LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING
PENGEMBANGAN PROTOTIPE ALAT PENGENDALI HAMA WERENG COKLAT TANPA PESTISIDA YANG RAMAH LINGKUNGAN DENGAN BALING-BALING MEKANIK DAN CORONG PENYEDOT
Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun
Oleh : Rindra Yusianto, S.Kom, MT Tita Talitha, MT Usman Sudibyo, S.Si, M.Kom
NIDN : 0616017701 (Ketua) NIDN : 0606118501 (Anggota) NIDN : 0606126701 (Anggota)
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG NOPEMBER, 2015
i
ii
RINGKASAN Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal) tergolong hama yang sangat berbahaya bagi tanaman padi. Hama ini sangat sulit diberantas atau dikendalikan karena memiliki berbagai keunggulan yaitu mudah beradaptasi dan mampu membentuk biotipe baru. Hama ini juga memiliki kemampuan mempertahankan generasi yang sangat baik. Berbagai metode telah dilakukan petani untuk mengendalikan hama tersebut baik secara fisik dan mekanik. Namun cara-cara pengendalian tersebut dianggap kurang efektif. Kemudian cara pengendalian hama yang lebih praktis dan cepat mulai ditemukan yaitu secara kimiawi menggunakan pestisida. Akan tetapi dampak yang ditimbulkan sangat banyak. Penggunaan pestisida ini juga tidak sejalan dengan sistem pertanian organik yang digalakan pemerintah. Tak bisa dipungkiri, bahaya pestisida semakin nyata dirasakan masyarakat, terlebih akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana. Oleh karena itu diperlukan suatu teknologi ramah lingkungan yang dikembangkan untuk mengendalikan hama yang didasarkan kepada konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan mempertimbangkan ekosistem, stabilitas dan kesinambungan produksi. Target khusus penelitian ini adalah mengembangkan prototipe alat pengendali hama wereng coklat tanpa pestisida yang ramah lingkungan dengan baling-baling mekanik dan corong penyedot dengan harapan mampu menekan populasi hama. Tujuan penelitian ini adalah merancang bangun alat pengendali hama wereng coklat dengan mekanik vacuum berisi dinamo 12 volt dan baling-baling kipas aluminium. Mekanik tersebut dihubungkan dengan pipa paralon yang ujungnya diberi corong penyedot. Dimana pada corong penyedot dipasang lampu searah dengan bentuk corong. Pada ujung corong penyedot dipasang motion sensor yang berfungsi untuk mendeteksi keberadaan/gerakan hama wereng coklat. Motion sensor secara otomatis akan mengaktifkan tombol pada pangkal pipa paralon, lampu akan menyala dan menarik hama wereng coklat. Apabila ada wereng yang mendekat pada lampu, maka motion sensor akan memberikan sinyal sehingga secara otomatis dinamo akan memutar mekanik baling-baling kipas dan menyedot udara dari luar masuk ke dalam kotak penampung hama. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen murni, yang dilakukan dengan membuat sebuah prototipe yang diujicoba, pre dan post test. Selain itu akan dilakukan pengujian pengaruh waktu kedatangan (X1), waktu semai (X2) dan lokasi tanam (X3) terhadap jumlah tangkapan (Y). Pengujian alat dilakukan di 2 lokasi yang memiliki karakteristik berbeda yaitu di kecamatan Genuk dan Gunungpati kota Semarang. Alat dipasang di 4 titik berbeda selama 30 hari. Berdasarkan jumlah tangkapan maka akan dianalisis kapan puncak tangkapan populasi. Hasil analisis akan digunakan untuk evaluasi dan perbaikan prototipe sehingga dihasilkan alat pengendali hama wereng coklat ramah lingkungan yang mampu menekan populasi hama tanpa menggunakan pestisida. Kata kunci : wereng, pengendali hama, baling-baling mekanik, corong penyedot
iii
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh SWT, berkat rahmat dan hidayahNya, laporan penelitian hibah bersaing yang berjudul Pengembangan Prototipe Alat Pengendali Hama Wereng Coklat Tanpa Pestisida yang Ramah Lingkungan Dengan Baling-Baling Mekanik dan Corong Penyedot dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Selanjutnya dengan segala kerendahan hati, kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang telah memberikan dana untuk penelitian hibah bersaing ini. 2. Prof. Suprapto, DEA (ITS), Prof. Dr. Ir.R. Chairul Saleh, M.Sc. (UII), Prof. Hari Purnomo, MT. (UII) dan Prof. Mauridi Heri (ITS), profesor dan pembimbing yang senantiasa memberikan motivasi untuk selalu meneliti. 3. Dr. Ir. Edi Noersasongko, M.Kom, selaku Rektor Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS) yang senantiasa memberikan dukungan demi kemajuan penelitian di lingkungan UDINUS. 4. Dr. Eng. Yuliman Purwanto, M.Eng (UDINUS), Ir. Elisa Kusrini, MT (UII), Dr. Wahyu Supraptono (UGM) dan Dr. Ing. Vincent Suhartono (UDINUS) yang telah memberikan tambahan ilmu dan memberikan banyak masukan serta saran sehingga laporan penelitian ini dapat lebih baik dan terarah. 5. Indra Rumannzah, ST yang telah membantu dalam penelitian ini.
iv
Semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kemajuan penelitian di Indonesia. Semarang, 09 Nopember 2015
Rindra Yusianto
v
DAFTAR ISI Halaman Sampul .................................................................................................................. i Halaman Pengesahan .......................................................................................................... ii Ringkasan ........................................................................................................................... iii Prakata................................................................................................................................ iv Daftar Isi ............................................................................................................................ vi BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah .....................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................3 1.3 Batasan Masalah.................................................................................................3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................5 2.1 Wereng Coklat ...................................................................................................5 2.2 Pengendalian Wereng Coklat .............................................................................6 2.3 Uji Statistik dan Analisis Data .........................................................................11 BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN .........................................................16 3.1 Tujuan Penelitian .............................................................................................16 3.2 Manfaat Penelitian ...........................................................................................16 BAB 4 METODE PENELITIAN ......................................................................................19 4.1 Jenis Penelitian .................................................................................................19 4.2 Lokasi Penelitian ..............................................................................................19 4.3 Bagan Alir Penelitian .......................................................................................19 4.4 Bagan Penelitian...............................................................................................20 4.5 Penentuan Sumber Data ...................................................................................22 4.6 Alat Penelitian ..................................................................................................22 4.7 Metode Pengumpulan Data ..............................................................................22 4.8 Pengujian Data .................................................................................................24 BAB 5 HASIL PENELITIAN ...........................................................................................28 5.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Data ...................................................................28 5.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ...................................................................31 5.3 Model Persamaan Regresi Ganda ....................................................................35 5.4 Pengujian Hipotesis (Uji t) ...............................................................................36 5.5 Uji Koefisien Determinasi (R2) ........................................................................39 5.6 Detail Alat dan Invensi ....................................................................................39 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................47 6.1 Kesimpulan ......................................................................................................47 6.2 Saran .................................................................................................................48 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................49 DAFTAR GAMBAR Lampiran 1. Pengumuman Uber HKI diterima..................................................................58 Lampiran 2. Undangan Klinik Penyempurnaan Deskripsi Paten Prof. Suprapto, DEA ....59 Lampiran 3. Drafting Publikasi dan Dokumen Paten ........................................................62
vi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal) tergolong hama yang sangat berbahaya bagi tanaman padi (Syahrawati dkk, 2010). Menurut Sumiati (2011) dan Bhat (2004), hama ini telah menjadi hama global (the very important global pest). Pada tahun 2010, selain Indonesia, hama ini juga menyerang tanaman padi di China, Vietnam, Thailand, India, Pakistan, Malaysia, Filipina, Jepang dan Korea. Wereng coklat merupakan hama laten yang sulit dideteksi, tetapi keberadaannya selalu mengancam kestabilan produksi padi nasional. Menurut Baehaki (2009), hama ini sangat sulit diberantas atau dikendalikan karena memiliki berbagai keunggulan yaitu mudah beradaptasi dan mampu membentuk biotipe baru dengan mentransfer virus kerdil hampa dan virus kerdil rumput yang daya rusaknya lebih hebat. Hama ini juga memiliki kemampuan mempertahankan generasi yang sangat baik (Marheni, 2004). Pada periode 1970-1980, luas serangan wereng coklat mencapai 2,5 juta ha. Periode 1980-1990, luas serangan menurun menjadi 50.000 ha, dan dalam periode 1990-2000 meningkat hingga sekitar 200.000 ha. Pada tahun 2005 serangan wereng coklat terpusat di Jawa dengan menyerang 56.832 ha tanaman padi (Baehaki, 2009). Berbagai metode telah dilakukan petani untuk mengendalikan hama tersebut baik secara fisik dan mekanik (Sjakoer, 2010). Selain itu juga dilakukan pengendalian biologis dengan memanfaatkan musuh alami. Pengendalian ini dianggap paling aman dan mampu menjaga keseimbangan ekosistem, namun dampak yang dirasakan dalam jangka waktu yang lama (Syahrawati dkk, 2010). Cara-cara pengendalian tersebut dianggap kurang efektif. Kemudian cara pengendalian hama yang lebih praktis dan
1
cepat mulai dilakukan yaitu secara kimiawi menggunakan pestisida (Caraycaray, 2004). Akan tetapi dampak yang ditimbulkan sangat banyak (Frost, 2001). Alat pertanian saat ini masih dominan menggunakan alat semprot pestisida dalam mengendalikan hama wereng coklat, padahal sistem pertanian organik yang digalakan pemerintah, mensyaratkan tidak diperbolehkan penggunaan bahan kimia baik pupuk maupun pestisida. Penggunaan pestisida ini juga tidak sejalan dengan sistem pertanian organik yang digalakan pemerintah. Bahaya pestisida semakin nyata dirasakan masyarakat, terlebih akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana (Baehaki, 2009). Berdasarkan hal tersebut maka pemakaian alat pengendali hama wereng coklat tanpa pestisida sangat terbuka. Penggunaan alat pertanian yang ramah lingkungan ini akan menghasilkan bahan pangan yang aman bagi kesehatan, sekaligus mengurangi kerusakan ekosistem lingkungan. Oleh karena itu diperlukan suatu teknologi ramah lingkungan yang dikembangkan untuk mengendalikan hama yang didasarkan kepada konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan mempertimbangkan ekosistem (Baehaki, 2009). Salah satu indikator keberhasilan dalam rancang bangun alat pengendali hama wereng coklat adalah kemampuan menekan populasi wereng coklat sampai dengan 75% tanpa menggunakan pestisida (Baehaki, 2011). Secara umum, sistem kerja alat pengendali hama wereng coklat terdiri dari 4 (empat) komponen utama, yaitu (1) Corong; (2) Lampu Perangkap (Light trap); (3) Kantong Plastik; (4) Rangka Atap Seng. Prinsip kerja dari sistem alat pengendali hama adalah sebagai berikut; Lampu perangkap dipasang pada titik pusat corong yang berfungsi untuk menarik hama pada waktu malam hari. Di bagian bawah corong dipasang kantong plastik sebagai penampung hama. Corong dilindungi oleh rangka atas seng untuk menghindari tiupan angin dan hujan. Sampai saat ini, khalayak luas khususnya petani beranggapan bahwa sistem kerja ini merupakan sistem kerja yang 2
paling efektif. Ada 3 (tiga) hal yang sebenarnya bisa lebih dioptimalkan lagi dari sistem tersebut, yaitu (1) corong yang memiliki kemampuan menyedot hama; (2) penampung hama dengan pipa paralon dan katup penutup otomatis; dan (3) motion sensor yang mampu menggerakkan baling-baling mekanik penyedot secara otomatis. Alat yang ada saat ini tidak mampu secara otomatis menyedot hama yang mendekati lampu, sehingga memungkinkan hama lepas dari perangkap. 1.2 Rumusan Masalah Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap jumlah tangkapan populasi hama wereng coklat? 2. Bagaimana pengembangan prototipe alat pengendali hama wereng coklat tanpa pestisida yang ramah lingkungan?
