SIGMA Journal
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume V, Desember 2013
MEMBELAJARKAN MATEMATIKA MELALUI MEDIA BENDA KONKRIT Indah Noor Saktiningsih Guru Matematika SMPN 128 Jakarta E-mail:
[email protected] Wahidin Pendidikan Matematika FKIP UHAMKA E -mail:
[email protected] Masuk 16 Oktober 2013; diterima 23 November 2013 ABSTRACT Penggunaan benda konkrit (local materials) dalam pembelajaran matematika memungkinkan untuk terjadinya proses investigasi dan eksplorasi ke arah berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematik siswa. Lebih dari itu, kesan media pembelajaran yang mahal dapat diabaikan, mengingat benda-benda yang digunakan mudah dan murah untuk diperoleh di sekitar sekolah. Benda-benda konkrit seperti kulit kacang, sedotan-gelas, kertas berpetak, jam analog, dan kue sangat membantu dalam memvisualisasikan konsep matematika yang abstrak. Kulit kacang dapat memvisualisasikan operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat positif dan negatif. Sedotan dan gelas dapat memvisualisasikan operasi perkalian dan pembagian bilangan bulat, konversi bilangan pecahan, dan menghitung rata-rata statistika. Kertas berpetak dapat memvisualisasikan operasi pengurangan dua bilangan bulat, model pecahan desiman dan persen beserta konversinya. Jam analog membantu ilustrasi pembentukan konsep pertidaksamaan linier. Kue (roti, serabi, donat, dan pizza) dapat memvisualisasikan konsep bilangan pecahan dan operasinya. Keywords: Benda Konkrit, RME, Permainan, Kreativitas
Tahmir (2007) menyatakan bahwa pembelajaran di sekolah cenderung text book oriented dan masih didominasi dengan pembelajaran yang terpusat pada guru serta kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran cenderung abstrak dan dengan metode ceramah, sehingga konsepkonsep akademik, kurang bisa atau sulit dipahami. Sementara itu kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak melakukan pengajaran yang bermakna, pengajaran masih terpusat pada guru, metode yang
PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan IPTEK, baik sebagai alat bantu dalam penerapan-penerapan bidang ilmu lain maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri. Penguasaan materi matematika oleh siswa menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar lagi di dalam penataan nalar dan pemecahan masalah kehidupan. Namun sayangnya, pencapaian prestasi siswa dalam pelajaran matematika belum begitu memuaskan.
Indah Noor S & Wahidin 9
SIGMA Journal
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume V, Desember 2013
digunakan kurang bervariasi, sehingga akibatnya motivasi belajar siswa jadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghafal dan mekanistis. Pada proses pembelajaran matematika di sekolah, guru sering menemui hambatan dalam memberikan motivasi kepada siswa terhadap pelajaran matematika karena siswa menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit untuk dipahami, menakutkan dan tidak semua orang dapat mengerjakannya. Akibat asumsi-asumsi negatif terhadap matematika muncullah rasa tidak percaya diri siswa terhadap pembelajaran matematika. Untuk mengatasi hal tersebut variasi metode dan penggunaan ragam media menjadi penting dalam pembelajaran matematika. Media yang diangkat di sini adalah bagaimana pemanfaatan benda konkrit yang ada di sekitar sekolah (local materials) sebagai bahan dan sumber belajar matematika. Tahap berpikir siswa yang masih konkrit, memungkinkan penggunaan media visual-kinestetik yang berupa aktivitas dengan benda konkrit, alat peraga matematika, maupun permainan matematika menjadi pilihan tepat untuk mengatasi rutinitas pembelajaran yang membosankan (Purwanto dan Wahidin, 2013). Penggunaan benda konkrit ini akan berorientasi pada permainan matematika, pemecahan masalah matematik, dan kreativitas siswa yang didasari oleh pendekata matematika realistik. Bahwasannya tidak ada aktivitas kehidupan manusia yang dapat dipisahkan dari matematika, mulai dari persoalan rumah tangga, transportasi, olah raga, pasar, maupun kehidupan masyarakat lainnya. Ada matematika (kaidah pencacahan dan peluang) ketika peristiwa pemilihan ketua RT/RW. Ada matematika ketika Bu Bidan menimbang bayi di Posyandu. Ada matematika ketika pengaturan jadwal pertadingan sepak bola saat perayaan 17 Agustus setiap tahunnya. Ada matematika ketika membuat kue dengan komposisi bahan-bahan yang digunakan. Ada
