MAKNA CINTA DALAM NOVEL DARI LEMBAH KE COOLIBAH KARYA TITIS BASINO: SEBUAH TELAAH SEMIOTIS Ekarini Saraswati Universitas Muhammadiyah Malang Abstrak Penelitian ini beranjak dari masalah 1) Bagaimanakah makna cinta yang dimunculkan lewat struktur sastra novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino? Dan 2)Makna cinta apa saja yang muncul dalam novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas yang paling dapat diterima karena faktor duniawi. Kehidupan seorang nenek yang senantiasa bergelimpangan harta, jarang menemukan kesusahan sehingga kehidupan ukhrowi tidak begitu melekat dalam dirinya. Ini dapat dilihat dari penampilan dia sekalipun sudah berhajah tetap memakai baju ketat dan mini. Demikian juga dengan pembimbing yang senantiasa haus dengan kehidupan duniawani. Sekalipun telah mempunyai istri dan beranak juga mempunyai mercy masih menginginkan wanita tua yang berharta. Ini dapat dikatakan untuk menghindari risiko yang lebih parah. Wanita yang dia dekati orang tua dan janda, tapi berharta dan cantik.Cinta antara mereka termasuk cinta berahi yang ada pamrih. Sekalipun mereka pada dasarnya merasa berdosa dengan percintaan antara mereka, namun mereka tetap menjalaninya hingga mengalami musibah yang menyadarkan kesalahan mereka. Kata kunci: makna cinta, tokoh utama, semiotik
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Titis Basino merupakan novelis wanita Indonesia yang cukup diperhitungkan. Dia telah menulis sejak tahun enam puluhan. Novelnya ini telah mendapat hadiah sastra Nusantara. Adapun beberapa komentar yang dikemukakan para ahli sastra terhadap novel Dari Lembah ke Coolibah di antaranya dikemukakan oleh Sapardi Djoko Damono dan Korrie Layun Rampan. Menurut Damono (dalam novel Dari Lembah ke Coolibah ) Titis Basino telah membuat seorang tokoh wanita seperti halnya tokoh-tokoh cerita yang dibuat oleh pengarang pria di antaranya Siti Nurbaya karya Marah Rusli, Tuti, Maria dan
Yah para wanita dalam Layar Terkembang dan Belenggu. Menurut Damono, “Dalam novel ini dia tidak lagi mengurus dunia perempuan remaja atau perempuan “rumah tangga”, tetapi perempuan setengah tua yang pergi dan pulang haji yang terlibat dalam hubungan-hubungan yang pelik dengan sekitarnya, terutama dengan laki-laki yang sudah beristeri, yang susia anaknya. Ini benar-benar potret otentik tentang perempuan yang dibuat seorang perempuan.” Jurnal Artikulasi Vo.6 No.2 Agustus 2008 | 258
Selanjutnya Korrie Layun Rampan (dalam novel Dari Lembah ke Coolibah) menyoroti novel ini dari segi penulisan. Novel ini ditulis dalam nada yang intens, cerdas dan lembut, kadang lucu dengan humor segar dan tajam, namun segera mengundang tawa. Kisahnya kisah romantis yang dijalin dalam nuansa rohani, diangkat dari pengalaman fisik dan batin seorang wanita yang sudah matangusia. Segala yang unik danpeka diangkat dengan cara sensitif, menjadikan pengalaman-pengalaman pribadi menjadi pengalaman manusiawi universal. Seluruh kisah merupakan romantisme puistis, dijalin dalam narasi yang liris dan plastis, diselingi dialogdialog yang lincah danbernas. Cinta, peristiwa, waktu usia,cemburu dantragedi bersatu dalam cerita yang setiap lembarnya mampu mengebor sukma. Mengingat yang menonjol di dalam novel ini adalah masalah cinta, maka yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah makna cinta itu sendiri. Adapun untuk mengungkap makna tersebut diperlukan pendekatan yang sesuai sebagai alat penganalisis. Pendekatan yang sesuai untuk itu adalah pendekatan semiotik yang menekankan pada tanda. Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang ingin diketahui adalah: 1) Bagaimanakah makna cinta yang dimunculkan lewat struktur sastra novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino? 2) Makna cinta apa saja yang muncul dalam novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino?
