Semiotika Periklanan, Sesi ke-12
MITOLOGI DALAM IKLAN 1. Pemosisian dan Penciptaan Citra 2. Mitologi dan Asosiasi 3. Makna pada Merek, Logo, dan Tagline 4. Analisis Semiotika Barthes, contoh-2 REFERENSI: Danesi, Marcel (2004): Messages, signs, and Meanings: a Basic Textbook in Semiotics and communication Theory (Third edition). Canadian Scholar’s Press Inc. Semiotika Periklanan, Sesi 12. Prepared by Z. Hidayat, MM, MSi.
1
PEMOSISIAN DAN PENCIPTAAN CITRA • Pemosisian (positioning) dan penciptaan citra (Image building) merupakan dua teknik utama yang digunakan dalam menggagas iklan.
• Pemosisian adalah penempatan atau penargetan sebuah produk bagi orang-orang yang tepat. Misalnya iklan minuman Kiranti diposisikan untuk konsumen perempuan, sementara iklan bir Budweiser di luar ditujukan untuk kaum laki-laki. Secara umum diposisikan untuk konsumen perempuan, iklan mobil Mercedez Benz ditujukan untuk pembeli kelas sosial atas, sedangkan iklan mobil Avanza ditujukan untuk masyarakat kelas sosial menengah.
• Penciptaan Citra adalah membangun identitas untuk sebuah produk, termasuk di dalamnya suatu “kepribadian” bagi produk itu, sehingga memperkuat posisinya pada target pasar yang dituju.
• Citra adalah tanda yang terbuat dari paduan nama produk, kemasan, logo, harga, dan keseluruhan kehadiran yang menciptakan identitas yang dapat dikenali dari suatu produk dengan tujuan untuk menarik minat konsumen tertentu.
• Citra sangat berkaitan dengan karakter konsumennya yang khas yang berkaitan dengan tingkat pendidikan, kelas sosial, sikap sosial, gayahidup dan lain-lain. Semiotika Periklanan, Sesi 12. Prepared by Z. Hidayat, MM, MSi.
2
MITOLOGI DAN ASOSIASI • Gagasan di balik penciptaan citra untuk suatu merek ditujukan untuk memudahkan komunikasi yang efektif kepada tipe-tipe individu konsumen tertentu. Bukan pada semua orang. Individu yang dituju dapat “melihat” kepribadian mereka yang tercermin dalam (misalnya) citra gayahidup yang diciptakan iklan untuk merek bersangkutan.
• Mitologisasi adalah suatu proses pengukuhan mitos yang digunakan sebagai strategi untuk menanamkan makna mitis (mitos) atau keyakinan pada nama merek, logo, rancangan produk, iklan dan kegiatan PR terpadu. Contoh-contoh tema mitis: pencarian kecantikan, penaklukan kematian, kejantanan dan tantangan alam, dan sebagainya. Tema-tema mitis selalu dimasukkan secara terusmenerus ke dalam citra spesifik yang diciptakan tim kreatif iklan dan korporasi, sehingga lambat laun terbentuk mitos yang melekat dalam ingatan khalayak.
• Mitos itu dinampakkan dalam teks iklan secara harfiah dapat dilihat pada orang-orang yang muncul di iklan itu, yakni orang-orang yang menarik, dengan ciri penampilan yang “tidak nyata,” hampir mirip dewa, dan mitis. Akhirnya, pengiklan modern seperti itu menampilkan bukan produk semata tetapi makna sosial (atau mitis) yang diharapkan terwujud jika membeli produk itu. Semiotika Periklanan, Sesi 12. Prepared by Z. Hidayat, MM, MSi.
3
MEREK, LOGO, & HEAD • Untuk menciptakan kepribadian bagi sebuah produk, harus dibangun sebuah sistem signifikasi untuk produk itu. Hal ini dicapai melalui: pertama dengan pemberian nama merek, dan memberikan simbol visual untuk produk atau disebut logo. Keduanya menjadi identitas bagi produk agar dikenali nama dan parasnya. Brand itu istilah hukumnya merek dagang memperoleh hak cipta dan perlindungan kuat bagi pemiliknya.