matematika pengaturan jadwal mengajar guru di sekolah sehingga tidak bentrok kelas, ruang, dan waktu. Inilah matematika yang sangat akrab dengan manusia. Lalu kenapa siswa (sebagian orang) merasa kesulitan menghadapi matematika? Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah konsep yang mendasari penggunaan media benda konkrit dalam pembelajaran matematika? Bagaimana menggunakan media benda konkrit untuk membelajarkan matematika? Bagaimana pemecahan masalah dan kreativitas matematik dibangun melalui penggunaan media benda konkrit? KAJIAN TEORI Media Benda Konkrit Matematika mempunyai objek abstrak berupa fakta abstrak, konsep abstrak, operasi abstrak serta prinsip dan asas yang abstrak. Objek yang abstrak tersebut dalam pendidikan matematika diusahakan agar mudah dipahami oleh siswa, dengan cara menyajikannya melalui benda-benda konkrit (Wahidin, 2011). Menurut (Suherman, 2003), belajar matematika harus dengan mengeksplorasi konsep-konsep matematika, menemukan prinsip-prinsip matematika dalam situasi konkrit. Aktivitas eksplorasi ini dapat dibawakan oleh guru atau dengan demonstrasi siswa, individu atau kelompok, dengan metode inkuiri, discovery, atau aktivitas problem solving. Johnson dan Rising dalam (Rusefendi, 1980) mengatakan “bahwa belajar dapat mengingat sekitar seperlimanya dari yang didengar, setengahnya dari yang dilihat, dan tigaperempatnya dari yang diperbuat”. Untuk itu manipulasi benda-benda konkrit dalam belajar matematika sangat penting. “Dengan memanipulasi benda-benda konkrit siswa lebih dapat memahami konsep matematika yang diberikan”. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan Indah Noor S & Wahidin 10
SIGMA Journal
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume V, Desember 2013
mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek (short term memory), tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah kehidupan jangka panjang. Belajar harus dialami, baru dapat diperoleh maknanya, bermain menjadi inspirasi untuk menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan. Kedekatan siswa belajar dengan alam lingkungan sekitar akan melahirkan manusia-manusia pembelajar yang memiliki kearifan lokal. Pendidikan matematika Singapura menggunakan concrete-victorial-abstract approach, bahwa peningkatan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa diduga dapat dilakukan melalui perantaraan benda-benda konkrit dan gambar-gambar yang menarik perhatian siswa (Wahidin, 2010). Benda konkrit menjadi efektif untuk membangun kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang menjadi inti dari kurikulum matematika Singapura.
permainan. Tentu saja permainan yang disajikan itu harus sesuai dengan perkembangan mental anak didik. Jika suatu konsep matematika disajikan melalui “bermain”, pengertian terhadap konsep tersebut diharapkan akan mantap, sebab belajar dengan cara tersebut merupakan cara belajar yang wajar, yakni sesuai dengan naluri anak, bahwasannya anak itu memang suka bemain. Proses belajar yang demikian merupakan proses psikologis, bukan suatu proses logis. Jadi pola-pola matematika itu tidak dipelajari anak melalui sederetan pengetahuan yang sudah ditentukan sebelumnnya sebagai suatu proses mekanis melainkan dengan melalui bermain, yakni anak didik mengkonstruksi pola-pola matematika (Hudoyo, 1985). Permainan matematika adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran matematika baik pada aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Permainan matematika dapat membantu siswa untuk berlatih menghafal fakta dasar, menemukan operasi hitung dan meningkatkan keterampilan berhitung, penguatan pemahaman, meningkatkan kemampuan menemukan dan pemecahan masalah matematika (Ruseffendi, 2006). Belajar akan lebih menyenangkan jika dilakukan dalam bentuk permainan (Saleh, 2009). Seorang guru bisa saja menyampaikan suatu materi pelajaran matematika kepada siswa dalam bentuk permainan, hal ini dimaksudkan agar pelajaran matematika lebih menyenangkan dan siswa merasa santai dan rileks. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika guru melakukan sebuah permainan, yaitu: 1) bisa dimainkan oleh semua siswa, 2) tidak menjurus pada kekerasan, 3) menggunakan pemikiran dan keterampilan, dan 4) tidak menyinggung hal yang berbau SARA. Game dan puzzle sebagai menjadi pendekatan dalam pembelajaran matematika. Umumnya kedua hal tersebut
Permainan Matematika Pada dasarnya siswa (anak-anak) itu suka akan permainan dan teka-teki, karena bermain memang merupakan dunia anakanak muda (Turmudi, 2008). Imam AlGhazali berkata, “bermain-main bagi seseorang anak adalah sesuatu yang sangat penting. Sebab, melarangnya dari bermainmain seraya memaksanya untuk belajar terus-menerus dapat mematikan hatinya, mengganggu kecerdasannya, dan merusak irama hidupnya”. Menurut Plato, anak-anak akan lebih mudah mempelajari aritmetika dengan cara membagi-bagikan apel kepada mereka. Bermain dipandang sebagai kegiatan alamiah anak dalam mendapatkan pengalaman-pengalaman, alat menentukan kreativitas, serta sarana untuk mengembangkan kecerdasan (Ismail, 2006). Banyak permainan yang melibatkan matematika, jadi guru perlu meluangkan waktu untuk bermain dengan anak didiknya. Ide matematika dipelajari anak melalui
