Dharma Ekonomi – STIE Dharmaputra
No. 37 / Th XX / April 2013
MOMENTUM PENERAPAN STANDAR PELAPORAN KEUANGAN INTERNATIONAL BY SODIKIN MANAF* Sejak digulirkannya penerpan standar pelaporan keuangan internasional, sudah banyak Negara-negara yang melakukan adopsi penuh terhadap IFRS (International Financial Reporting Standard) dan masih banyak pula Negara-negara yang tidak melakukan adopsi penuh melainkan menyesuaikan secara bertahap yang lebih dikenal dengan melakukan konvergensi (penyesuaian) terghadap IFRS. Sebenaranya apa yang melatar belakangi munculnya IFRS dan kapan mulai diberlakukannya secara internasional dan badan apa yang menyiapkan atau menyusun standar pelaporan internasional tersebut. Namun sebelum membahas lebih seksama apa itu IFRS, dan siapa pula yang membuat atau menyusun standar tersebut, dan benefit apa yang akan didapat dengan mengikuti, standar pelaporan keuangan internasional tersebut bagi masyarakat Indonesia, dan apa pula kerugiannya bila kita tidak mengikuti standar tersebut, apa sanksi yang akan didapat? khususnya bagi dunia usaha dan profesi akuntansi khususnya adalah profesi auditor independen (akuntan public). Begitu banyak masyarakat yang kepingin tahu apa sih IFRS itu? Dan bagaimana pula dengan Indonesia dalam menyikapi maraknya berbagai Negara di dunia dalam hal upaya menyesuaikan atau mengadopsi IFRS bagi kepentingan dunia usaha di Negara masing-masing. Karena sebelum IFRS ada barang kali di Indonesia sudah familiar dengan standar akuntansi keuangan atau dulu dikenal dengan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan standar pelaporannya yang dikenal dengan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA), sudah tentu kita tahu bahwa kedua produk tersebut adalah adopsi dari Generally Accepted Accounting Priciples (GAAP) karya Paul Grady. Sesuai dengan perkembangan saat itu Indonesia sangat mengacu pada perkembangan akuntansi di Amerika, dengan demikian praktis segala berbau Amerika merambah pula di Indonesia dari mulai text book impor yang berkaitan dengan akuntansi hampir semua berasal dari Amerika belum lagi banyak mahasiswa-mahasiwa kita yang nota bene belajar di Negara Paman Sam ikut memberikan warna tersendiri bagi perkembangan akuntansi di Negara kita. Namun demikian perkembangan akuntansi di Indonesia pada saat itu belumlah sepesat sekarang, hal ini patut dimaklumi karena saat itu pasar modal kitapun belum sepesat sekarang *Makalah disampaikan pada Seminar dalam rangka Dies Natalis Ke 14 Akademi Akuntansi Effendi Harahap tanggal 11 April 2013
Dharma Ekonomi – STIE Dharmaputra
No. 37 / Th XX / April 2013
baik dari kuantitas emiten maupun kuantitas dari produk yang dihasilkan emiten tersebut melalui produk-produk turunannya (derivatifnya). Oleh karena itu ada baiknya pula kita simak terlebih dahulu perkembangan penerapan standar akuntansi keuangan di Negara kita yang dapat kita bagi dalam tiga kurun waktu sebagai berikut: 1. Era sebelum tahun 1973 Coba kita perhatikan baik-baik kira-kira ada apa saja pada era tersebut yang dapat kita jumpai, praktis kemeriahan emiten yang listing di Bursa Efek ngga kita jumpai sebagaimana saat ini, karena memang saat itu kita belum memiliki lembaga yang mengatur sekaligus mengawasi pasar modal kita, alias belum terbentuk, dan saat itu Undang-Undang yang ada adalah undang-undang Penanaman Modal Dalam Negri tahun 1968, dan sama sekali belum muncul kebutuhan standar akuntansi bagi perusahaan. Saat itu yang lebih menonjol adalah pelporan keuangan terbatas hanya untuk kepentingan BUMN/BUMD dan untuk perusahaan asing masing sangat sedikit sekali. Dengan demikian kebutuhan audit laporan keuangan saat itu juga masih sebatas untuk kepentingan BUMN dan BUMD. 2. Era 1973 -1984 (Lahirnya Prinsip Akuntansi Indonesia) Pada era ini dengan diaktifkanya pasar modal kita, mulailah geliat tanda-tanda positif bagi kebutuhan standar