• Efek pemberian nama brand menghasilkan sistem signifikasi (pengenalan) bagi produk bersangkutan, misalnya: ¾ Jika nama itu mengacu ke nama produsen, maksudnya untuk menggugah konotasi bahwa produsennya memiliki “tadisi, “keandalan”, “kecanggihan”, dst. Contoh: Armani, Benetton, Sony. ¾ Nama yang mengacu kepada kepribadian fiktif menimbulkan jenis citra yang spesifik dan diasosiasikan dengan nama tersebut. Misalnya: Wendy’s menggambarkan karakter “gadis muda yang ramah” ¾ Nama yang diasosiasikan kepada alam berkonotasi natural dan ramah lingkungan. Semiotika Periklanan, Sesi 12. Prepared by Z. Hidayat, MM, MSi.
4
¾ Nama yang dibangun sebagai hiperbola menekankan “keunggulan”, “kehebatan” dan lainlain. Misalnya: Superpel, Susu Ultra, dll. ¾ Nama yang dibangun sebagai kombinasi kata menghasilkan makna gabungan. Misalnya: Yogourt (yogurt + gourmet), fruitea (fruit + tea) ¾ Beberapa nama dirancang untuk memberitahu apa yang dpat dilakukan produk. Misalnya: Lestoil, Easypay. ¾ Beberapa nama dirancang untuk menunjukkan apa yang dicapai dengan menggunakan produk tersebut. Misalnya: Close-Up Pasta Gigi, Pocari Sweat Minuman Isotonik.
• Sejak awal Tahun 2000-an menyesuaikan tren pemberian nama merek untuk menarik minat generasi baru pelanggan yang terbiasa dengan gaya komunikasi Internet. Misalnya: Cadillac mengeluarkan seri mobilnya dengan nama TL, RL, MDX, RSX yang bagi generasi tua nama singkatan model milenium ini sulit diingat.
• Di dunia fashion, nama perancang seperti Gucci, Armani, dan Calvin Klein menggugah citra mengenai objects d’art dan bukanlah citra pakaian, sepatu, dan aksesoris biasa. Demikian juga dengan merek Ferrari, Lamborghini, dan Maserati di dunia otomotif. Semiotika Periklanan, Sesi 12. Prepared by Z. Hidayat, MM, MSi.
5
• Nama merek berdasarkan ikon juga efektif karena mudah diingat, seperti Ritz Crackers memberikan simulasi suara kue kering saat digigit sekaligus berasosiasi dengan nama Hotel Ritz yang sangat mahal. Contoh lain adalah merek Drakkar Noir yang dipilih perancang Guy Laroche untuk parfumnya itu. Botol yang hitam memberi gambaran akan “ketakutan”, “terlarang”, dan “tidak diketahui.” Hal-hal terlarang di bawah selubung malam, dan dari sinilah penamaan kata “noir” (bahasa Prancis untuk “malam”). Drakkar Noir yang mengingatkan pada pekuburan jelas bersifat ikonis pada level konotatif pada desain botolnya, menegaskan gagasan bahwa sesuatu yang dihasratkan di dalam “kegelapan” akan terjadi jika kita memercikkan kolonye ini. Nama Drakkar juga jelas memberi sugesti atas Dracula, vampir berbahaya yang memesona korban seksnya dengan kerlingan mata.
• Slogan, Head (subhead dalam iklan): ada banyak teknik verba; yang digunakan pengiklan untuk memperkuat pesan yang digagas, misalnya: 1.
2.
Jingle dan slogan: keduanya meningkatkan ingatan terhadap produk: Have a great day, at McDonald’s; Join the Pepsi Generation. Penggunaan Bentuk Kata Perintah: ini menciptakan efek berupa nasihat yang datang dari sumber berwenang yang tak tampak: Drink milk, love life; Trust your senses.
Semiotika Periklanan, Sesi 12. Prepared by Z. Hidayat, MM, MSi.
6
3.
4.
5.
6.
5.
6.