Indah Noor S & Wahidin 11
SIGMA Journal
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume V, Desember 2013
disenangi oleh siswa dan mengundang siswa untuk bersenang-senang dalam belajar matematika, mampu memotivasi siswa untuk belajar matematika. Hal ini menjadi penting, mengingat game dan puzzle sudah diakui secara luas sebagai salah satu cara menggugah siswa untuk melek matematika. Ernest mengklaim bahwa game mengajarkan matematika secara efektif karena: 1) menyediakan reinforcement dan latihan keterampilan, 2) menyediakan motivasi, 3) membantu akuisi dan pengembangan konsep matematika, dam 4) mengembangkan strategi pemecahan masalah (Turmudi, 2008). Berkenaan dengan pemecahan masalah matematika penggunaan game turut menjadi
tujuan yang diusulkan NCTM dalam Curriculum and Evaluation Standars for School Mathematics 1998. Seperti yang dikutip oleh Turmudi (2008), game menawarkan penggunaan secara fleksibel dari bermacam-macam dari strategi pemecahan masalah, penyederhanaan masalah, bekerja mundur, melihat pola, menebak dan memeriksa, serta dapat menyediakan perspektif sejarah pada berbagai budaya yang beraneka ragam. Posamentier dan Stepelman dalam Turmudi (2008) menyajikan analogi antara strategi game dengan strategi problem solving sebagaimana terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Strategi Game dan Problem Solving Strategi Game No Strategi Problem Solving Baca aturannya 1 Baca aturannya Pahami aturannya 2 Apa yang diberikan dan apa yang dicari? Kembangkan sebuah rencana 3 Tuliskan persamaannya Kerjakan rencana itu 4 Selesaikan persamaan itu Jika menang, tersenyumlah. Jika tidak, Periksalah jawabannya 5 pikirkanlah mengapa kalah untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang Realistic Mathematics Education Mengaitkan pengalaman kehidupan dewasa (Gravemeijer, 1994). Upaya ini nyata anak dengan ide-ide matematika dilakukan melalui penjelajahan berbagai dalam pembelajaran di kelas penting situasi dan persoalan-persoalan. Realistik dilakukan agar pembelajaran bermakna. dalam hal ini dimaksudkan tidak hanya Menurut Panhuizen (2000), bila anak belajar mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu matematika terpisah dari pengalaman yang dapat dibayangkan oleh siswa. Prinsip mereka sehari-hari maka anak akan cepat penemuan kembali dapat diinspirasi oleh lupa dan tidak dapat mengaplikasikan prosedur-prosedur pemecahan informal, matematika dengan menggunakan konsep matematisasi. Realistic Mathematics Education RME dikembangkan dengan pola (RME) pertama kali diperkenalkan dan guided reinvention dalam mengkontruksi dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 konsep-aturan melalui process of oleh Institut Freudenthal. Teori ini mengacu mathematization, yaitu matematika pada pendapat Freudenthal yang horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, mengatakan bahwa matematika harus algoritma, aturan uantuk digunakan dalam dikaitkan dengan realita dan matematika menyelesaikan persoalan, proses dunia merupakan aktivitas manusia. Ini berarti empirik) dan matematika vertikal matematika harus dekat dengan anak dan (reorganisasi matematik melalui proses relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. dalam dunia rasio, pengembangan Matematika sebagai aktivitas manusia matematika). berarti manusia harus diberikan kesempatan Indah Noor S & Wahidin 12
SIGMA Journal
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume V, Desember 2013
Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukaninformal daam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan). PEMBAHASAN Kulit Kacang Kulit kacang sangat akrab dengan kita, ia merupakan benda konkrit yang selama ini terbuang begitu saja. Di sini penggunaan kulit kacang dalam pembelajaran matematika sangat relevan dengan Kurikulum 2013 berkenaan dengan Kompetensi Inti (KI-2, tentang perilaku ramah lingkungan). Pada kesempatan ini kulit kacang digunakan untuk memvisualisasikan operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat positif dan negatif. Posisi kulit kacang dapat digantikan dengan tutup botol, kulit kerang, daun sawo, ataupun sesuatu yang memiliki dua sisi berbeda (berdasarkan warna ataupun bentuk).
