LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL 2016
SINERGITAS PERAN IBU DAN AYAH UNTUK PENDIDIKAN ANAK SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI PENDIDIKAN KELUARGA
diusulkan oleh: Ayu Ariyana Mulyani
(NIM.1406571/ 2014)
Mail Ismail
(NIM.1406996/ 2014)
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KOTA BANDUNG 2016
HALAMAN PENGESAHAN
ii
LEMBAR PERNYATAAN
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur mari kita panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengikuti kegiatan Lomba Karya Tulis Nasional 2016, dengan judul karya “Sinergitas Peran Ibu dan Ayah untuk Pendidikan Anak sebagai Upaya Optimalisasi Pendidikan Keluarga”. Dalam karya tulis ilmiah ini, kami berharap dapat mengetahui bagaimana peranan seorang ibu, dan khusus nya peranan seorang ayah dalam mendidik anak di keluarga yang mana menjadi pendidik pertama dan paling utama bagi anak. Kami menyadari dalam karya tulis ilmiah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami berharap adanya masukan, kritikan serta saran yang membangun dari semua pihak agar menjadi lebih baik lagi untuk kedepannya. Mudah-mudahan, karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan bagi pembaca pada umunya.
Bandung, 6 Agustus 2016
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... ii LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................. iii KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iv DAFTAR ISI...................................................................................................................... v ABSTRAK ........................................................................................................................ vi BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 1.1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3
Tujuan Penelitian ................................................................................................ 2
1.4
Manfaat Penelitian .............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 4 2.1
Keluarga sebagai sebuah Sistem ......................................................................... 4
2.2
Definisi Coparenting ........................................................................................... 5
2.3
Definisi Fathering .............................................................................................. 5
2.4
Faktor yang Mempengaruhi Fathering ............................................................... 6
BAB III METODE PENULISAN .................................................................................... 8 3.1
Desain Penelitian ................................................................................................ 8
3.2
Pengumpulan Data .............................................................................................. 8
3.3
Analisis Data ....................................................................................................... 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 10 BAB V PENUTUP........................................................................................................... 14 5.1
Kesimpulan ....................................................................................................... 14
5.2
Saran ................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 16
v
SINERGITAS PERAN IBU DAN AYAH UNTUK PENDIDIKAN ANAK SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI PENDIDIKAN KELUARGA Ayu Ariyana Mulyani1, Mail Ismail2 Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK Keluarga merupakan primary group yang mana menjadi agen sosialisasi pertama bagi anak. Pendidikan anak merupakan tanggung jawab orang tua karena orang tua adalah pendidik pertama dan paling utama bagi anak. Ditinjau dalam perspektif ilmu sosiologi, pada intinya pendidikan merupakan hubungan interaksi dan interelasi antara manusia dengan manusia lainnya. Dengan demikian, tentu bahwa dalam proses pendidikan memerlukan interaksi yang berkualitas. Seorang ibu yang dipandang memiliki waktu yang cukup banyak untuk berinteraksi dengan anak sering dianggap sebagai madrasah utama bagi seorang anak. Pendidikan yang baik bagi seorang anak akan tercapai apabila ibu memiliki pendidikan yang mumpuni, maka dari itu ilmu parenting perlu dikuasai oleh calon-calon ibu yang akan menjadi madrasah utama bagi anak-anaknya. Namun, peran ibu saja tidaklah cukup. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan seorang anak tidak lepas dari peran dan keterlibatan ayah dalam mendidik. Namun seringkali peran ayah tergerus oleh kesibukan utamanya sebagai tulang punggung keluarga, sehingga pendidikan anak seolah dititik beratkan kepada ibu. Berangkat dari hal tersebut, ilmu parenting perlu juga dikuasai oleh seorang ayah. Ayah sebagai kepala keluarga harus mampu menentukan mau dibawa kemana anak nantinya, maka ayah harus memilki visi yang sejalan dengan ibu. Dibutuhkan sinergitas antara peran ibu dan peran ayah dalam mendidik anak seperti dalam menentukan pola asuh anak dan memberikan teladan bagi anak. Hal tersebut sangat penting sebagai upaya mengoptimalkan pendidikan anak dalam keluarga. Atas dasar kondisi aktual tersebut, diperlukan model pendekatan ayah dan ibu bagi pendidikan anak dalam setiap momenmomen kebersamaan keluarga untuk berdialog dan berinteraksi, yang dapat menunjang pendidikan bagi seorang anak, sehingga peran ayah dan ibu dalam pendidikan anak dapat dipadupadankan sehingga mampu mendidik anak yang memiliki akhlakul karimah dan berkarakter. Kata kunci: Pendidikan, Parenting, Pola Asuh, Peran Ayah
vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Disepanjang sejarah kehidupan manusia, pada sebagian masyarakat di dunia menempatkan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anak dan istrinya, sedangkan ibu bertugas untuk mengurus urusan rumah tangga. Manhaj (sistem) Islam telah mengatur hubungan antara kedua orang tua dengan anak-anaknya, di mana masing-masing pihak melaksanakan perannya terhadap pihak lain sebagaimana yang telah digariskan. (Fithriani Gade, 2012) Perkembangan anak sehingga menjadi pribadi yang kuat, berakhlak, dan memiliki semangat hidup sangat dipengaruhi oleh peran ibu maupun ayah. Apabila anak terlahir di dunia dan mendapatkan orang tua yang dalam keadaan harmonis dan akur, maka anak tersebut akan tumbuh menjadi pribadi yang positif karena berada dalam pengasuhan yang penuh ketenangan dan ketentraman. Namun sebaliknya, apabila anak tumbuh dalam sebuah pengasuhan yang mana di dalamnya diliputi oleh suasana yang tidak harmonis, dan tidak diliputi oleh pengajaran nilai-nilai akhlak yang mulia, maka akan terjadi guncangan psikologis terhadap anak dan berdampak pada pikiran mereka yang tidak stabil. Maka dari itu, pola asuh yang diterapkan sepasang suami-istri sangatlah menentukan bagaimana bentuk kepribadian anak. Berkaitan dengan masalah pendidikan keluarga, antara keluarga dan pendidikan adalah dua hal yang tidak bisa di pisahkan, sebab dimana ada keluarga disitu ada pendidikan, di mana ada orang tua disitu ada anak, merupakan kemestian dalam keluarga. Ketika ada orang tua yang ingin mendidik anaknya, maka pada waktu yang sama ada anak yang menghajatkan pendidikan dari orang tua. Maka dari sini mucul istiah "pendidkan dalam keluarga" artinya pendidikan yang dilakukan oleh orang tua sebagai tugas dan tanggung jawabnya dalam mendidik anak dalam keluarga, namun hal tersebut tidak mudah, bahkan bisa menimbulkan keresahan kepada orangtua karena pandangan yang subur di masyarakat bahwa sosok ibu lah yang paling berpengaruh dalam pendidikan anak, segala urusan anak adalah tanggung jawab ibu dari perilaku, moral dan akademis anak, hingga masalah anak pun adalah tanggung jawab ibu, namun nyatanya hal tersebut keliru bahwa peran seorang ayah dalam mendidik anak juga sangat penting dan memberikan pengaruh tersendiri. Ketimpangan tersebut membuat frustasi orang tua hingga bisa menimbulkan ketidak harmonisan dalam keluarga, anak yang tidak mendapatkan pengasuhan dari ayah akan membuat perkembangannya menjadi "Pincang" artinya akan membuat perilaku, moral dan akademis anak menurun, hal tersebut
1
perlu di benahi dengan keseimbangan peran ayah dan ibu dalam mendidik anak, ayah dan ibu harus saling berkomunikasi untuk mendukung dan mengisi perannya dalam mendidik anak, orang tua perlu memiliki visi yang sama dalam mendidik anak. Mendidik anak berarti mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang, orang tua juga harus memberikan contoh yang baik bagi anaknya, karena prilaku dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai dan ditiru oleh anaknya yang kemudian bisa menjadi kebiasaan bagi anak, semua sikap dan prilaku anak yang telah dipolesi oleh orang tua tersebut dipengaruhi oleh pola pendidikan dalam keluarga. Dengan kata lain, pola asuh orang tua akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Bertemali dengan orang tua yang memiliki visi yang sama dalam mendidik anak, dalam penelitian ini penulis mengutip beberapa Kisah Sang Visioner Eyang Habibie, sebagai salah satu data mengenai pentingnya peran ayah (Fathering) dalam pendidikan anak dan pengoptimalan coparenting bagi pendidikan anak.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana peran ayah (Fathering) dalam mengoptimalkan pendidikan anak di dalam keluarga? 2. Apa saja faktor yang mempengaruhi peran ayah (Fathering) dalam mengoptimalkan pendidikan anak di dalam keluarga? 3. Bagaimana mensinergikan peran orang tua bagi pendidikan anak di keluarga?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian yang kami susun yaitu sebagai berikut: 1. Mengetahui bagaimana peran ayah (Fathering) di dalam keluarga. 2. Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi peran ayah (Fathering) dalam penddidikan anak di keluarga. 3. Menyusun gagasan mengenai adanya sinergitas antara peran ibu dan aya (Coparenting) untuk mengoptimalkan pendidikan anak di keluarga. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian yang kami susun yaitu terdiri dari dua, diantaranya: 1. Secara Teoritis Secara teoritis, penelitian ini memiliki manfaat untuk menambah literatur yang membahas mengenai coparenting untuk memperkaya gagasan bagi peneliti-peneliti yang hendak mengkaji bahasan yang sama.
