METIL ESTER GONDORUKEM SEBAGAI KANDIDAT BAHAN BAKAR NABATI
MULYANINGRUM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Metil Ester Gondorukem sebagai Kandidat Bahan Bakar Nabati adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kep ada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2008 Mulyaningrum E051050101
ABSTRACT
MULYANINGRUM. Methyl Ester of Pine Rosin as a Biofuel Candidate. Under direction of KURNIA SOFYAN, and SUMINAR S. ACHMADI. The objective of this research is to produce ester of rosin distillate using methanol and H 2SO4 (pa) as a catalyst. The result showed an optim um yield of methyl ester was 88.5% at an operating condition of 1.2 mL catalyst in 1.5 hours. The infrared spectra showed that carboxyl groups was replaced by C=O ester group, proofing that the rosin distillate was esterified. Furthermore, the gas chromatography-mass spectrometer spectra showed that the resin acids consists of ester derivates of abietic acid, sandaracopimaric acid, dehidroabietic acid, isopimaric acid, palustric acid. Based on SNI 04 -7182-2006, the kinematic viscosity at 40ºC (4.2 mm2/s), cloud point (-18ºC), total sulfur (67 ppm), acid number (0.1 mg-KOH/g), iodine number (12.8%), and total alkyl ester (99.8%), the methyl ester of pine rosin would be feasible to be used as a biodiesel material. The flash point was considered too low for biodiesel, but would be suitable f or biogasoline. Key words: methyl ester of pine rosin, pine rosin, biofuel.
ABSTRAK
MULYANINGRUM. Metil Ester Gondorukem s ebagai Kandidat Bahan Bakar Nabati. Dibimbing oleh KURNIA SOFYAN, dan SUMINAR S. ACHMADI. Dalam penelitian ini distilat gondorukem diesterifikasi dengan cara dilarutkan dalam metanol dengan menggunakan H 2SO4 (pa) sebagai katalis. Hasilnya menunjukkan bahwa rendemen metil ester gondorukem optimum adalah pada 1.5 jam dengan jumlah katalis sebesar 1.2 mL adalah s ebesar 88.5%. Spektrum inframerah menunjukkan bahwa gugus hidroksil telah berubah menjadi gugus karbonil dan ini menunjukkan bahwa distilat gondorukem telah teresterifikasi. Selanjutnya kromatogram kromatografi gas -spektrometer massa menunjukkan bahwa asam -asam resin yang terdapat dalam gondorukem telah berubah menjadi turunan ester dari asam abietat, asam sandarakopimarat, asam dehidroabietat, asam isopimarat, dan asam palustrat. Berdasarkan SNI 04 -71822006 sebagian besar metil ester gondorukem telah meme nuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku biodiesel, seperti parameter viskositas kinematik pada suhu 40ºC (4.2 mm2/s), titik kabut (-18ºC), total sulfur (67 ppm), bilangan asam (0.1 mg-KOH/g), bilangan iodin (12.8%), dan kadar metil ester (99.8%). Khusus untuk titik nyala yang lebih rendah dari standar biodiesel, metil ester dianggap lebih cocok untuk digunakan sebagai bahan bakar biogasolin. Kata kunci: metil ester gondorukem, gondorukem, bahan bakar nabati.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
METIL ESTER GONDORUKEM SEBAGAI KANDIDAT BAHAN BAKAR NABATI
MULYANINGRUM
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Hasil Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr.
Judul Proposal Nama NIM
: Metil Ester Gondorukem sebagai Kandidat Bahan Bakar Nabati : Mulyaningrum : E051050101
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan Ketua
Prof. Dr. Suminar S. Achmadi Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi MS
Tanggal Lulus:
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodisaputro, MS
Tanggal Ujian: 14 Mei 2008
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia -Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2007 sampai dengan Maret 2008 yang bertempat di Laboratorium Kimia Organik IPB Bogor dan di Laboratorium Terakreditasi Pusat Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi Lemigas (PPTMGB Lemigas) Jakarta. Topik yang dipilih dalam penelitian ini adalah bahan bakar nabati, dengan judul Metil Ester Gondorukem sebaga i Kandidat Bahan Bakar Nabati. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan dan Ibu Prof. Dr. Suminar S. Achmadi selaku pembimbing. Terima kasih disampaikan pula kepada seluruh keluarga besar Laboratorium Kimia Organik IPB Bogor, Laboratorium Terakreditasi PPTMGB Lemigas Jakarta, dan PT PGT Sindang Wangi Kabupaten Bandung. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 14 Mei 2008 Mulyaningrum
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 13 Oktob er 1974 sebagai putri kedua dari ayahanda H. Tatang Karyadhara BSc dan ibunda Hj. Etti Suhaeti. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti Bandung, lulus pada tahun 1998. Melalui Beasiswa pendidikan pascasarjana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi , penulis berkesempatan melanjutkan studi ke program magister pada program studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan tahun 2005. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti Bandung sejak tahun 2001. Sejak tahun 2000 penulis tercatat sebagai anggota Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA Getah Pinus .................................................................................... Esterifikasi...................................................................................... Pemanfaatan Metil Ester sebagai Bahan Bakar Nabati ....................
3 5 5
METODE Bahan dan Alat ............................................................................... Esterifikasi Gondorukem ................................................................ Perhitungan Rendemen Metil Ester Gondorukem ............................ Analisis FTIR ................................................................................. Analisis GC-MS ............................................................................. Pencirian Metil Ester Gondorukem .................................................
8 8 10 10 10 11
HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Distilat .......................................................................... Rendemen Metil Ester Gondorukem ............................................... Tafsiran Spektrum FTIR ................................................................. Tafsiran Kromatogram GC-MS....................................................... Ciri Metil Ester Gondorukem .......................................................... Potensi Metil Ester Gondorukem ....................................................
14 14 15 16 19 22
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ........................................................................................ Saran ..............................................................................................
23 23
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
24
x
DAFTAR TABEL Halaman 1
Komposisi asam resin dari beberapa negara penghasil gondoru kem (%)
4
2
Komposisi asam resin dari beberapa lokasi di Indonesia (%) ..............
5
3 Rendemen metil ester gondorukem (%) ...............................................
14
4
19
Syarat mutu biodiesel alkil ester .........................................................