3) Struktur Cerita Analisis struktur cerita bertujuan mendapatkan susunan teks. Untuk itu pertama-tama harus ditentukan satuan-satuan cerita dan fungsinya. Untuk mendapatkan satuan cerita, analisis dapat dimulai dengan pembagian teks dalam satuan-satuan. Mengingat kriteria yang ditentukan dalam penelitian ini adalah makna, maka teks rangkaian semantis dibagi dalam beberapa sekuen. Setiap bagian ujaran yang membentuk satu-satuan makna membentuk satu sekuen. Yang sulit adalah bahwa sekuen itu sering sangat kompleks. Dalam hal ini perlu diperhatikan tiga kriteria berikut (Zaimar, 1991:33). Pertama, sekuean haruslah terpusat pada satu titik perhatian (atau fokalisasi) yang diamati merupakan objek yang tunggal dan yang sama: peristiwa yang sama, tokoh yang sama, gagasan yang sama, bidang pemikiran yang sama. Kedua, sekuen harus mengurung suatu kurun waktu dan ruang yang koheren: sesuatu terjadi pada suatu tempat atau waktu tertentu. Dapat juga merupakan gabungan dari beberapa tempat dan waktu yang tercakup dalam satu tahapan. Misalnya dalam satu periode dalam kehidupan seorang tokoh atau serangkaian contoh atau pembuktian untuk mendukung satu gagasan. Ketiga, adakalanya sekuen dapat ditandai oleh hal-hal di luar bahasa: kertas kosong di tengah, teks tulisan, tata letak dalam penulisan teks, dll. Bentuk sekuen cerita tidak sama dengan satuan linguistik. Sekuen dapat di-nyatakan dengan kalimat dapat juga dengan satuan yang lebih tinggi. Suatu sekuen mengandung beberapa unsur. Jadi, satu sekuen dapat dipecah dalam beberapa se-kuen yang lebih kecil yang juga dapat dipecah menjadi sekuen yang lebih kecil lagi. Begitulah seterusnya sampai pada satuan terkecil yang merupakan satuan minimal cerita. Namun, yang menjadi satuan dasar tetap makna.
Jurnal Artikulasi Vo.6 No.2 Agustus 2008 | 259
Unsur cerita tersebut harus dihubungkan untuk mendapatkan fungsinya. Roland Barthes (Zaimar, 1991:33) membuktikan bahwa ada dua jenis fungsi: distribusional dan integratif. Konsep ini berasal dari pemikiran Saussure mengenai hubungan sintagmatik dan paradigmatik dalam linguistik. Konsep linguistik ini dipakai secara luas dalam analisis sastra. Analisis sintagmatik menlaah struktur yang penting adalah bahwa satuan-satuan yang dianalisis berurutan tempatnya. Analisis ini mengemukakan kembali teks dengan menampakkan deretan sekuen. Barthes mengisyaratkan bahwa satuan cerita dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi kernel dan fungsi satelit. Fungsi utama mengarahkan jalannya cerita, sedangkan yang berfungsi satelit menghubungkan fungsi utama. Analisis pragmatik digunakan untuk menelaah hubungan antara unsur-unsur yang hadir dan yang tidak hadir dalam teks, yaitu hubungan makna dan simbol. Suatu peristiwa akan mengingatkan peristiwa lainnya, suatu episode melambangkan suatu gagasan atau menggambarkan suatu keadaan jiwa. Dasar analisis adalah konotasi, yaitu bahwa unsurunsur ceritaberasosiasi dalam pikiran pembaca. Satuan isi cerita mengacu bukan pada tindakan pelengkap dan sebab akibat, melainkan pada konsep yang kurang lebih menyebar. Analisis ini membahas tokoh, gagasan, dan suasana. Di dalam satu satuan cerita dapat mungkin saja terdapat hubungan sintagmatik dan juga hubungan pragmatik dengan satuan lainnya. Di dalam analisis struktur cerita ini, penelaahan karya dapat dilakukan dalam tiga urutan satuan: satuan tekstual, urutan kronologis, dan urutan logis. 2.1 Tokoh dan Penokohan Peristiwa-peristiwa yang membentuk cerita dalam karya narasi berlangsung dengan tokoh-tokoh tertentu yang
memainkan peran tertentu di dalamnya. Walaupun peristiwa tersebut fiktif belaka, namun pada umumnya diusahakan untuk menggambarkan tokoh dengan ciriciri yang berkenaan dengan kepribadian mereka(keterangan psikologis dan sosial) dan sikap mereka (tingkah laku).Untuk memberi petunjuk tentang diri tokoh, pengarang mengemukakan ciri-ciri dan tanda-tanda yang khas yang ditampilkan dalam ciri-ciri fisik, moral, dan sosial (Zaimar, 1991:48). Terlepas dari banyak sedikitnya petunjuk-petunjuk yang menggambarkan tokoh, yang penting adalah bahwa pengarang meyakinkan adanya keutuhan tokoh dan memberikan alasan atas tindakan-tindakan para tokohnya. Dengan demikian, penggambaran tokoh benar-benar merupakan salah satu komponen yang membentuk struktur karya sastra. Karena tokoh memiliki relevansi langsung, maka perlu dikenali bagaimana tokoh ditampilkan dalam karya sastra. Menurut Rene Wellek (1985:219), bentuk penokohan yang sering digunakan pengarang dan paling sederhana adalah pemberian nama (naming) . Nama-nama itu dapat dimanfaatkan sebagai sarana yang ekonomis untuk mencirikan watak tokoh. Namun, dalam hal penokohan, selain pemberian nama pengarang dapat pula mengemukakan ciri-ciri fisik tokoh, tingkah laku, tindakan, jalan pikiran, dan ucapan tokoh. Selanjutnya, kalau dilihat dari fungsi tokoh dalam rangkaian cerita, dikenal adanya tokoh utama, tokoh bawahan atau tokoh pembantu. Untuk menentukan tokoh utama dalam suatu cerita sangat mungkin terjadi perbedaan pendapat mengenai siapa tokoh utama dalam cerita itu. Hal ini bergantung pada cara dan dari mana melihatnya. Penentuan tokoh utama dalam analisis ini didasarkan pada analisis struktur.
