MODUL KULIAH
ekonomi PERTANIAN OLEH LUKMAN HAKIM, S.P, M.P
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM – BANDA ACEH 2012 Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan modul kuliah dengan judul Ekonomi Pertanian. Tujuan penulisan semata-mata untuk memberikan arahan utama bagi pembaca khususnya mahasiswa Fakultas Pertanian yang ingin mengenal pertanian sebagai suatu disiplin ilmu dan profesi. Modul ini dibuat berdasarkan kebutuhan belajar dan mengajar di Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala dan sebagai salah satu upaya untuk memperkaya khasanah pengetahuan dan bahan bacaan bagi mahasiswa, baik yang bersifat teoritis maupun yang mengarah kepada aplikatif. Penyusunan modul ini bersumber dari menggali dan menggabungkan beberapa referensi yang sudah ada serta menambah disana-sini. Diharapkan bahwa modul kuliah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Pertanian dan bagi pencinta ilmu-ilmu pertanian, termasuk penulis sendiri. Modul ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan perbaikan guna kemajuan kita bersama. Akhirnya, penulis mengucapkan selamat membaca dan mempelajari semoga dengan rahmat Allah bisa dipahami dan ada manfaatnya.
Darussalam, 01 April 2012
Penulis
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................
i
DAFTAR ISI...............................................................................................................
ii
BAB 1
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
BAB 2
PENGERTIAN EKONOMI PERTANIAN.................................................
4
BAB 3
MASALAH EKONOMI PERTANIAN ......................................................
8
BAB 4
FAKTOR PRODUKSI ................................................................................
11
BAB 5
FAKTOR PENDUKUNG DALAM EKONOMI PERTANIAN ................
25
BAB 6
PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM PROSES PRODUKSI..............
31
BAB 7
EKSISTENSI PERTANIAN INDONESIA DEWASA INI........................
61
KEPUSTAKAAN ........................................................................................................
69
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
ii
1
1 PENDAHULUAN Kebutuhan jasmani 2 unsur pokok kebutuhan Kebutuhan rohani Kebutuhan rohani meliputi kebutuhan jasmani manusia yang berhubungan dengan tingkat kepuasan atau rohaninya, & kebutuhan akan pengisian jiwa yang berhubungan dengan kepercayaan yang dianutnya. Kebutuhan jasmani memiliki rumah yang cukup mewah, mobil 3 buah, deposito miliaran rupiah, anak laki-laki & perempuan, tanah & perkebunan cukup luas, serta kebendaan lainnya, kelihatannya sudah puas secara jasmani. Apakah dengan memiliki benda-benda tsb ia sudah puas, batinnya sudah tenang? Jawabannya belum tentu, kenapa? Karena dibalik semua itu masih ada kebutuhan lain yang mungkin belum dapat ia penuhi kebutuhan batin/rohani. Tingkat kepuasan seseorang kebendaan/dunia tergantung pada pribadi & pandangan hidup orang tersebut. Bila seseorang telah memahami artinya hidup & utk apa ia hidup, serta apa yang akan dihadapinya setelah hidup ini berakhir, maka ia akan merasa bersyukur dengan karunia yang diperolehnya, dan sebaliknya. Orang yang taat beragama akan menyadari bahwa hidupnya ini hanya sebentar & akan segera kembali pada Sang Pencipta untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus mempelajari & menggunakan ilmu yang disebut dengan ekonomi. Semua kebutuhan manusia, seluk-beluk pemenuhan kebutuhan apa, dimana, bagaimana, berapa, kapan, dsb-nya ada di ekonomi.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
2
Ekonomi terbagi atas beberapa cabang & bidang ekonomi umum, ekonomi mikro, ekonomi makro, ekonomi produksi, ekonomi pertanian, ekonomi kerakyatan, dsb-nya. Semua tujuannya satu mengatur kebutuhan manusia.
A. Sejarah Ekonomi Pertanian Ekonomi pertanian di daratan eropa pada zaman Romawi, Cato, Varo, Palladus, & Columela mulai melihat & meninjau pertanian secara ilmu muncul tulisan ttg ilmu pertanian yg dikarang oleh Justur Moser, J.C. Schubart, & J.C. Bergen ketiganya sbg pencetus & perintis ilmu pertanian. Awal abad ke-18 ilmu pertanian semakin berkembang bahkan mulai membahas tentang hak & kepemilikan tanah dipelopori oleh Heinrich Gottlob Von Justi (1702-1771) mengeluarkan buku Abhandlung Von Den Hindernissen Einer Blohenden Landwirtschaft membahas ttg penghapusan kerja rodi, hak bersama atas lapangan pangonan, pembagian tanah-tanah luas, & penukaran tanah. Di Amerika Serikat ekonomi pertanian pertama kali diajarkan pada tahun 1892 di Universitas Ohio diajarkan Rural Economics sbg cikal bakal ilmu ekonomi pertanian. Abad ke-20 tahun 1901, Universitas Cornell mengajarkan ilmu Agricultural Economics tahun 1903 muncul Farm Management. Di Indonesia ilmu ekonomi pertanian berkembang tahun 1950-an dipelopori oleh Iso Reksohadiprodjo & Teko Sumardiwirjo dosen di UI & UGM. Akhir dekade 1960-an tepatnya 1969 didirikan organisasi para ahli ilmu ekonomi pertanian PERHEPI (Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia) Untuk menampung para ahli & tenaga ekonomi pertanian pemerintah mendirikan badan yang bekerja khusus dalam penelitian ekonomi pertanian SAE (Survei Agro Ekonomi). Tujuan pendirian SAE utk mempercepat proses pembangunan pertanian Indonesia, dimana melalui penelitian dapat ditemui permasalahan yang ada, potensi, & metode penanganan secara tepat. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
3
B. Fungsi Ekonomi Pertanian Ekonomi pertanian mempunyai fungsi yg tidak kalah pentingnya dari ilmu ekonomi maupun ilmu pertanian itu sendiri bisa berada di awal atau sebelum ilmu pertanian, bisa seiring, & bisa juga sesudah. Dalam ilmu ekonomi pertanian dipelajari faktor sumberdaya atau faktor produksi dilengkapi dgn permasalahan, potensi, & kebijakan serta kemitraan, kelembagaan & faktor pendukung lainnya. Pertanian juga membutuhkan ilmu ekonomi pertanian kalau pupuk diberikan sekian banyak, berapa hasil yang akan diterima, bila pupuk dikurangi/ditambah berapa keuntungan yang akan diperoleh, demikian juga dalam pengaturan penggunaan tenaga kerja & obat-obatan bila dilakukan dengan perhitungan yang detail akan dapat memberikan hasil yang menguntungkan. Tanpa melupakan ilmu pertanian itu sendiri bagaimana keadaan tanah, curah hujan, keadaan lingkungan dsb. Jauh lebih baik hasilnya sebuah usaha pertanian dipimpin oleh seorang manajer yang ahli ekonomi pertanian daripada dipimpin oleh seorang ahli ekonomi ataupun seorang ahli pertanian. Ahli ekonomi pertanian kelebihannya memiliki dasar dua ilmu yang berbeda yaitu ilmu ekonomi & ilmu pertanian.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
4
2 PENGERTIAN EKONOMI PERTANIAN A. Definisi Ekonomi Pertanian gabungan dari ilmu ekonomi dengan ilmu pertanian yang memberikan arti suatu ilmu yang mempelajari & membahas serta menganalisis pertanian secara ekonomi, atau ilmu ekonomi yang diterapkan pada pertanian. 1. Ilmu Ekonomi Ilmu ekonomi suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Ilmu ekonomi ilmu yang mempelajari suatu proses yang terjadi pada masyarakat, yang bertujuan untuk mendapatkan materi yang cukup. 2. Ilmu Pertanian Ilmu pertanian (sempit) suatu ilmu yang mempelajari tentang bercocok tanam. (arti luas) suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang pertanian, baik mengenai subsektor tanaman pangan & hortikultura, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, maupun subsektor peternakan. Ilmu ekonomi pertanian mulai dari pemilihan bibit, pembuatan bibit (pemuliaan), pengolahan tanah, penanaman, penyiangan, pemupukan, pemberantasan hama & penyakit, sampai panen & juga pascapanen. Ilmu pertanian juga membahas masalah lingkungan dari tempat tumbuh tanaman/tempat hidup ternak atau ikan, misalnya tanah, air, tanaman (vegetasi), hama, iklim, tanaman (semuanya tergolong biofisik), kemudian ekonomi, perilaku sumberdaya manusia (tergolong sosial ekonomi), kemitraan, kelembagaan, serta kebijaksanaan (tergolong faktor penunjang) semua ilmu tsb dikategorikan sebagai bagian dari ilmu pertanian, karena keadaanya sangat berhubungan & mempengaruhi perkembangan pertanian itu sendiri. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
5
3. Ekonomi Pertanian Ekonomi Pertanian diharapkan dapat menjadi pembimbing bagi mahasiswa/pembaca sehingga mampu menganalisis, menginterpretasikan, serta menghubungkan persoalan-persoalan ekonomi makro (spt pendapatan nasional, konsumsi, investasi, kesempatan kerja/lapangan kerja) dalam pembangunan nasional. Tiga alasan utama sektor pertanian perlu dibangun lebih dulu guna dapat menunjang perkembangan industri: 1. barang-barang hasil industri memerlukan dukungan daya beli masyarakat. Artinya pengembangan industri juga harus mempertimbangkan keberadaan masyarakat & sektor pertaniannya sendiri yang suatu saat juga berfungsi sebagai pemasok bahan baku. 2. untuk menekan ongkos produksi dari komponen upah & gaji diperlukan tersedianya bahan-bahan makanan yang murah & terjangkau, sehingga upah & gaji yang diterima dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan pokok buruh & pegawai. 3. industri membutuhkan bahan baku yang berasal dari sektor pertanian, karena itu produksi bahan-bahan industri memberikan basis bagi pertumbuhan itu sendiri. B. Topik-Topik Utama Ekonomi Pertanian Ekonomi pertanian dapat dibagi ke dalam empat topik utama yaitu: (1) Masalah dalam ekonomi pertanian. Masalah utama tenggang waktu yang cukup lebar dalam proses produksi, biaya produksi, tekanan jumlah penduduk, & sistem usahatani. Dibanding sektor industri penggunaan sarana produksi dapat menghasilkan produksi dalam waktu yang relatif singkat pada sektor pertanian sangat tergantung pada komoditas yang diusahakan. Masalah biaya untuk proses produksi dalam usahatani tanaman misalnya dibutuhkan masukan yang sesuai dengan tuntutan/kebutuhan tanaman spt pembelian bibit, pupuk, obat-obatan, sewa tanah & upah Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
6
pekerja yang biayanya dibutuhkan setiap saat. Sementara tidak semua petani (kecil) yang mempunyai lahan sempit dapat menyediakan biaya secara tepat, baik tepat waktu maupun tepat jumlah akibatnya produksi/hasil yang dicapai tidak sesuai dengan harapan. Masalah tekanan jumlah penduduk pertumbuhan penduduk yang menyerupai deret ukur sudah pasti tidak dapat diimbangi oleh pertumbuhan produksi yang hanya dapat mendekati deret hitung pertambahan jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan akan bahan pangan, sementara keadaan yang sama juga menyebabkan semakin sempitnya lahan pertanian yang dapat dikuasai. Masalah sistem usahatani yang dilakukan usaha pertanian yang dilakukan belum lagi menjurus pada usahatani yang maju & modern spt yang telah dicapai oleh beberapa negara maju satu petani di negara maju menguasai puluhan bahkan sampai ratusan/ribuan hektar lahan usaha & mereka dapat menyediakan makan untuk ribuan orang dalam jangka waktu tertentu, sedangkan diindonesia justru yang terjadi sebaliknya. (2) Faktor produksi Faktor produksi dalam usaha pertanian tanah, modal & tenaga kerja Sebagian ahli berpendapat & memasukkan faktor keempat manajemen/pengelolaan (skill) ke dalam faktor produksi. (3) Faktor pendukung Faktor pendukung dalam kelancaran usaha pertanian kelembagaan, kemitraan & kebijaksanaan. Faktor lainnya sarana & prasarana yang tidak termasuk dalam kelembagaan misalnya jalan, jembatan, alat transportasi, saluran irigasi, gudang dsb. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
7
Kelembagaan bisa dibedakan atas 2 bagian pertama, kelembagaan pemerintah semua institusi, sarana & prasarana yang disediakan oleh pemerintah. Kedua, kelembagaan non pemerintah institusi atau sarana & prasarana yang diadakan sendiri oleh petani, pengusaha, ataupun badan/organisasi lain yang non pemerintah. Seorang ahli ekonomi pertanian/pedesaan AT. Mosher menegaskan bahwa aspek kelembagaan merupakan syarat pokok yang diperlukan agar struktur pembangunan pedesaan menjadi maju. Ada 3 dari 5 syarat pokok yang harus ada sbg kelembagaan dalam struktur pedesaan maju yaitu adanya pasar, pelayanan penyuluhan, & lembaga perkreditan. (4) Eksistensi pertanian Indonesia saat ini. Kemiskinan & keterbelakangan bukan saja merupakan masalah bagi masyarakat miskin, tetapi merupakan masalah ekonomi secara keseluruhan. Serangkaian kajian & pengamatan para pakar dibidang ilmu-ilmu sosial, ternyata kemiskinan absolut terbanyak di sektor pertanian terutama subsektor tanaman pangan & kemiskinan itu sendiri merupakan resultan interaksi antara teknologi, sumberdaya alam, kapital, sumberdaya manusia, dan kelembagaan/kebijaksanaan. C. Pertanian dan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Pengembangan ekspor pertanian akan sangat terkait dengan kebijaksanaan domestik pengembangan produksi, industri & perdagangan. Era globalisasi kelak berlaku aturan AFTA, APEC, & WTO. Gerakan/kerja sama internasional diyakini banyak pihak termasuk para ahli & ekonom Indonesia akan menguntungkan negara-negara kaya yang industrinya sudah sangat maju & membutuhkan pasar dunia lebih luas lagi, ketimbang negaranegara miskin yang tertinggal. Globalisasi meskipun tidak disukai toh tidak dapat dihindari, suka tidak suka, siap tidak siap, globalisasi harus diterima. Bangaimanapun juga ia akan melibatkan kita, bila tidak mau tertinggal & tersisih maka Indonesia harus mengikuti. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
8
3 MASALAH EKONOMI PERTANIAN Ekonomi pertanian motor penggerak & juga penentu keberhasilan dalam upaya pembangunan pertanian. Para pakar berpendapat bahwa ada 4 masalah pokok dalam ekonomi pertanian: a. Jarak waktu yang lebar antara pengeluaran & penerimaan dalam usaha pertanian b. Pembiayaan c. Tekanan penduduk d. Pertanian subsistence Masalah yang lebih urgen & menentukan daripada keempat masalah tsb adalah Kebijaksanaan harga. Kenapa & apa yang dimaksud dengan ”kebijaksanaan” harga? Keadaan harga & perkembangannya di negara kita selama ini selalu berawal dari: (1) Kebijaksanaan penetapan harga BBM (2) Kebijaksanaan gaji pegawai negeri ”seolah-olah hukum ekonomi tidak berlaku untuk dua kasus tsb”. Bila penawaran naik maka harga akan turun, bila permintaan naik maka harga akan naik, dengan catatan keadaan lainnya normal (ceteris paribus) Artinya, secara teoretis/menurut hukum ekonomi harga akan turun/naik bila terjadi perubahan pada penawaran/permintaan, atau karena terjadinya perubahan keseimbangan pasar. Pemicunya permintaan/penawaran. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa: Hukum ekonomi bisa tidak berlaku bila ada kebijaksanaan & perubahan pada subsidi. Anehnya lagi kenaikan harga input sering tidak sesuai dengan kenaikan harga output (harga output tidak pernah bijaksana untuk petani) inilah pangkal masalah di sektor pertanian. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
