DITERBITKAN OLEH: GIZ - Sustainable Urban Transport Improvement Project (SUTIP) Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH d/a : Gedung Graha Mandiri, Lt.17 Jl. Imam Bonjol No. 61 Jakarta Pusat 10310 P : +62-21 3192 3375/390 8290 F : +62-21 3193 4745 Email:
[email protected]
Ketua Tim Pengarah: Bambang Prihartono Penanggung Jawab: Daniel Herrmann Editor: • Syafrita Ayu Hermawan • Dhany Utami Ningtyas Tim Pengarah: BAPPENAS • Petrus Sumarsono • Dail Umamil Asri • Ikhwan Hakim • Bastian • Adi Perdana • Ahmad Zainudin • Wayan Deddy Wedha Setyanto
Upaya memperbaiki kualitas transportasi perkotaan tidak hanya dengan menyediakan angkutan umum berkualitas (pull), tetapi harus disertai
REPUBLIK INDONESIA
juga dengan pengendalian penggunaan kendaraan pribadi (push). Buku Manajemen Parkir ini merupakan bagian dari upaya push -menjembatani
TOOLKIT UNTUK MOBILITAS PERKOTAAN DI INDONESIA
pendekatan teoritis dan langkah praktis sebagai panduan bagi pemerintah
MANAJEMEN PARKIR DI PERKOTAAN
kota- untuk mengimplementasikan kebijakan manajemen parkir secara terpadu mencakup aspek teknis, keuangan dan regulasi. Didukung oleh:
M A N A J E M E N PA R K I R D I P E R K O TA A N
TOOLKIT UNTUK MOBILITAS PERKOTAAN DI INDONESIA MANAJEMEN PARKIR DI PERKOTAAN
Glosarium
Penulis: GIZ SUTIP • Muhammad Nanang Prayudyanto • Raden Mirza Aldi Pamungkas • Achmad Izzul Waro • Anugrah Ilahi Perancang Grafis: Fredy Susanto Pertama kali diterbitkan dalam Bahasa Indonesia oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bekerja sama dengan SUTIP 88 Halaman, 17.6cm x 25cm Edisi pertama, tahun cetak 2015 Dicetak di Jakarta, Indonesia, Maret 2015 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
APC: Air Pollution Control ANPR: Automatic Number Plate Recognition System Celukan Parkir: Jalur tambahan dengan panjang terbatas, terutama didesain untuk parkir kendaraan. DIPA : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran DIPDA : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Daerah Dishubkominfo: Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Durasi Parkir: Lama waktu kendaraan masih berada pada posisi parkir. Fasilitas Parkir: Lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian kendaraan yang tidak bersifat sementara untuk melakukan kegiatan pada suatu kurun waktu. Fasilitas Parkir Luar Badan Jalan: Fasilitas parkir kendaraan yang dibuat khusus yang dapat berupa taman parkir dan/atau gedung parkir. Fasilitas Parkir pada Badan Jalan: Fasilitas untuk parkir kendaraan dengan menggunakan sebagian badan jalan. Fasilitas Parkir Untuk Umum: Fasilitas parkir di luar badan jalan berupa gedung parkir atau taman parkir yang diusahakan sebagai kegiatan usaha yang berdiri sendiri dengan menyediakan jasa pelayanan parkir untuk umum. Gedung Parkir: Bangunan khusus untuk parkir kendaraan, dengan pemakaian lahan efisien. Gedung parkir dapat dikombinasikan dengan pusat kegiatan, dengan lantai basement dan beberapa lantai di atasnya sebagai area parkir, sedangkan di atasnya terdapat pusat kegiatan seperti pertokoan, perkantoran dan lainnya. Gedung Parkir Robotik: Bangunan parkir yang dilengkapi peralatan sehingga memungkinkan kendaraan diangkat dengan robot ke ruang parkir dan disusun dengan jarak yang sangat berdekatan. Tidak diperlukan ruang sirkulasi untuk mencari ruang parkir kosong. Memanfaatkan sistem pintar yang dikelola oleh suatu program komputer untuk operasionalisasi. Jalur Gang: Jalur antara dua deretan ruang parkir yang berdekatan. Jalur Sirkulasi: Jalur pergerakan keluar masuk kendaraan. Manajemen Lalu Lintas : Kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian lalu lintas, dengan tujuan untuk meningkatkan keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Marka Parkir: Marka garis sebagai batas ruang parkir. Meter Parkir/Parking Meter: Alat otomatis untuk menyetel waktu parkir yang digerakan dengan koin. Parkir: Jumlah kendaraan di daerah parkir pada waktu tertentu dalam jam kendaraan. Bersambung ke belakang
Kawasan Parkir : Kawasan atau area yang memanfaatkan badan jalan sebagai fasilitas parkir dan terdapat pengendalian parkir melalui pintu masuk Parkir Sejajar: Parkir diatur dalam sebuah baris, dengan bumper depan mobil menghadap salah satu bumper belakang yang berdekatan. Parkir dilakukan sejajar dengan tepi jalan, baik di sisi kiri jalan atau sisi kanan atau kedua sisi bila hal itu memungkinkan. Parkir Tegak Lurus: Parkir diatur secara tegak lurus, berdampingan, menghadap tegak lurus terhadap tepi jalan. Parkir Menyudut: Parkir diatur dengan sudut tertentu terhadap tepi jalan Pelataran parkir: Daerah, kawasan terbuka yang digunakan untuk memarkir kendaraan, disebut juga taman parkir. Permintaan Parkir: Jumlah kendaraan yang akan diparkir di tempat dan waktu tertentu. Rambu lalu lintas: Bagian dari perlengkapan jalan yang memuat lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan di antaranya, yang digunakan untuk memberikan peringatan, larangan, perintah dan petunjuk bagi pemakai jalan Ramp Parkir: Bagian gedung parkir yang dipergunakan untuk naik dan turun antar lantai dengan kelandaian tertentu. RIA: Regulatory Impact Assessment RFID: Radio Frequency Identification SPS: Safer Parking Scheme SRP: Satuan Ruang Parkir; ukuran luas efektif untuk meletakkan satu buah kendaraan. Di dalamnya sudah termasuk ruang bebas di kiri dan kanan kendaraan dengan pengertian pintu bisa dibuka untuk turun naik penumpang serta hal-hal tertentu seperti ruang gerak untuk kursi roda khusus untuk parkir kendaraan bagi penyandang disabilitas serta ruang bebas depan dan belakang. Ulak-Alik: Tempat parkir bagi orang-orang yang pergi dari rumah ke tempat kerja dapat memarkirkan mobil mereka dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bus, KA, mobil-bersama (ompreng), atau jenis angkutan umum lainnya. Volume Parkir Per Hari: Jumlah kendaraan yang masuk di dalam wilayah parkir selama satu hari, dalam kendaraan per satuan hari, selama 24 jam.
TOOLKIT UNTUK MOBILITAS PERKOTAAN DI INDONESIA
MANAJEMEN PARKIR DI PERKOTAAN
KRAP EDIR DNA
P
1
Kebijakan, Perencanaan dan Implementasi
8
2
Implementasi Manajemen Parkir Saat Ini
8 KRAP EDIR DNA
1.1 LATAR BELAKANG
KRAP EDIR DNA
KRAP EDIR DNA
KRAP EDIR DNA
11 1.2 TUJUAN TOOLKIT 12 1.3 KONSEP PARKIR
Daftar Isi
28
IMPLEMENTASI 28 2.1 MANAJEMEN PARKIR
IMPLEMENTASI MANAJEMEN 31 2.2 PARKIR DI BEBERAPA KOTA DI INDONESIA
13 1.4 SASARAN MANAJEMEN PARKIR
31 31 35 36 40 41
16 1.5 JENIS PARKIR
43 2.3 INVESTASI DAN PENERIMAAN
22
1.5.1 Mengenal Sejumlah Peraturan terkait Manajemen Parkir
23 1.6 KOORDINASI DAN SOSIALISASI 23 27
1.6.1 Implementasi Koordinasi dan Sosialisasi 1.6.2 Partisipasi Pelaku usaha
44 45 46 48 48 49
2.2.1 2.2.2 2.2.3 2.2.4 2.2.5 2.2.6
Palembang: Reposisi Parkir Badan Jalan Bogor: Penerapan Sistem Tarif berdasarkan Lokasi Sidoarjo: Parkir Berlangganan Jakarta: Masalah Penataan Ruang Parkir Bandung: Penerapan Parking Meter Surakarta: Penataan Kawasan
2.3.1 Palembang: Perbaruan Skenario Investasi dan Model Penerimaan (Sistem Pemasukan/Revenue) 2.3.2 Bogor: Perbaruan Skenario Investasi 2.3.3 Sidoarjo: Model Penerimaan (Sistem Pemasukan/Revenue) 2.3.4 Bandung: Perbaruan Skenario Investasi dan Model Penerimaan (Sistem Pemasukan/Revenue) 2.3.5 Jakarta: Model Investasi 2.3.6 Surakarta: Model Penerimaan Sistem Zona (Sistem Pemasukan/Revenue)
50 2.4 PENERAPAN ASPEK TEKNIS 50 54
K ED RAP IR D NA
2.4.1 Palembang: Reposisi Satuan Ruang Parkir 2.4.2 Bogor: Karakteristik Parkir Badan Jalan di Jalan Suryakancana dan Jalan Pengadilan.
57 2.5 HARDWARE (MARKA, RAMBU) 58 2.6 EVALUASI 60 2.7 FAKTA PARKIR SEPEDA MOTOR
NU
ISA TR TS M
60 62 62
2.4.1 Parkir Sepeda Motor di Kota Palembang 2.4.2 Parkir Sepeda Motor di Kota Bogor 2.4.3 Parkir Sepeda Motor di Kota Surakarta
3
Skenario Penataan Ruang
64
PENATAAN PARKIR BADAN 65 3.1 JALAN DAN LATAR BELAKANG
PERLUNYA PARKIR BADAN JALAN
66 71 72
3.2.1 Inventarisasi Data parkir 3.2.2 Identifikasi Masalah 3.2.3 Evaluasi dan Perlunya Manajemen parkir
DESAIN TEKNIS DAN 87 3.2 PENARIFAN PARKIR BADAN JALAN
73 76 77 79 81 84 84 85
3.2.1 Desain Teknis Satuan Ruang Parkir 3.2.2 Penetapan Lokasi Boleh Parkir dan Larangan Parkir 3.2.3 Bagaimana Menghapus Parkir pada Badan Jalan Tertentu 3.2.4 Rambu dan Marka Parkir 3.2.5 Penetapan Tarif Parkir pada Badan Jalan 3.2.6 Tata Cara Pengumpulan Retribusi Parkir pada Badan Jalan 3.2.7 Bongkar Muat Angkutan Barang 3.2.8 Teknologi bagi Penetapan dan Pengumpulan Retribusi Parkir
PENYEDIAAN GEDUNG 82 3.3 PARKIR 87 89 89 95
3.3.1 Syarat Pembangunan Gedung Parkir 3.3.2 Kebutuhan Fungsional 3.3.3 Desain dan Sirkulasi Parkir 3.3.4 Pembiayaan dan Kerja Sama Pembangunan
PEMBIAYAAN DAN 96 3.4 PENERIMAAN PENEGAKAN HUKUM BAGI 98 3.5 PENATAAN MANAJEMEN PARKIR 98 3.5.1 Mencegah Kebocoran Pengelolaan Parkir 100 3.5.2 Keamanan dan Keselamatan Parkir 101 3.5.3 Meraih Dukungan Publik atas Kebijakan Parkir
Prakata
K
TOOLKIT TRANSPORTASI PERKOTAAN ita menyadari bahwa proses urbanisasi dan kebutuhan lapangan kerja yang tinggi telah mempercepat pertumbuhan penduduk di perkotaan. Dengan laju pertumbuhan penduduk perkotaan yang mencapai 4,4% per tahun, pada tahun 2025 diperkirakan terdapat sekitar 60% penduduk Indonesia atau sekitar 170 juta orang akan tinggal di wilayah perkotaan. Oleh karena itu diperlukan sebuah strategi untuk mengendalikan urbanisasi, antara lain dengan menghindari konsentrasi penduduk yang terjadi hanya di beberapa kota metropolitan dan kota besar, serta memperkuat pelayanan kota-kota kecil dan sedang melalui peningkatan kualitas infrastruktur. Di wilayah perkotaan dengan jumlah penduduk lebih dari 500 ribu jiwa, kebutuhan infrastruktur dalam hal peningkatan peran angkutan massal wajib dikelola, dioptimalkan, dan diselaraskan dengan infrastruktur moda angkutan lainnya. Akan tetapi, upaya tersebut tidak cukup untuk mencapai tingkat kualitas pelayanan yang memadai. Secara bersamaan jumlah kendaraan pribadi juga harus ditekan semaksimal mungkin. Sementara itu, untuk wilayah perkotaan dengan jumlah penduduk kurang dari 500 ribu, kebutuhan infrastruktur yang harus dilakukan adalah dengan mempertahankan pelayanan melalui low cost traffic management dengan meningkatkan dan menyelaraskan peran berbagai moda angkutan umum, tetapi tetap menjaga kualitas aksesibilitas penduduk. Dalam perspektif ekonomi makro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur transportasi perkotaan dapat memengaruhi marginal productivity of private capital, dan dalam perspektif ekonomi mikro, hal ini akan berpengaruh terhadap penurunan biaya produksi. Selain itu, kontribusi infrastruktur transportasi perkotaan terhadap peningkatan kualitas hidup ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan kesejahteraan, produktivitas dan akses terhadap lapangan kerja, serta stabilitas ekonomi makro. Pemerintah Indonesia yang telah mengesahkan Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2015-2019, berupaya untuk memperbaiki kualitas pelayanan transportasi perkotaan dengan prioritas “pembangunan transportasi massal perkotaan” dan fokus pada infrastruktur angkutan massal berbasis jalan, angkutan massal berbasis rel, dan pemeliharaan kualitas jaringan jalan perkotaan. Sasaran yang akan dicapai pada akhir tahun 2019 di antaranya peningkatan modal share minimal 32%, jumlah kota yang menerapkan BRT meningkat 70% menjadi 29 kota, kapasitas angkut angkutan umum meningkat 80%, peningkatan kecepatan lalu-lintas minimal 20 km/jam, berkembangnya aplikasi teknologi manajemen lalu-lintas perkotaan, dan perbaikan moda alternatif non-jalan pada kota-kota yang berpotensi serta perbaikan pemanfaatan energi berbasis gas khususnya untuk angkutan umum di perkotaan, perbaikan keselamatan lalu-lintas di perkotaan dan pengurangan dampak lingkungan khususnya emisi udara perkotaan. Pemerintah merasa perlu untuk merangkul pihak-pihak lain seperti swasta, BUMN dan negara-negara donor termasuk GIZ-SUTIP untuk membantu perbaikan sistem tarnsportasi perkotaan serta menjelaskan kepada pemerintah daerah dan masyarakat. Buku yang tersaji ini merupakan kelanjutan dari Buku Sustainable Urban Transport (Bappenas, 2014), merupakan kerja sama Bappenas, Kementerian Perhubungan, dan GIZ SUTIP, dengan harapan agar pemerintah daerah dapat menindaklanjuti aspek yang lebih teknis berdasarkan arahan dari pemerintah pusat. Buku petunjuk ini fokus pada bahasan mengenai empat hal: (1) manajemen parkir di perkotaan; (2) Perbaikan Angkutan Umum Perkotaan (Angkot Reform), (3)Pengembangan Transportasi Tidak Bermotor (NMT); dan (4) Implementasi PEP untuk RAD GRK (Rencana Aksi Daerah tentang Gas Rumah Kaca). Dalam kesempatan ini, saya menyampaikan penghargaan saya kepada tim yang telah bekerja keras dalam menyelesaikan buku ini. Saya harap buku ini dapat membantu kita semua untuk memahami langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mewujudkan visi perkotaan di Indonesia, yaitu mencapai transportasi perkotaan yang berkelanjutan.
Jakarta, Maret 2015 Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
8
1
9
Kebijakan, Perencanaan dan Implementasi
1.1 LATAR BELAKANG
Pada dasarnya parkir adalah kebutuhan umum yang awalnya berfungsi melayani. Sesuai dengan fungsi tersebut, ruang parkir disesuaikan dengan permintaan seiring dengan kebutuhan orang yang berkendaraan untuk berada atau mengakses suatu tempat. Pada kondisi tertentu kemudian akan terjadi pertambahan permintaan yang apabila tidak diikuti dengan penambahan ruang parkir dapat menimbulkan masalah. Hal ini harus diatasi dengan menerapkan konsep manajemen parkir secara lebih baik. Pada kenyataannya masalah parkir kini telah tumbuh menjadi isu yang serius, yang terjadi karena dorongan urbanisasi, pesatnya tingkat pertumbuhan kendaraan, dan tekanan dari pabrikasi produsen kendaraan bermotor. Kondisi parkir diperparah dengan masalah parkir ilegal yang masih muncul di banyak tempat.Kebijakan manajemen parkir harus berperan kuat dalam menyusun strategi untuk memberbaiki mobilitas perkotaan di Indonesia.
P
erkotaan di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat di segala sektor, yang mengimbas pula pada pertumbuhan kendaraan terutama kendaraan pribadi. Pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi membutuhkan ruang parkir yang cukup dan berpotensi menimbulkan persoalan besar dengan penataan parkir yang semakin tidak terkendali. Limpahan parkir kendaraan bermotor terjadi bukan saja di dalam gedung atau ruang parkir melainkan juga sampai ke badan jalan hingga gang-gang sempit perkotaan. Limpahan parkir ini mengakibatkan gangguan berupa terhalangnya lajur lalu-lintas dan akses keluar masuk (blocked lanes and accesses), termasuk bagi angkutan umum, ambulans, taksi dan pejalan kaki. Kondisi ini menjadikan keselamatan lalu-lintas berkurang, polusi udara meningkat, public space menghilang, dan potensi ekonomi menurun.
Gambar Kondisi Parkir Pada Kawasan Nyi Raja Permas Kota Bogor— Foto oleh: Raden Mirza Aldi, GIZ
Selintas Awal Mula Kebutuhan Parkir
Pertumbuhan kebutuhan parkir terjadi secara alamiah dan belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Pada tahun 1950 telah ada pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang mengelola parkir di jalan-jalan, dikenal dengan istilah “Jaga Otto”.
19
50
19
60
Pada periode 1955-1968 parkir dikelola oleh Dinas PU Propinsi DKI Jakarta, merujuk pada potensi pendapatannya. Mulai pula disediakan fasilitas parkir pada jalanjalan yang ada di Jakarta.
Contoh Kasus DKI Jakarta
Kebijakan parkir di kota-kota Indonesia seringkali membingungkan. Misalnya, terdapat terdapat banyak kota yang memandang pendapatan dari parkir sebagai revenue (penerimaan) sebagai tujuan utama. Padahal, bila dibiarkan demikian, hal ini justru menjadi bumerang. Penerimaan memang merupakan manfaat dari pengelolaan parkir yang baik, namun menjadikannya sebagai fokus secara sempit justru akan dukungan politik terhadap pengelolaan parkir yang baik. Pembebanan biaya parkir memang merupakan salah satu bentuk penerapan manajemen parkir yang kuat dan mudah dilakukan. Sayangnya, sebagian besar kota di Indonesia melakukannya
Pada periode 1968-1972, pengelolaan parkir dialihkan ke Walikota Jakarta, berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. Db/5/1/6/68. Meski telah ditata, tetap terdapat oknum yang secara pribadi menguasai lokasi-lokasi parkir yang ada.
19
70
19
80
10
11
B AB 1 K E B I J A KA N , P ER E NCANAAN DAN IMP L E ME NTAS I
Kebijakan manajemen parkir terdapat dalam konsep TDM yang bersifat Push, yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Penataan parkir dalam konteks ini adalah membatasi pasokan ruang parkir, namun bersamaan dengan itu otoritas berwenang menyediakan pula alternatifnya; seperti angkutan umum yang nyaman, dan juga fasilitas pejalan kaki dan bersepeda yang layak. Beberapa kebijakan manajemen parkir dalam TDM yang umum dilakukan adalah sebagai berikut:
manajemen parkir di antaranya dengan menyediakan landasan hukumnya. Salah satu di antaranya adalah UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang melalui pasal 43 telah menetapkan upaya pengendalian perparkiran di perkotaan, salah satunya adalah larangan parkir pada badan jalan di jalan nasional dan jalan provinsi. Teknis penyelenggaraan parkir diatur dengan Keputusan PDirjen Hubdat 272 tahun 1996 mencakup berbagai peruntukan lahan di pusat kegiatan (perdagangan, perkantoran, sekolah, hotel, dll) serta ukuran kebutuhan Satuan Ruang Parkir (SRP). 10
.00
P 10.
00-
16.
00
P
P
Kec
ual
i har
i libu
r
P
00-
16.
00
10
.00-
P
16
.00
Kec
ual
i har
P
P
10.
i libu
P
r
P Ke
Ke
cu
ali
ha
ri li
bu
r
cu
ali
ha
ri lib
ur
Larangan parkir di mulut persimpangan. Secara tidak langsung larangan ini mengurangi jumlah Satuan Ruang Parkir (SRP), dan bertujuan untuk menimalisir gangguan terhadap lalu lintas, khususnya antrean pada persimpangan.
P
Pembatasan ruang parkir. Opsi ini bisa dilakukan dengan rekayasa fisik. Perubahan posisi parkir menjadi paralel secara tidak langsung akan mengurangi jumlah SRP, seperti telah diterapkan oleh Pemerintah Kota Palembang (lihat Bab 2)
Pembatasan durasi parkir. Opsi ini perlu dukungan fungsi pengawasan yang ketat. Di Taiwan petugas parkir melakukan patroli untuk melihat masa berlaku parkir.
Pelarangan parkir pada jam sibuk. Biasanya diterapkan pada waktu pagi dan sore hari, untuk kawasan pusat kegiatan (Central Business District/ CBD).
Sementara itu, kebijakan parkir di kota besar, bukan hanya di Jakarta, melainkan juga pada banyak kota besar di dunia, termasuk di 14 kota metropolitan Asia, masih belum jelas, cenderung membingungkan dan penuh ketidakpastian. Kebijakan yang ada masih parsial karena tidak didukung upaya sistematis dan tersinergi, yang justru menyebabkan kebijakan menjadi tidak populer di masyarakat. Hal tersebut membuat pengendalian parkir di perkotaan belum mampu mengatasi ketidaktertiban perparkiran termasuk pelanggaran dan persoalan keselamatan lalu-lintas. Manajemen parkir yang lemah identik dengan penghilangan berbagai peluang, selain juga dapat menimbulkan kekacauan. Parkir hendaknya menjadi alat untuk menekan kemacetan, meningkatkan kelancaran lalu-intas dan mengurangi tingkat kecelakaan di jalan, sehingga perlu diatur dengan regulasi yang jelas, terarah, konsisten dan mengikat. Sejumlah upaya sebenarnya telah dilakukan pemerintah untuk mulai menerapkan konsep
P
P
-1
6.0
0
usat kota selalu akan menjadi kawasan penarik perjalanan, yang berpotensi menimbulkan banyak masalah di bidang lalu lintas termasuk pengadaan dan penggunaan fasilitas parkir yang tidak merata dan terbatas. Pada kondisi demikian manajemen parkir dapat menjadi cara yang efektif bagi pemerintah kota untuk mengurangi beban lalu-lintas dan emisi udara yang ditimbulkan kendaraan yang masuk ke pusat kota. Praktis, kota-kota di Indonesia menghadapi masalah rumit perparkiran yang harus segera dibenahi. Kebutuhan parkir meningkat, namun penerapan manajemen parkir saat ini belum membuahkan hasil yang diharapkan. Toolkit ini dimaksudkan sebagai bagian dari upaya untuk mengaktifkan pemerintah kota di Indonesia dalam menangani masalah parkir dan menerapkan manajemen parkir yang tepat. Manajemen parkir yang terpadu dengan peningkatan peran angkutan umum dan integrasi antara kendaraan pribadi-angkutan umum-NMT akan efektif untuk diterapkan. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai prinsip dasar dan isu teknis yang mendukung terlaksananya manajemen parkir secara terpadu. Hal tersebut menjadi isu yang dibahas secara teknis pada buku ini. Selain itu, buku ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai panduan dan petunjuk bagi tim teknis atau tim pelaksana dalam badan pemerintahan yang melakukan implementasi di lapangan. Pendekatan substansi toolkit ini bersifat fleksibel untuk diterapkan, artinya dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing kota, dengan tetap mendapatkan masukan dan pertimbangan serta arahan tim profesional. Dalam upaya mencapai hal tersebut, institusi manajemen parkir, keterampilan dan penerapannya harus terus ditingkatkan.