Jurnal Artikulasi Vo.6 No.2 Agustus 2008 | 260
Barthes (Culler, 1975:324) mengemukakan bahwa ciri tokoh utama dapat dihimpun sepanjang teks itu sendiri. Terdapat kaitan yan great antara satu bagian teks dengan yang lainnya sehingga membentuk satu kebulatan yang lebih besar daripada bagiannya sendiri. Hal ini menyebabkan bahwa tokoh utama dapat berada di luar ciriciri semantik; keberadaannya ini memungkinkan kita mendapatkan konotasikonotasi yang cocok melalui teks. Dengan demikian, yang membentuk relasi dengan semua tokoh dari awal hingga akhir cerita adalah tokoh utama yan g menjadi penggerak seluruh cerita. Dalam menampilkan watak tokoh-tokoh cerita pengarang mungkin menggunakan beberapa cara. Pada pokoknya dapat digunakan (1) pendefinisian langsung (direct definition); dapat pula berupa (2) penyajian tidak langsung (indirect representation) melalui tindakan dan percakapan antar tokoh; atau mungkin juga bersandar pada (3) relasi spasial, baik yan berkenaan dengan ruang tertutup maupun yan gmerupakan penampilan eksternal dan lingkungan sosial. Gambaran fisik memberikan suatu kehidupan pada tokoh, seakan-akan mereka benar-benar terdiri dari darah dan daging. Memang, di dalam karya sastra modern hal itu makin lama makin kurang dianggap penting, karena para penulis Nouveau Roman, misalnya, beranggapan bahwa tokoh dalam roman mempunyai perbedaan pokok dengan manusia yang ada di dalam dunia nyata. 2.2 Ruang dan Waktu Ruang dan waktu merupakan latar bagi terjadinya suatu peristiwa. Ruang dan waktu itu berfungsi untuk menghidupkan imajinasi, pembentukan dunia imajiner yang dilukiskan oleh pengarang tentang tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa yang berlangsung di dalamnya. Di dalam suatu struktur cerita terdapat kaitan yang erat antara ruang dan waktu. Kaitan erat ini akan tampak pada
kenyataan bahwa ketika pengarang melukiskan dimensi ruang, maka secara tidak langsung dimensi waktu terlibat juga. Dimensi ruang berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan tokoh-tokoh cerita seperti lingkungan hidupnya, lingkungan sosial, adat istiadat dan sebagainya. Adapun dimensi waktu lebih berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang membentuk struktur cerita. Dimensi ruang dapat terjadi dalam satuan wacana yang terkecil maupun dalam satuan wacana yang lebih besar. Dalam satuan wacana terkecil dimensi ruang dapat diasosiasikan oleh pembaca dalam tiga macam cara, yaitu (1) penggunaan kata-kata yang dapat memberikan sifat dan keadaan pada yang disebutkan, (2) kata-kata yang memiliki pengertian tersendiri, dan (3) pemakaian perbandingan atau kiasan. Satuan wacana terkecil ini dapat mengasosiasikan dimensi ruang misalnya berupa penyebutan nama-nama benda atau peralatan nama, nama tempat atau istilah lain yang merupakan unsur anorganik dalam pembentukan latar cerita. Sementara itu, dalam wacana yang lebih besar dimensi ruang dapat diasosiasikan oleh pembaca melalui (1) pertanyaan mengenai arah suatu tempat, (2) dialog yang melukiskan lakuan tokoh, dan (3) deskripsi langsung oleh pengarang. 2.3 Tentang Cinta Pengertian Cinta: Cinta bukanlah terutama hubungan dengan seseorang tertentu. Cinta adalah sikap, suatu orientasi watak yang menentukan hubungan pribadi dengan dunia keseluruhan, bukan menuju satu “objek ” cinta. Cinta dapat diperikan berdasarkan jenis-jenisnya sebagai berikut. Cinta persaudaraan. Jenis cinta yang paling fundamental yang mendasari segala tipe cinta ialah cinta persaudaraan. Didalam jenis cinta ini terkandung rasa tanggung jawab, perhatian, respek, pengenalan akan Jurnal Artikulasi Vo.6 No.2 Agustus 2008 | 261