1.3 Batasan Masalah Agar penelitian ini lebih terfokus, maka penelitian ini dibatasi pada : 1. Alat ini dikembangkan dengan memanfaatkan kelemahan hama tersebut yang sangat sensitif terhadap cahaya lampu. 2. Di dalam alat tersebut,baling-baling mekanik dan corong penyedot dirangkai dengan lampu yang dikendalikan oleh motion sensor dan akan bekerja secara otomatis menangkap hama wereng coklat yang mendekati lampu. 3. Alat ini diharapkan mampu menekan populasi hama wereng coklat dengan mempertimbangkan 2 faktor yaitu puncak tangkapan populasi dan waktu kedatangan hama imigran. 4. Alat pengendali hama wereng coklat dirancang dengan konsep mekanik yang ramah lingkungan, hal iniuntuk mengurangi efek kimiawi yang disebabkan karena penggunaan pestisida yang kurang bijaksana.
3
5. Cakupan pengguna yang menjadi target alat pengendali hama wereng coklat dengan baling-baling mekanik dan corong penyedot berlampu ini adalah petani padi yang selama ini menggunakan alat penyemprot pestisida.
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wereng Coklat Wereng batang coklat memiliki berbagai nama berdasarkan sifatnya, yaitu si kecil yang dahsyat, hama tua, hama laten dan penyebar penyakit virus. Hama padi inisejak 1930, sudah lebih dari 80 tahun,menjadi kendala dalam produksi beras diIndonesia.
Wereng
Auchenorrhyncha,
batang
infra-ordo
coklat
termasuk
ordo
Fulgoromorpha,famili
Homoptera, Delphacidae,
subordo genus
Nilaparvatadan spesies Nilaparvata lugensStal (Baehaki, 2011). Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal) merupakan salah satu hama utama padi di Indonesia (Supriyono dkk, 2012). Hama ini berukuran kecil, panjang 0,1-0,4 cm dan berkembang ketika terdapat dalam jumlah banyak. Seranggadewasa bersayap panjang dapat menyebar sampaiberatus kilometer (Bawolye dan Syam, 2006).Hama jenis ini menghisap cairan tanaman, umumnya di batang. Gejala pada tanaman yang terserang wereng coklat adalah tanaman menjadi kering dan berwarna coklat seperti terbakar. Selain kemampuan merusak tanaman dengan menghisap cairan, hama ini menurutnya juga dapat menularkan virus. Hama ini suka sekali menyerang tanaman dengan pupuk nitrogen tinggi. Meskipun begitu, petani masih saja melakukan pemupukan dengan menggunakan urea saja sehingga mendorong ledakan populasi. (Mudjiono, 2012). Beberapa penelitian yang terkait dengan pengendalian hama wereng coklat antara lain penelitian yang dilakukan Baehaki (2011). Dalam penelitian yang berjudul Normalisasi dan Pengendalian Dini Hama Wereng Coklat Pengaman Produksi Padi Nasional, dijelaskan bahwa ledakan wereng coklat disebabkan adanya penggunaan insektisida yang diduga sudah tidak manjur karena adanya pelemahan dosis dan konsentrasi. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Untung (2000) yang menyatakan bahwa pengendalian hama wereng coklat yang banyak digunakan yaitu dengan menggunakan insektisida. Efek resurjensi dari insektisida 5
yang paling banyak diketahui pada tanaman padi adalah wereng coklat.Pada kedua penelitian tersebut masih menggunakan insektisida dalam pengendalian hama. Penelitian lain yang berkenaan dengan pengendalian hama wereng coklat dilakukan oleh Tohidin, dkk (1993) dan Herminanto, dkk (2009) yang mengkajipemanfaatan
jamur
entomopatogen
Beauveria
bassiana
Vuilluntuk
pengendalian hama wereng coklat. Dalam penelitian tersebut, pengendalian dilakukan secara alamai yaitu dengan memanfaatkan jamur entomopatogen. Seperti diketahui dengan pengendalian secara alami ini, dampak yang dirasakan dalam jangka waktu yang lama. Pengembangan alat pengendali hama wereng coklat secara mekanik juga telah diteliti sebelumnya oleh Yusianto dan Pinandita (2012), dengan menggunakan vacuum berisi baling-baling kipas aluminium bisa menekan penggunaan pestisida. Invensi dengan Nomor Pendaftaran Paten P00201201022, inventor Rindra Yusianto dan Satria Pinandita ini dijelaskan konsep alat pengendali hama wereng secara mekanik. Mekanik tersebut dihubungkan dengan pipa paralon yang ujungnya diberi corong penyedot berlampu.Diujungnya dipasang motion sensor pendeteksi gerakan hama wereng coklat. Dengan menekan tombol pada pangkal pipa, maka lampu akan menyala dan menarik hama. Apabila ada wereng yang mendekati lampu, maka motion sensor akan memberikan sinyal sehingga secara otomatis dinamo akan memutar mekanik baling-baling. Dalam penelitian ini tidak membahas waktu puncak tangkapan dan waktu kedatangan hama imigran.
2.2 Pengendalian Wereng Coklat Sejak diterapkannya Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada 1976 dan dikembangkannya program PHT mulai 1989, maka Indonesia telah dikenal sebagai Negara yang sedang berkembang yang berhasil mengemas, mengembangkan dan menerapkan konsep PHT. Dukungan politik untuk mengembangkan dan penerapan PHT secara luas yaitu Intruksi Presiden No.3 tahun 1986 yang melarang 57 formulasi insektisida pada tanaman padi. PHT muncul akibat serangan wereng coklat yang
6
sangat luas dan memberikan kotribusi yang nyata dalam penurunan produksi padi nasional (Baehaki, 2011b). Menurut Baehaki (2009), hama wereng coklat termasuk salah satu hama yangsangat
sulit
diberantas
atau
dikendalikan
karena
memiliki
berbagaikeunggulanyaitu mudah beradaptasi dan mampu membentuk biotipe baru dengan mentransfer virus kerdil hampa dan virus kerdil rumput yang daya rusaknya lebih hebat. Hama ini juga memiliki kemampuan mempertahankan generasi yang sangat baik (Marheni, 2004).Dalam invensi dengan inventor Baehaki (No. Permohonan Paten : P00201000048) dijelaskan bahwa biopestisida ini merupakan formula kering entomopatogenik Beauveria bassiana (BB). Efektifitasnya mematikan wereng coklat mencapai 75-80% dan 96.6% wereng punggung putih. Formula BB tahan disuhu kamar sampai 7 bulan. Biopestisida ini potensial dikembangkan oleh industri biopestisida, terutama untuk pengembangan pertanian organik berbasis padi. Invensi lain berjudul Biopestisida Berbahan Aktif Metarhizium Anisopliae No. Permohonan Paten P00201000049, dengan inventor Baehaki dijelaskan bahwa salah satu terobosan untuk mengendalikan hama wereng coklat secara alami adalah menggunakan formula kering Metarhizium anisopliae (Formula MA). Efektivitas entomopatogenik
mematikan
wereng
coklat
menggunakan
formula
kering
Metarhizium anisopliae adalah 90,9%. Biopestisida ini sangat tepat untuk dikembangkan, karena dapat menekan populasi wereng coklat mencapai 75%. Formula MA pada suhu kamar mencapai 7 bulan masa simpan. Biopestisida ini potensial dikembangkan oleh industri biopestisida, terutama untuk pengembangan pertanian organik berbasis padi. Target pengendalian hama dengan menekan populasi sampai dengan 75% telah dipenuhi dalam penelitian tersebut, namun pengendalian kimiawi tetap akan berdampak negatif bagi lingkungan dan ekosistem.
