifat polar sehingga dapat larut dalam pelarut polar seperti etanol, aceton dan air. Namun bila dilihat derajat polaritasnya, antara senyawa fenolik sebagai zat terlarut dan etanol sebagai pelarut tidak seimbang. Polaritas etanol menurut Richter et al. (2006) adalah 24, sedangkan polaritas senyawa fenolik dan antosianin 30-40. Untuk itulah perlu dilakukan penambahan air untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi. Hal inilah yang membuat interaksi antara konsentrasi etanol dan daya gelombang mikro memiliki pengaruh yang signifikan terhadap total fenolik yang dihasilkan. Kesesuaian polaritas pelarut dan zat terlarut sangat menentukan efisiensi proses ekstraksi berbantu gelombang mikro yang dilakukan. Kondisi optimasi adalah kondisi dimana estimasi response yang diinginkan (total fenolik) yang dihasilkan maksimal yaitu sebesar 24,61 mg/g. Kondisi optimum dicapai secara perhitungan pada waktu ekstraksi 4,91 menit, 78,36 % etanol dan 250 W daya gelombang mikro. Pada penelitian ini ekstraksi berbantu gelombang mikro dibandingkan dengan ekstraksi konvensional menggunakan pemanasan. Kondisi operasi pada proses ekstraksi dengan pemanasan listrik adalah suhu 50⁰C, waktu ekstraksi 4,91 menit dan konsentrasi etanol 78,36%. dibandingkan metode ekstraksi konvensional, total fenolik, antosianin, dan vitamin C, ekstraksi berbantu gelombang mikro yaitu 23,77 + 0,25; 14,80 + 0,08;10,74 + 0,14 mg/g lebih tinggi dibandingkan ekstraksi konvensional 19,84 + 0,46;9,28 + 0,04;9,99 + 0,16 mg/g. Penelitian untuk memverifikasi pada kondisi optimum, dilaksanakan dengan 4 kali ulangan dan menghasilkan total fenoliks 23.77 + 0.25 mg/g, Hasil verifikasi lebih rendah dibandingkan estimasi, dikarenakan waktu ekstraksi 4,91 menit secara teknis tidak dapat dilakukan, sehingga lama ekstraksi yang digunakan 5 menit. Secara grafis, kondisi optimasi merupakan kondisi dimana response berada pada tiik tertinggi grafik normal. Artinya kondisi perlakuan pada titik dikanan dan kiri optimasi akan memberikan respon pada grafik pada titik yang lebih rendah dibandingkan response maksimal Keunggulan penelitian ini diantaranya pemanfaatan nanokapsul dari kelopak bunga rosella sebagai antioksidan dan antibakteri alami serta memberikan nilai tambah tanaman komoditas rosella. Ekstrak yang dihasilkan sangat mudah dipengaruhi faktor-faktor lingkungan, oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk
61 menjaga kestabilan ekstrak dengan cara nanoenkapsulasi. Nanokapsul yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh bahan pelapis yang digunakan. Bahan enkapsulan diyakini sangat spesifik dan unik dalam memberikan proteksi terhadap inti. Proses nanoenkapsulasi dilakukan dengan bahan enkapsulan berupa βsiklodekstrin. Matriks tersebut dipilih karena diharapkan mampu menghasilkan nanoenkapsulan dengan efisiensi yang tinggi dan stabil terhadap kerusakan oksidatif. Fungsi β-siklodekstrin adalah sebagai filler dan bahan pembentuk matriks. Nilai pH bahan pangan olahan secara umum berkisar antara 4-7. Studi stabilitas, menunjukkan bahwa bentuk nanoenkapsulan lebih baik dalam menjaga kestabilan bahan bioaktif dibandingkan bentuk ekstrak. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak rosella stabil pada nilai pH 2-4, dan menunjukkan penurunan stabilitas pada pH mendekati netral dan basa. Aktivitas antibakteri pada pH selain dikarenakan oleh senyawa fenolik rosella, juga diduga terjadi karena adanya sinergisme antara komponen antibakteri dengan komponen pengatur keasaman. Aktivitas antibakteri nanoenkapsulan rosella pada berbagai tingkat pH lebih rendah dibandingkan ekstrak. Namun perubahan pH tidak memberikan pengaruh terhadap sifat aktivitas antibakteri bahan aktif didalamnya. Nanoenkapsulasi dapat menyebabkan penurunan aktivitas antioksidan. Dalam penelitian ini, aktivitas antioksidan dibandingkan dengan ekstrak kasar mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan β-siklodekstri hanya mampu memerangkap sedikit senyawa senyawa fenolik yang ditambahkan, yaitu 5,47 mg/g, sehingga aktivitas antioksidan rendah namun stabil terhadap perubahan suhu dan pH lingkungan. Pengawet alami dalam bentuk kasar banyak memiliki kelemahan karena mudah rusak, tidak tahan cahaya, dan oksidasi. Pemanasan ekstrak dan nanokapsul pada suhu 60,70,80 dan 90 selama 15, 30 dan 45 menit masih menunjukkan stabilitas aktivitas antibakteri dan antioksidan. Hal ini berarti ekstrak dan nanoenkapsulan rosella stabil terhadap pemanasan. Kestabilan ini penting, mengingat kandungan bahan bioaktif dalam rosella selain senyawa-senyawa fenolik dan antosianin, vitamin C turut berperan penting dalam aktivitas antioksidan dan antibakteri baik ekstrak maupun bentuk nanokapsul. Vitamin C mulai rusak pada suhu 40⁰C dan benar benar rusak pada suhu 80⁰C. Namun karena suhu ekstraksi pada MAE berkisar di 50-60⁰C, maka pengujian suhu stabilitas dimulai pada suhu 60⁰C. Pengujian stabilitas pada suhu 90⁰C lebih memastikan bahwa vitamin C sudah rusak.