setiap makhluk manusiwi lain, keinginan untuk memajukan hidupnya. Cintailan sesamamu sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri. Cinta saudara adalah cinta akan semua makhluk manusiawi; cinta ini dicirikan oleh kurangnya keeksklusifan. Di dalam cinta persaudaraan ada pengalaman kesatuan dengan segala manusia, pengalaman solidaritas manusaiwi dan pengalaman solidaritas kemanusiaan. Cinta persaudaraan berdasar pengalaman bahwa kita semua adalah satu. Perbedaan –perbedaandalam bakat,kecerdasan, pengetahuan dapat diabaikan bila dibandingkan dengan identitas inti menusiawi bagi semua orang. Untuk mengalami identitas ini maka perlulah menerobos dari pinggir sampai intinya. Cinta Keibuan. Cinta keibuan adalah penguatan tanpa syarat terhadap hidup dan kebutuhan-kebutuhan anak. Penguatan (affirmasi) hidup anak mempunyai dua segi, pertama perhatian dan tanggung jawab dan yang kedua adalah sikap yang menanamkan ke dalam si anak cinta akan kehidupan yang memberinya perasaan: tentang hidup, tentang adanya jenis kelamin, tentang adanya dunia Hubungan ibu dan anak pad ahakikatnya adalah cinta di antara orang yang tidak sama, di mana yang satu memerlukan segala bantuan dan yang lain memberikannya. Justru karena ciri altruistis dan tidak mementingkan diri inilah maka cinta keibuan telah dipandang sebagai jenis cinta yang peling tinggi dan yang paling suci dari segala ikatan emosional. Hakiakt cinta keibuan ialah memelihara pertumbuhan anak, dan itu berarti menghendaki pemisahan anak dari dirinya. Cinta Erotis. Cinta erotis mendambakan peleburan sama sekali,penyatuan dengan seorang pribadi lain. Dari hakikatnya cinta ini bersifat eksklusif dan tidak universal. Keinginan seksuak menuju pada peleburan. Keinginan seksual bisa jadi didorong oleh kecemasan karena kesepian oleh keinginan untuk menguasai atau dikuasai oleh
kesombongan, oleh keinginan untuk menyakiti dan bahkan untuk menghancurkan. Cinta erotis bersifat eksklusif hanaya dalam arti dapat meleburkan diri sepenuhnya dan sesungguhnya (dengan mendalam) hanya dengan satu pribadi. Cina erotis jika merupakan cinta mempunyai premis. Yaitu mencintai dari hakikat keberadaan dan mengalami pribadi yang lain itu dalam hakikat keberadaannya. Cinta Diri Sendiri. Pada prinsipnya cinta itu tidak terbagi sejauh hubungan antara objek dan diri seseorang dilibatkan. Cinta yang tulus adalah ungkapan sifat produktif dan menunjukkan perhatian, hormat, tanggung jawab dan pengetahuan. Peneguhan hidup seseorang, kebahagiannya, pertumbuhannya, kebebasannya berakar dalam kemampuannya untuk mencintai yaitu dalam perhatian, hormat, tanggung jawab dan pengetahuan. Jika seorang individu mampu mencintai secara produktif, maka ia mencintai dirinya, jika ia hanya dapat mencintai orang lain, ia tidak dapat mencintai sama sekali. Cinta terhadap Allah. Cinta terhadap Allh merupakan cinta yang agung yang berbeda dengan cinta kepada manusia. Ia tidak mencintai Allah seperti seorang anak mencintai ayah atau ibunya; ia telah mencapai kerendahan hati untuk merasakan keterbatasan-keterbatasannya sampai pada derajat menyadari bahwa ia tidak tahu menahu tentang Allah.Baginya Allah menjadi simbol dari apa yang diperjuangkannya yaitu kerajaan dunia rohani, kerajaan cinta, kebenaran dan keadilan. Ia memiliki keprcayaan pada prinsip-prinsip yang dinyatakan oleh “Allah” , ia memikirkan kebanaran, menghidupi cinta dan keadilan dan beranggapan bahwa seluruh hidupnya hanya bernilai sejauh hidupnya itu memberinya kesempatan untuk sampai pada makin terbukanya kekuatan manusiawinya – sebagai kenyataan satu-satunya yang diperhatikan, sebagai objek satu-satunya dari “perhatiannya yang terakhir”. Jurnal Artikulasi Vo.6 No.2 Agustus 2008 | 262
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian deskriptifanalitis. Metode deskriptif analitis dipilih karena penelitian ini berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang dianalisis (Webest, 1982:119). Dalam penelitian semacam ini, peneliti menjadi partisipan, penelti memasuki dunia data yang ditelitinya, mencoba menganalisis konsepkonsep yang ada didalamnya, dan terus menerus membuat sistematisasi objek yang ditelitinya, apa makna yang terkandung di dalam novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino. Penelitian ini dikongkretkan lewat dua tahap pembacaan, yaitu pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik (Riffaterre, 1978-5-6). Pada pembacaan heuristik, yakni tahap pembacaan tingkat pertama, yang memiliki peran penting adalah kompetensi linguistik pembaca. Artinya pada tahap ini, pembaca diharapkan dapat mengartikan setiap satuan linguistik yang digunakan yang semuanya itu sesuai dengan konvensi bahasa yang berlaku.Selanjutnya pada pembacaan hermeneutik, yakni pembacaan tahap kedua, pembacanya diharapkan dapat mencari makna yang terkandung dalam teks yang dibacanya. Kemampuan itu sangat ditentukan oleh kompetensi linguistiknya. Apabila kompetensi linguistiknya kurang, sulit baginya untuk dapat mencari makna teks tersebut. Pada tahap pembacaan hermeneutik ini, pembaca diharapkan mempu menafsirkan makna teks sesuai dengan konvensi sastra dan budaya yang melatarbelakanginya. 