LOGO KONSELING A. Definisi Logo Konseling Logo konseling menyoroti manusia dari aspek spiritual, yang menyatakan keinginan untuk bermakna dalam mencapai makna hidup. Spiritual dianggap sebagai inti kemanusiaan dan merupakan sumber dari makna hidup, serta potensi dari berbagai kemampuan dan sifat luhur manusia yang luar biasa (Frankl, 2000: 34). Logo konseling memungkinkan pribadi setiap individu yang mengalami nilai-nilai hidup semu, dapat memiliki makna, di balik semua aspekaspek tragis. Hidup punya potensi untuk memiliki makna, apapun kondisinya, bahkan dalam kondisi yang paling menyedihkan sekalipun. Pribadi setiap individu memiliki kapasitas untuk mengubah aspek-aspek hidup yang negatif menjadi sesuatu yang positif dan konstruktif. Oleh karena itu, logo konseling efektif memperbaiki permasalahan pribadi setiap individu yang mengalami harga diri spiritual yang rendah. Logo konseling efektif memperbaiki permasalahan perkembangan dan dimensi harga diri spiritual yang rendah terbukti pada nilai-nilai sikap, kompetensi dan integritas diri, penerimaan dan ketegasan diri, transendensi diri dan realisasi makna, dijadikan sebagai sumber kekuatan menyikapi kondisi dan masalah yang dialaminya. Pribadi setiap individu yang mengalami harga diri spiritual yang rendah bebas memutuskan dan mampu mengambil sikap mereka terhadap kondisi internal (psikologis) dan eksternal (biologis dan sosial), karena mereka memiliki nilai-nilai sikap yaitu kebebasan bertanggung jawab, sadar diri, dan mampu menentukan yang terbaik bagi dirinya. Permasalahan perkembangan harga diri spiritual yang rendah terdiri atas enam permasalahan yaitu kesadaran diri, penerimaan diri, ketegasan diri, tujuan hidup, tanggung jawab diri dan integritas diri dan satu permasalahan dimensi spiritual, sehingga ada tujuh permasalahan yang membutuhkan tujuh teknik dan pendekatan untuk mengatasi permasalahan tersebut. B. Kebutuhan Aktual Logo Konseling Kebutuhan aktual logo konseling terhadap pribadi setiap individu, penanganannya bukan fenomena masalah yang muncul seperti stress dan depresi tetapi pada upaya peningkatan kebutuhan yang berhubungan dengan faktor penyebab ketidakmampuan perkembangan spiritual. Penyebab ketidakmampuan perkembangan spiritual yang telah dipaparkan pada pokok bahasan sebelumnya terdiri atas enam faktor penyebab yaitu kesadaran diri, penerimaan diri, ketegasan diri, tujuan hidup, tanggung jawab diri dan integritas diri. Hal tersebut menjadi tolak ukur untuk suatu penanganan dalam implementasi konseling aktual berupa kebutuhan, teknik dan pendekatan serta tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dibahas dan dianalisa sebagai berikut: 1. Permasalahan perkembangan spiritual pada tingkat kesadaran diri telah menjadi salah satu faktor penyebab ketidakmampuan perkembangan spiritual pribadi setiap individu. 1
2.
3.
4.
5.