7
Berdasar data Ditlin setelah dikompilasi menunjukkan bahwa serangan wereng coklat pada dasawarsa 1971-1980 mencapai 3.093.593 ha, dasawarsa 19811990 tercatat 458.038 ha. Pada dasa warsa 1991-2000 serangannya mencapai 312.610 ha. Pada 2001- 2010 serangan wereng coklat mencapai 351.748 ha. Sejak diputarnya PHT di Indonesia, sudah 2 kali terjadi ledakan besar yaitu pada tahun 1998 dan 12 tahun kemudian pada 2010 terjadi ledakan yang melampaui ledakan wereng coklat di tahun 1998. Pada kurun waktu 1998-2010 terjadi ledakan-ledakan yang kecil dengan luas ledakan kurang dari 50% dibanding ledakan 1998 maupun ledakan wereng coklat 2010. Pada tahun 2010 yang baru lewat seluas 128.738 ha pertanaman padi MP 2009/2010 dan MK 2010 yang membentang dari Banten sampai Jawa Timur terserang wereng coklat dan penyakit kerdil hampa serta kerdil rumput. Dari luas tersebut di atas diantaranya 4.602 ha mengalami puso. Kegagalan produksi padi tahun lalu akibat perkembangan populasi wereng coklat yang tinggi saat La-Nina 2010 atau musim kemarau yang banyak curah hujannya. Kegagalan pertanaman padi tersebut melampaui kegagalan saat La Nina tahun 1998 dimana wereng coklat menyerang tanaman padi di Jalur Pantura mencapai 115.484ha dengan puso mencapai 4.874 ha (Baehaki, 2011b). Meluasnya ledakan wereng coklat diakibatkan oleh populasi wereng yang tinggi. Dari hasil tangkapan lampu perangkap di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Nasional (lebih dikenal dengan sebutan BB Padi) diketahui bahwa jumlah wereng coklat mencapai 500.000 ekor per malam per satu lampu perangkap. Membludaknya jumlah wereng coklat yang terus menerus selama 2 musim pada 2010, di sebabkan oleh pola pertanaman tidak serempak, menanam varietas rentan yang menjadi pemicu (Stagger), praktek budidaya (khusus pemakaian pupuk nitrogen yang mewah dan pengairan selalu tergenang sepanjang fase pertumbuhan tanaman padi). Ledakan wereng coklat juga disebabkan adanya perubahan biotipe wereng coklat dan melemahkan ketahanan varietas, tingginya laju pertumbuhan intrinsic wereng coklat, bahkan kata wamentan ledakan wereng coklat diakibatkan oleh petani maupun petugas lupa PHT dan meremehkan hama. 8
Oleh karena itu supaya di 2011 tidak terjadi gejolak hama yang menurunkan produksi padi nasional, maka perlu kiat-kiat kebijakan pengelolaan pertanaman padi di lapangan sebagai sebagai berikut (Baehaki, 2011b) : 1. Perhatikan Daerah Hama Ganda Pengendalian hama dan penyakit harus terencana sejak awal sedemikian rupa dengan berbagai reka perdaya yang penuh kearifan. Reka perdaya dapat dilakukan dengan varietas tahan, waktu tanam yang tepat, pergiliran variatas, dan manipulasi musuh alami. Pengendalian dari satu tempat ke tempat lain akan berbeda, tergantung dari hama dan penyakit yang menyerang, dan tergantung dari sarana dan prasarana produksi. 2. Pola Pertanaman Serempak Pola pertanaman serempak akibat petani bertanam padi saling mendahului yang dilandasi dengan adanya air selalu mengalir dimulai pada MP 2009/2010 dan musim tanam sebelumnya. Hal ini mengindikasikan pada tahun sebelum 2010, sudah tidak serempak, hama selalu ada, sedikit demi sedikit terjadi penumpukan sumber hama yang menjadi ancaman pada MK 2010.Pada daerah ledakan wereng coklat saat ini terlihat ketidak serempakan tanaman dalam satu areal yang terbatas seperti halnya di Jawa Timur (Jember dan Banyuwangi), Jawa Tengah (Klaten, Boyolali, Sukohardjo, Pati, Kudus, dan Demak), Jawa Barat (Subang, Indramayu, Karawang, dan Bekasi), Banten (Pandeglang). Salah satu pemandangan pertanaman padi di Subang, Jawa Barat mengisaratkanpertanaman tidak serempak dengan sebagian petani bertanaman padi saat pertanaman tetangganya rusak berat atau puso karena wereng coklat. Pada daerah yang demikian akan terjadi sumber hama yang tidak hentinya. 3. Monitoring, Lampu Perangkap dan Pengendalian Dini Hama
9
Saat pertanaman padi ada di lapangan, segera dilakukan monitoring, jangan sampai terlambat. Hal ini disebabkan perkembangan populasi wereng coklat mengikuti laju pertumbuhan eksponensial. Jangan kaget kalau perkembangan populasi wereng sangat tinggi, karena satu pasang wereng coklat bersayap panjang yang bermigrasi dan hinggap pada tanaman padi maka dalam kurun waktu 20 hari (generasi ke-1) hanya mencapai 146 ekor, kurun waktu 40 hari (generasi ke-2) mencapai 5.015 ekor, sedangkan pada kurun waktu 62 hari mencapai generasi ke-3 sebagai generasi penghancur mencapai 14.727 ekor. Saat puso populasi wereng per rumpun mencapai 200-500 pasang bersayap panjang/rumpun. Pada 160.000 rumpun padi/ hektar terdapat 32.000.000 80.000.000 pasang wereng coklat. Bila semua wereng dari satu hektar bermigrasi dan menyebaracak datang pada tanaman padi muda, maka pada 2 bulan kemudian populasi wereng akan mencapai 471.264.000.000-1178.160.000.000 ekor. Dari jumlah tersebut dengan factor koreksi kemampuan predator menekan wereng sebesar 17.92%, maka populasi wereng yang hidup akan mencapai 3,86 -9,67 triliun ekor. 4. Tuntaskan Pengendalian Di Daerah Hot Spot dan Daerah hot spot wereng coklat adalah daerah dimana selalu terjadi ledakan wereng coklat untuk setiap tahunnya. Besarnya ledakan tergantung dari musim dan pendukung penyebab ledakan. Daerah hot spot wereng coklat sebenarnya tidak banyak hanya 7 titik saja yaitu Pandeglang di Banten, Karawang dan atau Subang di Jawa Barat, Klaten dan Pati di Jawa Tengah, Jember serta Banyuwangi di Jawa Timur,dan Simalungun di Sumatera Utara. Di lain pihak terdapat titik (bercak-bercak) serangan wereng coklat disekitar daerah hot spot. Kalau kita dapat mengamankan daerah tersebut pada saat generasi ke-1, ada kemungkinan besar tidak akan terjadi ledakan. 10
5. Waspada terhadap Migrasi Wereng coklat Migrasi wereng coklat secara besar-besaran terjadi pada saat akan mencapai hopperburn baik pada tanaman padi vegetative maupun saat generative. Migrasi wereng coklat dapat terjadi jarak dekat (short distance) hanya belasan kilometer, jarak jauh (long distance) mencapai 200-300 km, dan gerakan jarak sangat jauh (very long distance). Gerakan migrasi jarak dekat dapat terjadi dalam kabupaten dan antar kabupaten. Gerakan migrasi jarak jauh dapat terjadi antar provinsi atau antar pulau missal antar pulau di Indonesia), sedangkan migrasi jarak sangat jauh dapat terjadi antar Negara atau antar benua, seperti halnya migrasi wereng coklat dari China atau Vietnam ke Negara Jepang dan Korea.
2.3
Uji Statistik dan Analisis Data
a. Uji Validitas dan Reliabilitas Data Sebelum pengambilan data dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap daftar pertanyaan yang digunakan. 1) Uji Validitas Uji
validitas
digunakan untuk
menguji
kevalidan kuesioner.
Validitas
menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Sulaiman, 2002). Teknik yang digunakan untuk menguji validitas kuesioner adalah berdasarkan Rumus Koefisien Product Moment Pearson, yaitu : N XY XY rXY 2 NX X 2 NY 2 Y 2
······························· (2.1)
Dimana : rxy
: koefisien Korelasi Product Moment
X
: nilai dari item ( pertanyaan)
Y
: nilai dari total item
N
: banyaknya responden atau sampel penelitian
11
Untuk menentukan nomor-nomor item yang valid, perlu dikonsultasikan dengan tabel r product moment. Kriteria penilaian uji validitas, adalah: Apabila r hitung > r tabel (pada taraf signifikansi 5%), maka dapat dikatakan item kuesioner tersebut valid. Apabila r hitung < r tabel (pada taraf signifikansi 5%), maka dapat dikatakan item kuesioner tersebut tidak valid. Menurut Sulaiman (2002), ada dua syarat penting yang berlaku pada sebuah angket, yaitu keharusan untuk valid dan reliabel. Angket dikatakan valid jika pertanyaan pada angket mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh angket tersebut. Sedangkan angket dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan konsisten. Di mana validitas diukur dengan membandingkan r hasil dan r tabel (Corrected Item Total Correlation), jika r hasil > r tabel, data valid dan r hasil < r tabel, data tidak valid. 2) Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapatdipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya atau reliabel hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Sulaiman, 2002). Cara yang digunakan untuk menguji reliabilitas kuesioner adalah dengan menggunakan Rumus Koefisien CronbachAlpha:
kr 1 k r r
······························································· (2.2)
Dimana :
= Koefisien Cronbach Alpha
k
= Jumlah item valid
r
= Rerata korelasi antar item
1
= Konstanta
Menurut Nunally dalam Sulaiman (2002), pengujian reliabilitas terhadap seluruh item atau pertanyaan pada penelitian ini akan menggunakan rumus koefisien 12
Cronbach Alpha. Nilai Cronbach Alpha digunakan nilai 0.6 dengan asumsi bahwa daftar pertanyaan yang diuji akan dikatakan reliabel bila nilai Cronbach Alpha ≥ 0.6. Syarat suatu alat ukur menunjukkan kehandalan yang semakin tinggi adalah apabila koefisien reliabilitas () yang mendekati angka satu. Apabila koefisien alpha () lebih besar dari 0.6 maka alat ukur dianggap handal atau terdapat internal consistency reliability.
b. Uji Asumsi Klasik Analisis data dilakukan dengan bantuan Metode Regresi Linear Berganda, tetapi sebelum melakukan analisis regresi linear berganda digunakan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. 1) Uji Normalitas Data Uji normalitas menguji apakah dalam model regresi, variabel independen dan variabel dependen, keduanya terdistribusikan secara normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji satu sampel kolmogorovsmirnov. Uji ini merupakan uji untuk membandingkan tingkat kesesuaian sampel dengan suatu distribusi tertentu dalam hal ini distribusi normal. Dalam hal ini, apabila nilai signifikansi (p) > maka Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa data variabel yang diolah berdistribusi normal. Sedangkan apabila nilai signifikansi (p) < maka Ho ditolahk dan dapat disimpulkan bahwa data variabel yang diolah tidak berdistribusi normal. 2) Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Sulaiman, 2002). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas didalam model regresi adalah dengan Menganalisa matrik korelasi variabel bebas jika terdapat korelasi antar variabel bebas yang cukup tinggi (lebih besar dari 0,90) hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas.