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Rumus bangun asam-asam resin.........................................................
4
2
Reaksi esterifikasi Fischer ..................................................................
5
3
Reaksi esterifikasi diwakili oleh asam abietat .....................................
8
4
Diagram alir proses produksi metil ester gondorukem ........................
9
5
Neraca massa pembuatan metil ester gondorukem ..............................
15
6
Perubahan spektrum inframerah: (a) sebelum proses esterifikasi dan (b) sesudah proses esterifikasi ............................................................
16
Perubahan kromatogram kromatografi gas: (a) sebelum proses esterifikasi dan (b) sesudah proses esterifikasi ....................................
17
Bobot molekul dominan yang teridentifikasi GC-MS: (a) m/e 316 dan m/e 314 (b) ........................................................................................
18
7 8
DAFTAR LAMPIRAN
xi
Halaman 1 Spektrum Inframerah Gondorukem ..................................................... 2 Spektrum Inframerah Metil Ester Gondorukem ................................... 3
Kromatogram Kromatografi Gas -Spektrometer Massa Gondorukem ..
4
Kromatogram Kromatografi Gas -Spektrometer Massa Metil Ester Gondorukem ......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Spektrum Inframerah Gondorukem ..................................................... 2 Spektrum Inframerah Metil Ester Gondorukem ................................... 3
Kromatogram Kromatografi Gas -Spektrometer Massa Gondorukem ..
4
Kromatogram Kromatografi Gas -Spektrometer Massa Metil Ester Gondorukem
Lampiran 1 Spektrum Inframerah Gondorukem
Lampiran 2 Spektrum Inframerah Metil Ester Gondorukem
Lampiran 3 Kromatogram Kromatografi Gas -Spektrometer Massa Gondorukem
Lampiran 4 Kromatogram Kromatografi Gas -Spektrometer Massa Metil Ester Gondoru kem
xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pinus merkusii (pinus) merupakan salah satu jenis tanaman yang sudah lama digunakan dalam kegiatan reboisasi di Indonesia dan dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pulp kertas. Hutan pinus Indonesia luasnya sekitar 5 juta hektar terdiri dari hutan alam yang tersebar mulai dari Aceh, Sumatera Utara, dan Kerinci, sedangkan hutan tanaman tersebar di Pulau Jawa, Sulawesi, dan Sumatera Barat. Jenis ini termasuk penghasil cairan oleoresin (getah pinus) terbesar dibandingkan dengan j enis pohon lainnya. Apabila diperkirakan luas areal siap sadap setengah dari potensi hutannya, potensi getah pinus di Indonesia dapat diprediksi sekitar 500 ribu ton/tahun (Wiyono 2006). Melalui proses penyulingan dari getah pinus diperoleh gondorukem. Gondorukem bersifat resin padat, merupakan produk utama yang diperoleh dari penyulingan getah pinus, berupa campuran yang kompleks terdiri atas 90% asam resin dan 10% senyawa non -asam resin. Senyawa non-asam resin merupakan ester asam lemak dan ester asam res in. Molekul asam resin memiliki ikatan rangkap dan gugus karboksilat, sehingga dapat dimodifikasi strukturnya untuk dijadikan turunan lain seperti gondorukem ester, gondorukem fortifikasi, gondorukem terpolimerisasi, dan gondorukem terhidrogenasi (Kirk & O thmer 1968). Produk tersebut telah dimanfaatkan secara komersi al sebagai pengemulsi, perekat, pelembut, pelapis, pelengket ( tackifier), dan bahan kimia lainnya. Selain melalui penyulingan, gondorukem dapat diperoleh dari hasil samping industri kertas berb ahan baku pinus yang disebut tall oil. Berdasarkan total bahan organik, tall oil terdiri atas 5-15% bahan volatil, 25-35% asam lemak, 25-35% asam resin, 5-15% residu tall oil, 15-25% komponen mengandung bobot molekul tinggi (Lee et al. 2006) sehingga cukup berpotensi sebagai bahan baku pada bahan bakar nabati (Lee et al. 2006). Coll et al. (2001) telah mengonversi asam resin dari tall oil dengan cara menghilangkan asam karboksilat dan ikatan hidrogen melalui proses hydrotreatment menjadi minyak diesel. Asa m lemak sangat mempengaruhi sifat -sifat bahan bakar nabati, seperti bilangan setana, titik nyala, titik kabut, dan viskositas (Knothe 2005). Pada penelitian Altiparmak et al.
2 (2007), telah diesterifikasi asam lemak yang terkandung dalam
tall oil
menghasilkan metil ester yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pencampur minyak solar. Gondorukem mengandung asam -asam resin dengan kandungan tertinggi berupa tipe abietat sebesar 63.4 -70.3% (Moyers 1989; Wiyono et al. 2006). Pembentukan metil ester pada gondorukem dapat terjadi melalui proses esterifikasi.
Tujuan Penelitian Pada penelitian ini distilat gondorukem hasil penyulingan gondorukem diesterifikasi untuk menghasilkan metil ester. Metil ester gondorukem tersebut dihitung
rendemennya,
diidentifikasi
gugus
fu ngsi
senyawanya
dengan
spektrofotometer inframerah fourier transformasi (FTIR), dan kromatografi gas spektrometer massa (GC-MS), serta dilakukan pengujian sifatnya berdasarkan SNI 04-7182-2006 (biodiesel) sebagai bahan baku pengganti minyak solar.