Kebutuhan penanganan yang diperlukan pada tingkat kesadaran diri adalah pemberdayaan untuk suatu perubahan sikap dan perilaku sehat. Pemberdayaan tersebut berhubungan dengan kemampuan untuk menciptakan idea, karya, membuat keputusan dan kemampuan untuk mengatasi masalah. Teknik dan pendekatan yang dipakai adalah eksplorasi diri (selfexploration). Tujuannya adalah mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan pribadi setiap individu. Sasarannya adalah mengembangkan kesadaran diri pribadi setiap individu. Permasalahan perkembangan spiritual pada tingkat penerimaan diri telah menjadi salah satu faktor penyebab ketidakmampuan perkembangan spiritual pribadi setiap individu. Kebutuhan penanganan yang diperlukan pada tingkat penerimaan diri adalah bagaimana mengendalikan dan mengembangkan diri yang unik itu menjadi pribadi yang mandiri dan mampu. Pribadi setiap individu yang mandiri dapat mengatur dan management, serta menerima dirinya untuk memotivasi dan menguasai diri. Kemampuan diri pribadi setiap individu terletak pada bagaimana individu menyadari keberadaan dirinya untuk menerima kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri. Teknik dan pendekatan yang dipakai adalah penerimaan diri (self-acceptance). Tujuannya adalah pribadi setiap individu memiliki asumsi berfikir positip. Sasarannya adalah penerimaan diri pribadi setiap individu. Permasalahan perkembangan spiritual pada tingkat ketegasan diri telah menjadi salah satu faktor penyebab ketidakmampuan perkembangan spiritual pribadi setiap individu. Kebutuhan penanganan yang diperlukan pada tingkat ketegasan diri adalah bagaimana diri pribadi setiap individu harus berperilaku dan bertindak berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau penilaian orang lain. Ketegasan diri merupakan standar pribadi yang mencakup standar bersikap, standar berbicara, standar dalam mengatur, standar penampilan yang berhubungan dengan karakter seseorang yang diinginkannya, juga berhubungan dengan tujuan, nilai, dan prestasi yang ingin dicapai. Teknik yang dipakai adalah intensi paradoksikal, sedangkan pendekatannya adalah pemisahan diri (self-detachment). Tujuannya adalah pribadi setiap individu dapat mengembangkan harapan yang realistis. Sasarannya adalah ketegasan diri pribadi setiap individu. Permasalahan perkembangan spiritual pada tingkat tujuan hidup pribadi setiap individu telah menjadi salah satu faktor penyebab ketidakmampuan perkembangan spiritual pribadi setiap individu. Kebutuhan penanganan yang diperlukan pada tingkat ketegasan diri adalah harapan yang realistik untuk mengembangkan seperangkat nilai keikatan diri (self commitment), melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah guna mencapai makna dan tujuan hidupnya. Tujuan hidup mencerminkan figur pribadi setiap individu yang mempunyai harkat dan martabat unuk mencapai makna hidup dan penghargaan atas dirinya. Teknik yang dipakai adalah de-reflection, sedangkan pendekatannya adalah transendensi diri (self trancendence). Tujuannya adalah pribadi setiap individu dapat meningkatkan kualitas perilaku hidup positif. Sasarannya adalah pencapaian tujuan hidup pribadi setiap individu. Permasalahan perkembangan spiritual pada tingkat tanggung jawab diri pribadi setiap individu telah menjadi salah satu faktor penyebab ketidakmampuan perkembangan spiritual pribadi setiap individu. Kebutuhan penanganan yang diperlukan pada tingkat tanggung jawab diri adalah memahami tugas dan prinsip dari tanggung jawab diri pribadi setiap individu, sesuai tuntutan dari orang lain (keluarga, masyarakat, teman, pacar, tetangga, maupun negara). Pribadi setiap individu harus bekerja yang memberikan makna kehidupan baginya tanpa harus mengabaikan tanggung jawabnya dalam melayani suami/istri, mendidik 2
anak, demikian juga tanggungjawab dalam masyarakat. Tanggung jawab diri menggambarkan figure pribadi setiap individu dalam menempatkan dirinya sesuai dengan tugas dan perannya. Teknik dan pendekatan yang dipakai adalah modifikasi sikap. Tujuannya adalah pribadi setiap individu dapat mengembangkan evaluasi diri seimbang. Sasarannya adalah tanggung jawab diri pribadi setiap individu. 6. Permasalahan perkembangan spiritual pada tingkat integritasi diri telah menjadi salah satu faktor penyebab ketidakmampuan perkembangan spiritual pribadi setiap individu. Kebutuhan penanganan yang diperlukan pada tingkat integritas diri adalah penghargaan dan nilai diri yang berhubungan dengan pribadi setiap individu dalam memandang dirinya memiliki dampak terhadap perkembangan psikologisnya. Pribadi setiap individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap integritas dirinya memperlihatkan kemampuannya terhadap aktualisasi diri dalam rangka memperbaiki hubungan dengan orang lain, menghargai dan menghormati diri sendiri dan menjadi pemicu sukses dalam kehidupannya. Teknik yang dipakai adalah dialog Sokrates, sedangkan pendekatannya adalah kesadaran diri (self awareness). Tujuannya adalah pribadi setiap individu dapat mengembangkan keyakinan inti seimbang. Sasarannya adalah pencapaian integritas diri pribadi setiap individu. C. KESIMPULAN Logo konseling signifikan memperbaiki permasalahan ketidakmampuan perkembangan spiritual pribadi setiap individu, karena beberapa hal sebagai berikut. 