9
A. Waktu Usaha Tani Kapasitas kemampuan genetik tanaman yang diusahakan. Setiap tanaman tergantung varietasnya mempunyai kemampuan genetik tertentu yang akan diperoleh maksimum bila semua keadaan yang diinginkannya (syarat tumbuh) dapat dipenuhi. Metode Penerapan teknologi yang diterapkan, mulai dari metode pengolahan tanah, metode persemaian, pemupukan awal (cara, waktu, dan dosis), jarak tanam, jumlah bibit per rumpun, arah baris tanaman, cara pemberian pupuk, waktu pemberian pupuk, dosis & jenis pupuk yang diberikan, frekuensi pemberian pupuk, penggunaan obat-obatan (pemberantasan hama & penyakit/jenis & dosis serta waktu), penyiangan sampai pengaturan air & panen. B. Biaya Usaha Tani Ada 2 macam biaya dalam usahatani biaya tunai (biaya yang dibayarkan) & biaya tidak tunai (biaya yang tidak dibayarkan). Biaya yang dibayarkan biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, & bawon panen. Kadang juga termasuk biaya untuk iuran pemakaian air & irigasi, pembayaran zakat dsb. Dalam usaha peternakan untuk biaya pengembalaan, biaya pembelian pakan, biaya pembersihan kandang & jenis upah kegiatan lainnya. Teknologi terdiri dari beberapa komponen mulai penyediaan & pemilihan bibit, pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan, pemberantasan hama penyakit, pengaturan air/penyiraman, panen & pascapanen. C. Tekanan Penduduk Malthus (1808) Pertumbuhan penduduk menyerupai sebuah deret ukur sementara peningkatan produksi menyerupai deret hitung pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan produksi. Di sektor pertanian dapat dideteksi beberapa masalah kebutuhan pangan (termasuk sandang), kesempatan kerja, dan kualitas sumberdaya manusia yang semuanya terakumulasi sebagai masalah: Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
10
Persediaan tanah yang semakin sempit, Kebutuhan pangan yang semakin tidak terpenuhi, Tingkat pengangguran yang semakin tinggi, serta Masalah sosial tentang kepemilikan tanah.
D. Sistem Usaha Tani Sistem usahatani pola pelaksanaan usahatani masyarakat yang berkaitan dengan tujuannya. Tujuan utama pertanian/usahatani (secara umum) untuk memenuhi kebutuhan keluarga (pola subsistence) berarti belum sepenuhnya bertujuan untuk dijual ke pasar (market oriented) seperti halnya usahatani di negaranegara maju.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
11
4 FAKTOR PRODUKSI Faktor produksi terdiri dari 4 komponen yaitu : Tanah Modal Tenaga kerja & Skill/manajemen Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda & saling terkait satu sama lain. Kalau salah satu faktor tidak tersedia maka proses produksi tidak akan berjalan, terutama tiga faktor terdahulu seperti tanah, modal & tenaga kerja. Modal aset berupa uang/alat tukar yang akan digunakan untuk pengadaan sarana produksi untuk beli bibit, pupuk, obat-obatan serta upah tenaga kerja. Tenaga kerja bukan hanya tenaga upahan saja atau tenaga keluarga saja, tetapi lebih jauh & lebih komplit yang juga meliputi tenaga ternak, tenaga traktor, tenaga mesin, pompa, dsb. Faktor produksi faktor yang mutlak diperlukan dalam proses produksi tanah, modal, tenaga kerja, & manajemen. Sarana produksi sarana yang dibutuhkan dalam proses produksi lahan, bibit, pupuk, obat-obatan, & tenaga kerja. Tenaga kerja bisa kita golongkan sebagai bagian dari modal & bisa juga sebagai bagian dari faktor produksi tenaga kerja. Usahatani kegiatan mengorganisasi (mengelola) aset & cara dalam pertanian atau suatu kegiatan yang mengorganisasi sarana produksi pertanian & teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian. Dewasa ini banyak para pakar & penulis membedakan antara usahatani & usaha pertanian. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
12
Usahatani lebih diartikan untuk kegiatan usaha di bidang pertanian berskala kecil seperti usahatani padi, usahatani jagung, usahatani ayam buras, itik petelur, dsb. Usaha pertanian lebih diartikan sebagai suatu usaha dengan skala besar yang mengelola lahan yang cukup luas, modal besar, & mempunyai tenaga administrasi di samping membutuhkan atau membayar tenaga kerja lapangan dengan tujuan utama mencari keuntungan semaksimal mungkin. Menurut Prof. Bachtiar Rivai (dalam Fadholi Hernanto, 1989): Usahatani sebagai suatu ilmu yang mempelajari hal ikhwal intern usahatani yang meliputi organisasi, operasi, pembiayaan, & penjualan, perihal usahatani itu sebagai unit atau satuan produksi dalam keseluruhan usahatani. A. Faktor Produksi Tanah Faktor produksi tanah terdiri dari beberapa faktor alam lainnya air, udara, temperatur, sinar matahari dsb. Faktor tanah itu sendiri diperlukan lagi subfaktor keadaan fisik & kekayaan kimianya yang menentukan tingkat kelengasan & kesuburannya. Faktor produksi tanah tidak hanya dilihat dari segi luas/sempit saja, tetapi juga dari segi yang lain jenis tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan dsb), topografi (tanah dataran tinggi, rendah & dataran pantai), pemilikan tanah, nilai tanah, fragmentasi tanah, & konsolidasi tanah. Luasnya lahan sering mengakibatkan ketidakefisienan dalam penggunaan teknologi, hal ini karena : Lemahnya pengawasan pada faktor produksi bibit, pupuk, obatobatan, & tenaga kerja. Terbatasnya persediaan tenaga kerja di sekitar daerah itu, yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi usaha pertanian tersebut. Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian dalam skala luas tersebut. Jenis tanah akan mengarahkan petani kepada pilihan komoditas yang sesuai, pilihan teknologi, serta pilihan metode pengolahan tanah. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
13
Unsur-unsur sosial ekonomis yang melekat pada tanah & memiliki peranan dalam pengelolaan usahatani cukup beragam, diantaranya: a.
Kekuatan atau kemampuan potensial & aktual dari tanah. Kekuatan potensial tanah kemampuan tanah untuk menghasilkan (tanaman, ternak, & ikan) dalam suatu proses produksi. Kekuatan aktual teknis dari tanah tergantung pada sifat fisik, kimia & biologi tanah dapat juga disebutkan tergantung pada keadaan kesuburan tanah, struktur tanah, tekstur, topografi dsb.
b.
Kapasitas ekonomis, efisiensi ekonomis, & daya saing dari tanah. Kapasitas ekonomis kemampuan sebidang tanah menyerap sarana produksi tenaga kerja atau banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah sebidang tanah. Efisiensi ekonomis perbandingan antara hasil yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Keunggulan bersaing terbagi 2 keunggulan bersaing absolut & keunggulan bersaing relatif. Keunggulan bersaing absolut keunggulan sebidang tanah dalam memberikan hasil nyata yang lebih tinggi. Keunggulan bersaing relatif keunggulan sebidang tanah dalam memberikan hasil relatif yang lebih tinggi.
c.
Produktivitas tanah. Produktivitas tanah jumlah hasil total yang diperoleh dari pengusahaan sebidang tanah dalam setahun. Tinggi rendahnya produktivitas tanah tergantung pada beberapa faktor jenis tanah (keadaan fisik, kimia, topografi, dll), penggunaan tanah (sawah, tegalan, & pekarangan), harga hasil yang diusahakan, keadaan pengairan, sarana & prasarana, kelembagaan, dll).
d.
Nilai sosial ekonomis dari tanah. Kaslan (1983) menyebutkan bahwa nilai ekonomis tanah/harga atas tanah pada dasarnya ditentukan secara objektif ekonomis. Nilai ekonomis dari tanah komersial biasanya dianggap sebagai kapitalisasi atau pengejawantahan dari bunga. Seandainya nilai bunga tanah per tahun adalah Rp 1.000.000,00 sementara bunga modal 10% per tahun maka tinggi nilai ekonomis tanah tersebut adalah:
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
14
100 Rp1.000.000,00 Rp10.000.000,00 / ha 10
Perhitungan didasarkan pada rumus Taylor sbb: v
a r
Ket: V = harga tanah a = penghasilan atau hasil bersih dari tanah r = bunga kredit umum Rumus ini kemudian disempurnakan menjadi: v
a i r r2
Ket: i = kenaikan bunga tanah atau kenaikan penghasilan tiap tahun Faktor-faktor yang banyak mempengaruhi petani dalam penetapan harga tanah sbb: a. Kemampuan tanah kemampuan tanah dalam memberikan hasil. b. Kemungkinan untuk dapat memanfaatkan tenaga kerja keluarga dan ternak yang berlebihan serta kesempatan untuk memperluas tanah. c. Kesuburan tanah, keadaan pengairan, pilihan pengusahaan tanaman, letak tanah, dan lainnya. d. Keadaan si penjual tanah, terdesak atau tidak. Kalau penjual terdesak biasanya calon pembeli akan lebih menekan harga supaya menjadi lebih murah. e. Pandangan masyarakat atau status sosial. Pengairan segala usaha yang berhubungan dengan pemanfaatan air. Pengairan diatur dalam UU RI No.11 Tahun 1974 antara lain bunyinya sbb: Pengairan (water resources management) suatu bidang pembinaan atas air, sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam bukan hewani (mis: pasir, kerikil, batu, dsb) yang terkandung didalamnya, baik yang alamiah maupun yang telah diusahakan oleh manusia. Pemanfaatan serta pengaturan air & sumber-sumber air yang meliputi: Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
15
a. Irigasi usaha penyediaan & pengaturan air untuk menunjang pertanian, baik air permukaan maupun air tanah. b. Pengembangan daerah rawa pematangan tanah daerah-daerah rawa, antara lain untuk pertanian. c. Pengendalian & pengaturan banjir serta usaha untuk perbaikan sungai, waduk, dsb. d. Pengaturan penyediaan air minum, air perkotaan, air industri, & pencegahan terhadap pencemaran/pengotoran air, dsb. Secara definitif, Irigasi pemberian air pada tanah secara tiruan atau setiap usaha pemberian air pada tanah yang bertujuan untuk mengubah kelembapan atau menyediakan guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman. Pengairan biasanya dilakukan pada lahan sawah dengan pembangunan saluran-saluran yang dibutuhkan, mulai dari bendungan, saluran primer, sekunder, tertier, kwartier, sampai saluran cacing & saluran pembuangan. Irigasi teknis sistem pengairan yang tersedia secara teknis. Artinya kebutuhan air untuk tanaman sewaktu-waktu bisa diatur sesuai dengan kebutuhan. Tingkatan yang lebih rendah irigasi setengah teknis, kemudian irigasi sederhana (sederhana PU & sederhana swadaya masyarakat). Elevasi dan Topografi Berdasarkan ketinggian, tanah atau lahan dibedakan atas lahan dataran tinggi (> 700 m dari atas permukaan laut/dpl), & lahan dataran rendah (di bawah 700 m dpl). Sebagian ahli & penulis ada yang membagi lahan dataran rendah menjadi dua bagian dataran sedang (400-700 m dpl) & dataran rendah (< 400 m dpl). Lahan dataran rendah bisa dipecah menjadi lahan kering dataran rendah, lahan sawah dataran rendah, lahan sawah tadah hujan, lahan pesisir, lahan rawa, & lahan pasang surut. Lahan pesisir lahan yang terletak di sepanjang pesisir atau daerah pantai. Lahan rawa lahan basah sepanjang tahun atau lahan yang mempunyai drainase jelek & tidak bisa dikeringkan. Rawa terbagi lagi atas rawa lebak, rawa gambut, & rawa biasa. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
16
Rawa lebak biasanya terdapat disepanjang aliran sungai yang terpengaruh dengan pasang surut air laut, tetapi tidak mempunyai sifat air laut. Rawa pasang surut lahan rawa yang terletak di sepanjang pantai atau bibir sungai yang airnya dipengaruhi oleh air laut & sekaligus mempunyai sifat yang sama dengan air laut. Sumber Pemilikan Tanah Tanah milik petani atau yang dapat dikelola oleh petani, dapat diperoleh dari berbagai sumber sbb: a. Tanah milik tanah milik dibuktikan dengan surat bukti pemilikan sertifikat. b. Tanah sewa tanah sewa sebaiknya dibuat oleh pejabat yang berwenang. Agar manakala terjadi hal yang tidak diinginkan dapat diselesaikan secara hukum. c. Tanah sakap tanah yang disakap sebenarnya sudah diatur oleh UU Bagi Hasil (UUBH) UU No.2 Tahun 1960. d. Tanah pemberian negara tanah milik negara yang diberikan kepada seseorang yang mengikuti program pemerintah atau berjasa kepada negara. Tanah pemberian negara ini dapat diperoleh melalui; Pelaksanaan UU Pokok Agraria; Transmigrasi, Pemukiman kembali; dan Program Pembangunan Inti Rakyat atau PIR. e. Tanah waris sebagai tanah yang karena hukum tertentu (agama atau adat) dibagikan kepada ahli warisnya. Pembagian waris ini bervariasi, bergantung pada kaidah yang dianut. f. Tanah wakaf tanah yang diberikan atas seseorang atau badan kepada pihak lain, umumnya untuk kegiatan sosial. Fragmentasi tanah suatu keadaan dimana tanah milik satu keluarga itu berpencar-pencar di beberapa tempat. Perpecahan & perpencaran sawah dapat ditimbulkan oleh beberapa sebab: a. Perkawinan baik pihak suami maupun pihak istri masing-masing membawa tanah dari hasil warisan orang tuanya yang letaknya sudah berpencaran. b. Sistem warisan tanah yang dimiliki seorang petani, apabila petani sudah tua atau meninggal dunia akan dibagi-bagikan kepada ahli warisnya. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
17
c. Sistem jual beli tanah petani dapat menjual tanah miliknya, sebagian atau seluruhnya sesuai dengan banyaknya uang yang diperlukan. d. Dimungkinkan karena faktor-faktor diluar kehendak petani, tetapi diatur oleh pemerintah seperti pembuatan saluran pegairan, pembuatan jalan, dsb. Kerugian daripada fragmentasi (pemilikan tanah yang terpencar-pencar) yaitu: (1) Naiknya biaya operasi tanah, (2) Menimbulkan diseconomics of scale, (3) Menimbulkan labor diseconomics, (4) Menyulitkan pemasaran hasil-hasil pertanian, (5) Menimbulkan percekcokan & (6) Bagi alat-alat mekanis dianggap kurang menguntungkan karena biaya besar, pemborosan waktu & tenaga untuk berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain. Konsolidasi tanah menyatukan tanah yang letaknya terpencar-pencar atau dengan penggabungan beberapa petak menjadi satu bagian yang besar. B.