1.2 TUJUAN TOOLKIT
12
13
B AB 1 K E B I J A KA N , P ER E NCANAAN DAN IMP L E ME NTAS I
P
1.3 KONSEP PARKIR
eraturan terkait mengenai parkir tertulis dalam peraturan Undang – Undang No. 22/2009 pasal 43 dan Keputusan Menteri No. 66/1993 pasal 5 dan 6. Terdapat beberapa jenis penggolongan parkir yang ditentukan berdasarkan kategori ruang parkir, pengelolaan dan karakteristik fisik, sebagaimana dijelaskan di bawah ini. A. Parkir dalam kategori ruang parkir; terdiri atas parkir badan jalan dan parkir di luar badan jalan. KRAP EDIR DNA
KRAP EDIR DNA
P Pk .1
KRAP EDIR DNA
8.0
KRAP EDIR DNA 0-
Pk 2
1.0
0
P Pk.1
8.00
- Pk
21.0
0
P Kec
uali
har
i libu
r
Parkir pada badan jalan menggunakan badan jalan yang menjadi hak publik (jalan lingkungan maupun jalan raya).
P
Parkir di luar badan adalah lahan parkir yang disediakan khusus di luar badan jalan yang memiliki pintu masuk khusus (sistem parkir berbayar dengan lahan parkir yang memiliki batas khusus).
B. Penyelenggaraan Fasilitas Parkir
Penyelenggaraan parkir yang terbagi dalam tiga tahap; pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan. • Pihak penyelenggara dapat dilakukan oleh Pemerintah, Badan Hukum dan Perseorangan. • Penyelenggaraan parkir badan jalan harus bekerjasama dengan pemerintah. Tabel Pembangunan Pengoperasian Pemeliharaan Berikut adalah tabel terkait dengan siapa saja yang dapat melakukan pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan
Pemerintah
Badan Hukum
Pembangunan
Parkir badan jalan Parkir luar badan jalan
Parkir luar badan jalan
Pengoperasian
Parkir badan jalan Parkir luar badan jalan
Parkir badan jalan Parkir luar badan jalan
Pemeliharaan
Parkir badan jalan Parkir luar badan jalan
Parkir badan jalan Parkir luar badan jalan
Perseorangan
Parkir badan jalan Parkir luar badan jalan
C. Parkir di luar badan jalan dapat dikategorikan sesuai dengan karakteristik fisik.
• • • • • • •
Taman parkir (bangunan luar di permukaan tanah) Menempati ruang terbuka, atau Berada dalam kompleks bangunan Multi-level Sebagai fasilitas yang berdiri sendiri parkir (gedung parkir, garasi parkir) Melekat atau berada dalam bangunan Parkir Bawah Tanah (basement)
D
i kota-kota Indonesia, kebijakan parkir yang ada masih jauh dari ideal terbukti dengan parkir yang tidak benar, serampangan dan terjadi banyak kebocoran. Akan tetapi, secara peraturan terdapat regulasi yang bertujuan membenahi parkir dan menjadikannya sebagai salah satu bagian untuk mencapai target keseimbangan yang lebih baik dalam sistem mobilitas perkotaan. Berdasarkan pada regulasi yang ada yang masih mengutamakan kendaraan pribadi, maka parkir diasumsikan dapat mengganggu lalu lintas sehingga parkir pada badan jalan harus dihilangkan. Akan tetapi, sebenarnya parkir pada badan jalan tidak semestinya dihilangkan karena akan dapat mendatangkan manfaat pada kepentingan di sekitar jalan tersebut. Hal yang harus dilakukan adalah mengelola parkir di badan jalan dengan sistem manajemen parkir yang baik. Peniadaan parkir pada badan jalan, justru akan mendorong pengadaan gedung parkir guna memasok kebutuhan ruang parkir di luar badan jalan. Hal ini sebenarnya tidak memberikan manfaat secara ekonomis mengingat Return of Investment yang rendah dari pengelolaan gedung parkir, sebaliknya malah menimbulkan kecenderungan orang untuk menggunakan kendaraan pribadi yang akan menimbulkan masalah pada lalu lintas perkotaan. Kota yang memiliki sistem pengelolaan parkir yang efektif biasanya menekankan tujuan-tujuan manajemen parkir pada hal berikut: • Penggunaan ruang parkir yang telah ada secara efisien dan aman dengan prioritas pada kota dan komitmen pemangku kepentingan. • Memanfaatkan parkir sebagai sarana mengatur penggunaan kendaraan pribadi dan mendorong sejumlah alternatif; dan • Pasokan parkir yang ekonomis; tepat dan efisien.
1.4 SASARAN MANAJEMEN PARKIR
14
15
B AB 1 K E B I J A KA N , P ER E NCANAAN DAN IMP L E ME NTAS I
MENINJAU PENGELOLAAN PARKIR DI PUSAT PERBELANJAAN
1
Jika lahan parkir pada pusat perbelanjaan dan sekitarnya tidak dikelola dengan baik, ada kecenderungan ruang parkir yang paling nyaman pada badan jalan akan ditempati terlebih dahulu oleh pemilik toko dan karyawan yang bekerja di sekitar kawasan tersebut.
Tujuan lain manajemen parkir adalah untuk mengurangi kemungkinan orang membawa kendaraan pribadi melintasi jalan di kawasan perbelanjaan tersebut. Manajemen parkir yang baik akan mempertimbangkan secara ketat pengadaan ruang parkir baru. Ketergesaan memasok ruang parkir di luar badan jalan biasanya hanya akan menimbulkan pemborosan.
2
Pada saat pengunjung tiba, ruang parkir di badan jalan seringkali sudah penuh. Selain itu, tanpa manajemen yang baik, parkir badan jalan akan menghalangi pejalan kaki, sepeda, bus dan lalu lintas umum. Sementara itu, parkir di luar badan jalan di sekitar sudah penuh.
3
Kondisi ini mengancam bisnis ritel di jalan, yang merupakan pelaku utama bisnis ritel lokal.
5
Bagi pengunjung singkat ditawarkan ruang utama yang paling nyaman dengan biaya berbasis durasi atau batas waktu (atau keduanya). Ini mendorong penggunaan ruang parkir secara tepat, dengan memberikan pilihan kepada pengunjung yang menghabiskan waktu lebih lama untuk menggunakan ruang parkir di luar badan jalan atau terletak agak jauh dari lokasi utama.
4
Manajemen parkir di pusat perbelanjaan, sebaiknya memberikan prioritas parkir bagi pengunjung, selain juga terus meningkatkan kenyamanan kawasan tersebut.
6
Upaya tersebut di atas juga dapat mengurangi kepadatan parkir di badan jalan selain juga menekan peluang parkir ilegal.
16
17
B AB 1 K E B I J A KA N , P ER E NCANAAN DAN IMP L E ME NTAS I
1.5 JENIS PARKIR
P Pk .1
8.0
0-
Pk 2
1.0
0
KRAP EDIR DNA
PARKIR ON-STREET ATAU PARKIR BADAN JALAN: • Parkir tepi jalan • Parkir pada badan jalan • Parkir di dalam ruang milik jalan (UU No. 22 Tahun 2009) • Pelayanan parkir di tepi jalan umum (UU No.28 Tahun 2009)
KRAP EDIR DNA
KRAP EDIR DNA
KRAP EDIR DNA
P Pk.1
8.00
- Pk
21.0
0
P Kec
uali
har
i libu
r
P
PARKIR DI LUAR BADAN JALAN: • Gedung parkir • Parkir di luar badan jalan • Taman parkir • Tempat khusus parkir (UU No 28 Tahun 2009) • Parkir di luar ruang milik jalan (UU No. 22 Tahun 2009) • Tempat parkir di luar badan jalan (PP No. 65 Tahun 2001) • Penyelenggaraan parkir di luar badan jalan (UU No 28. Tahun 2009)
Penyandingan Regulasi Manajemen Parkir UU 22/2009-LLAJ
Parkir Badan Jalan dan di Luar Badan Jalan dimungkinkan asal ada izin, terpasang dengan rambu, sesuai dengan tata ruang, memenuhi analisis dampak lalu lintas dan kemudahan pengguna jasa. Pasal 43 ayat (1), Ayat (3) Pasal 44
Perda 5/99 DKI Jakarta-Perparkiran DKI Jakarta
(Pasal 4): Bentuk penyediaan parkir terdiri dari
Parking Management-GIZ Module 2C
(Pasal 5): Jenis gedung parkir dan pelataran parkir terdiri dari
Terdapat empat tipe parkir: 1. Parkir pada badan jalan
P Pk
.18
.00
- Pk
21
.00
a. Gedung parkir murni
KRAP EDIR DNA
2. Parkir di luar badan jalan
P
b. Gedung parkir pendukung KRAP EDIR DNA
P
KRAP EDIR DNA
4. Parkir pada wilayah perumahan (private residential)
Parkir di luar badan jalan yang terdiri dari: Parkir tepi jalan dan lingkungan parkir;
c. Pelataran parkir yang terintegrasi dengan angkutan umum
IUN AS ST RT M
Parkir di gedung parkir
3.Parkir di luar badan jalan di luar wilayah perumahan (private non residential)
Parkir di pelataran parkir.
P
Parkir dikelola secara efisien untuk: • Mengurangi kebutuhan bepergian jarak jauh dengan kendaraan pribadi. • Mengurangi jumlah perjalanan pendek dengan kendaraan pribadi. • Mendukung moda transportasi yang bersahabat dengan lingkungan.
18
19
B AB 1 K E B I J A KA N , P ER E NCANAAN DAN IMP L E ME NTAS I
Pembatasan Ruang Parkir
P 10
.00
-1
6.0
UU 22/2009-LLAJ
Parking Management-GIZ Module 2C
Koalisi TDM-Draft Naskah Akademik
Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (TDM) dapat dilakukan dengan sistem parkir maksimal. Pasal 133 ayat (2): Manajemen kebutuhan Lalu Lintas dilaksanakan dengan cara pembatasan ruang Parkir pada kawasan tertentu dengan batasan ruang parkir maksimal.
Strategi manajemen parkir: 1. Membatasi lamanya waktu parkir 2. Penetapan tarif berdasarkan waktu. 3. Pelarangan parkir pada jam padat di jalan-jalan utama. 4. Pelarangan parkir yang dapat membahayakan keselamatan. 5. Park and Ride. 6. Memperkuat pembatasan penggunaan kendaraan pribadi. 7. Melaksanakan upaya pedestrianisasi dan manajemen parkir untuk meningkatkan kualitas lingkungan pusat kota.
Penataan sistem perparkiran sebagai wujud pengendalian pertumbuhan kendaraan pribadi. Langkah penataan itu dapat dilakukan dengan: 1. Pembatasan ruang parkir pada kawasan tertentu dengan batasan ruang parkir maksimal yang bisa dilakukan dalam kaitannya dengan pengendalian tata ruang. 2. Tarif parkir berdasarkan zona sebagai dasar pengenaan restribusi dan pajak parkir di Jakarta
0
Seluruh instrumen tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam empat strategi: a) Regulasi b) Instrumen ekonomi/fiskal c) Perencanaan fisik/desain d) Kegiatan pendukung TDM
P
UU 22/2009-LLAJ
UU Perlindungan Konsumen
Perda 5/99 DKI JakartaPerparkiran DKI Jakarta
Parking Management-GIZ Module 2C
Pengelolaan Ruang Parkir Penyelenggaraan parkir di luar ruang milik jalan dapat dilakukan oleh (Pasal 43 ayat 2): 1. Perseorangan warga negara Indonesia atau 2. Badan hukum Indonesia berupa: a. Usaha khusus perparkiran; atau b. Penunjang usaha pokok. P
Perlu pengawasan perparkiran yang baik. “Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundangundangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat” (Pasal 30).
• Pengelolaan perparkiran di Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah wewenang Gubernur Kepala Daerah (Pasal 2 ayat 1). • Penyelenggara Perparkiran adalah suatu badan dan atau bersama dengan badan usaha swasta atau badan lainnya (Pasal 1). • Setiap badan usaha swasta atau badan lainnya yang menyelenggarakan perparkiran diluar badan jalan di daerah, wajib memiliki ijin penyelenggaraan parkir dari Gubernur Kepala Daerah (Pasal 3 ayat 1).
• Bentuk organisasi yang disarankan dalam manajemen parkir adalah lembaga swasta formal atas izin pemerintah. • Pihak swasta menyediakan suplai parkir badan jalan, pengoperasian fasilitas parkir di luar badan jalan. • Organisasi ini bertugas mengendalikan parkir kendaraan, isu tiket, menentukan tarif dan mengelola pembayaran parkir.
20
21
B AB 1 K E B I J A KA N , P ER E NCANAAN DAN IMP L E ME NTAS I
Perda 5/99 DKI JakartaPerparkiran DKI Jakarta
Izin Perparkiran
P 10
.00
P
-1
6.0
0
P Ke
cu
ali
ha
ri li
bu
r
Tarif Parkir
P
Penegakan Hukum
P
• Khusus badan usaha swasta atau badan lainya yang mengajukan permohonan izin penyelenggaraan perparkiran, dalam melaksanakan usaha penyelenggaraan perparkiran wajib bekerja sama dengan badan pengelolaan dan penyelenggaraan perparkiran (Pasal 3 ayat 4).
Perlindungan konsumen
P I
T V N IN CC JALA G
JAN
AN SEP
• Masa berlakunya izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, masing-masing selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang (Pasal 3 ayat 5)
UU Perlindungan Konsumen
Perda 5/99 DKI JakartaPerparkiran DKI Jakarta
• Hak konsumen: hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa (pasal 4.a). • Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya (pasal 4.h).
Setiap kerugian atau kehilangan menjadi tanggung jawab konsumen. Pasal 36 ayat 2 Perda Parkir: “setiap kehilangan menjadi risiko pengguna”.
Koalisi TDM-Draft Naskah Akademik
Asuransi tarif parkir di luar badan jalan yang diterapkan saat ini perlu memasukkan jaminan risiko kehilangan/ kerusakan kendaraan.
P
Perda 5/99 DKI Jakarta-Perparkiran DKI Jakarta
• Tarif biaya parkir ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan, dan memperhatikan faktor kelayakan pengembalian investasi gedung parkir murni, serta tingkat kualitas, pelayanan (Pasal 25 ayat 1). • Tarif biaya parkir ditinjau selambat-lambatnya satu kali dalam dua tahun. (Pasal 25 ayat 2). • Tarif biaya parkir setiap golongan tempat parkir pada kawasan pengendalian parkir ditetapkan setingginya-tingginya 150% dari tarif yang ditetapkan atas setiap golongan tempat parkir pada bukan kawasan pengendalian parkir (Pasal 28).
UU Perlindungan Konsumen
Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha (Pasal 29).
Parking Management-GIZ Module 2C
Tarif parkir badan jalan harus lebih tinggi daripada tarif parkir di gedung atau ruang parkir di luar badan jalan. Hal ini dilakukan untuk mendorong orang menggunakan parkir dalam gedung atau dalam ruang.
Parking Management-GIZ Module 2C
Otoritas lokal harus mendapat mandat hukum dengan kewenangan untuk melaksanakan regulasi parkir, menghasilkan pemasukan, dan menjatuhkan tindakan hukum kepada pelanggar, dan mengikat kontrak dengan operator penyelenggara parkir.
Koalisi TDM-Draft Naskah Akademik
Cara penetapan tarif parkir badan jalan dapat dilakukan dengan: • Flat atau sama sepanjang hari. • Berdasarkan waktu. • Berdasarkan zona. • Tarif postal, tarif yang besarannya tergantung waktu dengan tarif minimal tertentu. Pelayanan parkir badan jalan bukan merupakan Public Service Obligation (Non-PSO) sehingga tarif parkir badan jalan tidak perlu dijamin rendah.
22
23
B AB 1 K E B I J A KA N , P ER E NCANAAN DAN IMP L E ME NTAS I
Memahami Definisi Manajemen Parkir Victoria Transport Policy Institute (VTPI), manajemen parkir adalah berbagai strategi untuk mendorong penggunaan fasilitas parkir yang lebih efisien, memperbaiki kualitas pelayanan kepada para pengguna ruang parkir dan meningkatkan desain fasilitas parkir (VTPI, 2013). PP 32/2011 tentang MRLL, TIC dan TDM, manajemen parkir atau disebut “pembatasan ruang parkir” adalah bagian strategi Manajemen Kebutuhan Lalu-Lintas (pasal 60), untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas dan mengendalikan pergerakan lalu lintas, yang dilakukan pada ruang milik jalan pada jalan kabupaten atau jalan kota atau luar ruang milik jalan (pasal 72), dengan cara pembatasan waktu, durasi, tarif, kuota dan lokasi parkir (pasal 73).
1.5.1 MENGENAL SEJUMLAH PERATURAN TERKAIT MANAJEMEN PARKIR
UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 3: • Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. • Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik. • Mewujudkan penyelenggaraan yang baik, transparan, efektif, efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 208: • Upaya membangun dan mewujudkan keselamatan dan keamanan lalu-lintas dan angkutan jalan dilakukan dengan sosialisasi dan internalisasi.
UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik: Pasal 5: Untuk pelayanan barang publik yang termasuk pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
P
emerintah provinsi dan kota sampai saat ini masih dihadapkan pada kesulitan penertiban parkir termasuk juga parkir liar. Kehadiran parkir liar menyebabkan kebocoran parkir badan jalan dan biaya operasional menjadi lebih tinggi daripada pendapatan dari retribusi parkir. Provinsi DKI Jakarta termasuk salah satu provinsi yang sampai saat ini masih kesulitan menertibkan parkir liar dan tengah terus mencari strategi baru guna mengatasi hal ini. Penguapan dari pemasukan retribusi parkir di DKI Jakarta diduga mencapai 70%. Unit Pelayanan (UP) Perparkiran Jakarta saat ini mengelola sekitar 16.000 SRP badan jalan yang jika ditarik retribusi sebesar Rp. 10.000/hari maka pendapatan mencapai Rp 57,6 miliar per tahun, belum termasuk pendapatan dari parkir sepeda motor. Faktanya pendapatan parkir yang diserahkan ke daerah hanya mencapai Rp 22 miliar/tahun, tanpa kenaikan pendapatan dari retribusi parkir dalam rentang 10 tahun terakhir. Di balik fenomena tersebut terungkap fakta bahwa parkir badan jalan dikendalikan oleh pihak yang tidak kompeten atau para preman. Menghadapi persoalan tersebut, langkah koordinasi dan sosialisasi menjadi hal penting yang harus dilakukan secara terintegrasi dalam pelaksanaan kebijakan dan program manajemen parkir. UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pasal 13: Bentuk informasi yang dapat disampaikan untuk menampung keluhan masyarakat yang mudah diakses, antara lain telepon, pesan layanan singkat (short message service/sms), laman (website), pos-el (e-mail), dan kotak pengaduan (masuk ke bagian sosialisasi) .
1.6.1 IMPLEMENTASI KOORDINASI DAN SOSIALISASI Merupakan langkah yang harus dilakukan dalam manajemen parkir, agar pembagian organisasi dan fungsi petugasnya dapat dilakukan secara sinkron tanpa ada kesimpangsiuran satu sama lain. Langkah sosialisasi adalah upaya untuk memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya penerapan manajemen parkir. Manfaat pemberlakuannya akan dirasakan oleh masyarakat secara umum. Kota akan terhindar dari kemacetan, polusi menurun, dan potensi ekonomi meningkat.
1.6 KOORDINASI DAN SOSIALISASI
24
25
B AB 1 K E B I J A KA N , P ER E NCANAAN DAN IMP L E ME NTAS I
Koordinasi Pengembangan Parkir Badan Jalan Langkah koordinasi pengembangan parkir badan jalan tertuang di dalam Bab 3. Tahap pertama selaku pembuat kebijakan yakni Walikota, Bapedda atau Dinas Tata Kota. Kemudian ditindaklanjuti dengan proses strategi, dengan melakukan survey dan perhitungan dampaknya, implementasi, serta sosialisasi kepada masyarakat. Terakhir adalah tahap teknis di lapangan yang ditangani oleh UPT Parkir dan operator parkir.
Pelaksanaan Kebijakan Parkir Badan Jalan di Jalan Sudirman, Palembang Implementasi Koordinasi PELAKSANAAN
Kebijakan
Strategi
Teknis
Menteri*, Gubernur** Walikota, Bappeda, Dinas Tata Kota
Dinas Perhubungan, Dinas PU
UPT Parkir, Operator On-Street, Off-Street
*Jalan Nasional, **Jalan Provinsi
Implementasi pada hari libur (15 November 2012) yang bersinambung dengan cuti bersama dan akhir pekan. Dimaksudkan untuk meredam potensi gejolak di lapangan. Pelaksana Dinas PU.
Alur (perubahan) Kebijakan Manajemen Parkir
Setelah terealisasi, pembangunan parkir badan jalan akan melibatkan berbagai pihak. Mulai dari juru parkir, walikota, media, hingga masyarakat harus turut aktif dalam berpartisipasi agar parkir badan jalan menguntungkan semua pihak.
BER
ITA
PERTEMUAN DENGAN WALIKOTA Diihadiri pihak Dinas Perhubungan, Bappeda, PT SP2J, GIZ SUTIP Palembang dan Paul Barter (GIZ expert). Pada pertemuan tersebut Walikota menyambut baik kebijakan parkir paralel di Jalan Sudirman dan meminta agar segera dilaksanakan dan setidaknya dilakukan uji coba selama satu bulan dengan masih menerapkan tarif flat (rata). Selama uji coba perlu dilakukan survey untuk mengetahui tingkat keberhasilannya.
BER
ITA
FORUM LALU LINTAS Sebelum implementasi, pihak Dinas Perhubungan Kota Palembang berkoordinasi dengan para pihak terkait dalam forum lalu lintas. Pemangku kepentingan yang terlibat antara lain Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga, Cipta Karya, Tata Kota, dan Satlantas. Dalam pertemuan tersebut, GIZ SUTIP Palembang dan Dinas Perhubungan menjelaskan tentang implementasi parkir paralel dan disepakati bahwa apabila implementasi parkir paralel dilaksanakan maka perlu dilakukan kebijakan tarif progresif dengan service lane.
BER
JURU PARKIR • Pengaturan sistem shift juru parkir. • Pengenalan sistem penghasilan juru parkir. • Diskusi terkait sistem parkir paralel.
ITA
WALIKOTA • Dukungan terhadap sistem paralel. • Dukungan terhadap rencana jangka panjang sistem parkir.
Implementasi Sosialisasi FORUM LALU LINTAS Rencana kegiatan sistem parkir paralel didukung oleh Cipta Karya, Pemkot, Polsekta, Bappeda, Pers, dan SKPD lainnya.
BER
BER
ITA
ITA
KONFERENSI PERS Sosialisasi sistem parkir paralel kepada masyarakat, tidak akan merusak pohon dan tidak akan konflik dengan kegiatan pedagang kaki lima.
PUBLIC HEARING Kegiatan ini sebagai bentuk komunikasi dua arah dengan juru parkir dan pemilik toko setempat untuk mengevaluasi kegiatan sistem parkir paralel.
KONFERENSI PERS Pihak Dishub Kota Palembang mengundang para wartawan surat kabar/media cetak dan elektronik untuk menyebarkan informasi resmi kepada masyarakat umum mengenai rencana implementasi parkir paralel.