Gambar 2. Visualisasi Operasi Penjumlahan dengan Kulit Kacang Berdasarkan Gambar 2. diperoleh hasil bahwa gambar (i) menunjukkan 3 + 2 = 5; gambar (ii) menunjukkan 3 + (-2) = 1; gambar (iii) menunjukkan 2 + (-3) = -1; dan gambar (iv) menunjukkan -3 + (-2) = -5. Operasi Pengurangan Gambar 3. menampilkan operasi pengurangan dua bilangan bulat dengan menggunakan kuliit kacang, yaitu: 3 – 2; 2 – 3; 2 – (-3); -2 – 3; dan -2 – (-3). Berdasarkan Gambar 3. diperoleh hasil bahwa gambar (i) menunjukkan 3 – 2 = 3 + (-3) = 1; gambar (ii) menunjukkan 2 – 3 = 2 + (-3) = -1; gambar (iii) menunjukkan 2 – (3) = 2 + 3 = 5; gambar (iv) menunjukkan -2 – 3 = -2 + (-3) = -5; dan gambar (v) menunjukkan -2 – (-3) = -2 + 3 = 1.
Gambar 1. Aturan Operasi Penjumlahan dengan Kulit Kacang Untuk operasi penjumlahan (+) bilangan kedua disatukan, sedangkan untuk operasi pengurangan (-) bilangan kedua dibalik.
Sedotan dan Gelas Perkalian Bilangan Bulat Positif dan Negatif Benda konkrit ini digunakan untuk melakukan operasi perkalian bilangan bulat. Alat dan bahan yang diperlukan adalah dua gelas yang berbeda warna dan sedotan yang sewarna dengan gelas.
Operasi Penjumlahan Gambar 2. menampilkan operasi penjumlahan dua bilangan bulat dengan menggunakan kuliit kacang, yaitu: 3 + 2; 3 + (-2); 2 + (-3); dan -3 + (-2).
Indah Noor S & Wahidin 13
SIGMA Journal
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume V, Desember 2013
Gambar 3. Visualisasi Operasi Pengurangan dengan Kulit Kacang satu sedotan merah, tukarkan dengan dua sedotan merah, sehingga dalam gelas merah ada enam sedotan merah. Sebagaimana terlihat pada Gambar 6.
Gambar 4. Sedotan Gelas (SeGel) Jika sedotan berada pada gelas yang sewarna maka ia bernilai positif, misalnya 2 sedotan merah berada pada gelas merah maka bernilai positif 2. Jika sedotan berada pada gelas yang berbeda sewarna maka ia bernilai negatif, misalnya 3 sedotan merah berada pada gelas hijau maka bernilai negatif 3. Aturan mainnya hanyalah memasukkan dan mengeluarkan sedotan pada gelas.
Gambar 6. Visualisasi 3 × 2 Siapkan gelas merah masukkan 3 sedotan merah. Keluarkan 1 sedotan merah pertama masukkan 2 sedotan merah. Keluarkan 1 sedotan merah kedua masukkan 2 sedotan merah. Keluarkan 1 sedotan merah ketiga masukkan 2 sedotan merah. Terdapat 6 sedotan merah dalam gelas merah, sedotan dan gelas sewarna, berarti 3 × 2 = 6. Operasi (3 × (-2)), masukkan tiga sedotan merah ke dalam gelas merah, setiap mengeluarkan satu sedotan merah, tukarkan dengan dua sedotan hijau, sehingga dalam
Gambar 5. Nilai Bilangan pada SeGel Untuk menunjukkan operasi perkalian (3 × 2), masukkan tiga sedotan merah ke dalam gelas merah, setiap mengeluarkan
Indah Noor S & Wahidin 14
SIGMA Journal
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume V, Desember 2013
gelas merah ada enam sedotan hijau. Karena sedotan dan gelas berbeda warna maka nilainya negatif, jadi 3 × (-2) = -6. Sebagaimana terlihat pada Gambar 7.
