LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN HIBAH BERSAING
MODEL PENGEMBANGAN ORANG KONTAK SERUMAH SEBAGAI PEER SUPPORT DALAM MENURUNKAN ANGKA KEJADIAN PENYAKIT TB PARU
Tahun Ke-1 (Satu) dari Rencana 2 (Dua) Tahun
TIM PENGUSUL
Suharyo, S.KM, M.Kes
(NIDN. 0618057901)
Kismi Mubarokah, M.Kes (NIDN 0614048401)
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG NOVEMBER, 2015
i
ii
RINGKASAN Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberkulosis dan bersifat menular. WHO menyatakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis. Program pengobatan saat ini menggunakan metode DOTS (Directly Observed Treatment Short Course Chemotherapy) dengan jangka waktu pengobatan minimal 6 bulan. Lamanya waktu pengobatan menyebabkan banyak terjadi drop out (putus pengobatan sebelum masa pengobatan selesai). Berdasarkan data WHO Global Report 2013, Indonesia berada di peringkat ke-3 dari 27 negara dengan beban tuberkulosis. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2013, jumlah penderita Tb paru di Puskesmas Mijen terjadi peningkatan kasus Tb paru dari triwulan pertama berjumlah 12 penderita, triwulan kedua berjumlah 13 penderita, triwulan ketiga berjumlah 25 penderita dan triwulan keempat berjumlah 34 penderita. Oleh karena itu perlu suatu upaya penguatan pengobatan DOTS dan pencegahan penularan Tb paru melalui pemberdayaan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas model pengembangan kelompok dukungan sebaya (peer support) dari orang kontak serumah untuk menurunkan angka kejadian penyakit Tb paru, khususnya di Kecamatan Mijen Kota Semarang. Keluaran kegiatan penelitian ini yaitu sebuah model upaya penurunan angka kejadian Tb paru melalui pengembangan orang kontak serumah sebagai peer support. Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Sasaran penelitian ini adalah orang kontak serumah (anggota keluarga serumah) dan penderita Tb paru yang sedang menjalani pengobatan. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 2 tahap (tahun). Pada tahap 1 (tahun ke-1), akan dilakukan penggalian potensi orang yang kontak serumah dengan penderita Tb paru sebagai peer support, metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD) sebagai metode utamanya. Analisis data yang digunakan adalah content analysis. Jadi pada tahap 1 ini akan diketahui potensi pada orang yang kontak serumah dan model support (dukungannya) terhadap penderita Tb paru yang terwujud dalam buku pedoman. Sampai saat ini, penelitian telah berhasil mendapatkan data-data tentang karakteristik dan potensi orang kontak serumah sebagai peer support. Selain itu, sampai saat laporan ini dibuat, telah berhasil disusun rancangan model dan buku pedoman pelaksanaan model peer support, serta draft artikel publikasi. Orang kontak serumah sebagian besar adalah suami atau istri dari penderita tuberkulosis. Pengetahuan orang kotak serumah tentang tb paru masih kurang baik. Potensi orang kontak serumah sebagai peer support antara lain; Perannya antara lain menyiapkan obat untuk diminum, memberi support, memberi dorongan kalau minum obat memang kadang efek sampingnya, mengingatkan minum obat, mengingatkan kapan mengambil obat di puskesmas, melarang pergi malam hari, menyuruh minum vitamin, mengantar berobat, memeriksakan ke dokter, berdoa, meminta dukungan ke teman karena merasa ikut bertanggungjawab, mengingatkan dan memasak makanan kesukaan penderita biar cepat sembuh, mengambilkan obat di puskesmas, memberi tanda pada kalender kapan harus periksa dan ambil obat lagi. Buku panduan orang kontak serumah berisi tentang penyakit tuberkulosis, persyaratan orang kontak serumah dengan peer support, target kerja peer support, peran peer support, kegiatan peer support, sarana pendukung kegiatan peer support, dan peran institusi kesehatan dalam program penanggulangan penyakit tuberkulosis khususnya penguatan pengobatan dan pencegahan penularan. Kata Kunci: Orang Kontak Serumah, Peer Support, Tb paru iii
PRAKATA Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah. SWT dan dengan segala rahmat serta ridhlo-Nya sehingga terselesaikan dan tersusunlah
laporan kemajuan penelitian
dengan judul Model Pengembangan Orang Kontak Serumah Sebagai Peer Support dalam Menurunkan Angka Kejadian Penyakit Tb Paru. Laporan penelitian pada tahun ke-1 ini diharapkan menjadi bahan evaluasi dan acuan pelaksanaan kegiatan-kegiatan penelitian pada tahun ke-2. Tidak lupa peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Kementerian Riset Teknologi dan Dikti Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat atas dukungan dana dan pembimbingan, Rektor Universitas Dian Nuswantoro melalui LP2M yang telah memberi dukungan, kemudian tidak lupa peneliti mengucapkan terimakasih juga kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang khususnya Kepala Puskesmas Mijen atas penyediaan data, sarana, dan kerjasamanya. Semoga laporan penelitian
ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi
peneliti pribadi. Peneliti merasa penyusunan laporan kemajuan ini masih banyak kelemahan dan kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan oleh peneliti.
Semarang, Oktober 2015
Ketua Peneliti
4
DAFTAR ISI Hal HALAMAN SAMPUL
1
HALAMAN PENGESAHAN
2
RINGKASAN
3
PRAKATA
4
DAFTAR ISI
5
DAFTAR TABEL
6
DAFTAR GAMBAR
7
BAB 1. PENDAHULUAN
8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
11
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
15
BAB 4. METODE PENELITIAN
16
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
21
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
30
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN
31
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1. Instrumen Lampiran 2. Personalia tenaga peneliti beserta kualifikasinya Lampiran 3. Publikasi (Prosiding dan draft artikel jurnal)
5
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penelitian-Penelitian yang Telah Dilakukan Pengusul
14
Tabel 2. Rencana Tahap Selanjutnya
30
6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Road Map Penelitian Tb Paru
14
Gambar 2. Alur Penelitian
16
7
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dan Permasalahan Tuberkulosis
adalah
suatu
penyakit
infeksi
yang
disebabkan
oleh
Mycobakterium tuberkulosis dan bersifat menular. WHO menyatakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis (WHO, 2000). Di Indonesia pemberantasan penyakit tuberkulosis telah dimulai sejak tahun 1950 dan sesuai rekomendasi WHO sejak tahun 1986 regimen pengobatan yang semula 12 bulan diganti dengan pengobatan selama 6-9 bulan. Strategi pengobatan ini disebut DOTS (Directly Observed Treatment Short Course Chemotherapy). Cakupan pengobatan dengan strategi DOTS tahun 2000 dengan perhitungan populasi 26 juta, baru mencapai 28% (Depkes RI, 1997). Tuberkulosis (Tb) paru di Indonesia merupakan masalah penyakit dengan prevalensi tinggi urutan ketiga setelah India dan Cina. Kontribusi India, Cina dan Indonesia hampir 50% dari seluruh kasus TBC yang terjadi di dunia. Berdasarkan Global Tuberkulosis Kontrol tahun 2011 (data 2010) angka prevalensi semua tipe TB adalah sebesar 289 per 100.000 penduduk atau sekitar 690.000 kasus. Insidensi kasus baru TBC dengan BTA positip sebesar 189 per 100.000 penduduk atau sekitar 450.000 kasus. Kematian akibat TB di luar HIV sebesar 27 per 100.000 penduduk atau 182 orang per hari (WHO. 2011). Berdasarkan data WHO Global Report 2012, Indonesia berada di peringkat ke9 dari 27 negara dengan beban MDR TB (Multi Drug Resistant Tuberculosis) terbanyak di dunia. WHO menyatakan insidens TB-MDR meningkat secara bertahap rerata 2% per tahun. Diperkirakan pasien MDR TB di Indonesia mencapai 6.620 orang. Rinciannya, MDR TB di antara TB kasus baru 5.700 kasus dan MDR TB di antara kasus TB yang pernah mendapat pengobatan 920 kasus (WHO, 2012). Hingga tahun 2012, tercatat terjaring 4.297 suspek MDR TB dengan 1.005 pasien. Salah satu penyebabnya adalah ketidak patuhan penderita dalam minum obat. Menurut laporan WHO tahun 2013, Indonesia menempati urutan ke tiga jumlah kasus tuberkulosis setelah India dan Cina dengan jumlah sebesar 700 ribu kasus. Angka kematian masih sama dengan tahun 2011 sebesar 27 per 100.000 penduduk, tetapi angka insidennya turun menjadi 185 per 100.000 penduduk di tahun 2012 (WHO, 2013) 8
Salah satu pilar penanggulangan penyakit tuberkulosis dengan startegi DOTS adalah dengan penemuan kasus sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk mengefektifkan pengobatan penderita dan menghindari penularan dari orang kontak yang termasuk subclinical infection. Kenyataannya di Kota Semarang, data menunjukkan jumlah penemuan kasus suspect (tersangka) masih jauh dari target. Sejak tahun 2009 sampai tahun 2011 kuartil ke 1, angka pencapaian penemuan suspect hanya berkisar 53%. Angka tersebut sangat jauh dari target sehingga diperkirakan penularan penyakit tuberkulosis akan semakin meluas (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2012). Jumlah penderita tuberkulosis di Puskesmas Mijen Kota Semarang dari triwulan pertama berjumlah 12 penderita, triwulan kedua berjumlah 13 penderita, triwulan ketiga berjumlah 25 penderita dan triwulan keempat berjumlah 34 penderita pada tahun 2013 Permasalahan yang dihadapi oleh penderita Tb paru biasanya adalah stigma yang buruk di masyarakat dan ketidakpatuhan pengobatan. Oleh karena itu perlu penanganan yang intensif mengingat jumlah penderita yang cukup besar. Salah satu yang dibutuhkan penderita Tb paru selain ketersediaan obat dan fasilitas kesehatan yang terjangkau juga membutuhkan adanya dukungan sosial untuk mengurangi beban ganda baik ekonomi, stigma yang buruk, dan permasalahan ketidaktahuan tentang Tb paru yang dialaminya. Sebagai penderita Tb paru, mereka dapat memperoleh dukungan sosial dari berbagai sumber, seperti keluarga, guru, orang tua, dan teman sebayanya yang sesama penderita Tb paru. Namun Peran tokoh masyarakat di pedesaan belum menunjang program pencegahan dan penanggulangan penyakit Tb paru. Sedangkan peran petugas kesehatan (koordinator Tb paru) masih terbatas melaksanakan pengobatan, penyuluhan, dan belum melaksanakan pencarian kasus baru secara aktif (Suharyo, 2013). Oleh karena itu perlu dikembangkan program maupun penelitian tentang pengembangan dukungan teman sebaya dari anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita Tb paru. Belum banyak informasi tentang efektifitas hal tersebut, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hal ini. Rumusan masalah penelitian yang akan dijawab pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik orang kontak serumah dengan penderita Tb paru di Mijen Kota Semarang baik karakteristik individu, sosial, maupun lingkungan tempat tinggalnya? 9
2. Bagaimana potensi orang kontak serumah dengan penderita Tb paru sebagai peer support pada penderita Tb paru untuk menekan angka kejadian Tb paru di Mijen kota Semarang? 3. Bagaimana model peer support dari orang kontak serumah terhadap penderita Tb paru untuk menurunkan angka kejadian Tb paru? 4. Bagaimana efektifitas peer support dari orang kontak serumah dengan penderita Tb paru dalam menurunkan angka Tb paru khususnya di Kecamatan Mijen Kota Semarang?