2
2. Secara Praktis Secara praktis, penelitian ini memiliki manfaat untuk mengimplementasikan hasil dari penelitian ini untuk menciptakan suasana pendidikan keluarga yang harmonis demi terwujudnya Indonesia sejahtera yang berakar pada pendidikan dan pola asuh keluarga yang baik.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga sebagai sebuah Sistem Keluarga adalah sebuah sistem yang digerakkan oleh anggotanya berdasarkan asas saling menghormati, menghargai, dan mendukung peran masingmasing sehingga tercipta sinergi dan keteraturan. Pada dasarnya setiap keluarga terus menerus mengalami perubahan dan secara instink setiap anggota keluarga bereaksi terhadap perubahan tersebut. Perubahan adalah keharusan dan bereaksi terhadap perubahan adalah sifat dasar manusia. Tanpa perubahan, hidup manusia akan statis dari waktu ke waktu; atau tidak ada proses yang menggerakkan dinamika tersebut. Keluarga sebagai sebuah sistem meruapkan tempat seorang remaja membentuk dan mengembangkan kepribadian dan karakter. Betapa oentingnya keluarga sebagai sebuah sistem terlihat dari banyaknya variasi produk rumah tangga yang menjadi komponen pembentuk masyarakat. Di dalam keluarga, anak belajar mengenai semangat, gagasan, optimisme, kecemasan, ketakutan, kekuatan, ketenangan, suka cita, sikap, rasional, dan emosial. Semua unsure ini meruapkan aspek penting dalam membentuk identitas dan mentalitas remaja. Sebagai sebuah sistem, keluarga harus bekerja keras untuk menciptakan keseimbangan, keharmonisan, atau menjaga atmosfer rumah tangga supaya tetap harmonis. Dengan kata lain, keluarga harus mempunyai sistem penjaga keseimbangan yang baik, agar suasana rumah tetap terjaga pada kondisi yang dibutuhkan. Banyak rumah tangga dewasa ini yang mengalami disfungsi karena masing-masing anggotanya bermasalah dengan anggota lain atau dirinya sendiri. Sistem keluarga bisa dihancurkan oleh pribadi-pribadi yang miskin tenggang rasa, tidak peduli, atau mementingkan diri sendiri. Dalam kenyataan sehari-hari, seringkali keluarga hancur berantakan akibat orang-orang di dalam keluarga itu saling menghancurkan. Sistem keluarga tidak kebal bahkan rentan sekali menghadapi serangan virus yang datang dari dalam. Berikut merupakan gambar mengenai keluarga sebagai sebuah sistem:
4
KELUARGA SEBAGAI SISTEM ASAS MENGHORMATI
MENGHARGAI
MENDUKUNG
PERAN YA SISTEM KELUARGA SEMAKIN KUAT
TIDAK SISTEM KELUARGA SEMAKIN HANCUR
2.2 Definisi Coparenting Coparenting atau pengasuhan bersama didefinisikan oleh Doherty dan Beaton sebagai jumlah dukungan yang saling diberikan oleh orang tua dalam membesarkan anak. Menurut Feinberg, coparenting mengacu pada interaksi antara orang tua dengan anak-anaknya. fungsi dari unit coparenting yang efektif adalah di mana figur orang dewasa berkolaborasi untuk menyediakan sebuah bentuk komunikasi keluarga untuk mendukung dan memiliki rasa solidaritas pada anak, sebuah aturan yang konsisten, dan suasana rumah yang aman dan nyaman (Wahyuningrum, 2010). Coparenting mengacu pada cara orang tua untuk bekerja sama melakukan negosiasi dalam membesarkan anak (dalam hal menentukan pola asuh) dan saling mendukung satu sama lain. Salah satu orang tua dapat memperkuat upaya orang tua yang lainnya. 2.3 Definisi Fathering Peran ayah atau sering disebut dengan fathering merupakan bagian dari parenting. Idealnya ayah dan ibu mengambil peranan yang saling melengkapi dalam kehidupan rumah tangga, termasuk menjadi model yang lengkap bagi anak-anaknya dalam menjalani kehidupan. Fathering merupakan suatu peran yang dijalankan yang mana mengarahlan anak untuk menjadi mandiri di masa dewasanya baik secara fisik dan psikis. Peran ayah sama pentingnya dengan peran ibu, ayah memiliki peranan yang berpengaruh terhadap perkembangan anak walaupun pada umumnya anak relatif lebih banyak menghabiskan waktu dengan ibu nya. Menurut Fromm, cinta ayah berbeda dengan cinta ibu, yang mana lebih didasarkan pada syarat-syarat tertentu. Cinta ayah memberikan motivasi kepada anak untuk lebih menghargai nilai-nilai dan tanggung jawab. Menurut Hart, ayah memiliki peran dalam keterlibatannya dengan keluarga, yaitu: a. Economic Provider, ayah dianggap sebagai pendukung finansial dan perlindungan bagi keluarga.