62
8 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstraksi berbantu gelombang mikro pada kondisi optimumnya dapat meningkatkan rendemen tanpa merusak komponen bioaktif yang tercermin dari aktivitas antioksidan dan antibakteri. Nanoenkapsulasi mampu mempertahankan stabilitas komponen bioaktif ekstrak terhadap perubahan pH, suhu dan lama pemanasan. Secara khusus simpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1. Etanol 70% adalah pelarut yang sesuai untuk ekstraksi komponen bioaktif rosella dengan karakteristik dapat mengekstrak senyawa-senyawa fenolik sebesar 19,45 + 0,32 mg/ dan bersifat toksik yang ditunjukkan dengan nilai LC50 dibawah 1000 ppm, yaitu 510,613 ppm. Ekstrak etanol 70% memiliki aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan nilai zona bening sebesar 7,7 + 2,01 mm terhadap S aureus dan 13,28 + 3,30 mm terhadap bakteri E coli. Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan nilai IC50 sebesar 439,32 ppm. 2. Kondisi optimum proses ekstraksi menggunakan MAE yaitu pada daya gelombang mikro 250 Watt, konsentrasi etanol 78,36% dan lama waktu 4,91 menitmenghasilkan ekstrak dengan estimasi total fenolik sebesar 24,61 mg/g. Aktivitas antibakteri yang diekspresikan dengan zona hambat yang terbentuk yaitu sebesar 12.6 + 0.6 mm terhadap E coli dan 11.6 + 0.3 mm terhadap S aureus serta aktivitas antioksidan yang ditunjukkan dengan nilai IC50 sebesar 202.47 ppm. 3. Stabilitas ekstrak dapat dipertahankan melalui teknologi nanoenkapsulasi. Penurunan total fenolik terhadap perubahan pH adalah sebesar 0,1% per satuan pH dan 1,3315% terhadap perubahan per satuan suhu dan waktu. Saran Bentuk nanokapsul ekstrak rosella memiliki prospek pada aplikasi dibidang pangan dimasa depan. Sehingga diperlukan kajian mengenai konsistensi nanokapsul yang dihasilkan.
63
DAFTAR PUSTAKA A.O.A.C. 2000. Official methods of analysis of the association of official chemists international, 17thed. The Association of Official Chemists International, Gaithersburg, USA. Al-Hashimi, AG. 2012. Antioxidant and antibacterial activities of Hibiscus sabdariffa L extract. African J of Food Sci 6(21):506-511 Al-Mamun, Khatun H, Nesa L, Islam R dan Munira S. 2011. In vitro evaluationof the antibacterial, cytotoxic and insecticidal activities of Hibiscus sabdariffafruits. Libyan Agriculture Research Center Journal Intetnation 2 (3): 144-149. Anokwuru P, Esiaba, Ajibaye O, Adesuyi O. 2011. Polyfenolikic content and antioxidant activity of Hibiscus sabdariffa calyx. Res. J. Med. Plant.(5):557566. Ardiansah, Nuraida L, Andarwulan N. 2002. Aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas (Plucea indica L) dan stabilitas aktivitasnya pada berbagai konsentrasi garam dan tingkat pH. J.Teknol. Industri Pangan XIV:2 (90-97). Azza A. Abou-arab, Ferial M, Abu - Salem Esmat A. 2011. Physico chemical properties of natural pigment (antosianin) extracted from roselle calyxes. J. of American Science7(7): 445-456. Bai X, Qiu A, Guan J. 2005, Optimization of MAE of antihepatotoxic triterpenoid from Actinidia deliciosaroot and its comparison with conventional Extraction method. Food Technology and Biotechnology 45(2):174-180. Bhandari RB, Dumoulin DE, Richard JH, Noloeau I, Leber MA. 1992. Flavor encapsulation by spray drying: Application to citral and linalyl acetate. J. Food Sci. 57: 217-221. Bors W, Saran M, Elstner EF. 1992. Screening of Plant Antioxidant. Di dalam: Plant toxin analysis.HF Linkens dan JF Jackson (ed) Springer-Verlag, Berlin. Branen AL, Davidson PM. 1993. Antimicrobial in Food. Marcel Dekker. New York. Bukar A, Uba A, Oyeyi TI. 2010. Phitochemical analysis and antimicrobial activity of Parkia biglobosa (Jacq) Benth.extracts againt some food-borne microorganisms. Adv.In Env.Biology 4(1):74-79 Carvajal-Quintanilla MX,Camacho-Diaz BH, Meraz-Torres LS, Chanona-Perez JJ, Alamilla- Beltran L, Jimenez-Aparicio A,Gutierrez-Lopez GF. 2010. Nanoencapsulation: A new trend in food engineering processing. Food Eng Rev 2: 39-50 Chandramouli V, Kailasapathy K, Peiris P., Jones M. 2004. An improved method of microencapsulation and its evaluation to protect Lactobacillus spp. in simulated gastric condition. J.of Microbiol . Methods 56: 27-35. Chaudhry Q, CastleL, Watkins R. 2010. Nanotechnologies in food. The food and environment research agency. The royal society of chemistry, Thomas Graham House, Science Park, Milton Road, Cambridge CB4 0WF, UK. Chen Y, Xie MY, Gong XF. 2007. Microwave assisted extraction used for the isolation of total triterpenoid saponins from Ganoderma atrum.Journal of Food Engineering, 81:172-170.