Gambar 9. Visualisasi -3 × (-2) Merubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa dan sebaliknya
Gambar 7. Visualisasi 3 × (-2)
Berikut ilustrasi pecahan campuran 1 (2 × 2) + 1 5 2 = = 2 2 2
Operasi (-3 × 2), masukkan tiga sedotan hijau ke dalam gelas hijau, setiap mengeluarkan satu sedotan hijau dari gelas hijau, gantikan dengan dua sedotan merah, sehingga dalam gelas hijau ada enam sedotan merha. Karena sedotan dan gelas berbeda warna maka nilainya negatif, jadi -3 × 2 = -6.
dari
perubahan
1 (3 × 3) + 1 10 3 = = 3 3 3
Gambar 8. Visualisasi -3 × 2 Operasi (-3 × (-2)), masukkan tiga sedotan hijau ke dalam gelas hijau, setiap mengeluarkan satu sedotan hijau dari gelas hijau, gantikan dengan dua sedotan hijau, sehingga dalam gelas hijau ada enam sedotan hijau. Karena sedotan sewarna dengan gelas maka nilainya positif, jadi -3 × (-2) = 6.
Merubah pecahan biasa menjadi pecahan campuran Untuk merubah bilangan pecahan biasa menjadi bilangan pecahan campuran dengan mendistribusikan sedotan ke dalam gelas 18 secara merata. Misalnya 4 , dengan mendstribusikan 18 sedotan kedalam 4 gelas, kemudian dihitung sisanya. Indah Noor S & Wahidin 15
SIGMA Journal
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume V, Desember 2013 Menghitung Rata-rata Sedotan diperlukan sejumlah data dan gelas dibutuhkan sebanyak data. Kita hanya perlu mendistribusikan sedotan ke setiap gelas sebagaimana dalam permainan congklak. Ilustrasi penghitungan rata-rata untuk data: 4, 3, 6, 6, 3, 5, 7, 4, 4, 6 dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 10. Visualisasi Konversi
𝟏𝟖 𝟒
𝟐
ke 𝟒 𝟒
Gambar 11. Visualisasi Menghitungan Rata-Rata Berdasarkan Gambar 11. di atas diperoleh rerata data:4, 3, 6, 6, 3, 5, 7, 4, 4, 6 adalah 4,8. Untuk diperhatikan bahwa kebetulan data yang tersedia sebanyak 10, sehingga sisa sedotan langsung dapat dijadikan desimal. Akan berbeda dengan kondisi banyaknya gelas tidak 10, yakni dapat dilakukan dengan pembagian bilangan kecil.
akan digunakan untuk membantu visualisasi operasi pengurangan dua bilangan, model bilangan pecahan desimal dan persen, berikut operasi dan konversinya. Pengurangan Dua Bilangan Untuk melakukan operasi pengurangan dua bilangan, banyak siswa selalu dengan cara susun. Ketika pengurangan 200 oleh 47, kebanyakan siswa akan mengerjakannya dengan sistem meminjam, ngambil, ataupun ngutang, sehingga begitu dewasa nanti mereka terbiasa dengan minjam, ngambil, ataupun ngutang. Sungguh pembelajaran
Kertas Berpetak Kertas berpetak sangat akrab dengan realitas peserta didik, namun selama ini belum dimaksimalkan dalam penggunaannya. Di sini, kertas berpetak ini
Indah Noor S & Wahidin 16
SIGMA Journal
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume V, Desember 2013
yang jauh dari nilai budaya dan karakter bangsa yang diharapkan saat ini. Untuk membelajarkan konsep 200 – 47 misalnya, guru dapat memanfaatkan benda konkrit berupa dua lembar kertas berpetak ukuran 10 × 10, seperti Gambar 12.
Keluarkan 7 lembar kertas berpetak ukuran (1 × 1) sebagai representasi dari -7.
Jadi hasil 200 – 47 adalah 153. Model Pecahan Desimal Model pecahan desimal dapat direpresentasikan oleh persegipanjang yang dibagi 10 bagian, sehingga sering disebut persepuluhan.
