MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGELOMPOKKAN BANGUN DATAR MENURUT BENTUKNYA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TYPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS I SDN 4 TABONGO KECAMATAN TABONGO KABUPATEN GORONTALO OLEH : ROSMIYATI M. NUSI Pembimbing I : Dra. Hj. Asni Ilham, S.Pd, M.Si Pembimbing II : Ismail Pioke, S.Pd, M.Pd ( Mahasiswa Jurusan S1 PGSD ) UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO ABSTRAK Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang telah dipilih dan dituangkan dalam kurikulum berbagai jenjang pendidikan di sekolah memiliki karakteristik yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya. Salah satu ciri tersebut adalah matematika sebagai ilmu terstruktur, keterurutan, dan keterhubunganantara satu materi dengan materi lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya melalui model pembelajaran kooperatif Type Make a Match pada siswa kelas I SDN 4 Tabongo Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas, yaitu untuk memperbaiki proses pembelajaran tentang peningkatan hasil kemampuan siswa pada materi mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya melalui model pembelajaran kooperatif type make a match. Hasil analisis data menunjukkan siklus I yaitu 10 dari 24 siswa atau 41,67% mampu mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya dengan mendapat nilai 75 ke atas, dan 14 siswa atau 58,33% belum mampu mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya sehingga dilanjutkan pada siklus II. Pada siklus II hasil penelitian menunjukkan bahwa 21 dari 24 siswa atau 87,5% mampu mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya dan 3 siswa atau 12,5% belum mampu mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya. Berdasarkan analisis serta interpretasi data disimpulkan bahwa, melalui model pembelajaran kooperatif type make a match kemampuan mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya pada siswa kelas I SDN 4 Tabongo Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo meningkat. Kata kunci :
Model Pembelajaran Make a Match, Bangun datar, Kemampuan.
PENDAHULUAN Dalam belajar matematika seperti diuraikan di atas, hal ini membuat siswa belajar matematika, memandang bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menakutkan, tidak menyenangkan dan sulit, minat belajar kurang, sehingga mempengaruhi rendahnya kemampuan siswa. Selain itu pula selama pembelajaran siswa kurang terlibat dalam proses pembelajaran, sehingga materi tidak bertahan lama dalam ingatan siswa dan juga tsidak efektifnya proses dan prosedur pembelajaran berdampak pada rendahnya kemampuan siswa
pada materi
mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya Hal ini tidak semua disebabkan oleh tidak adanya bakat, namun masih ada hambatan atau faktor tertentu yang mempengaruhi rendahnya kemampuan siswa pada pembelajaran matematika. Diantaranya adalah faktor lingkungan dan keluarga. Lebih-lebih siswa yang tumbuh pada lingkungan keluarga yang kurang memahami pentingnya pendidikan. Orang tua tidak mengerti, lingkungan tidak mendukung, di sekolah merasa dipaksa mengerjakan hal-hal yang tidak bisa dan berakhir dengan pengambilan keputusan untuk berhenti sekolah. Mereka putus sekolah mungkin disebabkan oleh faktor ekonomi, lingkungan, atau mungkin saja akibat strategi pembelajaran di kelas kurang menarik dan tidak dapat membuat siswa merasa gembira datang ke kelas. Selain itu juga faktor dari guru, seperti kurangnya pengetahuan, pengalaman, dan wawasan guru mengenai matematika serta metode mengajar dan penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dalam menyampaikan materi pelajaran juga dapat mempengaruhi cara belajar siswa. Pada umumnya, model pembelajaran yang dikembangkan guru matematika dalam kegiatan belajar mengajar adalah model pembelajaran konvensional yang lebih banyak mengandalkan ceramah, dimana guru lebih memfokuskan diri pada upaya pemindahan pengetahuan ke dalam otak siswa tanpa memperhatikan bahwa ketika siswa memasuki kelas, siswa mempunyai bekal kemampuan dan pengetahuan yang tidak sama. Siswa hanya ditempatkan sebagai objek sehingga siswa menjadi pasif dan tenggelam ke dalam kondisi belajar yang kurang merangsang aktifitas belajar yang optimal. Menurut Yuwono, (2001:2) bahwa pembelajaran matematika secara konvensional mengakibatkan siswa bekerja secara prosedural
