ISBN: 978-602-6708-12-0
BUKU AJAR
MIKROBIOLOGI KEBIDANAN Galila Aisyah Latif Amini, S.Keb.,Bd.
17
BUKU AJAR MIKROBIOLOGI KEBIDANAN
Galila Aisyah Latif Amini, S. Keb, Bd.
Penerbit Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
i
MIKROBIOLOGI KEBIDANAN Penulis ISBN
: Galila Aisyah Latif Amini, S.Keb., Bd. : 978-602-6708-12-0
Desain Sampul
: Galila Aisyah Latif Amini, S.Keb., Bd.
Penerbit
: Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jl. KH Ahmad Dahlan Cirendeu Ciputat 15419 www.fkkumj.ac.id Cetakan I
: 2017
Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemah sebagian seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum,Wr.Wb. Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat serta hidayahnya sehingga kami dapat selesai menyusun Buku Ajar Mikrobiologi ini. Selanjutnya penulis tak lupa menyampaikan shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, para sahabat, keluarga dan pengikut-pengikutnya hingga akhirun Zaman. Pada kesempatan ini penulis juga tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun material. Dan khususnya kepada dosen mata kuliah Mikrobiologi .Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, agar kelak makalah ini dapat lebih baik lagi.
Waalaikumsalam,Wr.Wb.
Jakarta, April 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................
i
TIM PENYUSUN DAN EDITOR ...........................................
ii
KATA PENGANTAR ..............................................................
iii
DAFTAR ISI ............................................................................
iv
DAFTAR TABEL ....................................................................
v
Konsep dasar mikrobiologi. ........................................................................
1
Sejarah Mikrobiologi Perkembangan mikrobiologi Aplikasi dalam bidang kebidanan Mikrobiologi Dasar.......................................................................................
10
Taksonomi, Struktur, dan Morfologi Mikrobiologi dasar Hubungan kuman dengan hospes dan lingkungan Dasar-dasar bakteriologi .............................................................................
41
Pertumbuhan dan Perkembangan bakteri Bakteri yang mempengaruhi wanita dalam bidang kebidanan Obat antimikroba, resistensi mikroba Dasar-dasar virologi .....................................................................................
45
Pertumbuhan dan Perkembangan virus Virus yang mempengaruhi wanita dalam bidang kebidanan obat antiviral Dasar-dasar mikologi....................................................................................
45
Pertumbuhan dan Perkembangan jamur Jamur yang mempengaruhi wanita dalam kebidanan Obat anti jamur Konsep system imunologi .............................................................................
45
Dasar-dasar imunologi (antigen dan antibody) Penyakit infeksi karena imunologi ibu dan anak Prinsip- prinsip vaksin dan hypersensitivitas 1
Konsep pencegahan infeksi .........................................................................
45
Penularan penyakit infeksi dan mekanisme penularan infeksi Pengendalian infeksi Konsep infeksi nosokomial...........................................................................
45
Konsep dasar Infeksi nosokomial Definisi infeksi nosokomial. Patogenesis infeksi nosokomial kuman oporturis. pencegahan infeksi nosocomial Peran bidan dalam penanggulangan infeksi nosokomial Sterilisasi serta desinfeksi.............................................................................
45
Konsep dasar Sterilisasi dan Disinfeksi Pengertian tentng sterilisasi, desinfeksi,antiseptik, pengendalian, mikroorganisme secara fisik Cara pemanasan Cara Kimiawi DAFTAR PUSTAKA
v
BAB 1 Konsep Dasar Mikrobiologi Sejarah Mikrobiologi Perkembangan mikrobiologi
SEJARAH MIKROBIOLOGI Mikrobiologi adalah sebuah cabang dari ilmu biologi yang mempelajari mikroorganisme (organisme hidup yang ukurannya terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata biasa) atau mikroba. Oleh karena itu obyek kajiannya biasanya adalah semua makhluk (hidup) yang perlu dilihat dengan mikroskop, khususnya bakteri, fungi, alga mikroskopik, protozoa, Archaea dan Virus. Virus dimasukkan dimasukan dalam obyek kajian walaupun sebenarnya ia tidak sepenuhnya dapat dianggap sebagai makhluk hidup. Mikrobiologi dimulai sejak ditemukannya mikroskop dan menjadi bidang yang sangat penting dalam biologi setelah Louis Pasteur dapat menjelaskan proses fermentasi anggur
(wine) dan
membuat serum rabies. Keberadaan mikroorganisme baru diketahui dengan nyata setelah ditemukannya lensa sebagai alat pembesar. Mikroorganisme yang tidak dapat dilihat oleh mata biasa karena ukurannya yang sangat kecil, pada tahun 1683 menjadi dapat terlihat karena penemuan lensa oleh Antonie van Leeuwenhoek (1632 – 1723. Lensa-lensa yang dibuat Leewenhoek pada waktu itu mampu melihat benda kecil dengan pembesaran sampai 400 x. Oleh karena itu, hasil-hasil pengamatannya pada organisme-organisme kecil tersebut menjadi sangat menakjubkan untuk ukuran pada jaman itu, bahkan sampai sekarang jika didasarkan kepada sederhananya alat yang digunakan. Penemuan Leeuwenhoek tersebut merupakan awal penting dalam dunia mikrobiologi, tetapi ilmuan-ilmuan pada masanya itu mengakuinya bahwa adanya organisme kecil tersebut terbentuk dari air. Hal tersebut disebabkan adanya teori generatio spontanae dimana teori ini menganggap bahwa organisme berasal dari benda-benda mati atau terjadi secara spontan, sehingga mikroorganisme yang ditemukan dari dalam air oleh Leewenhoek dianggap terbentuk dari air. Dengan demikian bahwa penemuan organisme kecil oleh Leewenhoek tersebut baru menjawab bahwa di dunia ini ada mahkluk hidup yang ukurannya sangat kecil, tidak terlihat mata, dan terdapat dimana-mana. Ditemukannya organisme kecil atau mikroorganisme oleh Leeuwenhoek menarik minat terhadap perdebatan hebat pada masa itu mengenai asal-muasal kehidupan. John
Needham (1713 – 1781) dalam kertas kerjanya yang diterbitkan pada tahun 1749 menyatakan bahwa lalat dan organisme kecil lainnya tetap tumbuh dalam daging walaupun daging tersebut telah direbus, sehingga ia berkesimpulan bahwa lalat dan mikroorganisme
tersebut berasal dari daging. Lazzaro Spallanzani (1729 –1799), mengatakan bahwa Needham belum melakukan tindakan pencegahan yang memadai untuk menghalangi mikroorganisme dalam udara masuk ke dalam daging rebusannya. Spallanzani kemudian melakukan percobaan dengan merebus kaldu daging dan ditutup rapat-rapat. Hasil percobaan Spalanzani membuktikan bahwa mikroorganisme tidak ditemukan dalam kaldunya dalam beberapa hari, artinya : mikroorganisme tidak berasal dari kaldu daging, sehingga generatio spontannae tidak benar. Franz Schulze dan Theodor Schwann menyanggah kesimpulan Spalanzani, mikroorganisme tidak dapat hidup dalam kaldu karena Spalanzani tidak memberi kesempatan udara sebagai syarat hidup masuk ke dalam kaldu. Franz
Schulze (1815 – 1873) melakukan percobaan yang sama dengan Spalanzani tetapi memberi kesempatan udara masuk ke dalam kaldu melewati larutan asam.
Theodor
Schwann (1810 – 1882) juga melakukan hal yang sama tetapi udara dilewatkan ke pipa yang dipanaskan. Hasil kedua percobaan tersebut juga menyimpulkan bahwa mikroorganisme tidak mungkin berasal dari benda mati. Seperti orang pada masa kini, orang-orang yang hidup semasa dengan Needham dan Spallanzani-pun merasa sulit meneripa konsep yang sama sekali baru. Kontroversi ini berlangsung sampai pertengahan abad sembilan belas, yang akhirnya muncul peneliti baru dalam ilmu pengetahuan, yakni : Louis Pasteur (1822 – 1895). Ia adalah seorang ahli kimia yang tertarik pada industri minuman anggur dan perubahan-perubahan yang terjadi selama proses pembuatannya. Perhatiannya terhadap fermentasi inilah yang mendorongnya ikut berdebat tentang generatio spontanae. Fermentasi merupakan oksidasi anaerob karbohidrat oleh kerja ensim mikroorganisme. Fermentasi terjadi karena ensim, yakni zat yang dihasilkan sel hidup yang menyebabkan berlangsungnya reaksi-reaksi kimia tertentu. Secara tegas Louis Pasteur menentang konsepsi generatio spontanae dan mulai menyimak secara cermat karya-karya pendahulunya lalu melanjutkannya dengan berbagai percobaan untuk mendokumentasikan fakta bahwa mikroorganisme hanya dapat timbul dari mikroorganisme lain (biogenesis). Percobaan-percobaan Louis Pasteur dan pendukungnya memberikan sanggahan terakhir. Beliau mengadakan percobaan dengan merebus kaldu daging dalam botol yang mempunyai tutup dengan lubang berupa pipa melengkung. Tutup botol yang berupa pipa melengkung ini dikenal dengan pipa leher angsa. Kaldu kemudian direbus sampai benar-benar bebas dari kehidupan (disterilisasi). Hasil pengamatannya
menunjukan bahwa kaldu daging tidak ditumbuhi mikroorganisme, meskipun sudah disimpan lama dan tetap berhubungan dengan udara luar lewat pipa leher angsa tersebut. Oleh karena itu, Louis Pasteur menyimpulkan bahwa mikroorganisme tidak timbul secara spontan dari kaldu daging. Louis Pasteur juga orang pertama yang menggunakan istilah aerob dan anaerob. Proses aerob berarti proses yang memerlukan oksigen bebas, sedangkan proses anaerob berarti proses yang tidak memerlukan oksigen bebas. Bakteri asam laktat yang tidak dikehendaki dalam proses fermentasi pembuatan minuman beralkohol
tersebut disebut
mikroorganisme atau bakteri kontaminan, sedangkan proses terikutnya mikroorganisme yang tidak dikehendaki ke dalam benda atau alat disebut kontaminasi.
PERKEMBANGAN MIKROBIOLOGI PENGERTIAN MIKROBIOLOGI Kata mikrobiologi berasal dari bahasa Yuniani, yaitu: micros = kecil, bios = hidup, logos = ilmu. Jadi mikrobiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari organisme hidup yang kecil yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop.
Organisme yang dipelajari dalam
mikrobiologi yaitu mikroorganisme, yang meliputi bakteri, virus, jamur, protozoa. Cabangilmu mikrobiologi ada yang didasarkan pada kelompok mikroba yang dipelajari, seperti bakteriologi, virologi dan mikologi. Gambar Bakteri
Sumber : http://static.inilah.com/data/berita/foto/2270415.jpg
Gambar Fungi
Sumber : http://www.medillsb.com/images/artistimages/xlarge/6686_108591.jpg
Gambar Virus
Sumber : http://www.paninfo.lt/wp-content/uploads/2017/03/virusas.jpg
PERKEMBANGAN MIKROBIOLOGI Perkembangan mikrobiologi ditandai oleh beberapa peristiwa penting, yaitu: 1. Penemuan mikroskop Pada tahun 1664 Robert Hooke berhasil menggambarkan struktur kapang menggunakan mikroskop temuannya Namun Antonie van Leeuwenhoek dari Belanda dianggap sebagai orang yang pertama kali dapat melihat mikroorganisme secara detail pada tahun 1682. Menggunakan mikroskop temuannya dengan lensa pembesaran 300 kali, Leeuwenhoek mengamati air hujan, air laut, air vas dan kotoran gigi. Leeuwenhoek menyebut makhluk
yang dilihatnya sebagai animalcule (hewan kecil) dan melaporkannya ke Royal Society of London pada tahun 1684 2. Jatuhnya teori Generatio Spontanea / Abiogenesis Laporan mengenai mikroorganisme oleh Leeuwenhoek kembali menimbulkan perdebatan mengenai asal usul mikroorganisme yang dilihatnya. Sebagian orang percaya bahwa mikroba yang dilihat Leeuwenhoek merupakan hasil perubahan yang terjadi pada makanan. Proses yang menunjukkan munculnya makhluk hidup dari makhluk tak hidup disebut abiogenesis. Konsep tersebut mendukung teori generatio spontanea, yang menyebutkan bahwa makhluk hidup dapat muncul dengan sendirinya dari makhluk tak hidup. Teori generatio spontanea dibantah oleh Francesco Redi melalui penelitiannya pada tahun 1668. Redi menggunakan daging yang disimpan pada 3 wadah dengan cara penutupan yang berbeda: tanpa tutup, tertutup rapat dan tutup tidak rapat. Munculnya larva lalat pada daging pada wadah yang tidak tertutup membuktikan bahwa larva berasal dari telur yang diletakkan oleh lalat, bukan hasil dari generatio spontanea. Lalat tidak dapat meletakkan telur pada wadah yang tidak terbuka, sehingga larva tidak ditemukan. Proses munculnya makhluk hidup dari makhluk hidup lainnya seperti pada percobaan Redi disebut biogenesis. Namun demikian, telur lalat hanya dapat dilihat menggunakan alat bantu seperti mikroskop.
Percobaan Redi yang membuktikan munculnya larva tidak terjadi dengan sendirinya dari daging Pada tahun 1745, John Needham melakukan percobaan untuk membuktikan kebenaran teori generatio spontanea. Percobaan Needham ialah merebus air kaldu untuk membunuh makhluk hidup, dan kemudian membiarkannya dalam keadaan terbuka. Setelah beberapa waktu, pada permukaan air kaldu ditemukan mikroorganisme. Menurut Needham, adanya mikroorganisme pada permukaan air kaldu
yang sudah direbus
merupakan bukti bahwa makhluk hidup dapat muncul secara spontan dari benda mati, dalam hal ini air kaldu yang sudah direbus. Sementara itu Lazzaro Spallanzani pada tahun 1769 membuat percobaan dengan merebus air kaldu dan kemudian menutupnya. Setelah beberapa waktu, ternyata tidak ditemukan mikroorganisme pada air kaldu. Kesimpulan ini membuktikan bahwa abiogenesis keliru. Namun Needham tetap dengan pendapatnya dan beralasan bahwa udara sangat penting bagi kehidupan dan kemunculan makhluk hidup secara spontan. Menurut Needham, tidak munculnya mikroorganisme pada percobaan Spallanzani disebabkan karena udara tidak dapat masuk akibat labu ditutup. Jika tutp labu dibuka, setelah beberapa waktu akan ditemukan mikroorganisme di permukaan air kaldu Perdebatan mengenai asal usul makhluk hidup baru berhenti setelah Louis Pasteur (1822 -2 1895) berhasil membuktikan biogenesis melalui percobaannya menggunakan botol leher angsa Selanjutnya orang mengakui bahwa semua kehidupan berasal dari telur dan semua telur berasal dari kehidupan (omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo).
Percobaan Louis Pasteur menggunakan botol leher angsa menunjukkan mikroorganisme tidak akan tumbuh jika air kaldu tidak bersinggungan dengan debu (a) dan mikroorganisme akan muncul jika air kaldu bersinggungan dengan debu (b)
3. Pembusukan disebabkan oleh mikroorganisme (germ theory of fermentation)
Salah satu alasan Louis Pasteur
membuktikan
kekeliruan generatio spontanea
didasarkan pada keyakinannya bahwa produk fermentasi buah anggur (minuman beralkohol) merupakan hasil kerja mikroorganisme, bukan sebaliknya, fermentasi menghasilkan mikroorganisme. Sari buah anggur digunakan oleh mikroorganisme untuk melakukan serangkaian proses metabolisme, yang menghasilkan senyawa yang memberikan rasa dan aroma baru sehingga menjadi minuman anggur. Proses yang dilakukan mikroorganisme disebut dengan fermentasi. Penelitian Louis Pasteur selanjutnya berkembang pada peranan mikroorganisme pada bidang kedokteran, dengan dikembangkannya vaksin antraks, kolera dan rabies. Penemuan ini memberikan dasar bagi pemahaman teori yang muncul kemudian, yaitu bahwa penyakit dapat disebabkan oleh mikroorganisme tertentu. 4. Penyakit disebabkan oleh bibit penyakit (germ theory of desease) Teori yang menyebutkan bahwa mikroorganisme dapat menimbulkan penyakit dirumuskan setelah berbagai penelitian yang dilakukan oleh Robert Koch (1843
–
1910). Koch mempelajari bahwa penyakit antraks, penyakit pada hewan yang dapat menular pada manusia, disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Koch menemukan bakteri B. anthracis selalu ada pada darah hewan yang menunjukkan gejala penyakit antraks. Selanjutnya jika darah hewan yang menderita antraks diinjeksikan ke tubuh hewan lain yang sehat, maka hewan tersebut akan menderita antraks. Koch juga berhasil mengembangbiakan bakteri B anthracis di luar tubuh hewan dengan menggunakan cairan nutrisi. Berdasarkan
berbagai hasil penelitiannya, Robert Koch merumuskan
postulat Koch, untuk membuktikan bahwa mikroorganisme tertentu merupakan penyebab penyakit tertentu.