5.2 Sinopsis Novel ini menceritakan kehidupan seorang wanita berusia enam puluh tahun yang baru ditinggal mati suaminya. Cerita dimulai ketika wanita itu mendaftarkan diri ke sebuah biro perjalanan haji plus di sebuah kantor dekat kantor suaminya. Selama dalam
perjalanan dan menunaikan ibadah haji dia dibimbing oleh pembimbing yang masih muda, pintar dan tampan. Sejak pandangan pertama mereka sudah saling tertarik. Selama menunaikan ibadah haji, ketertarikan antar mereka tak bisa ditutupi lagi, mereka sering saling mencuri pandang. Hubungan mereka ini semakin erat setelah tiba di tanah air. Hubungan mereka yang unik ini memudar ketika musibah menimpa mereka. Mobil yang mereka kendarai ditabrak truk dan wanita itu mengalami amnesia. Sejak itu wanita tersebut menyadari kekeliruan hubungan mereka yang akhirnya kehidupan cinta mereka berakhir dengan meninggalnnya si pembimbing, kekasihnya itu, di Mekah 5.6 Makna Cinta Hubungan cinta yang unik antara seorang nenek dengan seorang pria muda yang seusia dengan anaknya merupakan tema yang unik. Agak mengherankan dengan keadaan jiwa mereka. Seorang nenek yang baru ditinggal suami dan telah melakukan ibadah haji, melakukan percintaan yang tidak biasa. Apakah getaran-getaran Illahi selama di Mekkah tidak dia rasakan? Demikian juga dengan pria muda yang bertugas sebagai pembimbing calon haji sudah beristri dan beranak tidak merasa berdosa bergaul erat dengan wanita lain. Agama yang telah dia pelajari selama ini bagaimana? Untuk menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut di atas yang paling dapat diterima karena faktor duniawi. Kehidupan seorang nenek yang senantiasa bergelimpangan harta, jarang menemukan kesusahan sehingga kehidupan ukhrowi tidak begitu melekat dalam dirinya. Ini dapat diliohat dari penampilan dia sekalipun sudah berhajah tetap memakai baju ketat dan mini. Walau aku tahu baju yang Ahmad sukai bajuku yang serba rapet, kali ini dia terpaksa memejamkan matanya untuk tidak melihat kakiku yang Jurnal Artikulasi Vo.6 No.2 Agustus 2008 | 263
telanjang,sebab aku tidak membawa baju muslim, hanya beberapa rok mini dan blus tipis yan gbiasa ak upakai kalau aku melewatkan hariku pergi jauh dengan mengendarai mobil sendiri, sampai sering kalau aku beli bensin sengaja aku tidak turun karena mata semua pembeli dan yang menjual bensin tidak terbiasa dengan baju yang aku pakai. (hal.128) Demikian juga dengan pembimbing yang senantiasa haus dengan kehidupan duniawi. Sekalipun telah mempunyai istri dan beranak juga mempunyai mercy masih menginginkan wanita tua yang berharta. -Aku sedang sangat senang, aku baru saja mendapat hadiah mobil ini dari seseorang yang akan mengontrakku untuk mengajar selama sisa hidupku di sekolah. -Hah, kau gadaikan dirimu hanya untuk sebuah mobil. -Hanya? Ini tidakhanya nyonya, ini satu mobil mercy, sebuah idola pria untuk menunjukkan kekuatannya, energi… -Aku tidak mengira kau semudah itu menerima benda duniawi… -Aku tahu nyonya, tapi aku ingin menajdi pendamping yang keren untukmu. -Kau cukup seadanya. -Bagaimana nyonya akanmau naik tadi waktu aku ajak, kalau yang aku bawa sebuah sepeda motor.? 88 Ini dapat dikatakan untuk menghindari risiko yang lebih parah. Wanita yang dia