dan memahami matematika tanpa penalaran, selain itu interaksi antara siswa dengan guru selama proses belajar mengajar sangat kurang. Implikasi dari karakteristik matematika ini, maka guru dalam membelajarkan materi matematika senantiasa memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan pembelajaran. Untuk itu, guru perlu menciptakan proses pembelajaran yang dapat mengarahkan dan meningkatkan kemampuan siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan caranya sendiri melalui cara berpikir logis, konsisten, sistematis. Dengan perkataan lain, selama melaksanakan proses pembelajaran guru hendaknya memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam belajar, misalnya melaluii diskusi, peragaan, kerja sama dalam kelompok. Khususnya dalam pembelajaran tentang pengelompokkan bangun datar sederhana, siswa kelas I SDN 4 Tabongo masih mengalami kesulitan. Sebagai contoh ketika siswa diberi pertanyaan
melalui gambar berbagai bangun datar untuk
dikelompokkan, dari 24 siswa kelas I ada 10 orang yang merespon dengan cara mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan. Namun dari 10 orang tersebut hanya 6 orang yang menjawab dengan benar. Sedangkan siswa lainnya memberikan jawaban salah. Jawaban siswa yang salah, misalnya gambar layanglayang dikelompokkan pada bangun datar segitiga, trapsium dikelompokkan pada bangun datar persegipanjang. Dalam membelajarkan materi mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya pada siswa kelas I SDN 4 Tabongo guru kurang memberikan peluang kepada siswa untuk mengkontruksi sendiri konsep-konsep matematika, siswa hanya menyalin apa yang dikerjakan oleh guru. Selain itu siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengemukakan ide dan mengkonstruksi sendiri dalam menjawab soal latihan yang diberikan oleh guru. Penyajian materi seperti ini mengakibatkan siswa tidak mampu menmpelajarinya dengan baik pembelajaran yang dilakukan terutama pada materi tersebut. Dari permasalahan-permasalahan seperti diuraikan di atas, memerlukan pemikiran guna mencari pemecahannya. Guru perlu menciptakan proses pembelajaran yang relevan dengan kondisi kelas dan materi sajian. Dalam hal ini guru perlu menggunakan model pembelajaran
yang dapat mengaktifkan dan membangkitkan minat siswa dalam pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa tentang mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya di kelas I SDN 4 Tabongo Kabupaten Gorontalo. Langkah-langkah penerapan model pembelajaran ini sangat mudah dilaksanakan oleh siswa, sebab siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawabansoal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran ( Ismail, 2009: 40). Salah satu keunggulan model pembelajaran ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Berdasarkan temuan-temuan dari hasil observasi maka peneliti tertarik mengangkat masalah tersebut melalui tindakan, dengan formulasi judul “Meningkatkan kemampuan mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya melalui Model Pembelajaran kooperatif type make a match pada siswa kelas I SDN 4 Tabongo Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo.” KAJIAN TEORITIS Kemampuan (ability) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya. Robbins 2000, P.46 kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek. Robbins, (2000 P. 46-48) menyatakan bahwa kemampuan terdiri dari 2 faktor : 1.
Kemampuan intelektual (Intelektual ability) Adalah kemampuan melakukan aktivitas secara mental.
2.