BAB 2 Mikrobiologi Dasar Hubungan kuman dengan hospes dan lingkungan
HUBUNGAN KUMAN DENGAN HOSPES DAN LINGKUNGAN Adanya kuman dalam tubuh manusia tidak selalu diikuti dengan keadaan sakit. Bahkan kebanyakan interaksi kuman-hospestidak terwujud dalam bentuk sakit. Wujud hubungan kuman-hospes tersebut ditentukan oleh keseimbangan antara virulensi kuman dan daya tahan hospes.Virulensi kuman ialah derajat patogenitas yang dinyatakan dengan jumlah mikrooganisme atau mikrogram toksin yang dibutuhkan untuk membunuh binatang percobaan. Patogenitas ialah kemampuan suatu mikrooganisme untuk menyebabkan penyakit. Virulensi kuman dipengaruhi oleh: 1. Daya invasi Daya invasi ialah kemampuan untuk berpenetrasi ke jaringan, mengatasi pertahanan tubuh hospes, berkembang biak dan menyebar.Daya invasi dipengaruhi oleh komponen permukaan dan ensim-ensim kuman tertentu yang membantu penyebaran kuman serta membuatnya resisten terhadap fagositosis. Komponen permukaan dapat berupa kapsul polisakarida yang dihasilkan oleh S. pneumoniae, H. influenzae, dan K. pneumoniae ; M-protein dari Streptococcus pyogenes ; kapsul polipeptida pada Bacillusanthracis.
Ensim-ensim
yang
dihasilkan
kuman
yang
membantu
penyebarannya antara lain koagulase, fibrinolisin (streptokinase), hyaluronidase, kolagenase, lesitinase, deoksiribonuklease. 2. Toksigenitas Ada 2 jenis toksin yang dihasilkan kuman: 1) Endotoksin Eksotoksin dihasilkan oleh bakteri positif Gram antara lain: Corynebacterium diphteriae, C. tetani, C. botulinum, Staphylococcus serta beberapa bakteri Gram negatif termasuk Shigella dysentriae, V. Cholerae, dan beberapa strain E. Coli. 2) Eksotoksin. Eksotoksin dihasilkan oleh bakteri positif Gram antara lain: Corynebacterium diphteriae, C. tetani, C. botulinum, Staphylococcus serta beberapa bakteri Gram negatif termasuk Shigella dysentriae, V. Cholerae, dan beberapa strain E. Coli Didalam alam bebas mikroorganisme hidup berkumpul di dalam suatu medium yang sama, misalnya didalam tanah, air, udara, kotoran hewan, sampah,tumbuhan, hewan dan manusia. Untuk hidup mikroorganisme akan melakukan interaksi atau hubungan dengan lingkungannya. Bentuk hubungan mikroorganisme dengan lingkungan dapat dibagi menjadi dua yaitu hubungan dengan lingkungan Biotik/lingkungan hidup(manusia, binatang dan
mikroba lain) dan Hubungan dengan lingkungan abiotik/Lingkungan tak hidup/ faktor alam(temperatur, tekanan hidrostatik, tekanan osmotik, pH, cahaya, substansi an organik seperti
air,
CO2,
O2
,
mineral
serta
substansi
organik).
Hubungan kuman dengan lingkungan Biotik meliputi : 1. Bebas Hama Keadaan dimana kelompok mikroorganisme bebas dari segala macam hubungan dengan mikroorganisme lainnya 2. Sintrofisme Hubungan antara mikroorganisme yang tidak terlalu dekat hubunganya tetapi keduanya memberikan keuntungan secara timbal balik 3. Netralisme Hubungan antara mikroorganisme yang berbeda spesiesnya , tetapi dalam interaksi kehidupan mereka tidak saling mengganggu/ merugikan dan tidak saling menguntungkan. Mereka hidup sendiri – sendiri, walaupun hidup dalam medium yang sama 4. Kompetisi Hubungan antara mikroorganisme yang bersaing untuk hidup dalam medium yang sama akibat terbatasnya zat makanan serta energi yang tersedia dalam medium tersebut. Spesies mikroorganisme yang dapat menyesuaikan diri dengan persaingan tersebut akan tumbuh dengan subur. 5. Antagonisme Hubungan antara mikroorganisme yang saling berlawanan. Mikroorganisme satu dapat mengeluarkan zat atau hasil metabolismenya yang dapat meracuni atau membunuh mikroorganisme lainnya. Hubungan ini sering disebut juga sebagai hubungan antibiosis atau amensalisme (dasar penemuan zat bioaktif atau antibiotika terhadap mikroorganisme ). 6. Simbiosis Hubungan yang dekat antara dua bentuk kehidupan mikroorganisme , yang dapat berlangsung lama atau sebentar.Terdapat 3 jenis simbiosis yaitu : a. Mutualisme Suatu bentuk simbiosis antara dua spesies, dimana masing – masing saling bekerjasama dan saling menguntungkan. b. Komensalisme Suatu bentuk simbiosis antara dua spesies, dimana satu spesies mendapatkan keuntungan
sedangkan spesies lainya tidak dirugikan ataupun mendapat keuntungan. Spesies yang diuntungkan disebut komensal sedangkan spesies yang tidak dirugikan dan tidak mendapat keuntungan disebut Hospes. c. Parasitisme Suatu bentuk simbiosis antara dua spesies, dimana satu spesies mendapatkan keuntungan sedangkan spesies lainya tidak dirugikan . Spesies yang diuntungkan disebut parasit, sedangkan Spesies yang dirugikan disebut Hospes. Contoh : Bakteri, parasit, virus patogen yang hidup didalam tubuh manusia. 7. Predatorisme Hubungan yang ada antara dua kelompok mikroorganisme yang hidup dengan memangsa salah satu kelompok mikroorganisme tersebut. Kelompok yang memangsa kelompok lainnya disebut Predator (pemangsa). Hubungan kuman dengan lingkungan abiotik biasanya berkaitan dengan lingkungan alam yang sangat mempengaruhi dalam pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Beberapa hubungan kuman dengan lingkungan abiotik dijelaskan berikut ini: 1. Suhu Masing – masing mikroorganisme mempunyai suhu optimum , minimum dan maksimum untuk pertumbuhannya. Hal ini disebabkan dibawah suhu minimum dan diatas suhu maksimum aktivitas enzim akan berhenti, bahkan pada suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terdenaturasinya enzim mikroorganisme tersebut yang akibatnya memimbulkan kematian pada mikroorganisme. 2. PH ( Konsentrasi ion Hidrogen ) Sebagian besar Mikroorganisme memiliki jarak pH optimal yang cukup sempit untuk pertumbuhannya.
Nilai
pH
medium
sangat
mempengaruhi
pertumbuhan
Mikroorganisme. Pada umumnya Mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 3 -6, dan kebanyakan bakteri memiliki pH optimum yaitu pH dimana bakteri tersebut dapat tumbuh baik atau maksimum pada kisaran pH 6,5 – 7,5. Kisaran pH yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan
Mikroorganisme
tergantung
pula
dengan
spesies
Mikroorganismenya. Berdasarkan atas kemampuan hidup mikroorganisme terhadap pH , maka mikroorganisme dibagi menjadi 3 group yaitu Neutrofilik,Asidofilik dan Alkalofilik. 3. Tersedianya air dan Kelembaban Udara relatif ( RH )
Mikroorganisme memerlukan air untuk hidup dan berkembang biak. Oleh karena itu pertumbuhan jasad renik pada makanan sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang tersedia.Tidak semua air yang terdapat dalam bahan pangan dapat digunakan oleh jasad renik 4. Oksigen. Konsentrasi oksigen di dalam bahan pangan dan lingkungan mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme.
Berdasarkan
kebutuhan
akan
oksigen
untuk
pertumbuhanya maka mikroorganisme dibedakan menjadi 3 group : a. Aerob Bakteri yang dapat tumbuh baik bila ada oksigen atau mutlak memerlukan oksigen.Bakteri ini mempunyai enzim superoksidase dismutase yang memecah oksigen bebas dan enzim katalase yang memecah hidrogen peroksida sehingga menghasilkan senyawa akhir berupa air dan oksigen yang tidak beracun bagi bakteri yang bersifat aerob. Dalam kelompok bakteri aerob terdapat kelompok bakteri yang membutuhkan konsentrasi oksigen yang sangat rendah yaitu sekitar 5 % bakteri ini bersifat Mikroaerofilik dan mempunyai enzimHidrogenase yang tidak aktif bila konsentrasi oksigen disekitarnya tinggi. b. Anaerob fakultatif Bakteri yang dapat hidup dalam keadaan dengan atau tanpa oksigen, walaupun pertumbuhanya jauh lebih cepat bila ada oksigen.Bakteri ini mempunyai enzim superoksida dismutase dan enzim peroksidase yang mengkatalis reaksi hidrogen peroksida dengan senyawa organik yang menghasilkan senyawa organik teroksidasi dan air, produk akhir ini tidak bersifat racun bagi bakteri fakultatif anaerob. c. Anaerobik Bakteri
yang
mutlak
dapat
tumbuh
bila
tidak
ada
oksigen.
Adanya
oksigen bagi bakteri ini dapat menimbulkan kematian karena bakteri inii tidak mempunyai enzim superoksida dismutase, katalase maupun peroksidase yang akan menguraikan hasil metabolisme yang bersifat toksik seperti Hidrogen peroksida dan radikal
bebas
lainnya.
BAB 3 Dasar-dasar Bakteriologi Morfologi Bakteri Pertumbuhan dan Perkembangan bakteri Obat antimikroba, resistensi mikroba
MORFOLOGI BAKTERI Bakteri berasal dari kata “bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang namanya dipakai untuk menyebutkan sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop. 1.
Golongan basil Golongan basil berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Basil dapat bergandengan dua-dua, atau terlepas satu sama lain, yang bergandeng-gandengan panjang disebut streptobasil, yang dua-dua disebut diplobasil.
2.
Bentuk kokus Golongan kokus merupakan bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Golongan ini tidak sebanyak golongan basil. Kokus ada yang bergandeng-andengan panjang serupa tali leher, disebut streptokokus, ada yang bergandengan dua-dua, disebut diplokokus, ada yang mengelompok berempat, disebut tetrakokus, kokus yang mengelompok serupa kubus disebut sarsina.
3.
Golongan spiril Golongan spiril merupakan bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral. Bakteri ini tidak banyak terdapat, karena itu merupakan golongan yang paling kecil, jika dibandingkan dengan golongan kokus maupun golongan basil.
BENTUK DAN UKURAN SEL BAKTERI Bentuk dan ukuran sel bakteri bervariasi, ukurannya berkisar 0,4 – 2,0µm. Bentuk sel bakteri dapat terlihat di bawah mikroskop cahaya, dapat berbentuk kokus (bulat), basil (batang), dan spiral. Bentuk sel kokus terdapat sebagai sel bulat tunggal, berpasangan (diplokokkus), berantai (streptokokkus), atau tergantung bidang pembelahan, dalam empat atau dalam kelompok seperti buah anggur (stafilokokkus). Bentuk sel serupa batang biasanya bervariasi, memiliki panjang mulai dari batang pendek sampai batang panjang yang melebihi beberapa kali diameternya. Ujung sel bakteri serupa batang dapat berupa lingkaran halus, seperti pada bakteri enterik Salmonella typhosa, atau berbentuk kotak seperti pada Bacillus anthracis. Bentuk batang serupa benang panjang yang tidak dapat dipisahkan menjadi sel tunggal diketahui sebagai filamen. Bentuk batang fusiform, meruncing pada kedua ujungnya ditemukan pada bebebrapa bakteri rongga mulut dan lambung. Bakteri batang melengkung
bervariasi mulai dari yang kecil, bentuk koma, atau sedikit uliran dengan suatu lengkungan tunggal, seperti
Vibrio cholerae, sampai bentuk spiroket panjang, seperti Borrelia,
Treponema dan Leptospira, yang memiliki banyak uliran
Bentuk umum sel dan rangkaian sel bakteri (Sumber: Milton R.J. Salton dan Kwang-Shin Kim, 2001)
Beberapa bakteri memiliki bentuk yang berbeda dari bentuk umumnya bakteri seperti di atas, tetapi lebih mirip dengan struktur hifa dari jamur (fungi). Struktrur bakteri dalam kelompok ini dimasukan dalam kelompok aktinomiset yang tubuhnya serupa hifa atau filamen dan menghasilkan
spora. Bakteri kelompok aktinomiset terkenal karena dapat
menghasilkan senyawa antimikroba berupa antibiotika, seperti: Streptomyces menghasilkan antibiotik streptomisin. STRUKTUR SEL BAKTERI Sebagian besar sel bakteri memiliki lapisan pembungkus sel, berupa membran plasma, dinding sel yang mengandung protein dan polisakarida. Sejumlah bakteri dapat membentuk kapsul dan lendir, juga flagela dan pili. Dinding selnya merupakan struktur yang kaku berfungsi membungkus dan melindungi protoplasma dari kerusakan akibat faktor fisik dan menjada pengaruh lingkungan luar seperti kondisi tekanan osmotik yang rendah. Protoplasma erdiri dari membran sitoplasma beserta komponen-komponen seluler yang ada di dalamnya. Beberapa jenis bakteri dapat membentuk endospora sebagai pertahanan dikala lingkungan
tidak sesuai untuk pertumbuhannya. Struktur dinding sel dapat menentukan perbedaan tipe sel bakteri, seperti bakteri Gram-positif dan Gram-negatif.
Gambaran umum struktur sel bakteri (Sumber :Fardiaz,1987) 1. Flagela dan Filamen Axial Flagela merupakan filamen protein uliran (helical) dengan panjang dan diameter yang sama, dimiliki oleh beberapa bakteri
patogen untuk bergerak bebas dan cepat
(pergerakan berenang). Flagela disusun oleh tiga bagian: filamen, hook (sudut), dan basal body (bagian dasar). Bagian dasar menancap pada membran plasma, disusun oleh suatu tangkai serta satu atau dua rangkaian cincin yang mengelilinginya dan berhubungan dengan membran plasma, peptidoglikan, dan pada bakteri Gram-negatif berhubungan dengan membran luar pembungkus sel.
Fungsi utama flagela pada bakteri adalah
sebagai alat untuk pergerakan. Flagela bukan merupakan alat untuk pertahanan hidup. Flagela dapat dipisahkan dengan guncangan atau dengan putaran dalam alat pengocok seperti sentrifuga. Sel tetap hidup dan memperoleh motilitas dengan pertumbuhan kembali flagela.