PERTEMUAN DENGAN JURU PARKIR
PERTEMUAN DENGAN PEMILIK BISNIS
Para juru parkir mendapatkan penjelasan sistem manajemen parkir dan tarif parkir apabila diterapkan parkir paralel. Didengar pula masukan dan pendapat para juru parkir mengenai penerapan parkir paralel.
Pada tahap sosialisasi ini, pihak Dishub Kota Palembang mengirimkan surat edaran (terlampir) kepada para pemilik bisnis yang terdapat di sepanjang Jalan Sudirman. Informasi tertera dalam surat adalah mengenai waktu pelaksanaan penerapan parkir paralel di Jalan Sudirman.
PEMBENAHAN MARKA JALAN Pengecatan Marka dan Pemasangan Rambu untuk memperlancar penerapan parkir paralel, maka pihak Dishub melakukan pengecatan marka yang disesuaikan dengan desain yang telah direncanakan sebelumnya bersama dengan pihak GIZ SUTIP Palembang dan juga melakukan pemasangan rambu parkir paralel.
26
27
B AB 1 K E B I J A KA N , P ER E NCANAAN DAN IMP L E ME NTAS I
Pelaksanaan Kebijakan Penggunaan Parkir Meter di Bandung
Pelaksanaan Kebijakan Tarif Parkir di Kota Bogor Implementasi Koordinasi
Implementasi Sosialisasi
MUSYAWARAH
KONSENSUS
PELAKSANAAN PERDA NO. 4 TAHUN 2012
Menggalang konsensus dari semua pihak agar peraturan yang telah dikeluarkan Pemerintah Kota Bogor dapat terlaksana dengan baik.
Ditandatanganinya konsensus atau kesepakatan antara seluruh warga Jalan Suryakancana dan DLLAJ.
Perda tentang kenaikan tarif parkir di lokasi rawan macet Kota Bogor sudah diberlakukan sejak terhitung tanggal 4 Juli 2012. Penataan tarif parkir di Jalan Suryakancana.
Implementasi Sosialisasi PELAKSANAAN PERDA NO. 4 TAHUN 2012
SURVEY
PUBLIC HEARING
LOBBYING
Penetapan zona merah dan tarif normal pada zona biru sepanjang Jalan Suryakancana dan Jalan Siliwangi.
Melakukan pengumpulan informasi dan sosialisasi melalui survey langsung ke masyarakat.
Forum diskusi terbuka yang difasilitasi oleh pemerintah kota, mengundang seluruh pemangku kepentingan terkait program tertentu.
Pendekatan informal terhadap masyarakat untuk mendapatkan partisipasi mereka atas segala bentuk perubahan kebijakan perencanaan dan implementasinya.
Pelaksanaan Kebijakan Peningkatan Tarif Parkir di Sidoarjo Implementasi Koordinasi MENAMPUNG ASPIRASI DAN MENCARI SOLUSI 1.
2.
3.
Merespon keluhan dan aspirasi melalui aktivitas pertemuan dengan warga, yang menghasilkan masukan: Meski sudah ditetapkan sistem parkir berlangganan tetapi dalam dalam praktiknya retribusi parkir masih ditarik pada setiap kesempatan parkir. Tidak cukup informasi akan lokasi parkir yang ditetapkan sebagai area parkir berlangganan.
4.
5.
Bagi sebagian SKPD seperti RSUD, juru parkir tetap memungut tarif parkir meskipun pemarkir sudah membayar karcis berlangganan sehingga mempersulit pasien yang datang dan memengaruhi pelayanan rumah sakit. Kebijakan ini mendatangkan kebingungan bagi pendatang dalam memarkir kendaraannya dan berdampak tidak menguntungkan bagi Sidoarjo.
PELATIHAN JURU PARKIR Para juru parkir mendapatkan pelatihan khusus: • Cara mengoperasikan parkir meter dengan sistem koin Rp 500 dan Rp 1.000. • Antisipasi pengguna parkir yang tidak membawa koin dengan kesiapan juru parkir menyediakan koin dimaksud.
1.6.2 PARTISIPASI PELAKU USAHA Untuk mencapai keberhasilan koordinasi dan sosialisasi kebijakan manajemen parkir, peran serta pelaku usaha menjadi elemen penting untuk diperhatikan. Berikut bentuk partisipasi tersebut:
KERJASAMA PEMILIK TOKO. Hal ini penting untuk parkir badan jalan yang berhadapan langsung dengan lahan milik toko atau ruko. Pemilik toko dan karyawan juga menggunakan parkir badan jalan untuk kendaraan pribadi mereka dalam waktu yang lama. Perubahan kebijakan parkir badan jalan akan berdampak terhadap perputaran ekonomi toko setempat, oleh karena itu partisipasi mereka dalam perencanaan dan implementasi parkir badan jalan sangat dianjurkan. Hal ini dilakukan di Kota Bogor (Lihat BAB 2).
KERJASAMA PEMILIK PARKIR DI LUAR BADAN JALAN. Potensi kerjasama dengan pemilik gedung parkir setempat sangat dimungkinkan. Bila jumlah SRP parkir badan jalan berkurang, disertai dengan kenaikan tarif parkir, maka konsumen akan mencari alternatif parkir.
PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA. Alih-alih sebagai sumber masalah kemacetan, sebenarnya PKL bisa dikelola dan ditata. Walaupun tidak terkait langsung dengan isu parkir, kalangan PKL sangat responsif jika dampak yang diakibatkan dari penataan parkir dirasakan oleh mereka.
28
2
29
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
Implementasi Manajemen Parkir Saat Ini
2.1 IMPLEMENTASI MANAJEMEN PARKIR
P
ermintaan akan parkir yang semakin meningkat di kota-kota besar mendorong pemerintah kota untuk mulai menata dan mengelola parkir dengan sistem yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan kota. Manajemen parkir menjadi bagian dari konsep sistem transportasi, sehingga pengaturannya dimaksudkan sebagai bagian dari upaya mengatasi masalah kemacetan lalu lintas, menekan polusi udara, dan meningkatkan dampak ekonomi secara signifikan. Pada implementasinya, manajemen parkir akan menjadi faktor push sekaligus pull dalam menekan jumlah kendaraan pribadi yang masuk ke pusat kota. Hal ini juga akan mengurangi emisi gas buang kendaraan yang potensial menumpuk di pusat kota. Sedangkan dari sisi ekonomi, implementasi manajemen parkir dapat menjadi sumber PAD. Apabila implementasi manajemen parkir dilakukan secara inovatif dengan memungkinkan pihak swasta mengelola parkir secara profesional berdasarkan regulasi dari pemerintah, maka akan dapat mendatangkan keuntungan bagi pemerintah berupa pemasukan PAD, Gedung parkir di kota Berlin.— Foto oleh: Qi Yahya dan menghidupan pihak swasta yang berorientasi profit taking. Beberapa kota besar di Indonesia sudah mulai melakukan implementasi manajemen parkir dan dapat diangkat sebagai contoh, meskipun langkah ini masih bersifat parsial. Dari sejumlah langkah di beberapa kota tersebut terungkap bahwa dalam penerapannya, manajemen parkir dilakukan dengan memperhitungkan kondisi lokal sehingga dapat berlaku efektif.
Manajemen Perparkiran Penataan sistem parkir dengan konsep manajemen parkir dalam konteks TDM atau Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas, berlandaskan pada PP No. 32 Tahun 2011. Konsep tersebut mengacu pada beberapa hal sebagai berikut;
MAKS. 5 MOBIL
MAKS. 5 MOBIL
Waktu Parkir Larangan parkir pada segmen waktu tertentu, biasanya pada kepadatan lalu lintas pagi dan sore hari.
MAKS.
MAKS.
5 MOBIL
5 MOBIL
Durasi Parkir Pembatasan MAKS. ruang 5 MOBIL parkir berdasarkan lama waktu penggunaan ruang parkir.
Kuota Jumlah ruang parkir yang ditetapkan pada area tertentu.
Tarif Alat untuk mengatur tingkat kepadatan parkir pada area tertentu berupa tingkatan tarif parkir.
Lokasi Menentukan lokasi yang diperbolehkan maupun dilarang untuk parkir.
Penerapan manajemen parkir bertujuan antara lain untuk:
TOURIST SPOT TOURIST SPOT TOURIST SPOT
Meningkatkan daya tarik pusat kota sebagai jantung kota.
Mendukung penggunaan angkutan umum dan transportasi tidak bermotor (pejalan kaki dan pesepeda).
Meningkatkan PAD dari sektor parkir.
Penataan dan transparansi pengelolaan parkir.
30
31
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
B
erdasarkan data pada ilustrasi di atas, dapat dirujuk langkah-langkah manajemen parkir yang dilakukan beberapa kota di Indonesia.
Peta Penerapan Manajemen Parkir di Indonesia Beberapa kota besar di Indonesia sudah mulai melakukan implementasi manajemen parker dan dapat diangkat sebagai contoh, meskipun langkah ini masih bersifat parsial. Dari sejumlah langkah di beberapa kota tersebut terungkap bahwa dalam penerapannya, manajemen parkir dilakukan dengan memperhitungkan kondisi lokal sehingga dapat berlaku efektif.
Area diperbesar
Palembang
Jakarta Sidoarjo Bogor
Bandung
Menaikan tarif parkir badan jalan
Surakarta
Tarif berdasarkan Zona
Penerapan tarif parkir berlangganan di badan jalan
Penataan Parkir Badan Jalan
Penggunaan Alat “Parking Meter”*
Penanganan mafia/ premanisme parkir
2.2.1 Palembang: Reposisi Parkir Badan Jalan Pusat kota Palembang dengan sistem parkir yang berlaku selama ini dan volume kendaraan yang terus meningkat memiliki sejumlah kawasan rawan macet. Salah satu di antaranya adalah kawasan Jalan Sudirman yang merupakan kawasan Central Business District (CBD). Kemacetan di ruas jalan ini terjadi selain karena meningkatnya volume kendaraan juga karena sebagian badan jalan dijadikan ruang parkir. Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang melarang bahu jalan dan trotoar dijadikan tempat parkir, maka Dinas Perhubungan Kota merencanakan untuk melakukan penataan parkir di ruas jalan tersebut. Langkah awal adalah dengan penerapan pola parkir paralel, yang akan mengurangi ruang parkir, mengganti pola parkir serong yang diterapkan sebelumnya. Pengurangan SRP ini mengarah pada upaya peniadaan parkir di badan jalan sesuai amanat UU tersebut. Pelaksanaan penerapan manajemen parkir dilakukan dengan memanfaatkan penyelenggaraan SEA Games 2011. Momen internasional yang berlangsung di kota ini menjadi kesempatan berharga untuk mengeluarkan kebijakan larangan parkir di ruas Jalan Sudirman tersebut. Sepanjang kegiatan tersebut berlangsung, diberlakukan larangan parkir selama 30 hari mencakup area sekitar 1,5km, dari segmen Bundaran Air Mancur sampai Simpang Charitas. Pada pelaksanaannya timbul hal menarik yang harus diperhatikan, karena sekalipun membuat arus lalu lintas menjadi lebih lancar (travel speed meningkat), namun para pemilik ruko setempat menderita kerugian akibat omset turun hampir 50%. Fakta ini memberikan masukan bahwa diperlukan strategi khusus yang mempertimbangkan beragam faktor dalam penataan parkir badan jalan di Jalan Sudirman tersebut. 2.2.2 Bogor: Penerapan Sistem Tarif Berdasarkan Lokasi Titik perhatian pelaksanaan penerapan manajemen parkir di kota ini adalah ruas Jalan Suryakancana dan Jalan Pengadilan. Jalan Suryakancana masuk ke dalam kategori jalan provinsi, sedangkan Jalan Pengadilan masuk kategori jalan kota. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2011 menetapkan bahwa parkir di badan jalan hanya
2.2 IMPLEMENTASI MANAJEMEN PARKIR DI BEBERAPA KOTA DI INDONESIA
32
33
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
untuk kategori jalan kabupaten atau jalan kota, tidak berlaku untuk kategori jalan nasional dan jalan provinsi. Pada kenyataannya, konteks lokal jalan nasional dan jalan provinsi bervariasi sehingga aturan kerap menjadi tidak tepat dan menimbulkan dilema, terutama ketika jalan nasional tersebut melewati pusat-pusat kota, seperti pada kasus Jalan Suryakancana. Dilema muncul antara lain pada saat Pemerintah Kota Bogor menerbitkan Perda No. 4 tahun 2012 yang menetapkan kenaikan tarif parkir untuk lokasi rawan macet, yang berlaku juga pada Jalan Suryakancana. Sementara itu, tingkat kepadatan lalu lintas dan kemacetan terjadi juga di Jalan Pengadilan. Meskipun memiliki potensi kemacetan dan tingkat volume lalu lintas yang tinggi, ruas jalan ini mempunyai karakteristik berbeda dibandingkan dengan Jalan Suryakancana. Keberadaan komplek sekolah di ruas jalan ini memberikan kontribusi kemacetan lalu lintas pada pagi hari saat jam sekolah dimulai hingga siang hari saat jam sekolah usai, atau sekitar pukul 14.00. Kemacetan terjadi karena angkot dan kendaraan pribadi yang mengantar dan menjemput anak sekolah memenuhi ruas jalan secara bersamaan. Kontribusi kemacetan lainnya adalah parkir kendaraan siswa senior yang membawa mobil ke sekolah dan pengunjung sebuah rumah sakit di kawasan tersebut. Lebar: + 8m U
Kepadatan Parkir di Jalan Pengadilan
2 Gereja
2
Status Berdasarkan Regulasi Karakter
Durasi
Jalan Suryakancana (Jalan nasional)
6 Dharma Yukti Kartini
•
Umumnya kondisi parkir dapat ditolerir setiap harinya, namun terdapat waktu tertentu saat permintaan parkir tinggi yakni pagi hari saat waktu antar (drop off) siswa ke sekolah dan siang hari saat jam pulang sekolah (meski tidak semua siswa keluar bersamaan). Hal ini menjadi fokus utama dari Dishub.
•
Dampak kemacetan parah terjadi pada siang hari pada waktu menjemput, karena waktu tunggu lama dan permintaan parkir juga tinggi dari gedung-gedung lain di Jalan Pengadilan.
• Pengguna parkir berdurasi lama lebih mudah untuk berpindah parkir ke lokasi alternatif yang lebih jauh, dan berjalan kaki sedikit lebih lama relatif tidak begitu menjadi masalah bagi mereka asal bisa menggunakan ruang parkir dengan durasi lama di sekitar titik tujuan.
Pada kasus Jalan Pengadilan, durasi bukan menjadi faktor penyebab masalah parkir.
• Pengguna parkir berdurasi singkat cenderung lebih sulit untuk berpindah ke lokasi parkir yang lebih jauh dari titik tujuan, karena mereka hanya singgah sebentar sehingga menolak untuk parkir jauh dari titik tujuan.
2 Rumah 2 Rumah
Pengadilan 3
1 Rumah 2 Rumah 3 Toko
• Oleh karena itu, keputusan untuk menentukan tarif berdasarkan lokasi dipengaruhi oleh karakteristik durasi parkir tersebut.
3 Toko
Food court
20
Rumah
Regina Pacis
Panjang: + 100 m
Food court Panjang: + 270 m Jalan Sudirman
Satuan Ruang Parkir
Jalan Pengadilan (Jalan kota)
• Parkir badan jalan berada dalam pola parkir paralel di sepanjang sisi kiri jalan satu arah. • Tersedia sebanyak 162 SRP mobil yang diparkir paralel sepanjang ruas Jalan Pengadilan sampai Jalan Siliwangi. • Bila dihitung berdasarkan marka parkir, jumlah SRP tersedia lebih sedikit daripada ruang parkir yang digunakan. Penyebabnya adalah ukuran marka parkir kendaraan roda empat atau lebih yang terlalu besar (6mx3m) dibandingkan dengan standar internasional untuk parkir paralel (2mx5m atau 2,5mx6m). Akibatnya, terdapat ruang seluas 1m antara kendaraan dan trotoar yang sering dimanfaatkan oleh sepeda motor, PKL, bahkan menjadi tempat pembuangan puing-puing.
2 BTN
Jalan Pengadilan
Kondisi dan Tingkat Kepadatan Parkir Fokus utama Dishub adalah pada kemacetan yang terjadi di komplek sekolah selama satu jam atau lebih pada jam sekolah. Kepadatan parkir setelah jam sekolah sangatlah rendah. Begitu juga pada hari libur sekolah.
1 DPBD
Karakteristik Kepadatan dan Kemacetan Lalu Lintas di Jalan Suryakancana dan Jalan Pengadilan
34
35
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
Okupansi
Faktor Penyebab
Okupansi parkir umumnya tidak merata. Okupansi sangat rendah terdapat pada segmen jalan dengan ruko yang sepi. Okupansi tinggi, cenderung disertai parkir ganda, terjadi pada segmen jalan yang mempunyai ruko cukup ramai. Pada segmen ini berlangsung juga aktivitas naik turun penumpang angkutan umum.
•
Kemacetan terjadi karena beberapa sebab, di antaranya: • Aktivitas naik turun penumpang angkutan umum. • Parkir yang padat, menyebabkan parkir ganda. • Aktivitas pejalan kaki yang menyeberang jalan.
Kemacetan mulai muncul akibat parkir penuh dan dampak dari perilaku pengemudi sebagai berikut:
•
Kepadatan parkir dan kemacetan tinggi terjadi pada jam sekolah dan jam kerja. Kepadatan parkir setelah jam sekolah dan jam kerja sangat rendah, begitu juga pada hari libur sekolah.
• Pengendara mobil bergerak lambat mencari lahan parkir kosong untuk menunggu siswa pulang.
• Selain itu juga timbul friksi akibat manuver kendaraan yang parkir dengan durasi singkat. Pegemudi angkot dan pejalan kaki memberikan kontribusi pada kemacetan sebagai berikut: • Angkot berhenti di persimpangan yang memperburuk antrean lalu lintas • Angkot berhenti di muka dan seberang komplek sekolah untuk menunggu murid yang akan naik angkot. • Terjadi peningkatan aktivitas becak penumpang. • Terdapat sedikit dampak dari pejalan kaki yang menyeberang dari sekolah menuju ke warung, naik angkot, mobil, atau berjalan di sekitar area sekolah.
Waktu puncak parkir terjadi antara pukul 11 sampai 2 siang pada hari kerja. Sedangkan pada akhir pekan lebih panjang, mulai jam 9 sampai jam 3 sore.
• Melakukan survey pemberlakuan kebijakan Kota Bogor dalam menaikkan tarif di semua jalan yang mengalami kemacetan, yang dipandang akan berguna, jika diduga masalah utamanya adalah parkir yang padat. • Terhadap hal tersebut, kenaikan tarif parkir yang tepat diprediksi dapat mengurangi kemacetan yang terjadi. • Keputusan untuk menetapkan tarif berdasarkan lokasi dipengaruhi oleh karakteristik durasi parkir di wilayah tersebut.
Melakukan survey dan observasi okupansi untuk melihat peluang penetapan kebijakan tarif sekaligus mencari penyebab masalah kemacetan di bagian timur Jalan Pengadilan, apakah karena parkir yang padat atau hal lain. Dishub menganggap masalah kemacetan di Jalan Pengadilan dapat dikurangi selama waktu antar jemput sekolah di hari kerja yakni sekitar pukul 13.30 sampai 14.30 atau 15.00. Keputusan akhir adalah tetap menerapkan tarif parkir tinggi namun hanya pada segmen parkir badan jalan dekat sekolah.
• Beberapa pengendara mengemudi perlahan seraya mencari informasi ruang parkir kepada juru parkir. • Beberapa pengendara menunggu di lajur lalu lintas saat menunggu peluang mendapat ruang parkir.
Kondisi puncak
Strategi
• Waktu puncak parkir di kedua sisi jalan terjadi antara pukul 10 pagi sampai 2 siang. • Pengguna parkir badan jalan adalah pengunjung gedung pengadilan dan gedung lainnya, beberapa siswa senior yang mengendarai mobil ke sekolah, dan pengunjung rumah sakit.
2.2.3 Sidoarjo: Parkir Berlangganan Kabupaten Sidoarjo (Jawa Timur) memiliki 236 titik parkir dan diperkirakan akan terus bertambah. Jumlah kendaraan di Kabupaten Sidoarjo mencapai 1.011.855 (2013) terdiri dari semua jenis, dengan dominasi jumlah sepeda motor 75% atau sekitar 765.300 unit. Sejak tahun 2008 Pemerintah Kabupaten Sidoarjo menerapkan manajemen parkir dengan menggunakan pendekatan pricing, sebagai salah satu dari lima instrumen pengendalian parkir yang dikenal dalam PP 32/2011 tentang Manajemen Rekayasa Lalu Lintas, Analisis Dampak Lalu Lintas dan Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas. Implementasi manajemen parkir di kota ini adalah dengan model karcis berlangganan. Bagi Pemkab Sidoarjo, model karcis berlangganan ini efektif dan menguntungkan Selain Sidoarjo, pendekatan model ini juga dilakukan oleh 33 kota dan kabupaten di Jawa Timur. Terdapat empat daerah yang tidak ikut menerapkan, yakni Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu. Kota Surabaya sempat hendak menerapkan model ini, tapi gagal karena protes para juru parkir. Kota Malang dan Batu sengaja menghindari parkir berlangganan dengan alasan tidak menguntungkan masyarakat. Sistem parkir berlangganan tidak menjamin masyarakat untuk selalu mendapatkan ruang parkir setiap kali mereka membutuhkan, mengingat jumlah kendaraan jauh lebih banyak daripada SRP yang tersedia.
Contoh Karcis Parkir Berlangganan di Sidoarjo
36
37
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
Evaluasi Sekalipun dinilai sukses dalam implementasi dan menguntungkan secara ekonomi bagi Pemerintah Kota Sidoarjo, namun Perda ini harus dievaluasi kembali. Hal ini sesuai dengan peraturan yang menetapkan dalam kurun waktu tiga tahun diberlakukannya ketetapan, dilakukan evaluasi menyeluruh untuk meninjau fakta pelayanannya (sumber: Bagian Hukum Pemkab Sidoarjo).
Beberapa aspek yang dievaluasi di antaranya adalah kualitas pengelolaan, meliputi:
SDM pengawas juru parkir berlangganan. Jumlah SDM yang ada masih kurang dan tidak seimbang antara pengawas dan juru parkir. Sebagai dampaknya, pengawasan parkir berlangganan menjadi tidak efektif.
Meningkatkan perilaku yang lebih tegas kepada juru parkir yang tidak taat aturan yang masih saja memungut uang parkir dari pengguna layanan parkir berlangganan.
2.2.4 Jakarta: Masalah Penataan Ruang Parkir Penyelenggaraan parkir di Jakarta disinyalir banyak pihak masih belum berhasil menjadi bagian dari sistem transportasi. Terdapat banyak parkir di badan jalan yang seringkali mengurangi kapasitas ruang jalan sehingga menyebabkan kemacetan lalu lintas. Di sisi lain, penyelenggaraan parkir di luar badan jalan belum tersedia secara baik dan tidak bersifat responsif terhadap permintaan yang ada. Kondisi ini menjadi penyebab munculnya antrean panjang kendaraan dan kemacetan di sejumlah titik termasuk pada pintu-pintu masuk pusat pertokoan. Kelemahan Sistem Perparkiran Jakarta Praktik premanisme di sistem perparkiran sampai saat ini masih menjadi kendala dalam menertibkan parkir liar di Provinsi DKI Jakarta. Praktik ini menyebabkan timbulnya kebocoran pendapatan dari retribusi parkir badan jalan yang terus terjadi hingga saat ini, bahkan mencapai hingga 70% (Koalisi TDM, 2010). Dampak yang ditimbulkan dari praktik premanisme ini: • Minimnya pendapatan parkir yang diserahkan ke pemerintah
•
•
daerah, hanya mencapai Rp 22 miliar/tahun dari perkiraan yang seharusnya Rp 57,6 miliar per tahun. Kebocoran terjadi juga karena para preman menerapkan tarif parkir yang cukup tinggi kepada pengendara bahkan mencapai lima kali lipat dan menyetorkan sebagian uang hasil parkir ke aparat. Menurut Presidium Indonesia Police Watch (IPW) di kawasan Roxi (Jakarta Barat), ada 20 titik parkir liar. Setoran ke oknum aparat dari titik parkir tersebut adalah sebanyak dua shift dengan nilai satu shift adalah Rp 150.000 (sumber: Okezone).