5
b. Friend and Playmate, ayah dianggap sebagai fun parent dan memiliki waktu bermain lebih banyak dibandingkan dengan ibu. Ayah banyak bergubungan dengan anak dalam memberikan stimulasi yang bersifat fisik. c. Caregiver, ayah dianggap sering memberikan stimulasi afektif dalam berbagai bentuk, sehingga memberikan rasa nyaman dan kehangatan. d. Teacher and Role Model, sebagaimana dengan ibu, ayah pun bertangung jawab dalam apa saja yang dibutuhkan oleh anak untuk masa mendatang melalui latihan dan teladan yang baik bagi anak. e. Monitor and disciplinary, ayah memenuhi peranan penting dalam pengawasan terhadap anak terutama begitu ada tanda-tanda awal penyimpangan, sehingga nilai disiplin dapat dengan cepat ditegakkan. f. Protector, ayah mengontrol dan mengorganisasi lingkungan anak, sehingga anak terbebas dari bahaya. g. Advocate, ayah menjamin kesejahteraan anaknya dalam berbagai bentuk, terutama kebutuhan anak ketika berada di dalam institusi diluar keluarga. h. Resource, dengan berbagai cra dan bentuk ayah mendukung keberhasilan anak dengan memberikan dukungan diluar layar (Wahyuningrum, 2010).
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Fathering Andayani dan Koentjoro mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan ayah berdasarkan beberapa penelitian, sebagai berikut: a. Faktor Kesejahteraan Psikologis Faktor kesejahteraan psikologis diteliti dari dimensi negatif misalnya tingkat depresi, tingkat stress, atau dalam dimensi yang lebih positif seperti tingkat well-being. Selain identitas diri yang menunjuk pada harga diri, dan kebermaknaan diri sebagai individu dalam lingkungan sosialnya juga berkaitan dengan dimensi ini. Apabila kesejahteraan psikologis orangtua dalam kondisi rendah, orientasi orangtua adalah lebih kepada pemenuhan kebutuhannya sendiri sehingga dapat diprediksi bahwa perilaku orangtua terhadap anak lebih terpusat pada bagaimana orangtua mencapai keseimbangan diri. b. Faktor Kepribadian Kepribadian dapat merupakan faktor yang muncul dalam bentuk kecenderungan perilaku. Kecenderungan ini kemudian diberi label sebagai sifat-sifat tertentu, atau dapat pula disebut sebagai kualitas individu, termasuk salah satu diantaranya adalah kemampuan seseorang untuk mengenali dan mengelola emosinya. Selanjutnya,
6
dalam proses pengasuhan anak ekspresi emosi dapat berperan pula pada proses pembentukan pribadi anak. c. Faktor Sikap Sikap adalah suatu kumpulan keyakinan, perasaan dan perilaku terhadap orang atau objek. Secara internal sikap akan dipengaruhi oleh kebutuhan, harapan, pemikiran dan keyakinan yang diwarnai pula oleh pengalaman individu. Secara eksternal, sikap dipengaruhi oleh nilainilai dan budaya dimana individu berada. Dalam konteks pengasuhan anak, sikap muncul dalam area seputar kehidupan keluarga dan pengasuhan, seperti sikap tentang siapa yang bertanggungjawab atas pengasuhan anak. Perubahan perspektif tentang pengasuhan anak mengalami perubahan pada akhir abad 20 sehingga faktor komitmen menjadi satu aspek dari sikap positif terhadap pengasuhan anak. Apabila orangtua mempersepsi dan mempunyai sikap bahwa pekerjaan adalah hal yang paling penting dalam hidupnya, pekerjaan akan menjadi lebih penting daripada pengasuhan anak. d. Faktor Keberagaman Keberagamaan atau masalah spiritual merupakan faktor yang mendukung keterlibatan orangtua dalam pengasuhan. Ayah yang religius cenderung bersikap egalitarian dalam urusan rumah tangga dan anak-anak. Mereka tidak keberatan untuk mengerjakan tugas rumah tangga dan mengasuh anak. Selanjutnya, sikap egalitarian inilah yang meningkatkan keterlibatan ayah dengan anak-anak (Wahyuningrum, 2010)
7
BAB III METODE PENULISAN Metode penelitian merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunanya sehingga dapat mencapai objek atau tujuan pemecahan masalah. Untuk melakukan penelitian ini, diperlukan metode penelitian yang tersusun secara sistematis, dengan tujuan agar data yang diperoleh kredibel, sehingga penelitiaan ini layak diuji kebenarannya. (Fitriani, 2015)
3.1 Desain Penelitian Dalam penelitian ini akan dikumpulkan informasi yang berhubungan dengan teori-teori yang berhubungan dengan peran ayah (Fathering) dan sinergitas peran ayah dan ibu (Coparenting), yang mana teori tersebut berasal dari berbagai literatur baik itu di buku, jurnal, dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan non-interaktif yang mana yang menjadi data adalah konsep atau teori yang terdapat di dalam literatur yang kami temukan dan beberapa Kisah Sang Visioner Eyang Habibie yang tertuang dalam sebuah buku fiksi dan film. Oleh sebab itu, metode penelitian yag digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research).