3 TINJAUAN PUSTAKA
Getah Pinus Getah pinus (collophony) merupakan substansi yang transparan, kental, dan memiliki daya rekat. Getah yang dihasilkan Pinus merkusii digolongkan sebagai oleoresin. Oleoresin merupakan cairan asam -asam resin dalam terpentin yang menetes ke luar apabila saluran resin pada kayu atau kulit pohon jenis daun jarum tersayat atau pecah. Penamaan oleoresin ini dipakai untuk membedakan dari getah (natural resin) yang muncul pada kulit atau dalam rongga -rongga jaringan kayu dari berbagai genus anggota Dipterocarpaceae atau Leguminosae dan Caesalpiniaceae. Getah pinus bersifat hidrofobik, larut dalam pelarut netral atau pelarut organik nonpolar seperti etil eter, heksana, dan pelarut minyak lainnya (Kirk & Othmer 1968). Jenis getah ini terutama mengandung senyawa -senyawa terpenoid, hidrokarbon, dan senyawa netral. Melalui proses penyulingan dari getah pinus akan diperoleh gondorukem yang dapat dimanfaatkan sebagai pengemulsi, industri tinta cetak, pelapis, industri perekat, dan farmasi. Gondorukem merupakan produk utama yang diperoleh dari penyulingan getah pinus berupa campuran yang kompleks terdiri atas 90% asam resin dengan kerangka diterpena dan 10% senyawa non -asam. Senyawa non-asam resin merupakan ester asam lemak dan est er asam resin. Senyawa asam resin secara garis besar dikelompokkan ke dala m dua tipe, yaitu tipe abietat terdiri atas asam abietat, asam levopimarat, asam palustrat, asam neoabietat, asam dehidroabietat, asam tetrahidroabietat , dan tipe pimarat terdiri atas asam pimarat, asam isopimarat (Kirk & Othmer 1968). Pada P. merkusii adanya kekhasan yang tidak dimiliki jenis pinus lain, yaitu terdapat senyawa asam resin berbasa dua yang dikenal dengan asam merkusat (Wenxiu 1988). Berikut ini merupakan rumus bangun asam-asam resin pada P. merkusii yang disajikan pada Gambar 1.
4 COOH
COOH
COOH
Asam Levopimarat
Asam Abietat
Asam Neoabietat
COOH
COOH
COOH
Asam Dehidroabietat
Asam Tetrahidroabietat
Asam Dihidroabietat
COOH
COOH
COOH
HC
CH3
CH2
COOH CH3
Asam Dekstropimarat
HC
CH2 Asam Merkusat
Asam Isodekstropimarat
Gambar 1 Rumus bangun asam-asam resin Kandungan asam resin pada gondorukem berbed a berdasarkan letak geografi maupun jenisnya (T abel 1). Tabel 1 Komposisi asam resin dari beberapa negara penghasil gondorukem (%) Jenis Asam Resin As. Pimarat As. Sandarakopimarat As. Palustrat As. Isopimarat As. Abietat As. Dehidroabietat As. Neoabietat As. Dihidroabietat As. Merkusat Sumber: Moyers (1989)
Indonesia 0.2 7.8 18.5 16.0 28.9 3.6 6.0 0.0 6.5
Cina 8.3 2.3 13.1 1.5 48.4 4.5 12.4 0.8 0.0
Meksiko Portugal 5.4 8.6 1.3 1.9 23.4 21.5 12.4 4.5 12.8 26.3 5.4 5.9 10.3 18.1 0.6 0.0 0.0 0.0
Brazil 4.0 2.0 12.3 15.9 36.1 3.1 12.8 0.4 0.0
5
Komposisi asam resin dari beberapa lokasi di Indonesia cukup beragam (Tabel 2). Tabel 2 Komposisi asam resin dari beberapa lokasi di I ndonesia (%) Jenis Asam Resin As. Pimarat As. Sandarakopimarat As. Isopimarat As. Palustrat As. Dehidroabietat As. Abietat As. Neoabietat As. Merkusat
Jawa Barat 12.2 17.9 9.7 27.7 17.0 1.3 14.2
Jawa Timur 11.7 17.6 17.2 15.6 24.0 1.5 12.3
Sumatera Utara 11.0 18.8 12.7 11.6 33.8 2.5 9.7
Sumber: Wiyono et al. (2006)
Molekul asam resin memiliki ikata n rangkap dan gugus karboksilat sehingga memungkinkan memodifikasi strukturnya untuk dijadikan turunan lain. Esterifikasi Esterifikasi merupakan suatu reaksi pembentukan ester dengan cara memanaskan sebuah asam karbo ksilat bersama sebuah alkohol dengan katalis asam. Reaksi esterifikasi disajikan pada Gambar 2. O
R
C
O O
H + R'
OH
R
C
O
R' +
H2O
Gambar 2 Reaksi esterifikasi Fischer Pembentukan ester melalui asilasi langsung asam karboksilat terhadap alkohol, seperti pada esterifikasi Fischer, lebih disukai daripada asilasi dengan asam anhidrida atau asil klorida. Kelemahan utama asilasi langsung adalah konstanta keseimbangan kimia yang rendah. Hal ini harus diatasi dengan menambahkan banyak asam karboksilat atau pemisahan air yang menjadi hasil reaksi. Pemisahan air dilakukan melalui distilasi Dean-Stark atau penggunaan penyaring molekul . Pemanfaatan Metil Ester sebagai Bahan Bakar Nabati Sejak tahun 1998 Amerika Serikat telah menggunakan minyak nabati sebagai bahan bakar penggerak mesin diesel (biodiesel). Produksi biodiesel di Amerika mulai sebesar 1 juta galon biodiesel pada tahun 1999 hingga lebih dari 30 juta galon biodiesel pada tahun 2004 ( Suhardono 2006). Meskipun secara
6 nasional penggunaan biodiesel di Amerika masih jauh lebih kecil dari dari konsumsi minyak diesel berbahan fosil. Di Indonesia pemanfaatan nabati sebagai energi alternatif dimulai sejak 2005. Pola konsumsi biosolar di Indonesia belum terlihat jelas, hanya ada catatan konsumsi biodiesel B5 (campur an 95% minyak solar dengan 5% metil ester) pernah mencapai sekitar 600 kiloliter per hari di Jakarta dan sampai tahun 2010 diperkirakan kebutuhan biosolar di Jawa-Bali sekitar 15.6 juta kiloliter. Biodiesel secara kimia didefinisikan sebagai alkil ester yang umumnya diturunkan dari minyak/lemak alami, seperti minyak nabati ataupun lemak hewan. Alkil ester memiliki sifat fisiko kimia yang mirip dengan minyak solar. Perbedaan alkil ester dengan bahan bakar fosil adalah alkil ester merupakan bahan bakar yang bersih dalam proses pembakaran, bebas dari sulfur dan benzen a karsinogenik, dapat didaur ulan g dan tidak menyebabkan akumulasi gas rumah kaca, tidak toksik dan dapat didegradasi , sedangkan bahan bakar fosil sebaliknya . Sehingga alkil ester dapat digunakan langsung maupun dicampur dengan minyak solar untuk bahan bakar transportasi (Peeples 1998). Pembentukan alkil ester dapat diperoleh melalui reaksi alkoholisis dan esterifikasi. Reaksi alkoholisis atau lebih dikenal dengan reaksi transesterifikasi umumnya dilakukan pada bahan yang mengandung trigliserida (minyak nabati), sedangkan reaksi esterifikasi umumnya dilakukan pada bahan yang mengandung asam lemak bebas atau asam resin (senyawa karboksilat). Dalam suatu reaksi transesterifikasi, satu mol trigliserida bereaksi dengan tiga mol alkohol untuk membentuk satu mol gliserol dan tiga mol alkil ester. Proses tersebut merupakan rangkaian dari reaksi bolak balik yang di dalamnya molekul trigliserida diubah tahap demi tahap menjadi digliserida, monogliserida dan gliserol. Dalam tiap tahap satu mol alkohol dikonsumsi dan satu mol ester dibebaskan.