Sel bakteri berflagela dapat menghampiri sumber nutrisi dan
menghindari racun dengan menghampiri suatu kemoatraktan atau meninggalkan senyawa yang tidak diinginkan. 2. Mikrofibril: Fimbria dan Pili Seks (Adhesin, Lektin, Evasin, dan Aggressin) Fimbria, disebut jua pili dapat diamati dengan mikroskop elektron pada permukaan beberapa jenis sel bakteri. Fimbria merupakan mikrofibril serupa rambut berukuran 0,004 – 0,008 µm,. Fimbria lebih lurus, lebih tipis dan lebih pendek dibandingkan dengan flagela. Struktur fimbria serupa dengan flagela, disusun oleh gabungan monomer, membentuk rantai yang berasal dari membran plasma. Salah satu bakteri yang memiliki banyak fimbria, dapat menginfeksi saluran urin. Sel berfimbria melekat kepada ruang antar sel, permukaan hidrofobik, dan reseptor spesifik. Fungsi fimbria dianggap
membantu bakteri untuk bertahan hidup dan berinteraksi dengan inang. Fungsi fimbria, di antara komponen permukaan sel bakteri yang lainnya, dapat dianggap memiliki aktivitas fungsional seperti adhesin, lektin, evasin, agresin, dan pili seks. Pada bakteri patogen yang menyebabkan infeksi, fimbria dan komponen permukaan lainnya dapat berperan sebagai faktor pelekat spesifik, yang disebut adhesin. Spesifisitas perlekatan fimbria dapat menyebabkan bakteri menempel dan berkoloni pada jaringan inang spesifik. 3. Selubung Sel Selubung sel bakteri terdiri dari membran plasma, dinding sel serta protein khusus atau polisakarida dan beberapa bahan pelekat luar. Komponen selubung sel sebagai lapisan pelindung yang tersusun atas beberapa lapis sel yang umum terdapat pada sel bakteri, tersusun dari 20% atau lebih dari berat kering sel. Selubung sel bakteri mengandung daerah transpor untuk nutrisi dan daerah reseptor untuk virus bakteri dan bakteriosin, mempermudah interaksi inang-parasit, disamping itu sebagai tempat reaksi komplemen dan antibodi, dan sering mengandung komponen toksik untuk inang. 4. Kapsul Virulensi patogen
sering berhubungan dengan produksi kapsul. Strain virulen
Pneumococcus menghasilkan polimer kapsuler yang melindungi bakteri dari fagositosis. Bakteri tersebut membentuk koloni mukoid atau cair (tipe M) atau koloni halus (tipe S) pada medium padat dan sebaliknya strain kasar (tipe R ) tidak membentuk kapsul. Hilangnya kemampuan untuk membentuk kapsul melalui mutasi berhubungan dengan kehilangan virulensi dan kerusakan oleh fagosit tapi tidak mempengaruhi kelangsungan hidup bakteri. Bentuk kapsul yang kental yang cenderung melekat kepada sel, sedangkan lendir dan polimer ekstraseluler lebih mudah tercuci. Kapsul lebih mudah dilihat dengan pewarnaan negatif. Di bawah mikroskop, dalam campuran tinta India kapsul kelihatan lebih terang mengelilingi sel. Kapsul juga dapat diwarnai secara khusus. Sel bakteri yang tidak membentuk kapsul dan secara serologi dapat bereaksi dengan serum antikapsul, dikatakan menghasilkan mikrokapsul
Struktur kapsul pada sel bakteri dilihat dengan mikroskop cahaya (Sumber: Todar,K.,2001)
5. Dinding Sel Dinding sel, ditemukan pada semua bakteri hidup bebas kecuali pada Mycoplasma. Dinding sel berfungsi melindungi kerusakan sel dari lingkungan bertekanan osmotik rendah dan memelihara bentuk sel. Hal ini dapat diperlihatkan melalui plasmolisis, dengan mengisolasi partikel selubung sel setelah sel bakteri mengalami kerusakan secara mekanik, atau dengan penghancuran oleh lisozim. Jika seluruh sel atau selubung sel diisolasi kemudian diberi lisozim, partikel dinding sel bakteri (bukan archeabakteria) dapat lisi dengan perlakuan lisozim tersebut dan membentuk protoplast (Bakteri Gram positif) dan spheroplas (Bakteri Gram negatif).
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BAKTERI PERTUMBUHAN BAKTERI Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan jumlah atau volume serta ukuran sel. Pada organisme prokariot seperti bakteri, pertumbuhan merupakan pertambahan volume dan ukuran sel dan juga sebagai pertambahan jumlah sel. Pertumbuhan sel bakteri biasanya mengikuti suatu pola pertumbuhan tertentu berupa kurva pertumbuhan sigmoid.
Kurva Pertumbuhan Bakteri, menunjukkan empat fase pertumbuhan: a=fase lag; b=fase eksponensial; c=fase stasioner dan d=fase kematian populasi (sumber: Brock & Madigan,1991)
Perubahan kemiringan pada kurva tersebut menunjukkan transisi dari satu fase perkembangan ke fase lainnya. Nilai logaritmik jumlah sel biasanya lebih sering dipetakan daripada nilai aritmatik. Logaritma dengan dasar 2 sering digunakan, karena setiap unit pada ordinat menampilkan suatu kelipatan-dua dari populasi. Kurva pertumbuhan bakteri dapat dipisahkan menjadi
empat fase utama : fase lag (fase lamban atau lag phase), fase
pertumbuhan eksponensial (fase pertumbuhan cepat atau log phase), fase stationer (fase statis atau stationary phase) dan fase penurunan populasi (decline). Fase-fase tersebut mencerminkan keadaan bakteri dalam kultur pada waktu tertentu. Di antara setiap fase terdapat suatu periode peralihan dimana waktu dapat berlalu sebelum semua sel memasuki fase yang baru. 1.
FASE LAG. Setelah inokulasi, terjadi peningkatan ukuran sel, mulai pada waktu sel tidak atau sedikit mengalami pembelahan. Fase ini,
ditandai dengan peningkatan komponen
makromolekul, aktivitas metabolik, dan kerentanan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Fase lag merupakan suatu periode penyesuaian yang sangat penting untuk penambahan metabolit pada kelompok sel, menuju tingkat yang setaraf dengan sintesis sel maksimum. 2.
FASE LOG/PERTUMBUHAN EKSPONENSIAL. Pada fase eksponensial atau logaritmik, sel berada dalam keadaan pertumbuhan yang seimbang. Selama fase ini, masa dan volume sel meningkat oleh faktor yang sama dalam arti rata-rata komposisi sel dan konsentrasi relatif metabolit tetap konstan. Selama periode ini pertumbuhan seimbang, kecepatan peningkatan dapat diekspresikan
dengan fungsi eksponensial alami. Sel membelah dengan kecepatan konstan yang ditentukan oleh sifat intrinsik bakteri dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini terdapat keragaman kecepatan pertumban berbagai mikroorganisme. Waktu lipat dua untuk E. coli dalam kultur kaldu pada suhu 37oC, sekitar 20 menit, sedangkan waktu lipat dua minimal sel mamalia sekitar 10 jam pada temperatur yang sama. 3.
FASE STASIONER. Pada saat digunakan kondisi biakan
rutin, akumulasi produk limbah, kekurangan
nutrien, perubahan pH, dan faktor lain yang tidak diketahui akan mendesak dan mengganggu biakan, mengakibatkan penurunan kecepatan pertumbuhan. Selama fase ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan untuk periode yang berbeda, bergantung pada bakteri, tetapi akhirnya menuju periode penurunan populasi. Dalam beberapa kasus, sel yang terdapat dalam suatu biakan yang populasi selnya tidak tumbuh dapat memanjang, membengkak secara abnormal, atau mengalami penyimpangan, suatu manifestasi pertumbuhan yang tidak seimbang. 4.
FASE PENURUNAN POPULASI ATAU FASE KEMATIAN. Pada saat medium kehabisan nutrien maka populasi bakteri akan menurun jumlahnya, Pada saat ini jumlah sel yang mati lebih banyak daripada sel yang hidup. NUTRISI PERTUMBUHAN BAKTERI
Semua bentuk kehidupan mempunyai persamaan dalam hal persyaratan nutrisi berupa zat–zat kimiawi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan aktivitas lainnya. Nutrisi bagi pertumbuhan bakteri, seperti halnya nutrisi untuk organisme lain mempunyai kebutuhan akan sumber nutrisi, yaitu: 1. Bakteri membutuhkan sumber energi yang berasal dari energi cahaya (fototrof) dan senyawa kimia(kemotrof). 2. Bakteri membutuhkan sumber karbon berupa karbon anorganik (karbon dioksida) dan karbon organik (seperti karbohidrat). 3. Bakteri membutuhkan sumber nitrogen
dalam bentukm
garam nitrogen anorganik
(seperti kalium nitrat) dan nitrogen organik (berupa protein dan asam amino). 4. Bakteri membutuhkan beberapa unsur logam (seperti kalium, natrium, magnesium, besi, tembaga dsb). 5. Bakteri membutuhkan air untuk fungsi – fungsi metabolik dan pertumbuhannya. Bakteri dapat tumbuh dalam medium yang mengandung satu atau lebih persyaratan nutrisi
seperti di atas. Keragaman yang luas dalam tipe nutrisi bakteri, memerlukan penyiapan medium yang beragam untuk menumbuhkannya. Medium pertumbuhan bakteri dapat dikelompokkan berdasarkan kriteria, seperti berdasarkan sumbernya, tujuan kultivasi, status fisik dsb. Bebebrapa media untuk pertumbuhan bakteri dpat dilihat dalam tabel Beberapa medium pertumbuhan bakteri
OBAT ANTIMIKROBA, RESISTENSI MIKROBA OBAT ANTIMIKROBA Obat yang digunakan sebagai pengobatan penyakit infeksi telah diketahui sejak abad ke – 17 yaitu ditemukannya kinin untuk pengobatan malaria dan emetin untuk pengobatan amubiasis. Walaupun demikian kemoterapi sebagai ilmu baru dimulai pada dekade pertama pada abad ke – 20 oleh Paul Ehrlich. Penemuan sulfonamid yang segera digunakan di klinik pada tahun 1935 dapat menanggulangi masalah infeksi dengan hasil yang memuaskan, dan kemudian pada tahun 1940 diketahui bahwa Penisilin yang ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1929 sangat efektif untuk pengobatan penyakit infeksi Antibiotik merupakan bahan kimiawi yang dihasilkan oleh organisme seperti bakteri dan jamur, yang dapat mengganggu mikroorganisme lain. Biasanya bahan ini dapat membunuh bakteri (bakterisidal) atau menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) atau mikroorganisme lain. Beberapa antibiotik bersifat aktif terhadap beberapa spesies bakteri (berspektrum luas) sedangkan antibiotik lain bersifat lebih spesifik terhadap spesies bakteri tertentu (berspektrum sempit)
Antibiotik tidak saja digunakan untuk keperluan terapi pada manusia, namun juga digunakan pada berbagai bidang seperti pada bidang peternakan yaitu dalam hal profilaksis infeksi pada hewan di berbagai peternakan hewan atau penggunaan pada tanaman. Akibat dari hal tersebut maka timbul pemaparan yang terus menerus dan berlebihan dari flora tubuh manusia dan hewan terhadap antibiotik sehingga menyebabkan terjadinya proses seleksi bakteri yang resisten terhadap antibiotik pada suatu populasi bakteri dan terjadi transfer dari satu jenis bakteri ke bakteri yang lain Pemberian antibiotik berspektrum luas serta kombinasinya yang secara rutin merupakan penatalaksanaan penyakit infeksi oleh para klinisi, merupakan salah satu faktor penunjang terjadinya perubahan pola bakteri penyebab infeksi dan pola resistensi terhadap berbagai antibiotik. Mortalitas dan morbiditas yang tinggi pada penderita dengan infeksi serius yang dirawat di rumahsakit adalah tantangan terbesar yang dihadapi para klinisi di rumahsakit dalam mengobati penyakit infeksi
MEKANISME KERJA ANTIBIOTIK PADA SEL BAKTERI Secara umum mekanisme kerja antibiotik pada sel bakteri dapat terjadi melalui bebrapa cara yaitu :
Mekanisme kerja antibiotik pada bakteri (sumber : Neu dan Gootz, 2001)
a. Menghambat sintesis dinding sel bakteri. Bakteri mempunyai dinding sel yang merupakan lapisan luar dan kaku untuk mempertahankan bentuk sel dan mengatur tekanan osmotik di dalam sel. Dinding sel mengandung polimer mukopeptida kompleks (murein dan peptidoglikan) yang berbeda secara kimiawi yaitu terdiri dari polisakarida dan polipeptida. Polisakarida mengandung gula asam amino N-asetilglukosamin dan asam asetil muramat. Asam asetil muramat ini hanya dimiliki oleh sel bakteri. Pada gula asam amino menempel rantai peptida pendek dan ikatan silang dari rantai peptida ini mempertahankan kekakuan dinding sel. Tempat kerja antibiotik pada dinding sel bakteri adalah lapisan peptidoglikan. Lapisan ini sangat penting dalam mempertahankan kehidupan bakteri dari lingkungan yang hipotonik, sehingga kerusakan atau hilangnya lapisan ini akan menyebabkan hilangnya kekauan dinding sel dan akan mengakibatkan kematian. Semua antibiotik golongan β-laktam bersifat inhibitor selektif terhadap sintesis dinding sel bakteri dengan demikian aktif pada bakteri yang dalam fase pertumbuhan. Tahap awal pada kerja antibiotik ini dimulai dari pengikatan obat pada reseptor sel bakteri yaitu pada protein pengikat penisilin (PBPs=Penicillin-binding proteins). Setelah obat melekat pada satu atau lebih reseptor maka reaksi transpeptidasi akan dihambat dan selanjutnya sintesis peptidoglikan akan dihambat. Tahap berikutnya adalah inaktivasi serta hilangnya inhibitor enzim-enzim autolitik pada dinding sel. Akibatnya adalah aktivasi enzim-enzim litik yang akan menyebabkan lisis bakteri. b. Menghambat fungsi membran plasma. Sitoplasma pada sel-sel hidup berikatan dengan membran sitoplasma yang berperan di dalam barier permeabilitas selektif, berfungsi di dalam transport aktif dan mengontrol komposisi internal dari sel. Bila fungsi integritas membran sel ini terganggu maka ion dan makromolekul akan keluar dari sel dan akan menghasilkan kerusakan dan kematian sel. Membran sitoplasma bakteri dan jamur mempunyai truktur yang berbeda dengan sel-sel hewan dan dapat lebih mudah dirusak oleh beberapa bahan kimia atau obat. Sebagai contoh adalah polimiksin B yang bekerja pada bakteri gram negatif yang mengandung lipid bermuatan positif pada permukaannya. Polimiksin mempunyai aktivitas antagonis Mg2+ dan Ca2+ yang secara kompetisi menggantikan Mg2+ atau Ca2+ dari gugus fosfat yang bermuatan negatif pada lipid membran. Polimiksin ini menyebabkan disorganisasi permeabilitas membran sehingga asam nukleat dan kation-kation akan pecah dan sel akan engalami kematian.
c. Penghambatan melalui sintesis asam nukleat. menghambat pertumbuhan bakteri melalui pengikatan pada DNA-dependent RNA polymerase. Rantai polipeptida dari enzim polimerase melekat pada faktor yang menunjukkan spesifisitas di dalam pengenalan letak promoter dalam proses transkripsi DNA. Rifampin berikatan secara nonkovalen dan kuat pada subunit RNA polimerase dan mempengaruhi proses inisiasi secara spesifik sehingga mengakibatkan hambatan pada sintesis RNA bakteri. Resistensi terhadap rifampin terjadi karena perubahan pada RNA polimerase akibat mutasi kromosomal. Semua kuinolon dan fluorokuinolon menghambat sintesis DNA bakteri melalui penghambatan DNA girase. d. Menghambat metabolisme folat mempengaruhi metabolisme folat melalui penghambatan kompetitif biosintesis tetrahidrofolat yang bekerja sebagai pembawa 1 fragmen karbon yang diperlukan untuk sintesis DNA, RNA dan protein dinding sel.