1.2 Temuan Yang Ditargetkan Penelitian ini akan menghasilkan suatu model pengembangan peer support dari orang kontak serumah dengan penderita Tb paru dalam menurunkan angka Tb paru khususnya di Kecamatan Mijen Kota Semarang. Model ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalam program penanggulangan Tb paru. Model ini juga akan dibuat dalam suatu “buku pedoman pelaksanaan model peer support dari orang kontak serumah terhadap penderita Tb paru”. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan pada jurnal Nasional Terakreditasi, Jurnal KESMAS Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Tuberkulosis Tuberkulosis dikenal sebagai penyakit infeksi yang bersifat menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, sebagian besar menyerang paru tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Tuberkulosis dapat memasuki tubuh barsama butir-butir debu atau percikan dahak (Droplet) yang menyebar keudara sewaktu penderita tuberkulosis batuk atau bersin (Yoga. Tjandra, 1999). Mycobacterium Tuberculosis berbentuk batang ramping, lurus atau sedikit bengkok dengan kedua ujungnya membulat. Basil ini sulit sekali diwarnai, tetapi sekali terwarnai maka ia akan menahan zat warna itu dengan baik sekali dan tidak dapat lagi dilunturkan walaupun dengan asam alkohol. Oleh karena itu disebut juga sebagai Basil Tahan Asam ( BTA). Zat lilin yang ada di dinding selnya yang menyebabkan sulit diwarnai dan kesulitan ini dapat diatasi bila digunakan zat warna yang melunturkan lilin sambil dilakukan pemanasan. Untuk mewarnai kuman ini lazimnya digunakan zat warna Zeihl-Neelsen (ZN). Basil ini cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, Mycobacterium Tuberculisis dapat dormant (tertidur/tidak aktif)selama beberapa tahun (Jawetz. 1996).
2.2 Penularan Kontak Serumah dan Pencegahan Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif, pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Beberapa faktor yang mengakibatkan menularnya penyakit itu adalah kebiasaan buruk pasien TB paru yang meludah sembarangan. Selain itu, kebersihan lingkungan juga dapat mempengaruhi penyebaran virus. Misalnya, rumah yang kurang baik dalam pengaturan ventilasi. Kondisi lembab akibat kurang lancarnya pergantian udara dan sinar matahari dapat membantu berkembangbiaknya virus (Singh MM. 1999).
Oleh karena itu orang sehat yang serumah dengan penderita TB paru
merupakan kelompok sangat rentan terhadap penularan penyakit tersebut. Lingkungan rumah, Lama kontak serumah dan perilaku pencegahan baik oleh penderita maupun orang yang rentan sangat mempengaruhi proses penularan penyakit TB paru. 11
2.3 Diagnosis dan Pengobatan Tuberkulosis Diagnosa tuberkulosis adalah upaya untuk menegakkan atau mengetahui jenis penyakit yang diderita seseorang. Untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis dilakukan secara bersama-sama, yaitu : anamnesa, gejala klinis dari penyakit tuberkulosis, pemeriksaan bakterologis ditunjang pemeriksaan radiologist dan tes tuberkulin (Yoga. Tjandra. 1999). Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama dalam pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan. Pada 1994 WHO meluncurkan strategi pengendalian TB untuk diimplementasikan secara internasional, disebut DOTS (Direct Observed Treatment Short-course). Lima elemen strategi DOTS sebagai berikut (WHO, 2009): (1) Komitmen politis yang berkesinambungan; (2) Akses terhadap pemeriksaan mikroskopis dahak yang berkualitas; (3) Kemoterapi standar jangka pendek untuk semua kasus TB dengan manajemen kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; (4) Keteraturan penyediaan obat yang dijamin kualitasnya; (5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang memungkinkan penilaian hasil pada semua pasien dan penilaian kinerja keseluruhan program.
2.4 Dukungan Teman Sebaya Kelompok teman sebaya memiliki peran yang sangat penting baik secara emosional maupun secara sosial. Kelompok teman sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan panduan moral, tempat bereksperimen, dan setting untuk mendapatkan otonomi dan independensi. Keterlibatan teman sebaya penderita tb paru, selain menjadi sumber dukungan emosional yang penting. Lima jenis dukungan sosial antara lain: a. Dukungan emosional. Aspek ini mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan ini menyediakan rasa nyaman, ketentraman hati, perasaan dicintai bagi seseorang yang mendapatkannya. b. Dukungan penghargaan. Aspek ini terjadi lewat ungkapan penghargaan positif untuk individu bersangkutan, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif individu dengan orang-orang lain. c. Dukungan instrumental. Aspek ini mencakup bantuan langsung yang dapat berupa jasa, waktu, dan uang. d. Dukungan informatif. Aspek ini mencakup memberi nasihat, petunjukpetunjuk, saran-saran, informasi, dan umpan 12
balik. e. Dukungan jaringan sosial. Aspek ini mencakup perasaan keanggotaan dalam kelompok. Dukungan jaringan sosial merupakan perasaan keanggotaan dalam suatu kelompok, saling berbagi kesenangan dan aktivitas sosial. Individu dengan dukungan sosial tinggi memiliki pengalaman hidup yang lebih baik, harga diri yang lebih tinggi, serta pandangan hidup yang lebih positif dibandingkan dengan individu yang memiliki dukungan sosial yang lebih rendah. Ciri-ciri orang dengan harga diri tinggi menunjukkan perilaku-perilaku seperti mandiri, aktif, berani mengemukakan pendapat, dan percaya diri. Sedangkan seseorang dengan harga diri yang rendah menunjukkan perilaku seperti kurang percaya diri, cemas, pasif, serta menarik diri dari lingkungan. Teman sebaya merupakan sumber penting dukungan sosial yang berpengaruh terhadap rasa percaya diri. Dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam bentuk konfirmasi dari orang lain merupakan pengaruh yang penting bagi rasa percaya diri. Hubungan pribadi yang berkualitas memberikan stabilitas, kepercayaan, dan perhatian, dapat meningkatkan rasa kepemilikan, harga diri dan penerimaan diri siswa, serta memberikan suasana yang positif untuk pembelajaran. Dukungan interpersonal yang positif dari teman sebaya, pengaruh keluarga, dan proses pembelajaran yang baik dapat meminimalisir faktor-faktor penyebab kegagalan pengobatan (Sarafino, E.P. 1994). Hasil penelitian yang dilakukan pengusul pada tahun 2011 menunjukkan bahwa 73,5% orang yang kontak serumah tidur sekamar dengan penderita Tb paru. Sedangkan menurut tingkat pendidikannya, 29,5% orang kontak serumah sudah berpendidikan tinggi (Andarini, Sri I, Suharyo 2012)
2.5 Penelitian yang Telah Dilakukan Pengusul Penelitian yang telah dilakukan oleh pengusul sebagai penelitian pendahuluan dan menjadi dasar pengusulan peneitian ini adalah Determinasi Penyakit Tuberkulosis Di Daerah Pedesaan (Studi Di Kecamatan Mijen Kota Semarang) tahun 2013. Selain itu, penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh pengusul yang berkaitan dengan penyakit Tb paru secara detail dapat dilihat pada tabel berikut:
13
No 1 2
3
Tabel 1 Penelitian-Penelitian yang Telah Dilakukan Pengusul Tahun Tema 2007 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kejadian Tb Paru pada anak di Kota Semarang 2008 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan pada penderita Tb paru (Studi di BP4 Kota Semarang) 2010 Perbedaan kadar IFN-ɤ pada penderita suspek Tb
Peneliti Suharyo, S.KM, M.Kes (Anggota) Suharyo, SKM, M.Kes (Ketua) Suharyo, SKM, M.Kes (Anggota)
paru berdasarkan hasil pemeriksaan BTA Kadar IFN-gamma Pada Kontak Serumah Suharyo, SKM, Penderita Tb Paru Sebagai Indikator Deteksi Dini M.Kes (Anggota) Infeksi Mycobacterium Tuberculosa
4
2011
5
2013
Determinasi Penyakit Tuberkulosis Di Daerah Suharyo, Pedesaan (Studi Di Kecamatan Mijen Kota (Ketua) Semarang)
M.Kes
6
2013
Pola Kadar IFN-gamma dan Status Mikrobiologi Suharyo, pada Kontak Serumah Penderita Tb Paru (Anggota)
M.Kes
Oleh karena itu pada kesempatan ini, peneliti mengusulkan penelitian pada tema program pemberdayaan penderita Tb paru untuk penanggulangan Tb paru melalui pengembangan kelompok dukungan teman sebaya (sesama penderita Tb paru).
2.6. Road Map Penelitian Road map penelitian tentang Tb paru dapat dilihat pada bagan berikut: Epidemiologi Tb paru
Program Pemberdayaan penderita dan orang kontak paru
Immunologi Tb Paru
Metode pencegahan dan penanggulangan Tb paru yang efektif dan memasyarakat Determinan Penyakit Tb Paru
Diagnosis dan efektifitas pengobatan
Eksplorasi obat herbal/tradisional untuk Tb paru
Bagan 1 Road Map Penelitian Tb Paru
14
BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan: 1. Mendeskripsikan karakteristik orang kontak serumah dengan penderita Tb paru di Mijen Kota Semarang baik karakteristik individu, sosial, maupun lingkungan tempat tinggalnya? 2. Menganalisis potensi orang kontak serumah dengan penderita Tb paru sebagai peer support pada penderita Tb paru untuk menekan angka kejadian Tb paru di Mijen kota Semarang? 3. Merancang model peer support dari orang kontak serumah terhadap penderita Tb paru untuk menurunkan angka kejadian Tb paru yang terdokumentasi dalam suatu buku pedoman? 4. Menganalisis efektifitas peer support dari orang kontak serumah dengan penderita Tb paru dalam menurunkan angka Tb paru khususnya di Kecamatan Mijen Kota Semarang?