7 Adapun reaksi transesterifikasi untuk menghasilkan alkil ester disajikan pada persamaan berikut. O CH2
O
O
C
R1
CH2
O
C
O
R1 O
O Katalis
CH
O
C
+ R
R2
OH
CH
O
CH2
OH
R2 + R
C
O
C
R3
O CH2
O
C
R3 Alkohol
Trigliserida
O
(1)
O
O CH2
Alkil ester
Digliserida
C
CH2
R1
O
C
R1 O
O Katalis
CH
O
C
CH2
OH
R
+
R2
Digliserida
OH
CH
OH
CH2
OH
+ R
O
R2
Alkil ester
Monogliserida
Alkohol
C
(2)
O CH2
O
C
R1
CH2
OH O
Katalis
CH
CH2
R
+
OH
OH
OH
Monogliserida
Alkohol
CH
OH
CH2
OH
+
R
O
C
R1
Alkil ester
Gliserol
(3)
Reaksi umum esterifikasi asam lem ak bebas dengan alkoho l adalah sebagai berikut. O
O Katalis
R
C
OH
+
R'
OH
R
C
O
R'
8 METODE
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah gondorukem produksi PT PGT Sindang Wangi Jawa Barat. Metanol, dan H 2SO4 digunakan sebagai bahan bahan pada proses esterifikasi, NaHCO 3 sebagai bahan pada proses netralisasi, dan bahan-bahan kimia untuk pengujian sifat metil ester gondorukem. Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah radas refluks Dean Stark, FTIR, GC-MS, dan alat pengujian sifat metil ester gondorukem.
Esterifikasi Gondorukem Metode esterifikasi gondorukem mengacu pada penelitian Altiparmak et al. (2007) yang dimodifikasi. Gondorukem mengandung asam -asam resin dengan kandungan tertinggi berupa tipe abietat sebesar 63.4 -70.3% (Moyers 1989; Wiyono et al. 2006). Pembentukan metil ester pada gondorukem dapat terjadi melalui proses esterifikasi yang diilustrasikan dengan asam abietat yang ditampilkan pada Gambar 3.
+ COOH
+
R-OH
H 2O
COO-R
R=CH3-, CH3CH2-
Gambar 3 Reaksi esterifikasi diwakili oleh asam abietat Persiapan bahan baku diawali dengan melakukan distilasi pada gondorukem sebanyak 200 g sampai suhu mencapai 32 0ºC. Cairan berwarna kuning hasil distilasi gondorukem merupakan bahan yang akan digun akan dalam proses esterifikasi.
9 Dalam penelitian ini distilat gondorukem tersebut sebanyak 20 g direaksikan dalam metanol sebanyak 60 g dan H 2SO4 sebagai katalis (1.2, 1.8, 2. 4 mL). Dengan radas refluks Dean Stark proses esterifikasi dilakukan pada suhu didih refluks yang diaduk denga n pengaduk magnetik dalam tiga waktu reaksi (1, 1.5, 2 jam). Proses esterifikasi menghasilkan campuran metil ester. Campuran metil ester tersebut dinetralkan dengan larutan NaHCO 3 20%. Selanjutnya produk dicuci dengan air berulang kali sampai air cucian te rlihat bening. Melalui separator air cucian dipisahkan dan metil ester ditampung dalam gelas piala. Na2SO4 anhidrat dimasukkan untuk mengikat air yang tersisa pada campuran metil ester. Setelah Na2SO4 anhidrat tampak jenuh, larutan tersebut didekantasi unt uk mendapatkan metil ester kasar. Berikut ini adalah diagram proses produksi metil ester gondorukem yang disajikan pada Gambar 4.
Distilat Gondorukem 20 g Metanol 60 g H2SO4 (1.2, 1.8, 2.4 mL) Waktu reaksi (1, 1.5, 2 jam)
Esterifikasi Suhu didih refluks Metil ester kasar
Larutan NaHCO 3 20%
Netralisasi
Air
Purifikasi
Separasi
Na2SO4 anhidrat
Dekantasi
Metanol, pengotor, katalis
Air dalam Na 2SO4
Metil ester gondorukem
Rendemen
Analisis FTIR
Analisis GC-MS
Pengujian sifat metil ester
Gambar 4 Diagram alir proses produksi metil ester gondorukem
10 Perhitungan Rendemen Metil Ester Gondorukem Rendemen metil ester merupakan nisbah produk metil ester (g) terhadap metil ester teoretis (g), dinyatakan dalam persen. Analisis FTIR Menurut Oliveira et al. (2006), metil ester hasil esterifikasi dapat diidentifikasi menggunakan FTIR. Analisis gugus fungsi pada spektrum FTIR didasarkan pada kecocokan d engan peta korelasi, khususn ya hilangnya pita serapan gugus OH dan semakin kuatnya pita serapan gugus C=O. Pengukuran spektrum dilakukan terhadap sampel yang dicampur d engan KBr untuk dijadikan pelet. Pelet dibuat dengan menggunakan hand press Shimadzu dengan tekanan kerja sebesar 8 ton selama 10 menit. Pengukuran spektrum FTIR dilakukan dengan menggunakan spektro fotometer FTIR Tensor 37 (Bruker Spectrospin) yang dilengkapi dengan detektor DTGS.