Terhadap kondisi umum sistem perparkiran, dijumpai kelemahan sebagai berikut: • Sistem pungutan restribusi parkir tidak optimal . • Sistem pungutan langsung dengan karcis berdasarkan target membuka peluang terjadinya kebocoran. • Sistem pengawasan sangat lemah, SDM yang ada belum tertata dan terbina secara optimal serta konsep pelaksanaan tugas yang masih berorentasi terhadap setoran uang semata.
Inventarisasi Parkir di Jakarta Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 111/2010 penetapan tempat parkir umum, terdapat total 13.095 SRP yang terdiri dari parkir badan jalan dan parkir di luar badan jalan.
PARKIR BADAN JALAN 410 ruas jalan, 11.023 SRP Tepi Jalan Umum - Jakarta Pusat - Jakarta Utara - Jakarta Barat - Jakarta Selatan - Jakarta Timur
TOTAL 13.095 SRP
383 ruas jalan 10.172 SRP 110 ruas Jalan (2.679 SRP) 27 ruas jalan (2.268 SRP) 64 ruas jalan (2.650 SRP) 73 ruas jalan (1.332 SRP) 59 ruas jalan (1.243 SRP)
Lingkungan Parkir 27 Ruas Jalan 851 SRP - Ancol Barat 7 ruas jalan (105 SRP) - Blok M 8 ruas jalan (273 SRP) - Mayestik 6 ruas jalan (286 SRP) - Kawasan Kota Tua 6 ruas jalan (187 SRP)
PARKIR DI LUAR BADAN JALAN 2.072 SRP Pelataran Parkir - Monas - Boulevard Barat - Kota Tua/Jalan Cengkeh
1.422 SRP 850 SRP 390 SRP 182 SRP
Gedung Parkir - Istana Pasar Baru - Taman Persija Menteng
650 SRP 500 SRP 150 SRP
38
39
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
1970 1977-1979 Aksi dan Regulasi: Tahun 1977, parkir dikelola oleh Badan Pelaksana Otoritas Pengelola Perparkiran (BPOPP). Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 256 Tahun 1977. Kebijakan: Badan ini mengemban misi untuk merumuskan sistem pengelolaan parkir yang tepat.
1986 Aksi dan Regulasi:Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 938 Tahun 1986. Kebijakan: Pada tahun 1986 tugas penyelenggaraan kegiatan pengelolaan parkir didesentralisasikan dengan dibentuknya Satuan Tugas Perparkiran Wilayah di setiap wilayah kota. Satuan tugas ini memiliki wewenang menyelenggarakan serta mengendalikan pelayanan parkir kendaraan di tepi jalan, lingkungan/ pelataran parkir dan gedung parkir.
2013 Aksi dan Regulasi: • Perda No. 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran. • Surat Gubernur DKI Jakarta Nomor 850/-1.811.4 tertanggal 4 Juli 2013 yang ditujukan kepada Ketua DPRD DKI Jakarta berisi usul untuk menaikkan tarif parkir di badan jalan hingga empat kali lipat. Kebijakan: Rencana penerapan kawasan pengendalian parkir pada badan jalan terdiri dari dua golongan yang mengisyaratkan adanya perbedaan tarif pada derajat kemacetan lalu lintas tinggi dan derajat kemacetan lalu lintas rendah: • Golongan A, frekuensi parkir relatif tinggi di wilayah dengan derajat kemacetan lalu lintas tinggi: kawasan komersial, pertokoan, pusat perdagangan atau perkantoran. • Golongan B, frekuensi parkir relatif rendah di wilayah dengan derajat kemacetan lalu lintas rendah: kawasan komersial, pertokoan, pusat perdagangan atau perkantoran.
1972-1977 Aksi dan Regulasi: Pemda DKI Jakarta mendirikan PT Parkir Jaya sebagai satu-satunya Badan Pengelola Perparkiran Kota Jakarta berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor Db/5/1/1972. Kebijakan: Orientasi pengelolaan pada PAD. Hasil/Dampak: Target tidak tercapai dan pelayanan terabaikan.
1980
2000
1979 - 1986 Aksi dan Regulasi: Tahun 1979 Dikeluarkan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 531 Tahun 1979 tentang Penetapan Badan Pengelola Perparkiran Pemerintah DKI Jakarta serta Susunan dan Tatakerjanya. Kebijakan: Dibentuk Badan Pengelolaan Perparkiran (BP Perparkiran) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Lembaga ini berfungsi sebagai regulator sekaligus operator perparkiran sejak tahun 1979 sampai tahun 2006 (27 tahun).
2003 Aksi dan Regulasi: Mencoba menerapkan pengelolaan parkir dengan sistem voucher oleh PT Adiwira Sembada. Dampak: gagal dalam pelaksanaannya. 2004 Aksi dan Regulasi: Sejak 2004 telah terjadi penyusutan SRP sebagai dampak dari pengoperasian busway.
2010
2007-2010 Aksi dan Regulasi: Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 180 Tahun 2008. Kebijakan: Pengelolaan parkir di Jakarta ditangani oleh Unit Pengelola Perparkiran di bawah Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan menerapkan Pola Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PKK-BLUD).
Kondisi umum sistem perparkiran dijumpai kelemahan sebagai berikut:
1
Pengawasan dan kontrol dari pengguna jasa parkir kurang mendukung sistem yang ada. Pengguna jasa parkir kurang proaktif dalam mendukung sistem pungutan langsung dengan karcis. Hal tersebut mengakibatkan pengelolaan parkir badan jalan bukan saja tidak memberi revenue bahkan membebani APBD DKI Jakarta tiap tahunnya.
2
Pusat kegiatan yang tidak dilengkapi sarana parkir memadai. Banyak gedung perkantoran, pusat perbelanjaan dan fasilitas umum lainnya seperti mini market, pasar, sekolah serta rumah sakit, bahkan kantorkantor pemerintah tidak dilengkapi dengan sarana areal parkir yang memadai sehingga parkir luber ke jalan umum.
3
Amdal lalu lintas tidak dijalankan selain juga terdapat kebiasaan ngetem dan kehadiran terminal bayangan angkutan umum yang justru mendapat dukungan oknum aparat.
4 •
•
•
1. Tarif di Kawasan Pengendalian Parkir (KPP) 1. Tarif di Kawasan Pengendalian Parkir (KPP)
2. Tarif Parkir di jalan Golongan A:
3. Tarif parkir di jalan Golongan B:
• Mobil: Rp 6.000 hingga Rp 8.000 per jam. • Bus, truk, dan sejenisnya: Rp 9.000 hingga Rp 12.000 per jam Sepeda motor: Rp 2.000 hingga Rp 4.000 per jam. • Sepeda: Rp 1.000 satu kali parkir.
• Mobil: Rp 4.000 hingga Rp 6.000 per jam. • Bus dan truk: Rp 6.000 hingga Rp 9.000 per jam. • Sepeda motor: Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per jam.
• Mobil: Rp 2.000 hingga Rp 4.000 per jam. • Bus dan truk: Rp 4.000 hingga Rp 6.000 per jam. • Sepeda motor: Rp 2.000 per jam.
. Penegakan hukum terhadap parkir liar belum maksimal. Banyaknya peralihan fungsi lahan dan peruntukan bangunan yang memicu praktik parkir badan jalan. Tidak ada pembatasan jumlah kendaraan yang parkir (kuota parkir per kawasan). Syarat kepada pemilik mobil untuk menyediakan garasi/pool/depo bagi kendaraannya tidak ditegakkan.
5
Tarif parkir off street (Menurut Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia/APPBI) tidak mampu menutupi biaya operasional, dan belum disesuaikan sejak tahun 2004. Sedangkan menurut Perda No. 5 tahun 1999 selambatlambatnya setelah berlaku dua tahun tarif parkir dapat ditinjau kembali.
6
Pelayanan parkir off street juga bukan merupakan Public Service Obligation (NonPSO) sehingga tarif parkir off street tidak perlu dijamin rendah.
7
Penerapan parkir meter yang belum efektif • Pemerintah DKI Jakarta sudah memasang alat parking meter sejak April 2014 yang diujicobakan di Jalan Sabang dan Kelapa Gading. • Parking meter dioperasikan bekerja sama dengan operator swasta, khususnya yang memiliki lahan parkir badan jalan di depan lokasi usaha mereka. • Mengelola premanisme dengan menggaji preman Rp 4 juta per bulan untuk penerapan manajemen parkir. • Pada praktiknya sampai Juli 2014 kebijakan ini belum efektif.
40
41
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
2.2.5 Bandung: Penerapan Parking Meter Kota Bandung secara resmi telah memperkenalkan sistem parking meter pada tanggal 24 Desember 2013 di Jalan Braga. Penerapan sistem parking meter ini bertolak dari isu kebocoran pendapatan dari sektor parkir. Selain itu sistem ini juga akan mendukung kebijakan tarif per jam yang kurang efektif yang berlaku saat ini.
Alat parking meter di Jalan Braga, Bandung— Foto oleh: Dhany Ningtyas
Aspek Operasional dan Non Teknis Penerapan Parking Meter Aspek Operasional
•
•
•
•
Karcis tersebut diletakkan di atas dashboard, dan tugas juru parkir untuk melihat apakah durasi parkir mobil masih dalam batas waktu yang tertera dalam karcis tersebut atau tidak.
•
Bila durasi parkir melewati batas waktu yang sudah ditentukan dalam karcis, maka pengguna parkir harus membayar sisa tagihan parkirnya ke juru parkir.
•
Solusi berupa Penataan Kawasan Saat ini, parkir di Pasar Gede adalah parkir badan jalan pada lima ruas jalan dengan sudut 450, 600, dan 900. Inventarisasi Ruang Parkir di Kawasan Pasar Gedhe
Aspek Teknis
Setelah membayar pada mesin parkir, karcis akan keluar dan pada karcis tertera waktu masuk parkir dan keluar parkir.
2.2.6 Surakarta: Penataan Kawasan Pasar Gede di Surakarta merupakan kawasan komersial dengan aktivitas perdagangan yang tinggi. Implikasi kesibukan kawasan yang juga merupakan pasar tradisional dan bangunan cagar budaya ini adalah pada kepadatan arus dan volume lalu lintas yang tinggi. Kondisi lalu lintas Pasar Gede sangat kompleks. Arus kendaraan tergolong tinggi dari pagi sampai sore hari. Penumpukan beban lalu lintas kendaraan khususnya terjadi di Jalan Urip Sumoharjo. Konflik sirkulasi pada bundaran menambah antrean dan waktu tundaan arus lintas. Aktivitas bongkar muat barang yang tinggi pada siang hari memperparah kondisi lalu lintas dan kenyamanan di Pasar Gede. Selain itu, parkir ganda seringkali terjadi. Pasar Gede di Surakarta
Sampai saat ini telah terpasang empat unit, dengan range layanan per unit 5-10 meter. Rencananya, Kota Bandung akan menerapkan 120 unit parking meter di 40 lokasi jalan kota.
Jumlah SRP badan yang tesedia ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Motor
Mobil
Bongkar muat
278
53
10
Motor
Mobil
Bongkar muat
72
14
2
Motor
Mobil
Bongkar muat
269
9
7
Sosialisasi dan pelatihan kepada juru parkir yang bertugas di Jalan Braga.
Motor
Mobil
Bongkar muat
242
56
7
Motor
Mobil
Bongkar muat
190
16
14
Motor
Mobil
Bongkar muat
99
20
12
42
43
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
Tabel Perencanaan Penataan Kawasan Pasar Gede Jangka Pendek
Jangka Menengah
Jangka Panjang
• Mengalihkan parkir mobil dan motor di Jalan Urip Sumoharjo.
• Pembangunan kantong parkir pada Pasar Sepatu.
• Pelaksanaan kebijakan tarif parkir khusus di Pasar Gede.
• Studi kelayakan mengenai pengelolaan parkir, kebijakan tarif parkir, dan keterlibatan masyarakat.
• Parkir paralel pada Jalan Suryo Pranoto dan Ketandan.
• Pembongkaran pagar. • Street beautification: Pelebaran jalur pedestrian dan NMT.
• Pembangunan kantong parkir pada lahan bekas SPBU.
• Penambahan halte depan pintu Pasar Gede dan depan Pasar Ikan. • Pengecatan marka di median Jalan Urip Sumoharjo. • Penambahan Zebra Cross untuk mengintegrasikan pasar timur dan pasar barat.
• Penetapan zona parkir khusus di Pasar Gede menjadi zona A. • Pengelolaan parkir oleh masyarakat.
• Revitalisasi dan jalur NMT di seluruh kawasan Pasar Gede. • Penetapan daerah khusus logistik pada segmen 5. • Pengadaan manajemen logistik profesional khusus pengelolaan di Pasar Gede. • Street beautification pada Jalan Ketandan dan Jalan Suryo Pranoto.
• Menyediakan parkir becak paralel di Jalan RE Martadinata.
M
anajemen parkir memiliki dua sisi pendekatan ekonomi, yaitu dari sisi pelayanan dan penerimaan. Sisi pelayanan dalam konteks pemerintah adalah investasi. Model keseimbangan antara pelayanan dan penerimaan harus menjadi pendekatan utama dalam manajemen parkir. Skenario Investasi pada Konsep Manajemen Parkir Pada pelaksanaannya, skenario investasi dan model penerimaan (sistem pemasukan/revenue) yang umum terjadi saat ini terdapat pada tabel di bawah.
Skenario Investasi
Jangka Pendek
Investasi diarahkan untuk mengurangi parkir badan jalan. Kebijakan pembatasan parkir dengan lima model: time, duration, quota, pricing, location.
Pembangunan gedung parkir: bisa bekerja sama dengan pihak ketiga (BUMN, Swasta dengan konsep KPS).
Bogor
• Pemerintah kota menyusun Parking City Wide • Untuk lokasi Jalan Suryakancana, pemerintah kota memasukkan komponen parkir dalam RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) Jalan Suryakancana.
Pemerintah kota mengkaji kelayakan gedung parkir di Jalan Suryakancana berdasarkan preferensi pengguna parkir.
Pembangunan gedung parkir di titik simpul transportasi seperti stasiun, terminal dan titik trasfer lainnya.
Penerapan tarif parkir langganan tahunan yang disatukan dengan pajak kendaraan bermotor.
Jaminan kesediaan parkir bagi karcis berlangganan, disesuaikan dengan kapasitas parkir yang tersedia. Secara dinamis jumlah parkir berlangganan akan dibatasi yang diarahkan keluar pusat kota, dan akan dimulai dengan percontohan pembatasan jumlah parkir (SRP).
• Pusat kota ditata dengan parkir maksimum, parkir berlangganan tidak berlaku. • Hasil pendapatan parkir berlangganan digunakan untuk pembelian dan pemeliharaan angkutan umum di pusat kota
Pemindahan parkir badan jalan ke parkir di luar badan jalan pada segmen jalan koridor 1 Batik Solo Trans.
Penyediaan gedung parkir pada segmen koridor 1 Batik Solo Trans
Mengadakan operasi penertiban parkir, pelarangan parkir di tepi jalan, penataan parkir kawasan, penyediaan parkir di luar badan jalan, penyedian park and ride, penyusunan peraturan gubernur tentang perparkiran, penambahan alat parking meter.
Penetapan tarif parkir tinggi berdasarkan zona, kerjasama pengelolaan parkir, dan pengalihan parkir badan jalan ke parkir di luar badan jalan.
Melakukan tender 40 mesin alat parkir meter yang akan diperluas penggunaannya, tidak hanya di Jalan Braga.
Menerbitkan peraturan pengurangan parkir badan jalan bagi pengunjung dan komunitas yang berada di fasilitas parkir. Kemudian menetapkan pembatasan waktu parkir.
Sidoarjo
P
Surakarta
Jakarta
Penghapusan Parkir Badan Jalan Langkah ini diambil untuk mengurangi kemacetan akibat friksi yang terjadi antara kegiatan parkir badan jalan dengan aktivitas lalu lintas.
Penyediaan Lahan Parkir Penyediaan lahan parkir pada segmen 5 sebagai lokasi parkir alternatif saat parkir badan jalan pada segmen 4 dihilangkan.
Jangka panjang
• Pemerintah kota menyusun Parking Master Plan (dana APBD). • Penekanan pada upaya perbaikan manajemen parkir untuk menghilangkan kebocoran.
Beberapa solusi jangka pendek telah disiapkan oleh Pemerintah Kota Surakarta untuk menata kawasan Pasar Gede, di antaranya:
Pengaturan Sirkulasi Langkah ini merupakan salah satu bentuk rekayasa lalu lintas yang dilakukan dengan menempatkan barrier/median. Dilakukan juga pemindahan lokasi U-turn dan sistem satu arah.
Jangka menengah
Palembang
• Studi kelayakan dan Detailed Engineering Design (DED) pembangunan kantong parkir di bekas SPBU. • Studi kelayakan pengubahan JPO menjadi connecting bridge
2.3 INVESTASI DAN PENERIMAAN
Bandung
Di Bandung akan dikembangkan parkir di luar badan jalan secara vertikal dengan model parkir susun otomatis (robotic parking).
44
45
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
Model Penerimaan (Sistem Pemasukan/Revenue) No.
Model
Penjelasan
1
Sistem setoran dengan profit sharing.
Sharing penerimaan setoran antara Juru Parkir dan Dishub.
2
Sistem setoran dengan non profit sharing.
1. Juru Parkir mendapat gaji bulanan dari Dishub.
Palembang
Bogor
Surakarta
Sidoarjo
Jakarta
2. Total setoran (100%) diserahkan ke Dishub. 3
Pembayaran parkir tanpa melewati juru parkir.
Menggunakan alat bantu seperti meteran parkir.
4
Sistem tiket terintegrasi dengan angkutan umum.
Alat pembayaran parkir dapat digunakan untuk membayar jasa angkutan umum.
Penerapan skenario investasi dan model penerimaan (sistem pemasukan/revenue) pada manajemen parkir di beberapa kota di Indonesia pada umumnya dilakukan dengan pendekatan khas kota tersebut. Uraian berikut memberikan gambaran di sejumlah kota. 2.3.1 Palembang: Perbaruan Skenario Investasi dan Model Penerimaan (Sistem Pemasukan/Revenue) Penerapan manajemen parkir yang berlangsung saat ini di Kota Palembang masih berupa sistem lama yang menempatkan para juru parkir di bawah koordinasi Dishub Kota Palembang. Sesuai dengan perbaikan sistem manajemen parkir yang terus berkembang, direncanakan sistem manajemen parkir ini akan dikelola oleh pihak ketiga (PT SP2J). Pada saat ini, PT SP2J telah mempunyai Surat Keputusan Walikota sebagai pengelola parkir di CBD Sudirman. Tarif yang dikenakan pada pengguna parkir masih menggunakan ketentuan tarif lama yaitu Rp 2.000 sekali parkir untuk kendaraan jenis mobil dan Rp 1.000 sekali parkir untuk motor
Bandung
(flat rate). Seiring dengan kewenangan yang diberikan kepada PT SP2J maka akan segera diberlakukan tarif parkir berbasis waktu (time based), dengan metode cashless. Penerapan sistem ini dimaksudkan untuk mengurangi kebocoran pendapatan di sektor parkir, sesuai dengan arahan Wali Kota Palembang. 2.3.2 Bogor: Perbaruan Skenario Investasi Penetapan tarif parkir didasarkan pada Perda No. 6/2008, dengan ketetapan tarif parkir mobil sebesar Rp 2.000 dan sepeda motor Rp 1.000 yang berlaku sampai dengan Juli 2012. Untuk mengantisipasi kemacetan yang semakin parah, Pemerintah Kota Bogor menetapkan kawasan rawan macet untuk segmen jalan tertentu, dan Jalan Suryakancana masuk ke dalam kategori tersebut. Atas dasar aturan tersebut, DLLAJ menetapkan struktur tarif baru berdasarkan Perda No. 4/2012 adalah Rp 6.000 untuk parkir mobil dan Rp 3.000 untuk parkir sepeda motor. Sayangnya, tidak ada data mengenai tingk at okupansi parkir dan jangka waktu untuk menggambarkan kondisi sebelum dan sesudah perubahan tarif. Survey kemudian dilakukan untuk mengevaluasi keputusan Perda apakah tepat sasaran dan tidak menimbulkan efek sosial yang negatif. Efek sosial ini antara lain sempat muncul berupa spanduk dan leaflet berisikan penolakan atas kenaikan tarif parkir yang ditempel di setiap toko di Jalan Suryakancana. Kasus manajemen parkir terjadi juga pada ruas Jalan Pengadilan. Panjang ruas jalan ini adalah 470 meter dengan fungsi dua arah. Parkir badan jalan tersedia di kedua sisi jalan Pada 1 Oktober 2012, ruang jalan di sisi utara dilegalkan untuk parkir, dengan tarif baru sebesar Rp 6.000 atau tiga kali lipat tarif sebelumnya. Sementara di sisi selatan masih diberlakukan tarif Rp 2.000 per sekali parkir. Langkah ini dipandang sebagai usaha untuk mengurangi kemacetan terkait parkir pada saat jam pulang sekolah.
Foto parkir di Jalan Suryakencana. —Foto oleh: Rossaria Indah
47
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
2.3.3 Sidoarjo: Model Penerimaan (Sistem Pemasukan/Revenue) Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah menetapkan peraturan bahwa setiap kendaraan yang parkir di wilayah Kabupaten Sidoarjo dikenakan tarif berlangganan. Peraturan ini memiliki dasar hukum Perda No. 1 tahun 2006 tentang Retribusi Parkir dan Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo. Lokasi parkir yang dikenakan tarif parkir berlangganan ini antara lain parkir badan jalan umum, parkir di tempat khusus parkir atau lahan parkir yang dikelola pemerintah, dan parkir insidental. Kebijakan parkir berlangganan mengharuskan semua pemilik kendaraan membayar retribusi parkir tahunan. Kendali penanggung jawab kegiatan parkir berlangganan berada di tangan Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo. Dalam pengelolaannya, Dishub bekerja sama dengan Samsat Sidoarjo yang memfasilitasi pemungutan retribusi parkir berlangganan, dan Polres Sidoarjo dalam hal pengawasan pelaksanaan parkir berlangganan. Dalam proses pembayarannya, retribusi parkir wajib dibayar bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan.
DAMPAK TERHADAP PAD
Realisasi
Tarif Retribusi Parkir Berlangganan di Kabupaten Sidoarjo sesuai Perda 2/2012
4,06 % 7,79 %
90,01%
612.064.750
06
20
07
4.000.000
Realisasi dalam persen
20
3.600.511.750
Target (100%)
20
08
20
09
20 10
20 11
%
123,60
%
110,46
Roda 2 (R2)
Roda 4 (R4) dengan JBB<3500kg
Mobil bus/muatan dengan JBB > 3500 kg
Rp 25.000/tahun
Rp 50.000/tahun
Rp 60.000/tahun
19.897.918.000
18.000.000.000
11.125.327.250
Target
9.000.000
7.859.319.300
8.907.566.500
17.000.000.000
Target dan Realisasi Pendapatan Retibusi Parkir (dalam rupiah).
18.779.000.000
Dampak positif penerapan parkir berlangganan terhadap PAD Pemkab Sidoarjo terasa dengan terjadinya kenaikan pendapatan secara signifikan. Kenaikan ini terjadi mulai tahun 2010, dengan pendapatan bersih mencapai hingga 75%, dan sisanya terpakai untuk operasional pengelolaannya.
