NAFAS KREATIF-INOVATIF-AKTIF (KIA) DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA Anang Santoso Guru Besar pada Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, dan Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang Abstrak: Pembelajaran kreatif, inovatif, dan aktif adalah bentuk pembelajaran yang pelaksanaannya dijiwai dan diwarnai oleh kegiatankegiatan yang bersifat penciptaan, pembaharuan, dan pengaktifan siswa. Agar selalu ada aktivitas yang identik dengan “baru” itu, pembelajaran harus selalu melibatkan anak secara aktif “mengerjakan” sesuatu, tidak hanya “mendengar” dan “melihat”. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh sekolah dalam rangka pembelajaran inovatif meliputi (1) pemilihan paradigma pendidikan yang cocok, (2) penumbuhan kegemaran membaca, (3) guru yang konstruktivistik, (4) penataan ruang kelas yang variatif, (5) pemilihan metode yang mengaktifkan siswa, dan (6) perancangan tugas yang bersahabat bagi siswa. Kata kunci: pembelajaran kreatif, inovatif, dan aktif, PAKEM(I), mengerjakan sesuatu, Konfusius, Silberman.
KREATIF, INOVATIF, AKTIF. Itulah tiga kata kunci yang selalu dituntut kepada kita saat mengajar. Tiga istilah itu saling berkaitan dan saling bergantung. Jika kreatif, baguslah pembelajaran kita. Jika belum atau tidak kreatif, kurang baguslah pembelajaran kita. Jika penuh inovasi, acungan jempol layak diacungkan kepada pembelajaran kita. Jika tidak atau kurang inovasi, acungan jempol terbaliklah yang layak kita peroleh. Jika aktif, pembelajaran kita akan menyenangkan. Jika tidak aktif, pembelajaran tidak menyenangkan. Demikian seterusnya. Pada tahun 1977—1980, ketika saya masih duduk di SMP, guru Bahasa Indonesia saya adalah guru favorit saya. Beliau amat “hebat” dalam mengajarkan mata pelajaran yang sebelumnya tidak begitu saya sukai itu. Beliau amat hebat dalam mengajarkan puisi “Aku”. Beliau mempunyai banyak nilai plust dalam mengajarkan menulis surat. Beliau amat hebat mengajarkan tata bahasa. Setelah sekarang baru saya sadar bahwa beliau itu adalah orang-orang yang “hebat” dalam mengajar. Saya juga mempunyai guru favorit lainnya, yakni guru matematika. Pak Kabul namanya. Beliau alumni Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP),
bukan sarjana (muda) seperti guru yang lainnya pada umumnya. Beliau amatlah piawai dalam menerangkan konsep matematika yang sulit-rumit sehingga kami menjadi mudah memahaminya. Masalah-masalah matematika yang sering membuat kami pusing pada waktu itu, seperti “himpunan”, “persamaan” dan “pertidaksamaan”, deret aritmatika, dan sebagainya dibelajarkan secara mudah. Pada waktu itu, belum muncul pelbagai istilah pembelajaran yang sekarang menjadi arus besar dalam dunia pendidikan. Istilah-istilah seperti “pendekatan komunikatif”, “pendekatan kebermaknaan”, “pendekatan proses”, “manajemen berbasis sekolah”, “joyful learning”, PAKEM, “quantum learning and teaching”, “contextual teaching and learning”, “pembelajaran inovatif”, “kurikulum berbasis kompetensi (KBK)”, penilaian autentik, penilain berbasis kelas, dan sebagainya. Akan tetapi, apa yang dipertunjukkan kepada kami sudah memenuhi berbagai konsep dalam dunia kependidikan itu. Meskipun belum mengenal pelbagai istilah itu, mengapa beliau-beliau itu hebat dalam membelajarkan siswa? Apa yang dapat kita petik dari paparan di atas adalah pentingnya peran 1
2, J-TEQIP, Tahun III, Nomor 1, Mei 2012