dekati orang tua dan janda, tapi berharta dan cantik. Cinta antara mereka termasuk cinta berahi yang ada pamrih. Percintaan mereka dimulai ketika menunggu berangkat ke Arafah: Ak utertegun memandangnya, anak muda ini berkualitas mandiri dan percaya diri. Apa maunya? Dia pasti benci rumah-rumah pelacuran yang mewah yang dihuni bapakbapak kaya di saat jam-jam kantor. Dia juga pasti tidak suka persenggamaan di luar nikah. Lalu, apakah sebersih jasmin? Melati? Tidak menjamah perempuan lain kecuali istrinya? Apa dia bermain cinta dalam khayal? Seperti aku? 65-66 Mungkin kami sama. Ketika aku selesai berpikir, ternyata mata kami masih saling memandang.Dia tersenyum puas, mengira aku sangat kagum akan dirinya. Tiba-tiba tawanya meledak. -Ibu, Anda sudah terpikat danjadi satu simpul dengan diriku. -Anda sudah sayang padaku seperti aku ini seseorang, satusatunya laki-laki yang halal. -Engkau takabur anak muda. -Mata Anda melekat di dahiku, di rambutku, bahkan dia nempel juga di mataku walau Anda tidur. Aku nanar melihatnya, diamenebak isi manggis yang kebetulan benar. Bagaimana bisa? Aku membenahi diri dan pergi meninggalkannya menuju kamar kecil Jurnal Artikulasi Vo.6 No.2 Agustus 2008 | 264
Sejak itu mereka sering saling mencuri pandang Mulai hari ini kami saling mencari waktu sekilas untuk saling berpandangan. Aku menghindari pertemuan dan percakapan dengannya, karena aku sudah berpengalaman, bahwa hal seperti ini bisa membakar kami masing-masing. Sebaiknya tidak berhubungan dan sedikit demi sedikit aku harus meredam agar bila nanti pulang ke tanah air tak ada bekas-bekas hubungan kita. Itu hanya perkiraan yang salah. (hal. 66) Kemudian dilanjutkan oleh wanita itu dengan memberi harapan untuk bertemu di tanah air. -Selamat berpisah. Kataku menjabat tangannya. -Jangan pisah dong, untuk sementara boleh. Sedikit dia kaget karena tangannya yang selama ini tak pernah mau bersentuhan dengan perempuan sudahada di genggamanku. -Teleponlah kalauingin mengatakan hal-hal lain di luar kata-kata yang biasa kau ucapkan di ceramahmu (hal.81) Rasa sepi membuat wanita itu berkeinginan bertemu lagi dengan kekasihnya. . Rasa enggan untuk mengerjakan pekerjaan rumah ini membuatku tersisih di antara lingkungaku yang selama ini aku kangeni. Mungkin aku jadi manja.
Bagaimana tidak? Di sana setelah salat subuh aku berjalan pulang. Lalu, aku menuju ruang makan, semua sudah tersedia, the, kopi susu, roti selai, dan buah maupun nasi dengan lauk pauknya menanti kami untuk segera disantap. Teman makannya juga banyak tidak hanya aku sendiri seperti di rumah ini, tapi seluruh jemaah yang aku kenal maupun yang tidak aku kenal. Aku mulai muak dengan kesendirian. Aku menyukai berteman bergerombol naik atau turun lift, sambil bergurau dengan jemaah lain. Kebiasaan bermanja-manja membuatku tidak terbiasa lagi mandiri di rumah, rumahku sendiri. Aku benar-benar kehilangan keramaian, keramaian di mesjid, keramaian di ruang makan, maupun keramaian di bis. (hal. 83) Sekalipun dia sadar dengan perasaannya yang salah, namun dia tak mudah menepisnya. Walau aku membujuk nuraniku bahwa aku hanya sendang dipermainkan rasa, tapi aku tidak bisa melepaskan keberadaan pembimbing itu. Aku sadar sesadar orang waras, bahwa aku hanya pantas jadi ibunya, roh dia hanya sepantaran anakku. Tapi aku tidak bisa membiarkan ketiadaannya. Dulu tak ada danmengapa sekarang aku cari supaya ada? Pasti semua harus kembali ke ketiadaan…
Jurnal Artikulasi Vo.6 No.2 Agustus 2008 | 265
Berjam-jam aku membujuk, mana ibu bijak yang biasa memberi pengarahan pada semua kenalannya. Aku sudah menjadi asuhan kepala kerasku, menyulitkan diri sendiri tanpa mau melihat ada jalan keluar: lupakan. (hal.85) Dan dia mengakui bahwa perilakunya itu merupakan sisi gelap dia. Aku kini berjalan di jalan besar, naik mobil berdampingan dengan pembimbing yang aku cari keberadaanya, tapi aku serasa berjalan di sisi yang gelap. Inilah yang disebut sisi gelap dari nasib seseorang, yang tahu salah tapi tetap ditempuhnya. Mataku lurus memandang ke wajahnya yang paruh baya, senyumnya menjajikan sesuatu yang menyenangkan.(hal.85) Perasaan berdosanya dia imbangi dengan sering membaca kitab suci. Untuk mengimbangi rasa yang tidak menentu aku baca kitab suci tiap senggang. Itu menolong banyak. Rutinitas bisa aku kerjakan dengan baik. Yang mengerti hanya tukang jaga pintu depan saja karena anakku terlalu sibuk untuk mengerti ke mana dan dengan siapa aku pergi tiap kali. Aku tak mau lagi diantar sopir, karena aku akan ketemu dia di sembarang tempat…(hal. 92)