3.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam program penanggulangan Tb paru. Melalui penerapan model pengembangan peer support dari orang kontak serumah diharapkan terjadi peningkatan dalam hal pengetahuan tentang penanggulangan Tb paru, kepatuhan dalam pengobatan, komunikasi antar penderita Tb paru, dan praktik pencegahan penularan Tb paru, sehingga diharapkan angka kejadian Tb paru dapat ditekan.
15
BAB 4 METODE PENELITIAN Bagan alir konsep penelitian dijelaskan pada gambar berikut : Pengetahuan orang kontak serumah tentang tb paru
Tahun I
Potensi orang kontak serumah sebagai peer support Karakteristik individu, sosial, ekonomi, dan lingkungan tempat Potensi dukungan teman sebaya
Perumusan masalah dan kendala Focus Group Discussion (FGD) untuk identifikasi masalah dan kendala dalam perancangan model
Perancangan model dan pembuatan buku pedoman
Persiapan Sarana dan Prasarana (Alat, form, dll)
Sosialisasi model ke masyarakat
Tahun II Penerapan model peer support terhadap penderita TB paru Perubahan: pengetahuan, kepatuhan pengobatan, praktik pencegahan Perubahan Angka Kejadian TB paru Gambar 2. Alur Penelitian 16
4.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Pada tahun I penelitian, metode kualitatif digunakan dalam rangka mendeskripsikan dan menganalisis karakteristik dan potensi orang kontak serumah dengan penderita Tb paru di Kecamatan Mijen dengan melakukan wawancara mendalam. Akan digali informasi mengenai berbagai permasalahan yang dihadapi oleh penderita Tb paru dan orang yang kontak serumah berkaitan dengan pengetahuan, kepatuhan pengobatan, layanan kesehatan, potensi dukungan teman sebaya dan kemungkinan-kemungkinan adanya kendala dan masalah yang dihadapi. Focus Group Discussion (FGD) dilakukan dalam merancang model untuk memecahkan permasalahan tersebut. Penelitian tahap berikutnya (tahun II) menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan pendekatan penelitian quasi experiment (penelitian eksperimen semu) dengan rancangan non randomized one group pretest- posttest design, untuk mengetahui perbedaan yang terjadi antara sebelum dan setelah adanya penerapan model. Metode kualitatif juga digunakan pada tahap ini untuk menggali berbagai informasi selama pelaksanaan penelitian, sehingga diharapkan dapat mengungkap adanya fenomena dan interaksi dari subjek penelitian, yang dihasilkan dari model pengembangan dukungan kelompok teman sebaya yang diterapkan.
4.2 Langkah Penelitian Secara garis besar, penelitian ini dibagi dalam dua tahap pelaksanaan penelitian, sebagai berikut : 1. Inventarisasi data yang meliputi karakteristik (individu, sosial, dan tempat tinggal), pengetahuan, kepatuhan pengobatan, layanan kesehatan, dan potensi dukungan teman sebaya. Kemudian dilanjutkan perancangan model serta pembuatan buku pedoman (tahun ke-I). 2. Penerapan model pengembangan dukungan kelompok sebaya dan evaluasi program (tahun ke-II). Pada tahun ke-I, pemilihan subjek penelitian (orang kontak serumah dengan penderita Tb paru) dilakukan dengan memperhatikan kriteria sebagai berikut: 1. Telah tinggal serumah dengan penderita Tb paru minimal 1 tahun 2. Mampu berkomunikasi dengan baik 17
3. Berumur > 15 tahun 4. Tidak sedang mengalami sakit berat (melalui pemeriksaan dokter) 5. Bersedia menjadi subjek penelitian Sedangkan pemilihan subjek penelitian (penderita Tb paru) hanya memperhatikan kriteria: 1. Mampu berkomunikasi dengan baik 2. Berumur > 15 tahun 3. Bersedia menjadi subjek penelitian Target jumlah orang yang menjadi subjek penelitian sebanyak 40 orang (20 orang kontak serumah dan 20 penderita tb paru).
3.3. Proses penelitian pada Tiap Tahapan Pelaksanaan Penelitian 1. Tahun I Sebelum dilakukannya perancangan model, dilakukan diagnosis partisipatoris melalui kegiatan wawancara mendalam dengan orang kontak serumah, dan pihak Puskesmas Mijen untuk menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, menggali informasi mengenai pencegahan Tb yang ada, kendala-kendala yang dihadapi oleh masyarakat dan kemungkinan diimplementasikannya model peer support bagi penderita Tb paru di Kecamatan Mijen Kota Semarang, serta penentuan sasaran penelitian berdasarkan kejadian Tb tertinggi. Langkah operasional tahap I yang dilakukan adalah: a. Tim peneliti melakukan penelusuran data dari dokumen yang ada, baik data dari Puskesmas Mijen atau Dinas Kesehatan Kota Semarang mengenai data kasus Tb di wilayah kerja Puskesmas Mijen Kota Semarang. b. Melakukan pemeriksaan status tuberkulosis dengan pemeriksaan BTA + (pewarnaan Ziehl Nielson) pada orang kontak serumah dan penderita Tb paru di puskesmas Mijen. c. Selanjutnya dilakukan kegiatan curah pendapat melalui kegiatan wawancara mendalam penderita tb paru, orang kontak serumah, dan pihak Puskesmas Mijen, difasilitasi tim peneliti dan pihak Dinas Kesehatan Kota Semarang, untuk menemukan kendala-kendala selama pelaksanaan kegiatan pencegahan Tb yang telah dilakukan sebelumnya. d. Menyusun/merancang desain intervensi kelompok dukungan sebaya (termasuk kegiatannya) yang sistematis berdasarkan masukan yang telah diperoleh pada tahapan FGD. 18
e. Menyusun buku pedoman pelaksanaan model peer support.
2. Tahun II a. Dilakukan persiapan sarana, instrumen untuk pelaksanaan model kegiatan (peer support). b. Dilakukan kegiatan sosialisasi penerapan model kepada sasaran yaitu, penderita tb paru, keluarga serumah, dan petugas puskesmas. c. Dilakukan pelaksanaan intervensi (kegiatan-kegiatan kelompok dukungan teman sebaya) melalui kooordinasi antara tim peneliti, orang kontak serumah, penderita tb paru, dan kader petugas. Pada tahap ini orang kotak serumah melakukan pendampingan tiap bulan selama 6 bulan kepada penderita Tb paru. Jenis kegiatan pendampingan yang akan dilakukan oleh kontak serumah tergantung hasil penelitian pada tahun I. d. Setelah implementasi selesai dilakukan, lalu dilakukan evaluasi terhadap orang kontak serumah dan penderita tb paru mengenai tingkat pengetahuan, tingkat kepatuhan pengobatan, praktik pencegahan penularan, serta mengevaluasi angka kejadian tb paru di wilayah puskesmas mijen.
4.4. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Panduan FGD dan panduan observasi data penderita tb paru dan orang kontak serumah tentang karakteristik individu, pengetahuan, kepatuhan pengobatan, dan praktik. 2. Lembar monitoring dan evaluasi pelaksanaan intervensi model pengembangan kelompok dukungan sebaya.
4.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang bersifat kuantitatif seperti karakteristik individu, angka kepatuhan berobat, praktik pencegahan penularan dan jumlah penderita Tb paru yang sembuh akan dilakukan pengolahan data dengan langkah-langkah editing, koding, entri data, dan tabulasi. Analisis pada kajian kualitatif dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk narasi dengan teknik content analysis. 19
Data dianalisis dan diinterpretasikan dengan melakukan pengujian terhadap hipotesis, menggunakan program komputer dengan tahapan analisis sebagai berikut : 1. Analisis Univariat Data hasil penelitian dideskripsikan dalam bentuk tabel dan narasi, untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan penerapan model pengembangan kelompok dukungan sebaya. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan indikatorindikator yang meliputi pengetahuan, kepatuhan pengobatan, praktik pencegahan dan angka tb paru sebelum dan setelah penerapan model Uji statistik yang digunakan adalah uji t test atau wilcoxon.
4.6. Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan penerapan model peer support dari orang kontak serumah adalah : a. Meningkatnya pengetahuan penderita tb paru tentang penanggulangan tb paru. b. Meningkatnya tingkat kepatuhan pengobatan dari penderita tb paru. c. Peningkatan praktik pencegahan penularan tb paru oleh penderita tb paru. d. Menurunnya angka kejadian tb paru.
20
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian pada tahap tahun ke-1, dimulai sejak akhir bulan Pebruari sampai dengan bulan September 2015. Penelitian diawali dengan mengurus perijinan wilayah penelitian bersamaan dengan persiapan instrumen dan personil penelitian. Penelitian telah berhasil mendapatkan data-data tentang karakteristik individu, sosial, ekonomi, dan lingkungan tempat, pengetahuan orang kontak serumah tentang tb paru, potensi orang kontak serumah sebagai peer support, potensi dukungan teman sebaya, serta masalah dan kendala yang dihadapi orang kontak serumah, rancangan model dan buku pedoman pelaksanaan model peer support, serta draft artikel publikasi. Gambaran hasil penelitian sampai pada saat ini adalah sebagai berikut: pada saat penelitian berlangsung, di wilayah kecamatan mijen terdapat 7 penderita tb paru yang masih aktif datang ke puskesmas untuk program pengobatan. Jadi sasaran penelitian yang dapat dijangkau sebanyak 7 penderita tb paru dan 7 orang yang kontak serumah dengan penperoleh dari petugas penderita tb paru. Selain itu, informasi tentang program penanggulangan tb paru diperoleh dari petugas program tuberkulosis dan kepala Puskesmas Mijen.