utama guru dalam membelajarkan siswa. Kurikulum boleh berganti, teori belajar boleh terus lahir, pendekatan boleh bertambah, paradigma baru boleh menggulingkan paradigma lama, dan seterusnya. Akan tetapi, peran utama guru tetap menjadi fokus. Guru tetap menjadi aktor utama. Guru yang “banyak ide” tetap menjadi dambaan. Apa yang masih kita ingat dari guru kita ketika mengajar lebih dari 30 tahun yang lalu? Tentu saja, guru yang mengajarnya biasa-biasa saja, tidak akan diingat siswa. Sebaliknya, guru yang ketika mengajarnya “banyak akal”, “penuh ide”, “lain daripada yang lain” akan terus hidup dalam ingatan para mantan siswanya. Guru yang “hebat” bagi saya adalah variabel yang amat penting dalam menyukseskan berbagai macam pembaharuan dalam kurikulum. Kurikulum boleh tidak sempurna, cacat, atau amburadul, tetapi “guru hebat” akan dapat mengolah kegiatan belajar mengajar menjadi bagus untuk menghasilkan keluaran yang dapat diandalkan. Apa pun kurikulumnya guru tetap menjadi faktor penentu keberhasilan yang amat penting. SELAYANG PANDANG PEMBELAJARAN KREATIFINOVATIF-AKTIF Pembelajaran kreatif adalah pembelajaran yang pelaksanaannya banyak diwarnai daya-cipta, tidak menghafal materi semata-mata. Seluruh aspek dalam pembelajaran kreatif membuat guru dan siswa selalu berusaha menciptakan sesuatu. Mulai bahan ajar, metode, model pembelajaran, dan media belajar selalu tersentuh semangat daya cipta tersebut. Guru selalu mengusahakan agar bahan ajar, metode, model pembelajaran, dan media belajar selalu tersentuh kreativitas guru dan siswa. Pembelajaran inovatif adalah bentuk pembelajaran yang pelaksanaannya dijiwai dan diwarnai oleh kegiatan-kegiatan yang bersifat pembaharuan, selalu menciptakan hal-hal yang baru. Dengan semangat menciptakan yang baru itu pembelajaran akan berjalan dengan baik. Guru yang
hanya mengandalkan “pengalamanpengalaman” lama yang mungkin saja membosankan dan sudah kadaluarsa serta tidak mencoba menemukan sesuatu yang baru tidak mendapatkan tempat dalam pembelajaran inovatif ini. Semangat inovatif dapat ditumbuhkan melalui kegiatan-kegiatan sekolah yang sifatnya berpetualang, memecahkan masalah, dan “lain dari biasanya”. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, misalnya KD berwawancara dengan tokoh masyarakat, tidak hanya berkutat di dalam kelas saja. Ia dapat dikemas melalui kunjungan ke lapangan, misalnya ke kantor polisi untuk mewawancarai polisi, atau ke pasar untuk mewawancarai pedagang yang sukses. Pembelajaran aktif adalah bentuk pembelajaran yang pelaksanaannya selalu dijiwai dan diwarnai kegiatan aktif-baik fisik maupun psikis-pada diri guru dan siswa. Dalam konteks ini, guru berperan sebagai fasilitator, konduktor, dan mediator bagi pelaksanaan pembelajaran. Dengan peran guru seperti ini, siswa akan mudah dalam belajar, tertata kegiatannya secara baik, dan terbantu seluruh kesulitannya yang dihadapi. Pembelajaran kreatif, inovatif, dan aktif merupakan sebuah kebutuhan. Relasi guru-siswa yang semakin sejajar telah menuntut dan memaksa guru untuk selalu mengedepankan sifat kreatif, inovatif, dan aktif dalam pembelajarannya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang akhirnya berpengaruh terhadap kehidupan anak didik juga turut memaksa pelaksana pembelajaran juga menyesuaikannya. Sudah tidak pada tempatnya lagi apabila pembelajaran tidak memanfaatkan hasil-hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu. Mengapa Pembelajaran harus “Kreatif”, “Inovatif”, dan “Kreatif”? Mengapa pembelajaran harus selalu identik dengan “penuh penciptaan”, “selalu menemukan sesuatu yang baru”, dan aktif berbuat? Tentu saja, banyak jawaban yang dapat dikemukakan, banyak alasan yang dapat memperkuat argumentasi. Pertama, selama manusia
Anang Santoso, Napas Kreatif-Inovatif-Aktif dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, 3
hidup jika ingin dapat bertahan ia harus selalu berinovasi dan menciptakan sesuatu. Hidup identik dengan tantangan. Tidak ada waktu tanpa tantangan. Seorang guru, misalnya, akan selalu menghadapi tantangan terkait dengan dunia pendidikan. Misalnya, tantangan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada siswa, tantangan menemukan model-model pembelajaran yang cocok, tantangan untuk meningkatkan kualitas pribadi, tantangan untuk menggerakkan orang tua agar lebih terlibat dengan sekolah, dan sebagainya. Kedua, inovasi dan penciptaan yang membuat manusia tetap disebut manusia. Secara filosofis, aspek utama dalam