13
c. Uji Model Regresi Setelah melakukan uji asumsi klasik lalu menganalisis dengan metode Regresi Linear Berganda. Regresi Linear Berganda ini dikembangkan untuk mengestimasi nilai variabel dependen Y dengan menggunakan lebih dari satu variabel independen (Xl, X2,..., Xn). Secara umum persamaan Regresi Berganda yang mempunyai variabel dependen (Y) dengan dua atau lebih variabel independen adalah sebagai berikut : Y = a + lXl + 2X2 + ... + nXn + e ·············································· (2.3) Keterangan : Y
:
Variabel Terikat
a
:
Konstanta
1, 2,...n
:
Koefisien
X1, X2,...Xn
:
Variabel Bebas
e
:
Residu
d. Uji Hipotesis 1. Pengujian secara parsial (Uji t) Pengukuran t
tes
dimaksudkan untuk mempengaruhi apakah secara individu ada
pengaruh antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat. Pengujian secara parsial untuk setiap koefisien regresi diuji untuk mengetahui pengaruh secara parsial antara variabel bebas dengan variabel terikat, dengan melihat tingkat signifikansi nilai t pada 5% rumus yang digunakan : th
1 Se 1
································································· (2.4)
Keterangan: th
: t hitung.
i
: parameter yang diestimasi
Se
: standar error.
Pengujian
setiap koefisien regresi dikatakan signifikan bila nilai mutlak thit
ttabel atau nilai probabilitas signifikansi lebih kecil dari 0,05 (tingkat kepercayaan yang dipilih) maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (HA) diterima, dan sebaliknya. 14
2. Analisis Koefisien Determinasi (R2) Koefisiendeterminasi (R2) dipergunakan untuk mengetahui sampai seberapa besar prosentase variasi variabel bebas pada model dapat diterangkan oleh variabel terikat (Sulaiman, 2002). Koefisien determinasi (R2) dinyatakan prosentase. Nilai R2 ini berkisar antara 0 < R2
15
dalam
BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian Pada tahun pertama sudah dihasilkan alat pengendali hama wereng coklat dirancang dengan konsep mekanik yang ramah lingkungan, hal ini diharapkan dapat mengurangi efek kimiawi yang disebabkan karena penggunaan pestisida yang kurang bijaksana. Penangkapan dan pemusnahan hama wereng coklat secara mekanik ini diharapkan mampu menekan populasi hama yang ada. Pengembangan prototipe dalam penelitian ini adalah merancang bangun alat pengendali hama wereng coklat dengan mekanik vacuum berisi dinamo 12 volt dan baling-baling kipas aluminium. Mekanik tersebut dihubungkan dengan pipa paralon yang ujungnya diberi corong penyedot. Dimana pada corong penyedot dipasang lampu memutar searah dengan bentuk corong. Pada ujung corong penyedot dipasang motion sensor yang berfungsi untuk mendeteksi keberadaan/gerakan hama wereng coklat. Apabila ada wereng yang mendekat pada lampu, maka motion sensor akan memberikan sinyal sehingga secara otomatis dinamo akan memutar mekanik baling-baling kipas dan menyedot udara dari luar masuk ke dalam kotak penampung hama. Pada tahun kedua ini, akan dilakukan pengujian terhadap alat berdasarkan 3 faktor atau variabel. Alat ini diharapkan mampu menekan populasi hama dengan mempertimbangkan 3 faktor tersebut yaitu waktu kedatangan (X1), waktu semai (X2) dan lokasi tanam (X3) terhadap jumlah tangkapan (Y). Pengujian alat dilakukan di 2 lokasi yang memiliki karakteristik berbeda yaitu di kecamatan Genuk dan Gunungpati kota Semarang. Alat dipasang di 4 titik berbeda selama 30 hari. 3.2 Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini, alat pengendali hama wereng coklat dirancang dengan konsep mekanik yang ramah lingkungan, hal ini untuk mengurangi efek kimiawi yang disebabkan karena penggunaan pestisida yang kurang bijaksana. Penangkapan dan 16
pemusnahan hama wereng coklat secara mekanik ini diharapkan mampu menekan populasi hama tersebut. Pengembangan prototipe dalam penelitian ini adalah merancang bangun alat pengendali hama wereng coklat dengan mekanik vacuum berisi dinamo 12 volt dan baling-baling kipas aluminium. Mekanik tersebut dihubungkan dengan pipa paralon yang ujungnya diberi corong penyedot. Dimana pada corong penyedot dipasang lampu dengan warna merah, hijau, kuning, putih dan biru memutar searah dengan bentuk corong.Pada ujung corong penyedot dipasang motion sensor yang berfungsi untuk mendeteksi keberadaan/gerakan hama wereng coklat. Apabila ada wereng yang mendekat pada lampu, maka motion sensor akan memberikan sinyal sehingga secara otomatis dinamo akan memutar mekanik baling-baling kipas dan menyedot udara dari luar masuk ke dalam kotak penampung hama. Berdasarkan hasil tangkapan akan dianalisis kapan puncak tangkapan populasi dan waktu datangnya hama imigran sehingga dapat direkomendasikan waktu semai atau tanam. Setelah itu dilakukan post test yang hasilnya digunakan untuk evaluasi dan perbaikan prototipe sehingga dihasilkan alat pengendali hama wereng coklat ramah lingkungan yang mampu menekan populasi tanpa menggunakan pestisida. Inovasi pengendali hama wereng coklat dalam penelitian ini memiliki perbedaan yang sangat mencolok dibandingkan dengan alat pengendali hama wereng coklat yang ada di pasaran atau yang dikenal oleh masyarakat luas. Yaitu alat ini sama sekali tidak menggunakan pestisida, namun lebih memanfaatkan kelemahan hama wereng coklat yang sangat sensitif terhadap cahaya lampu. Pengendali hama wereng coklat yang dikembangkan secara mekanik dengan baling-baling kipas aluminum dan corong penyedot berupa kerucut yang dikelilingi 5 buah lampu berwarna merah, hijau, kuning, putih, dan biru pada bagian dalamnya, dimana posisi dan pengaturan warna secara berurutan melingkar dengan 4 buah motion sensor yang memanfaatkan kesukaan hama wereng coklat terhadap cahaya lampu. Lampu tersebut dihubungkan dengan pipa paralon sepanjang minimal 30 cm dan maksimal 100 cm berbentuk leher angsa dengan katup penutup yang memiliki tebal plat 1 mm dibagian tengahnya. Motion sensor berfungsi untuk mendeteksi gerakan hama wereng coklat dan secara otomatis akan menyalakan dinamo 12 volt yang berfungsi untuk memutar mekanik baling-baling kipas dan menyedot udara dari luar masuk ke dalam kotak penampung hama berbentuk kotak persegi panjang yang dibagian belakangnya dipasang tabung vacuum dan accu sebagai 17
sumber tegangan. Alat yang dikembangkan dengan mempertimbangkan 3 faktor yaitu waktu kedatangan (X1), waktu semai (X2) dan lokasi tanam (X3) terhadap jumlah tangkapan (Y).
18
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen murni, yaitu penelitian yang dilakukan dengan membuat sebuah prototype yang diujicoba, pre dan post test.
4.2 Lokasi Penelitian Pemelitian dilakukan di 2 lokasi yang memiliki karakteristik berbeda yaitu di kecamatan Genuk dan Gunungpati kota Semarang. Alat dipasang di 4 titik berbeda selama 30 hari.
Berdasarkan hasil tangkapan maka akan dianalisis kapan puncak
tangkapan populasi, waktu datangnya hama imigran, lokasi tanam dan jumlah tangkapan.
4.3 Bagan Alir Penelitian Pengembangan prototipe alat pengendali hama wereng coklatdalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan alir penelitian sebagai berikut : Rancang Bangun Alat Pengendali Hama Wereng Coklat Mekanik Tanpa Pestisida. (Yusianto, R. dan Ngatindriatun. 2011)
Pengembangan Prototipe Alat Pengendali Hama Wereng Coklat tanpa Pestisida Ramah Lingkungan dengan BalingBaling Mekanik dan Corong Penyedot
Alat Pengendali Hama Wereng Coklat dengan Baling-Baling Mekanik dan Corong Penyedot. No. Permohonan Paten : P00201201022 tanggal 26 November 2012. (Yusianto, R. dan Pindandita, S. 2012)
Gambar 4.1 Bagan Alir Penelitian
Berdasarkan bagan alir penelitian pada Gambar 3.1 di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2011, peneliti telah melakukan penelitian dengan judul Rancang Bangun Alat Pengendali Hama Wereng Coklat Mekanik Tanpa Pestisida. Pada penelitian ini luaran 19
yang dihasilkan adalah alat pengendali hama wereng coklat dengan baling-baling mekanik dan corong penyedot berlampu. Alat tidak bisa bekerja secara otomatis karena pengoperasiannya harus menekan tombol on/off pada pangkal pipa paralon yang terhubung dengan accu. Alat ini masih model mobile, artinya pengoperasiannya dibawa berpindah-pindah oleh petani. Petani memegang pipa paralon yang menghubungkan corong penyedot berlampu dan baling-baling aluminium serta kotak penampung hama yang diletakkan di tas punggung. Penelitian tahun 2011 ini dilakukan di areal persawahan Banjardowo Kecamatan Genuk Semarang. Indikator capaian adalah pada 3 kali percobaaan, serangga yang dapat tertangkap antara lain 532 wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal), 147 kepinding tanah (Scotinophara coarctata), 235 penggerek batang padi (Scirpophaga incertulas) dan 12 kumbang Coccinella. Sedangkan pada tahun 2012, alat pengendali hama wereng coklat hasil penelitian tahun 2011 dikembangkan dengan luaran penelitian berupa penambahan motion sensor yang dilengkapi dengan Liquid Crystal Display (LCD) yang berfungsi untuk menampilkan menu. Dengan tambahan LCD ini, setting kecepatan putaran baling-baling dan kekuatan sedot corong dapat diatur sesuai kebutuhan. Uji coba dilakukan di skala laboratorium dengan indikator capaian adalah 3 pilihan kecepatan putar baling-baling mekanik, yaitu cepat, sedang dan lambat. Sedangkan
pada
penelitian
yang
direncanakan
dalam
usulan
ini
yaitu
pengembangan alat pengendali hama wereng coklat ramah lingkungan tanpa pestisida yang mampu menekan populasi hama yang didahului dengan ujicoba prototipe, pre dan post test. Prespektif teknologi ramah lingkungan dikembangkan untuk mengendalikan hama yang didasarkan kepada konsep PHT dengan mempertimbangkan ekosistem. Selain itu, dalam penelitian ini prototipe alat pengendali hama wereng coklat juga dirancang mampu mengetahui waktu puncak tangkapan dengan mempertimbangkan 3 faktor yaitu waktu kedatangan (X1), waktu semai (X2) dan lokasi tanam (X3) terhadap jumlah tangkapan (Y). Sehingga pada akhirnya mampu memberikan rekomendasi waktu semai atau tanam yang efektif. 4.4 Bagan Penelitian Pengembangan prototipe alat pengendali hama wereng coklat dalam penelitian ini, mempertimbangkan urutan prioritas berdasarkan variabel waktu kedatangan (X1), waktu semai (X2) dan lokasi tanam (X3) terhadap jumlah tangkapan (Y). Sehingga sebelum melakukan rancang bangun, dilakukan pengambilan data dalam bentuk 20
kuisioner. Data-data yang diperlukan, tetap mengacu kepada hasil analisis dan pengelompokkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah tangkapan populasi. Bagan penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Permasalahan Internal
Teknologi Ramah Lingkungan dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Keunggulan Wereng Coklat (Nilaparvata lugens Stal) - mudah beradaptasi - mampu membentuk biotipe baru dengan mentransfer virus kerdil hampa dan virus kerdil rumput yang daya rusaknya lebih hebat - kemampuan mempertahankan generasi yang sangat baik
Permasalahan Eksternal
(Baling-Baling Mekanik, Corong Penyedot, Lampu, Kotak Penampung Hama, Motion Sensor) Dampak Permasalahan
Jumlah Tangkapan (Y)
Tidak ramah lingkungan, Ketidakseimbang an ekosistem
Waktu Kedatangan (X1) Waktu Semai (X2)
Pengendalian dan Pemberantasan Hama
Hasil Pengembangan Prototipe Alat Pengendali Hama Wereng Coklat tanpa Pestisida yang Ramah Lingkungan dengan BalingBaling Mekanik dan Corong Penyedot
Lokasi Tanam (X3)
- Pengendalian dan Pemberantasan secara Kimiawi dengan pestisida
Gambar 4.2 Bagan Penelitian
Bagan penelitian pada Gambar 3.2 dijelaskan bahwa permasalahan utama adalah hama wereng coklat yang memiliki keunggulan antara lain mudah beradaptasi, mampu membentuk biotipe baru dengan mentransfer virus kerdil hampa dan virus kerdil rumput yang daya rusaknya lebih hebat dan kemampuan mempertahankan generasi yang sangat baik. Selain itu pengendalian dan pemberantasan hama wereng coklat yang disukai petani yaitu secara kimiawi, hal ini dikarenakan cara pengendalian hama tersebut lebih praktis dan cepat. Namun hal ini berdampak negatif yaitu tidak ramah lingkungan, berakibat pula pada ketidakseimbangan ekosistem. Sehingga diperlukan sebuah teknologi ramah lingkungan dengan konsep PHT sebagai alat pengendali hama wereng coklat secara mekanik dengan mempertimbangkan 3 faktor yaitu waktu kedatangan (X1), waktu semai (X2) dan lokasi tanam (X3) terhadap jumlah tangkapan (Y). Hasil akhir dari penelitian ini adalah pengembangan prototipe alat pengendali hama wereng coklat tanpa pestisida yang ramah lingkungan dengan baling-baling mekanik dan corong penyedot dengan kemampuan menekan populasi. 21
4.5 Penentuan Sumber Data Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah petani yang berada di areal persawahan Banjardowo Kecamatan Genuk Semarang.
4.6 Alat Penelitian Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : 1.
Lembar kuisioner.
2.
Peralatan menulis seperti pena merk standard dan pensil 2B.
3.
USB to Serial RS232 Cable Seri HL-340.
4.
Kalkulator Merk Casio.
5.
LCD 16 x2 light.
6.
ATMega 8.
7.
Baterai 12 Volt.
8.
Charger Baterai 12 Volt.
9.
BD 139.
10. Con Biru. 11. Opto Elektrik. 12. Kabel dan PCB. 13. TR 2N 3055. 14. Cap 50V/4700 µF 15. Relay 16. Vacum Cleaner 4.7 Metode Pengumpulan Data Proses pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Penelitian Lapangan 22
Pada tahap ini dilakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian dengan cara sebagai berikut: a. Wawancara Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi berkenaan dengan waktu
puncak
kedatangan
hama.
Wawancara
dilakukan
sebagai
pendalaman dan penjelasan materi kuisioner. b. Kuesioner Dengan cara membuat daftar pertanyaan (kuesioner) dan menyebarkannya kepada para petani yang berada di areal persawahan Banjardowo Kecamatan Genuk Semarangyang terpilih sebagai responden. Kuesioner yang diajukan kepada responden berupa daftar pertanyaan tertutup. Daftar pertanyaan tertutup berisi pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya telah disediakan dengan menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) s/d 5 (sangat setuju). Selanjutnya hasil yang diperoleh untuk masing-masing variabel akan dihitung dengan skala likert. a. Jawaban SS sangat setuju diberi skor 5 b. Jawaban S setuju diberi skor 4 c. Jawaban R ragu-ragu diberi skor 3 d. Jawaban TS tidak setuju diberi skor 2 e. Jawaban STS sangat tidak setuju diberi skor 1 2. Riset Kepustakaan Riset kepustakaan merupakan metode untuk memperoleh informasi atau data mengenai teori-teori yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Bahan kajian literatur yang digunakan adalah jurnal penelitian internasional maupun nasional, majalah ilmiah
dan buku yang membahas tentang pengendalian
hama wereng coklat.
23
4.8 Pengujian Data a. Uji Validitas dan Reliabilitas Data Dalam penelitian ini jumlah sampel n = 30. Sedangkan df yang digunakan adalah df = n-2 sehingga df = 28. Berdasarkan hal tersebut maka diperoleh r tabel sebesar 0,361. Untuk menentukan valid atau tidaknya data diperlukan angka angka Corrected Item Total Correlation (r hitung) untuk variabel waktu kedatangan (X1), waktu semai (X2) dan lokasi tanam (X3) terhadap jumlah tangkapan (Y). Apabila r hitunglebih besar dari 0,361 maka variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian dapat dikatakan valid. NilaiCronbach Alphayang digunakan pada penelitian ini adalah 0.600. Untuk menentukan daftar pertanyaan yang diajukan relaibel atau tidak maka perlu diperoleh nilai Cronbach Alpha untuk variabel waktu kedatangan (X1), waktu semai (X2) dan lokasi tanam (X3) terhadap jumlah tangkapan (Y). Apabila nilai Cronbach Alpha untuk masing-masing variabel penelitian ≥ 0.600 maka variabel-variabel tersebut dapat dikatakan reliabel dan dapat dipakai sebagai alat ukur. b. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 1.
Uji Normalitas Uji normalitas menguji apakah dalam model regresi, variabel independen dan variabel dependen, keduanya terdistribusikan secara normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji satu sampel kolmogorovsmirnov. Uji ini merupakan uji untuk membandingkan tingkat kesesuaian sampel dengan suatu distribusi tertentu dalam hal ini distribusi normal. a. Uji Normalitas Variabel Waktu Kedatangan (X1) Dalam penelitian ini, hipotesis yang diuji adalah kenormalan data variabel waktu kedatangan (X1) dengan menggunakan tingkat kesalahan =0,05
24
Hipotesis : H0 : Data variabel waktu kedatangan berdistribusi normal Ha : Data variabel waktu kedatangan tidak berdistribusi normal b. Uji Normalitas Variabel Waktu Semai (X2) Dalam penelitian ini, hipotesis yang diuji adalah kenormalan data variabel waktu semai (X2) dengan menggunakan tingkat kesalahan =0,05 Hipotesis : H0 : Data variabel waktu semai berdistribusi normal Ha : Data variabel waktu semai tidak berdistribusi normal c. Uji Normalitas Variabel Lokasi Tanam (X3) Dalam penelitian ini, hipotesis yang diuji adalah kenormalan data variabel lokasi tanam (X3) dengan menggunakan tingkat kesalahan =0,05 Hipotesis : H0 : Data variabel lokasi tanam berdistribusi normal Ha : Data variabel lokasi tanam tidak berdistribusi normal d. Uji Normalitas Variabel Jumlah Tangkapan (Y) Dalam penelitian ini, hipotesis yang diuji adalah kenormalan data variabel jumlah tangkapan (Y) dengan menggunakan tingkat kesalahan =0,05 Hipotesis : Ho : Data variabel jumlah tangkapan berdistribusi normal Ha : Data variabel jumlah tangkapan tidak berdistribusi normal 2. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas berarti ada hubungan linier yang pasti di antara beberapa variabel atau semua variabel dependen dari model regresi. Deteksi adanya multikolinearitas dilihat dari koefisien korelasi antar variabel independen pada matrik korelasi dengan ketentuan apabila nilai korelasi lebih besar dari 0,90 berarti terdapat gejala multikolinearitas. 25
Multikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai tolerance (toleransi) dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Toleransi mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai toleransirendah maka sama dengan nilai VIF tinggi (VIF = 1/toleransi) dan menunjukkan adanya kolinearitas yang tinggi. Nilai yang umum dipakai adalah nilai toleransi 0,10 atau sama dengan nilai VIF di atas 10. Setiap analis harus menentukan tingkat kolinearitas yang masih dapat ditolerir.
c. Model Persamaan Regresi Berganda Regresi Linear Berganda ini digunakan untuk mengestimasi nilai variabel dependen Y dengan menggunakan lebih dari satu variabel independen (Xl, X2,..., Xn). Secara umum persamaan Regresi Berganda yang mempunyai variabel dependen (Y) dengan dua atau lebih variabel independen (Xl, X2,..., Xn). Berdasarkan persamaan (4.1), variabel dependen (Y) dalam penelitian ini adalah jumlah tangkapan, sedangkan variabel independen (X1) adalah waktu kedatangan, variabel independent (X2) adalah waktu semai dan variabel independet (X3) adalah lokasi tanam sehingga model persamaan Regresi Berganda dengan variabel dependen (Y) jumlah tangkapan serta tiga variabel independen (X1), (X2) dan (X3) adalah sebagai berikut : Y = a + lXl + 2X2 + 3X3 + e ... .......................................................... (4.1) Keterangan : Y
:
Jumlah Tangkapan
a
:
Konstanta
1, 2, 3
:
Koefisien Regresi
X1
:
Waktu Kedatangan
X2
:
Waktu Semai
X3
:
Lokasi Tanam
e
:
Residu 26
d. Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) dipergunakan untuk mengetahui sampai seberapa besar prosentase variasi variabel bebas Rekomendasi Jumlah Tangkapan (Y) pada model dapat diterangkan oleh variabel terikat yaitu variabel waktu kedatangan (X1), waktu semai (X2) dan lokasi tanam (X3). Koefisien determinasi (R2) dinyatakan dalam prosentase. Nilai R2 ini berkisar antara 0 < R2< 1.