64 Chen YH, Wang JP, Jiang HQ (2008). Optimization of extraction technology of total flavonoids from mulberry leaves by orthogonal design. Food and Drug. 3: 17-18. Chew YL, Goh JK, Lim YY. 2009. Assessment of in vitro antioxidant capacity and polyfenolikic composition of selected medicinal herbs from Leguminosae family in Peninsular Malaysia. Food Chem. 116: 13-18. Christian R, Jackson C. 2009. Change in total phenols and monomeric anthocyanin composition and antioxidant activity of three variety of sorrel (Hibiscus sabdariffa) during maturity. J. Food compos.anal.22:883-667. Christian R, Nair MG, Jackson C. 2006. Antioxidant and cyclooxygenase inhibitory activity of sorrel (Hibiscus sabdariffa). J. Food Compos. Anal. 19: 778-783. Chumsri P, Sirichele A, Itharat A. 2008. Studies on the optimum condition for extraction and concentration of roselle (Hibiscus sabdariffa Linn) extract. Songklanakarin, J.Sci. Technol. 30 ( Suppl) 133-139. Daramola B, Asunni OA. 2006. Nutrient composition and storage studies on roselle extract enriched deep fat dried snack food. Af.J.of Biotech. 5(19): 18031807. Davidson MP. 2001. Chemichal preservatives and natural antimicrobial compound. In Doyle MP, Montville TJ Editor. Food Microbiology: Fundamental and Frontiers. Washington DC: ASM Press. Doughari JH. 2006. Antimicrobial activity of Tamarindus indica Linn. Tropical J Pharmaceutical Research 5:597-603. Duangmal K, Saicheua B, Sueeprasan S. 2004. Roselle anthocyanins as natural food colorant and improvement of its colour stability. Color and Paints, Interim Meeting of the international Color Association, Proceedings. pp: 155158. Ebi GC, Ofoefule SI. 1997. Investigation into the folkloric antimicrobial activities of landolphia owerrience. Phytother. Res. 11:149-151. Ewald C. 1999. Effect of processing on major flavonoid in processed onion, grean beans and peas. J Food Chem. 64:231-235. Falade OS, Otemuyiwa IO, Oladipo A, Oyedapo OO, Akinpelu BA, Adewusi SRA. 2005. The chemical composition and membrane stability activity of some herbs used in local therapy for anemia. J. Ethnopharmacol, 102:15-22. Fuleki T. Francis FJ. 1968. Quantitative methods for antosianins, 1. Extraction and determination of total antosianin in Cranberries, J. Food Sci. 33(1); 72-77. Ganzler K, Salgo A. 1986. Microwave extraction anovel sample preparation method for chromatography. Journal of Chromatography, 371:299-306. Gao M, Song B, Lin C. 2006. Dynamic Microwave Assisted Extraction Of Flavonoids From Saussurea Medusa Maxim. Cultured Cells, Biochemical Engineering Journal, 332: 79-83. Garcia-Alonso J, Ros G, Vidal-Guevara L, Perigo. 2006. Acute intake of fenolikic rich juice improves antioxidant status in healthy subject J. Nutr.Res. 26:330-339. Gertenbach DD. 2002. Solid-liquid extraction technologies for manufacturing neutraceutical, CRC Press.
65 Gujar JG, Wagh SJ, Gaikar VG. 2009. Experimental and modelling on MAE of thymol from seed of Trachyspermum ammi. J. Separat and Purif Technol, (70): 254-264 pp. Gordon MH. 1990. The mechanism of antioxidant action in vitro. In: food antioxidant. BJF Hudson (ed) Elseviere Applied Science, London-New York.pp 1-15. Haraguchi H. 1998. Antifungal activity from galanga and the competition for incorporation of unsaturated fatty acid in cell growth. Plant Med 62(4):308312. Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia. Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Terjemahan Padmawinata K dan Soediro L. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hemwimon S. Pavant P, Shotipru A. 2007. Microwave assisted extraction of antioxidative anthraquinones from roots of Morinda citrifolia. Separat. Puri.Technol, 54:44-50. Hougthon PJ, Raman. 1998. Laboratory handbook for the fractination of natural extract. Chapmant and Hall, London. Husam MK, Huang DH, Xie BJ. 2010. Flavol of lotus seed epicarp and their antioxidative potential. Eur.Food Res.Tech. 231:387-394. Hustiany R. 2006. Modifikasi asilasi dan suksinilasi pati tapiokasebagai bahan enkapsulasi komponen flavour. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Jackman, RL Smith, JL. 1996. Antosianins and betalains, In:Nnatural Food Colourant. GAF Hendry dan JD Houghton (Ed) 2nd ed. Blackie Academic & professional, Great Britain. Jiangfeng S, Dajing L, Chungquan L, Ying Z. 2011. Optimized microwave assisted extraction of total phenolics from Ipomea batatas leaves and its antioxidant activity. Innovative Food Science and Engineering Technologis 12: 282-287 Juniarti, Osmeli D, Yuhernita. 2009. Kandungan senyawa kimia, uji toksisitas dan antioksidan dari ekstrak daun saga. Makara Sains (13):50-54. Kanazawa AT, Ikeda T, Endo. 1995. A novel approach to made of action on cationic biocides: Morfological effect on antibacterial activity. J.Appl Bacteriol 78:55-60. Kao ES, Tseng TH, Lee HJ, Chan KC, Wang CJ. 2009. Antosianin extracted from Hibiscus attenuate oxidized LDL–mediated foam cellformation involving regulation of CD36 gene. Chem-Biol. Interact.179: 211-218. Kim YD, Moor CV, Schenz TW. 1996. Microencapsulation properties of gum arabic and several food protein: Liquid orange oil emulsion particles. J Agric.Food Chem 44: 1314-1320. King AH. 1995. Encapsulation in food ingredient: A review of available technology focussing on hidrocolloids. Encapsulation and control release of food ingredient. Risch SJ. and Reineccus GA. Washington DC, ACS Symposium Series 590:26-41. King JW, Gabriel RD, Wightman JD. 2009. Subcritical water extraction of antosianin from fruit berry substrates. Supercritical Fluid Facility. Los Alamos National Laboratory C.ACT Group Chemistry Division, Los Alamos , USA.