Personal
komputer yang dilengkapi dengan software OPUS versi 4,2 digunakan untuk mengontrol kerja spektrofotometer dalam menghasilkan spektrum pada range 400-4000 cm -1. Spektrum dihasilkan dengan kecepatan 30 detik dengan resolusi 4 cm-1. Analisis GC-MS Analisis
komponen
kimia
distilat
gondorukem
dan
yang
telah
teresterifikasi dilakukan dengan Agilent Technologies 6890 Gas Chromatograph dan 5973 Mass Selective Detector dengan sistem pengolahan data Chemstation, yang dilengkapi dengan kolom kapiler HP Ultra 2 (17 m x 0.25 mm i.d. dan ketebalan film 0.25 µm). Kondisi suhu
kolom mula-mula 65ºC, dinaikkan
sampai mencapai suhu 150ºC dengan laju 3ºC/menit, dinaikkan kembali sampai mencapai suhu 250ºC dengan laju 15ºC/menit. Gas pembawa yang digunakan adalah helium dengan laju alir 0.6 µL/menit dan nisbah pemisahan 10:1. Injektor dijaga pada suhu 250ºC.
11 Pencirian Metil Ester Gondorukem Pencirian metil ester gondorukem berdasarkan SNI 04-7182-2006 dengan pengujian pada parameter densitas, viskositas, titik nyala, titik kabut, kadar belerang, bilangan asam, ka dar metil ester, dan bilangan iodin. Densitas Pengukuran densitas menggunakan alat silinder hidrometer. Hidrometer dimasukkan ke dalam silinder hidrometer yang telah diisi metil ester gondorukem. Silinder hidrometer dimasukkan ke dalam penangas air yang telah dikondisikan pada suhu 40ºC, dan dibiarkan beberapa saat sampai terjadi perpindahan panas dalam metil ester gondorukem hingga mencapai kesetimbangan dan stabil. Kemudian densitas pada hidrometer dibaca pada suhu 40ºC (g/cm3). Viskositas Pengukuran viskositas menggunakan alat viskometer O stwald. Viskometer yang telah dibersihkan dengan aseton dimasukkan ke dalam penangas air yang telah dikondisikan pada suhu 40ºC hingga mencapai kesetimbangan dan stabil. Metil ester gondorukem yang suhunya telah disetim bangkan dimasukkan ke dalam viskometer. Pengukuran waktu menggunakan stopwacth dimulai dari garis merah batas atas dan dihentikan pada garis merah batas bawah (mm2/s). Titik nyala Titik nyala dilakukan dengan metode mangku k tertutup Pensky-Martens. Metil ester gondorukem dimasukkan ke dalam mangkuk uji sesuai dengan kapasitas volume. Suhu mangkuk uji dan sampel sekurang-kurangnya 18ºC atau 32ºC di bawah titik nyala yang diharapkan.
Test flame dinyalakan dan diatur
diameternya dari 3.2 mm sampai 4.8 mm (0 .126 inch sampai 0.109 inch) atau elektrik igniternya diputar atau diatur intensitasnya sesuai dengan prosedur. Pemanas ditempatkan pada suhu rata-rata seperti yang ditunjukkan oleh alat pengukur suhu dengan kenaikan suhu 5 -6ºC per menit.
12 Titik kabut Pada pengujian titik kabut sampel dipastikan tidak mengandung air. Air dikeluarkan dari sampel dengan filtrasi kertas saring sampai minyak benar -benar bersih. Suhu sampel dinaikkan setidaknya 14ºC di atas titik kabut sampel yang diperkirakan. Sampel diding inkan pada kecepatan tertentu dan secara berkala diuji. Titik kabut diukur pada saat kabut pertama kali muncul pada dasar cawan uji (ºC). Bilangan Asam Bilangan asam ditetapkan dengan menimbang ±2.5 g sampel ke dalam erlenmeyer 250 mL. Pada erlenmeyer ya ng terpisah 25 mL etanol dinetralkan dengan cara mendididhkan selama 15 menit, lalu ditambahkan 2 mL indikator pp, dan dalam keadaan pana s dititar dengan larutan NaOH 0. 01 N sampai warna kemerah-merahan. Etanol netral tersebut dicampurkan pada
sampel samb il
dikocok dan dididihkan. Dalam keadaan panas, campura n dititar dengan larutan NaOH 0.01 N sampai warna kemerah -merahan tetap sekurang-kurangnya 10 menit. Berikut ini adalah rumus penetapan bilangan asam:
Bilangan asam
mL alkali N NaOH 56.1 bobot sampel (g)
Bilangan Penyabunan Penetapan bilangan penyabunan dilakukan dengan cara menimbang ±2 g sampel ke dalam erlenmeyer 250 mL, lalu ditambahkan 25 mL larutan KOH dalam alkohol 0.5 N dan batu didih. Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak dan didihkan selama 1 jam sambil sesekali digoyang. Setelah itu erlenmeyer diangkat, dtambahkan 1 mL indika tor fenolftalein dan dititar dengan HCl 0. 5 N. Berikut ini adalah rumus penetapan bilangan asam: Bilangan penyabunan
(mL blanko - mL sampel) N HCl 56.1 bobot sampel (g)
13 Kadar Alkil Ester Kadar alkil ester merupakan selisih antara bil angan penyabunan terhadap bilangan asam yang dinyatakan dalam persen dengan rumus berikut. Kadar alkil ester
100(Bilangan penyabunan - Bilangan asam) Bilangan penyabunan
Bilangan Iodin Penetapan bilangan iodin dilakukan dengan menimbang ±0.5 g sampel ke dalam erlenmeyer 250 mL. Sebanyak 10 mL kloroform dan 25 mL larutan Hanus (IBr) ditambahkan ke dalamnya dan dibiarkan selama 60 menit dalam ruang gelap. Setelah itu, ditambahkan 20 mL larutan KI 10%, dan erlenmeyer segera ditutup. Larutan dikocok sebentar lalu dititar dengan larutan Na 2S2O3 0.1 N. Setelah titrat berwarna kuning muda, tambahkan 5 tetes indikator amilum 1% dan dititrasi kembali sampai warna biru tepat hilang. Berikut ini adalah rumus penetapan bilangan iodin: Bilangan Iodin
(mL blanko - mL sampel) N tio 12.69 bobot sampel (g)
14 HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Distilat Distilat gondorukem dari distilasi gondorukem sebesar 200 g diperoleh rata-rata sebesar 20 g sehingga rendemen yang dihasilkan sebesar ± 10%. Tahap ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut agar diperoleh rendemen yang lebih tinggi. Rendemen Metil Ester Gondorukem Tabel 3 menyajikan rerata rendemen metil ester gondorukem yang diperoleh dari waktu reaksi 1, 1.5, dan 2 jam dengan jumlah katalis sebesar 1.2, 1.8, dan 2.4 mL adalah sekitar 77.6 -88.6%. Tabel 3 Rerata rendemen metil ester gondorukem (%) Waktu reaksi (Jam) Jumlah Katalis (mL) 1.2 1 1.8 2.4 1.2 1.5 1.8 2.4 1.2 2 1.8 2.4 * dari dua replikasi
Rerata Rendemen (%)* 83.6 83.6 77.6 88.4 87.4 87.6 88.6 88.4 87.8
Kondisi optimum diperoleh pada 1.5 jam dengan jumlah katalis 1.2 mL menghasilkan rendemen sebesar 88.4%. Berdasarkan stoikiometri 20 g gondorukem akan bereaksi dengan 1.12 g metanol untuk menghasilkan metil ester gondorukem. Metanol ditambahkan berlebih , yaitu sebesar 60 g dengan tujuan agar reaksi berjalan semakin ke kanan sehin gga reaksi esterifikasi berjalan sempurna. Sebanyak 5.88 g metanol sisa esterifikasi berpeluang untuk dimanfaatkan kembali.