Namun, usahanya itu sia-sia, perasaan indah berselingkuh masih dianggap biasa. -Tidak aku sedang dipermainkan kalbu… Dalam hati aku bersorak gembira. Kita ternyata sama, senasib. Malah mungkin di alebih sulit menyembunyikan perasaannya, karena di sekelilingnya ada isteri dan anakanak yang tidakmengerti sandaran hati mereka hatinya sedang bermain cinta di anganangan.Alangkah peliknya.Alangkah nikmatnya memakanbuah kuldi ini dan alangkah nikmatnya mencuri milik orang. Bagaimana kalau kebetulan yang jadi isterinya itu aku? Dan tak mengerti kalau suamiku sedang ingin dicuri orang,lucu ingin dicuri dan menyediakan diri untuk dicuri.(hal. 87) Pergaulan yang mereka lakukan masih sebatas kesopanan tidaksampai melakukan hubungan jasmani yang mendalam. Pergaulan yang tanpa sentuhan jasmani ini mengekang semua nafsu yang bisa meleleh saat sepinya malam bergema di dunia sunyi. (hal. 111) Di antaranya berselingkuh kaki atau tangan. Pelayan membawa lilin besar merah. Diselubungi kertas kuning bergambar indah seperti hasil karya seniman tepi pantai. Dan pesanannya datang satu demi satu. Kai memandangi semua bergantian diletakkan di meja. Tanpa kata kami makan saling menggaetkan kaki kami di bawah meja yang tertutup taplak Jurnal Artikulasi Vo.6 No.2 Agustus 2008 | 266
panjang merah muda, hingga tak ada mata yang mengira kalau kami sedang bercumbu. (hal.89) …Kami berlalu seperti manusia sopan layaknya. Tidak bergandengan maupun bersenggolan, karena kaki kami telah puas berselingkuh Di jalan yang macet, dia pandai bersabar. Dan kita lepas dari kemacetan setelah setengah jam berdampingan.Tangannya erat mengepal jemariku sepanjang jalan. Aku merasa terlindung dan tertidur seperti bayi sampai di depan rumah (hal.91) Sekalipun mereka pada dasarnya merasa berdosa dengan percintaan antara mereka, namun mereka tetap menjalaninya hinggamengalami kecelakaan yang mengakibatkan amnesia. Tak lama kemudian pria muda itu juga mengalami kecelakaan di Mekkah. Ibadah haji yang wanita itu lakukan baru bermakna setelah suatu musibah terjadi. Kesimpulan Sebelum menarik kesimpulan ada baiknya diketahui terlebih dulu ringkasan penelitian ini. Permasalahan yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah 1)Bagaimanakah makna cinta yang dimunculkan lewat struktur sastra novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino? Makna cinta apa saja yang muncul dalam novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino? Yang dijadikan objek penelitian adalah novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino Ziarah terbitan PT Gramedia Widiasarana Indonesia Jakarta tahun 1997. Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif-analitis. Metode deskriptif analitis dipilih karena penelitian ini berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang dianalisis (Webest, 1982:119). Dalam penelitian semacam ini, peneliti menjadi partisipan, peneliti memasuki dunia data yang ditelitinya, mencoba menganalisis konsepkonsep yang ada di dalamnya, dan terus menerus membuat sistematisasi objek yang ditelitinya, makna cinta yang bagaimanakaha yang terkandung di dalam takan keempat apa makna yang terkandung di dalam novel novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino. Novel ini menceritakan kehidupan seorang wanita yang baru ditinggal mati suaminya. Cerita dimulai ketika nyonya itu mendaftarkan diri ke sebuah biro perjalanan haji plus di sebuah kantor dekat kantor suaminya. Selama dalam perjalanan dan menunaikan ibadah haji dia dibimbing oleh pembimbing yang masih muda, pintar dan tampan. Sejak pandangan pertama mereka sudah saling tertarik. Selama menunaikan ibadah haji, ketertarikan antar mereka tak bisa ditutupi lagi, mereka sering saling mencuri pandang. Hubungan mereka ini semakin erat setelah tiba di tanah air. Hubungan mereka yang unik ini memudar ketika musibah menimpa mereka. Mobil yang mereka kendarai ditabrak truk dan wanita itu mengalami amnesia. Sejak itu wanita tersebut menyadari kekeliruan hubungan mereka yang akhirnya kehidupan cinta mereka berakhir dengan meninggalnnya si pembimbing, kekasihnya itu, di Mekah. Alur cerita dalam novel ini berurutan secara kronologis, sekalipun ada yang kilas balik tetapi tidak menonjol. Sekuen- sekuen yang tersusun tidak terlalu kompleks tidak merupakan episode-episode, tapi menyatu utuh menjadi suatu jalinan cerita. Latar tempat yang dikemukakan terdiri dari ruang tertutup dan ruang terbuka yang berhubungan dengan ibadah haji dan kehidupan orang kaya seperti Mekkah, Multazam, Jeddah, Arafah, hotel bintang Jurnal Artikulasi Vo.6 No.2 Agustus 2008 | 267