MEKANISME RESISTENSI BAKTERI Obat-obat antimikroba tidak efektif terhadap semua mikroorganisme. Spektrum aktivitas setiap obat merupakan hasil gabungan dari beberapa faktor, dan yang paling penting adalah mekanisme kerja obet primer. Demikian pula fenomena terjadinya resistensi obat tidak bersifat universal baik dalam hal obat maupun mikroorganismenya. Perubahan-perubahan dasar dalam hal kepekaan mikroorganisme terhadap antimikroba tanpa memandang faktor genetik yang mendasarinya adalah terjadinya keadaan-keadaan sebagai berikut : 1. Dihasilkannya enzim yang dapat menguraikan antibiotik seperti enzim penisilinase, sefalosporinase, fosforilase, adenilase dan asetilase. 2. Perubahan permeabilitas sel bakteri terhadap obat. 3. Meningkatnya jumlah zat-zat endogen yang bekerja antagonis terhadap obat. 4. Perubahan jumlah reseptor obat pada sel bakteri atau sifat komponen yang mengikat obat pada targetnya. Resistensi bakteri dapat terjadi secara intrinsik maupun didapat. Resistensi intrinsik terjadi secara khromosomal dan berlangsung melalui multiplikasi sel yang akan diturunkan pada urunan berikutnya. Resistensi yang didapat dapat terjadi akibat mutasi khromosomal atau akibat transfer DNA. Sifat resistensi terhadap antibiotik melibatkan perubahan genetik yang
bersifat stabil dan diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya, dan setiap proses yang menghasilkan komposisi genetik bakteri seperti mutasi, transduksi (transfer DNA melalui bakteriofaga), transformasi (DNA berasal dari lingkungan) dan konjugasi (DNA berasal dari kontak langsung bakteri yang satu ke bakteri lain melalui pili) dapat menyebabkan timbulnya sifat resisten tersebut. Proses mutasi, transduksi dan transformasi merupakan mekanisme yang terutama berperan di dalam timbulnya resistensi antibiotik pada bakteri kokus Gram positif, sedangkan pada bakteri batang Gram negatif semua proses termasuk konjugasi bertanggung jawab dalam timbulnya resistensi 1. Resistensi akibat mutasi. Seperti proses mutasi khromosom yang lain, mutasi yang menimbulkan keadaan resisten terhadap antibiotik juga merupakan peristiwa spontan, terjadi secara acak, tidak dipengaruhi frekuensinya oleh kondisi seleksi atau antibiotik, kecuali antibiotik tersebut sendiri adalah mutagen yang mampu meningkatkan angka mutasi. Perubahan yang terjadi pada mutasi biasanya mengenai satu pasangan basa pada urutan nukleotida gen. Mutasi khromosom mengakibatkan perubahan struktur sel bakteri antara lain perubahan struktur ribosom yang berfungsi sebagai “target site”, perubahan struktur dinding sel atau membran plasma menjadi impermeabel terhadap obat, perubahan reseptor permukaan dan hilangnya dinding sel bakteri menjadi bentuk L (“L-form”) atau sferoplast. Penggunaan antibiotik secara luas dan dalam jangka waktu yang lama merupakan proses seleksi, sehingga galur mutan akan bekembang biak menjadi dominan di dalam populasi. 2. Resistensi dengan perantaraan plasmid Plasmid R ditemukan sekitar tahun 1960-an dan telah menyebar luas pada populasi bakteri komensal maupun patogen. Plasmid adalah elemen genetik ekstrakromosom yang mampu mengadakan replikasi secara otonom. Pada umumnya plasmid membawa gen pengkode resisten antibiotik. Resistensi yang diperantarai oleh plasmid adalah resistensi yang umum ditemukan pada isolat klinik. Gen yang berlokasi pada plasmid lebih mobil bila dibandingkan dengan yang berlokasi pada kromosom. Oleh karena itu gen resistensi yang berlokasi pada plasmid dapat ditransfer dari satu sel ke sel lain. 3. Reistensi dengan perantaraan transposon. Transposon dapat berupa insertion sequence dan transposon kompleks. Transposon adalah struktur DNA yang dapat bermigrasi melalui genom suatu organisme. Struktur
ini bisa merupakan bagian dari plasmid dan bakteriofaga tapi dapat juga berasal dari khromosom bakteri. Insertion sequence = IS (simple transposon) adalah elemen DNA yang bersifat mobile pada bakteri, biasanya hanya mengandung gen transposase. Struktur ini dapat mengubah urutan DNAnya sendiri dengan memotong dari lokasi DNA dan pindah ke tempat lain. Akibatnya IS menyebabkan susunan genom berubah, terjadi delesi, inversi, duplikasi dan fusi replikasi. Transposon kompleks dapat berupa bagian dari plasmid tetapi juga dapat terjadi pada genom bakteri. Transposon terdiri dari gen yang mengkode enzim yang dapat memotong DNAnya sendiri sehingga dapat berpindah ketempat lain. Transposon kompleks mengandung satu gen atau lebih dengan fungsi yang berbeda-beda. Bila transposon yang
mengandung gen resisten mengadakan insersi pada plasmid maka akan
dipindahkan ke sel lain. Dengan demikian bila plamid mampu bereplikasi sendiri pada inang yang baru atau bila transposon pindah ke plasmid yang mampu mengadakan replikasi atau mengadakan insersi pada khromosom maka sel ini menjadi resisten terhadap antibiotik.
BAB 4 Dasar-dasar Virologi Pertumbuhan dan Perkembangan virus Obat antiviral
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN VIRUS SEJARAH VIRUS Virus berasal dari bahasa yunani “Venom” yang berarti racun. Virus adalah parasit mikroskopik yang
menginfeksiselorganisme biologis.
Secara umum virus merupakan
partikel tersusun atas elemen genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam deoksiribonukleat (DNA) atau asam ribonukleat (RNA) yang dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dalam tubuh inang dan ekstrseluler diluar tubuh inang. Virus memiliki sifat hidup dan mati. Sifat hidup (seluler) yaitu memiliki asam nukleat namun tidak keduanya (hanya DNA atau RNA), dapat bereproduksi dengan replikasi dan hanya dapat dilakukan didalam sel
inang (parasit obligat intraseluler). Sifat mati
(aseluler) yaitu dapat di kristalkan dan dicairkan. Struktur berbeda dengan sel dan tidak melakukan metabolisme sel. Beberapa tokoh dalam penemuan virus pertama yaitu: 1.
Adoft Mayer (1883, Jerman) Percobaan diawali dari munculnya penyakit bintik kuning pada daun tembakau. Ia mencoba menyemprotkangetah tanaman sakit ke tanaman sehat, hasilnya tanaman
2.
Dmitri Ivanovski (1892, Rusia) Ia mencoba menyaring
getah tanaman yang sakit dengan filter bakteri sebelum
disemprotkan ke tanaman sehat. Hasilnya, tanaman sehat
tetap tertular. Ia
menyimpulkan bahwa ada partikel yang lebih kecil lagi dari bakteri yang lolos saringan yang menularkan penyakitMartinus 3.
W. Beijerinck (1896, Belanda) Ia menemukan bahwa partikel itu dapat bereproduksi pada tanaman, tapi tidak pada medium pertumbuhan bakteri. Ia menyimpulkan bahwa partikel itu hanya dapat hidup pada makhluk hidup yang diserangnya.
4.
Wendel M. Stanley (1935, Amerika) Ia berhasil mengkristalkan partikel tersebut. Partikel mikroskopis itu lalu dinamai TMV (Tobacco Mosaic Virus).
BENTUK DAN UKURAN VIRUS Bentuk virus bervariasi dari segi ukuran, bentuk dan komposisi kimiawinya. Bentuk virus
ada yang berbentuk bulat, oval, memanjang, silindariis, dan ada juga yang berbentuk T. ukuran Virus sangat kecil, hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron, ukuran virus lebih kecil daripada bakteri. Ukurannya berkisar dari 0,02 mikrometer sampai 0,3 mikrometer (1 μm = 1/1000 mm). Unit pengukuran virus biasanya dinyatakan dalam nanometer (nm). 1 nm adalah 1/1000 mikrometer dan seperjuta milimeter. Virus cacar merupakan salah satu virus yang ukurannya terbesar yaitu berdiameter 200 nm, dan virus polio merupakan virus terkecil yang hanya berukuran 28 nm.
1. Kabsid Kapsid adalah lapisan pembungkus tubuh virus yang tersusun atas protein. Kapsid terdiri dari sejumlah kapsomer yang terikar satu sama lain. Fungsi : a. Memberi bentuk virus b. Pelindung dari kondisi lingkungan yang merugikan c. Mempermudah penempelan pada proses penembusan ke dalam sel 2. Isi Terdapat di sebelah dalam kapsid berupa materi genetik/ molekul pembawa sifat keturunan yaitu DNA atau RNA. Virus hanya memiliki satu asam nukleat saja yaitu satu DNA/ satu RNA saja, tidak kedua-duanya. Asam nukleat sering bergabung dengan protein disebut nukleoprotein. Virus tanaman/ hewan berisi RNA/ DNA, virus fage berisi DNA 3. Kepala Kepala virus berisi DNA, RNA dan diselubungi oleh kapsid. Kapsid tersusun oleh satu unit protein yang disebut kapsomer. 4. Ekor
Serabut ekor adalah bagian yang berupa jarum dan berfungsi untuk menempelkan tubuh virus pada sel inang. Ekor ini melekat pada kepala kapsid. Struktur virus ada 2 macam yaitu virus telanjang dan virus terselubung (bila terdapat selubung luar (envelope) yang terdiri dari protein dan lipid).
Ekor virus terdiri atas tabung
bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut. Khusus untuk virus yang menginfeksi sel eukariotik tidak memiliki ekor. PENGEMBANGBIAKAN VIRUS Virus memanfaatkan metabolisme sel penjamu untuk membantu sintesis protein virus dan virion baru; jenis sel yang dapat diinfeksi oleh virus dapat sedikit dapat banyak. Untuk tujuan diagnosti, sebagian besar virus ditumbuhkan dalam biakan sel, baik turunan sel sekunder atau kontinu; pemakaian telur embrionik dan hewan percobaan untuk membiakan virus hanya dilakukan untuk investigasi khusus. Jenis biakan sel untuk mengembangbiakan virus sering berasal dari jaringan tumor, yang dapat digunakan secara terus menerus
1. Peletakan/ Adsorpsi adalah tahap penempelan virus pada dinding sel inang. Virus menempelkan sisi tempel/ reseptor site ke dinding sel bakteri
2. Penetrasi sel inang yaitu enzim dikeluarkan untuk membuka dinding sel bakteri. Molekul asam.nukleat (DNA/RNA) virus bergerak melalui pipa ekor dan masuk ke dalam sitoplasma sel melalui dinding sel yang terbuka. Pada virus telanjang, proses penyusupan ini dengan cara fagositosis virion (viropexis), pada virus terselubung dengan cara fusi yang diikuti masuknya nukleokapsid ke sitoplasma 3. Eklipase : asam nukleat virus menggunakan asam nukleat bakteri untuk membentuk bagian-bagian tubuh virus 4. Pembentukan virus (bakteriofage) baru : bagian-bagian tubuh virus yang terbentuk digabungkan untuk mjd virus baru. 1 sel bakteri dihasilkan 100 – 300 virus baru 5. Pemecahan sel inang : pecahnya sel bakteri. Dengan terbentuknya enzim lisoenzim yang melarutkan dinding sel bakteri sehingga pecah dan keluarlah virus-virus baru yang mencari sel bakteri lain
OBAT ANTIVIRAL Virus hanya dapat ditanggulangi oleh antibodies selama masih berada di dalam darah. Bila virus sudah masuk ke dalam sel, segera system-interferon dengan khasiat antiviralnya turun tangan, lazimnya dalam beberapa jam setelah dimulainya infeksi. Interferon adalah protein yang dibentuk oleh sel-sel terinfeksi virus dengan maksud melindungi sel-sel lain terhadap penyebaran infeksi. Virus tidak bisa bereplikasi lagi dalam sel-sel yang telah berkontak dengan interferon. Selama bertahun – tahun terdapat anggapan bahwa sangatlah sulit untuk mendapatkan kemoterapi antivirus dengan selektivitas yang tinggi. Siklus replikasi virus yang dianggap sangat mirip dengan metabolisme normal manusia menyebabkan setiap usaha untuk menekan reproduksi virus juga dapat membahayakan sel yang terinfeksi. Bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan pengertian yang lebih dalam mengenai tahap-tahap spesifik dalam replikasi virus sebagai target kemoterapi antivirus, semakin jelas bahwa kemoterapi pada infeksi virus dapat dicapai dan reproduksi virus dapat ditekan dengan efek yang minimal pada sel hospes.
BAB 5 Dasar-dasar Mikologi Struktur dan Klasifikasi Jamur Pertumbuhan dan Perkembangan jamur Obat anti jamur
STRUKTUR DAN KLASIFIKASI JAMUR STRUKTUR JAMUR Secara umum, jamur dapat didefinisikan sebagai organisme eukariotik yang mempunyai inti dan organel.
Jamur tersusun dari hifa yang merupakan benang-benang sel tunggal
panjang, sedangkan kumpulan hifa disebut dengan miselium. Miselium merupakan massa benang yang cukup besar dibentuk dari hifa yang saling membelit pada saat jamur tumbuh. Jamur mudah dikenal dengan melihat warna miseliumnya Bagian penting tubuh jamur adalah suatu struktur berbentuk tabung menyerupai seuntai benang panjang, ada yang tidak bersekat dan ada yang bersekat.
Hifa dapat tumbuh
bercabang-cabang sehingga membentuk jaring-jaring, bentuk ini dinamakan miselium. Pada satu koloni jamur ada hifa yang menjalar dan ada hifa yang menegak. Biasanya hifa yang menegak ini menghasilkan alat-alat pembiak yang disebut spora, sedangkan hifa yang menjalar berfungsi untuk menyerap nutrien dari substrat dan menyangga alat-alat reproduksi. Hifa yang menjalar disebut hifa vegetatif dan hifa yang tegak disebut hifa fertil. Pertumbuhan hifa berlangsung terus-menerus di bagian apikal, sehingga panjangnya tidak dapat ditentukan secara pasti. Diameter hifa umumnya berkisar 3-30 µm. Jenis jamur yang berbeda memiliki diameter hifa yang berbeda pula dan ukuran diameter itu dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
Struktur tubuh jamur Rhizopus sp. (Sumber: Darliah, 2009)
Hifa adalah benang halus yang merupakan bagian dari dinding tubuler yang mengelilingi membran plasma dan sitoplasma. Jamur sederhana berupa sel tunggal atau benang-banang hifa saja.
Jamur tingkat tinggi terdiri dari anyaman hifa yang disebut prosenkim atau
pseudoparenkim. Prosenkim adalah jalinan hifa yang kendor dan pseudoparenkim adalah anyaman hifa yang lebih padat dan seragam. Sering terdapat anyaman hifa yang padat dan berguna untuk mengatasi kondisi buruk yaitu rhizomorf atau sklerotium. Ada pula yang disebut stroma yaitu jalinan hifa yang padat dan berfungsi sabagai bantalan tempat tumbuhnya bermacam-macam bagian lainnya. Sebagian besar jamur membentuk dinding selnya dari kitin, yaitu suatu polisakarida yang mengandung pigmen-pigmen yang kuat namun fleksibel KLASIFIKASI JAMUR Jamur terdiri dari empat kelas utama yaitu : 1.
Chitridiomycetes Sebagian besar Chitridiomycetes adalah organisme aquatik.
Chitridomycetes
merupakan jamur yang berflagel. Cara penyerapan makanannya dengan cara absorbsi, dinding selnya terbuat dari kitin. Sebagian besar Chitridiomycetes membentuk hifa senositik dan spora berflagel tunggal atau disebut zoospora 2.
Zygomycetes Anggota Zygomycetes memiliki hifa yang tidak bersekat dan memiliki banyak inti disebut hifa senositik. Kebanyakan kelompok ini saprofit. Berkembang biak secara aseksual dengan spora, dan secara seksual dengan zigospora.
Ketika sporangium
pecah, sporangiospora tersebar, dan jika jatuh pada medium yang cocok akan tumbuh menjadi individu baru.
Hifa yang senositik akan berkonjugasi dengan hifa lain
membentuk zigospora 3.
Ascomycetes Golongan jamur ini memiliki ciri dengan spora yang terdapat di dalam kantung yang disebut askus. Askus adalah sel yang membesar yang didalamnya terdapat spora yang disebut askospora. Setiap askus biasanya memiliki 2-8 askospora.
Kelompok ini
memiliki 2 stadium perkembangbiakan yaitu stadium konidium (aseksual) dan stadium askus (seksual). Sebagian besar Ascomycetes bersifat mikroskopis dan hanya sebagian kecil bersifat makroskopis yang memiliki tubuh buah 4.
Basidiomycetes Kebanyakan
anggota
Basidiomycetes
adalah
jamur
payung
dan
cendawan.
Basidiomycetes mempunyai hifa yang bersekat, fase seksualnya dengan pembentukan basidiospora yang terbentuk pada basidium sedangkan fase aseksualnya ditandai
dengan pembentukan konidium. Konidium maupun basidiospora pada kondisi yang sesuai dapat tumbuh dengan membentuk hifa bersekat melintang yang berinti satu (monokariotik). Selanjutnya, hifa akan tumbuh membentuk miselium Untuk jamur yang belum diketahui cara perkembangbiakan secara generatifnya dikelompokkan ke dalam kelas khusus Deuteromycetes. Deuteromycetes merupakan jamur yang hifanya bersekat dan menghasilkan konidia, namun jamur ini belum diketahui cara perkembangbiakan secara generatifnya. Deuteromycetes disebut juga jamur imperfecti (jamur tidak sempurna). Penamaan atau pengelompokkan ini bersifat sementara karena apabila telah diketahui cara reproduksi generatifnya (pembentukan askus) maka dikelompokkan ke dalam kelas Ascomycetes. Deuteromycetes secara filogenitik bukan merupakan suatu kelompok taksonomi
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN JAMUR Faktor-faktor pertumbuhan jamur meliputi kelembaban yang tinggi, persediaan oksigen, dan ersediaan bahan organik. Jamur merupakan saprofit dan dapat hidup dari bahan organik yang telah mati atau yang mengalami pembusukan (Peltczar et al., 1986). amur akan mencari dan mengabsorbsi molekul-molekul organik.