361.787.000
46
%
110,54
100 %
Sumber : Kantor Dishub UPT Parkir
51 BAB 1
49
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
2.3.4 Bandung: Perbaruan Skenario Investasi dan Model Penerimaan (Sistem Pemasukan/Revenue) Alat parking meter yang digunakan di Kota Bandung diadakan dengan sistem sewa, dengan biaya Rp 16 Juta/unit/tahun. Sampai Juni 2014 proses lelang masih berlangsung untuk pengadaan 40 unit alat parkir meter sebagaimana direncanakan. Alat parking meter yang dipasang di Jalan Braga mengandalkan pecahan uang dalam bentuk koin untuk pembayarannya. Pengguna parkir akan diarahkan oleh juru parkir untuk melakukan transaksi pada alat parking meter. Pengguna parkir lalu memasukan data nomor polisi kendaraannya kedalam sistem. Selanjutnya, memasukan uang pecahan koin Rp 500 atau Rp 1.000 ke dalam alat parking meter, dengan rincian Rp 2.000 untuk dua jam pertama, dan dikenakan tarif Rp 2.000 untuk setiap jam berikutnya.
16.000
48
536
2.3.5 Jakarta: Model Investasi Ditinjau dari aspek finansial, penyelenggaraan parkir menjadi beban bagi APBD DKI. Dalam perjalanannya, pengelolaan perparkiran di Jakarta terus merugi dan menuntut suntikan dana atau subsidi dari APBD DKI sekitar Rp 7-15 miliar per tahunnya. Padahal potensi pendapatan parkir di Jakarta amat menjanjikan dengan jumlah kendaraan lebih dari delapan juta unit. Unit Pelayanan (UP) Perparkiran Jakarta saat ini mengelola sekitar 16.000 SRP badan jalan yang jika ditarik retribusi sebesar Rp 10.000/hari maka pendapatan mencapai Rp 57,6 miliar per tahun, belum termasuk pendapatan dari parkir sepeda motor. Faktanya pendapatan parkir yang diserahkan ke daerah hanya mencapai Rp 22 miliar/tahun, tanpa kenaikan pendapatan dari retribusi parkir dalam rentang 10 tahun terakhir. Perbandingan kebocoran pendapatan parkir di Jakarta dapat ditinjau dengan membandingkan SRP dengan salah satu kota. Berikut tabel perbandingan SRP dan pendapatan parkir Jakarta dengan Palembang:
Palembang
Jakarta
2.3.6 Surakarta: Model Penerimaan Sistem Zona (Sistem Pemasukan/Revenue) Kota Surakarta menerapkan tarif parkir badan jalan sesuai dengan zona pada tanggal 1 Januari 2012, sesuai dengan Peraturan Walikota No. 16 tahun 2011. Dari lima zona penerapan tarif parkir; Zona C, D, dan E merupakan zona implementasi pertama. Sedangkan zona A dan B akan mengkuti tarif zona C. Tarif berdasarkan Zona di Surakarta Jenis Kendaraan
Tarif Parkir di Tepi Jalan Umum (Rp) Zona A
Zona B
Zona C
Zona D
Zona E
Sepeda
500
500
500
500
500
Andong
500
500
500
500
500
Sepeda Motor
3.000
2.500
2.000
1.500
1.000
MobilPenumpang/ Pick up
5.000
4000
3.000
2.000
1.500
Bus sedang/ truk sedang
8.000
6.500
5.000
3.500
3.000
Bus besar/ Truk besar
10.000
8.500
7.000
5.500
4.000
JUMLAH SRP BADAN JALAN
Tabel perbandingan SRP dan pendapatan parkir Jakarta dengan Palembang
PENDAPATAN (PER TAHUN) Dalam miliar rupiah 22,0 miliar
Jakarta Palembang
5,2
Keterangan
Satu kali parkir maksimum satu jam, tiap satu jam kelebihan dikenakan tarif tambahan sebesar 100% dari besarnya retribusi yang ditetapkan. Kelebihan jam parkir kurang satu jam dihitung satu jam.
50
51
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
2.4 PENERAPAN ASPEK TEKNIS
A
spek teknis dalam konsep manajemen parkir mencakup aspek observasi dan survey serta perangkat keras (hardware). Kedua hal ini memiliki keterkaitan yang kuat satu sama lain.
Observasi dan Survey Sebelum melangkah pada rekayasa lalu lintas dan pengadaan perangkat keras pendukung aspek teknis manajemen lalu lintas, dilakukan observasi dan survey terlebih dahulu. Melalui kegiatan ini akan didapat gambaran detail mengenai kebutuhan aspek teknis. Dengan demikian, kebijakan pengadaan perangkat keras akan sesuai dengan perhitungan dan tepat sasaran.
Kota
Kegiatan observasi dan survey
1
Palembang
Karakteristik pengguna parkir, durasi parkir, volume parkir, inventaris SRP
2
Bogor
Durasi parkir, volume parkir, inventaris SRP
3
Surakarta
Inventaris SRP
No
b. Durasi Parkir Pada Februari 2012 dilakukan survey yang bertujuan untuk menganalisis karakteristik pengguna parkir di Jalan Sudirman (GIZ SUTIP). Hasil survey menunjukan mayoritas pengguna parkir badan jalan berdurasi kurang dari satu jam. Akan tetapi secara prinsip, walaupun minoritas, pengguna parkir berdurasi lebih dari satu jam (bahkan sampai empat jam), dikenakan tarif yang sama dengan pengguna parkir berdurasi kurang dari satu jam. Peta Durasi Parkir per Segmen di Jalan Sudirman, Palembang 5% 6% 7%
8% 38%
22%
I ND
N
A AL
K SO
II
G
AN
CA
J
AN
3% 2%
89%
IRM UD NS LA
25%
Holland Bakery
O
JA
2.4.1 Palembang: Reposisi Satuan Ruang Parkir a. Pola parkir Pola parkir mobil di Jalan Sudirman telah mengganggu arus lalu lintas di sekitarnya. Manuver kendaraan yang parkir mengakibatkan friksi, sehingga antrean atau kemacetan tidak dapat dihindari. Sebagai solusi jangka pendek, perlu dilakukan perubahan posisi parkir, dari parkir sudut (600–900) menjadi lurus (1800). Secara otomatis ruang parkir yang tersedia menjadi berkurang. Dari hasil survey didapat data bahwa saat penerapan parkir sudut terdapat sekitar 350 SRP, yang berkurang menjadi sekitar 200 SRP dengan sistem parkir paralel. Sedangkan untuk parkir motor menyesuaikan dengan ruang kosong tanpa mengganggu ruang parkir mobil.
Dishub Kota Palembang bekerjasama Gambar Simulasi Parkir Paralel dengan GIZ SUTIP membuat simulasi peta di Jalan Sudirman detail dimensi SRP Jalan Sudirman bila pola parkir diubah menjadi paralel. Gambar ini juga memasukan nama toko setempat, sebagai benchmark atau indikator segmen parkir tertentu. Lebar geometrik yang bervariasi memengaruhi perilaku parkir itu sendiri. Segmen jalan yang lebih sempit, cenderung memberikan efek bottle neck.
8%
87%
PARALEL PARALEL
Kurang dari satu jam
2 jam
3 jam
4 jam
Lebih dari 4 jam
c. Tata Guna Lahan Sebagai CBD, tata guna lahan yang didominasi oleh usaha ekonomi menengah ke bawah memengaruhi karakteristik parkir badan jalan. Berikut visualisasi peta fungsi lahan berdasarkan jenis usaha yang disebut dengan Building Code (GIZ SUTIP).
t
ng inu em
bun
S.Tu
i
rinc
.Ke
n g. G
Peta Karakteristik Tata Guna Lahan di Jalan Sudirman, Palembang
G
n
iA
UD
Jl. S
nd
a l. C
II
Supermarket//Minimarket Supermarket Toko Besi Tua Tempat Ibadah Department Store/Plaza/ Store/Plaza/ /Plaza/Mall Mall Agen Travel Sekolah/Puskesmas Bank Restoran/Tempat Makan Toko Pakaian Toko Elektronik Toko Furnitur/Perabot Rumah Tangga Pusat Otomotif Hotel/Penginapan
MA
IR
eru em
J
un
ub
N
.T . KS
Jl
Lr. H.S
Lr.
uu d Jl.
r
tn
g
Le
Pasar Cinde
s
ma
lap Su it uk
N
po m De Jl.
Jl. L
R
aki ati
Jl. un
m
n
an egar
Lr. S
lingi
u
nt
Bu
an
kit
La
O
TM
Lr.
Jl. Ka
Jl.
.A
OL
N
MA
IR K Jl.
n
ea
nd
a ep
Lr. Dagi
gara
i
UD
.K JL
Lr.
us
lit
Be
gk
Jl.
au
at
ak Kr
ngis Jl. Sela
Jl. Se
Gg. J
Se
L
.S
K
JL
Jl.
ol
tan
Jl. Karet
200
g
LA
150
Lr. Kambin
N
WE
100
It R.
e
e nZ
O ETK
N KA
S
L. I
JL.
g
MA IR
DE
uti
DA
n
Meter
TK
t Say
b Ke
.I OL
LE JL.
J
JL. L 50
u
ata
ak
R
AR
D AN
SK
r l. K
Jl. Le
au
kat
Kra
O
alaya
nin
UD
CIN
TM
Jl. Him
go
.A
KANDA ETKOL. IS
0
Na
Lr.
on
Lr.
H.
OL
g un Kid Lr.
R
Jl. D
o
.K
.S
ri
Nu
JL.
A
Jl.
h Mu
JL
N
o
emp
Ruko
JL
ad
m am
mp
un
B Lr.
ar
o Lu
emp
Jl. D
De
tu
Ruko
Jl.
O
Jl. Krakatau
TM
eru
ri
Nu
.H
Gg
R Jl.
.A
is
P Lr.
AN
A.
.H UA
OL
ak
IRM
Gg gH
a RN
lin
g an
UA
l
ng
Jl.
H ing
UD
gi
lan
. Pe
.S
in
L Jl.
.K
JL
di
JL
Lr.
n
la We
Jl. Sem
Le
.B
Jai
am
kit As
Jl. Bu
Lr
en
wa
nd
na
Ta
Pe
Jl.
Gg
Jl.
n tna
as
aim
J an
PT
.S JL
ko
o gs
Jl. K
PT
i
erap
n.M
G Gg.
n . Ca
Jl. S
ko
J
g Man
a Seh Gg.
so gko
bon
e Jl. K
gso
n di A
bo l. Ke
gis
an
Jl. C
gis
ang
nM
wa
n alia
n di A
53
ing
Sis man
g un ab Sin
Jl. G
ko
gso
Jl
b Jl. Menum
er Lr. G
Jl. Ta
Jl.
l eh
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
eng
end
o H.S Lr.
52
Lr. Kuning
54
55
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
c. Parkir di Luar Badan Jalan di International Plaza (IP) International Plaza terletak pada segmen tengah Jalan Sudirman. Survey menunjukan bahwa okupansi parkir gedung di International Plaza sangat rendah. Survey yang dilakukan Paul Barter (tenaga ahli manajemen parkir) menunjukan okupansi kurang dari 30% pada hari kerja. Potensi ini dapat dimanfaatkan dalam membuat sistem parkir bersama.
A
Titik Lokasi Survey di Jalan Suryakencana B C
D
E F G
H
I
J
K
L M
N
O P Q R
100% 90%
D B C A 94% 96% 96% 96%
80%
E F 76%
70% 60%
Ruang parkir di International Plaza.—Foto oleh: Ines Aulia Ummi Salamah
Nilai rata-rata okupansi parkir pada enam survey yang diadakan pada tanggal 4, 5, dan 6 Agustus 2012.
91%
P H
G 56% 56%
50% 40%
2.4.2 Bogor: Karakteristik Parkir Badan Jalan di Jalan Suryakancana dan Jalan Pengadilan Parkir badan jalan berada dalam pola parkir paralel di sepanjang sisi kiri jalan satu arah. Terdapat 162 SRP paralel sepanjang jalan dari ujung utara sampai Jalan Siliwangi. Akan tetapi, bila dihitung berdasarkan marka parkir, jumlah SRP lebih sedikit dari ruang parkir yang digunakan akibat ukuran yang terlalu besar dibandingkan dengan standar internasional. Akibatnya, dalam praktik parkir mobil memiliki jarak sekitar satu meter dari tepi jalan. Ruang antara kendaraan dan trotoar ini kemudian sering dimanfaatkan oleh sepeda motor, PKL dan puing-puing (sampah bangunan). a. Estimasi Okupansi Parkir Badan Jalan Suryakancana Pada awal 2012 dilakukan survey untuk mengukur kepadatan setiap wilayah target survey pada hari kerja (Kamis) dan akhir pekan (Sabtu). Tingkat okupansi rata-rata secara keseluruhan di sepanjang jalan adalah 65%, yang bisa dilihat pada infografis pada halaman sebelah.
67% K 51% I 30%
30%
M
J 33%
Q
R 78%
72%
N O 52% 52%
46% L 28%
20% 10% A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
Dari hasil tersebut secara jelas nampak bahwa okupansi parkir di sepanjang jalan ini memiliki karakteristik sebagai berikut: • Tingkat kejenuhan tinggi yang konstan di bagian paling utara, tidak terjadi secara merata di sepanjang segmen Jalan Suryakancana. • Umumnya okupansi sangat rendah antara bagian G (sekitar 20 ruang ke selatan dari wilayah parkir lahan kosong) dan bagian O (seberang ruko yang sedang dibangun, sedikit ke utara dari persimpangan Jl. Roda). • Tingkat okupansi tinggi yang relatif, dengan kondisi jenuh pada beberapa waktu, dari bagian P ke selatan (di utara Jl. Roda) sampai ujung selatan tanda parkir.
R
56
57
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
• Durasi Parkir: Singkat atau Lama Distribusi durasi parkir merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan. Sebagai contoh, pengguna parkir berdurasi lama cenderung lebih mudah untuk berpindah ke lokasi parkir alternatif yang lebih jauh. Pada umumnya, mereka tidak keberatan untuk menempuh perjalanan sedikit lebih jauh untuk mendapatkan durasi parkir lebih lama di lokasi yang mereka tuju. Bertolak belakang dengan itu, pengguna parkir berdurasi singkat cenderung lebih sulit untuk berpindah, karena mereka pada umumnya hanya singgah sebentar dan cenderung segan bila harus menempuh perjalanan relatif jauh dari lokasi yang dituju, untuk mendapatkan parkir. Oleh karena itu, keputusan untuk membuat batas zona tarif dipengaruhi oleh karakteristik durasi parkir tersebut. Tingginya persentase parkir berdurasi lama di lokasi/area yang cukup sepi di zona tengah adalah hal tepat dan diharapkan dapat mendorong perubahan kebijakan yang akan dibahas di bab selanjutnya. Sebagai contoh, jika tarif di daerah bagian tengah dikembalikan ke tarif semula, diharapkan pengguna parkir berdurasi lama terdorong untuk berpindah ke daerah tersebut sehingga ruang parkir di daerah sibuk dan ramai di bagian utara dan selatan dapat dipergunakan untuk parkir berdurasi singkat. b. Estimasi Okupansi Parkir Badan di Jalan Pengadilan Fokus utama dari perhatian Dishub di sini adalah kemacetan yang terjadi di dekat komplek sekolah selama satu jam atau lebih pada jam sekolah. • Kondisi dan Okupansi Parkir Waktu puncak parkir di kedua sisi jalan ini terjadi antara pukul 10 pagi sampai 2 siang. Hal tersebut sesuai dengan survey dan pengamatan SUTIP yang dilakukan sebelum dan selama misi ini (lihat data dan pembahasan di bawah ini). Permintaan parkir pada jam puncak antara pukul 10 pagi sampai 1 siang nampaknya didominasi oleh pengunjung gedung pengadilan, pengunjung gedung lain, beberapa siswa senior yang mengendarai mobil ke sekolah, dan beberapa pengunjung rumah sakit di sisi Jalan Sudirman. Kepadatan parkir setelah jam sekolah sangatlah rendah. Begitu juga pada hari libur sekolah. Pada obervasi yang dilakukan, didapat data bahwa okupansi rendah terjadi di sisi utara (30 September 2012 pukul 13.55, sebelum parkir dilegalkan dengan
tarif Rp 6.000). Diperkirakan murid-murid telah keluar lebih awal dibandingkan dengan survey pada tanggal 23 Oktober dengan jam pulang sekolah pada pukul 1.30 siang. Selama survey di bulan Oktober sudah dilakukan dua observasi okupansi secara cepat di sebagian timur jalan Pengadilan. Dari observasi yang dilakukan pada waktu mendekati jam pulang dan setelahnya (sekitar pukul 13.30), terlhat data kepadatan parkir meningkat lebih dari 100% di sekitar area sekolah (di kedua sisi jalan) dan masih sangat tinggi selama sekitar satu jam. Sebagian besar arus lalu lintas penjemput nampaknya menuju ke arah barat dari Jalan Sudirman.
P
erangkat keras, seperti marka dan rambu, menjadi alat utama dalam mendukung implementasi kebijakan manajemen parkir. Kota-kota di bawah ini telah melengkapi kegiatan manajemen parkir mereka dengan perangkat kerja berdasarkan rekomendasi dari aktivitas survey dan observasi.
2.5 HARDWARE (MARKA, RAMBU)
Tabel Perangkat Keras di Tiga Kota Kota
Perangkat keras (Hardware)
Palembang
Rambu larangan parkir di beberapa titik.
Bogor
Marka parkir, rambu larangan parkir ganda, rambu kawasan parkir tarif tinggi.
Surakarta
Marka parkir, pelebaran jalur pedestrian
Area diperbesar
Palembang Marka dan Rambu Parkir Badan Jalan Parkir badan jalan di Jalan Sudirman belum dilengkapi dengan marka. Hal ini mengakibatkan tidak konsistennya SRP mobil maupun motor. Manuver parkir akan sangat memengaruhi lalu lintas karena belum tersedia marka service lane.
Bogor Penyesuaian Tarif Parkir Kota Bogor menerapkan kebijakan tarif tinggi di Jalan Suryakancana berdasarkan titik atau segmen dengan tingkat kepadatan parkir tertentu. Penerapan kebijakan ini ditunjang oleh sarana pendukung seperti rambu parkir. Rambu ini menjadi sarana informasi titik batas penerapan tarif parkir mahal, dan titik batas penerapan parkir normal. Selain rambu informasi terdapat juga rambu larangan parkir ganda.
Surakarta Rekayasa Lalu Lintas Beberapa langkah jangka pendek telah disiapkan oleh Pemerintah Kota Surakarta untuk menata kawasan Pasar Gede, di antaranya: • Pengaturan sirkulasi • Penghapusan parkir badan jalan • Penyediaan lahan parkir
58
59
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
2.6 EVALUASI
S
ektor parkir menjadi salah satu tulang punggung PAD perkotaan di Indonesia. Akan tetapi, setiap kebijakan manajemen parkir, harus memiliki dampak yang positif terhadap dua hal, yaitu pendapatan dan pelayanan. Tabel dan gambar di bawah ini menunjukan performance indicator kebijakan parkir yang telah dilakukan oleh kota-kota yang telah dibahas di atas.
Zona Optimum Perbandingan V/C Ratio dengan Pendapatan Sektor Parkir 1.00 0.95
Bandung
Yogyakarta
0.90
Sidoarjo
Bogor
0.85
jakarta
0.80
Palembang
Zona Optimum
0.75 0.70 Contoh parkir paralel di Jalan Sudirman Palembang.
-‐
1
2
3
4
5
6
7
Dalam juta Millions (Retribusi Parkir/SRP)
— Foto oleh: Achmad Izzul Waro
Tabel Perbandingan PAD Retribusi Parkir dengan Kinerja Jalan V/C Ratio
Kota
1
Jakarta
2
Palembang
3
PAD Retribusi Parkir
SRP
Pendapatan/ SRP
V/C Ratio
Tahun
Berdasarkan grafik di bawah ini, kota Palembang perlu memperluas kebijakan manajemen parkir untuk ruang lingkup perkotaan. Sistem tarif berdasarkan zona seperti yang diterapkan Kota Bogor dan Solo dapat diterapkan di Kota Palembang.
Sumber Data
22.000.000.000
16.000
1.375.000
0,85
2014
Litbang MoT
3.500.000.000
5.561
629.383
0,79
2009
Pagi Jalan Sudirman
Sidoarjo
3.600.511.750
595
6.051.280
0,95
2012
Rata-rata Jalan Nasional PorongSidoarjo
4
Bandung
4.500.000.000
1.637
2.748.931
0,92
2007
WTN 2007
5
Yogyakarta
2.360.692.500
2.003
1.178.578
0,93
2007
WTN 2007
6
Bogor
2.131.468.800
1.185
1.798.708
0,86
2012
DLLAJ*
Perbandingan PAD Sektor Parkir Tahun 2012 8 7 6 5 4
Zona optimum pada gambar di halaman berikut merupakan zona yang menjadi tujuan akhir setiap penerapan kebijakan manajemen parkir. Kasus Sidoarjo dari aspek PAD sudah menunjukan kenaikan, namun tidak berimbas pada pelayanan, dalam hal ini diperlihatkan dalam v/c ratio. Tantangan terbesar masih diperlihatkan oleh Kota Jakarta, yang dengan jumlah SRP yang fantastis, tidak menunjukan kontribusi pada PAD yang signifikan.
3 Dalam miliar
No
2 1
Jakarta
Palembang
Sidoarjo
Bandung
Yogyakarta
Bogor
60
61
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
2.7 FAKTA PARKIR SEPEDA MOTOR
S
epeda motor telah berkembang menjadi moda transportasi dengan komposisi yang besar di kota-kota di Indonesia, sehingga kebutuhan penyediaan parkir bagi sepeda motor tidak bisa dianggap sepele. Perilaku dan karakteristik parkir sepeda motor yang berbeda dengan kendaraan lainnya menimbulkan munculnya permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan parkir sepeda motor di kota-kota Indonesia. Di sisi lain aturan teknis untuk parkir sepeda motor yang belum dibentuk dengan tepat oleh pemerintah pusat maupun daerah menyebabkan terjadi banyak pelanggaran di kota-kota di Indonesia. Selain itu infrastruktur parkir seperti marka dan rambu untuk sepeda motor yang belum dibangun dengan tepat yang terkadang membuat para pengendara bingung dan pada akhirnya menyebabkan pelanggaran aturan. Pada sub-bab ini akan dijelaskan mengenai beberapa fakta parkir sepeda motor yang terjadi di Palembang, Bogor, dan Surakarta.
jalan utama di kawasan metropolis karena hampir seperempat jalan digunakan untuk parkir kendaraan. Misalnya di Jl. Jenderal Sudirman, meskipun pemerintah sudah menetapkan kebijakan parkir paralel sejak beberapa tahun lalu, tapi ini belum efektif mengingat parkir motor kini justru melonjak hingga memakan seperempat badan jalan. Begitu juga di Jl. POM IX, tanda larangan parkir tidak dihiraukan sebagaian masyarakat dengan memarkirkan kendaraan baik motor maupun mobil. Kejadian serupa juga di Jl. Kol Atmo, Jl. Letkol Iskandar dan jalan utama lainnya. Banyaknya permasalahan parkir ini membuat Dinas Perhubungan Kota Palembang menindak tegas para pelanggar parkir ini dengan, antara lain, langsung mengangkut sepeda motor tersebut.
Gambar Parkir Sepeda Motor dan Mobil Pada Badan Jalan di Kawasan Borromeus Bandung. —Foto oleh: : Muhamad Rizki, GIZ
2.7.1 Parkir Sepeda Motor di Kota Palembang Aktivitas parkir di badan jalan Kota Palembang yang belum dilengkapi dengan marka dan rambu mengakibatkan tidak konsistennya SRP mobil maupun motor sehingga terjadi ketidakaturan parkir, termasuk untuk pengguna sepeda motor. Tanda lokasi parkir sepeda motor yang belum jelas menyebabkan banyak sepeda motor parkir sembarangan di jalan-jalan protokol. Penataan parkir sepeda motor di Kota Palembang yang belum rapi, sangat berdampak pada aktivitas transportasi. Tidak jarang parkir juga menjadi penyebab utama kemacetan di sejumlah
Gambar Pengangkutan Sepeda Motor di Kota Palembang Selain parkir motor liar, kondisi parkir di jalan utama ini akhirnya dimanfaatkan sebagian besar oknum juru parkir yang tidak memiliki izin dari Dishub untuk meraih keuntungan dengan menarik tarif parkir tanpa kordinasi dengan pemerintah setempat. Terlebih, tarif parkir yang mereka tetapkan lebih besar daripada ketentuan tarif parkir berdasarkan Peraturan Daerah. —Sumber: RMOL Sumatera Selatan
62
63
B AB 2 I M P L E M E N TA S I M ANAJE ME N PAR KI R SAAT INI
2.7.2 Parkir Sepeda Motor di Kota Bogor Kota Bogor saat ini terkenal macet saat jam kerja dan hari libur. Kondisi jalan yang sempit dan juga parkir kendaraan yang memakan badan jalan, khususnya parkir sepeda motor yang semakin tidak terkendali, menjadi penyebabnya. Pemerintah Kota Bogor melalui Dishub melakukan upaya penataan parkir sepeda motor pada titik-titik dengan kepadatan parkir yang tinggi seperti Jl. Suryakencana, Jl. Mayor Oking, Jl. Djuanda, Jl. Pajajaran, Jl. Otista dan Jl. Sudirman. Penataaan ini disertai dengan penindakan tegas oleh Dishub kepada para pelanggar dengan cara menggembok atau menggembosi ban.