3.2 Pengumpulan Data Sebagaimana permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu akan diteliti melalui pendekatan kualitatif., dan yang menjadi alat pengumpulan data utama yaitu peneliti sendiri yang akan melalui metode library research. Peneliti membaca buku, jurnal, dan sumber yang berkaitan dengan masalah secara berulang-ulang dan menandai kata dan kalimat yang menjadi kunci dan merujuk pada masalah penelitian sehingga dapat dijadikan sebuah schemataskemata yang akhirnya menjadi sebuah data penelitian.
3.3 Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu melalui proses mengumpulkan dan menyususn secara baik-baik data yang didapatkan dari berbagai sumber. Analisis data yang digunakan peneliti menggunakan analisis model Miles and Huberman yang terdiri dari data reduction, data display, conclusion drawing/verification, yang dipermudah dengan menggunakan analisis data model interaktif sebagai berikut:
8
DATA DISPLAY
DATA COLLECTION
DATA REDUCTION
CONCLUSION DRAWING/ VERIFICATION
Gambar 3.1 Analisis Data Model Interaktif Penjelasan mengenai data model interaktif yaitu sebagai berikut: 1. Data Reduction Data Reduction adalah mengurangi data yang tidak penting sehingga data yang terpilih dapat dip roses ke langkah selanjutnya. Mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal ynag pokok, dan memfokuskan pada hal-hal yang penting. 2. Data Display Data Display menyajikan data, penyajian dapat dilakukan dengan bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya, tetapi yang paling sering digunakan adalah teks yang bersifat naratif. 3. Conclusion Drawing/ verification Conclusion drawing adalah penarikan kesimpulan, yang mana simpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya (Fitriani, 2015).
9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ibu merupakan Madrasah yang paling utama dalam pembentukan kepribadian anak. Disamping itu ia sangat berperan sebagai figur sentral yang dicontoh dan diteladani dengan perilaku atau moralitas melalui arahan dalam berbagai keutamaan yang mulia (Fithriani Gade, 2012). Tetapi, dalam buku Surbakti mengenai peran ayah sebagai pembentuk identitas menjelaskan pula bahwa budaya patrilineal pun menempatkan kedudukan ayah menempati posisi istimewa di dalam keluarga yaitu sebagai pusat keluarga. Seorang ayah merupakan panutan dalam setiap hal bagi anak-anaknya, ayah adalah kebanggan bagi anak-anaknya. Dalam banyak hal anak-anak selalu menjadikannya sebagai model, sosok ayah dijadikan panutan untuk merancang sistem interaksi sosial bagi anak-anaknya (Surbakti, 2008). Menanggapi dua pertanyaan diatas keduanya memang benar, ibu merupakan figur sentral bagi anak, pun demikian dengan ayah. Yang menjadi perbedaan antara hubungan seorang anak dengan ibu dan hubungan seorang anak dengan ayahnya terletak pada hal yang mempengaruhinya. Hubungan seorang anak dengan ibu nya lebih dipengaruhi oleh faktor afeksional, sedangkan hubungan anak dengan ayahnya lebih dipengaruhi oleh faktor normatif. (Fithriani Gade, 2012). Meskipun demikian, keduanya memiliki peranan yang sangat kuat dalam pola asuh anak, maka dari itu tidak hanya ilmu parenting saja yang mesti dikuasai oleh calon ayah dan ibu, tetapi juga ilmu coparenting. Coparenting yang merupakan ilmu mengenai perpaduan peran ayah dan ibu dalam mengasuh anak penting dikuasai oleh calon orang tua dalam rangka mengoptimalkan pendidikan anak di keluarga. Pendidikan anak yang hanya ditekankan kepada ibu rasanya kurang cukup mengingat ayah pun memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan anak. Dalam buku Rudy Habibie: Kisah Muda Sang Visioner, diceritakan bagaimana pentingnya keterlibatan peran ayah dalam perkembangan anak. Eyang Rudi Habibie yang dibesarkan oleh orang tua yang visioner mampu mengantarkan beliau hingga bisa sampai pada puncak keberhasilan. Sikap sang ibu yang pemberani dibalut dengan sikap sang ayah yang berawawasan luas dan menjadi teladan mempengaruhi pula bagaimana pola asuh dan pola pendidikan yang diberikan kepada Rudy kecil. Perjuangan Eyang Habibie dalam meraih cita-cita nya tidak luput dari pesan-pesan moral yang diberikan sang ayah yang sering disampaikan manakala Rudy kecil sedang berada disamping ayahnya menemaninya bekerja. Pesan moral yang selalu diingat hingga saat ini yaitu untuk menjadi mata air yang jernih yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar.