Melewati dinding selnya, jamur dapat
mengabsorbsi molekul-molekul kecil yang kemudian diabsorbsi dan digunakan secara langsung atau disusun menjadi molekul organik dalam sel (Campbell et al., 2003). Spora jamur memiliki berbagai bentuk dan ukuran, dan dapat dihasilkan secara seksual maupun aseksual. Pada umumnya spora adalah organisme uniseluler, tetapi ada juga spora multiseluler. Spora dihasilkan di dalam atau dari struktur hifa yang terspesialisasi. Ketika kondisi lingkungan memungkinkan pertumbuhan yang cepat, jamur memperbanyak diri dengan menghasilkan banyak spora secara aseksual. Terbawa oleh angin atau air, sporaspora tersebut berkecambah jika berada pada tempat yang lembab pada permukaan yang sesuai (Campbell et al., 2003). Menurut Peltczar (1986), spora seksual dihasilkan dari peleburan dua nukleus. Ada beberapa spora seksual yaitu: a. Askospora yang merupakan spora bersel satu yang terbentuk di dalam pundi atau kantung yang dinamakan askus. Biasanya terdapat delapan askospora di dalam setiap askus. b. Basidiospora yang merupakan spora bersel satu yang terbentuk di atas struktur berbentuk gada yang dinamakan basidium.
c. Zigospora yang merupakan spora besar berdinding tebal yang terbentuk apabila ujung-ujung dua hifa yang secara seksual serasi, disebut juga gametangia. d. Oospora merupakan spora yang terbentuk di dalam struktur betina khusus yang disebut oogonium, pembuahan telur atau oosfer oleh gamet jantan yang terbentuk di dalam anteridium menghasilkan oospora. Jamur dapat melakukan reproduksi secara seksual (generatif) maupun aseksual (vegetatif). Jamur memperbanyak diri dengan cara memproduksi sejumlah besar spora aseksual jika kondisi habitat sesuai. Untuk mendapatkan kebutuhan energinya,
OBAT ANTI JAMUR 1. AMFOTERISIN B Amfoterisin A & B adlh hasil fermentasi Streptomyces nodosus. (98% amfoterisin B),Tidak tahan suhu di atas 370C, tapi tahan pd suhu 40C.Amfoterisin B menyerang sel jamur yg sedang tumbuh dan sel matang .Aktifitas anti jamur nyata pd pH 6,0 – 7,5 tapi berkurang pd Ph lebih rendah. Amfoterisin B bersifat fungistatik dan fungisidal, tgt dosis dan senstivitas jamur yg dipengaruhi. Amfoterisin B berikatan kuat dgn sterol pd membran sel jamur. Ikatan tsb mrusak membran sel dan menyebabkan sel rusak permanen . Resistensi thdp Amfoterisin B diduga krn perubahan reseptor sterol pd membran sel . Sedikit sekali diserap melalui saluran cerna . Penyebaran & bitransformasi belum diket. Seluruhnya . 95% obat beredar dlm plasma terikat lipoprotein. Sebagian kecil mencapai CSS, humor vitreus dan cairan amnion. Ekskresi lambat melalui ginjal, 24 jam 3% dlm urin . ES : kulit panas, keringatan, sakit kepala, demam, mengigil, lesu, anoreksia, nyeri otot, flebitis, kejang, penurunan fungsi ginjal . Dosis awal IV :50% mengigil; 25% muntah; sebagian demam sampai 400C. Demam mengigil sering tjd, dpt dikurangi dgn hidrokortison 25-50 mg. Flebitis dpt dikurangi dgn penambahan heparin 1000 unit ke dlm infus . Penurunan fungsi faal ginjal tjd>80% pasien terapi Amfoterisin B akan kembali normal bila terapi dihentikan, ttpi menetap pd pasien dgn dosis penuh Indikasi
2. KETOKENAZOL Turunan imidazol sintetik. Liofilik & larut dlm air & pH asam . Aktifitas antijamur seperti mikonazol, efektif thdp Candida, aspergilus, H. capsulatum, C. neoformans, B. dermatitis. Diserap baik peroral; berkurang pd pH lambungtinggi/antasida; distribusi di lemak, saliva, urin & kult; 85% plasma; 15% sel darah; 1% bebas. Obat mengalami
metabolisme lintas awal. Ekskresi empedu ke usus, sedikit dlm urin; metabolit inaktif. ES : mual, pruritus, sakit kepla, vertigo, fotofobia, nyeri epigastrik, gusi berdarah, erupsi
3. FLUSITOSIN Spektrum sempit, efektif dgn kandidosis, kriptokkokosis, kromomikosis, torulosis & aspergilosis. Cryptococcus & candida dpt mjd resisten selama pengobatan dgn flusitosin. Infeksi saluran kemih bawah oleh candida yg sensitif flusitosin dpt diobati g obat ini krn kdr dlm urin tinggi . Flusitosinmasuk ke dlm sel dibantu sitosin deaminase, bergabung dg RNA stlh deaminase dan fosforilasi mjd 5-FU è menghambat sintesis DNA/protein. Diserap cepat & baik di saluran cerna. Ekskresi 90% dlm ur flusitosinin. Insufiensi ginjal 200 jam.
4. GRISEOFULVIN isolasi griseofulvin dr Penicillium janczewski . Efektif invitro thdp trychophyton, microsporum, epidermophyton . Tdk efktif thdp bakteri, jamur lain & ragi, actonimyces dan Nocardia . Absorpsi kurang baik, metabolisme di hati 50% dosis oral, ekskresi lewat urin selama 5 hari (metabolit)
5. GOLONGAN IMIDAZOL Spektrum luas termasuk mikonazol, klotimazol, ekonazol, isokonazol, tiokonazol dan bifonazol . Mikonazol efektif thdp trychophyton, microsporum, epidermophyton, candida, malassezia. Mekanisme kerusakan dinding sel jamur, menganggu sintesis asam nukleat . Mikonazol topikal diindikasikan utk deermatofitosis, tinea versikolor & kandidiasis
mukokutan.
UNTUK
dermatofitosis
sedang
dan
berat
sebaiknya
menggunakan
6. NISTATIN antibiotik polien dr Streptomyces noursei . Nistatin menghambat pertumbuhan jamur & ragi, tdk aktif thdp protozoa, bakteri & virus. Bekerja dg ikatan sterol pd membran sel jamur . Candida albicans sensitif thdp nistatin, tapi C. tropicalis, C. guillermondi, C. stellatoides mulai resisten & tdk sensitf, juga thdp amfoterisin B. Aborpsi saluran Cerna dpt
diabaikan,
tdk
dipakai
parenteral.
Ekskresi
bersama
feces/tinja.
BAB 6 Konsep Sistem Imunologi Dasar-dasar imunologi (antigen dan antibody) Prinsip- prinsip vaksin dan hypersensitivitas
DASAR-DASAR IMUNOLOGI (ANTIGEN DAN ANTIBODY) Imunologi adalah cabang ilmu biomedis yang berkaitan dengan respons organisme terhadap penolakan antigenic, pengenalan diri sendiri dan bukan
dirinya,serta
semua
efekbiologis, serologis dan kimia fisika fenomena imun. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur pathogen misalnya: bakteri, virus, jamur, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi yang terjadi pada manusia normal umumnya singkat dan jarang meninggalkan kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia memiliki suatu sistem yaitu sistem imun yang melindungi tubuh terhadap unsur-unsur patogen.
Reaksi imunologis merupakan mekanisme yang berkaitan dengan
pertahanan host terhadap suatu antigen seluler ataupun non seluler. Respon imun seseorang terhadap unsur-unsur patogen sangat bergantung pada kemampuan system imun untuk mengenal molekul-molekul asing atau antigen yang terdapat pada permukaan unsur patogen dan kemampuan untuk melakukan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan antigen. Test imunologis secara in vitro dapat digunakan sebagaitest diagnose
suatu penyakit
dan
diagnostik
imunoprofilaksis
yang
membantu
secara luas.
DASAR DASAR IMUNOLOGI 1. SEL T DAN SEL B A. Sel T Sel T adalah sel di dalam salah satu grup sel darah putih yang diketahui sebagai limfosit dan memainkan peran utama pada kekebalan selular. Sel T mampu membedakan jenis patogen dengan kemampuan berevolusi sepanjang waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh terpapar patogen. Hal ini dimungkinkan karena sejumlah sel T teraktivasi menjadi sel T memori dengan kemampuan untuk berkembangbiak dengan cepat untuk melawan infeksi yang mungkin terulang kembali. Kemampuan sel T untuk mengingat infeksi tertentu dan sistematika perlawanannya, dieksploitasi sepanjang proses vaksinasi, yang dipelajari pada sistem kekebalan tiruan. Respon yang dilakukan oleh sel T adalah interaksi yang terjadi antara reseptorsel T (bahasa Inggris: T cell receptor, TCR) dan peptida MHC pada permukaan sel sehingga menimbulkan antarmuka antara sel T dan sel target yang diikat lebih lanjutoleh molekul
co-receptor dan co-binding. Ikatan polivalen yang terjadi
memungkinkan pengiriman sinyal antar kedua sel. Sebuah fragmen peptida kecil yang
melambangkan seluruh isi selular, dikirimkan oleh sel target ke antarmuka sebagai MHC untuk dipindai oleh TCR yang mencari sinyal asing dengan lintasan pengenalan antigen. Aktivasi sel T memberikan respon kekebalan yang berlainan seperti produksi antibodi, aktivasi sel fagosit atau penghancuran sel target dalam seketika. Dengan demikian respon kekebalan tiruan terhadap berbagai macam penyakit diterapkan. Sel T memiliki prekursor berupa sel punca hematopoietik yang bermigrasi darisumsum
tulang
menuju
kelenjar
timus,
tempat
sel
punca
tersebut
mengalamirekombinasi VDJ pada rantai-beta pencerapnya, guna membentuk protein TCR yang disebut pre-TCR, pencerap spesial pada permukaan sel yang disebut pencerap sel T (bahasa Inggris: T cell receptor, TCR). "T" pada kata sel T adalah singkatan dari kata timus yang merupakan organ penting tempat sel T tumbuh dan menjadi matang. Beberapa jenis sel T telah ditemukan dan diketahui mempunyai fungsi yang berbeda-beda. B. Sel B Sel B adalah limfosit yang memainkan peran penting pada respon imun humoral yang berbalik pada imunitas selular yang diperintah oleh sel T. Fungsi utama sel B adalah untuk membuat antibodi melawan antigen. Sel B adalah komponen sistem kekebalan tiruan. Pencerap antigen pada sel B, biasa disebut pencerap sel B, merupakan imunoglobulin. Pada saat sel B teraktivasi oleh antigen, sel B terdiferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi molekul antibodi dari antigen yang terikat pada pencerapnya. 2. ANTI BODI Sebuah antibodi, juga dikenal sebagai sebuah imunoglobulin, adalah protein berbentuk Y esar digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasi dan menetralisir benda asing seperti bakteri dan virus. antibodi mengakui bagian unik dari target asing, disebut antigenSetiap ujung "Y" dari antibodi berisi paratope (struktur analog untuk mengunci a) yang spesifik untuk satu epitop tertentu ( sama analog ke tombol) pada antigen, yang memungkinkan dua struktur untuk mengikat bersama dengan presisi. Dengan menggunakan mekanisme yang mengikat, antibodi dapat tag mikroba atau sel yang terinfeksi untuk serangan oleh bagian lain dari sistem kekebalan tubuh, atau bisa menetralisir target langsung (misalnya, dengan memblokir bagian dari mikroba yang sangat penting bagi invasi dan kelangsungan hidup ). Produksi antibodi adalah fungsi utama dari sistem kekebalan humoral
Antibodi diproduksi oleh tipe sel darah putih yang disebut sel plasma. Antibodi dapat terjadi dalam dua bentuk fisik, bentuk yang larut yang disekresikan dari sel, dan bentuk yang terikat membran yang melekat pada permukaan sel B dan disebut sebagai reseptor sel B (BCR). BCR ini hanya ditemukan pada permukaan sel B dan memfasilitasi aktivasi sel-sel dan diferensiasi berikutnya mereka menjadi baik pabrik antibodi yang disebut sel plasma, atau sel B memori yang akan bertahan dalam tubuh dan ingat bahwa antigen yang sama sehingga sel-sel B dapat merespons lebih cepat setelah terpapar masa depan. Pada kebanyakan kasus, interaksi sel B dengan sel T pembantu diperlukan untuk menghasilkan aktivasi penuh dari sel B dan, oleh karena itu, generasi berikut antigen antibodi yang mengikat. Antibodi Larut dilepaskan ke dalam cairan darah dan jaringan, serta sekresi banyak untuk terus survei untuk menyerang mikroorganisme Ada beberapa macam Antibodi : a. Imunoglobulin G Merupakan antibodi yang paling berlimpah dalam sirkulasi. Terbanyak dalam serum (75%). Antibodi ini dengan mudah melewati dinding pembuluh darah dan memasuki cairan jaringan. IgG juga menembus plasenta dan memberikan kekebalan pasif bagi ibu ke janin. Ig G melindungi tubuh dari bakteri, virus, dan toksin yang beredar dalam darah dan limfa, dan memicu kerja sistem komplemen. Mempunyai sifat opsonin berhubungan erat dengan fagosit, monosit dan makrofag. Berperan pada imunitas seluler yang dapat merusak antigen seluler berinteraksi dengan komplemen, sel K, eosinofil dan neutrofil. b. Imunoglobulin A IgA dihasilkan paling banyak dalam bentuk dua monomer Y (suatu dimer) oleh selsel yang terdapat berlimpah pada membran mukosa. Jumlah dalam serum sedikit. Banyak terdapat dalam saluran nafas, cerna, kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu. Fungsi utama IgA adalah untuk mencegah pertautan virus dan bakteri ke permukaan epitelium. Fungsinya menetralkan toksin dan virus,mencegah kontak antara toksin/ virus dengan sel sasaran dan mengumpalkan/mengganggu gerak kuman yang memudahkan fagositosis. c. Imunoglobulin M Immunoglobin M ialah antibodi yang disintesis pertama kali dalam stimulus antigen. Konsentrasinya dalam darah menurun secara cepat. Hal ini diagnostic bermanfaat karena kehadiran IgM umumnya mengindikasikan adanya infeksi baru oleh patogen yang menyebabkan pembentukannya. Sintesis imunoglobin M dilakukan oleh fetus
waktu intrauterin. Oleh karena tidak dapat melawan plasenta, maka IgM pada bayi yang baru lahir menunjukkan tanda-tanda infeksi intrauterin.Fungsinya mencegah gerakan mikroorganisme antigen,
memudahkan fagositosis dan Aglutinosis kuat
terhadap antigen. d. Imunoglobulin E Antibodi IgE berukuran sedikit besar dibandingakan dengan molekul IgG dan hanya mewakili sebagian kecil dari total antibodi dalam darah. Ig E disekresikan oleh sel plasma di kulit, mukosa, serta tonsil. Jika bagian ujung IgE terpicu oleh antigen, akan menyebabkan sel melepaskan histamin yang menyebabkan peradangan dan reaksi alergi. Mudah diikat oleh sel mastosit, basofil dan eosinofil. Kadar tinggi pada kasus: alergi, infeksi cacing, skistosomiasis,trikinosis. Proteksi terhadap invasi parasit seperti cacing. e. Imunoglobulin D Sedikit ditemukan dalam sirkulasi. Antibodi IgD tidak mengaktifkan system komplemen dan tidak menembus plasenta. IgD terutama ditemukan pada permukaan sel B, yang kemungkinan berfungsi sebagai suatu reseptor antigen yang diperlukan untuk memulai diferensiasi sel-sel B menjadi sel plasma dan sel B memori. Tidak dapat mengikat komplemen. Mempunyai aktifitas antibody terhadap makanan dan autoantigen.
3. ANTIGEN Antigen adalah zat-zat asing yang pada umumnya merupakan protein yang berkaitandengan bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Antigen merupakan bahan asing yang dikenal dan merupakan target yang akan dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap selnya sendiri. Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi. istem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh.