Gambar Penggembokan Sepeda Motor di Kota Surakarta Menyikapi permasalahan tersebut, UPTD Perparkiran Dishubkominfo Kota Surakarta menindak kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang melanggar aturan parkir dengan melakukan penggembokan. Selain itu dilakukan juga penertiban dengan cara menempatkan tanda larangan parkir berupa rambu dan marka, tanda larangan parkir di sekitar penyeberangan pejalan kaki atau trotoar, pada tikungan atau tanjakan, dan daerah perlintasan kereta api. —Sumber: Merdeka.com
Gambar Parkir Sepeda Motor Bercampur Dengan PKL di Jalan Surya Kencana Bogor —Foto oleh: Raden Mirza Aldi, GIZ
2.7.3 Parkir Sepeda Motor di Kota Surakarta Pertumbuhan sepeda motor di Kota Surakarta pada tahun 20112012 mencapai 50%. Menurut data rekapitulasi kendaran sepeda motor dari kepolisian, pada tahun 2013 angka kepemilikan sepeda motor di Kota Solo mencapai 426.000. Peningkatan ini tidak disertai dengan penyediaan lahan parkir yang cukup sehingga menyebabkan ketidakaturan, khususnya parkir sepeda motor di badan jalan. Perubahan tata guna lahan banyak yang tidak disertai dengan pengadaan lahan parkir. Pada Jl. Slamet Riyadi sebagai contoh sekitar 70% guna lahan tidak memiliki lahan parkir. Ditambah lagi kerapnya perubahan tata guna lahan melupakan kebutuhan standar parkir. Hal ini menyebabkan masyarakat memanfaatkan fasilitas jalan yang tidak semestinya semisal citywalk.
Gambar Parkir Sepeda Motor di Jl Selamet Riyadi Surakarta. —Foto olehr: Titis Efrindu, GIZ
Beberapa langkah juga telah disiapkan oleh Pemerintah Kota Surakarta untuk menata kawasan perekonomian di Kota Surakarta, seperti: • Penerapan zona parkir • Penggembokan parkir di daerah larangan parkir • Pelarangan parkir di Jalur lambat • Tarif parkir progressif di Jl. Gatot Subroto • Penghapusan parkir badan jalan.
64
3
65
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
Skenario Peningkatan Pelayanan Parkir di Indonesia
M
empertimbangkan kondisi pelayanan parkir kotakota di Indonesia yang masih jauh dari target yang diharapkan, peningkatan pelayanan parkir harus diperbaiki secara bertahap namun menyeluruh. Manajemen parkir adalah bagian dari sistem transportasi perkotaan berkelanjutan yang mengemban misi agar pelayanan parkir dapat berfungsi optimal. Pelayanan optimal dimaksud adalah mengatur pemberian tempat bagi kendaraan yang akan berhenti di ruang milik jalan pada wilayah yang memungkinkan dan/atau membatasi penggunaan ruang parkir pada wilayah tertentu yang terkena pembatasan penggunaan kendaraan pribadi. Dalam konteks ini, terangkum formula penerapan manajemen parkir sebagai berikut:
1 P PARKIR untuk 2 jam
3
P
P
4
P
1
2
P Pk .1
8.0
0-
Pk 2
1.0
0
PARKIR 10.0016.00
2
Menentukan formulasi masalah parkir di perkotaan. Persoalan penting yang harus dilakukan otoritas kota adalah menentukan data parkir, melakukan monitoring dan kemudian menyusun perumusan identifikasi masalah, dan dilanjutkan dengan tahapan proses evaluasi. Merencanakan desain parkir pada badan jalan. Aspek teknis dan penarifan parkir pada badan jalan merupakan dua komponen penting yang memerlukan penjelasan. Hal yang menjadi pertanyaan adalah di mana seharusnya parkir pada badan jalan ditperbolehkan, dan di mana tidak diperbolehkan. Jika parkir pada badan jalan harus dihapus, bagaimana cara menghapusnya supaya manfaatnya dapat dirasakan pengguna jalan dan berdampak pada peruntukan tata guna lahan sekitarnya. Di kota-kota di
Indonesia, selain parkir kendaraan beroda empat atau lebih, parkir sepeda motor juga menjadi persoalan tersendiri yang harus dibahas. Pertanyaan seputar manajemen KRAP EDIR DNA bongkar muat barang saat parkir di badan jalan juga perlu dimasukkan dalam pembahasan. KRAP EDIR DNA
3
KRAP EDIR DNA
KRAP EDIR DNA
4
P
Penyediaan parkir di luar badan jalan. Tingginya kebutuhan parkir memunculkan kebutuhan akan pengadaan parkir di luar badan jalan, baik berupa taman parkir maupun gedung parkir. Dalam konteks gedung parkir ini perlu dibahas tentang aspek teknis, aspek pembiayaan juga bentuk kerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat dalam penyediaan dan pengelolaan gedung parkir. Aspek pendukung bagi manajemen parkir. Tidak kalah penting dalam kaitan manajemen parkir adalah persoalan terkait manajemen pengelolaan, aspek penegakan hukum serta terkait pula dengan keamanan dan keselamatan parkir. T
P
ARIF
P
MOB
IL 1
PAR K
IR
JAM PERT AM 1J P JA AM KED A RP.XX M BE X U RIKU A RP.X XX XX TNYA RP.X XX XXX X
SETIA
emerintah atau otoritas kota harus mencermati masalah parkir dengan seksama agar tidak salah mengambil kesimpulan. Untuk mendapatkan masukan masalah perparkiran tidak cukup hanya satu dua kali meninjau ke lapangan, melainkan perlu dilakukan survei dan pengumpulan data. Survei yang diperlukan terdiri dari (a) inventarisasi parkir: untuk menjelaskan mengenai ketersediaan ruang parkir, (b) survei okupansi: untuk menjelaskan mengenai pemanfaatan ruang parkir, termasuk jika di dalamnya tersedia parkir ilegal, dan (c) survei pelat nomor kendaraan: untuk menjelaskan perilaku kendaraan dalam ruang parkir, khususnya untuk mendapatkan gambaran lamanya waktu parkir. Survei dapat dilakukan pemerintah kota sendiri atau dilakukan oleh tim profesional di bidang pendataan. Jika ketersediaan anggaran terbatas, dapat dilakukan survei yang lebih sederhana.
3.1 Data Parkir, Monitoring, Identifikasi Masalah dan Evaluasi
66
67
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
KASUS: Sering dijumpai kondisi parkir di badan jalan yang terisi penuh sehingga mengundang orang memanfaatkan parkir ilegal: tanpa karcis dan penanggung jawabnya. Banyak orang menduga bahwa hal ini terjadi karena jumlah ruang parkir yang kurang. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya tepat karena pada banyak kasus, masalah ini timbul justru karena lemahnya manajemen parkir yang mengakibatkan munculnya lokasi parkir favorit yang selalu terisi penuh dan sebaliknya terdapat pula lokasi parkir yang kosong karena kurang strategis, bahkan pada jam puncak sekalipun. —Foto oleh: Fredy Susanto
3.1.1 Inventarisasi Data Parkir Inventarisasi data parkir mencakup data-data statis seperti: lokasi parkir dan jumlah SRP yang tersedia, baik untuk parkir di badan jalan maupun parkir di luar badan jalan. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: A. Persiapan
Acuan berupa peta kadaster atau peta teknis, biasanya dengan skala 1:100 sampai 1:5.000.
Formulir yang dipersiapkan khusus yang akan memudahkan pemasukan data.
Kamera
Izin survei
B. Pengisian Data ke dalam Formulir Jika memungkinkan digunakan data Geographic Information System (GIS) milik Pemkot yang akan menjadi acuan, standarisasi dan keterpaduan dalam bentuk peta jalan dan peta land use. Jika tidak tersedia data GIS dapat digunakan perangkat lunak sederhana untuk mendapatkan inventarisasi parkir standar. C. Mendata Parkir Tidak Resmi Pendataan dilakukan pada lokasi dengan manajemen parkir yang lemah, seperti parkir di trotoar, parkir ganda, dan pada badan jalan yang memiliki rambu larangan parkir, dll.
D. Survei Okupansi Survei okupansi dilakukan untuk mendapatkan informasi persentase luasan ruang parkir yang digunakan oleh kendaraan untuk parkir. Nilai maksimum okupansi 100%, namun titik kritis tingkat kenyamanan terjadi bila okupansi telah mencapai 85%. Nilai okupansi dilakukan berdasarkan variasi: (a) tempat, (b) waktujam [dalam satu hari], dan (c) waktu-hari [hari kerja atau libur]. E. Tahap Persiapan: • Melakukan pengecekan dengan survei inventarisasi pada wilayah sasaran survei okupansi • Menentukan pilihan atas metoda perhitungan yang akan dilakukan: metoda akumulasi (accumulation), metoda ruang (space-by-space) atau metoda berdasarkan segmen (segmentby-segment). • Metoda space-by-space dilakukan dengan cara: • Membagi segmen jalan menjadi 10-20 bagian. Tiap segmen memiliki karakter sendiri, baik dalam pelayanan maupun besaran tarifnya. Pada seksi khusus diberikan pemilahan untuk membedakan fungsinya; seperti untuk bongkar/muat barang atau untuk penyandang cacat. • Penetapan waktu yang tepat • Tipikal hari kerja. • Hari dengan kondisi parkir paling bermasalah. • Jika diperlukan dapat diberlakukan juga pada hari libur • Memberikan informasi parkir pada kondisi cuaca rawan atau kondisi yang tidak biasanya. F. Tahap Pelaksanaan Survei: Melakukan survei dengan berjalan kaki, mencatat ke dalam formulir. Akan lebih baik jika dilengkapi dengan data video agar dapat dilihat setelah kembali. • Konsisten pada rute yang telah ditetapkan. • Menetapkan waktu survei, biasanya antara pukul 06.00 sampai dengan 22.00. • Pada umumnya, rentang waktu antara pukul 05.00 sampai dengan 06.00 menggambarkan kondisi parkir pada waktu malam sebelumnya.
68
69
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
H. Survei Pelat Nomor Kendaraan Survei pelat nomor kendaraan kendaraan yang terparkir bertujuan untuk mengetahui rata-rata jumlah kendaraan yang parkir di badan jalan di koridor tertentu per hari, dan jumlah SRP pada badan jalan pada koridor tertentu.
G. Memilih frekuensi pengamatan: • Secara umum standar interval pengukuran adalah satu jam. • Pada wilayah padat parkir, dapat digunakan interval pengukuran per 15 menit. • Apabila anggaran sangat terbatas bisa dibuat pengamatan sebanyak 3-4 kali sehari, mencakup jam-jam puncak harian.
Alat observasi yang perlu dipersiapkan antara lain adalah:
Tabel Form Survei Okupansi Space-by-Space Tanggal:
Kode Segmen:
Jenis Kendaraan:
Pengamatan terhadap Parkir Ilegal:
Petugas:
Waktu Pengamatan (Mulai) Kode Spasial
18:00
18:15
18:30
18:45
19:00
19:15
19:30
19:45
20:00
20:15
20:30
20:45
21:00
21:15
21:30
21 22
1. Alat tulis
23 24
2. Papan jalan
3. Counter, sebagai alat untuk menghitung satuan ruang parkir
4. Formulir survei
Tabel Form Survei Okupansi Segment-by-Segment Tanggal:
Kode Segmen:
Panjang Segmen:
Panjang Kendaraan (m) dalam Segmen:
Parkir Resmi Waktu
Mobil (<5.5m
Sepeda Motor
Truk Sedang (>5.5m)
Parkir Tidak Resmi (Ilegal) Lainnya
Mobil
Sepeda Motor
Truk Sedang (>5.5m)
12:00 12:15 12:30 12:45 13:00 13:15
Contoh Hasil Peta Okupansi
Lainnya
Petugas: Aktivitas Lainnya (loading, double parking, etc). Catatlah jenis dan intensitasnya
Beberapa tahapan yang harus dilaksanakan dan diperhatikan selama survei parkir pada badan jalan adalah: • Pelaksana survei berjalan menyusuri parkir badan jalan pada ruas yang ditinjau. • Pelaksana survei mencatat nomor pelat kendaraan, beserta jenis kendaraan misalnya sepeda motor, mobil pribadi atau mobil barang (SM/MP/MB) yang berada di ruang parkir yang tersedia, lalu mengisi kolom segmen waktu, slot jam dan lokasi kendaraan diparkir. • Pencatatan dimulai ketika kegiatan parkir badan jalan diaktifkan sampai dengan ditutup, sesuai dengan peraturan yang berlaku, misalnya saja mulai pukul 08.30 sampai dengan 18.00. • Selain untuk menghasilkan data volume parkir per hari, metode survei parkir pada badan jalan dapat juga menghasilkan data durasi parkir. Sedangkan perhitungan jumlah SRP dibagi menjadi dua, yaitu: • Ruang parkir yang dilengkapi dengan marka parkir; dihitung dengan menggunakan counter. • Ruang parkir yang tidak dilengkapi dengan marka parkir, SRP diasumsikan seluas 6x2,5 meter.
5. Roll meter (bila diperlukan)
70
71
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
Format Lembar Observasi Parkir di Badan Jalan
No
Jenis Kendaraan
No. Kendaraan
PAGI
SIANG
SM
MP
MB
08.30
09.00
09.30
10.00
10.30
11.00
11.30
12.00
12.30
13.00
13.30
14.00
14.30
15.00
15.30
16.00
16.30
17.00
17.30
18.00
1
2
3
dst.
Total
........... ........... ...........
Format Lembar Observasi Parkir di Luar Badan Jalan No
No. Kendaraan
Jenis Kendaraan SM
MP
MB
Waktu Kedatangan
Waktu Keluar
1 2 3 dst..
Perhitungan di dalam survei parkir tidak memiliki rumus khusus karena dapat diperoleh dengan menjumlahkan data yang terdapat pada kolom jenis kendaran (SM/ MP/MB). Dua hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
SM
MP
MB
........... ........... ...........
1.
SORE
Untuk mendapatkan volume parkir per hari, data survei harus diinput terlebih dahulu ke dalam format excel sesuai dengan Format Lembar Observasi.
2.
Jumlah kendaraan didata sesuai dengan jenis kendaraan yang parkir, dengan cara menjumlahkan total kendaraan pada masingmasing kolom “SM”, “MP,” dan “MB, seperti yang ditunjukan pada lingkaran merah pada Format Lembar Observasi.
3.1.2 Identifikasi Masalah Identifikasi masalah penting agar langkah berikut yang akan diambil tepat sasaran. Hal ini sering terjadi khususnya untuk parkir badan jalan yang cenderung menjadi penyebab utama kemacetan. Namun perlu diidentifikasi apakah hal-hal berikut ini terjadi di lapangan: • • • •
Aktivitas naik turun penumpang angkutan umum. Aktivitas parkir ganda pada parkir badan jalan. Aktivitas pedagang kaki lima. Tingginya frekuensi akses kendaraan pada ramp in/out bangunan tertentu.
Jika penyebab kemacetan adalah aktivitas naik turun penumpang ataupun aktivitas pedagang kaki lima, maka perubahan atas kebijakan parkir badan jalan menjadi tidak tepat.
72
73
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
3.1.3 Evaluasi dan Perlunya Perubahan Manajemen Parkir Evaluasi diperlukan untuk mengukur kinerja pelayanan fasiltas parkir. Konteks pelayanan bukan kepada isu untuk memanjakan pengguna kendaraan pribadi, namun lebih kearah isu keseimbangan supply and demand, serta konteks kebijakan kawasan. Pada kasus parkir di luar badan jalan, minimnya sistem informasi ketersediaan parkir, sirkulasi dalam kawasan yang tidak efektif, menimbulkan antrean yang berdampak kepada kemacetan hingga mencapai luar wilayah lahan parkir tersebut. Pada kasus parkir badan jalan, parkir ganda dan aktivitas mencari ruang parkir sering menjadi penyebab dari kemacetan.
• Terjadi kasus parkir ganda untuk parkir badan jalan.
• Antrean parkir hingga berdampak kepada kemacetan lebih luas.
3.2 DESAIN TEKNIS DAN PENARIFAN PARKIR BADAN JALAN
3.2.1 Desain Teknis Satuan Ruang Parkir Satuan ruang parkir adalah ukuran luas efektif untuk meletakkan kendaraan (mobil penumpang, bus/truk, atau sepeda motor), termasuk ruang bebas dan lebar buka pintu. Penentuan SRP ini berhubungan dengan desain teknis penyediaan ruang parkir baik pada badan jalan maupun di luar badan jalan. Adapun dasar penentuan SRP adalah sebagai berikut ini: Dimensi kendaraan standar mobil penumpang.
Berikut adalah indikator mendesak untuk dilakukannya perubahan manajemen parkir: • Tingkat keterisian ruang parkir (okupansi) mencapai >85%.
K
arakteristik parkir badan jalan yang berinteraksi langsung terhadap lalu lintas membuat desain dan manajemen parkir pada badan jalan sangat penting. Sub bab ini akan memberikan pejelasan desain parkir badan jalan dari sisi teknis dan manajemen. Selain itu dilakukan tinjauan retribusi dan pengumpulan biaya parkir pada badan jalan.
Ruang bebas kendaraan parkir.
Lebar bukaan pintu kendaraan
• Terhambatnya aktivitas pejalan kaki.
• Manuver dan posisi parkir yang tidak teratur, berdampak kepada kecelakaan ringan.
• Terdapat kebocoran pendapatan parkir.
Dimensi dan karateristik setiap kendaraan yang berbeda-beda membuat desain SRP beragam sesuai dengan definisi klasifikasi parkir menurut jenis kendaraan, yaitu:
• Terhambatnya pelayanan angkutan massal, sering terjadi pada kasus parkir badan jalan. Parkir kendaraan beroda dua tidak bermesin
Parkir kendaraan beroda dua bermesin
Parkir kendaraan beroda tiga, empat, atau lebih bermesin
74
75
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
Dimensi satuan ruang parkir dibuat untuk jenis kendaraan mobil penumpang, bus/ truk, sepeda motor, dan sepeda. Dimensi SRP untuk jenis kendaraan mobil penumpang dibedakan menjadi dua berdasarkan lebar bukaan pintu depan/belakang, yaitu; Golongan I – dimensi SRP untuk mobil penumpang biasa (bukan orang cacat); dan Golongan II – dimensi SRP untuk mobil penumpang bagi orang cacat. Untuk jenis kendaraan roda dua, satuan ruang parkir terdiri dari sepeda (45 cm x 150 cm), sepeda motor (90 cm x 200 cm ), motor besar (105 cm x 250 cm ). Aturan lengkap mengenai dimensi parkir untuk setiap jenis kendaraan dapat dilihat pada Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Angkutan Darat Kementrian Perhubungan dan Empfehlungen für Anlagen des ruhenden Verkehrs - EAR 05 (Petunjuk untuk Fasilitas Lalu Lintas yang Stationer - EAR 05).
Satuan Ruang Parkir untuk Truk/Bus (dalam cm) 250
80 30
340
20
1200
SRP TRUK/BUS
1250
30
Deskripsi SRP pada Setiap Kendaraan Berdasarkan SKD 272 tahun 1996 hal. 12-13 untuk golongan. Satuan Ruang Parkir (m2)
Jenis kendaraan 1. a. Mobil penumpang untuk golongan I b. Mobil penumpang untuk golongan II c. Mobil penumpang untuk golongan III 2. Bus/truk 3. Sepeda motor
Bp = 230 = B + O + R Lp = 500 = L + a1 + a2
2,30 x 5,00 2,50 x 5,00 3,00 x 5,00 3,40 x 12,50 0,75 x 2,00
B
O
R
B
a1
Golongan III : B = 170 a2 = 20 a1 = 10 O = 55 L = 470 R =5
Bp
Bp = 230 = B + O + R Lp = 500 = L + a1 + a2 L
a2
SRP MOBIL
70
70 5
175,5
Bp = 230 = B + O + R Lp = 500 = L + a1 + a2
Bp = 250 Lp = 500
a1 = 10 L = 65 R = 50
Satuan Ruang Parkir untuk Sepeda Motor (dalam cm)
Golongan II : B = 170 a2 = 20 a1 = 10 O = 55 L = 470 R =5
Satuan Ruang Parkir (SRP) Mobil Penumpang (dalam cm) B = 170 O = 65 R = 50
Golongan I : B = 170 a2 = 20 a1 = 10 O = 55 L = 470 R =5
Lp
Keterangan : B = lebar total kendaraan L = panjang total kendaraan O = lebar bukaan pintu a1, a2 = jarak bebas arah longitudinal
SRP MOTOR
20
200
Struktur bangunan yang ideal yang memungkinkan jumlah parkir kendaraan maksimum disertai dengan pengaturan arus kendaraan pada lahan yang tersedia.—Foto oleh: Rosaria Indah
Prosedur parkir sepeda motor:
Lengkapi motor dengan kunci ganda dan kunci rahasia. Bila kunci ganda saja, pencuri dengan mudah membongkar kunci. Dalam prakteknya mereka hanya butuh waktu 2-3 menit untuk mengambil motor.
Parkirlah di tempat yang resmi. Jangan parkir di tempat sembarangan. Keluar biaya sedikit lebih mahal tentu tak mengapa asalkan motor lebih aman.
Hati-hati juga dengan barang bawaan semisal helm jaket jas hujan. Titipkanlah di tempat penitipan barang jika dilokasi tersebut tersedia tempat penitipan barang.
Periksalah kunci kontak anda dan simpan kuncinya sebelum meninggalkan tempat parkiran. Karena kebanyakan pencurian motor terjadi ketika kontak pada posisi off tetapi motor dalam kondisi tidak terkunci.