10
Setelah ayahanda Eyang Habibie meninggal, visi yang telah dijalin bersama antara ibunda Eyang Habibie dan ayahnya tidak putus begitu saja. Ibunda Eyang Habibie terus melanjutkan visi dan pesan yang disampaikan oleh almarhum ayahanda Eyang Habibie untuk menyekolahkan putra-putri nya hingga jenjang yang lebih tinggi sehingga mampu bermanfaat bagi orang banyak. (Noer, 2015) Model pendidikan yang diterapkan oleh orang tua Eyang Habibie merupakan salah satu contoh penerapan dari coparenting dan fathering bagi pendidikan anak. Dididik oleh ayah yang berwawasan terbuka dan dibesarkan oleh ibu yang bekerja keras menjadikan Eyang Habibie menjadi orang nomor satu di Negara Indonesia. Peran Ayah sebagai Pemimpin dalam Keluarga Di Indonesia seorang ayah dianggap sebagai kepala keluarga yang diharapkan mempunyai kepemimpinan yang mantap. Sesuai dengan ajaran masyarakat Jawa, seorang pemimpin harus memberikan teladan yang baik (ing ngarso sung tulodo) memberikan semangat sehingga pengikutnya kreatif (ing madyo mangun karso) dan membimbing (tut wuri handayani). (Bahri, 2014) Sebagai seorang pemimpin dalam rumah tangga, maka seorang ayah harus mengerti dan memahami kepentingan-kepentingan dari keluarga yang di pimpinnya. Seperti fungsi seorang ayah adalah hidup dan bekerja pada perbatasan antara keluarga dan masyarakat, antara “dalam” dan “luar” ayah memperkenalkan dan membimbing anak-anaknya untuk mengarungi dunia luar atau kehidupan masyarakat. Ayah dengan kesadaran yang tinggi akan pentingnya pendidikan bagi anaknya akan berusaha meluangkan waktu dan mencurahkan pikiran untuk memperhatikan pendidikan anaknya, seperti menyisihkan uangngya untuk membelikan buku dan peralatan sekolah yang baik. Membantu anak apabila mengalami kesulitan belajar, dan mendengarkan dengan baik ketika anak menceritakan berbagai pengalaman yang di dapatkan diluar rumah. Ayah sebagai seorang pemimpin juga diharuskan untuk membuka dialog dengan anaknya, seperti ketika sedang di tengah perjalannan, entah ketika sedang jalan kaki atau apapun itu, ayah tidak hanya menengok kanan atau kiri tak karuan, tetapi pada kondisi tertentu sebaiknya dimanfaatkan untuk memulai dialog dan tanya jawab dengan anaknya, misalkan tentang pendidikan atau sesuatu lainnya sehingga anak memperoleh pelajaran yang baik dari ayahnya. Mensinergikan Peran Orang Tua dalam mendidik anak Sejak anak usia balita ayah dan ibu sudah sering berinteraksi dengan anak, seperti ketika anak masih berusia satu setengah tahun saat sedang diberi ASI, seorang ibu berusaha berbicara kepada anaknya dengan bahasa tersendiri walaupun pada saat itu anak belum mengerti apa yang dimaksudkan oleh ibu, tapi anak berusaha tersenyum memberikan tanggapan atas respon yang diberikan oleh
11
ibu. Begitu pun dengan ayah ketika ayah melambaikan tangannya untuk pergi bekerja, anak akan memberikan tanggapan atas respon yang di berikan. Hal tersebut menunjukan peran dari ayah dan ibu yang saling bekerja sama melakukan interaksi dengan anak, meskipun masih sebatas interaksi simbolik. (Bahri, 2014) Posisi dan peranan ayah dan ibu yang sedikit berbeda justru akan melahirkan hubungan bervarisasi dengan anak, meski begitu baik ibu maupun ayah sama-sama berusaha berada sedekat mungkin dengan anaknya, seolah-olah tidak ada jarak. Karena dengan begitu orang tua dapat memberikan pendidikan lebih intensif terhadap anaknnya. Ayah dan Ibu diharapkan sering berinteraksi satu sama lain, untuk membicarakan mengenai