1. Logo konseling memiliki kekuatan-kekuatan, sehingga dapat melakukan dinamika perubahan perilaku dalam diri individu. 2. Logo konseling diterapkan dalam program intervensi konseling, memberikan pengaruh sangat baik terhadap: (1) dinamika perubahan perilaku individu; (2) pandangan, teknik penanganan dan strategi konseling bagi konselor: (3) lingkungan kerja dan komitmen untuk meningkatkan sumber daya maupun kualitas pelayanan bagi individu. Logo konseling efektif memperbaiki permasalahan ketidakmampuan perkembangan spiritual pribadi setiap individu terbukti pada. 1. Nilai-nilai sikap yang dimiliki pribadi setiap individu mengatasi pola pikir negatif dan perasaan yang menyalahkan diri sendiri dijadikan sebagai sumber kekuatan menyikapi kondisi dan masalah yang dialaminya. Pribadi setiap individu bebas memutuskan dan mampu mengambil sikap mereka terhadap kondisi internal (psikologis) dan eksternal (biologis dan sosial), karena mereka memiliki nilai-nilai sikap yaitu kebebasan bertanggung jawab, sadar diri, dan mampu menentukan yang terbaik bagi dirinya. 2. Tanggung jawab yang berhubungan dengan pengendalian dan pengembangan diri individu, sehingga dapat menerima keadaan dirinya, pengalaman masa lampau yang buruk, situasi beresiko tinggi ketika terjebak dalam tekanan dan ancaman. Hal tersebut tidak lagi dilihat sebagai sesuatu yang buruk dalam hidup para individu, tetapi penerimaan dirinya menandakan bahwa dengan nilai-nilai yang mereka miliki sebagai sumber inspirasi telah membantu mereka keluar dari keterpurukan hidupnya.
3
3. Transendensi diri untuk melakukan transformasi nilai dan modifikasi sikap, agar individu, menemukan makna hidup yang merupakan tujuan utama program intervensi logo konseling. 4. Kompetensi dan integritas diri untuk mengeksplor nilai-nilai sikap melalui kehendak individu, untuk hidup bermakna yang merupakan motivasi utama bagi individu. Menemukan makna hidup yang merupakan tujuan utama program intervensi logo konseling, nampak dalam dinamika perubahan perilaku pribadi setiap individu.
D. Simulasi DAFTAR PUSTAKA Abdulraheem, S & Oladipo, A.R. (2010).Trafficking in Women and Children: A Hidden Health and Social Problem in Nigeria. International Journal of Sociology and Anthropology, Vol. 2, No. 3, pp. 33-39. University of Llorin, Nigeria. Akhter, A. (2013). Relationship Between Substanse Use and Self-Esteem. International Journal of Scientific & Engineering Research, Vol. 4, Issue. 2, pp. 1-7. Akor, L. (2011). Trafficking of Women In Nigeria: Causes Consequences and the Way Forward. Corvinus Journal of Sociology and Social Policy, Vol. 2, No. 2, pp. 89-110. Beyrer, C., Stachowiak, J & Hopkins, J. (2003). Health Consequences of Trafficking of Women and Girls in Southeast Asia. The Brown Journal of World Affairs, Vol. ISSUE 1, pp. 106117. Engel, J.D. (2007). Persepsi Masyarakat Batam Terhadap Perdagangan Perempuan dan Anakanak. Kritis: Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin, Vol. XIX, No. 2, pp. 75-89. Salatiga: Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Erol, R.Y & Ulrich, O.(2011). Self-Esteem Development From Age 14 to 30 Years: A Longitudinal Study. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 101, No.3, pp. 607-619. University of Basel. Esping. (2010). International Case Study of Graduate School as Logotherapy for an Ph.D Student Studying in United States. International Journal of Existential Psychology and Psychotherapy, Vol. 3, No. 2. College of Education, Texas Christian University. Esping. (2011). Autoethnography as Logotherapy: An Existential Analysis of Meaningful Social Science Inquiry. Journal of Border Educational Research, Vol. 9, pp. 59-67. Texas Christian University. Frankl, V. E. (1961b). Logotherapy and the Challenge of Suffering. Journal of Existential Psychology and Psychiatry,Vol. I, pp.4-7.
4
Frankl, V. E. (1965). The Concept of Man in Logolherapy. Journal of Existentialism, Vol. VI, pp. 53-55. Frankl, V. E.(1966). What Is Meant by Meaning. Journal of Existentialism, Vol. VII, pp. 21-23. Hughes, D.M. (2000). The Natasha Trade the Transnational Shadow Market of Trafficking in Women. Journal of International Affairs, Vol. 53, No. 2, pp. 625-651. University of Rhode Island. Hughes, D.M. (2003). Prostitution Online. Journal of Trauma Practice, Vol. 2, 115-132.
No.3/4, pp.