5.1 Karakteristik individu, sosial, ekonomi, dan lingkungan tempat tinggal Usia penderita tb paru sebagian besar berkisar antara umur 30 – 60 tahun, hanya 1 satu orang yang masih remaja yang berumur 18 tahun. Dua diantara tujuh penderita tb paru berjenis kelamin perempuan yang sebagian besar lainnya laki-laki. Ditinjau dari pekerjaannya, sebagian besar penderita tb paru tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga. Hanya ada 2 penderita yang berprofesi sebagai pekerja swasta di perusahaan mebel dan 1 orang yang masih pelajar SMA. Sebagian besar penderita hanya berpendidikan tingkat menengah, ada 1 orang yang tidak sekolah dan seorang lulusan perguruan tinggi. Sebagian besar penderita tb paru tersebut merupakan penderita baru di tahun 2015. Disebutkan bahwa pada tahun 2013, sebagian besar penderita tb paru berumur antara 35 – 55 tahun dan yang terbesar terjangkit pada lakilaki (WHO, 2015). Kondisi ini rupanya belum berubah selama 5 tahun terakhir. Sebagian besar pendidikan SD/sederajat pada kelompok penderita lebih besar (32.4%)
21
dibanding
pada kelompok yang tidak terpapar tb paru (0.0%) (Andarini, Sri I,
Suharyo 2012). Subjek penelitian orang kontak serumah sebagian besar adalah suami atau istri dari penderita tuberkulosis, hanya ada satu seorang ibu dari penderita. Sebagian besar umurnya di atas 50 tahun, hanya satu yang berumur 39 tahun. Sebagian besar hanya mencapai pendidikan tingkat menengah, 1 lulus perguruan tinggi, dan ada yang tidak lulus SD sebyak 2 orang. Sebagian besar subjek penelitian berprofesi sebagai pedagang atau berwiraswasta, hanya ada seorang yang berprofesi
sebagai guru.
Sebagian subjek penelitian orang kontak serumah berjenis kelamin perempuan, lakilakinya hanya dua orang. Penderita tb paru tinggal serumah dengan anggota keluarga lainnya paling banyak 14 orang dalam satu rumah tetapi ada juga yang hanya dua orang saja, sebagian besar tinggal serumah dengan 4-6 anggota keluarga lainnya. Sesuai dengan jenis pekerjaan baik dari penderita maupun pasangannya suami atau istri, diketahui bahwa tingkat ekonomi sebagian besar subjek penelitian adalah menengah ke bawah. Pendapatannya sebagian besar kurang dari 2 juta per bulan. Namun demikian ada juga yang termasuk tingkat ekonominya tinggi, sebulan pendapatannya lebih dari 5 juta. Meski demikian, semua subjek penelitian telah dapat memenuhi kebutuhan gizinya dengan cukup, tiap harinya makan minimal 3 kali. Menu makanannya pun cukup bervariasi nasi, sayur, dan lauk pauk adalah menu wajib, sedangkan buah dan susu hanya sebagian kecil yang mengkonsumsi, itupun jarang. Kelas sosial berpengaruh terhadap kejadian penularan tuberkulosis, pada keluarga yang tidak mempunyai sumber daya produktif berisiko tertular tuberkulosis 7,2 kali lebih besar dibanding keluarga yang mempunyai sumber daya produktif (Dyah Wulan Sumekar, 2014). Karakteristik orang kontak serumah dengan penderita tb paru sudah termasuk usia produktif, potensi ini dapat dimanfaatkan dalam kemampuan ekonomi. Melihat pendapatan dan kemampuan memenuhi kebutuhan pangan, maka orang kontak serumah mempunyai potensi yang besar dapat membantu penderita tuberkulosis secara material. Keluarga yang mempunyai pendapatan yang lebih tinggi akan lebih mampu untuk membeli makanan yang jumlah dan kualitasnya memadai bagi keluarganya, serta mampu membiayai pemeliharaan kesehatan yang mereka perlukan (Helper, Sahat P.M, 2010) Hubungan sosial antar anggota keluarga dari subjek penelitian sangat baik, saling menyayangi, dan peduli. Ketika ada anggota keluarga yang sakit, diminta untuk 22
periksa, dan memperhatikan ketika ada yang sakit. Pengambil keputusan dalam keluarga menurut informan hampir merata antara bapak atau kepala rumah tangga, ibu, dan melalui musyawarah. Pemilihan sebagai pendamping minum obat bagi pederita tuberkulosis perlu disesuaikan dengan struktur sosial daerah setempat (Niniek L P, Betty R, dan Rachmat H, 2012). Oleh karena itu suami atau istri dapat dijadikan alternatif menjadi peer support. Sebagian besar orang kotak serumah ikut aktif dalam pertemuan-pertemuan warga seperti kelompok PKK, arisan bapak-bapak, kelompok dasa wisma, dan pertemuan pengajian atau tahlil. Nilai-nilai budaya yang dianut berkaitan dengan kesehatan, sebagian besar orang kontak serumah lebih memilih membawa ke tenaga kesehatan, dokter, puskesmas atau layanan kesehatan lainnya jika ada anggota keluarga yang sakit. Ada seorang yang lebih memilih minum herbal sebelum ke layanan kesehatan. Semua subjek penelitian memiliki keyakinan dan keagamaan yang kuat dengan menjalankan ibadah sesuai agamanya dan rutin. Hampir semua subjek penelitian menempati rumah dengan konstruksi yang permanen dan dindingnya sudah tembok semua. Demikian pula lantainya sudah keramik
atau
plesteran
semua.
Hampir
semua
rumah
subjek
penelitian
pencahayaannya sudah memadai, sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah karena senuamya sudah ada jendela, hanya satu rumah yang kurang pencahayaan dari sinar matahari karena minimnya jendela. Terapat satu rumah yang sangat padat, karena satu rumah dihuni 14 orang, tetapi semua rumah tidak lembab. Sebagian besar subjek penelitian telah memelihara kebersihan rumah, hanya dua rumah yang kelihatan kurang bersih karena banyak barang bekas yang tidak terpakai berserakan, serta kotoran ayam yang berceceran di depan rumah. Kondisi rumah tersebut masih memungkinkan mendukung penularan penyakit tuberkulosis karena tuberkulosis mudah menular pada orang yang tinggal di rumah yang padat penghuni, kurang sinar matahari dan sirkulasi udaranya buruk, namun jika ada cukup cahaya dan sirkulasi, maka kuman tuberkulosis hanya dapat bertahan selama 1-2 jam (Yoga Tjandra, 2007). Hasil pemeriksaan tb paru pada kontak serumah, semuanya negatif, hanya ada yang batuk flu pada saat penelitian. Sedangkan penderita tb paru sudah ada yang mulai menunjukkan ke arah kesembuhan. 5.2 Pengetahuan orang kontak serumah tentang tb paru Sebagian besar orang kontak serumah telah mengetahui tentang penyakit tb paru dengan menyebutkan penyakit tersebut adalah penyakit menular, penyakit paru, dan 23
batuk-batuk. Namun masih ada dua subjek penelitian yang menjawab tidak tahu tentang tuberkulosis. Sebagian besar informan tidak mengetahui penyebab penyakit tuberkulosis, hanya sebagian kecil yang tahu, itupun hanya menyebutkan penyebabnya adalah bakteri dan akibat ada penderita lain yang menular. Berkaitan dengan gejala dan tanda penyakit tuberkulosis, hampir semua orang kontak serumah sudah mengetahuinya dengan menyebutkan seperti batuk berkepanjangan, panas dan demam, tidak mau makan, dan berat badan menurun. Sebagian besar orang kontak serumah sudah mengetahui cara penularan dan pengobatan tuberkulosis. Mereka menyebutkan bahwa penularan tuberkulosis menular lewat udara, kontak langsung, dan bicara berdekatan dengan penderita. Pengobatan tuberkulosis yang disebutkan oleh subjek penelitian adalah dengan berobat rutin, minum obat rutin dan menuruti kata dokter sampai selesai. Namun masih ada informan yang menyebutkan dengan minum jamu dulu baru ke dokter. Hampir semua orang kontak serumah mengetahui cara pencegahan tuberkulosis, mereka menyebutkan tuberkulosis dapat dicegah dengan meningkatkan kekebalan tubuh, olahraga, kalau pagi ventilasi dibuka, kalau batuk ditutup, tidak boleh merokok, makan buah, minum vitamin, dan memakai masker. Sebagian besar tahu bahwa penderita tuberkulosis memerlukan pendamping minum obat (PMO) dengan alasan karena pengobatan tuberkulosis tidak boleh berhenti minum obat dan untuk mengingatkan minum obat. Namun masih ada dua orang yang menyatakan bahwa penderita tidak perlu PMO karena berpendapat penderita sudah ingat sendiri. Sebagian besar informan sudah mengetahui pengelolaan sputum dari penderita tuberkulosis; sputum ditempatkan di tempat khusus terus ditutup dan jika di kamar mandi disiram, kalau bisa di bawah sinar matahari. Ada juga yang berpendapat dahak dibuang di closet atau toilet setelah itu diguyur dan diberi karbol. Belum semua orang kontak serumah mengetahui cara mendeteksi seseorang terkena tuberkulosis, sebagian besar sudah tahu yaitu batuk tidak sembuh-sembuh, terus ada darahnya, dirongent di rumah sakit, dan badannya kurus. Tingkat pengetahuan orang kontak serumah yang sudah tergolong baik ini dapat dimanfaatkan untuk mendampingi penderita tuberkulosis. Salah satu keberhasilan program pengobatan tuberkulosis adalah dengan peningkatan pengetahuan (Dyah Wulan Sumekar, 2014).
24
5.3 Potensi orang kontak serumah sebagai peer support. Potensi orang kontak serumah sebagai peer support digali dari tanggapan informan terhadap anggota keluarga yang menderita tuberkulosis, perannya dalam pengobatan, dukungannya dalam pengobatan, kemudahan transportasi, kemudahan komunikasi, dan kemudahan dengan akses pelayanan, dan rencana ke depan selain pengetahuan informan tentang tuberkulosis. Informasi yang diperoleh terdapat keberagaman antar informan tentang tanggapan terhadap anggota keluarga yang terkena tuberkulosis. Ada dua informan yang takut dan kaget karena menyesal tidak dari dulu dibawa ke balai pengobatan paru. Ada yang merasa hal tersebut bukan masalah karena sudah pasrah terserah rumah sakit saja. Ada seorang informan yang sedih dan prihatin karena mau periksa tapi tidak punya uang dan waktu. Kemudian ada juga yang peduli dengan sakitnya penderita dan mendukung pengobatannya dengan memberi motivasi dan bersabar. Semua informan sudah ikut berperan dalam pengobatan anggota keluarganya yang terkena tuberkulosis. Perannya antara lain menyiapkan obat untuk diminum, memberi support, memberi dorongan kalau minum obat memang kadang efek sampingnya, mengingatkan minum obat, mengingatkan kapan mengambil obat di puskesmas, melarang pergi malam hari, menyuruh minum vitamin, mengantar berobat, memeriksakan ke dokter, berdoa, meminta dukungan ke teman karena merasa ikut bertanggungjawab, mengingatkan dan memasak makanan kesukaan penderita biar cepat sembuh, mengambilkan obat di puskesmas, memberi tanda pada kalender kapan harus periksa dan ambil obat lagi. Bentuk dukungan dalam pengobatan penderita tuberkulosis yang dilakukan oleh informan adalah selalu mendampingi atau menemani saat pengobatan, mencari iformasi tetang tuberkulosis multidrug resistance di televisi, memberi uang untuk berobat di balai pengobatan paru, menyuruh makan kalau susah makan, dukungan doa dan selalu mengingatkan minum obat, memberi support biar tidak stres, meningatkan kalau pergi harus memakai masker, kalau batuk ditutup, dan memberi semangat dengan menakut-nakuti dengan memberi contoh penyakit tersebut tidak sembuhsembuh sampai kurus kering. Sebagian informan mempunyai keyakinan bahwa kesehatan adalah hal yang utama karena dengan kesehatan dapat melakukan segala aktifitas. Namun demikian hampir
25
separuh informan berpendapat yang penting adalah pendidikan karena dengan pendidikan dapat memperoleh pekerjaan yang layak. Sarana pendukung yang menjadi potensi semua orang kontak serumah adalah kepemilikan alat transportasi minimal sepeda motor, ada juga yang mempunyai mobil tetapi ada satu yang hanya mempunyai sepeda. Semua orang kontak serumah telah mempunyai handphone sebagai alat komunikasi
dan mudah mengakses layanan
kesehatan karena jaraknya dekat dan trasnportasi mudah. Lebih dari separuh informan belum mempunyai asuransi sedangkan yang lain ikut BPJS. Sebagian besar informan mempunyai rencana ke depan akan selalu memberi support sampai pengobatan penderita tb paru selesai dan sembuh, tetap mengingatkan pengobatan penderita, dan semakin memberi semangat dan motivasi.