Gambar 12. Kertas Berpetak Merepresentasikan Bilangan 200 Tukarkan selembar kertas berpetak ukuran (10 × 10) dengan 10 lembar kertas berpetak ukuran (1 × 10).
Merubah bentuk pecahan desimal ke pecahan biasa dapat diperlihatkan oleh
Keluarkan 4 lembar kertas berpetak ukuran (1 × 10) sebagai representasi dari -40
Merubah bentuk pecahan biasa ke pecahan desimal dan menunjukkan pecahanpecahan yang senilai dapat diperlihatkan oleh
Tukarkan selembar kertas berpetak ukuran (1 ×10) dengan 10 lembar kertas berpetak ukuran (1 × 1).
Indah Noor S & Wahidin 17
SIGMA Journal
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume V, Desember 2013 Berikut ini kita merubah bentuk persen (45%) ke dalam bentuk pecahan biasa dan pecahan desimal.
Model persen Mengingat persen adalah bilangan pecahan per seratus, maka model persen dapat dinyatakan dengan membuat tabel berukuran 10 × 10 sehingga terbentuk 100 sel. Sebagai contoh, untuk 20% dapat dinyatakan oleh gambar berikut:
Nampak pada gambar bahwa 20% merupakan 20 bagian dari 100 dan 1 bagian 20 1 dari 5, sehingga senilai dengan: 100 dan 5. Model ini membantu kita untuk merubah pecahan biasa ke bentuk persen atau sebaliknya. Sekarang kita akan merubah 3 pecahan biasa 4 ke dalam persen.
Jadi
Jam Analog Ketika akan mengajarkan konsep pertidaksamaan, guru dapat mengawali pembelajaran dengan menyajikan jam analog, di mana melakukan penjumlahan dengan melibatkan dua angka yang ditunjuk oleh jarum pendek dan jarum panjang pada jam analog. Ingat, ini hanya untuk jam tepat, artinya jarum panjang selalu di angka 12. Gambar berikut menunjukkan pukul 01.00; 03.00; 06.00; dan 12.00. Ketika jam menunjukkan pukul 01.00 maka jumlahnya adalah 1 + 12 = 13; pukul 3.00 memberikan hasil 3 + 12 = 15; pukul 6.00 berarti 6 + 12 = 18; dan pukul 12.00 maka jumlahnya adalah 12 + 12 = 24. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.
3 dapat dinyatakan oleh 75%. 4
Gambar 13. Jam Analog Indah Noor S & Wahidin 18
SIGMA Journal
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume V, Desember 2013
Tabel 2. Hasil Penjumlahan Bilangan yang Ditunjuk Kedua Jam Jarum Jarum Pukul Jumlah Pendek Panjang 01.00 1 12 13 02.00 2 12 14 03.00 3 12 15 04.00 4 12 16 05.00 5 12 17 06.00 6 12 18 07.00 7 12 19 08.00 8 12 20 09.00 9 12 21 10.00 10 12 22 11.00 11 12 23 12.00 12 12 24
Memotong Roti Permasalahan yang diajukan adalah “hanya dengan tiga kali memotong, dalam berapa cara roti ini dapat dipotong?” Banyak dari kita berpikir bahwa proses pemotongan kue bolu tersebut harus memenuhi konsep pecahan, dalam arti harus sama besar. Padahal dapat secara variatif dan kreatif, seperti gambar berikut ini.
Jumlah angka yang ditunjuk oleh kedua jarum jam analog ini, dapat membantu guru dalam membuat ilustrasi konsep pertidaksamaan ketika memulai pelajaran. Misalkan kalau jumlah angka dinyatakan sebagai x, maka pertidaksamaan yang muncul adalah 13 ≤ x ≤ 24.
Melalui kegiatan memotong kue, kita dapat mengasah kreativitas dalam kemampuan spasial. Bahwasannya bentukbentuk hubungan antara tiga buah garis dapat dipelajari oleh anak didik ketika mereka berhadapan dengan persoalan kehidupan sehari-hari. Inilah matematika sebagai aktivitas manusia. Matematika horisontal yang menjadi model dalam matematika realistik.
Kue Kue merupakan benda konkrit yang menarik untuk digunakan dalam pembelajaran matematika, karena sesudahnya dapat dimakan oleh peserta didik, sungguh pembelajaran yang menyenangkan.