lima, rumah besar, dan sebagainya. Demikian juga dengan latar waktu yang lebih banyak menggambarkan saat-saat romantis seperti malam, dan pagi. Waktu-waktu lain diungkapkan untuk menggambarkan lamanya suatu peristiwa terjadi, seperti bulan berikutnya, minggu demi minggu dan sebagainya. Peristiwa berlangsung selama setahun lebih dari bulan Desember hingga Januari tahun berikutnya. Ini ditandai pada saat tokoh utama melakukan pendaftaran pemberangkatan haji hingga kecelakaan yang menimpa pembimbing haji pada tahun berikutnya. Dari segi penokohan ada dua tokoh yang menonjol yaitu seorang wanita yang bernama Ibu Noor, yang digambarkan dari segi fisik merupakan wanita cantik, berusia enam puluh tahun. Adapun dari segi sosial merupakan isteri dari orang kaya, penceramah tentang bahasa, seorang ibu dan nenek. Tokoh kedua adalah Ahmad, pria muda yang tampan berdarah arab dan sunda, sudah beristri dan mempunyai anak, pekerjaan sebagai pembimbing ibadah haji. Dari segi pengujaran diketahui kategori modus: 1.pemfokusan:a. pemusatan pandangan, pada tokoh utama yaitu Ibu Noor. b,.kedalaman pandangan meliputi suasana batin tokoh utama. 2. Jarak pandangan dekat. Si pencerita langsung memberikan mandat pada sang tokoh untuk menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Kategori tutur: 1. Penceritaan: wicara pencerita dalam, Penceritaan menggunakan peracakapan langsung. 2. Kehadiran pencerita: pronomina menggunakan kata Aku.
Makna yang terkandung merupakan hubungan cinta yang unik antara seorang nenek dengan seorang pria muda yang seusia dengan anaknya. Agak mengherankan dengan keadaan jiwa mereka. Seorang nenek yang baru ditinggal suami dan telah melakukan ibadah haji, melakukan percintaan yang tidak biasa. Apakah getaran-getaran Illahi selama di Mekkah tidak dia rasakan? Demikian juga dengan pria muda yang bertugas sebagai pembimbing calon haji sudah beristri dan beranak tidak merasa berdosa bergaul erat dengan wanita lain. Agama yang telah dia pelajari selama ini bagaimana? Untuk menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut di atas yang paling dapat diterima karena faktor duniawi. Kehidupan seorang nenek yang senantiasa bergelimpangan harta, jarang menemukan kesusahan sehingga kehidupan ukhrowi tidak begitu melekat dalam dirinya. Ini dapat dilihat dari penampilan dia sekalipun sudah berhajah tetap memakai baju ketat dan mini. Demikian juga dengan pembimbing yang senantiasa haus dengan kehidupan duniawani. Sekalipun telah mempunyai istri dan beranak juga mempunyai mercy masih menginginkan wanita tua yang berharta. Ini dapat dikatakan untuk menghindari risiko yang lebih parah. Wanita yang dia dekati orang tua dan janda, tapi berharta dan cantik. Cinta antara mereka termasuk cinta berahi yang ada pamrih. Sekalipun mereka pada dasarnya merasa berdosa dengan percintaan antara mereka, namun mereka tetap menjalaninya hingga mengalami musibah yang menyadarkan kesalahan mereka.
Jurnal Artikulasi Vo.6 No.2 Agustus 2008 | 268
DAFTAR PUSTAKA Basino, Titis, 1997. Dari Lembah ke Coolibah. Jakarta: Gramedia Damono, Sapardi Djoko. 1983. Kesusastraan Indonesia Modern: Beberapa Catatan. Jakarta: Gramedia. Eagleton, Terry. 1986. Literary Theory. London: Oxford University. Fromm, Erich. 1987. Seni Mencinta. Diindonesiakan oleh Ali Sugiharjanto dan Apul D. Maharadja. Cetakan kedua. Jakarta: PT Bunda Karya. Isaac, Stephen dan William B. Michael. 1982. Handbook in Research and Evaluation. San Diego, California: Edits. Luxemburg, Mieke Bal dan Willem G. Westeijn. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Diindonesiakan oleh Dick Hartoko. Cetakan Keempat. Jakarta: Gramedia. Martin, Wallace. 1986. Recent Theories of Narative. London: Cornell University Semi, M. Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa. Sudjiman, Panuti. 1985. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Puataka Jaya. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Teeuw, A. 1991. Membaca dan Menilai Sastra. Cetakan Kedua. Jakarta: Gramedia.
Jurnal Artikulasi Vo.6 No.2 Agustus 2008 | 269