5.4 Potensi dukungan teman sebaya Teman sebaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sesama penderita tuberkulosis. potensi yang ada pada penderita tuberkulosis adalah sebagian besar sudah mengetahui dengan baik tentang seputar tuberkulosis meliputi penyebab, gejala, cara dan kedisiplinan pengobatan, cara penularan, cara pencegahan, pengelolaan dahak, perilaku batuk, dan upaya perawatan. Masih ada dua penderita tuberkulosis yang tidak mempunyai PMO. Mereka juga mempunyai sarana-sarana seperti yang dimiliki oleh orang kontak serumah.
5.5 Masalah dan kendala yang dihadapi orang kontak serumah Dari data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan masalah dan kendala yang dihadapi orang kontak serumah. Hal tersebut meliputi: a. Pengetahuan tentang tb paru masih kurang. b. Keterampilan tentang teknik pemberian dukungan dan pendampingan belum sepenuhnya baik sesuai kebutuhan penderita. c.
Belum mempunyai investasi dan perencanaan pembiayaan berkaitan pengobatan penderita tuberkulosis.
d. Keyakinan akan kesehatan adalah modal utama dalam beraktifitas belum sepenuhnya baik. e. Perilaku menjaga kebersihan lingkungan rumah belum.
26
f. Pengetahuan tentang perawatan penderita termasuk intake gizi penderita tb paru belum baik. g. Keterampilan deteksi dini penyakit tb paru belum. h. Informasi tentang seputar tb paru diperoleh hanya dari media televisi dan bersamaan PKK sehingga informasi secara akurat dan kontinyu belum dapat diakses orang kontak serumah.
5.6 Rancangan model orang kontak serumah sebagai peer support Memperhatikan kondisi penderita tb paru, potensi orang kontak serumah, dan kendala serta masalah yang dimiliki orang kontak serumah, maka rancangan model orang kontak serumah sebagai peer support bagi penderita secara garis besar adalah sebagai: a. Persyaratan orang kontak serumah sebagai peer support. 1. Mempunyai komitmen dan tanggungjawab yang tinggi untuk membantu suksesnya pengobatan penderita tuberkulosis. 2. Mempunyai pengetahuan yang baik tentang penyakit tuberkulosis dan penanganannya. 3. Orang kontak serumah dianggap sebagai panutan atau yang dianggap penting dalam kehidupan penderita tuberkulosis. 4. Mempunyai pendidikan yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas sebagai peer support.
b. Target yang harus dicapai oleh orang kontak serumah sebagai peer support. 1. Tuntasnya pengobatan penderita tuberkulosis sesuai rekomendasi petugas kesehatan. 2. Terdeteksinya penderita tuberkulosis paru di antara anggota keluarga sendiri dan tetangga sekitar. 3. Pencegahan penularan penyakit tb paru di dalam keluarga. c. Peran yang harus dilakukan oleh orang kontak serumah sebagai peer support. 1. Sebagai motivator bagi penderita tb paru 2. Sebagai pengawas pengobatan penderita tb paru 3. Sebagai petugas deteksi dini penyakit tb paru di keluarga dan tentangga sekitar 4. Sebagai manajer penderita penyakit tb paru. 27
d. Kegiatan yang harus dilakukan oleh orang kontak serumah sebagai peer support. 1. Memberikan nasihat dan penguatan bagi penderita tb paru. 2. Melakukan pengawasan jadwal pengobatan dan saat minum obat dari penderita tb paru. 3. Melakukan pengawasan gizi penderita tb paru. 4. Melakukan pengawasan perilaku penderita dalam batuk dan pengelolaan dahaknya. 5. Melakukan pengawasan terhadap kondisi rumah yang dapat mempengaruhi pengobatan atau penularan dari penderita tb paru. 6. Melakukan konsultasi dengan petugas kesehatan jika ditemui masalah atau hambatan dalam pengobatan penderita. 7. Memberikan fasilitas yang diperlukan penderita dalam menjalani program pengobatan. 8. Memastikan penderita tb paru agar dapat mengakses pengobatan. 9. Mengatur ketersediaan semua pembiayaan yang dibutuhkan penderita dalam pengobatannya. 10. Melakukan deteksi dini terhadap anggota keluarga dan tetangga sekitar jika ada indikasi tertular penyakit tb paru. 11. Melakukan edukasi terhadap penderita, anggota keluarga, dan tetangga tentang tb paru
e. Sarana yang perlu disediakan untuk mendukung kegiatan orang kontak serumah sebagai peer support. 1. Media informasi tentang tb paru yang akurat dan mudah dipahami. 2. Media monitoring program pengobatan penderita tb paru 3. Instrumen deteksi dini penyakit tb paru 4. Media edukasi penyakit tb paru
f. Peran institusi kesehatan (puskesmas atau dinas kesehatan) dalam mendukung kegiatan orang kontak serumah sebagai peer support. 1. Sebagai fasilitator peningkatan kapasitas orang kontak serumah sebagai peer support. 28
2. Sebagai fasilitator upaya pengobatan dan upaya pencegahan tb paru
5.7 Buku Panduan Orang Kontak Serumah sebagai peer support Buku panduan Orang Kontak Serumah Sebagai Peer Support Bagi Penderita Tuberkulosis ini dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai panduan bagi orang yang kontak serumah dengan penderita penyakit tuberkulosis dalam mendampingi penderita. Buku panduan ini berisi tentang penyakit tuberkulosis, persyaratan orang kontak serumah dengan peer support, target kerja peer support, peran peer support, kegiatan peer support, sarana pendukung kegiatan peer support, dan peran institusi kesehatan dalam program penanggulangan penyakit tuberkulosis khususnya penguatan pengobatan dan pencegahan penularan.
29
BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA Rencana tahap selanjutnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 2 Rencana Tahap Selanjutnya pada Tahun Ke-2 No
Kegiatan
Target
Waktu s/d
1
Tersedianya buku Bulan ke-1 Persiapan sarana dan instrumen pedoman, instrumen minggu ke 2 untuk pelaksanaan model monitoring dan evaluasi kegiatan (peer support) uji coba
Uji coba siap Bulan ke-1 dilaksanakan dengan minggu ke-4 terpilihnya orang kontak serumah sebagai peer support
s/d
2
Sosialisasi penerapan model kepada sasaran yaitu, penderita tb paru, keluarga serumah, dan petugas puskesmas
Pelaksanaan intervensi (kegiatankegiatan kelompok dukungan teman sebaya) melalui kooordinasi antara tim peneliti, orang kontak serumah, penderita tb paru, dan kader petugas. Pada tahap ini orang kotak serumah melakukan pendampingan tiap bulan selama 6 bulan kepada penderita Tb paru
Terlaksananya Bulan Ke-2 pengobatan yang tuntas bulan ke-8 dari penderita tb paru, diagnosis dini dan edukasi oleh peer support.
s/d
3
4
Monitoring terhadap pelaksanaan Berjalannya uji coba dengan baik
5
Evaluasi terhadap orang kontak serumah dan penderita tb paru mengenai tingkat pengetahuan, tingkat kepatuhan pengobatan, praktik pencegahan penularan, serta mengevaluasi angka kejadian tb paru di wilayah puskesmas mijen
6
Laporan dan Publikasi
coba Bulan Ke-2 bulan ke-8
s/d
Pengukuran perubahan Bulan Ke-2 tingkat pengetahuan, bulan ke 8 tingkat kepatuhan pengobatan, praktik pencegahan penularan, serta mengevaluasi angka kejadian tb paru di wilayah puskesmas mijen Publikasi jurnal Bulan ke-9 terakreditasi
dan
30
uji
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Subjek penelitian orang kontak serumah sebagian besar adalah suami atau istri dari penderita tuberkulosis, hanya ada satu seorang ibu dari penderita. Sebagian besar hanya mencapai pendidikan tingkat menengah. tingkat ekonomi sebagian besar subjek penelitian adalah menengah ke bawah. Hubungan sosial antar anggota keluarga
dari subjek penelitian sangat baik, saling menyayangi, dan peduli.