INTERAKSI ANTIGEN DENGAN ANTIBODI Antibodi adalah molekul protein (immunoglobulin) yang memiliki satu atau lebih tempat perlekatan (combining sites) yang disebut paratope. Antigen adalah molekul asing yang mendatangkan suatu respon spesifik dari limfosit. Salah satu cara antigen menimbulkan respon kekebalan adalah dengan cara mengaktifkan sel B untuk mensekresi protein yang disebut antibodi. Istilah antigen sendiri merupakan singkatan antibody-generator (pembangkit antibodi). Masing-masing antigen mempunyai bentuk molekuler khusus dan merangsang selsel B tertentu untuk mensekresi antibodi yang berinteraksi secara spesifik dengan antigen tersebut. Interaksi antigen antibodi merupakan interaksi kimiawi yang dapat dianalogikan dengan interaksi enzim dengan substratnya. Spesifitas kerja antibodi mirip dengan enzim. Sel-sel kunci dalam respon antigen-antibodi adalah sel limfosit. Terdapat dua jenis limfosit yang berperan, yaitu limfosit B dan T. Keduanya berasal dari sel tiang yang sama dalam sumsum tulang. Pendewasaan limfosit B terjadi di Bursa Fabricius pada unggas, sedangkan pada mamalia terjadi di hati fetus, tonsil, usus buntu dan jaringan limfoid dalam dinding usus. Pendewasaan limfosit T terjadi di organ timus. Sistim kebal atau imun terdiri dari dua macam, yaitu sistim kebal humoral dan seluler. Limfosit B bertanggung jawab terhadap sistim kebal humoral. Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh, maka limfosit B berubah menjadi sel plasma dan menghasilkan antibodi humoral. Antibodi humoral yang terbentuk di lepas ke darah sebagai bagian dari fraksi γ- globulin. Antibodi humoral ini memerangi bakteri dan virus di dalam darah. Sistem humoral merupakan sekelompok protein yang dikenal sebagai imunoglobulin (Ig) atau antibodi (Ab). Limfosit T bertanggung jawab terhadap kekebalan seluler. Apabila ada antigen di dalam tubuh, misalnya sel kanker atau jaringan asing, maka limfosit T akan berubah menjadi limfoblast yang menghasilkan limphokin (semacam antibodi), namun tidak dilepaskan ke dalam darah melainkan langsung bereaksi dengan antigen di jaringan. Sistim kekebalan seluler disebut juga “respon yang diperantarai sel”.
HYPERSENSITIVITAS DAN IMUNISASI Istilah reaksi alergi digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi yang melibatkan antibodi IgE (immunoglobulin E). Ig E terikat pada sel khusus, termasuk basofil yang berada di dalam sirkulasi darah dan juga sel mast yang ditemukan di dalam jaringan. Jika antibodi IgE yang terikat dengan sel-sel tersebut berhadapan dengan antigen (dalam hal ini disebut alergen), maka sel-sel tersebut didorong untuk melepaskan zat-zat atau mediator kimia yang dapat merusak atau melukai jaringan di sekitarnya. Alergen bisa berupa partikel debu, serbuk tanaman, obat atau makanan, yang bertindak sebagai antigen yang merangsang terajdinya respon kekebalan. Kadang istilah
penyakit atopik digunakan untuk
menggambarkan sekumpulan penyakit keturunan yang berhubungan dengan IgE, seperti rinitis alergika dan asma alergika. Penyakit atopik ditandai dengan kecenderungan untuk menghasilkan antibodi IgE terhadap inhalan (benda-benda yang terhirup, seperti serbuk bunga, bulu binatang dan partikel-partikel debu) yang tidak berbahaya bagi tubuh. Eksim (dermatitis atopik) juga merupakan suatu penyakit atopik meskipun sampai saat ini peran IgE dalam penyakit ini masih belum diketahui atau tidak begitu jelas. Meskipun demikian, seseorang yang menderita penyakit atopik tidak memiliki resiko membentuk antibodi IgE terhadap alergen yang disuntikkan (misalnya obat atau racun serangga). Gejala Reaksi alergi bisa bersifat ringan atau berat. Kebanyakan reaksi terdiri dari mata berair,mata terasa gatal dan kadang bersin. Pada reaksi yang esktrim bisa terjadi gangguan pernafasan, kelainan fungsi jantung dan tekanan darah yang sangat rendah, yang menyebabkan syok. Reaksi jenis ini disebut anafilaksis, yang bisa terjadi pada orang-orang yang sangat sensitif, misalnya segera setelah makan makanan atau obat-obatan tertentu atau setelah disengat lebah, dengan segera menimbulkan gejala
PRODUKSI IgE IgE diproduksi oleh sel plasma yang terletak pada lymph node dan daerah yang mengalami reaksi alergi, yaitu pada germinal senter pada jaringan yang mengalami inflamasi. IgE berbeda dengan antibodi yang lain dalam hal lokasinya. IgE sebagian besar menempati jaringan dan berikatan dengan permukaan sel mast dengan reseptornya yang disebut FcεRI. Ikatan antigen dengan IgE menyebabkan terjadinya penggabungan silang antar reseptor yang berakibat tersekresinya mediator kimia dari sel mast. Mekanisme ini menyebabkan terjadinya hipersensitif tipe I. Basofil dan eosinofil yang teraktivasi juga mengekspresikan FcεR
sehingga dua macam sel tersebut juga dapat mengikat IgE dan berkontribusi pada munculnya reaksi hipersensitif tipe I. Agar IgE dapat terbentuk memerlukan antigen serta rute presentasi tertentu. TH2 yang merupakan subset CD4 dapat membelokkan sisntesis isotipe antibodi dari bentuk IgM menjadi IgE. Pada manusia TH2 dari subset CD4 dapat mengubah sintesis antibodi dari IgM menjadi IgG2 dan IgG4 dan pada mencit dari IgM menjadi IgG1 dan IgG3. Antigen yang secara khusus dapat mempengaruhi TH2 untuk membelokkan sintesis antibodi menjadi IgE disebut alergen.
REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Klasifikasi tradisional untuk reaksi hipersensitivitas dari Gell dan Coombs yang saat ini merupakan sistem klasifikasi yang paling umum digunakan yang membagi reaksi hipersensitivitas menjadi 4 jenis yaitu: 1.
Reaksi Tipe I (reaksi hipersensitivitas cepat ) melibatkan imunoglobulin E (IgE) merilis histamin dan mediator lain dari sel mast dan basofil.
2.
Reaksi Tipe II (reaksi hipersensitivitas sitotoksik) melibatkan imunoglobulin G atau immunoglobulin antibodi M terikat pada permukaan sel antigen dengan memfiksasi komplemen berikutnya.
3.
Reaksi Tipe III (reaksi kompleks imun) melibatkan sirkulasi kompleks imun antigenantibodi yang tersimpan dalam venula postcapillary dengan memfiksasi komplemen berikutnya.
4.
Reaksi Tipe IV (reaksi hipersensitivitas lambat) dimediasi oleh sel T.
IMUNISASI Imunisasi merupakan aplikasi prinsip imunilogi yang paling terkenal dan paling berhasil terhadap kesehatan manusia. Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat digolongkan: 1. Kekebalan Tidak Spesifik (Non Specific Resistance), merupakan pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi badan dari suatu penyakit.
Misalnya kulit, air mata, cairan-cairan khusus yang keluar dari perut (usus), adanya refleks-refleks tertentu, misalnya batuk, bersin dan sebagainya. 2. Kekebalan Spesifik (Specific Resistance), dapat diperoleh dari 2 sumber, yakni: a. Genetik, bisaanya berhubungan dengan ras (warna kulit dan kelompok-kelompok etnis, misalnya orang kulit hitam (negro) cenderung lebih resisten terhadap penyakit malaria jenis vivax. Contoh lain, orang yang mempunyai hemoglobin S lebih resisten terhadap penyakit plasmodium falciparum daripada orang yang mempunyai hemoglobin AA. b. Kekebalan yang Diperoleh (Acquired Immunity), diperoleh dari luar tubuh anak atau orang yang bersangkutan. Kekebalan dapat bersifat aktif dan dapat bersifat pasif. Kekebalan aktif dapat diperoleh setelah orang sembuh dari penyakit tertentu. Misalnya anak yang telah sembuh dari penyakit campak, dia akan kebal terhadap penyakit campak. Kekebalan aktif juga dapat diperoleh melalui imunisasi yang berarti ke dalam tubuhnya dimasukkan organisme patogen penyakit. Kekebalan pasif diperoleh dari ibunya melalui plasenta. Ibu yang telah memperoleh kekebalan terhadap penyakit tertentu misalnya campak, malaria dan tetanus maka bayinya akan memperoleh kekebalan terhadap penyakit tersebut. Kekebalan pasif juga dapat diperoleh melalui serum antibodi dari manusia atau binatang. Kekebalan pasif ini hanya bersifat sementara.
JENIS IMUNISASI 1.
Imunisasi Pasif (Passive Immunization) Imunisasi pasif merupakan immunoglobulin. Jenis imunisasi ini dapat mencegah penyakit campak (measles pada anak-anak). (Notoatmodjo 2003 p. 39). Misalnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan.
2.
Imunisasi Aktif (Active Immunization) Imunisasi yang diberikan pada anak adalah a. BCG untuk mencegah penyakit TBC b. DPT untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. c. Polio untuk mencegah penyakit poliomielitis.
d. Campak untuk mencegah penyakit campak (measles). Imunisasi pada ibu hamil dan calon pengantin adalah imunisasi tetanus toksoid. Imunisasi ini untuk mencegah terjadinya tetanus pada bayi yang dilahirkan.
BAB 7 Konsep Pencegahan Infeksi Penularan penyakit infeksi dan mekanisme penularan infeksi Pengendalian infeksi
PENULARAN PENYAKIT INFEKSI DAN MEKANISME PENULARAN INFEKSI PENGERTIAN INFEKSI Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen, dan bersifat sangat dinamis. Secara umum proses terjadinya penyakit melibatkan tiga faktor yang saling berinteraksi yaitu : faktor penyebab penyakit (agen), faktor manusia atau pejamu (host), dan faktor lingkungan. SIFAT PENYAKIT INFEKSI
Sebagai agen penyebab penyakit (biotis), mikroba patogen memiliki sifat–sifat khusus yang sangat berbeda dengan agen penyebab penyakit lainnya (abiotis). Sebagai makhluk hidup, mikroba patogen memiliki ciri–ciri kehidupan, yaitu : 1.
Mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan cara berkembang biak
2.
Memerlukan tempat tinggal yang cocok bagi kelangsungan hidupnya (habitat– reservoir)
3.
Bergerak dan berpindah tempat (dinamis)
Ciri–ciri kehidupan mikroba patogen tersebut di atas, merupakan sifat–sifat spesifik mikroba patogen dalam upaya mempertahankan hidupnya. Cara mikroba tersebut menyerang / menginvasi pejamu / manusia adalah melalui tahapan sebagai berikut. 1.
Sebelum berpindah ke pejamu (calon penderita), mikroba patogen tersebut hidup dan berkembang biak pada reservoir (orang / penderita, hewan, benda–benda lain).
2.
Untuk mencapai pejamu (calon penderita), diperlukan adanya
suatu mekanisme
penyebaran. 3.
Untuk masuk ke tubuh pejamu (calon penderita), mikroba patogen memerlukan pintu masuk (port d’entrée) seperti kulit / mukosa yang terluka, hidung, rongga mulut, dan sebagainya.Masing-masing mikroba patogen memiliki jeda waktu yang berbeda dari saat masuknya mikroba pathogen tersebut melalui port d’entrée sampai timbulnya manifestasi klinis.
4.
Pada prinsipnya semua organ tubuh pejamu dapat diserang oleh mikroba patogen, namun kebanyakan
mikroba pathogen
hanya menyerang organ–organ tubuh tertentu dari
pejamu (target organ) secara selektif.
5.
Besarnya kemampuan merusak dan menimbulkan manifestasi klinis dari mikroba patogen terhadap pejamu dapat dinilai dari beberapa faktor berikut. a. Infeksivitas Besarnya kemampuan yang dimiliki mikroba patogen untuk melakukan invasi, berkembang biak dan menyesuaikan diri, serta bertempat tinggal pada jaringan tubuh pejamu. b. Patogenitas Derajat respon / reaksi pejamu untuk menjadi sakit. c. Virulensi Besarnya kemampuan yang dimiliki mikroba patogen untuk jaringan pejamu. d. Toksigenitas Besarnya kemampuan mikroba patogen untuk menghasilkan toksin, di mana toksin tersebut akan berpengaruh bagi tubuh pejamu dalam perjalanan penyakitnya. e.
Antigenitas Kemampuan mikroba patogen merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh (antibody) pada diri pejamu. Kondisi ini akan mempersulit mikroba patogen itu sendiri untuk berkembang biak, karena mekanisme tersebut akan memperlemah respon tubuh pejamu untuk menjadi sakit. MEKANISME PENULARAN INFEKSI
Secara
garis besar, mekanisme
transmisi mikroba patogen ke pejamu yang rentan
(suspectable host) dapat terjadi melalui dua cara. 1.
Transmisi langsung (direct transmission) Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk (port d’entrée) yang sesuai dari pejamu. Sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, atau adanya droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara, atau saat transfusi darah dengan darah yang terkontaminasi mikroba patogen.
2.
Transmisi tidak langsung (indirect transmission) Penularan mikroba pathogen melalui cara ini memerlukan adanya “media perantara” baik berupa barang / bahan, udara, air, makanan / minuman, maupun vektor. a. Vehicle-borne
Dalam kategori ini, yang menjadi media perantara penularan adalah barang / bahan yang terkontaminasi seperti peralatan makan dan minum, instrumen bedah
/
kebidanan, peralatan laboratorium, peralatan infus / transfusi. b. Vector-borne Sebagai media perantara penularan adalah vektor (serangga), yang memindahkan mikroba patogen ke pejamu dengan cara sebagai berikut. -
Cara mekanis Pada kaki serangga yang menjadi vektor melekat kotoran / sputum yang mengandung mikroba patogen, lalu hinggap pada makanan / minuman, dimana selanjutnya akan masuk ke saluran cerna pejamu.
-
Cara biologis Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus perkembangbiakan dalam tubuh vektor / serangga, selanjutnya mikroba berpindah tempat ke tubuh pejamu melalui gigitan.
-
Food-borne Makanan dan minuman adalah media perantara yang terbukti cukup efektif untuk menjadi saran penyebaran mikroba patogen ke pejamu, yaitu melalui pintu masuk (port d’entrée) saluran cerna.
-
Water-borne Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif, terutama untuk kebutuhan rumah sakit, adalah suatu hal yang mutlak. Kualitas air yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologis, diharapkan telah bebas dari mikroba patogen sehingga aman untuk dikonsumsi manusia. Jika tidak, sebagai salah satu media perantara, air sangat mudah menyebarkan mikroba patogen ke pejamu, melalui pintu masuk (port d’entrée) saluran cerna maupun pintu masuk lainnya.
-
Air-borne Udara bersifat mutlak diperlukan bagi setiap orang, namun sayangnya udara yang
telah
terkontaminasi oleh mikroba patogen sangat sulit untuk
dideteksi. Mikroba
patogen dalam
dapat
udara masuk ke saluran napas pejamu
dalambentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita (reservoir) saat batuk atau bersin, bicara atau bernapas melalui mulut atau hidung. Sedangkan dust merupakan partikel yang dapat terbang bersama debu lantai
/
tanah.
Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi di dalam ruangan yang tertutup seperti di dalam gedung, ruangan / bangsal / kamar perawatan, atau
pada laboratorium klinik. Mekanisme transmisi mikroba patogen atau penularan penyakit infeksi pada manusia sangat jelas tergambar dalam uraian di atas, dari reservoir ke pejamu yang peka atau rentan. Dalam riwayat perjalanan penyakit, pejamu yang peka (suspectable host) akan berinteraksi dengan mikroba patogen, yang secara alamiah akan melewati 4 tahap. 1.
Tahap Rentan Pada tahap ini pejamu masih berada dalam kondisi yang relatif sehat, namun kondisi ersebut cenderung
peka atau labil, disertai faktor predisposisi yang mempermudah
terkena penyakit seperti umur, keadaan fisik, perilaku / kebiasaan hidup, sosial-ekonomi, dan lain-lain. Faktor–faktor predisposisi tersebut akan mempercepat masuknya agen penyebab penyakit (mikroba patogen) untuk dapat berinteraksi dengan pejamu. 2.
Tahap Inkubasi Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba pathogen akan mulai beraksi, namun tanda dan gejala penyakit belum tampak (subklinis). Saat mulai masuknya mikroba patogen ke tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda dan gejala penyakit dikenal sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi satu penyakit berbeda dengan penyakit lainnya; ada yang hanya beberapa jam, dan ada pula yang sampai bertahun-tahun.
3.
Tahap Klinis Merupakan tahap terganggunya fungsi-fungsi organ yang dapat memunculkan tanda dan gejala (signs and symptomps) dari suatu penyakit. Dalam perkembangannya, penyakit akan berjalan secara bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari–hari dan masih dapat diatasi dengan berobat jalan. Pada tahap lanjut, penyakit tidak dapat diatasi dengan berobat jalan, karena penyakit bertambah parah baik secara objektif maupun subjektif. Pada tahap ini penderita sudah tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari–hari dan jika berobat, umumnya harus melakukan perawatan.