Faktor Produksi Modal
Modal sama artinya dengan harta kekayaan seseorang, yaitu semua harta berupa uang, tabungan, tanah, rumah, mobil, dsb yang dimiliki. Menurut Von Bohm Bawerk, arti modal atau kapital segala jenis barang yang dihasilkan & dimiliki masyarakat, disebut dengan kekayaan masyarakat. Modal setiap hasil atau produk atau kekayaan yang digunakan untuk memproduksi hasil selanjutnya. Modal uang yang tidak dibelanjakan, disimpan untuk kemudian diinvestasikan. Modal tetap Modal dapat dibagi dua Modal bergerak
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
18
Modal tetap barang-barang yang digunakan dalam proses produksi yang dapat digunakan beberapa kali, meskipun akhirnya barang-barang modal ini habis juga, tetapi tidak sama sekali terisap dalam hasil. Contohnya: mesin, pabrik, gedung, dll. Modal bergerak barang-barang yang digunakan dalam proses produksi yang hanya bisa digunakan untuk sekali pakai, atau dengan kata lain, yaitu barang-barang yang habis digunakan dalam proses produksi. Misalnya: bahan mentah, pupuk, bahan bakar, dsb. Umumnya modal dapat terbentuk karena: o Produksi, o Penabungan dari produksi, dan o Pemakaian benda tabungan untuk produksi selanjutnya. Modal fisik/material Dalam usaha pertanian dikenal Modal manusiawi Modal fisik/material berupa alat-alat pertanian, bibit, pupuk, ternak, dll. Modal manusiawi biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan, latihan kesehatan, dll. Kredit Dalam Pertanian Kredit mempunyai arti sebagai suatu transaksi antara dua pihak: o Pihak pertama kreditor (yang menyediakan sumber-sumber ekonomi berupa uang, barang, atau jasa). o Pihak kedua debitor (pengutang), dengan perjanjian bahwa pihak pengutang akan membayar kembali utang tersebut pada waktu yang ditentukan yang kadang-kadang ditambahkan dengan persyaratan tertentu seperti denda keterlambatan, bunga dsb. Dari segi penggunaannya, kredit bisa dibagi atas beberapa macam, contohnya: kredit investasi (untuk investasi), kredit modal kerja, atau kredit usaha (untuk biaya operasional usaha).
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
19
Penelitian mendalam mengenai soal perkreditan pertanian dalam usaha intensifikasi pertanian padi sawah telah dilakukan oleh Sudjanadi (1967-1968) di Karawang dengan kesimpulan sbb: a.
b.
c.
d.
Pemberian kredit usahatani dengan kredit bunga yang ringan perlu untuk memungkinkan petani melakukan inovasi-inovasi dalam usahataninya. Kredit itu harus bersifat kredit dinamis, yaitu mendorong petani untuk menggunakan secara produktif dengan bimbingan & pengawasan yang teliti. Kredit yang diberikan selain bantuan modal juga merupakan perangsang untuk menerima petunjuk-petunjuk & bersedia berpartisipasi dalam program peningkatan produksi. Kredit pertanian yang diberikan kepada petani tidak perlu hanya terbatas pada kredit usahatani yang langsung diberikan bagi produksi pertanian, tetapi harus pula mencakup kredit-kredit untuk kebutuhan rumah tangga (kredit konsumsi).
Tabel 1. berikut menggambarkan situasi & perbandingan ataupun alasan petani memilih kredit diluar lembaga kredit resmi dari pemerintah. Tabel 1. Perbandingan Sistem Kredit Tidak Resmi dengan Lembaga Kredit Resmi Pemerintah di Indonesia. Item Jaminan Perjanjian Prosedur Pendekatan Waktu tunggu Arti kredit Penggunaan
Sistem Kredit Tidak Resmi Tanaman yang belum dipanen Tanpa tertulis, cukup saksi hidup Mudah/praktis Kekeluargaan Singkat/cepat Masih ada Sesuka hati petani
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
Sistem Kredit Resmi Pemerintah Barang yang bersertifikat Harus tertulis dan ditandatangani Berbelit-belit Bisnis/individual Lama/lambat Hilang Harus jelas/tertentu
20
C. Faktor Produksi Tenaga Kerja Dalam ilmu ekonomi, Tenaga kerja suatu alat kekuatan fisik & otak manusia, yang tidak dapat dipisahkan dari manusia & ditujukan pada usaha produksi. Beberapa pandangan terhadap tenaga kerja sbb:
Pada permulaan abad pertengahan, bagi bangsawan & perwira Eropa Barat, tenaga kerja produksi dianggap hina, tetapi tenaga untuk berperang adalah terhormat. Bagi masyarakat lapisan atas (ekonomi kuat), tenaga kerja fisik dianggap kurang baik daripada tenaga kerja otak. Bagi masyarakat sosial dianggap tenaga kerja fisik lebih tinggi nilainya daripada masyarakat kapitalis. Karl Marx berpendapat bahwa tenaga kerja adalah satu-satunya faktor produksi, sedangkan bagi masyarakat kapitalis menganggap tenaga kerja itu sama sifatnya dengan barang.
Penduduk semua orang yang mendiami suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu. Pakar ekonomi, tenaga kerja (man power) penduduk dalam usia kerja yang berumur antara 15 – 64 tahun, merupakan penduduk potensial yang dapat bekerja untuk memproduksi barang atau jasa. Pada sensus penduduk 1971, tenaga kerja penduduk yang berumur 10 – 64 tahun. Angkatan kerja (labor force) penduduk yang bekerja dan mereka yang tidak bekerja, tetapi siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Yang bukan angkatan kerja (not in the labor force) bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya, tetapi tidak terlibat dalam suatu usaha atau tidak terlibat dalam kegiatan produktif yang menghasilkan barang/jasa. Orang yang bekerja (employed persons) orang yang melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang/jasa dengan tujuan memperoleh penghasilan/keuntungan, baik mereka yang bekerja penuh (full time) maupun yang tidak bekerja penuh (part time).
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
21
Pencari kerja atau pengangguran (unemployment) mereka yang tidak bekerja & sedang mencari pekerjaan menurut referensi waktu tertentu, atau orang yang dibebastugaskan bekerja tapi sedang mencari pekerjaan. Jumlah angkatan kerja Angka partisipasi kerja = (labour force participation rate)
Jumlah penduduk berumur > 10 tahun
Di negara maju produktivitas tenaga kerja digunakan tolok ukur kemajuan sektor pertanian. Di negara maju tenaga kerja faktor produksi yang paling terbatas peningkatan produktivitas sangat mudah dilakukan karena sudah merupakan suatu keharusan, kalau tidak ingin kekurangan tenaga kerja. Di negara berkembang tenaga kerja faktor produksi yang berlebihan atau yang paling kurang terbatas dibandingkan dengan tanah dan modal peningkatan produktivitas sulit dan tidak berguna dilakukan. Di negara maju contohnya AS disamping meningkatkan produktivitas juga dilakukan upaya untuk menghemat tenaga kerja ditemukan mesin-mesin penghemat tenaga kerja (labor saving). Prinsip ekonomi pertanian yang dianut negara maju meningkatkan efisiensi dalam penggunaan tenaga kerja per orang dan tidak pada peningkatan efisiensi dalam penggunaan tanah per hektar.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
22
Penduduk
Man Power
Not Man Power
Di Bawah Usia Kerja
Labor Force
Di Atas Usia Kerja
Not in Labor Force
Sekolah
Employed
Ibu RT
dan Lain-lain
Unemployed
Full Employed
Under Employed
Visible Under Employed
Disguised Under Employed
Gambar 1. Pembagian Penduduk Menurut Status Ketenagakerjaan.
Tenaga Kerja Pertanian Kecil dan Pertanian Besar Usaha pertanian kecil, petani berfungsi ganda sebagai tenaga kerja dalam usahatani-nya dan sebagai manajer. Sebagai manajer petani akan membuat keputusan mengenai apa yang akan dilakukan dalam usahatani-nya, merenung dan berfikir, merencanakan tanaman apa yang ditanam, bagaimana dan berapa luas diusahakan. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
23
Sebagai tenaga kerja petani memegang peranan utama dalam kerja fisik untuk memelihara tanaman dan ternak, memupuk, memanen/menjual hasil tanaman dan ternaknya. Usaha pertanian besar fungsi/tugas manajer dan tenaga kerja terpisah dengan jelas pekerjaan administrasi, pekerjaan lapangan dipegang oleh masing-masing tenaga ahli dan berpengalaman, semua di bawah komando seorang pimpinan/manajer perusahaan, pekerjaan fisik dilakukan oleh buruh/karyawan. Transmigrasi dan Mobilitas Tenaga Kerja Tujuan transmigrasi mendistribusikan tenaga kerja dari daerah padat ke daerah yang lebih renggang penduduknya (pada umumnya daerah-daerah pertanian). Transmigrasi mobilitas tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah yang lain yang dilakukan secara terencana, misalnya pergerakan penduduk dari satu desa ke desa lain untuk mencari pekerjaan, hal ini sering terjadi waktu musim panen dimana tenaga kerja banyak dibutuhkan. Untuk mendorong orang berpindah (migrasi) diperlukan faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong (push factor) pertumbuhan penduduk yang cepat menyebabkan kelangkaan lowongan kerja semakin tinggi. Faktor penarik (pull factor) kesempatan kerja di sektor industri atau sektor lain sebagai tempat peralihan. D. Faktor Produksi Pengelolaan/Manajemen Pengelolaan usahatani kemampuan petani bertindak sebagai pengelola atau manajer dari usahanya. Fungsi dan peran dari pengelolaan sbb: bila produksi diberi simbol (P), faktor alam simbol (A), faktor modal/capital (C), dan faktor tenaga kerja/labor (L), serta manajemen (M), maka hubungan antara faktor produksi dengan produksi dapat dituliskan sbb: P = F (A, C, L, M)
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
24
Artinya, produksi fungsi dari faktor alam atau bisa disebut tanah, modal, tenaga kerja, & manajemen. Faktor manajemen berfungsi mengelola faktor produksi lainnya, yaitu tanah, modal, & tenaga kerja dengan mengombinasikan faktor tanah, modal, & tenaga kerja dengan menerapkan teknologi yang tepat. Atau meminimalkan faktor tanah, modal, & tenaga kerja dengan jumlah produk tertentu. Secara fisik, fungsi pengelolaan/manajemen adalah memaksimalkan produk dengan mengombinasikan faktor tanah, modal, dan tenaga kerja dengan menerapkan teknologi yang tepat. Atau meminimalkan faktor tanah, modal, dan tenaga kerja dengan jumlah produk tertentu.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
25
5 FAKTOR PENDUKUNG DALAM EKONOMI PERTANIAN Faktor pendukung dalam ekonomi pertanian dapat dibedakan atas 2 bagian pertama, menyangkut tentang kebijaksanaan penetapan harga dan kedua, menyangkut kebijaksanaan bukan harga. A. Kebijaksanaan Harga Kebijaksanaan penetapan harga wewenang pemerintah yang diturunkan dalam bentuk peraturan dan keputusan pejabat berwenang, seperti surat keputusan menteri atau pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Tujuan dilakukannya kebijaksanaan harga untuk melindungi petani dan menstabilkan perekonomian. Dasar penetapan harga hubungan antara input dengan output dalam proses produksi suatu komoditas. Harga-harga komoditas yang ditetapkan menyangkut barang-barang pokok, komoditas pangan, komoditas industri, serta komoditas strategis lainnya. Komoditas strategis seperti BBM, komoditas pangan, pupuk, dan lainnya, pemerintah masih memberi kebijaksanaan berbentuk subsidi untuk membantu masyarakat yang tidak mampu. Kebijaksanaan harga dalam bentuk peraturan pemerintah kebijaksanaan harga dasar/harga lantai (floor price) dan harga tertinggi/harga atap (ceiling price). Harga dasar untuk menjaga agar harga pasar pada saat panen tidak turun, supaya produsen bisa menerima hasilnya sesuai dengan harga yang ditetapkan tersebut harga dasar ditetapkan berdasarkan perhitungan besarnya input yang ditanamkan untuk masing-masing komoditas yang diusahakan. Harga atap kisaran berdasarkan besarnya masukan yang diberikan petani dalam proses produksi komoditas tersebut. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
26
Kebijaksanaan penetapan harga dasar dan harga atap ini secara teoritis harus diiringi oleh penampungan produk oleh pemerintah untuk menjaga jika terjadi lonjakan produksi pada waktu panen raya. Kebijaksanaan penetapan harga atap (harga maksimum) diperlukan pada musim-musim paceklik, saat persediaan produksi terbatas untuk melindungi produsen dari tekanan pasar yang tidak berfungsi sempurna. 1. Situasi pada Saat Panen Raya Hukum ekonomi bila penawaran naik sementara permintaan tetap maka harga akan turun terjadi pada saat panen raya (harga turun ketika harga pasar berada dibawah harga keseimbangan. Atau dilakukan kebijakan lain meningkatkan harga dasar menjadi lebih tinggi dari harga pasar.