Sebagian besar orang kotak serumah ikut aktif dalam kegiatan sosial. Hampir semua subjek penelitian menempati rumah dengan konstruksi yang permanen dan dindingnya sudah tembok semua. Sebagian besar subjek penelitian telah memelihara kebersihan rumah, hanya dua rumah yang kelihatan kurang bersih. Pengetahuan orang kotak serumah tentang tb paru masih kurang baik. 2. Potesi orang kontak serumah sebagai peer support antara lain; Perannya antara lain menyiapkan obat untuk diminum, memberi support, memberi dorongan kalau minum obat memang kadang efek sampingnya, mengingatkan minum obat, mengingatkan kapan mengambil obat di puskesmas, melarang pergi malam hari, menyuruh minum vitamin, mengantar berobat, memeriksakan ke dokter, berdoa, meminta dukungan ke teman karena merasa ikut bertanggungjawab, mengingatkan dan memasak makanan kesukaan penderita biar cepat sembuh, mengambilkan obat di puskesmas, memberi tanda pada kalender kapan harus periksa dan ambil obat lagi. Bentuk dukungan dalam pengobatan penderita tuberkulosis yang dilakukan oleh informan adalah selalu mendampingi atau menemani saat pengobatan, mencari iformasi tetang tuberkulosis multidrug resistance di televisi, memberi uang untuk berobat di balai pengobatan paru, menyuruh makan kalau susah makan, dukungan doa dan selalu mengingatkan minum obat, memberi support biar tidak stres, meningatkan kalau pergi harus memakai masker, kalau batuk ditutup, dan memberi semangat dengan menakut-nakuti dengan memberi contoh penyakit tersebut tidak sembuh-sembuh sampai kurus kering. 3. Buku panduan orang kontak serumah berisi tentang
penyakit tuberkulosis,
persyaratan orang kontak serumah dengan peer support, target kerja peer support, peran peer support, kegiatan peer support, sarana pendukung kegiatan peer 31
support, dan peran institusi kesehatan dalam program penanggulangan penyakit tuberkulosis khususnya penguatan pengobatan dan pencegahan penularan. 7.2 Saran 1. Pemilihan orang kontak serumah yang akan menjadi peer support harus mempertimbangkan status dalam keluarga, pengetahuan tentang tuberkulosis, potensi suberdaya seperti pendapatan, kepemilikan sarana transportasi, dan motivasi mendampingi penderita. 2. Orang kontak serumah yang akan menjadi peer support harus ditingkatkan pengetahuannya tentang tuberkulosis paru. 3. Buku pedoman orang kontak serumah yang sudah disusun masih memerlukan monitoring dan masukan pada saat uji coba di tahun ke-2.
32
DAFTAR PUSTAKA Andarini, Sri I, Suharyo 2012. Kadar Interferon Gamma pada Kontak Serumah dengan Penderita Tuberkulosis, Jurnal “Kesmas” Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol 6, nomor 5, April 2012 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular.1997. Modul Pelatihan Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Tingkat Puskesmas. Depkes RI. Jakarta Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2012, Profil Kesehatan Kota Semarang 2011, Semarang Ditjen PPM & PLP Depkes RI. 1997. Tatalaksana Pengobatan. Jakarta: pelatihan Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis tingkat Puskesmas.; modul 4: 1-41 Dyah Wulan Sumekar, 2014, Peningkatan Determinan Sosial dalam Menurunkan Kejadian Tuberkulosis Paru, Jurnal KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, vol. 9, no. 1, Agustus 2014 p. 39-43 Helper, Sahat P.M, 2010, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tb Paru dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan, 9 (4), p. 1340-1346 Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. ECG, Jakarta Niniek L P, Betty R, dan Rachmat H, 2012, Faktor Determinan Budaya Kesehatan dalam Penularan Penyakit Tb Paru, Jurnal Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, vol. 15, no. 1, Januari 2012, p. 26-37 Singh MM. 1999. Immunology of tuberculosis an update. New Delhi: Ind J Tub; Sarafino, E.P. 1994. Health Psychology: Biopsychological Interaction. Kanada: John Wiley & Sons, Inc. Suharyo. 2013. Determinasi Penyakit Tuberkulosis Di Daerah Pedesaan. Jurnal KEMAS Vol. 9 No.1. http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/2834. diunduh tanggal 22 April 2014 World Health Organization (WHO). 2000. Global Tuberculosis Control. WHO Report WHO. Geneva WHO. 2012. WHO Report 2012-Global Tuberculosis Control. . www.who.int/tb/data. diunduh tanggal 22 Maret 2013. WHO.WHO Report 2013-Global Tuberculosis Control. www.who.int/tb/data. diunduh tanggal 31 Oktober 2013 WHO. 2011 WHO Report 2011-Global Tuberculosis Control. . www.who.int/tb/data. diunduh tanggal 12 Januari 2012 33
WHO, 2015, WHO Report 2014-Global Tuberculosis Control. www.who.int/tb/data. diunduh tanggal 20 Agustus 2015 Yoga. Tjandra. 1999. Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Permasalahannya, Lab. Mikrobiologi RSUP Persahabatan. Jakarta Yoga Tjandra, 2007, Diagnosis TB pada Anak Lebih Sulit, Depkes RI, Jakarta
34
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1. Instrumen Penelitian
SURAT PERSETUJUAN Yang bertanda tangan di bawah ini: ID No
: …………………………
Nama
: …………………………
Umur
: …………………………
Alamat
: ………………………….
Menyadari manfaat dan risiko penelitian tersebut di bawah ini berjudul “MODEL PENGEMBANGAN ORANG KONTAK SERUMAH SEBAGAI PEER
SUPPORT DALAM MENURUNKAN ANGKA KEJADIAN PENYAKIT TB PARU” Maka pada hari ini …………………, tanggal ………, bulan …………….., tahun 2015, Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan sebagai responden dengan catatan bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini.
Mengetahui
Yang menyetujui
Penanggungjawab penelitian
Responden
Suharyo, M.Kes
(…………………………………………)
Saksi pihak peneliti
Saksi pihak responden
(………………………………………)
(…………………………………………)
35
PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN “MODEL PENGEMBANGAN ORANG KONTAK SERUMAH SEBAGAI PEER
SUPPORT DALAM MENURUNKAN ANGKA KEJADIAN PENYAKIT TB PARU” Saya dan keluarga saya (Suami/Isteri/Anak/Saudara) yang bertanda tangan di bawah ini, diminta untuk memberikan jawaban atas beberapa pertanyaan dan mengijinkan pemeriksaan kesehatan atas diri saya berkaitan dengan penelitian untuk mengetahui keadaan perkembangan kesehatan terhadap diri saya.
Saya mengetahui bahwa: 1. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perkembangan kesehatan diri saya akibat tinggal serumah dengan penderita TB paru. 2. Saya akan bersedia menjawab semua pertanyaan yang diajukan pada diri saya sehubungan dengan penelitian tersebut. 3. Saya akan bersedia menjalankan pemeriksaan kesehatan sehubungan dengan penelitian tersebut. 4. Saya akan patuh pada nasihat dan pengobatan yang diberikan pada diri saya. 5. Hasil penelitian ini akan berguna untuk diri saya dan untuk kepentingan perkembangan pelayanan pencegahan dan pengobatan TC paru 6. Hasil penelitian atas diri saya akan dirahasiakan oleh peneliti. 7. Keikutsertaan saya dalam penelitian ini adalah sukarela 8. Apabila dalam pelaksanaan penelitian ini saya merasa tidak puas atas perlakuan pada diri saya, saya diperkenankan mengundurkan diri.
Demikian saya telah membaca penyataan ini.
36
FORMULIR IDENTITAS SUBJEK PENELITIAN MODEL PENGEMBANGAN ORANG KONTAK SERUMAH SEBAGAI PEER SUPPORT DALAM MENURUNKAN ANGKA KEJADIAN PENYAKIT TB PARU
Orang (> 15 tahun) yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru minimal 16 bulan Lama Kontak
: ………………tahun
Hubungan dengan penderita : …………… Tidur dengan penderita
: sekamar/tidak sekamar
Penderita Tb paru A. Identitas 1. Nomor Responden
: ……………………..
2. Nama
: ……………………..
3. Umur
: ……………………..
4. Alamat
: ……………………..
5. Tempat berobat (bagi penderita)
: ……………………..
6. Puskesmas pengawas: …………………….. 7. Pendidikan
: 1. Tak sekolah
4. SLTP/sederajat
2. Tak lulus SD
5. SMU/sederajat
3. SD/sederajat
6. D3/lebih tinggi
8. Hasil pemeriksaan BTA Positif: ....................................... 9. Hasil Pemeriksaan Klinis
: ............................................
37
KISI-KISI PANDUAN FOCUS GORUP DISCUSSION MODEL PENGEMBANGAN ORANG KONTAK SERUMAH SEBAGAI PEER SUPPORT DALAM MENURUNKAN ANGKA KEJADIAN PENYAKIT TB PARU Subjek Penelitian Orang Kontak Serumah 1.
Apa yang anda ketahui tentang penyakit tuberkulosis?
2.
Bagaimana cara penularan tuberkulosis?
3.
Bagaimana cara mengetahui seseorang terkena penyakit tuberkulosis?
4.
Bagaimana gejala dan tanda penyakit tuberkulosis?
5.
Bagaimana cara pengobatan penyakit tuberkulosis?
6.
Bagaimana cara pencegahan penyakit tuberkulosis?
7.
Bagaimana tanggapan anda terhadap keluarga anda yang menderita tb paru?
8.
Apakah anda sudah ikut berperan membantu program pengobatan penyakit tb paru keluarga anda? Mengapa demikian? Apa yang sudah anda lakukan?
9.
Apa yang dapat anda lakukan untuk mendukung program pengobatan penyakit tb paru? Mengapa demikian?
10. Bagaimana rencana ke depan anda dalam menyikapi keluarga yang menderita tb paru?
38
KISI-KISI PANDUAN FOCUS GORUP DISCUSSION MODEL PENGEMBANGAN ORANG KONTAK SERUMAH SEBAGAI PEER SUPPORT DALAM MENURUNKAN ANGKA KEJADIAN PENYAKIT TB PARU Subjek Penelitian Penderita Tb Paru 1. Apa yang anda ketahui tentang penyakit tuberkulosis? 2. Bagaimana cara penularan tuberkulosis? 3. Bagaimana cara mengetahui seseorang terkena penyakit tuberkulosis? 4. Bagaimana gejala dan tanda penyakit tuberkulosis? 5. Bagaimana cara pengobatan penyakit tuberkulosis? 6. Bagaimana cara pencegahan penyakit tuberkulosis? 7. Apakah anda dapat menjaga keteraturan berobat? Mengapa demikian? 8. Permasalahan apa yang anda hadapi dalam program pengobatan penyakit tb paru anda? Mengapa demikian? 9. Bagaimana peran keluarga dalam mendukung program pengobatan penyakit tb paru anda? Mengapa demikian? 10. Apa yang anda harapkan dari keluarga dalam mendukung program pengobatan penyakit tb paru anda?
39
KISI-KISI PANDUAN WAWANCARA MENDALAM MODEL PENGEMBANGAN ORANG KONTAK SERUMAH SEBAGAI PEER SUPPORT DALAM MENURUNKAN ANGKA KEJADIAN PENYAKIT TB PARU Subjek Penelitian Petugas Puskesmas 1. Apa saja yang telah dilakukan oleh puskesmas dalam menangani permasalahan tuberkulosis? Alasannya? 2. Permasalahan apa yang anda hadapi dalam pelaksanakan program penanggulangan penyakit tb paru anda? Mengapa demikian? 3. Bagaimana peran keluarga dalam mendukung program pengobatan penyakit tb paru? Mengapa demikian? 4. Apa yang anda harapkan dari keluarga penderita dalam mendukung program pengobatan penyakit tb paru?