pola asuh anak, permasalahan anak, dan mereka harus bermusyawarah mengenai sikap dan perilaku bagaimana yang sebaiknya ditampilkan untuk memberikan pengalaman yang baik kepada anak didalam rumah. Walaupun tanpa disadari sikap dan perilaku negatif ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Memang mendidik anak tidaklah mudah, karena banyak faktor yang ikut terlibat dalam memberikan pengalaman kepada anak, seperti contoh salah satu sumber informasi berupa media elektronik maupun media cetak akan memberikan dampak psikologis dan sosiologis kepada anak, yang apabila tidak digunakan dengan bijak akan berdampak buruk. Untuk itu perlu penanganan yang tepat dari ayah dan ibu dalam membenarkan anaknya. Orang tua yang baik adalah ayah dan ibu yang pandai menjadi sahabat sekaligus sebagai teladan bagi anaknya. Karena sikap bersahabat dengan anak mempunyai peranan besar dalam mempengaruhi jiwanya. Sebagai sahabat yang baik tentu saja orang tua harus menyediakan waktu untuk anak, seperti menemani anak dalam keadaan suka dan duka, memilihkan teman yang baik untuk anak dan bukan memilih teman tanpa petunjuk bagaimana caranya memilih teman yang baik. (Bahri, 2014) Orang tua yang mempersiapkan anaknya untuk kehidupan yang akan datang harus mengembangkan sikap yang menarik sebagai cara hidup. Misalnya ketika seorang ayah memberikan nasihat ketika memang menemukan perilaku anak yang kurang baik bagi perkembangannya, untuk itu pemberian nasihat perlu waktu yang tepat dan dengan sikap yang bijakasana, terhindar dari sikap kekerasan dan kebenciaan, ayah bisa menasehati anak pada saat rekreasi, dalam perjalannan, saat makan atau pada waktu anak sedang sakit. Untuk mendukung kearah perkembangan perilaku anak yang baik salah satu upayanya adalah dengan pendidikan disiplin. Pendidikan disiplin dapat di berikan dalam bentuk keteladanan dalam rumah tangga. Ayah dan ibu harus memberikan keteladanan dalam disiplin yang baik dengan bijaksana dengan menggunakan pujian, bukan hukuman atau selalu dengan kritikan, sebab anak yang tumbuh dalam suasana pujian dan persetujuan akan tumbuh lebih bahagia, lebih produktif dan lebih patuh dari pada anak yang penuh dengan kritikan dan
12
hukuman, seperti ayah dan ibu dalam mengajarkan sembahyang dirumah, maka ayah mengajak anak dengan nada yang lembut, dan ayah memimpinnya dan di ikuti oleh ibu, hal tersebut akan membuat anak akan meurutinya. Meskipun kedisiplinan itu tidak mungkin dapat terbentuk dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama, maka dari itu orang tua harus sabar dan peka terhadap anak. Hal lain yang penting dalam pendidikan anak yaitu menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Caranya memperkuat kemauan anak, menumbuhkan kepercayaan sosial, menumbuhkan kepercayaan ilmiah dan menumbuhkan hal positif lainnya pada diri anak. Kepercayaan diri yang diberikan oleh orang tua kepada anak akan membuat anak menjadi kuat kepribadiannya, jauh dari ketergantungan dari orang lain, punya sikap konsisten, yang terpenting adalah tidak membeo. Itu semua akan berjalan apabila ayah dan ibu bekerja sama dalam mendidik anak. Rumah tangga yang sejahtera merupakan perwujudan dari Pendidikan dan Pola asuh orang tua yang baik dalam keluarga, Hal tersebut terbentuk ketika interaksi dan pola asuh orang tua hamonis berjalan bergandengan secara sinergi diatas rel kehidupan keluarga yang tepat, sehingga menghasilkan anak yang memiliki akhlakul karimah dan berkarakter.