Harga
S1
D
Hd
Hp
S D1
0
Q1d
Qp
Qd
Kuantitas
Gambar 2. Kebijaksanaan pemerintah dalam mengatasi kelebihan produksi pada saat panen raya.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
27
Seperti dalam grafik diatas: Harga pasar (Hp) dan harga dasar (Hd), maka Hd > Hp. Untuk menjaga harga pasar tetap berlaku pemerintah harus menampung kelebihan produksi sehingga penawaran dan permintaan pasar tetap seimbang harga terpengaruh (pasar dikehendaki bekerja pada harga pasar). OQp : besarnya produksi yang diminta masyarakat pada harga pasar (Hp) dibawah harga dasar (Hd). Bila harga dasar tetap berlaku jumlah permintaan sebesar OQ1d maka pemerintah harus menampung dan membeli kelebihan produksi (penawaran) sebesar Q1dQd. Permintaan sebenarnya bisa diimbangi oleh produksi sebesar OQ1d. Bila terjadi sesuatu yang menyebabkan pasar tidak berfungsi dengan sempurna maka dapat menyebabkan beberapa penyimpangan. Contohnya: adanya unsur spekulasi barang atau komoditi pertanian; resesi ekonomi yang sulit diduga sebelumnya atau faktor eksternalitas lain yang tidak terduga. 2. Situasi Paceklik Situasi paceklik merupakan kebalikan dari situasi panen raya. Paceklik produksi terbatas atau permintaan > penawaran. Hukum ekonomi harga menjadi lebih tinggi/naik dari harga dasar. Pada situasi ini yang paling beruntung adalah produsen bisa mematok harga jauh melebihi harga dasar. Yang dirugikan konsumen akhir. Bila harga di tingkat produsen melebihi harga atap maka di tingkat konsumen akhir akan jauh lebih tinggi karena diperhitungkan biaya tata niaga dan margin tataniaga dari produsen sampai ke konsumen akhir. Untuk mengatasi hal diatas pemerintah mengambil kebijakan menetapkan harga atap (ceiling price) harus diikuti atau diimbangi dengan melepas stok. Kelebihan produksi yang ditampung pemerintah dilepas ke pasar sehingga jumlah penawaran akan meningkat mengimbangi permintaan harga bisa dijaga tetap stabil. Pada grafik dibawah ini menunjukkan: OQp : jumlah produksi yang dijual dan akan dibeli konsumen bila tidak diberlakukan harga atap (Ha) Ha < Hp maka perbedaan Ha dengan Hp semakin tinggi. Bila berlaku harga atap jumlah produksi sebesar OQ1a saat itu Hp > harga dasar. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
28
Agar harga atap berfungsi pada Hp pemerintah perlu menjual stok sebesar Q1aQa. Komoditi pertanian yang berada dipasar sebesar OQa (terbeli pada harga pasar) terdiri dari produksi dijual produsen OQ1a dan disuplai pemerintah Q1aQa. Harg a
D
S1
Hd
Ha
S D1
0
Q1a
Qp
Qa
Kuantita s
Gambar 3. Kebijaksanaan pemerintah dalam mengatasi kekurangan produksi pada saat musim paceklik.
3. Operasi Bufferstock dan Impor Di Indonesia terdapat Badan Urusan Logistik (BULOG) yang mempunyai cabang di daerah (DOLOG = Depot Logistik) yang berfungsi mengatasi permasalahan harga seperti contoh kasus diatas, terutama komiditas pangan seperti padi, jagung atau kedelai pemerintah harus menyediakan dana dan stok barang produsen, pedagang dan konsumen tidak dirugikan. Kenyataannya program ini tidak mudah dilaksanakan kondisi masing – masing daerah yang beragam. Bila persediaan pangan dalam negeri kurang Bulog harus segera memperbesar stok mengimpor dari luar negeri. Tetapi Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
29
harus diperhatikan dan dipertimbangkan harga yang berlaku, diluar maupun dalam negeri. Harus diperhatikan harga di negara pengekspor atau harga pasar di dunia jika komoditi tersebut dibawah naungan sekelompok negara kesepakatan tertentu, misalnya Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Perlu pula diperhatikan harga impor < harga dalam negeri. Bila harga impor/harga di pasar dunia < harga dalam negeri pemerintah untung. Tetapi sebaliknya bila harga impor > harga dalam negeri pemerintah rugi pemerintah perlu memberikan subsidi impor. Maksud dari kebijakan impor adalah untuk: a. Memenuhi kebutuhan dalam negeri, baik jumlah maupun ketetapan diperlukan untuk komoditi tersebut. b. Menjaga stabilitas harga pada tahapan yang riil, yang tidak merugikan produsen dan tidak memberatkan konsumen; c. Menjaga ketahanan nasional di bidang pangan agar tidak terjadi kekurangan persediaan pangan. 4. Beberapa Masalah Beragamnya daerah dan wilayah serta kondisi negara kita masalah yang timbul akan beragam pula. Misalnya di Aceh yang merupakan daerah sentral produksi, sudah pasti tidak akan sama dengan masalah yang muncul di Jawa atau sulawesi, dan sebaliknya masalah di Jawa tidak akan sama dengan masalah di daerah lainnya. Beberapa penulis dan pengamat ekonomi mengemukakan masalah yang banyak ditemui sekitar pengelolaan kebijaksanaan pertanian perangsang berproduksi, seperti kebijakan harga, antara lain masalah: a. penetapan harga dasar, b. waktu mengumumkan harga dasar, c. efektivitas kebijaksanaan harga, dan d. penyuluhan harga dasar dan teknologi pascapanen. Dalam praktek penetapan harga dasar, timbul masalah yang berkaitan dengan keadaan daerah dalam wilayah negara kita. Harga yang ditetapkan berlaku secara nasional, sementara pada beberapa daerah harga yang berkembang dan berlaku untuk beberapa input produksi tidak sama. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
30
Dasar penetapan harga dasar dan harga atap besaran input yang diberikan dan perkiraan hasil yang diperoleh dari proses produksi suatu komoditas. Perbedaan harga di beberapa daerah menyebabkan perbedaan biaya dan masukan yang dibayarkan, sementara katakanlah kuantitas produksi bisa sama. Permasalahan lainnya keragaman jenis tanah. Jenis tanah yang beragam masukan usahatani yang dikehendaki beragam pula. Karena perbedaan jenis tanah akan menyebabkan perbedaan kesuburan, perbedaan keadaan fisik tanah akan mempunyai konsekuensi pada hasil yang diperoleh serta masukan yang diberikan. Kita tahu bahwa selama ini kebijaksanaan pemerintah merekomendasikan teknologi secara massa/nasional tanpa melihat dan mempertimbangkan keadaan dan kesuburan tanah, faktor sosial dan ekonomi daerah, yang sudah pasti hasil yang diperoleh tidak akan sama. B. Kebijaksanaan Bukan Harga Kebijaksanaan bukan harga meliputi pengadaan sarana dan prasarana seperti infrastruktur, pengadaan jaringan irigasi, pelaksanaan program intensifikasi, pembentukan kelembagaan, menggalang kemitraan, dll. Infrastruktur sarana dan prasarana yang disediakan baik oleh pemerintah ataupun oleh swasta untuk dimanfaatkan guna menunjang kegiatan proses produksi dan proses pembangunan pertanian, seperti jalan, jembatan, pasar, lantai jemur, gudang, dsb. Program intensifikasi dibutuhkan dalam mendukung proses pembangunan pertanian. Intensifikasi terutama untuk tanaman pangan dan hortikultura telah dijalankan pemerintah melalui berbagai proyek Bimas, Inmas, Insus, Supra-Insus, Inbis, Opsus, dsb. Hasilnya dapat dilihat pencapaian swasembada beras, peningkatan produksi jagung dan kedelai, dsb. Pencapaian tersebut hanya dinikmati sesaat dan kemudian kita masih mengimpor komoditas pangan dari luar negeri intensifikasi yang dilakukan sampai sekarang belum memberikan manfaat yang sangat berarti bagi pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
31
6 PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM PROSES PRODUKSI
A. Hasil dan Biaya Produksi Pada prinsipnya ”hasil” merupakan terjemahan dari kata yield keluaran (output) yang diperoleh dari pengelolaan input produksi (sarana produksi masukan) dari suatu usahatani. Produksi terjemahan dari kata production sejumlah hasil dalam satu lokasi dan waktu tertentu. Misalnya produksi padi di Aceh tahun 2008 adalah 1,5 juta ton. Sementara hasil rata-rata di tingkat petani adalah 5,5 ton/ha. Jadi, satuan dari hasil adalah satuan berat per satuan luas, sedangkan satuan dari produksi hanya satuan berat. Biaya usahatani bibit, pupuk, obat-obatan, biaya pengolahan tanah, upah menanam, upah membersihkan rumput, dan biaya panenan yang biasanya berupa bagi hasil (in natura). Biaya produksi sebagai kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktorfaktor produksi, atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupun tidak tunai. Dalam analisis ekonomi, biaya diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik dari analisis yang dikerjakan yaitu sbb: 1.
Biaya uang dan biaya in natura. Biaya yang berupa uang tunai upah kerja penggarapan tanah, upah untuk ternak, biaya pembelian pupuk/pestisida, dll. Biaya natura biaya panen, bagi hasil, sumbangan, pajak, dll.
2.
Biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi. Contoh: sewa/bunga tanah yang berupa uang. Biaya variabel: biaya yang besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi. Contoh: pengeluaran untuk bibit, pupuk, dsb.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
32
3.
B.
Biaya rata-rata dan biaya marginal. Biaya rata-rata hasil bagi antara biaya total dengan jumlah produk yang dihasilkan. Biaya marginal biaya tambahan yang dikeluarkan petani/pengusaha untuk mendapatkan tambahan satu satuan produk pada tingkat produksi tertentu. Fungsi Produksi
Fungsi produksi : fungsi yang menunjukan hubungan antara hasil fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Y = F(X1,X2, X 3,…, X n) Keterangan: Y X1,X2, X 3,…, X n
= hasil fisik = faktor –faktor produksi
Untuk meningkatkan produksi (Y) petani dapat melakukan tindakan berikut: 1. Menambah jumlah salah satu dari input yang digunakan. 2. Menambah beberapa input (lebih dari satu) yang digunakan. Faktor produksinya dalam usaha pertanian yaitu: tanah, modal, tenaga kerja dan manajemen/pengelolaan. Memaksimalkan keuntungan Seorang pengusaha/petani akan berfikir bagaimana mengalokasikan input secara efisien untuk memperoleh hasil yang maksimal. Konsep efisiensi ini dikenal dengan konsep efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price efficiency), dan efisiensi ekonomi (economic efficiency). Ada 2 pendekatan yaitu profit maximization dan cost minimization. Profit maximization suatu tindakan yang dilakukan untuk memaksimalkan keuntungan, contohnya petani membeli faktor produksi pada harga murah, dan menjual hasil pada harga yang relatif tinggi. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
33
Cost minimization suatu tindakan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan biaya produksi yang sekecil-kecilnya atau terbatas.
p1
1
Penerimaan
Op & Op = penerimaan total KL = garis biaya
L
p Biaya
D K
C B
A
0
Kuantitas
Gambar 4. Pendekatan profit maximization
Pada gambar 4, kurva yang menunjukkan total penerimaan awal (OP), dan total penerimaan setelah dilakukan perubahan input pada garis OP1 keuntungan maksimum yang semula sebesar BC (selisih total penerimaan AC dikurangi total biaya AB), meningkat jadi BD. Dengan demikian tambahan keuntungan adalah akibat pembaruan usaha tani sebesar CD.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
34
Penerimaan
Op = penerimaan total KL = garis biaya
F1 F p
Biaya
C
E E
0
B
1
D
Kuantitas
A
Gambar 5. Pendekatan cost minimization
Pada gambar 5, biaya yang terbatas (semula EF menjadi E1F1), petani bisa meningkatkan pendapatan dari semula (CB = total penerimaan AC – total biaya AB) menjadi CD (total penerimaan AC – total biaya AD). Tambahan keuntungan yang diperoleh sama dengan pengurangan biaya yang dilakukan (BD). Dengan demikian, perubahan usahatani melalui pendekatan meminimumkan biaya (cost minimization) diperoleh tambahan keuntungan (BD).