76
77
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
3.2.2 Penetapan Lokasi Boleh Parkir dan Larangan Parkir Parkir pada badan jalan dalam konteks perkotaan sangat erat kaitannya dengan area Central Business District (CBD). Parkir pada badan jalan diperlukan karena akan memudahkan masyarakat pengguna kendaraan pribadi untuk mengakses area pertokoan yang berbatasan langsung dengan jalan. Sementara itu di sisi lain, perlu diperhatikan UU No. 22 tahun 2009 yang melarang aktivitas parkir badan jalan pada jalan nasional dan jalan provinsi. Fasilitas parkir di dalam ruang milik jalan diperbolehkan pada jalan nasional jika terpenuhi syarat-syarat berikut:
Perhentian singkat
Pengiriman barang-barang yang penting
Pada waktu yang bukan jam puncak
Mobil ambulans dan mobil pemadam kebakaran
Dampak merugikan dari parkir pada badan jalan adalah menurunnya kapasitas ruas jalan. Selain itu, kendaraan yang akan parkir dan yang akan keluar dari tempat parkir akan menambah nilai hambatan samping ruas jalan tersebut. Seperti ilustrasi di bawah ini: Dampak Parkir Badan Jalan pada Ruas Jalan
Adapun berdasarkan UU 22/2009 pasal 43 ayat 3: “Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya dapat diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/ atau Marka Jalan”. Dalam kasus tertentu, aturan tersebut menjadi kontradiktif dengan kondisi di lapangan. Fungsi jalan nasional kadang kala menembus pusat kota atau CBD, yang perputaran ekonominya masih tergantung pada parkir badan jalan. Hal ini menjadi sangat dilematis karena larangan parkir akan mempelancar arus lalulintas namun di sisi lain dapat menurunkan keuntungan usaha. 3.2.3 Bagaimana Menghapus Parkir pada Badan Jalan Tertentu Penghilangan parkir di badan jalan memerlukan strategi yang tepat karena sangat berhubungan dengan perputaran ekonomi suatu daerah. Adapun kunci pertanyaan dalam melakukan penghapusan parkir di badan jalan adalah: Tahap kebijakan Apakah penghilangan parkir badan jalan lebih banyak manfaatnya daripada kerugiannya? Apakah dalam jangka pendek bisa memulihkan kegiatan ekonomi? Apakah alternatif pelayanan sebagai tatanan pendukungnya sudah dipersiapkan? Tahap strategi Bagaimana menerjemahkan kebijakan pembatasan parkir dalam konteks wilayah tata kota? Bagaimana menentukan wilayah yang sesuai untuk parkir minimum dan parkir maksimum? Tahap teknis Bagaimana tahapan yang harus dilaksanakan? Apakah dimulai dari tahap identifikasi (survei), analisis SWOT, rekayasa lalu-lintas dan perbaikan pelayanan angkutan umum massal, manajemen pembatasan parkir, atau tahap pembangunan parkir di luar badan jalan?
78
79
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
Penghapusan parkir pada badan jalan membutuhkan tiga tahapan; yakni tahap kebijakan, strategi dan teknis implementasi. Pada tahap kebijakan, Bappeda dan Tata Kota harus menyusun RDTRK dan Masterplan Transportasi sebagai payung kebijakan dalam bidang perparkiran. Kedua lembaga ini memberikan platform bagi pengambilan keputusan di tingkat kepala daerah (walikota). Sedangkan di tingkat strategi, dilakukan penyusunan Grand Design Perparkiran melalui penetapan wilayah kebijakan bagi implementasi parkir maksimum dan parkir minimum. Untuk tingkat teknis, dilakukan detail rancangan dan tindakan teknis bagi diterapkannya kebijakan, yaitu: • Tahap identifikasi parkir badan jalan. • Tahap analisis SWOT bagi lokasi terpilih. • Tahap manajemen rekayasa lalu lintas dan perbaikan sistem angkutan umum massal. • Tahap manajemen pembatasan parkir. • Tahap pembangunan parkir badan jalan. Selain itu, diperlukan tata cara untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi pada kawasan tertentu berasarkan analisis dampak lalu lintas dan manajemen parkir. Pemerintah Daerah dapat melakukan pembatasan kapasitas ruang parkir untuk umum di ruang milik jalan yang dapat dilakukan dengan cara: • Pembatasan SRP • Pembatasan parkir pada jam-jam tertentu untuk parkir di dalam ruang milik jalan. • Penetapan waktu parkir maksimal pada parkir di dalam ruang milik jalan. • Pengaturan tarif parkir progresif pada parkir di dalam ruang milik jalan. • Pemberlakuan tarif parkir yang lebih tinggi pada parkir di dalam ruang milik jalan.
3.2.4 Rambu dan Marka Parkir Marka dan rambu parkir merupakan aspek yang penting dalam menciptakan pengelolaan parkir yang baik. Setiap pemerintah daerah harus menyampaikan pesan bahwa regulasi parkir penting untuk pelaku perjalanan di jalan-jalan dan untuk menunjukkan perilaku parkir yang baik dan tepat, serta zona diperbolehkan atau dilarang parkir. Dengan demikian, tanda rambu dan marka jalan merupakan kunci penerapan zona parkir. Adapun jenis informasi pada rambu dan marka antara lain:
Deskripsi Informasi pada Marka dan Rambu Informasi Pada Marka
Informasi Pada Rambu
Ruang parkir yang tepat
Dilarang parkir
Batas ruang ditandai untuk kendaraan pribadi
Dilarang parkir pada waktu tertentu
Dilarang parkir
Dilarang parkir atau berhenti
Dilarang parkir pada waktu tertentu
Dilarang parkir pada jarak tertentu
Dilarang parkir atau berhenti
Waktu saat parkir diperbolehkan atau tidak diperbolehkan
Dilarang parkir pada jarak tertentu
Zona prioritas larangan parkir (tow-away zone)
Pembatasan penggunaan (seperti penghuni, karyawan, dll)
Jenis kendaraan yang diperbolehkan parkir
Informasi tarif dan waktu
Pembatasan penggunaan (seperti penghuni, karyawan, dll)
80
81
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
Situasi diatas sangat rentan terhadap rambu kompleks seperti pembatasan penggunaan parkir, pembatasan penggunaan berbasis waktu, skema tarif parkir yang kompleks. Efektivitas penggunaan rambu dan marka dapat tercapai dengan penggunaan standar dan pedoman pada tingkat nasional. Seperti Peraturan Menteri Perhubungan No.34/2014 yang memberikan informasi tentang tanda parkir standar Indonesia untuk badan jalan. Keterkaitannnya adalah: • Pada tingkat nasional atau pemerintah provinsi; negara memiliki kapasitas dan kewenangan hukum untuk menetapkan standar. • Akan tidak efisien dan membingungkan jika setiap kota mempunyai standar mengenai rambu dan marka. • Standarisasi rambu dan marka juga menghasilkan efisiensi biaya, karena memungkinkan produksi rambu dan marka dalam skala besar.
Gambar Parkir pada Badan Komunikasi yang efektif melalui rambu dan marka tidak Jalan di Frankfurt mudah dan seringkali dianggap sepele. Upaya pemerintah lokal —Foto oleh: GIZ SUTP Flickr
untuk merancang rambu sering tidak efektif. Berikut beberapa isu-isu kunci dalam menjaga rambu dan marka tetap informatif bagi pelaku perjalanan: • Posisi rambu harus strategis agar memiliki dampak di mana dan kapan keputusan yang relevan akan segera dibuat. • Hindari tanda yang menyebabkan ambiguitas. • Gunakan tanda sederhana dan standar, terutama tandatanda yang harus diperhatikan saat mengemudi. • Apabila tanda-tanda berupa kata-kata, gunakan bahasa yang sangat sederhana. • Fokus pada informasi tindakan. Dengan kata lain, tandatanda harus fokus pada tindakan yang diperlukan, dianjurkan atau dilarang. • Hindari pemunculan rambu kompleks yang beruntun.
3.2.5 Penetapan Tarif Parkir pada Badan Jalan Aspek tarif merupakan hal yang sangat berpengaruh pada keputusan pelaku perjalanan sehingga perlu mendapat perhatian khusus. Dalam konteks tarif parkir, terdapat beberapa regulasi yang mengatur tentang penerapan tarif. Sebagai contoh, retribusi parkir di tepi jalan umum di Kota Samarinda. Menurut Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, retribusi parkir adalah pembayaran atas jasa penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara khusus diatur pada Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. 272/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir. Adapun objek retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Besaran tarif dasar parkir digunakan untuk mementukan besaran tarif parkir setiap jenis kendaraan di masing-masing zona.
Penerapan rambu yang jelas terutama tidak terhalang benda lain seperti pohon dapat menjaga ketertiban dan menghindari kecelakaan. —Foto oleh: Fredy Susanto
82
83
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
Besaran tarif dasar harus ditetapkan d idalam peraturanperaturan yang ada, baik berupa Peraturan Daerah, Keputusan Wali Kota maupun lainnya. Besaran tarif dasar bervariasi dan sangat tergantung pada komponen-komponen di bawah ini: • Sewa lahan atau ruang di lokasi parkir.. • Fasilitas yang tersedia. • Biaya pemeliharaan dan perbaikan. • Gaji pekerja parkir. • Subsidi. • Asuransi. • Komponen tarif parkir meliputi tarif dasar parkir dan komponen tambahan yang dipengaruhi oleh faktorfaktor berikut: • Jenis kendaraan; kendaraan ringan/kecil dikenakan beban tarif yang lebih murah bila dibandingkan dengan kendaraan yang lebih besar. • Durasi parkir; kendaraan yang parkir lebih lama harus membayar parkir yang lebih mahal. • Lokasi parkir; karena dapat mengurangi kapasitas jalan serta menurunkan tingkat pelayanan, maka tarif parkir di ruang milik jalan lebih mahal dibandingkan lokasi lainnya. • Periode parkir; pada periode jam sibuk, setiap ruas jalan akan mengalami pembebanan lalu lintas paling besar bila dibandingkan dengan periode lainnya, sehingga dapat dipertimbangkan besaran tarif parkir pada periode jam sibuk lebih mahal dari tarif parkir pada periode lainnya. • Lahan peruntukkan; lalu lintas di lahan potensial umumnya memerlukan pengendalian yang lebih serius sehingga tarif parkir pun harus lebih mahal dari pada tarif parkir pada lahan yang rendah bangkitan lalu lintasnya. • Kemampuan masyarakat; penetapan parameter tarif parkir dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi masyarakat. • Untuk mendorong menggunakan parkir di luar kawasan milik jalan, maka tarif parkir di ruang milik jalan lebih mahal daripada parkir di luar kawasan milik jalan.
Gambar Tahapan Aplikasi Tarif Parkir di Badan Jalan Berbasis Zona dan Waktu Penerapan tarif berbasis durasi dan zona pada parkir badan jalan merupakan hal yang sangat kompleks (walaupun tidak mustahil) yang memerlukan reformasi pada peraturan di bidang perparkiran. Langkahlangkah untuk menerapkan fasilitas parkir berbasis zona dan tarif adalah:
Melaksanakan survei pada lokasi atau area yang bersangkutan.
Menetepakan tarif berbasis jam : • Jika daerah memiliki tarif awal tertentu, maka tarif awal jam akan sama seperti harga tersebut. • Jika daerah tidak memiliki harga sebelumnya, maka parkir harus awalnya tetap free of charge pada saat-saat tingkat hunian yang di survei di zona yang lebih rendah dari kisaran target. • Penyesuaian harga selanjutnya akan memperpanjang harga sebelumnya.
Tentukan hari kerja dan akhir pekan untuk menentukan set harga yang berbeda karena situasi permintaan parkir pada kedua hari tersebut yang berbeda.
Membuat deskripsi si zona awal dari suatu daerah. • Membuat batas zona berdasarkan karakteristik lokal seperti grade, sungai, hambatan kereta dan lainnya. • Membuat batas zona dengan mempertimbangkan karakteristik hunian atau tata guna lahan.
Pengembangan zona parkir: • Modifikasi batas zona yang diperlukan jika pola hunian pada zona yang ada perlu penerapan zona terpisah. • Lakukan penyesuaian tarif unruk zona yang baru.
Monitoring dan evaluasi: • Evaluasi berdasarkan selisih sederhana dimana harga dapat menyesuaikan dengan permintaan. • Evaluasi untuk setiap zona dengan menyesuaikan ke bawah harga (atau ke atas) jika tingkat okupansi selama jam operasional jatuh di bawah (atau di atas) jarak target. • Lakukan evaluasi pada durasi waktu pelayanan tertentu.
Sumber: Paul Barter, 2015
84
85
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
• 3.2.6 Tata Cara Pengumpulan Retribusi Parkir pada Badan Jalan Proses pengumpulan retribusi parkir dapat terbagi berdasarkan cara konvensional dan sistem teknologi. Proses pengumpulan secara konvensional dilakukan dengan membayar langsung kepada juru parkir yang selanjutnya disetorkan langsung kepada institusi/operator terkait. Sedangkan untuk penggunaan teknologi dilakukan dengan cara menggunakan smart card, parking meter, dll. • Kota-kota di Indonesia yang memiliki dana investasi terbatas untuk biaya infrastruktur parkir perlu mempertimbangkan penggunaan teknologi digital mobile dan menghindari investasi meteran parkir di jalan, dengan pertimbangan: • Fokus pada pilihan dengan biaya modal yang rendah dan biaya transaksi yang rendah. • Pay-by-telephone juga cocok untuk pengguna sepeda motor pada kota-kota di Indonesia. • Di banyak kota di dunia, pembayaran parkir digunakan dengan ponsel dalam proporsi yang berarti, meskipun tetap mempertahankan parking meter di jalan. Pengumpulan retribusi parkir secara konvensional sebenarnya sangat mudah dan lebih murah untuk diimplementasikan. Selain itu, sistem konvensional juga lebih fleksibel dan padat karya, sehingga dapat menjadi pertimbangan di kota-kota dengan tingkat pengangguran cukup tinggi. 3.2.7 Bongkar Muat Angkutan Barang Aktivitas bongkar muat angkutan barang sangat penting dalam menunjang perekonomian lokal terutama bagi pertokoan dan bisnis lainnya, sehingga akses langsung untuk kendaraan angkutan barang perlu diperhatikan. Sebaliknya, juga penting untuk menjaga kelancaran lalu lintas, keselamatan dan kualitas lingkungan sehingga kendaraan-kendaraan angkutan barang tersebut tidak selalu berhenti semena-mena. Untuk mengatasi kedua kepentingan tersebut perlu dicarikan solusi kompromistis, umumnya adalah dengan: • Pembatasan waktu bongkar muat (misal: maksimal 15 menit). • Larangan bongkar muat pada jam sibuk, pada jalan arteri utama (demi kelancaran lalu lintas), atau pada jam sibuk belanja (pada jalan dengan banyak toko).
Solusi tersebut mengatur agar kegiatan bongkar muat dilakukan pada jam tidak sibuk atau pada malam hari. Larangan dan pembatasan tersebut harus terencana dengan baik dan diketahui oleh para pengusaha angkutan sehingga mereka paham dan disertai pula dengan penegakan hukum yang baik dan tegas.
3.2.8 Teknologi bagi Penetapan dan Pengumpulan Retribusi Parkir Sistem teknologi parkir sangat bermanfaat dalam membangun sistem pembayaran yang lebih mudah dan ramah pelanggan. Sistem ini juga lebih sistematis sehingga mengurangi peluang kebocoran sehingga proses pengelolaan perparkiran lebih diterima publik. Akan tetapi harus diingat bahwa kemampuan kota untuk mengadopsi teknologi tingkat tinggi ini tidak menjadi satu-satunya faktor kesuksesan pengelolaan perparkiran.
Atas: Parkir tingkat memuat mobil lebih banyak pada lahan terbatas seperti di Hawaii.— Foto oleh Karl Fjellstorm,itdp-china.org.
86
87
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
Beberapa instrument teknologi yang tersedia untuk manajemen parkir adalah:
P
Mesin tiket.
Palang pembatas untuk parkir pada badan jalan atau parkir dalam gedung.
P
0
75 50
Sistem pemandu parkir real time untuk menyingkat waktu pencarian ruang parkir. Sistem tersebut biasanya digunakan di dalam gedung parkir.
Pembayaran parkir berbasis telepon genggam.
Penegakan aturan parkir—mesin untuk merekam dan mencatat data rinci sehubungan dengan pelanggaran, pemotretan kendaraan yang melanggar, menerbitkan bukti pelanggaran dan mengirim data tersebut dalam basis data ke komputer pusat.
G
edung parkir sebagai infrastruktur parkir dengan biaya tinggi membutuhkan perencanaan yang kompleks karena berpotensi menjadi pusat perpindahan moda yang ideal. Sub bab ini akan memberikan pejelasan desain gedung parkir dari sisi teknis dan manajemen. Selain itu dilakukan tinjauan penerapan teknologi dan sistem kerjasama untuk pendanaan.
3.3 PERENCANAAN DAN PENYEDIAAN GEDUNG PARKIR
3.3.1 Syarat Pembangunan Gedung Parkir Kebutuhan jumlah ruang parkir untuk setiap pusat kegiatan merupakan kebutuhan jumlah minimum dan maksimum dari ruang parkir yang diperlukan untuk setiap pusat kegiatan. Kebutuhan jumlah ruang parkir untuk gabungan beberapa pusat kegiatan merupakan akumulasi berdasarkan variasi waktu setiap pusat kegiatan. Penetapan lokasi fasilitas parkir untuk umum di luar badan jalan diambil berdasarkan hasil analisa permintaan perjalanan dan dampak lalu lintas. Penetapan lokasi fasilitas parkir untuk umum di luar ruang milik jalan dilakukan oleh: • Gubernur; pada wilayah otoritas penetapan lokasi parkir untuk umum di luar badan jalan. • Walikota; untuk penetapan lokasi parkir untuk umum di luar ruang milik jalan yang berada di wilayah administrasi kota. • Bupati; untuk penetapan lokasi parkir untuk umum di luar ruang milik jalan yang berada di wilayah administrasi kabupaten.
L1 4
Penegakan aturan dengan kamera (terutama pada bus dan jalan arteri utama). Teknologi informasi untuk pengarsipan, manajemen keuangan, pemantauan pelayanan pelanggan, menerbitkan denda dan pengelolaannya, penagihan denda dan penunggakan pembayaran dan seterusnya.
Salah satu gedung parkir di DKI Jakarta. —Foto oleh: Deddy Wedha Setyanto
88
89
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
Gedung parkir pada bandara Ngurah Rai Bali yang memperhatikan faktor estetika dan humanisme. — Foto oleh: Deddy Wedha Setyanto
Adapun syarat teknis dari desain gedung parkir antar lain, melayani bangunan utama, sesuai standar ketentuan kebutuhan atas ruang parkir, dan memenuhi kriteria struktur bangunan termasuk aspek kekuatan bangunan, dampak lalu lintas dan lingkungan. Selain hal tersebut, standar fasilitas parkir yang perlu disediakan dalam pembangunan gedung parkir adalah: • Ruang parkir untuk keperluan khusus, seperti: ladies parking, valet parking dan/atau parkir berlangganan, dapat disediakan sebagai ruang parkir tambahan yang jumlahnya tidak melebihi kebutuhan jumlah ruang parkir maksimum. • Jumlah kebutuhan ruang parkir maksimum untuk sepeda motor ditetapkan sebesar 50 persen dari kebutuhan ruang parkir untuk mobil penumpang. • Jumlah kebutuhan ruang parkir untuk sepeda maksimum ditetapkan sebesar 50 persen dari kebutuhan ruang parkir untuk sepeda motor. • Jumlah kebutuhan ruang parkir untuk orang cacat ditetapkan sebesar satu persen dari kebutuhan ruang parkir untuk mobil penumpang • Lokasi parkir bagi orang cacat dan sepeda menempati jarak terdekat dengan pintu masuk/keluar pusat kegiatan.
3.3.2 Kebutuhan Fungsional Terdapat beberapa jenis bangunan fasilitas gedung parkir, yaitu: KRAP EDIR DNA
KRAP EDIR DNA
KRAP EDIR DNA
KRAP EDIR DNA
KRAP EDIR DNA
P
KRAP EDIR DNA
Pk.1
8.00
- Pk
21.0
0
P Kec
uali
har
i libu
P
r
Bangunan tunggal (stand-alone)
Bangunan campuran (mixed-use)
Bangunan parkir otomatis (self-park atau valet)
Penyediaan gedung parkir pada jenis manapun harus disertai dengan syarat minimum sebagai kriteria dasar sehingga fasilitas tersebut dapat memenuhi fungsinya dengan baik bagi pengemudi maupun kendaraannya, yaitu: KRAP EDIR DNA
KRAP EDIR DNA
AN
L1 B
R
L1
DOO T CY URA RGEN DAR EME U PINT
KRAP EDIR DNA
KRAP EDIR DNA
HIDR
B
L1 B
P
L1 B
Pk.1
8.00
- Pk
21.0
0
L1 A
P
L1 A
Kec
uali
hari
libu
r
L1 A
P
L1 A
Aspek Internal: • Desain teknis dan sirkulasi gedung parkir. • Optimasi lokasi dan tataguna lahan berbasis zona. • Operasional dan pemeliharaan sarana dan prasarana parkir.
Aspek External: • Manajemen jaringan jalan di sekitar gedung parkir termasuk arus lalu lintas harus diperhitungkan ketika merencanakan pintu-pintu masuk/keluar dan desain ramp. • Manajemen dampak lalu lintas pembangunan gedung parkir. • Manajemen akses keluar dan masuk untuk setiap moda kendaraan.
3.3.3 Desain dan Sirkulasi Parkir Deskripsi desain dan teknis gedung parkir dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan teknis dari desain dan sirkulasi gedung parkir berdasarkan Pedoman Perencanaan Fasilitas Parkir, Bina Sistem dan Lalulintas Angkutan Kota. Bagian kedua mendeskripsikan penerapan teknologi dalam fasilitas gedung parkir yang berkembang dari tahun ke tahun. Pada bagian terakhir dijelaskan sistem park and ride yang erat teraplikasi dalam fasilitas gedung parkir. Syarat teknis dari desain gedung parkir yang lebih rinci akan dijelaskan pada sub bab 3.3.3.
90
91
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
A. Desain Teknis dan Sirkulasi Gedung Parkir Desain dan sirkulasi parkir perlu diatur dalam membangun gedung parkir yang tepat. Adapun fasilitas parkir diatur menggunakan pergerakan sirkulasi sistem satu arah di dalam gedung parkir, dilengkapi rambu lalu lintas parkir yang terlihat secara jelas untuk mencegah kebingungan. Diupayakan untuk menghindari dan meniadakan peluang contra flow karena akan menimbulkan konflik dan bahkan kecelakaan. Selain itu pembatas kecepatan (speed hump) perlu ditempatkan pada lokasi yang diduga memiliki potensi risiko kecelakaan. Hal yang tidak kalah penting adalah memberi tanda secara jelas pada rute pejalan kaki, bahkan bila memungkinkan harus dipisahkan dengan lajur kendaraan bermotor.
P AN ARK DR IDE
• Desain struktur menggunakan beton pracetak atau struktur baja yang dipilih dengan mempertimbangkan waktu dan biaya pembuatannya. • Kondisi permukaan lantai gedung parkir harus memperhitungkan faktor kelicinan (slippage) baik bagi kendaraan maupun pejalan kaki. • Memperhatikan faktor drainase dan kemiringan lantai karena air yang masuk ke celah struktur bangunan dalam waktu lama dapat menimbulkan masalah pada perawatan gedung.
Kriteria Tata Letak Gedung Parkir Tata letak areal parkir kendaraan dapat dibuat bervariasi, bergantung pada ketersediaan bentuk dan ukuran tempat serta jumlah dan letak pintu masuk dan keluar. Kriteria gedung parkir berdasarkan pedoman perencanaan dan pengoperasian fasilitas parkir adalah sebagai berikut: • Tersedia tata guna lahan. • Memenuhi persyaratan konstruksi dan perundangundangan yang berlaku. • Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. • Memberikan kemudahan bagi pengguna jasa.
MA SU IN K
Jalur Sirkulasi, Gang dan Modul Perbedaan antara jalur sirkulasi dan jalur gang terutama terletak pada penggunaannya. Patokan umum yang dipakai adalah : • Panjang sebuah jalur gang tidak lebih dari 100 meter; jalur gang ini dimaksudkan untuk melayani lebih dari 50 kendaraan dianggap sebagai jalur sirkulasi. • Lebar minimum jalur sirkulasi untuk jalan satu arah adalah 3,5 meter; dan untuk jalan dua arah adalah 6,5 meter.
Integrasi Struktur Bangunan Gedung Parkir Integrasi struktur bangunan gedung parkir merupakan hal yang sangat penting agar fungsi bangunan menjadi maksimal. Faktor integrasi bangunan mecakup beberapa hal berikut: • Tipikal fasilitas parkir dengan struktur ekspos (terbuka) yang direncanakan memenuhi aspek lingkungan. • Struktur bangunan yang ideal yang memungkinkan jumlah parkir kendaraan maksimum disertai dengan pengaturan arus kendaraan pada lahan yang tersedia.