15 Berikut ini adalah neraca massa pembuatan metil metil ester gondorukem disajikan pada Gambar 5. Bahan gondorukem 100%
Proses esterifikasi
Non metil ester 11.6%
Metil ester kasar 88.4%
Pencirian
Metil ester murni 99.8%
Non metil ester 0.2%
Gambar 5 Neraca massa pembuatan metil ester gondorukem Tafsiran Spektrum FTIR Metil ester gondorukem dian alisis dengan inframerah bertujuan untuk melihat perubahan spektrum sebelum dan sesudah proses esterifikasi. Pencirian dilakukan pada pengukuran rentang bilangan gelombang 400 -4000 cm -1. Spektrum inframerah yang ditampilkan pada Gambar 6a menunjukkan gugus hidroksil dari asam karboksilat menyerap kuat pada bilangan gelombang ±3500 cm -1. Dalam hal ini terlihat bahwa pita uluran OH berasal dari struktur asam karboksilat berada dalam asosiasi yang stabil dikarena kan adanya ikatan hidrogen yang sangat kuat. Wade (2003) mengemukakan, bahwa serapan OH menunjukkan pita melebar dari struktur asam karboksilat sekitar 3500 dan 2500 cm-1, dikarenakan adanya ikatan hidrogen yang kuat. Sementara itu hasil esterifikasi pada Gambar 6b serapan gugus hidroksil tersebut melemah dan serapan gugus karbonil menguat pada bilangan gelombang ±1700 cm -1. Gejala ini menunjukkan bahwa distilat gondorukem telah teresterifikasi.
16
(a) Sebelum proses esterifikasi
(b) Sesudah proses esterifikasi Gambar 6 Perubahan spektrum inframerah Tafsiran Kromatogram GC -MS Tafsiran spektrum inframerah diperkuat dengan kromatogram GC -MS yang ditampilkan Gambar 7. Ditunjukkan bahwa asam-asam resin pada gondorukem (asam abietat, asam sandarak opimarat, asam dehidroabietat, asam isopimarat ) telah teresterifikasi menjadi metil ester (metil abietat, metil sandarakopimarat, metil dehidroabietat, metil isopimarat ).
17
(a) Sebelum proses esterifikasi
(b) Sesudah proses esterifikasi Gambar 7 Perubahan kromatogram kromatografi gas Pada Gambar 8 bobot molekul yang dominan teridentifikasi berturut -turut pada m/e 316 pada waktu retensi 39.66, 38.56, 38 menit, yang masing-masing adalah untuk senyawa metil abietat, metil isopimarat, metil sandarakopimarat, dan 314 pada waktu retensi
39.18 menit untuk senyawa metil dehidroabietat .
Sementara itu, waktu retensi untuk asam resin sebelum proses esterifikasi teridentifikasi sesudah menit ke -41.53.
18
(a) m/e 316
(b) m/e 314 Gambar 8 Bobot molekul dominan yang teridentifikasi GC-MS
19 Ciri Metil Ester Gondorukem Ciri metil ester gondorukem berdasarkan SNI 04 -7182-2006 disajikan pada Tabel 4 yang secara keseluruhan telah memenuhi syarat sebagai bahan baku biodiesel. Tabel 4 Syarat mutu biodiesel alkil ester Parameter Densitas pada 40ºC Viskositas kinematik pada 40ºC Titik nyala Titik kabut Kadar belerang Bilangan asam Bilangan iodin Kadar alkil ester
Satuan g/cm3 mm2/s ºC ºC ppm mg-KOH/g %-massa %-massa
SNI 04-7182-2006 0.850-0.890 2.3-6.0 min. 100 maks. 18 maks 100 maks 0.8 maks. 115 min. 96.5
Hasil Pengamatan 0.900 4.2 32-49 -18 67 0.1 12.8 99.8
Densitas Densitas merupakan ukuran derajat kerapatan massa suatu material. Metil ester gondorukem memiliki densitas sebesar 0.900 g/cm 3, tampak nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan densitas metil ester dari minyak sawit sebesar 0.87 0 g/cm3, minyak jarak pagar 0.879 g/cm 3, minyak kelapa 0.872 g/cm 3, minyak kedelai 0.885 g/cm 3, dan minyak kanola 0.882 g/cm 3 (Knothe et al. 2005). Apabila densitas metil ester gondorukem dibandingkan terhadap SNI 04 -71822006 (0.850-0.890 g/cm 3) dianggap tidak memenuhi standar, tetapi jika dibandingkan dengan EN 14214 (0.860 -0.900 g/cm 3) yang merupakan acuan untuk negara-negara Eropa telah memenuhi standar . Viskositas Viskositas biodiesel sebagai salah satu permasalahan utama karena minyak nabati biasanya viskosita snya lebih tinggi daripada solar (1.6-5.8 mm2/s). Viskositas metil ester gondorukem telah memenuhi standar, yaitu sebesar 4.2 mm2/s seperti halnya pada metil ester minyak kelapa (2.7 mm 2/s), minyak sawit (4.4 mm2/s), minyak jarak pagar (4.8 mm2/s), minyak kedelai (4.5 mm2/s), dan minyak kanola (4.2 mm2/s) (Knothe et al. 2005).