perkembangan peradaban manusia adalah “kreativitas” dan “inventivitas”. Kedua aspek itulah yang membedakannya dengan dunia binatang. Perkembangan paradigma pendidikan, teori pembelajaran, model baju, bentuk rumah, dan sebagainya adalah bukti bahwa ada sisi “perkembangan” pada kehidupan manusia. Pada kehidupan hewan tidak ada “perkembangan”. Burung manyar yang sering kita sebut dengan “hebat” karena dapat membuat rumah atau sarang yang tampak rumit itu ternyata tidak ada dimensi “kreativitas” dan “inventivitas”-nya. Sejak dahulu bentuk dan model rumah manyar tidak ada perubahan dan tidak ada perkembangan. Ketiga, inovasi dan penciptaan membuat masyarakat dapat bersaing dengan masyarakat lainnya. Ungkapan homo homini lupus „manusia itu serigala bagi manusia lainnya‟ perlu ditafsirkan secara positif. Agar tidak menjadi mangsa bagi manusia lainnya dan agar dapat “memangsa” manusia lainnya, manusia haruslah selalu mengembangkan inovasi. Dengan inovasi manusia dapat menemukan terobosan-terobosan baru
yang sebelumnya belum pernah ada. Masyarakat dan negara yang sekarang disebut dengan “negara maju” adalah masyarakat yang berhasil mengembangkan inovasi-inovasi itu. Pelajaran dari Dua Filosof Besar: Konfusius dan Silberman Marilah kita camkan lagi pernyataan Konfusius, seorang filsuf yang mashur dari Tanah Tiongkok, yang dikemukakannya lebih dari 2400 tahun silam. 1. YANG SAYA DENGAR, SAYA LUPA 2. YANG SAYA LIHAT, SAYA INGAT 3. YANG SAYA KERJAKAN, SAYA PAHAMI Nasihat mulia Konfusius di atas sangat relevan dengan dunia pendidikan, khususnya pembelajaran. Tiga kata kerja, yakni “dengar”, “lihat”, dan “kerjakan” adalah aktivitas yang identik dengan pembelajaran. Kita selalu melakukan aktivitas mendengar, melihat, dan mengerjakan sesuatu dalam belajar. Yang perlu dicamkan adalah bahwa ketiga kata kerja memiliki implikasi yang tidak sama. Pada pernyataan (1), aktivitas “dengar” saja berujung pada “lupa”. Pada pernyataan (2) aktivitas “lihat” berujung pada “ingat”. Pada pernyataan (3), aktivitas “kerjakan” berujung pada “pahami”. Dalam konteks pembelajaran, pernyataan (3) perlu menjadi landasan dan titik tolak pembelajaran yang baik. Oleh Silberman, seorang guru besar Psikologi Pendidikan dari Temple University, rumus Konfusius di atas dikembangkan dan dimodifikasikan seperti berikut.
Tabel 1. Rumus Konfusius Menurut Silberman (2006:23) AKTIVITAS Saya MENDENGAR Saya MENDENGAR & MELIHAT Saya MENDENGAR, MELIHAT, & MEMPERTANYAKAN/ MENDISKUSIKAN
EFEK
Saya LUPA
Saya SEDIKIT INGAT
Saya MULAI PAHAM
4, J-TEQIP, edisi Tahun III, Nomor 1, Mei 2012
Saya MENDENGAR, MELIHAT, MEMBAHAS, & MENERAPKAN Saya MENGAJARKAN kepada orang lain
Semakin lengkaplah pemahaman kita bahwa jika kita menghendaki siswa atau peserta didik menguasai ilmu pengetahuan yang kita ajarkan maka anak diharapkan tidak hanya mendengar dan melihat saja. Anak harus lebih banyak melakukan aktivitas mulai mendengar, melihat, membahas, dan menerapkan agar apa yang kita ajarkan itu menjadi pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh anak. PRASYARAT PEMBELAJARAN YANG KREATIF-INOVATIF-AKTIF Paradigma Pendidikan yang Cocok Untuk menunjang dan mendasari pembelajaran inovatif, pendidikan khususnya pembelajaran, haruslah menempatkan dan mengambil cara pandang konstruktivisme. Constructivism adalah salah satu filsafat yang percaya bahwa pengetahuan yang kita miliki adalah hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukan gambaran dari dunia kenyataan yang ada, tetapi merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang (van Peursen, 1985:87). Proses pembentukan pengetahuan ini berjalan terus-menerus dan setiap kali ada reorganisasi karena terjadi suatu pemahaman baru. Menurut cara pandang konstruktivistik mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Kata-kata kunci dari pandangan Konfusius dan Silberman yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan sangatlah bercorak konstruktivistik.