66 Kochar SP, dan Rossell. 1990. Detection, estimation and evaluation of atioxidant in food system. In BJF Hudson (ed) Food antioxidant. Elseviere Applied Science, London and New York. 19-46 pp. Lee WC, Yusof Y, Hamid NSA, Baharin BS (2006). Optimizing conditions for hot water extraction of banana juice using response surface methodology (RSM). J. Food Eng., 75(4): 473-479. Lestari LN, Hastuti, Raharjo T. 2005. Sifat antioksidatif ekstrak buah duwet (Syzium cumini).Agritech 25 (1):24-31. Li H, Wang XY, Li Y, Li PH, Wang H. 2009. Polyfenolikic compounds and antioxidant properties of selected China wines. JournalFood Chem. 112:454460. Li, Wei, Tao , Keji Tang . 2009. Flavonoids from Mulberry leaves by microwaveassisted extract and anti-fatigue activity. African Journal of Agricultural Research Vol. 4 (9), pp. 898-902. Mandal V, Mohan Y, Hemalatha S. 2007. Microwave assisted extractionan innovative and promissing extraction tool for medicinal plant research. Pharmacognosy Reviews 1:7-18. Mardiah. 2010. Ekstraksi kelopak bunga dan batang rosella (Hibiscus sabdariffa L) sebagai pewarna alami. [Disertasi]. Univ. Juanda, Bogor. Markom. 2007. Extraction of hydrolysable tannins from Phyllantus niruri Linn: Effect of solvents and extraction methods. J. Separation and Purification Technology 52:487-496. Maryani H, Kristiana L. 2005. Khasiat dan manfaat rosella. Agromedia Pustaka, Jakarta. Mazza G, Miniati, E. 1993. Antosianin in fruits, vegetables and grains. CRC Press Inc, United State of America. Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen JB, Nicholsand DE, Mclaughlin JL. 1982. Brine Shrimp; a convenient general bioassay for active plant constituent. Plant Medica, 45: 31-34. Mojiminiyi FBO, Dikko M, Muhammad BY, Ojobor PD, Ajagbonna OP, Okolo RU, Igbokwe UV, Mojiminiyi UE, Fagbemi MA, Bello SO, Anga TJ. 2007. Antihypertensive effect of an aqueous extract of the calyx of Hibiscus sabdariffa. Fitoterapia, 78: 292-297. Montgomery, DC. 2001. Design and analysisi of experiment, John Wiley & Sons, Inc., 5th Edition, pp 427-500. Mourtzinos I, Makris DP, Yannakopoulou K, Kalogeropoulos N, Michali I, Karathsnos VT. 2008. Thermal stability of antosianin extract of Hibiscus sabdariffa L.in the presence of β-Cyclodextrin. J. Agric. Food Chem. 56: 10303-10310. Mudi SY, Ibrahim H. 2008. Activity of Bryophillum pinnatum S. kurz ekstracts on respiratory tract pathogenic bacteria. Bayero Journal of Pure and Applied Science1(1):43-48. Muhilal. 1991. Teori radikal bebas dalam gizi dan kedokteran. Cermin Dunia Kedokteran. 73:9-11. Naufalin R, Betty SLJ, Kusnandar F, Sudarwanto M, Rukmini HS. 2005. Aktivitas antibakteri ekstrak bunga kecombrang terhadap bakteri patogen dan perusak pangan. Jl Tek.Ind.Pangan 2: 119-125.
67 Naufalin R, Rukmini HS. 2013. Nanoencapsulated of natural antioxidant based on kecombrang (Nicolai speciosa Horan) fruit using cyclodextrin-gelatin as filler ingredient. 13th ASEAN Food Conference, Singapore, 9-11 September 2013. Naufalin R. 2005. Kajian sifat antimikroba ekstrak bunga kecombrang (Nicolaia horan) terhadap berbagai mikroba patogen dan perusak pangan. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nuraida L, Dewanti RH. 2001. Sifat antimikroba beberapa tanaman indigenous terhadap bakteri patogen dan pembusuk serta kapang. Proseeding seminar Nasional Pangan Tradisional Sebagai Basis Industri Pangan Fungsional dan Suplemen. Jakarta 14 Agustus 2001. Nychas GJE, Tassau CC. 2000. Traditional preservative-oil and spices. In Robinson RK, Batt, Patel PD.Editorial.Encyclopedia of Food Microbiology volume 1. Academic Press London. Oboh G, Elusiyan CA. 2004. Nutrient composition and antimicrobial activity of Sorrel ndrink (soborodo), J Med. Food 7(3): 340-42. Olaleye, T. 2007. Cytotoxicity and antibacterial activity of metanolic extract of Hibiscus sabdariffa. J. Med.Plants Res., 1(1): 009-013. Othman AA. Ismail NA, Ghani Adenan I. 2005. Antioxidant capacity and fenolikic content of cocoa beans. Journal of Food Chemistry 100 :1523-1530. Pan X, Niu G, Liu H. 2001. Microwave assisted extraction of Tranchiones from Salvia miltiorrhiza with analysis by HPLC. J of chromatography 922: 371375. Pratt DE, dan Hudson BJF. 1992. Natural antioxidant not exploited commercially. In BJF Hudson (Ed) Food Antioxidant. Elsevier Applied Science, London and New York. 171-189 pp. Radiati LE. 2002. Mekanisme penghambatan virulensi bakteri enteropatogen oleh ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinalle Roscoe). [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Richter P, Total MI, Toledo C. 2006. Subcritical Water Extraction and Determination of Nifedine in Pharmacheutical Formulation Drug, Cosmetics, Forensic Science. J.of AOAC International (89)2. Rizqiati H, Jenie BSL, Nurhidayat N, Nurwitri CC. 2009. Karakteristik mikrokapsul probiotik Lactobacillus plantarum yang dienkapsulasi dengan susu skim dan gum arab. [Disertasi] Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rostagno MA, Palma M, Barroso CG. 2007. Microwave assisted extraction of soy isoflavones. Analytica Chimica Acta, 588:274-282. Rostinawati T. 2009. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol bunga rosella terhadap Escherichia colli, Salmonella Typhi dan Staphylococcus aureus dengan metode difusi agar. Ruangsri P, Chumsri P, Anschalee S, Arunpora I. 2008. Changes in quality and bioactive properties of concentrated Roselle (Hibiscus sabdariffa Linn) extract. As. J.Food Ag-In. I(02):62-67. Samsumaharto RA, Sari YENI. 2011. Uji aktivitas antibakteri ekstrak n-heksan, etil asetat, dan etanol 70% daun rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923. Jurnal ilmiah biologi dan kesehatan (4):36-42.