Kemampuan fisik Adalah kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karekteristik fisik. Kemampuan oleh Keith Davis dalam Mangkunegara (2000, P .67) secara
psikologis ; kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge + skill), artinya karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan mudah mencapai kinerja maksimal. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan atau potensi menguasai keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakaanya. Belajar merupakan salah satu factor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu, karena sebagian besar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Konsep tentang belajar telah banyak didefinisikan oleh pakar psikologi. Gagne dan Berline dalam M. Darsono (2000:14) menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Morgan, dalam M. Darsono (2000:25) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktek atau pengalaman. Slavin (dalam M. Darsono 2000:14) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Skinner dalam Ruminiati (2007:15), belajar merupakan suatu proses atau penyesuaian tingkah laku yang brelangsung secara progresif atau belajar adalah suatu perubahan dalam kemungkinan terjadinya respon. (Ruminati
2007)
Belajar
pada
dasarnya
terjadi
Menurut Thorndike
melalui
pembentukan
asosiasiantara stimulus dan respon. Bruner (Hudoyo, 1988:56) belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat dalam materi-materi yang dipelajari serta menjalankan hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur itu. Lain dari itu peserta didik lebih mudah mengingat matematika itu, bila yang dipelajari merupakan pola yang terstruktur.Pemahaman terhadap konsep dan struktur materi menjadikan materi itu mudah diterima secara lebih konprehensif. Selain itu anak didik lebih mudah mengingat materi bila dipelajari melalui pola terstruktur. Dengan memahami konsep dan struktur akan mempermudah terjadinya transfer. Dalam belajar Bruner hampir selalu memulai dengan memusatkan material. Anak didik harus
menemukan keteraturan dengan cara pertama-tama memanipulasi material yang sudah dimiliki anak didik. Berarti anak didik dalam belajar haruslah terlibat aktif mentalnya yang dapat diperlihatkan dari keaktifan fisiknya. Dalam teori belajar Dienes, Perkembangan konsep matematika menurut Dienes (dalam Resnick, 1981:120) dapat dicapai melalui pola berkelanjutkan, yang setiap seri dalam rangkaian kegiatan belajarnya
berjalan dari yang konkret
kesimbolik.Tahap belajar adalah interaksi yang direncanakan antara satu segment struktur pengetahuan dan belajar aktif, yang dilakukan melalui media matematika yang didesain secara khusus. Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara konkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa objek-objek konkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Dienes (dalam Resnik, 1981: 120) menyatakan bahwa proses pemahaman (abstraction) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara konkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga anak –anak dapat bermain dengan bermacammacam material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian
materi (multiple embodiment)
dapat
mempermudah proses
pengklasifikasian abstraksi konsep. Bangun datar adalah bagian dari bidang datar yang dibatasi oleh garis-garis lurus atau lengkung (Roji, 1997:15). Bangun datar dapat didefinisikan sebagai permukaan yang rata yang mempunyai dua demensi yaitu panjang dan lebar, tetapi tidak mempunyai tinggi atau tebal (Hambali, Siskandar, dan Rohmad, 1996:19). Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditegaskan bahwa bangun datar merupakan bangun dua demensi yang hanya memiliki panjang dan lebar, yang dibatasi oleh garis lurus atau lengkung.
Mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya yang dalam penyajiannya diberikan gambar kelompok-kelompok bangun datar yang sejenis dengan berbagai bentuk. Seperti : Bangun segitiga
Bangun segiempat
Bangun Lingkaran