4.
Tahap Akhir Penyakit Perjalanan semua jenis penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif. a. Sembuh sempurna Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi sel / jaringan / organ tubuh kembali seperti semula saat sebelum sakit. b. Sembuh dengan cacat
Penderita sembuh dari penyakitnya namun disertai adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik, cacat mental, maupun cacat social c. Pembawa (carrier) Perjalanan penyakit seolah–olah berhenti, ditandai dengan menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada tahap ini agen penyebab penyakit masih ada dan masih memiliki potensi untuk menjadi suatu sumber penularan. d. Kronis Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang tetap atau tidak berubah (stagnan). e. Meninggal dunia Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagalan fungsi-fungsi organ yang menyebabkan kematian.
PENGENDALIAN INFEKSI Tindakan atau upaya pencegahan penularan penyakit infeksi adalah tindakan yang paling utama. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan cara memutuskan rantai penularannya. Rantai penularan adalah rentetan proses berpindahnya mikroba patogen dari sumber penularan (reservoir) ke pejamu dengan/tanpa media perantara.Jadi, kunci untuk mencegah atau mengendalikan penyakit infeksi adalah mengeliminasi mikroba patogen yang bersumber pada
reservoir serta mengamati mekanisme transmisinya, khususnya yang
menggunakan media perantara. Sebagai sumber penularan atau reservoir adalah orang/penderita, hewan, serangga (arthropoda) seperti lalat, nyamuk, kecoa, yang sekaligus dapat berfungsi sebagai media perantara. Contoh lain adalah sampah, limbah, ekskreta/sekreta dari penderita, sisa makanan, dan lain–lain. Apabila perilaku hidup sehat sudah menjadi budaya dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari–hari, serta sanitasi lingkungan yang sudah terjamin, diharapkan kejadian penularan penyakit infeksi dapat ditekan seminimal mungkin.
BAB 8 Infeksi Menular Seksual dan Infeksi Saluran Reproduksi
INFEKSI SALURAN REPRODUKSI DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL INFEKSI SALURAN REPRODUKSI ISR adalah infeksi saluran reproduksi yang disebabkan oleh organisme yang biasanya berada di saluran reproduksi atau diperoleh dari luar selama melakukan hubungan seks atau karena prosedur pengobatan/tindakan.
Gambar Alat Reproduksi Wanita Gangguan pada alat reproduksi wanita dapat berupa keputihan, gangguan menstruasi, kanker rahim, kista, polip dan lain- lain. Salah satu dari jenis gangguan yang lebih sering terjadi di masyarakat adalah keputihan Pengertian umum dari keputihan yaitu penyakit kelamin pada perempuan (vagina) di mana terdapat cairan berwarna putih kekuningan atau putih kekelabuan baik encer maupun kental, berbau tidak sedap dan bisa menyebabkan rasa gatal. Penyakit gangguan alat reproduksi wanita ini bisa diakibatkan oleh jamur, virus dan bakteri/mikroorganisme. 1. Jamur, Umumnya disebabkan oleh jamur candida albicans yang menyebabkan rasa gatal di sekitar vulva / vagina. Warna cairan keputihan akibat jamur berwarna putih kekuningkuningan dengan bau yang khas. Keputihan jamur bisa diakibatkan oleh kehamilan, penggunaan pil KB, steroid, diabetes, obesitas, antibiotik, daya tahan tubuh rendah, dan lain sebagainya. 2. Bakteri, Biasanya diakibatkan oleh bakteri gardnerella dan keputihannya disebut bacterial vaginosis dengan ciri-ciri cairannya encer dengan warna putih keabu-abuan
beraroma amis. Keputihan akibat bakteri biasanya muncul saat kehamilan, gonta-ganti pasangan, penggunaan alat kb spiral atau iud dan lain sebagainya. 3. Virus, Keputihan yang diakibatkan oleh virus biasanya bawaan dari penyakit hiv/aids, condyloma, herpes dan lain- lain yang bisa memicu munculnya kanker rahim. Keputihan virus herper menular dari hubungan seksual dengan gejala ada luka melepuh di sekeliling liang vagina dengan cairan gatal dan rasanya panas. Sedangkan condyloma memiliki ciri gejala ada banyak kutil tubuh dengan cairan yang bau yang sering menyerang ibu hamil. INFEKSI MENULAR SEKSUAL IMS (Infeksi Menular Seksual) adalah infeksi yang ditularkan terutama melalui hubungan seksual Tabel Patogen penyebab dan jenis IMS yang ditimbulkan PATOGEN Neisseria gonorrhoeae
Chlamydia trachomatis
Chlamydia trachomatis (galur L1-L3) Treponema pallidum
Haemophilus ducreyi
MANIFESTASI KLINIS DAN PENYAKIT YANG DITIMBULKAN INFEKSI BAKTERI GONORE Laki-laki: uretritis, epididimitis, orkitis, kemandulan Perempuan: servisitis, endometritis, salpingitis, bartolinitis, penyakit radang panggul, kemandulan, ketuban pecah dini, perihepatitis Laki-laki & perempuan: proktitis, faringitis, infeksi gonokokus diseminata Neonatus: konjungtivitis, kebutaan KLAMIDIOSIS (INFEKSI KLAMIDIA) Laki-laki: uretritis, epididimitis, orkitis, kemandulan Perempuan: servisitis, endometritis, salpingitis, penyakit radang panggul, kemandulan, ketuban pecah dini, perihepatitis, umumnya asimtomatik Laki-laki & perempuan: proktitis, faringitis, sindrom Reiter Neonatus: konjungtivitis, pneumonia LIMFOGRANULOMA VENEREUM Laki-laki & perempuan: ulkus, bubo inguinalis, proktitis SIFILIS Laki-laki & perempuan: ulkus durum dengan pembesaran kelenjar getah bening lokal, erupsi kulit, kondiloma lata, kerusakan tulang, kardiovaskular dan neurologis Perempuan: abortus, bayi lahir mati, kelahiran prematur Neonatus: lahir mati, sifilis kongenital CHANCROID (ULKUS MOLE)
Laki-laki & perempuan: ulkus genitalis yang nyeri, dapat disertai dengan Bubo klebsiella GRANULOMA INGUINALE (DONOVANOSIS) (Calymmatobacterium) Laki-laki & perempuan: pembengkakan kelenjar getah bening dan lesi granulomatis ulseratif didaerah inguinal, genitalia dan anus. Mycoplasma genitalium Laki-laki: duh tubuh uretra (uretritis non-gonore) Perempuan: servisitis dan uretritis non-gonore, mungkin penyakit radang panggul reaplasma urealyticum Laki-laki: duh tubuh uretra (uretritis non-gonokokus) Perempuan: servisitis dan uretritis non-gonokokus, mungkin penyakit radang panggul INFEKSI VIRUS Human Immunedeficiency INFEKSI HIV / ACQUIRED IMMUNEDEFICIENCY SYNDROME Virus (HIV) (AIDS) Laki-laki & perempuan: penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV, AIDS Herpes simplex virus (HSV) HERPES GENITALIS tipe2 dan tipe 1 Laki-laki & perempuan: lesi vesikular dan/atau ulseratif didaerah genitalia dan anus Neonatus: herpes neonatus Human papillomavirus Laki-laki: kutil di daerah penis dan anus, kanker penis dan anus (HPV) KUTIL KELAMIN Perempuan: kutil di daerah vulva, vagina, anus, dan serviks; kanker serviks, vulva, dan anus Neonatus: papiloma larings Virus hepatitis B HEPATITIS VIRUS Laki-laki & perempuan: hepatitis akut, sirosis hati, kanker hati Virus moluskum MOLUSKUM KONTAGIOSUM kontagiosum Laki-laki & perempuan: papul multipel, diskret, berumbilikasi di daerah genitalia atau generalisata INFEKSI JAMUR Candida albicans KANDIDIASIS Laki-laki: infeksi di daerah glans penis Perempuan: vulvo-vaginitis dengan duh tubuh vagina bergumpal, disertai rasa gatal & terbakar di daerah vulva Sumber : Pedoman Penanganan Infeksi Menular Seksual
JENIS IMS-ISR DAN CARA PENULARANNYA
HUBUNGAN SEKSUAL
ENDOGEN
INFEKSI LATROGENIK (tindakan medik)
IMS - ISR
Jenis Infeksi endogen
Asal-usul Organisme yang biasanya ditemukan di vagina
Infeksi yang ditularkan melalui hubungan seks Infeksi iatrogenik
Pasangan seks yang menderita IMS
Di dalam tubuh atau dari luar tubuh : Endogen (vagina) IMS (serviks atau vagina) Pencemaran dari luar
Cara Penularan Biasanya tidak ditularkan dari seorang kepada orang lain, tetapi pertumbuhan yang berlebihan dapat mengarah timbulnya gejala-gejala Hubungan seks dengan pasangannya yang sudah menderita IMS
Contoh Infeksi jamur, infeksi vagina yang disebabkan oleh bakteri (vaginosis bakterial)
Melalui prosedur medis atau setelah pemeriksaan atau intervensi selam kehamilan, persalinan atau masa nifas. Infeksi mungkin terdorong masuk melalui serviks ke saluran genital bagian atas dan menyebabkan infeksi serius pada rahim, tubafallopi dan organ panggul lain. Jarum atau alat lain yang terkontaminasi, misalnya sonde uterus, dapat
Penyakit radang panggul (Pelvic Inflammatory Diseases/PID) setelah terjadi keguguran atau prosedur trans-servikal. Juga banyak komplikasi infeksi yang berasal dari kehamilan dan masa nifas.
Gonore, klamidiosis, sifilis, chancroid, trikomoniasis, herpes genital, HIV
menyebarkan infeksi bila control terhadap infeksi lemah
SINDROM Ulkus genital
IMS-ISR Herpes genitalis Sifilis Chancroid Granuloma inguinale (donovanosis) Limfogranuloma venereum
Duh/Sekret
Lainnya
Vaginosis bakterial Gonore Klamidiosis Infeksi jamur Trikomoniasis Genital warts (kutil genital) Infeksi HIV
Organisme
JENIS Virus
MENULAR SEKSUAL Ya
DAPAT SEMBUH Tidak
Virus Herpes simplex (HSV-2) Treponema pallidum Haemophilus ducreyi Klebsiella granulomatis
Bakteri Bakteri Bakteri
Ya Ya Ya
Ya Ya Ya
Chlamydia trachomatis
Bakteri
Ya
Ya
Banyak jenis Neisseria gonorrhoeae Chlamydia trachomatis Candida albicans Trichomonas vaginalis Human Papilloma Virus (HPV) Human Immunodefficiency Virus (HIV)
Bakteri Bakteri Bakteri Jamur Protozoa Virus
Ya/Tidak Ya Ya Ya/Tidak Ya Ya
Ya Ya Ya Ya Ya Tidak
Virus
Ya
Tidak
BAB 9 Konsep Infeksi Nosokomial Konsep dasar Infeksi nosokomial. Patogenesis infeksi nosokomial kuman oporturis. Pencegahan dan Pengendalian infeksi nosocomial Peran bidan dalam penanggulangan infeksi nosokomial
KONSEP DASAR INFEKSI NOSOKOMIAL DEFINISI Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit. Rumah sakit merupakan satu tempat yang paling mungkin mendapat infeksi karena mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin resisten terhadap antibiotik Kriteria infeksi nosokomial antara lain: 1. Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi tersebut. 2. Infeksi terjadi sekurang-kurangnya 3x24 jam (72 jam) sejak pasien mulai dirawat. 3. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan yang lebih lama dari waktu inkubasi infeksi tersebut. 4. Infeksi terjadi pada neonatus yang diperoleh dari ibunya pada saat persalinan atau selama dirawat di rumah sakit. 5. Bila dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai Infeksi nosokomial. PENULARAN INFEKSI NOSOKOMIAL 1. Penularan secara kontak Penularan ini dapat terjadi baik secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi hepatitis A virus secara fekal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh sumber infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme 2. Penularan melalui common vehicle Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu pejamu. Adapun jenis-jenis common
vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan, cairan antiseptik, dan sebagainya 3. Penularan melalui udara dan inhalasi Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas akan membentuk debu yang dapat menyebar jauh (Staphylococcus) dan tuberkulosis 4. Penularan dengan perantara vektor Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganime yang menempel pada tubuh vektor, misalnya
shigella
dan
salmonella
oleh lalat.
Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk kedalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan biologik, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologik, misalnya Yersenia pestis pada ginjal (flea) 5. Penularan melalui makanan dan minuman Penyebaran mikroba patogen dapat melalui makanan atau minuman yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya sehingga menimbulkan gejala baik ringan maupun berat Siklus infeksi nosokomial
Sumber : Depkes RI, 2007
Cara penularan infeksi nosokomial bisa berupa infeksi silang (Cross infection) yaitu disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak langsung. Infeksi sendiri (Self infection, Auto infection) yaitu disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri yang berpindah tempat dari satu jaringan ke jaringan yang lain. Infeksi lingkungan (Environmental infection) yaitu disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang berada di lingkungan rumah sakit. Misalnya lingkungan yang lembab dan lain-lain. Menurut Jemes H,Hughes dkk, yang dikutip oleh Misnadiarli 1994, tentang model cara penularan, ada 4 cara penularan infeksi nosokomial yaitu kontak langsung antara pasien dan personil yang merawat atau menjaga pasien. Seterusnya, kontak tidak langsung ketika objek tidak bersemangat/kondisi lemah dalam lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau sterilkan, sebagai contoh perawatan luka paska operasi. Selain itu, penularan cara droplet infection dimana kuman dapat mencapai ke udara (air borne) dan penularan melalui vektor yaitu penularan melalui hewan/serangga yang membawa kuman
PATOGENESIS INFEKSI NOSOKOMIAL KUMAN OPORTURIS. Patogenesis
adalah kemampuan
mikroba
menyebabkan penyakit, patogenitas
lebih jauh dapat dinyatakan dalam virulensi dan daya invasinya. Virulensi pengukuran
dari
adalah
beratnya suatu penyakit dan dapat diketahui dengan melihat morbiditas
dan derajat penularan. Daya invasi adalah kemampuan mikroba menyerang tubuh. Jumlah mikroba yang masuk sangat menentukan timbul atau tidaknya infeksi dan bervariasi antara satu mikroba dengan mikroba lain dan antara satu host dengan host yang lain Bakteri penyebab Infeksi Nosokomial BAKTERI
PERSENTASE (%)
Enterobacteriaceae S. aureus Enterococcus P. aeruginosa S. aureus, Staphylococci koagulase negatif, Enterococci E. coli, P. aeruginosa, Enterobacter spp., & K.pneumonia C. difficile Fungi (kebanyakan C. Albicans) Bakteri Gram negatif lain (Acinetobacter, Citrobacter,Haemophilus Sumber : Tortora et al., 2001
>40 11 10 9 34 32 17 10 7
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk : 1. Membatasi transmisi organisme dari atau antara pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan. 2. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan. 3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi. 4. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif. 5. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
PERAN BIDAN DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL Peran bidan dalam pengendalian infeksi adalah menyediakan layanan konsultasi mengenai semua aspek pencegahan dan pengendalian infeksi dengan menggunakan metode yang berdasarkan bukti penelitian, praktisi, dan keefektifan biaya. Pelaksanaan praktik asuhan kebidanan untuk pengendalian infeksi nosokomial adalah bagian dari peran bidan. Berikut peran bidan yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial 1. Berpartisipasi dalam Komite Pengendalian Infeksi 2. Mempromosikan pengembangan dan peningkatan teknik kebidanan yang berkaitan dengan pengendalian infeksi nosokomial, dan pengawasan
teknik aseptik yang
dilakukan 3. Melaksanakan teknik pencegahan infeksi di daerah khusus seperti ruang operasi, ruang perawatan intensif, ruang persalinan, dan ruang bayi baru lahir 4. Pemantauan kepatuhan perawat terhadap 5. Menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan rumah sakit dan praktik kebidanan 6. Pelaksanaan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi 7. Kolaborasi dengan dokter jika ada masalah-masalah yang dihadapi terutama jika ditemui adanya gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan 8. Melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari penyakit menular, 9. Membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengujung, staf rumah sakit, pasien lain, atau peralatan yang digunakan
BAB 10 Sterilisasi serta Disinfeksi Konsep dasar Sterilisasi dan Disinfeksi Pengertian tentng sterilisasi, desinfeksi, antiseptik, pengendalian mikroorganisme secara fisik Cara pemanasan Cara Kimiawi
KONSEP DASAR STERILISASI DAN DESINFEKSI Pemahaman prinsip dasar sterilisasi dan disinfeksi merupakan dasar dalam pekerjaan di laboratorium mikrobiologi. Teknik baru mengenai sterilisasi dan disinfeksi secara terusmenerus dikembangkan. Meskipun sejumlah bahan kimia sederhana yang digunakan dalam terapi sudah diganti oleh bahan kemoterapeutik yang lebih spesifik, tetapi beberapa dari kelompok bahan tersebut tetap memiliki kepentingan sebagai antiseptik atau disinfektan yang efektif untuk menghancurkan mikroorganisme pada lingkungan yang tak-hidup. Sterilisasi, mutlak dibutuhkan untuk inaktivasi total seluruh bentuk kehidupan mikroba , yang berkaitan dengan kemampuan reproduksi mikroba. Akhiran –sida ditambahkan ketika melibatkan peran bahan yang bersifat membunuh, sedangkan –statis melibatkan peran yang bersifat menghambat pertumbuhan
ditambahkan jika
atau mencegah perbanyakan
mikroorganisme. Suatu bakterisida merupakan bahan yang merusak bakteri. Disinfektan merupakan salah satu germisida berupa bahan yang mampu membunuh mikroba penyebabab infeksi. Istilah disinfektan bisanya digunakan pada benda tak hidup. Antiseptik merupakan suatu bakteriostatik yang dapat mencegah atau mengahmbat pertumbuhan bakteri. Suatu antiseptik, melawan sepsis atau pembusukkan serta membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroba. Istilah antiseptik tersebut sering digunakan untuk pemakaian pada jaringan hidup. Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Dewasa ini banyak antibiotik dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari-hari anti-mikroba sintetik yang tidak dihasilkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba patogen pada manusia, harus memiliki syarat sitotoksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut harus bersifat sangat tosik untuk membunuh mikroba patogen golongan tertentu, tetapi relatif tidak toksik atau tidak menimbulkan efek yang merugikan bagi inang. Namun demikian sifat obat yang memilki toksisitas selektif yang absolut belum atau mungkin tidak akan diperoleh.