40
KISI-KISI PANDUAN FGD PERANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN ORANG KONTAK SERUMAH SEBAGAI PEER SUPPORT DALAM MENURUNKAN ANGKA KEJADIAN PENYAKIT TB PARU Sasaran: 1. Kepala Puskesmas 2. Petugas Program TB 3. Peneliti (Ketua & Anggota) 4. Orang Kontak Serumah dengan Penderita
Materi yang digali 1. Apa yang diperlukan untuk menjadi pendamping penderita tuberkulosis? 2. Materi tuberkulosis yang diperlukan peer support? 3. Kelengkapan instrumen/formulir yang diperlukan? 4. Penampilan dan format buku pedoman yang sesuai?
41
Lampiran 2. Personil Penelitian No
Nama/NIDN
Instansi Asal
Bidang Ilmu
1
Suharyo, S.KM,M.Kes/ 0618057918
Prodi Kesehatan Kesehatan Masyarakat Masyarakat, UDINUS
2
Kismi Mubarokah, Prodi Promosi S.KM, M.Kes/ Kesehatan Kesehatan 0614048401 Masyarakat, UDINUS
8
3
Kristina Arum (mahasiswa/asiste n)
Prodi Kesehatan Kesehatan Masyarakat Masyarakat, UDINUS
4
4
Aprilia (mahasiswa/asiste n)
Prodi Kesehatan Kesehatan Masyarakat Masyarakat, UDINUS
4
42
Alokasi Waktu (jam /minggu) 8
Uraian Tugas
∑ Berkoordinasi dengan pihak kecamatan ∑ Menyiapkan Instrumen penelitian ∑ Mengkoordinasi kegiatan FGD ∑ Memimpin FGD ∑ Membuat buku pedoman model peer support ∑ Membuat laporan & artikel ∑ Menyiapkan persyaratan ethical clearance ∑ Berkoordinasi dengan pihak lapangan ∑ Mengkoordinasi peserta ∑ Mengkoordinasi proses pengambilan data (wawancara) ∑ Membantu proses FGD ∑ Membantu membuat sajian data hasil FGD ∑ Mendokumentasi administrasi keuangan ∑ Mengurus perijinan ∑ Menyiapkan tempat dan kelengkapan FGD ∑ Membantu merekap data hasil FGD ∑ Mengurus dokumentasi ∑ Menyiapkan transportasi ∑ Mengurus ethical cearance ∑ Menyiapkan tempat dan kelengkapan FGD ∑ Membantu merekap data hasil FGD ∑ Mengurus dokumentasi
Lampiran 3. Publikasi
43
POTENSI ORANG KONTAK SERUMAH SEBAGAI PEER SUPPORT DALAM MENURUNKAN ANGKA KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Suharyo1, Kismi Mubarokah2 1,2
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro, Semarang, Indonesia
[email protected],
[email protected]
Abstract— The eradication of tuberculosis in Indonesia was begin since 1950. According to WHO recomendation in 1986, the duration of treatment was changed from 12 months become 6-9 months. It was affected adherence tuberculosis treatment. So it could increase the risk of drug’s resistance and disease transmission. In 2013, there were 136.412 drug’s resistance cases in the world. In Indonesia about 2% from the number 680.000. was estimated patient getting drug’s resistance. The existance of supervisor treatment was beccome a pillar which hopefully could contribute to prevent drug’s resistance. The research aim to analyze the potency of household contacts as their peer suppor to decrease the tuberculosis incidence through adherence tuberculosis treatment. The research was conducted by qualitative approach. The informans the household contact and patient who doing treatment. The data collected by focused group discussion and analyze by containt analysis. The results showed that the potency of household contacts as peer support included support on treatment, strengthen the treatment, supply the facillities, vitamins, nutrition food, and motivation reinforcement. Based on the data, the household contact can be empowered to became peer support to increase patient adherence to tuberculosis treatment. Keywords—Household Contact, Peer Support, Tuberculosis Patient (key words)
44
PENDAHULUAN Berdasarkan data WHO Global Report 2012, Indonesia berada di peringkat ke-9 dari 27 negara dengan beban MDR TB (Multi Drug Resistant Tuberculosis) terbanyak di dunia. WHO menyatakan insidens TB-MDR meningkat secara bertahap rerata 2% per tahun. Diperkirakan pasien MDR TB di Indonesia mencapai 6.620 orang. Rinciannya, MDR TB di antara TB kasus baru 5.700 kasus dan MDR TB di antara kasus TB yang pernah mendapat pengobatan 920 kasus [1]. Hingga tahun 2012, tercatat terjaring 4.297 suspek MDR TB dengan 1.005 pasien. Salah satu penyebabnya adalah ketidak patuhan penderita dalam minum obat. Indonesia menempati urutan ke tiga jumlah kasus tuberkulosis setelah India dan Cina dengan jumlah sebesar 700 ribu kasus. Angka kematian masih sama dengan tahun 2011 sebesar 27 per 100.000 penduduk, tetapi angka insidennya turun menjadi 185 per 100.000 penduduk di tahun 2012 [2]. Pada tahun 2013, di dunia terdapat 136.412 kasus resistensi dan di Indonesia diestimasikan hampir 2% dari 680.000 penderita tuberkulosis [3]. Salah satu pilar penanggulangan penyakit tuberkulosis dengan startegi DOTS adalah dengan penemuan kasus sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk mengefektifkan pengobatan penderita dan menghindari penularan dari orang kontak yang termasuk subclinical infection. Kenyataannya di Kota Semarang, data menunjukkan jumlah penemuan kasus suspect masih jauh dari target. Sejak tahun 2009 sampai tahun 2011 kuartil ke 1, angka pencapaian penemuan suspect hanya berkisar 53% [4]. Salah satu yang dibutuhkan penderita Tb paru selain ketersediaan obat dan fasilitas kesehatan yang terjangkau juga membutuhkan adanya dukungan sosial untuk mengurangi beban ganda baik ekonomi, stigma yang buruk, dan permasalahan ketidaktahuan tentang Tb paru yang dialaminya. Sebagai penderita Tb paru, mereka dapat memperoleh dukungan sosial dari berbagai sumber, seperti keluarga, guru, orang tua, dan teman sebayanya yang sesama penderita Tb paru. Namun Peran tokoh masyarakat di pedesaan belum menunjang program pencegahan dan penanggulangan penyakit Tb paru. Sedangkan peran petugas kesehatan (koordinator Tb paru) masih terbatas melaksanakan pengobatan, penyuluhan, dan belum melaksanakan pencarian kasus baru secara aktif [5]. Oleh karena itu, informasi tentang potensi orang kontak serumah sebagai peer support bagi penderita tuberkulosis adalah penting untuk pengembangan program penguatan pengobatan tuberkulosis yang tuntas.
45
METODE Informasi mengenai orang kontak serumah sebagai peer support diperoleh dari penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Informasi tersebut meliputi karakteristik individu, pengetahuan tentang tuberkulosis, dan potensi dukungan teman sebaya. Wawancara mendalam dilakukan guna menggali informasi orang kontak serumah dan penderita tb paru. orang kontak serumah dipilih secara subyektif dengan kriteria telah tinggal serumah dengan penderita Tb paru minimal 1 tahun, mampu berkomunikasi dengan baik, berumur > 15 tahun, tidak sedang mengalami sakit berat dan bersedia menjadi subjek penelitian. Ditemukan 7 penderita aktif dalam pengobatan tb paru, sehingga orang kontak serumah pun diambil 7 orang sesuai kriteria. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik content analysis.
HASIL DAN PEMBAHASAN Usia penderita tb paru sebagian besar berkisar antara umur 30–60 tahun, hanya 1 satu orang yang masih remaja yang berumur 18 tahun. Dua diantara tujuh penderita tb paru berjenis kelamin perempuan yang sebagian besar lainnya laki-laki. Ditinjau dari pekerjaannya, sebagian besar penderita tb paru tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga. Hanya ada 2 penderita yang berprofesi sebagai pekerja swasta di perusahaan mebel dan 1 orang yang masih pelajar SMA. Sebagian besar penderita hanya berpendidikan tingkat menengah, ada 1 orang yang tidak sekolah dan seorang lulusan perguruan tinggi. Sebagian besar penderita tb paru tersebut merupakan penderita baru di tahun 2015. Gambaran karakteristik penderita tb paru menurut umur dan jenis kelamin tersebut tidak jauh berbeda dengan gambaran tb paru di dunia. Disebutkan bahwa pada tahun 2013, sebagian besar penderita tb paru berumur antara 35 – 55 tahun dan yang terbesar terjangkit pada laki-laki [3]. Penyakit tuberkulosis akan menjadi beban ganda pada sebagian penduduk karena berdampak pada ekonomi, apalagi pada mereka yang tidak bekerja dan berpendidikan rendah. Kondisi ini rupanya belum berubah selama 5 tahun terakhir. Sebagian besar pendidikan SD/sederajat pada kelompok penderita lebih besar (32.4%) dibanding pada kelompok yang tidak terpapar tb paru (0.0%) [6]. Subjek penelitian orang kontak serumah
sebagian besar umurnya di atas 50 tahun.