C. Produk Marginal Produk marginal tambahan satu satuan produksi atau hasil (output), yang diperoleh dengan penambahan satu satuan input. Contoh: dalam satu proses produksi, katakanlah ada satu input (X), dengan satu output (Y), dimana Y = f (X). Produk Marginal = Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
Y X
35
Dalam proses produksi, bentuk hubungan antara X dan Y bisa terjadi dalam tiga kemungkinan: 1. bila produk marginal konstan 2. bila produk marginal menaik 3. bila produk marginal menurun Bila pertambahan Y sama besarnya dengan pertambahan X, maka bentuk hubungan tersebut dikatakan konstan, dimana ΔY = ΔX. Dalam usahatani, bila ditambahkan 1 kg pupuk maka produksi bertambah sebanyak 2 kg, dan bila pupuk ditambah menjadi 2 kg produksi naik sebanyak 4 kg, demikian seterusnya peningkatan hasil sama dengan peningkatan input yang diberikan (naik secara proporsional) (Gambar 6). Tabel 2. Produk Marginal yang Konstan Input
Output
Produk Marginal
X
X
Y
Y
0
-
100
-
10
10
120
20
20
10
140
20
30
10
160
20
40
10
180
20
50
10
200
20
Keterangan: Y = tambahan satu satuan output X = tambahan satu satuan input
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
Y X 20 = 2 10 20 = 2 10 20 = 2 10 20 = 2 10 20 = 2 10
36
Output (Unit) Y
200 180
X
160 140 120 100
0
10
20
30
40
50
Input (unit)
Gambar 6. Produk marginal yang konstan
Bila input ditambah satu satuan, produksi naik 1,5 atau lebih. Kemudian dinaikkan lagi menjadi dua satuan, produksi naik sebanyak 4 satuan. Keadaan ini disebut produk marginal menaik. Contohnya bila pupuk ditambah 1 kg maka hasil naik 1 kg. Kemudian pupuk ditambah 2 kg, produksi naik sebanyak 3 kg, artinya peningkatan hasil lebih tinggi dari pertambahan input yang diberikan (law of increasing returns/Tabel 3/Gambar 7).
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
37
Tabel 3. Produk Marginal yang Menaik Input
Output
Produk Marginal
X
X
Y
Y
0
-
60
-
10
10
100
40
20
10
150
50
30
10
210
60
40
10
280
70
50
10
360
80
Y X 40 = 4 10 50 = 5 10 60 = 6 10 70 = 7 10 80 = 8 10
Keterangan: Y = tambahan satu satuan output X = tambahan satu satuan input
Output (Unit) 360
Y
X
280 (Y) 210 150 100 60
0
10
20
30
40
50
(X) Gambar 7. Produk marginal yang menaik Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
Input (unit)
38
Pada bentuk ketiga, setiap penambahan satu unit input menyebabkan peningkatan hasil yang semakin kecil (berkurang/decreasing rate), maka kurvanya akan berbentuk cembung (Gambar 8, Tabel 4). Secara agronomis, pertambahan input, katakanlah pupuk, tidak selamanya akan menyebabkan pertambahan output. Apabila sudah jenuh (melewati titik maksimum) maka pertambahan hasil akan semakin kecil. Dalam hukum ekonomi kejadian ini disebut sebagai law of diminishing returns.
Tabel 4. Produk Marginal yang Menurun Input
Output
Produk Marginal
X
X
Y
Y
0
-
40
-
10
10
100
60
20
10
150
50
30
10
190
40
40
10
220
30
50
10
240
20
Keterangan: Y = tambahan satu satuan output X = tambahan satu satuan input
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
Y X 60 = 6 10 50 = 5 10 40 = 4 10 30 = 3 10 20 = 2 10
39
Output (Unit) Y
240 220 X
190 (Y) 150
100
40
0 10
20
30
40
50
Input (unit)
(X) Gambar 8. Produk marginal yang menurun
D. Hubungan Produk Rata-Rata, Produk Total, dan Produk Marginal Dalam perhitungan ekonomi usahatani terdapat tiga macam produk produk rata-rata (PR), produk total (PT), dan produk marginal (PM). Produk rata-rata perbandingan antara produk total dengan input produksi PT , TI = total input, bisa juga merupakan perbandingan antara produk TI PT total dengan salah satu input, PRTK = ). TK
(PR =
Produk total jumlah produk (hasil yang diperoleh dalam proses produksi) Manfaat dari ketiga produk tsb untuk mengetahui hubungan antara penggunaan faktor produksi dengan hasil yang akan diperoleh. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
40
Contoh: Dengan menggunakan data hipotesis yang ditampilkan pada Tabel 5. tersebut terlihat untuk tahapan pertama terjadi peristiwa tambahan input yang menyebabkan tambahan output yang semakin menaik (increasing rate), kemudian menurun (decreasing rate) dan akhirnya terus menurun (decreasing negative) sampai pada PM yang negatif. Dari sini dapat kita deteksi tiga gejala ekonomi yang terjadi sbb: a. Produk marginal yang terus menaik pada keadaan produk total juga menaik (tahap I) b. Produk marginal yang terus menurun pada keadaan produk total sedang menaik (tahap II) c. Produk marginal terus menurun sampai angka negatif bersamaan dengan produk total yang juga menurun (tahap III) Tabel 5. Hubungan antara Produk Rata-rata, Produk Total dan Produk Marginal Input
Output
X 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
100 140 200 280 370 465 530 570 600 580 560
PM
Keterangan
4,0 6,0 8,0 9,0 9,5 6,5 4,0 3,0 (0*) -2,0 -2,0
Tahap I Increasing Rate “ “ “ Tahap III Decreasing Rate “ “
Y X
Y 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
PR
40 60 80 90 95 65 40 30 -20 -20
0 14 10 9,3 9,3 9,3 8,8 8,1 7,5 6,4 5,6
*Pada saat: Y = maksimum, maka PM = 0
Masing-masing tahap I, II, dan III mewakili daerah I, II, dan III suatu daerah yang menunjukkan elastisitas produksi yang besarnya berbeda-beda (Gambar 9).
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
41
Daerah II 1>Ep>0
Daerah I Ep>1
Output (Unit)
Daerah III Ep<0
PT
D B
(Y)
A C PR
0
X Input (unit)
E
PM
Gambar 9. Hubungan antara produk total, produk rata-rata, dan produk marginal dalam proses produksi.
Sumbu X menandakan besaran faktor produksi dan sumbu Y mengukur produk total (fisik). Pada saat kurva PT berubah arah pada titik A (inflection point) maka kurva PM mencapai titik maksimum. Inilah batas dimana hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang itu mulai berlaku. Di sebelah kiri kenaikan hasil masih bertambah, tetapi disebelah kanan kenaikan hasil menurun. Titik C titik dimana tangen (garis atas kurva PM mempunyai arah slope yang paling besar). Titik E titik dimana kurva PT mencapai maksimum. Titik ini bersamaan dengan saat dimana kurva PM memotong sumbu X, yaitu pada saat PM menjadi negatif. Titik C dan titik E merupakan batas lain dari peristiwa penting dalam perkembangan produksi fisik (PT). Disebelah kiri titik C, produksi termasuk dalam tahap irasional ketika elastisitas produksinya (Ep) > 1. Elastisitas produksi persentase perubahan hasil total dibagi dengan persentase perubahan faktor produksi, dengan persamaan: Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
42
Y X Y E p Y atau X Y X X Keterangan: Y = output X = faktor produksi Karena
Y Y PM PR , dan PM ; maka Ep X X PR
Ep = 1, diperoleh pada saat PM = PR, dimana kurva PM memotong kurva PR pada titik maksimum (yaitu titik C). Disebelah kiri titik C, PM > PR sehingga Ep > 1 dan disebelah kanan titik C, Ep < 1 karena PM < PR. Selama Ep > 1, terbuka peluang untuk mengatur/mengelola faktor produksi sampai didapatkan ketika faktor produksi yang sama dihasilkan produksi total yang lebih tinggi. Dengan demikian, produksi yang sama dapat dihasilkan dengan penggunaan faktor produksi yang lebih rendah. Dalam keadaan ini jelas bahwa produksi ”tidak efisien” sehingga disebut ”tidak rasional” (irasional). Tahap ini terjadi pada saat kurva PT sudah mulai menurun dan kurva PM sudah negatif. Tahap yang demikian jelas tidak rasional, karena dengan pengurangan faktor produksi justru hasil yang diperoleh menjadi lebih tinggi. Tahap produksi yang termasuk rasional atau efisien pada tahap II, yaitu antara titik C dan D, dimana 0 < Ep < 1. Peristiwa ini baru menggambarkan keadaan efisiensi fisik saja dan belum tentu secara ekonomi juga sudah efisien. Untuk sampai pada tahap efisiensi ekonomi perlu dimasukkan harga-harga, baik harga faktor produksi maupun harga input. Hubungan antara Produk Marginal dan Produk Total Hubungan antara PM dan PT (Gambar 9) sebagai berikut: a. Bila PT menaik, maka nilai PM positif. b. Bila PT mencapai maksimum, maka nilai PM menjadi nol. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
43
c. Bila PT sudah mulai menurun, maka nilai PM menjadi negatif. d. Bila PT menaik pada tahapan increasing rate, maka PM pada decreasing rate. Hubungan antara Produk Marginal dan Produk Rata-Rata Produk rata-rata sebagai perbandingan antara produk total per jumlah input. Produk rata – rata =
Y X
Hubungan produk marginal dan produk rata-rata, antara lain: a. Produk marginal > produk rata posisi produk rata-rata dalam keadaan menaik. b. Produk marginal < produk rata-rata posisi produk rata-rata dalam keadaan menurun. c. Produk marginal = produk rata-rata posisi produk rata-rata dalam keadaan maksimum. Hubungan produk marginal dan produk total setara dengan produk rata-rata dengan besar kecilnya elastisitas produksi (Ep), adalah sebagai berikut: a. Ep = 1 produk rata-rata mencapai maksimum/produk rata-rata = produk marginal. b. Produk marginal = 0, dalam situasi produk rata-rata sedang menurun elastisitas produksi = 0. c. Ep > 1 produk total menaik pada tahapan increasing rate dan produk rata-rata menaik di daerah I. Petani memperoleh sejumlah produksi yang cukup menguntungkan manakala sejumlah input ditambahkan. d. Nilai elastisitas produksi > 0, tetapi lebih kecil dari satu 0 < Ep < 1. e. Tambahan sejumlah input tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang diperoleh. Peristiwa ini terjadi di daerah II sejumlah input yang diberikan maka produk total tetap menaik pada tahapan decresing rate. f. Nilai Ep < 0 berada di daerah III produk total dalam keadaan menurun, nilai produk marginal menjadi negatif dan produk rata-rata dalam keadaan menurun. g. Pada situasi Ep < 0 setiap upaya menambah sejumlah input tetap akan merugikan petani yang bersangkutan. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
44
E.