PENGERTIAN TENTANG STERILISASI, DESINFEKSI,ANTISEPTIK, PENGENDALIAN, MIKROORGANISME SECARA FISIK STERILISASI Sterilisasi adalah Setiap Proses (kimia atau fisik) yang membunuh semua bentuk hidup terutama mikroorganisme. Jenis-jenis sterilisasi berdasarkan cara sterilisasi dapat dibedakan atas : 1. Sterilisasi secara fisik 2. Sterilisasi secara kimia 3. Sterilisasi secara mekanik 4. Sterilisasi secara gas mikroksidal 5. Sterilisasi dengan serangan membran Sterilisasi umumnya di lakukan dengan autoklaf untuk yang menggunakan panas bertekanan. Cara lain yang kini dikembangkan adalah sterilisasi basah untuk produk-produk yang tidak tahan panas. Tujuan utama sterilisasi yaitu mematikan, menyingkirkan atau mengahambat pertumbuhan mikroorganisme adalah : 1. Untuk mencegah inflasi pada manusia, hewan dan tumbuhan. 2. Untuk mencegah makanan dan lain-lain menjadi rusak. 3. Untuk mencegah gangguan kontaminasi terhadap mikroorganisme. 4. Untuk mencegah kontaminasi bahan-bahan yang dipakai. DESINFEKTAN Desinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi dengan membunuh jasad renik (bakterisid), terutama pada benda mati. Proses desinfeksi dapat menghilangkan 60% - 90% jasad renik. Desinfektan digunakan secara luas untuk sanitasi baik di rumah tangga, laboratorium, dan rumah sakit. Kriteria suatu desinfektan yang ideal adalah bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar, berspektrum luas, aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur, dan kelembaban, tidak toksik pada hewan dan manusia, tidak bersifat korosif, bersifat biodegradable, memiliki kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap, tidak meninggalkan noda, stabil, mudah digunakan, dan ekonomis Ciri-ciri desinfektan yang ideal yaitu : a. Aktivitas antimicrobial.
Kemampuan subtansi untuk mematikan berbagai macam mikroorganisme. b. Kelarutan. Substansi itu harus dapat larut dalam air atau pelarut-pelarut lain sampai pada taraf yang diperlukan untuk dapat digunakan secara efektif. c. Stabilitas. Perubahan yang terjadi pada substansi itu bila dibiarkan beberapa lama harus seminimal mungkin dan tidak boleh menghilangkan sifat antimikrobialnya d. Tidak bersifat racun bagi makhluk hidup. Bahwa substansi tersebut harus bersifat letal bagi mikroogranisme dan tidak berbahaya bagi manusia ataupun hewan lain. e. Kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap. Sebaiknya desinfektan tersebut tidak berbau atau hendaknya menimbulkan bau sedap. f. Berkemampuan sebagai detergen Suatu desinfektan juga merupakan detergen yang efeknya juga sebagai pembersih. g. Ketersediaan dan biaya Desinfektan harus tersedia dalam jumlah besar dan dengan harga yang pantas. h. Keserbasamaan (homogenity) Dalam penyiapan komposisinya harus seragam. i. Aktifitas antimikrobial pada suhu kamar atau suhu tubuh. Aktifitas desinfektan digunakan pada suhu yang biasa dijumpai pada lingkungan untuk penggunaan senyawa yang bersangkutan. j. Kemampuan untuk menembus. Bila substansi dapat menembus permukaan, maka aksi antimikrobialnya hanya terbatas pada siklus aplikasinya saja. k. Tidak menimbulkan karat dan warna Maksudnya suatu desinfektan diupayakan tidak menimbulkan warna atau merusak kain ANTISEPSIS Semua usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh dan berpotensi untuk menimbulkan infeksi. Tehnik aseptic menurunkan jumlah atau menghilangkan
seluruh
(eradikasi)
mikroorganisme
pada
kulit,
jaringan
dan
instrument/peralatan hingga tingkat yang aman. Mencegah pertumbuhan atau aktivitas mikroorganisme baik dengan cara menghambat atau membunuh, dipakai untuk zat-zat kimia terhadap jaringan hidup.Teknik aseptik meliputi beberapa aspek :
1. Penggunaan perlengkapan pelindung pribadi Perlengkapan pelindung pribadi mencegah petugas terpapar mikroorganisme penyebab infeksi dengan cara menghalangi atau membatasi (kaca mata pelindung, masker wajah, sepatu boot atau sepatu tertutup, celemek) petugas dari cairan tubuh, darah atau cedera selama melaksanakan prosedur klinik. Masker wajah dan celemek plastik sederhana dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia di masing-masing daerah jika alat atau perlengkapan sekali pakai tidak tersedia. 2. Antisepsis Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh atau kulit. Karena kulit dan selaput mukosa tidak dapat disterilkan maka penggunaan antiseptik akan sangat mengurangi jumlah mikroorganisme yang akan mengkontaminasi luka terbuka dan menyebabkan infeksi. Cuci tangan secara teratur diantara kontak dengan setiap ibu atau bayi baru lahir, juga membantu untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada kulit. 3. Menjaga tingkat sterilitas atau disinfeksi tingkat tinggi
STERILISASI SECARA FISIK DAN KIMIAWI Steril akan didapatkan melalui sterilisasi. Setiap proses sterilisasi mempunyai keterbatasan, tidak ada metode umum yang dapat digunakan untuk mensterilisasi semua produk atau bahan. Faktor utama untuk menentukan metode sterilisasi adalah :
Ketercampuran dengan produk atau bahan yang disterilisasi
ifat wadah
Penetrasi pada daerah yang sulit dijangkau yang mengandung mikroorganisme hidup
Aktivitas membunuh yang tinggi dengan menggunakan jumlah sesedikit mungkin
Relatif murah
Aman dan toksisitasnya rendah
Mudah pelaksanaannya
Waktu yang diperlukan (singkat)
Adaptasi terhadap proses terkait lainnya.
sedang cara sterilisasi yang utama adalah: 1. Sterilisasi secara fisik, misalnya dengan pemanasan, penggunaan sinar bergelombang pendek seperti sinar X, sinar gamma, sinar ultra violet dan sebagainya.
2. Sterilisasi secara kimiawi, misalnya dengan penggunaan disenfeksi larutan alkohol, larutan formalin, larutan AMC (campuran asam khlorida dengan garam Hg) dan sebagainya. Sterilisasi bisa dilakukan secara kimiawi dan fisik. Berdasarkan mekanisme kerjanya zat anti-mikroba, maka sterilisasi kimiawi bisa diklasifikasikan atas 3 golongan, yaitu: 1. Golongan zat yang menyebabkan kerusakan membran sel. 2. Golongan zat yang menyebabkan denaturasi protein. 3. Golongan zat yang mampu mengubah grup protein dan asam amino yang fungsional. Sterilisasi fisik bisa diklasifikasikan sebagai: 1. Sterilisasi dengan panas lembab/autoclaf Sterilisasi ini menggunakan uap jenuh -
Mekanisme
pembunuhannya
mendenaturasi
adalah
protein penting
perusakan
mikroorganisme
dengan
untuk pertumbuhan dan/atau reproduksi
mikroorganisme, juga pelelehan membaran sel. -
Ikatan hidrogen pada protein terjadi antara gugus amino dan gugus karboksi. Ikatan hidrogen mudah putus dengan adanya molekul air karena terjadinya ikatan hidrogen antara masing-masing gugus tersebut karena adanya molekul air.
-
Fungsi air pada sterilisasi panas lembab adalah dalam proses denaturasi.
2. Sterilisasi dengan panas kering -
Sterilisasi panas kering sering digunakan untuk bahan tahan panas, misalnya logam, gelas, minyak, dan lemak.
-
Panas kering tidak hanya merusak mikroorganisme tetapi juga merusak pirogen.
-
Metode ini dianggap sebagai metode yang aman dan terpercaya. Temperatur yang digunakan adalah 160°C dan ini lebih tinggi daripada temperatur yang digunakan pada sterilisasi dengan uap jenuh
-
Mekanisme pembunuhan mikroorganisme dengan panas kering adalah proses oksidasi.
-
Umumnya, kurva mikroba hidup setelah sterilisasi terhadap waktu sterilisasi panas kering tidak selalu mengikuti kinetika orde pertama.
-
Waktu dan temperatur sterilisasi panas kering menjadi lebih lama dan tinggi daripada metode dterilisasi lainnya.
-
Tingkat pembunuhan mikroorganisme dan penetrasinya tergantung pada energi yang digunakan.
-
Jika energi panasnya cukup, maka panas kering dapat berpenetrasi dengan baik dan membunuh semua mikroorganisme
3. Sterilisasi dengan radiasi. -
Radiasi adalah tenaga dalam bentuk sinar atau partikel yang dipancarkan dari zat radioaktif.
-
Radiasi sinar gamma atau partikel elektron dapat digunakan untuk mensterilkan jaringan yang telah diawetkan maupun jaringan segar.
-
Sterilisasi dengan radiasi mempunyai keunggulan untuk beberapa bahan, tetapi tidak mungkin diterapkan sebagai metode umum.
-
Untuk jaringan yang dikeringkan secara liofilisasi, sterilisasi radiasi dilakukan pada temperatur kamar (proses dingin) dan tidak mengubah struktur jaringan, tidak meninggalkan residu dan sangat efektif untuk membunuh mikroba dan virus sampai batas tertentu.
Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. 2000.Celluler and Moleculer Immunology. 4th Ed., Philadelphia: W.B. Saunders Company. Antibiotics : Use and Resistance Mechanisms. Human Health and Antibiotic Brock,TD. & Madigan,MT.,1991. Biology of Microorganisms. Sixth ed. Prentice-Hall International,Inc Brooks GF, Butel JS, dan Morse SA. 1998. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology, 21st ed, Prentice Hall International Inc, , 145 – 176. Campbell & J.B. Reece. 2005.Biology. Sevent Ed. San Fransisco: Person Education, Inc. Ernest Jawetz Melnick and Adelberg. Geo F. Brooks, Janet S Butel, L. Nicho-las Ornoston. Mikrobiologi Kedokteran. Ed. 20. Alih Bahasa: Edi Nugroho, R.F Maulana. Judul Asli: Medical Microbiology. Jakarta: EGC. 1996. Campbell, N.A., Reece, J.B., dan Nitchel, L.G 2003.Biologi: Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Carlile, M. J., S. C. Watkinson, dan Gooday, G. W. 1994. The Fungi. Academic Press, London :69. Dwidjoseputro. 1987. Dasar-dasar Mikrobiologi. Surabaya : Penerbit Djambatan Dwijoseputro,1981. Dasar – dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan,Jakarta, hlm. 79-83, 96 -10. Fardiaz Srikandi, 1992. Mikrobiologi pangan I. Penerbit PT Gramedia, Jakarta,hlm.103 – 111. Gandjar, I, dkk. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Growth Promoters (AGPs), Geidelberg Appeal Nederland. Janeway CA, Travers P, Walport M, Capra JD. Immunobiology-The Immune System in Health and Disease. Fourth Edition. New York: Elsevier Science Ltd/Garland Publishing. 1999. Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s (Editor Gerard Bonang), 1991. Mikrobiologi kedokteran. disi 16, Jakarta: Penerbit EGC. Kedokteran, hlm. 318 – 320, 256-258. Jones RN. 1996. Impact of Changing Pathogens and Antimicrobial Susceptibility Patterns in the Treatment of Serious Infections in Hospitalized Patients. Amer J. Medicine, 100 (suppl 6A), 13S – 12S. Jones, Charles O. 1996. Pengantar Kebijakan Publik Public Policy. Terjemahan Ismanto. Jakarta : Penerbit PT RajaGrafmdo Persada.
Rick
Kebijakan pemakaian antibiotika dalam kaitannya dengan terjadinya resistensi kuman. Simposium Perkembangan Antibiotik pada Penanggulangan Infeksi dan Resistensi
Kuman, Jakarta. Dalam http://repository.unpad.ac.id/21199/1/mekanisme-timbulnyaresistensi-antibiotik-pada-infeksi-bakteri.pdf Kimball, John W., 1983.Biologi, Jilid 1, terj. Siti Soetarmi dan Nawangsari Sugiri,Bandung; Erlangga, Levy SB. 1998. The challenge of antibiotic resistance. Scientific American, March, 1 – 11. Moehario LH. 1986. Aspek genetik resistensi kuman. Simposium Perkembangan Antibiotik pada Penanggulangan Infeksi dan Resistensi Kuman, Jakarta. Moore-Landecker E. 1996. Fundamentals of the Fungi4thed. Prentice Hall. New Jersey Neu HC, Gootz TD. 2001. Antimicrobial chemotherapy. Medmicro. Neu, H.C. andT.D., Gootz, 2001. Antimicrobial Chemotherapy. In: Baron, S. (eds.)., “Medical Microbiology”. 5 th ed. Galvestone. The University of Texax Medical Branch Nuzulul Hikmah, I Dewa Ayu Ratna .SEPUTAR REAKSI HIPERSENSITIVITAS (ALERGI) . Dewanti Bagian Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember Olmsted, RN.1996.APIC Infection Control and Applied Epidemiology: Principles and Practice. St Louis, Mosby. Parker MT. 1982. Antibiotic Resistance in Pathogenic Bacteria. WHO Chronicle, 36 (5) : 191 – 196. Parker, A. L., 1982, Principles of Biochemistry, 131-133, Worth Publisher Inc., Sparkas Maryland. Pollard & W. C. Earnshaw. 2002.Cell Biology. USA: Elsevier Science Rifa’i, Muhaimin .2011. Alergi Dan Hipersensitif , Diktat Kuliah Biologi . Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Sande AS, Kapusnik-Uner JE, dan Mandell GL. 1990. Antimicrobial Agents, General Considerations. Dalam : Gilman AG, Rall TW, Nies AS, dan Taylor P (Eds), Goodman and Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics, 8th ed., Pergamon Press, 1018 – 1046. Sasmitamihardja, Dardjat dan Arbayah H.S. 1990. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Bandung: FMIPA-ITB. Soedarmono P. 1986. Staf pengajar Fakultas Kedokteran Indonesia,1994. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi evisi.Penerbit Binapura Aksara, jakarta, hlm 27 -29. Todar, K., 2011. Fermentation of food by lactic acid bacteria. Todars Online Textbook of Bacteriology
Uliyah Musrifatul, Hidayat Alimul, A., 2006. Keterampilan Dasar Praktik Klinik KebidananSalemba Medika, Jakarta. Volk, W.A and M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Edisi Kelima. Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta. Wiknjosastro, Hanifa. 2002.Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo