LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN Kaihatu Bryan Petrus Christine Novita Dewi Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 5 -25 Yogyakarta ABSTRACT The purpose of this research is to examine and analyse the impact of leverage towards acceptance of audit opinion going concern. Population of this research is manufacturing company listing in Indonesia Stock Exchange (BEI) during 2004-2013. From total 125 manufacturing companies, there are only 31 companies that fulfill criteria of research sample. This research is using audited financial report to determine whether company received going concern opinion or not. The result shows that leverage has significantly positive impact to audit report-going concern. The increase of debt to equity ratio, the more potential company receives audit going concern opinion. This result becomes stronger when the company is audited by bigfour. Keywords: Leverage, Audit Opinion, Going Concern, Big Four
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Leverage terhadap penerimaan Opini Audit Going Concern yang dimoderasi oleh Reputasi Kantor Akuntan Publik. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2004-2013. Dari total 125 perusahaan manufaktur, hanya 31 perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria sampel penelitian yang telah ditetapkan. Penelitian ini menggunakan laporan auditor yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan sebagai penentuan Opini Audit Going Concern. Pengujian hipotesis menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Leverage berpengaruh positif signifikan terhadap Opini Audit Going Concern (GCO) diperkuat ketika diaudit oleh Big Four. Kata kunci: Leverage, Opini Audit, Going Concern, Big Four,
PENDAHULUAN Berangkat dari kasus-kasus hukum yang dipicu oleh manipulasi akuntansi yang terjadi pada beberapa entitas bisnis, salah satunya adalah perusahaan energi besar yang berkantor pusat di Houston Amerika Serikat yaitu Enron yang pada tahun 2000 menerima opini wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion), namun ironisnya justru runtuh pada tahun 2001. Kasus runtuhnya Enron berdampak bagi dunia bisnis internasional sehingga pada tahun 2002 muncullah undang-undang baru yaitu Sarbanes Oxley Act yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada investor. Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur
Andersen dipersalahkan sebagai penyebab terjadinya kebangkrutan Enron dan divonis pihak pengadilan karena melakukan mark up pendapatan dan menyembunyikan hutang lewat business partnership. Fakta ini memunculkan pertanyaan mengapa perusahaan yang menerima opini wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion) dapat berhenti beroperasi?, sehingga menimbulkan keraguan mengenai reputasi dan independensi sebuah kantor akuntan publik atas opini wajar tanpa pengecualian yang merupakan jaminan kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Berdasarkan kasus tersebut maka penelitian ini akan melihat apakah setelah terjadi kasus Enron The Big4 masih dapat
157
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
dipercaya dan independensinya masih dapat dipertanggungjawabkan, sehingga opini yang dikeluarkan oleh The Big4 dapat memberikan assurance bagi para pemakai laporan keuangan. Laporan keuangan bertujuan umum disusun atas suatu basis kelangsungan usaha, kecuali manajemen bermaksud untuk melikuidasi entitas atau menghentikan operasinya, atau tidak memiliki alternatif yang realistis selain melakukan tindakan tersebut di atas (SPAP, 2013). Laporan keuangan merupakan media komunikasi antara manajemen dan investor sebagai salah satu pemangku kepentingan. Investor dan para pemangku kepentingan lainya menggunakan laporan keuangan sebagai cerminan untuk melihat kondisi perusahaan, oleh karena itu dibutuhkan pihak independen yakni auditor yang bertindak untuk menilai kewajaran dan keandalan dari laporan keuangan perusahaan.Standar Auditing Seksi 570 menyatakan bahwa, tanggung jawab auditor adalah untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang ketepatan penggunaan asumsi kelangsungan usaha oleh manajemen dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan, dan untuk menyimpulkan apakah terdapat suatu ketidakpastian material tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usahanya (SPAP, 2013). Auditor yang independen akan memberikan opini sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya, jika dalam proses identifikasi informasi mengenai kondisi perusahaan auditor tidak menemukan adanya kesangsian besar terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka auditor akan memberikan opini audit non going concern (NGCO) sebaliknya apabila auditor meragukan kemampuan perusahaan dalam menjaga keberlangsungan usahanya maka auditor akan mengeluarkan opini audit going concern (GCO). Opini audit going concern (GCO) merupakan opini audit yang dikeluarkan oleh auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2011). Standar Auditing Seksi 341 paragraf 06 menyatakan bahwa, auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang menunjukkan adanya kesangsian besar tentang
158
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas (tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang di audit). Auditor melakukan evaluasi terhadap perusahaan sebelum menentukan apakah terdapat kesangsian atas kelangsungan usaha suatu perusahaan. Auditor memerlukan berbagai informasi mengenai kondisi perusahaan dalam penilaian atas ada atau tidaknya kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian atas kelangsungan hidup entitas, maka auditor perlu mencari informasi mengenai rencana manajemen dalam mengurangi dampak dari ketidakmampuan entitas tersebut. Jika auditor tidak menemukan kesangsian atas kondisi perusahaan dalam menjalankan dan mempertahankan kelangsungan usahanya, maka auditor akan memberikan opini non going concern (NGCO). O’Reilly (2010) menyatakan asumsi dasar bahwa opini audit going concern (GCO) haruslah berguna bagi investor sebagai sinyal negatif tentang kelangsungan hidup perusahaan sehingga seringkali opini ini dikatakan bad news bagi pemakai laporan keuangan. Diterbitkanya opini audit going concern adalah hal yang tidak diharapkan oleh perusahaan karena dapat berdampak cukup signifikan pada kemunduran harga saham, kesulitan dalam meningkatkan modal pinjaman, ketidakpercayaan investor, kreditor, pelanggan, dan karyawan terhadap manajemen perusahaan. Akan tetapi, pihak manajemen yang mempunyai kepentingan tertentu akan cenderung menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan tujuannya dan bukan demi kepentingan pemilik perusahaan. Perilaku manajemen ini tentu saja dapat mepengaruhi kualitas dari laporan keuangan yang disajikan dan peluang bagi perusahaan untuk menerima opini audit going concern tinggi. Oleh karena itu, diharapkan pihak manajemen dapat transparan dalam mengungkapkan informasi pada laporan keuangan, sehingga peluang perusahaan menerima opini audit going concern kecil. Sejumlah penelitian telah mengungkapkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
penerimaan opini audit going concern pada perusahaan diantaranya Januarti dan Fitrianasari (2008), Rudyawan dan Badera (2009), Januarti (2009), Junaidi dan Hartono (2010), Rahman dan Siregar (2011) telah berhasil meneliti tentang faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern yang terdiri dari faktor keuangan dan faktor non keuangan. Standar Auditing Seksi 570 paragraf A2 menyatakan peristiwa atau kondisi yang dapat menyebabkan keraguan tentang asumsi kelangsungan usaha salah satunya adalah rasio keuangan utama yang buruk. Kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal kerja, serta ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang bermasalah. Rasio leverage dapat digunakan untuk mengetahui kapasitas perusahaan dalam memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio leverage umumnya diukur dengan menggunakan deb to equity ratio yaitu membandingkan total kewajiban dengan total ekuitas. Jumlah utang yang melebihi total ekuitas menyebabkan perusahaan mengalami defisiensi modal atau saldo ekuitas bernilai negatif. Semakin tinggi rasio leverage menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang semakin buruk dan dapat menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan yang memiliki aset yang lebih kecil daripada kewajibannya akan menghadapi bahaya kebangkrutan (Chen et al., 1992). Namun penelitian Rudyawan dan Badera (2008) menyatakan bahwa rasio leverage tidak berpengaruh signifikan pada kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Rahman dan Siregar (2011) dalam penelitiannya membuktikan bahwa leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. DeAngelo (1981) menyimpulkan bahwa Kantor Akuntan Publik (KAP) besar dapat menghasilkan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan KAP yang kecil. Selain itu, KAP besar memiliki insentif yang lebih besar untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi dibandingkan KAP skala kecil. KAP skala besar lebih cenderung untuk mengungkapkan
masalah-masalah yang ada karena mereka lebih kuat menghadapi risiko proses pengadilan. Namun penelitian Rudyawan dan Badera (2009), Januarti dan Fitrianasari (2008) menyatakan bahwa reputasi KAP tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Junaidi dan Hartono (2010) dalam penelitiannya membuktikan bahwa reputasi KAP memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap opini audit going concern yang diberikan auditor. Berdasarkan kasus Enron dengan melibatkan KAP ternama Arthur Anderson yang dituduh telah mengeluarkan opini yang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan, sehingga membuat kerugian bagi beberapa pihak bahkan dunia. Pasca kasus Enron tersebut banyak investor yang ragu akan jasa KAP besar, sehingga jatuhlah kepercayaan dan munculnya keraguan investor terhadap kinerja dari KAP besar. Setahun setelah kasus Enron tersebut yaitu pada tahun 2002 dikeluarkan undang-undang yang mengatur tentang Kantor Akuntan Publik yaitu Sarbanes Oxley Act. Undang-undang ini dibuat oleh para pembuat regulasi untuk mencegah kasus seperti Enron terulang kembali. Penelitian ini ingin melihat apakah KAP besar atau The Big Four masih dapat dipercaya dan independensinya dapat dipertanggungjawabkan, dengan begitu diharapkan hasil penelitian ini ingin memberikan bukti kepada investor agar keraguan investor terhadap independensi KAP setalah kasus Enron dapat terjawab, dengan begitu investor akan lebih hati-hati dan cermat untuk melakukan investasi pada perusahaan. Diharapkan juga penelitian ini dapat menambah referensi terhadap pembuat regulasi untuk terus mengkaji undang-undang yang ada, agar semakin kecil peluang KAP besar maupun kecil untuk melakukan kecurangan dan semua proses auditnya dilakukan sesuai prosedur dan undang-undang yang ada.
TINJAUAN LITERATUR Teori Agensi Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (prinsipal)
159
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
meminta pihak lainnya (agen) untuk melaksanakan sejumlah pekerjaan atas nama prinsipal yang melibatkan pendelegasian beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Jika kedua pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut berusaha untuk memaksimalkan utilitas mereka maka ada kemungkinan bahwa agen tidak akan selalu bertindak untuk kepentingan terbaik prinsipal. Dengan tujuan memotivasi agen maka prinsipal merancang kontrak sedemikan rupa sehingga mampu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien merupakan kontrak yang memenuhi dua asumsi, yaitu sebagai berikut ini: (1) Agen dan prinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri. (2) Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya. Namun, pada kenyataannya agen sebagai pengelola perusahaan umumnya memiliki informasi yang lebih banyak mengenai kondisi perusahaan dibandingkan dengan prinsipal sebagai pemilik perusahaan sehingga menimbulkan terjadinya asimetri informasi. Eisenhardt (1989) menyatakan ada tiga asumsi sifat manusia terkait teori keagenan, yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manager akan cenderung bertindak oportunis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi dan hal ini memicu terjadinya konflik keagenan sehingga diperlukan peran pihak ketiga yaitu auditor independen untuk mengevaluasi pertanggungjawaban keuangan manajemen dan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Rahman dan Siregar (2012) menyatakan bahwa auditor dipandang sebagai pihak yang independen dianggap mampu
160
menjembatani kepentingan prinsipal dan agen dalam melakukan monitoring terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan. Auditor bertugas memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan perusahaan dan mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya serta mengungkapkannya pada laporan audit (SPAP, 2011). Laporan audit memberikan peringatan awal mengenai kondisi keuangan perusahaan bagi prinsipal (Rahman dan Siregar, 2012). Data-data perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya, apabila laporan keuangan yang mencerminkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor. Laporan keuangan auditan tersebut dapat dipakai oleh pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan yang tepat atas perusahaan. Opini Audit Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 110, tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya (Rahman dan Siregar, 2012). Auditor independen harus menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama dalam menentukan prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup sebagai basis memadai dalam merumuskan pendapatnya. Pernyataan pendapat atas kewajaran laporan keuangan
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
perusahaan diungkapkan dalam laporan audit yang mencakup paragraf, kalimat, frasa dan kata yang digunakan oleh auditor untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada pemakai laporan auditnya. Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yakni laporan audit bentuk baku. Laporan auditor bentuk baku terdiri dari tiga paragraph menurut (Mulyadi,2002) yakni: a. Paragraf pengantar (introduction paragraph). Paragraf pengantar dicantumkan pada paragraf pertama laporan audit bentuk baku. Auditor mengungkapkan tiga fakta pada paragraf pengantar. Fakta pertama adalah pengungkapan tipe jasa yang diberikan auditor. Fakta kedua tentang objek yang diaudit. Selanjutnya, pengungkapan tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan dan tanggung jawab auditor atas pendapat yang diberikan atas laporan keuangan berdasarkan hasil auditnya. b. Paragraf lingkup audit (scope paragraph). Paragraf lingkup audit berisikan pernyataan ringkas auditor mengenai lingkup audit yang dilaksanaakan auditor. Selain itu, paragraf lingkup audit juga menjelaskan bahwa pelaksanaan audit telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh organisasi profesi akuntan publik. Pelaksanaan audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing tersebut memberikan dasar yang memadai bagi auditor untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. c. Paragraf pendapat (opinion paragraph). Paragraf ketiga dalam laporan keuangan bentuk baku yakni paragraf pendapat yang digunakan auditor untuk menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan auditan. Dalam paragraf pendapat, auditor menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan dan kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum. Opini audit terdapat pada paragraf pendapat yang merupakan informasi utama dari laporan audit. Menurut SPAP SA Seksi 508 opini audit terdiri atas lima jenis salah satunya adalah Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion with Explanatory Language) adalah saat keadaan tertentu,
auditor menambahkan suatu paragraf penjelas (atau bahasa penjelas lain) dalam laporan audit. Opini Audit Going Concern (GCO) Opini audit going concern merupakan opini audit yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya pada kurun waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (SPAP, 2011). Dalam melaksanakan proses audit, auditor dituntut tidak hanya melihat sebatas pada hal-hal yang ditampakkan dalam laporan keuangan saja tetapi juga harus lebih mewaspadai hal-hal potensial yang dapat mengganggu kelangsungan hidup suatu perusahaan. Hal inilah yang menjadi alasan bahwa auditor turut bertanggungjawab atas kelangsungan hidup suatu satuan usaha. Standar Audit (SA) Seksi 341 paragraf 15 memberikan contoh paragraf penjelasan mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya yang dicantumkan pada laporan auditor jika auditor memberikan opini audit going concern kepada auditee, seperti berikut ini (SPAP, 2011): “Laporan keuangan terlampir telah disusun dengan anggapan Perusahaan akan melanjutkan usahanya secara berkelanjutan. Seperti yang diuraikan dalam Catatan X atas laporan keuangan, Perusahaan telah mengalami kerugian yang berulangkali dari usahanya dan mengakibatkan saldo ekuitas negatif serta pada tanggal 31 Desember 20X2, jumlah liabilitas lancar perusahaan melebihi jumlah aset sebesar Rp YYY. Rencana manajemen untuk mengatasi masalah ini juga telah diungkapkan dalam Catatan X. Laporan keuangan terlampir tidak mencakup penyesuaian yang berasal dari masalah tersebut.” SA Seksi 341 paragraf 06 menyatakan bahwa auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas (tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan
161
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
yang sedang diaudit). Contoh kondisi dan peristiwa tersebut adalah sebagai berikut ini: 1) Tren negatif, sebagai contoh, kerugian operasi yang berulang terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan penting yang jelek. 2) Petunjuk lain tentang kemungkinan financial distress, sebagai contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utang atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aset. 3) Masalah intern, sebagai contoh pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atau sukses proyek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi. 4)Masalah luar yang telah terjadi, sebagai contoh, pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi, kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai. Leverage Untuk mengukur sejauh mana pendanaan perusahaan dibiayai dengan utang salah satunya dapat dilihat melalui debt to equity ratio (Rahman dan Siregar, 2012). Leverage diukur dengan menggunakan debt to equity ratio yaitu membandingkan antara total kewajiban dengan total aset. Rasio ini mengukur tingkat persentase utang perusahaan terhadap total aset yang dimiliki atau seberapa besar tingkat persentase total aset dibiayai dengan utang. Semakin besar tingkat rasio leverage menyebabkan timbulnya keraguan akan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya di masa depan karena sebagian besar dana yang diperoleh oleh perusahaan akan digunakan untuk membiayai utang dan dana untuk beroperasi akan semakin berkurang. Kreditor
162
pada umumnya lebih menyukai debt ratio dengan angka rasionya yang rendah. Semakin kecil debt ratio, maka semakin besar peredaman dari kerugian yang dialami kreditor jika terjadi likuidasi. Semakin besar debt ratio maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk memberikan opini audit going concern. Reputasi KAP Reputasi KAP dapat diproksikan dengan KAP yang termasuk dalam Big4 dan NonBig4. Empat KAP lokal yang berafiliasi dengan The Big Four Auditors, yaitu: (1) KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja berafiliasi dengan Ernst & Young, (2) KAP Osman Bing Satrio dan Rekan berafiliasi dengan Deloitte Touche Tohmatsu, (3) KAP Siddharta dan Widjaja berafiliasi dengan KPMG, (4) KAP Tanudireja Wibisana & Rekan berafiliasi dengan Pricewaterhouse Coopers. Auditor bertanggungjawab untuk menyediakan informasi yang berkualitas tinggi berdasarkan hasil pelaksanaan audit yang dilakukannya, karena informasi tersebut menjadi basis para pemakai laporan keuangan untuk mengambil keputusan yang tepat terhadap perusahaan. Auditee dan pemakai laporan keuangan biasa mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari KAP besar dan berafiliasi dengan KAP internasional yang menyediakan jasa audit dengan kualitas yang lebih tinggi. Auditor pada KAP besar berskala internasional memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review (Rahman dan Siregar, 2012). Auditor yang memiliki reputasi baik akan cenderung untuk mempertahankan kualitas auditnya agar reputasinya terjaga dan tidak kehilangan klien (Januarti, 2009), serta lebih cenderung akan mengeluarkan opini audit going concern apabila klien terdapat masalah mengenai keberlangsungan usahanya (Santosa dan Wedari, 2007). Pengembangan Hipotesis Penelitian
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
Chen et al. (1992) menyatakan bahwa, perusahaan yang memiliki aset lebih kecil daripada kewajibannya akan menghadapi bahaya kebangkrutan. Debt to equity ratio yang diproksikan dengan Leverage diukur dengan membandingkan antara total kewajiban dengan total equity. Rasio ini mengukur tingkat persentase utang perusahaan terhadap total modal yang dimiliki, semakin besar tingkat debt to equity ratio menyebabkan timbulnya keraguan akan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, karena sebagian besar dana yang diperoleh oleh perusahaan akan digunakan untuk membiayai utang dan dana untuk beroperasi akan semakin berkurang. Kreditor pada umumnya lebih menyukai debt to equity ratio yang rendah angka rasionya, karena akan semakin besar kemungkinan dari kerugian yang dialami kreditor jika terjadi likuidasi. Perusahaan yang memiliki debt to equity ratio yang tinggi maka kemungkinan besar perusahaan akan menerima opini audit going concern, sebaliknya apabila perusahaan memiliki debt to equity ratio yang rendah maka perusahaan berkemungkinan tidak menerima opini audit going concern. Pada penelitian Rahman dan Siregar (2012) meneliti tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur dan salah satu variablenya adalah debt to equity ratio yang berpengaruh secara signifikan terhadap opini audit going concern. Kantor Akuntan Publik (KAP) big four dan non big four menjadi salah satu faktor perusahaan menerima opini audit going concern dan opini audit non going concern, melihat bahwa opini audit dikeluarkan oleh auditor yang bekerja pada KAP big four atau non big four. Penelitian sebelumnya oleh Januarti (2009) tentang Analisis pengaruh faktor perusahaan, kualitas auditor, kepemilikan perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concern dengan salah satu variablenya big four dan non big four yang diproksikan kualitas auditor berpengaruh secara signifikan terhadap opini audit going concern. Junaidi dan Jogiyanto (2010) meneliti tentang Faktor Non Keuangan pada Opini Going Concern dengan variable yang diteliti Tenure, reputasi auditor, disclosure, dan size, hasil dari penelitian Tenure, reputasi
auditor dan disclosure berpengaruh secara signifikan sedangkan size tidak berpengaruh secara signifikan. Penelitian-penelitian terdahulu telah menguji pengaruh langsung reputasi KAP terhadap penerimaan opini audit going concern dan menemukan hubungan positif signifikan di antara keduanya. Dengan begitu penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tidak langsung reputasi KAP dalam memoderasi hubungan antara leverage dan opini audit going concern. Pada kenyataannya perusahaan yang memiliki leverage yang tinggi ketika diaudit oleh big four maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk memberikan opini audit going concern, sebaliknya apabila perusahaan memiliki leverage yang tinggi dan diaudit oleh non big four maka ada kemungkinan perusahaan tidak akan mendapat opini audit going concern oleh auditor, melihat bahwa KAP yang besar dan yang memiliki afiliasi dengan KAP internasional dapat menghasilkan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan KAP kecil. KAP skala besar juga lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah yang dialami klien karena mereka lebih kuat untuk menghadapi proses pengadilan (DeAngelo, 1981). Elizabeth dan Fitriany (2013) menyatakan : 1. KAP besar memiliki dan mampu menghimpun sumber daya yang lebih besar dari segi kuantitas dan kualitas sehingga dapat melakukan proses audit yang lebih efektif untuk mendeteksi dan melaporkan kecurangan yang terjadi pada perusahaan. 2. KAP besar memiliki concern untuk menjaga reputasi dan nama baiknya di mata klien sehingga mereka akan memastikan bahwa proses audit dilakukan dengan baik untuk menjamin kualitas. 3. KAP besar memiliki kemampuan untuk berinvestasi lebih besar untuk menjadi spesialis di suatu industri dibandingkan KAP yang lebih kecil. Akan tetapi, ketika terjadi kasus Enron yang sempat menggemparkan dunia dan membuat banyak masyarakat bertanya-tanya tentang keindependensian KAP besar. Pasca kasus Enron terjadi jatuhlah kepercayaan perusahaan untuk menggunakan jasa KAP besar yang ada pada saat itu. Kasus Enron terjadi ketika opini audit yang diterima oleh
163
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
perusahaan adalah wajar tanpa pengecualian dan dalam jangka waktu setahun kemudian perusahaan bangkrut. Dapat dilihat bahwa KAP besar tidak independen dengan perusahaan yang diaudit dikarenakan fee yang didapatkan lebih besar dari KAP kecil sehingga kebanyakan perusahaan rela untuk membayar fee yang tinggi kepada KAP besar hanya untuk mendapatkan opini wajar tanpa
Leverage
(+)
pengecualian sekalipun perusahaan mengalami defisit atau kondisi keuangan yang buruk. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H1: Leverage berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern dimoderasi dengan reputasi KAP.
Opini Audit Going Concern
Reputasi KAP
METODA PENELITIAN Definisi Operasional Definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy. Opini audit going concern diberi kode 1, sedangkan yang termasuk dalam opini audit non going concern yaitu opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) diberi kode 0. Leverage (LEV)
Opini Audit Going Concern (GCO) Opini audit going concern merupakan opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya (SPAP, 2011). Menurut SA Seksi 341, SPAP (2011), opini audit yang termasuk opini going concern adalah sebagai berikut: 1) Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion report with explanatory laguage). 2) Laporan yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion report). 3) Opini going concern adverse (tidak wajar). 4) Laporan yang didalamnya auditor tidak menyatakan pendapat (disclaimer of opinion report).
164
Leverage dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan debt to equity ratio. Untuk mengukur sejauh mana pendanaan perusahaan dibiayai dengan utang salah satunya dapat dilihat melalui debt to equity ratio. Debt to equity ratio mencerminkan besarnya proporsi antara total debt (total utang) dengan total shareholder’s equity (total modal sendiri). Total debt merupakan total liabilities (baik utang jangka pendek maupun jangka panjang), sedangkan total shareholder’s equity merupakan total modal sendiri (total modal saham yang di setor dan laba yang ditahan) yang dimiliki perusahaan (Rahman dan Siregar, 2012). Rasio ini dihitung sebagai berikut:
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
Reputasi KAP (KAP) KAP big four yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Price Water House Coopers (PWC) dengan Partnernya yang berafiliasi di Indonesia Tanudireja, Wibisana & Rekan. 2) Deloitte Touche Tohmatsu Dengan Partnernya yang berafiliasi di Indonesia Osman Bing Satrio & Rekan. 3) Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) international dengan partnernya yang berafiliasi di Indonesia Siddharta, dan Widjaja. 4) Ernst & Young dengan Partnernya yang berafiliasi di Indonesia Purwantono, Sarwoko & Sandjaja. 5) Variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy. Dalam penelitian ini reputasi KAP diproksikan dengan ukuran kantor akuntan publik (KAP). Jika KAP termasuk dalam kategori The Big Four Auditors, akan diberi kode 1, sedangkan jika tidak termasuk kategori The Big Four Auditors, akan diberi kode 0. Sampel Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur go public atau terdaftar di BEI selama tahun 2004-2013 yang termuat dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2004-2013. Perusahaan manufaktur dipilih untuk menghindari adanya industrial effect. Sampel perusahaan manufaktur yang digunakan dalam penelitian ini dipilih dengan metode purposive sampling dari seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2004-2013. Proses pengambilan sampel dengan metode purposive sampling dari penelitian ini didasarkan pada beberapa kriteria yaitu: 1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian 2004 – 2013. 2) Data yang dibutuhkan tersedia dengan lengkap dan menerbitkan laporan keuangan dalam mata uang rupiah yang telah diaudit oleh auditor independen dari tahun 2004 – 2013. 3) Mengalami kerugian dua periode laporan keuangan selama periode pengamatan antara tahun 2004-2013 (Januarti,
2008). Kriteria ini digunakan untuk menunjukkan trend kondisi keuangan yang bermasalah. Kondisi ini menimbulkan kesangsian auditor tentang kemampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan usahanya. Auditor akan cenderung memberikan opini going concern apabila perusahaan mengalami kondisi keuangan yang tidak baik dan dianggap tidak mampu mempertahankan usahanya tersebut. Kriteria Pemilihan Sampel Keterangan Jumlah Perusahaan 1 Perusahaan manufaktur 125 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2004 sampai dengan 2011 2 Perusahaan yang laporan (35) keuangannya tidak lengkap 3 Perusahaan yang tidak (2) menggunakan mata uang Rupiah 3 Perusahaan yang tidak (57) mengalami laba negatif setidaknya 2 (dua) kali dalam periode penelitian Jumlah sampel akhir 31 Tahun pengamatan 10 Jumlah observasi 310 Data outliers (66) Jumlah data yang diolah 244 No
Jumlah sampel yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini setiap tahunnya memiliki perbedaan dikarenakan metode yang digunakan adalah cross section. Perusahaanperusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini ditunjukkan pada lampiran dari penelitian. Jenis dan Sumber Data Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui perantara. Data sekunder dalam penelitian ini adalah laporan keuangan auditan dan laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2004-2013. Data yang digunakan diperoleh dari Pojok BEI UKDW, website BEI
165
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
www.idx.co.id dan ICMD (Indonesian Capital Market Directory). Metode Pengumpulan Data Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan mengkaji data sekunder yang berupa laporan keuangan auditan dan laporan keuangan tahunan perusahaan yang dipublikasikan oleh BEI melalui www.idx.co.id dan ICMD (Indonesian Capital Market Directory). Metode Analisis Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik (logistic regression) dan analisis moderasi sub kelompok. Regresi logistik adalah bentuk khusus analisis regresi dengan variabel dependen bersifat kategori dan variabel independennya bersifat kategori dan gabungan antara metric dan non metric (nominal). Analisis sub kelompok dilakukan dengan memecah sampel menjadi dua sub-kelompok atas dasar variabel ketiga yaitu variabel yang dihipotesiskan sebagai moderator (Ghozali, 2011). Model regresi logistik dengan moderasi sub kelompok yang digunakan untuk menguji hipotesis terdapat 3 regresi sebagai berikut: GCO = α1 + α 2 LEV + ε1 (untuk total sampel Big4 dan NonBig4) GCO = β 1 + β2 LEV + ε2 (untuk sampel Big4) GCO = λ 1 + λ 2 LEV + ε3 (untuk sampel NonBig4) Keterangan: GCO = Opini going concern (variabel dummy, 1 jika opini going concern, 0 jika opini non going concern) LEV = Leverage Α1, β1, λ1 = Konstanta Α2, β2, λ2 = Koefisien Regresi ε1, ε2, ε3 = error HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
166
Statistik Deskriptif Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai sampel penelitian. Berdasarkan kriteria sampel diperoleh 31 perusahaan dengan 244 data dari tahun 20042013. Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari laporan auditor independen dan laporan keuangan perusahaan. Statistik deskriptif masing-masing variabel disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. S tatistik Deskriptif Std. N Min Max Mean Dev GCO 244 0 1 .27 .445 KAP 244 0 1 .20 .398 LEV 244 .04 38.79 2.61 3.584 Berdasarkan Tabel 1 dapat dijelaskan hasil sebagai berikut ini. Nilai rata-rata opini audit (GCO) sebesar 0,27 yang lebih kecil dari 0,50 menunjukkan bahwa opini audit dengan kode 1, yakni opini audit going concern lebih sedikit muncul dari 244 perusahaan sampel yang diteliti. Dari 244 perusahaan sampel, 66 atau 27 % perusahaan sampel menerima opini audit going concern, dan 178 atau 73 % perusahaan sampel menerima opini audit non going concern. Variabel reputasi KAP (KAP) memiliki nilai rata-rata sebesar 0,20 yang lebih kecil dari 0,50 menunjukkan bahwa reputasi KAP dengan kode 1, yakni KAP yang berafiliasi dengan Big 4 lebih sedikit muncul dari 244 perusahaan sampel. Dari 244 perusahaan sampel, 48 atau 19,6 % perusahaan sampel diaudit oleh KAP yang berafiliasi dengan Big 4, dan 196 atau 80,4 % perusahaan sampel diaudit oleh KAP yang tidak berafiliasi dengan Big 4. Nilai rata-rata debt to equity ratio (LEV) sampel yang diteliti sebesar 2.6060 dengan minimum 0,04 dan maksimum 38.79. Rasio tersebut memberikan gambaran ada perusahaan sampel yang memiliki jumlah kewajiban yang kecil sehingga angka rasio menunjukkan 0,04. Namun, ada pula perusahaan sampel yang memiliki rasio melebihi 1, hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan sampel memiliki ekuitas yang kecil atau terdapat indikasi adanya risiko yang
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
cukup besar bagi kreditor. Secara keseluruhan rata-rata perusahaan sampel memiliki nilai rasio diatas dari 1 itu berarti bahwa rata-rata perusahaan sampel memiliki ekuitas yang kecil dibandingan dengan jumlah kewajiban atau utang, hal ini harus menjadi perhatian bagi perusahaan karena ekuitas atau modal dari perusahaan tidak dapat menutupi kewajiban atau utang perusahaan dan ini memungkinkan auditor untuk memberikan opini going concern. Analisis Regresi Logistik. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan regresi logistik. Ghozali (2011:333) menyatakan bahwa regresi logistik digunakan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. Teknik analisis regresi logistik tidak memerlukan asumsi normalitas data pada variabel bebasnya (Ghozali, 2011:333), dan mengabaikan heteroskedastisitas (Gujarati 2004). Menilai kelayakan model regresi. Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test untuk regresi total observasi adalah 15.373 dengan probabilitas signifikansi 0,052, regresi observasi big four adalah 6.524 dengan signifikansi 0,589, dan untuk regresi observasi non big four adalah 9,331 dengan signifikansi 0,315. Dengan demikian semua nilai signifikansinya diatas 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa model
mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. Tabel 2. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test Chidf Sig. square Regresi total observasi (big four dan non big four) Regresi untuk observasi big four Regresi untuk observasi non big four
8
.052
6.524
8
.589
9.331
8
.315
Menilai keseluruhan model (overall model fit). Penilaian keseluruhan model dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number = 0), dimana model hanya memasukkan konstanta dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number = 1), dimana model memasukkan konstanta dan variabel bebas. Untuk observasi big four dan non big four nilai -2LL awal adalah sebesar 284.869 dan setelah dimasukkan variabel independen, maka nilai -2LL akhir mengalami penurunan menjadi sebesar 269.467, untuk observasi big four nilai -2LL awal adalah sebesar 57.949 dan nilai -2LL akhir mengalami penurunan menjadi sebesar 53.697, untuk observasi non big four nilai -2LL awal adalah sebesar 226.785 dan nilai -2LL akhir mengalami penurunan menjadi sebesar 215.430. Penurunan nilai -2LL ini menunjukkan model regresi yang baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data.
Tabel 3. Overall Model Fit (-2LL) pada awal (Block Number = 0) Regresi total observasi (big four dan non big four) Regresi untuk observasi big four Regresi untuk observasi non big four
15.373
(-2LL) pada akhir (Block Number = 1)
284.869
269.467
57.949
53.697
226.785
215.430
167
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
Koefisien determinasi (Nagelkerke R square). Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan dengan nilai Nagelkerke R square. Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan nilai Nagelkerke R square untuk observasi big four dan non big four sebesar 0,089 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 8,9 persen, sedangkan sisanya sebesar 91,1 persen dijelaskan oleh variabelvariabel lain di luar model penelitian. Dengan membandingkan nilai R Square untuk regresi observasi big four sebesar 0,121 dan R Square regresi observasi non big four sebesar 0,082, maka dapat disimpulkan bahwa variabel reputasi KAP merupakan variabel moderator. Pengaruh leverage terhadap penerimaan opini going concern ketika diaudit oleh big four lebih kuat dibandingkan dengan non big four. Tabel 4. Nagelkerke R square Nagelkerke R Square Regresi total observasi (big four dan non big .089 four) Regresi untuk observasi .121 big four Regresi untuk observasi .082 non big four Tabel klasifikasi. Tabel klasifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi probabilitas penerimaan opini audit going concern oleh perusahaan. Kekuatan prediksi dari model
LEV Constant
B .186 -1.503
LEV Constant
B .247 -1.676
LEV Constant
B .169 -1.469
168
regresi untuk memprediksi kemungkinan terjadinya variabel terikat dinyatakan dalam persen. Hasil tabel klasifikasi ditampilkan dalam Tabel 5. Tabel 5. Tabel Klasifikasi Predicted Observed GCO Percentage Correct 0 1 GCO
0 1
174 60
4 6
97.8 9.1
Overall Percentage
73.8
Tampilan dalam Tabel 5 tersebut menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern adalah sebesar 9,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan model regresi tersebut, terdapat sebanyak 6 perusahaan (9,1%) yang diprediksi akan menerima opini audit going concern dari total 66 perusahaan yang menerima opini audit going concern. Kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan perusahaan menerima opini audit non going concern adalah 97,8 persen. Hal ini berarti bahwa dengan model regresi tersebut, terdapat sebanyak 174 perusahaan (97,8%) yang diprediksi menerima opini audit non going concern dari total 178 perusahaan yang menerima opini audit non going concern.
Tabel 6. Variables in The Equation Regresi total observasi (big four dan non big four) S.E Wald df Sig. .054 11.691 1 .001 .212 50.150 1 .000 Regresi untuk observasi big four S.E Wald df Sig. .123 4.073 1 .044 .535 9.803 1 .002 Regresi untuk observasi non big four S.E Wald df Sig. .059 8.101 1 .004 .229 41.044 1 .000
Exp(B) 1.204 .222 Exp(B) 1.281 .187 Exp(B) 1.184 .230
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
Model regresi logistik yang terbentuk dan pengujian hipotesis Model regresi logistik dapat dibentuk dengan melihat pada nilai estimasi paramater dalam Variables in The Equation. Estimasi parameter dari model dan tingkat signifikansinya dapat dilihat pada tabel 6. Adapun model regresi yang terbentuk berdasarkan nilai estimasi parameter dalam Variables in The Equation adalah: GCO = α1 + α 1 LEV + ε1 (untuk total sampel big four dan non big four) GCO = -1.503 + 0.186 LEV + ε1 GCO = β 1 + β2 LEV + ε2 (untuk sampel big four) GCO = -1.676 + 0.247LEV + ε2 GCO = λ 1 + λ 2 LEV + ε3 (untuk sampel non big four) GCO = -1.469 + 0.169LEV + ε3 Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara tingkat signifikansi (Sig.) dengan tingkat kesalahan (α) = 5%. Berdasarkan Tabel 6 dapat diinterpretasikan hasil sebagai berikut ini. Hipotesis dalam penelitian ini menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap penerimaan opini going concern dimoderasi dengan reputasi KAP. Hasil pengujian untuk regresi total observasi big four dan non big four menunjukkan variabel leverage yang diproksikan dengan debt to equity ratio memiliki koefisien regresi positif sebesar 0,186 dengan tingkat signifikansi 0,001 yang lebih kecil dari α (5% = 0,05). Hasil pengujian untuk regresi observasi big four menunjukkan variabel Leverage memiliki koefisien regresi positif sebesar 0,247 dengan tingkat signifikansi 0,044 yang lebih kecil dari α (5% = 0,05). Hasil pengujian yang terakhir untuk regresi observasi non big four menunjukkan variable leverage memiliki koefisien regresi positif sebesar 0,169 dengan tingkat signifikansi 0,004 yang lebih kecil dari α (5% = 0,05). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa big four dan non big four yang diproksikan dengan reputasi KAP memperkuat pengaruh leverage terhadap penerimaan opini going concern, dengan begitu hipotesis diterima.
PEMBAHASAN Leverage dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan debt to equity ratio yaitu membandingkan total kewajiban dengan total ekuitas. Rasio ini mengukur tingkat persentase utang perusahaan terhadap total aset yang dimiliki, semakin besar tingkat debt to equity ratio menyebabkan timbulnya keraguan akan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, karena sebagian besar dana yang diperoleh oleh perusahaan akan digunakan untuk membiayai utang dan dana untuk beroperasi akan semakin berkurang. Semakin besar debt ratio maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk memberikan opini audit going concern. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Januarti dan Fitriasari (2008), serta Januarti (2009) menemukan bahwa rasio debt default berpengaruh positif signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Penelitian terdahulu Januarti (2009), Junaidi dan Jogiyanto (2010) meneliti tentang reputasi KAP yang berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Berdasarkan penelitian terdahulu dijadikanlah reputasi KAP menjadi pemoderasi antara leverage dengan opini going concern untuk melihat apakah reputasi KAP ini merupakan variabel moderasi dan melihat apakah reputasi KAP memperlemah atau memperkuat pengaruh leverage terhadap opini going concern. Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa leverage berpengaruh terhadap opini going concern dan reputasi KAP merupakan variabel moderasi, sehingga hipotesis penelitian ini diterima. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar debt to equity ratio perusahaan maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan untuk menerima opini audit going concer dengan reputasi KAP sebagai variabel moderasi. Ketika dihubungkan dengan kasus Enron yang telah menjatuhkan kepercayaan masyarakat, perusahaan, investor, dan beberapa pihak lainya atas independensi Kantor Akuntan Publik, sampai pada waktu itu dikeluarkanlah undang-undang baru yaitu Sarbanes Oxley untuk mengantisipasi kasus seperti Enron terjadi kembali. Berangkat dari
169
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
kasus tersebut penelitian ini ingin menguji apakah KAP yang berafiliasi dengan big four maupun tidak berafiliasi dengan big four telah menerapkan aturan atau undang-undang yang telah dibuat sehingga kasus seperti Enron tidak akan terjadi lagi. Dari penelitian akan sedikit menjawab pertanyaan tersebut bahwa big four maupun non big four telah menerapkan aturan atau undang-undang yang telah dibuat sehingga kecil kemungkinan untuk terjadi kembali kasus seperti Enron, berdasarkan dari hasil uji regresi logistik dengan moderasi subkelompok yang membuktikan bahwa hipotesis penelitian diterima yaitu leverage berpengaruh positif terhadap penerimaan opini going concern ketika diaudit oleh big four dan non big four. Dengan membandingkan nilai R Square untuk regresi big four sebesar 12,1 % dan untuk regresi non big four sebesar 8,2 %, hal ini ingin menunjukan bahwa pengaruh leverage terhadap opini going concern lebih kuat ketika diaudit oleh big four dibandingkan dengan non big four dengan selisih 3,9 %, sesuai dengan yang dikatakan oleh DeAngelo (1981) bahwa Kantor Akuntan Publik (KAP) yang lebih besar dapat menghasilkan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan kantor akuntan kecil. Hasil dari penelitian ini juga dapat memberikan rasa aman untuk para investor, calon investor, perusahaan, masyarakat, dan pihak lainya bahwa pasca kasus Enron KAP besar maupun KAP kecil telah melakukan auditnya sesuai dengan prosedur dan aturan atau undang-undang yang ada sehingga kinerja big four dan non big four sudah lebih baik setelah kasus Enron terjadi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, landasan teori, hipotesis, dan hasil pengujian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan beberpa hal. Pertama, dari 125 jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, hanya 31 perusahaan yang dijadikan sebagai sampel dengan 310 data yang ada setelah di outliers tersisa 244 data yang diolah dalam penelitian ini. Kedua, dari 244 perusahaan
170
sampel yang diteliti, terdapat 66 perusahaan sampel menerima opini audit going concern (GCO), dan 178 perusahaan sampel menerima opini audit non going concern (NGCO). Jadi dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan, mayoritas perusahaan sampel (73% dari keseluruhan perusahaan sampel yang diteliti) memperoleh opini audit non going concern (NGCO) yang berarti mempunyai kondisi keuangan yang baik sehingga mampu mempertahankan kegiatan usahanya (going concern) atau dapat dikatakan jauh dari arah likuidasi. Ketiga, dari 244 perusahaan sampel yang diteliti, terdapat 48 atau 19,6 % perusahaan sampel yang laporan keuangannya diaudit oleh KAP yang berafiliasi dengan big four dan 196 atau 80,4 % perusahaan sampel yang laporan keuangannya diaudit oleh KAP yang berafiliasi dengan non big four. Keempat, hipotesis dalam penelitian ini diterima hal ini menunjukkan bahwa semakin besar debt to equity ratio (leverage) perusahaan maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan untuk menerima opini audit going concern diperkuat ketika diaudit oleh big four. Kelima, hasil dari penelitian ini sedikit membuktikan bahwa big four dan non big four telah menerapkan undang-undang yang dikeluarkan pasca Enron dan melakukan semua proses auditnya sesuai prosedur sehingga bagi para investor dan calon investor yang dulunya kepercayaan akan independensi KAP berkurang, sekarang dengan hasil penelitian ini dapat memberikan rasa aman untuk para investor dan calon investor yang ingin melakukan investasi. Akan tetapi kehatihatian dan cermat dalam memilih perusahaan harus dimiliki dan sebaiknya tidak berinvestasi pada perusahaan yang mendapat opini audit going concern. Keenam, Undang-undang yang dikeluarkan pasca kasus Enron sudah tepat. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa undangundang tersebut sudah diterapkan oleh big four dan non big four. Tetapi akan lebih baik lagi apabila para pembuat regulasi terus mengkaji aturan-aturan yang sudah dibuat sehingga aturan-aturan tersebut dapat diperbaharui seiring berkembangnya zaman dan bahkan melakukan penambahan undang-undang untuk
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
supaya lebih memperkecil peluang KAP big four dan non big four melakukan kecurangan. Keterbatasan Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya, 1) Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbatas hanya pada satu variabel independen yaitu leverage dan satu variabel moderasi yaitu reputasi KAP. Nilai koefisien determinasi (Nagelkerke R square) dalam penelitian ini juga masih relatif kecil yaitu 0,089 atau 8,9 %. 2) Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, sehingga beberapa sampel terpaksa dikeluarkan karena data yang didapat dengan cara men-download dari situs www.idx.co.id maupun dari ICMD (Indonesian Capital Market Directory) yang kurang lengkap. 3) Jumlah sampel perusahaan yang dijadikan objek penelitian hanya berasal dari perusahaan manufaktur saja, sehingga tidak dapat mengeneralisir hasil temuan untuk seluruh perusahaan go public yang terdaftar di BEI. 4) Jumlah data yang diolah 244 data masih kurang untuk melakukan uji regresi logistik yang seharusnya minimal 400 data. Distribusi data antara big four dan non big four tidak proporsional. Saran Beberapa keterbatasan diatas memengaruhi hasil penelitian dan perlu menjadi bahan pengembangan pada penelitian selanjutnya. Adapun saran-saran yang dapat disampaikan bagi peneliti yang akan datang dan atau bagi pihak berkepentingan lainnya berdasarkan penelitian ini. Pertama, koefisien determinasi (Nagelkerke R square) adalah sebesar 0,089 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 8,9 persen, sedangkan sisanya sebesar 91,1 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian. Hal ini berarti masih banyak variabel lain yang perlu diidentifikasi untuk
menjelaskan penerimaan opini audit going concern. Variabel lain yang secara teoritis mungkin dapat memengaruhi opini audit going concern yaitu liquidity, profitability, cash flow, company’s size, company’s growth, auditor client tenure, mekanisme Corporate Governance, opinion shopping, penerapan strategi manajemen, dan keberadaan komisaris independen dan kepemilikan perusahaan (yang dapat dipisahkan antara kepemilikan asing dan kepemilikan dalam negeri untuk dapat mengetahui apakah terdapat perbedaan antara jenis kepemilikan tersebut, karena biasanya dengan adanya kepemilikan asing akan lebih ketat pengawasannya, sehingga kinerja perusahaan akan lebih baik). Oleh karena itu, penelitian berikutnya dapat mempertimbangkan variabel lain tersebut dan variabel tersebut dapat diuji dengan teknik analisis yang berbeda. Kedua, penelitian ini menggunakan sumber data sekunder sehingga ada beberapa sampel yang dikeluarkan karena data yang didapat kurang lengkap. Oleh karena itu akan lebih baik lagi bila penelitian selanjutnya bisa menggunakan sumber data primer dengan cara terjun langsung ke perusahaan untuk mendapatkan data yang diperlukan sehingga resiko data yang kurang lengkap kecil. Ketiga, penelitian ini hanya dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, penelitian berikutnya dapat melakukan penelitian dengan objek yang berbeda misalnya perusahaan sektor keuangan untuk memperoleh konsistensi hasil penelitian dan dapat mengeneralisir seluruh perusahaan go public yang terdaftar di BEI. Keempat, jumlah data yang diolah dalam penelitian ini hanya sebanyak 244 data, hal ini masih tergolong kurang untuk melakukan uji regresi logistik dan masih belum proporsionalnya data big four dan non big four, sehingga penelitian selanjutnya dapat menambah atau memperpanjang periode pengamatan menjadi diatas dari 10 tahun.
DAFTAR REFERENSI Buku Pedoman Penulisan Skripsi. 2014. Fakultas Bisnis. Universitas Kristen Duta Wacana.
Choi, Jong-Hag, CF Kim, JB Kim, And Yoonseok Zang. 2010. Audit Office Size, Audit Quality and Audit Pricing.
171
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
Auditing: A Journal of Practice & Theory. 29 (1): 73–97 Chen, Kevin C. W. & Bryan, K. Church. 1992. Default on Debt Obligations and the Issuance of Opini Going-Concern Opinions. Auditing: A Journal of Practice & Theory. 11, (2): 30-49. DeAngelo, Linda Elizabeth. 1981. Auditor Size and Audit Quality. Journal of Accounting and Economics. 3, 183-199. Eisenhardt, K. M. 1998. Agency Theory: An Assessment and Review. Academy of Management Review. 14 (1): 57-74. Fanny, Margaretta & Saputra, S. 2005. Opini Audit Going Concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi pada Emiten Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi VIII. 966-978. Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS 19. Edisi Kelima. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gultom, Elizabeth R. dan Fitriany. 2013. Pengaruh Tenure Audit dan Rotasi Auditor terhadap Kualitas Audit dengan Ukuran Kantor Akuntan Publik sebagai Variabel Moderasi. Makalah Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XVI. Manado: 25-28 September.
Jusup, Haryono AL..2002. Auditing. Buku 1. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta Jusup, Haryono AL..2002. Auditing. Buku 2. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta Januarti, Indira dan Fitrianasari, Ella. 2008. Analisis Rasio Keuangan dan Rasio Nonkeuangan yang Memengaruhi Auditor dalam Memberikan Opini Audit Going Concern pada Auditee (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ 2000-2005). Jurnal MAKSI. 8 (1): 43-58. Januarti, Indira. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemilikan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Jensen, M.C. and Meckling, W.H.. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behaviour Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. 3 (4): 305-360. Junaidi, dan Hartono, Jogiyanto. 2010. Faktor Nonkeuangan pada Opini Going concern. Makalah Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto: 13-15 Oktober.
Basic
Knechel, W. Robert and Vanstraelen, Ann. The Relationship between Auditor Tenure and Audit Quality Implied by Going Concern Opinions. Auditing: A Journal of Practice & Theory. 26 (1): 113-131.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Komalasari, Agrianti. 2004. Analisis Pengaruh Kualitas Auditor dan Proxy Going Concern terhadap Opini Auditor. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 9 (2): 1-15.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2013. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Laporan Keuangan Auditan Beserta Laporan Auditor Independen. 2004–2013. www.bei.co.id
Gujarati, Damodar N. 2004. Econometric. McGraw Hill.
Mulyadi. 2002. Auditing. Edisi Keenam. Salemba Empat, Jakarta
172
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
Praptitorini, Mirna Dyah dan ndira, Januarti. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default, dan Opinion Shopping terhadap Penerimaan Opini Going Concern. Makalah Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar: 26-28 Juli. Rudyawan, Arry Pratama dan Badera, I Dewa Nyoman. 2008. Opini Audit Going Concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Leverage, dan Reputasi Auditor Rahman, Abdul dan Siregar, Baldric. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur. Santosa, A.F dan Wedari, L.K. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern. JAAI, 11 (2) Hal 141 – 158. Setyarno, Eko, Januarti Indira, & Faisal. 2007. Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, 7 (2):129-140. Sari, M.R. dan Soetikno, H.I.. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Auditor dalam Memberikan Opini Going Concern (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2003-2009).
173