68 Saragih B, Betty SLJ, Wijaya CH. 2003. Potensi antimikroba ekstrak kulit kayu sikam (Bishoffia javanica BL) terhadap bakteri patogen dan perusak makanan. Proceeding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Perhimpunan Ahli teknologi Pangan Indonesia (PATPI). Yogyakarta, 22-23 Juli 2003. Schuler. 1990. Natural antioxidant exploited commercially. In: BJF Hudson (ed) food antioxidant. Elsevier Applied Science, London and New York. pp 99-170. Selim KA, Khalil KE, Abdel-bary MS, Abdel Azeim NA. 2005. Extraction, encapsulation and utilization of red pigments from Roselle (Hibiscus sabdariffa) as natural food colorant. Food science and Tech. Dept. Shahidi F, Nackz M. 1995. Food phenolics source, chemistry effect aplication. Techomic Publishing AG, Switzerland. Shahidi F, Wasundara UN. 1995. Oxidative stability of encapsulated seal blubber oil. American Chemical Society: 139-151. Sharaf A, Geneidi A, Negm S. 1966. Further study on the antibacterial effect of H Sabdariffa. Path. Microbiol. 29 (1): 120-125. Sharma M, Vimal M, Maneesha A, Joshy PJ, Drishya KR. 2011. Antimicrobial screening of different extracts of South Indian medicinal plants of meliacea. J Medicinal Plants Research 5:688-695. Shil J, Nawaz H, Pohorly J, Mital G, Kakuda Y, Jiang Y. 2005. Extraction of polyphenol from plant material for functional foods engineering and technology. Food Rev.Int. 21:139-166. Shu YY, Ko MY, Chang YS. 2003. Microwave-assisted extraction of ginsenosides from ginseng root. Microchem. J. 74: 131-139. Sparks RE. 1981. Microencapsulation. Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemistry and Technology. M Grayson and E David. New York, John Wiley and Son.15:470 Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1989. Analisis untuk bahan makanan dan pertanian. Liberty Yogyakarta. Sugiastuti S. 2002. Kajian aktivitas antibakteri dan antioksidan ekstrak daun sirih (Piper betle L) pada daging sapi giling [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Sukhapat N, Ungpaiboon S, Itharat A, Puripattanavong J, Pinsuwan S, 2004. Influence of pH on antioxidant activity of roselle (Hibiscus sbdariffa)extract in aquoeus solution. The 10th World Conggress on Clinical Nutrition in the next decade: Nutraceutical/Functional food: Product Performace in Health, Disease and Safety. Abstract Book organized by PSU, INC and Biotec 30 Nov- 3 Dec, 2004. Phuket, Thailand, p.184 Suratmo. 2005. Potensi eksrak daun sirih merah (Piper crocatum) sebagai antioksidan. [Tesis.] Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Tidak dipublikasikan. Tang HC. 1992. Phenolic compounds in food: an overview. In: Phenolic compounds in food and their effect on health. Chi-tang H, Chany Y, Lee Mou TH. American Chemical Society, Washington, DC. Tensiska, Wijaya CH, Andarwulan N. 2003. Aktivitas antioksidan ekstrak buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam beberapa sistem pangan dan kestabilan aktivitasnya terhadap kondisi suhu dan pH. J Teknol dan Ind Pert XIV(1):29-39
69 Tranggono. 1989. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives). Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, UGM,Yogyakarta. Tsai PJ, Mcintosh J, Pearse P, Camden B, Jordan TB. 2002. Antosianin and antioxidant capacity in Roselle Hibiscus sabdariffa Lextract. Food Res. International 35:351-356. Tsai PJ. Huang HP. 2004. Effect of polymerizationon the antioxidant capacity of antosianins in roselle. Food Res. Int. 37:313-318. Tseng TH, Hsu JD, Lo MH, Chu CY, Chou FP, Huang CL, Wang CJ. 1998. Inhibitory effect of Hibiscus protocatechuic acid on tumor promotion in mouse skin. Cancer Lett. 126: 199-207. Wandrey C, Bartkowia A, Harding SE. 