13
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Ketimpangan antara peran ayah dan ibu dalam pendidikan sering terjadi di masyarakat. Mereka menganggap bahwa hanya ibu saja yang memiliki tanggung jawab besar dalam mengurus anak, sedangkan peran ayah hanya terfokus sebagai pencari nafkah, sehingga waktu bersama keluarga tergerus karena kesibukannya. Hal tersebut berdampak pada intensitas hubungan ayah dengan anak menjadi rendah, dan dampak negatif bagi anak. Maka dalam penelitian ini, kami hendak memberikan pemahaman kepada orang tua bahwa peran seorang ayah begitu penting dalam mendidik anak di dalam keluarga. Hal tersebut telah berhasil dilakukan oleh keluarga Eyang Habibie, yang mana memperlihatkan peran seorang ayah yang begitu hebat, selalu dengan visi dalam mendidik anaknya, hingga melahirkan seorang anak yang cerdas dan berkarakter sesuai dengan didikan dari orang tuanya. Seorang ayah yang baik adalah yang dapat mengatur waktu untuk bersama anaknya. Berinteraksi, memperhatikan perkembangan anak, dan membimbing anak dengan penuh keteladanan. Seorang ayah pun harus mampu memimpin keluarganya dengan penuh tanggung jawab, didukung dengan pembentukan visi yang terarah dan sejalan. Sinegritas peran ayah dan ibu (coparenting) dalam mendidik anak merupakan suatu konsep dalam penerapan pendidikan anak dalam keluaraga, yang perlu dilakukan oleh ayah dan ibu dalam mendidik anaknya dengan cara mengkombinasikan antara peran ayah dan peran ibu. Diawali dari penetuan visi bersama untuk mengembangkan perilaku dan karakter anak supaya bisa menjadi anak yang berguna bagi Nusa, Bangsa dan Agama. Dalam pelaksannya, didukung dengan hubungan yang harmonis antara ayah, ibu, dan anak, dengan didasari atas rasa kasih sayang, kesabaran dan penuh kebahagiaan dalam keluarga yang tergambar melalui pola asuh yang tepat. Artinya bahwa orang tua harus menjadi teladan dan inspirator bagi anak, seperti dalam menanamkan kedisiplinan, kemandirian, dan percaya diri sehingga anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan berkarakter. Sinergitas peran ayah dan ibu juga tergambar dalam pendidikan keluarga yang dilakukan secara intensif. Melalui peran orang tua yang begitu sentral, maka komunikasi orang tua sangat dibutuhkan oleh anaknya, orang tua harus membagi waktu dengan anaknya sebagai upaya peningkatan intensitas pendidikan anak. Sinergitas peran ayah dan ibu tersebut dirasa cukup mudah dan sederhana untuk diterapkan dalam keluarga. Singkat kata bahwa sinergitas peran ayah dan ibu tersebut bertujuan untuk mendidik anak supaya berakhlak mulia dan berkarakter sebagai upaya menuju Indonesia yang sejahtera.
14
5.2 Saran Sebagai Orang tua yang baik, sepatutunya mendidik anak secara berprinsip dengan penuh tanggung jawab, demi tercapainya keluarga yang sejahtera dan memiliki anak yang ber-ahklakkul karimah dan berkarakter. Peran dari ayah dalam mendidik anak tidak bisa di pisahkan dan tidak bisa di bantah karena memiliki pengaruh tersendiri bagi anak, untuk itu ayah selain sebagai sorang kepala keluarga tetapi juga harus memiliki visi yang sejalan dengan ibu dalam mendidik anak. Ayah harus dapat membagi waktu antara mencari nafkah dan berkomunikasi dengan anak, ayah juga diharapkan dapat menjadi sosok yang di hormati dan jadi inspirasi bagi anaknya. Pola asuh yang di terapkan oleh orang tua harus sesuai dengan perkembangan anak, artinya pola-pola hubungan dalam keluarga harus dinamis penuh dengan kebahagiaan. Juga tidak kalah penting bagi orang tua untuk mendidik anak dengan penuh kesabaran dan kepekaan, berikan anak pujian-pujian yang membangun kepercayadiriannya, ketika telah terjadi keharmonisan dalam rumah tangga makan kebahagiaan dan kesejahteraan pun akan mendampingi seluruh anggota keluarganya.
15
DAFTAR PUSTAKA Bahri, S. (2014). Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. Fithriani Gade. (2012). Ibu sebagai Madrasah dalam Pendidikan Anak. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA , VOL. XIII No. I, 2. Fitriani, L. (2015). Konsep Pendidikan K.H. Ahmad dahlan. Bandung: Indonesia University of Education. Noer, G. S. (2015). Rudy: Kisah Muda Sang Visioner. Jakarta: Bentang Pustaka. Surbakti, E. (2008). Kenakalan Orang TUa Penyebab Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Gramedia. Wahyuningrum, E. (2010). Peran (Fathering) pada Pengasuhan Anak Usia Dini. Universitas Kristen Satya Wacana , hal. 5-6.
16