Saya MENDAPATKAN PENGETAHUAN & KETERAMPILAN Saya MENGUASAI
Penumbuhan Kegemaran Membaca Mengapa membaca itu penting? Membaca berpengaruh terhadap pengembangan potensi anak. Pelbagai penelitian menunjukkan bahwa membaca berpengaruh besar terhadap perkembangan kognitif anak. Membaca membuat orang lebih cerdas. Kegemaran membaca pada masa kanak-kanak berkorelasi positif terhadap keberhasilan pada masa dewasa. Kebiasaan membaca adalah cara yang dapat membekali pembaca dengan pengetahuan yang luas. Beberapa kegiatan yang dapat diterapkan sekolah untuk menumbuhkan kebiasaan membaca. Pertama, menjadwalkan kunjungan ke perpustakaan sekolah secara periodik (misalnya sekali seminggu). Perpustakaan itu sumber pengetahuan. Kepada anak-anak perlu ditanamkan kecintaan dan kebutuhan akan perpustakaan. Pada tahap selanjutnya anak menjadi pembelajar yang mandiri. Perpustakaan perlu memantau perkembangan kebiasaan membaca anak dengan merekam jumlah buku yang dibaca. Siswa diberi kesempatan untuk melaporkan apa yang sudah dibacanya (judul, pengarang, sinopsis sederhana, & komentar) Kedua, mengadakan perpustakaan kelas. Lingkungan anak yang kaya bacaan akan mengundang anak untuk membaca. Untuk itu perlu perpustakaan kelas. Jika mengalami kesulitan, sekolah dapat mengikutsertakan orang tua dalam pengadaan perpustakaan kelas. Koleksi pustaka perlu diperbaharui secara periodik. Ketiga, menerapkan membaca bebas bagi siswa. Membaca ini dapat dilakukan rutin setiap hari (10—45 menit). Semakin tinggi kelas semakin lama kegiatan membacanya. Anak-anak membaca mandiri dalam hati selama waktu tertentu secara terus-menerus tanpa interupsi. Anak-anak tidak boleh melakukan kegiatan apa pun selain membaca. Prosedur yang dapat ditempuh (1) materi
Anang Santoso, Napas Kreatif-Inovatif-Aktif dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, 5
terserah pilihan anak, (2) siswa tidak perlu dibebani dengan tugas yang sulit (kecuali merekam judul, pengarang, dan komentar singkat, (3) guru tidak perlu dibebani dengan tugas koreksi, dan (4) sekolah dapat memberi nama kegiatan ini dengan nama, misalnya: “membaca ...yes”, “membaca...ok”, “membaca ... oye”, “membaca ... magetan”, atau yang lain. Keempat, mengadakan dialog buku (book talks). Siswa saling berbagi tentang bacaan yang telah dibacanya. Kegiatan dapat dirancang melalui diskusi kelas, diskusi kelompok, atau studium generale, & bersifat suka rela. Bahkan, bisa saja seorang murid yang pemalu, misalnya, dapat berdiskusi dengan gurunya saja seorang diri. Kelima, membacakan bacaan pada anak-anak dengan bersuara (read aloud) secara rutin. Guru membacakan sebuah buku dengan bersuara dan anak-anak menyimak. Buku yang dibaca disesuaikan dengan minat dan usia perkembangan anak. Usahakan agar pembacaannya menarik. Agar anak terlibat, sebelum buku dibaca, tunjukkan judul, pengarang, ilustrasi bacaan, & selanjutnya anak-anak disuruh menerka isi bacaan. Saat membaca guru merencanakan perlu berhenti di bagian tertentu, minta anak untuk komentar tentang yang sudah dibaca, dan memprediksi cerita selanjutnya. Usai dibaca, anak diberi kesempatan menghubungkannya dengan pengalaman hidup mereka, atau menghubungkannya dengan buku-buku lain yang sudah mereka baca. Guru yang Konstruktivistik Guru konstruktivistik (GK) adalah guru yang memberikan peluang dan kesempatan berkembang anak didiknya. GK menjalankan tugas bukan sebagai “pengajar”, melainkan menjalankan tugas “membantu siswa dapat belajar”. GK tidak tersinggung dengan peran-peran yang harus dimainkan oleh peserta didik abad informasi. Secara ekstrem dirumuskan bahwa guru (atau siapa pun) tidak dapat memaksa siswa untuk belajar sebab tidak ada seorang pun yang dapat “mengatur” proses berpikir orang lain. Guru hanyalah