Rahayah (1998:22) menyatakan bahwa menggunakan cooperative learning dalam pembelajaran sains dan matematika dapat meningkatkan ketrampilan ilmiah dan meningkatkan prestasi, “science teachers need to try cooperative learning in order to enhance scientific skills and to increase achievement in science”. Dalam pembelajaran matematika dan sains, akan lebih efektif jika dilakukan di dalam kelompok-kelompok belajar, sebagaimana disarankan oleh American Association for the Advancement of Science (1989: 148) dalam Zakaria (2007) bahwa: “the
collaborative nature of scientific and technological work should be strongly reinforced by frequent group activity in the classroom. Scientists and engineers work mostly in groups and less often isolated investigators. Similarly, students should gain experience sharing responsibility for learning with each other”. Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah pengembangan teknis belajar bersama, saling membantu, dan bekerja sebagai sebuah tim (kelompok). Jadi pembelajaran kooperatif berarti belajar bersama, saling membantu dalam pembelajaran agar setiap anggota kelompok dapat mencapai tujuan atau menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik. Slavin (1995:2) mendefinisikan secara spesifik model pembelajaran kooperatif sebagai ”...model pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dan saling berinteraksi antar anggota kelompok”. Model pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Curran (Ismail, 2009:45). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topic dalam suasana yang menyenangkan. Metode pembelajaran make a match termasuk salah satu jenis metode dari model pembelajaran kooperatif. “Model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward nya” (Agus Suprijono, 2011:61). METODOLOGI PENELITIAN Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di SDN 4 Tabongo yang merupakan salah satu sekolah yang ada di wilayah Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo, dan sekolah ini dipimpin oleh ibu Noverita Kumadji, S.Pd (tahun 2012 s/d sekarang). Secara fisik SDN 4 Tabongo berbentuk huruf L, yakni menghadap kearah Barat dan Selatan dengan kapasitas ruangan berjumlah 6 ruangan. Dari 6 ruangan tersebut 5 kelas digunakan sebagai ruang belajar dan 1 ruangan sebagai ruangan kepala sekolah. Yang diberi sekat adalah ruang kepala sekolah dan ruang dewan guru, yang satunya lagi ruang tamu. Selain bangunan gedung sekolah, terdapat 3 gedung perumahan yang letak gedungnya 1 di samping dan 2 gedung perumahan petak di depan sekolah. 2 gedung perumahan petak digunakan sebagai ruang kelas III. Halaman sekolah yang tersedia cukup luas dipergunakan apel setiap pagi,
sebagai lapangan olahraga, sebagai tempat melaksanakan upacara bendera serta sebagai tempat siswa untuk bermain dan berkumpul. Jumlah guru di SDN 4 Tabongo ada 8 orang berstatus PNS, 4 orang Non PNS yang terdiri dari 3 orang sebagai tenaga pengajar dan 1 orang sebagai tenaga operator komputer. Dari 8 orang PNS, terdiri dari 7 orang guru dan 1 orang kepala sekolah. Dari 12 orang pegawai di SDN 4 Tabongo, yang berjenis kelamin lakilaki hanya berjumlah 2 orang. Dalam penelitian ini digunakan 2 macam tehnik pengumpulan data, yakni tehnik observasi dan tehnik tes. Tehnik observasi digunakan untuk mengumpul data kegiatan guru dan siswa selama menjalani proses pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi kegiatan guru dan lembar observasi kegiatan siswa. Teknik tes digunakan untuk mengukur kemampuan belajar siswa pada materi mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya. Analisis data dalam penilaian ini dilakukan sebagai berikut : Untuk aktivitas kegiatan tes yang digunakan untuk menilai keberhasilan siswa dalam mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 83% dari jumlah siswa memperoleh nilai 75 ke atas. Untuk aktivitas kegiatan non tes digunakan analisis kualitatif, yakni menganalisis guru dan aktivitas belajar siswa. Mengacu
pada kriteria
penilaian, maka teknik analisis data yang digunakan penilaian kegiatan guru dan kegiatanbelajar siswa dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut : a. Data pengamatan kegiatan guru Seluruh hasil pengamatan kegiatan guru dalam proses pembelajaran dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan kriteria penilaian sebagai berikut: Tabel 3.1 kriteria penilaian pengamatan kegiatan guru Tingkat Penguasaan