27
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Data Hasil uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 5. 1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel
Waktu Kedatangan (X1)
Waktu Semai (X2) Lokasi Tanam (X3) Jumlah Tangkapan (Y)
Kode X11 X12 X13 X14 X21 X22 X31 X32 Y2
(r hitung) 0,837 0,880 0,881 0,715 0.834 0.847 0,475 0,492 0,748
Keputusan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Koefisien Cronbach Keputusan Alpha 0,815
Reliabel
0,898
Reliabel
0,767
Reliabel
0,866
Reliabel
Berdasarkan df = 28, dimana n = 30 dan df = n – 2 maka diperoleh r tabel sebesar 0,361. Dari hasil perhitungan pada tabel 5.1 di atas, diperoleh angka Corrected Item Total Correlation (r hitung) untuk variabel waktu kedatangan (X1), Waktu Semai (X2), Lokasi Tanam (X3) dan jumlah tangkapan (Y) lebih besar dari 0,361. Karena r hitung > r tabel maka variabel-variabel dalam penelitian ini dinyatakan valid. Nilai Cronbach Alpha pada penelitian ini adalah 0.600 dengan asumsi bahwa daftar pertanyaan yang diuji akan dikatakan reliabel bila nilai Cronbach Alpha ≥ 0.600. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 5.1 didapatkan nilai Cronbach Alpha untuk variabel waktu kedatangan (X1), Waktu Semai (X2), Lokasi Tanam (X3) dan jumlah tangkapan (Y) lebih besar dari 0,600. Sehingga semua variabel dalam penelitian ini dapat dikatakan reliabel dan dapat dipakai sebagai alat ukur.
28
5.1.1 Validitas dan Reliabilitas Variabel Waktu Kedatangan Dari hasil perhitungan diperoleh angka r hitung untuk variabel waktu kedatangan (X1) yaitu variabel siang hari (X11) sebesar 0,837, sore hari (X12) sebesar 0,880, malam hari (X13) sebesar 0,881 dan pagi hari (X14) sebesar 0,715. Berdasarkan df = 28 diperoleh r tabel sebesar 0,361. Karena r hitung > r tabel
maka variabel waktu
kedatangan dinyatakan valid. Tabel 5. 2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Waktu kedatangan Variabel Siang hari (X11) Sore hari (X12) Malam hari (X13) Pagi hari (X14)
r Hitung
r Tabel df = 28
Koefisien Cronbach Alpha
0,837 0,880 0,881 0,715
0,361
0,815
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan besarnya nilai Cronbach Alpha variabel waktu kedatangan (X1) adalah 0,815. Nilai tersebut lebih besar dari nilai Cronbach Alpha pada penelitian ini yaitu 0,600 sehingga variabel waktu kedatangan dapat dikatakan reliabel dan dapat dipakai sebagai alat ukur. 5.1.2 Validitas dan Reliabilitas Variabel Waktu Semai Dari hasil perhitungan diperoleh r hitung untuk variabel Waktu Semai (X2) yaitu musim hujan (X21) sebesar 0,834 dan musim kemarau (X22) sebesar 0,847. Berdasarkan df = 28 diperoleh r tabel sebesar 0,361. Karena r hitung > r tabel maka variabel waktu semai dinyatakan valid. Tabel 5. 3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Waktu Semai Variabel Musim hujan (X21) Musim kemarau (X22)
29
r Hitung
r Tabel df = 28
Koefisien Cronbach Alpha
0,834 0,847
0,361
0,898
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan besarnya nilai Cronbach Alpha variabel Waktu Semai (X2) adalah 0,898. Nilai tersebut lebih besar dari nilai Cronbach Alpha pada penelitian ini yaitu 0,600 sehingga variabel waktu semai dapat dikatakan reliabel dan dapat dipakai sebagai alat ukur.
5.1.3 Validitas dan Reliabilitas Lokasi Tanam Dari hasil perhitungan diperoleh r hitung untuk variabel Lokasi Tanam (X3) yaitu di dataran tinggi (X31) sebesar 0,475 dan dataran rendah (X32) sebesar 0,492. Berdasarkan df = 28 diperoleh r tabel sebesar 0,361. Karena r hitung > r tabel maka variabel lokasi tanam dinyatakan valid. Tabel 5. 4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Lokasi Tanam Variabel Dataran tinggi (X31) Dataran rendah (X32)
r Hitung
r Tabel df = 28
Koefisien Cronbach Alpha
0,475 0,492
0,361
0,767
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan besarnya nilai Cronbach Alpha variabel Lokasi Tanam (X3) adalah 0,767. Nilai tersebut lebih besar dari nilai Cronbach Alpha pada penelitian ini yaitu 0,600 sehingga variabel Lokasi Tanam dapat dikatakan reliabel dan dapat dipakai sebagai alat ukur.
5.1.4 Validitas dan Reliabilitas Jumlah tangkapan Dari hasil perhitungan diperoleh r hitung untuk variabel jumlah tangkapan (Y) yaitu sebesar 0,748. Berdasarkan df = 28 diperoleh r tabel sebesar 0,361. Karena r hitung > r tabel maka variabel waktu kedatangan dinyatakan valid.
30
Tabel 5. 5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Jumlah tangkapan Variabel
r Hitung
r Tabel df = 28
Koefisien Cronbach Alpha
0,748
0,361
0,866
Jumlah Tangkapan (Y)
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan besarnya koefisien Cronbach Alpha variabel jumlah tangkapan (Y) adalah 0,866. Koefisien tersebut lebih besar dari nilai Cronbach Alpha pada penelitian ini yaitu 0,600 sehingga variabel jumlah tangkapan dapat dikatakan reliabel dan dapat dipakai sebagai alat ukur.
5.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan terhadap data yang akan diteliti. Model regresi yang baik adalah model yang dapat memenuhi asumsi klasik yang disyaratkan. Adapun pengujian terhadap asumsi klasik yang dilakukan pada penelitian ini meliputi :
5.2.1 Uji Normalitas Uji normalitas menguji apakah dalam model regresi, variabel independen dan variabel dependen, keduanya terdistribusikan secara normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji satu sampel kolmogorov-smirnov. Uji ini merupakan uji untuk membandingkan tingkat kesesuaian sampel dengan suatu distribusi tertentu dalam hal ini distribusi normal. a. Uji Normalitas Variabel Waktu kedatangan (X1) Dalam penelitian ini, hipotesis yang diuji adalah kenormalan data variabel waktu kedatangan (X1) dengan menggunakan tingkat kesalahan =0,05 31
Hipotesis : Ho : Data variabel waktu kedatangan berdistribusi normal Ha : Data variabel waktu kedatangan tidak berdistribusi normal Hasil uji normalitas variabel waktu kedatangan (X1) dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.6 di bawah ini : Tabel 5. 6 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Variabel Waktu kedatangan (X1) Waktu kedatangan (X1) Jumlah Sampel (N) Parameter Normal
Rata-Rata Standar Deviasi
Signifikansi (p)
30 20,6333 2,87058 0,132
Berdasarkan tabel 5.6 signifikansi (p) diperoleh sebesar 0,132. Dalam hal ini, nilai p > dimana 0,132 > 0,05 sehingga Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa data variabel waktu kedatangan berdistribusi normal. b. Uji Normalitas Variabel Waktu Semai (X2) Dalam penelitian ini, hipotesis yang diuji adalah kenormalan data variabel Waktu Semai (X2) dengan menggunakan tingkat kesalahan =0,05 Hipotesis : Ho : Data variabel Waktu Semai berdistribusi normal Ha : Data variabel Waktu Semai tidak berdistribusi normal Hasil uji normalitas variabel Waktu Semai (X2) dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.7 di bawah ini :
32
Tabel 5. 7 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Variabel Waktu Semai (X2) Waktu Semai (X2) Jumlah Sampel (N) Parameter Normal
30 8,1000 1,18467 0,076
Rata-Rata Standar Deviasi
Signifikansi (p)
Berdasarkan tabel 5.7 signifikansi (p) diperoleh sebesar 0,076. Dalam hal ini, nilai p > dimana 0,076 > 0,05 sehingga Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa data variabel Waktu Semai berdistribusi normal. c. Uji Normalitas Variabel Lokasi Tanam (X3) Dalam penelitian ini, hipotesis yang diuji adalah kenormalan data variabel Lokasi Tanam (X3) dengan menggunakan tingkat kesalahan =0,05 Hipotesis : Ho : Data variabel Lokasi Tanam berdistribusi normal Ha : Data variabel Lokasi Tanam tidak berdistribusi normal Hasil uji normalitas variabel Lokasi Tanam (X3) dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.8 di bawah ini : Tabel 5. 8 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Variabel Lokasi Tanam (X3) Lokasi Tanam (X3) Jumlah Sampel (N) Parameter Normal
Rata-Rata Standar Deviasi
Signifikansi (p)
30 8,4333 0,89763 0,054
Berdasarkan tabel 5.8 signifikansi (p) diperoleh sebesar 0,054. Dalam hal ini, nilai p > dimana 0,054 > 0,05 sehingga Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa data Lokasi Tanam berdistribusi normal.
33
d. Uji Normalitas Variabel Jumlah tangkapan (Y) Dalam penelitian ini, hipotesis yang diuji adalah kenormalan data variabel Jumlah tangkapan (Y) dengan menggunakan tingkat kesalahan =0,05 Hipotesis : Ho : Data variabel jumlah tangkapan berdistribusi normal Ha : Data variabel jumlah tangkapan tidak berdistribusi normal Hasil uji normalitas variabel jumlah tangkapan (Y) dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.9 di bawah ini : Tabel 5. 9 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Variabel Jumlah tangkapan (Y) Jumlah tangkapan (Y) Jumlah Sampel (N) Parameter Normal
Rata-Rata Standar Deviasi
Signifikansi (p)
30 8,5000 1,19626 0,202
Berdasarkan tabel 5.9 signifikansi (p) diperoleh sebesar 0,202. Dalam hal ini, nilai p > dimana 0,202 > 0,05 sehingga Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa data jumlah tangkapan berdistribusi normal.