menyiapkan kondisi yang memungkinkan siswa belajar, namun apakah siswa benarbenar belajar bergantung sepenuhnya pada diri pembelajar itu sendiri. Dalam pembelajaran, GK selalu berusaha agar seluruh kegiatannya di dalam kelas memberikan peluang siswa untuk selalu menemukan sesuatu yang baru. GK selalu memberikan peluangpeluang siswa mencari terobosan baru. GK akan selalu memiliki daya cipta, strategi baru, dan melepaskan dari rutinitas pada saat situasi memerlukan perubahan. Ia tidak sulit untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi baru. Keberanian untuk tidak terjebak pada sesuatu yang rutin adalah nilai tambah bagi GK. Penataan Ruang Kelas yang Variatif Lingkungan fisik dalam kelas dapat mendukung atau menghambat kegiatan belajar aktif, kreatif, dan inovatif. Tidak ada satu susunan yang mutlak ideal. Ruang tempat siswa beraktivitas ditata sedemikian rupa agar mudah dibentuk dengan pelbagai macam formasi. Penataan bangku dengan bentuk tradisional (siswa menghadap ke papan tulis/ke guru) perlu lebih divariasikan. Banyak bentuk penataan yang dapat dipilih, mulai bentuk U, meja konferensi, lingkaran, model auditorium, dan sebagainya. Dengan variasi susunan itu, siswa memperoleh pelbagai pengalaman yang kaya dan dalam. Ia berpengalaman berhadapan dengan pelbagai karakter temannya, berpengalaman berdiskusi dengan pelbagai orang, berpengalaman berbagi dengan banyak kepala, berpengalaman memecahkan masalah dengan berbagai cara pandang. Akhirnya, siswa memperoleh pengalaman rohani yang beragam yang selanjutnya dapat memicu munculnya ide-ide inovatif. Pemilihan Metode yang Mengaktifkan Siswa Kegiatan belajar aktif, kreatif, dan inovatif tidak dapat berlangsung tanpa partisipasi siswa. Guru dapat memilih metode pembelajaran yang dapat membuat siswa lebih aktif, kreatif, dan inovatif. Secara periodik, misalnya, setiap satu
6, J-TEQIP, edisi Tahun III, Nomor 1, Mei 2012
semester sekali, sekolah atau kelas dapat mengadakan “kuliah kerja lapangan” atau out-bound di sekitar sekolah. Banyak manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan ini antara lain sebagai berikut. Siswa senang mendapat tantangan baru. Siswa belajar mendapat tanggung jawab lebih. Siswa mendapat banyak pengalaman yang mungkin saja tidak ditemukan di sekolah dan di rumah. Siswa senang berpetualangan. Siswa belajar lebih memahami kepribadian orang lain. Siswa berlatih hidup mandiri, sekaligus terikat oleh kelompoknya. Siswa dapat membuat lebih banyak pilihan-pilihan cerdas. Dengan kuliah kerja lapangan ini, apa yang diperoleh oleh siswa akan lebih bersifat tahan lama dan melekat menjadi bagian dari hidup siswa. Perancangan Tugas yang Bersahabat Tugas yang dirancang haruslah bervariasi sehingga dapat membuat siswa menjadi lebih aktif, kreatif, dan inovatif. Tugas dirancang dengan mengoptimalkan seluruh fisik dan psikis anak. Mendiskusikan sebuah dokumen singkat secara bersama Mewawancarai satu sama lain tentang reaksi terhadap bacaan. Memberikan kritik karya tertulis sejawat. Mengajukan pertanyaan kepada pasangan tentang teks yang dibaca. Membuat ikhtisar dari teks yang dibaca bersama Membuat ikhtisar dari teks yang dibaca di perpustakaan sekolah.
Menyusun pertanyaan bersama yang diajukan kepada guru. Menganalisis soal cerita, latihan, atau eksperimen secara bersama. Mengetes sesama sejawat. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Membandingkan catatan dengan sejawat tentang pelajaran yang baru saja diterima. PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA YANG KIA Jika ingin pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berhasil, misalnya menulis, guru hendaknya membelajarkan siswa untuk menulis sebanyak mungkin, sesering mungkin dengan pembelajaran yang unik dan bahan yang menantang. Dengan bahan yang menantang, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia menjadi bersifat kreatif, inovatif, dan aktif. Hal ini juga berlaku untuk pembelajaran membaca, menyimak, dan berbicara. Berikut ini akan diuraikan secara singkat, bagaimana pembelajaran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dapat terlaksana untuk memenuhi syarat KIA. Pembelajaran Menyimak yang KIA Pembelajaran menyimak bertujuan melatih pendengaran siswa, bagaimana siswa berlatih menggunakan indera telinga menangkap informasi secara baik. Guru harus memastikan bahwa siswa-siswanya sudah siap untuk mengikuti pembelajaran menyimak, baik kebahasaan maupun kesastraan. Untuk jangka panjang, banyak yang diperoleh oleh siswa apabila memiliki kemampuan menyimak yang baik. Ia akan memperoleh banyak informasi yang berharga bagi kehidupannya.
Anang Santoso, Napas Kreatif-Inovatif-Aktif dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, 7
Bagaimana proses pembelajaran menyimak yang diharapkan? Proses pembelajaran menyimak bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
Persiapan membaca, mengamati, berdiskusi, permainan
Hasil Menyimak
Sebelum menyimak siswa dapat melakukan pelbagai kegiatan yang dapat menambah skema. Kegiatan itu dapat berupa membaca, mengamati, berdiskusi, dan bermain terkait dengan materi yang akan disimakkan. Banyak manfaat yang diperoleh dari pelbagai kegiatan yang dapat dilakukan oleh siswa sebelum kegiatan menyimak tersebut. Ketika pembelajaran menyimak, guru dapat membelajarkan siswa atas dasar (1) tingkat keterampilan menyimak (menyimak cepat, menyimak pemahaman), (2) isi bahan simakan (ekonomi, sosial, budaya, politik, teknologi, sains), (3) media simakan (radio, telepon, tape, VCD, DVD), dan (4) jenis bahan simakan (berita, cerpen, puisi, drama). Kompetensi siswa dalam menyimak dapat diukur tingkat kemampuannya melalui tes, baik lisan maupun tulisan. Setelah menyimak, siswa dapat diminta menu-angkan hasil simakannya ke
tulisan, pidato, diskusi, puisi, cerpen, drama, lagu, gambar, dan permainan.
dalam bentuk lainnya, seperti tulisan, pidato, bahan diskusi, puisi, cerita pendek, naskah drama, lagu, gambar, dan permainan. Dengan pelbagai kegiatan tersebut, pembelajaran menyimak akan memenuhi syarat-syarat KIA. Pembelajaran Berbicara yang KIA Pembelajaran berbicara bertujuan membentuk siswa untuk menguasai keterampilan berbahasa produktif-lisan. Sesuai dengan kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum, setelah mengikuti pembelajaran berbicara diharapkan siswa mampu menyampaikan ceramah, mendongeng, berdiskusi dalam seminar; menyakinkan orang lain, memberi petunjuk, menjelaskan suatu proses secara rici, mengaitkan berbagai peristiwa, mengkritik, dan berekspresi dalam berbagai keperluan dan konteks.
Adapun proses pembelajaran berbicara bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
Persiapan
Hasil
membaca, mengamati, berdiskusi, menyimak, permainan
tulisan, naskah pidato, bahan diskusi, laporan, puisi, cerpen, drama, lagu, gambar, dan permainan.
Berbicara
8, J-TEQIP, edisi Tahun III, Nomor 1, Mei 2012
Sebelum pembelajaran berbicara, kelas dapat dirancang agar siswa dapat melakukan kegiatan untuk membentuk skema. Kegiatan itu dapat berupa membaca, mengamati, berdiskusi, menyimak, dan bermain. Saat pembelajaran berbicara, guru dapat membelajarkan siswa berbagai macam keterampilan berbicara (berbicara cepat, berdiskusi, berdebat, berpidato, berbicara indah). Guru juga bisa membelajarkan berbicara berdasarkan isinya (ekonomi, sosial, budaya, politik, teknologi, sains), medianya (radio, televisi, telepon, tape, VCD, DVD), jenis bahan pembicaraan (bahan berita, cerpen, puisi, drama). Kompetensi berbicara siswa dapat diukur dengan uji kinerja bagi setiap siswa secara uji petik. Untuk membantu pengamatan terhadap kinerja, guru dapat mengembangkan rubrik penilaian unjuk kerja. Setelah selesai, siswa dapat diminta menuangkan hasil berbicaranya dalam bentuk lain, seperti tulisan, naskah pidato, bahan diskusi, laporan, puisi, cerpen,
naskah drama, lagu, gambar, dan permainan. Dengan pelbagai kegiatan tersebut, pembelajaran berbicara diharapkan dapat memenuhi syarat KIA. Pembelajaran Membaca yang KIA Menurut DePorter & Hernacki (2003:245) pembelajaran membaca yang inovatif dapat mengembangkan kecepatan membaca siswa secara dramatis, meningkatkan pemahaman dan daya ingat, menambah perbendaharaan kata dan menambah bank data, membaca secara singkat, berekreasi dengan membaca. Pelbagai kemampuan membaca dituntut pada siswa: membaca cepat, membaca dalam hati (membaca intensif dan membaca ekstensif), membaca nyaring, dan membaca sastra. Sesuai dengan standar kompetensi dalam kurikulum diharapkan siswa mampu membaca berbagai ragam teks, menganalisis informasi dan gagasan, memberikan komentar, menyeleksi dan mensintesiskan informasi dari berbagai sumber.
Bagaimana proses pembelajaran membaca yang diharapkan? Proses pembelajaran membaca bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
Persiapan membaca, mengamati, berdiskusi, menyimak, permainan
Hasil Membaca
Sebelum membaca, siswa dapat melakukan kegiatan membaca, mengamati, berdiskusi, menyimak, dan bermain. Kegiatan-kegiatan itu dapat menambah skema siswa terhadap materi yang akan dibacanya. Saat pembelajaran membaca, guru dapat membelajarkan siswa membaca nyaring, membaca dalam hati (ekstensif dan intensif), membaca telaah isi
tulisan, pidato, diskusi, puisi, cerpen, drama, lagu, gambar, dan permainan.
(membaca teliti, pemahaman, kritis, ide) (Tarigan, 1993). Guru juga bisa membelajarkan membaca berdasarkan isi bacaan (ekonomi, sosial, budaya, politik, teknologi, sains), medianya (majalah, koran, kamus, buku telepon, buku teks), jenis bacaan (berita, cerpen, puisi, drama). Guru juga bisa membelajarkan membaca dengan cara (1) membaca bersama (2) membaca terbimbing, (3) pendekatan
Anang Santoso, Napas Kreatif-Inovatif-Aktif dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, 9
pengalaman bahasa, (4) studi kata, (5) terus membaca diam, membaca mandiri (Cox,1999). Sejumlah alat penilaian dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kompetensi siswa dalam membaca. Tes dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman bacaan dengan membaca cepat, intensif, dan ekstensif. Uji kinerja yang dilengkapi dengan rubrik penilaian kinerja dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kompetensi membaca nyaring, membaca sastra. Setelah membaca, siswa diharapkan dapat menuangkan hasil memba-canya ke dalam bentuk lainnya. Bentuk lain itu meliputi tulisan, naskah pidato, diskusi, puisi, cerpen, naskah drama, lagu, gambar, dan permainan.