20 Viskositas merupakan ukuran ketahanan dari suatu cairan untuk mengalir yang terkait dengan gesekan internal bagian satu dengan lainnya. Apabila kemampuan mengalir cairan tersebut rendah, hal ini akan mempengaruhi kemampuan mesin untuk memercik kan api. Titik Nyala Titik nyala berdasarkan SNI maksimum 100ºC, sedangkan metil ester gondorukem termasuk sangat rendah, yaitu 32-49ºC dibandingkan dengan metil ester minyak jarak pagar (191ºC), minyak sawit (186ºC), minyak kedelai (254ºC), begitu pula terhadap minyak diesel no. 2 (5 2ºC). Rendahnya titik nyala ini mengindikasikan bahwa metil ester gondorukem lebih sesuai untuk biogasolin yang memiliki titik nyala < 40ºC (Knothe et al. 2005). Tinggi rendahnya titik nyala bergantung pada struktur penyusun metil ester tersebut. Struktur metil ester gondorukem merupakan senyawa asam karboksilat fenant rena yang berbentuk siklik (Coll et al. 2001) sehingga interaksi antarmolekulnya lemah yang mengakibatkan cairan mudah menguap. Berbeda dengan struktur metil ester pada minyak sawit, minyak jarak pagar, maupun minyak kedelai umumnya merupakan asam oleat, asam palmitat, asam stearat yang berbentuk alifatik sehingga interaksi antarmolekulnya kuat yang mengakibatkan titik nyalanya lebih besar dari 100ºC. Titik Kabut Titik kabut pada metil ester gondorukem sebesar -18ºC, telah memenuhi standar yang ditetapkan (maksimum 18ºC). Metil ester gondorukem memiliki titik kabut cukup rendah jika dibandingkan dengan metil ester dari minyak biji kapuk (-15ºC), minyak biji rami (-15ºC), minyak biji bunga matahari (-15ºC), (Knothe et al. 2005). Bahan bakar berbasis metil e ster cukup menguntungkan jika dilihat dari segi lingkungan, akan tetapi memiliki kendala jika dipakai secara komersial di negara-negara beriklim dingin. Kehadiran kristal malam (wax) pada metil ester minyak kedelai saat suhu mendekat i 0-2ºC apabila terakumulasi akan mengakibatkan pengerasan pada cairan metil ester. Jika hal ini berlangsung akan menimbulkan permasalahan pada laju alir cairan menuju mesin dan akan terjadi kegagalan dalam memerci kkan api pada bahan bakar. M etil ester gondorukem
21 dengan titik kabut yang lebih rendah dibandingkan metil ester lainnya, cukup berpotensi untuk digunakan sebagai bahan bakar nabati di berbagai belahan bumi. Kadar Belerang Kadar belerang metil ester go ndorukem sebesar 67 ppm telah memenuhi standar, yaitu maksimum 100 ppm. Berbeda dengan kadar belerang pada metil ester jarak pagar yang cenderung tidak terdeteksi (Widyawati 2006). Kadar belerang sebelum dan sesudah proses esterifikasi pada gondorukem cenderung sama, yaitu antara 67-70 ppm. Kesamaan kadar belerang menunjuk kan bahwa asam sulfat yang dipergunakan sebagai katalis tidak mempengaruhi jumlah belerang yang terkandung sesudah diesterifikasi. Kandungan belerang pada tanaman secara kuantitatif sangat tergantung pada beberapa faktor, di antaranya jenis tanaman, kualitas tempat tumbuh maupun genetik. Penetapan
kadar
belerang
bertujuan
mengendalikan
emisi
yang
dikeluarkan oleh mesin (Knothe et al. 2005). Pada kondisi ideal, semua karbon di dalam minyak diesel akan terbakar menjadi gas, dan semua hidrogen akan terbakar menjadi uap air. Hampir semua bahan bakar mengikuti alur ini, termasuk biodiesel. Jika belerang terkandung dalam bahan bakar, akan terjadi proses oksidasi menjadi sulfur dioksida dan sulfur trioksida. Jika senyawa tersebut bereaksi dengan uap air akan membentuk asam sulfat dan garam sulfat yang dapat terbawa sebagai partikulat pada buangan mesin sehingga akan melumpuhkan kinerja konverter katalitik yang berfungsi sebagai penyerap racun (Knothe et al. 2005) Bilangan Asam Bilangan asam metil ester gondorukem ( 0.1 mg-KOH/g) lebih rendah daripada bilangan asam metil ester jarak pagar (4. 37 mg-KOH/g) (Widyawati 2006). Waktu reaksi pada proses esterifikasi minyak jarak pagar lebih lama yaitu 2 jam (Widyawati 2006) dari distilat gondorukem yaitu 1.5 jam. Ini menunjukkan bahwa pada distilat gondorukem hampir keseluruhan gugus asam teresterifikasi dengan sempurna, sebagaimana ditunjukkan oleh tingginya kadar alkil ester distilat gondorukem sebesar 99. 8%, dengan batasan standar minimum 96. 5%.