5.2.2 Uji Multikolinieritas Multikolinieritas berarti ada hubungan linier yang pasti di antara beberapa variabel atau semua variabel dependen dari model regresi. Deteksi adanya multikolinearitas dilihat dari koefisien korelasi antar variabel independen pada matrik korelasi dengan ketentuan apabila nilai korelasi lebih besar dari 0,90 berarti terdapat gejala multikolinearitas. Multikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai tolerance (toleransi) dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Toleransi mengukur 34
variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai toleransi rendah maka sama dengan nilai VIF tinggi (VIF = 1/toleransi) dan menunjukkan adanya kolinearitas yang tinggi. Nilai yang umum dipakai adalah nilai toleransi 0,10 atau sama dengan nilai VIF di atas 10. Setiap analis harus menentukan tingkat kolinearitas yang masih dapat ditolerir. Sedangkan nilai toleransi dan VIF dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 5. 10 Hasil Uji Multikolinearitas Berdasarkan Nilai Tolerance dan VIF Variabel Terikat Jumlah tangkapan (Y)
Variabel Bebas Waktu kedatangan (X1) Waktu Semai (X2) Lokasi Tanam (X3)
Statistik Kolinieritas Toleransi 0,523 0,588 0,779
VIF 1,911 1,702 1,283
Terlihat untuk ketiga variabel bebas, tidak ada satu pun variabel bebas yang memilik besaran VIF lebih dari 10. Selain itu nilai toleransi untuk tiga variabel bebas juga semuanya mendekati angka 1. Sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi adanya multikolinieritas antar variabel bebas dalam model regresi ini.
5.3 Model Persamaan Regresi Ganda Model persamaan regresi yang baik adalah model yang memenuhi persyaratan asumsi klasik, diantaranya adalah data berdistribusi normal, model harus bebas dari multikolinieritas dan terbebas dari heteroskedastisitas. Dari hasil analisis sebelumnya, telah terbukti bahwa model persamaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah telah memenuhi persyaratan asumsi klasik sehingga model persamaan dalam penelitian ini sudah dianggap baik.
35
Tabel 5. 11 Hasil Analisis Regresi Variabel Terikat
Variabel Bebas
(Konstanta) Waktu kedatangan Jumlah tangkapan (Y) (X1) Waktu Semai (X2) Lokasi Tanam (X3)
Koefisien Std. B Error -0,476 1,459
t hitung
p
-0,328
0,746
0,140
0,069
2,076
0,048
0,355 0,372
0,157 0,180
2,278 2,083
0,031 0,047
Setelah dilakukan pengolahan data, maka didapatkan persamaan sebagai berikut : Y = -0.476 + 0,140X1 + 0,355X2 + 0,372X3.......................................................(1) Dimana :
Y
: Jumlah tangkapan
X1
: Waktu kedatangan
X2
: Waktu Semai
X3
: Lokasi Tanam Berdasarkan persamaan (1) di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling
berpengaruh terhadap variabel jumlah tangkapan (Y) adalah variabel Lokasi Tanam (X3) dengan koefisien 0,372. Kemudian variabel Waktu Semai (X2) dengan koefisien 0,355 dan yang paling kecil pengaruhnya adalah variabel waktu kedatangan (X1) dengan koefisien 0,140. Koefisien dari ke-3 variabel tersebut adalah bertanda positif, sehingga pengaruh ke-3 variabel tersebut berbanding lurus dengan variabel jumlah tangkapan.
5.4 Pengujian Hipotesis (Uji t) Untuk menguji hipotesis pada penelitian ini digunakan uji t. Uji t digunakan untuk menguji signifikansi secara parsial yaitu masing-masing
36
variabel bebas (waktu
kedatangan (X1), Waktu Semai (X2) dan Lokasi Tanam(X3)) berpengaruh signifikan ataukah tidak terhadap variabel dependen (jumlah tangkapan) pada tingkat signifikansi =5%. Berdasarkan pengolahan data menggunakan alisis uji t dimana taraf signifikansi =0,05 maka diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 5. 12 Hasil Analisis Uji t Variabel Terikat
Variabel Bebas
Waktu kedatangan (X1) Jumlah tangkapan (Y) Waktu Semai (X2) Lokasi Tanam (X3)
Koefisien
t hitung
p
0,140 0,355 0,372
2,076 2,278 2,083
0,048 0,031 0,047
1. Pengujian Hipotesis Pertama (H1) H0
: Ada hubungan linear antara waktu kedatangan terhadap jumlah tangkapan.
HA : Tidak ada hubungan antara waktu kedatangan terhadap jumlah tangkapan. Besarnya t tabel dengan taraf signifikansi =0,05 dengan menggunakan Derajat Kebebasan (DK) = 28, dimana n = 30 dan DK = n – 2 diperoleh angka t tabel sebesar 2.480 (lihat lampiran t tabel). Berdasarkan tabel 5.12 didapatkan besarnya pengaruh variabel waktu kedatangan terhadap jumlah tangkapan sebesar 0,140 dengan signifikansi (p) sebesar 0,048. Dimana p tersebut kurang dari 0,05 (taraf signifikansi 5%) dengan t hitung sebesar 2,076 < t tabel sebesar 2,480 sehingga H0 diterima dan HA ditolak. Berarti ada hubungan linear antara waktu kedatangan terhadap jumlah tangkapan. Sehingga ketepatan dalam menentukan waktu kedatangan akan berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah tangkapan.
37
2. Pengujian Hipotesis Kedua (H2) H0
: Ada hubungan linear antara Waktu Semai terhadap jumlah tangkapan.
HA : Tidak ada hubungan linear antara Waktu Semai terhadap jumlah tangkapan. Besarnya t tabel dengan taraf signifikansi 0,05 dengan menggunakan Derajat Kebebasan (DK) = 28, diperoleh angka t tabel sebesar 2.480 (lihat lampiran t tabel). Berdasarkan tabel 5.12 didapatkan besarnya pengaruh variabel Waktu Semai terhadap jumlah tangkapan sebesar 0,355 dengan signifikansi (p) sebesar 0,031. Dimana p tersebut kurang dari 0,05 (taraf signifikansi 5%) dengan t hitung sebesar 2,278 < t tabel sebesar 2,480 sehingga H0 diterima dan HA ditolak. Berarti ada hubungan linear antara Waktu Semai terhadap jumlah tangkapan. Sehingga penentukan Waktu Semai akan berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah tangkapan. 3. Pengujian Hipotesis Ketiga (H3) H0
: Ada hubungan linear antara Lokasi Tanam terhadap jumlah tangkapan.
HA : Tidak ada hubungan linear antara Lokasi Tanam terhadap jumlah tangkapan. Besarnya t tabel dengan taraf signifikansi 0,05 dengan menggunakan Derajat Kebebasan (DK) = 28, diperoleh angka t tabel sebesar 2.480 (lihat lampiran t tabel). Berdasarkan tabel 5.12 didapatkan besarnya pengaruh variabel Lokasi Tanam (X3) terhadap jumlah tangkapan (Y) sebesar 0,372 dengan dignifikansi (p) sebesar 0,047. Dimana p tersebut kurang dari 0,05 (taraf signifikansi 5%) dengan t hitung sebesar 2,083 < t tabel sebesar 2,480 sehingga H0 diterima dan HA ditolak. Berarti ada hubungan linear antara Lokasi Tanam terhadap jumlah tangkapan. Sehingga
38
penentuan Lokasi Tanam akan berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah tangkapan.
5.5 Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) dipergunakan untuk mengetahui sampai seberapa besar prosentase variasi variabel bebas pada model dapat diterangkan oleh variabel terikat. Koefisien determinasi (R2) dinyatakan dalam prosentase. Nilai R2 ini berkisar antara 0 < R2 < 1. Tabel 5. 13 Hasil Analisis Koefisien Determinasi Variabel Terikat Jumlah tangkapan
Variabel Bebas
R
Waktu kedatangan (X1) Waktu Semai (X2) Lokasi Tanam (X3)
0,794
R2 0,630
Estimasi Std. Error 0,76608
Besarnya koefisien determinasi atau R2 sebesar 0,630 atau 63,0 persen. Dapat diartikan bahwa 63,0 persen variasi variabel terikat yaitu variabel jumlah tangkapan pada model dapat diterangkan oleh variabel bebas yaitu waktu kedatangan, Waktu Semai dan Lokasi Tanam. Sedangkan sisanya (37,0 persen) dipengaruhi oleh variabel lain di luar model (selain variabel waktu kedatangan, Waktu Semai dan Lokasi Tanam). Dalam penelitian ini, variabel lain tidak dijelaskan.