Permintaan dan Penawaran Hasil Pertanian
Harga mempengaruhi permintaan ataupun penawaran hasil pertanian permintaan dan penawaran atas barang-barang atau komodtas produk pertanian berkaitan dengan perkembangan harga. Mekanisme pasar : penawaran naik harga turun, penawaran turun harga naik. Harga diatur oleh ketersediaan barang. Hukum ini bisa tidak berlaku bila terjadi kebijaksanaan penetapan harga atas satu komoditas perdagangan. (1) Permintaan Beberapa pendapat pengertian permintaan: Permintaan (demand): jumlah barang yang diminta konsumen pada suatu pasar. Permintaan: jumlah barang yang sanggup dibeli oleh para pembeli pada tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku saat itu. Permintaan digunakan untuk mengetahui hubungan jumlah barang yang dibeli konsumen dengan harga alternatif untuk membeli barang yang bersangkutan dengan anggapan bahwa harga barang lainnya tetap. Hal diatas dijelaskan pada kurve permintaan kurva yang menunjukkan hubungan antara jumlah maksimum dari barang yang dibeli konsumen dengan harga alternatif pada waktu tertentu. Pasar: tempat terjadinya transaksi antara produsen dan konsumen atas barang-barang ekonomi. Hukum permintaan: semakin rendah harga suatu barang makin banyak permintaan atas barang tersebut, sebaliknya makin tinggi harga barang makin sedikit permintaan atas barang tersebut, dengan faktor-faktor lain tidak berubah (ceteris paribus). Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan barang: Jumlah dan penyebaran penduduk Pendapatan Harga barang Harga barang lainnya Selera Preferensi konsumen terhadap barang. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
45
Barang normal, pada harga sama, bertambahnya pendapatan konsumen dan meratanya pendapatan meningkatnya permintaan. Kurva permintaan barang yang arahnya negatif bergeser ke kanan, dengan syarat ceteris paribus. Contoh: kacang kedelai, pakaian, dsb. Barang tuna nilai (inferior), bertambahnya pendapatan berkurangnya permintaan. Naiknya pendapatan kurva permintaan bergeser ke kiri, ceteris paribus. Barang netral, bertambah/berkurang pendapatan tidak akan mempengaruhi fungsi permintaan. Contoh: garam. Tabel 6. Hubungan antara Harga dan Permintaan Harga
Permintaan
(Rp/Kg)
(Kg/Minggu)
1
1.000
1.000
2
900
1.200
3
800
1.400
4
700
1.600
5
600
1.900
Item
Harga (Rp/kg) 1.000 900 800
700 600
0
1.000 1.200
1.400
1.600
1.900 Permintaan (kg)
Gambar 10. Hubungan antara harga dengan permintaan. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
46
Perhatikan Gambar 10, pada saat harga kedelai Rp 1.000,-/kg, permintaan konsumen tercatat 1.000 kg/minggu (waktu), pada saat harga turun menjadi Rp 900,-/kg, permintaan meningkat menjadi 1.200 kg/minggu demikian seterusnya sampai harga Rp 600,-/kg, permintaan menjadi 1.900 kg/minggu (Tabel 6) gejala ini mengakibatkan kurva permintaan (demand curve) bergeser dari atas ke kanan bawah. Sebaliknya saat harga terendah Rp 600,00/kg sampai tertinggi (Rp 1.000,00/kg), kurvanya bergerak dari bawah ke kiri atas. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan permintaan harga barang yang bersangkutan, harga barang lain (barang substitusi atau komplemennya), selera, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan. Elastisitas harga atas permintaan Elastisitas harga: besaran perubahan jumlah barang yang diminta konsumen sebagai akibat perubahan harga. Ed = Persentase perubahan jumlah barang yang diminta Persentase perubahan harga Elastisitas merupakan rasio/perbandingan dari dua ukuran. Kisaran besaran elastisitas permintaan terhadap harga barang yang dinyatakan maksimum > 1 dan minimun tidak berhingga. a. Elastisitas permintaan (Ed) > 1, disebut elastis setiap perubahan harga mengakibatkan perubahan lebih besar dari jumlah yang diminta. b. (Ed) < 1, disebut elastis setiap perubahan harga mengakibatkan perubahan lebih kecil dalam jumlah yang diminta. c. (Ed) = 1, disebut unitary elasticity setiap perubahan harga mengakibatkan perubahan proporsional dalam jumlah yang diminta. d. (Ed) = 0, disebut elastis = 0 berapa pun harga barang mengakibatkan jumlah yang diminta tidak akan berpengaruh. e. (Ed) = , disebut elastis tidak berhingga perubahan harga barang hanya mempunyai dua akibat jumlah yang diminta tak berhingga atau = 0, dimana kurvanya berbentuk garis horizontal. Penulisan angka elastisitas sering terdapat tanda negatif di depannya harga naik diikuti penurunan jumlah yang diminta, sebaliknya harga turun diikuti kenaikan jumlah yang diminta. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
47
Pengukuran angka elastisitas dilakukan dengan dua cara: a. Elastisitas pada satu titik di dalam kurva permintaan (point elasticity). b. Elastisitas di antara dua titik pada kurva (arc elasticity). Rumus arc elasticity/elastisitas busur: E
P Q . p1 2 Q2 P Q1
Keterangan: Q = perubahan jumlah yang diminta P = perubahan harga P1 = harga pertama P2 = harga kedua Q1 = jumlah pertama Q2 = jumlah kedua Elastisitas silang atas permintaan Elastisitas silang terhadap permintaan perubahan harga satu barang tidak hanya berpengaruh terhadap jumlah permintaan atas barang itu, tetapi juga berpengaruh pada jumlah permintaan terhadap barang lainnya. Contoh: di Jawa Timur, beras dan jagung merupakan bahan makanan pokok, bila terjadi perubahan harga pada beras maka jumlah permintaan terhadap beras akan berubah, disamping itu terjadi pula perubahan permintaan terhadap jagung. Pernyataan ini dapat dituliskan sbb: Es
=
Persentase perubahan jumlah barang yang diminta atas barang X Persentase perubahan harga barang Y
Dengan pengertian perubahan jumlah barang X yang diminta tersebut adalah semata-mata diakibatkan oleh perubahan harga barang Y. Dalam arti ekonomi, selain besaran angka elastisitas silang, yang lebih penting lagi adalah tandanya. Tanda positif barang X dan Y merupakan barang substitusi. Tanda negatif barang X dan Y adalah barang komplementer. Makin besar angka elastisitas itu makin dekat hubungan antara kedua barang tersebut. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
48
Elastisitas pendapatan atas permintaan Elastisitas pendapatan atas permintaan perubahan jumlah yang diminta sebagai akibat perubahan pendapatan dari konsumen. Pernyataan ini dapat dituliskan sbb:
Ep
=
Persentase perubahan jumlah barang yang diminta Persentase perubahan pendapatan
Dengan pengertian pendapatan merupakan satu-satunya faktor pengubah, sementara faktor-faktor lainnya terutama harga barang yang bersangkutan tetap. Pada elastisitas harga atas permintaan tandanya hampir selalu negatif, sedangkan pada elastisitas pendapatan atas permintaan tandanya hampir selalu positif. Konsumen yang menjadi lebih kaya karena naik pendapatannya, daya belinya akan meningkat dan ia akan membeli barang-barang konsumsi lebih banyak menurut kebutuhannya, paling tidak akan terjadi peningkatan kualitas.
(2) Penawaran Penawaran banyaknya komoditas pertanian yang ditawarkan oleh para produsen/penjual. Hukum penawaran menyatakan makin tinggi harga suatu barang, makin banyak jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh para produsen/penjual. Sebaliknya, makin rendah harga barang, makin sedikit jumlah barang tersebut ditawarkan oleh para produsen/penjual, dengan anggapan faktor-faktor lain tidak berubah. Kurva penawaran sebagai suatu kurva yang menunjukkan kaitan antara harga suatu barang dengan jumlah barang yang ditawarkan. Dengan menggunakan data hipotesis pada Tabel 7, gejalanya dapat kita gambarkan seperti Gambar 11.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
49
Tabel 7. Hubungan antara Harga dan Penawaran Harga
Permintaan
(Rp/Kg)
(Kg/Minggu)
A
1.000
1.900
B
900
1.600
C
800
1.400
D
700
1.200
E
600
1.000
Item
Harga (Rp/kg) 1.000 S
900 800 700 600
0
1.0001.200 1.400 1.600
1.900 Penawaran (kg)
Gambar 11. Hubungan antara harga dengan penawaran.
Pada saat harga (katakanlah kedelai) Rp 600,-/kg penawaran hanya 1000 kg, tetapi ketika harga naik menjadi Rp 700,-/kg maka penawaran pun meningkat menjadi 1200 kg dan seterusnya sampai saat harga Rp 1000,-/kg penawaran 1900 kg. Tampak bahwa hubungan antara harga dengan penawaran merupakan hubungan yang positif. Bila yang satu naik maka yang lain pun ikut naik. Begitu pula sebaliknya, yang satu turun maka yang lain ikut turun. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
50
Arah (slope) kurva penawaran (supply) adalah dari kanan ke kiri bawah atau dari kiri ke kanan atas. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penawaran teknologi, harga input, harga produksi komoditas lain, jumlah produsen, dan harapan produsen terhadap harga produksi di masa datang. Elastisitas harga atas penawaran Elastisitas harga atas penawaran besaran persentase perubahan jumlah barang yang ditawarakan dengan persentase harga. Pernyataan ini dapat ditulis sbb: Ed
=
Persentase perubahan jumlah barang yang ditawarkan Persentase perubahan harga
Makin besar angka elastisitas, makin elastis kurva penawarannya. Artinya perubahan harga yang relatif kecil mengakibatkan perubahan jumlah yang ditawarkan relatif besar. Elastisitas harga atas penawaran mengandung efek substitusi dan efek pendapatan. Dalam hal Efek sustitusi maka suatu penurunan harga beras misalnya, mengakibatkan petani menggantikan tanaman padinya dengan jagung yang relatif lebih menguntungkan dan sebaliknya dalam hal kenaikan harga beras maka petani mengurangi tanaman jagungnya dan menambah tanaman padinya. Efek pendapatan dari suatu perubahan harga terhadap produksi pertanian dapat bersifat positif atau negatif. Hal ini tergantung pada banyak faktor, misalnya suatu kenaikan harga beras yang menyebabkan naiknya pendapatan petani, selanjutnya mendorong petani lebih banyak menggunakan pupuk untuk tanaman padi berikutnya, maka efek pendapatan adalah positif. Sebaliknya efek pendapatan ini dapat bersifat negatif bila petani segera menjadi puas dan mengurangi kegiatannya, karena pendapatan uang yang sama diperoleh dengan jumlah hasil yang lebih sedikit. Dalam hal yang terakhir ini jika efek pendapatan begitu kuat maka akan dapat mengkompensasi nilai positif dari efek substitusi. Akibatnya terjadi apa yang disebut sebagai kurva penawaran yang berbalik (backward bending supply curve) dalam teori ekonomi. Gejalanya, kenaikan harga hasil pertanian justru berakibat menurunkan jumlah yang ditawarkan. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
51
Elastisitas silang atas penawaran Elastisitas silang perubahan harga yang satu tidak saja mempengaruhi jumlah yang ditawarkan atas barang itu, tetapi juga mempengaruhi jumlah yang ditawarkan atas barang lainnya. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut: Es
=
Persentase perubahan jumlah barang X yang ditawarkan Persentase perubahan harga barang Y
Bila elastisitas ini positif, maka barang X dan Y merupakan barang yang dihasilkan bersama (joint product). Misalnya beras dan dedak yang dihasilkan bersama dalam penggilingan padi. Sedangkan apabila elastisitas ini negatif, artinya kenaikan harga barang Y mengakibatkan penurunan jumlah barang X yang ditawarkan, maka barang X dan Y adalah yang bersifat bersaing (competing products), misalnya padi dan tembakau. Besar kecilnya angka elastisitas mengukur erat atau tidaknya hubungan dari kedua hasil pertanian itu. Keadaan yang ekstrem bisa terjadi bila hanya satu jenis tanaman pada tanah pertanian. Dalam keadaan demikian maka elastisitas silang adalah nol.
(3) Harga Kesetimbangan dan Pergeseran Kurva Permintaan dan Penawaran Harga keseimbangan harga ketika penawaran dan permintaan bertemu atau sama besarnya. Dalam Gambar 12, harga ini tampak lebih jelas, yaitu berada pada titik K. Titik ini merupakan inti dari teori permintaan dan penawaran, yang terjadi sebagai akibat dari permainan bersama gaya-gaya permintaan dan penawaran.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
52
Harga (Rp/kg)
H
K
0
Q
Permintaan (kg)
Gambar 12. Posisi harga keseimbangan yang dibentuk oleh pertemuan permintaan dengan penawaran.
Dalam Gambar 12, harga keseimbangan barang OH terjadi pada titik perpotongan kurva permintaan dan penawaran. Pada harga keseimbangan ini jumlah barang OQ. Kedua anak panah menunjukkan, bahwa bila terjadi perubahan harga, lebih tinggi atau lebih rendah dari titik keseimbangan, maka selalu ada kecenderungan kembali pada titik tersebut. Bila harga berada di atas harga keseimbangan maka jumlah barang yang ditawarkan lebih besar daripada jumlah barang yang diminta atau terjadi excess supply, barang-barang tidak laku dan menumpuk sehingga terpaksa harga diturunkan oleh penjual. Sebaliknya, kalau harga pada suatu ketika berada dibawah harga keseimbangan maka jumlah barang yang diminta melebihi jumlah yang ditawarkan atau terjadi excess demand, sehingga pembeli saling berebut, persediaan barang segera menipis dan harga akan naik lagi.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
53
Pergeseran kurva permintaan dan penawaran Mengenai kurva permintaan dan penawaran kita berpegang pada asumsi segala faktor kecuali harga dianggap tidak berubah. Asumsi demikian dalam kehidupan nyata tidak realistis, karena sebenarnya faktor-faktor tersebut terusmenerus mengalami perubahan. Apalagi variabel-variabel lain ini berubah maka terjadilah pergeseran ke kanan atau ke kiri dari kurva permintaan dan penawaran. Kurva permintaan bergeser ke kanan karena pertambahan jumlah penduduk atau kenaikan pendapatan per kapita, sedangkan kurva penawaran bergeser ke kanan karena kemajuan teknologi dan atau penurunan biaya produksi. Jadi dalam hal ini kita berbicara mengenai perubahan jumlah yang diminta atau jumlah yang ditawarkan. D2 Harga (Rp/kg)
D1
Harga keseimbangan baru yang lebih tinggi
S1 S2
0
Permintaan (kg)
Gambar 13. Posisi harga keseimbangan baru yang lebih tinggi.
Dalam hal perubahan permintaan dan penawaran, kita berbicara mengenai gerakan seluruh kurva ke kanan dan ke kiri, sedangkan dalam hal perubahan jumlah yang diminta atau ditawarkan, kita berbicara mengenai gerakan naik Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
54
turun sepanjang satu kurva permintaan atau penawaran. Kalau memang kedua kurva permintaan dan penawaran dapat berubah bersama-sama, bagaimana kita dapat menduga akibat akhirnya? Apakah harga keseimbangan akan naik, turun, atau sama saja? Hal ini tergantung pada tingkat elastisitas harga masing-masing kurva dan kenaikan atau penurunan absolut daripada permintaan dan penawaran. Dalam Gambar 13, 14, dan 15, dapat dilihat bahwa harga keseimbangan baru lebih tinggi, lebih rendah, atau sama saja, setelah terjadi perubahan.