akuntansi keuangan sekaligus standar pelaporannya. Berkat tim Dewan Standar Akuntansi Keuangan yang telah bekerja dengan keras dan atas jerih payah mereka dan semua komponen baik profesi, perguruan tinggi baik negri maupun swasta yang ikut memberikan masukan-masukan berharga sehingga terhimpunlah apa yang dulu kita kenal dengan nama Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA). Sekali lagi himpunan bahan-bahan untuk menyusun kedua produk itupun sebagian besar adalah adopsi pada standar akuntansi yang berlaku di Amerika yang diambilkan Bulletindari buku yang terkenal dengan judul Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) yang ditulis oleh Paul Grady yang diterbitkan oleh American Institue of Certified Accounting (AICPA). Disamping himpunan bahanbahan lain diantaranya (Ng Eng Juan dan Ersa Tri Wahyuni, 2012): buku-buku PrinsipPrinsip Akuntansi yang diterbitkan oleh Direktorat Akuntan Negara, Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara; Statement of Accounting Principle Board (APB) no.4 yang diterbitkan oleh AICPA; Opinions of the Accounting Principle Board yang diterbitkan AICPA; Kumpulan dari Accounting Research yang diterbitkan oleh AICPA; A Statement of Australian Accounting Principles yang diterbitkan oleh Accounting and Auditing Research Committee dari Accountancy Research Foundation; Wet op de Jaarrekening van Ondernemingen yang diterbitkan oleh NIVRA dan beberapa literature lainnya. 3. Era 1984 – 1994 *Makalah disampaikan pada Seminar dalam rangka Dies Natalis Ke 14 Akademi Akuntansi Effendi Harahap tanggal 11 April 2013
Dharma Ekonomi – STIE Dharmaputra
No. 37 / Th XX / April 2013
Era ini dikenal dengan era penerpan PAI dan atas jerih payah tim dewan standar akuntansi saat itu (komite PAI) sudah bayak dilakukan revisi atas PAI 1973 yang kemudian diterbitkan PAI tahun 1984, dari sinilah sudah mulai dengan menyesuaikan dengan kebutuhan dunia usaha yang semakin berkembang dan kinerja Komite PAI tersebut sudah menelorkan 7 (tujuh) Pernyataan PAI dan 9 (Sembilan) Interpretasi PAI. 4. Era 1994-2006 Pada era ini terlihat sekali perkembangan pasar modal kita semakin berkembang pesat dari yang awalnya 24 emiten di tahun 1989 meningkat pesat menjadi 160 emiten pada bulan September 1994 dan terus meningkat lagi hingga sekarang menjadi 475 emiten dengan derivative produknya ada 58 derivative berupa right dan warrant. Pada era ini juga disayahkannya Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Dana Pensiun; Reformasi peraturan Perundangan Perpajakan; timbulnya beberapa kasus bank krisis dan isu tentang kredit macet da kredit bermasalah serta ditandatanganinya perjanjian baru GATT (General Agrreement on Tarriffs and Trade) sebagai kelanjutan dari Putaran Uruguay. Pada era ini nama PAI perlahan diganti dengan sebutan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Pada era ini pula Dewan standar akuntansi keuangan (DSAK) berhasil menghimpun sekaligus menyusun kerangka dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dan 35 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang setara dengan standar akuntansi keuangan internasional (Ng Eng Juan dan Ersa Triwahyuni, 2012). Pada era ini juga tatanan penyusunan dan pelaporan keuangan sudah diharuskan menggunakan Standar akuntansi Internasional (International Accounting Standard) sebagai rujukan dalam pengembangan-pengembangan standar akuntansi berikutnya. Dengan demikian sudah ada percampuran standar akuntansi keuangan internasional (IAS) dengan US GAAP yang sudah lama kita pakai. Sudah tentu Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) kita juga berusaha menggali standar akuntansi keuangan versi sendiri yang tidak mengacu baik pada IAS maupun US GAAP bahkan dengan IFRS sekalipun. Kenapa hal ini dilakukan? Tentunnya akar budaya beserta nilai-nilai mulia bangsa Indonesia bisa digali untuk melengkapi atmosfer standar keuangan yang memiliki cirri khas sendiri yang tidak diatur baik dalam IAS, IFRS maupun US GAAP sekalipun. Disinilah letak keluwesan bangsa kita dalam mewarnai dan memaknai arti nilai budaya bangsa yang setara dan harus kita gali terus menerus, namun tetap dalam kerangka bermasyarakat global, sehingga sebagai bagian dari komunitas internasional kita tetap patuh mengikuti aturanaturan internasional agar kita tidak dikucilkan masyarakat internasional. 