5.6 Detail Alat dan Invensi 5.6.1 Detail Alat Alat pertanian saat ini masih dominan menggunakan alat semprot pestisida dalam mengendalikan hama wereng coklat, padahal sistem pertanian organik yang digalakan pemerintah, mensyaratkan tidak diperbolehkan penggunaan bahan kimia baik pupuk
39
maupun pestisida. Berdasarkan hal tersebut maka pemakaian alat pengendali hama wereng coklat tanpa pestisida sangat terbuka. Penggunaan alat pertanian yang ramah lingkungan ini akan menghasilkan bahan pangan yang aman bagi kesehatan, sekaligus mengurangi kerusakan ekosistem lingkungan. Salah satu indikator keberhasilan dalam rancang bangun alat pengendali hama wereng coklat adalah kemampuan menekan populasi wereng coklat sampai dengan 75% (Baehaki, 2010) tanpa menggunakan pestisida. Secara umum, sistem kerja alat pengendali hama wereng coklat terdiri dari 4 (empat) komponen utama, yaitu (1) Corong; (2) Lampu Perangkap (Light trap); (3) Kantong Plastik; (4) Rangka Atap Seng. Prinsip kerja dari sistem alat pengendali hama adalah sebagai berikut; Lampu perangkap dipasang pada titik pusat corong yang berfungsi untuk menarik hama pada waktu malam hari. Di bagian bawah corong dipasang kantong plastik sebagai penampung hama. Corong dilindungi rangka atas seng untuk menghindari tiupan angin dan hujan. Sampai saat ini, khalayak luas khususnya petani beranggapan bahwa sistem kerja ini merupakan sistem kerja yang paling efektif. Ada 3 (tiga) hal yang sebenarnya bisa lebih dioptimalkan lagi dari sistem tersebut, yaitu (1) corong yang memiliki kemampuan menyedot hama; (2) penampung hama dengan pipa paralon dan katup penutup otomatis; dan (3) motion sensor yang mampu menggerakkan baling-baling mekanik penyedot secara otomatis. Alat yang ada saat ini tidak mampu secara otomatis menyedot hama yang mendekati lampu, sehingga memungkinkan hama lepas dari perangkap. Perputaran baling-baling mekanik yang terdapat pada mesin vacuum cleaner yang dimodifikasi dapat kendalikan dari layar menu. Menu didesain untuk manual dan auto. Adapun dokumentasi prototipe hardware dan software-nya adalah sebagai berikut :
40
Gambar 5.1 Prototipe dan Penjelasan Penggunaan
41
Gambar 5.2 Pameran di Lawang Sewu
Gambar 5.3 Prototipe dengan menu display
42
Gambar 5.5 Prototipe dalam kondisi on siap diujicoba di laboratorium
43
5.6.2 Invensi Suatu alat pengendali hama wereng coklat secara mekanik dengan motion sensor yang memanfaatkan kesukaan hama wereng coklat terhadap cahaya lampu; dengan baling-baling kipas aluminum dan corong penyedot yang dihubungkan dengan pipa; motion sensor yang dipasang pada pangkal corong penyedot dan dikoneksikan dengan LCD melalui pipa plastik berfungsi untuk mendeteksi gerakan hama wereng coklat dan secara otomatis akan menyalakan dinamo 12 volt pada baterai rechargeable LCD yang berfungsi untuk memutar mekanik baling-baling kipas dan menyedot udara dari luar masuk ke dalam kotak penampung hama. 1. Uraian Singkat Gambar Untuk memudahkan pemahaman mengenai inti invensi ini, selanjutnya akan diuraikan perwujudan invensi melalui gambar sebagai berikut : G B E A D
F C
H
Gambar 5.6 Tampak Samping dari Alat Pengendali Hama Wereng Coklat
44
2. Uraian Lengkap Invensi Sebagaimana telah dikemukan pada latar belakang invensi bahwa salah satu indikator keberhasilan dalam rancang bangun alat pengendali hama wereng coklat adalah kemampuan menekan populasi wereng coklat tanpa menggunakan pestisida. Saat ini, sebagian besar petani padi masih menggunakan alat semprot. Pemakaian pestisida, dibalik manfaatnya yang besar bagi peningkatan produksi pertanian juga terselubung bahaya yang mengerikan. Bahaya pestisida semakin nyata dirasakan masyarakat, terlebih akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana. Kerugian berupa timbulnya dampak buruk penggunaan pestisida, dapat dikelompokkan atas 3 bagian : (1) Pestisida berpengaruh negatip terhadap kesehatan manusia, (2) Pestisida berpengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan, dan (3) Pestisida meningkatkan perkembangan populasi jasad penganggu tanaman. Mengacu pada Gambar 5.6, yang memperlihatkan suatu alat pengendali hama wereng coklat otomatis dengan motion sensor dan corong penyedot berlampu tampak depan sesuai dengan invensi ini. Corong penyedot dengan lampu dipasang dibagian dalam corong (A) seperti invensi yang diusulkan akan menarik hama wereng coklat. Wereng tersedot melalui pipa paralon (B) masuk ke dalam kotak penampung hama (C) yang bisa dibuka tutup secara praktis. Pada bagian atas dipasang modul LCD (E) yang berfungsi untuk menampilkan menu pilihan pengaktifan motion sensor (D) yaitu dengan mode manual dan otomatis. Mode manual dijalankan dengan menekan tombol switch on off (F) secara otomatis alat akan bekerja dan menonaktifkan motion sensor (D) sedangkan mode otomatis akan memfungsikan motion sensor (D) yang mampu menyalakan dinamo 12 volt dan menggerakan mekanik baling-baling kipas aluminium secara otomatis yang berada satu kotak dengan kotak penampung hama (C). Modul LCD dinyalakan menggunakan baterai kering rechargeable (G). Sedangkan alat secara keseluruhan diaktifkan menggunakan baterai (H) yang juga rechargeable. 45
Invensi ini memiliki perbedaan yang sangat mencolok dibandingkan dengan alat pengendali hama wereng coklat yang ada di pasaran atau yang dikenal oleh masyarakat luas. Yaitu alat ini sama sekali tidak menggunakan pestisida, namun lebih memanfaatkan kelemahan hama wereng coklat yang sangat sensitif terhadap cahaya lampu kemudian menarik masuk ke kotak penampung hama dengan menggunakan motion sensor. Secara rinci dapat dideskripsikan sebagai berikut : (a)
Letak Motion Sensor Letak motion sensor (D) sesuai invensi ini adalah dipasang pada pangkal corong penyedot dan dikoneksikan dengan alat melalui pipa plastik.
(b)
Jumlah Motion Sensor Jumlah motion sensor (D) sesuai invensi ini adalah minimal 1 (satu) buah dan dipasang pada bagian pangkal corong sejajar dengan lampu.
(c)
Letak LCD Letak Liquid Crystal Display (LCD) (E) sesuai invensi ini adalah dipasang pada bagian depan atas dari alat ini. LCD dinyalakan dengan menekan tombol switch on off (F) yang dipasang pada samping kanan LCD.
(d)
Mode Pilihan Menu Mode menu pilihan akan ditampilkan pada LCD (E) sesuai invensi ini dengan mode pilihan Auto dan Manual serta sebuah tombol reset.
(e)
Letak Baterai rechargeable LCD Letak baterai rechargeable LCD (G) sesuai invensi ini dipasang pada bagian bawah LCD dan terkoneksi ke LCD melalui tombol switch on off (F).
46
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa inovasi pengendali hama wereng coklat dalam penelitian ini memiliki perbedaan yang sangat mencolok dibandingkan dengan alat pengendali hama wereng coklat yang ada di pasaran atau yang dikenal oleh masyarakat luas. Alat ini sama sekali tidak menggunakan pestisida, namun lebih memanfaatkan kelemahan hama wereng coklat yang sangat sensitif terhadap cahaya lampu. Pengendali hama wereng coklat yang dikembangkan secara mekanik dengan baling-baling kipas aluminum dan corong penyedot berupa kerucut yang dikelilingi lampu pada bagian dalamnya. Lampu tersebut dihubungkan dengan pipa paralon sepanjang minimal 30 cm dan maksimal 100 cm berbentuk leher angsa dengan katup penutup yang memiliki tebal plat 1 mm dibagian tengahnya. Motion sensor berfungsi untuk mendeteksi gerakan hama wereng coklat dan secara otomatis akan menyalakan dinamo 12 volt yang berfungsi untuk memutar mekanik baling-baling kipas dan menyedot udara dari luar masuk ke dalam kotak penampung hama berbentuk kotak persegi panjang yang dibagian belakangnya dipasang tabung vacuum dan accu sebagai sumber tegangan. Alat yang dikembangkan dengan mempertimbangkan 3 faktor yaitu waktu kedatangan (X1), waktu semai (X2) dan lokasi tanam (X3) terhadap jumlah tangkapan (Y). Berdasarkan hasil regresi linier dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap variabel jumlah tangkapan (Y) adalah variabel Lokasi Tanam (X3) dengan koefisien 0,372. Kemudian variabel Waktu Semai (X2) dengan koefisien 0,355 dan yang paling kecil pengaruhnya adalah variabel waktu kedatangan (X1) dengan koefisien 0,140. Koefisien dari ke-3 variabel tersebut adalah bertanda positif, sehingga pengaruh ke-3 variabel tersebut berbanding lurus dengan variabel jumlah tangkapan.
47
6.2 Saran
Adapun saran berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : Pengendalian hama wereng dapat dilakukan pada kondisi malam hari, sehingga tidak memungkinkan suply daya listrik ke areal persawahan. Sehingga setelah ini akan dilakukan modifikasi alat yaitu dengan menggunakan suplai listrik dari baling-baling bertenaga angin, sehingga prototipe dapat bekerja secara optimal setiap saat.
48
DAFTAR PUSTAKA
Baehaki, S.U. 2009. Strategi Pengendalian Hama Terpadutanaman Padi dalam Perspektif Praktek Pertanian yang Baik (Good Agricultural Practices). Jurnal Inovasi Pertanian 2(1). pp : 65-78. Baehaki, S.U. 2011. Strategi Fundamental Pengendalian Hama Wereng Batang Coklat dalam Pengamanan Produksi Padi Nasional. Jurnal Inovasi Pertanian 4(1). pp : 63-75. Bhat, R. 2004. Improved Farmer Livelihood. ICM Edition, Bayer Crop Sci. Caraycaray, M.D.B. 2003. More farmers use innovative chemical-free methods to control pest in rice. Phil. Rice Newsletter 16(4). Frost, M. 2001. Quality Criteria and Standards. Berlinickestr, Berlin, Germany. p. 113121. Matthias.Frost@bvl. bund.de Herminanto, Wiyantono, Darini, S.U., Sudjarwo. 2009. Kajian Pemanfaatan Nilam dan Jamur Entomopatogen Untuk Pengendalian Hama Wereng Coklat (Nilaparvata Iugens Stal). Laporan Penelitian : Riset Unggulan dan Institusi. Unsoed. Purwokerto. Marheni. 2004. Kemampuan Beberapa Predator pada Pengendalian Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal.). Jurnal Natur Indonesia 6(2): pp. 84-86. Sumiati, Ani. 2011. Pengendalian Hama Wereng Batang Coklat Pada Tanaman Padi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian Kementerian Pertanian. Sjakoer, NAA. 2010. Mortalitas Hama Wereng Punggung Putih Setelah dimangsa oleh Serangga Predator (Pengamatan Visualisasi di Green House). Jurnal El-Hayah 1(2) : pp. 35-39. Syahrawati, M. Busniah dan N. Nelly. 2010. Sosialisasi Teknik Konservasi Musuh Alami Wereng Coklat (Nilaparvata lugens) pada Petani Perempuan. Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Andalas. Padang. Tohidin, A., T. Lisrianto, dan B.P. Machdar. 1993. Daya bunuh jamur entomopatogen Beauveria bassiana Vuill. (Moniliales: Moniliaceae) terhadap Leptocorisa acuta Thunberg (Hemiptera: Alydidae) di rumah kaca. hlm. 135-141. Prosiding Simposium Patologi Serangga I. PEI Cabang Yogyakarta-Fakultas Pertanian UGM, dan Program Nasional PHT/Bappenas.
49
Untung, K. 2000. Konsep pengendalian hama terpadu Indonesia. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 6(1) : pp. 1-8. Yusianto, R. dan Ngatindriatun. 2011. Rancang Bangun Alat Pengendali Hama Wereng Coklat Mekanik Tanpa Pestisida. Laporan Penelitian : Ipteks. UDINUS. Semarang. Yusianto, R. dan Pindandita, S. 2012. Alat Pengendali Hama Wereng Coklat dengan Baling-Baling Mekanik dan Corong Penyedot. No. Permohonan Paten : P00201201022 tanggal 26 November 2012.
50