Hutchinson, G.T & Chapman, B.P. (2006). Logotherapy Enhanced REBT: An Integration of Discovery and Reason. Journal of Cognitive and Behavioral Psychotherapies, Vol. VI, No. 1, pp. 57-67. Northern Arizona, USA. Jordan, J., Patel, B & Rapp, L. (2013). Domestic Minor Sex Trafficking: A Social Work Perspective on Misidentification, Victim, Buyers,Traffickers, Treatment, and Reform of Current Practice. Journal of Human Behaviour in the Social Environment, Vol. 23, Issue. 3, pp. 356-369. Joshi, S & Srivastava. (2009). Self-Esteem Achievement of Adolescents. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, Vol. 35, Special Issue, pp. 33-39. Banaras Hindu University, Varanasi. Julom, A.M & de Guzman, R. (2013). The Effectiveness of Logotherapy Program in Alleviating The Sense of Meaninglessness of Paralyzed In-Patiens. International Journal of Psychology & Psychological Therapy, Vol. 13, No. 3, pp. 357-371.University of Santo Tomas, Philipines. Kalanzadeh, GH.A., Mahnegar, F., Hassannejad, E & Bakhtiarvand, M. (2013). The Influence of EFL Students’ Self_esteem on Their Speaking Skills. The International Journal of Language Learning and Applied Linguistics World (IJLLALW), Vol. 2, No. 2, pp. 76-83. Khowaja, S.S., Karamaliani, R.S., Tharani, A.J & Agha, A. (2013). Women Trafficking: Causes, Concerns, Care. Journal of Pakistan Medical Association, Vol. 63, No. 10, pp. 1-29. April 2013. Agha Khan University Hospital, Karachi. Kimble, M.A & Ellor, J.W. (2000). Logotherapy: An Overview. Reprinted from Viktor Frankl’s Contribution to Spirituality and Aging, a monograph published simultaneously as The Journal of Religious Gerontology, Vol. 11, No. 3, pp. 8-24. Kwan, V., Kuang, L. L & Hui, N. (2009). Identifying the Sources of Self-Esteem: The Mixed Medley of Benevolence, Merit and Bias. International Journal of Psychology: Self and Identity, Vol. 8, pp. 176-195. Psychology Press, Taylor & Francis Group. Kyung-Ah., et al. (2009). The Effect of Logotherapy on the Suffering, Finding Meaning, and Spiritual Well-Being of Adolescents with Terminal Cancer. Journal Korean Acad Child 5
Health Nurs,Vol. 15, No.2, pp. 136-144. April 2009. Department of Nursing, University Korea. Liu, K. (2012). Humor Styles, Self-Esteem and Happiness. International Journal of Psychiatry in Medicine: Discovery – SS Student E-Journal, Vol. 1, pp. 21-41.= Manjoo, Rashida.,McRaith, Calleigh. (2011). Gender-Based Violence and JusticeIn Conflict and Post-Conflict Areas. Cornel International Law Journal Vol. 44, pp. 11-31. Melton, A & Schulenberg, S. (2008). On the Measurement of Meaning: Logotherapy’s Empirical Contributions to Humanistic Psyhology. The Humanistic Psychology, Vol. 36, pp. 31-44. Musacchio, V. (2004). Migration, Prostitution and Trafficking in German Law Journal, Vol. 05, No. 09, pp. 1015-1030.
Women: An Overview.
Rafferty, Y. (2008). The Impact of Trafficking on Children: Psychological and Social Policy Perspectif. Journal of Academic of Child & Adolescent Vol. 2, No. 1, pp. 13-18. Pace University. Ramiro, M.T., Teva, I., Bermudez, M.P., Casal, G.B. (2013). Social Support, Self-Esteem and Depression: Relationship with Risk for Sexually Transmitted Infections/HIV Transmission. International Journal of Clinical and Health Psychology, Vol. 13, pp. 181-188. Stotts, E.I & Ramey, L. (2011). Human Trafficking: A Call for Counselor Awareness and Action. Journal of Humanistic Counseling, Education and Development, Vol. 48, Issue 1, pp. 3647. Tate, K & Williams, C & Harden, D. (2013). Finding Purpose in Pain: Using Logotherapy as a Method for Addressing Survivor Guilt in First-Generation College Students. Journal of College Counseling, Vol. 16, pp. 79-92. Uslu, M. (2013). Relationship between Degrees of Self-Esteem and Peer Pressure in High School Adolescents. International Journal of Academic Research Part B, Vol. 5, No. 3, pp. 117-122. Selcuk University, Konya (Turkey).
6