Formula: Formula menciptakan efek dimana pernyataan tanpa makna terdengan seperti mengandung kebenaran, seperti: - Triumph has a bra for the way you are - A Volkswagen is a Volkswagen. Alterasi/pengulangan huruf awal: Pengulangan bunyi dalam slogan atau jingle meningkatkan kemungkinan sebuah merek diingat dan dibubuhi oleh sifat puitis, seperti: - The Superfree sensation (pengulangan bunyi s); - Guinnes is good for you (pengulangan bunyi g). Ketiadaan bahasa: beberapa iklan secara strategis menghindari penggunaan teks verbal (head, slogan, tagline) apa pun, dan menimbulkan implikasi yang menyiratkan bahwa produk sudah berbicara untuk dirinya sendiri. Penghilangan dengan sengaja: Hal ini memaksimalkan fakta bahwa pernyataan penuh rahasia justru akan merebut perhatian audiens, seperti: - Don’t tell your friends about… - Do you know what she’s wearing? Metafora: Metafora menciptakan pencitraan kuat bagi produk, seperti: - Come to where the flavor is…Marlboro country. Metonimi: Metonimi juga menciptakan pencitraan yang kuat bagi produk, seperti: - Bring a touch of Paris into your life.
Semiotika Periklanan, Sesi 12. Prepared by Z. Hidayat, MM, MSi.
7
ANALISIS SEMIOTIKA BARTHES • Roland Barthes (1957) meneliti periklanan dan studinya memperoleh perhatian besar. Metode yang digunakan barthes melalui dua tahapan (dua level) analisis, yakni level permukaan dan level apa yang mendasarinya.
• Level permukaan (denotatif) adalah teks iklan itu sendiri (sebagai obyek yang dilihat apa adanya).
• Level bawah permukaan (konotatif) adalah apa yang mendasarinya, karena cara teks yang dipadukan merupakan refleks atas sesuatu, yang merujuk kepada sesuatu, yakni sebuah level subtekstual (di bawah teks) yang mendasarinya. Artinya, elemen-elemen permukaan menyatu menjadi penanda (signifier) yang menimbulkan sekelompok konotasi pada subteks yang mendasarinya.
• Tujuan utama dari sebagian besar periklanan kontemporer, seperti yang ditunjukkan arah analisis ini, adalah untuk berbicara secara tak langsung kepada pikiran bawah sadar.
• Tekstualitas periklanan menyediakan kesempatan untuk menelaah bagaimana bermacammacam proses tanda diwujudkan dalam bentuk tekstual kontemporer. Semiotika Periklanan, Sesi 12. Prepared by Z. Hidayat, MM, MSi.
8
Iklan Marilyn Peach
•
Marilyn Peach adalah produk minuman anggur (wine) berkarbonasi. Level permukaan-1, tekstual: Latar belakang berwarna buah persik sesuai dengan warna dan rasa anggur. Level subtekstual-1: Gagasan yang muncul di benak kita adalah saat fajar, dan karenanya konotasi yang dibangkitkan fajar, seperti terlihat dalam ungkapan fajar penciptaan, fajar kehidupan, dan sebagainya.
•
Level permukaan-2: tangan perempuan menyodorkan gelas minum dalam gerakan sedang bersulang. Di lengannya dikenakan gelang berbentuk ular. Semiotika Periklanan, Sesi 12. Prepared by Z. Hidayat, MM, MSi.
9
•
Level subtekstual-2: di Kitab Kejadian, dikisahkan iblis datang pada Hawa dalam wujud ular untuk mendorongnya agar menggoda Adam. Seorang rekan prianya mungkin pihak yang sedang dirayu untuk menerima gelas.
•
Apakah tawaran akan diterima? Level permukaan-3: gelas “si pria” ada di meja. Level subtekstual-3: si pria akan menerima tawaran gelas minum.
•
Level permukaan-4: terdapat teks verbal berbahasa Prancis: La pêche, le nouveau fruit de la tantation (“Persik, buah godaan yang baru”). Level subtekstual-4: menggambarkan adanya Taman Firdaus.
•
Level permukaan-5: teks nama merek “Marilyn.” Level subtekstual-5: menyiratkan versi Hawa dalam budaya pop, mendiang aktris Marilyn Monroe, yang menjadi ikon feminitas pada 1950-1960-an yang penampilannya begitu menggoda para pria di seluruh dunia.
•
Kesimpulan: Kunci untuk membuka subteks (bawah permukaan atau makna konotatif) yang mendasari sesuatu adalah mempertimbangkan penanda (signifier) permukaan (denotatif) secara berurutan. Bagaikan membaca komik, harus melihat runtut ke mana arahnya. Maka teknik ini seringkali juga dinamakan “rantai konotatif”. Pada iklan Marilyn Peach di atas, rantai konotatifnya adalah: Latar belakang warna persik = fajar = fajar penciptaan = pemandangan Taman Firdaus = Hawa menggoda Adam = didorong seekor ular (gelang) = ia yang meminum anggur ini akan menyerah pada godaan (La pêche, le nouveau fruit de la tantation ). Semiotika Periklanan, Sesi 12. Prepared by Z. Hidayat, MM, MSi.