D2 Harga (Rp/kg)
D1
Harga keseimbangan baru yang sama
S1 S2
0
Permintaan (kg)
Gambar 14. Posisi harga keseimbangan baru yang sama.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
55
D2 Harga (Rp/kg)
D1
S1
S2
0
Permintaan (kg)
Gambar 15. Posisi harga keseimbangan baru yang lebih rendah.
Selanjutnya pada Gambar 16, 17, dan 18, dengan perubahan yang sama daripada permintaan, harga dapat naik atau turun banyak tergantung pada elastisitas harga daripada kurva penawaran. Kalau kurva penawaran berbentuk garis vertikal (elastisitas harga nol) maka perubahan harga besar sekali, lebih besar daripada apabila kurva penawaran lebih elastis. Hal ini dipahami karena bagaimanapun juga pembeli akan berebut lebih keras kalau penawaran tidak dapat atau sukar ditambah pada waktu permintaan mulai naik. Inilah salah satu sebab yang dapat menerangkan mengapa fluktuasi harga hasil-hasil pertanian lebih besar daripada fluktuasi harga hasil-hasil industri. untuk hasil-hasil industri, permintaan yang naik agak mendadak dapat diusahakan pemenuhannya dengan cara kerja lembur atau menambah tenaga kerja.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
56
D2 Harga (Rp/kg)
D1
S
0
Permintaan (kg)
Gambar 16. Perubahan kurva permintaan pada keadaan kurva penawaran berbentuk garis vertikal.
D2 Harga (Rp/kg)
D1
S
0
Permintaan (kg)
Gambar 17. Perubahan kurva permintaan pada keadaan kurva penawaran berbentuk agak elastis. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
57
D2 Harga (Rp/kg)
D1
S
0
Permintaan (kg)
Gambar 18. Perubahan kurva permintaan pada keadaan kurva penawaran berbentuk elastis.
Apabila pertanian dan ekonomi sudah sangat maju dimana hasil-hasil pertanian dapat disimpan dalam gudang-gudang yang baik atau dapat diolah sedemikian rupa sehingga dapat disimpan lebih lama, maka elastisitas penawaran dapat dinaikkan dan permintaan yang naik agak mendadak dapat dipenuhi dengan persediaan yang ada. Dengan demikian, kemajuan dalam pemasaran pada umumnya memberikan efek yang baik bagi sektor produksi pertanian dengan jalan memperkecil ruang gerak fluktuasi harga. Oleh karena itu, di negara-negara pertanian yang sudah maju, fluktuasi harga hasil-hasil pertanian lebih kecil daripada fluktuasi harga di negara yang belum maju. F.
Pemasaran Hasil Pertanian
Sistem pemasaran (tata niaga/marketing) baru bisa dikatakan efisien apabila: 1. mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya yang serendah-rendahnya, dan 2. mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
58
1. Fungsi Pemasaran Ada empat Syarat terjadinya transaksi jual beli antara penjual (bisa juga produsen) dengan pembeli (konsumen) yaitu: a. setiap barang ekonomi mempunyai kegunaan/manfaat bagi manusia bila ia berada pada suatu keadaan tertentu (bentuk/sesuai kehendak manusia) b. tempat tertentu (bisa dijangkau atau dicari manusia) c. waktu tertentu, dan d. harga tertentu. Fungsi pemasaran meningkatkan kegunaan tempat, kegunaan waktu, dan kegunaan persediaan barang sehingga bisa membentuk harga. Ada tiga fungsi utama dari tata niaga hasil pertanian pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan.
2. Biaya Pemasaran Mulai dari penampungan dari produsen sampai penyaluran barang atau komoditas pertanian melalui beberapa proses pengangkutan, pengolahan (pengeringan, perubahan bentuk bila ada), pembayaran retribusi, bongkar dan muat serta kegiatan lainnya. Semua proses tersebut membutuhkan biaya yang masing-masing tidak sama. Biaya pemasaran biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran (pedagang) dalam menyalurkan hasil pertanian dari produsen ke konsumen. Lembaga pemasaran (lembaga niaga) yang terlibat dalam proses bisa lebih dari satu. Bila si produsen langsung bertindak sebagai penjual prosuknya maka biaya pemasaran bisa dieliminasi. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama lainnya, tergantung pada ha-hal berikut: a. Macam komoditas yang dipasarkan Ada komoditas yang bobotnya besar, tetapi nilainya kecil sehingga membutuhkan biaya tata niaga yang besar. Sebaliknya ada komoditas yang kecil dan ringan, tetapi mempunyai nilai yang tinggi, dalam hal ini biaya tata niaganya lebih rendah, dsb. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
59
b. Lokasi/daerah produsen Bila lokasi produsen jauh dari pasar atau lokasi konsumen, maka biaya transportasi menjadi besar pula. Biasanya lokasi yang terpencil menjadi salah satu penyebab rendahnya harga di tingkat produsen. c. Macam dan peranan lembaga niaga Semakin banyak lembaga niaga yang terlibat, semakin panjang rantai tata niaga dan semakin besar biaya tata niaga komoditas tersebut. 3. Lembaga Niaga dan Keuntungan Tata Niaga Lembaga niaga orang atau badan ataupun perusahaan yang terlibat dalam proses pemasaran hasil pertanian. Di tingkat desa, kita lihat ada tengkulak dan ada pedagang perantara serta ada pengecer. Di tingkat kecamatan juga ada perantara, pengumpul, dan pengecer. Keadaan ini juga terjadi di tingkat kabupaten dan provinsi. Masing-masing lembaga niaga mengeluarkan biaya tata niaga dan akan memperoleh keuntungan yang disebut bagian dari margin tata niaga (marketing margin). Margin tata niaga selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima produsen. Margin ini akan diterima oleh lembaga niaga yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut. Makin panjang tata niaga (semakin banyak lembaga niaga yang terlibat) maka semakin besar magin tata niaga. A Produsen
Konsumen B
Produsen
Pengecer
Konsumen
C Produsen
Perantara
Pengecer
Konsumen
Gambar 19. Beberapa contoh sederhana rantai tata niaga hasil pertanian.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
60
Pada Gambar 19, diperlihatkan beberapa macam rantai tata niaga dan gambaran margin tata niaga yang terjadi. Tampak bahwa sistem tata niaga A tidak melalui perantara ataupun pengecer, dalam hal ini produsen langsung menjual hasil pertaniannya ke konsumen. Sistem ini tidak membutuhkan biaya tata niaga karena tidak ada lembaga niaga yang terlibat. Harga yang dibayar konsumen sama dengan harga yang diterima produsen. Kalaupun ada, produsen hanya memerlukan sedikit biaya angkut hasilnya dari ladang ke pasar. Pada prakteknya kodisi ini jarang terjadi, kecuali kalau hasil yang dipasarkan dalam volume yang kecil atau tidak ada jarak yang berarti antara produsen dengan konsumen. Atau bisa juga pada perusahaan pertanian besar yang dilengkapi usahanya dengan bagian pemasaran. Margin tata niaga yang terjadi adalah nol. Pada sistem kedua (B), barang hasil pertanian dari produsen melalui pengecer kemudian baru diteruskan kepada konsumen. Dalam hal ini akan terjadi biaya tata niaga, baik dari produsen ke pengecer maupun dari pengecer ke konsumen. Biaya yang dikeluarkan ditambah dengan keuntungan yang diterima pengecer merupakan margin tata niaga yang sudah pasti membuat jarak yang lebih lebar antara produsen dengan konsumen dibandingkan dengan sistem A. Pada sistem C, rantainya lebih panjang lagi. Konsekuensinya biaya tata niaga lebih tinggi dan sekaligus juga margin tata niaga semakin besar, karena masing-masing lembaga niaga akan mengambil keuntungan dari usaha yang dilakukannya. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa semakin pendek rantai tata niaga suatu barang hasil pertanian maka: a. biaya tata niaga juga semakin rendah, b. margin tata niaga juga semakin rendah, c. harga yang harus dibayarkan konsumen semakin rendah, dan d. harga yang diterima produsen semakin tinggi.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
61
7 EKSISTENSI PERTANIAN INDONESIA DEWASA INI
A. Gambaran Umum Sektor Pertanian Sebagian besar penduduk Indonesia (> 60%) tinggal di pedesaan dan lebih dari setengah penduduk tersebut menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap pembangunan nasional PJP I secara nyata meningkatkan penyediaan bahan pangan khususnya beras, menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menunjang sektor non pertanian melalui penyediaan bahan baku untuk industri pengolahan. Proses transformasi struktural perekonomian nasional akan terus berlangsung dengan ciri sebagai berikut: 1. Peran relatif sektor pertanian dan sumbangannya terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja semakin menurun. 2. Pangsa ekspor bahan setengah jadi dan jadi makin besar. 3. Keterkaitan antar berbagai sektor ekonomi semakin tinggi. 4. Daerah pedesaan semakin terbuka, baik berupa hubungan antar desa, serta antara desa dan kota, maupun berupa arus informasi sehingga pola pikir petani semakin kritis dan rasional. 5. Terjadinya perubahan pola berusahatani dari orientasi peningkatan produksi semata-mata ke orientasi pemanfaatan sumberdaya yang optimal dalam rangka meraih nilai tambah hasil produksi pertanian yang lebih besar. Pembangunan pertanian dihadapkan pada kondisi lingkungan strategis yang terus berkembang secara dinamis dan menjurus pada liberalisasi perdagangan internasional dan investasi. Kesepakatan yang menyangkut perdagangan dan investasi yang telah diratifikasi oleh Indonesia yang bersifat mengikat antara lain: Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
62
1. Persetujuan GATT/WTO yang mencakup perdagangan barang dan jasa. 2. Kerjasama APEC yang akan direalisasi pada tahun 2010 bagi negara anggota yang telah berkembang dan tahun 2020 bagi negara anggota yang sedang berkembang. 3. Kesepakatan AFTA antar negara ASEAN untuk membentuk kawasan perdagangan bebas. Semangat untuk mempercepat terwujudnya perdagangan bebas ini telah ditandai dengan dimulainya kerjasama dalam pembentukan tiga pusat pertumbuhan di kawasan ASEAN, yaitu IMT-GT (Indonesia, Malaysia, Thailand – Growth Triangle), IMS-GT (Indonesia, Malaysia, Singapore, Growth – Growth Triangle), BIMP – EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philippines – East Growth Area).
Peluang Agribisnis Pembangunan sistem Agribisnis, mencakup 4 (empat) subsistem sbb: 1. Subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness) Industri-industri yang menghasilkan barang-barang modal bagi pertanian industri perbenihan/pembibitan (tanaman ternak/ikan), industri agrokimia (pupuk, pestisida, obat, dan vaksin ternak/ikan), serta industri alat dan mesin pertanian (agro-otomotif). 2. Subsistem pertanian primer (on farm agribusiness) Budidaya yang menghasilkan komoditi pertanian primer (usahatani tanaman pangan, usahatani hortikultura, usahatani tanaman obat-obatan (biofarmaka), usaha perkebunan, usaha peternakan, usaha perikanan, dan usaha kelautan). 3. Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) Industri-industri yang mengolah komoditi pertanian primer menjadi olahan seperti industri makanan/minuman, industri pakan, industri barang serat-serat alam, industri farmasi, industri bioenergi, dll. 4. Subsistem penyedia jasa agribisnis (services for agribusiness) perkreditan, transportasi dan pergudangan, litbang, pendidikan SDM, dan kebijakan ekonomi. Sektor pertanian dapat memenuhi lima syarat utama sebagai sektor andalan tangguh, progresif, ukurannya cukup luas, artikulatif, dan responsif. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
63
B.
Kebijaksanaan Umum Pembangunan Pertanian Nasional
Kebijaksanaan umum pembangunan pertanian nasional dalam lima tahun ke depan mengacu kepada GBHN yang terkait dengan pembangunan pangan dan sektor pertanian. Diantaranya yaitu: (a) Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan. (b) Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global dengan mengembangkan kompetensi dan produk unggulan daerah berbasis sumberdaya domestik dan menghilangkan segala bentuk perlakuan distortif dan diskriminatif. (c) Memberdayakan pengusaha kecil, menengah, dan koperasi agar lebih efisien, produktif, dan berdaya saing. (d) Mengoptimalkan peran pemerintah dalam mengembangkan kekuatan pelaku ekonomi pasar dengan menghilangkan seluruh hambatan yang mengganggu mekanisme pasar. (e) Mengembangkan sistem ketahan pangan dengan mempertimbangkan aspek ketersediaan dan distribusi pangan, diversifikasi pangan dan gizi, pemberdayaan/peningkatan pendapatan petani dan keberkelanjutan pembangunan pertanian. Sudaryanto dan Rusastra menjabarkan bahwa ada empat program utama dalam pelaksanaan pembangunan pertanian lima tahun mendatang, yaitu: (1) Transformasi struktur ekonomi berbasis pertanian. (2) Peningkatan ketahanan pangan nasional. (3) Program pengembangan agribisnis. (4) Perspektif pengembangan agropolitan.
1.