2010. Materials for encapsulation. In encapsulation technologies for active food ingredients and food processing. Zuidam NJ. and Nedovic VA (Eds.). Springer New York Dordrecht Heidelberg London. pp. 31-100. Wang CJ, Wang JM, Lin WL, Chu CY. Chou FP, Tseng TH. 2000. Protective effect of hibiscus antosianin againts tert - butyl hydroperoxide induced hepatic toxicity in rats. Food chem toxicol 38; 411-416. Wang YL, Xi GS, Zheng YC, Miao FS. 2010. Microwave assisted extraction from chinese herb Radix puerariae. Journal of Medicinal Plant Research 4(4):304-308. Wibowo MS, Anna Y, Irma R. 2009. Uji aktivitas antimikroba infusum bunga rosella (Hibiscus sabdariffa) dengan metode difusi agar. J Kes.BHT.(1) 1:1-5 pp. Widodo, Soeparno, Wahyuni E. 2003. Bioenkapsulasi probiotik (Lactobacillus casei) dengan pollard dan tepung terigu serta pengaruhnya terhadap viabilitas dan laju pengasaman. J.Tek.dan Ind.Pangan 14:98-106. Yang L, Gou Y, Zhao T, Zhao J, Li F, Zhang B, Wu X. 2012. Antioxidant capacity of extract from calyx fruits of roselle (Hibiscus sabdariffa). African Journal of Biotechnology 11(17):4063-4068. Young SLX, Sarda R. 1993. Microenkaptulating properties of whey proteins. J.Dairy Science 76:2878-2885. Yuliani S, Torley PJ, Bhandari RB. 2006. Mikroenkapsulasi d-limonen untuk perisaan produk ekstrusi. J. Tek. Ind. Pert. 17(2),54-60. Yurttas HC, Schafer HW, Warthesen JJ. 2000. Antioxidant activity of nontocopherol hazelnut (Coryluss sp)fenolikic.J of Food Sci. 65(2): 276-280. Zhang F, Chen B, Xiao S, Yao S. 2005. Optimization and comparison of different extraction Techniques for sanguinarine and chelerythrine in fruits of Macleaya cordata (Wild) R.Br. Separat Purif.Technol. (2): 283-290. Zheng X, Liu B, Li L dan Zhu X. 2011. Microwave assisted Extraction and Antioxidant Activity of Total Fenolikic Compounds from Pomegranate Peel. J. Med. Plant. Res. 5(6): 1004-1011.
70 Lampiran 1 Pengaruh jenis pelarut terhadap fitokimia ekstrak Senyawa fitokimia Fenolik
Pelarut Heksan etil asetat (+) Hijau (+) Hijau
etanol 70% (+) Ungu
Flavonoid
(-)
(+) merah
(+) Jingga
Alkaloid
(-)
(+) merah
(+) merah
Tanin
(-)
(-)
(+) hijau
Steroid
(+) hijau
(-)
(-)
1 19,32 7,53 2,86
2 19,32 7,49 2,90
Total Fenolik (mg/g) 3 4 5 19,84 19,06 19,32 7,50 7,59 7,40 2,55 2,04 3,18
6 rerata stdev 19,84 19,45 0,32 7,52 7,51 0,06 2,84 2,73 0,39
etanol etil asetat heksan
1 13,49 6,49 0
2 13,47 6,58 0
Total antosianin (mg/g) 3 4 5 13,52 13,55 13,53 6,48 6,43 6,48 0 0
6 rerata stdev 13,49 13,51 0,03 6,55 6,50 0,05 0 0 0
etanol etil asetat heksan
1 208,5 42,1 30,55
2 205,8 49,3 30,63
Vit C 3 200,5 49,3 30,4
6 rerata stdev 194,2 203,73 5,21 43,94 46,93 4,06 30,6 30,55 0,08
Pelarut etanol etil asetat heksan
Pelarut
Keterangan
4 203,8 53,5 30,62
(+) bila terbentuk warna ( hijau, biru atau ungu (+) bila terbentuk warna merah, kuning atau jingga (+) bila terbentuk endapan putih, coklat, merah jingga (+) bila terbentuk warna biru atau hijau (+) bila terbentuk warna biru atau hijau
(mg/10g) 5 209,6 43,43 30,47
71 Lampiran 2 Pengaruh jenis pelarut terhadap uji toksisitas Pelarut Etanol 70%
Heksan
Etil Asetat
Kontrol etanaol
Etil Asetat kontrol heksan Kontrol
Konsentrasi Hidup Mati (ppm) 10 48 12 100 46 14 500 30 30 1000 23 37 10 54 6 100 51 9 500 43 17 1000 28 32 10 54 6 100 49 11 500 38 22 1000 28 32 10 60 0 100 54 6 500 52 8 1000 50 10 10 60 0 100 55 5 500 55 5 1000 52 8 10 60 0 100 58 2 500 58 2 1000 57 3
AH AM AM/T 147 99 53 23 176 122 71 28 169 115 66 28 216 156 102 50 222 162 107 52 233 173 115 57
12 26 56 93 6 15 32 64 6 17 39 71 0 6 14 24 0 5 10 18 0 2 4 7
12/159 26/125 56/109 93/116 6/182 15/137 32/103 64/92 6/175 17/132 39/105 71/99 0/216 6/162 14/116 24/74 0/222 5/167 10/117 18/65 0/233 2/175 4/119 7/64