Kategori
4
Sangat Baik
3
Baik
2
Cukup
1
Kurang
b. Data pengamatan kegiatan siswa Analisis siswa diamati dan dinilai dari beberapa komponen.pengamatan kegiatan siswadilakukan secara individual dan hasilnya dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan kriteria penilaian sebagai berikut : Tabel 3.2 kriteria penilaian pengamatan kegiatan siswa Tingkat Penguasaan
Kategori
4
Sangat baik
3
Baik
2
Cukup
1
Kurang
HASIL PENELITIAN 1. Siklus I Kemampuan siswa mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya melalui model pembelajaran make a match pada siklus I. TUNTAS NO
NAMA SISWA
NILAI
TDK
TUNTAS NO
NAMA SISWA
NILAI
TUNTAS
TDK TUNTAS
1
Aldiyanto Kadir
60
TT
13
Karsum Djakfar
80
T
2
Zulkifli Hemeto
50
TT
14
Feyinyanti Suleman
80
T
3
Ahlan Igris
55
TT
15
Wilan Diko
60
TT
4
Hayub Jafar
75
T
16
Desirawati Lajuma
60
TT
5
Ishak Adam
75
T
17
Sheillawati S. Umar
75
T
6
Musa Ibrahim
80
T
18
Sri Karmila Kasim
55
TT
7
Owan Rajak
75
T
19
Tika Mutmainah Nusi
50
TT
8
Rivaldi Amasi
60
TT
20
Iren Rajak
55
TT
9
Rivaldwiputra Towadi
75
T
21
Puspita Igisani
80
T
10
Supriyanto Pakaya
50
TT
22
Sri Nabila Suna
75
T
11
Afrial Saputra Simu
50
TT
23
Margareta Gani
70
TT
12
Meilan Suna
55
TT
24
Nurmelinda Lajuma
65
TT
JUMLAH
760
JUMLAH
805
TUNTAS
10
RATA-RATA
65,20
TIDAK TUNTAS
14
PROSENTASE KETUNTASAN
41,67
Sumber : Analisis Hasil Siswa Dalam Mengelompokkan Bangun Datar Siklus I
Keterangan: -
Nilai 50 ada 4 siswa = 16,6 %
-
Nilai 55 ada 4 siswa = 16,6 %
-
Nilai 60 ada 4 siswa = 16,6 %
-
Nilai 65 ada 1 siswa = 4,2 %
-
Nilai 70 ada 1 siswa = 4,2 %
-
Nilai 75 ada 6 siswa = 25 %
-
Nilai 80 ada 4 siswa = 16,6 %
Dari Tabel 4.5 di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif make a match diperoleh nilai rata-rata evaluasi belajar siswa adalah 65,20 dan ketuntasan belajar mencapai 41,67 % atau ada 10 siswa dari 24 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai 75 hanya sebesar 41,67 % lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 83%. Hal ini disebabkan karena siswa masih asing dengan diterapkannya model pembelajaran make a match .
2. Siklus II Kemampuan mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya melalui model pembelajaran make a match pada siklus II. TUNTAS /
TUNTAS NO
NAMA SISWA
NILAI
NO
NAMA SISWA
NILAI
TDK TUNTAS
TDK TUNTAS
1
Aldiyanto Kadir
85
T
13
Karsum Djakfar
95
T
2
Zulkifli Hemeto
85
T
14
Feyinyanti Suleman
90
T
3
Ahlan Igris
70
TT
15
Wilan Diko
70
TT
4
Hayub Jafar
85
T
16
Desirawati Lajuma
90
T
5
Ishak Adam
90
T
17
Sheillawati S. Umar
85
T
6
Musa Ibrahim
90
T
18
Sri Karmila Kasim
95
T
7
Owan Rajak
80
T
19
Tika Mutmainah Nusi
75
T
8
Rivaldi Amasi
70
TT
20
Iren Rajak
75
T
9
Rivaldwiputra Towadi
85
T
21
Puspita Igisani
85
T
10
Supriyanto Pakaya
85
T
22
Sri Nabila Suna
95
T
11
Afrial Saputra Simu
80
T
23
Margareta Gani
80
T
12
Meilan Suna
80
T
24
Nurmelinda Lajuma
80
T
JUMLAH
985
JUMLAH
1015
TUNTAS
21
RATA-RATA
83,33
TIDAK TUNTAS
3
PROSENTASE KETUNTASAN
87,50
Sumber : Analisis Hasil Kemampuan Siswa Mengelompokkan Bangun Datar Siklus II
Keterangan: a) Nilai 50 ada 4 siswa = 16,6 % b) Nilai 55 ada 4 siswa = 16,6 % c) Nilai 60 ada 4 siswa = 16,6 %
d) e) f) g)
Nilai 65 ada 1 siswa = 4,2 % Nilai 70 ada 1 siswa = 4,2 % Nilai 75 ada 6 siswa = 25 % Nilai 80 ada 4 siswa = 16,6 %
Dari Tabel 4.8 di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif make a match diperoleh nilai rata-rata evaluasi belajar siswa adalah 83,33 dan ketuntasan belajar mencapai 87,50 % atau ada 21 siswa dari 24 siswa sudah tuntas belajar. Dengan capaian tersebut berarti peningkatan kemampuan siswa yang menjadi tujuan penelitian telah tercapai. Hal ini berarti penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan telah selesai dan guru dapat melanjutkan pembelajaran untuk penyajian materi lainya. Memperhatikan capaian siklus I tersebut, maka dalam refleksi yang dilakukan melalui diskusi dengan guru observer disepakati bahwa pada tindakan siklus II dilakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap aspek-aspek kegiatan pembelajaran
yang
belum
optimal.