Transformasi struktur ekonomi berbasis pertanian
Pembangunan ekonomi nasional yang mengandalkan sektor pertanian selain industri dan pariwisata, perlu didukung oleh perumusan kebijaksanaan sekuensial sebagai berikut: (a) Reposisi sektor pertanian dengan menempatkannya sebagai sektor pemimpin dan penggerak pembangunan nasional. (b) Restrukturisasi dalam sektor pertanian sendiri, khususnya subsektor perkebunan, peternakan, dan perikanan dengan keberpihakan kepada petani dan nelayan. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
64
(c) Kebijaksanaan makro ekonomi, khususnya fiskal dan moneter harus diarahkan untuk menunjang restrukturisasi perekonomian nasional dan pertanian. (d) Pendekatan pembangunan pertanian berdasarkan pemanfaatan dan keunggulan sumberdaya lokal (sumberdaya alam, tenaga kerja, dan kapital) secara efisien dan optimal melalui pengembangan dan penataan kelembagaan pertanian dan pedesaan. (e) Pengembangan agroindustri dipedesaan sehingga mampu meningkatkan nilai tambah, produktivitas, dan pendapatan masyarakat luas. (f) Mengembangkan kebijaksanaan pendukung dalam pengembangan sistem komoditas (produksi, pascapanen/pengembangan produk, pemasaran dan perdagangan, serta pengembangan konsumsi/permintaan domestik dan ekspor) secara komprehensif dan kondusif dengan sasaran peningkatan produksi, kesempatan kerja, pendapatan/kesejahteraan petani, dan devisa sektor pertanian. Intisari pemikiran Anwar (pakar pengembangan wilayah dan pedesaan) mengenai transformasi struktur ekonomi pedesaan dan perkotaan melalui inovasi teknologi sebagai berikut: (a) Usahatani kecil tradisional di pedesaan secara teknologikal perlu dikembangkan menjadi pertanian ilmiah modern, secara sektoral menjadi industri kecil pedesaan, dan secara spasial menjadi kebun rumah tangga di perkotaan. (b) Pertanian ilmiah modern di pedesaan masih mungkin dikembangkan menjadi industri pedesaan berbasis pertanian. (c) Kebun rumah tangga di perkotaan secara teknologi dapat dikembangkan menjadi pertanian perkotaan modern (hidroponik dan rumah kaca) yang selanjutnya dapat dikembangkan secara sektoral menjadi industri modern berbasis pertanian di perkotaan.
2.
Peningkatan ketahanan pangan nasional
Di masa depan, fokus perlu diarahkan kepada implementasi paradigma baru ketahanan pangan berkelanjutan (sustainable food security paradigm). Kelemahan mendasar konsep ketahanan pangan sebelumnya perlu dipahami sebagai titik tolak pemahaman dan pelaksanaan paradigma baru ketahanan pangan ini. Kelemahan tersebut diantaranya sbb:
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
65
(a) Terfokus pada aspek kesediaan dan keterjangkauan, dengan sasaran utama swasembada beras pada tingkat harga murah. (b) Penekanan pada stabilitas harga (bisa pada kepentingan konsumen) tidak memberikan insentif peningkatan produksi yang memadai bagi petani produsen sehingga kontra produktif terhadap pencapaian ketahanan pangan. (c) Diabaikannya pemberdayaan (peningkatan pendapatan) petani, sehingga timbul krisis pangan 1998 yang dipicu oleh lemahnya daya beli masyarakat. (d) Fokus yang dominan terhadap ketahanan pangan (beras) nasional dan diabaikannya aspek ketahanan pangan rumah tangga. (e) Adanya dilema kebijaksanaan, yaitu upaya peningkatan produksi di satu pihak, dan pada sisi lain harga ditetapkan murah untuk melindungi masyarakat berpendapatan rendah atau agar biaya produksi manufaktur rendah. Paradigma ketahanan pangan berkelanjutan perlu mempertimbangkan empat indikator utama ketersediaan pangan (food availability), aksesibilitas pangan secara fisik dan ekonomi (pemberdayaan ekonomi masyarakat), kerentanan terhadap risiko (vulnerability), dan aspek berkelanjutan (sustainability).
3.
Program pengembangan agribisnis
Pengembangan agribisnis di daerah diyakini akan dapat mendorong pemerataan pembangunan antar wilayah bendasarkan potensi sumberdaya dan keunggulan komparatifnya, meningkatkan perdagangan antar daerah, dan menciptakan efisiensi pemanfaatan sumberdaya secara lebih baik, dengan pertimbangan arah strategis pengembangan sebagai berikut: (a) Mampu menekan biaya transportasi bahan baku dari sentra produksi ke sentra agroindustri. (b) Mengurangi kerusakan selama pengangkutan karena disamping bersifat bulky dan volumenous, produk pertanian juga bersifat cepat rusak (perishable). (c) Karena itu perlu reorientasi pengembangan lokasi agroindustri dari pusatpusat konsumen ke daerah sentra produksi bahan baku. (d) Perlu dikembangkan pusat-pusat pertumbuhan sektor agribisnis komoditas unggulan berdasarkan potensi sumberdaya, perspektif Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
66
pengembangan dikaitkan dengan pusat pertumbuhan dan kerjasama ekonomi. (e) Penentuan pusat pertumbuhan sektor agribisnis dan komoditas yang dikembangkan perlu dilakukan koordinasi dan rekonsiliasi antara kepentingan pusat, daerah dan departemen terkait sehingga diperoleh keputusan yang kondusif bagi kepentingan investasi.
4.
Perspektif pengembangan agropolitan
Konsep agropolitan pada dasarnya mencoba untuk mengakomodasi dua hal utama menempatkan sektor pertanian sebagai sumber pertumbuhan ekonomi utama, dan diberlakukannya ketentuan-ketentuan mengenai otonomi daerah. Secara garis besar, konsep agropolitan yang dikembangkan oleh Luthfi I. Nasoetion (1999) mencakup beberapa dimensi, yaitu sbb: (a) Pengembangan kota-kota berukuran kecil sampai sedang dengan jumlah penduduk maksimum 600.000 dan luas maksimum 30.000 ha (setara kota kabupaten). (b) Daerah belakang (pedesaan) dikembangkan berdasarkan konsep perwilayahan komoditas yang menghasilkan satu komoditas/bahan mentah utama dan beberapa komoditas penunjang sesuai dengan kebutuhan. (c) Pada daerah pusat pertumbuhan (kota) dibangun agroindustri terkait, terdiri atas beberapa perusahaan, sehingga terdapat kompetisi yang sehat. (d) Wilayah pedesaan di dorong untuk membentuk satuan-satuan usaha yang optimal, selanjutnya diorganisasikan dalam wadah koperasi, perusahaan kecil dan menengah. (e) Lokasi dan sistem transportasi agroindustri dan pusat pelayanan harus memungkinkan para petani untuk bekerja sebagai pekerja paro waktu (part-time workers). Konsep agropolitan yang ditawarkan Nasoetion, secara ringkas terdiri atas: (a) Prinsip produksi dengan bobot sektor pertanian, (b) Prinsip ketergantungan dengan aktivitas pertanian sampai neurosystemnya, (c) Prinsip pengaturan kelembagaan, dan (d) Prinsip seimbang dinamis. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
67
Keempat syarat kunci agropolitan tersebut bersifat mutlak dan harus dikembangkan secara simultan dalam aplikasi pengembangan agropolitan. Kurang berhasilnya program SPAKU (Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan), Program INBIS (Inkubasi Bisnis), Program Pengembangan Wilayah Terpadu (khusus bobot pertanian), dan program sejenis lainnya disebabkan oleh sifatnya yang parsial dan tidak mengakomodasi secara utuh dan simultan keempat syarat utama pengembangan agropolitan tersebut.
C. Penelitian Pertanian Kebijakan mendasar yang diambil oleh pemerintah dalam pembangunan pertanian dengan perhatian utama sbb: (a) Pengukuhan ketahanan pangan, (b) Pemberdayaan ekonomi rakyat, dan (c) Peningkatan ekspor komoditas pertanian. Pemerintah sudah mengambil kebijaksanaan baru dengan membentuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di setiap provinsi guna memacu kemajuan dan mempercepat proses transfer teknologi. BPTP/L(loka)PTP dibentuk merupakan restrukturisasi kelembagaan Badan Penelitian melalui SK Menteri Pertanian No. 798/Kpts/OT.210/12/94 tertanggal 13 November 1994. BPTP/LPTP sudah berkiprah dalam bidang penelitian dan pengkajian pertanian di daerah. Produk unggulan yang sudah dikeluarkan beberapa daerah antara lain paket teknologi spesifik lokasi komoditas unggulan daerah, inventarisasi komoditas unggulan daerah, pemetaan tanah sehubungan dengan penggunaan pupuk, penetapan zona agroekologi, dsb.
Kewenangan dan arah litbang pertanian Diberlakukannya UU No. 22/1999 pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam melaksanakan program penelitian dan pengembangan sesuai dengan kebutuhannya. Namun, ada beberapa kewenangan bidang litbang pertanian yang karena sifat dan cakupannya masih tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu sbb:
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
68
(1) Penetapan kebijakan dan program penelitian serta pengembangan pertanian strategis dan prioritas nasional. (2) Pedoman penyelenggaraan survei dan pemetaan lahan pertanian dan sumberdaya alam hayati. (3) Perumusan kebijakan dan norma standar teknis pengadaan, peredaran, penggunaan, dan pengujian alat dan mesin pertanian. (4) Pengumpulan, pengolahan, analisis, serta pelayanan data dan statistik pertanian nasional. (5) Pengumpulan, pengolahan, analisis, serta pelayanan data primer komoditas strategis pertanian. (6) Peramalan dan pemantauan perkembangan organisme pengganggu tumbuhan dan produksi komoditas strategis pertanian. (7) Pengumpulan, analisis serta penyajian data sumberdaya alam strategis pertanian dan sumberdaya kelautan. (8) Penelitian dan pengembangan teknologi tinggi (bioteknologi) dan teknologi strategis (pemuliaan dan genetika), pemantauan dinamika populasi hama/penyakit (biotipe hama/prototipe penyakit) dan dinamika fisika kimia tanah pada komoditas. (9) Penelitian dan perekayasaan engineering pertanian dengan menggunakan dan memanfaatkan teknologi citra, sensor, sistem kendali otomatis, dan sistem posisi geografi (GPS). Sektor pertanian diposisikan sebagai sektor andalan dan mesin penggerak perekonomian nasional. Kebijaksanaan operasional dalam mendukung terciptanya posisi tersebut adalah: a. Penciptaan prakondisi keberhasilan pembangunan pertanian, b. Peningkatan ketahanan pangan, c. Pengembangan SDM dan kelembagaan pertanian, dan d. Pengembangan agribisnis dan ekspor pertanian.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
69
KEPUSTAKAAN Adnyana, Made Oka dan Ibrahim Marwan. 1993. Kebijaksanaan dan Strategi Pembangunan Pertanian di Bidang Pangan dalam PJP-II. Makalah dalam Prosiding Risalah Hasil Pertanian Sosial Ekonomi dan Pengembangan. Jakarta: Badan Litbang Pertanian. Bechtold, Karl-Heinz. 1998. Politik dan Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Daniel, Moehar dan Rahmanta Ginting. 1999. Pengantar Ekonomi Pertanian. Diktat Bahan Kuliah Mahasiswa Fakultas Pertanian UISU Medan. Medan: Fakultas Pertanian UISU. Heilbroner, Robert. Terbentuknya Masyarakat Ekonomi. Terjemahan Sutan Dianjung. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hernanto, Fadholi. 1989. Ilmu Usaha Tani. Jakarta: Penebar Swadaya. Hutabarat, Nelson P. 2001. Menyongsong Hari Krida Pertanian ke-29 Tahun 2001. Sinar Tani No. 2899 Tahun XXXI, 27 Juni-3 Juli 2001. Kasryno, Faisal. 1996. Meningkatkan Pemanfaatan Sumberdaya Pertanian dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Menuju Era Globalisasi Ekonomi. Makalah dalam Prosiding Agribisnis Dinamika Sumberdaya dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian. Jakarta: Badan Litbang Pertanian. Krugman, Paul R. Dan Maurice Obstfeld. 1994. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan. Buku Pertama Perdagangan. Terjemahan Faisal H. Basri. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mosher, A.T. 1974. Menciptakan struktur Pedesaan Progresif. Jakarta: Yasaguna. Mubyarto. 1983. Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. Jakarta: Sinar Harapan. . 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES. . 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE. Nasoetion, L.I. 1999. Pendekatan Agropolitan dalam Rangka Penerapan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Seminar Nasional Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. PWP-PPs, ITB, 5 Desember 1999. Penny, D.H. 1978. Masalah Pembangunan Pertanian Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Fakultas Ekonomi UGM. Prawiro, Ruslan H. 1983. Ekonomi Sumber Daya. Bandung: Alumni. Rahardjo, M. Dawam. 1986. Transformasi Pertanian, Industrialisasi, dan Kesempatan Kerja. Jakarta: UI Press. Sajogyo. 1982. Bunga Rampai Perekonomian Desa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan ITB. Saragih, Bungaran. 2001. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia Melalui Pembangunan Sistem Agribisnis. Orasi Ilmiah dimuat dalam Sinar Tani No. 2898 Tahun XXXI, 20-26 Juni 2001. Scott, James C. 1981. Moral Ekonomi Petani. Jakarta: LP3ES. Soekartawi. 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Press. Sudarsono. 1984. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta: LP3ES. Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P
Sudaryanto, Tahlim dan I Wayan Rusastra. 2000. Strategi Penelitian dan Pengembangan Pertanian dalam Era Otonomi Daerah. Makalah Seminar Nasional Teknologi Spesifik Lokasi dalam Upaya Mendukung Desentralisasi Pembangunan Pertanian. Medan, 13 Maret 2000. Suryana, Achmad dan Made Oka Adnyana. 1996. Pengembangan Sistem Usaha Pertanian dalam Era Globalisasi Ekonomi. Makalah dalam Prosiding Agribisnis Dinamika Sumberdaya dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian. Jakarta: Badan Litbang Pertanian. Tohir, Kaslan A. 1983. Seuntai Pengetahuan tetang Usahatani Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.
Modul Kuliah Ekonomi Pertanian Dosen: Lukman Hakim, S.P, M.P