Mortalitas
Lc50
7,55% 20,80% 510.613 51,38% 80,17% 3,30% 10,95% 1.718,446 31,07% 69,57% 3,43% 12,88% 1.241,983 37,14% 71,72% 0,00% 3,70% 12,07% 32,43% 0,00% 2,99% 8,55% 25,71% 0,00% 1,14% 3,36% 10,94%
72 Lampiran 3 Pengaruh jenis pelarut terhadap aktivitas antibakteri dan antioksidan Dosis
Etanol 70% KHM KBM SA EC SA 1000 +++ +++ +++ 5000 ++ ++ ++ 10000 + + + 11000 12000 15000 Dosis
1000 5000 10000 11000 12000 15000
N Heksan KHM KBM SA EC SA +++ +++ +++ ++ ++ ++ -
Ethyl asetat KHM KBM EC SA EC SA +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + -
EC +++ ++ -
Kontrol blanko KHM KBM EC SA EC SA EC +++ +++ +++ +++ +++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + + + + -
Dosis Pelarut ekstrak 75% 50% etanol 49% 53% 54% 53% 57% 22% 12% 19% 26% 14% etil asetat 62% 14% 30% 8% 5% 20% 1% 1% 3% 19% heksan 42% 46% 40% 41% 39% 20% 8% 8% 14% 6% Pelarut 100% etanol 74% 76% 76% 78% 76% etil asetat 60% 56% 55% 52% 53% heksan 72% 73% 72% 71% 74%
73
Lampiran 4 Pengaruh daya gelombang mikro, konsentrasi etanol dan lama ekstraksi terhadap total fenolik Daya 100 175 250 325 400
I 0,195 0,204 0,213 0,206 0,206
II 0,192 0,185 0,221 0,203 0,205
I 1445,98 1524,14 1602,30 1541,51 1541,51
II 1419,92 1359,13 1671,78 1515,45 1532,82
Daya 100 175 250 325 400 waktu 1 menit 3 menit 5 menit 7 menit 9 menit 11 menit
Waktu 1 menit 3 ment 5 menit 7 menit 9 menit 11 menit
Absorbansi Iii 0,198 0,188 0,219 0,206 0,186 Total II 1472,03 1385,19 1654,41 1541,51 1367,82
IV 0,195 0,187 0,220 0,205 0,196
rerata 0,195 0,191 0,218 0,205 0,198
stdev 0,002 0,009 0,004 0,001 0,009
Fenolik IV 1445,98 1372,16 1663,09 1528,48 1450,32
rerata 14,46 14,10 16,48 15,32 14,73
stdev 0,21 0,77 0,31 0,12 0,81
1 0,361 0,381 0,499 0,372 0,399 0,313
Absorbansi 2 3 0,305 0,332 0,389 0,381 0,479 0,441 0,439 0,388 0,365 0,359 0,342 0,338
4 rerata stdev 0,333 0,333 0,023 0,384 0,384 0,004 0,473 0,473 0,024 0,400 0,400 0,029 0,374 0,374 0,018 0,331 0,331 0,013
1 14,44 15,31 20,43 14,92 16,09 12,35
Total fenolik mg/g 2 3 12,01 13,18 15,65 15,31 19,56 17,91 17,83 15,61 14,61 14,35 13,61 13,44
4 rerata stdev 13,21 13,21 0,99 15,42 15,42 0,16 19,30 19,30 1,04 16,12 16,12 1,24 15,02 15,02 0,76 13,14 13,14 0,56
74
Absorbansi Kons. Et 90% 80% 70% 60% 50% 40%
1 1,418 1,417 0,966 1,009 1,171 1,497
Kons. Et 90% 80% 70% 60% 50% 40%
1 1206,72 1205,85 814,18 851,52 496,10 318,83
2 0,267 0,293 0,204 0,160 0,155 0,145
3 0,335 0,339 0,192 0,172 0,154 0,126
4 rerata stdev 0,301 0,580 0,559 0,316 0,591 0,551 0,198 0,390 0,384 0,166 0,377 0,422 0,154 0,409 0,508 0,134 0,476 0,681
Total fenolik mg/100 g 2 3 4 rerata stdev 1035,63 1330,91 1183,27 1189,13 121,1141 1148,53 1348,28 1248,40 1237,77 84,27553 762,07 709,96 736,02 755,56 44,49506 571,01 623,12 597,06 660,68 128,9948 549,30 544,96 544,96 533,83 25,23217 505,87 423,37 458,11 426,55 79,37642
75
Lampiran 5 Pengaruh metode ekstraksi terhadap jumlah antosianin, vitamin C, total fenolik dan rendemen Metode Mae konvensional Metode Mae konvensional
Absorbansi 1 2 0,488 0,483 0,458 0,454
3 0,482 0,454
4 average st dev 0,485 0,485 0,003 0,456 0,456 0,002
Antosianin (mg/g) 1 2 3 14,91 14,76 14,73 9,33 9,25 9,25
4 average st dev 14,82 14,80 0,08 9,29 9,28 0,04
Metode MAE Konvens Metode MAE Konvens
1 0,61 0,58
Absorbansi 2 3 0,6 0,62 0,56 0,56
Vit C (mg/g) 1 2 3 10,736 10,56 10,912 10,208 9,856 9,856
metode MAE Konvens metode MAE Konvens
1 0,302 0,252
2 0,306 0,263
Absorbansi 3 0,299 0,253
4 average st dev 0,61 0,61 0,008165 0,57 0,5675 0,009574
4 average stdev 10,736 10,736 0,143703 10,032 9,988 0,168507
4 average stdev 0,302 0,30225 0,002872 0,26 0,257 0,005354