22 Bilangan Iodin Bilangan iodin pada metil ester gondorukem sebesar 12.8% telah sesuai dengan standar, yaitu <115%. Metil ester dari beberapa bahan baku cenderung melebihi 115%, seperti minyak kedelai sebesar 122 -128% dan minyak bunga matahari sebesar 127-134% (Knothe et al. 2005). Bilangan iodin merupakan ukuran ketidakjenuhan asam lemak pada metil ester, semakin tidak jenuh suatu asam maka semakin banyak ikatan rangkap yang terkandung di dalamnya. Kossmehl & Heinrich (1997) menyebutkan bahwa ketika mesin diesel dioperasikan pada m etil ester dengan bilangan iodin tinggi , mulai terbentuk deposit pada lubang saluran injeksi, cincin piston, dan cincin kanal piston. Hal ini akibat adanya ikatan rangkap yang mengalami keti dakstabilan akibat suhu memanas sehingga terjadi reaksi oksidasi, polimerisasi, dan terakumulasi dalam bentuk karbonisasi atau pembentukan deposit. Pengembangan riset peningkatan stabilitas oksidasi telah dilakukan pada beberapa bahan baku yang memiliki stabilitas oksidasinya rendah (minyak biji matahari, minyak rapeseed, minyak tallow). γ-Tokoferol yang ditambahkan pada metil ester minyak biji matahari, minyak rapeseed, dan minyak tallow telah meningkatkan antioksidan pada minyak ter sebut (Mittelbach & Shober 2003).
Potensi Metil Ester Gondorukem Rendemen distilat gondorukem relatif masih rendah (10%), akan tetapi rendemen alkil ester hasil distilasi sangat memuaskan (99.8%). Jika proses distilasi dapat dioptimumkan sebelum proses esterifikasi, maka metilasi gondorukem berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan bak ar nabati.
23
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Rendemen metil ester gondorukem pada ko ndisi optimum adalah sebesar 88.5% dinilai cukup memuaskan. Apabila dilihat dari parameter viskositas (4.2 mm2/s), titik kabut (-18ºC), kadar belerang (67 ppm), bilangan asam (0.1 mgKOH/g), kadar alkil ester (99.8%), dan bilangan iodin (12.8%), secara teknis metil ester gondorukem layak dimanfaatkan sebagai biodiesel. Khusus parameter titik nyala yang lebih rendah dari standar biodiesel, metil ester gondorukem dianggap lebih cocok digunakan sebagai biogasolin. Saran Rendemen disilat gondorukem hasilnya tergolong rendah sehingga p roses distilasi perlu dikembangkan kembali untuk meningkatkan rendemen distilat gondorukem. Perlu dicari nilai bilangan setana ataupun i ndeks setana dalam penelitian ini yang belum bisa ditetapkan. Metanol yang tersisa pada proses esterifikasi cukup banyak dan agar dapat dimanfaatkan kembali perlu dipisahkan dengan cara yang tepat. Perlu dikembangkan lagi pengester lainnya yang bersifat terbarukan.
24 DAFTAR PUSTAKA
Altiparmak D, Keskin A, Koca A, Guru M. 2007. Alternative Fuel Properties of Tall Oil Fatty Acid Methyl Ester -Diesel Fuel Blends. Bioresources Technology 98:241-246. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. St andar Nasional Indonesia (SNI) 04 7182-2006 (Biodiesel). Jakarta. Coll R, Udas S, Jacoby WA. 2001. Conversion of The Rosin Acid Fraction of Crude Tall Oil into Fuels and Chemicals. Energy & Fuels 15:1166-1172. EN 142114. 2002. Automotive fuels -Fatty acid methyl ester (FAME) for diesel engines requirements and test methods. Kirk RE, Othmer DF. 1968. Encyclopedia of Chemical Technology 11. New York: The Interscience Encyclopedia . Knothe G. 2005. Dependence of Biodiesel Fuel Properties on the Struc ture of Fatty Acid Alkyl ester. Fuel Processing Technology 86:1059-1070. Knothe G et al. 2005. The Biodiesel Handbook. Champaign Illionis: AOCS. Kossmehl S, Heinrich H. 1997. The Automotive Industry’s Views of the Standards for Plant Oil-Based Fuels dalam Symposium ”Plant Oils as Fuels: Present State of Science ad Future Developments”. Postdam, 16-18 Februari. Lee SY, Hubbe MA, Saka S. 2006. Prospects for Biodiesel as a Byproduct of Wood Pulping. BioResources 1:150-171. Mittelbach M. 1996. Diesel fuel derived from vegetable oils, VI: Spesifications and quality control of biodiesel. Bioresource Technology 56:7-11. Mittelbach M, Schober S. 2003. The influence of antioxidants on the oxidation stability of biodiesel. J Am Oil Chem 80:817-823. Moyers B. 1989. Compositional Differences and Variation in Gum Gondorukem. Wilmington: Hercules Incorporated Research Center. Oliveira JS, Montalvao R, Daher L, Suarez PAZ, Rubim JC. 2006. Determination of methyl ester contents in biodiesel blends by FT IR-ATR and FTNIR spectroscopies. Talanta 69:1278-1284.
25 Peeples JE. 1998. Biodiesel developments in the United States: Meeting economic, policy & technical challenes. Proceedings of the 1998 PORIM International Biofuel and Lubricant Conference. Malaysia , 4-5 Mei. Suhardono E. 2006. Etil Ester Sebagai Biodiesel Masa Datang. Publikasi Lemigas 40 (3):3-13.
Lembaran
Wade LG. 2003. Organic Chemistry Infrared Spectroscopy and Mass Spectrometry. Chapter 12 Ed. Ke -15. Dallas: Richland College. Widyawati Y. 2006. Disain proses dua tahap esterifikasi -transesterifikasi (estrans) pada pembuatan metil ester (biodiesel) dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wiyono B, Tachibana S, Tinamb unan J. 2006. Chemical Composition of Indonesian Pinus merkusii Turpentine Oils, Gum Oleoresins and Gondorukems from Sumatra and Java. Pakistan Journal of Biological Sciences 9 (1):7-14. Wiyono B. 2006. Status Riset Pengolahan Getah Pinus dan Gondoruk em. Seminar Prospek Pengolaha n Getah Pinus dan Gondorukem. Hotel Comfort, 7-8 Agustus. Makasar: BSPHH Wilayah XV. 1-18 Wenxiu M. 1988. Identification and quantitative determination of a dibasic resin acid in oleoresin of Pinus merkusii from China. Journal of Nanjing Forestry University 4.
26
LAMPIRAN