5. Era 2006 – 2012 Apa yang menyebabkan gegap gempitanya dengan penerpan IFRS akhir-akhir ini? Indonesia salah satu Negara yang berusaha melakukan konvergensi IFRS secara bertahap dan tidak melakukan adopsi secara penuh, disbanding Negara-negara lain. Banyak hal yang menyebabkan kita tidak bisa melakukan adopsi penuh dikarenakan *Makalah disampaikan pada Seminar dalam rangka Dies Natalis Ke 14 Akademi Akuntansi Effendi Harahap tanggal 11 April 2013
Dharma Ekonomi – STIE Dharmaputra
No. 37 / Th XX / April 2013
belum siapnya kita untuk melakukan disemua bidang , disamping menyangkut juga masalah benturan regulasi-regulasi pemerintah yang belum memungkinkannya diadopsi secara penuh, melainkan dilakukan konvergensi secara bertahap. Meskipun standar keuangan bersifat prinsip (principle based) bukan rule based, akan tetapi benturanbenturan yang berkaitan dengan penerapan standar akuntansi keuangan itu sendiri sering terjadi, hal ini karena ada pihak-pihak yang punya kepentingan terhadap penjabaran standar akuntansi internasional kedalam regulasi yang harus dibuatnya. Ambil suatu contoh yang paling mudah, masih ingatkan pada saat PSAK 50 dan PSAK 55 yang tidak lain adalah konvergensi dari IAS 32 dan IAS 39 yang saat itu pelaku dunia usaha khususnya perbankan saat itu untuk menyesuaikan langsung ke PSAK 50 dan 55 banyak yang belum siap sehingga sedianya kedua PSAK tersebut diberlakukan efektif 1 Januari 2009 terpaksa diundur menjadi 1 Januari 2010. Banyak kendala yang dihadapi saat itu selain butuh pemahaman yang seksama, dan yang pasti butuh waktu yang banyak untuk menyesuaikan ke format IFRS. Disamping sosialisasi yang kurang intensif meski sudah berulang-ulang dilakukan pelatihan dengan topic yang bersangkutan namun kenyataan di lapangan sumber daya yang berkaitan dengan kecapakan atau kapabilitas terhadap IFRS yang dimiliki dunia usaha tidak lah secepat perkembangan IFRS itu sendiri dengan demikian masih banyak dijumpai perusahaan (entitas) yang belum sepenuhnya menerapkan IFRS. Namun demikian suatu keharusan bagii perusahaan yang sudah go public untuk menyesuaikan dengan IFRS bagi pelaporan informasi keuangannya dan profesi Institute Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dengan sendirinya harus meng upgrade keilmuan mereka agar dapat menyusun laporan auditan yang sesuai dengan Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS), disinilah letak kesenjangan yang begitu terlihat sekali bahwa proporsi perusahaan yang sudah go public dengan dengan yang belum go public lebih banyak yang belum go publicnya dengan demikian hanya sebagian kecil saja perusahaan yang sudah siap unuk dirujuk oleh investor local maupun asing untuk dijadikan portfolio investasi mereka. Padahal realitasnya perusahaan-perusahaan yang belum go public adalah perusahaanperusahaan besar, namun demikian mereka lebih memilih tidak go public hanya sematamata tidak hanya kalkulasi usaha, melainkan rumit dan ribetnya proses penyiapan informasi keuangan yang harus sesuai dengan IFRS. Labih fatal lagi dunia pendidikan di Indonesia yang belum intens mengkaji IFRS sebagai bagian kurikulum pada program studi akuntansinya, dengan sekali lagi terkendala dengan sumber daya manusia atau tenaga-tenag dosen yang kapabel dan mumpuni terhadap IFRS. Persoaln pokok adalah kendaa biaya, padahal untuk mendapatkan ketrampilan dan keahlian IFRS dibutuhkan biaya tidak sedikit untuk ikut berbagai even pelatihan-pelatihan resmi baik yang diadakan IAPI maupun perguruan-perguruan tinggi *Makalah disampaikan pada Seminar dalam rangka Dies Natalis Ke 14 Akademi Akuntansi Effendi Harahap tanggal 11 April 2013
Dharma Ekonomi – STIE Dharmaputra
No. 37 / Th XX / April 2013
baik negri maupun swasta di seluruh Indonesia. Kendala pendanaan tampaknya kan menjadi masalah klasik, sehingga akan berdampak pada kualitas lulusan yang dihasilkan yang tidak memenuhi permintaan pasar. Perihal adopsi IFRS di Negara maju seperti UNi Eropa yang sudah mewajibkan Negara anggotanya mengadopsi IFRS secara penuh di tahun 2005. Adapun di Negara berkembang seperti Indonesia belum bisa dilakukan adopsi secara penuh, melainkan konvergensi IFRS secara bertahap hal ini disebabkan factor kualitas regulator Lokal (Aria Farahmita). Pada era ini kita sebut saja era konvergensi IFRS, nah kalau demikian apa beda IFRS dan IAS dan US GAAP itu sendiri, mari kita cermati dengan seksama bahwa US GAAP itu adalah standar akuntansi keuangan di Amerika yang dihimpun dan diterbitkan oleh AICPA dan pada akhir-akhir ini kredibilitasnya mulai diragukan oleh masyarakat internasional, memangnya ada apa, mungkin masih segar ingatan kita tentang kasuskasus yang cukup menghebohkan kita sebut saja kasus Enron dan Word.com yang dianggap bahwa standar akuntansi Amerika tidak mampu membentengi skandal-skandal tersebut yang menyebabkan pula akuntan public kelas dunia Arthur Andersen dibekukan oleh SEC Amerika. Memangnya apa bedanya dengan IAS dan IFRS itu sendiri? Nah ini yang perlu mendapat perhatian bahwa IFRS itu dihasilkan oleh suatu lembaga Independen yang berkantor pusat di London, yang anggotanya tersebar di berbagai Negara yang pengaruh kekuatan politik dalam penyusunan standar dapat diminimalkan. Lembaga ini atau badan ini dikenal dengan Badan Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standard Boards atau IASB) yang dalam penyusunan IFRS adalah dengan menghimpun hasil-hasil penelitian comprehensive, komentar-komentar, makalah-makalah diskusi maupun exposure draft dari seluruh dunia sehingga standar yang dihasilkan mencerminkan kebutuhan glogal dari pada sekedar memenuhi kebutuhan Negara tertentu. IFRS lebih menekankan principle based dari pada rule based sehingga pengaturannya lebih sederhana ketimbang standar pelaporan keungan produk US GAAP yang lebih terperinci dan rumit. Disamping juga IFRS mensyaratkan pengungkapan penuh (full disclosure) yang lebih detail dan terperinci sehingga sangat membantu user laporan keuangan dalam mendapatkan informasi yang relevan untuk pengambilan keputusan portofolio investasinya. Nah kalau begitu apa pula bedanya dengan IAS (interntional Accounting standard)? Satu pertanyaan yang bagus untuk dicermati, IAS dihimpun dan dihasilkan oleh Badan Komite standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standard Committee Board (IASC Board) yang secara khusus telah digantikan oleh Badan Standar Akuntansi Internasional atau International Accounting Standard Boards (IASB) *Makalah disampaikan pada Seminar dalam rangka Dies Natalis Ke 14 Akademi Akuntansi Effendi Harahap tanggal 11 April 2013
Dharma Ekonomi – STIE Dharmaputra
No. 37 / Th XX / April 2013
Namun demikian keduanya baik IASC Board dan IASB ada perbedaannya terutama dalam beberapa lingkup: - tidak seperti halnya IASC Board, maka IASB tidak memiliki hubungan khusus dengan profesi akuntansi internasional. Melainkan IASB dibentuk berdasarkan grup-grup kepercayaan (trustees) dan fungsional dari berbagai belahan dunia yang tidak terikat dengan profesi akuntansi. - tidak sperti anggota IASC Board, maka keanggotaan IASB adalah perorangan yang ditunjuk berdasar keahlian teknis, latar belakang pengalaman dan bukan merupakan organisasi khusus akuntansi. - tidak seperti IASC Board yang hanya ketemu empat kali dalam setahun, maka IASB biasanya bertemu setaip bulan. Dan lebih lanjut tenaga staf teknis dan komersial lebih banyak ketimbang IASC Board, namun kantor pusat keduanya sama-sama di London. Dan nama organisasi yang mencakup baik IASB dan anggota kepercayaannya adalah Yayasan Komite Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standard Committee Foundation yang tertera dalam anggaran dasarnya sebagai berikut: (a) To develop, in the public interest, a single set of high-quality, understandable, and enforceable global accounting standard that require high-quality, transparent, and comparable information in financial statements and other financial reporting to help in the various capital markets of the world and other usersof the information to make economic decisions (b) To promote the use and rigorous applications of the standard; and (c) In fulfilling the objectives associated with (a) an (b), to take account of, as appropriate, the special needs of small and medium-sized entities and emerging economies; and (d) To bring about convergence of national accounting standards and International Financial Reporting Standards to high-quality solutions. Sumber: Abbas Ali Mirza et all, 2008 Setelah mengetahui siapa yang menyusun dan menyiapkan IFRS dan IAS, maka perlu juga mengetahui Negara-negara mana saja yang telah mengadopsi secara penuh maupun Negaranegara yang melakukan konvergensi IFRS secara bertahap, diantaranya: Negara di Benua Afrika: Bostwana, Egypt, Ghana, Kenya, Malawi, Mauritius, Mozambique, Namibia, South Africa, Tanzania Negara di Benua Amerika: Bahamas, Barbados, Brazil (2010), Canada (2011), Chile (2009), Costa Rica, Dominican Republic, Ecuador, Guatemala, Guyana, Ha iti, Honduras, Jamaica, Nicaragua, Panama, Peru, Trinidad dan Tobago, Uruguay, Venezuela, United States (2008) *Makalah disampaikan pada Seminar dalam rangka Dies Natalis Ke 14 Akademi Akuntansi Effendi Harahap tanggal 11 April 2013
Dharma Ekonomi – STIE Dharmaputra
No. 37 / Th XX / April 2013
Negara di Asia: Armenia, Bahrain, Bangladesh, Georgia, Hongkong, India (2011), Israel, Jordan, Kazakhstan, Kuwait, Kyrgystan, Lebanon, Nepal, Oman, Philippine, Qatar, Singapore, South Korea (2011), Sri Lanka (2011), Tajikistan, United Arab Emirates, China, Japan Negara di Benua Eropa: Austria, Belarus, Belgium, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Bosnia dan Herzegovina, Bulgaria, Croatio, Cyprus, Czech Republic, Denmark, Estonia, Finland, France,Ireland, Italy, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg, Macedonia, Malta, Montenegro, Netherlands, Norway, Poland, Portugal, Romania, Russia, Serbia, Slovakia, Slovenia, Spain, Sweden, Turkey, Ukraine, United Kingdom, Azerbaijan,Estonia,Moldova, Tajikistan, Turkmenistan,Uzbekistan Negara di Oceania: Australia, Fiji, New Zealand, Papua New Guinea nd
Sumber: IFRS Practical Implementation Guide and Workbook 2 Edition (Abbas Ali Mirza; Magnus Orrell and Graham J. Holt.
Adapun Negara-negara di luar tersebut diatas diatas adalah masih dalam rangka menyesuaikan ke IFRS secara bertahap (konvergensi IFRS) termasuk Indonesia. Indonesia melakukan penyesuaian bertahap (konvergensi IFRS) dikarenakan belum siapnya regulasi maupun praktek usaha di Indonesia. Bagaimana pula dengan Indonesia? Konvergensi IFRS yang dilakukan oleh Indonesia sudah hampir merampungkan semua, hanya ada beberapa standar akuntansi keuangan saja yang belum, hal ini dikarenakan IFRS maupun IAS hingga makalah ini dibuatpun baru pada bilangan 13 IFRS dan 41 IAS bersama interpretasinya. Untuk IFRS Dewan Standar Akuntansi baru menyesuaikan 8 IFRS dan 40 IAS. Sedang untuk akuntansi syariah telah dikeluarkan PSAK 59 (Akuntansi Perbankan Syariah), PSAK 101 (Penyajian Laporan Keuangan Syariah), PSAK 102 (Akuntansi Murabahah), PSAK 103 (Akuntansi Salam), PSAK 104 (Akuntansi Istisna’), PSAK 105 (Akuntansi Mudharobah), PSAK 106 (Akuntansi Musyarokah), PSAK 107 (Akuntansi Ijarah), PSAK 108 (Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah), dan PSAK 109 (Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah) Dari paparan diatas jelaslah bahwa dari PSAK 59 dan dari PSAK 101 hingga 109 tersebut diatas bukanlah mendasarkan pada IFRS maupun IAS, hal tersebut semata adalah pengembangan sendiri dari Dewan Standar Akuntansi Syariah untuk memenuhi kebutuhan dengan semakin tumbuh dan berkembangnya usaha syariah di Indonesia. Sinkronisasi PSAK dengan IFRS dan IAS yang telah dikeluarkan oleh Dewan standar Akuntansi (Indonesia) dengan yang telah dikeluarkan oleh International Accounting Standad Board (IASB) dan International Accounting Standard Committee (IASC). IASC sendiri mengeluarkan 41 standar yang dikenal dengan IAS dan ada beberapa standar yang dicabut yaitu standar IAS 3 ,4,5,6,9,13,15,22,25,30,dan 35. Sementara itu Dewan Standar Akuntansi (DSA) Indonesia telah *Makalah disampaikan pada Seminar dalam rangka Dies Natalis Ke 14 Akademi Akuntansi Effendi Harahap tanggal 11 April 2013
Dharma Ekonomi – STIE Dharmaputra
No. 37 / Th XX / April 2013
mengeluarkan 64 PSAK dan telah mengeluarkan Pencabutan PSAK (PPSAK) yang terdiri 11 PPSAK yaitu sebagai berikut: PPSAK 1 : Pencabutan PSAK 32 (Akuntansi Pengusahaan Hutan),35 (Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi) dan 37 (Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol) PPSAK 2 : Pencabutan PSAK 41(Akuntansi Waran) dan 43 (Akuntansi Anjak Piutang) PPSAK 3 : Pencabutan PSAK 54 (Akuntansi Restrukturisasi Utang piutang Bermasalah) PPSAK 4 : Pencabutan PSAK 31 (Akuntansi Perbankan), 42 (Akuntansi Perusahaan Efek) dan 49 (Akuntansi Perusahaan Reksa Dana) PPSAK 5 : Pencabutan ISAK 6 (Interpretasi atas paragraph 12 dan 16 PSAK 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing PPSAK 6 : Pencabutan PSAK 21 (Akuntansi Ekuitas), ISAK 1 (Interpretasi atas Paragraf 23 PSAK 21 tentang Penentuan Harga Pasar Dividen Saham), ISAK 2 (Intrerpretasi atas Penyajian Piutang Pada Pemesan Saham) dan ISAK 3 (Interpretasi tentang Perlakuan Akuntansi atas Pemberian Sumbangan atau Bantuan) PPSAK 7 : Pencabutan PSAK 44 (Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estate) PPSAK 8 : Pencabutan PSAK 27 (Akuntansi Perkoperasian) PPSAK 9 : Pencabutan ISAK 5 (Interpretasi atas Paragraf 14 PSAK 50 (1998) tentang Pelaporan Perubahan Nilai Wajar Investasi Efek dalam Kelompok Tersedia untuk Dijual) PPSAK 10: Pencabutan PSAK 51 (Akuntansi Kuasi-Reorganisasi PPSAK 11: Pencabutan PSAK 39 (Akuntansi Kerjasama Operasi) Sumber: Panduan Praktis Standar Akuntansi Keuangan (Ng Eng Juan dan Ersa Tri Wahyuni) Penerbit: Salemba Empat
*Makalah disampaikan pada Seminar dalam rangka Dies Natalis Ke 14 Akademi Akuntansi Effendi Harahap tanggal 11 April 2013
Dharma Ekonomi – STIE Dharmaputra
No. 37 / Th XX / April 2013
Adapun padanan penyebutan nomor PSAK dengan IFRS dan PSAK dengan IAS dapat digambarkan sebagai berikut: IFRS 1
?
First-time-adoption of IFRS
IFRS 2
PSAK 53
Share-Based Payment
IFRS 3
PSAK 22
Business Combinations
IFRS 4
PSAK 62
Insurance Contracts
IFRS 5
PSAK 58
Noncurrent Assets Held for Sale and Discontinued Operations
IFRS 6
PSAK 64
Exploration for and Evaluation of Mineral Resources
IFRS 7
PSAK 60
Financial Instrument: Disclosures
IFRS 8
PSAK 5
Operating Segment
IFRS 9
?
IFRS 10
?
Consolidated Financial Statements
IFRS 11
?
Joint Arrangements
IFRS 12
?
Disclosures of Interest in Other Entities
IFRS 13
?
Fair Value Measurement
Financial Instrument: Classification and Measurement of financial asset/financial liabilities
IAS 1
PSAK 1
Penyajian Laporan Keuangan
IAS 2
PSAK 14
Persediaan
IAS 7
PSAK 2
Laporan Arus Kas
IAS 8
PSAK 25
Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Koreksi Kesalahan
IAS 10
PSAK 8
Peristiwa Setelah Periode Pelaporan
IAS 11
PSAK 34
Kontrak Konstruksi
IAS 12
PSAK 46
Pajak Penghasilan
IAS 14
?
Laporan Segment
IAS 16
PSAK 16
Aset Tetap
IAS 17
PSAK 30
Sewa
IAS 18
PSAK 23
Pendapatan
IAS 19
PSAK 24
Imbalan Kerja
IAS 20
PSAK 61
IAS 21
PSAK 10
Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing
IAS 23
PSAK 26
Biaya Pinjaman
IAS 24
PSAK 7
Pengungkapan Pihak-Pihak Berelasi
IAS 26
PSAK 18
Akuntansi dan Pelaporan Manfaat Purnakarya
IAS 27
PSAK 4
Laporan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
IAS 28
PSAK 15
Investasi Pada Entitas Asosiasi
IAS 29
PSAK 63
Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
IAS 31
PSAK 12
Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
Akuntansi Hibah Pemerintah dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah
*Makalah disampaikan pada Seminar dalam rangka Dies Natalis Ke 14 Akademi Akuntansi Effendi Harahap tanggal 11 April 2013
Dharma Ekonomi – STIE Dharmaputra
No. 37 / Th XX / April 2013
IAS 32
PSAK 50
Instrumen Keuangan: Penyajian
IAS 33
PSAK 56
Laba Per Saham
IAS 34
PSAK 3
Laporan Keuangan Interim
IAS 36
PSAK 48
Penurunan Nilai Aset
IAS 37
PSAK 57
Provisi, Liabilitas Kontijensi. Dan Aset Kontijensi
IAS 38
PSAK 19
Aset Tak Berwujud
IAS 39
PSAK 55
IAS 40
PSAK 13
IAS 41
?
IFRS 9
Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran Properti Investasi Agriculture
Dari paparan diatas jelaslah bahwa ada keuntungan tersendiri bagi Negara-negara yang baik mengadopsi penuh atau konvergensi IFRS secara bertahap yaitu diantaranya suatu entitas usaha dapat menyajikan laporan keuangan dengan dasar yang sama dan membuat perbandingan lebih mudah, disamping itu entitas induk dan anak di Negara-negara yang memerlukan atau mengizinkan IFRS mungkin dapat menggunakan salah satu bahasa dimana perusahaan atau entitas anak berada. Lebih lanjut keuntungan yang lain adalah untuk meningkatkan modal di luar negri. Namun demikian ada juga kekurangannya yang dirasakan adalah bahwa biaya untuk mengadopsi IFRS tersebut bisa jadi sangat mahal dan tidak sebanding dengan manfaat yang didapatnya. Benefit lain yang dapat diambial oleh profesi lainnya seperti aktuaris dan appraiser (penilai) semakin meningkat, hal ini dikarenakan dalam IFRS menganut prisip nilai wajar (fair value) yang mengharuskan dilakukannya penilain kembali setaiap akhir periode pelaporan terhadap asset yang dimilikinya, begitupun terhadap profesi aktuaris akan semakin meningkat perannya seiring dengan pemberlakuan PSAK 24 atau IAS 19, dalam arti setiap perusahaan khususnya yang sudah listing di bursa efek Indonesia harus memperhitungkan seberapa beban dan kewajiban atas imbalan kerja bagi karyawan yang bekerja di perushaan tersebut, pemberlakuan PSAK 24 tersebut justru salah satu bentuk perlindungan bagi karyawan akan hak-haknya secara pasti, hal ini dikarenakan perusahaan akan mendisclose seberapa besar kewajiban perusahaan terhadap karyawannya, dan ini ditampilkan dalam laporan keuangan sehingga memiliki kekuatan hukum manakala dikemudian hari perusahaan melakukan wan prestasi terhadap karyawannya. Pada paparan terakhir semua yang tertulis diatas adalah untuk keperluan perusahaanperusahaan yang sudah listing di Bursa Efek Indonesia, artinya bagi perusahaan public (terbuka atau “Tbk”) semua ketentuan PSAK yang telah disebut diatas wajib diikuti dan dilaksanakan. Dalam hal ini Bapepam selaku Otorita yang berwewenang di Pasar Modal senantiasa akan memonitor dan menindak lanjuti setiap pelanggaran atau ketidak patuhan emiten dalam rangka menjalankan PSAK-PSAK yang sesuai dengan IFRS maun IAS. *Makalah disampaikan pada Seminar dalam rangka Dies Natalis Ke 14 Akademi Akuntansi Effendi Harahap tanggal 11 April 2013
Dharma Ekonomi – STIE Dharmaputra
No. 37 / Th XX / April 2013
Ada satu lagi konvergensi IFRS untuk perusahaan-perusahaan kecil menengah (IFRS for Small Medium Enterprises) yang tampak pda PSAK ETAP (PSAK Entitas Tanpa Akuntabilitas PUblik) yang berlaku efektif pada 1 januari 2011. Dalam perjalanannya penerapan PSAK-PSAK hasil konvergensi IFRS maupun IAS masih banyak kendala dalam pemahaman maupun pelaksanaan di lapangan, fakta masih banyak perusahaan yang belum paham akan penerapan PSAK-PSAK tersebut diatas, bahkan dari profesi auditor pun masih banyak yang belum menerapkan atau menjalankan ketentuan PSAK-PSAK tersebut diatas, namun demikian pemahaman sebagian masyarakat pelaku usaha dan profesi sudah ada istilah SAK besar dan SAK ETAP. Pembedaan istilah tersebut adalah untuk menegaskan bahwa SAK besar diberlakukan dan diwajibkan bagi perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia alias bagi perusahaan terbuka, sedang SAK ETAP adalah sebutan untuk perusahaan-perusahaan non terbuka (Tbk). Ada satu pertanyaan boleh tidak perusahaan-perusahaan non Tbk menggunakan SAK besar tersebut? Secara prinsip bahwa SAK besar hanya diwajibkan untuk perusahaan-perusahaan terbuka (Tbk) namun bila ada perusahaan non Tbk yang berkehendak menerapkan SAK besar dalam pelaporan keuangannya, tidak dilarang namun dengan catatan harus dilakukan secara konsisten dan tidak diperkenankan berubah-ubah terus artinya tahun buku sekarang pakai SAK Besar dan tahun buku berikutnya pakai SAK ETAP dan berikutnya berubah lagi ke SAK Besar, ini yang dilarang. Oleh karena itu langkah yang baik bagi perusahaan-perusahaan yang non Tbk apakah akan memilih SAK Besar atau SAK ETAP sebaiknya perlu ditimbang-timbang terlebih dahulu apakah perusahaan dikemudaian hari ada rencana mau go public tidak, bila ya maka sebaiknya dari sekarang dikondisikan secara bertahap menggunakan SAK Besar, sehingga pada saatnya nanti perusahaan sudah siap dan tidak memerlukan penyesuaian ataupun persiapan yang lama. Namun demikian bila dikemudaian hari perusahaan tidak ada rencana go public sama sekali, sebaiknya menggunakan SAK ETAP saja, hal ini disamping lebih sederhana juga cost nya juga rendah. Satu catatan penting yang harus diperhatikan dan merupakan tantangan bagi dunia pendidikan kita, sekaligus bagi profesi akuntansi, aktuaris dan appraiser serta profesi lainnya, agar lebih meningkatan kualitas knowledge atas PSAK-PSAK hasil konvergensi terhadap IFRS maupun IAS, lebih khusus lagi bagi dunia usaha atau perusahaan-perusahaan non public (non Tbk) agar betul-betul melakukan upaya maksimal dengan cara mengikut sertakan stafnya untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang dilakukan bail oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) maupun yang diselenggararakan oleh perguruan Tinggi Negri maupun Swasta berkaitan dengan topic-topik IFRS maupun IAS, sudah tentu dengan harapan agar dalam proses penyusunan laporan keuangannya betul-betul sudah sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang
*Makalah disampaikan pada Seminar dalam rangka Dies Natalis Ke 14 Akademi Akuntansi Effendi Harahap tanggal 11 April 2013
Dharma Ekonomi – STIE Dharmaputra
No. 37 / Th XX / April 2013
seharusnya, dan bagi mahasiswa inilah moment yang baik untuk mempersiapkan diri terhadap pasar yang jelas-jelas harus mengusai IFRS maupun IAS
Referensi: Abbas Ali Mirza, Magnus Orrell, Graham J. Holt, IFRS Practical Implementation Guide and Workbook, Wiley 2008 Aria Farahmita http://sna.akuntansi.unikal.ac.id/makalah/022-AKPM-32.pdf Ng Eng Juan, Ersa Tri Wahyuni, Panduan Praktis Standar Akuntansi Keuangan, Penerbit Salemba Empat 2012
*Makalah disampaikan pada Seminar dalam rangka Dies Natalis Ke 14 Akademi Akuntansi Effendi Harahap tanggal 11 April 2013