Total fenolik 1 2 3 4 average stdev 23,75223 24,09962 23,4917 23,75223 23,77395 0,249445 19,40996 20,36526 19,49681 20,10473 19,84419 0,464982
76 Lampiran 6 Pengaruh metode ekstraksi terhadap aktivitas antibakteri
E coli
MAE Konv
st Zona bening (mm) rerata dev 12,6 11,8 13,3 12,7 12,6 0,6 10,3 10,7 9,7 10,2 10,2 0,4
SA
MAE Konven
11,6 9,4
Zona bening (mm) rerata stdev 11,2 11,9 11,7 11,6 0,3 10,5 9,3 10 9,8 0,6
77
Lampiran 7 Pengaruh metode ekstraksi terhadap aktivitas antioksidan Aktvitas Antioksidan rerata stdev 1 2 3 4 5 MAE 79% 78% 78% 79% 80% 79% 1% Konven 75% 73% 72% 74% 74% 73% 1% Aktvitas Antioksidan rerata stdev 1 2 3 4 5 MAE 68% 70% 73% 69% 71% 70% 2% Konven 63% 62% 64% 65% 63% 63% 1% Aktvitas Antioksidan rerata stdev 1 2 3 4 5 MAE 62% 64% 61% 62% 59% 62% 2% Konven 51% 52% 50% 51% 52% 51% 1% 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 MAE 79% 78% 78% 79% 80% 68% 70% 73% 69% 71% konven. 75% 73% 72% 74% 74% 63% 62% 64% 65% 63% 1 2 3 4 5 MAE 62% 64% 61% 62% 59% konven. 51% 52% 50% 51% 52%
78 Lampiran 8 Pengaruh bentuk ekstrak dan nanoenkapsulan terhadap jumlah antosianin, fenolik dan vitamin C Metoda variabel MAE
Metode
antosianin Vit C fenolik
1 14,91 10,74 23,75
2 14,76 10,56 24,10
Ulangan 3 14,73 10,91 23,49
2 2,91 2,73 4,66
Ulangan 3 2,93 2,77 4,16
Variabel
Nanokap antosianin Vit C fenolik
1 3,03 2,82 4,37
rerata 4 14,82 10,74 23,75
stdev
14,80 10,74 23,77
0,08 0,14 0,25 rerata
4 2,81 2,82 4,81
stdev
5 2,73 4,66
2,89 2,76 4,57
0,07 0,04 0,28
79 Lampiran 9 Stabilitas total fenolik terhadap perubahan pH Bentuk
Blok
pH 2
3
4
nano 1 0,22 2 0,25 3 0,243
0,22 0,22 0,24 0,245 0,25 0,25
1 2 3
4,16 4,81 4,66 4,54 0,34
4,16 4,59 4,81 4,52 0,33
1 2 3 4
0,302 0,299 0,306 0,303
1 2 3 4
23,75 23,49 24,10 23,84 23,80 0,25
rerata st dev
4,16 4,70 4,81 4,56 0,35
Ekstrak
rerata stdev
0,3 0,276 0,29 0,266 0,3 0,28 0,3 0,288 23,58 22,71 23,58 23,58 23,36 0,43
21,49 20,63 21,84 22,54 21,62 0,79
5 6 Absorbansi 0,223 0,212 0,234 0,223 0,221 0,221 Total fenolik 4,22 3,98 4,46 4,22 4,18 4,18 4,29 4,13 0,15 0,13 Absorbansi 0,189 0,156 0,203 0,152 0,2 0,148 0,199 0,145 Total fenolik 13,94 11,07 15,15 10,73 14,89 10,38 14,81 10,12 14,70 10,57 0,53 0,42
7
8
0,21 0,2 0,215 0,214 0,22 0,218 3,94 4,05 4,16 4,05 0,11
3,72 4,03 4,11 3,96 0,21
0,154 0,15 0,15 0,145 0,14 0,144 0,145 0,145 10,90 10,55 9,68 10,12 10,31 0,53
10,55 10,12 10,03 10,12 10,20 0,24
80 Lampiran 10 Stabilitas aktivitas antibakteri terhadap perubahan pH Bentuk Nano
Bakteri Blok E coli
SA
1 2 3 average stdev 1 2 3 average stdev
Ekstrak EC
average stdev SA
average stdev
pH 2 3 4 3 3 3 3,5 3 3 4 4 3 3,5 3,3 3,0 0,5 0,6 0,0 2,5 2,5 3 3 3 3 2,5 2 2 2,7 2,5 2,7 0,3 0,5 0,6 12,6 11,8 11 11,8 11,5 10 13,3 12 12 12,7 11,5 11 12,6 11,7 11 0,6 0,2 0,8 11,6 10,5 10 11,2 11 10 11,9 10 11 11,7 11 10 11,6 10,63 10,25 0,3 0,5 0,5
5 3 3 2 2,7 0,6 2 2 2 2,0 0,0 8 9 9 8 8,5 0,6 7 6 6 7 6,5 0,6
6 7 3 3 2 2 2 2 2,3 2,3 0,6 0,6 3 3 2 2 2 2 2,3 2,3 0,6 0,6 5 4 5 4 5 3 4 4 4,75 3,75 0,5 0,5 5 3 6 3 5 3 5 3 5,25 3 0,5 0,0
8 2 2 1 1,7 0,6 2 2 1 1,7 0,6 3 3 4 3 3,25 0,5 3 3 3 3 3 0,0
81
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Purwokerto, tanggal 18 Oktober 1973. Merupakan putra/putri ke 4 dari 5 bersaudara dari Bapak Drs. Moelyo Soentoro dan Ibu Sri Wahyuti. Pendidikan sarjana ditempuh di Departemen Teknik Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada tahun 1992-1996. Menempuh pendidikan S2 di Goettingen Universiteit, Jerman pada 1999-2001 dengan beasiswa Due-Batch II. Mulai tahun 2009 menempuh pendidikan doktoral di Program Mayor Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogordengan beasiswa PHKI. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman sejak tahun 1999 hingga sekarang.