Akses Keluar dan Masuk Ukuran lebar pintu keluar-masuk dapat ditentukan, yaitu lebar tiga meter dan panjangnya harus dapat menampung tiga mobil berurutan dengan jarak antar mobil sekitar 1,5 meter, Oleh karena itu, panjang-lebar pintu keluar masuk minimum 15 meter yang memisahkan pintu masuk dan keluar
Aspek estetika gedung parkir perlu diperhatikan dengan mempertimbangkan pendekatan sebagai berikut: • Desain gedung parkir berorientasi arsitektural. • Menggunakan pendekatan historic preservation untuk mendukung isu revitalisasi tata kota yang padat tanpa merusak konteks arsitekturnya. • Gedung parkir sebaiknya memiliki kesan sebagai bangunan yang unik dan khas. • Mendukung keamanan dan kenyamanan pejalan kaki dengan memberikan ruang depan gedung yang bersisian dengan jalan kota sebagai area berjalan kaki • Menyiapkan tangga dan elevator untuk meningkatkan kenyamanan pejalan kaki. • Membentuk lansekap untuk melindungi gedung parkir.
KRAP EDIR DNA
P
92
93
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
Penerapan teknologi juga dilakukan dengan memanfaatkan koneksi telepon genggam yang memungkinkan ruang parkir dipesan dan dibayar di muka secara online sehingga kedatangan kendaraan yang akan parkir tersebut dapat diantisipasi (mobile booking). Perkembangan teknologi juga memungkinkan dicapainya akses ke lokasi tujuan secara mudah. Selain itu, teknologi berbasis telecommuting yang dipergunakan banyak karyawan dapat memberikan kemudahan sehingga fasilitas parkir menjadi lokasi kantor mini yang terhubung dengan kantor pusatnya di daerah CBD.
Model sirkulasi gedung parkir Gambar Contoh Layout Desain Gedung Parkir
Ramp spiral (tanjakan memutar)
Ramp parkir (parkir berjenjang dengan kemiringan)
Ramp penuh
Ramp setengah
B. Pemanfaatan Sarana dan Teknologi Informasi Dalam Desain Gedung Parkir Perkembangan teknologi telah memberikan kemudahan dan kecepatan pelayanan bagi kebutuhan parkir di perkotaan. Pemanfaatan teknologi pada sistem pembayaran dan sistem akses bagi pergerakan mobil dan pejalan kaki pada saat ini antara lain melalui: • Automatic Vehicle Identification (AVI). • License Plate Recognition Systems. Sistem otomatisasi parkir yang terus berkembang kini memungkinkan kendaraan diarahkan ke ruang parkir yang tersedia dengan sistem pembayaran langsung tanpa membutuhkan booth atau gardu pembayaran parkir manual lagi. Beberapa keunggulan penerapan teknologi tersebut antara lain: • Memudahkan untuk mendapatkan lokasi tempat parkir yang tercepat dan terdekat, • Kemudahan untuk mendapatkan tempat dengan menggunakan rambu dan teknologi lainnya baik di jalan ataupun dengan alat yang terpasang di dalam kendaraan, • Sistem pembayaran tiket parkir dengan transparan dan cepat, penataan dalam gedung parkir sehingga memudahkan pengguna untuk mengakses dan mobil tertata dengan rapi (terutama dalam gedung parkir otomatis) Sumber: (National Institute of Building Sciences, Whole Building Design Guide, http://www.wbdg.org/design/parking.php)
C. Fasilitas Park and Ride pada Sarana Gedung Parkir Di beberapa negara, sepeda merupakan moda favorit untuk perjalanan bekerja, bersekolah, berbelanja maupun berolah raga. Penyediaan fasilitas bagi parkir sepeda di dalam gedung parkir harus memperhitungkan faktor keamanannya dengan posisi lokasi parkir yang jelas dan mudah dikenali. Salah satu model penerapan dalam mendukung sepeda menjadi moda berkendara adalah park and ride Fasilitas park and ride (atau parkir insentif ) adalah parkir di luar badan jalan dengan koneksi ke transportasi umum, yang memungkinkan pengendara yang ingin melakukan perjalanan ke pusat kota, meninggalkan kendaraan pribadi mereka di tempat parkir dan berpindah ke bus, kereta api, atau car pool untuk perjalanan akhir mereka. Kendaraan ini disimpan di tempat parkir siang hari dan diambil ketika kembali dari beraktivitas. Fasilitas ini umumnya terletak di pinggiran wilayah metropolitan atau di
Gambar Fasilitas Park and Ride di Inggris —Sumber: http://www. newdeal4drivers.org/images/ park_and_ride
95
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
tepi luar kota-kota besar. Di Amerika Serikat park and ride menjadi populer dengan modal share hingga mencapai 43,5 persen (2009). Efektivitas pemanfaatan park and ride ini dicapai karena dukungan fasilitas yang baik, fleksibilitas pelayanan dan promosi melalui internet website yang menampilkan pengaduan pengguna secara aktif. (Sumber: U.S. Department of Transportation, Federal Highway Administration, 2009 National Household Travel Survei) Fasilitas Park and Ride hendaknya dirancang dengan standar yang tinggi dari segi estetika, aspek lingkungan, keamanan dan keselamatan. Pelayanan fasilitas park and ride akan dinilai berdasarkan kinerja keseluruhan baik dari segi dampak positif dan negatif, termasuk penilaian manfaat pengguna, dampak lingkungan, sosial dan ekonomi serta implikasi keuangan.
3.3.4 Pembiayaan dan Kerja Sama Pembangunan Sumber daya untuk pembangunan infrastruktur transportasi membebani keuangan. Terhadap upaya mewujudkan infrastruktur parkir, pembiayaan telah menjadi isu mendesak dalam konteks pembangunan perkotaan. Sehingga perlu ada kerjasama dalam sisi operasional maupun pembangunan untuk mengatasi kendala aspek pembiayaan ini yang melibatkan banyak pihak; di antaranya: • Pemerintah kota • Pemerintah nasional dan daerah provinsi • Warga negara • Lembaga/organisasi donor Internasional • Sektor swasta Cakupan dan sifat peran masing-masing ini berbeda dari kota satu ke kota lainnya. Di beberapa negara, pemerintah nasional sejak dahulu memiliki peran paling besar dalam mendapatkan dan mengalokasikan pendanaan transportasi, sebaliknya terdapat pula negara yang memberikan kebijakan otonomi yang lebih luas bagi kota-kota.
U
S
Setidaknya terdapat empat standar fasilitas park and ride berdasarkan sifatnya, yaitu: B
94
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur transportasi antara lain: • Pelibatan sektor swasta untuk membangun, mengoperasikan, dan membiayai infrastruktur transportasi perkotaan dan jasa. • Tersedia kebijakan yang mengarah pada penerimaan langsung dari pengguna transportasi, khususnya pengguna kendaraan pribadi, untuk menutup biaya pembangunan infrastruktur dan layanan yang sebelumnya dibiayai oleh pendapatan umum.
IAN RHENT T PEMBE ANGKO
ILIR LAMA
MERUYA KEBAYORAN -
TANAH Trayek M11 M09A
ABANG ABANG
TANAH
ABANG TINGGI SLIPI TANAH JEMBATAN TUBUN M11 KS. JERUK BUNDERAN ILIR PALMERAH KEBUN MERUYAABANG TANAH
PETAMBURAN LAMA M09 SLIPI BELONG PALMERAH RAWA KEBAYORAN
Anda Posisi
Park and Ride Berbasis Car Pooling
Park and Ride Berbasis Bus
Tabel Jenis Kerjasama Dalam Pengadaan Manajemen Parkir Jenis Kerjasama
IUN AS ST RT M
R DA
N BA
A
P
Park and Ride Berbasis Pelayanan Bandara.
Kekurangan
Kontrak Pelayanan
Memiliki resiko yang kecil Persyaratan lelang mudah
Tidak berdampak besar terhadap peningkatan kinerja
Kontrak Manajemen
Hasil operasional langsung dinikmati publik
Pihak swasta tidak memiliki kewenangan penuh
Keterlibatan swasta dapat semakin meningkat
Modal awal tetap menjadi tanggung jawab pemerintah
Kontrak Sewa
Potensi keuntungan yang besar
Konsesi
Park and Ride Berbasis Rel
Kelebihan
BOT
Meningkatkan investasi swasta Swasta memiliki kewenangan penuh Meningkatkan investasi swasta Swasta memiliki kewenangan penuh
Tidak cocok untuk menarik investasi swasta
Pengaturan cukup kompleks terkait tarif Modal awal tetap menjadi tanggung jawab pemerintah Ketidak jelasan tanggung jawab pemerintah dan swasta Tarif diatur oleh swasta sehingga berpotensi tidak menguntungkan masyarakat
96
97
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
3.4 PEMBIAYAAN DAN PENERIMAAN P E M B I A Y A A N PEMERINTAH PUSAT
Jenis-jenis kerjasama dalam pendanaan infrastruktur transportasi berdasarkan pihak yang terlibat yang telah diterapkan di kota-kota Indonesia antara lain: Y A N G
D I H A R A P K A N
PEMERINTAH DAERAH
PEMERINTAH KOTA (UMUM)
SWASTA/ BUMN
TAHAPAN PELAKSANAAN PENERIMAAN
KOTA
• • • •
Pembangunan fasilitas parkir untuk mengubah parkir tegak lurus menjadi parkir paralel. Persiapan penerapan parkir progresif. Pembangunan peralatan pengendalian parkir. Pengendalian parkir kawasan. Persiapan kerjasama pembangunan gedung parkir.
Palembang
• • •
Penetapan lokasi dengan tarif berdasarkan lokasi (zona). Parkir berdasarkan waktu (jam) dan parking meter. Persiapan kerja sama pembangunan gedung parkir di Bogor.
Bogor
•
Penetapan lokasi parkir badan jalan untuk mendukung perjalanan dengan BRT. Penetapan tarif parkir berdasarkan waktu (jam) pada lokasi tertentu di pusat kota. Ear marking revenue parking untuk pemeliharaan pelayanan angkutan umum Batik Solo Trans.
Surakarta
Penetapan parkir berlangganan. Pemilihan lokasi bagi parkir berlangganan. Pembangunan fasilitas parkir berlangganan untuk meningkatkan kepastian lokasi parkir. Pembangunan prasarana gedung parkir. Pembatasan parkir berlangganan.
Sidoarjo
Penetapan tarif parkir berdasarkan zona CBD dan non CBD. Pembangunan fasilitas prasarana dan sarana parkir pada wilayah percontohan. Upaya peningkatan penghapusan leakage (kebocoran) pada parkir badan jalan. Ear marking parking revenue bagi pengelolaan angkutan umum massal berbasis bus (BRT) dan feeder. Intensifikasi pembangunan gedung parkir. Pembangunan teknologi parkir dengan basis Intelligent Transport System (ITS). Parking restraint sebagai sarana pembatasan lalu lintas kendaraan pribadi dan peningkatan modal shift penggunaan angkutan umum.
Jakarta
Penetapan lokasi bagi pilot project pengendalian parkir. Investasi peralatan dan SDM bagi pemberlakuan parkir berdasarkan waktu (jam). Perluasan lokasi pengendalian parkir pada kawasan rawan kemacetan dan area bisnis. Pembangunan gedung parkir bekerja sama dengan swasta/BUMN.
Bandung
• • Pembangunan jalan dan peningkatan jalan nasional di perkotaan.
• Pembangunan, peningkatan, pemeliharaan jalan provinsi.
• Pembangunan lajur khusus BRT di jalan nasional.
• Koordinasi program dan pendanaan tingkat provinsi sebelum diajukan ke Kementerian/Lembaga.
• Pembangunan dan pemeliharaan rambu dan marka di jalan nasional.
• Master Plan Parkir (City Wide) • Manajemen dan pengendalian parkir perkotaan. • Perizinan dan larangan bagi pembangunan lahan parkir badan jalan, taman parkir, dan gedung parkir. • Pembentukan badan hukum pengelolaan parkir. • Pengawasan kualitas pelayanan parkir. • Investasi prasarana parkir di Kota Palembang: rambu, marka, alat pengedalian parkir (hand held, kupon parkir, parking meter). • Investasi sarana parkir di Kota Palembang: teknologi parkir, SDM berkualitas, koordinasi antar penyelenggara perparkiran.
• Pembentukan kerjasama dengan Pemkot. • Pengelolaan lahan parkir yang bekerja sama dengan Pemkot. • Pembangunan gedung parkir yang bekerja sama dengan Pemkot.
• •
• • • • • • • • • • • •
• • • •
98
99
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
3.5 PENEGAKAN HUKUM BAGI PENATAAN MANAJEMEN PARKIR
P
enegakan hukum dan manajemen di bidang parkir dilakukan untuk membuat berfungsinya norma-norma hukum dan sebagai pedoman perilaku dalam penyelenggaraan parkir. Sub bab ini akan menjelasakan pedoman penegakan hukum bagi penataan manajemen parkir dari operator dan penggun parkir. 3.5.1 Mencegah Kebocoran Pengelolaan Parkir Untuk mencegah kebocoran dalam pengumpulan pendanaan manajemen parkir, dilakukan dengan berbagai cara:
• Membuat kontrak dengan juru parkir berdasarkan kontrak perusahaan dan bukan kontrak yang bersifat individu. • Memperbaiki aspek penegakan hukum untuk memperbaiki pengawasan. Menempatkan petugas khusus yang tahan suap, pada lokasi rawan kebocoran serta perlu dilakukan upaya memenjarakan orang-orang yang korup sebagai bentuk efek jera. • Melakukan pelatihan (capacity building) secara kontinyu terhadap para jukir dan model pengawasannya. • Melakukan model pembayaran dengan tiket atau bukti bayar lain, yang memiliki seri khusus dan dipantau oleh pemerintah dan masyarakat. • Melarang masyarakat menyerahkan uang parkir tanpa menerima bukti pembayaran. • Melakukan pengendalian pemungutan retribusi parkir, sehingga para juru parkir tidak bersinggungan dengan uang tetapi dengan bantuan mesin elektronik. Penggunaan peralatan digital termasuk didalamnya License Plate Recognition (LPR) dimaksudkan untuk mematahkan jalur persekongkolan para penikmat retribusi parkir. Jika belum memungkinkan, dapat dilakukan dengan sistem pembayaran low-tech paper ticket sebagaimana telah dilakukan di Malaysia dan Singapura. • Memastikan petugas juru parkir sesuai dengan penugasannya. Nama petugas parkir tidak sesuai dengan nama dalam penugasan dalam Surat Izin, biasanya karena diatur oleh oknum. Jika oknum memegang surat izin, maka ia akan menentukan siapa yang bertugas setelah dicapai kesepakatan jumlah dana yang akan diterima oknum tersebut dari juru parkir. Juru parkir yang bertugas harus merelakan hasil pendapatannya bagi oknum sehingga seringkali ditemukan upah mereka masih di bawah UMR. • Secara periodik melakukan pembukuan terhadap laporan keuangan parkir dan dibuka untuk publik. Dapat dilakukan dengan model
sistem audit keuangan secara rutin dan ketat terhadap laporan keuangan penyelenggaraan parkir. Contoh Model Pembayaran Parkir untuk Mengurangi Kebocoran Mekanisme Pembayaran
Deskripsi
Kekuatan
Kelemahan
Contoh kota yang telah menerapkan
Bayar Cash dan Bukti Tiket Kertas
Flat atau Jam-jaman saat kedatangan atau pulangnya.
Sederhana, murah, mudah bagi pengendara, tidak perlu mengetahui lamanya parkir.
Tingkat kebocoran sangat tinggi dan memerlukan SDM yang besar.
Sebagaian besar kota di Indonesia, Bangladesh, China dan India.
Karcis Parkir Berlangganan
Pengendara membeli stiker parkir yang ditempel di kaca untuk masuk ke wilayah parkir tertentu. Idealnya lokasinya harus terbatas.
Murah
Rawan kebocoran, kecuali untuk wilayah yang kecil, terbatas.
Biasa dipergunakan untuk wilayah perumahan yang padat.
Valet
Membayar petugas parkir ke tempat yang disediakan, biasanya swasta,
Memudahkan parkir saat waktu puncak kepadatan dan lokasi yang sulit mencari tenpat parkir. Investasi murah.
Bukan untuk umum
Untuk lokasi tertentu saja, terbatas.
Kupon Parkir Pra Bayar
Pembelian kupon di tempat retail. Dinyatakan waktu mulainya parkir, ditunjukkan sebagai bukti bayar untuk lama parkir tertentu,
Biaya investasi murah, teknologi sederhana.
Kesalahan pengendara cukup tinggi, harus menentukan durasi parkir, namun kebocoran rendah. Perlu pengawasan ketat- biaya tinggi- risiko pemalsuan tinggi.
Singapore, Brazil, Malaysia, dan Irlandia.
Digital Permit (bulanan atau tahunan)
Pengendara membayar surat izin parkir di wilayah tertentu (small zone). Proses pembuktian atau izin dilakukan dengan RFID atau license plate
Biaya ringan, penegakan hukum lebih efisien
Terbatas pada wilayah tertentu
Singapore ‘season passes’ menggunakan RFID; menjadi permit yang paling banyak dipakai
Membayar attendant fee Digital selama waktu tertentu Handhelds (pay on arrival) dan menunjukkan tiket, dan dapat dipakai untuk pembayaran yang sifatnya multiple payment.
Mudah dipakai pengendara, menekan kebocoran dibandingkan non digital.
Perlu jukir cukup banyak, dan harus memperkirakan lamanya parkir
Makati (Manila); Medellin (Colombia); sebagian Delhi, India; Seoul.
Sangat nyaman untuk pengendara dengan biaya operasional dan modal yang cukup rendah. Biaya sangat presisi dan sangat baik untuk dihubungkan dengan keamanan.
Desain berorientasi untuk melindungi privasi, meskipun masih terdapat kekhawatiran. Biasanya perlu dicari alternatif lain untuk tetap menjaga kenyamanan pendatang dan lainnya.
Kemungkinan besar akan diaplikasikan di Singapura.
Berbasis Global Positioning System (GPS) (‘pay-by-sky’)
Alat GPS diletakan pada kendaraan yang berfungsi untuk mendeteksi aktivitas parkir dan menghitung biaya parkir.
Sumber: Barter, 2014
100
101
B AB 3 S K E N A R I O P E NATAAN R UANG
3.5.2 Keamanan dan Keselamatan Parkir Masalah keamanan merupakan hal yang sangat penting dalam pelayanan parkir di Indonesia. Penegakan hukum menyangkut perparkiran dijawab dengan empat hal utama: Landasan hukum; regulasi dan kelembagaan yang jelas. • Pelanggaran atas parkir dapat diatasi dengan menetapkan hukum yang bersifat administratif maupun fiskal, sebelum masuk ke wilayah yang dikategorikan berat, dan masuk dalam konsekuensi hukum. • Penegak hukum dilakukan oleh pemerintah kota setempat bukan skala nasional. • Perlu dibentuk petugas parkir khusus (parking warden), namun polisi tidak melakukan penegakan parkir karena akan rancu dengan tugas utamanya. Penegakan hukum; terhadap keamanan parkir. • Masalah penting yang harus segera diatasi adalah basis data kendaraan, sehingga apabila terjadi masalah keamanan parkir, bisa langsung dilacak secara tepat sesuai pelat nomor kendaraan. • Ketiadaan sistem basis data kendaraan yang baik perlu diatasi dengan penegakan hukum berupa clamp, atau diderek dan harus membayar denda untuk pengambilannya. • Jika denda tidak dibayar, konsekuensinya adalah tidak akan diberikan registrasi kendaraan pada saat perpanjangan tahunan. Antisipasi awal; terhadap keamanan parkir. Untuk melakukan antisipasi awal perlu dideteksi adanya kemungkinan pencurian kendaraan selama kendaraan parkir. Teknik yang dilakukan dapat secara manual atau otomatis: • Cara manual adalah dengan menempatkan petugas keamanan sepanjang waktu. • Cara otomatis dilakukan dengan dukungan peralatan yang memadai antara lain: • Hand-Held Citation Devices; yang mempercepat proses aksi curang dan merekam bukti. Kebanyakan terintegrasi secara digital dengan basis data yang relevan termasuk sebagai upaya deteksi. • License Plate Recognition (LPR); yang seringkali terpadu dengan pay-by-plate dengan mekanisme pembayaran digital, baik melalui telepon selular maupun smart parking meters.
•
• •
Parking Sensors; untuk menekan waktu parkir, penggunaan waktu parkir melebihi batas pada wilayah parkir berbayar, dan juga mencegah parkir ilegal pada sejumlah kawasan yang sensitif. Smart Parking Meters; dapat mendeteksi penggunaan parkir melebihi batas waktu atau parkir gelap. Kamera CCTV; ditempatkan pada sejumlah lokasi dengan kemungkinan curang tingggi, baik dengan atau tanpa LPR, seperti diterapkan di Seoul dan Singapura.
Menentukan jenis penindakan sesuai lokasi, jenis, dan intensitas masalah keamanan parkir. Langkah penegakan hukum ini memerlukan biaya cukup tinggi sehingga harus tepat waktu dan tepat sasaran. Penindakan terhadap pelanggaran harus terukur dan harus direspon dengan cepat, sebab sekali saja terlambat maka pelanggaran akan makin besar dan tidak dapat dikendalikan. 3.5.3 Meraih Dukungan Publik atas Kebijakan Parkir Perubahan kebijakan manajemen parkir secara umum merupakan hal yang cukup sulit dilakukan karena menyangkut persepsi banyak orang. Akan tetapi hal ini bukan mustahil dilaksanakan sebagaimana terbukti di kota-kota Afrika dan Asia. Hal yang dapat diambil sebagai kesimpulan adalah: perubahan harus dilakukan secara (a) bertahap, (b) terarah dan (c) dimulai dari hal yang betulbetul dapat diimplementasikan. Perubahan harus melibatkan masyarakat dengan cara: (a) diajak untuk merumuskan kebijakan (b) memberikan masukan dan dukungan, (c) komunikasi publik yang baik, (d) melibatkan tokoh masyakarat khususnya para kyai sebagai panutan masyarakat, (e) mampu mengelola keluhan masyarakat dan (f ) melibatkan masyarakat dalam proses pemantauannya. Modul Manajemen Parkir GIZ menjelaskan faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan masyarakat atas perubahan kebijakan parkir yaitu: (1) masyarakat paham akan upaya kebijakan yang akan dilakukan, (2) masyarakat mengetahui manfaat dari pemecahan masalah yang dihadapi, (3) tersedia alternatif jika tidak boleh parkir di suatu tempat tertentu, baik dengan angkutan umum yang andal atau park and ride, (4) masyarakat mengetahui arah arus uang yang dipungut, (5) masyarakat percaya bahwa penegakan hukum akan berjalan dengan konsisten.
102
Daftar Pustaka
Barter, P; Prayudyanto, MN; Jinca, A; (2012). Palembang City Center Parking Management Study, GIZ-SUTIP, Palembang, 16 April 2012.
Rye, T, (2010). Parking Management: A Contribution Towards Liveable Cities, Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, Jerman.
Barter, P, (2012). Preliminary Suggestions on Parking Management in Jl. Otista and Jl. Pengadilan, GIZ SUTIP, Bogor, 23 October 2012.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Broaddus, A; Litman, T; and Menon, G; (2009), Transportation Demand Management, Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, Jerman. Jester, FS (2010), What Is Parking Management About?, GIZ SUTIP- Koalisi TDM Jakarta, 30 November 2010. Jester, FS, (2011), Report on Jl. Surya Kencana Bogor, GIZ-SUTIP, Bogor, 6 June 2011. Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. 272 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir. Peraturan Daerah No, 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo. Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Umum. Peraturan Daerah No. 5 Tahun 1999 DKI Jakarta tentang Perparkiran di DKI Jakarta. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2011 tentang tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Rancangan Peraturan Daerah dan Naskah Akademik tentang Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas Melalui Pengenaan Retribusi Pengendalian Lalu Lintas.
Undang Undang No. 14 Tahun2008 tentang Keterbukaan Publik. Undang Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Derah dan Retribusi. United State Department of Transportation, Federal Highway Administration, 2009 National Household Travel Survey Victoria Transport Policy Institute (VTPI), (2013), http://www.vtpi.org/tdm/tdm28.htm www.wbdg.org. (2009). National Institute of Building Sciences, Whole Building Design Guide, Online, http://www.wbdg.org/design/parking.php.