Membagi Kue Serabi Bagaimana merepresentasikan sepuluh kue serabi yang dibagikan kepada empat orang anak ?
Gambar 14. Membagi Kue Serabi kepada 10 anak Indah Noor S & Wahidin 19
SIGMA Journal
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume V, Desember 2013
Donat dan Pizza Untuk operasi pembagian bilangan pecahan, guru terbiasa dengan istilah “kali dengan kebalikan pecahan kedua”. Ilustrasi berikut menunjukkan visualisasi operasi pembagian bilangan pecahan oleh bilangan bulat, operasi pembagian bilangan bulat oleh bilangan pecahan, dan konversi bilangan pecahan campuran menjadi bilangan pecahan biasa, dengan memenfaatkan kue donat dan pizza.
PENUTUP Penggunaan benda konkrit (local materials) dalam pembelajaran matematika memungkinkan untuk terjadinya proses investigasi dan eksplorasi ke arah berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematik siswa. Lebih dari itu, kesan media pembelajaran yang mahal dapat diabaikan, mengingat benda-benda yang digunakan mudah dan murah untuk diperoleh di sekitar sekolah. Sebagaimana yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa: Benda-benda konkrit seperti kulit kacang, sedotan-gelas, kertas berpetak, jam analog, dan kue sangat membantu dalam memvisualisasikan konsep matematika yang abstrak. Kulit kacang dapat memvisualisasikan operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat positif dan negatif. Sedotan dan gelas dapat memvisualisasikan operasi perkalian dan pembagian bilangan bulat, konversi bilangan pecahan, dan menghitung ratarata statistika. Kertas berpetak dapat memvisualisasikan operasi pengurangan dua bilangan bulat, model pecahan desiman dan persen beserta konversinya. Jam analog membantu ilustrasi pembentukan konsep pertidaksamaan linier. Kue (roti, serabi, donat, dan pizza) dapat memvisualisasikan konsep bilangan pecahan dan operasinya.
Donat dan pizza sangat membantu dalam memvisualisasikan pembagian bilangan pecahan dan konversi pecahan. Pada kebanyakan proses pembelajaran matematika, penyajian konsep abstrak menjadi pilihan dalam mengajarkan konsep pecahan. Bahkan alat peraga model pecahan yang berbentuk lingkaran, hanya menjadi pajangan di lemari penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, Sigid Edy dan Wahidin. (2013). Aspek Pembelajaran Gema pada Aktivitas dan Ketuntasan Belajar Siswa, Tinjauan Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik. Bandung: Prosiding Seminar Nasional Matenatika dan Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi 31 Agustus 2013. Volume 1, ISSN 977-2338831.
Gravemeijer. (1994). Developing Realistics Mathematics Education. Freudenthal Institute. Utrecht. Hudoyo, H. (1985). Teori Belajar dalam PBM Matematika. Jakarta: Depdikbud. Ismail, A. (2006). Education Games: menjadi cerdas dan ceria dengan permainan edukatif. Yogyakarta: Pilar Media.
Indah Noor S & Wahidin 20
SIGMA Journal
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume V, Desember 2013
Ruseffendi, ET. (1980). Pengajaran Matematika Modern. Bandung: Tarsito. ____________ . (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Saleh, A. (2009). Number Sense: Belajar Matematika Selezat Coklat. Jakarta: Trans Media. Sobel, MA. dan Maletsky, EM. (2004). Mengajar Matematika. Jakarta: Erlangga. Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: DepdiknasJICA-UPI. Tahmir, S. (2007). Model Pembelajaran Resik sebagai Strategi Mengubah Paradigma Pembelajaran Matematika di SMP yang Teacher Oriented Menjadi Student Oriented. PPS UNM Makassar.
Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (berparadigma Eksploratif dan Investigasi). Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Wahidin. (2010). Pencapaian Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbantuan Alat Peraga. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika “Pembelajaran Matematika Berbasis Hasil Penelitian”, ISBN: 9789791640275, diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Matematika FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu 27 November 2010. _______. (2011). Analisis Metapedadidaktik Kemampuan Penalaran Matematik Mahasiswa PGSD FKIP UHAMKA, ditinjau dari Aspek Pembelajaran Metode Laboratorium. SIGMA Journal, ISSN: 1411-5166, No. 2, Volume III, Desember 2011, Halaman 23 – 39.
Indah Noor S & Wahidin 21