Setelah
dilakukan
perbaikan
dan
penyempurnaan aspek-aspek kegiatan guru dan kegiatan siswa pada siklus II, maka terjadi peningkatan kualitas pembelajaran yang berdampak pada kemampuan belajar siswa. Dari hasil tersebut berarti hipotesis tindakan yakni melalui model pembelajaran make a match, maka kemampuan mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya pada siswa kelas I SDN 4 Tabongo Kecamatan Tabongo akan meningkat, dapat diterima dan terbukti kebenarannya. Dengan diterimanya hipotesis tindakan ini berarti dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada materi mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya adalah sesuai atau relevan. PENUTUP 1.Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka disimpulkan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match kemampuan mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya pada siswa kelas I SDN 4 Tabongo Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo meningkat.
2.Saran 1.
Bagi siswa
Pada saat diberi kesempatan oleh guru untuk belajar secara mandiri hendaknya dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk belajar dengan sungguh-sungguh sehingga dalam proses pembelajaran mereka dapat menjawab pertanyaan, dan agar para siswa yakin dengan dirinya sendiri mampu dan tidak merasa takut menjawab pertanyaan. 2.
Bagi guru
Untuk
mencapai
hasil
yang
mengelompokkan bangun datar
maksimal,
seorang
guru
dalam
materi
menurut bentuknya sebaiknya menggunakan
model pembelajaran make a match. 3.
Bagi sekolah
Pihak Sekolah tentunya harus menyediakan sarana dan prasarana seperti menyiapkan buku panduan macam-macam metode pengajaran. 4.
Bagi peneliti
Mengingat adanya keterbatasan dalam penelitian ini maka diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk membahas lebih jelas tentang efektivitas penerapan pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam mata pelajaran Matematika untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Aunurrahman, dkk. Penelitian Pendidikan SD: 2010. Direktorat jendral Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional Arikunto, Suharsimi, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:Bumi Aksara. Dienes(Resnick, 1981:120)Kapita Selekta Pembelajaran:2007. Depdiknas Edward
L.
Thorndhike
(1874
–
1949).
Kapita
Selekta
Pembelajaran.2007.Depdiknas. 2007 Imron,Ali.1996. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Keith
Davis
dalam
Mangkunegara(2000,
Msg.yahoo.com/badget/Pingbox.swf
P
67)
http://wgweb.
Makalah
http:///prillygeograpy.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
kooperatif-make.html M. Darsono.(2000)http://qualities.html Hakekat Belajar Mengajar akses 22 April 2013 Mujiono dan Dimyati.2004: Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:Depdikbud. Mukti Aji, Nur Aksin Buku Panduan Matematika Untuk SD dan MI Kelas I.Intan Pariwara Ruminiati( 2007:15).Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Russefendi, 1992: 110 – 113: 2007, Kapita selekta Pembelajaran, Diknas. Siti Rahayah.(1998).http://www. Belajar Matematika.com/matematika model pembelajaran. Diakses 22 April 2013 Slavin (1995: 2) http://koopratif.pdf.diakses 20. April 2013 Suherman, E dkk, 2003. Strategi Belajar Mengajar Matematika.Jakarta : Depdiknas.