Pembelajaran Menulis yang KIA Mengapa kita perlu pembelajaran menulis yang KIA? Dengan ini, siswa dapat menemukan teknik-teknik curah gagasan (brainstorming) yang cepat dan mudah. Siswa dapat menciptakan bahasa yang hidup dengan menggunakan cara dan ungkapan siswa sendiri. Siswa melakukan proyek penulisan dariu awal hingga akhir dengan hanya sedikit stress. Akhirnya siswa selalu berharap untuk menulis (DePorter dan Hernacki, 2003:177). Menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri (logika). Otak kiri berkaitan dengan perencanaan, outline, tata bahasa, penyuntingan, penulisan kembali, penelitian, tanda baca. Otak kanan berkaitan dengan semangat, spontanitas, emosi, warna, imajinasi, gairah, unsur baru, kegembiraan (DePorter dan Hernacki, 2003:179). yyyyyyyyyyyyy
Bagaimana proses pembelajaran menulis yang diharapkan? Proses pembelajaran menulis bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
Persiapan membaca, mengamati, berdiskusi, menyimak, permainan
Hasil Menulis
Sebelum menulis, sama dengan pembelajaran sebelumnya siswa diprogram untuk melakukan membaca, mengamati, berdiskusi, menyimak, dan bermain. Dengan melakukan kegiatan tersebut, siswa memiliki skema yang dapat membantu siswa dalam menulis. Saat pembelajaran menulis, guru dapat membelajarkan siswa berbagai macam keterampilan menulis (menulis cepat, menulis indah). Guru juga bisa membelajarkan menulis berdasarkan isinya (ekonomi, sosial, budaya, politik, teknologi, sains), medianya (majalah, koran, kamus, buku, jurnal, portofolio),
tulisan, pidato, diskusi, puisi, cerpen, drama, lagu, gambar, permainan, dll.
jenis tulisan (popular, serius, cerpen, puisi, drama). Untuk menilai kinerja siswa dalam menulis, guru dapat mengembangkan tes menulis yang dilengkapi dengan rubrik penilaian hasil kerja. Setelah pembelajaran menulis, siswa diminta untuk menuangkan hasil tulisannya ke dalam bentuk lainnya. Bentukbentuk itu meliputi naskah puisi, cerita pendek, naskah drama, naskah prosa fiksi, lagu, gambar, dan permainan. Dengan memvariasikan kegiatan itu diharapkan pembelajaran menulis dapat bersifat KIA.
10, J-TEQIP, edisi Tahun III, Nomor 1, Mei 2012
PENUTUP Melaksanakan pembelajaran yang bersifat kreatif, inovatif, dan aktif harus menjadi agenda dalam setiap aktvitas sebagai guru. Tantangan yang semakin besar untuk segala bidang menantang guru untuk mempersiapkan siswa menjadi calon
generasi yangt berkualitas. Tidak bisa tidak, kreatif, inovatif, dan aktif adalah kebutuhan dalam mengajar. Selamat melaksanakan pembelajaran yang membuat siswa dapat menjadi lebih aktif, lebih kreatif, dan lebih inovatif. Semoga pembahasan ini bermanfaat. Amin.
DAFTAR RUJUKAN Aleinikov, Andrei Megakreativitas. Niagara.
Silberman, Melvin L. 2006. Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Terjemahan oleh Raisul Muttaqien. Bandung: Penerbit Nusamedia.
G. 2004. Yogyakarta:
Cox, Carole. 1999. Teaching Language Arts: A Student-and ResponseCentered Classroom. Boston: Allyn and Bacon. Depdiknas. 2004. Kurikulum 2004 Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Depdiknas. DePorter, Bobbi dan Hernacki, Mike. 2003. Quantum Learning. Bandung: Penerbit Kaifa. Greene, Rebecca. 2006. Belajar Tak Hanya di Sekolah. Terjemahan oleh Valentinus Eric. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Suyanto, Kasihani K.E. 2008. Modelmodel Pembelajaran. Naskah Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) di PSG Rayon 15. Malang: Panitia Setifikasi Guru Rayon 15, Universitas Negeri Malang. van Peursen, C.A. 1985. Susunan Ilmu Pengetahuan: Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu. Terjemahan oleh J. Drost. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. Yamin, Martinis. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Penerbit Gaung Persada Press (GP Press).