10
Iklan Drakkar Noir
•
Level permukaan-1, denotatif/tekstual: botol parfum berwarna hitam dan berbentuk elips yang enak dipandang secara estetis. Konotatif-1: Warna hitam yang mengandung pertanda buruk dan mengancam. Kegalapan berkonotasi ketakutan, kejahatan, hal-hal yang tidak diketahui. Hal-hal terlarang terjadi di bawah selubung malam. Semiotika Periklanan, Sesi 12. Prepared by Z. Hidayat, MM, MSi.
11
•
Denotatif-2: nama merek Drakkar Noir. Konotatif-2: menyiratkan nama Dracula—menanamkan ketakutan sekaligus ketamakan tersembunyi dalam diri audiens. Pesan konotatif lebih jauh bahwa sesuatu yang menakutkan tetapi walau demikian tetap dihasratkan. Itu akan terjadi jika kita menyemprotkan kolonye ini, seperti yang disiratkan dalam teks visualnya: Kegelapan = kejahatan = sesuatu yang dihasratkan = Dracula = seksualitas = dan seterusnya.
•
Denotatif-3: tajuk bertuliskan L’altro Drakkar, intenso come la notte (Drakkar yang lain, intens laksana malam” teks ini berada di posisi atas halaman di atas botol. Konotatif-3: Drakkar yang lain ini berdasarkan implikasi adalah Dracula yang lain (pembeli kolonye?) yang intens laksana malam. Artinya sesuatu yang benar-benar mitis turun ke botol dana metafisik terlibat dalam keseluruhan suasana ini.
Beberapa catatan: 1. Iklan Drakkar Noir secara utuh sinkron dengan sistem signifikasi yang dimasukkan ke dalam nama produk (brand) dengan citra yang dibangun. Iklan ini hampir dapat dibandingkan dengan sebuah karya seni surealis atau abstrak, di mana penafsiran merupakan soal perasaan, dan bukan pemahaman langsung. Fungsi head adalah untuk menegaskan subteks (konotatif). Semiotika Periklanan, Sesi 12. Prepared by Z. Hidayat, MM, MSi.
12
2.
Harus dicatat bahwa tujuan semiotika bukanlah untuk mengeritik pembuat iklan. Sebaliknya, seorang pakar semiotika harus, secara teori, meneliti iklan sebagaimana penelitian teks lainnya (teks berita, teks arsitektural, teks film, lukisan dan sebagainya). Tekstualitas periklanan memberikan kesempatan untuk menelaah bagaimana bermacam-macam proses tanda diwujudkan dalam bentuk tekstual kontemporer.
3.
Penafsiran atas suatu iklan merupakan interpretasi subyektif kualitatif, namun metode ini menjadi bagian penting dalam santifik. Jika terjadi ketidaksepakatan mengenai makna suatu hal bukan hanya tak terelakkan, namun menjadi bagian keasyikan dalam mempelajari ilmu semiotika.
PERHATIAN: •
Materi UAS adalah masing-masing mahasiswa memilih sebuah brand dari suatu kategori produk dan mencari iklan cetaknya (berseri/lebih dari satu iklan) atau iklan televisi (TVC) durasi 30” atau 60” untuk dianalisis semiotikanya. Metode yang digunakan bisa dipilih Segitiga Pemaknaan Pierce atau Pemaknaan Denotatif & konotatif Barthes. Catatan: untuk TVC, terlebih dahulu file .mov diubah jadi file .jpeg yang merupakan rangkaian scene iklan bersangkutan. UAS ini bisa dikerjakan sebelum jadual dan pada hari H jadual UAS agar dibawa masuk ruang kelas dan diperiksa kembali (diperbaiki) dengan seksama untuk dikumpulkan. Catatan: Tidak boleh ada brand (iklan) yang sama dikerjakan oleh beberapa mahasiswa.
Semiotika Periklanan, Sesi 12. Prepared by Z. Hidayat, MM, MSi.
13