Sebagian besar hanya mencapai pendidikan tingkat menengah. Sebagian subjek penelitian orang kontak serumah berjenis kelamin perempuan, laki-lakinya hanya dua orang. Penderita tb paru 46
tinggal serumah dengan anggota keluarga lainnya paling banyak 14 orang dalam satu rumah dan sebagian besar tinggal serumah dengan 4-6 anggota keluarga lainnya. Diketahui bahwa tingkat ekonomi sebagian besar subjek penelitian adalah menengah ke bawah. Pendapatannya sebagian besar kurang dari 2 juta per bulan. Meski demikian, semua subjek penelitian telah dapat memenuhi kebutuhan gizinya dengan cukup, tiap harinya makan minimal 3 kali. Menu makanannya pun cukup bervariasi nasi, sayur, dan lauk pauk adalah menu wajib, sedangkan buah dan susu hanya sebagian kecil yang mengkonsumsi, itupun jarang. Kelas sosial berpengaruh terhadap kejadian penularan tuberkulosis, pada keluarga yang tidak mempunyai sumber daya produktif berisiko tertular tuberkulosis 7,2 kali lebih besar dibanding keluarga yang mempunyai sumber daya produktif [7]. Karakteristik orang kontak serumah dengan penderita tb paru sudah termasuk usia produktif, potensi ini dapat dimanfaatkan dalam kemampuan ekonomi. Melihat pendapatan dan kemampuan memenuhi kebutuhan pangan, maka orang kontak serumah mempunyai potensi yang besar dapat membantu penderita tuberkulosis secara material. Keluarga yang mempunyai pendapatan yang lebih tinggi akan lebih mampu untuk membeli makanan yang jumlah dan kualitasnya memadai bagi keluarganya, serta mampu membiayai pemeliharaan kesehatan yang mereka perlukan [8]. Hubungan sosial antar anggota keluarga
dari subjek penelitian sangat baik, saling
menyayangi, dan peduli. Ketika ada anggota keluarga yang sakit maka diminta untuk periksa. Pengambil keputusan dalam keluarga menurut informan hampir merata antara bapak atau kepala rumah tangga, ibu, dan melalui musyawarah. Pemilihan sebagai pendamping minum obat bagi pederita tuberkulosis perlu disesuaikan dengan struktur sosial daerah setempat [9]. Oleh karena itu suami atau istri dapat dijadikan alternatif menjadi peer support. Hampir semua subjek penelitian menempati rumah dengan konstruksi yang permanen dan dindingnya sudah tembok semua. Demikian pula lantainya sudah keramik atau plesteran semua. Hampir semua rumah subjek penelitian pencahayaannya sudah memadai, sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah karena senuamya sudah ada jendela, hanya satu rumah yang kurang pencahayaan dari sinar matahari karena minimnya jendela. Terdapat satu rumah yang sangat padat, karena satu rumah dihuni 14 orang, tetapi semua rumah tidak lembab. Kondisi rumah tersebut masih memungkinkan mendukung penularan penyakit tuberkulosis karena tuberkulosis mudah menular pada orang yang tinggal di rumah yang padat penghuni, kurang sinar matahari dan sirkulasi 47
udaranya buruk, namun jika ada cukup cahaya dan sirkulasi, maka kuman tuberkulosis hanya dapat bertahan selama 1-2 jam [10]. Sebagian besar orang kontak serumah telah mengetahui tentang penyakit tb paru dengan menyebutkan penyakit tersebut adalah penyakit menular, penyakit paru, dan batuk-batuk. Namun masih ada dua subjek penelitian yang menjawab tidak tahu tentang tuberkulosis. Sebagian besar informan tidak mengetahui penyebab penyakit tuberkulosis, hanya sebagian kecil yang tahu, itupun hanya menyebutkan penyebabnya adalah bakteri dan akibat ada penderita lain yang menular. Berkaitan dengan gejala dan tanda penyakit tuberkulosis, hampir semua orang kontak serumah sudah mengetahuinya dengan menyebutkan seperti batuk berkepanjangan, panas dan demam, tidak mau makan, dan berat badan menurun. Sebagian besar orang kontak serumah sudah mengetahui cara penularan dan pengobatan tuberkulosis. Mereka menyebutkan bahwa penularan tuberkulosis menular lewat udara, kontak langsung, dan bicara berdekatan dengan penderita. Pengobatan tuberkulosis yang disebutkan oleh subjek penelitian adalah dengan berobat rutin, minum obat rutin dan menuruti kata dokter sampai selesai. Namun masih ada informan yang menyebutkan dengan minum jamu dulu baru ke dokter. Hampir semua orang kontak serumah mengetahui cara pencegahan tuberkulosis, mereka menyebutkan tuberkulosis dapat dicegah dengan meningkatkan kekebalan tubuh, olahraga, kalau pagi ventilasi dibuka, kalau batuk ditutup, tidak boleh merokok, makan buah, minum vitamin, dan memakai masker. Tingkat pengetahuan orang kontak serumah yang sudah tergolong baik ini dapat dimanfaatkan untuk mendampingi penderita tuberkulosis. Salah satu keberhasilan progra pengobatan tuberkulosis adalah dengan peningkatan pengetahuan [7]. Potensi orang kontak serumah sebagai peer support digali dari tanggapan informan terhadap anggota keluarga yang menderita tuberkulosis, perannya dalam pengobatan, dukungannya dalam pengobatan, kemudahan transportasi, kemudahan komunikasi, dan kemudahan dengan akses pelayanan, dan rencana ke depan selain pengetahuan informan tentang tuberkulosis. Informasi yang diperoleh terdapat keberagaman antar informan tentang tanggapan terhadap anggota keluarga yang terkena tuberkulosis. Ada dua informan yang takut dan kaget karena menyesal tidak dari dulu dibawa ke balai pengobatan paru. Ada yang merasa hal tersebut bukan masalah karena sudah pasrah terserah rumah sakit saja. Ada seorang informan yang sedih dan prihatin karena mau periksa tapi tidak punya uang dan waktu. Kemudian ada juga yang 48
peduli dengan sakitnya penderita dan mendukung pengobatannya dengan memberi motivasi dan bersabar. Semua informan sudah ikut berperan dalam pengobatan anggota keluarganya yang terkena tuberkulosis. Perannya antara lain menyiapkan obat untuk diminum, memberi support, memberi dorongan kalau minum obat memang kadang efek sampingnya, mengingatkan minum obat, mengingatkan kapan mengambil obat di puskesmas, melarang pergi malam hari, menyuruh minum vitamin, mengantar berobat, memeriksakan ke dokter, berdoa, meminta dukungan ke teman karena merasa ikut bertanggungjawab, mengingatkan dan memasak makanan kesukaan penderita biar cepat sembuh, mengambilkan obat di puskesmas, memberi tanda pada kalender kapan harus periksa dan ambil obat lagi. Bentuk dukungan dalam pengobatan penderita tuberkulosis yang dilakukan oleh informan adalah selalu mendampingi atau menemani saat pengobatan, mencari iformasi tetang tuberkulosis multidrug resistance di televisi, memberi uang untuk berobat di balai pengobatan paru, menyuruh makan kalau susah makan, dukungan doa dan selalu mengingatkan minum obat, memberi support biar tidak stres, meningatkan kalau pergi harus memakai masker, kalau batuk ditutup, dan memberi semangat dengan menakut-nakuti dengan memberi contoh penyakit tersebut tidak sembuh-sembuh sampai kurus kering. Sebagian informan mempunyai keyakinan bahwa kesehatan adalah hal yang utama karena dengan kesehatan dapat melakukan segala aktifitas. Namun demikian hampir separuh informan berpendapat yang penting adalah pendidikan karena dengan pendidikan dapat memperoleh pekerjaan yang layak. Sarana pendukung yang menjadi potensi semua orang kontak serumah adalah kepemilikan alat transportasi minimal sepeda motor, ada juga yang mempunyai mobil tetapi ada satu yang hanya mempunyai sepeda. Semua orang kontak serumah telah mempunyai handphone sebagai alat komunikasi dan mudah mengakses layanan kesehatan karena jaraknya dekat dan trasnportasi mudah. Lebih dari separuh informan belum mempunyai asuransi sedangkan yang lain ikut BPJS. Sebagian besar informan mempunyai rencana ke depan akan selalu memberi support sampai pengobatan penderita tb paru selesai dan sembuh, tetap mengingatkan pengobatan penderita, dan semakin memberi semangat dan motivasi. Adanya potensi-potensi yang dimiliki oleh kontak serumah, maka peran pendamping minum obat akan dilaksanakan menjadi lebih baik dengan kegiatan-kegiatan yang jelas dan terarah. Pemilihan orang yang akan menjadi pendamping minum obat harus sesuai dengan 49
potensi dan orang yang benar-benar sesuai. Jika tidak maka akan banyak pendamping minum obat yang droup out [9]. Oleh karena itu pemilihan peer support seharusnya memperhatikan potensi dan peran yang akan dilaksanakan dalam mendampingi penderita tuberkulosis.
KESIMPULAN Orang kontak serumah misalkan istri atau suami mempunyai potensi yang besar sebagai peer support bagi penderita tuberkulosis. Potensi yang menjadi syarat sebagai peer support, antara lain memiliki pengetahuan tentang tuberkulosis yang cukup, mempunyai kewenangan yang cukup dalam mengambil keputusan dalam keluarga, memiliki motivasi dan komunikasi yang baik, serta memiliki sumberdaya baik material maupun sikap empati yang baik terhadap kesehatan khususnya terhadap penderita tuberkulosis. potensi-potensi tersebut secara sistematis dapat mendukung proses pengobatan, penyediaan sarana dan prasarana, pengaturan pola makan, dan penguatan motivasi pada penderita tuberkulosis.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga dapat selesainya penelitian ini. Terutama kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indosenisa yang telah mendukung pendanaan penelitian ini, kemudian Ka Dinas Kesehatan Kota Semarang dan Ka. Puskesmas Mijen yang telah mengijinkan penelitian dilakukan. Juga kepada Rektor Udinus dan Dekan Fakultas Kesehatan yang telah memberikan dukungan atas penelitian ini.
50
DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. WHO Report 2012-Global Tuberculosis Control. www.who.int/tb/data. . diunduh tanggal 22 Maret 2013. 2. WHO.WHO Report 2013-Global Tuberculosis Control. www.who.int/tb/data. diunduh tanggal 31 Oktober 2013 3. WHO.WHO Report 2014-Global Tuberculosis Control. www.who.int/tb/data. diunduh tanggal 20 Agustus 2015 4. Dinas Kesehatan Kota Semarang, Profil Kesehatan Kota Semarang 2011, 2012 Semarang 5. Suharyo, Determinasi Penyakit Tuberkulosis di daerah Pedesaan, Jurnal KEMAS, vol 9, No. 1, Juli 2013,, p. 85-91 6. Andarini, Sri I dan Suharyo . Kadar Interferon Gamma pada Kontak Serumah dengan Penderita Tuberkulosis, Jurnal “Kesmas” Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol 6, nomor 5, April 2012, p. 212-218 7. Dyah Wulan Sumekar, Peningkatan Determinan Sosial dalam Menurunkan Kejadian Tuberkulosis Paru, Jurnal KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, vol. 9, no. 1, Agustus 2014 p. 39-43 8. Helper, Sahat P.M, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tb Paru dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan, 9 (4), 2010 p. 1340-1346 9. Niniek L P, Betty R, dan Rachmat H, Faktor Determinan Budaya Kesehatan dalam Penularan Penyakit Tb Paru, Jurnal Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, vol. 15, no. 1, Januari 2012, p. 26-37 10. Yoga T, Diagnosis TB pada Anak Lebih Sulit, Depkes RI, Jakarta, 2007
51